bab 1-4 cardio.docx
Transcript of bab 1-4 cardio.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi. Banyak orang
yang menderita penyakit tersebut tetapi tidak menyadarinya. Penyakit ini berjalan
terus seumur hidup dan sering tanpa adanya yang khas selama belum ada
komplikasi pada organ tubuh. Hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan melainkan hanya dapat dikontrol, maka diperlukan ketelatenan dan
biaya yang cukup mahal. Saat ini, hipertensi menyerang paling tidak 24% orang
dewasa di Amerika Serikat dan sekitar 1 miliar orang di seluruh dunia serta
diperkirakan meningkat menjadi 1,6 miliar menjelang tahun 2025.1
Di Indonesia, hipertensi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
hingga kini belum ada pedoman penanganan maupun hasil penelitian yang
berskala nasional. Ujung tombak penanggulangan hipertensi terletak pada dokter
atau paramedis yang berada di sector pelayanan primer. Untuk itu, mereka perlu
diberi pelatihan, angka hipertensi di Indonesia rata-rata meliputi 17-21% dari
keseluruhan populasi orang dewasa. Artinya, 1 diantara 5 orang dewasa menderita
hipertensi, di Jakarta persentase hipertensi mencapai 19,9%. Diantara keseluruhan
kasus hipertensi 40-95% penyebabnya adalah faktor keturunan (hipertensi
primer), sedangkan 5% disebabkan faktor lainnya.1,2
Penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) sering kali tidak memberikan
tanda-tanda peringatan kepada kita, sehingga bisa menjadi pembunuh diam-diam
(sillent killer). Penyakit tekanan darah tinggi dapat membebani jantung dan
pembuluh darah secara berlebihan, sehingga mempercepat penyumbatan
pembuluh arteri yang disebut atherosclerosis, ini dapat mengarah kepada serangan
jantung, stroke, gagal jantung dan gagal ginjal.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi merupakan penyakit kronik degeneratif yang banyak dijumpai dalam
praktek klinik sehari-hari. Menurut Joint National Committe on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure tahun 2003, hipertensi adalah tekanan yang
lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya,
mempunyai rentang dari tekanan darah tinggi sampai maligna. Keadaan ini
dikategorikan sebagai primer/esensial (hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder,
terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat
diperbaiki.3
2.2. Etiologi
Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial (primer) dan
sekunder. Sebanyak 95 % hipertensi esensial dan hanya 5% yang penyebabnya
diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan pembuluh darah, dan kelainan
hormonal.3
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang
mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah:3
Faktor risiko, seperti diet dan asupan garam, stress, rasial, obesitas, merokok,
genetik
Sistem saraf simpatis
a. Tonus simpatis
b. Variasi diurnal
Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetap remodeling dari endotel, otot polos,
dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir
Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem rennin,
angiotensin dan aldosteron.
2
Hipertensi sekunder adalah tekanan darah tinggi yang penyebabnya
diketahui. Penyebabnya terdiri dari kelainan organik seperti penyakit ginjal,
kelainan pada korteks adrenal, kelainan endokrin-metabolik (sindroma cushing,
hiperaldosteronisme sekunder, feokromositoma, akromegali), koarktasio aorta,
dan toksemia gravidarum serta adanya pemakaian obat-obatan sejenis
kortikosteroid.3
2.3 Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi3
2.4 Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang
reversibel dan irreversibel. Faktor risiko yang irreversibel adalah usia, jenis
kelamin, etnis dan hereditas (genetik). Sedangkan faktor risiko yang bersifat
reversibel adalah prehipertensi, berat badan berlebih, kurang aktivitas, konsumsi
makanan yang mengandung natrium tinggi, merokok, dan sindroma metabolik.2,4
2.4.1 Usia
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya seiring
bertambahnya umur. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya hipertensi
