BAB 2

42
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Keselamatan Kerja Definisi keselamatan dapat diartikan: 1. Kondisi bebas dari bahaya. 2. Terhindar dari bencana, aman sentosa, sejahtera, tidak kurang suatu apapun, sehat, tidak mendapat gangguan, kerusakan, dsb, beruntung, tercapai maksudnya, tidak gagal (Kamus Besar Bahasa Indonesia). 3. Menurut Suma’mur (1995:1), keselamatan kerja adalah keselamatan yang betalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan itu sendiri (Suma’mur, 1989) adalah sebagai berikut: 1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional 2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja 3. Menjamin agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien 5

description

APAR

Transcript of BAB 2

Page 1: BAB 2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Keselamatan Kerja

Definisi keselamatan dapat diartikan:

1. Kondisi bebas dari bahaya.

2. Terhindar dari bencana, aman sentosa, sejahtera, tidak kurang suatu

apapun, sehat, tidak mendapat gangguan, kerusakan, dsb, beruntung,

tercapai maksudnya, tidak gagal (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

3. Menurut Suma’mur (1995:1), keselamatan kerja adalah keselamatan yang

betalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahan,

landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan

pekerjaan.

Tujuan dari keselamatan itu sendiri (Suma’mur, 1989) adalah sebagai berikut:

1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan

pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta

produktivitas nasional

2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja

3. Menjamin agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman

dan efisien

Keselamatan kerja merupakan bagian yang penting dalam pelaksanaan

proyek konstruksi, dimana keselamatan kerja perlu mendapat perhatian yang sama

dengan kualitas, jadwal dan biaya (Yustono, 1991).

Keterlibatan secara aktif dari manajemen perusahaan sangat penting

artinya bagi terciptannya perbuatan dan kondisi lingkungan yang aman.

Manajemen perusahaan perlu membuat program keselamatan kerja (Safety

Program) dan mempunyai komitmenuntuk menjalankan program tersebut demi

terciptannya keamanan di lokasi proyek (Hinze, 1997).

Penyedia fasilitas keselamatan kerja meliputi peralatan pelindungan diri

dan sarana keselamatan kerja. Peralatan perlindungan diri terdiri dari pelindung

kepala, pelindung mata, pelindung telinga, sarung tangan, sabuk pengaman dan

5

Page 2: BAB 2

6

sepatu karet. Sedangkan sarana keselamatan kerja meliputi tanda-tanda dan tulisan

mengenai keselamatan kerja, jaring pengaman (Safety Net), tempat pengobatan,

peralatan P3K dan alat pengaman kebakaran (Grimaldi dan Simonds, 1975).

Selain itu pekerja perlu diberikan pengarahan mengenai maksud dari sarana

keselamatan kerja yang ada di lokasi proyek dan risiko-risiko yang ada di lokasi

proyek, agar para pekerja dapat melakukan pekerjaan mereka dengan aman

(Hinze, 1997).

2.2 Definisi Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antar kapasitas kerja,

beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat

tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar

diperoleh produktivitas kerja yang optimal (UU Kesehatan tahun 1992 Pasal 23).

Konsep dasar dari upaya kesehatan kerja adalah identifikasi permasalahan,

evaluasi dan dilanjutkan dengan tindakan pengendalian. Kesehatan kerja meliputi

berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan

kerjannya baik fisik maupun psikis dalam hal cara atau metode kerja, proses kerja

dan kondisi yang bertujuan untuk:

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja di semua

lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan

sosialnya

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang

diakibatkan oleh keadaan atau kondisi lingkungan kerjanya

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam

pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-

faktor yang membahayakan kesehatan

Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai

dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

Page 3: BAB 2

7

2.3 Definisi Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Menurut Dr. Bennet N.B. Silalahi dan Rumondang B. Silalahi (1995: 22),

keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap

perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut ILO/WHO (1998)

adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya mencakup aspek fisik, mental, dan social untuk kesejahteraan

seluruh pekerja di semua tempat kerja.

Tujuan dari pelaksanaan K3 dalam suatu industri adalah:

1. Menerapkan peraturan pemerintah UUD 1945 pasal 27 ayat 2, UU No. 14

Tahun 1969 pasal 9 & 10 tentang pokok-pokok Ketenagakerjaan, dan UU

No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja

2. Menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja

dengan melibatkan unsur manjemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan

kerja yang terintregasi, dalam rangka mencegah dan mengurangi

kecelakaan, dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang

aman, efisien dan produktif (SMK3, pasal 2)

3. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja

4. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan

efisien

5. Menjamin proses produksi berjalan lancar

2.4 Api Dan Bahaya Kebakaran

2.4.1 Pengertian Tentang Api

Didalam buku yang berjudul “ESSENTIALS OF FIRE FIGHTING” api

adalah suatu reaksi rantai kimia yang dikenal sebagai pemabakaran. Sementara

didalam buku manual pelatihan pemadam kebakaran karangan David T. Gold

pengertiannya diperkuat lagi dengan mengatakan bahwa api atau pembakaran

adalah suatu proses oksidasi cepat yang umumnya menghasilkan panas dan nyala.

Dari kedua pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa api adalah hasil

Page 4: BAB 2

8

akhir dari reaksi kimiawi pembakaran yang berunsurkan bahan bakar, oksigen dan

panas.

Keberadaan ketiga unsur tersebut mutlak untuk dapat terjadi api. Apabila

salah satu unsur tidak ada, maka api tidak akan terjadi, oleh karena itu telah

menjadi prinsippemadaman api, yaitu dengan menghilangkan salah satu dari 3

unsur segitiga api tersebut. Bila salah satu unsur disingkirkan, api tidak menyala

dan bila sedang berlangsung akan terpadamkan. Jadi dasar pemadaman api adalah

meniadakan salah satu unsur di atas (ILO, 1989).

