BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Makanan...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Makanan...
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Makanan (BTM)
Penggolongan BTM yang diizinkan digunakan pada pangan menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai
berikut :
1. Pewarna, yaitu BTM yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada
pangan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTM yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTM yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi,
pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
4. Atioksida, yaitu BTM yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi
lemak sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTM yang dapat mencegah mengempalnya
(menggumpalnya) pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTM yang dapat
memberikan, menambah atau mempertegas rasa aroma
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTM yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan
8
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTM yang dapat mempercepat proses
pemutihan dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu
pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTM yang dapat membantu
terbentuknya dan memantapkan sistem dipersi yang homogen pada pangan.
10. Pengeras, yaitu BTM yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya
pangan.
11. Sekuestran, yaitu BTM yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam
pangan, sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstrur.
Menurut Permenkes RI No. 722?MenKes/Per/IX/88 BTM yang banyak
beredar dan digunakan masyarakat namun pada dasarnya dilarang
penggunaannya, diantaranya:
1. Formalin (formaldehyd)
2. Natrium tetraborat (boraks)
3. Kloramfenikol
4. Kalium klorat
5. Nitrofuranzon
6. Asam salisilat dan garamnya
7. Minyak nabati yang dibrominasi
8. DIetilpirokarbonat
9. P- Phenitilkarbamida
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No
1168/MenKes/PER/X/1999, beberapa bahan kimia yang dilarang penggunaannya
9
sebagai BTM, seperti: rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna
kuning)dulsin (pemanis sintetis) dan potassium bromat (pengeras) (Ratnawati,
2017).
2.2 Zat Pewarna Makanan
Warna merupakan salah satu kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan antara lain; warna dapat member petunjuk mengenai perubahan kimia
dalam makanan. Oleh karena itu, warna menimbulkan banyak pengaruh terhadap
konsumen dalam memilih suatu produk makanan dan minuman sehingga
produsen makanan sering menambahkan pewarna dalam produknya. Pada
awalnya, makanan diwarnai dengan zat warna alami yang diperoleh dari
tumbuhan, hewan, atau mineral, akan tetapi zat warna tersebut tidak stabil oleh
panas dan cahaya serta harganya mahal (Azizahwati, et al., 2007).
Zat pewarna makanan merupakan suatu senyawa berwarna yang memiliki
afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya.Warna suatu produk makanan
ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangat penting.Warna
merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas makanan, antara lain warna
juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti
pencoklatan (Cahyadi, 2009).
Zat pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat
memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan pewarna pada
makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau
10
memucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada makanan yang
tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik (Noviana, 2005).
Warna yang dihasilkan lebih cerah lebih homogeny lebih pudar tidak
homogeny variasi warna banyak sedikit harga lebih murah lebih mahal
ketersediaan tidak terbatas terbatas kestabilan stabil kurang stabil. Adapun
perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami dapat dilihat pada Tabel berikut
di bawah ini :
Tabel 2.1. Perbedaan Antara Zat Pewarna Sintesis dan Alami
Pembeda Zat Pewarna Sintesis Zat Pewarna Alami
Warna yang dihasilkan Lebih cerah Lebih pudar
Variasi warna Lebih banyak Sedikit
Harga Lebih murah Lebih mahal
Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas
Kestabilan Stabil Kurang stabil
Sumber : Lee (2005) dalam Asmara (2011)
2.3 Penggolongan Zat Pewarna yang Diizinkan dan Dilarang
Peraturan mengenai penggunaan bahan pewarna yang diizinkan dan yang
dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri Kesehatan RI Nomor
722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan tambahan makanan, tetapi sering terjadi
penyalahgunaan pemakaian bahan pewarna berbahaya untuk bahan pangan,
misalnya bahan pewarna untuk tekstil dipakai untuk mewarnai bahan pangan. Hal
ini jelas sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu bahan pewarna
11
tersebut. Timbulnya penyalahgunaan bahan pewarna disebabkan oleh
ketidaktahuan masyarakat mengenai pewarna untuk pangan, dan juga karena
harga bahan pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan
bahan pewarna untuk pangan. Disamping itu warna dari bahan pewarna tekstil
biasanya lebih menarik (Yuliarti, 2007).
