BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39136/3/BAB 2.pdf · kolesterol, dan pada akhirnya...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/39136/3/BAB 2.pdf · kolesterol, dan pada akhirnya...
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pisang Kepok (Musa paradisiaca formatypica)
2.1.1 Deskripsi Pisang Kepok
Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan buah nasional. Produksi
pisang pertahun mencapai 40-45% terhadap produksi buah nasional. Pulau Jawa
mendominasi produksi pisang Indonesia dengan menghasilkan lebih dari 50% dari total
keseluruhan produksi. Berdasarkan angka tetap Holtikultura tahun 2013 produksi
pisang di Malang mencapai 710,04 ribu ton atau 46,49% dari total produksi pisang di
Jawa Timur (Kementrian Pertanian, 2014).
Pisang kepok (Musa paradisiaca forma typica) merupakan jenis pisang olahan
yang paling sering diolah terutama dalam olahan pisang goreng dalam berbagai variasi,
sangat cocok diolah menjadi keripik, buah dalam sirup, aneka olahan tradisional, dan
tepung. Pisang dapat digunakan sebgai alternatif pangan pokok karena mengandung
karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian konsumsi beras dan
terigu (Prabawati et al, 2008).
2.1.2 Klasifikasi Pisang Kepok
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
6
Spesies : Musa paradisiaca formatypica.
(Prabawati et al, 2008)
Gambar 2.1
Buah Pisang Kepok (Musa paradisiaca forma typica)
2.1.3 Morfologi Pisang Kepok
Musa paradisiaca adalah tanaman yang memiliki mahkota daun yang berwarna
hijau, berbentuk oval, panjang, dan lebar (mencapai panjang 365 cm dan lebar 61 cm),
dengan tulang daun di tengahnya. Setiap tanaman memproduksi susunan tangkai bunga
tunggal seperti paku panjang yang menjuntai, dengan seludang bunga yang membuka
lebar, bulat, panjangnya 50-20 cm, berwarna merah gelap dan agak gemuk. Buahnya
lonjong, gemuk, panjangnya 5-7 cm dengan bentuk yang menyerupai ekor dan lebih
panjang dari variasi yang lain (Imam dan Akhera, 2011).
Pisang kepok memiliki kulit yang sangat tebal dengan warna kuning kehijauan
dan kadang bernoda cokelat, serta daging buahnya manis. Pisang kepok tumbuh pada
suhu optimum untuk pertumbuhannya sekitar 27oC dan suhu maksimum 38oC. Bentuk
buah pisang kepok agak gepeng dan bersegi. Ukuran buahnya kecil, panjang 10-12cm
dan beratnya 80-120 gram. Pisang kepok memiliki warna daging buah putih dan kuning
(Prabawati et al, 2008).
7
2.1.4 Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca forma typica)
Pada kulit pisang kandungan antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan
daging buahnya (Fatemah et al, 2012). Kulit pisang kepok juga mengandung senyawa
bioaktif seperti pektin, tanin, saponin, dan flavonoid yang berfungsi sebagai
antioksidan (Andini, 2014). Flavonoid yang terkandung dalam kulit pisang kepok
adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa ini
terdiri dari lima belas atom karbon dengan dua cincin benzene (C6) terikat pada suatu
rantai propane (C3) sehingga membentuk susunan C6-C3-C6. Sebagian besar senyawa
flavonoid alam ditemukan dalam bentuk glokosida, dengan unit flavonoid terikat pada
suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling
berikatan melalui ikatan glokosida. Tanin yang terkandung dalam kulit pisang kepok
merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik. Istilah
tanin pertama sekali diaplikasikan pada tahun 1796 oleh Seguil. Tanin terdiri dari
sekelompok zat-zat kompleks yang terdapat secara luas dalam tumbuhtumbuhan,
antara lain terdapat pada bagian kulit kayu, batang, daun, dan buah- buahan. Ada
banyak jenis tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang dapat menghasilkan tanin, salah
satunya tanaman pisang (Andini, 2014; Ismail, 2010).
