B Indonesia
-
Upload
sandra-sintia-p -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of B Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Bahasa
Indonesia”. Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Bahasa Indonesia.
Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Ibu
Alfa Mitri Suhara, M.Pd. selaku dosen yang telah memberikan bimbingan sehingga makalah
ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan baik itu pengetahuan,
pengalaman maupun kemampuan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran maupun kritik
membangun yang bertujuan agar hasil makalah ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua
khalayak.
Akhir kata kami berharap, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi
pembaca. Semoga Allah SWT akan senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah serta taufik-
Nya kepada kita semua. Amin.
Bandung, September 2015
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................5
2.1 Tujuan Mempelajari Mata Kuliah Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.................5
2.2 Perkembangan Bahasa Indonesia................................................................................5
2.3 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia...................................................................8
2.4 Ragam Bahasa...........................................................................................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................11
3.1 Kesimpulan................................................................................................................11
3.2 Saran..........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar pendidikan pada semua jenjang
pendidikan di Indonesia. Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh
karena itu pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa, yaitu mendengarkan atau menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Secara
prinsip pengajaran bahasa bertujuan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam
berbahasa, yaitu keterampilan mendengarkan, keterampilan berbicara, keterampilan
membaca, dan keterampilan menulis. Empat keterampilan bahasa tersebut merupakan satu
kesatuan yang merupakan catur tunggal.
Berbicara adalah bercakap atau berbahasa yang memerlukan bahasa untuk menyampaikan
maksud dan tujuan pada lawan bicaranya. Berbicara merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang rentan terhadap ketidaksantunan berbahasa. Seseorang yang terampil
berbicara pasti mempertimbangkan apa yang akan diakatakan sebelum dia mengatakan
sesuatu. Pertimbangan itu berupa konteks yang diwujudkan oleh Dell Hymes kedalam
delapan komponen, beberapa diantaranya adalah pihak-pihak yang terlibat dalam
pembicaraan, kapan perbicaraan berlangsung, dan mengacu pada norma atau aturan yang
berlaku dalam berinteraksi.
Keterampilan berbicara memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi dan berinteraksi
antara penutur dan mitra tutur. Untuk dapat berbahasa dengan santun dan dengan perilaku
yang sesuai dengan etika berbahasa, tentunya harus dipenuhi dulu persyaratan bahwa kita
telah dapat menguasai bahasa dengan baik. Bahasa itulah yang nantinya yang akan digunakan
oleh para penuturnya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan.
Tuturan yang bisa dikatakan santun adalah apabila seseorang tersebut tidak terdengar
memaksa atau angkuh, tuturan itu memberi pilihan tindakan kepada lawan tutur, dan lawan
tutur itu menjadi senang. Jadi dapat dikatakan bahwa kesantunan adalah sebuah
penghormatan atau penempatan seseorang pada tempat terhormat, atau sekurang-kurangnya
menempatkan seseorang pada tempat yang diinginkannya. Namun kenyataan di lapangan
sangatlah berbeda. Belakangan ini konsep dasar kesantunan berbahasa sulit ditemukan dalam
1
bahasa seseorang yang diwujudkan dalam tuturannya. Hal ini bisa dipengaruhi karena
kemajuan teknologi yang menyebabkan memudarnya kebudayaan timur dan lunturnya
norma-norma kesantunan dalam segala hal, sehingga memberi pengaruh buruk bagi
masyarakat, khususnya kaum terpelajar, yaitu siswa.
Selain itu, kemajuan teknologi juga menyebabkan rendahnya etika dan moral masyarakat,
khususnya terjadi di lingkungan sekolah sehingga sering ditemukan ragam bahasa yang tidak
seharusnya diucapkan oleh seorang terpelajar justru akrab sekali diucapkan mereka di
lingkungan sekolah dan tindakan yang buruk pun menjadi sesuatu kebiasaan siswa-siswa di
sekolah. Salah satunya adalah tawuran. Salah satu sebab terjadinya tawuran antarpelajar
adalah karena seorang pelajar bertemu dengan palajar lain, mereka tidak saling menyapa dan
memberi salam, melainkan saling melototkan mata. Sehingga bukan kesantunan berbahasa
yang terjalin melainkan kekerasan fisik, yaitu tawuran itu sendiri.
