BAB 2

11
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi lokal operasi (ILO) dengan pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian, serta tepat rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan untuk profilaksis pada operasi harus : 1. Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi 2. Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperatif 3. Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya yang akan dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif) 4. Tidak menimbulkan efek yang merugikan 5. Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan rumah sakit. 2.2 Indikasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada operasi Operasi /pembedahan dapat dikelompokkan kedalam empat kelas berdasarkan kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi postoperasi. Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi clean contaminated (lihat tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi ILO sebesar 3-10,1%. Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat diturunkan menjadi 1,3%. Profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria clean dengan memasang bahan prostesis. Namun tidak menutup kemungkinan juga bisa diberikan antibiotik profilaksis jika diindikasikan akan terjadi infeksi yang dapat menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah syaraf, bedah jantung, dan mata.

Transcript of BAB 2

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Pemberian Antibiotik Profilaksis

Tujuan pemberian antibiotik profilaksis ialah untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh infeksi lokal operasi (ILO) dengan pemilihan antibiotik profilaksis yang tepat, tepat waktu pemberian, serta tepat rute pemberian. Idealnya sediaan antibiotik yang digunakan untuk profilaksis pada operasi harus :

1. Mencegah infeksi postoperatif pada lokasi operasi2. Mencegah morbiditas dan mortilitas infeksi postoperatif3. Mengurangi durasi dan biaya perawatan (dibandingkan dengan biaya

yang akan dikeluarkan bila terjadi infeksi postoperatif)4. Tidak menimbulkan efek yang merugikan5. Tidak merugikan terhadap flora normal pasien dan tidak merugikan

rumah sakit.

2.2 Indikasi Penggunaan Antibiotik Profilaksis pada operasi

Operasi /pembedahan dapat dikelompokkan kedalam empat kelas berdasarkan kemungkinan terjadinya kontaminasi bakteri yang dapat menyebabkan infeksi postoperasi.

Antibiotik profilaksis diberikan pada pembedahan dengan klasifkasi clean contaminated (lihat tabel 1), yang mempunyai kemungkinan terjadi ILO sebesar 3-10,1%. Dengan pemberian antibiotik profilaksis maka angka kejadian ILO dapat diturunkan menjadi 1,3%.

Profilaksis juga diberikan pada pembedahan kriteria clean dengan memasang bahan prostesis. Namun tidak menutup kemungkinan juga bisa diberikan antibiotik profilaksis jika diindikasikan akan terjadi infeksi yang dapat menimbulkan dampak yang serius seperti operasi bedah syaraf, bedah jantung, dan mata.

Meski masih banyak terdapat perdebatan, namun pada umumnya Antibiotik profilaksis tidak tepat digunakan pada operasi contaminated atau dirty karena telah terjadi kolonisasi kuman dalam jumlah besar atau sudah ada infeksi yang secara klinis belum bermanifestasi. Untuk kasus ini terapi empirik akan lebih tepat.

TABLE 1Classification of Operative Wounds and Risk of Infection

Classification CriteriaRisk (%)

Clean Elective, not emergency, nontraumatic, primarily closed; no acute inflammation; no break in technique; respiratory, gastrointestinal, biliary and genitourinary tracts not entered

< 2

Clean-contaminated

Urgent or emergency case that is otherwise clean; elective opening of respiratory, gastrointestinal, biliary or genitourinary tract with minimal spillage (e.g., appendectomy) not encountering infected urine or bile; minor technique break

< 10

Contaminated Nonpurulent inflammation; gross spillage from gastrointestinal tract; entry into biliary or genitourinary tract in the presence of infected bile or urine; major break in technique; penetrating trauma < 4 hours old; chronic open wounds to be grafted or covered

~ 20

Dirty Purulent inflammation (e.g., abscess); preoperative perforation of respiratory, gastrointestinal, biliary or genitourinary tract; penetrating trauma > 4 hours old

~ 40

Information from Cruse PJ, Foord R. The epidemiology of wound infection. A 10-year prospective study of 62,939 wounds. Surg Clin North Am 1980;60:27–40.

2.3 Pertimbangan Pemberian Antibiotik profilaksis pada Operasi

Antibiotik profilaksis hanya bisa digunakan jika terbukti dapat memberikan keuntungan dan harus dihentikan bila terbukti tidak memberikan manfaat. SIGN dalam guideline-nya membagi 4 rekomendasi terhadap pemberian antibiotik profilaksis pada operasi.