meningkat. Tekanan sistolik meningkat sesuai dengan usia, sedangkan tekanan
diastolik tidak berubah mulai dekade ke-5. Hipertensi sistolik isolasi merupakan
jenis hipertensi yang paling ditemukan pada orang tua.2,4
3
2.4.2 Jenis kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Hingga usia 55 tahun lebih banyak ditemukan pada pria.
Namun setelah terjadi menopause (biasanya setelah usia 50 tahun), tekanan darah
pada wanita meningkat terus, hingga usia 75 tahun tekanan darah tinggi lebih
banyak ditemukan pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan karena
terdapatnya hormon estrogen pada wanita.2,4
2.4.3 Etnis
Penelitian klinis yang melibatkan sejumlah besar orang menunjukkan bahwa
orang keturunan Afrika atau Afro-Karibia memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi dibandingkan orang Kaukasia (berkulit putih). Hipertensi pada orang
keturunan Afrika lebih sensitif terhadap garam dalam pola makan, yang
diperkirakan berkaitan dengan sistem renin-angiotensin. Orang berkulit hitam
memiliki kadar renin yang lebih rendah.2,4
2.4.4 Hereditas
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan)
mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga
yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5
kali lipat.2
2.4.5 Pola makan
a. Mengkonsumsi garam dan lemak tinggi
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Garam
menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel
agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Lemak
trans (ditemukan pada makanan yang diproses, misalnya biskuit dan margarin)
dan lemak jenuh (ditemukan pada mentega, cake, pastry, biskuit, produk daging,
dan krim) telah terbukti dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.
Kolesterol yang terlalu tinggi dalam darah dapat mempersempit arteri, bahkan
dapat menyumbat peredaran darah.2,4
4
b. Jarang mengonsumsi sayur dan buah
Vegetarian mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pemakan daging
dan diet vegetarian pada penderita hipertensi dapat menurunkan tekanan darah.2,4
2.4.6 Gaya hidup
a. Olahraga tidak terarur
Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot
jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan
sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri.2,4
b. Kebiasaan merokok
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses atherosklerosis dan hipertensi.
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah
segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin
diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan
diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai
otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal
untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi.2,4
c. Mengonsumsi alkohol
Mengonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol perhari
meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan
mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui dengan jelas.
Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang, minum minuman
beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ lain.2,4
2.4.7 Obesitas
5
Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang
dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Berat badan
dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah,
terutama tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada
orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya
normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan
lebih.2,4
2.5 Patofisiologi
Tekanan dibutuhkan untuk mengalirkan darah dalam pembuluh darah yang
dilakukan oleh aktivitas memompa jantung (Cardiac Output) dan tonus dari arteri
(peripheral resisten). Faktor-faktor ini menentukan besarnya tekanan darah.
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi cardiac output dan resistensi perifer.
Hipertensi dapat terjadi karena kelainan dari salah faktor tersebut. 5
Gambar 1 Patofisiologi Hipertensi5
6
Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output
secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload)
atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh
dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara
meningkatkan resistensi perifer. Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat
menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh
darah dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output. 5
Teori terkini mengenai hipertensi :
- Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis (SNS)
1) Respons maladaptive terhadap stimulasi saraf simpatis.
2) Perubahan gen pada reseptor ditambah kadar katekolamin serum yang
menetap.
- Peningkatan aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron (RAA)
1) Secara langsung menyebabkan vasokonstriksi tetapi juga meningkatkan
aktivitas SNS dan menurunkan kadar prostaglandin vasodilator dan oksida
nitrat.
2) Memediasi kerusakan organ akhir pad jantung (hipertrofi), pembuluh
darah, dan ginjal.
7
3) Memediasi remodeling arteri (perubahan struktural pada dinding
pembuluh darah)
- Defek pada transport garam dan air
1) Gangguan aktivitas peptida natriuretik otak, peptida natriuretik atrial,
adrenomedulin, urodilatin, dan endotelin.
2) Berhubungan dengan asupan diet kalsium, magnesium, dan kalium yang
rendah.5,6
2.6 Manisfestasi Klinis
Hipertensi adalah penyakit yang biasanya tanpa gejala. Namun demikian,
secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan, yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.6
Retina merupakan bagian tubuh yang secara langsung bisa menunjukkan
adanya efek dari hipertensi terhadap arteriola (pembuluh darah kecil). Dengan
anggapan bahwa perubahan yang terjadi di dalam retina mirip dengan perubahan
yang terjadi di dalam pembuluh darah lainnya di dalam tubuh, seperti ginjal.
