BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Informasithesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00128-AKSI...
Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Sistem Informasithesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00128-AKSI...
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Sistem Informasi
Menurut Stair dan Reynolds (2006, p4), sistem informasi adalah sekumpulan
komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi, menyimpan,
dan menyebarkan data dan informasi serta menyediakan mekanisme umpan balik untuk
mencapai suatu tujuan.
Menurut Gelinas dan Dull (2008, p13), sistem informasi adalah sistem yang
dibuat oleh manusia yang secara umum terdiri dari sekumpulan komponen-komponen
berbasis komputer yang terintegrasi dan juga komponen-komponen manual yang
dibentuk untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan
output informasi untuk para penggunannya.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi adalah
sekumpulan komponen yang saling berinteraksi yang mengumpulkan, memanipulasi,
menyimpan, dan mengatur data serta menyediakan informasi yang dibutuhkan dan
mendukung proses pengambilan keputusan dalam mencapai tujuannya.
2.2 Sistem Informasi Akuntansi
2.2.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Gelinas dan Dull (2008, p14), sistem informasi akuntansi adalah
subsistem dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses dan
melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek keuangan suatu kejadian bisnis.
10
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), sistem informasi akuntansi adalah
suatu sistem yang digunakan untuk mengumpulkan, mencatat, menyimpan, dan
memproses data untuk diubah menjadi sebuah informasi yang diperlukan oleh para
pengambil keputusan.
Menurut Jones dan Rama (2006, p4), sistem informasi akuntansi adalah sebuah
subsistem dari sistem informasi manajemen yang menyediakan informasi akuntansi dan
keuangan serta informasi lainnya yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, sistem informasi
akuntansi adalah subsistem dari sistem informasi yang bertujuan untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan memproses data yang diperoleh dalam proses transaksi akuntansi
untuk diubah menjadi sebuah informasi akuntansi dan keuangan serta informasi lainnya
yang diperlukan oleh para pengambil keputusan.
2.2.2 Tujuan dan Kegunaan Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Jones dan Rama (2006, p6-7), tujuan dan kegunaan sistem informasi
akuntansi ada lima, yaitu :
1. Menghasilkan laporan eksternal
Perusahaan menggunakan sistem informasi akuntansi untuk menghasilkan
laporan-laporan khusus yang dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan
informasi yang dibutuhkan oleh pihak eksternal perusahaan seperti investor,
kreditur, penagih pajak, dan lainnya. Laporan-laporan tersebut mencakup
laporan keuangan, tax return, dan laporan lainnya yang dibutuhkan oleh
pihak-pihak yang terkait.
11
2. Mendukung aktifitas rutin
Sistem informasi akuntansi mendukung manajer dalam menangani aktivitas
operasional yang rutin dalam siklus operasi perusahaan.
3. Mendukung pengambilan keputusan
Informasi juga dibutuhkan dalam pengambilan keputusan yang bersifat tidak
rutin yang terdapat dalam semua tingkatan perusahaan atau organisasi seperti
mengetahui produk yang paling laku dijual dan mengetahui pelanggan mana
yang melaukan pembelian paling banyak. Informasi ini sangat penting dalam
perencanaan produk baru, pembuatan keputusan mengenai produk yang akan
disimpan sebagai persediaan, dan cara pemasaran produk ke pelanggan
4. Perencanaan dan pengawasan
Sebuah sistem informasi sangat dibutuhkan untuk kegiatan perencanaan dan
pengawasan. Informasi mengenai anggaran dan biaya-biaya standar disimpan
dalam sistem informasi dan laporan digunakan untuk membandingkan antara
anggaran yang ditetapkan dengan jumlah yang sebenarnya.
5. Mengimplementasikan pengendalian internal
Pengendalian internal meliputi kebijakan, prosedur, dan sistem informasi
yang digunakan untuk melindungi aset perusahaan dari kehilangan atau
penggelapan dan untuk menjaga keakuratan data keuangan. Hal tersebut
dapat berhasil yaitu dengan membangun suatu sistem informasi akuntansi
yang terkomputerisasi.
12
2.2.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p6), terdapat 6 komponen dalam sistem
informasi akuntansi, yaitu :
1. People, yang mengoperasikan sistem dan melakukan berbagai macam fungsi.
2. Procedures and instructions, baik manual maupun otomatis termasuk dalam
kegiatan pengumpulan, pemrosesan, dan penyimpanan data mengenai
aktivitas organisasi.
3. Data, tentang organisasi dan proses bisnisnya.
4. Sotware, digunakan untuk memproses data organisasi.
5. Information technology infrastructure, termasuk didalamnya komputer,
peralatan komunikasi jaringan.
6. Internal control and security measures, yang mengamankan data dalam
sistem informasi akuntansi.
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, p112), komponen sistem informasi
akuntansi, yaitu :
1. Business Operations
Suatu organisasi melakukan berbagai aktivitas atau proses bisnis seperti
perekrutan karyawan, pembelian barang persediaan dan penerimaan kas dari
pelanggan. Input sistem informasi akuntansi disiapkan oleh bagian
operasional dan output yang digunakan untuk mengatur kegiatan operasional.
2. Transaction Processing
13
Transaksi yang dilakukan perusahaan lazimnya adalah penjualan, produksi
(bila perusahaan industri) dan pembelian.
3. Management Decision Making
Informasi diharapkan memberikan informasi yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan pihak manajemen.
4. Reporting
Dalam menyusun laporan berdasarkan sistem informasi, system designer
harus mengetahui output yang diinginkan atau dibutuhkan.
5. System Development and Operation
Sistem informasi harus dirancang, diimplementasi dan dioperasikan secara
efektif.
6. Database
Untuk memperoleh database yang baik, perlu dipahami sungguh-sungguh
proses pengumpulan dan penyimpanan data dan juga jenis data software.
7. Technology
Dukungan teknologi informasi sudah sampai pada tingkatan sedemikian rupa
sehingga prosedur operasional tradisional yang dulu dilaksanakan secara
manual, kini sudah menjadi otomatis.
8. Controls
Dalam menyusun sistem pengendalian internal harus dipertimbangkan
tingkatan kompleksitas sistem informasi serta perkembangan teknologi.
9. Interpersonal / Communication Skill
14
Untuk mempresentasikan hasil kerja secara efektif, sistem desainer harus
memiliki kemampuan komunikasi yang baik secara lisan maupun tulisan.
10. Accounting and Auditing Principles
Untuk menyusun dan mengoperasikan sistem informasi akuntansi, seorang
akuntan harus mengetahui prosedur akuntansi dan memahami audit terhadap
sistem informasi.
