BA B II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.polban.ac.id/files/disk1/166/jbptppolban-gdl... · 2018. 2. 21. ·...
Transcript of BA B II TINJAUAN PUSTAKAdigilib.polban.ac.id/files/disk1/166/jbptppolban-gdl... · 2018. 2. 21. ·...
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Jembatan
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu struktur konstruksi yang
memungkinkan untuk rute atau jalur transportasi melalui sungai, danau, kali, jalan
raya, jalan Kereta Api (KA) dan lain-lain. Jembatan berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan.
Menurut Azwaruddin (2008: 32), jembatan dapat dikelompokkan menjadi beberapa
jenis, yaitu:
1. Menurut Fungsi
Jenis jembatan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Jembatan Jalan Raya (Highway Bridge)
b. Jembatan Kereta Api (Railway Bridge)
c. Jembatan Pejalan Kaki atau Penyeberangan (Pedestrian Bridge)
d. Jembatan Darurat
2. Menurut Lokasi
Jenis jembatan berdasarkan lokasinya dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Jembatan Di Atas Jalan Raya (Fly Over)
b. Jembatan Di Atas Sungai Atau Danau
c. Jembatan Di Atas Lembah
d. Jembatan Di Dermaga (Jetty)
e. Jembatan Di Atas Saluran Irigasi/Drainase (Culvert)
3. Menurut Bahan Konstruksi
Jenis jembatan berdasarkan bahan konstruksinya dapat dibedakan sebagai
berikut.
a. Jembatan Komposit (Compossite Bridge)
b. Jembatan Kayu (Log Bridge)
c. Jembatan Beton (Concrete Bridge)
d. Jembatan Beton Prategang (Prestressed Concrete Bridge)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-2
e. Jembatan Pasangan Batu dan Batu Bata
f. Jembatan Baja (Steel Bridge)
4. Menurut Sistem Strukturnya
Jenis jembatan berdasarkan sistem strukturnya dapat dibedakan sebagai
berikut.
a. Jembatan Box Girder
b. Jembatan Pelengkung (Arch Bridge)
c. Jembatan Rangka (Truss Bridge)
d. Jembatan Penyangga (Cantilever Bridge)
e. Jembatan Kabel (Cable-Stayed Bridge)
f. Jembatan Gelagar (Beam Bridge)
g. Jembatan Gantung (Suspension Bridge)
5. Menurut Kelas Jembatan
Jenis jembatan berdasarkan kelas jembatannya dapat di bedakan sebagai
berikut.
a. Jembatan kelas standar (A/I), dengan 100 % muatan hidup. Lebar
jembatan (1,00+ 7,00 + 1,00) m.
b. Jembatan Kelas Sub Standar (B/II), dengan 70 % muatan hidup.
Lebar jembatan (0,50 + 6,00 + 0,50) m.
c. Jembatan Kelas Low Standar (C/III), dengan 50 % muatan hidup.
Lebar jembatan (0,50 + 3,50 + 0,50) m.
II.2 Struktur Jembatan
Secara umum struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian
yaitu struktur atas dan struktur bawah. Ilustrasi struktur jembatan ditunjukkan pada
Gambar 2.23 dibawah ini.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-3
Gambar 2. 1 Komponen Struktur Jembatan Sumber: http://civildigital.com/
II.2.1 Struktur Atas (Superstructures)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban
langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban
lalu lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dan lain-lain. Struktur
atas jembatan pada umumya terdiri dari:
1. Trotoar:
2. Pelat lantai kendaraan
3. Gelagar (girder)
4. Balok diafragma
5. Parapel
6. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang)
7. Tumpuan (bearing)
II.2.2 Struktur Bawah (Substructures)
Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas
dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan,
tumbukan, gesekan pada tumpuan dan sebagainya, untuk kemudian disalurkan ke
pondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh pondasi ke tanah
dasar. Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi:
1. Pangkal jembatan (Abutment)
a. Dinding belakang (Back wall)
b. Dinding penahan (Breast Wall)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-4
c. Dinding sayap (Wing wall)
d. Oprit, plat injak (Approach slab)
e. Konsol pendek untuk jacking (Corbel)
f. Tumpuan (Bearing)
2. Pilar jembatan (Pier)
a. Kepala pilar (Pier Head)
b. Pilar (Pier), yang berupa dinding, kolom, atau portal
c. Konsol pendek untuk jacking (Corbel)
d. Tumpuan (bering)
II.2.3 Pondasi
Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke
tanah dasar. Berdasarkan sistemnya, pondasi abutment atau pier jembatan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain:
1. Pondasi telapak (spread footing)
2. Pondasi sumuran (caisson)
3. Pondasi tiang (pile foundation)
a. Tiang pancang kayu (Log Pile)
b. Tiang pancang baja (Steel Pile)
c. Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile)
d. Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete
Pile), spun pile
e. Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), borepile, franky
pile
f. Tiang pancang komposit (Compossite Pile)
II.3 Jembatan Integral
Menurut Direktoral Jendral Bina Marga Dep. PU (2007: 3), jembatan
integral adalah jembatan tanpa adanya pergerakan antarbentang (spans) atau antara
bentang dnegan abutment.
Menurut Ramadhi (2012: II-2), pada jembatan full integral proses
pembesian dan pengecoran struktur atas dan bawah jembatan sudah dalam kondisi
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-5
terintegrasi satu sama lain. Jika menggunakan sistem pratekan, tendon dibuat
sepanjajg girder sampai melewati sambungan jembatan. Pada jembatan integral,
sambungan antara deck dengan pier dan antara deck dengan abutment didesain tidak
ada pergerakan. Pada sambungan-sambungan tersebut dibuat dengan kekuatan
yang tinggi sehingga dapat menampung beban yang bekerja dari arah horisontal,
karena pergerakan utama deck jembatan adalah pada arah horisontal. Keadaan
tersebut sangat menguntungkan apabila jembatan harus menerima beban thermal
akibat cuaca, pergerakan kendaraan dan gempa arah horisontal. Gambar 2.2
dibawah ini menunjukkan ilustrasi jembatan full integral.
Gambar 2. 2 Ilustrasi Jembatan Full Integral Sumber: https://sites.google.com/
II.4 Jembatan Semi Integral
Definisi yang diberikan oleh Pedoman Bahan Konstruksi Bangunan dan
Rekayasa Sipil tentang Peracancangan Jembatan Semi Integral Tipe Balok Beton
Pracetak Prategang terlampir pada surat edaran Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 13/SE/M2015. Jembatan semi integral merupakan
jembatan tanpa siar muai namun masih memiliki perletakan (bearing).
Karakteristik jembatan semi integral ditunjukkan dengan sambungan monolit antar
dek/latai bentang yang satu dengan bentang lainnya. Penggunaan jembatan semi
integral dapat mengurangi permasalahan yang terjadi pada jembatan konvensional
yaitu kerusakan pada siar muai. Kerusakan pada siar muai selain mengakibatkan
faktor kejut pada lantai jembatan juga akan mengakibatkan masuknya aliran
air/debu yang dapat merusak sistem perletakan dan bangunan bawah jembatan.
Pemeliharaan dan penggantian siar muai merupakan pekerjaan yang pelik dalam
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-6
manajemen jalan dan jembatan membutuhkan biaya yang besar. Gambar 2.3
dibawah ini menunjukkan ilustrasi jembatan semi integral.
Gambar 2. 3 Ilustrasi Jembatan Semi Integral Sumber: Basir (2016: 6)
II.4.1 Tipe Kepala Jembatan Semi Integral
Pada tipe kepala jembatan semi integral, perletakan (bearing) diletakkan di
bawah lantai dan beban horisontal pada lantai dipikulkan oleh tanah timbunan di
belakangnya sebagimana terlihat pada Gambar 2.4 dibawah ini.