1. Highly Recomendation, Profilaksis yang dengan terbukti tegas menurunkan morbiditas, menurunkan biaya perawatan dan menurunkan konsumsi antibiotik secara keseluruhan.

2. Recomended; Profilaksis yang menurunkan morbilitas jangka pendek, mengurangi biaya perawatan dan bila dimungkinkan menurunkan konsumsi antibiotik secara keseluruhan.

3. Should be considered; Profilaksis yang belum memiliki bukti yang kuat dapat memberikan keuntungan, dan kemungkinan dapat meningkatkan biaya perawatan dan peningkatan konsumsi antibiotk utamanya untuk pasien dengan low risk ILO.

4. Not recomended; profilaksis yang tidak memiliki bukti kuat efektif secara klinis serta tidak menurunkan morbiditas jangka pendek. Dan dapat meningkatkan biaya perawatan serta meningkatkan konsumsi antibiotik sedangkan keuntungan secara klinis sangat rendah.

Rekomendasi terhadap pemberian atibiotik profilaksis sesuai indikasi disajikan dalam tabel (tabel 2)  berikut,

TABLE 2Factors Associated with Increased Risk of Infection

Systemic factorsDiabetesCorticosteroid useObesityExtremes of ageMalnutritionRecent surgeryMassive transfusionMultiple (3 or more) preoperative comorbid medical diagnosesASA class 3, 4 or 5Local factorsForeign bodyElectrocauteryInjection with epinephrineWound drainsHair removal with razorPrevious irradiation of site

ASA = American Society of Anesthesiologists.

2.4 Pemilihan Antibiotik Profilaksis

Pemilihan antibiotik profilaksis dipengaruhi oleh beberapa faktor. Oleh karena itu penting untuk menanyakan ke pasien tentang riwayat penggunaan antibiotik dan allergi.  Betalaktam merupakan antibiotik yang banyak digunakan sebagai profilaksis. Bila terdapat riwayat alergi penisilin yang berat (anfilaksis atau angiodema) menunjukkan bahwa pasien tidak dapat menerima penisilin dan juga berarti sefalosporin juga dikontraindikasikan terhadap pasien tersebut. Meski cukup sederhana, tapi dapat memberikan dampak reaksi yang signifikan.

Paling penting yang harus diperhatikan yaitu antibiotik harus aktif terhadap bakteri yang dapat menyebabkan ILO (Tabel 3).

TABLE 3Half-Lives of Selected Antibiotics Commonly Used for Prophylaxis

Antibiotic Half-life (hours)

Cefazolin (Ancef, Kefzol)1.8Vancomycin (Vancocin) 3 to 9Cefoxitin (Mefoxin) 0.6 to 1

Antibiotic Half-life (hours)

Cefotetan (Cefotan) 3 to 4.6Aminoglycosides 2Metronidazole (Flagyl) 8Clindamycin (Cleocin) 2.4 to 3Ciprofloxacin (Cipro) 3 to 5

Umumnya infeksi postoperatif disebabkan oleh bakteri flora pasien itu sendiri. Profilaksis tidak harus dapat menghambat semua jenis bakteri flora pasien tersebut. Ada beberapa bakteri yang tidak bersifat patogen atau jumlahnya hanya sedikit atau keduanya. Sangat penting untuk memilih antibiotik dengan spektrum sempit sesuai dengan yang dibutuhkan untuk meminimalisir multi resisten terhadap antibiotik. Selain itu antibiotik spektrum luas mungkin akan dibutuhkan kemudian jika pasien mengalami sepsis yang serius. Oleh karena itu penggunaan sefalosporin generasi ketiga  seperti ceftriaxone dan cefatoxime harus dihindari sebagai profilaksis pada operasi. (Munckhof W. 2005)

Berikut ini adalah antibiotik yang sering digunakan sebagai profilaksis pada operasi: (Munckhof W. 2005)

IV sefalosporin generasi pertama (cephazolin atau cephalotin) IV gentamicin IV atau Rektal metronidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik) Oral tinidazole (jika disebabkan oleh baktri anaerobik) IV flucloxacillin (jika infeksi methicillin-susceptible staphylococcal) IV vancomycin (jika infeksi methicillin-resistant staphylococcal)