2.2.4 Siklus Sistem Informasi Akuntansi
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p30), siklus pemrosesan transaksi pada
sistem adalah suatu rangkaian aktivitas yang dilakukan perusahaan dalam melakukan
bisnisnya, mulai dari proses pembelian, produksi, hingga penjualan barang dan jasa.
Siklus transaksi pada perusahaan dapat dibagi kedalam lima subsistem, yaitu :
1. Revenue cycle, yang terjadi dari transaksi penjualan dan penerimaan kas.
2. Expenditure cycle, yang terdiri dari peristiwa pembelian dan pengeluaran kas.
3. Human resorce/payroll cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan
dengan perekrutan dan pembayaran atas tenaga kerja.
4. Production cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan
pengubahan bahan mentah menjadi produk/jasa yang siap dipasarkan.
5. Financing cycle, yang terdiri dari peristiwa yang berhubungan dengan
penerimaan modal dari investor dan kreditor.
Menurut Jones dan Rama (2006, p18), proses bisnis dapat dikategorikan ke
dalam tiga siklus transaksi utama :
15
1. Acquisition (purchasing) cycle, yang mengacu pada proses dari pembelian
barang dan jasa.
2. Conversion cycle, yang mengacu pada proses pengubahan sumber daya
menjadi barang jadi dan jasa.
3. Revenue cycle, yang mengacu pada proses penyediaan barang jadi dan jasa
kepada pelanggan.
2.3 Sistem Informasi Siklus Pendapatan
2.3.1 Pengertian Pendapatan
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007), pendapatan yaitu :
• Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang
biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan,
penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalti, dan sewa. (PSAK 20 paragraf
tujuan).
• Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari
aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan entitas, yang tidak berasal dari konstribusi penanam
modal. (PSAK 23 paragraf 6).
2.3.2 Pengertian Penjualan
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007, PSAK No. 23), penjualan adalah arus
masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama
satu periode, bila arus masuk menyebabkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal
16
Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p232), penjualan adalah jumlah yang
dibebankan kepada pelanggan untuk barang dagang yang dijual, baik secara tunai
maupun kredit. Retur dan potongan penjualan dikurangkan dari jumlah ini untuk
mendapatkan penjualan bersih.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa penjualan merupakan
jumlah yang dibebankan kepada pelanggan atas manfaat ekonomi yang diberikan
sebagai hasil dari aktivitas normal perusahaan yang dapat dilakukan baik secara tunai
maupun kredit.
2.3.3 Sistem Penjualan Kredit
Menurut Narko (2002, p90), fungsi – fungsi yang terkait dalam sistem penjualan
kredit adalah :
1. Penjualan : menerima dan mengedit pesanan pelanggan.
2. Kepala Bagian Keuangan : menyetujui atau menolak penjualan kredit pada
tiap pelanggan, bila perusahaan masih relatif kecil, persetujuan penjualan
kredit masih dirangkap oleh Kepala Bagian Keuangan.
3. Gudang dan Pengiriman : menyimpan barang dan mengirim barang.
4. Penagihan : membuat dan mengirim faktur kepada pelanggan.
5. Akuntansi :
- Jurnal dan Buku Besar : mencatat transaksi pada jurnal penjualan dan
mem-posting ke rekening buku besar.
17
- Kartu Piutang dan Kartu Persediaan : mencatat transaksi ke rekening
pembantu piutang masing – masing pelanggan, dan ke kartunpersediaan
untuk setiap jenis barang.
Menurut Narko (2002, p81), informasi yang diperlukan oleh managemen dari
kegiatan penjualan kredit adalah :
1. Pesanan – pesanan yang belum dapat dipenuhi.
2. Kesanggupan untuk mengirim barang di waktu tertentu
3. Jumlah penjualan kredit yang diberikan.
4. Jumlah permintaan kredit yang tidak dapat terpenuhi.
5. Jumlah kredit yang menunggak.
6. Rute pengiriman.
7. Pada suatu saat barang yang sudah dikirim sampai mana.
8. Pengiriman barang yang belum dibuat fakturnya.
Menurut Narko (2002, p86), bukti atau formulir yang digunakan dalam sistem
penjualan kredit, yaitu :
1. Pesanan penjualan
Dokumen ini dibuat dalam beberapa rangkap yang dapat berfungsi pula
sebagai lembar otorisasi penjualan kredit. Informasi pada dokumen ini pada
umumnya terdiri dari identitas perusahaan penjual, identitas pembeli, nomor
dan tanggal pesanan penjualan, jenis barang yang dipesan, kuantitas, harga
satuan dan jumlah harga keseluruhan.
2. Perintah pengiriman barang
18
Informasi pada dokumen ini hampir sama dengan informasi pada surat
pesanan penjualan, kecuali harga satuan dan jumlah harga. Meskipun
demikian, dalam praktik kadang ada juga perintah pengiriman barang yang
berisi pula data mengenai harga satuan.
3. Faktur penjualan
Informasi dalam dokumen ini sama dengan informasi pada surat pesanan
penjualan. Oleh karena itu terdapat kombinasi faktur dan pesanan penjualan.
Menurut Narko (2002, p81), prosedur sistem penjualan kredit pada umumnya
seperti :
1. Prosedur pesanan penjualan.
2. Prosedur persetujuan kredit.
3. Prosedur pengiriman barang.
4. Prosedur pembuatan faktur.
5. Prosedur akuntansi penjualan kredit.
Menurut Wilkinson et al. (2006, p422), sistem penjualan kredit terdiri dari 3
proses, yaitu :
a. Order Entry
Setiap customer order dimasukkan ke sistem pada saat tenaga penjual
menerima pesanan. Data bisa didapat dari customer order, maupun dari
telepon. Kemudian, sistem akan melakukan validasi terhadap data sekaligus
memeriksa apakah persediaan cukup, sistem dapat langsung menjalankan
fungsi back order. Sistem juga akan melakukan program pemeriksaan limit
19
kredit dengan membandingkan antara jumlah limit kredit dengan saldo
piutang ditambah dengan penjualan yang akan segera dilakukan, apabila
pemesanan diterima, maka sistem akan mencetak order acknowledgement dan
picking list.
b. Shipping
Setelah barang dipersiapkan sesuai dengan picking list , maka selanjutnya
barang akan dikirim. Pada saat pengiriman, karyawan gudang akan
menghitung jumlah dan mencocokannya dengan picking list. Sistem akan
menghasilkan packing slip, bill of lading, dan shipping notice.
c. Billing
Setelah barang dikirim, maka proses selanjutnya adalah pencetakan invoice,
pendebitan saldo pelanggan, pengurangan jumlah persediaan, penutupan sales
order, pembuatan file invoice dan penyesuaian pada ledger.