8
Tabel 2.1 Hasil Skrining Fitokimia Kulit Pisang Kepok Kering dengan Pelarut Etanol
96% sebagai Pengikat per 100 g
Kandungan Kimia Metode Pengujian Hasil Keterangan
Flavonoid Wilstater Merah Kecoklatan +
Alkanoid Dragendoff Endapan Jingga +
Tannin 𝐹𝑒𝐶𝑙3 1% Coklat Kehitaman +
Steroid Lieberman-Burchard Cincin Merah -
Triterpenoid Lieberman-Burchard Cincin Merah +
Saponin Forth Terdapat Busa +
Keterangan :
+ = Terdapat Kandungan Kimia
─ = Tidak Terdapat Kandungan Kimia
(Sonja V.T. Lumowa,2018)
2.2 Pembuluh Darah
2.2.1 Anatomi Fisiologi Pembuluh Darah
Sirkkulasi sistemik dapat dibagi menjadi lima kategori berdasarkan anatomi
dan fungsinya yaitu arteri, arteriola, kapiler, venula, vena, dengan pengecualian pada
kapiler dan venula, dinding pembuluh darah terdiri atas komponen yang serupa : selapis
sel endotel, jaringan elastis, sel otot polos, dan jaringan fibrous. Arteri membawa darah
dari jantung menuju organ. Arteri dibagi menjadi 3 jenis yaitu arteri besar, sedang dan
arteri kecil yang selanjutnya disebut dengan arteriol. Arteriol ini kemudian bercabang
menjadi lebih kecil yang disebut kapiler yang memungkinkan terjadinya pertukaran zat
antara darah dan jaringan tubuh. Kumpulan kapiler dalam jaringan akan membentuk
vena yang berukuran kecil disebut venula. Selanjutnya venula akan bergabung pada
pembuluh darah yang lebih besar disebut vena. Vena merupakan pembuluh darah yang
9
membawa darah dari jaringan tubuh kembali ke jantung (Tortora dan Derrickson,
2009)
(Tortora dan Derrickson, 2009)
Gambar 2.2
Dinding arteri, vena, dan kapiler
2.2.2 Histologi Pembuluh Darah
Dinding arteri mengandung 3 lapisan konsentrik atau tunika. Lapisan terdalam
adalah tunika intima yang terdiri dari epitel selapis gepeng disebut sebagai endotel, dan
jaringan ikat subendotel di bawahnya. Lapisan tengah adalah tunika media terutama
terdiri atas serat otot polos. Di antara sel-sel otot polos terdapat serat elastic dan
reticular dengan jumlah bervariasi. Di arteri ini otot polos menghasilkan mariks
ekstraseluler. Lapisan terluar adalah tunika adventisia terutama terdiri atas serat
jaringan ikat kolagen (tipe I) dan elastic. Dinding sebagian arteri muskular
10
memperlihatkan dua pita serat elastic bergelombang dan tipis disebut lamina elastika
interna. Lamina elastika interna terletak di antara tunika intima dan media, namun
lapisan ini tidak terlihat pada arteri kecil (arteriola). Lamina elastika eksterna terletak
di pinggir tunika media arteri muscular dan dijumpai pada arteri muscular besar
(Eroschenko, 2012).
(Eroschenko, 2012)
Gambar 2.3
Arteri dan vena muscular potongan transversal
Pengecatan elastic perbesaran lemah.
Kapiler terdiri atas selapis sel endotel yang tergulung membentuk suatu saluran.
Diameter rerata kapiler bervariasi dari 5 hingga 10µm, dan panjang umumnya tidak
melebihi 50µm. Diameter total kapiler sekitar 800 kali lebih besar daripada diameter
aorta. Sel endotel secara fungsional bervariasi menurut pembuluh yang dilapisinya.
Kapiler dianggap sebagai pembuluh pertukaran karena di tempat inilah O2, CO2, zat,
dan metabolit dipindahkan dari darah ke jaringan dan dari jaringan ke dalam darah.
Mekanisme tersebut bergantung dari jenis molekul dan juga pada karakteristik dan
susunan structural sel endotel disetiap tipe kapiler (Mescher, 2012).