Gambar 2. 4 Tipe Kepala Jembatan Semi Integral Sumber: Pedoman Perancangan Jembatan Semi Integral Tipe Balok Beton Pracetak Prategang (2015:2)
II.4.2 Pergerakan Longitudinal
Pergerakan longitudinal mempertimbangkan faktor sebagai berikut.
1. Jembatan harus dirancang untuk mengakomodasi pengaruh muai-susut akibat
temperatur dan gaya-gaya aksial lain akibat tahanan struktur, tekanan tanah,
friksi dan geser.
2. Jembatan semi integral dengan bentang menerus (bentang banyak) tidak
mempunyai siar muai pada setiap bentang. Jika memungkinkan, lantai
jembatan harus dirancang secara menerus untuk mengakomodasi pengaruh
gaya tekan dan gaya tarik.
3. Pengaruh perbedaan temperatur, susut dan rangkat harus diperhitungan sesuai
pedoman.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-7
II.4.3 Sistem Perletakan (Bearing)
Sistem perletakan pada jembatan semi integral dirancang untuk
mengakomodasi gerakan dalam arah horizontal antara bangunan atas dengan bawah
jembatan. Jembatan semi integral yang menggunakan sistem perletakan harus
dirancang untuk mengantisipasi penggantian sistem perletakan tersebut. Oleh
karena penggantian perletakan sangat sulit dilaksanakan sebaiknya sistem
perletakan dirancang sesuai umur rencana jembatan.
II.4.4 Konsep Perancangan Jembatan Semi Integral
Perancangan jembatan semi integral menurut Pedoman Perancangan
Jembatan Semi Integral Tipe Balok Beton Pracetak Prategang difokuskan pada
desain jembatan dalam memikul gaya-gaya aksial horisontal dan momen lentur
yang terjadi pada kepala jembatan di atas tiang yang menyatu dengan struktur
bangunan atas jembatan. Tiang tidak hanya didesain untuk memikul gaya vertikal
tetapi juga harus mampu menahan momen lentur dan integritas pergerakan
jembatan. Pada jembatan dengan bentang kurang dari 20 m, pergerakan akibat muai
susut cukup kecil.
Balok pracetak dirancang sebagai balok sederhana untuk memikul pelat
lantai dan beban-beban lainnya secara bersama-sama oleh kepala jembatan di atas
tiang. Gaya portal yang dihasilkan berupa momen negatif pada ujung lantai yang
akan mereduksi besarnya momen lapangan. Beban hidup berupa rem kendaraan dan
beban longitudinal berupa gempa ditahan oleh gaya tekanan tanah pasif pada
dinding kepala jembatan dan momen lentur akan terjadi pada tiang beton prategang.
II.4.5 Tahapan Perancangan Jembatan Semi Integral Prategang
Berdasarkan Pedoman Perancangan Jembatan Semi Integral Tipe Balok
Beton Pracetak Prategang, jembatan semi integral dibuat tanpa adanya pergerakan
antar bentang (spans) atau antara bentang dengan kepala jembatan. Permukaan
jalan dibuat kontinu dari timbunan oprit yang satu dengan timbunan oprit yang
lainnya. Tantangan dalam jembatan semi integral adalah perhitungan distribusi dari
beban karena bangunan atas jembatan, pilar, kepala jembatan, timbunan dan
pondasi harsu diperhitungkan sebagai satu kesatuan. Tidak hanya beban yang harus
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-8
diperhatikan, tetapi keseragaman dari material yang harus diperhatikan. Adapun
tahapan perancangan struktur jembatan semi integral dengan menggunakan balok
pracetak adalah sebagai berikut.
1. Membuat pemodelan jembtan dengan menggunakan statika tak tentu,
perletakan dimodelkan sebagai pegas (spring).
2. Menentukan sistem perletakan (bearing pad).
3. Menentukan besarnya beban yang bekerja pada jembatan.
4. Merancang sambungan tulangan antara elemen bangunan atas dengan elemen
bangunan bawah yang dapat mengakomodir pergerakan arah memanjang
jembatan.
5. Merancang sistem pondasi yang menyatu dengan bangunan bawah (ujung
kepala jembatan). Pondasi harus dirancangn lebih fleksibel untuk
mengantisipasi pergerakan muai susut jembatan.
II.5 Pembebanan
Pembebanan pada jembatan merajuk pada SNI 1725:2016 tentang
Pembebanan untuk Jembatan. Dalam standar tersebut telah ditetapkan persyaratan
minimum untuk pembebanan beserta batasan penggunaan setiap beban, faktor
beban serta kombinasi yang digunakan pada perencanaan jembatan jalan raya.
Berikut ini merupakan sub bab pembebanan yang mengacu pada SNI 1725:2016
tentang Pembebanan untuk Jembatan.
II.5.1 Umum
Massa pada setiap bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang
tertera dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Dibawah ini
merupakan Tabel 2.1 yang menunjukkan berat isi untuk beban mati.
Tabel 2. 1 Berat Isi untuk Beban Mati
No. Bahan Berat Isi
(kN/m3)
Kerapatan Massa
(kg/m3)
1 Lapisan permukaan beraspal
(bituminous wearing surfaces) 22,0 2245
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-9
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240
3 Timbunan tanah dipadatkan
(compacted sand, silt or clay) 17,2 1755
4 Kerikil dipadatkan (rolled
gravel, macadam or ballast) 18,8 – 22,7 1920 – 2315
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245
6 Beton ringan (low density) 12,25 – 19,6 1250 – 2000
7 Beton f’c < 35 MPa 22,0 – 25,0 2320
Beton 35 < f’c < 105 MPa 22+0,022 f’c 2240+2,29 f’c
8 Baja (steel) 78,5 7850
9 Kayu ringan 7,8 800
10 Kayu keras (hard wood) 11,0 1125
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016: 13)
II.5.2 Beban Sendiri (MS)
Beban sendiri merupaka berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural
lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian
jembatan yang merupakan elemen struktural ditambah dengan elemen
nonstruktural yang dianggap tetap. Tabel 2.2 dibawah ini merupakan faktor beban
untuk berat sendiri.
Tabel 2. 2 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Tipe
Beban
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan ( Keadaan Batas Ultimit (
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap
Baja 1,00 1,10 0,90
Alumunium 1,00 1,10 0,90
Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Beton dicor ditempat 1,00 1,30 0,75
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:14)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-10
II.5.3 Beban Mati Tambahan/Utilitas (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban paa jembatan yang merupakan elemen nonstruktural dan besarnya dapat
berubah selama umur rencana jemabatan. Tabel 2.3 dibawah ini merupakan faktor
beban mati tambahan.
Tabel 2. 3 Faktor Beban untuk Beban Mati Tambahan
Tipe
Beban
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan ( Keadaan Batas Ultimit (
Bahan Biasa Terkurangi
Tetap Umum 1,00 2,00 0,70
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016: 14)
II.5.4 Beban Akibat Tekanan Tanah
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung berdasarkan sifat-sifat
tanah, diantaranya adalah kepadatan, kadar kelembaban, kohesi dan sudut geser.
Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yanng tidak linier dengan sifat-sifat
bahan tanah. Tekanan tanah lateral pada keadaan batas daya layan dihitung
berdasarkan nominal dari , dan ∅ . Tabel 2.4 dibawah ini merupakan faktor
beban akibat tekanan tanah.
