BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-1-00611-mtif...
BAB 2
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai penyakit demam berdarah, pemodelan
matematika, age-structured epidemic model, basic reproduction rate, teori interaksi
manusia dan komputer, rekayasa perangkat lunak, dan daur hidup pengembangan
perangkat lunak.
2.1. Demam Berdarah Dengue
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian demam berdarah dengue,
penyebab, sejarah singkat, serta penyebarannya.
2.1.1. Pengertian Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang menyerang manusia.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue (gambar 2.1) yang berasal dari genus
Flavivirus dan famili Flaviviridae, termasuk dalam group B Arthropod-borne viruses
(arboviruses). Virus ini memilki empat jenis serotipe virus yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3,
dan DEN 4. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus dengue dengan
tipe satu dan tiga. (Kristina et al, 2004). Seseorang yang telah terkena demam berdarah
dengue dari salah satu serotipe akan kebal terhadap serotipe itu tapi tidak kebal terhadap
serotipe lainnya.
Gambar 2.1 Virus dengueSumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Dengue.jpg
6
2.1.2. Sejarah Singkat Demam Berdarah Dengue di Indonesia
Penyakit demam berdarah dengue pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun
1968 tepatnya di Surabaya. Pada tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia kecuali Timor
Timur telah terjangkit penyakit ini. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah kasus maupun luas wilayah
yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) setiap tahun
(Kristina et al, 2004).
2.1.3. Penularan Demam Berdarah Dengue
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang ditularkan melalui
pembawa (carrier atau vector). Penyakit ini ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus betina yang terinfeksi virus dengue. Nyamuk ini berasal
dari Brazil dan Ethiopia dan sering menggigit manusia pada waktu pagi hari. Kedua
jenis nyamuk ini memiliki garis-garis putih pada tungkai dan tubuhnya seperti terlihat
pada gambar 2.2 dan 2.3 dan di bagian punggungnya tampak dua garis melengkung
vertikal pada bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari species ini (Rahmawati,
2007). Kedua nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di
tempat-tempat berketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk ini
biasanya berkembang biak pada genangan air di benda-benda yang ada di rumah-rumah
seperti pot bunga, botol air, ban bekas, kaleng bekas, dll (Kristina et al, 2004).
Gambar 2.2 Nyamuk Aedes albopictusSumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Aedes_Albopictus.jpg
7
Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk Aedes yang sehat ketika nyamuk
tersebut menggigit penderita demam berdarah yang berada dalam masa viremia yaitu
masa di mana jumlah virus dengue dalam darah sudah sangat banyak. Viremia pada
manusia terjadi selama 7 hari. Virus dengue yang berada di dalam tubuh nyamuk akan
memperbanyak diri. Satu minggu setelah nyamuk menghisap darah penderita demam
berdarah dengue ia dapat menyebarkan virus itu ke orang lain. Sekali virus masuk ke
dalam tubuh nyamuk maka nyamuk itu akan menyebarkan virus itu seumur hidupnya.
Saat nyamuk yang membawa virus dengue menggigit orang yang sehat virus dengue
masuk ke dalam tubuh orang itu bersama dengan air liur nyamuk dan orang itu menjadi
sakit. Sifat gigitan nyamuk yang dirasakan manusia tidak berbeda dengan gigitan
nyamuk lainnya (Rahmawati, 2007). Virus dengue juga dapat ditularkan melalui
transfusi darah yang telah terinfeksi namun cara penularan semacam ini sangat jarang.
2.1.4. Pencegahan Demam Berdarah Dengue
Sampai saat ini belum ada vaksin yang telah teruji dan disetujui untuk mencegah
penyakit demam berdarah dengue. Saat ini ada banyak penelitian yang dilakukan untuk
membuat vaksin demam berdarah dengue. Oleh karena itu langkah penanggulangan
yang dilakukan difokuskan pada pengendalian populasi nyamuk Aedes sebagai pembawa
virus. Pengendalian populasi nyamuk dilakukan dengan cara pengasapan,
Gambar 2.3 Nyamuk Aedes aegyptiSumber: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Aedes_aegypti_during_blood_meal.jpg
8
pemberantasan sarang nyamuk, penggunaan anti nyamuk pada manusia, dan
pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk di tempat penampungan air.