Selain 3 prosedur utama diatas, Wilkinson et al. (2006, p428), menyebutkan 3
prosedur tambahan dalam sistem penjualan, yakni :
a) Preparing Analysis and Reports
Di penghujung hari, invoice register dan account receivable summary
dicetak. Invoice register adalah daftar transaksi penjualan, yang berisi data
kunci mengenai tiap sales invoice yang disiapkan selama satu hari.
b) Handling Sales Return and Allowances
Sales return muncul ketika pelanggan tidak puas dan mengirim kembali
barang yang telah dipesan. Sales allowance adalah penyesuaian harga kepada
20
pelanggan sebagai kompensasi atas barang yang rusak. Sedangkan credit
memos disiapkan sebagai formalisasi perjanjian.
c) Processing Back Orders
Back order diperlukan ketika kuantitas persediaan tidak mencukupi pesanan
pelanggan. Proses back order meliputi persiapan formulir back order, yang
berisi nama pemesan, nomor pemesanan, kuantitas dan tanggal.
2.3.4 Pengertian Piutang Usaha
Menurut Bodnar dan Hopwood (2001, p295), piutang dagang adalah uang yang
terutang oleh pelanggan atas barang yang telah dijual atau jasa yang diberikan.
Menurut Horngren, Sundem, dan Elliot (2002, p187), piutang merupakan
sejumlah uang yang dihutangkan kepada perusahaan oleh pelanggannya sebagai hasil
dari pengiriman barang atau jasa. Piutang itu merupakan suatu perjanjian untuk
menerima kas dari pelanggan, dimana perusahaan telah menjual atau menyerahkan
jasanya kepada pelanggan tersebut.
Menurut Kieso, Weygandt, dan Warfield (2004, p318), piutang didefinisikan
sebagai “claim held againts customers and others for money, goods or services”, yang
bearti bahwa piutang merupakan klaim terhadap konsumen atau yang lainnya untuk
uang, barang atau jasa.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan
klaim terhadap pihak lainnya, yang timbul sebagai akibat suatu transaksi yang telah
dilakukan sebelumnya.
21
2.3.5 Proses Penagihan Piutang Usaha
Menurut Gelinas dan Dull. (2008, p375-376), proses penagihan terdiri atas tiga
bagian penting, yaitu :
• Billing Customer
• Managing Customer Account
• Securing Payment for Good Sold or Service Rendered
Proses Billing/Account receivable/Cash receipt merupakan struktur yang saling
berinteraksi antara manusia, peralatan, metode, dan kontrol yang dirancang untuk
membuat aliran informasi dan bertujuan :
• Mendukung pekerjaan berulang yang rutin pada bagian kredit, kasir, dan
bagian piutang.
• Mendukung proses pemecahan masalah untuk manajer keuangan.
• Membantu dalam persiapan laporan internal dan eksternal.
2.3.6 Pengertian Penerimaan Kas
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p371), menyatakan bahwa aktivitas
terakhir dalam siklus pendapatan berkaitan dengan penerimaan kas. Fungsi kasir akan
melaporkan penerimaan, menangani remittance pelanggan dan menyetorkan uang ke
bank.
Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p284), yang dimaksud dengan kas
adalah termasuk juga uang koin, uang kertas, cek, wesel dan deposito yang tersedia
untuk langsung digunakan baik yang ada di bank ataupun institusi keuangan lainnya.
Untuk melindungi kas dari tindakan pencurian atau kecurangan lainnya, perusahaan
22
harus mampu untuk mengontrol kas mulai dari saat diterima sampai dengan kas tersebut
disetorkan ke bank. Perusahaan retail umumnya menerima kas dari dua sumber, yaitu :
(1) penerimaan kas tunai dari pelanggan dan (2) penerimaan kas dari pelanggan melalui
bank.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007, PSAK no.2), kas adalah alat
pembayaran yang siap dan bebas dipergunakan secara bebas untuk membiayai kegiatan
umum perusahaan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, penerimaan kas
digunakan sebagai sumber dana bagi perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan
secara umum. Bentuk dari penerimaan kas dapat dibagi menjadi :
a) Penerimaan Kas dalam bentuk tunai.
b) Penerimaan Kas dalam bentuk cek, giro dan transfer melalui bank.
2.3.7 Prosedur yang berkaitan dengan Sistem Informasi Akuntansi Penerimaan
Kas
Wilkinson et al. (2006, p428), menyebutkan ada 5 prosedur yang terlibat dalam
sistem penerimaan kas, yang meliputi :
1. Remmitance Entry
Pada tahap ini, kasir akan mengumpulkan semua checks dan mencocokan
dengan remmitance advice yang diterima, kemudian menjumlahkan semua
checks yang diterima. Kemudian remmitance list, yang berisi daftar
remmitance advice secara keseluruhan dibuat.
2. Deposting Receipts
23
Salah satu salinan dari remmitance list dikirim ke kasir yang akan
membandingkan dan merekonsiliasi. Kemudian, kasir ini akan membuat
deposit slip dan cash receipt transaction listing (journal). Setelah itu,
barulah semua checks yang disetorkan ke bank.
3. Posting Receipts
Sebelum memperbaharui data pelanggan, kasir harus melakukan koreksi atas
cash receipt transaction listing (journal).
4. Preparing Analysis and Reports
Pada penghujung hari ringkasan piutang dicetak. Ringkasan ini berisi total
piutang beserta dengan total penerimaan kas yang diperoleh pada hari
tersebut.
5. Collecting Delinquent Accounts
Pada saat pembayaran belum diterima, perusahaan biasanya mengirimkan
dokumen untuk melakukan penagihan pada pelanggan.
2.3.8 Ancaman dan Pengendalian yang berhubungan dengan Sistem Informasi
Akuntansi Penjualan, Piutang Usaha, dan Penerimaan Kas
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p376), sistem informasi akuntansi yang
baik harus memiliki pengendalian yang cukup untuk memastikan bahwa tujuannya
tercapai. Tujuan tersebut meliputi :
• Semua transaksi harus diotorisasi.
• Semua transaksi yang dicatat harus valid.
• Semua transaksi yang valid dan akurat harus disimpan.
24
• Semua transaksi harus disimpan secara akurat.
• Aset harus dilindungi dari kehilangan atau kecurangan.
• Aktivitas perusahaan harus dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
2.4 Sistem Informasi Siklus Persediaan
2.4.1 Pengertian Persediaan
Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p355), persediaan digunakan untuk
mengindikasi barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi bisnis
perusahaan dan bahan yang digunakan dalam proses produksi atau yang disimpan untuk
tujuan itu.