Tabel 2. 4 Faktor Beban untuk Beban Akibat Tekanan Tanah
Tipe
Beban
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan ( Keadaan Batas Ultimit (
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
Tetap
Tekanan tanah vertikal 1,00 1,25 0,80
Tekanan tanah lateral
- Aktif 1,00 1,25 0,80
- Pasif 1,00 1,40 0,70
- Diam 1,00 (1)
(1) : Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:15)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-11
II.5.5 Beban Lajur “D” (TD) Beban lakur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung
dengan beban garis (BGT) seperti yang terdapat Gambar 2.5, sementara faktor
beban lajur “D” dapat dilihat pada Tabel 2.5 dibawah ini.
Gambar 2. 5 Beban Lajur “D” Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:39)
Tabel 2. 5 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”
Tipe
Beban Jembatan
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan (
Keadaan Batas
Ultimit (
Transien Beton 1,00 1,80
Boks girder baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:39)
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q
tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti dibawah ini. ∶ = , > ∶ = , ( , + )
Dimana:
q : Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan (kPa)
L : Panjang total jembatan yang dibebani (m)
Sementara beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus
ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas jembatan. Besarnya intensitas p
adalah 49,0 kN.m.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-12
II.5.6 Beban Truk “T” (TT) Beban truk “T” tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban”D”. Beban
truk dapat digunakan untuk perhitungan struktur lantai. Tabel 2.6 dibawah ini
menunjukkan faktor beban untuk beban “T”. Tabel 2. 6 Faktor Beban untuk Beban Truk “T”
Tipe
Beban Jembatan
Faktor Beban
Keadaan Batas Layan (
Keadaan Batas
Ultimit (
Transien Beton 1,00 1,80
Boks girder baja 1,00 2,00
Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:41)
Pembeban truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi trailer yang mempunyai
susunan dan berat gandar seperti terlihat pada Gambar 2.6 dibawah ini.
Gambar 2. 6 Beban Truk “T” (500 kN) Sumber: SNI 1725:2016 tentang Pembebanan untuk Jembatan (2016:41)
Beban dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi dua beban merata sama
besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak
antara dua gandar tersebut dapat diubah dari 4 m hingga 9 m untuk mendapatkan
pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan.
II.5.7 Beban Rem (TB)
Gaya rem harus diambil yang terbesar antara dua hal berikut.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-13
- 25% dari berat gandar truk desain
- 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak
1800 mm diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih
yang menetukan.
II.5.8 Beban Angin
Tekanan angin yang ditentukan pada standar ini diasumsikan disebabkan
oleh angin rencana dengan kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam.
Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada
kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikil gaya
akibat tekana angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan
sebagai tekanan menerus 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas
permukaan jalan.
II.5.9 Pengaruh Gempa
Jembatan perlu direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk
runtuh, namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap
pelayanan akibat gempa. Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang
ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien respons elastik (Csm) dengan
berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi dengan faktor
modifikasirespons (Rd) dengan persamaan dibawah ini. = ................................................................................................. (2.1)
Dimana:
: Gaya horisontal statis (kN)
: Koefisien respons gempa elastis
: Faktor modifikasi respons
: Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)
II.6 Prinsip Dasar Jembatan Beton Prategang
Perkembangan historis beton prategang sebenarnya dimulai dengan cara
yang berbeda dimana gaya prategang yang dibuat hanya ditujukkan untuk
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-14
menciptakan tekanan permanen pada beton guna memperbaiki kekuatan tariknya.
Salah satu definisi terbaik mengenai beton prategang yang diberikan oleh ACI
(American Concrete Institute) dalam Desain Struktur Beton Prategang oleh T.Y Lin
dan Ned H. Burns, 2000, beton prategang merupakan beton yang mengalami
tegangan internal dengan besar dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat
mengimbangi tegngan yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu.
Dalam Teori dan Prinsip Desain Struktur Beton Prategang, Ir. Winarni H,
1981, menjelaskan keuntungan dari beton prategang, antara lain adalah sebagai
berikut.
1. Terhindarnya retak terbuka didaerah tarik, jadi lebih tahan terhadap keadaan
korosif.
2. Kedap air, cocok untuk pipa dan tanki.
3. Jumlah berat baja prategang jauh lebih kecil dibandingkan berat besi beton.
4. Penampang struktur lebih kecil, sebab seluruh penampang dipakai secara
efektif.
5. Ketahanan geser balok bertambah sebelum retak maka konstruksi dapat
langsing dengan bentang besar.
II.7 Perancangan Gelagar Utama
Perancangan gelagar utama ini mengacu pada Manual Konstruksi dan
Bangunan 021/BM/2011 tentang Perencanaan Struktur Beton Pratekan untuk
Jembatan. Gelagar utama direncanakan menggunakan sistem post tensioning.
Dalam Teori dan Prinsip Desain Struktur Beton Prategang, Ir. Winarni H, 1981,
mendiskripsikan post tensioning merupakan konstruksi beton yang dicor dulu dan
dibiarkan mengeras sebelum diberi gaya prategang. Baja dapat ditempatkan dalam
posisi seperti profil yang telah di tentukan, lalu dicor dalam beton. Lekatan
dihindarkan dengan menyelubungi baja, dengan membuat saluran/pipa untuk
tempat kabel. Gambar 2.29 dibawah ini menunjukkan prinsip kerja post tension
methode.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-15
Gambar 2. 7 Prinsip Post Tensioning Sumber: Basir (2016: 18)
Budiadi, 2008 dalam Desain Praktis Beton Prategang menjelaskan bahwa
perancangan struktur untuk tahap batas kekuatan (strength limit state) menetapkan
bahwa aksi desain (Ru) harus lebih kecil dari kapasitas bahan dikalikan dengan
faktor reduksi kekuatan ϕ (ϕRn) atau Ru ≤ ϕRn. Dengan demikian secara berurutan
untuk Momen dan Geser, berlaku Mu ≤ ϕMn dan Vu ≤ ϕVn.
II.7.1 Pembebanan Beton Prategang
Budiadi (2008) dalam Desain Praktis Beton Prategang, menjelaskan bahwa
pada tahap pembebanan beton prategang harus dilakukan pengecekan atas kondisi
serat tertekan dan serat tertarik dari setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku
tegangan ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Adapun tahap
pembebanan pada peton prategang, yaitu kondisi transfer dan service.
1. Transfer
Tahap transfer adalah tahap pada saat beton sudah mulai mengering dan
dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat ini biasanya yang bekerja
hanya beban mati struktur, yaitu berat struktur ditambah beban pekerja dan
alat. Pada saat ini beban hidup belum bekerja sehingga momen yang bekerja
adalah momen minimum, sementara gaya yang bekerja adalah maksimum
karena belum ada kehilangan gaya prategang. Adapun nilai tegangan ijin pada
tahao transfer ini adalah sebagai berikut.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-16
- Tegangan serat tekan terluar harus 0,60 fci’ dengan fci’ = 0,80 fc’.
- Tegangan serat tarik harus 0,50 √ , dengan fci’ = 0,80 fc’.
2. Service
Kondisi service adalah kondisi pada saat beton pratekan digunakan sebagai
komponen struktur. Kondisi ini dicapai setelah semua kehilangan gaya
prategang dipertimbangkan. Pada saat ini beban luar pada kondisi yang
maksimum sedangkan gaya pratekan mendekati harga maksimum. Pada
setiap tahanan di atas ditentukan hasil analisis untuk di evaluasi. Hasil analisis
dapat berupa perhitungan tegangan atau kontrol terhadap harga, misalnya
lendutan terhadap ijin, nilai retak terhadap suatu nilai batas dan lain
sebagainya. Perhitungan tegangan dilakukan untuk desain terhadap kekuatan;
sedangkan kontrol terhadap harga dilakukan untuk desain kekuatan, daya
layan, ketahanan terhadap api ataupun tahap batas yang lain. Adapun nilai
tegangan ijin pada tahap service adalah sebagai berikut.
