BAB 2
-
Upload
shinta-umi-agustina -
Category
Documents
-
view
223 -
download
4
description
Transcript of BAB 2
![Page 1: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Keselamatan Kerja
Definisi keselamatan dapat diartikan:
1. Kondisi bebas dari bahaya.
2. Terhindar dari bencana, aman sentosa, sejahtera, tidak kurang suatu
apapun, sehat, tidak mendapat gangguan, kerusakan, dsb, beruntung,
tercapai maksudnya, tidak gagal (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
3. Menurut Suma’mur (1995:1), keselamatan kerja adalah keselamatan yang
betalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,
landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan.
Tujuan dari keselamatan itu sendiri (Suma’mur, 1989) adalah sebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
3. Menjamin agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman
dan efisien
Keselamatan kerja merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan
proyek konstruksi, dimana keselamatan kerja perlu mendapat perhatian yang sama
dengan kualitas, jadwal dan biaya (Yustono, 1991).
Keterlibatan secara aktif dari manajemen perusahaan sangat penting
artinya bagi terciptannya perbuatan dan kondisi lingkungan yang aman.
Manajemen perusahaan perlu membuat program keselamatan kerja (Safety
Program) dan mempunyai komitmenuntuk menjalankan program tersebut demi
terciptannya keamanan di lokasi proyek (Hinze, 1997).
Penyedia fasilitas keselamatan kerja meliputi peralatan pelindungan diri
dan sarana keselamatan kerja. Peralatan perlindungan diri terdiri dari pelindung
kepala, pelindung mata, pelindung telinga, sarung tangan, sabuk pengaman dan
5
![Page 2: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/2.jpg)
6
sepatu karet. Sedangkan sarana keselamatan kerja meliputi tanda-tanda dan tulisan
mengenai keselamatan kerja, jaring pengaman (Safety Net), tempat pengobatan,
peralatan P3K dan alat pengaman kebakaran (Grimaldi dan Simonds, 1975).
Selain itu pekerja perlu diberikan pengarahan mengenai maksud dari sarana
keselamatan kerja yang ada di lokasi proyek dan risiko-risiko yang ada di lokasi
proyek, agar para pekerja dapat melakukan pekerjaan mereka dengan aman
(Hinze, 1997).
2.2 Definisi Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antar kapasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan tahun 1992 Pasal 23).
Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja adalah identifikasi permasalahan,
evaluasi dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Kesehatan kerja meliputi
berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan
kerjannya baik fisik maupun psikis dalam hal cara atau metode kerja, proses kerja
dan kondisi yang bertujuan untuk:
1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja di semua
lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan
sosialnya
2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya
3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang membahayakan kesehatan
Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.
![Page 3: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/3.jpg)
7
2.3 Definisi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Menurut Dr. Bennet N.B. Silalahi dan Rumondang B. Silalahi (1995: 22),
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap
perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut ILO/WHO (1998)
adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya mencakup aspek fisik, mental, dan social untuk kesejahteraan
seluruh pekerja di semua tempat kerja.
Tujuan dari pelaksanaan K3 dalam suatu industri adalah:
1. Menerapkan peraturan pemerintah UUD 1945 pasal 27 ayat 2, UU No. 14
Tahun 1969 pasal 9 & 10 tentang pokok-pokok Ketenagakerjaan, dan UU
No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
2. Menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manjemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan
kerja yang terintregasi, dalam rangka mencegah dan mengurangi
kecelakaan, dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif (SMK3, pasal 2)
3. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja
4. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan
efisien
5. Menjamin proses produksi berjalan lancar
2.4 Api Dan Bahaya Kebakaran
2.4.1 Pengertian Tentang Api
Didalam buku yang berjudul “ESSENTIALS OF FIRE FIGHTING” api
adalah suatu reaksi rantai kimia yang dikenal sebagai pemabakaran. Sementara
didalam buku manual pelatihan pemadam kebakaran karangan David T. Gold
pengertiannya diperkuat lagi dengan mengatakan bahwa api atau pembakaran
adalah suatu proses oksidasi cepat yang umumnya menghasilkan panas dan nyala.
Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa api adalah hasil
![Page 4: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/4.jpg)
8
akhir dari reaksi kimiawi pembakaran yang berunsurkan bahan bakar, oksigen dan
panas.
Keberadaan ketiga unsur tersebut mutlak untuk dapat terjadi api. Apabila
salah satu unsur tidak ada, maka api tidak akan terjadi, oleh karena itu telah
menjadi prinsippemadaman api, yaitu dengan menghilangkan salah satu dari 3
unsur segitiga api tersebut. Bila salah satu unsur disingkirkan, api tidak menyala
dan bila sedang berlangsung akan terpadamkan. Jadi dasar pemadaman api adalah
meniadakan salah satu unsur di atas (ILO, 1989).
Gambar 2.1 Triangel Kebakaran
Pada perkembangan selanjutnya, konsep segitiga api berkembang dengan
ditambahkannya satu unsur baru yaitu reaksi berantai (chain reaction), sehingga
namanya menjadi tetrahedron api. Reaksi rantai mempengaruhi pembakaran
dengan proses sebagaimana dijelaskan bahwa reaksi rantai kimia terjadi pada
tahap awal proses pembakaran dan membuat nyala api semakin besar. Menurut
Bird and Germain (1990) dalam Ramdan (2001) bahwa reaksi terjadi akibat dari
molekul-molekul atom atau radikal bebas yang terlempar pada saat awal
pembakaran kembali jatuh ke dalam api sehingga memberikan tambahan bahan
bakar, gas dan oksigen.
