Bab 1
Transcript of Bab 1
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 1/16
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan
suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional.
Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
bersinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik
yang bersifat material maupun spritual. Untuk itu pemerintah harus berusaha
meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Salah
satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan
nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber
daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari
sumber-sumber pajak maupun non pajak.
Pada era otonomi daerah, setiap daerah memasuki era baru dalam penataan sistem
pemerintahan dan sistem perekonomian. Selaras dengan hal tersebut, pemerintah
telah menerbitkan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah yaitu
Undang -Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 2/16
2
Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dengan otonomi daerah,
diharapkan peran daerah dalam mendukung perekonomian nasional menjadi
semakin besar, karena kondisi perekonomian dan globalisasi cenderung menuntut
adanya peran aktif dari pemerintahan daerah untuk lebih banyak menggali potensi
daerahnya, serta memainkan peranan yang lebih besar dalam merangsang aktifitas
ekonomi daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa sumber
penerimaan daerah otonom terdiri atas :
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain pendapatan yang sah
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu
peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan
pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Sebagai salah satu
sumber penerimaan daerah yang tergolong dalam dana perimbangan, PBB
menjadi salah satu sumber penerimaan yang sangat berperan dalam pembiayaan
pembangunan di daerah.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 UU Nomor 33 Tahun 2004, pengalokasian
dana bagi hasil dari PBB adalah sebagai berikut:
1. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan
rincian sebagai berikut:
a. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke
rekening Kas Umum Daerah provinsi
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 3/16
3
b. 64,8% untuk daerah kabupaten; kota yang bersangkutan dan disalurkan
ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten dan kota, dan
c. 9% untuk biaya pemungutan
2. 10% bagian pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh
daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB
tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut:
a. 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota
b. 35% dibagikan secara insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang
realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan
sektor tertentu.
Bandar lampung sebagai kota yang memilki banyak aktivitas perekonomian,
menjadikan bandarlampung memiliki bangunan yang banyak untuk menjadi objek
Pajak Bumi bangunan. Di Bandar lampung PBB merupakan sumber penerimaan
yang cukup potensial apabila dimaksimalkan. Selama 5 tahun terakhir pendapatan
PBB yang berasal dari Bandar lampung memiliki rata-rata sebesar
Rp.3.060.274.758,-. Tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 1.1. Penerimaan dan Pertumbuhan Pajak Bumi dan Bangunan di
KPP Pratama Tanjung Karang Pusat tahun 2005-2009 ( juta
rupiah)
TAHUNPENERIMAAN PBB
(Juta Rupiah)
PERTUMBUHAN
(%)
2005 2.431,1
2006 2.814,9 15.7
2007 3.396,1 20.64
2008 3.476,2 2.36
2009 3.183,1 -8.43
Rata-rata 3.060,3
Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 4/16
4
Dari tabel diatas, kita dapat melihat bahwa penerimaan PBB yang disetorkan ke
KPP Pratama Tanjung Karang Pusat pada periode 2005 hingga 2009 cukup tinggi.
Perkembangan tersebut terus meningkat dari tahun 2005 hingga 2008, namun
pada tahun 2009, penerimaan PBB menurun sehingga menjadi sebesar 3.18
miliar rupiah. Sedangkan pada sisi pertumbuhannya, penerimaan PBB di Bandar
lampung terbilang terus menurun sejak tahun 2008. Selama periode pengamatan,
peningkatan hanya terjadi pada tahun 2006 dan 2007 dimana penerimaan PBB
naik sebesar 15.7 persen kemudian meningkat menjadi 20.64 persen di tahun
2007. Akan tetapi penerimaan PBB kembali menurun menjadi 2.36 persen,
bahkan pada tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat drastis yaitu sebesar -8.4
persen.
KPP Pratama Tanjung Karang Pusat merupakan salah satu dari 3 kantor
pelayanan pajak yang ada di Bandar Lampung. Cakupan wilayah pemungutan
pajaknya terdiri dari empat kecamatan yang juga menjadi empat wilayah sumber
pendapatan PBB yang ada di kota Bandar lampung yaitu Kecamatan Kemiling,
Tanjung Karang Barat, Tanjung Karang Pusat dan Tanjung Karang Timur.
