Ayah
-
Upload
fera-aprillia-lestari -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
description
Transcript of Ayah
A. DefinisiHiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kernikterus jika tidak segera ditangani dengan baik. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat peningkatan bilirubin indirek pada otak terutama pada corpus striatum, thalamus, nukleus thalamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus ke-4. Kadar bilirubin tersebut berkisar antara 10 mg / dl pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg / dl pada bayi kurang bulan
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan
B. PatofisiologiBilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin.
Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah
dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam
air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam
tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin
terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati
(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal.
Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi
ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau
jaundice (Murray et al,2009)
C. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas
Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan
tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah
defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel
otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar
atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh
penyebab lain. (Hassan et al.2005).
D. Manifestasi Klinik
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya
kira-kira 6mg/dl (Mansjoer at al, 2007).
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuningkehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono et al,
2005).
Gambaran klinik ikterus patologis :
a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar : proses patologis (Sarwono et al, 2005).
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta membran
mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan oleh
penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang tampak
pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-4 serta
menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan jaundice fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia, fatique,
warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang, tak mau
menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2005).
E. Pemeriksaan Penunjang
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang
kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi
apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut
dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus
yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang
tergolong resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab
ikterus antara lain adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap dan hapusan
darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin
total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin.
Kadar serum albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau
transfusi tukar(Etika et al, 2006).
F. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses
ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin
plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam
ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB,
sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al,
2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct positif
(Hassan et al, 2005).
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
G. Konsep Tmbuh kembangA. PENGERTIAN TUMBUH KEMBANG
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu PERTEMBUHAN danPERKEMBANGAN.
Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam ukuran baik besar, jumlah, atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu.Perkembangan lebih menitikberatkan pada aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ ataupun individu, termasuk pula perubahan pada aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan.Dengan demikian proses pertumbuhan mempunyai dampak terhadap aspek fisis sedangkan proses perkembangan berkaitan dengan fungsi pematangan intelektual dan emosional organ atau individu.
B. JENIS-JENIS TUMBUH KEMBANGSecara garis besar tumbuh kembang dibedakan kedalam 3 jenis yaitu:a) Tumbuh kembang fisisTumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam ukuaran besar dan fungsi organisme atau individu. Perubahan fungsi ini bervariasi dari fungsi tingkat molekular yang sederhana seperti aktivasi enzim terhadap diferensiasi sel, sampai kepada psoses metabolisme yang kompleks dan perubahan bentuk fisis pada masa pubertas dan remaja.b) Tumbuh kembang intelektualTumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik, seperti berbicara, bermain, berhitung atau membaca.c) Tumbuh kembang emosionalProses tumbuh kembang emosional bergantung kepada kemampuan bayi untuk membentuk ikatan batin, kemampuan untuk bercinta dan berkasih sayang, kemampuan untuk menangani kegelisahan akibat suatu frustasi dan kemampuan untuk rangsangan agersif.
C. TAHAPAN TUMBUH KEMBANGTahap tumbuh kembang anak secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun, terdiri atas masa prenatal mulai masa embrio (mulai konsepsi sampai 8 minggu) dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), serta masa pascanatal mulai dari masa neonates (0-28 hari), masa bayi (29 hari – 1 tahun), masa anak (1-2 tahun), masa prasekolah (3-6 tahun).2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun keatas, terdiri atas masa sekolah (6-12 tahun) dan masa remaja (12-18 tahun).
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TUMBUH KEMBANGTingkat tercapainya potensi biologik seseorang merupakan hasil interaksi sebagai faktor yang saling bekaitan, yang pada dasarnya dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu:1. Faktor genetik2. Faktor lingkungan3. Faktor perilaku
☻ Faktor GenetikFaktor genetik ini merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi
dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil yang optimal. Adapun yang termasuk dalam faktor genetik diantaranya adalah faktor bawaan yang normal atau patoloigik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa.
☻ Faktor LingkunganBerbagai keadaan lingkungan yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak lazim digolongkan menjadi lingkungan biopsikosial, yang diadalamnya tercakup komponen biologis (fisis), psikologis, ekonomi, sosial, politik dan budaya.