2.4 Kegunaan Zat Pewarna Makanan
Timbulnya penyalahgunaan disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat
mengenai pewarna untuk makanan, disamping itu harga zat perwarna untuk
industri jauh lebih murah dibandingkan harga zat perwarna untuk makanan dan
warna dari zat pewarna untuk industri biasanya lebih menarik. Pada Peraturan
Menteri Kesehatan RI No.1168/Menkes/PER/X/1999 beberapa bahan tambahan
pewarna yang dilarang seperti Rodamin B (pewarna merah) dan methanyl yellow
(pewarna kuning) (Cahyadi, 2006).
Menurut Henry (1996) dalam Lazuardi, (2010), pewarna ditambahkan
kedalam untuk memperkuat warna penampilan warna dari suatu makanan agar
konsumen lebih tertarik, untuk menyeragamkan warna dalam produksi makanan
dari setiap prosespengolahan dengan memberi warna yang menarik pada produk
makanan contohnya dalam produk yang berbahan dasar gula, es krim dan
minuman, yang jika tidak diberi warna tidak akan menarik. Perwarna sintetis
sering digunakan pada sosis dengan tujuan memperbaiki dan memberi warna sosis
agar lebih menarik dan menggoda konsumen. Beberapa produsen menambahkan
Rodamin B pada sosis untuk memberi warna segar.
12
2.5 Rhodamin B
Rhodamin B adalah pewarna sintesis yang digunakan pada industri testil dan
kertas. Rhodamin B berbentuk serbuk kristal merah keunguan dan dalam larutan
akan berwarna merah terang berpendar. Dampak yang terjadi dapat berupa iritasi
pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit, iritasi pada mata, iritasi saluran
pencernaan dan berbahaya kanker hati. Apabila tertelan dapat menimbulkan iritasi
pada saluran pencernaan dan air seni akan berwarna merah atau merah muda.
Penyebarannya dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.
Penyalahgunaan Rhodamin B untuk pewarna makanan telah ditemukan beberapa
jenis pangan, seperti kerupuk, terasi, dan jajanan yang berwarna merah terang.
Ciri-ciri makanan yang mengandung pewarna Rhodamin B antara lain makanan
berwarna merah mencolok (Depkes RI, 2007).
Bahan pewarna berbahaya yang sering ditambahkan adalah Rodamin B,
yaitu merupakan bahan pewarna berbahaya yang umum digunakan sebagai
pewarna tekstil. Rodamin B merupakan bahan pewarna tambahan yang dilarang
penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rodamin B bersifat karsinogenik
sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penyakit kanker.
Uji toksisitas Rodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan
injeksi subkutan dan secara oral. Rodamin B dapat menyebabkan karsinogenik
pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal. Sedangkan
secara IV didapatkan LD (Letalisis Dosis) 5089,5 mg/kg yang ditandai dengan
gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa
pembesaran organnya (MerckIndex, 2006).
13
Seiring terjadi di lapangan dan diberitakan di media masa. Sebagai contoh,
Rodamin B ditemukan dalam produk kerupuk, jelli/agar-agar, aromanis dan
minuman produk cabe giling, saos serta dalam terasi (Budianto, 2008).
Penggunaan bahan pewarna ini dilarang di Eropa mulai tahun 1984 karena
Rodamin B termasuk karsinogen yang kuat. Walaupun memiliki toksisitas yang
rendah, namun pengkonsumsian Rodamin B dalam jumlah yang besar maupun
berulang-ulang menyebabkan sifat kumulatif yaitu iritasi saluran pernapasan,
iritasi kulit, iritasi pada mata, iritasi pada saluran pencernaan, keracunan dan
gangguan hati (Trestiati dalam Wirasto, 2008 dan Budianto, 2008).
Rodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan
pada industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang
penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rodamin B dalam makanan masih
terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat
Rodamin B pada kerupuk, sambal botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada
sejumlah sampel makanan dan minuman. Rodamin B ini juga adalah bahan kimia
yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada
awalnya zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang
untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi
dalam sinar matahari (Hamdani, 2013).
Rumus Molekul dari Rodamin B adalah C28H31N2O3Cl dengan berat
molekul sebesar 479.000.
14
Gambar 2.1 Struktur Kimia Rodamin B (Hamdani, 2013)
Hasil analisis berupa penelitian menyatakan bahwa Rodamin B dapat
membahayakan kesehatan manusia yaitu tidak dapat dicerna oleh tubuh dan akan
mengendap secara utuh dalam hati sehingga dapat menyebabkan keracunan hati.
Pengaruh toksisitas biasanya bersifat akut saja yaitu yang pengaruhnya cepat
terjadi, sedangkan pengaruh yang bersifat kronis tidak dapat diketahui secara
cepat karena manusia yang normal memiliki toleransi yang tinggi terhadap racun
dalam tubuh dengan adanya mekanisme detoksifikasi. Selain itu pembeli juga
diduga tidak mengonsumsi menu yang sama setiap harinya (Sumarlin, 2010).
Efek toksik yang disebabkan oleh makanan yang mengandung pewarna
sintetis yang tidak diizinkan dapat timbul pada manusia karena golongan pewarna
sintetik tersebut memang bukan untuk dimakan manusia. Efek ini tergantung pada
banyaknya intake pewarna sintesik yang tidak diizinkan dan daya tahan seseorang
karena dalam tubuh manusia terdapt proses detoksifikasi di dalam tubuh. Laporan
gangguan kesehatan yang akut sebagai akibat mengonsumsi pewarna sintetis yang
15
tidak diizinkan belum pernah diperoleh, karena diduga sulit mengenali penyakit
ini (Sumarlin, 2010).
Uji toleransi zat warna Rodamin B terhadap hewan menunjukkan terjadinya
perubahan bentuk dari organisme sel dalam jaringan hati dari normal ke patologis.
Sel hati mengalami perubahan menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya
mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya
piknotik dan hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak, dan sitoklis dari
sitoplasma. Degenerasi lemak terjadi akibat terhambatnya pasokan energi dalam
hati yang digunakan untuk memelihara fungsi struktur endoplasmik sehingga
mengakibatkan penurunan proses sintesa protein yang menyebabkan sel hati
kehilangan daya untuk mengeluarkan trigliserida dan mengakibatkan nekrosis hati
(Djarismawati, 2004). Penggunaan Rodamin B pada makanan dalam waktu yang
lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun penyakit kanker.
Namun demikian, bila terpapar Rodamin B dalam jumlah besar maka dalam
waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rodamin B (Yuliarti, 2007).
2.6 Macam- Macam Pewarna Rhodamine B
A B
Gambar 2.2 : A). Rhodamine B
B). Warna Merah Rhodamine B
Sumber : (Ardiyaningrum, 2014).
16
2.7 Tinjauan Sosis
Semakin meningkatnya jumlah penduduk maka semakin meningkat pula
kebutuhan manusia, sehingga terjadi persaingan yang cukup ketat di dunia usaha.
Persaingan antar dunia usaha kini semakin ketat, sehingga banyak perusahaan
berupaya untuk bertahan dengan melihat keinginanan konsumen terhadap suatu
produk (Avlyn, 2006).
Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh
dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan
tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu dan bahan tambahan
makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selubung sosis. Komponen
utama sosis terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga
ditambahkan bahan tambahan seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya
nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat (Soeparno,
2005).