2.1.5. Periode Inkubasi
Periode inkubasi adalah waktu di mana seseorang telah terkena suatu penyakit
menular tapi belum menunjukkan gejala dan belum dapat menularkan penyakitnya.
Untuk penyakit demam berdarah dengue periode inkubasinya terbagi menjadi 2 yaitu
periode inkubasi internal dan periode inkubasi eksternal.
Periode inkubasi internal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam tubuh
manusia, yaitu waktu di mana seseorang telah terinfeksi virus dengue namun belum bisa
menularkannya ke nyamuk. Periode inkubasi ini terjadi selama 4-6 hari sejak pertama
kali seseorang tertular virus dengue. Pada periode ini virus dengue memperbanyak diri
sampai penderita memasuki masa viremia.
Periode inkubasi eksternal adalah periode inkubasi virus dengue di dalam tubuh
nyamuk, yaitu waktu di mana nyamuk Aedes betina telah terjangkit virus dengue namun
belum bisa menyebarkan virus itu ke manusia. Kira-kira 7 – 10 hari setelah menghisap
darah penderita, nyamuk siap untuk menularkannya kepada orang lain.
2.2. Pemodelan Matematika
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai pengertian model matematika, fungsi
pemodelan matematika dalam kaitannya dengan penyakit menular, age-structured
epidemic model, pengertian dan kegunaan basic reproduction rate serta rumusan
perhitungannya.
2.2.1. Pengertian Model Matematika
Model matematika adalah bahasa atau notasi matematika yang digunakan untuk
menjelaskan dan menggambarkan perilaku atau keadaan suatu sistem. Model
9
matematika biasanya digunakan untuk menyederhakan keadaan sistem yang rumit.
Dalam skripsi ini model matematika digunakan untuk menjelaskan penyebaran demam
berdarah dengue.
2.2.2. Fungsi Pemodelan Matematika dalam Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran penyakit menular pada
manusia. Menurut Hethcote (2008, p6) beberapa fungsi epidemiologi antara lain adalah
untuk menjelaskan penyebaran suatu penyakit menular, mengidentifikasi apa saja
penyebab dan faktor resiko suatu penyakit, membuat dan menguji teori-teori tentang
penyakit menular, dan merencanakan & mengevaluasi program untuk mencegah,
mengendalikan, dan mengatasi wabah penyakit menular. Pemodelan matematika
berperan penting dalam membantu dua fungsi terakhir dari epidemiologi.
Pemodelan matematika sangat berguna untuk menguji teori-teori tentang penyakit
menular karena pada kenyataannya percobaan mengenai penyebaran penyakit menular
pada manusia tidak mungkin dan tidak etis untuk dilakukan. Model matematika pun
secara teoritis dapat membantu peneliti merancang strategi optimal untuk vaksinasi.
2.2.3. Keterbatasan Pemodelan Matematika
Meskipun model matematika sangat berguna dalam epidemiologi, bukan berarti
model matematika tidak memiliki keterbatasan. Model matematika adalah
penyederhanaan dari keadaan sistem yang sebenarnya sehingga tidak dapat benar-benar
mewakili perilaku sistem yang dimodelkan. Karena merupakan penyederhanaan dari
keadaan sistem yang nyata, solusi-solusi yang didapat hanya merupakan perkiraan dan
pendekatan. Untuk itu asumsi-asumsi dan parameter-parameter yang digunakan harus
memiliki interpretasi yang jelas dan didefinikan dengan tepat (Hethcote, 2008, p8 – p9).