Berikut rincian penerimaan PBB di empat kecamatan tersebut.
Tabel 1.2. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) per kecamatan
di Bandar Lampung 2005-2009 ( juta rupiah)
Wilayah Kecamatan 2005 2006 2007 2008 2009
Tanjung Karang Timur 945,4 1.118,8 1.388,2 1.422,1 1.516,9
Tanjung Karang Barat 278,7 307,1 351,3 378,2 240,8
Kemiling 240,9 323,3 364,2 385,9 164,1
Tanjung karang pusat 966,1 1.065,7 1.292,4 1.290,0 1.261,3
Jumlah 2.431,1 2.814,9 3.396,1 3.476,2 3.183,1
Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 5/16
5
Dari tabel diatas kita dapat menjelaskan bahwa perkembangan penerimaan PBB
secara keseluruhan memang dari tahun 2005 hingga 2009 terus meningkat,
kemudian kembali menurun. Begitu pula penerimaan PBB per kecamatan, untuk
Tanjung Karang Timur penerimaan pajak bumi bangunan masih menduduki
penerimaan PBB terbesar, selama lima tahun terakhir. Hingga pada tahun 2009
penerimaan PBB menjadi 1,51 miliar rupiah. Kemudian diikuti Tanjung Karang
Pusat sebesar 1,26 miliar rupiah. Kemudian Tanjung Karang Barat sebesar 240,8
juta rupiah, dan yang terendah adalah wialyah kecamatan Kemiling, yaitu sebesar
164 juta rupiah.
Dalam PBB, subjek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau
badan yang memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk
membayar pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak. Subjek pajak atau
wajib pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi untuk memiliki,
menguasai, dan memperoleh manfaat atas bangunan antara lain pemilik,
penghuni, penggarap, dan penyewa.
Apabila kita membicarakan mengenai penerimaan pajak, tak terlepas dari wajib
pajak. Untuk PBB, wajib pajak tercermin dari jumlah SPPT yang masuk terdata
pada kantor pelayanan pajak. Untuk wilayah Bandar Lampung, berikut disajikan
data jumah SPPT yang terdata pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat.
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 6/16
6
Tabel 1.3. Jumlah SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
Terdaftar pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat tahun
2005-2009 (jiwa)
Tahun Jumlah SPPT Pertumbuhan2005 32.366 -
2006 34.962 8.02%
2007 35.005 0.12%
2008 28.548 -18.44%
2009 18.994 -33.46%
Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010
Berdasarkan data pada tabel diatas, menerangkan bahwa jumlah SPPT Pajak
Bumi dan Bangunan yang terdaftar pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat dari
tahun 2005 hingga 2007 terus pengalami pertumbuhan yang positif yaitu sebesar
8,02% di tahun 2006 dan 0,12% pada tahun 2007. Namun pada tahun 2008
mengalami penurunan yakni menjadi 28.548 SPPT dengan angka pertumbuhan
-18.44 persen, namun penurunan terendah terjadi pada tahun 2009 yakni menjadi
18.994 SPPT dengan angka pertumbuhan sebesar -33.46 persen .
Apabila kita lihat pertumbuhan jumlah SPPT yang ada, maka kita dapat
menyimpukan bahwa angka pertumbuhan SPPT yang terdaftar pada KPP
Pratama Tanjung Karang Pusat mengalami fluktuatifitas dengan pertumbuhan
tertinggi terjadi di tahun 2006, dan pada tahun terakhir (2009), angka
pertumbuhan menjadi sangat kecil, bahkan minus yaitu sebesar -33.46%.
Meskipun tingkat penerimaan PBB selama lima tahun terakhir memberikan
sumbangan yang cukup besar, namun realisasi penerimaan PBB masih jauh
dibawah target yang ditetapkan pemerintah. Berikut data mengenai target jumlah
penerimaan PBB di Bandar lampung dari tahun 2005 hingga 2009
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 7/16
7
Tabel 1.4. Target, Realisasi Penerimaa n dan Jumlah SPPT Pajak Bumi
dan Bangunan pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat tahun
2005-2009 (juta rupiah)
TahunPenerimaan PBB SPPT
Target Realisasi Target SPPT Terdaftar
2005 3.545,3 2.431,1 52.891 32.366
2006 4.152,5 2.814,9 58.013 34.962
2007 5.080,6 3.396,1 59.827 35.005
2008 7.054,7 3.476,2 62.246 28.548
2009 6.920,4 3.183,1 62.818 18.994
Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010
Dari data diatas kita dapat melihat bahwa penerimaan PBB yang ada masih ada
dibawah target. Begitu pula dengan jumlah SPPT yang aktif membayar pajak
bumi bangunan masih rendah dari target SPPT yang ada di Bandar lampung.