Lemak sering ditambahkan pada pembuatan sosis sebagai pembentuk
permukaan aktif, mencegah pengerutan protein,mengatu mengatur konsistensi
produk, meningkatkan cita rasa, dan mencegah denaturasi protein.Penambahan
garam pada pembuatan sosis bertujuan untuk meningkatkan cita rasa,
pengembang protein daging, pelarut protein daging, meningkatkan kapasitas
pengikatan air (water holding capacity = WHC), serta sebagai pengawet.
Penambahan fosfat akan bersinergidengan garam untuk meningkatkan WHC pada
sosis.
17
Tanpa garam dan fosfat, sosis akan sulit untuk dibuat. Asam askorbat sering
ditambahkan dalam bentuk asam askorbat maupun natrium askorbat untuk
membantu pemerahan daging. Selain itu, asam askorbat juga berfungsi sebagai
antioksidan agar produk tidak mudah tengik.Untuk mensubtitusi daging, pada
pembuatan sosis sering juga ditambahkan isolat protein. Selain itu, pada
pembuatan sosis juga ditambahkan karbohidrat sebagai bahan pengisi sosis.
Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein.
Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan
sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain
adalah pembentukan emulsi daging (Krimlich, 1971). Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1996 Tentang Pangan Pasal 21 huruf c menyatakan bahwa makanan yang
mengandung bahan yang dilarang seperti pewarna tekstil Rhodamin B yang
dipergunakan dalam kegiatan atau proses produksi makanan dilarang. Namun
pada kenyataannya masih banyak makanan yang mengandung pewarna tekstil
Rhodamin B beredar di masyarakat (Kartikasari, 2012).
Menurut Badan Standar Nasional (BSN) sosis adalah produk makanan
yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak kurang dari
75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan
bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan kedalam
selongsong sosis. Syarat mutu sosis menurut SNI01-3820-1995 dapat dilihat pada
Tabel 2.2
18
Tabel 2.2 Syarat Mutu Sosis berdasarkan SNI01-3820-1995
Sumber : Dewan Badan Standar Nasional (1995)
No Kriteria uji Satuan Persyaratan 1
1.1
1.2
1.3
Keadaan
Bau
Rasa
Warna
Tekstur
-
-
-
-
Normal
Normal
Normal
BulatPanjang
2. Air %b/b Maks 67,0 3. Abu %b/b Maks 3,0 4. Protein %b/b Min 13,0 5. Lemak %b/b Maks 25,0 6. Karbohidrat %b/b Maks 8 7.
7.1
7.2
BahanTambahanMakanan
Pewarna
Pengawet
Sesuaidengan SNI01-0222-1995
8.
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
Cemaran Logam:
Timbal (Pb)
Tembaga
(Cu)
Seng(Zn)
Timah
(Sn)
Raksa
(Hg)
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Maks 2,0
Maks 20,0
Maks 40,0
Maks 40,0
(250,0*) Maks
0,03
9. Cemaran Arsen(As) Mg/kg Maks 0,1 10.
10.1
10.2
10.3
10.4
10.5
10.6
Cemaran Mikroba:
Angka
LempengTotal
BakteriBentukKoli
Eccherichiacoli
Enterococci
Clostridiumperfringens
Salmonella
Staphylococcus aureus
Koloni/g
APM/g
APM/g
Koloni/g
-
-
Koloni/g
Maks 103
Maks 10
<3
102
Negatif
Negatif
Maks
102
19
Gambar 2.3 Sosis Merah yang Sudah Dikupas (Dokumentasi pribadi)
Gambar 2.4 Sosis Merah Masih Segel (Dokumentasi pribadi)
2.8 Analisis Uji Rhodamin B dengan Metode Kromatografi
Kromatografi adalah alat yang dipakai untuk memisahkan suatu sampel
atas komponen- komponennya berdasarkan kecepatan migrasi dari komponen
tersebut pada dua fase, yaitu fase tetap dan bergerak. Kromatografi berdasarkan
cara pemisahannya yaitu kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis
(Sufupiatul,2004). Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan campuran
menjadi komponennya dengan memanipulasi sifat fisik dari zat-zat penyusun
suatu campuran. Pada pewarna sintetis Rodamin B, diuji dengan metode
kromatografi kertas (Astuti, 2010).