Gambar 2.1 Triangel Kebakaran

Pada perkembangan selanjutnya, konsep segitiga api berkembang dengan

ditambahkannya satu unsur baru yaitu reaksi berantai (chain reaction), sehingga

namanya menjadi tetrahedron api. Reaksi rantai mempengaruhi pembakaran

dengan proses sebagaimana dijelaskan bahwa reaksi rantai kimia terjadi pada

tahap awal proses pembakaran dan membuat nyala api semakin besar. Menurut

Bird and Germain (1990) dalam Ramdan (2001) bahwa reaksi terjadi akibat dari

molekul-molekul atom atau radikal bebas yang terlempar pada saat awal

pembakaran kembali jatuh ke dalam api sehingga memberikan tambahan bahan

bakar, gas dan oksigen.

Che Man, Abu Bakar dan Gold, david (1998) menyebutkan beberapa

elemen yang diperlukan untuk terjadinya kebakaran, yaitu:

Page 5: BAB 2

9

a. Bahan Bakar

Bahan bakar adalah setiap bahan atau benda yang dapat terbakar (Rijanto,

2000 dalam Ramlan 2001). Bahan bakar terbagi menjadi tiga jenis yaitu :

Padat diantaranya kayu, kertas, karet, plastic, majun, kapas dan lain-lain

Cair diantaranya bensin, solar, minyak tanah, oli, gemuk, spirtus, tiner dan

lain-lain Gas diantaranya LPG, LNG, karbit dan lain-lain.

Proses pemadamannya dapat dilakukan dengan memindahkan unsur bahan

bakar melalui pembatasan jumlah bahan bakar yang biasa disebut

“Pembatasan Bahan atau memindahkan bahan bakar”

b. Panas

Energi panas adalah elemen kedua dari segitiga api. Elemen ini diperlukan

untuk menjadikan bahan bakar mencapai titik nyalanya temperature

terendah dari suatu benda pada tekanan 1 atm, yang menyebabkan benda

tersebut terbakar.

Energi panas juga dapat diartikan sebagai suatu bentuk energi atau daya

yang dapat dihasilkan dari reaksi kimia, kerja mekanik, dekomposisi bahan

organik oleh jasad renik dan radiasi matahari. Sumber-sumber panas juga

terdapat pada bunga api listrik, api terbuka, gesekan, benturan, busur api las,

listrik statis, factor alam dan lain-lain. Panas dapat berpindah-pindah dengan

beberapa cara yaitu:

Konduksi yaitu perpindahan panas oleh aktifitas molekul dalam suatu

material, tergantung konduktivitas thermal material atau panas yang

dipindahkan dari satu ruang ke ruang yang lain melalui bahan penghantar

panas. Cara ini terbagi dua yaitu konduksi vertical dan konduksi

horizontal, biasanya kalau pada bangunan bahan penghantar panasnya

yaitu dari besi atau baja pada kontruksi.

Konveksi yaitu perpindahan panas oleh sirkulasi media, biasanya udara

atau liquid atau kontak nyala api langsung.

Radiasi yaitu perpindahan panas secara langsung dan linier seperti cahaya

matahari atau gelombang panas yang bergerak melalui daerah yang

terbakar menuju permukaan benda-benda dihadapanya.

Page 6: BAB 2

10

Energi panas tidak dapat diukur secara langsung. Suhunya hanya mengukur

derajat panas suatu benda, bukan jumlah panas didalam benda tersebut.

Pemadamannya dapat dilakukan dengan memindahkan panas atau

meniadakan sumber panas yang biasa disebut pendinginan.

Salah satu kunci mencegah kebakaran adalah dengan mengendalikan sumber

panasnya. ILO (1992) lebih tegas menyatakan bahwa dalam hampir semua

situasi di industri, unsur oksigen dan bahan bakar telah ada. Oleh karena itu

penting dijaga agar panas jangan sampai cukup tinggi untuk menimbulkan

api.

c. Oksigen

Oksigen adalah suatu gas yang berasal dari udara sekeliling yang dibutuhkan

untuk berlangsungnya suatu proses pembakaran, didalam udara bebas

mengandung kurang lebih 21% Oksigen. Pada kadar oksigen 21% manusia

dapat hidup normal begitu pula terhadap api yang akan semakin membesar.

Pada kadar oksigen 18% api masih dapat menyala walau agak mengecil,

akan tetapi pada posisi ini manusia sudah dalam keadaan pingsan atau

lemas. Pada kadar oksigen 15% api sudah padam, sementara pada posisi ini

manusia sudah tidak dapat hidup atau gagal pernafasan. Maka dapat

disimpulkan bahwa api dapat hidup jika minimal kadar oksigen yang ada di

udara 16%. Pemadamannya dapat dilakukan dengan memindahkan unsur

oksigen melalui pembatasan pasokan udara yang biasa disebut “penutupan

atau Pengisolasian”.

Sumber oksigen selain berasal dari alam meliputi oksigen dalam tabung

untuk kegiatan memotong dan mengelas, oksigen disuplai melalui pipa-pipa

untuk proses operasi dan pada saat terjadinya reaksi kimia. Oksigen

dihasilkan oleh bahan kimia apabila terjadi proses pemanasan dan bahan ini

dikenal sebagai oksidator.

2.4.2 Pengertian Tentang Kebakaran

Kebakaran adalah reaksi kimia yang berlangsung cepat serta memancarkan

panas dan sinar. Reaksi kimia yang timbul termasuk jenis reaksi oksidasi (Zaini

1998 dalam Santoso 2004). Sebenarnya kebakaran dapat terjadi apabila ada tiga

Page 7: BAB 2

11

unsure pada kondisi tertentu menjadi satu. Unsur-unsur tersebut adalah sumber

panas, oksigen dan bahan mudah terbakar (Santoso, 2004).