☻ Faktor PerilakuKeadaan perilaku akan mempengaruhi pola tumbuh kembang anak. Perilaku yang sudah tertanam pada masa anak akan terbawa dalam masa kehidupan selanjutnya.Belajar sebagai aspek utama aktualisasi, merupakan proses pendidikan yang dapat mengubah dan membentuk perilaku anak. Dorongan kuat untuk perubahan perilaku dapat diartikan positif atau negative, bergantung kepada apakah sifat dorongan tersebut merupakan pengalaman yang baik, menyenangkan, menggembirakan atau sebaliknya.Perubahan perilaku dan bentuk perilaku yang terjadi akibat pengaruh berbagai faktor lingkungan akan mempunyai dampak luas terhadap sosialisasi dan disiplin anak.
E. TEORI TUMBUH KEMBANG MENURUT PAKAR1. Teori Tumbuh Kembang Sidmund FreudSidmund Freud terkenal sebagai pengganti teori alam bawah sadar dan pakar psikoanalisis.Tapi kita sering lupa bahwa Freud lah yang menekankan pentingnya arti perkembangan psikososial pada anak. Freud menerangkan bahwa berbagai problem yang dihadapi penderita dewasa ternyata disebabkan oleh gangguan atau hambatan yang dialami perkembangan psikososialnya. Dasar psikaonalisis yang dilakukannya adalah untuk menelusuri akar gangguan jiwa yang dialami penderita jauh kemasa anak, bahkan kemasa bayi.Freud membagi perkembangan menjadi 5 tahap, yang secara berurut dapat dilalui oleh setiap individu dalam perkembangan menuju kedewasaan.
Adapun tahap perkembangan menurut Freud adalah;1. Fase oral2. Fase anal3. Fase falik4. Fase laten5. Fase genital
☻ Fase OralDisebut fase oral karena dalam fase ini anak mendapat kenikmatan dan kepuasan berbagai pengalaman sekitar mulutnya. Fase oral mencakup tahun pertama kehidupan ketika anak sangat tergantung dan tidak berdaya. Ia perlu dilindungi agar mendapat rasa aman. Dasar perkembangan mental sangat tergangtung dari hubungan ibu – anak pada fase ini. Bila terdapat gangguan atau hambatan dalam
hal ini maka akan terjadi fiksasi oral, artinya pengalaman buruk, tentang masalah makan dan menyapih akan menyebabkan anak terfiksasi pada fase ini, sehingga perilakunya diperoleh pada fase oral.Pada fase pertama belum terselesaikan dengan baik maka persoalan ini akan terbawa ke fase kedua. Ketidak siapan ini meskipun belum berhasil dituupi biasanya kelak akan muncul kembali berupa berbagai gangguan tingkah laku.
☻ Fase AnalFase kedua ini berlangsung pada umur 1-3 tahun. Pada fase ini anak menunjukkan sifat ke-AKU-annya. Sikapnya sangat narsistik dan egoistic. Ia pun mulai belajar kenal tubuhnya sendiri dan mendapatkan kepuasan dari pengalaman. Suatu tugas penting dalam yang lain dalam fase ini adalah perkembangan pembicaraan dan bahasa. Anak mula-mula hanya mengeluarkan bahasa suara yang tidak ada artinya, hanya untuk merasakan kenikmatan dari sekitar bibir dan mulutnya. Pada fase ini hubungan interpersonal anak masih sangat terbatas. Ia melihat benda-benda hanya untuk kebutuhan dan kesenangan dirinya. Pada umur ini seorang anak masi bermain sendiri, ia belum bias berbagi atau main bersama dengan anak lain. Sifatnya sangat egosentrik dan sadistik.
☻ Fase FalikFase falik antara umur 3-12 tahun. Fase ini dibagi 2 yaitu fase oediopal antara 3-6 tahun dan fase laten antara 6-12 tahun.Fase oediopal denagn pengenalan akan bagian tubuhnya umur 3 tahun. Disini anak mulai belajar menyesuaiakan diri dengan hukum masyarakat. Perasaan seksual yang negative ini kemudia menyebabkania menjauhi orang tua dengan jenisn kelamin yang sama. Disinilah proses identifikasi seksual. Anak pada fase praoediopal biasanya senang bermain denagn anak yang jenis kelaminnya berbeda, sedangkan anak pasca oediopal lebih suka berkelompok dengan anak sejenis.