20
2.9 Kromatografi Kertas
a. Pengertian kromatografi kertas
Kromatografi kertas adalah kromatografi yang menggunakan kertas selulosa
murni yang mempunyai afinitas besar terhadap air atau pelarut polar
lainnya.Kromatografi kertas digunakan untuk memisahkan campuran dari
substansinya menjadi komponen-komponennya.
b. Prinsip Kerja Kromatografi Kertas
Prinsip Kerja Kromatografi kertas adalah pelarut bergerak lambat pada
kertas, komponen-komponen bergerakpada lajuyang berbedadan campuran
dipisahkan berdasarkan pada perbedaan bercak warna.
c. Cara Penggunaan Kromatografi Kertas
Cara penggunaan kromatografi kertas adalah :
1. Kertas yang digunakan adalah Kertas Whatman No.1.
2. Sampel diteteskan pada garis dasar kromatografi kertas.
3. Kertas digantungkan pada wadah yang berisi pelarut dan terjenuhkan
oleh uap pelarut.
4. Penjenuhan udara dengan uap, menghentikan penguapan pelarut sama
halnya dengan pergerakan pelarut pada kertas
d. Kelebihan dan kekurangan Kromatografi Kertas
Kromatografi kertas merupakan metode analisa kualitatif senyawa
sederhana. Kelebihan kromatografi kertas adalah sebagai berikut:
1. Tidak diperlukan peralatan yang teliti dan mahal
21
2. Dapat diperoleh hasil yang baik walaupun dengan peralatan dan
materi yang sederhana
3. Senyawa yang terpisah dapat dideteksi pada kertas dan diidentifikasi
Selain memiliki kelebihan-kelebihan seperti tersebut di atas, kromatografi
kertas juga memiliki kekurangan-kekurangan di antaranya adalah sebagai
berikut:
1. Banyaknya permasalahan menyangkut cara pemasukan fasa gerak,
perambatan fasa gerak, dan penggumpalan
2. Membutuhkan waktu lama
3. Keterbatasan parameter senyawa yang diuji
e. Aplikasi kromatografi kertas
Kromatografi kertas banyak digunakan sebagai alat dalam penelitian dan
analisa. Beberapa penerapan dari kromatografi kertas adalah sebagai
berikut:
1. Penemuan senyawa-senyawa dalam tanaman
2. Analisa logam-logam dalam tanah
3. Pemisahan alkaloid (senyawa yang mengandung substansi dasar
nitrogen basa, biasanya dalam bentuk cincin heterosiklik, banyak
terdapat pada tanaman)
4. Pemisahan asam lemak
5. Analisa bahan tambahan makanan pada makanan dan AMDK
6. Pengujian rutin urine dan cairan-cairan lainnya yang mengandung asam-
asam amino dan gula (Nielsen, 2009).
22
2.10 Pengertian Makanan Frozen Food
Frozen food / pembekuan makanan yaitu untuk mempertahankan dari
waktu yang disiapkan untuk waktu pengolahan (Selly Indonesia, 2016).