Che Man, Abu Bakar dan Gold, david (1998) menyebutkan beberapa
elemen yang diperlukan untuk terjadinya kebakaran, yaitu:
![Page 5: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/5.jpg)
9
a. Bahan Bakar
Bahan bakar adalah setiap bahan atau benda yang dapat terbakar (Rijanto,
2000 dalam Ramlan 2001). Bahan bakar terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
Padat diantaranya kayu, kertas, karet, plastic, majun, kapas dan lain-lain
Cair diantaranya bensin, solar, minyak tanah, oli, gemuk, spirtus, tiner dan
lain-lain Gas diantaranya LPG, LNG, karbit dan lain-lain.
Proses pemadamannya dapat dilakukan dengan memindahkan unsur bahan
bakar melalui pembatasan jumlah bahan bakar yang biasa disebut
“Pembatasan Bahan atau memindahkan bahan bakar”
b. Panas
Energi panas adalah elemen kedua dari segitiga api. Elemen ini diperlukan
untuk menjadikan bahan bakar mencapai titik nyalanya temperature
terendah dari suatu benda pada tekanan 1 atm, yang menyebabkan benda
tersebut terbakar.
Energi panas juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk energi atau daya
yang dapat dihasilkan dari reaksi kimia, kerja mekanik, dekomposisi bahan
organik oleh jasad renik dan radiasi matahari. Sumber-sumber panas juga
terdapat pada bunga api listrik, api terbuka, gesekan, benturan, busur api las,
listrik statis, factor alam dan lain-lain. Panas dapat berpindah-pindah dengan
beberapa cara yaitu:
Konduksi yaitu perpindahan panas oleh aktifitas molekul dalam suatu
material, tergantung konduktivitas thermal material atau panas yang
dipindahkan dari satu ruang ke ruang yang lain melalui bahan penghantar
panas. Cara ini terbagi dua yaitu konduksi vertical dan konduksi
horizontal, biasanya kalau pada bangunan bahan penghantar panasnya
yaitu dari besi atau baja pada kontruksi.
Konveksi yaitu perpindahan panas oleh sirkulasi media, biasanya udara
atau liquid atau kontak nyala api langsung.
Radiasi yaitu perpindahan panas secara langsung dan linier seperti cahaya
matahari atau gelombang panas yang bergerak melalui daerah yang
terbakar menuju permukaan benda-benda dihadapanya.
![Page 6: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/6.jpg)
10
Energi panas tidak dapat diukur secara langsung. Suhunya hanya mengukur
derajat panas suatu benda, bukan jumlah panas didalam benda tersebut.
Pemadamannya dapat dilakukan dengan memindahkan panas atau
meniadakan sumber panas yang biasa disebut pendinginan.
Salah satu kunci mencegah kebakaran adalah dengan mengendalikan sumber
panasnya. ILO (1992) lebih tegas menyatakan bahwa dalam hampir semua
situasi di industri, unsur oksigen dan bahan bakar telah ada. Oleh karena itu
penting dijaga agar panas jangan sampai cukup tinggi untuk menimbulkan
api.
c. Oksigen
Oksigen adalah suatu gas yang berasal dari udara sekeliling yang dibutuhkan
untuk berlangsungnya suatu proses pembakaran, didalam udara bebas
mengandung kurang lebih 21% Oksigen. Pada kadar oksigen 21% manusia
dapat hidup normal begitu pula terhadap api yang akan semakin membesar.
Pada kadar oksigen 18% api masih dapat menyala walau agak mengecil,
akan tetapi pada posisi ini manusia sudah dalam keadaan pingsan atau
lemas. Pada kadar oksigen 15% api sudah padam, sementara pada posisi ini
manusia sudah tidak dapat hidup atau gagal pernafasan. Maka dapat
disimpulkan bahwa api dapat hidup jika minimal kadar oksigen yang ada di
udara 16%. Pemadamannya dapat dilakukan dengan memindahkan unsur
oksigen melalui pembatasan pasokan udara yang biasa disebut “penutupan
atau Pengisolasian”.
Sumber oksigen selain berasal dari alam meliputi oksigen dalam tabung
untuk kegiatan memotong dan mengelas, oksigen disuplai melalui pipa-pipa
untuk proses operasi dan pada saat terjadinya reaksi kimia. Oksigen
dihasilkan oleh bahan kimia apabila terjadi proses pemanasan dan bahan ini
dikenal sebagai oksidator.
2.4.2 Pengertian Tentang Kebakaran
Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat serta memancarkan
panas dan sinar. Reaksi kimia yang timbul termasuk jenis reaksi oksidasi (Zaini
1998 dalam Santoso 2004). Sebenarnya kebakaran dapat terjadi apabila ada tiga
![Page 7: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/7.jpg)
11
unsure pada kondisi tertentu menjadi satu. Unsur-unsur tersebut adalah sumber
panas, oksigen dan bahan mudah terbakar (Santoso, 2004).
2.4.3. Penyebab Terjadinya Kebakaran
Api atau kebakaran dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor tidak disengaja penyebab kebakarannya tidak melibatkan tindakan
manusia secara sengaja untuk membakar atau memperluas kebakaran.