- Tegangan serat tekan terluar akibat pengaruh prategang, beban mati dan
beban hidup harus 0,45 fc’.
- Tegangan serat tarik terluar yang pada awalnya mengalami tekan harus
0,50 √ ,.
II.7.2 Gaya Prategang
Gaya prategang yang diperhitungkan dalam analisis perancangan gelagar
utama yang menggunakan PCI girder ini meliputi dua kondisi, yakni kondisi awal
dan kondisi akhir.
1. Kondisi Awal
Kondisi awal gaya prategang merupakan kondisi gaya prategang yang
diakibatkan oleh beban mati balok itu sendiri. Kondisi awal pada gaya
prategang dapat dilihat pada Gambar 2.8 dibawah ini.
Gambar 2. 8 Diagram Tegangan pada Kondisi Awal Sumber: Cut Nawalul Azka (2008: 1)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-17
Dalam Manual Perancangan Struktur Beton Pratekan untuk Jembatan dapat
ditentukan nilai kondisi awal gaya prategang (Pt) dengan berdasar pada
persamaan dibawah ini.
o = = − + − ......................................................... (2.2)
o − , ′ = − − + ......................................... (2.3)
Dimana:
: Tegangan di serat atas (MPa)
: Tegangan di serat bawah (MPa) ′ : Kuat tekan beton pada kondisi awal saat transfer (MPa)
: Gaya prategang awal (N)
: Eksentrisitas tendon sebesar yb – 200 (mm)
: Momen akibat beban sendiri balok (Nmm)
: Tahanan momen pada serat atas (mm3)
: Tahanan momen pada serat bawah (mm3)
2. Kondisi Akhir
Menurut Awan dan Try (2014), kondisi akhir pada gaya prategang yang
dimaksud adalah kondisi gaya prategang pada saat jacking yang kemudian
ditemukan gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan sebesar 30%.
Berikut ini merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan besaran
nilai gaya partegang akhir (Peff).
Gaya prategang pada saat jacking:
o = , ........................................................................................... (2.4)
o = , ......................................................................... (2.5)
Dimana:
: Gaya prategang akibat jacking (N)
: Gaya prategang awal (N)
: Gaya putus satu tendon (N)
: Jumlah strand (buah)
Presentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% jacking force):
o = , , < % ............................................................ (2.6)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-18
o = ......................................................................... (2.7)
Dimana:
: Presentase tegangan leleh yang timbul pada baja (%)
: Gaya prategang awal (N)
: Beban putus minimal satu strand (N)
: Gaya prategnag akibat jacking (N)
: Jumlah strand (buah)
Gaya prategang akhir setelah kehilangan (loss of prestress) 30%:
o = % ............................................................................ (2.8)
Dimana:
: Gaya prategang akhir setelah kehilangan tegangan (N)
: Gaya prategang akibat jacking (N)
II.7.3 Lintasan Tendon
Menurut Awan dan Try (2014), pada perhitungan lintasan tendon untuk
penampang balok PCI girder ditinjau di setiap satu meter. Gambar 2.9 dibawah ini
menunjukkan ilustrasi lintasan kabel tendon.
Gambar 2. 9 Lintasan Kabel Tendon Sumber: Cut Nawalul Azka (2008: 52)
Untuk mendapatkan nilai y dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut. = − .............................................................................. (2.9)
Dimana:
: Jarak lintasan tendon ke tititk berat penampang (mm)
: Eksentrisitas tendon (mm)
: Tinjauan lintasan kabel (m)
: Panjang bentang balok prategang (m)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-19
II.7.4 Posisi Masing-Masing Tendon
Untuk mengetahui posisi masing-maisng tendon di setiap satu meter dapat
menggunakan persamaan dibawah ini. = ′ − − ................................................................. (2.10)
Dimana:
: Posisi masing-masing ditinjau kabel (mm) ′ : Posisi masing-masing tendon di tumpuan bentang (mm)
II.7.5 Kehilangan Gaya Prategang
Nawy dan Suryoatmono (2001) dalam Beton Prategang – Suatu
Pendekatan Mendasar, menjelaskan bahwa gaya prategang awal yang diberikan ke
elemen beton mengalami proses reduksi yang progresif selama waktu kurang lebih
lima tahun. Dengan demikian, tahapan gaya prategang perlu ditentukan pada setiap
tahap pembebanan, dari tahap transfer gaya prategang ke beton, sampai ke berbagai
tahap prategang yang terjadi pada kondisi beban kerja, hingga mencapai ultimit.
Berikut ini merupakan gaya kehilangan tegangan yang teretera pada Desain
Struktur Beton Prategangang, T.Y Lin dan Ned H. Burns (2000).
1. Perpendekan Elastis Beton (ES)
Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja padanya. Karena tendon
yang melekat pada beton disekitarnya secara simultan juga memendek, maka
tendon tersebut akan kehilangan sebagian dari gaya prategang yang
dipikulnya. Jika tendon yang dimiliki lebih dari satu dan tendon-tendon
tersebut ditarik secara berurutan, maka prategang secara bertahap bekerja pada
beton, perpendekan beton bertambah setiap kali kabel diikatkan kepadanya,
dan kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis berbeda-beda pada
tendon. Tendon yang pertama ditarik akan mengalami kehilangan terbesar
akibat perpendekan beton karena pemberian gaya prategang yang berurutan
untuk tendon-tendon yang lain. Tendon yang ditarik terakhir tidak akan
mengalami kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton,
karena seluruh perpendekan telah terjadi pada saat gaya prategang di tendon
terakhir diukur. Gaya prategang diukur dengan pertambahan panjang,
manometer hanya digunakan sebagai suatu pengecekan tambahan.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-20
Rekomendasi ACI-ASCE untuk kehilangan elastik memperhitungkan
pengaruh penarikan yang berturut-turut pada kehilangan elastik, seperti
dijelaskan pada persamaan di bawah ini. = 𝑖𝑖 .................................................................................. (2.11)
Dimana:
: 0,5 untuk komponen struktur pasca-tarik bila kabel-kabel secara
berurutan ditarik dengan gaya yang sama
2. Kehilangan Prategang Akibat Rangkak
Aliran di material terjadi di sepanjang waktu apabila ada beban atau tegangan.
Deformasi atau aliran lateral akibat tegangan longitudinal disebut rangkak
(creep). Dibawah ini merupakan persamaan perhitungan kehilangan gaya
prategang akibat rangkak. = 𝐶 − ......................................................................... (2.12)
Dimana:
: 1,6 (untuk pasca tarik)
: Modulus Elastisitas Beton
: Modulus Elastisitas Baja
: Tegangan pada beton pada level baja sesaat setelah transfer
: Tegangan pada beton pada pusat berat tendon akibat beban mati
3. Kehilangan Prategang Akibat Susut
Besarnya susut beton dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut
meliputi proporsi campuran, tipe agregat, tipe semen, waktu perawatan, waktu
antara akhir perawatan eksternal dan pemberian prategang, ukuran komponen
struktur serta kondisi lingkungan. Dibawah ini merupakan persamaan
perhitungan kehilangan gaya prategang akibat susut. = , − − , − ℎ ............................... (2.13)
Dimana:
: Volume beton dari suatu komponen struktur
: Luas permukaan dari suatu komponen struktur
: Kelembaban udara relatif
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-21
ℎ: Koefisien susut, harganya ditentukan terhadap waktu antara akhir
pengecoran dan pemberian gaya prategang.
