BAB 1.

17
PROPOSAL STATUS GIZI DAN TINGKAT KECUKUPAN KONSUMSI ZAT BESI ANAK USIA 1-5 TAHUN DENGAN PENDEKATAN TEORI PRECEDE LAURENCE GREEN DAN HEALTH BELIEF MODEL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATAK BANYUWANGI 2015 OLEH : ATIK PRAMESTI WILUJENG NIM : 131314153026 PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

description

anemia anak

Transcript of BAB 1.

Page 1: BAB 1.

PROPOSAL

STATUS GIZI DAN TINGKAT KECUKUPAN KONSUMSI ZAT BESI ANAK USIA 1-5 TAHUN DENGAN PENDEKATAN TEORI PRECEDE

LAURENCE GREEN DAN HEALTH BELIEF MODEL

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLATAK

BANYUWANGI

2015

OLEH :

ATIK PRAMESTI WILUJENG

NIM : 131314153026

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2015

Page 2: BAB 1.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zat besi merupakan unsur yang sangat penting untuk membentuk

hemoglobin (Hb) (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Hingga saat ini di Indonesia

masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang Kalori protein), Kurang

vitamin A, Ganggun Akibat Kurang Yodium (GAKI) dan kurang zat besi yang

disebut Anemia Gizi. Saat ini salah satu masalah yang belum nampak

menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya adalah masalah

kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi (Wahyuni, 2004).

Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah kesehatan pada anak

Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus karena tidak saja berdampak

untuk saat ini tetapi juga masa mendatang (IDAI, 2011). Penyakit ini banyak

ditemukan di seluruh dunia. Tidak hanya di negeri yang sedang berkembang saja,

tetapi juga dinegeri yang sudah maju, terutama mengenai anak yang sedang

tumbuh (Latief., dkk, 2007). Defisiensi endemik zat besi, iodium dan vitamin A,

yang sejak lama sudah berada di urutan pertama dalam daftar status defisiensi di

seluruh dunia, telah menjadi persoalan utama dan mendapatkan perhatian yang

besar (Gibney, dkk, 2008). Defisiensi besi merupakan keadaan defisiensi

mikronutrien yang paling banyak ditemukan dan mengenai sepertiga penduduk

dunia (Hartono, 2008). Setiap kelompok usia anak rentan terhadap defisiensi besi

(DB). Kelompok usia yang paling tinggi mengalami DB adalah usia balita (0-5

tahun) sehingga kelompok usia ini menjadi prioritas pencegahan DB (IDAI,

2011).

Page 3: BAB 1.

Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi anemia defisiensi besi pada

anak balita sekitar 30% - 40%, pada anak sekolah 25% - 35%, hal ini disebabkan

oleh kemiskinan, malnutrisi, defisiensi vitamin A dan asam folat (WHO, 2008).

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2007 dari 1.000 anak

sekolah pada 11 provinsi di Indonesia menunjukan prevalensi anemia sebanyak

20% -25% dan jumlah anak yang mengalami defisiensi besi tanpa anemia jauh

lebih banyak (Asterina dkk, 2008). Berdasarkan Riskesdas 2013, anemia gizi besi

masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi pada anak

balita sebesar 28,1%, anak 5-14 tahun 26,4%. Studi masalah gizi mikro di 10

provinsi tahun 2006 masih dijumpai 26,3% balita yang menderita anemia gizi besi

dengan kadar haemoglobin (Hb) kurang dari 11,0 gr/dl, dan prevalensi tertinggi

didapat di Provinsi Maluku sebesar 36% (Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA

Kementerian Kesehatan RI 2013). Secara epidemiologi, prevalensi tertinggi

ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa kanak-kanak diantaranya karena

terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan tumbuh masa kanak-kanak

yang disertai  rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena penggunaan susu

formula dengan kadar besi kurang. Data SKRT tahun 2007 menunjukkan angka

kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak balita di Indonesia sekitar 40-

45%. Depkes menetapkan Cut of Point prevalensi anemia pada anak sekolah

sebagai batas masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yaitu > 20%. Menurut

WHO (2008), prevalensi anemia mencapai 40% maka tergolong masalah berat,

prevalensi 10-39% tergolong sedang dan kurang dari 10% tergolong masalah

ringan. Jadi berdasarkan kategori tersebut, prevalensi anemia di Indonesia

sekarang termasuk kategori sedang, tetapi tetap menjadi masalah kesehatan

Page 4: BAB 1.

nasional karena masih di atas angka cut of point prevalensi anemia (>20%). Dari

38 kabupaten/kota se Jawa Timur, hanya 6 (enam) kabupaten/kota yang mencapai

target pelayanan anak balita 83%. Begitu juga dengan angka capaian cakupan

Provinsi Jawa Timur (70,34%) yang masih di bawah target yang telah ditentukan

(Profil Dinas Kesehatan Jawa Timur, 2012).