☻ Fase LatenResolusi konflik oediopal ini menandai permulaan fase laten yang terentang 7-12 tahun, untuk kemudian anak masuk ke permulaan masa pubertas. Periode ini merupakan integrasi, yang bercirikan anak harus berhadapan dengan berbagai tuntutan dan hubungan denagn dunia dewasa.Anak belajar untuk menerapkan dan mengintegrasikan pengalaman baru ini. Dalam fase berikutnya berbagai tekanan sosial akan dirasakan lebih berat oleh karena terbaur dengan keadaan transisi yang sedang dialami si anak.
☻ Fase GenitalDengan selesainya fase laten, maka sampailah anak pada fase terakhir dalam perkembangannya. Dalam fase ini si anak menghadapi persoalan yang kompleks. Kesulitan sering timbul pada fase ini disebabkan karena si anak belum dapat menyelesaikan fase sebelumnya dengan tuntas.2. Teori tumbuh Kembang Erik EriksonErikson melihat anak sebagai makhluk psisososial penuh energy. Ia mengungkapakan bahwa perkembangan emosional berjalan sejajar dengan
pertumbuhan fisis, dan ada interaksi antara perkembangan fisis dan psikologis. Ia melihat adanya suatu keteraturan yang sama antara perkembangan psikologis dan pertumbuhan fisis.Erikson membagi perkembangan manusi dari awal hingga akhir hayatnya menjadi 8 fase dengan brbagai tugas yang harus diselesaikan pada setiap fase. Lima fase pertama adalah saat anak tumbuh dan berkembang.
☻ Masa BayiKepercayaan dasar vs ketidak percayaan. Dalam masa ini terjadi interaksi sosial yang erat antara ibu dan anak yang menimbulkan rasa aman dalam diri si anak. Dari rasa aman tumbuh rasa kepercayaan dasar terhadap dunia luar.
☻ Masa BalitaKemandirian vs ragu dan malu. Masa balita dari Erikson ini kira-kira sejajar dengan fase anal. Pada masa ini anak sedang belajar untuk menegakkan kemandiriannya namun ia belum dapat berfikir, oleh karena itu masih perlu mebdapat bimbingan yang tegas. Psikopatologi yang banyak ditemukan sebagai akibat kekurangan fase ini adalah sifat obsesif-kompulsif dan yang lebih berat lagi adalah sifat atau keadaan paranoid.
☻ Masa BermainInisiatif vs bersalah. Masa ini berkisar antara umur 4-6 tahun. Anak pada umur ini sangat aktif dan banyak bergerak. Ai mulai belajar mengembangkan kemampuannya untuk bermasyarakat. Inisiatifnya mulai berkembang pula dan bersama temannya mulai belajar merencanakan suatu permainan dan melakukannya dengan gembira.
☻ Masa SekolahBerkarya vs rasa rendah diri. Masa usia 6-12 tahun adalah masa anak mulai memasuki sekolah yang lebih formal. Ia sekarang berusaha merebut perhatian dan penghargaan atas karyanya. Ia belajar untuk menyelesaikan tugas yang diberikan padanya, rasa tanggung jawab mulai timbul, dan ia mulai senang untuk belajar bersama.
☻ Masa RemajaIdentitas diri vs kebingungan akan peran diri. Pada sekitar umur 13 tahun masa kanak-kanak berakhir dan masa remaja dimulai. Pertumbuhan fisis menjadi sangat pesat dan mencapai taraf dewasa. Peran orang tua sebagai figure identifikasi lain. Nilai-nilai dianutnya mulai diaragukan lagi satu per satu.A.B. 3. Teori Tumbuh Kembang Menurut PiagetPiaget adalah pakar terkemuka dalam bidang teori perkembangan kognitif. Seperti juga Freud, Piaget melihat bahwa perkembangan itu mulai dari suatu orientasi yang egosentrik, kemudian makin meluas dan akhirnya memasuki dunia sosial. Piaget membagi perkembangan menjadi empat fase:1. Fase sensori-motor2. Fase praoperasional
3. Fase operasional konkrit4. Fase operasional formal
☻ Fase Sensori-motor (0-2 tahun)Seorang anak mempunyai sifat yang sangat egosentrik dan sangat terpusat pada diri sendiri. Oleh karena itu kebutuhan pada fase ini bersifat fisik, fungsi ini menyebabkan si anak cepat menguasainya dan dibekali dengan keterampilan tersebut melangkah ke fase berikutnya.