Umumnya studi yang dilakukan terhadap perbandingan efektifitas antibiotik sebagai profilaksis menggunakan sampel pasien dalam jumlah yang kecil, sehingga sulit melihat perbedaan yang signifikan antara antibiotik. Oleh karena itu pemilihan antibiotik harus didasarkan pada biaya, profil efek yang dapat merugikan, kemudahan pemberian, profil farmakokinetik, dan aktifitas antibakterinya. Antibiotik yang dipilih harus memiliki aktivitas terhadap bakteri yang sering mengakibatkan infeksi pada operasi. Pada operasi clean-contaminated, antibiotik yang digunakan harus efektif terhadap bakteri patogen yang terdapat dalam  saluran GI dan GU. Pada operasi clean, bakteri gram positif cocci (S. aureus dan S. epidermidis) paling banyak ditemukan. Kebanyakan prosedur cefazolin merupakan antibiotik pilihan karena durasinya panjang, dan efektif melawan bakteri yang banyak menyebabkan infeksi saat operasi disamping itu harganya juga relatif murah.

Vancomycin menjadi alternatif cefazolin pada institusi dengan tingkat kejadian MRSA yang tinggi atau untuk pasien yang alergi β laktam.Pada kasus dimana dibutuhkan spektrum gram negatif lebih luas dan juga spektrum untuk anaerob, penggunaan cephalosporin antianaerob seperti cefoxitin, cefotetan, dan cefmetazole bisa lebih sesuai.Rekomendasi spesifik

pemilihan antibiotik profilaksis untuk berbagai jenis prosedur operasi tersaji dalam tabel (lihat tabel 4). (AFS 2003)

TABLE 4Procedure-Specific Recommendations for Prophylaxis

Procedure Likely organismsRecommended antibiotic* Adult dose†

Cutaneous Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis‡

No uniform recommendation§

Head and neck S. aureus, streptococci Cefazolin (Ancef, Kefzol)

1 to 2 g intravenously

Neurosurgery S. aureus, S. epidermidisCefazolin 1 to 2 g intravenously

Thoracic S. aureus, S. epidermidisCefazolin 1 to 2 g intravenously

Cardiac S. aureus, S. epidermidis

Cefazolin∥ 1 to 2 g intravenously

Abdominal

Gastroduodenal

Gram-positive cocci, enteric gram-negative bacilli

High risk: cefazolin1 to 2 g intravenously

Colorectal¶ Enteric gram-negative bacilli, anaerobes

Oral: neomycin (Neosporin) and erythromycin base

1 g orally (3 doses)#

Parenteral: cefotetan (Cefotan) or cefoxitin (Mefoxin)

1 to 2 g intravenously

Appendectomy Enteric gram-negative bacilli, anaerobes

Cefotetan or cefoxitin

1 to 2 g intravenously

Biliary Enteric gram-negative bacilli

High risk: cefazolin1 to 2 g intravenously

Gynecologic and obstetric Enteric gram-negative bacilli, group B streptococcus, anaerobes

Cefazolin** 1 to 2 g intravenously

Urologic S. aureus, enteric gram-negative bacilli

Cefazolin†† 1 to 2 g intravenously

Orthopedic S. aureus, S. Cefazolin 1 to 2 g

Procedure Likely organismsRecommended antibiotic* Adult dose†

epidermidis intravenouslyNoncardiac vascular S. aureus, S.

epidermidis, enteric gram-negative bacilli

Cefazolin 1 to 2 g intravenously

Breast and hernia S. aureus, S. epidermidis

High risk: cefazolin‡‡

1 to 2 g intravenously

Pemberian secara parenteral sefalosporin generasi kedua misalnya cefotetan memiliki aktifitas antibakteri yang lebih baik terhadap bakteri anaerobik dan aerobik Gram negatif bila dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama dan kadang-kadang juga menjadi pilihan yang lebih disukai, namu lebih mahal. Alternatif lain yang dapat digunakan yaitu dengan kombinasi metronidazole dengan sefalosporin generasi pertama atau dengan gentamycin untuk profilaksis pada operasi abdominal. (Munckhof W. 2005)

