Bab 1

16
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan  bersinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik yang bersifat material maupun spritual. Untuk itu pemerintah harus berusaha meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Salah satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari sumber-sumber pajak maupun non pajak. Pada era otonomi daerah, setiap daerah memasuki era baru dalam penataan sistem  pemerintahan dan sistem perekonomian. Selaras dengan hal tersebut, pemerintah telah menerbitkan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah yaitu Undang -Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang  Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Transcript of Bab 1

Page 1: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 1/16

 

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan

suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional.

Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

 bersinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik 

yang bersifat material maupun spritual. Untuk itu pemerintah harus berusaha

meningkatkan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Salah

satu aspek penunjang dalam keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan

nasional selain dari aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber 

daya lainnya adalah ketersediaan dana pembangunan baik yang diperoleh dari

sumber-sumber pajak maupun non pajak.

Pada era otonomi daerah, setiap daerah memasuki era baru dalam penataan sistem

 pemerintahan dan sistem perekonomian. Selaras dengan hal tersebut, pemerintah

telah menerbitkan peraturan perundang-undangan mengenai otonomi daerah yaitu

Undang -Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang

 Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang Nomor 

25 Tahun 1999 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Page 2: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 2/16

 

2

Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dengan otonomi daerah,

diharapkan peran daerah dalam mendukung perekonomian nasional menjadi

semakin besar, karena kondisi perekonomian dan globalisasi cenderung menuntut

adanya peran aktif dari pemerintahan daerah untuk lebih banyak menggali potensi

daerahnya, serta memainkan peranan yang lebih besar dalam merangsang aktifitas

ekonomi daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dijelaskan bahwa sumber 

 penerimaan daerah otonom terdiri atas :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain pendapatan yang sah

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang utama, karena itu

 peranan sektor pajak sangat besar, terutama untuk menunjang keberhasilan

 pembangunan pada tingkat nasional, regional, maupun lokal. Sebagai salah satu

sumber penerimaan daerah yang tergolong dalam dana perimbangan, PBB

menjadi salah satu sumber penerimaan yang sangat berperan dalam pembiayaan

 pembangunan di daerah.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 12 UU Nomor 33 Tahun 2004, pengalokasian

dana bagi hasil dari PBB adalah sebagai berikut:

1. Dana Bagi Hasil dari penerimaan PBB sebesar 90% untuk daerah dengan

rincian sebagai berikut:

a. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke

rekening Kas Umum Daerah provinsi

Page 3: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 3/16

 

3

 b. 64,8% untuk daerah kabupaten; kota yang bersangkutan dan disalurkan

ke Rekening Kas Umum Daerah kabupaten dan kota, dan

c. 9% untuk biaya pemungutan

2. 10% bagian pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh

daerah kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB

tahun anggaran berjalan, dengan imbangan sebagai berikut:

a. 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota

 b. 35% dibagikan secara insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang

realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan

sektor tertentu.

Bandar lampung sebagai kota yang memilki banyak aktivitas perekonomian,

menjadikan bandarlampung memiliki bangunan yang banyak untuk menjadi objek 

Pajak Bumi bangunan. Di Bandar lampung PBB merupakan sumber penerimaan

yang cukup potensial apabila dimaksimalkan. Selama 5 tahun terakhir pendapatan

PBB yang berasal dari Bandar lampung memiliki rata-rata sebesar 

Rp.3.060.274.758,-. Tersaji dalam tabel berikut:

Tabel 1.1. Penerimaan dan Pertumbuhan Pajak Bumi dan Bangunan di

KPP Pratama Tanjung Karang Pusat tahun 2005-2009 ( juta

rupiah)

TAHUNPENERIMAAN PBB

(Juta Rupiah)

PERTUMBUHAN

(%)

2005 2.431,1

2006 2.814,9 15.7

2007 3.396,1 20.64

2008 3.476,2 2.36

2009 3.183,1 -8.43

Rata-rata 3.060,3

Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010

Page 4: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 4/16

 

4

 

Dari tabel diatas, kita dapat melihat bahwa penerimaan PBB yang disetorkan ke

KPP Pratama Tanjung Karang Pusat pada periode 2005 hingga 2009 cukup tinggi.