Selain itu Hethcote (2008, p13) menjelaskan bahwa validitas model dan solusi dari
10
model matematika sulit dibuktikan karena jarang sekali terdapat data yang baik untuk
menguji dan membandingkan data dengan model-model yang berbeda.
2.2.4. Jenis-jenis Model Epidemi
Model matematika untuk penyakit menular secara umum terbagi menjadi 2
macam:
1. Deterministik
Model deterministik adalah model matematika yang memodelkan
penyebaran penyakit menular menggunakan diferensial, intergral, dan sistem
persamaan diferensial. Model ini biasa digunakan pada populasi yang besar.
Model ini mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi pada populasi
diferensiabel terhadap waktu.
2. Stokastik
Model stokastik adalah model yang memasukkan unsur peluang pada
penyebaran penyakit menular. Model ini membolehkan adanya variasi acak
dari masukan-masukan yang ada terhadap waktu. Model ini digunakan pada
populasi kecil di mana perubahan atau variasi kecil tidak boleh diabaikan.
2.3. Basic Reproduction Rate
Sub bab ini akan membahas pengertian basic reproduction rate, manfaat basic
reproduction rate, dan keterbatasan basic reproduction rate.
2.3.1. Pengertian Basic Reproduction Rate
Dalam epidemiologi, basic reproduction rate untuk suatu penyakit menular
didefinisikan sebagai angka rata-rata kemunculan kasus penularan baru yang disebabkan
oleh seorang individu penular dalam suatu populasi yang semuanya rentan untuk tertular
(Nishiura, 2006, p57). Untuk penyakit yang ditularkan melalui pembawa (vector borne
11
disease) seperti demam berdarah dengue, basic reproduction rate didefinisikan sebagai
angka rata-rata kemunculan kasus sekunder yang disebabkan oleh kasus penularan
primer melalui pembawa (nyamuk) dalam suatu populasi yang semuanya rentan untuk
tertular (Chowell et al, 2007). Basic reproduction rate juga dikenal dengan istilah basic
reproduction number dan basic reproductive ratio. Basic reproduction rate
dilambangkan dengan R0.
R0 adalah nilai batas (threshold) yang menentukan apakah suatu penyakit menjadi
wabah atau tidak. Jika R0 < 1 berarti tidak semua orang yang sakit menularkan
penyakitnya ke orang lain dan penyakit tersebut lama kelamaan akan hilang. Jika R0 > 1
berarti satu orang yang sakit menularkan penyakitnya ke lebih dari satu orang lainnya.
Keadaan ini dapat menyebabkan suatu penyakit menjadi wabah dan jumlah penderitanya
akan bertambah terus. Jika R0 = 1 berarti semua orang yang sakit rata-rata menularkan
penyakitnya ke satu orang lainnya, penyakit tersebut akan tetap ada dalam suatu
populasi tetapi jumlah penderitanya cenderung stabil dan tidak bertambah. Penyakit
yang memiliki sifat seperti inilah yang disebut penyakit endemik.
2.3.2. Manfaat Basic Reproduction Rate
Karena R0 merupakan suatu nilai batas, nilai R0 dapat digunakan untuk
menentukan proporsi minimum populasi yang harus diberi vaksinasi agar suatu penyakit
menular bisa berhenti menyebar (Nishiura, 2006, p57). Proporsi populasi ini dirumuskan
dengan:
pc1− 1R0
.............................................................................................................(1)
di mana pc menyatakan proporsi populasi yang harus diberi vaksinasi. pc selalu lebih
kecil atau sama dengan 1 dan lebih besar atau sama dengan 0.
12
R0 juga dapat dimanfaatkan untuk mengetahui keberhasilan penanganan penyakit
menular (Chowell et al, 2006). Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai R0
sebelum dan sesudah langkah intervensi dilakukan. Jika R0 menurun berarti langkah
penanganan yang dilakukan mampu menghambat menyebaran penyakit tersebut.