2.4.2 Tujuan Pengendalian Internal atas Persediaan
Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p355), dua tujuan utama dari
pengendalian internal yang baik atas persediaan adalah mengamankan persediaan dan
melaporkannya secara tepat dalam laporan keuangan. Pengendalian internal ini bisa
bersifat preventif (pencegahan) maupun detektif. Pengendalian preventif dirancang
untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan pencatatan. Pengendalian detektif ditujukan
untuk mendeteksi kesalahan atau kekeliruan yang telah terjadi.
2.4.3 Metode Penilaian Persediaan
Menurut Assauri (2008, p244), ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menilai suatu persediaan, diantaranya dengan :
1. FIFO Method (First-in, First-Out)
25
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa harga barang yang sudah terjual dinilai
menurut harga pembelian barang yang terdahulu masuk. Dengan demikian,
persediaan akhir dinilai menurut harga pembelian barang yang terakhir masuk.
2. Weight Average Method (Rata-rata tertimbang)
Cara ini didasarkan atas harga rata-rata dimana harga tersebut dipengaruhi oleh
jumlah barang yang diperoleh pada masing-masing harganya.
3. LIFO Method (Last-in, First-out)
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa barang yang telah terjual dinilai menurut
harga pembelian barang yang terakhir masuk. Sehingga persediaan yang masih
ada atau stock, dinilai berdasarkan harga pembelian barang yang terdahulu.
2.4.4 Resiko dan Pengendalian pada Persediaan
Menurut Warren, Reeve, dan Fess (2005, p317), dua tujuan utama dari
pengendalian internal persediaan, yaitu : perlindungan terhadap persediaan yang ada
dan pelaporan persediaan yang wajar didalam laporan keuangan. Pengendalian internal
pada persediaan dapat bersifat preventif ataupun detektif :
1. Preventive Control
Pengendalian ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan terjadinya error
atau kesalahan dalam penyajian.
2. Detective Control
Pengendalian ini dilakukan untuk mendeteksi error atau kesalahan penyajian
yang telah terjadi.
26
2.5 Analisa Pemberian Kredit Pelanggan
Menurut Gitman (2006, p641), tujuan dari pengelolaan piutang usaha yaitu
untuk mengumpulkan piutang secepat mungkin tanpa kehilangan penjualan akibat
tekanan teknik penagihan. Dalam memenuhi tujuan tersebut, kebijakan kredit yang pelu
dilakukan perusahaan mencakup :
1. Credit selection and standard
a. Credit Selection
Seleksi kredit meliputi teknik aplikasi untuk menetukan pelanggan mana
yang layak diberi kredit. Teknik yang populer yaitu 5C (Character,
Capacity, Capital, Collateral dan Condition). Metode seleksi kredit lainnya
adalah dengan credit scoring, yaitu suatu metode yang menggunakan ukuran
high-volume/small-dollar dalam menanggapi permintaan pemberian kredit.
b. Credit Standard
Sedangkan strategi credit standard ditetapkan dengan meningkatkan volume
penjualan, investasi pada piutang, dan biaya piutang ragu-ragu. Dengan
mengubah credit standard ini akan menghasilkan pengembalian dan nilai
yang lebih baik untuk pemiliknya.
2. Credit Terms
Kebijakan credit terms adalah periode penjualan kepada pelanggan dengan
perpanjangan kredit oleh perusahaan. Sebagai contoh, dengan meningkatkan
periode kredit dari net 30 hari menjadi net 45 hari akan meningkatkan penjualan,
dan secara positif akan mempengaruhi profit. Cara lain yang ditawarkan
27
perusahaan adalah cash discount, yaitu persentase pengurangan dari harga
pembelian untuk membayar pada waktu tertentu, contoh : 2/10 net 30, 4/10 net
30.
2.6 Pengendalian Internal
2.6.1 Pengertian Pengendalian Internal
Menurut Gelinas dan Dull (2008, p216) yang terdapat dalam committee of
sponsoring organization (COSO), “pengendalian internal didefinisikan sebagai suatu
proses yang dipengaruhi oleh suatu dewan direksi, manajemen, dan pihak personal
lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan jaminan atau keyakinan
yang layak atau memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dengan kategori sebagai
berikut : efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan, dan kesesuaian
dengan hukum dan peraturan yang berlaku”.
Menurut Jones dan Rama (2006, p13), pengendalian internal adalah aturan-
aturan, kebijakan-kebijakan, prosedur-prosedur, dan sistem informasi yang digunakan
untuk memastikan data keuangan perusahaan akurat dan dapat dipercaya, untuk
melindungi aset perusahaan dari kehilangan atau pencurian.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa sistem pengendalian
internal adalah suatu rangkaian prosedur, metode, dan kebijakan yang diterapkan dalam
perusahaan guna menjaga aktiva tetap, menjaga efektivitas dan efisiensi operasi
perusahaan, memastikan keandalan laporan keuangan, serta kepatuhan terhadap hukum
dan peraturan yang berlaku.
28
2.6.2 Komponen Sistem Pengendalian Internal
Menurut Jones dan Rama (2006, p124-125), komponen-komponen yang
berhubungan dengan pengendalian internal terdiri dari lima komponen, yaitu :
1. Control environment
Berhubungan dengan beberapa faktor yang disusun organisasi untuk
mengontrol kesadaran para karyawannya. Faktor tersebut berhubungan
dengan integritas, nilai etika, filosofi manajemen, dan operating style. Hal ini
juga termasuk cara manajemen menetapkan otoritas dan tanggung jawab,
mengatur, dan mengembangkan sumber daya manusia serta perhatian dan
petunjuk dari board of directors.
2. Risk Assessment
Merupakan proses identifikasi dan analisis terhadap resiko yang dapat
menghambat pencapaian tujuan pengendalian internal.
3. Control activities
Merupakan kebijakan dan prosedur yang dikembangkan oleh organisasi untuk
menangani resiko-resiko yang mungkin dan telah ada. Control activities
mencakup :
a. Perfomance reviews, kegiatan yang berhubungan dengan analisis terhadap
kinerja, misalnya dengan membandingkan hasil yang didapat dengan
anggaran, standar perhitungan, dan data pada periode sebelumnya.
29
b. Segregation duties, terdiri dari penetapan tanggung jawab untuk
mengotorisasi transaksi, melakukan transaksi, mencatat transaksi, dan
menjaga aset yang dilakukan oleh karyawan yang berbeda.
c. Application control, berhubungan dengan aplikasi SIA.
d. General control, berhubungan dengan pengawasan yang lebih luas yang
berhubungan dengan berbagai aplikasi.