Perkembangan tersebut terus meningkat dari tahun 2005 hingga 2008, namun

 pada tahun 2009, penerimaan PBB menurun sehingga menjadi sebesar 3.18

miliar rupiah. Sedangkan pada sisi pertumbuhannya, penerimaan PBB di Bandar 

lampung terbilang terus menurun sejak tahun 2008. Selama periode pengamatan,

 peningkatan hanya terjadi pada tahun 2006 dan 2007 dimana penerimaan PBB

naik sebesar 15.7 persen kemudian meningkat menjadi 20.64 persen di tahun

2007. Akan tetapi penerimaan PBB kembali menurun menjadi 2.36 persen,

 bahkan pada tahun 2009 terjadi penurunan yang sangat drastis yaitu sebesar -8.4

 persen.

KPP Pratama Tanjung Karang Pusat merupakan salah satu dari 3 kantor 

 pelayanan pajak yang ada di Bandar Lampung. Cakupan wilayah pemungutan

 pajaknya terdiri dari empat kecamatan yang juga menjadi empat wilayah sumber 

 pendapatan PBB yang ada di kota Bandar lampung yaitu Kecamatan Kemiling,

Tanjung Karang Barat, Tanjung Karang Pusat dan Tanjung Karang Timur.

Berikut rincian penerimaan PBB di empat kecamatan tersebut.

Tabel 1.2. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) per kecamatan

di Bandar Lampung 2005-2009 ( juta rupiah)

Wilayah Kecamatan 2005 2006 2007 2008 2009

Tanjung Karang Timur 945,4 1.118,8 1.388,2 1.422,1 1.516,9

Tanjung Karang Barat 278,7 307,1 351,3 378,2 240,8

Kemiling 240,9 323,3 364,2 385,9 164,1

Tanjung karang pusat 966,1 1.065,7 1.292,4 1.290,0 1.261,3

Jumlah 2.431,1 2.814,9 3.396,1 3.476,2 3.183,1

Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010

Page 5: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 5/16

 

5

Dari tabel diatas kita dapat menjelaskan bahwa perkembangan penerimaan PBB

secara keseluruhan memang dari tahun 2005 hingga 2009 terus meningkat,

kemudian kembali menurun. Begitu pula penerimaan PBB per kecamatan, untuk 

Tanjung Karang Timur penerimaan pajak bumi bangunan masih menduduki

 penerimaan PBB terbesar, selama lima tahun terakhir. Hingga pada tahun 2009

 penerimaan PBB menjadi 1,51 miliar rupiah. Kemudian diikuti Tanjung Karang

Pusat sebesar 1,26 miliar rupiah. Kemudian Tanjung Karang Barat sebesar 240,8

 juta rupiah, dan yang terendah adalah wialyah kecamatan Kemiling, yaitu sebesar 

164 juta rupiah.

Dalam PBB, subjek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau

 badan yang memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk 

membayar pajak sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak. Subjek pajak atau

wajib pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai

suatu hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi untuk memiliki,

menguasai, dan memperoleh manfaat atas bangunan antara lain pemilik,

 penghuni, penggarap, dan penyewa.

Apabila kita membicarakan mengenai penerimaan pajak, tak terlepas dari wajib

 pajak. Untuk PBB, wajib pajak tercermin dari jumlah SPPT yang masuk terdata

 pada kantor pelayanan pajak. Untuk wilayah Bandar Lampung, berikut disajikan

data jumah SPPT yang terdata pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat.