Penggunaan antimikroba sebagai profilaksis pada operasi menyebabkan perubahan pada bakteri flora baik secara individu maupun koloni. Sebuah studi menunjukkan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis dapat mengubah bakteri flora menjadi koloni atau resisten. Namun studi lain pada pasien operasi colorectal tidak menunnjukkan terjadinya resistensi mikroba yang serius. (ASHP)

2.5 Rute dan Waktu Pemberian

Antibiotik profilaksis biasanya diberikan sebagai bolus intravena yang disertai dengan induksi anastesi untuk memastikan konsentrasi efektif pada jaringan tercapai sebelum pembedahan dimulai. Waktu pemberian antibiotik ini sangat penting utamanya untuk betalaktam yang memiliki waktu paruh yang relatif singkat. Vancomisin membutuhkan waktu infus  selama satu jam oleh karena itu pemberiannya harus dimulai lebih cepat agar infus selesai tepat ketika pembedahan akan dimulai.

Pemberian antibiotik profilaksis secara intramuskular jarang dilakukan dibandingkan intravena. Pemberiannya biasanya dilakukan beberapa saat sebelum operasi karena waktu yang dibutuhkan untuk mencapai level konsentrasi antibiotik  yang efektif pada jaringan cukup lama.

Oral dan rektal juga harus diberikan lebih awal untuk memastikan kadar efektif pada jaringan telah tercapi pada saat pembedahan. Suppositori metronidazole banyak digunakan pada pembedahan usus besar dan harus diberikan 2-4 jam sebelum tindakan operasi dilakukan. Antibiotik topikal tidak direkomendasikan kecuali untuk bedah mata atau akibat luka bakar.

Waktu pemberian antibiotik untuk mencapai konsentrasi aktif dalam jaringan sangat bergantung pada profil farmakokinetik dan rute administrasinya. Antibiotik propilaksis yang diberikan terlalu cepat atau terlalu lambat dapat

menurunkan efeka dari dari antibiotik tersebut dan mungkin dapat meningkatkan resiko terjadinya ILO. Pemberian profilaksis lebih dari 3 jam setelah tindakan operasi akan berdampak pada penurunan efektifitasnya secara signifikan. Beberapa literatur menyebutkan sebaiknya pemberian profilaksis secara intravena dilakukan < 30 menit sebelum tindakan operasi dilakukan untuk semua kategori operasi keculi caesarean section. 

2.7 Durasi Pemberian Antibiotik Profilaksis

Durasi pemberian antibiotik yang efektif dengan waktu yang paling singkat untuk profilaksis infeksi paska bedah belum diketahui. Untuk beberapa prosedur, durasi antimikroba profilaksis seharusnya 24 jam atau kurang, kecuali untuk operasi cardiothoracic yang membutuhkan durasi 72 jam.

Mempertahankan konsentrasi antibiotik setelah operasi dan pemulihan fisiologi normal setelah anastesi tidak meningkatkan efikasi dari antibiotik profilaksi, melainkan dapat meningkatkan toksisitas dan meningkatkan biaya. Jika operasi dilakukan selama empat jam atau kurang, pemberian antibiotik dengan dosis tunggal sudah cukup. Pada operasi dengan waktu yang panjang lebih dari empat jam penambahan dosis antibiotik mungkin dibutuhkan untuk menjaga konsentrasi efektif antibiotik dalam jaringan, khususnya untuk antibiotik yang memiliki waktu paruh yang singkat. Pemberian antibiotik profilaksis hingga luka bedah mengering sudah dihapuskan (tidak digunakan lagi) dan tidak logis juga tidak terbukti dapat memberikan keuntungan.

DAFTAR PUSTAKA 

Bratzler D.W. dan  Houck P.M, 2004. Antimicrobial Prophylaxis for Surgery: An Advisory Statement from the National Surgical Infection Prevention Project. Major Article Clinical Infectious Diseases (CID) 2004; 38:1706–15

Munckhof W., 2005. Antibiotics for surgical prophylaxis. Australian Prescriber, vol 28. Number 2. April 2005. Page 38 to 40

Reksoprawiro S. (unknow year) Penggunaan Antibiotik Profilaksis Pada Pembedahan. Departemen/ SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/ RSU Dr. Soetomo. Surabaya.

Wood, Ronald & Dellinger, E. P. 1998. Current Guidelines for Antibiotic Prophylaxis of Surgical Wounds. University of Washington Medical Center, Seattle, Washington.