Pembekuan makanan adalah proses mengawetkan produk makanan dengan cara
mengubah hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es. Keadaan
beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat sehingga daya
simpan produk menjadi panjang. Belakangan ini di pasaran juga tersedia
makanan ready to cook dalam bentuk beku. Makanan dalam bentuk beku
memiliki banyak keunggulan, khususnya terkait dengan upaya penyelamatan
nilai gizi dan cita rasa. Zat gizi umumnya mudah rusak selama masa
penyimpanan dan distribusi yang dilakukan pada suhu kamar. Teknik
pembekuan yang dilakukan pada suhu yang tepat, sangat berguna untuk
memperpanjang masa simpan produk dan manfaat zat gizi yang terkandung di
dalamnya.Salah satu bentuk makanan beku yang saat ini sangat digemari
masyarakat luas adalah sosis. Produk tersebut tersedia di supermarket atau outlet
dalam berbagai merek dagang, kemasan, cita rasa, tekstur dan harga jual. Jenis
yang banyak dijual di pasaran adalah sosis sapi (beef sausage) dan sosis ayam
(chicken sausage). Hingga saat ini sosis ayam lebih banyak dikonsumsi daripada
sosis sapi. Hal tersebut terkait dengan ketersediaan bahan baku dan pola makan
masyarakat. Jenis daging yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah:
56% daging unggas (terutama ayam), 23% daging sapi, 13% daging babi, 5%
daging kambing dan 3% jenis lainnya.
23
Rasa sosis jauh lebih gurih dibandingkan daging sapi, ayam ataupun ikan
goreng biasa. Hal tersebut disebabkan pengaruh bumbu yang dicampurkan ke
dalam adonan sebelum diolah. Rasa sosis sangat bervariasi, tergantung dari
komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan (Anonim, 2018).
Makanan siap santap biasanya dijual dalam bentuk beku atau didinginkan.
Makanan beku, selama masih beku dapat dinyatakan .aman. akan tetapi untuk
makanan yang didinginkan harus diperhatikan umur simpannya.
Mikroorganisme yang ditemikan pada makanan siap santap adalah
mikroorganisme yang tahan proses pemanasan, Misalnya Clostridium dan
Bacillus (Sporanya) dan mikroorganisme yang mengkontaminasi selama
penaganan misalnya Y. Enterocolitica Dan I. Monocytogenes. Kedua bakteri ini
dapat tumbuh pada suhu rendah (Refrigertor). Dengan demikian dalam
memproduksi makanan siap santap yang disimpan dingin harus diperhatikan
sanitasi dan hingga selama pengolahan, kontrol suhu selama penyimpanan dan
umur simpan produk (SNI Indonesia, 2011).
2.11 Bahaya Makanan Frozen Food
Ada banyak pilihan makanan yang bisa dibeli di pasar tradisional atau di
supermarket. Pembeli juga bisa memilih antara membeli bahan makanan yang
fresh atau yang frozen (beku). Namun pembeli juga perlu hati-hati jika membeli
makanan kemasan beku. Karena ada banyak dampak negatif yang bisa
ditimbulkan dengan banyak makan frozen food, antara lain adalah
24
1. Diabetes
Makanan beku biasanya diawetkan dengan pati, semacam polimer glukosa
(karbohidrat) yang menambahkan rasa dan tekstur makanan. Karena
polimer glukosa ini akan dicerna sebagai gula di dalam tubuh, jika Anda
terlalu sering makan makanan beku maka bisa berisiko menyebabkan
diabetes. Kelebihan gula bukan hanya dapat meningkatkan risiko tertular
diabetes tapi juga menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh Anda.
2. Penyakit jantung
Makanan beku biasanya kaya lemak trans karena sudah pre-process atau
separuh dimasak, yang meningkatkan risiko tertular penyakit jantung dan
juga meningkatkan potensi penyumbatan arteri. Lemak trans
meningkatkan LDL (kolesterol jahat) dan menurunkan HDL (kolesterol
baik). Hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit jantung. Kebanyakan,
makanan beku juga memiliki banyak pengawet makanan yang justru tidak
sehat untuk jantung.
3. Hipertensi
Makanan kemasan yang frozen, selain mengandung pengawet juga
mengandung banyak sodium atau garam yang justru dapat meningkatkan
tekanan darah dan membuat darah mengental. Kadang-kadang, makanan
beku mengandung lebih banyak garam daripada makanan biasa yang juga
dapat meningkatkan kadar kolesterol Anda.