2.3.3. Keterbatasan Basic Reproduction Rate
R0 yang didapat dari model matematika bukanlah angka tingkat penularan yang
sebenarnya melainkan hanya pendekatan atau perkiraan karena model matematika yang
dibuat hanya merupakan perkiraan dan tidak semua parameter yang dibutuhkan untuk
menghitung R0 dapat diperoleh dengan mudah dan akurat.
2.4. Age-Structured Epidemic Model
Age-structured epidemic model adalah model epidemi yang memodelkan
perubahan populasi berdasarkan usia populasi. Model yang digunakan adalah model
yang dikembangkan oleh Supriatna (2009).
Untuk merumuskan model ini, Supriatna (2009) membagi populasi manusia ke
dalam 3 kelompok yaitu rawan (susceptible), tertular (infective), dan sembuh
(recovered) dan membagi populasi nyamuk ke dalam 2 kelompok yaitu rawan
(susceptible) dan menular (infective).
Supriatna (2009) mengasumsikan ada fungsi usia QH(a) dan QV(a) yang masing-
masing menyatakan fraksi populasi manusia dan nyamuk yang masih hidup sampai usia
a atau lebih sehingga QH(0) = 1 dan QV(0) = 1. Karena harapan hidup manusia
berhingga, maka ∫0
∞
QH ada=LH dan ∫0
∞
aQH ada∞ dan dengan mengasumsikan
jumlah awal populasi manusia adalah NH(0), maka didapat:
13
N H t =N H0 t ∫
0
t
BH QH ada∞ ....................................................................(2)
dengan N H0 t =N H 0QH t , N H
0 (t ) adalah jumlah populasi awal yang masih hidup
sampai waktu t dan BH adalah recruitment rate untuk manusia.
Jumlah manusia yang rawan (susceptible) pada waktu t dirumuskan dengan
S H t =S H0 t ∫
0
t
BH QH ae−∫
t−a
t
H IV sdsda ...........................................................(3)
dengan S H0 t =S H 0QH t e
−∫0
t
H I V sds
, S H (0) adalah jumlah awal populasi manusia
yang rawan, S H0 (t) jumlah populasi awal manusia yang rawan yang masih hidup
sampai waktu t, βH adalah peluang transmisi penyakit, dan H I V t adalah laju
penularan (rate of infection) dalam populasi manusia pada waktu t.
Jumlah manusia yang tertular pada waktu t adalah
I H t =I H0 t ∫
0
t
BH QH a1−e−∫
t−a
t
H IV s dse−∫
t−a
t
dsda ........................................(4)
dengan I H0 t = I H 0QH t e
−∫0
t
ds
, I H (0) adalah jumlah awal populasi manusia yang
terinfeksi demam berdarah dengue, I H0 ( t) adalah jumlah populasi awal manusia yang
terinfeksi yang masih hidup sampai waktu t, dan γ adalah laju kesembuhan.
RH (t ) adalah jumlah populasi manusia yang telah sembuh pada waktu t dan
dihitung dengan mengurangi total populasi dengan populasi yang rawan dan terinfeksi
yaitu RH t =N H t −S H t −I H t . Maka didapat
14
RH t =RH0 t ∫
0
t
BH QH a 1−e−∫
t −a
t
H IV s ds1−e−∫
t−a
t
dsda ..............................(5)
dengan RH0 t =N H
0 t −S H0 t −I H
0 t adalah jumlah awal populasi yang telah sembuh
yang masih hidup sampai waktu t.
Dengan analogi yang sama, model untuk vektor / nyamuk dirumuskan sebagai
berikut:
N V t =N V0 t ∫
0
∞
BV QV ada ............................................................................(6)
dengan N V0 t =NV 0QV t ,
SV t =SV0 t ∫
0
t
BV QV ae−∫
t−a
t
V I H sdsda ............................................................(7)
dengan SV0 t =S V 0QV t e
−∫0
t
V I H sds ,
I V t = I V0 t ∫
0
t
BV QV a1−e−∫
t−a
t
V IH sdsda ....................................................(8)
dengan I V0 t =I V 0QV t .