4. Information and Communication
Sistem informasi perusahaan adalah kumpulan dari prosedur (baik otomatis
maupun manual) dan pencatatan dalam memulai, mencatat, memproses, dan
melaporkan kejadian atas proses-proses yang terjadi dalam organisasi. Dan
komunikasi berhubungan dengan menyediakan pemahaman atas peraturan
dan tanggungjawab individu.
5. Monitoring
Manajemen harus mengawasi pengendalian internal untuk memastikan bahwa
pengendalian internal organisasi berjalan sesuai tujuan yang ditetapkan.
2.6.3 Tujuan Pengendalian Internal
Menurut Gondodiyoto dan Hendarti (2006, p144), tujuan dari pengendalian
internal, yaitu :
1. Melindungi harta kekayaan milik perusahaan.
2. Memeriksa ketelitian dan keandalan data akuntansi.
3. Meningkatkan efisiensi.
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah digariskan.
30
Menurut Romney dan Steinbart (2006, p198), berdasarkan COSO, tujuan sistem
pengendalian internal adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
2. Menghasilkan operasi yang efektif dan efisien.
3. Memenuhi dalil dan peraturan yang ditetapkan.
2.7 Pajak Pertambahan Nilai
2.7.1 Definisi
Menurut Manihuruk (2010, p1), Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas
konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap
jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi
oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan
objek dari Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut Mulyono (2008, p1), PPN atau Value Added Tax merupakan pajak
penjualan yang dipungut atas dasar nilai tambah yang timbul pada setiap transaksi. Nilai
tambah adalah setiap tambahan yang dilakukan oleh penjualan atas barang atau jasa
yang dijual, karena pada prinsipnya setiap penjual menghendaki aadanya tambahan
tersebut yang bagi penjual merupakan keuntungan.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, Pajak Pertambahan Nilai
merupakan pajak yang dipungut atas nilai tambah dari penjualan atau konsumsi barang
dan jasa baik barang bergerak atau tidak bergerak.
31
2.7.2 Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Menurut pasal 8 Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, Tarif Pajak Pertambahan
Nilai diatur sebagai berikut :
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen).
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud.
b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
c. Ekspor Jasa Kena Pajak.
3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi
paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen)
yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.8 Analisis dan Perancangan Sistem berbasis Objek
2.8.1 Pengertian Analisis dan Perancangan Sistem Berbasis Objek
Menurut Mathiassen et al. (2000, p135), metode OOA&D merupakan suatu
metode untuk analisa dan perancangan sistem yang berorientasi pada objek. Mathiassen
et al. (2000, p4), menjelaskan objek merupakan suatu entitas yang memiliki identitas,
state, behaviour. Identitas objek dalam analisa menunjukkan bagaimana objek tersebut
dapat dibedakan dengan objek lainnya dalam suatu konteks oleh para pengguna.
Sedangkan identitas objek dalam perancangan menunjukkan bagaimana objek-objek
lain dalam sistem dapat mengenali objek tersebut dan bagaiman pula mengaksesnya.
Mathiassen et al. (2000, p14), menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam analisa
dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 2.1 berikut ini.
32
Gambar 2.1 Aktivitas utama dan hasil-hasil dari Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p15)) Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, OOA&D merupakan
suatu metode untuk analisa dan perancangan sistem yang berorientasi pada objek yang
terbagi dalam empat aktivitas utama, yaitu problem domain analysis, application
domain analysis, architectural design, dan component design.
2.8.2 System Definition
Menurut Mathiassen et al. (2000, p24-25), system definition adalah suatu
deskripsi singkat dari sistem yang terkomputerisasi yang diperlihatkan dalam bahasa
natural. System definition seharusnya singkat dan tepat, dan berisikan keputusan yang
paling utama (fundamental) mengenai sistem.
Terdapat tiga sub aktivitas yang harus dilakukan untuk membuat sytem
definition, yaitu usaha untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari situasi, membuat
dan mengevaluasi ide-ide untuk perancangan sistem, dan diakhiri dengan
memformulasikan dan mengevaluasi system definition sesuai dengan situasi yang ada.
System definition dihasilkan melalui iterasi pada tiga subaktivitas.
33
2.8.3 FACTOR Criterion
Menurut Mathiassen et al. (2000, p39-40), FACTOR criterion terdiri dari enam
elemen sebagai berikut :
1. Functionality : fungsi-fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dari
application domain.
2. Application domain : bagian-bagian dari organisasi yang mengatur,
mengawasi, atau mengendalikan sebuah problem domain.
3. Condition : kondisi-kondisi di mana sistem akan dikembangkan dan
digunakan.
4. Technology : teknologi yang digunakan untuk mengembangkan sistem dan
teknologi dimana sistem akan dijalankan.
5. Responsibility : tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam kaitannya
dengan konteks.
2.8.4 Rich Picture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p26), rich picture adalah sebuah gambaran
informal yang mempresentasikan pemahaman illustrator dari suatu situasi. Dengan
demikian, dapat digunakan untuk memfasilitasi komunikasi di antara pemakai dalam
sistem dan mendapatkan sebuah gambaran dari situasi dengan cepat.
Untuk memulai rich picture adalah dengan menggambarkan entitas yang
penting, seperti orang, objek fisik, tempat, organisasi, peran, dan tugas. Orang dapat
berupa pengembang sistem (system developer), pengguna (user), pelanggan, dan lain-
lain. Objek fisik dapat berupa mesin, perangkat, atau persediaan di gudang. Tempat
34
mendeskripsikan lokasi orang dan benda. Organisasi dapat berupa keseluruhan
perusahaan, departemen, atau proyek yang melibatkan beberapa perusahaan. Peran dan
tugas mengikat orang kepada organisasi yang merefleksikan tanggung jawab atau tugas-
tugas spesifik.
Setelah entitas yang relevan dideskripsikan, lalu hubungan di antara entitas-
entitas tersebut dideskripsikan. Proses merupakan hubungan yang paling mendasar di
antara entitas dalam suatu rich picture. Sebuah proses mendeskripsikan aspek-aspek
dari situasi yang berubah, tidak stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafis,
proses dapat diilustrasikan dengan arah panah. Proses meliputi pekerjaan, produksi,
pemrosesan informasi, perencanaan, pengendalian, proyek pengembangan, dan
perubahan organisasi. Bentuk dari rich picture dapat dilihat pada Gambar 2.2 Berikut
ini.