Sebagai contoh seseorang yang membuang puntung rokok ketempat
sampah tanpa dimatikan terlebih dahulu dan ternyata didalam tong sampah
tersebut ada bahan seperti tisu yang kemudian terbakar dan akhirnya
terjadilah kebakaran. Atau peristiwa alam seperti sinar matahari, letusan
gunung berapi dan sebagainya.
b. Faktor disengaja adalah kebakaran yang diatur secara sengaja didalam
kondisi atau keadaan tertentu dimana orang tersebut mengetahui bahwa
api tidak boleh dinyalakan. Atau juga perilaku sengaja membakar untuk
mendapatkan keuntungan seperti sabotase, menghilangkan jejak, klaim
asuransi dan lain-lain, ini biasanya disebut ARSON FIRE. Tanda-tandanya
biasanya adanya pemicu, penghuni yang cidera dan sebagainya.
Suma’mur, P.K (1994) menyebutkan beberapa peristiwa yang mengakibatkan
terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut:
a. Nyala api dan bahan-bahan yang pijar
Jika suatu benda padat ditempatkan dalam nayal api, suhunya akan naik,
mulai terbakar dan menyala terus sampai habis. Kemungkinan terbakar
atau tidak tergantung dari sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat
mudah, agak mudah dan sukar terbakar, besarnya zat padat tersebut, jika
sedikit, tak cukup timbul panas untuk terjadinya kebakaran, keadaan zat
padat seperti mudah terbakar kertas atau kayu lempengan tipis oleh karena
relatif luasnya permukaan yang bersinggungan dengan oksigen dan cara
menyalakan zat padat, misalnya di atas atau sejajar dengan nyala api.
Benda pijar mudah atau tidak mudah dibakar akan menyebabkan
terbakarnya benda lain jika bersentuhan dengannya. Suatu benda tak
![Page 8: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/8.jpg)
12
mudah terbakar akan menyebabkan terjadinya bahan mudah terbakar yang
bersinggungan dengannya.
b. Penyinaran
Tebakarnya suatu bahan yan mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala
api tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua sumber panas memancarkan
gelombang-gelombang elektromagnetis yaitu sinar inframerah. Jika
gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan
energi yang berubah menjadi panas. Benda tersebut menjadi panas dan
jika suhunya terus naik maka pada akhirnya benda tersebut akan menyala.
c. Peledakan uap atau gas
Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar dengan udara akan
menyala, jika terkena benda pijar atau nyala api dan pembakaran yang
terjadi akan meluas dengan cepat, manakala kadar gas atau uap berada
dalam batas untuk menyala atau meledak.
d. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair
Debu-debu dari zat-zat yang mudah terbakar atau noktah-noktah cair yang
berupa suspensi di udara bertingkah seperti campuran gas dan udara atau
uap dalam udara dan dapat meledak.
e. Percikan api
Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menjadi sebab terbakarnya
campuran gas, uap atau debu dan udara yang dapat menyala. Biasanya
percikan api tak dapat menyebabkan terbakarnya benda padat. Oleh karena
itu, tidak cukupnya energi dan panas yang ditimbulkan akan menghilang
di alam benda padat. Percikan api mungkin terbentuk sebagai akibat arus
listrik dan juga karena kelistrikan statis sebagai gesekan dua benda yang
bergerak.
f. Terbakar sendiri
Kebakaran sendiri dapat terjadi pada onggokan bahan bakar mineral yang
padat atau zat-zat organis, apabila peredaran udara cukup besar untuk
terjadinya proses oksidasi, tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan panas
yang terjadi. Peristiwa-peristiwa ini dipercepat oleh tingkat kelembaban.
Dalam hal mineral zat tertentu seperti besi mungkin bertindak sebagai
![Page 9: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/9.jpg)
13
katalisator bagi proses, sedangkan untuk bahan-bahan organis, peranan
bakteri dibutuhkan.
g. Reaksi kimiawi
Rekadi-reaksi kimiawi tertentu menghasilkan cukup panas dengan akibat
terjadinya kebakaran. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi seperti hydrogen
peroksida, klorat, borat dan lain-lain yang membebaskan oksigen pada
pemanasan dengan aktif meningkatkan proses oksidasi dan menyebabkan
terbakarnya bahan-bahan yang dapat dioksidasi. Sekalipun tidak ada panas
yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat mengakibaktan
terbakarnya zat-zat organik, terutama jika bahan organik terdapat dalam
bentuk pertikel atau jika kontak terus menerus dengan zat yang
mengoksidasi tersebut.
h. Peristiwa-peristiwa lain
Gesekan antara 2 benda menimbulkan panas, yang semakain banyak
menurunkan besaran koefisien gesekan. Manakala panas yang timbul lebih
besar dari kecepatan hilangnya panas ke lingkungan, kebakaran mungkin
terjadi seperti pada mesin yang kurang minyak atau gemuk.
2.4.4. Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah pengelompokan jenis-jenis kebakaran
berdasarkan jenis-jenis bahan yang terbakar. Tujuannya adalah untuk menentukan
cara dan media yang tepat dalam memadamkan kebakaran tersebut. Kebakaran
dibagi menjadi beberapa jenis atau kelas berdasarkan dari jenis bahan bakarnya
yang terbakar yaitu:
a. Kebakaran kelas A adalah kebakaran bahan biasa atau padat kecuali logam
yang mudah terbakar seperti kertas, kayu, pakaian, karet, plastik dan lain-
lain. Jika terjadi kebakaran kelas A maka dapat digunakan metode
pemadaman dengan cara pendinginan dengan air. Pemadaman dengan air
atau busa kelas A.
b. Kebakaran kelas B adalah kebakaran bahan cairan dan gas yang mudah
terbakar seperti minyak, bensin, solar, gas LPG, LNG dan lain-lain. Jika
![Page 10: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/10.jpg)
14
terjadi kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang dapat digunakan
adalah:
a. Penutupan atau pelapisan atau penyelimutan
b. Pemindahan bahan bakar
c. Penurunan temperature.
c. Kebakaran kelas C adalah kebakaran yang diakibatakan dari kebocoran
listrik, konsleting termasuk peralatan bertenaga listrik. Jika terjadi
kebakaran kelas C metode pemadaman yang dapat digunakan adalah:
a. Pemadaman menggunakan bahan yang non konduksi listrik
b. Putuskan arus listrik dan padamkan seperti pemadaman kebakaran
kelas A atau kelas B.
d. Kebakaran kelas D kebakaran ini sangat jarang terjadi dan biasanya terjadi
pada logam seperti seng, magnesium, serbuk alumunium dan lain-lain.