Tabel 2. 7 Koefisien Susut Ksh
Waktu Antara
(Hari) 1 3 5 7 10 20 30 60
Ksh 0,92 0,85 0,8 0,77 0,73 0,64 0,58 0,45
Sumber: T.Y. Lyn dan Ned H. Burns (2000: 109)
4. Kehilangan Prategang Akibat Relaksasi Baja
Budiadi, 2008 dalam Desain Praktis Beton Prategang menjelaskan bahwa
relaksasi baja terjadi pada baja prategang dengan perpanjangan tetap selama
suatu periode yang mengalami pengurangan gaya prategang. Pengurangan
gaya prategang tergantung lamanya waktu berjalan dan rasio tegangan awal fpi
terhadap gaya prategang akhir fpy. Besarnya kehilangan tegangan akibat
relaksasi baja adalah sebagai berikut. = [ − + + ] ........................................................ (2.14)
Dimana:
C : Faktor relaksasi, tergantung pada jenis kawat baja prategang
: Koefisien relaksasi, besarannya bervariasi 41 – 138 N/mm2 ∶ Faktor waktu, berkisar antara 0,05-0,15
5. Kehilangan Prategang Akibat Friksi
Besarnya kehilangan ini merupakan fungsi dari alinyemen tendon, yang
disebut efek kelengkungan dan deviasi lokal di dalam alinyemen tendon yang
disebut efek wobble. Dibawah ini merupakan persamaan perhitungan
kehilangan gaya prategang akibat gaya gesek tegangan pada kawat prategang
akibat efek kelengkungan dan wobble. ∆ = + .............................................................................. (2.15)
Dimana:
: Koefisien Friksi
: 8y/x radian
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-22
6. Kehilangan Prategang Karena Dudukan Angkur
Kehilangan ini diakibatkan adanya blok-blok pada angkur pada saat gaya
pendongkrak ditransfer ke angkur. Dibawah ini merupakan persamaan
perhitungan kehilangan gaya prategang karena dudukan angkur. ∆ = . .
= √ . ∆ . .......................................................................................... (2.16)
Dimana: ∆ : Kehilangan prategang akibat slip angkur
: Kehilangan akibat friksi pada jarak L dari titik penarikan
: Panjang yang terpengaruh oleh slip angkur
: Jarak antara titik penarikan dengan titik dimana kehilangan ∆ : Slip angkur, normalnya 6 mm s/d 9 mm
7. Kehilangan Gaya Prategang Total
T.Y. Lin (1982) merekomendasikan kehilangan tegangan total untuk
pascatarik yaitu terdiri dari 1% perpendekan elastis, 5% rangkak pada beton,
6% susut pada beton, dan 8% relaksasi baja sehingga kehilangan total untuk
struktur pascatarik adalah 20%. Menurut manual perencanaan struktur beton
pratekan untuk jembatan, menyatakan bahwa perhitungan kehilangan total
prategang untuk pascatarik adalah sebagai berikut: ∆ = ∆ + ∆ + ∆ + ∆ + ∆ + ∆ ℎ .................................... (2.17)
Dimana: ∆ : Total kehilangan (MPa) ∆ : Kehilangan akibat slip angkur (MPa) ∆ : Kehilangan akibat pemendekan beton (MPa) ∆ : Kehilangan Prategang Akibat Friksi (MPa) ∆ : Kehilangan akibat relaksasi baja (MPa) ∆ : Kehilangan akibat rangkak (MPa) ∆ ℎ : Kehilangan akibat susut (MPa)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-23
II.7.6 Bursting Steel
Menurut Awan dan Try (2014), bursting steel merupakan tambahan
penulangan yang berfungsi sebagai penahan gaya radial untuk mencegah terjadinya
retak/pecah pada saat stressing. Untuk mengetahui jumlah sengkang yang
digunakan sebagai bursting steel dapat menggunakan persamaan dibawah ini. = , − .......................................................................... (2.18)
Dimana:
: Gaya yang diakibatkan oleh pelat angkur pada pengikat ujung tendon baik
dari arah vertikal maupun horizontal (N)
: Rasio perbandingan lebar pelat angkur baik dari arah vertikal maupun
horizontal
: Gaya prategang akibat jacking pada masing-maisng kabel (N)
= 𝑃,8 .................................................................................................... (2.19)
Dimana:
: Jumlah sengkang yang diperlukan baik dari arah vertikal maupun
horizontal
: Bursting force untuk sengkang pada arah vertikal maupun horizontal (N)
: Tegangan ijin tarik baja sengkang (MPa)
: Luas penampang sengkang (mm2)
II.7.7 Penulangan Arah Memanjang Balok Prategang
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan untuk penulangan arah memanjang balok prategang digunakan
persamaan dibawah ini. = , % = 𝜋 .............................................................................................. (2.20)
Dimana:
As : Luas tulangan (mm2)
A : Luas bagian penampang yang ditinjau (mm2)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-24
: Jumlah tulangan yang diperlukan
: Diameter tulangan yang dipakai
II.7.8 Penulangan Arah Melintang Balok Prategang
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan untuk penulangan arah melintang balok prategang digunakan persamaan
berikut.
1. Kuat Geser
Kuat geser pada balok prategang dapat diperhitungakan dengan menggunakan
persamaan di bawah ini. = (√ ′ ) + + ................................................ (2.21)
Dengan persyaratan rasio
tidak boleh lebih besar dari 1,0. Dan nilai Vc
disyaratkan untuk melebihi:
= √ ′ .................................................................... (2.22)
Dan tidak boleh lebih dari:
= , √ ′ ................................................................. (2.23)
Dimana:
f’c : Kuat tekan beton (MPa)
Vu : Gaya geser ultimit balok prategang
Mu : Momen balok prategang (N)
: Lebar badan balok (mm)
: Jarak dari serat terluar titik berat tulangan prategang (mm)
2. Kuat Geser Web
Kuat geser web pada balok prategang dapat diperhitungakan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini. = √ ′ ............................................................................... (2.24)
Dengan nilai Av tidak boleh kurang dari:
= ...................................................................................... (2.25)
Dimana:
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-25
: Luas tulangan sengkang (mm2) : Luas tulangan sengkang minimum (mm2)
: Tegangan leleh tulangan (MPa)
: Jarak sengkang (mm)
3. Kuat Geser Badan (Web)
Kuat geser badan pada balok prategang dapat diperhitungakan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini. = , √ ′ + + ................................................. (2.26)
Keterangan:
: Kuat geser web (N)
: Tegangan akibat gaya prategang efektif (MPa)
: Geser akibat prategang (N)
Sementara utnutk penrntuan sengkang menggunakan persamaan berikut. = ......................................................................................... (2.27)
Dan kuat geser oleh kuat geser web. = 𝜑 − ......................................................................................... (2.28)
Dengan:
: Kuat geser yang disumbangkan oleh geser web (N) 𝜑 : Faktor reduksi geser sebesar 0,6
4. Kuat Geser Lentur
Kuat geser lentur pada balok prategang dapat diperhitungakan dengan
menggunakan persamaan di bawah ini. = √ ′ + + ...................................................... (2.29)
Nilai tidak boleh melebihi dari: = √ ′ ................................................................................ (2.30)
Keterangan:
: Kuat geser lentur (N)
: Jarak dari serat tekan terluar ke tulangan prategang (mm)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-26
: Gaya geser akibat beban mati (N)
: Gaya geser pada penampang yang ditinjau (N)
: Momen maksimal akibat beban luar (Nmm)
: Momen retak (Nmm), dengan nilai sebagai berikut. = [(√ ′ + − )] ............................................................. (2.31)
I : Inersia penampang (mm4)
: Jarak titik berat pusat penampang ke serat tekan terluar (mm)
: Tegangan prategang efektif (MPa)
: Tegangan akibat beban mati (MPa)
Kuat geser yang disumbangkan oleh kuat geser lentur, = 𝜑 − ........................................................................................... (2.32)
Dengan:
: Kuat geser yang disumbangkan oleh geser web (N) 𝜑 : Faktor reduksi geser sebesar 0,7
Berdasarkan SNI 03-2847-2002, spasi tulangan geser dipasang tegak lurus
terhadap sumbu aksial komponen stuktur dan tidak boleh melebihi 0,75 h atau
600 mm (diambil yang terkecil).