Supriatna (2009) menyatakan limt∞
N H0 t , lim
t∞S H
0 t , limt∞
I H0 t , dan lim
t∞R H
0 t
adalah nol, demikian pula untuk limt∞
N V0 t , lim
t∞SV
0 t , limt∞
I V0 t karena harapan
hidup manusia dan nyamuk berhingga sehingga lama-kelamaan semua populasi manusia
dan nyamuk akan mati (menjadi nol).
Age-structured epidemic model secara lengkap terdiri dari rumus (3), (4), (5), (7),
(8) dan dapat dirangkum sebagai berikut:
15
S H t =S H0 t ∫
0
t
BH QH ae−∫
t−a
t
H IV sdsda ...........................................................(9)
I H t =I H0 t ∫
0
t
BH QH a1−e−∫
t−a
t
H IV s dse−∫
t−a
t
dsda ......................................(10)
RH t =RH0 t ∫
0
t
BH QH a 1−e−∫
t −a
t
H IV s ds1−e−∫
t−a
t
dsda ............................(11)
SV t =SV0 t ∫
0
t
BV QV ae−∫
t−a
t
V I H sdsda ..........................................................(12)
I V t = I V0 t ∫
0
t
BV QV a1−e−∫
t−a
t
V IH sdsda ..................................................(13)
di mana
S H t adalah jumlah manusia yang rawan (susceptible) pada waktu t
I H t adalah jumlah manusia yang terinfeksi (infected) pada waktu t
RH t adalah jumlah manusia yang telah sembuh (recovered) pada waktu t
SV t adalah jumlah nyamuk yang rawan (susceptible) pada waktu t
I V t adalah jumlah nyamuk yang terinfeksi (infected) pada waktu t
QH a adalah proporsi populasi manusia yang masih hidup sampai waktu t
QV a adalah proporsi populasi nyamuk yang masih hidup sampai waktu t
BH adalah recruitment rate manusia
BV adalah recruitment rate nyamuk
H adalah peluang transmisi penyakit dari nyamuk ke manusia
V adalah peluang transmisi penyakit dari manusia ke nyamuk
adalah laju kesembuhan manusia
Menurut Supriatna (2009), age-structured epidemic model mempunyai solusi
16
kesetimbangan non-trivial I H* , I V
* yaitu:
I H* =∫
0
∞
BH QH a 1−e−H IV* ae− a da ..................................................................(14)
I V* =∫
0
∞
BV QV a1−e−V I H* ada ..........................................................................(15)
jika dan hanya jika
BH H∫0
∞
a QH a e− a daBV V∫0
∞
a QV a da1 .........................................(16)
Persamaan (16) inilah yang merupakan basic reproduction rate dari age-structured
epidemic model, jadi
R0=BH H∫0
∞
a QH a e− a daBV V∫0
∞
a QV ada .......................................(17)
Diasumsikan survival rate untuk manusia dan nyamuk menurun atau berkurang
seiring bertambahnya usia, yaitu QH a=e−H a dan QV a =e−V a . Didefinisikan
QH a=QH ae− a=e− Ha=e−M H a . Usia rata-rata saat terinfeksi adalah a H= 1
H I V*
dan aV = 1V I H
* .
Berdasarkan persamaan (14) dan (15) rumus basic reproduction rate pada
persamaan (17) dapat ditulis menjadi
17
R0=BH H∫
0
∞
a QH a daBV V∫
0
∞
aQV a daBH∫
0
∞
QH a 1−e−H IV
* a
I H* daBV∫
0
∞
QV a 1−e− V I H
* a
I V* da
R0=BH I H
* ∫0
∞
aQH adaBV I V
* ∫0
∞
aQV a da∫0
∞
QH a1−e−H IV
* ada∫0∞
QV a1−e−V I H
* adaR0=
1aH
1M H
2 1aV
1V
2 1
M H−
1
M H 1a H
1V
−1
V 1aV
R0= 1
aH
1M H
2 1aV
1V
2
M H 1aH
−M H
M H M H 1a H
V 1aV
−V
V V 1aV
R0=1
M H M H 1a H 1
V V 1aV
R0=1 1M H a H 1 1
V aV R0=1
LH
a H 1 LV
aV .......................................................................................(18)
di mana LH = 1M H
untuk M H=μH +γ dan LV = 1V
LH adalah angka harapan hidup manusia.