Jika terjadi maka metode pemadamannya adalah pelapisan atau
penyelimutan dengan bahan pemadam khusus terutama bubuk kering
tertentu.
2.4.5 Bahaya Dalam Kebakaran
Bahaya kebakaran menurut SNI 03-1736-2000 adalah bahaya yang
diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak
dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
Sedangkan menurut Badan Meteorologi Dan Geofisika, Bahaya Kebakaran adalah
indikasi umum dari semua faktor yang mempengaruhi kemudahan terbakar,
penyebaran api, dan dampak fisik kebakaran, dan tingkat kesulitan pengendalian
kebakaran. Kelas-kelas bahaya kebakaran dikembangkan dari indeks cuaca
kebakaran.
![Page 11: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/11.jpg)
15
2.5 Sistem Proteksi Kebakaran
Sistem proteksi kebakaran dapat dikelompokkan atas dua bagian yaitu
sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Sistem proteksi aktif adalah sarana
proteksi kebakaran yang harus digerakkan dengan sesuatu untuk berfungsi
memadamkan kebakaran. Sebagai contoh, Hydrant pemadam dioperasikan oleh
persoil untuk dapat menyemprotkan air. Sistem proteksi kebakaran pasif adalah
sistem proteksi kebakaran yang menjadi kesatuan (inherent) atau bagian dari suatu
rancangan atau benda (Ramli, 2010).
2.5.1 Proteksi Kebakaran Pasif
Perangkat pasif dalam hal ini mencakup :
1) Perangkat hukum berupa surat keputusan atau kebijakan (AUSAID dan
BAPEDAL, 1998).
2) Prosedur tetap tanggap darurat kebakaran atau Standart Operating Procedure
(SOP) berupa ketentuan tentang urutan langkah yang harus dilakukan.
Tindakan (SOP) pada saat mengetahui kebakaran adalah :
a) Membunyikan alarm (pecahkan gelas manual alarm/push button/break
glass)
b) Memanggil dinas pemadam kebakaran
c) Berusaha memadamkan api dengan alat pemadam api jika aman untuk
melakukannya atau dengan hidran.
d) Melakukan evakuasi melalui rute yang aman dan singkat
e) Menuju ke titik temu untuk melaporkan diri (Ridley, 2004).
Selain itu juga perlu diperhatikan :
a) Pintu Darurat (Emergency Exit)
Sistem evakuasi adalah sarana dalam bentuk konstruksi dari bagian
bangunan yang dirancang aman sementara (minimal 1 jam) untuk jalan
menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran bagi seluruh penghuni didalamnya
tanpa dibantu orang lain.
Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia (2004), pintu darurat harus membuka keluar dan tidak boleh
![Page 12: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/12.jpg)
16
dikunci, petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada waktu dalam keadaan
gelap. Untuk menjamin keamanan minimal satu jam maka konstruksinya
harus dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap dengan
tekanan udara positif (pressurized fan). Sedangkan menurut Instruksi Menteri
Tenaga Kerja Republik Indonesia No: Instansi 11/M/BW/1997 agar dilakukan
pengamatan jalur evakuasi, pintu keluar atau tangga darurat, apakah ada
rintangan yang dapat mengganggu, apakah ada penerangan darurat, panjang
jarak tempuh mencapai pintu keluar tidak melebihi 36 meter untuk risiko
berat, 30 meter untuk risiko sedang, 24 meter untuk risiko ringan (Instruksi
Menteri Tenaga Kerja No: Ins.11/M/BW/1997).
Di Amerika Serikat, organisasi NFPA telah membuat aturan yang
disebut Peraturan Keselamatan 101 (Life Safety Code 101), yang dipakai di
tempat kerja untuk membatasi: jumlah maksimum orang yang boleh berada
dalam suatu gedung, jumlah minimum jalan keluar pada suatu gedung,
persyaratan minimum untuk pintu, tangga, lerengan, penerangan, tanda-tanda,
rute evakuasi, dan daerah aman/korban.
![Page 13: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/13.jpg)
17
Tabel 2.1 Persyaratan-Persyaratan Penting dari Dokumen NFPATopik Persyaratan
Jumlah minimum pintu darurat 1. Minimum 2 pintu darurat untuk semua ruangan yang diatas tanah
2. Minimum 3 pintu darurat untuk ruangan berpenghuni antara 500 dan 1000 pekerja
3. Minimum 4 pintu darurat untuk ruangan dengan lebih dari 1000 pekerja
Jarak maksimum ke pintu darurat 1. 60 meter (200 kaki) untuk ruangan tanpa penyiram
2. 76 (250 kaki) meter untuk ruangan dengan penyiram
3. 122 meter (400 kaki) untuk ruangan tingkat dasar dengan penyiram dan ventilasi asap
Jarak maksimum antara jalan keluar jika jalan tersebut harus mengakomodasi 2 area kerja
15 meter (50 kaki)
Lebar minimum jalan keluar (gang menuju pintu darurat)
91 cm (36 inchi)
Lebar minimum pintu darurat 81 cm (32 inchi) untuk tiap pintu
Penerangan darurat pada jalan dan pintu darurat
1. Tes selama 30 detik harus dilakukan tiap 30 hari
2. Tes selama 90 detik harus dilakukan tiap 1 tahun
Tanda-tanda Semua pintu dan jalan keluar atau darurat harus ditandai
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2004.
b) Muster Area
Muster area adalah tempat berkumpul jika terjadi keadaan darurat.