Page 6: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 6/16

 

6

Tabel 1.3. Jumlah SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang

Terdaftar pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat tahun

2005-2009  (jiwa)

Tahun Jumlah SPPT Pertumbuhan2005 32.366 -

2006 34.962 8.02%

2007 35.005 0.12%

2008 28.548 -18.44%

2009 18.994 -33.46%

Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010

Berdasarkan data pada tabel diatas, menerangkan bahwa jumlah SPPT Pajak 

Bumi dan Bangunan yang terdaftar pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat dari

tahun 2005 hingga 2007 terus pengalami pertumbuhan yang positif yaitu sebesar 

8,02% di tahun 2006 dan 0,12% pada tahun 2007. Namun pada tahun 2008

mengalami penurunan yakni menjadi 28.548 SPPT dengan angka pertumbuhan

-18.44 persen, namun penurunan terendah terjadi pada tahun 2009 yakni menjadi

18.994 SPPT dengan angka pertumbuhan sebesar -33.46 persen .

Apabila kita lihat pertumbuhan jumlah SPPT yang ada, maka kita dapat

menyimpukan bahwa angka pertumbuhan SPPT yang terdaftar pada KPP

Pratama Tanjung Karang Pusat mengalami fluktuatifitas dengan pertumbuhan

tertinggi terjadi di tahun 2006, dan pada tahun terakhir (2009), angka

 pertumbuhan menjadi sangat kecil, bahkan minus yaitu sebesar -33.46%.

Meskipun tingkat penerimaan PBB selama lima tahun terakhir memberikan

sumbangan yang cukup besar, namun realisasi penerimaan PBB masih jauh

dibawah target yang ditetapkan pemerintah. Berikut data mengenai target jumlah

 penerimaan PBB di Bandar lampung dari tahun 2005 hingga 2009

Page 7: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 7/16

 

7

Tabel 1.4. Target, Realisasi Penerimaa n dan Jumlah SPPT Pajak Bumi

dan Bangunan pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat tahun

2005-2009  (juta rupiah)

TahunPenerimaan PBB SPPT

Target Realisasi Target SPPT Terdaftar

2005 3.545,3 2.431,1 52.891 32.366

2006 4.152,5 2.814,9 58.013 34.962

2007 5.080,6 3.396,1 59.827 35.005

2008 7.054,7 3.476,2 62.246 28.548

2009 6.920,4 3.183,1 62.818 18.994

Sumber : KPP Pratama Tanjung Karang Pusat, 2010

Dari data diatas kita dapat melihat bahwa penerimaan PBB yang ada masih ada

dibawah target. Begitu pula dengan jumlah SPPT yang aktif membayar pajak 

 bumi bangunan masih rendah dari target SPPT yang ada di Bandar lampung.

Berdasarkan data pada tabel diatas, menerangkan bahwa target jumlah SPPT PBB

yang terdaftar pada KPP Pratama Tanjung Karang Pusat di Bandar lampung terus

meningkat setiap tahunnya, hingga pada tahun 2009 mencapai jumlah tertinggi

yakni sebanyak 62.818 SPPT. Meskipun target jumlah SPPT meningkat setiap

tahunnya, namun apabila kita lihat kenyataannya jumlah SPPT yang ada, ternyata

SPPT yang ada semakin menurun hingga pada tahun 2009 hanya berjumlah

18.994 SPPT.

Kemampuan masyarakat dalam membayar pajak erat hubungannya dengan

 pendapatan yang diperoleh masyarakat, karena dengan pendapatannya masyarakat

dapat melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak. Selain untuk 

membayar pajak, pendapatan yang diterima masyarakat digunakan untuk 

investasi. Investasi yang dilakukan masyarakat umumnya dalam bentuk pemilikan

lahan baru, karena adanya kecenderungan pertambahan nilai lahan setiap

Page 8: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 8/16

 

8

tahunnya akibat perkembangan daerahnya. Pertambahan jumlah lahan baru akan

menyebabkan peningkatan pajak yang akan dibayarkan oleh wajib pajak, dengan

 begitu penerimaan PBB akan meningkat. Pendapatan masyarakat tercermin dari

tingkat pendapatan perkapita yang ada di daerah tersebut. Untuk melihat seberapa

 besar tingkat pendapatan perkapita kota Bandar Lampung dapat dilihat dari tabel

di bawah ini :