☻ Fase Pra-operasional (2-7 tahun)Fase ini dibagi menjadi dua, yaitu fase para konseptual dan fase intuitif. Fase pra konseptual (2-4 tahun). Disini anak mulai mengembangkan kemampuan bahasa yang memungkinkan untuk berkomunikasi dan bermasyarakat dengan dunia kecilnya. Fase intuitif (4-7 tahun) anak makin mampu bermasyarakat namun ia belum dapat berfikir secara timbal balik. Ia banyak memperhatikan dan meniru perilaku orang dewasa.
☻ Fase Operasional Konkrit (7-11 tahun)Pengalaman dan kemampuan yang diperoleh pada fase sebelumnya menjadi mantap. Ia mulai belajar untuk menyesuaikan diri dengan teman-temannyadan belajar menerima pendapat yang berbeda dari pendapatnya sendiri.
☻ Fase Operasional Formal (11-16 tahun)Pada fase akhir ini kemampuan berfikir anak akan mencapai taraf kemampuan berfikir orang dewasa. Tercapainya kemampuan ini memungkinkan remaja untuk masuk ke dalam dunia pendidikan yang lebih kompleks, yaitu dunia pendidikan tinggi.
Dari tiga teori berkembang tersebut diatas, yaitu teori Freud, Erikson, dan Piaget, maka kita dapat melihat bagaimana para pakar tersebut mempelajari perkembangan anak dari sudut yang berbeda namun semuanya sepeandapat bahwa:a. Perkembanagn suatu proses yang diatur dan berurutan, yang dimulai dari beberapa hal sederhana, dan terus berkembang menjadi semakin kompleks.b. Timbulnya gangguan jiwa disebabkan oleh adanya kegagalan disalah satu fase untuk menyelesaikan suatu tugas perkembangan tertentu.c. Adanya kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang dari pihak anak sendiri.
Freud telah membangun suatu rangka dasar bagi teori perkembangan pendekatan Freud bersifat egosentrik oleh karena ia mengutamakan untuk mempelajari individu itu sendiri secara mendalam dan menelaah reaksinya terhadap berbagai titik kritis dalam perkembangan yang dapat menjadi problem dikemudian hari bila tidak dapat diselesaikan dengan baik.Erikson beranjak dari Freud, namun kemudian kebih menekankan pentingnya peran lingkungan. Ia memepelajari interaksi yang terjadi antara anak dan lingkungannya. Ia memasuki dunia anak, dunia bermain dan memakai permainan sebagai alat untuk lebih mengerti jiwa anak.
Penekanan Piaget pada proses kognitif merupakan titik baikyang penting untuk bias memasuki dunia intelektual yang lebih tinggi. Sitem Piaget dapat dipergunakan untuk meneliti mengenai perkembangan intelegensi yang lebih tinggi pada manusia yang memebedakan manusia dari spesies lain.
H. Konsep HospitalisasA. Pengertian Hospitalisasi
Menurut Potter & Perry (2005) hospitalisasi adalah pengalaman yang penuh tekanan,
utamanya karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang lain berarti, seleksi
perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan.Hospitalisasi adalah kebutuhan klien
untuk dirawat karena adanya perubahan atau gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap
lingkungan (Parini, 1999).
Proses hospitalisasi dapat menimbulkan trauma atau dukungan , bergantung pada institusi,
sikap keluarga dan teman, respon staf, dan jenis penerimaan masuk rumah sakit (Stuart, 2007,
hal :102).
Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang terencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di RS, menjalani terapi & perawatan sampai dipulangkan
kembali ke rumah. Perasaan yang sering muncul pada anak : cemas, marah, sedih, takut dan rasa
bersalah (Wong, 2000). Bila anak stress maka orang tua juga menjadi stress danakan membuat
stress anak semakin meningkat (Supartini, 2000).
Hospitalisasi terjadi apabila dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami
suatu gangguan fisik maupun mentalnya yang memungkinkan anak untuk mendapatkan
perawatan di rumah sakit.
Secara sederhana, hospitalisasi merupakan keadaan dimana orang sakit berada pada
lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongandalam perawatan atau pengobatan
sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya.Tetapi pada umumnya
hospitalisasidapat menimbulkan ketegangan dan ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan
emosi atau tingkah laku yang mempengaruhikesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama
dirawat di rumah sakit.
B. Reaksi terhadap Hospitalisasi
Reaksi hospitalisasi bersifat individual dan sangat tergantung pada usia perkembangan
anak,pengalaman sebelumnya terhadapsakit,sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan
koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi anak terhadap sakit adalahkecemasan karena
perpisahan,kehilangan,perlukaan tubuh,dan rasa nyeri.
Hospitalisasi bagi keluarga dan anak dapat dianggap sebagai pengalaman yang mengancam
dan stressor.Kedua hal ini dapat menimbulkan krisis bagi anak dan keluarga. Bagi anak, hal ini
mungkin terjadi karena beberapa hal seperti :
1.Anak tidak memahami mengapa dirawat / terluka
2.Stress dengan adanya perubahan akan status kesehatan, lingkungan dan kebiasaan sehari-hari
3.Keterbatasan mekanisme koping
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi :
1.Tingkat perkembangan usia
2.Pengalaman sebelumnya
3.Support sistem dalam keluarga
4.Keterampilan koping
5.Berat ringannya penyakit
Stress yang umumnya terjadi berhubungan dengan hospitalisasi:
1.Takut
1)Unfamiliarity
2)Lingkungan rumah sakit yang menakutkan
3)Rutinitas rumah sakit
4)Prosedur yang menyakitkan
5)Takut akan kematian
3. Isolasi
Isolasi merupakan hal yang menyusahkan bagi semua anak terutama berpengaruh pada anak
dibawah usia 12tahun.
Pengunjung, perawat dan dokter yang memakai pakaian khusus ( masker, pakaian isolasi,
sarung tangan, penutupkepala ) dan keluarga yang tidak dapat bebas berkunjung akan membuat
anak menjadi stress dan takut berada di rumah sakit.
4. Privasi yang terhambat
Hal ini biasanya terjadi pada anak remaja.Sikap yang biasanya mucul adalah rasa
malu.Contohnya dalam berpakaian.Anak merasa tidak bebas berpakaian.
Reaksi anakterhadap hospitalisasi :
1. Masa bayi(0-1 th) Pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
Menangis keras
Pergerakan tubuh yang banyak
Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 th) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain, sedih, apatis
Pengingkaran/ denial
Mulai menerima perpisahan
Membina hubungan secara dangkal
Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun ) Menolak makan
Sering bertanya
Menangis perlahan
Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Perawatan di rumah sakit :
- Kehilangan kontrol
- Pembatasan aktivitas Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut,
menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat.
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai ,
keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak
pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan kelompok sosial,perasaan takut
mati,kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal
5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya.
Pembatasan aktifitas menyebabkan kehilangan kontrol
Reaksi yang muncul : Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkanrespon : bertanya-tanya
menarik diri
menolak kehadiran orang lain
Reaksi orang tua terhadap hospitalisasi dan perasaan yang muncul dalam hospitalisasi: Berbagai macam perasaan muncul pada orang tua yaitu : takut, rasa bersalah, stress dan cemas
(Halsom and Elander, 1997) Rasa takut pada orang tua selama anak di RS terutama pd kondisi sakit anak yang terminal, karena
takut kehilangan anak yang dicintainya dan adanya perasaan berduka (Brewis, 1995).