Berdasarkan data pada tabel diatas, menerangkan bahwa target jumlah SPPT PBB
yang terdaftar pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat di Bandar lampung terus
meningkat setiap tahunnya, hingga pada tahun 2009 mencapai jumlah tertinggi
yakni sebanyak 62.818 SPPT. Meskipun target jumlah SPPT meningkat setiap
tahunnya, namun apabila kita lihat kenyataannya jumlah SPPT yang ada, ternyata
SPPT yang ada semakin menurun hingga pada tahun 2009 hanya berjumlah
18.994 SPPT.
Kemampuan masyarakat dalam membayar pajak erat hubungannya dengan
pendapatan yang diperoleh masyarakat, karena dengan pendapatannya masyarakat
dapat melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak. Selain untuk
membayar pajak, pendapatan yang diterima masyarakat digunakan untuk
investasi. Investasi yang dilakukan masyarakat umumnya dalam bentuk pemilikan
lahan baru, karena adanya kecenderungan pertambahan nilai lahan setiap
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 8/16
8
tahunnya akibat perkembangan daerahnya. Pertambahan jumlah lahan baru akan
menyebabkan peningkatan pajak yang akan dibayarkan oleh wajib pajak, dengan
begitu penerimaan PBB akan meningkat. Pendapatan masyarakat tercermin dari
tingkat pendapatan perkapita yang ada di daerah tersebut. Untuk melihat seberapa
besar tingkat pendapatan perkapita kota Bandar Lampung dapat dilihat dari tabel
di bawah ini :
Tabel 1.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita Kota Bandar
Lampung Tahun 2005-2009 (Ribu Rupiah)
Tahun PDRB Perkapita Pertumbuhan
2005 8.391,13 -
2006 10.421,96 24,20%
2007 12.960,51 24,36%
2008 16.564,74 27,81%
2009 20.477,09 23,62%
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa PDRB perkapita kota Bandar Lampung
selalu mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, yaitu selalu di atas
20%. Pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2008 yaitu 27,81% dan terendah
terjadi di tahun 2009 sebesar 23,62%. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Indikator in ijuga
menunjukkan bahwa telah terjadi upaya pembangunan ekonomi yang mampu
meningkatkan capaian nilai tambah berdasarkan kreatifitas masyarakat dalam
memanfaatkan sumber daya yang ada.
Selain dua faktor di atas, ada satu faktor lagi yang diangap mempengaruhi
besarnya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu tingkat inflasi. Inflasi
memiliki dampak yang cukup besar terhadap kondisi perekonomian. Perubahan
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 9/16
9
inflasi yang fluktuatif dan terus menerus akan mempengaruhi keseimbangan dan
stabilitas perekonomian secara global tidak terkecuali para pelaku ekonomi;
masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.
Inflasi merupakan gejala kenaikan harga secara umum dan terus menerus.
Besarnya inflasi ditentukan oleh besarnya kenaikan harga secara umum. Inflasi
dapat berakibat pada penurunan daya beli masyarakat dan kecenderungan ini akan
memperlambat pertumbuhan ekonomi. Inflasi juga menurunkan pendapatan riil
masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi kemampuan masyarakat dalam
kewajibannya membayar pajak. Perkembangan laju inflasi di kota Bandar
Lampung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1.6. Laju Inflasi kota Bandar Lampung tahun 2005-2009 (persen)
Tahun Laju Inflasi
2005 21,172006 6,03
2007 6,58
2008 14,82
2009 4,18
Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2009, Bank Indonesia
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa laju inflasi di Bandar Lampung
selam periode pengamatan cukup berfluktuatif. Tingkat inflasi yang cukup tinggi
terjadi di tahun 2005 dan 2008 yaitu sebesar 21,17% dan 14,82%. Sedangkan di
tahun 2006-2007 dan tahun 2009 tingkat inflasi cukup rendah yaitu berada di
bawah 10% dengan tingkat inflasi terendah terjadi di tahun 2009 yaitu sebesar
4,18%.