Gambar 2.2 Contoh Rich Picture (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p28)) 2.8.5 Problem Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p45), problem domain adalah bagian dari
konteks yang diadministrasi, dimonitor dan dikendalikan oleh sebuah sistem. Tujuan
35
dari aktifitas ini adalah mengidentifikasikan dan memodelkan problem domain.
Sedangkan model merupakan deskripsi dari class, structure, dan behavior di problem
domain.
Problem domain merupakan aktivitas yang sangat penting dalam membangun
sebuah sistem karena model yang dihasilkan dalam problem domain analysis
memberikan sebuah pemahaman mengenai kebutuhan sistem. Sumber dari aktivitas
problem domain adalah system definition. Kegiatan dalam problem domain analysis
dapat dilihat dalam Gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Aktivitas dalam Problem Domain Analysis (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p46)) 2.8.5.1 Classses
Menurut Mathiassen et al. (2000, p53), class adalah deskripsi dari sebuah
kumpulan objek-objek yang berbagi struktur, behavioral pattern, dan atribut. Class
akan digunakan untuk mengidentifikasi semua objek dan event yang akan menjadi
bagian dari model problem domain yang relevan. Mathiassen et al. (2000, p51),
menyatakan event adalah suatu kejadian seketika yang melibatkan satu atau lebih objek.
36
Untuk memilih class dan event untuk model problem domain, maka harus
diidentifikasi terlebih dahulu kandidat-kandidat class dan event yang secara potensial
relevan dengan model problem domain. Kemudian, kandidat-kandidat tersebut
dievaluasi secara sistematis dan dipilih beberapa kandidat yang paling relevan untuk
menjadi class dan event dari model problem domain.
Hasil dari aktivitas classes adalah sebuah event table yang berisi classes yang
telah dipilih dan events yang berhubungan dengan class tersebut. Contoh dari evevnt
table dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Contoh Event Table
(Sumber : Mathiassen et al. (2000, p50)) 2.8.5.2 Structure
Menurut Mathiassen et al. (2000, 69), “Structure adalah hubungan antara class
dengan object pada problem domain secara keseluruhan”. Structure bertujuan untuk
menggambarkan hubungan terstruktur antara classes dan object dalam problem domain.
Hasil dari aktivitas structure adalah class diagram dengan classes dan stucture.
37
Mathiassen et al. (2000, p72-77), menjelaskan terdapat empat jenis structure
yang dapat digunakan dalam pembuatan model problem domain, yaitu :
a. Generalisasi
Generalisasi meruapakan property-property dan behavior pattern yang umum
dari class-class yang berbeda ke dalam class-class yang lebih umum.
Generalisasi adalah hubungan di mana sebuah class umum menggambarkan
property-property umum dari sekumpulan class-class khusus. Contoh dari
generalisasi dapat dilihat pada gambar 2.4.
cd Structure User
Karyawan
Staf_PenjualanStaf_Gudang_Penyimpanan Staf_Akuntansi Staf_Keuangan
Gambar 2.4 Contoh Generalisasi
b. Cluster
Cluster adalah sebuah kumpulan dari class-class yang saling berhubungan.
Notasi grafik untuk menggambarkan cluster adalah gambar file folder yang
di dalamnya terdiri atas class-class. Class-class yang berada dalam cluster
biasanya terhubung melalui structure generalisasi dan agregasi. Contoh dari
cluster dapat dilihat pada gambar 2.5.
38
cd Cluster
User
+ Karyawan+ Staf_Akuntansi+ Staf_Gudang_Penyimpanan+ Staf_Keuangan+ Staf_Penjualan
Pemesanan
+ Detail_SPP+ Pelanggan+ SPP
Penagihan
+ Detail_SJ+ Detail_SRB+ Ekspedisi+ Ekspedisi+ FP+ MK+ SJ+ SRB
Penerimaan_Pembayaran
+ BPKB+ Detail_BPKB+ Rekening_Bank
Barang
+ Barang+ BPB+ Detail_BPB+ Jenis+ Ukuran+ Warna
Gambar 2.5 Contoh Cluster
c. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan antara dua atau lebih objek di mana objek
yang superior (keseluruhan) terdiri atas beberapa objek yang inferior
(bagian). Agregasi digambarkan sebagai sebuah garis di antara class-class
yang bersifat superior dan inferior, di mana pada salah satu ujung garis diberi
tanda belah ketupat untuk menandakan bahwa class yang berada pada ujung
garis tersebut merupakan class yang superior. Dalam bentuk kalimat,
agregasi diekspresikan dengan hubungan “memiliki sebuah”, “bagian dari”,
atau “dimiliki oleh”. Contoh dari agregasi dapat dilihat pada gambar 2.6.
cd Agregasi
BarangJenis
WarnaUkuran
1..* 1 1..* 11..* 1
Gambar 2.6 Contoh Agregasi
d. Asosiasi
39
Asosiasi adalah sebuah hubungan yang memiliki arti diantara beberapa objek.
Asosiasi digambarkan sebagai sebuah garis sederhana di antara class-class
yang relevan. Contoh dari asosiasi dapat dilihat pada gambar 2.7.
cd Asosiasi
SPPPelanggan
1 1..*
Gambar 2.7 Contoh Asosiasi 2.8.5.3 Behavior
Menurut Mathiassen et al. (2000, p90), behavior hanya dianggap sebagai
kumpulan event-event yang tidak berurutan yang melibatkan sebuah objek di dalam
aktivitas pembuatan class. Dalam aktivitas penentuan behavior, behavior digambarkan
secara lebih tepat dengan menambahkan unsur waktu pada event-event tersebut. Sebuah
behavior milik objek didefinisikan dengan sebuah event trace. Event trace adalah
sebuah urutan dari event-event yang melibatkan sebuah objek yang spesifik. Sebuah
deskripsi mengenai beberapa event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam
sebuah class disebut behavioral pattern. Behavioral pattern akan digambarkan dalam
Gambar 2.8 statechart diagram berikut ini.
sm Staf_Penjualan
Activ e/memesan
/Memesan
Gambar 2.8 Contoh Statechart Diagram untuk Class Staf Penjualan
40
Menurut Mathiassen et al. (2000. P93), menjelaskan behavioral pattern
memiliki struktur control sebagai berikut :
• Sequence adalah events yang terjadi satu per satu. Notasinya : “+”.
• Selection adalah sebuah event yang terjadi dari suatu set events. Notasinya :
“|”.
• Iteraction adalah sebuah event yang terjadi sebanyak nol atau berulang kali.
Notasinya : “*”.
2.8.6 Application Domain Analysis
Menurut Mathiassen et al. (2000, p115-117), application domain adalah sebuah
organisasi yang mengatur, memonitor, atau mengontrol problem domain. Tujuan dari
application domain ini adalah untuk menganalisis kebutuhan dari pengguna sistem.