2.4.3. Penyebab Terjadinya Kebakaran

Api atau kebakaran dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu:

a. Faktor tidak disengaja penyebab kebakarannya tidak melibatkan tindakan

manusia secara sengaja untuk membakar atau memperluas kebakaran.

Sebagai contoh seseorang yang membuang puntung rokok ketempat

sampah tanpa dimatikan terlebih dahulu dan ternyata didalam tong sampah

tersebut ada bahan seperti tisu yang kemudian terbakar dan akhirnya

terjadilah kebakaran. Atau peristiwa alam seperti sinar matahari, letusan

gunung berapi dan sebagainya.

b. Faktor disengaja adalah kebakaran yang diatur secara sengaja didalam

kondisi atau keadaan tertentu dimana orang tersebut mengetahui bahwa

api tidak boleh dinyalakan. Atau juga perilaku sengaja membakar untuk

mendapatkan keuntungan seperti sabotase, menghilangkan jejak, klaim

asuransi dan lain-lain, ini biasanya disebut ARSON FIRE. Tanda-tandanya

biasanya adanya pemicu, penghuni yang cidera dan sebagainya.

Suma’mur, P.K (1994) menyebutkan beberapa peristiwa yang mengakibatkan

terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut:

a. Nyala api dan bahan-bahan yang pijar

Jika suatu benda padat ditempatkan dalam nayal api, suhunya akan naik,

mulai terbakar dan menyala terus sampai habis. Kemungkinan terbakar

atau tidak tergantung dari sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat

mudah, agak mudah dan sukar terbakar, besarnya zat padat tersebut, jika

sedikit, tak cukup timbul panas untuk terjadinya kebakaran, keadaan zat

padat seperti mudah terbakar kertas atau kayu lempengan tipis oleh karena

relatif luasnya permukaan yang bersinggungan dengan oksigen dan cara

menyalakan zat padat, misalnya di atas atau sejajar dengan nyala api.

Benda pijar mudah atau tidak mudah dibakar akan menyebabkan

terbakarnya benda lain jika bersentuhan dengannya. Suatu benda tak

Page 8: BAB 2

12

mudah terbakar akan menyebabkan terjadinya bahan mudah terbakar yang

bersinggungan dengannya.

b. Penyinaran

Tebakarnya suatu bahan yan mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala

api tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua sumber panas memancarkan

gelombang-gelombang elektromagnetis yaitu sinar inframerah. Jika

gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan

energi yang berubah menjadi panas. Benda tersebut menjadi panas dan

jika suhunya terus naik maka pada akhirnya benda tersebut akan menyala.

c. Peledakan uap atau gas

Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar dengan udara akan

menyala, jika terkena benda pijar atau nyala api dan pembakaran yang

terjadi akan meluas dengan cepat, manakala kadar gas atau uap berada

dalam batas untuk menyala atau meledak.

d. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair

Debu-debu dari zat-zat yang mudah terbakar atau noktah-noktah cair yang

berupa suspensi di udara bertingkah seperti campuran gas dan udara atau

uap dalam udara dan dapat meledak.

e. Percikan api

Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menjadi sebab terbakarnya

campuran gas, uap atau debu dan udara yang dapat menyala. Biasanya

percikan api tak dapat menyebabkan terbakarnya benda padat. Oleh karena

itu, tidak cukupnya energi dan panas yang ditimbulkan akan menghilang

di alam benda padat. Percikan api mungkin terbentuk sebagai akibat arus

listrik dan juga karena kelistrikan statis sebagai gesekan dua benda yang

bergerak.

f. Terbakar sendiri

Kebakaran sendiri dapat terjadi pada onggokan bahan bakar mineral yang

padat atau zat-zat organis, apabila peredaran udara cukup besar untuk

terjadinya proses oksidasi, tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan panas

yang terjadi. Peristiwa-peristiwa ini dipercepat oleh tingkat kelembaban.

Dalam hal mineral zat tertentu seperti besi mungkin bertindak sebagai

Page 9: BAB 2

13

katalisator bagi proses, sedangkan untuk bahan-bahan organis, peranan

bakteri dibutuhkan.

g. Reaksi kimiawi

Rekadi-reaksi kimiawi tertentu menghasilkan cukup panas dengan akibat

terjadinya kebakaran. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi seperti hydrogen

peroksida, klorat, borat dan lain-lain yang membebaskan oksigen pada

pemanasan dengan aktif meningkatkan proses oksidasi dan menyebabkan

terbakarnya bahan-bahan yang dapat dioksidasi. Sekalipun tidak ada panas

yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat mengakibaktan

terbakarnya zat-zat organik, terutama jika bahan organik terdapat dalam

bentuk pertikel atau jika kontak terus menerus dengan zat yang

mengoksidasi tersebut.

h. Peristiwa-peristiwa lain

Gesekan antara 2 benda menimbulkan panas, yang semakain banyak

menurunkan besaran koefisien gesekan. Manakala panas yang timbul lebih

besar dari kecepatan hilangnya panas ke lingkungan, kebakaran mungkin

terjadi seperti pada mesin yang kurang minyak atau gemuk.