Pada usia balita, prevalens tertinggi DB umumnya terjadi pada tahun kedua

kehidupan akibat rendahnya asupan besi melalui diet dan pertumbuhan yang cepat

pada tahun pertama. Angka kejadian DB lebih tinggi pada usia bayi, terutama

pada bayi prematur (sekitar 25-85%) dan bayi yang mengonsumsi ASI secara

eksklusif tanpa suplementasi (IDAI, 2011). Jumlah kasus gizi buruk yang

ditemukan pada tahun 2013 sebanyak 909 kasus, kasus gizi buruk yang ditemukan

ini 4,51% disebabkan karena BBLR, 15,7% sering sakit, 8,04 disebabkan

kemiskinan dan hampir 66,66% kemungkinan disebabkan karena pengetahuan ibu

dan keluarga masih kurang (Profil Dinas Kesehatan Banyuwangi 2015).

Penyebab utama anemia gizi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup

dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri dari

nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Defisiensi nutrisi bukanlah semata-

mata hanya karena kuantitasnya saja tetapi tidak jarang menyangkut

ketidakserasian dalam mengkomposisi nutrien secara optimal yang pada akhirnya

berdampak pada asupan gizi secara keseluruhan. Salah satu elemen mikronutrien

yang penting ialah besi (Fe). Kekurangan besi, apalagi bila telah menyebabkan

anemia terbukti memberikan pengaruh buruk bagi tumbuh kembang anak dan bayi

sampai remaja, khususnya dan segi prestasi dan kualitas hidup serta kinerja

sebagai sumber daya manusia di masa mendatang (IDAI, 2011). Khusus pada

Page 5: BAB 1.

anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan-lahan akan manghambat

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan, anak-anak akan lebih mudah

terserang penyakit karen penurunan daya tahan tubuh dan hal ini tentu akan

melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus (Wahyuni, 2004). Dengan

demikian kecukupan zat gizi menjadi hal utama yang dipenuhi oleh keluarga

(Akhmadi, 2009). Kekurangan besi akan memberikan dampak yang merugikan

terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler,

imunitas, dan perubahan tingkat seluler (Permono, dkk, 2010). Anemia defisiensi

besi dapat menurunkan konsentrasi belajar sehingga prestasi anak akan menurun

(Sediaoetomo,2006). Meningkatnya defisiensi zat gizi, maka muncul perubahan

biokimia dan rendahnya zat-zat gizi dalam darah berupa rendahnya kadar

hemoglobin, serum vitamin A dan karoten. Apabila keadaan ini berlangsung lama

akan terjadi perubahan fungsi tubuh yaitu kelemahan, pusing kelelahan dan

malnutrisi (Supariasa, 2002). Defisiensi besi dalam makanan merupakan salah

satu penyebab penting terjadinya anemia defisiensi besi. Pemasukan besi dalam

tubuh dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas besi dalam makanan. Hal ini dapat

terjadi pada orang yang mengkonsumsi makanan yang kurang beragam. Jumlah

besi dalam makanan di negara berkembang pada umumnya rendah sekitar 12-19

mg/hari, lebih rendah dari jumlah yang dianjurkan (Bakta M, 1995;Melisa L

2012).

Menurut Gibney (2008) prinsip dasar dalam pencegahan anemia karena

defisiensi zat besi adalah memastikan konsumsi zat besi secara teratur untuk

memenuhi kebutuhan tubuh dan untuk meningkatkan kandungan serta

bioavailabilitas zat besi dalam makanan. Pendidikan gizi pada keluarga dan

Page 6: BAB 1.

masyarakat merupakan hal yang penting dalam pencegahan anemia. Perlu

dijelaskan pada keluarga atau masyarakat tersebut bahwa kadar besi yang berasal

dari ikan, hati dan daging lebih tinggi dibandingkan kadar besi yang berasal dari

beras, gandum, kacang kedelai dan bayam. Asupan zat besi dari zat makanan

dapat ditingkatkan melalui dua cara. Pertama, pemastian konsumsi makanan yang

cukup mengandung kalori sebesar yang seharusnya dikonsumsi. Kedua,

meningkatkan makanan yang dapat membantu penyerapan zat besi dan

menghindarkan makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi (Arisman,