Untuk memeriksa retina, digunakan suatu oftalmoskop. Dengan menentukan
derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan beratnya hipertensi.6
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, maka dapat
menunjukkan gejala sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah,
dan pandangan menjadi kabur.6
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang rutin yang direkomendasikan sebelum memulai
terapi termasuk elektrokardiogram 12 lead, urinalisis, glukosa darah, dan
hematokrit, kalium serum, kreatinin, dan profil lipid (termasuk HDL kolesterol,
LDL kolesterol, dan trigliserida). Test tambahan termasuk pengukuran terhadap
ekskresi albumin atau albumin/ kreatinin rasio.3,6
Tabel 2 Pemeriksaan penunjang untuk skrening etiologi hipertensi 3,6
8
2.8 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. 3
2.9 Pencegahan
2.9.1 Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu usaha pencegahan predisposisi terhadap
hipertensi, belum terlihat adanya faktor yang menjadi risiko hipertensi, contoh
adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok, dengan melakukan
senam kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi. 7
2.9.2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya awal pencegahan sebelum seseorang
menderita hipertensi, dimana dilakukan penyuluhan faktor-faktor risiko hipertensi
terutama pada kelompok risiko tinggi. Tujuan pencegahan primer adalah untuk
mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan penyebab-penyebab
penyakit dan faktor-faktor risikonya.7 Upaya-upaya yang dilakukan dalam
pencegahan primer terhadap hipertensi antara lain:
1. Pola Makan yang Baik
a. Mengurangi asupan garam dan lemak tinggi7
9
Panduan terkini dari British Hypertension Society menganjurkan asupan
natrium dibatasi sampai kurang dari 2,4 gram sehari. Jumlah tersebut setara
dengan 6 gram garam, yaitu sekitar 1 sendok teh per hari. Mengurangi asupan
garam <100 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram garam) bisa menurunkan
TDS 2-8 mmHg. Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya
atherosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan
konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari
hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat
menurunkan tekanan darah. Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan
darah TDS/TDD 6/3 mmHg.
b. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah7
Sayur dan buah mengandung zat kimia tanaman (phytochemical) yang
penting seperti flavonoids, sterol, dan phenol. Mengonsumsi sayur dan buah
dengan teratur dapat menurunkan tekanan darah TDS/TDD 3/1 mmHg.
2. Perubahan Gaya Hidup
a. Olahraga teratur
Olahraga sebaiknya dilakukan teratur dan bersifat aerobik, karena kedua
sifat inilah yang dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga aerobik maksudnya
olahraga yang dilakukan secara terus-menerus dimana kebutuhan oksigen masih
dapat dipenuhi tubuh, misalnya jogging, senam, renang, dan bersepeda. Aktivitas
fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan
energi (pembakaran kalori). Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan sekurang-
kurangnya 30 menit perhari dengan baik dan benar. Melakukan olahraga secara
teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4-8 mmHg. Di usia tua, fungsi
jantung dan pembuluh darah akan menurun, demikian juga elastisitas dan
10
kekuatannya. Tetapi jika berolahraga secara teratur, maka sistem kardiovaskular
akan berfungsi maksimal dan tetap terpelihara.2
b. Menghentikan merokok
Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk
mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.2
c. Menghentikan konsumsi alkohol
Menghindari konsumsi alkohol bisa menurunkan TDS 2-4 mmHg.2
3. Mengurangi Kelebihan Berat Badan
Penurunan berat badan pada penderita hipertensi dapat dilakukan melalui
perubahan pola makan dan olahraga secara teratur. Menurunkan berat badan bisa
menurunkan TDS 5-20 mmHg per 10 kg penurunan BB.2,7
2.9.3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan hipertensi yang sudah pernah
terjadi untuk berulang atau menjadi berat. Pencegahan ini ditujukan untuk
mengobati para penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius dari
penyakit, yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian pengobatan. Dalam
pencegahan ini dilakukan pemeriksaan tekanan darah secara teratur dan juga
kepatuhan berobat bagi orang yang sudah pernah menderita hipertensi.7
2.9.4 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier yaitu upaya untuk mencegah timbulnya komplikasi
hipertensi.7
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Pada dasarnya penatalaksanaan atau pengobatan hipertensi meliputi terapi
farmakologik dan non farmakologik. Terapi non farmakologi antara lain dengan
modifikasi gaya hidup, berhenti merokok, mengurangi asupan natrium, olahraga
atau aktivitas fisik, seperti pada tabel di bawah ini.3
11
Dan terapi farmakologik ditentukan oleh jenis hipertensi berdasarkan faktor
resiko.10
Pilihan obat :
Hipertensi tanpa komplikasi : Diuretik, Beta bloker, penghambat kanal
kalsium.