Tabel 1.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita Kota Bandar

Lampung Tahun 2005-2009 (Ribu Rupiah)

Tahun PDRB Perkapita Pertumbuhan

2005 8.391,13 -

2006 10.421,96 24,20%

2007 12.960,51 24,36%

2008 16.564,74 27,81%

2009 20.477,09 23,62%

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung 

Dari data di atas, dapat dilihat bahwa PDRB perkapita kota Bandar Lampung

selalu mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya, yaitu selalu di atas

20%. Pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2008 yaitu 27,81% dan terendah

terjadi di tahun 2009 sebesar 23,62%. Hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi

 pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Indikator in ijuga

menunjukkan bahwa telah terjadi upaya pembangunan ekonomi yang mampu

meningkatkan capaian nilai tambah berdasarkan kreatifitas masyarakat dalam

memanfaatkan sumber daya yang ada.

Selain dua faktor di atas, ada satu faktor lagi yang diangap mempengaruhi

 besarnya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan yaitu tingkat inflasi. Inflasi

memiliki dampak yang cukup besar terhadap kondisi perekonomian. Perubahan

Page 9: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 9/16

 

9

inflasi yang fluktuatif dan terus menerus akan mempengaruhi keseimbangan dan

stabilitas perekonomian secara global tidak terkecuali para pelaku ekonomi;

masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.

Inflasi merupakan gejala kenaikan harga secara umum dan terus menerus.

Besarnya inflasi ditentukan oleh besarnya kenaikan harga secara umum. Inflasi

dapat berakibat pada penurunan daya beli masyarakat dan kecenderungan ini akan

memperlambat pertumbuhan ekonomi. Inflasi juga menurunkan pendapatan riil

masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi kemampuan masyarakat dalam

kewajibannya membayar pajak. Perkembangan laju inflasi di kota Bandar 

Lampung dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1.6. Laju Inflasi kota Bandar Lampung tahun 2005-2009 (persen)

Tahun Laju Inflasi

2005 21,172006 6,03

2007 6,58

2008 14,82

2009 4,18

Sumber : Laporan Perekonomian Indonesia tahun 2009, Bank Indonesia

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa laju inflasi di Bandar Lampung

selam periode pengamatan cukup berfluktuatif. Tingkat inflasi yang cukup tinggi

terjadi di tahun 2005 dan 2008 yaitu sebesar 21,17% dan 14,82%. Sedangkan di

tahun 2006-2007 dan tahun 2009 tingkat inflasi cukup rendah yaitu berada di

 bawah 10% dengan tingkat inflasi terendah terjadi di tahun 2009 yaitu sebesar 

4,18%.

Page 10: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 10/16

 

10

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk 

mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Pendapatan

Perkapita, Tingkat Inflasi dan Jumlah Wajib Pajak Terhadap Penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus KPP Pratama Tanjung Karang

Pusat)”

1.2. Permasalahan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis sumber pendapatan

daerah yang tergolong ke dalam pos dana perimbangan dimana hasil pemungutan

 pajak dibagi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pajak Bumi dan

Bangunan cukup potensial dalam membiayai pembangunan, karena pembagian

hasil dari penerimaan PBB sebagian besar dialokasikan kepada pemerintah

daerah. Melihat data penerimaan PBB di KPP Pratama Tanjung Karang Pusat

 pada tabel 1, terdapat fluktuasi dalam penerimaan PBB selama tahun 2005-2009

dan pada akhir tahun periode pengamatan penerimaan PBB cenderung mengalami

 penurunan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini adalah “ Bagaimanakah pengaruh tingkat

 pendapatan perkapita, tingkat inflasi dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di KPP Pratama Tanjung Karang Pusat pada

tahun 2005-2009”.