μH adalah survival rate manusia.
γ adalah laju kesembuhan manusia.
LV adalah angka harapan hidup nyamuk.
μV adalah survival rate nyamuk.
18
2.5. Rekayasa Perangkat Lunak
Perangkat lunak adalah seluruh perintah yang digunakan untuk memproses
informasi. Perangkat lunak dapat berupa program atau prosedur. Program adalah
kumpulan perintah yang dimengerti oleh komputer sedangkan prosedur adalah perintah
yang dibutuhkan oleh pengguna dalam memproses informasi.
Pengertian dari rekayasa perangkat lunak menurut Pressman (2005) adalah suatu
disiplin ilmu yang membahas semua aspek pembuatan perangkat lunak, mulai dari tahap
awal yaitu analisa kebutuhan pengguna, menentukan spesifikasi dari kebutuhan
pengguna, rancangan, pengkodean, pengujian sampai pemeliharaan sistem setelah
digunakan.
Ruang lingkup dalam rekayasa perangkat lunak adalah sebagai berikut:
1. Software requirements: berhubungan dengan spesifikasi kebutuhan dan
persyaratan perangkat lunak.
2. Software design: mencakup proses penentuan arsitektur, komponen,
antarmuka, dan karakteristik lain dari perangkat lunak.
3. Software construction: berhubungan dengan detil pengembangan perangkat
lunak, termasuk algoritma, pengkodean, pengujian, dan pencarian
kesalahan.
4. Software testing: meliputi pengujian pada keseluruhan perilaku perangkat
lunak.
5. Software maintenance: mencakup upaya-upaya perawatan ketika perangkat
lunak telah dioperasikan.
6. Software configuration management: berhubungan dengan usaha
perubahan konfigurasi perangkat lunak untuk memenuhi kebutuhan
19
tertentu.
7. Software engineering management: berkaitan dengan pengelolaan dan
pengukuran RPL, termasuk perencanaan proyek perangkat lunak.
8. Software engineering tools and methods: mencakup kajian teoritis tentang
alat bantu dan metode RPL.
9. Software engineering process: berhubungan dengan definisi, implementasi,
pengukuran, pengelolaan, perubahan dan perbaikan proses RPL.
10. Software quality: menitikberatkan pada kualitas dan daur hidup perangkat
lunak.
2.6. Interaksi Manusia dan Komputer
Interaksi manusia komputer adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara
manusia sebagai pengguna komputer dengan komputer. Tujuan utama dari interaksi
manusia dan komputer adalah agar manusia dapat menggunakan komputer dengan
semudah mungkin.
Menurut Shneiderman (2004) ada 5 kriteria yang harus dimiliki oleh suatu
perangkat lunak agar bisa digunakan dengan mudah oleh calon penggunanya, yaitu:
1. Dapat dipelajari dalam waktu yang relatif singkat.
2. Mampu memberikan informasi yang dibutuhkan dengan cepat.
3. Memiliki tingkat kesalahan penggunaan yang rendah.
4. Cara penggunaan mudah diingat walaupun telah lama tidak digunakan.
5. Memberikan kepuasan pribadi kepada penggunanya.
Shneiderman (2005) juga mengemukakan 8 aturan emas dalam merancang sistem
interaksi manusia dan komputer yang baik (Eight Golden Rules of Interface Design).