Indikasi tertentu : Inhibitor ACE, penghambat reseptor, Angiostensin II, alfa
bloker, beta bloker, antagonis Ca, diuretic.
Indikasi yang sesuai :
(1) Diabetes mellitus type 1 dengan proteinuria : inhibitor ACE.
(2) Gagal jantung : inhibitor ACE, diuretic.
(3) Hipertensi sistolik terisolasi : diuretic, antagonis Ca, dihidropiridin kerja
lama.
(4) Infark miokard : beta bloker (non-ISA), inhibitor ACE (dengan disfungsi
sistolik).10,11
Setelah keberhasilan dalam mengontrol tekanan darah selama setahun,
terutama bila terjadi modifikasi gaya hidup yang bermakna, pasien hipertensi
tanpa komplikasi dapat dipertimbangkan untuk menjalani terapi pengurangan,
meliputi :
12
- Pengurangan obat harus dilakukan secara perlahan dengan tindak lanjut
yang ketat.
- Pasien harus selalu diperiksa secara teratur karena hipertensi dapat kembali
setelah beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah obat dihentikan.15
Terapi yang adekuat secara bermakna menurunkan risiko terjadinya
penyakit jantung, stroke, dan gagal jantung kongestif. Keberhasilan terapi
bergantung pada pendidikan pasien, pemilihan obat yang tepat, tindak lanjut yang
cermat, dan pembahasan strategi secara berulang bersama pasien.12
Gambar 2 Algoritma Penanggulangan Hipertensi12
13
Modifikasi Gaya Hidup
Obat hipertensi inisial
Dengan indikasi khusus
Obat-obatan untuk indikasi khusus
tersebut ditambah obat antihipertensi
(diuretic, ACEI, BB, CCB)
Tanpa indikasi khusus
Hipertensi tingkat I(sistolik 140-159
mmHg atau diastolik 90-99 mHg)
Diuretik golongan tiazid. Dapat
dipertimbangkan pemberian ACEI, BB, CCB atau kombinasi
Hipertensi tingkat II(sistolik > 160 mmHg
atau diastolik > 100 mHg)
Kombinasi dua obat. Biasanya diuretic
dengan ACEI atau BB atau CCB
2.11 Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan terjadi komplikasi serius pada organ-organ sebagai berikut,
yaitu:
a. Jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung
dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya,
yang disebut dekompensasi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa dan
menampung darah dari paru sehingga banyak cairan tertahan di paru maupun
jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau edema. Kondisi ini
disebut gagal jantung.6
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan risiko stroke. Tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Jenis stroke yang paling sering (sekitar 80% kasus) adalah stroke
iskemik. Stroke ini terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu. Otak
menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi. Stroke hemoragik (sekitar 20% kasus)
timbul saat pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah. Penyebab utamanya
adalah tekanan darah tinggi yang persisten.6
c. Ginjal
Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem
penyaringan di dalam ginjal, akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu
14
membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.6
2.12 Prognosis
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko yang
berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular selama 10 tahun
ke depan: (1) risiko rendah, kurang dari 15 %. (2) risiko menengah , sekitar 15-20
%. (3) risiko tinggi, lebih dari 20 %.12
Tabel 3 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis 12
Tabel 4 Prognosis12
15
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan meningkatnya
kadar tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau diastolik ≥90 mmHg.
Hipertensi dikelompokkan menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan hipertensi
sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya, sedangkan hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang
disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada organ lainnya yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah: Jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina atau infark
16
miokardium dan gagal jantung), otak (stroke atau transient ischemic attack),
penyakit ginjal kronis, penyakit arteri perifer dan retinopati.