11
Vena biasanya berjalan di dekat arteri dan diklasifikasikan menjadi kecil,
medium atau besar berdasarkan ukuran dan perkembangan tunika. Vena kecil
memperlihatkan lumen yang relatif besar dibandingkan dengan arteri muscular kecil
yang memiliki tunika media yang tebal. Dinding vena kecil sangat tipis, yang
mengandung hanya satu atau dua otot polos. Pertemuan antara dua vena kecil
membentuk katup yang merupakan lipatan tipis tunika intima yang menonjol kedalam
lumen sehingga mencegah aliran balik darah. Vena medium memperlihatkan dinding
yang lebih tebal, tetapi masih kurang tebal dibandingkan arteri muscular sedang.
Tunika media dan adventisia berkembang lebih baik tetapi dindingnya sering terlipat
di sekitar lumen yang relatif besar (Mescher, 2012).
2.2.3 Endotel Pembuluh Darah
Sel endotel merupakan satu-satunya bagian dinding pembuluh darah yang
berinteraksi dengan komponen darah. Hal penting mengenai endotel adalah: (1)
Mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas
yang sangat selektif; (2) Memberikan permukaan nontrombogenik oleh lapisan heparin
dan oleh sekresi PGI2 (vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit), dan oleh
sekresi plasminogen; (3) Mensekresi oksida nitrat (suatu vasodilator kuat); (4)
Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan sel-sel otot polos
melalui berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan (Price dan Wilson, 2006).
Sel-sel endotel yang melapisi arteriol dan arteri kecil akan mensintesis bebrapa
zat yang bila dilepaskan dapat mempengaruhi derajat kontraksi atau relaksasi dingding
arteri. Hal yang terpenting dari zat-zat tersebut adalah zat vasodilator yang disebut
12
endothelium-derived relaxing factor (EDRF), yang pada dasarnya tersusun dari nitric
oxide (NO) yang memiliki waktu paruh dalam darah hanya 6 detik. Aliran darah yang
cepat melalui arteri dan arteriol akan menyebabkan “shear-stress” pada sel-sel endotel
akibat tarikan viskositas darah terhadap dinding vascular. Stres ini akan mengubah
bentuk sel-sel endotel sesuai arah aliran dan menyebabkan peningkatan pelepasan NO
yang bermakna yang selanjutnya akan merelaksasikan pembuluh darah (Guyton dan
Hall, 2012).
2.3 Aterosklerosis
2.3.1 Definisi Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah penyakit degeneratif progresif pada arteri yang
menyebabkan oklusi (sumbatan bertahap) pembuluh tersebut, mengurangi aliran darah
yang melaluinya. Aterosklerosis ditandai oleh plak-plak yang terbentuk di bawah
lapisan dalam pembuluh di dinding arteri. Plak aterosklerotik terdiri dari inti kaya
iemak yang dilapisi oleh pertumbuhan abnormal sel otot polos, ditutupi oleh jaringan
ikat kaya kolagen (Sherwood, 2014).
Penyakit jantung koroner (PJK) atau dikenal dengan Coronary Artery Disease
(CAD) adalah suatu penyakit dengan proses perjalanan penyakit yang cukup panjang
dan terjadi aterosklerosis di sepanjang pembuluh darah. Pada saat arteri yang
mensuplai miokardium mengalami gangguan, jantung tidak mampu untuk memompa
sejumlah darah secara efektif untuk memenuhi perfusi darah ke organ vital dan jaringan
perifer secara adekuat. Pada saat oksigenasi dan perfusi mengalami gangguan, pasien
13
akan terancam kematian. Penyakit jantung koroner meliputi Chronic Stable Angina
(CSA) dan Acute Coronary Syndrome (ACS).
2.3.2 Patofisiologi Aterosklerosis
Abnormalitas yang paling dini terjadi pada aterosklerosis adalah fatty streak
yaitu akumulasi dari lemak yang berisi makrofag pada tunika intima. Lesi ini datar dan
tidak merusak lumen dari arteri. Perjalanan penyakit dari lesi ini sesuai dengan
meningkatnya penebalan dari plak. Hal ini disebabkan akumulasi yang berkelanjutan
dari lipid dan proliferasi dari makrofag dan sel otot polos. Pada lesi ini smooth muscle
type cells membentuk fibrous cap diatas deposisi dari jaringan nekrotik, kristal
kolesterol, dan pada akhirnya kalsifikasi pada dinding arteri. Lesi yang menebal ini
yang menyebabkan infark miokardium akibat peningkatan ukuran dan obstruksi dari
lumen arteri atau akibat ruptur, yang menyebabkan pelepasan substansi thrombogenik
dari daerah nekrotik. Dari beberapa penelitian menunjukkan plak fibrosis pada otot
polos cenderung berkembang pada daerah dimana fatty streaks terbentuk saat kanak-
kanak. Plak secara umum cenderung berkembang pada arteri koroner terlebih dahulu
sebelum timbul pada arteri serebral (Hall, 2012).