Perilaku bertutur yang dikatakan santun adalah apabila seseorang memperhatikan etika
berbahasanya terhadap lawan bicara. Etika berbahasa erat kaitannya dengan norma-norma
sosial yang berlaku dalam satu masyarakat. Oleh karena itu, etika bahasa ini antara lain akan
mengatur apa yang harus dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu dan ragam bahasa, apa
yang wajar kita gunakan dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu.
Proses pendidikan merupakan salah satu wadah bagi berlangsungnya kebudayaan. Proses
pendidikan sebagai alat kebudayaan dimungkinkan karena fasilitas bahasa. Fasilitas yang
baik membantu pencapaian tujuan. Artinya tujuan pendidikan hanya akan tercapai apabila
bahasa sebagai fasilitasnya terpelihara dengan baik, difungsikan dengan tepat, dan
dikembangkan dengan cermat agar terjadi yang namanya kesantunan dalam interaksi. Bahasa
berbicara mengenai ragam bahasa yang digunakan dalam proses pendidikan. Ragam bahasa
yang digunakan haruslah menggunakan bahasa yang baik dan benar, bukan ragam bahasa
yang tak sepantasnya yaitu bahasa-bahasa kasar dan melanggar prinsip kesantunan yang
menyebabkan terjadinya ketidaksantunan dalam proses pendidikan. Selain itu, sikap saling
menghargai juga sangat diperlukan dalam berkomunikasi. Hal ini dapat dilihat pada cara
mengambil alih giliran berbicara dan penggunaan intonasi atau kualitas suara yang harus
disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat berkomunikasi agar terpelihara kesantunan.
Baik dalam pendidikan formal maupun nonformal, komunikasi dapat berlangsung dengan
menggunakan ragam santai dan ragam resmi. Ragam resmi merupakan variasi bahasa yang
digunakan dalam situasi resmi, misalnya dalam rapat dinas, ceramah keagamaan dan pidato
kenegaraan. Sedangkan ragam santai adalah variasi bahasa yang biasa digunakan pada situasi
non formal.
2
Peristiwa tutur yang di dalamnya menggunakan ragam resmi dapat dijumpai dalam
proses pembelajaran di sekolah. Dalam proses pembelajaran, siswa dituntut berkomunikasi,
mengeluarkan pikiran dan gagasannya dengan bahasa yang sesuai dengan standar yang
berlaku yaitu etika berbahasa dan disertai aturan-aturan yang berlaku di dalam budaya
tersebut. Serangkaian tata tertib atau aturan-aturan tentang bagaimana seharusnya seseorang
berbahasa inilah yang kemudian disebut kesantunan berbahasa.
Berbicara tentang kesantunan berbahasa berarti berbicara tentang pemilihan kode bahasa,
norma-norma sosial, dan sistem budaya yang berlaku dalam suatu masyarakat. Greetz
kemudian merinci kesantunan berbahasa ke dalam lima poin sebagai berikut:
1. Apa yang harus dikatakan pada waktu tertentu kepada seorang partisipan tertentu
berkenaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat.
2. Ragam bahasa yang paling wajar digunakan dalam peristiwa tutur dan budaya tertentu.
3. Kapan dan bagaimana giliran berbicara dan menyelah pembicaraan orang lain itu
digunakan.
4. Kapan harus diam.
5. Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik di dalam berbicara itu.