Hipertensi adalah penyakit seumur hidup. Untuk hasil yang optimal,
diperlukan komitmen jangka panjang dalam modifikasi gaya hidup dan terapi
farmakologi. Gaya hidup yang baik mempengaruhi tingkat tekanan darah dan
mengurangi risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Tujuan farmakoterapi
adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
BAB IV
ANALISA KASUS
STATUS PASIEN
I. Identitas
Nama : Ny. H
Umur : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Lr. Syahmiddin No. 56 Lampaseh Kota
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Status : Menikah
17
Berat Badan : 58 kg
Tinggi Badan : 155 cm
BMI : 24,1 (Normoweight)
Tanggal Pemeriksaan : 8 Oktober 2014
II. Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri kepala
Keluhan Tambahan : Nyeri di tengkuk dan terasa tegang, jantung
berdebar, perut kembung, mual, muntah, gelisah
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri
kepala yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Nyeri kepala dirasakan pasien sudah
sejak ± 1 tahun yang lalu, nyeri kepala dirasakan hilang timbul, timbulnya
sesekali terutama saat pasien lelah beraktivitas dan akan hilang setelah pasien
beristirahat. Nyeri kepala dirasakan pasien menjalar hingga ke leher bagian
belakang. Leher pasien juga dirasakan sering nyeri dan tegang. Pasien juga
mengeluhkan jantung sering berdebar yang diikuti dengan rasa gelisah, perasaan
seperti itu dirasakan setiap kali akan pergi ke puskesmas, untuk memeriksakan
tekanan darahnya, dan berhubungan dengan masalah kesehatan. Selain itu pasien
sering merasakan perut kembung jika sudah telat makan sudah sejak 1 tahun yang
lalu, mual ada, muntah ada,
Pasien mengaku bahwa pasien sudah mengidap darah tinggi selama 1 tahun,
pasien mengaku bahwa tekanan darahnya paling tinggi yaitu 160. Pasien kontrol
tekanan darah rutin yaitu di puskesmas. Pasien mengatakan bahwa ke puskesmas
kembali jika pasien merasakan kepalanya sakit atau tengkuknya yang sakit atau
jika obat hipertensinya habis. Pasien mengaku bahwa tengkuknya sakit, nyeri
kepala jika tensinya tinggi. Gangguan BAK dan BAB disangkal. Riwayat sesak,
pandangan kabur, nyeri dada, dan bengkak pada kedua kaki disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien sudah menderita penyakit hipertensi sudah
sejak 1 tahun yang lalu, DM tidak ada, asma tidak ada, alergi tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu pasien menderita hipertensi, kakak dan abang
pasien menderita hipertensi juga
Family Genogram :
18
syarw ati,50
Simbol Genogram
Perempuan KematianIndividu
Laki-laki
hipertensi
Riwayat Pengobatan : Selama 1 tahun terakhir, pasien rutin berobat ke
puskesmas untuk mendapat obat hipertensi. Pasien selama ini mengkonsumsi
tablet Amlodipin 1x 5 mg, dan vitamin B1 3x1
Riwayat Kebiasaan Sosial : Pasien sering makan makanan yang mengandung lemak (santan kental) dan mengandung banyak garam, pasien juga jarang berolahraga.
III. Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 76 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu : 36,70C
Pemeriksaan General
Kepala : Normocephali
Mata : Ikterik (- /- ), Konjungtiva palpebra inferior pucat (- /- )
Telinga : normotia, serumen tidak ada
19
Hidung : napas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada
Mulut : T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : Simetris, Pembesaran KGB (-), TVJ R-2 cmH2O
Thorax depan
1. Inspeksi
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdomino-torakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Perkusi Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara utama Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Thorax belakang
1. Inspeksi
20
Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan : Abdomino-torakal
Retraksi : (-)
2. Palpasi
Stem Fremitus Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Normal Normal
Lap. Paru tengah Normal Normal
Lap. Paru bawah Normal Normal
3. Perkusi
Perkusi Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Sonor Sonor
Lap. Paru tengah Sonor Sonor
Lap. Paru bawah Sonor Sonor
4. Auskultasi
Suara utama Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru tengah Vesikuler Vesikuler
Lap. Paru bawah Vesikuler Vesikuler
Suara tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh (-), Wh (-) Rh (-), Wh (-)
Jantung:
I : Iktus cordis tidak terlihat di ICS VI LMCS
P : Iktus cordis teraba di ICS VI LMCS
P : Batas atas jantung ICS 2 LMCS
Batas kanan jantung LPSD
21
Batas kiri jantung 2 jari LMCS
A : HR : 76 x/ menit, bising (-), BJ I > BJ II
Abdomen:
I : simetris