14
(Hall, 2012)
Gambar 2.4
Proses terbentuknya plak aterosklerosis
2.3.3 Faktor Risiko Aterosklerosis
Reactive Oxygen Species adalah senyawa metabolit dari molekul oksigen (O2).
Radikal reactive-oxygen, seperti superoxide radical (O²¯), hydrogen peroxide (H2O2),
hydroxyl radical (OH²¯) dan lipid peroxides (LOOH) mampu meningkatkan risiko
terjadinya penyakit pada manusia. ROS mampu mempengaruhi sinyal transduksi yang
berkaitan dengan kontraksi dan relaksasi pembuluh darah, migrasi, pertumbuhan dan
kematian sel vaskular dan juga perubahan extracellular matrix (ECM) (Bucioli et al.,
2011).
15
Perubahan dinding arterial meliputi dua fase:
1. Adhesi monosit ke endotel dan migrasi ke ruang subendotel dan berdiferensiasi
menjadi makrofag. Sel ini memakan LDL teroksidasi dan membentuk foam cell.
2. Sel otot polos vaskular migrasi dari tunika media ke tunika intima dan berproliferasi
membentuk plak aterosklerotik.
Plak yang terbentuk dapat menghambat aliran darah dan apabila terjadi ruptur
dapat menyebabkan trombosis pada arteri koronaria yang merupakan penyebab utama
terjadinya infark miokardial.
Faktor risiko aterosklerosis dapat dibedakan menjadi faktor risiko mayor atau
utama dan faktor risiko minor. Faktor risiko mayor diantaranya adalah umur, jenis
kelamin, keturunan (ras), merokok, tinggi kolesterol dalam darah, hipertensi, kurang
aktivitas fisik, diabetes mellitus, obesitas dan berat badan lebih. Sedangkan yang
termasuk faktor risiko minor adalah stress, alkohol, diet dan nutrisi (AHA, 2014).
2.3.4 Patogenesis arterosklerosis pada Penyakit Jantung Koroner
(1) Aterosklerosis berawal dari cedera dinding pembuluh darah, yang memicu
respon peradangan dan menyiapkan pembentukan plak. Dalam keadaan normal
peradangan adalah suatu respons protektif untuk melawan infeksi dan mendorong
perbaikan jaringan yang rusak. Namun, jika penyebab cedera menerap di dalam
dinding pembuluh maka respons peradangan ringan berkepanjangan selama beberapa
dekade dapat secara perlahan menyebabkan pembentukan plak arteri dan penyakit
jantung. Pembentukan plak kemungkinan besar memiliki banyak kausa. Hal-hal yang
dicurigai merusak arteri dan mungkin memicu respons peradangan vaskular antara lain
adalah kolesterol teroksidasi, radikal bebas, tekanan darah tinggi, homosistein, bahan
16
kimia yang dibebaskan dari sel lemak, atau bahkan bakteri dan virus yang merusak
dinding pembuluh darah. Bahan pemicu tersering tampaknya adalah kolesterol
teroksidasi. (2) Biasanya tahap awal aterosklerosis ditandai oleh akumdasi lipoprotein
berdensitas rendah (low-density lipoprorein, LDL), atau dinamai juga kolesterol jahat,
berikatan dengan suatu protein pembawa, di bawah endotel. Seiring dengan
menumpuknya LDL di dalam dinding pembuluh, produk kolesterol ini teroksidasi,
terutama oleh zat-zat sisa oksidatif yang dihasilkan oieh sel pembuluh darah. Zat-zat
sisa ini adalah radikal bebas, partikel defisien elektron yang sangar tidak stabil dan
sangat reaktif. Vtamin antioksidan yang mencegah oksidasi LDL, misalnya uitamin E,
uitamin C, dan beta-karoten, terbukti dapat memperlambat pengendapan plak. (3)
Sebagai respons terhadap keberadaan LDL teroksidasi dan/atau iritan lain, sel-sel
endotel menghasilkan bahanbahan kimia yang menarik monosit, sejenis sel darah
putih, ke tempat peradangan. Sel-sel imun ini memicu respons peradangan lokal. (4)
Setelah meninggalkan darah dan masuk ke dinding pembuluh, monosit menetap
permanen, membesar, dan menjadi sel fagositik besar yang dinamai makrofag.