Poin-poin di atas menjelaskan bahwa penggunaan bentuk-bentuk sapaan, penggunaan
intonasi, kapan giliran berbicara, serta bagaimana gerakan tubuh/mimik bukanlah sesuatu
yang dapat digunakan secara bebas. Kesantunan berbahasa jika dikuasai dengan baik
menjadikan manusia beradab, dihargai, dan hidup menjadi tentram. Banyak hal dalam
kehidupan manusia yang membuatnya dihargai dan disanjung hanya karena tindak tuturnya
yang santun.
Sebaliknya, seseorang akan tidak dihargai oleh masyarakat hanya karena tindak
tuturnya yang tidak santun, sekalipun ia seorang yang berkecukupan dan terpelajar. Masalah
yang besar lainnya yang dapat terjadi sebagai dampak dari ketidaksantunan adalah
perselisihan atau perpecahan yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban materi dan jiwa.
Seperti yang diutarakan sebelumnya, seseorang baru dapat disebut pandai berbahasa jika dia
menguasai tatacara atau kesantunan berbahasa. Demikian halnya di dalam lingkungan
sekolah, siswa diajari dan dituntut mampu menggunakan bahasa sesuai dengan kaidah atau
norma kebahasaan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi salah satu wadah terbentuknya
kesantunan berbahasa.
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa tujuan mempelajari Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi?
2. Bagaimana perkembangan Bahasa Indonesia?
3. Apa fungsi dan kedudukan Bahasa Indonesia?
4. Apa yang dimaksud dengan ragam bahasa?
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan Mempelajari Mata Kuliah Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi
2.1.1 Tujuan Umum: Mahasiswa memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
1. Kesetiaan bahasa: mendorong mahasiswa memelihara bahasa nasional dan
apabila pelu mencegah adanya pengaruh asing.
2. Kebanggaan bahasa: mendorong mahasiswa mengutamakan bahasanya dan
menggunakannya sebagai lambang identitas bangsanya.
3. Kesadaran akan adanya norma bahasa: mendorong mahasiswanya
menggunakan bahasanya sesuai dengan kaidah yang berlaku.
2.1.2 Tujuan Khusus: Mahasiswa, calon sarjana, terampil menggunakan bahasa
Indonesia dengan benar, baik secara tertulis maupun secara lisan.
1. Tujuan jangka pendek
a. Mahasiswa mampu menyusun sebuah karya ilmiah sederhana dalam
bentuk dan isi yang baik, dengan menggunakan bahasa Indonesia yang
baik dan benar.
b. Mahasiswa dapat membuat tugas-tugas (karangan ilmiah sederhana) dari
dosen-dosen dengan menerapkan dasar-dasar yang diperoleh dari kuliah
bahasa Indonesia.
2. Tujuan jangka panjang
a. Mahasiswa mampu menyusun skripsi sebagai syarat ujian sarjana.
b. Mahasiswa lebih terampil menyusun kertas kerja, laporan penelitian, surat,
dan karya ilmiah lainnya setelah lulus.
2.2 Perkembangan Bahasa Indonesia
2.2.1 Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah
bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan
sebagai lingua franca di Nusantara sejak abad-abad awalpenanggalan modern. Aksara
pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau
Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di
5
Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang
menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai
Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi,
dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o"
sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan
menjadi beragam. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa
Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi
karena penguasaan bahasa Belanda untuk para pegawai pribumi dinilai lemah. Pada
awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat.