Kondisi kritis dari penghuni bangunan dimana bahaya kebakaran terjadi
adalah bila temperatur melebihi 750C dan atau konsentrasi oksigen berada
dibawah 10% volume dan atau konsentrasi gas karbon monoksida (CO)
meningkat lebih dari 5000ppm (Petrokimia, 1998). Situasi dalam kejadian
kebakaran pada suatu bangunan akan melibatkan semua orang yang ada di
dalam bangunan, semua orang merasa terancam dalam bahaya dan ingin
menyelamatkan diri masing-masing. Ada kalanya yang sudah keluar di tempat
yang aman masih ada kemungkinan masuk kembali, apabila ada orang yang
(tamu/pengunjung) mereka lebih tidak familier dengan lingkungan setempat.
![Page 14: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/14.jpg)
18
Oleh karena itu dibutuhkan satu tempat yang bisa digunakan untuk berkumpul
para karyawan saat proses evakuasi jika terjadi keadaan darurat. Fungsinya
adalah untuk memudahkan identifikasi karyawan, apakah sudah lengkap atau
masih ada yang berada di dalam gedung (Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, 2004).
Kebakaran berawal dari api yang kecil, jika api dapat ditangani pada
tahapan itu maka sejumlah besar kehancuran dan kerugian dapat dicegah.
Akan tetapi, para pekerja tidak perlu membuat dirinya berisiko dalam usaha
pemadaman, walaupun dalam tahapan yang kecil (Ridley, 2004).
2.5.2 Proteksi Kebakaran Aktif
Peralatan pencegahan kebakaran sangat berguna untuk penanggulangan
jika terjadi keadaan darurat (kebakaran). Karena itu, perusahaan (RS) harus
melakukan identifikasi dan menyediakan peralatan tersebut, dan memastikan
jumlahnya memadai. Peralatan-peralatan tersebut antara lain :
A. Detektor Kebakaran
Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya
kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Alat untuk mendeteksi api ini disebut
detektor api (fire detector) yang dapat digolongkan beberapa jenis yaitu :
1) Detektor Asap (Smoke Detector)
Detektor asap merupakan sistem deteksi kebakaran yang mendeteksi
adanya asap. Menurut sifat fisiknya, asap merupakan partikel-partikel
karbon hasil pembakaran yang tidak sempurna. Keberadaan ini digunakan
untuk membuat suatu alat deteksi asap (Ramli, 2010).
Detektor asap dikelompokkan atas 2 jenis ionisasi dan photoelectric.
Sesuai dengan sifat tersebut, maka detektor asap sangat tepat digunakan di
dalam bangunan dimana banyak terdapat kebakaran kelas A yang banyak
menghasilkan asap. Namun kurang tepat digunakan untuk kebakaran
hidrokarbon atau gas (Ramli, 2010).
2) Detektor Panas (Heat Detector)
Detektor panas adalah peralatan dari detektor kebakaran yang dilengkapi
dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatic yang secara otomatis akan
![Page 15: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/15.jpg)
19
mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya (Ramli, 2010).
Detektor panas ini sangat sesuai ditempatkan di area dengan kelas
kebakaran kelas B atau cairan dan gas mudah terbakar seperti instalasi
minyak dan kimia (Ramli, 2010).
Jenis-jenis detektor panas antara lain :
a) Detektor suhu tetap
b) Detektor jenis peningkatan suhu
c) Detektor pemuaian (Ramli, 2010).
3) Detektor Nyala
Api juga mengeluarkan nyala (flame) yang akan menyebar ke sekitarnya.
Api mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra violet. Keberadaan
sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam detektor. Sesuai
dengan fungsinya, detektor ini ada beberapa jenis yaitu :
a) Detektor infra merah (infrared detector)
b) Detektor Ultra violet (ultra violet detector)
c) Detektor foto elektris (photo electric detector) (Ramli, 2010).
Gambar 2.2. Detektor asap, panas, gas
B. Sistem Alarm Kebakaran (Fire Alarm)
Tiga Serangkai dalam sistem Fire Alarm terdiri dari Manual Call Point,
Indicator Lamp, dan Fire Bell. Disebut tiga serangkai, karena ketiganya biasa
dipasang di tembok berjajar ke bawah ataupun ditempatkan dalam satu plat metal
yang berada tepat di atas lemari hidran (selang pemadam api).
![Page 16: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/16.jpg)
20
1) Manual Call Point (MCP)
Fungsi alat ini adalah untuk mengaktifkan sirine tanda kebakaran (Fire
Bell) secara manual dengan cara memecahkan kaca atau plastik transparan
di bagian tengahnya. Istilah lain untuk alat ini adalah Emergency Break
Glass. Di dalamnya hanya berupa saklar biasa yang berupa
microswitch atau tombol tekan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan
adalah soal lokasi penempatannya. Terbaik jika unit ini diletakkan di
lokasi yang:
a) Sering terlihat oleh banyak orang,
b) Terlewati oleh orang saat berlarian ke luar bangunan,
c) Mudah dijangkau.