Hasil dari analisis application domain adalah sebuah daftar lengkap mengenai
kebutuhan usage dari sistem sevara keseluruhan. Application domain terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu usage, function, dan interface, seperti yang terlihat pada Gambar
2.9 berikut ini.
Gambar 2.9 Aktivitas dalam Application Domain Analysis (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p117))
41
2.8.6.1 Usage
Menurut Mathiassen et al. (2000, p117-118), usage adalah bagian dari
application domain yang berinteraksi dengan orang dan sistem-sistem lain di dalam
konteks. Mathiassen et al. (2000, p119), menjelaskan bahwa sebuah sistem harus sesuai
dengan application domain. Hal ini dapat ditentukan dengan merancang use case dan
actor. Actor adalah sebuah abstraksi dari pengguna atau sistem lain yang berinteraksi
dengan sistem target, sedangkan use case adalah sebuah pola untuk interaksi antara
sistem dan actor-actor dalam application domain. Hasil dari aktivitas ini adalah
gambaran dari semua use case dan actor yang terangkum dalam Use Case Diagram.
Contoh dari Use Case Diagram ditampilkan pada gambar 2.10 di bawah ini.
Gambar 2.10 Contoh Use Case Diagram (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p129)) 2.8.6.2 Function
Menurut Mathiassen et al. (2000, p137-139), kegiatan function memfokuskan
pada bagaiman cara sebuah sistem dapat membantu actor dalam melaksanakan
42
pekerjaan mereka. Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan
sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-
function yang merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus lengkap,
menyatakan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan actor dan harus konsisten dengan
use case. Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu :
a. Update Function
Function ini disebabkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan dalam state atau keadaan dari model tersebut.
b. Signal Function
Function ini disebabkan oleh perubahan keadaan atau state dari model yang
dapat menghasilkan reaksi pada konteks.
c. Read Function
Function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan
mengakibatkan sistem menampilkan bagian yang berhubungan dengan
informasi dalam model.
d. Compute Function
Function ini disebabkan oleh kebutuhan informasi dalam pekerjaan actor dan
berisi perhitungan yang melibatkan informasi yang disediakan oleh actor
atau model, hasil dari function ini adalah tampilan dari hasil komputasi.
Gambar hubungan antara masing-masing tipe fungsi tersebut dengan Interface
(I), Function (F) dan Model (M) ditunjukan oleh gambar 2.11 berikut :
43
Gambar 2.11 Hubungan masing-masing tipe fungsi (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p140)) Menurut Mathiassen et al. (2000, p144), hasil dari aktivitas analisis function
adalah sebuah daftar dari kebutuhan function dari sistem atau lebih dikenal dengan
function list.
2.8.6.3 Interface
Menurut Mathiassen et al. (2000, p151-152), interface adalah fasilitas-fasilitas
yang membuat sebuah model sistem dan function-function tersedia bagi actor. Terdapat
dua tipe interface, yaitu :
a. User interface, yaitu sebuah interface untuk para pengguna. Terdapat empat
jenis pola dialog yang penting dalam menentukan interface pengguna, yang
terdiri dari :
• Pola menu-selection yang terdiri dari daftar pilihan yang mungkin dalam
interface pengguna.
• Pola fill-in, merupakan pola klasik untuk entry data.
• Pola command-language, dimana user memasukkan dan memulai format
perintah sendiri.
44
• Pola direct manipulation, dimana user dapat memilih objek dan
melaksanakan function atas objek dan melihat hasil dari interaksi mereka
tersebut dengan segera.
b. System interface, yaitu sebuah interface untuk sistem-sistem lain. Sistem lain
tersebut dapat berupa external device (misalnya sensor, switch, dll) dan
sistem komputer yang kompleks sehingga dibutuhkan suatu protocol
komunikasi. System interface dispesifikasikan sebagai class diagram dari
external device dan sebagai protokol dalam berinteraksi dengan sistem lain.
2.8.6.4 Sequence Diagram
Menurut Bennett, McRobb, dan Farmer (2006, p252), sequence diagram
ekuivalen secara sematik dengan diagram komunikasi interaksi sederhana. Sequence
diagram menunjukkan urutan interaksi antara objek yang diatur dalam waktu sequence.
Dalam sequence diagram terdapat satu notasi yang disebut fragment. Fragment tersebut
dimaksudkan untuk memperjelas bagaimana sequence saling dikombinasikan. Menurut
Bennett et al. (2006, p270), terdapat 12 interaction operator seperti yang disajikan
dalam Tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2 Tipe-tipe Interaction Operator yang digunakan dalam Fragment Interaction Operator Keterangan
Alt Alternatives. Mewakili alternatif behaviour yang ada, setiap behaviour ditampilkan dalam operasi yang terpisah.
Opt Option. Merupakan pilihan tunggal atas operasi yang hanya akan dieksekusi apabila batasan interaksi bernilai true
Break Break. Mengindikasi bahwa dalam combined fragment ditampilkan setara oleh sisa dari interaction fragment yang terlampir.
Par Paralel. Mengindikasi bahwa eksekusi operasi dalam combined
45
fragment dapat digabungkan dalam sequence manapun.
Seq Weak Sequencing. Menampilkan urutan dari tiap operasi yang telah di-maintain tetapi terjadinya suatu event berbeda operasinya dalam perbedaan lifeline yang dapat terjadi dalam urutan apapun.
Strict Strict Sequencing. Membuat sebuah strict sequence berada dalam eksekusi sebuah operasi tetapi tidak termasuk urutan dalam operasi.
Neg Negative. Menggambarkan sebuah operasi yang bersifat invalid.
Critical Critical Region. Mengadakan sebuah batasan dalam sebuah operasi yang tidak memiliki event yang terjadi dalam lifeline.
Ignore Ignore. Menandakan tipe pesan, spesifikasi sebagai parameter, yang seharusnya diabaikan dalam sebuah interaksi.
consider Consider. Keadaan dimana pesan-pesan seharusnya dipertimbangkan dalam sebuah interaksi.
Assert Assertion. Keadaan bahwa sebuah sequence dari pesanan dalam operasi hanya satu-satunya yang memiliki lanjutan yang bersifat sah.
Loop Loop. Digunakan untuk mengindikasi sebuah operasi yang diulang berkali-kali sampai batasan interaksi untuk perulangan berakhir.
2.8.7 Architectural Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p173), architectural design mempunyai tujuan
untuk membuat struktur sistem yang terkomputerisasi. Hasil dari architectural design
adalah struktur untuk proses dan component dari sistem yang dibangun. Gambar 2.12
menggambarkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam architectural design.