2.4.4. Klasifikasi Kebakaran

Klasifikasi kebakaran adalah pengelompokan jenis-jenis kebakaran

berdasarkan jenis-jenis bahan yang terbakar. Tujuannya adalah untuk menentukan

cara dan media yang tepat dalam memadamkan kebakaran tersebut. Kebakaran

dibagi menjadi beberapa jenis atau kelas berdasarkan dari jenis bahan bakarnya

yang terbakar yaitu:

a. Kebakaran kelas A adalah kebakaran bahan biasa atau padat kecuali logam

yang mudah terbakar seperti kertas, kayu, pakaian, karet, plastik dan lain-

lain. Jika terjadi kebakaran kelas A maka dapat digunakan metode

pemadaman dengan cara pendinginan dengan air. Pemadaman dengan air

atau busa kelas A.

b. Kebakaran kelas B adalah kebakaran bahan cairan dan gas yang mudah

terbakar seperti minyak, bensin, solar, gas LPG, LNG dan lain-lain. Jika

Page 10: BAB 2

14

terjadi kebakaran kelas B maka metode pemadaman yang dapat digunakan

adalah:

a. Penutupan atau pelapisan atau penyelimutan

b. Pemindahan bahan bakar

c. Penurunan temperature.

c. Kebakaran kelas C adalah kebakaran yang diakibatakan dari kebocoran

listrik, konsleting termasuk peralatan bertenaga listrik. Jika terjadi

kebakaran kelas C metode pemadaman yang dapat digunakan adalah:

a. Pemadaman menggunakan bahan yang non konduksi listrik

b. Putuskan arus listrik dan padamkan seperti pemadaman kebakaran

kelas A atau kelas B.

d. Kebakaran kelas D kebakaran ini sangat jarang terjadi dan biasanya terjadi

pada logam seperti seng, magnesium, serbuk alumunium dan lain-lain.

Jika terjadi maka metode pemadamannya adalah pelapisan atau

penyelimutan dengan bahan pemadam khusus terutama bubuk kering

tertentu.

2.4.5 Bahaya Dalam Kebakaran

Bahaya kebakaran menurut SNI 03-1736-2000 adalah bahaya yang

diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api sejak

dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.

Sedangkan menurut Badan Meteorologi Dan Geofisika, Bahaya Kebakaran adalah

indikasi umum dari semua faktor yang mempengaruhi kemudahan terbakar,

penyebaran api, dan dampak fisik kebakaran, dan tingkat kesulitan pengendalian

kebakaran. Kelas-kelas bahaya kebakaran dikembangkan dari indeks cuaca

kebakaran.

Page 11: BAB 2

15

2.5 Sistem Proteksi Kebakaran

Sistem proteksi kebakaran dapat dikelompokkan atas dua bagian yaitu

sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Sistem proteksi aktif adalah sarana

proteksi kebakaran yang harus digerakkan dengan sesuatu untuk berfungsi

memadamkan kebakaran. Sebagai contoh, Hydrant pemadam dioperasikan oleh

persoil untuk dapat menyemprotkan air. Sistem proteksi kebakaran pasif adalah

sistem proteksi kebakaran yang menjadi kesatuan (inherent) atau bagian dari suatu

rancangan atau benda (Ramli, 2010).

2.5.1 Proteksi Kebakaran Pasif

Perangkat pasif dalam hal ini mencakup :

1) Perangkat hukum berupa surat keputusan atau kebijakan (AUSAID dan

BAPEDAL, 1998).

2) Prosedur tetap tanggap darurat kebakaran atau Standart Operating Procedure

(SOP) berupa ketentuan tentang urutan langkah yang harus dilakukan.

Tindakan (SOP) pada saat mengetahui kebakaran adalah :

a) Membunyikan alarm (pecahkan gelas manual alarm/push button/break

glass)

b) Memanggil dinas pemadam kebakaran

c) Berusaha memadamkan api dengan alat pemadam api jika aman untuk

melakukannya atau dengan hidran.

d) Melakukan evakuasi melalui rute yang aman dan singkat

e) Menuju ke titik temu untuk melaporkan diri (Ridley, 2004).

Selain itu juga perlu diperhatikan :

a) Pintu Darurat (Emergency Exit)

Sistem evakuasi adalah sarana dalam bentuk konstruksi dari bagian

bangunan yang dirancang aman sementara (minimal 1 jam) untuk jalan

menyelamatkan diri bila terjadi kebakaran bagi seluruh penghuni didalamnya

tanpa dibantu orang lain.

Menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia (2004), pintu darurat harus membuka keluar dan tidak boleh

Page 12: BAB 2

16

dikunci, petunjuk arah evakuasi harus terlihat jelas pada waktu dalam keadaan

gelap. Untuk menjamin keamanan minimal satu jam maka konstruksinya

harus dirancang tahan api dan dilengkapi sarana pengendalian asap dengan

tekanan udara positif (pressurized fan). Sedangkan menurut Instruksi Menteri

Tenaga Kerja Republik Indonesia No: Instansi 11/M/BW/1997 agar dilakukan

pengamatan jalur evakuasi, pintu keluar atau tangga darurat, apakah ada

rintangan yang dapat mengganggu, apakah ada penerangan darurat, panjang

jarak tempuh mencapai pintu keluar tidak melebihi 36 meter untuk risiko

berat, 30 meter untuk risiko sedang, 24 meter untuk risiko ringan (Instruksi

Menteri Tenaga Kerja No: Ins.11/M/BW/1997).

Di Amerika Serikat, organisasi NFPA telah membuat aturan yang

disebut Peraturan Keselamatan 101 (Life Safety Code 101), yang dipakai di

tempat kerja untuk membatasi: jumlah maksimum orang yang boleh berada

dalam suatu gedung, jumlah minimum jalan keluar pada suatu gedung,

persyaratan minimum untuk pintu, tangga, lerengan, penerangan, tanda-tanda,

rute evakuasi, dan daerah aman/korban.