Makrofag dengan rakus memfagosit LDL teroksidasi sampai sel ini dipenuhi oleh
butir-butir lemak sehingga tampak berbusa di bawah mikroskop. Makrofag yang sangat
membengkak ini, yang kini disebut sel busa (foam cell), menumpuk di bawah dinding
pembuluh darah dan membentuk fatty sneak, bentuk paling dini plak aterosklerotik. (5)
Karena itu, tahap paling awal pada pembentukan plak ditandai oleh akumulasi endapan
kaya kolesterol di bawah endotel. Penyakit berkembang sewaktu sel-sel otot polos di
dalam dinding pembuluh darah bermigrasi dari lapisan otot pembuluh darah ke tepat di
bawah endotel dan menutupi akumulasi lemak tersebut. Migrasi ini dipicu oleh bahan-
17
bahan kimia yang dibebaskan di tempat peradangan. Di lokasinya yang baru, sel-sel
otot polos terus membelah diri dan membesar, membentuk a teroma, yaitu tumor jinak
(nonkanker) sel otot polos di dalam dinding pembuluh darah. Inti lemak dan otot polos
yang menutupinya bersama-sama membentuk plak matang. (6) Seiring dengan
perkembangannya, plak secara progresif menonjol ke dalam lumen pembuluh. Plak
yang menonjol mempersempit lubang yang dapat dilalui oleh darah. (7) LDL
teroksidasi menghambat pelepasan nitrat oksida dari sel endotel dan ikut
mempersempit pembuluh. Nitrat oksida adalah pembawa pesan kimiawi lokal yang
menyebabkan relaksasi lapisan sel otot polos normal di dinding pembuluh darah.
Relaksasi sel-sel otot polos ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Karena
pelepasan nitrat oksida berkurang maka pembuluh yang rusak akibat pembentukan plak
ini tidak mudah berdilatasi seperti pembuluh normal. (8) Plak yang menebal juga
menghambat pertukaran nutrient bagi sel-sel yang terletak di dalam dinding arteri yang
terkena sehingga terjadi degenerasi dinding di sekitar plak. Daerah yang rusak
kemudian disebuk oleh fbroblas (sel pembentuk jaringan parut), yang membentuk
lapisan jaringan ikat menutupi plak. (Kata sclerosis berarti "pertumbuhan berlebihan
jaringan ikat fibrosa", karenanya kata aterosklerosis digunakan untuk penyakit yang
ditandai oleh ateroma dan sklerosis, bersamaan dengan akumulasi lemak abnormal).
(9) Pada tahap lanjut penyakit 𝐶𝑎2 sering mengendap di plak. Pembuluh yang terkena
menjadi keras dan tidak mudah mengembang (Sherwood, 2012)
18
Gambar 2.5
Perubahan dinding saat terjadi aterosklerosis
2.4 Mekanisme Terbentuknya Foam Cell
Merupakan sel yang berproliferasi pada lesi intermedial dan lanjut pada
aterosklerosis. Dulu diduga hanya berfungsi untuk kontraksi saja, belakangan diketahui
mempunyai fungsi lain yaitu: (1) mempertahankan tonus arteri dengan berkontraksi
yang dipengaruhi oleh epinefrin dan angiotensin (vasokontriktor) serta prostasiklin; (2)
mensintesis dan mensekresi beberapa jenis kolagen dan proteoglikan (Viral,2013).