Pada tahun 1901, Indonesia sebagai Hindia-Belanda mengadopsi ejaan Van
Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian
dari Malaysia) di bawah Inggrismengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen
diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu(dimulai tahun 1896) van Ophuijsen,
dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim. Kemudian pada tahun 1908 Pemerintah Hindia-Belanda (VOC) mendirikan
sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de
Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat). Intervensi pemerintah semakin kuat dengan
dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada
tahun 1908, yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai
itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku
penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit
membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "Bahasa Persatuan Bangsa"
pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu
sebagai bahasa nasional atas usulanMuhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan,
dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin
mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan
kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah
yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak
dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur
Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus,
6
dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah
perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
Pada tahun 2008 direncanakan sebagai Tahun Bahasa 2008. Oleh karena itu,
sepanjang tahun 2008 telah diadakan kegiatan kebahasaan dan kesastraan. Sebagai
puncak dari seluruh kegiatan kebahasaan dan kesastraan serta peringatan 80 tahun
Sumpah Pemuda, diadakan Kongres IX Bahasa Indonesia pada tanggal 28 Oktober-1
November 2008 di Jakarta. Kongres tersebut akan membahas lima hal utama, yakni
bahasa Indonesia, bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan
sastra, serta bahasa media massa. Kongres bahasa ini berskala internasional dengan
menghadirkan para pembicara dari dalam dan luar negeri. Para pakar bahasa dan
sastra yang selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa
Indonesia di luar negeri sudah sepantasnya diberi kesempatan untuk memaparkan
pandangannya dalam kongres ini.
Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal, terdapat fakta-
fakta historis hingga sekarang sebagai berikut.
a. Sebelum Masa Kolonial
Bahasa Melayu dipakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII. Hal ini terbukti
dengan adanya empat buah batu bertulis peninggalan kerajaan Sriwijaya. Keempat
batu bersurat itu ditemukan di Kedukan Bukit (80), di Talang Tuwo (dekat
Palembang) (684), di Kota Kapur (Bangka Barat) (686), di Karang Berahi (Jambi)
(688). Bukti lain ditemukan di Pulau Jawa yaitu di Kedu. Di situ ditemukan sebuah
prasasti yang terkenal bernama inskripsi Gandasuli (832) Berdasarkan penyelidikan
Dr. J.G. De Casparis dinyatakan bahwa bahasanya adalah bahasa Melayu kuno
dengan adanya dialek Melayu Ambon, Timor, Manado, dsb.
b. Masa Kolonial
Ketika orang-orang barat sampai di Indonesia pada abad XVII, mereka
menghadapi suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi
dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam perdagangan.
Ketika bangsa Portugis maupun bangsa Belanda mendirikan sekolah-sekolah,
mereka terbentur dalam soal bahasa pengantar. Usaha menerapkan bahasa Portugis
dan Belanda sebagai bahasa pengantar mengalami kegagalan. Demikian pengakuan
Belanda Dancerta tahun 1631. Ia mengatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku
memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
7
c. Masa Pergerakan Kebangsaan
Pada waktu timbulnya pergerakan kebangsaan terasa perlu adanya suatu bahasa
nasional, untuk engikat bermacam-macam suku bangsa di Indoensia. Suatu
pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat
diikutsertakan. Untuk itu, mereka mencari bahasa yang dapat dipahami dan dipakai
oleh semua orang. Pada mulanya agak sulit untuk menentukan bahasa mana yang
akan menjadi bahasa persatuan, tetapi mengingat kesulitan-kesulitan untuk
mempersatukan berbagai suku bangsa akhirnya pada 1926 Yong Java mengakui dan
memilih bahasa Melayu sebagi bahasa pengantar.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti tersebut di atas, akhirnya pada
tanggal 28 Oktober 1928, yaitu saat berlangsungnya Kongres Pemuda Indonesia di
Jakarta dihasilkan ikrar bersama, “Ikrar Sumpah Pemuda”.
1. Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu Tanah air
Indonesia
2. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia
3. Kami putra-putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
d. Masa Jepang dan Zaman Kemerdekaan
Setelah Perang Dunia II, ketika tentara Jepang memasuki Indonesia, bahasa
Indonesia telah menduduki tempat yang penting dalam perkembangan bahasa
Indonesia. Usaha jepang untuk menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa
Belanda tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan
2.3 Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, antara lain, bersumber
pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, kedudukannya berada di atas bahasa-bahasa daerah. Selain itu,
di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum pasal khusus (Bab XV, Pasal 36)
mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa negara ialah
bahasa Indonesia. Dengan demikian ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia.