P : Soepel, NT (-), Hepar, Lien, Ren tidak teraba
P : Timpani di seluruh lap. Abdomen
A: Peristaltik normal
Ekstremitas:
Superior : udem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)
Inferior : udem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-)
Status Neurologik
a. GCS : E4M6V5 = 15
b. Tanda Rangsang Meningeal : (-)
c. Peningkatan Tekanan Intra Kranial : (-)
d. Mata : pupil bulat isokor, Ø 3mm/ 3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+)
e. Motorik : dalam batas normal
f. Sensibilitas : dalam batas normal
g. Fungsi-fungsi luhur : dalam batas normal
h. Gangguan khusus : tidak dijumpai
I. Kesimpulan
A. Anamnesis
Nyeri kepala, leher tegang dan nyeri
jantung berdebar, perut kembung, mual, muntah, gelisah
Pasien memiliki riwayat hipertensi
B. Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan vital sign (tekanan darah
160/100 mmHg) dapat disimpulkan pasien mengalami
hipertensi derajat 2 sesuai dengan klasifikasi JNC 7
C. Pemeriksaan laboraturium
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan EKG
22
Alat tidak tersedia (tidak dilakukan)
IV. Diagnosa
Hipertensi grade II
V. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Amlodipine 1 x 5 mg
Non Medikamentosa
- Minumlah obat yang teratur dan kontrol tekanan darah yang rutin
- Makan-makanan tinggi protein, buah dan serat serta hindari makanan yang
berlemak
- Diet rendah garam
- Membiasakan gaya hidup sehat dengan olahraga yang sesuai
DALAM KEDOKTERAN KELUARGA
1. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut?
Hipertensi Stage II
2. Konfirmasi diagnosa pasien tersebut ?
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien mengeluh
nyeri kepala yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu. nyeri kepala dirasakan hilang
timbul, Nyeri kepala dirasakan pasien menjalar hingga ke leher bagian belakang.
Leher pasien juga dirasakan sering nyeri dan tegang. Kemudian dilakukan
pemeriksaaan vital sign didapatkan tekanan darah 160/100 mmHg. Pasien
mengaku sudah mengidap hipertensi sejak 1 tahun yang lalu.
3. Apa langkah berikutnya terhadap pasien ini?
Langkah berikutnya pada kasus ini adalah dengan melakukan pemeriksaan
lebih lanjut (penunjang) untuk membantu menegakkan diagnosis pada pasien serta
untuk menyingkirkan ada-tidaknya penyakit penyerta pada pasien ini.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pasien meliputi: pemeriksaan
EKG, ro thoraks, laboratorium seperti kadar kolesterol, trigeserida, LDL dan
HDL, dan pemeriksaan fungsi ginjal jika diperlukan.
4. Skrinning apa yang paling tepat pada kasus ini?
23
Skrining yang bisa dilakukan pada pasien ini adalah dengan mengevaluasi
gejala klinis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan laboratorium secara berkala.
Dengan skrining yang tepat seorang dokter dapat memprediksi perburukan apa
yang mungkin terjadi kepada pasien dan dan tatalaksananya.
5. Faktor risiko yang terdapat pada kasus ini?
Adapun faktor resiko terjadinya hipertensi pada pasien ini adalah pola hidup
pasien yang tidak sehat yaitu kebiasaan makan makanan berlemak, diet tinggi
garam, dan jarang berolahraga. Pasien juga memiliki faktor resiko herediter, ibu,
kakak dan abang pasien mengidap hipertensi.
6. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini ?
a. Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian
pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari
perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri
disfungsi diastolik, dan gagal jantung.
b. Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik
otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik.
Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan
tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi
menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemoragik.
c. Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi
pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus
130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.
7. Apa penatalaksanaan komprehensif terbaik untuk kasus ini ?
Dengan berbagai komplikasi yang dapat timbul, hipertensi sering disebut juga
dengan silent killer. Oleh karena itu, sebagai dokter keluarga yang nantinya akan
bertindak sebagai dokter layanan primer untuk memahami dan dapat memberikan
pelayanan secara holistik terhadap kasus hipertensi ini. Seperti yang kita ketahui,
bahwa pelayanan holistik tidak hanya meliputi pelayanan secara kuratif
(medikamentosa) tetapi juga meliputi pelayanan preventif (pencegahan) pada
pasien maupun keluarga pasien yang beresiko menderita hipertensi.