Delapan aturan tersebut adalah:
20
1. Bertahan untuk konsistensi.
2. Memperbolehkan pengguna memakai tombol pintas (shortcut).
3. Memberikan umpan balik yang informatif.
4. Pengorganisasian yang baik sehingga pengguna mengetahui kapan awal dan
kapan akhir dari suatu aksi.
5. Pengguna mampu mengetahui dan memperbaiki kesalahan dengan mudah.
6. Dapat dilakukan perbaikan aksi.
7. Pengguna mampu aktif dalam mengambil langkah selanjutnya, bukan hanya
merespon pesan yang muncul.
8. Mengurangi beban ingatan jangka pendek bagi pengguna sehingga
perancangan harus lebih sederhana.
2.7. Daur Hidup Pengembangan Perangkat Lunak
Daur hidup pengembangan perangkat lunak merupakan suatu tahapan-tahapan
metode untuk membuat sebuah perangkat lunak. Dalam pembuatan skripsi ini daur
hidup pengembangan perangkat lunak yang digunakan adalah waterfall model. Waterfall
model terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. System / Information Engineering and Modeling. Permodelan ini diawali
dengan mencari kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan diaplikasikan
ke dalam bentuk software. Hal ini sangat penting, mengingat software harus
dapat berinteraksi dengan elemen-elemen yang lain seperti hardware,
database, dsb. Tahap ini sering disebut dengan project definition.
2. Software Requirements Analysis. Proses pencarian kebutuhan diintensifkan
dan difokuskan pada software. Untuk mengetahui sifat dari program yang
akan dibuat, maka para software engineer harus mengerti tentang domain
21
informasi dari software, misalnya fungsi yang dibutuhkan, user interface,
dsb. Dua aktivitas tersebut yaitu pencarian kebutuhan sistem dan software
harus didokumentasikan dan ditunjukkan kepada pelanggan.
3. Design. Proses ini digunakan untuk mengubah kebutuhan-kebutuhan diatas
menjadi representasi ke dalam bentuk “blueprint” software sebelum coding
dimulai. Desain harus dapat mengimplementasikan kebutuhan yang telah
disebutkan pada tahap sebelumnya. Seperti 2 aktivitas sebelumnya, maka
proses ini juga harus didokumentasikan sebagai konfigurasi dari software.
4. Coding. Untuk dapat dimengerti oleh mesin, dalam hal ini adalah komputer,
maka desain tadi harus diubah bentuknya menjadi bentuk yang dapat
dimengerti oleh mesin, yaitu ke dalam bahasa pemrograman melalui proses
coding. Tahap ini merupakan implementasi dari tahap design yang secara
teknis nantinya dikerjakan oleh programmer.
5. Testing / Verification. Sesuatu yang dibuat haruslah diujicobakan. Demikian
juga dengan software. Semua fungsi-fungsi software harus diujicobakan,
agar software bebas dari error, dan hasilnya harus benar-benar sesuai dengan
kebutuhan yang sudah didefinisikan sebelumnya.
6. Maintenance. Pemeliharaan suatu perangkat lunak diperlukan, termasuk di
dalamnya adalah pengembangan, karena perangkat lunak yang dibuat tidak
selamanya hanya seperti itu. Ketika dijalankan mungkin saja masih ada
error kecil yang tidak ditemukan sebelumnya, atau ada penambahan fitur-
fitur yang belum ada pada perangkat lunak tersebut. Pengembangan
diperlukan ketika adanya perubahan dari eksternal perusahaan seperti ketika
ada pergantian sistem operasi, atau perangkat lainnya.
22
Keenam tahapan tersebut digambarkan pada gambar 2.4. Terlihat bahwa tahapan
dimulai dari system engineering lalu berurut sampai ke maintenance dan di setiap tahap
ada anak panah ke tahap sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa jika sistem masih
belum memenuhi tujuan maka pengembangan terus dilakukan dengan kembali ke tahap
yang masih memerlukan perbaikan lalu berlanjut ke tahap berikutnya.
Gambar 2.4 Waterfall model