Pertama, bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional, sesuai dengan
8
Sumpah Pemuda 1928, dan kedua bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
negara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
2.3.1 Fungsi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
1. Lambang kebanggan kebangsaan
2. Lambang identitas nasional
3. Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya.
4. Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang
sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan
Indonesia.
Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai
sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Sebagai lambang identitas nasional,
bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan lambang negara kita. Sebagai alat
perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antar suku bangsa, bahasa Indonesia dipakai
untuk berhubungan antar suku bangsa di Indonesia sehingga ketidaksalahpaham sebagai
akibat perbedaan latar belakang sosial, budaya, dan bahasa tidak perlu terjadi.
Disamping ketiga dungsi di atas, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat yang
memungkinkan terlaksananya penyatuan berbagai suku bangsa yang memiliki latar
belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan
kebangsaan yang bulat.
2.3.2 Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Negara
1. Bahasa resmi kenegaraan
2. Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
3. Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan
4. Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa Indonesia dipakai antara lain: di dalam
segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan, dokumen-dokumen dan keputusan-
keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di
lembaga-lembaga pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi di
seluruh Indonesia.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia juga berfungsi sebagai alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
nasional untuk kepentingan pelaksanaan pemerintahan.
9
Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan, dan
teknologi, bahasa Indonesia dipakai sebagai alat yang memungkinkan kita membina dan
mengembangkan kebudayaan nasional sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya
sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah.
2.4 Ragam Bahasa
Berdasarkan pemakaiannya, bahasa memiliki bermacam-macam ragam sesuai
dengan fungsi, kedudukan, serta lingkungannya. Ragam bahasa pada pokoknya terdiri
atas raga, lisan dan ragam tulis. Ragam lisan terdiri atas ragam lisan baku dan ragam lisan
tak baku; ragam tulis terdiri atas ragam tulis baku dan ragam tulis tak baku.
Bahasa indonesia baku dipakai dalam:
1. Karang-mengarang
2. Pembicaraan pada situasi formal
3. Pembicaraan di depan umum
4. Pembicaraan di depan orang yang dihormati
Bahasa Indonesia tidak baku dipakai dalam situasi santai. Kedua ragam bahasa itu dapat
hidup berdampingan.
2.4.1 Sifat Ragam Bahasa Baku
Ragam bahasa baku memiliki dua sifat sebagai berikut.
1. Kemantapan dinamis: disamping memiliki kaidah dan aturan, relatif luwes atau
terbuka untuk perubahan sejalan perubahan masyarakat.
2. Kecendekiawan: sanggup mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di
berbagai ilmu dan teknologi.
3. Seragam: pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa ialah proses penyeragaman
bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pencarian titik-titik
keseragaman.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari pembahasan diatas bahwa sumber dari bahasa Indonesia
adalah bahasa Melayu, bahasa Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai
bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun secara Yuridis bahasa
Indonesia di akui setelah kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945,
bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia karena bahasa Melayu telah
digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa Melayu
sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa, bahasa
Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, seiring
dengan perkembangannya bahasa Indonesia memiliki banyak ragam dan variasi
namun semua menambah kekayaan bahasa Indonesia sendiri.
3.2 SaranSebagaimana yang kita ketahui bahasa Indonesia sumbernya adalah bahasa
Melayu. Sebagai bangsa yang besar selayaknyalah kita menghargai nilai-nilai sejarah
tersebut dengan tetap menghormati bahasa Melayu. Disamping itu alangkah baiknya
apabila kita menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar.
11
DAFTAR PUSTAKA
Hidayati, Wachit. 2013. Sejarah, Fungsi dan Kedudukan Bahasa Indonesia. [Online].
Tersedia: http://coretanwnh.blogspot.co.id/2013/09/sejarah-fungsi-dan-kedudukan-
bahasa.html
Sofyan, Agus Nero, H. Wahya, Eni Karlieni, dkk. 2014. Bahasa Indonesia dalam
Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Widyatama.
12