25
4. Kanker
Makanan beku adalah salah satu sumber terbaik meningkatkan potensi
kanker. Studi menyimpulkan bahwa olahan dan makanan beku, daging,
khususnya, dapat menyebabkan kanker pankreas. Sebuah studi yang
dilakukan menunjukkan bahwa makanan olahan, hot dog, kornet, sosis dan
lain sebagainya dapat meningkatkan risiko tertular kanker lebih dari 65%.
Banyak kandungan frozen food yang bersifat karsinogenik.
5. Penyakit lainnya
Makanan olahan, kemasan dan beku tentu saja memiliki pengawet
sekaligus penyedap rasa berupa Monosodium Glutamate atau MSG yang
menyebabkan kesemutan di kaki, batuk, mual, sakit kepala, nyeri dada,
kelelahan, dan pusing. Terlalu banyak zat aditif ini juga dapat
menyebabkan kegemukan dan kesulitan bernapas yang serius
2.12 Bahaya Rhodamin B Pada Makanan
Berikut adalah beberapa bahaya Rodhamin B pada makanan (Ana Rohma ,
2018).
1. Iritasi saluran pernapasan
Akibat ini akan ditampak dengan hanya menghirup Rodhamine B. Dalam
keadaan yang demikian, menjauhlah dari lokasi kejadian dan gunakan
masker berkatup atau mintalah napas buatan. Iritasi pada pernafasan bisa
menjadi berbahaya hingga menjadi infeksi paru- paru dan penyebab batuk
berdarah.
26
2. Bibir pecah, kering, terkelupas, gatal dan iritasi kulit
Gangguan-gangguan kulit ini tampak setelah kulit atau bibir mengalami
kontak dengan Rodhamin B. Jika terjadi iritasi kulit semacam ini, cucilah
kulit dengan air dan sabun hingga bersih selama kurang lebih 15 hingga 20
menit. Jangan lupa, tanggalkan juga pakaian yang menempel dan terciprat
Rodhamin B
3. Iritasi mata
Rodhamine B yang sampai di mata dapat mengakibatkan iritasi mata, mata
merah dan timbulnya udem pada kelopak mata. Jika gejala ini terjadi, bilas
mata dengan air atau larutan garam fisiologis sambil mengedip-ngedipkan
mata.
4. Keracunan
Keracunan makanan dapat terjadi ketika Rhodamin B tertelan melewati
batas minimal efek toksiknya, yakni 500 mg/kg BB. Berkumur bisa
menjadi solusi awal atas gejala yang biasanya dimulai dengan mual, sakit
perut dan air seni yang berwarna merah muda atau merah. Namun
demikian ketika terjadi muntah, pastikan posisi kepala lebih rendah dari
pinggul agar material muntahan tidak masuk ke jalur pernapasan. Jika
tidak sadarkan diri, baringkan dan miringkan kepala korban ke satu sisi.
27
2.13 Komplikasi Rhodamin B
Umumnya, konsumsi terus-menerus terhadap makanan yang mengandung
Rhodamin B bersifat toksik akumulatif sehingga efek negatifnya tidak langsung
terasa. Rhodamin B sebenarnya memiliki toksisitas yang rendah akan tetapi jika
dikonsumsi berulang-ulang dalam waktu yang juga lama, efeknya tidak bisa
diremehkan. Apalagi efek konsumsi makanan yang mengandung zat ini akan
terasa beberapa tahun kemudian. Inilah yang menyebabkan akibat yang parah
dan seringkali komplikatif karena tidak segera mendapatkan penanganan yang
semestinya. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Gangguan konsentrasi
2. Gangguan tidur
3. Gangguan emosi
4. Hiperaktif
5. Iritasi saluran pencernaan
6. Memperparah Autisme
7. Tekanan darah rendah
8. Gangguan fungsi hati
9. Gangguan kandung kemih
10. Kanker hati, (Ana Rohma, 2018)