Page 11: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 11/16

 

11

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

 pendapatan perkapita, tingkat inflasi dan jumlah wajib pajak terhadap penerimaan

Pajak Bumi dan Bangunan di KPP Pratama Tanjung Karang Pusat periode 2005-

2009 dan seberapa besar pengaruhnya terhadap penerimaan PBB selama periode

 penelitian tersebut

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

1. Bagi Pemerintah

Penelitian ini merupakan gambaran tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi penerimaan PBB, sehingga diharapkan dapat menjadi

 bahan masukan bagi pemerintah daerah Kota Bandar Lampung dalam

mengelola keuangan daerah dan mencari upaya -upaya dalam

meningkatkan penerimaan pajak khususnya PBB.

2. Bagi Penulis

Dapat mengetahui arti pentingnya pengetahuan tentang praktek 

 pemungutan pajak baik secara teori maupun secara praktek.

3. Bagi Peneliti lainnya

Diharapkan dapat dipergunakan sebagai acuan penelitian dimasa

yang akan datang.

Page 12: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 12/16

 

12

1.5. Kerangka Pemikiran

Kebutuhan fiskal dan kemampuan fiskal merupakan dua hal yang saling

 berhubungan guna menilai kemampuan daerah dalam menyediakan anggaran

 belanjanya, oleh sebab itu, di era otonomi ini dengan segala daya dan kewenangan

yang besar selalu berupaya untuk menggali sumber yang berasal dari daerah

sebdiri. Berbagai jenis pajak dan retribusi daerah telah diadopsi dalam berbagai

kebijakan publik yang menurut daerah merupakan suatu strategi yang ampuh di

dalam meningkatkan kemampuan fiskal daerah (Ramli, 2005).

Selanjutnya ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu

 berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, daerah otonom harus

memiliki kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan

sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai

untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Ketergantungan

kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin sehingga pendapatan

asli daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan yang terbesar, yang didukung

oleh kebijaksanaan Perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat

mendasar dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2000: 5).

Salah satu jenis pajak yang diharapkan menjadi sumber penerimaan daerah dalam

membiayai pembangunan adalah Pajak Bumi dan Bangunan. Menurut Undang-

Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pasal 1 ayat 37

 bahwa yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan adalah “ Pajak atas

 bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh

Page 13: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 13/16

 

13

orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha

 perkebunan, perhutanan, dan pertambangan”.

Kemampuan masyarakat dalam membayar pajak ditentukan oleh tingkat

 pendapatan seseorang. Apabila pendapatan seseorang hanya mencukupi bahkan

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya maka kewabijan

seseorang akan ditinggalkan. Salah satu kewajiban yang dimiliki seseorang atas

hak dan manfaat yang didapat dari penggunaan baik tanah maupun bangunan

adalah membayar pajak (Wicaksono, 2005:16). Dalam pasal 79 Undang-Undang

 No. 28 tahun 2009 besarnya nilai jual objek pajak (NJOP) sebagai dasar 

 pengenaan PBB ditetapkan setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu

dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan wilayahnya. Penetapan

 besarnya NJOP dilakukan oleh kepala daerah.

Indikator agregat ekonomi makro yang lazim digunakan untuk mengukur 

kondisi perekonomian suatu wilayah tingkat propinsi atau kabupaten adalah

PDRB, sedangkan PDRB per kapita merupakan gambaran rata -rata pendapatan

yang dihasilkan oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau

daerah. PDRB per kapita diperoleh dari hasil pembagian antara PDRB dengan

 jumlah penduduk. Pendapatan perkapita menunjukkan kemampuan seseorang

untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, termasuk membayar pajak.

Kemampuan seseorang untuk membayar pajak dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu

tingkat pendapatan, jumlah kekayaan, dan besarnya pengeluaran konsumsi.

Semakin tinggi tingkat pendapatan, kekayaan, dan konsumsi seseorang, berarti

Page 14: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 14/16

 

14

semakin tinggi kemampuan orang tersebut untuk membayar pajak dan

 berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan pajak (Miyuto, 1993).