A. Efek Penyakit Terhadap Keluarga
24
Adanya hubungan yang baik antar anggota keluarga pasien serta keluarga yang
sangat mendukung kesehatan pasien dapat membuat suasana keluarga yang sehat
jasmani dan rohani dan prognosisnya baik untuk pasien maupun keluarganya.
B. Efek Keluarga Terhadap Penyakit dan Penatalaksanaannya
Peran keluarga sangat besar khususnya suami dan anak pasien. Peran keluarga
sudah baik, terlihat saat melakukan kunjungan sang anak memperhatikan pasien
dengan mengunjungi dokter untuk berkonsultasi. Selain itu, pengawasan terhadap
konsumsi obat telah dilakukan dengan baik. Peran keluarga sudah cukup baik
terutama pasien yang sering diingatkan agar istirahat teratur, makan dikontrol, dan
tidak lupa untuk minum obat. Peran lainnya ialah dengan mengontrol pola makan
pasien yang terkadang sulit mengikuti anjuran diet dari dokter. Akan tetapi
terkadang sulit untuk menyesuaikan jenis makanan pasien dengan keluarga
lainnya. Hal inilah yang menjadi kendala. Pasien dan keluarga memiliki kesadaran
untuk memeriksakan diri secara tepat dan tidak menunda penyakit sampai parah.
Keadaan sosialisasi pasien dengan kerabat masyarakat sekitar cukup baik. Hal ini
dapat menjadi salah satu faktor positif bagi kesehatan pasien.
C. Pelayanan Pendekatan Kedokteran Keluarga
Dokter keluarga adalah dokter yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tingkat personal, menyeluruh, dan berkesinambungan kepada pasien. Dalam hal
pendekatan kedokteran keluarga pada kasus ini, dokter harus menggali informasi
yang lengkap dan maksimal tentang riwayat penyakit, faktor risiko dan status
kesehatan keluarga pasien termasuk status sosial ekonomi. Dilakukan pendekatan
sesuai dengan teori Bloom, yang memandang status kesehatan seseorang karena
dipengaruhi faktor-faktor seperti genetik, lingkungan, tingkah laku dan fasilitas
pelayanan kesehatan.
Hal yang paling penting dalam kasus ini adalah dokter harus mencari etiologi
dan faktor risiko yang dimiliki pasien terkait penyakit yang dialaminya, untuk
kemudian menentukan etiologi atau faktor risiko apa yang paling mungkin dan
paling mendekati sebagai penyebab pada pasien. Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah dan meminimalisir kekambuhan dan tingkat keparahan penyakit.
25
Setelah penyebab ditemukan, maka dapat dilakukan penatalaksanaan yang sesuai
dan memodifikasi gaya hidup serta menghindari hal-hal yang dapat mencetuskan
penyakitnya.
Hal yang paling penting adalah dokter keluarga harus mampu untuk melakukan
management promotif dan preventif dalam menangani kasus ini.
PROMOTIF
Promotif merupakan suatu tindakan yang lebih memberikan informasi -
informasi sebagai edukasi mengenai kesehatan, termasuk masalah penyakit,
sehingga keluarga mengetahui bahaya-bahaya dari suatu penyakit dan bagaimana
cara menghindari dan mengatasinya termasuk tindakan preventifnya yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan anggota keluarga. Tindakan
promotif yang dapat dilakukan adalah :
- Menjelaskan tentang hipertensi itu penyakit seperti apa pada keluarganya,
terutama mengenai apa penyebabnya, apa akibatnya, bagaimana cara
mengobati dan pencegahannya.
- Edukasi kepada keluarga pasien mengenai masalah-masalah yang dapat
memunculkan penyakit-penyakit tersebut dan bagaimana cara mengatasinya
- Melakukan penyuluhan kepada keluarga di lingkungan sekitarnya mengenai
pola hidup yang sehat agar terhindar dan bagaimana cara mengontrol hipertensi
PREVENTIF
Tindakan preventif merupakan tindakan atau program yang dilakukan untuk
mencegah agar tidak terjadi penyakit. Berbagai tindakan preventif yang bisa
dilakukan seperti melakukan pengawasan faktor risiko. Pada hipertensi, tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
Mengurangi konsumsi garam dalam makanan
Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium.