II.7.9 Pengecekan Terhadap Puntir
Struktur gelagar utama yang perlu dikontrol terhadap puntir merupakan
gelagar yang letaknya paling tepi yang menahan pelat diatasnya. Berdasarkan SNI
03-2847-2002 puntir pada prategang dapat diabaikan apabila: ∅ √ ′ ( ) √ + √ ′ .................................................................. (2.33)
Dimana:
: Momen puntir terfaktor (kNm) ′ : Kuat tekan beton karakteristik (MPa)
: Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm2)
: Keliling luas penampang beton (mm)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-27
: Tegangan prategang awal (kN) ∅ : Faktor reduksi untuk puntir sebesar 0,7
II.7.10 Lendutan Balok Prategang
Menurut RSNI t-12-2004 tentang Perancangan Struktur Beton utnuk
Jembatan, lendutan pada balok dan pelat terdiri dari dua jenis dan kentuan, yang
diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Lendutan yang ditinjaun dari keadaan balok sebelum komposit maupun
sesudah menjadi komposit. Dalam hal ini ketentuan lendutan setiap gaya yang
ditinjau harus memiliki nilai lebih kurang dari L/240.
2. Lendutan akibat daya layan harus memiliki nilai lebih kurang dari L/300.
II.8 Perancangan Diafragma
Analisis diafragma menyesuaikan manual serta standar yang berlaku,
diantaranya adalah Manual Konstruksi Bangunan No. 009/BM/2008 tentang
Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk Jembatan serta RSNI T-12-2004
tentang Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Pada perhitungan diafragma
diperlukan pengecekan terhadap struktur lentur tinggi. Adapun persyaratan untuk
struktur lentur tinggi adalah sebagai berikut.
ln/d < 5 ...................................................................................................... (2.34)
Dimana:
Ln : bentang bersih diafragma (mm)
d : tinggi efektif diafragma (mm)
Sementara perhitungan kuat geser untuk struktur lentur tinggi tidak boleh diambil
lebih besar dari persamaan-persamaan dibawah ini. > √ ′ untuk ln/d < 2 ............................................................. (2.35) > + √ ′ untuk 2<ln/d>5 ......................................... (2.36)
Jika nilai Vu<Vn maka penampang dikatakan aman terhadap geser. Sementara jika
nilai Vu Vn maka perlu digunakan tulangan geser dengan persamaan dibawah ini. = [ + + ℎ − ] ............................................................ (2.37)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-28
Dimana:
Av : Luas tulangan geser yang tegak lurus terhadap tulangan tarik untuk
bentang jarak s (mm2), Av > (0,0015) x b x s
Avh : Luas tulangan geser yang tegak lurus terhadap tulangan tarik untuk rentang
jarak s2 (mm2), Avh > (0,0025) x b x s2
s : Jarak antar tulangan geser vertikal (mm), s < d/5 atau 500
s2 : Jarak antar tulangan geser horizontal (mm), s2 < d/3 atau 500
II.9 Perancangan Pelat Lantai Kedaraan
Analisis perancangan pelat lantai kendaraan terbagi menjadi tiga, yaitu
perancangan terhadap lentur dan peancangan terhadap geser lentur dan
perancangan terhadap geser pons.
II.9.1 Perancangan Terhadap Lentur
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang perencanaan struktur beton untuk
jembatan, faktor reduksi kekuatan untuk perencanaan lentur adalah 0,8. Tebal
minimum pelat lantai (ts) harus memenuhi kedua ketentuan, yaitu ts ≥ 200 mm dan
ts ≥ (100+40.l) mm. Dimana (l) merupakan bentang pelat yang diukur dari pisat ke
pusat tumpuan dalam meter.
Basir (2015), untuk menentukan luas tulangan tarik dan tekan pada pelat
lantai jembatan terhadap lentur harus memenuhi persyaratan perencanaan kekuatan
pelat terhadap lentur (Mu ∅ Mn) baik untuk tulangan tunggal maupun tulangan
rangkap (tarik dan tekan). Diagram gaya-gaya reganagn beton bertulang ganda
dapat dilihat pada Gambar 2.32 dibawah ini.
Gambar 2. 10 Penampang Regangan, Tegangan Balok Bertulang Ganda
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-29
Dimana:
h : tinggi balok (mm)
b : lebar balok (mm)
c : garis netral (mm)
: regangan beton (0,003)
: regangan baja tulangan tarik ′ : regangan baja tulangan tekan
: gaya tekan beton (N) ′ : gaya tekan baja tulangan tekan (N)
: gaya tarik baja tulangan (N)
d : tinggi efektif balok yang ditentukan dari serat tekan terluar sampai dengan
titik berat tulangan tarik (mm)
d’ : jarak serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tekan (mm)
: luas tulangan tarik (mm2) ′ : luas tulangan tekan (mm2)
a : tinggi balok tegangan persegi ekivalen (mm) =
: momen nominal penampang (Nmm)
f’c 30 MPa = ,
f’c > 30 MPa = , − , ′ −
Dari diagram diatas diasumsikan baja tulangan tekan leleh, maka:
fs’ = fy
Mu ∅ = ∅ [ , ′ − + ′ − ′ ] ................... (2.38)
Dari diagram iii pada Gambar 2.28 diatas, dengan asumsi semua baja tulangan
leleh, keseimbangan gaya horizontal ∑ =
Cc + Cs’ = Ts
0,85.f’c.a.b +As’.fs’ = As.fy = − ′ , . ′. .............................................................................................. (2.39)
Kontrol terhadap asumsi tulangan tekan leleh ( ′ ′: − ′ = :
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-30
′ = − ′ ; = ,
Jika tulangan tekan belum leleh (fs’< , maka besarnya tegangan tulangan tekan
(fs’) = ′ . = − ′ .
dan besarnya Mu sebagai berikut: = ∅ [ , ′ − + ′ ′ − ′ ] .................... (2.40)
dengan nilai = . − ′. ′, . ′.
II.9.2 Perancangan Terhadap Geser Lentur
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan, kuat geser pelat lantai harus diperhitungkan sesuai dengan kuat geser
balok (фVn ≥ Vu). Faktor reduksi kuat geser (ф) = 0,7 dengan Vn = Vc.