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 10/16
10
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Pendapatan
Perkapita, Tingkat Inflasi dan Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus KPP Pratama Tanjung Karang
Pusat)”
1.2. Permasalahan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis sumber pendapatan
daerah yang tergolong ke dalam pos dana perimbangan dimana hasil pemungutan
pajak dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pajak Bumi dan
Bangunan cukup potensial dalam membiayai pembangunan, karena pembagian
hasil dari penerimaan PBB sebagian besar dialokasikan kepada pemerintah
daerah. Melihat data penerimaan PBB di KPP Pratama Tanjung Karang Pusat
pada tabel 1, terdapat fluktuasi dalam penerimaan PBB selama tahun 2005-2009
dan pada akhir tahun periode pengamatan penerimaan PBB cenderung mengalami
penurunan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang
diangkat dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah pengaruh tingkat
pendapatan perkapita, tingkat inflasi dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di KPP Pratama Tanjung Karang Pusat pada
tahun 2005-2009”.
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 11/16
11
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pendapatan perkapita, tingkat inflasi dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Pratama Tanjung Karang Pusat periode 2005-
2009 dan seberapa besar pengaruhnya terhadap penerimaan PBB selama periode
penelitian tersebut
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:
1. Bagi Pemerintah
Penelitian ini merupakan gambaran tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan PBB, sehingga diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi pemerintah daerah Kota Bandar Lampung dalam
mengelola keuangan daerah dan mencari upaya -upaya dalam
meningkatkan penerimaan pajak khususnya PBB.
2. Bagi Penulis
Dapat mengetahui arti pentingnya pengetahuan tentang praktek
pemungutan pajak baik secara teori maupun secara praktek.
3. Bagi Peneliti lainnya
Diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan penelitian dimasa
yang akan datang.
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 12/16
12
1.5. Kerangka Pemikiran
Kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal merupakan dua hal yang saling
berhubungan guna menilai kemampuan daerah dalam menyediakan anggaran
belanjanya, oleh sebab itu, di era otonomi ini dengan segala daya dan kewenangan
yang besar selalu berupaya untuk menggali sumber yang berasal dari daerah
sebdiri. Berbagai jenis pajak dan retribusi daerah telah diadopsi dalam berbagai
kebijakan publik yang menurut daerah merupakan suatu strategi yang ampuh di
dalam meningkatkan kemampuan fiskal daerah (Ramli, 2005).
Selanjutnya ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu
berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, daerah otonom harus
memiliki kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan
sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Ketergantungan
kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga pendapatan
asli daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan yang terbesar, yang didukung
oleh kebijaksanaan Perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat
mendasar dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2000: 5).
Salah satu jenis pajak yang diharapkan menjadi sumber penerimaan daerah dalam
membiayai pembangunan adalah Pajak Bumi dan Bangunan. Menurut Undang-
Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 1 ayat 37
bahwa yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan adalah “ Pajak atas
bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 13/16
13
orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan”.
Kemampuan masyarakat dalam membayar pajak ditentukan oleh tingkat
pendapatan seseorang. Apabila pendapatan seseorang hanya mencukupi bahkan
tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya maka kewabijan
seseorang akan ditinggalkan. Salah satu kewajiban yang dimiliki seseorang atas
hak dan manfaat yang didapat dari penggunaan baik tanah maupun bangunan
adalah membayar pajak (Wicaksono, 2005:16). Dalam pasal 79 Undang-Undang
No. 28 tahun 2009 besarnya nilai jual objek pajak (NJOP) sebagai dasar
pengenaan PBB ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu
dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan wilayahnya. Penetapan
besarnya NJOP dilakukan oleh kepala daerah.
Indikator agregat ekonomi makro yang lazim digunakan untuk mengukur
kondisi perekonomian suatu wilayah tingkat propinsi atau kabupaten adalah
PDRB, sedangkan PDRB per kapita merupakan gambaran rata -rata pendapatan
yang dihasilkan oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau
daerah. PDRB per kapita diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB dengan
jumlah penduduk. Pendapatan perkapita menunjukkan kemampuan seseorang
untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, termasuk membayar pajak.