2004). Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi masih difokuskan pada

sasaran ibu hamil, sedangkan kelompok lainnya seperti bayi, anak balita, anak

sekolah dan buruh berpenghasilan rendah belum ditangani. Padahal dampak

negatif yang ditimbulkan anemia gizi pada anak balita sangatlah serius, karena

mereka sedang dalam tumbuh kembang yang cepat, yang nantinya akan

berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya. Mengingat mereka adalah

penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak. Penanganan

sdini mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan pembangunan (Wahyuni,

2004). Ibu merupakan anggota keluarga yang memiliki peran penting dalam

membantu anak memenuhi kebutuhan gizinya (Guha & Hazarika, 2006). Sebagai

salah satu upaya untuk mengevaluasi perilaku ibu dalam pemenuhan kebutuhan

zat besi anak usia 1-5 tahun dapat diidentifikasi dengan mengintegrasikan Model

PRECEDE-PROCEED dan Health Belief Model.

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Model

PRECEDE-PROCEED oleh Green dan Kreuter (2005, dalam Gilbert, Sawyer dan

dan McNeil, 2011) menjelaskan bahwa perilaku dipengaruhi tiga faktor yaitu

Page 7: BAB 1.

faktor predisposisi, faktor penguat dan faktor pemungkin. Faktor predisposisi

termasuk faktor internal. Faktor penguat dan faktor pemungkin sebagai faktor

eksternal. Aplikasi model PRECEDE-PROCEED oleh Hazavehei et al (2006)

menyatakan bahwa ada empat faktor penguat yang mempengaruhi perilaku ibu

dalam upaya mencegah anemia defisiensi besi pada anak usia 1-5 tahuan. Niat

berperilaku (behavior intention) masih merupakan suatu keinginan atau rencana.

Dalam hal ini, niat belum merupakan perilaku, sedangkan perilaku (behavior)

adalah tindakan nyata yang dilakukan. Intensi merupakan faktor motivasional

yang memiliki pengaruh pada perilaku, sehingga orang dapat mengharapkan

orang lain berbuat sesuatu berdasarkan intensinya (Ajzen 1988, 1991). Pada teori

Health Belief Model dimana model kepercayaan adalah suatu bentuk

pembelajaran dari model sosiopsikologis, munculnya model ini didasarkan pada

kenyataan bahwa berbagai problem kesehatan ditandai oleh kegagalan masyarakat

untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang

diselenggarakan oleh pemberi layanan. Apabila individu bertindak untuk melawan

atau mengobati penyakitnya ada empat variabel kunci yang terlibat dalam

tindakan tersebut yakni kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility),

manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakan melawan

penyakit (perceived benefit and barriers) dan hal yang memotivasi tindakan

tersebut (perceived seriousness) (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan pengambilan data yang peneliti lakukan di Puskesmas

Klatak Banyuwangi didapatkan data bahwa jumlah total balita di wilayah kerja

Puskesmas Klatak sebesar 217 anak, dengan jumlah balita yang mengalami

kurang gizi sebesar 188 anak dimana jumlah balita yang mengalami gizi kurang

Page 8: BAB 1.

paling banyak di desa Ketapang sebesar 82 balita. Kepala Puskesmas Klatak juga

menyatakan bahwa selama ini belum pernah dilakukan deteksi dini anemia gizi

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Klatak, selain itu kader gizi wilayah kerja

Puskesmas Klatak Banyuwangi juga menyatakan bahwa selama ini penanganan

balita yang mengalami kurang gizi masih sebatas pemberian PMT melalui

posyandu dan belum pernah dilakukan pendidikan kesehatan tentang pemenuhan

kebutuhan gizi pada balita terutama pendidikan kesehatan tentang kebutuhan gizi

mikronutrien bagi balita.

Bertolak dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan zat besi pada

anak usia 1-5 tahun dengan pendekatan teori Precede Laurence Green dan Health

Belief Model di wilayah kerja Puskesmas Klatak Banyuwangi 2015

1.2 Identifikasi Masalah

Gambar 1.1 Identifikasi masalah pada penelitian perilaku ibu dalam memenuhi kecukupan zat besi pada anak usia 1-5 tahun dengan pendekatan teori Precede Laurence Green dan Health Belief Model di wilayah kerja Puskesmas Klatak Banyuwangi 2015

Tingkat kecukupan zat besi anak usia 1-5 tahun

Perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi anak usia 1-5 tahun

Faktor Predisposisi

Keyakinan (HBM)

Usia, suku, Pengetahuan

1.Perceived Susceptibility

2. Perceived seriousness

3. Perceived Benefit

4. Perceived Barrier

Status Gizi anak usia 1-5 tahun

Page 9: BAB 1.