Besar kuat geser pelat yang disumbangkan oleh beton bertulang tanpa
tulangan geser adalah: = √ ′ ....................................................................................... (2.41)
Keterangan:
f’c : Kuat tekan beton (MPa),
b : Lebar pelat yang ditinjau (mm), dan
d0 : Tebal pelat lantai (mm)
II.9.3 Perancangan Terhadap Geser Pons
Berdasarkan RSNI T-02-2004, apabila keruntuhan geser dapat terjadi di
sekitar tumpuan atau beban terpusat, maka kuat geser rencana pelat lantai harus
diambil ∅ . Nilai tersebut dapat diambil dengan ketentuan seagai berikut. < ∅ = , = + , = = ′ + , ........................................................ (2.42)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-31
Gambar 2. 11 Ilustrasi Beban Truk Sumber: MNI-EC (2008: Halaman 2)
Dimana:
Pno : Kuat geser dari suatu pelat lantai
fcv : ( + ) √ ′ , √ ′ ...................................................... (2.43)
: Perbandingan antara dimensi terpanjang dengan dimensi terpendek ′ : Panjang efektif dari garis keliling geser kritis ∶ Tegangan tekan dalam beton akibat gaya prategang efektif
II.10 Perancangan Tiang Sandaran
Menurut Awan dan Try (2014), tiang sandaran digunakan untuk memberi
rasa aman bagi kendaraan dan orang yang akan melewati jembatan tersebut. Fungsi
dari tiang sandaran adalah sebagai perletakan dari pipa sandaran. Biasanya
tingginya 125-145 cm dengan lebar 16 cm dan tebal 10 cm. Tiang sandaran yang
dilengkapi dengan pipa sandaran merupakan bagian struktur jembatan yang
dipasang dibagian tepi luar lantai trotoar sepanjang bentang jembatan berfungsi
sebagai pengaman untuk pejalan kaki yang lewat diatas trotoar, juga merupakan
konstruksi pelindung jika terjadi kecelakaan lalu lintas. Dibawah ini merupakan
Gambar 2. 12 yang menunjukkan gambaran railing atau tiang sandaran.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-32
Gambar 2. 12 Tiang Sandaran Sumber: https://image.slidesharecdn.com/
II.11 Perancangan Abutment
Perancangan abutmnet mengacu pada Pedoman Perancangan Jembatan
Semi Integral Tipe Balok Beton Pracetak Prategang. Berdasarkan RSNI T-12-2004
tentang Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan, struktur bangunan bawah
jembatan adalah bagian struktur jembatan atau komponen jembatan yang menahan
beban dan secara umum diistilahkan sebagai kumpulan kepala tiang (pile cap),
dinding penahan tanah, pondasi dan terminologi sejenis lainnya. Perencanaan
berlaku untuk kepala jembatan, bangunan portal kaku dan gorong-gorong yang
mana beban lateral dari tekanan tanah pada tiap-tiap ujung bangunan
diseimbangkan dengan gaya tekan yang disalurkan melalui bangunan atas.
Konsep analisis perhitungan abutment menggunakan teori diagram
interaksi kolom. Menurut Advent. S (2009), kapasitas penampang kolom beton
bertulang dapat dinyatakan dalam bentuk diagram interaksi aksial-momen (P-M)
yang menunjukkan hubungan beban aksial dan momen lentur pada kondisi batas.
Setiap titik kurva menunjukkan kombinasi P dan M sebagai kapasitas penampang
terhadap suatu garis netral tertentu. Suatu kombinasi beban yang diberikan pada
kolom bila diplot ternyata berada di dalam diagram interaksi kolom, berarti kolom
masih mampu memikul dengan baik kombinasi pembebanan tersebut. Demikian
pula sebaliknya, yaitu jika suatu kombinasi pembebanan yang diplot ternyata
berada di luar diagram itu berarti kombinasi beban itu telah melampaui kapasitas
kolom dan dapat menyebabkan keruntuhan.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-33
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan, abutment merupakan salah satu elemen struktur dari suatu jembatan
untuk menahan gaya-gaya luar yang bekerja baik akibat beban mati, beban
kendaraan dan beban-beban lainnya yang diteruskan ke pondasi. Dalam peraturan
beton untuk jembatan mensyaratkan bahwa untuk merencanakan dinding bidang
harus memenuhi perbandingan antara lebar dan ketebalan > 4 > .
Perencanaan dinding yang diatur dalam peraturan beton untuk jembatan dapat
berupa dinding penahan dan dinding kepala jembatan.
Untuk merencanakan penulangan dan pemasangan tulangan dinding
bidang yang diatur oleh RSNI T-12-2004 terdapat beberapa jenis dinding sesuai
dengan beban (gaya) yang bekerjan sebagai berikut:
1. Dinding hanya dibebani gaya vertikal sebidang.
Jika dinding hanya dibebani gaya vertikal sebidang,maka dalam merencanakan
penulangannya harus direncanakan sebagai kolom sesuai pasal 5.7,dengan
catatan tulangan dalam arah veritkal ditempatkan pada masing-masing muka.
Bila Nu ≤ 0,5 φ Nn ,maka pengekangan tulangan vertikal dinding boleh
diabaikan.
2. Dinding dibebani gaya vertikal dan horisontal sebidang.
3. Dinding dibebani gaya horisontal tegak lurus dinding.
Perbandingan antara tinggi efektif dengan ketebalan ℎ
, tidak boleh melebihi
30, kecuali untuk dinding di mana gaya aksial Nu, tidak melebihi 0,05 f’c Ag,
maka perbandingan boleh dinaikkan menjadi 50.
4. Dinding dibebani gaya vertikal sebidang dan gaya horisontal tegak lurus
dinding.
5. Dinding merupakan bagian dari struktur portal.
II.11.1 Koefisien Tekanan Tanah Aktif (Ka)
Nilai untuk koefisien tekanan tanah lateral aktif dapat diambil sebagai
berikut. = 𝜃 + ∅ ′𝜏 [ 𝜃 sin 𝜃 − ]
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-34
dengan,
𝜏 = [ + √sin(∅ ′ + sin ∅ ′ −sin 𝜃 − sin 𝜃 + ]
Keterangan:
: Sudut geser antara ukuran dinding (°)
: Sudut pada urukan terhadap garis horisontal 𝜃 : Sudut pada dinding belakang terhadap garis horiszontal (°) ∅ ′ : Sudut geser efektif tanah (°)
II.11.2 Kekuatan Aksial Rencana dari Abutment
Kekuatan aksial rencana per unit panjang dinding terikat dalam kasus
tekan, harus diambil sebesar ∅ .
Dimana: ∅ : Faktor reduksi kekuatan
: Kekuatan aksial nominal dinding per satuan panjang
II.11.3 Lentur Bidang pada Abutment
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan, apabila pada dinding bekerja kombinasi antara gaya horisontal bidang
dan gaya aksial yang akan mengakibatkan kondisi pada penampang melintang
horisontal sebagai berikut:
1. Selalu tertekan pada seluruh penampang maka lentur bidang bisa diabaikan
dan dinding direncanakan hanya untuk geser horisontal saja.
2. Tarikan pada sebagian penampang maka dinding harus direncanakan untuk
lentur bidang sesuai dengan ketentuan serta persyaratan yang telah ditentukan.
Berdasarkan Manual Konstruksi dan Bangunan No. 009/BM/2008 tentang
Perencanaan Struktur Beton Bertulang untuk Jembatan, diagram interaksi kolom
secara umum dihitung dengan sejumlah distribusi regangan. Titik-titik dalam
diagram interaksi dihitung berdasarkan nilai P dan M yang berkorespondensi
dengan regangan tersebut. Di bawah ini merupakan Gambar 2.xx yang
menunjukkan diagram interaksi.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-35
Gambar 2. 13 Diagram Interaksi
Semantara perencanaan dengan menggunakan diagram interaksi yang
dikutip dari manual dapat dilakukan mengikuti langkah-langkah berikut ini.
1. Hitung beban terfaktor Pu, Mu untuk kombinasi beban yang relevan.
2. Pilih kasus pembebanan yang berpotensi menjadi penentu.
3. Baca dalam diagram ∅ .ℎ , diperoleh Ag = b.h =
∅ / .ℎ
4. Pilih dimensi penampang.
5. Jika dimensi terlalu besar, ulangi langkah 3 dan 4. Revisi Ag jika diperlukan.
6. Pilih tulangan baja, Ast = ℎ
7. Gunakan dimensi aktual dan ukuran batang untuk mengecek semua kombinasi
beban (gunakan grafik atau diagram interaksi).