Perasaan orang tua tidak boleh diabaikan karena apabila orang tua merasa stress, hal ini akan
membuat ia tidak dapat merawat anaknya dengan baik dan akan menyebabkan anak menjadi
semakin stress (Supartini, 2000).
Perasaan cemas dan takuto Rasa cemas paling tinggi dirasakan orang tua pada saat menunggu informasi tentang diagnosis
penyakit anaknya (Supartini, 2000)o Rasa takut muncul pada orang tua terutama akibat takut kehilangan anak pada kondisi sakit yang
terminal (Brewis, 1995).o Perilaku yang sering ditunjukan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan takut ini
adalah : sering bertanya atau bertanya tentang hal sama berulang-ulang pada orang yang berbeda,
gelisah, ekspresi wajah tegang dan bahkan marah (Supartini, 2000) Perasaan sediho Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua mengetahui
bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuho Pada saat menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami orang
tua o Pada kondisi ini orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain,
bahkan bisa tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2000). Perasaan frustrasi
Perasaan frustasi yang dirasakan menurut Supartini (2004) , adalah sebagai berikut :o Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami perubahan serta
tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima orang tua, baik dari keluarga maupun
kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan frustrasi.o Sering kali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan, bahkan
menginginkan pulang paksa (Supartini, 2004).
Reaksi orang tua dipengaruhi oleh:
1. Tingkat keseriusan penyakit anak
2. Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi
3. Prosedur pengobatan
4. Kekuatan ego individu
5. Kemampuan koping
6. Kebudayaan dan kepercayaan
7. Komunikasi dalam keluarga
C. Dampak Hospitalisasi
Dampak Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua
tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor dari
petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan
keluarga yang mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan
perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut
tidak bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku
dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Marks, 1998). Anak menjadi semakin stres
dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Hal ini telah
dibuktikan oleh Robert Ader (1885) bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa
akanmudah terserang penyakit, karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan sistem imun
(Subowo, 1992). Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan
sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan
perhatian akan mempercepat proses penyembuhan.
Dampak hospitalisasi yang dialami anak dan keluarga akan menimbulkan stress dan rasa
tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap
kerusakan penyakit dan pengobatan.
Menurut Asmadi (2008, hal : 36) secara umum hospitalisasi menimbulkan dampak pada lima
aspek yaitu privasi, gaya hidup, otonomi diri, peran, dan ekonomi.
a. Privasi
Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan bersifat
pribadi.Sewaktu dirawat di rumah sakit, pasien kehilangan sebagian privasinya.
b. Gaya Hidup
Klien yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami perubahan pada gaya hidupnya. Hal ini
disebabkan oleh perubahan situasi antara rumah sakit dan rumah tempat tinggal klien serta oleh
perubahan kondisi kesehatan klien.Aktifitas hidup yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda
dengan aktifitas yang dijalaninya di rumah sakit.
c. Otonomi Diri
Individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya ia
akan pasrah terhadap tindakanapapun yang akan dilakukan oleh petugas kehatan demi mencapai
keadaan sehat. Ini menunjukan, klien yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan
otonomi.
d. Peran
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh individu sesuai dengan
status sosialnya.Perubahan yang terjadi akibat hospitalisasi tidak hanya berpengaruh terhadap
individu tetapi juga pada keluarga. Perubahan yang terjadi antara lain :
1. Perubahan peran
Jika salah seorang anggota keluarga sakit, maka akan terjadi perubahan peran dalam keluarga
2. Masalah keuangan
Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi .keuangan yang sedianya akan digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk kepentingan perawatan
klien.
3. Kesepian
Suasana di rumah akan berubah jika ada salah seorang anggota keluarga yang dirawat.
4. Perubahan kebiasaan sosial
Sewaktu ada anggota keluarga yang dirawat, keterlibatan anggota keluarga dalam masyarakat
menjadi berubah.
e. Ekonomi
D. Intervensi Perawat dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi
Untuk mencegah supaya masalah hospitalisasi teratasi maka peran perawat adalah tetap
memberikan dukungan dan dorongan kepada klien secara efektif agar tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan dan tetap menjaga kepercayaan klien agar klien tidak merasa takut terhadap
tindakan yang akan dilakukan oleh perawat.