Gambar 2.12 Aktivitas-aktivitas dalam Architectural Design (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p176))
46
2.8.7.1 Criteria
Menurut Mathiassen et al. (2000, p178), criteria adalah penentuan property
yang diinginkan dari suatu arsitektur, sedangkan conditions adalah peluang dan
keterbatasan dari manusia, organisasi, dan teknis yang terlibat dalam menjalankan
tugas.
Criteria yang perlu dipertimbangkan dalam membangun software yang
berkualitas dapat dilihat pada table 2.2.
Tabel 2.3 Kriteria Umum bagi Kualitas Software
(Sumber : Mathiassen et al. (2000, p178))
47
2.8.7.2 Component Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p190-197), component architecture adalah
sebuah struktur sistem yang terdiri dari component-component yang saling
berhubungan, sedangkan component adalah sebuah kumpulan dari bagian-bagian
program yang membentuk suatu keseluruhan dan mempunyai sejumlah responsibility
yang jelas. Component terbagi menjadi empat tipe, yaitu model component, function
component, user interface, dan system interface component.
Terdapat tiga pola (pattern) yang dapat digunakan untuk merancang arsitektur
komponen, yaitu :
1. Layered architecture pattern
Merupakan bentuk paling umum dalam software. Sebuah layered architecture
terdiri dari beberapa komponen yang dibentuk menjadi lapisan-lapisan
dimana lapisan yang berada di atas bergantung kepada lapisan yang ada
dibawahnya. Perubahan yang terjadi pada suatu lapisan akan mempengaruhi
lapisan yang ada diatasnya. Contoh layered architecture pattern dapat dilihat
pada Gambar 2.13 berikut ini.
Gambar 2.13 Layered Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al.(2000, p193))
48
2. Generic architecture pattern
Pola ini digunakan untuk merinci sistem dasar yang terdiri dari antar muka,
function, dan komponen-komponen model. Dimana komponen model terletak
pada lapisan yang paling bawah, diikuti dengan function system dan
komponen interface diatasnya. Contoh generic architecture pattern dapat
dilihat pada Gambar 2.14 berikut ini.
Gambar 2.14 Generic Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p196))
3. Client-server architecture pattern
Pola ini awalnya dikembangkan untuk mengatasi masalah distribusi sistem
diantara beberapa processor yang tersebar secara geografis. Komponen pada
arsitektur ini adalah sebuah server dan beberapa client. Tanggung jawab
49
daripada server adalah untuk menyediakan database dan resource yang dapat
disebarkan kepada client melalui jaringan. Sementara client memiliki
tanggung jawab untuk menyediakan antarmuka local untuk setiap
penggunanya. Contoh client-server architecture pattern dapat dilihat pada
Gambar 2.15 berikut ini.
Gambar 2.15 Client-Server Architecture Pattern (Sumber : Mathiassen et al. (2000, p197)) Berikut adalah beberapa jenis distribusi dalam arsitektur client-server dimana U
(user interface), F (function), M (model) yang diperlihatkan pada Tabel 2.3 berikut ini.
Tabel 2.4 Jenis Architecture Client-Server
(Sumber : Mathiassen et al. (2000, p200))
50
2.8.7.3 Process Architecture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p209), process architecture adalah sebuah
struktur eksekusi sistem yang terdiri dari proses-proses yang saling tergantung satu
sama lain. Processor adalah sebuah alat yang akan menjalankan program. Program
component adalah modul fisik dari kode program, sedangkan active object adalah
sebuah object yang telah ditugaskan pada sebuah proses. Tujuan dari process
architecture adalah untuk mendefinisikan struktur fisik dari sebuah sistem. Hasil dari
process architecture adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan processor-
processor dengan program component dan active object yang telah ditugaskan.
Mathiassen et al. (2000, p215-219), menjelaskan bahwa terdapat tiga pola
distribusi dalam process architecture, yaitu :
a. Centralized Pattern
Pada pola ini, semua data disimpan dalam sebuah server pusat dan hanya
terdapat user interface pada client.
b. Distributed Pattern
Pada pola ini, semua component didistribusikan pada client dan server
dibutuhkan hanya untuk menyebarkan update dari model diantara client-
client.
c. Decentralized Pattern
Pada pola ini, masing-masing client memiliki data mereka sendiri sehingga
server hanya menampung data-data yang sifatnya umum bagi client. Hal ini
mengakibatkan rancangan struktur untuk client dan server menjadi sama,
51
hanya saja server menampung model yang umum dan function yang berada
pada model tersebut.
2.8.8 Component Design
Menurut Mathiassen et al. (2000, p231), tujuan dari component design adalah
untuk menentukan sebuah implementasi dari kebutuhan-kebutuhan dalam sebuah
kerangka arsitektur.
2.8.8.1 Model Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p235), model component adalah bagian dari
sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Perancangan model
component didasarkan pada model berorientasi objek yang didapatkan dari aktivitas
analisis. Model ini menggambarkan problem domain dengan menggunakan class-class,
objek-objek, structure, dan behavior. Tugas utama dalam perancangan model
component adalah untuk merepresentasikan event-event dengan menggunakan
mekanisme-mekanisme yang tersedia dalam bahasa pemrograman berorientasi objek.
2.8.8.2 Function Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p251), function component adalah bagian dari
sebuah sistem yang mengimplementasi kebutuhan fungsional. Operation adalah sebuah
proses yang ditetapkan pada sebuah class dan diaktifkan melalui objek dari class
tersebut. Terdapat empat tipe function, yaitu update, read, compute, dan signal.
Mathiassen et al. (2000, p260-262) menjelaskan bahwa terdapat dua cara
penempatan function, yaitu ditempatkan di dalam model model-class atau ditempatkan
di function-class. Untuk function-function yang hanya melibatkan satu model-class saja,
52
maka cukup ditempatkan di model-class sebagai operation. Sedangkan untuk function
yang melibatkan beberapa model-class sekaligus perlu ditempatkan di function-class
untuk kemudian dihubungkan ke model-class yang terlibat.
Menurut Mathiassen et al. (2000, p264), menjelaskan semua function yang
complex perlu didefinisikan (dibuat spesifikasinya) agar tidak terjadi ketidakpastian
dalam proses perancangan function component.
2.8.8.3 Connecting Component
Menurut Mathiassen et al. (2000, p271), tujuan dari aktivitas ini adalah untuk
menghubungkan komponen-komponen sistem yang akan menghasilkan class diagram
dari komponen-komponen yang terlibat. Dalam aktivitas ini, akan dirancang hubungan
antar komponen untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel dan dapat dimengerti.