Untuk menguji fungsi alat ini tidak perlu dengan memecahkan kaca,
karena sudah tersedia tongkat atau kunci khusus, sehingga saklar bisa
tertekan tanpa harus memecahkan kaca. Kaca yang telanjur retak atau
pecah bisa diganti dengan yang baru. Di beberapa tipe ada yang
dilengkapi dengan fungsi intercom (TEL). Petugas penguji dapat
melakukan komunikasi dengan penjaga di Panel Control Room dengan
memasukkan handset telepon ke dalam jack pada MCP. Seketika itu juga
telepon di panel akan aktif,sehingga kedua orang ini bisa saling
berkomunikasi.
Gambar 2.3. Fire Emergency Break Class
![Page 17: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/17.jpg)
21
Gambar 2.4 Switch Base
2) Fire Bell
Fire Bell akan membunyikan bunyi alarm kebakaran yang khas. Suaranya
cukup nyaring dalam jarak yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar
dari dari panel Fire Alarm adalah 24VDC, sehingga jenis Fire Bell
24VDC-lah yang banyak dipakai saat ini, sekalipun versi 12VDC juga
tersedia. Perlu diperhatikan dalam pemasangan Fire Bell (pada tipe Gong)
adalah kedudukan piringan bell terhadap batang pemukul piringan jangan
sampai salah. Jika tidak pas, maka bunyi bell menjadi tidak nyaring.
Aturlah kembali dudukannya dengan cermat sampai bunyi bel terdengar
paling nyaring.
Gambar 2.5. Fire Bell Tipe Gong
3) Indicator Lamp
Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda aktif-
tidaknya sistem Fire Alarm atau sebagai pertanda adanya kebakaran.
Alarm adalah lampu yang menunjukkan adanya power pada panel ataupun
menunjukkan trouble dan atau kebakaran. Di dalamnya hanya berupa
lampu bohlam (bulb) berdaya 30V/2W atau lampu LED berarus rendah.
![Page 18: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/18.jpg)
22
Oleh karena itu, dalam sistem yang normal (tidak pada saat kebakaran)
seyogianya lampu ini menyala (On). Sebaliknya apabila lampu mati, ya
tentu saja ada trouble pada power. Pada beberapa merk, indikasi kebakaran
dinyatakan dengan lampu indikator yang berkedip-kedip.
Gambar 2.6. Indicator Lamp
4) Remote Indicating Lamp
Berbeda dengan Indicator Lamp, maka Remote Indicating Lamp akan
menyala saat terjadi kebakaran. Ingat kembali pembahasan ini pada Judul
Bagian 1. Detector Heat atau Smoke yang akan dihubungkan dengan unit
ini harus ditempatkan pada Mounting Base 3-cabel. Lampu ini dipasang di
luar ruangan tertutup (closed room), seperti ruang panel listrik, ruang
genset, ruang pompa dan semisalnya, dengan maksud agar gejala
kebakaran di dalam dapat diketahui oleh orang di luar melalui nyala
lampu. Unit ini bisa juga dipasang di luar kamar hotel (sepanjang
hallway), rumah sakit dan ruangan yang sejenisnya.
Gambar 2.7. Remote Indicating Lamp
![Page 19: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/19.jpg)
23
C. Sprinkler
Menurut Ramli pada tahun 2010, sistem springkler terdiri dari rangkaian
pipa yang dilengkapi dengan ujung penyemprot (discharge nozzle) yang kecil
(sering disebut springkler head) dan ditempatkan dalam suatu bangunan. Jika
terjadi kebakaran maka panas dari api akan melelehkan sambungan solder atau
memecahkan bulb, kemudian kepala springkler akan mengeluarkan air. Jenis cara
kerja springkler yang baik dapat dikelompokkan menjadi sistem springkler pipa
basah dan sistem springkler pipa kering.
Gambar 2.8. Sprinkler
D. Hydrant
Hydrant merupakan sebuah terminal air untuk bantuan darurat ketika
terjadi kebakaran. Hydrant ini juga berfungsi untuk mempermudah proses
penanggulangan ketika bencana kebakaran melanda. Hydrant merupakan sebuah
fasilitas wajib bagi bangunan-bangunan publik seperti pasar tradisional maupun
modern, pertokoan, bahkan semestinya lingkungan perumahan pun harusnya ada
fasilitas Hydrant. Pada saat terjadi peristiwa kebakaran Fire Hydrant harus mudah
terlihat dan segera dapat dipergunakan.
![Page 20: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/20.jpg)
24
Gambar 2.9. Hydrant
National Fire Protection Association (NFPA) secara spesifik menyatakan
bahwa Fire Hydrant harus diwarnai dengan chrome yellow atau warna lain yang
mudah terlihat termasuk diantaranya white, bright red, chrome silver dan lime-
yellow, tetapi sebenarnya aspek terpenting adalah warna tersebut harus konsisten
terutama dalam satu wilayah tertentu.
NFPA menyarankan bahwa secara umum ada perbedaan secara fungsi antara Fire
Hydrant untuk kebutuhan perkotaaan (municipal system) dan kebutuhan pribadi
(private system) termasuk di dalamnya untuk pabrik, sehingga harus ada
perbedaan warna dan penandaan lainnya. Secara internasional warna violet (light
purple) telah dikembangkan sebagai warna untuk non-potable water.