Page 13: BAB 2

17

Tabel 2.1 Persyaratan-Persyaratan Penting dari Dokumen NFPATopik Persyaratan

Jumlah minimum pintu darurat 1. Minimum 2 pintu darurat untuk semua ruangan yang diatas tanah

2. Minimum 3 pintu darurat untuk ruangan berpenghuni antara 500 dan 1000 pekerja

3. Minimum 4 pintu darurat untuk ruangan dengan lebih dari 1000 pekerja

Jarak maksimum ke pintu darurat 1. 60 meter (200 kaki) untuk ruangan tanpa penyiram

2. 76 (250 kaki) meter untuk ruangan dengan penyiram

3. 122 meter (400 kaki) untuk ruangan tingkat dasar dengan penyiram dan ventilasi asap

Jarak maksimum antara jalan keluar jika jalan tersebut harus mengakomodasi 2 area kerja

15 meter (50 kaki)

Lebar minimum jalan keluar (gang menuju pintu darurat)

91 cm (36 inchi)

Lebar minimum pintu darurat 81 cm (32 inchi) untuk tiap pintu

Penerangan darurat pada jalan dan pintu darurat

1. Tes selama 30 detik harus dilakukan tiap 30 hari

2. Tes selama 90 detik harus dilakukan tiap 1 tahun

Tanda-tanda Semua pintu dan jalan keluar atau darurat harus ditandai

Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 2004.

b) Muster Area

Muster area adalah tempat berkumpul jika terjadi keadaan darurat.

Kondisi kritis dari penghuni bangunan dimana bahaya kebakaran terjadi

adalah bila temperatur melebihi 750C dan atau konsentrasi oksigen berada

dibawah 10% volume dan atau konsentrasi gas karbon monoksida (CO)

meningkat lebih dari 5000ppm (Petrokimia, 1998). Situasi dalam kejadian

kebakaran pada suatu bangunan akan melibatkan semua orang yang ada di

dalam bangunan, semua orang merasa terancam dalam bahaya dan ingin

menyelamatkan diri masing-masing. Ada kalanya yang sudah keluar di tempat

yang aman masih ada kemungkinan masuk kembali, apabila ada orang yang

(tamu/pengunjung) mereka lebih tidak familier dengan lingkungan setempat.

Page 14: BAB 2

18

Oleh karena itu dibutuhkan satu tempat yang bisa digunakan untuk berkumpul

para karyawan saat proses evakuasi jika terjadi keadaan darurat. Fungsinya

adalah untuk memudahkan identifikasi karyawan, apakah sudah lengkap atau

masih ada yang berada di dalam gedung (Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi, 2004).

Kebakaran berawal dari api yang kecil, jika api dapat ditangani pada

tahapan itu maka sejumlah besar kehancuran dan kerugian dapat dicegah.

Akan tetapi, para pekerja tidak perlu membuat dirinya berisiko dalam usaha

pemadaman, walaupun dalam tahapan yang kecil (Ridley, 2004).

2.5.2 Proteksi Kebakaran Aktif

Peralatan pencegahan kebakaran sangat berguna untuk penanggulangan

jika terjadi keadaan darurat (kebakaran). Karena itu, perusahaan (RS) harus

melakukan identifikasi dan menyediakan peralatan tersebut, dan memastikan

jumlahnya memadai. Peralatan-peralatan tersebut antara lain :

A. Detektor Kebakaran

Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya

kebakaran dan mengawali suatu tindakan. Alat untuk mendeteksi api ini disebut

detektor api (fire detector) yang dapat digolongkan beberapa jenis yaitu :

1) Detektor Asap (Smoke Detector)

Detektor asap merupakan sistem deteksi kebakaran yang mendeteksi

adanya asap. Menurut sifat fisiknya, asap merupakan partikel-partikel

karbon hasil pembakaran yang tidak sempurna. Keberadaan ini digunakan

untuk membuat suatu alat deteksi asap (Ramli, 2010).

Detektor asap dikelompokkan atas 2 jenis ionisasi dan photoelectric.

Sesuai dengan sifat tersebut, maka detektor asap sangat tepat digunakan di

dalam bangunan dimana banyak terdapat kebakaran kelas A yang banyak

menghasilkan asap. Namun kurang tepat digunakan untuk kebakaran

hidrokarbon atau gas (Ramli, 2010).

2) Detektor Panas (Heat Detector)

Detektor panas adalah peralatan dari detektor kebakaran yang dilengkapi

dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatic yang secara otomatis akan

Page 15: BAB 2

19

mendeteksi kebakaran melalui panas yang diterimanya (Ramli, 2010).

Detektor panas ini sangat sesuai ditempatkan di area dengan kelas

kebakaran kelas B atau cairan dan gas mudah terbakar seperti instalasi

minyak dan kimia (Ramli, 2010).

Jenis-jenis detektor panas antara lain :

a) Detektor suhu tetap

b) Detektor jenis peningkatan suhu

c) Detektor pemuaian (Ramli, 2010).

3) Detektor Nyala

Api juga mengeluarkan nyala (flame) yang akan menyebar ke sekitarnya.

Api mengeluarkan radiasi sinar infra merah dan ultra violet. Keberadaan

sinar ini dapat dideteksi oleh sensor yang terpasang dalam detektor. Sesuai

dengan fungsinya, detektor ini ada beberapa jenis yaitu :

a) Detektor infra merah (infrared detector)

b) Detektor Ultra violet (ultra violet detector)

c) Detektor foto elektris (photo electric detector) (Ramli, 2010).

Gambar 2.2. Detektor asap, panas, gas

B. Sistem Alarm Kebakaran (Fire Alarm)

Tiga Serangkai dalam sistem Fire Alarm terdiri dari Manual Call Point,

Indicator Lamp, dan Fire Bell. Disebut tiga serangkai, karena ketiganya biasa

dipasang di tembok berjajar ke bawah ataupun ditempatkan dalam satu plat metal

yang berada tepat di atas lemari hidran (selang pemadam api). 