Inflasi merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap penerimaan

 perpajakan. Dalam periode yang singkat, tingkat inflasi yang tidak terlalu tinggi

 berpengaruh positif terhadap penerimaan perpajakan melalui naiknya nilai

nominal dari pendapatan pajak dan konsumsi. Akan tetapi, dalam jangka waktu

yang lebih panjang tingkat inflasi yang terlalu tinggi bisa berpengaruh negatif 

terhadap penerimaan perpajakan melalui pengaruhnya terhadap kondisi ekonomi.

Berbagai kajian dan teoripun telah banyak dihasilkan oleh para ekonom sebagai

solusi dari persoalan inflasi. Teori Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi

disebabkan masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Dengan kata

lain, inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu besar. Oleh karena itu,

solusi yang harus diambil adalah dengan jalan mengurangi jumlah pengeluaran

agregat itu sendiri (bisa dengan mengurangi pengeluaran pemerintah atau dengan

meningkatkan pajak). Dari pernyataan di atas terlihat bahwa solusi dalam

 persoalan inflasi dapat diatasi dengan meningkatkan penerimaan di sektor pajak.

Dari teori tersebut diharapkan pajak yang meningkat akan berdampak terhadap

 berkurangnya jumlah pengeluaran agregat sehingga masyarakat dapat hidup

sesuai dengan batas kemampuan ekonominya.

Jika pajak meningkat menyebabkan tingkat inflasi yang menurun maka akan

 berlaku sebaliknya, meningkatnya inflasi akan berdampak pada penurunan dalam

 penerimaan pajak. Inflasi akan menyebabkan kenaikan harga-harga barang dan

 jasa, hal tersebut akan berpengaruh pada daya beli yang rendah (pengeluaran

Page 15: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 15/16

 

15

agregat menurun) serta turunnya pendapatan riil masyarakat. Tingkat pendapatan

riil yang menurun akan menyebabkan turunnya kemampuan masyarakat dalam

melaksanakan kewajibannya, terutama dalam membayar pajak.

Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan

 perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran

 pajak yang terutang, termasuk memungut atau memotong pajak tertentu. Dalam

PBB, subjek pajak identik dengan wajib pajak, yaitu setiap orang atau badan yang

memenuhi ketentuan sebagai subjek pajak diwajibkan untuk membayar pajak 

sehingga secara otomatis menjadi wajib pajak. Untuk pemungutan PBB, wajib

 pajak tercermin dari jumlah Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT ) yang

masuk terdata pada kantor pelayanan pajak.

Menurut Rochmat Soemitro bahwa keberhasilan pelaksanaan PBB sangat

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah wajib pajak, peraturan

 perundang-undangan dan aparatur penetapan beserta aturan pelaksanaannya (Suri,

2004:14).

Pertumbuhan penduduk merupakan unsur penting yang dapat memacu

 pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Penduduk yang besar akan menggerakkan

 berbagai kegiatan ekonomi dan merangsang tingkat output atau produksi agregat

yang lebih tinggi, dan pada akhimya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

yang didorong oleh pendapatan nasional. Insukindro (1994) menyatakan bahwa

 peningkatan pendapatan nasional akan menaikkan NJOP, sehingga semakin tinggi

 beban PBB yang harus ditanggung oleh wajib pajak. Kenaikan NJOP juga dapat

menciptakan wajib pajak-wajib pajak baru, di mana masyarakat yang sebelumnya

Page 16: Bab 1

5/6/2018 Bab 1 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-1-559aba29d99b3 16/16

 

16

tidak ditetapkan sebagai wajib pajak pada akhirnya menjadi wajib pajak baru.

Oleh sebab itu, Insukindro menyimpulkan bahwa pertumbuhan jumlah wajib

 pajak berpengaruh positif dalam meningkatkan penerimaan PBB. Dengan

 penjelasan tersebut nampak jelas bahwa pertumbuhan penduduk bila ditangani

secara serius akan menambah jumlah wajib pajak yang membayar pajak.

1.6. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah:

Diduga bahwa :

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita berpengaruh positif 

terhadap tingkat penerimaan PBB.

2. Tingkat Inflasi berpengaruh negatif terhadap tingkat penerimaan PBB.

3. Jumlah wajib pajak berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan PBB.