Tabel 2.2 Warna Hydrant
SUPPLY BODY COLOR
Municipal System Chrome Yellow
Private System Red
Non-Potable System Violet (Light Purple)
Ciri penandaan lainnya adalah flow indicators, standar NFPA untuk
bonnets (topi Hydrant) dan caps (sumbat Hydrant) harus diwarnai sesuai dengan
indikasi kuatnya tekanan aliran Hydrant (20 p.s.i.) dan kode standarnya sbb :
![Page 21: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/21.jpg)
25
Gambar 2.10. Pilar Bewarna
Tabel 2.3 NFPA 291, Chap. 3
Class C Les Than 500 GPM Red
Class B 500-999 GPM Orange
Class A 1000-1499 GPM (3785 L/m) Green
1) Sistem Hydrant
Pada sistem ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian :
a) Hydrant Box
Hydrant Box ini dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant
(terletak di dalam gedung) atau Outdoor Hydrant (terletak di luar gedung).
Untuk pemasangan Hydrant Box di dalam ruangan pada bagian atasnya
(menempel pada dinding) harus disertai pemasangan alarm bell. Pada
Hydrant Box terdapat gulungan selang atau lebih dikenal dengan istilah
Hose Reel.
Gambar 2.11 Indoor Hydrant Gambar 2.12 Outdoor Hydrant
![Page 22: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/22.jpg)
26
b) Hydrant Pillar
Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari PAM dan GWR gedung
disalurkan ke mobil Pemadam Kebakaran agar Pemadam Kebakaran dapat
menyiram air mobil ke gedung yang sedang terbakar. Alat ini diletakkan di
bagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya disesuaikan dengan
luas gedung.
Gambar 2.13 Hydrant Pillar Satu Gambar 2.14 Hydrant Pillar Dua
Gambar 2.15 Hydrant Monitor Hand Opereted
Gambar 2.16 Hydrant Monitor Travelling Turret
![Page 23: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/23.jpg)
27
c) Siamese Connection
Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari mobil Pemadam
Kebakaran untuk disalurkan ke dalam sistem instalasi pipa pencegahan
dan penanggulangan kebakaran yang terpasang di dalam gedung
selanjutnya dipancarkan melalui sprinkler–sprinkler dan Hydrant box di
dalam gedung. Alat ini diletakan pada bagian luar gedung yang jumlahnya
serta peletakannya disesuaikan dengan luas dan kebutuhan gedung itu
sendiri.
Gambar 2.17 Siamese Connection
2) Bagian Bagian Hydrant
a) Kunci Hydrant
Gambar 2.18 Hydrant Key
b) Nozzle Hydrant
Adalah alat yang digunakan pada selang Hydrant yang terpasang di
ujung selang untuk keluar air pada sistem Hydrant.
![Page 24: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/24.jpg)
28
Gambar 2.19 Nozzle (Pejal dan Spray)
Memiliki dua fungsi :
- Fungsi Jet yaitu di gunakan untuk melakukan upaya pemadaman
dengan 1 (satu) arah- Fungsi Spray yaitu di gunakan untuk
melakukan upaya pemadaman sekaligus sebagai alat pelindung diri
di karenakan peralatan tersebut dapat di putar ujung Nozlenya
sehingga bisa mengeluarkan air dalam bentuk payung
Gambar 2.20 Jet NozzleMemiliki dua ukuran :
- Untuk selang Hydrant dalam ruang gedung = Jet Nozle ukuran 1, 5"
- Untuk selang Hydrant luar gedung = Jet Nozle ukuran 2, 5"
Sifat penggunaanya yaitu secara Vertikal (searah )
c) Selang Hydrant
Gambar 2.21 Selang Hydrant
![Page 25: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/25.jpg)
29
Keuntungan Dan Kelemahan Menggunakan Hydrant
Hydrant digunakan pada saat :
1) Alat Pemadam Api Ringan sudah tidak bisa memadamkan api.
2) Aliran listrik sudah dimatikan/dipadamkan.
3) Jumlah personil sesuai dengan peralatan yang digunakan.
Keuntungan menggunakan Hydrant :
1) Mudah didapat dalam jumlah banyak.
2) Mudah diangkut dan dialirkan.
3) Daya serap terhadap panas besar.
4) Daya mengembang menjadi uap besar.
Kelemahan menggunakan Hydrant :
1) Tidak bisa untuk kebakaran listrik.
2) Untuk kebakaran minyak harus dengan cara spray dan teknik yang benar.
E. Alat Pemadam Api ringan (APAR)
Menurut Pedoman Sistem Manajemen PT. PAL Indonesia (SM PAL),
Nomor : 1 AS 001 pengertian alat pemadam api ringan disingkat APAR adalah
Alat Pemadam Api yang mudah dipindahkan atau diangkat, dengan jenis
karbondioksida, dry powder dan foam atau busa. Sedangkan menurut
Permenakertrans-RI No: Per.04/Men/1980 definisi dari alat pemadam api ringan
(APAR) ialah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk
memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.
1) Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Menurut Ramli pada tahun 2010 alat pemadam api ringan (APAR) terdiri
dari beberapa jenis, antara lain :
a) Jenis alat pemadam api ringan (APAR) menurut Penggerak
Alat pemadam api ringan (APAR) bertekanan (pressuirized)
Jenis alat pemadam api ringan (APAR) yang di dalamnya sudah diberi
tekanan dengan menggunakan gas yang berfungsi untuk menekan media
pemadam agar keluar dari tabung. alat pemadam api ringan (APAR) jenis
ini dirancang untuk jenis tepung kering atau jenis air. Gas yang digunakan
![Page 26: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/26.jpg)
30
biasanya jenis nitrogen yang bersifar iner dan tidak merusak bahan. Alat
ini dilengkapi dengan meteran untuk mengetahui tekanan di dalam tabung.