Kalium, magnesium dan kalsium mampu mengurangi tekanan darah tinggi.
Olahraga secara teratur bisa menurunkan tekanan darah tinggi. Jika menderita
tekanan darah tinggi, pilihlah olahraga yang ringan seperti berjalan kaki,
bersepeda, lari santai, dan berenang. Lakukan selama 30 hingga 45 menit
sehari sebanyak 3 kali seminggu.
26
Makan sayur dan buah yang berserat tinggi seperti sayuran hijau, pisang,
tomat, wortel, melon, dan jeruk.
Jalankan terapi anti stres agar mengurangi stres dan mampu mengendalikan
emosi.
Berhenti merokok juga berperan besar untuk mengurangi tekanan darah tinggi
atau hipertensi.
Kendalikan kadar kolesterol.
Kendalikan diabetes jika sudah terkena.
Hindari obat yang bisa meningkatkan tekanan darah.
KURATIF
Tindakan kuratif adalah mengobati suatu penyakit dan komplikasi. Pengobatan
untuk hipertensi :
1. Terapi Non-farmakologi
a. Penurunan Berat Badan (pelihara berat badan normal BMI 18,5 – 24,9)
b. Adopsi pola makan DASH (Dietary approach to stop hypertension) yang
kaya akan kalsium dan kalium dan rendah natrium. Diet yang kaya dengan
buah, sayur, dan produk susu rendah lemak
c. Olahraga secara teratur
d. Berhenti merokok
2. Terapi farmakologi
Ada 9 kelas obat antihipertensi. Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim
konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan
antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik
sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien
dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini.
Golongan Obat anti-hipertensi :
1) Diuretik
2) Calsium Channel Blocker
3) Antagonis aldosteron
4) ACE inihibitor
5) Penyekat reseptor angiotensin
27
6) Beta blocker
7) Antagonis kalsium
REHABILITATIF
Tindakan rehabilitatif adalah program untuk meminimalisasi dampak suatu
penyakit. Pada kasus di skenario dapat dikatakan tindakan rehabilitatif yang
penting adalah untuk mencegah komplikasi dari penyakit Ibu yakni hipertensi,
tindakan yang dapat diberikan adalah :
Kontrol Penyakit ke dokter minimal sebulan sekali
Monitoring :
o Tekanan darah
o Kerusakan target organ : jantung, ginjal, mata, otak dll
o Interaksi obat dan efek samping
o Kepatuhan (adherence)
D. Perencanaan Penanganan Kasus Pada Pasien
Dokter Keluarga harus memberikan saran yang komprehensif terkait
hipertensi yang dialami pasien. Saran tersebut mencakup edukasi tentang tindakan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif baik mengenai faktor risiko,
perjalanan penyakit, pemeriksaan yang dilakukan, penanganan yang diberikan
maupun edukasi tentang keadaan sosial ekonomi pasien. Perlu disampaikan
kepada keluarga bahwa keberhasilan dalam penatalaksanaan penyakit pasien juga
bergantung pada motivasi dan perhatian keluarga.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Sirait, A. M. dan Woro Riyadina. 1999. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan Lanjut Usia. Jurnal Epidemiologi Indonesia.
2. Sugiharto, A. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada
Masyarakat. http://eprints.undip.ac.id/16523/1/Aris_Sugiharto.pdf
3. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560–72.
4. Palmer, A. dan Bryan Williams. 2007. Tekanan Darah Tinggi. Erlangga. Jakarta
5. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition. Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins:2006
29
6. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17th edition. New York: McGrawHill:2008
7. Sianturi, E. 2004. Strategi Pencegahan Hipertensi Esensial Melalui Pendekatan Faktor Risiko di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan. Program Magister Epidemiologi Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana USU. Medan
8. The National Collaborating centre for Chronic Conditions. 2004. Hypertension: management of hypertension in adults in primary care. NICE Clinical Guideline 18
9. World Health Organization (WHO)/International Society of Hypertension (ISH) statement on management of hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992
10. Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Ed.13. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC; 2000.(3).h.1128-39.
11. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.4. Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.h.1503-4.
12. Chobanian AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003 May 21;289(19):2560–72
30