Page 16: BAB 2

20

1) Manual Call Point (MCP)

Fungsi alat ini adalah untuk mengaktifkan sirine tanda kebakaran (Fire

Bell) secara manual dengan cara memecahkan kaca atau plastik transparan

di bagian tengahnya. Istilah lain untuk alat ini adalah Emergency Break

Glass. Di dalamnya hanya berupa saklar biasa yang berupa

microswitch atau tombol tekan. Salah satu aspek yang harus diperhatikan

adalah soal lokasi penempatannya. Terbaik jika unit ini diletakkan di

lokasi yang: 

a) Sering terlihat oleh banyak orang, 

b) Terlewati oleh orang saat berlarian ke luar bangunan, 

c) Mudah dijangkau. 

Untuk menguji fungsi alat ini tidak perlu dengan memecahkan kaca,

karena sudah tersedia tongkat atau kunci khusus, sehingga saklar bisa

tertekan tanpa harus memecahkan kaca. Kaca yang telanjur retak atau

pecah bisa diganti dengan yang baru.  Di beberapa tipe ada yang

dilengkapi dengan fungsi intercom (TEL). Petugas penguji dapat

melakukan komunikasi dengan penjaga di Panel Control Room dengan

memasukkan handset telepon ke dalam jack pada MCP. Seketika itu juga

telepon di panel akan aktif,sehingga kedua orang ini bisa saling

berkomunikasi. 

Gambar 2.3. Fire Emergency Break Class

Page 17: BAB 2

21

Gambar 2.4 Switch Base

2) Fire Bell

Fire Bell akan membunyikan bunyi alarm kebakaran yang khas. Suaranya

cukup nyaring dalam jarak yang relatif jauh. Tegangan output yang keluar

dari dari panel Fire Alarm adalah 24VDC, sehingga jenis Fire Bell

24VDC-lah yang banyak dipakai saat ini, sekalipun versi 12VDC juga

tersedia. Perlu diperhatikan dalam pemasangan Fire Bell (pada tipe Gong)

adalah kedudukan piringan bell terhadap batang pemukul piringan jangan

sampai salah. Jika tidak pas, maka bunyi bell menjadi tidak nyaring.

Aturlah kembali dudukannya dengan cermat sampai bunyi bel terdengar

paling nyaring. 

Gambar 2.5. Fire Bell Tipe Gong

3) Indicator Lamp

Indicator lamp adalah lampu yang berfungsi sebagai pertanda aktif-

tidaknya sistem Fire Alarm atau sebagai pertanda adanya kebakaran.

Alarm adalah lampu yang menunjukkan adanya power pada panel ataupun

menunjukkan trouble dan atau kebakaran. Di dalamnya hanya berupa

lampu bohlam (bulb) berdaya 30V/2W atau lampu LED berarus rendah.

Page 18: BAB 2

22

Oleh karena itu, dalam sistem yang normal (tidak pada saat kebakaran)

seyogianya lampu ini menyala (On). Sebaliknya apabila lampu mati, ya

tentu saja ada trouble pada power. Pada beberapa merk, indikasi kebakaran

dinyatakan dengan lampu indikator yang berkedip-kedip.

Gambar 2.6. Indicator Lamp

4) Remote Indicating Lamp

Berbeda dengan Indicator Lamp, maka Remote Indicating Lamp akan

menyala saat terjadi kebakaran. Ingat kembali pembahasan ini pada Judul

Bagian 1. Detector Heat atau Smoke yang akan dihubungkan dengan unit

ini harus ditempatkan pada Mounting Base 3-cabel. Lampu ini dipasang di

luar ruangan tertutup (closed room), seperti ruang panel listrik, ruang

genset, ruang pompa dan semisalnya, dengan maksud agar gejala

kebakaran di dalam dapat diketahui oleh orang di luar melalui nyala

lampu. Unit ini bisa juga dipasang di luar kamar hotel (sepanjang

hallway), rumah sakit dan ruangan yang sejenisnya.

Gambar 2.7. Remote Indicating Lamp

Page 19: BAB 2

23

C. Sprinkler

Menurut Ramli pada tahun 2010, sistem springkler terdiri dari rangkaian

pipa yang dilengkapi dengan ujung penyemprot (discharge nozzle) yang kecil

(sering disebut springkler head) dan ditempatkan dalam suatu bangunan. Jika

terjadi kebakaran maka panas dari api akan melelehkan sambungan solder atau

memecahkan bulb, kemudian kepala springkler akan mengeluarkan air. Jenis cara

kerja springkler yang baik dapat dikelompokkan menjadi sistem springkler pipa

basah dan sistem springkler pipa kering.

Gambar 2.8. Sprinkler

D. Hydrant

Hydrant merupakan sebuah terminal air untuk bantuan darurat ketika

terjadi kebakaran. Hydrant ini juga berfungsi untuk mempermudah proses

penanggulangan ketika bencana kebakaran melanda. Hydrant merupakan sebuah

fasilitas wajib bagi bangunan-bangunan publik seperti pasar tradisional maupun

modern, pertokoan, bahkan semestinya lingkungan perumahan pun harusnya ada

fasilitas Hydrant. Pada saat terjadi peristiwa kebakaran Fire Hydrant harus mudah

terlihat dan segera dapat dipergunakan.

Page 20: BAB 2

24

Gambar 2.9. Hydrant

National Fire Protection Association (NFPA) secara spesifik menyatakan

bahwa Fire Hydrant harus diwarnai dengan chrome yellow atau warna lain yang

mudah terlihat termasuk diantaranya white, bright red, chrome silver dan lime-

yellow, tetapi sebenarnya aspek terpenting adalah warna tersebut harus konsisten

terutama dalam satu wilayah tertentu.

NFPA menyarankan bahwa secara umum ada perbedaan secara fungsi antara Fire

Hydrant untuk kebutuhan perkotaaan (municipal system) dan kebutuhan pribadi

(private system) termasuk di dalamnya untuk pabrik, sehingga harus ada

perbedaan warna dan penandaan lainnya. Secara internasional warna violet (light

purple) telah dikembangkan sebagai warna untuk non-potable water.