Gambar 2.6 gambaran foam cell aorta pada Rattus norvegicus strain wistar (panah
berwarna kuning menunjukan sel foam yang ada pada pembuluh darah)
(Sherwood, 2012)
(Viral, 2013)
19
Mekanisme terbentuknya aterosklerosis di awali dengan pembentukan Ox-LDL
yang akan memicu respon inflamasi dan menghasilkan sitokin proinflamasi yang
menyebabkan ekspresi molekul adhesi pada permukaan sel endotel, yaitu inter cellular
adhesion molecule -I (ICAM-I), vascular cell adhesion molecule –I (VCAM-I) dan
selection. Sehingga menyebabkan monosit melekat pada permukaan sel endotel,
monosit tersebut akan berpenetrasi ke intima menjadi makrofag kemudian
mengekspresikan macrophage colony stimulating factor (M-CSF). Molekul M-CSF
berfungsi merangsang terjadinya radang dan mengekspresikan reseptor skavenger yang
dapat mengenali LDL termodifikasi sehingga membentuk sel busa (foam cell). Sel busa
merupakan sumber inflamasi yang menyebabkan perpindahan sel otot polos dari media
ke intima sehingga terjadi penebalan pada intima (Jannah R et al, 2013).
2.5 Tikus Putih
Tikus putih yang memiliki nama ilmiah Ratus novergicus adalah hewan coba
yang sering dipakai untuk penelitian. Hewan ini termasuk hewan nokturnal dan sosial.
Salah satu faktor yang mendukung kelangsungan hidup tikus putih dengan baik ditinjau
dari segi lingkungan adalah temperatur dan kelembaban. Temperatur yang baik untuk
tikus putih yaitu 19° C – 23° C, sedangkan kelembaban 40-70 % (Wolfenshon dan
Lloyd, 2003 dalam Nurhidayah 2013).
Berdasarkan taksonominya tikus putih dilasifikasikan sebagai berikut (Akbar,
2010)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
20
Ordo : Rodentia
Subordo : Odontoceti
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Tikus putih juga memiliki ciri-ciri morfologis albino, kepala kecil, dan ekor
yang lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat, temperamennya
baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arsenik tiroksid (Akbar, 2010).
Tabel 2.2 Data fisiologis tikus putih
Nilai Fisiologis Kadar
Berat tikus dewasa Jantan 450-520 gram
Betina 250-300 gram
Kebutuhan makan 5-10g/100g berat badan
Kebutuhan minum 10 ml/100g berat badan
Jangka hidup 3-4 tahun
Temperatur rektar 36° C- 40° C
Detak jantung 250-450 kali/ menit
Tekanan darah
Sistol 84-134 mmHg
Diastol 60 mmHg
Laju pernafasan 70-115 kali/menit
Serum protein (g/dl) 5.6-7.6 g/dl
Albumin (g/dl) 3.8-4.8 g/dl
Globulin (g/dl) 1.8-3 g/dl
Glukosa (mg/dl) 50-135 mg/dl
Nitrogen urea darah (mg/dl) 15-21 mg/dl
Kreatinin (mg/dl) 0.2-0.8 mg/dl
Total bilirubin (mg/dl) 0.2-0.55 mg/dl
Kolesterol (mg/dl) 40-130 mg/dl
(Banks, 2010)
21
Tabel 2.3 Perbandingan pembuluh darah tikus dan manusia
Bagian-Bagian Tikus Manusia
Lapisan arteri Tunika intima, tunika media, tunika
adventisia
Sama dengan tikus
Elastisitas
arteri
Mengandung lamina elastika Sama dengan tikus
Lapisan otot
arteri
Lapisan terdiri dari sel – sel otot
polos; lamina Elastic Externa (LEE)
and Lamina Elastica Interna (IEL)
Sama dengan tikus
Arteriole Terdiri Dari (1-2 lapisan sel) lapisan
tebal kulit Otot tipis; ditemukan
pericyte intermiten
Sama dengan tikus
Kapiler Tidak ada IEL dari lapisan sel otot
polos; ditemukan pericytes
intermiten
Sama dengan tikus
Jaringan ikat
subendotelial
Jarang ditemukan Ditemukan jumlah yang
bervariasi : Biasanya di
pembuluh darah yang lebih
besar
Vasa vasorum Jarang terlihat, hampir tidak pernah
mencapai pembuluh darah
Kadang – kadang terlihat
Vena
pulmonary
Dikelilingi oleh kardiomiosit sampai
ke parenkim paru
Kadang dikelilingi
kardiomiosit ujung jantung
(Suzanne, 2012)