Alat pemadam api ringan (APAR) dengan tabung penekan (cartridge)
Di dalam tabung alat pemadam api ringan (APAR) ini terdapat tabung baja
kecil yang disebut cartridge berisi gas CO2 bertekanan tinggi. Pada waktu
dioperasikan, gas dari tabung ini akan terbuka sehingga gas memasuki
tabung dan menekan media pemadam sehingga keluar dari tabung. Jenis
ini digunakan pada alat pemadam api ringan (APAR) berisi tepung kering
(dry powder). Pada jenis tertentu, cartridge ditempatkan di luar tabung
pemadam sehingga lebih mudah diganti dan diperiksa.
b) Jenis alat pemadam api ringan (APAR) menurut Media Pemadam
Alat pemadam api ringan (APAR) bertekanan
Alat pemadam api ringan (APAR) berisi air bertekanan tersedia dalam
ukuran 2,5 galon (9,5) liter dengan nilai kemampuan pemadaman 2A. Alat
pemadam api ini mempunyai kemampuan hanya untuk kelas A. Alat
pemadam api ini biasanya bertekanan sampai 100 psi dan mempunyai
jarak semprot tertentu. Berat alat pemadam ini jira-kira 35 lb dalam
keadaan penuh, mempunyai daya semprot efektif kira-kira 40 feet (9-10
meter) dan waktu pemakaian sekitar 1 menit.
Efektif untuk jenis api kelas A: Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll. Air
merupakan salah satu bahan pemadam api yang paling berguna sekaligus
ekonomis.
Gambar 2.22. APAR jenis Air (Water Fire Extinguisher)
![Page 27: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/27.jpg)
31
Alat pemadam api ringan (APAR) karbondioksida
Alat pemadam api ringan (APAR) jenis karbondioksida tersedia dalam
ukuran dari 2,5-20 lb (1,2-9,1 kg) yang dapat dijinjing dan 50-150 lb untuk
yang memakai roda. Untuk yang dapat diangkat, nilai rating antara 1-
10B:C dan untuk memakai roda dari 10-20 B:C. Tipe alat pemadam ini
berisi cairan Co2 di bawah tekanan uapnya (vapour density). Lama
penyemprotan untuk alat yang dapat diangkat sekitar 8-30 detik dengan
jarak penyemprotan sekitar 3-8 feet (1-2,4 meter).
alat pemadam api ringan (APAR) berbahan CO2 sangat cocok untuk
peralatan ber-listrik dan api Kelas B. Kemudian kemampuan tingginya
yang tidak merusak serta efektif dan bersih yang sangat dikenal luas. CO2
memiliki sifat non-konduktif dan anti statis. Karena gas ini tidak
berbahaya untuk peralatan dan bahan yang halus, sangat ideal untuk
lingkungan kantor yang modern, dimana minyak, solvent dan lilin sering
digunakan.
Gambar 2.23. APAR jenis CO2 (Carbon Dioxide)
Alat pemadam api ringan (APAR) bubuk kimia kering
Alat pemadam api ringan (APAR) bubuk kering tersedia dalam dua jenis
yaitu jenis bertekanan dan jenis cartridge. Untuk jenis tabung bertekanan,
sebagai bahan penekan digunakan udara kering atau nitrogen yang
dimampatkan bersama-sama media pemadam. Untuk jenis cartridge ada
yang ditempatkan ddi dalam tabung.
![Page 28: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/28.jpg)
32
Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll.),
kelas B (Bensin, Gas, Oil, Cat, Solvents, Methanol, Propane, dll) dan kelas
C (Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik, dll.).
Alat pemadam api ringan (APAR) berbahan bubuk kering, sangat
serbaguna untuk melawan api Kelas A, B & C, serta cocok untuk
mengatasi resiko tinggi. Selain berguna dalam mengatasi bahaya listrik,
cairan mudah terbakar dan gas, bubuk juga efektif untuk kebakaran
kendaraan.
Gambar 2.24. APAR jenis Tepung Kimia (Dry Chemical Powder)
Alat pemadam api ringan (APAR) busa
Alat pemadam api ringan (APAR) jenis ini ada 2 macam AFFF (Aqueos
Film Forming Foam) dan busa kimia. Alat pemadam api AFFF berukuran
2,5 galon dengan kemampuan 3A:20B dan 33 galon dengan kemampuan
20A:160B.
Alat pemadam api ringan (APAR) berbahan busa, cocok untuk melawan
api Kelas A & B. Alat pemadam berbahan busa memiliki kemampuan
untuk mengurangi resiko menyalanya kembali api setelah pemadaman.
Setelah api dipadamkan, busa secara efektif menghilangkan uap
bersamaan dengan pendinginan api.
Alat pemadam api berbahan busa menyediakan kemampuan yang cepat
dan kuat dalam mengatasi api kelas A dan B. Sangat efektif terhadap
bensin dan cairan yang mudah menguap, membentuk segel api diatas
permukaan dan mencegah pengapian ulang. Ideal untuk penggunaan multi-
risiko.
![Page 29: BAB 2](https://reader035.fdocument.pub/reader035/viewer/2022062308/563db858550346aa9a92dbef/html5/thumbnails/29.jpg)
33
Gambar 2.25. APAR jenis Busa (Foam Liquid AFFF)
Alat pemadam api ringan (APAR) halon
Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll.)
dan C (Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik, dll.). Alat
Pemadam Api Otomatis yang berisi Clean Agent Halotron. alat pemadam
api ringan (APAR) Otomatis ini menggunakan gas pendorong Argon, dan
alat pengukur tekanan dipasang di alat pemadam api ringan (APAR)
Otomatis.
Gambar 2.26. APAR jenis Hallon (Thermatic Halotron)