8. Rencanakan tulangan lateral.
II.11.3 Kekuatan Geser pada Abutment
Menurut Basir (2015), untuk merancang penulangan geser pada abutment
harus dipenuhi persyaratan bahwa kekuatan nominal penampang dengan suatu
faktor reduksi kekuatan yang harus mampu menahan beban luat (gaya geser
terfaktor) yang bekerja. 𝜑 ................................................................................................... (2.44)
Dimana: 𝜑 : Faktor reduksi kekuatan tergantung jenis tulangan geser yang digunakan
: Kuat geser nominal penampang
: Kuat geser perlu
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-36
Kuat geser nominal merupakan kombinasi antara kuat geser beton dan baja
tulangan yang besarnya sebagai berikut. = + ................................................................................................ (2.45)
Dimana:
: Kuat geser yang disumbangkan oleh beton
: Kuat geser yang disumbangkan oleh baja tulangan
Berdasarkan RSNI T-12-2004, Kuat geser yang disumbangkan oleh beton (Vc)
untuk struktur yang dibebani oleh gaya tekan aksial, besarnya adalah sebagai
berikut. = ( + ) (√ ′) . ...................................................................... (2.46)
Pu : Gaya aksial ultimit (kN)
Kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (Vs) adalah sebagai berikut. = ............................................................................................... (2.47)
Namun dalam segala hal nilai Vs, harus tidak boleh lebih besar dari: √ ′ ............................................................................................. (2.48)
Besarnya kekuatan geser nominal dari penampang abutment dapat ditentukan
sebagai berikut.
1. Kekuatan geser abutment tanpa tulanagn geser
Apabila ℎ
, maka besarnya kuat geser Vc dapat ditentukan oleh
persamaan dibawah ini. = [ , √ ′ − , ℎ √ ′ ] , ....................................... (2.49)
Apabila ℎ > , maka nilai dapat diambil dari harga yang dihitung dari
persamaan berikut. = [ , √ ′ + , √ ′ℎ − ] , ................................................. (2.50)
Tetapi dalam setiap hal: √ ′ , ........................................................................ (2.51)
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-37
2. Sumbangan kekuatan geser abutmnet oleh tulangan geser
Berdasarkan RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk
Jembatan, sumbangan geser nominal oleh tulangan geser Vs, harus ditentukan
dari persamaan dibawah ini. = , .......................................................................... (2.52)
Dimana ditentukan sebagai berikut.
a. Untuk dinding dimana ℎ
, diambil dari perbandingan luas tulangan
vertikal atau luas tulangan horisontal, terhdap luas penampang dinding
pada daerah yang berurutan.
b. Untuk dinding dimana ℎ > , diambil sebagai perbandingan luas
tulangan horisontal dengan luas penampang dinding per meter vertikal.
II.11.4 Persyaratan Tulangan untuk Abutment
Berikut ini merupakan uraian persyaratan penulangan untuk abutment.
1. Tulangan Minimum
Rasio tulangan tidak kurang dari seperti yang diperlukan untuk pembatasan
retak pada komponen jembatan.
2. Tulangan Horisontal untuk Pengendalian Retak
Apabila dinding sepenuhnya dikekang terhadap perpanjangan atau kontraksi
arah horisontal akibat penyusutan atau suhu, perbandingan tulangan horisontal
tidak boleh kurang dari harga berikut, mana yang sesuai:
a. Untuk klasifikasi ketidakterlindungan A ,′
b. Untuk klasifikasi ketidakterlindungan B1, B2 dan C ,′
3. Jarak Antar Tulangan
Berikut uraian jarak antartulangan.
a. Jarak bersih minimum antara tulangan yang sejajar tidak boleh kurang
dari 3db.
b. Jarak antara maksimum dari pusat ke pusat dari tulangan yang sejajar
harus 1,5 atau 300 mm, diambil yang terkecil.
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-38
c. Untuk dinding dengan ketebalan lebih besar dari 200 mm, tulangan
horisontal dan vertikal harus dipasang dalam dua lapis masing-masing
dekat muka dinding.
II.12 Sambungan pada Jembatan
Berdasarkan SNI 2847:2013 pada pasal 12 tentang penyaluran dan
sambungan tulangan menyebutkan bahwa untuk batang tulangan ulir atau kawat
ulir, panjang penyaluran tulangannya dapat menggunakan persamaan dibawah ini. = ( , √ ′ 𝜓 𝜓 𝜓( + 𝐾 ) ) ............................................................ (2.53)
Dimana ruas pengekangan +
tidak boleh diambil lebih besar dari 2,5.
Diizinkan menggunakan = sebagai penyederhanaan disain meskipun
terdapat tulangan transversal.
Faktor-faktor yang digunakan dalam perumusan untuk penyaluran tulangan ulir
dapat dilihat sebagai berikut.
1. Jika tulangan horisontal dipasang lebih dari 300 mm beton segar dicor di
bawah panjang penyaluran atau sambungan, maka 𝜓 = , . Untuk situasi
lainnya, 𝜓 = , . 2. Untuk batang tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan
seng dan epoksi, atau kawat dilapisi epoksi dengan selimut kurang dari ,
atau spasi bersih kurang dari , 𝜓 = , . Untuk semua batang
tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan seng dan epoksi,
atau kawat dilapisi epoksi lainnya, maka 𝜓 = , . Untuk tulangan tidak
dilapissi dan dilapisi bahan seng (galvanis), maka 𝜓 = , . 3. Untuk batang tulangan atau kawat ulir D-19 atau yang lebih kecil, 𝜓 =, . Sementara untuk baja tulangan D-22 dan yang lebih besar, 𝜓 = , . 4. Jika beton ringan digunakan, tidak boleh melebihi 0,75. Jika beton normal
digunakan = , .
D4 Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan
Meriska Nur Pratiwi, Perancangan Peningkatan Struktur Jembatan Karangsari ... II-39
II.12.1 Penyaluran Kait Standar
Berdasarkan SNI 2847:2013, yang tertera pada pasal 12.5, panjang
penyaluran utnuk baja tulangan ulir yang diakhiri dengan kait standar, ℓ ℎ, harus
memiliki ketentuan bahwa ℓ ℎ tidak boleh kurang dari dan 150 mm.
II.12.2 Penyaluran Tulangan Momen Negatif
Ketentuan penyaluran tulangan momen negatif berdasarkan SNI 2947:2013
adalah sebagai berikut.
1. Tulangan momen negatif pada komponen struktur menerus, terkekang
(restrained), atau kantilever, atau pada setiap komponen struktur dari rangka
kaku, harus diangkur di dalam atau melewati komponen struktur penumpu
dengan panjang penanaman, kait, atau angkur mekanis.
2. Tulangan momen negatif harus mempunyai panjang penanaman ke dalam
bentang seperti diisyaratkan sebagai berikut.
a. Tulangan harus menerus melampaui titik dimana tulangan tersebut tidak
diperlukan lagi untuk menahan lentur untuk jarak yang sama atau ,
yang mana yang lebih besar, kecuali pada tumpuan bentang sederhana dan
pada ujung bebas kantilever.
b. Nilai √ ′ yang dipakai tidak boleh melebihi 8,3 MPa.
3. Paling sedikit sepertiga tulangan tarik total yang dipasang untuk momen
negatif pada tumpuan harus mempunyai panjang penanaman melewati titik
belok tidak kurang dari , , yang mana yang lebih besar.
4. Pada tumpuan interior komponen struktur lentur tinggi, tulangan tarik momen
negatif harus menerus dengan tulangan tarik dari bentang di sebelahnya.