Kemampuan seseorang untuk membayar pajak dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu
tingkat pendapatan, jumlah kekayaan, dan besarnya pengeluaran konsumsi.
Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan, dan konsumsi seseorang, berarti
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 14/16
14
semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar pajak dan
berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak (Miyuto, 1993).
Inflasi merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap penerimaan
perpajakan. Dalam periode yang singkat, tingkat inflasi yang tidak terlalu tinggi
berpengaruh positif terhadap penerimaan perpajakan melalui naiknya nilai
nominal dari pendapatan pajak dan konsumsi. Akan tetapi, dalam jangka waktu
yang lebih panjang tingkat inflasi yang terlalu tinggi bisa berpengaruh negatif
terhadap penerimaan perpajakan melalui pengaruhnya terhadap kondisi ekonomi.
Berbagai kajian dan teoripun telah banyak dihasilkan oleh para ekonom sebagai
solusi dari persoalan inflasi. Teori Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi
disebabkan masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Dengan kata
lain, inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu besar. Oleh karena itu,
solusi yang harus diambil adalah dengan jalan mengurangi jumlah pengeluaran
agregat itu sendiri (bisa dengan mengurangi pengeluaran pemerintah atau dengan
meningkatkan pajak). Dari pernyataan di atas terlihat bahwa solusi dalam
persoalan inflasi dapat diatasi dengan meningkatkan penerimaan di sektor pajak.
Dari teori tersebut diharapkan pajak yang meningkat akan berdampak terhadap
berkurangnya jumlah pengeluaran agregat sehingga masyarakat dapat hidup
sesuai dengan batas kemampuan ekonominya.
Jika pajak meningkat menyebabkan tingkat inflasi yang menurun maka akan
berlaku sebaliknya, meningkatnya inflasi akan berdampak pada penurunan dalam
penerimaan pajak. Inflasi akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang dan
jasa, hal tersebut akan berpengaruh pada daya beli yang rendah (pengeluaran
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 15/16
15
agregat menurun) serta turunnya pendapatan riil masyarakat. Tingkat pendapatan
riil yang menurun akan menyebabkan turunnya kemampuan masyarakat dalam
melaksanakan kewajibannya, terutama dalam membayar pajak.
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran
pajak yang terutang, termasuk memungut atau memotong pajak tertentu. Dalam
PBB, subjek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau badan yang
memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk membayar pajak
sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak. Untuk pemungutan PBB, wajib
pajak tercermin dari jumlah Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT ) yang
masuk terdata pada kantor pelayanan pajak.
Menurut Rochmat Soemitro bahwa keberhasilan pelaksanaan PBB sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah wajib pajak, peraturan
perundang-undangan dan aparatur penetapan beserta aturan pelaksanaannya (Suri,
2004:14).
Pertumbuhan penduduk merupakan unsur penting yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Penduduk yang besar akan menggerakkan
berbagai kegiatan ekonomi dan merangsang tingkat output atau produksi agregat
yang lebih tinggi, dan pada akhimya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
yang didorong oleh pendapatan nasional. Insukindro (1994) menyatakan bahwa
peningkatan pendapatan nasional akan menaikkan NJOP, sehingga semakin tinggi
beban PBB yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Kenaikan NJOP juga dapat
menciptakan wajib pajak-wajib pajak baru, di mana masyarakat yang sebelumnya
5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 16/16
16
tidak ditetapkan sebagai wajib pajak pada akhirnya menjadi wajib pajak baru.
Oleh sebab itu, Insukindro menyimpulkan bahwa pertumbuhan jumlah wajib
pajak berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan PBB. Dengan
penjelasan tersebut nampak jelas bahwa pertumbuhan penduduk bila ditangani
secara serius akan menambah jumlah wajib pajak yang membayar pajak.
1.6. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah:
Diduga bahwa :
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita berpengaruh positif
terhadap tingkat penerimaan PBB.
2. Tingkat Inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat penerimaan PBB.
3. Jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan PBB.