Tabel 2.2 Warna Hydrant

SUPPLY BODY COLOR

Municipal System Chrome Yellow

Private System Red

Non-Potable System Violet (Light Purple)

Ciri penandaan lainnya adalah flow indicators, standar NFPA untuk

bonnets (topi Hydrant) dan caps (sumbat Hydrant) harus diwarnai sesuai dengan

indikasi kuatnya tekanan aliran Hydrant (20 p.s.i.) dan kode standarnya sbb :

Page 21: BAB 2

25

Gambar 2.10. Pilar Bewarna

Tabel 2.3 NFPA 291, Chap. 3

Class C Les Than 500 GPM Red

Class B 500-999 GPM Orange

Class A 1000-1499 GPM (3785 L/m) Green

1) Sistem Hydrant

Pada sistem ini dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian :

a) Hydrant Box

Hydrant Box ini dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa Indoor Hydrant

(terletak di dalam gedung) atau Outdoor Hydrant (terletak di luar gedung).

Untuk pemasangan Hydrant Box di dalam ruangan pada bagian atasnya

(menempel pada dinding) harus disertai pemasangan alarm bell. Pada

Hydrant Box terdapat gulungan selang atau lebih dikenal dengan istilah

Hose Reel.

Gambar 2.11 Indoor Hydrant Gambar 2.12 Outdoor Hydrant

Page 22: BAB 2

26

b) Hydrant Pillar

Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari PAM dan GWR gedung

disalurkan ke mobil Pemadam Kebakaran agar Pemadam Kebakaran dapat

menyiram air mobil ke gedung yang sedang terbakar. Alat ini diletakkan di

bagian luar gedung yang jumlahnya serta peletakannya disesuaikan dengan

luas gedung.

Gambar 2.13 Hydrant Pillar Satu Gambar 2.14 Hydrant Pillar Dua

Gambar 2.15 Hydrant Monitor Hand Opereted

Gambar 2.16 Hydrant Monitor Travelling Turret

Page 23: BAB 2

27

c) Siamese Connection

Alat ini memiliki fungsi untuk menyuplai air dari mobil Pemadam

Kebakaran untuk disalurkan ke dalam sistem instalasi pipa pencegahan

dan penanggulangan kebakaran yang terpasang di dalam gedung

selanjutnya dipancarkan melalui sprinkler–sprinkler dan Hydrant box di

dalam gedung. Alat ini diletakan pada bagian luar gedung yang jumlahnya

serta peletakannya disesuaikan dengan luas dan kebutuhan gedung itu

sendiri.

Gambar 2.17 Siamese Connection

2) Bagian Bagian Hydrant

a) Kunci Hydrant

Gambar 2.18 Hydrant Key

b) Nozzle Hydrant

Adalah alat yang digunakan pada selang Hydrant yang terpasang di

ujung selang untuk keluar air pada sistem Hydrant.

Page 24: BAB 2

28

Gambar 2.19 Nozzle (Pejal dan Spray)

Memiliki dua fungsi :

- Fungsi Jet yaitu di gunakan untuk melakukan upaya pemadaman

dengan 1 (satu) arah- Fungsi Spray yaitu di gunakan untuk

melakukan upaya pemadaman sekaligus sebagai alat pelindung diri

di karenakan peralatan tersebut dapat di putar ujung Nozlenya

sehingga bisa mengeluarkan air dalam bentuk payung

Gambar 2.20 Jet NozzleMemiliki dua ukuran :

- Untuk selang Hydrant dalam ruang gedung = Jet Nozle ukuran 1, 5"

- Untuk selang Hydrant luar gedung = Jet Nozle ukuran 2, 5"

Sifat penggunaanya yaitu secara Vertikal (searah )

c) Selang Hydrant

Gambar 2.21 Selang Hydrant

Page 25: BAB 2

29

Keuntungan Dan Kelemahan Menggunakan Hydrant

Hydrant digunakan pada saat :

1) Alat Pemadam Api Ringan sudah tidak bisa memadamkan api.

2) Aliran listrik sudah dimatikan/dipadamkan.

3) Jumlah personil sesuai dengan peralatan yang digunakan.

Keuntungan menggunakan Hydrant :

1) Mudah didapat dalam jumlah banyak.

2) Mudah diangkut dan dialirkan.

3) Daya serap terhadap panas besar.

4) Daya mengembang menjadi uap besar.

Kelemahan menggunakan Hydrant :

1) Tidak bisa untuk kebakaran listrik.

2) Untuk kebakaran minyak harus dengan cara spray dan teknik yang benar.

E. Alat Pemadam Api ringan (APAR)

Menurut Pedoman Sistem Manajemen PT. PAL Indonesia (SM PAL),

Nomor : 1 AS 001 pengertian alat pemadam api ringan disingkat APAR adalah

Alat Pemadam Api yang mudah dipindahkan atau diangkat, dengan jenis

karbondioksida, dry powder dan foam atau busa. Sedangkan menurut

Permenakertrans-RI No: Per.04/Men/1980 definisi dari alat pemadam api ringan

(APAR) ialah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk

memadamkan api pada mula terjadi kebakaran.

1) Jenis-jenis Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

Menurut Ramli pada tahun 2010 alat pemadam api ringan (APAR) terdiri

dari beberapa jenis, antara lain :

a) Jenis alat pemadam api ringan (APAR) menurut Penggerak

Alat pemadam api ringan (APAR) bertekanan (pressuirized)

Jenis alat pemadam api ringan (APAR) yang di dalamnya sudah diberi

tekanan dengan menggunakan gas yang berfungsi untuk menekan media

pemadam agar keluar dari tabung. alat pemadam api ringan (APAR) jenis

ini dirancang untuk jenis tepung kering atau jenis air. Gas yang digunakan

Page 26: BAB 2

30

biasanya jenis nitrogen yang bersifar iner dan tidak merusak bahan. Alat

ini dilengkapi dengan meteran untuk mengetahui tekanan di dalam tabung.