Menurut teori Precede Proceed yang diadaptasi dari konsep Lawrence

Green, perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya

aksi dan reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkungannya. Faktor perilaku

akan terjadi apabila ada rangsangan, sedangkan gaya hidup merupakan pola

kebiasaan seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan karena jenis

pekerjaannya mengikuti tren yang berlaku dalam kelompok sebayanya ataupun

meniru dari tokoh idolanya. Pada teori Health Belief Model dimana model

kepercayaan adalah suatu bentuk pembelajaran dari model sosiopsikologis,

munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa berbagai problem

kesehatan ditandai oleh kegagalan masyarakat untuk menerima usaha pencegahan

dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh pemberi layanan. Apabila

individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya ada empat variabel

kunci yang terlibat dalam tindakan tersebut yakni kerentanan yang dirasakan

(perceived susceptibility), manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami

dalam tindakan melawan penyakit (perceived benefit and barriers) dan hal yang

memotivasi tindakan tersebut (perceived seriousness) (Notoatmodjo, 2010).

1.3 Rumusan Masalah

1.3.1 Apakah ada hubungan pengetahuan, usia, suku dengan kelemahan yang

dirasakan (perceived susceptibility), keseriusan yang dirasakan (perceived

seriousness), manfaat yang dirasakan (perceived benefit), hambatan yang

dirasakan (perceived barrier) dalam perilaku ibu dalam memenuhi

kebutuhan gizi anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Klatak

Banyuwangi 2015

Page 10: BAB 1.

1.3.2 Apakah ada hubungan kelemahan yang dirasakan (perceived susceptibility),

keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), manfaat yang dirasakan

(perceived benefit), hambatan yang dirasakan (perceived barrier) dengan

perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi anak usia 1-5 tahun di

wilayah kerja Puskesmas Klatak Banyuwangi 2015

1.3.3 Apakah ada hubungan perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi dengan

status gizi anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Klatak

Banyuwangi 2015

1.3.4 Apakah ada hubungan perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi dengan

tingkat kecukupan zat besi anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas

Klatak Banyuwangi 2015

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Mengidentifikasi perilaku ibu dalam memenuhi kecukupan zat besi anak

usia 1-5 tahun dengan pendekatan teori Precede Lawrence Green dan Health

Belief Model di wilayah kerja Puskesmas Klatak Banyuwangi 2015

1.4.2 Tujuan Khusus

1). Mendeskripsikan pengetahuan, usia, suku, kelemahan yang dirasakan

(perceived susceptibility), keseriusan yang dirasakan (perceived

seriousness), manfaat yang dirasakan (perceived benefit), hambatan yang

dirasakan (perceived barrier) dan perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan

Page 11: BAB 1.

gizi anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Klatak Banyuwangi

2015

2). Menganalisis hubungan pengetahuan, usia, suku dengan kelemahan yang

dirasakan (perceived susceptibility), keseriusan yang dirasakan (perceived

seriousness), manfaat yang dirasakan (perceived benefit), hambatan yang

dirasakan (perceived barrier) dalam perilaku ibu dalam memenuhi

kebutuhan gizi anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Klatak

Banyuwangi 2015

3). Menganalisis hubungan perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi

dengan status gizi anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Klatak

Banyuwangi 2015

4). Menganalisis hubungan perilaku ibu dalam memenuhi kebutuhan gizi

dengan tingkat kecukupan zat besi anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja

Puskesmas Klatak Banyuwangi 2015

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai kerangka pengembangan ilmu

keperawatan kesehatan anak komunitas, khususnya memberikan masukan

dalam pengembangan model peningkatan perilaku ibu dalam pemenuhan

kebutuhan zat besi anak usia 1-5 tahun dengan Laurence Green Theory dan

Health Belief Model

1.5.2 Manfaat Praktis

Page 12: BAB 1.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pengembangan bagi

perawat anak komunitas dalam penyusunan strategi untuk meningkatkan

perilaku ibu dalam memenuhi kecukupan zat besi anak usia 1-5 tahun.