Alat pemadam api ringan (APAR) dengan tabung penekan (cartridge)

Di dalam tabung alat pemadam api ringan (APAR) ini terdapat tabung baja

kecil yang disebut cartridge berisi gas CO2 bertekanan tinggi. Pada waktu

dioperasikan, gas dari tabung ini akan terbuka sehingga gas memasuki

tabung dan menekan media pemadam sehingga keluar dari tabung. Jenis

ini digunakan pada alat pemadam api ringan (APAR) berisi tepung kering

(dry powder). Pada jenis tertentu, cartridge ditempatkan di luar tabung

pemadam sehingga lebih mudah diganti dan diperiksa.

b) Jenis alat pemadam api ringan (APAR) menurut Media Pemadam

Alat pemadam api ringan (APAR) bertekanan

Alat pemadam api ringan (APAR) berisi air bertekanan tersedia dalam

ukuran 2,5 galon (9,5) liter dengan nilai kemampuan pemadaman 2A. Alat

pemadam api ini mempunyai kemampuan hanya untuk kelas A. Alat

pemadam api ini biasanya bertekanan sampai 100 psi dan mempunyai

jarak semprot tertentu. Berat alat pemadam ini jira-kira 35 lb dalam

keadaan penuh, mempunyai daya semprot efektif kira-kira 40 feet (9-10

meter) dan waktu pemakaian sekitar 1 menit.

Efektif untuk jenis api kelas A: Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll. Air

merupakan salah satu bahan pemadam api yang paling berguna sekaligus

ekonomis.

Gambar 2.22. APAR jenis Air (Water Fire Extinguisher)

Page 27: BAB 2

31

Alat pemadam api ringan (APAR) karbondioksida

Alat pemadam api ringan (APAR) jenis karbondioksida tersedia dalam

ukuran dari 2,5-20 lb (1,2-9,1 kg) yang dapat dijinjing dan 50-150 lb untuk

yang memakai roda. Untuk yang dapat diangkat, nilai rating antara 1-

10B:C dan untuk memakai roda dari 10-20 B:C. Tipe alat pemadam ini

berisi cairan Co2 di bawah tekanan uapnya (vapour density). Lama

penyemprotan untuk alat yang dapat diangkat sekitar 8-30 detik dengan

jarak penyemprotan sekitar 3-8 feet (1-2,4 meter).

alat pemadam api ringan (APAR) berbahan CO2 sangat cocok untuk

peralatan ber-listrik dan api Kelas B. Kemudian kemampuan tingginya

yang tidak merusak serta efektif dan bersih yang sangat dikenal luas. CO2 

memiliki sifat non-konduktif dan anti statis. Karena gas ini tidak

berbahaya untuk peralatan dan bahan yang halus, sangat ideal untuk

lingkungan kantor yang modern, dimana minyak, solvent dan lilin sering

digunakan.

Gambar 2.23. APAR jenis CO2 (Carbon Dioxide)

Alat pemadam api ringan (APAR) bubuk kimia kering

Alat pemadam api ringan (APAR) bubuk kering tersedia dalam dua jenis

yaitu jenis bertekanan dan jenis cartridge. Untuk jenis tabung bertekanan,

sebagai bahan penekan digunakan udara kering atau nitrogen yang

dimampatkan bersama-sama media pemadam. Untuk jenis cartridge ada

yang ditempatkan ddi dalam tabung.

Page 28: BAB 2

32

Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll.),

kelas B (Bensin, Gas, Oil, Cat, Solvents, Methanol, Propane, dll) dan kelas

C (Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik, dll.).

Alat pemadam api ringan (APAR)  berbahan bubuk kering, sangat

serbaguna untuk melawan api Kelas A, B & C, serta cocok untuk

mengatasi resiko tinggi. Selain berguna dalam mengatasi bahaya listrik,

cairan mudah terbakar dan gas, bubuk juga efektif untuk kebakaran

kendaraan.

Gambar 2.24. APAR jenis Tepung Kimia (Dry Chemical Powder)

Alat pemadam api ringan (APAR) busa

Alat pemadam api ringan (APAR) jenis ini ada 2 macam AFFF (Aqueos

Film Forming Foam) dan busa kimia. Alat pemadam api AFFF berukuran

2,5 galon dengan kemampuan 3A:20B dan 33 galon dengan kemampuan

20A:160B.

Alat pemadam api ringan (APAR) berbahan busa, cocok untuk melawan

api Kelas A & B. Alat pemadam berbahan busa memiliki kemampuan

untuk mengurangi resiko menyalanya kembali api setelah pemadaman.

Setelah api dipadamkan, busa secara efektif menghilangkan uap

bersamaan dengan pendinginan api.

Alat pemadam api berbahan busa menyediakan kemampuan yang cepat

dan kuat dalam mengatasi api kelas A dan B. Sangat efektif terhadap

bensin dan cairan yang mudah menguap, membentuk segel api diatas

permukaan dan mencegah pengapian ulang. Ideal untuk penggunaan multi-

risiko.

Page 29: BAB 2

33

Gambar 2.25. APAR jenis Busa (Foam Liquid AFFF)

Alat pemadam api ringan (APAR) halon

Efektif untuk jenis api kelas A (Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll.)

dan C (Komputer, Panel Listrik, Genset, Gardu Listrik, dll.). Alat

Pemadam Api Otomatis yang berisi Clean Agent Halotron.  alat pemadam

api ringan (APAR) Otomatis ini menggunakan gas pendorong Argon, dan

alat pengukur tekanan dipasang di  alat pemadam api ringan (APAR)

Otomatis.

Gambar 2.26. APAR jenis Hallon (Thermatic Halotron)