Fokus intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Meminimalkan stressor
2. Memberikan dukungan psikologis pada anggota keluarga klien
3. Mempersiapkan klien sebelum masuk rumah sakit
Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
2. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
3. Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan rasa nyeri
Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
1. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
2. Modifikasi ruang perawatan
3. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
4. Surat menyurat, bertemu teman sekolah
Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
1. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
2. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
3. Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain
4. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua dalam perencanaan
kegiatan
Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
1. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur yang menimbulkan rasa
nyeri
2. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
3. Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
4. Tunjukkan sikap empati
5. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang dilakukan melalui
cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak menerima
informasi ini dengan terbuka
Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
1. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua untuk belajar.
2. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit anak.
3. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
4. Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
5. Memberi support kepada anggota keluarga.
Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
1. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.
2. Mengorientasikan situasi rumah sakit.
3. Pada hari pertama lakukan tindakan :o Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya
o Kenalkan pada pasien yang lain.
o Berikan identitas pada anak.
o Jelaskan aturan rumah sakit.
o laksanakan pengkajian .
o Lakukan pemeriksaan fisik.
Selain itu, perawat juga berperan sebagai promotif yang memberikan pandangan pada
keluarga agar selalu setia mendampingi dan memberi perhatian lebih kepada klien yang sedang
menjalani perawatan di rumah sakit.Hal ini menjadi salah satu pendukung karena kehadiran
orang terdekat dapat mengurangi rasa cemas maupun jenuh selama klien menjalani perawatan.
E. Manfaat Hospitalisasi
Menurut Supartini (2004, hal :189) manfaat hospitalisasi adalah sebagai berikut :
1. Membantu perkembangan keluarga dan pasien dengan cara meberi kesempatan keluarga
mempelajari reaksi pasien terhadap stressor yang dihadapi selama perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media untuk belajar. Perawatan dapat memberikan kesempatan
kepada keluarga untuk belajar tentang penyakit, prosedur, penyembuhan, terapi, dan perawatan
pasien.
3. Untuk meningkatkan kemampuan kontrol diri dapat dilakukan dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengambil keputusan , sehingga tiidak terlalu bergantung pada orang lain
dan menjadi percaya diri.
4. Fasilitasi klien untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama klien yang ada, teman sebaya
atau teman sekolah. Berikan kesempatan padanya untuk saling kenal dan berbagi pengalaman.
F. Trend dan Isu dalam Hospitalisasi
1. Defenisi Trend
Trend adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang saat ini dan kejadiannya
berdasarkan fakta.
2. Defenisi Issue
Issue adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang namun belum jelas fakta
atau buktinya
I. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian1) Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
a. Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
b. Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c. Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d. Riwayat inkompatibilitas darah
e. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al, 2006).
2) Pemeriksaan Fisik :Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusuiyang lemah, Iritabilitas.Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa
hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat
lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut
dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin
pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan
kadar bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).
Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer
Zona indirek Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan+Tungkai 250
5 Tangan+Kaki >250
Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer
Sumber:Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi ш Media Aesculapius FK
UI.2007:504
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).
3. Pengkajian Psikososial :Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasabersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenalkeluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuanmempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
B. DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul :
1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder fototherapi.
2. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.4. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan dengan perpisahan dan
penghalangan untuk gabung.5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit, infeksi) berhubungan dengan
tranfusi tukar.8. PK : Kern Ikterus
C. INTERVENSI KEPERAWATAN1. Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta peningkatan IWL dan
defikasi sekunder fototherapiTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
- Jumlah intake dan output seimbang- Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal- Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :a. Kaji reflek hisap bayi
( Rasional/R : mengetahui kemampuan hisap bayi )b. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )c. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
( R : mengetahui kecukupan intake )d. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )e. Timbang BB setiap hari
(R : mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi).
2. Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapiTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.Intervensi dan rasionalisasi :
a. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam(R : suhu terpantau secara rutin )
b. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin serta ekstra minum( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
3. Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :
· tidak terjadi decubitus· Kulit bersih dan lembab
Intervensi :a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R : mengetahui adanya perubahan warna kulit )b. Ubah posisi setiap 2 jam
(R : mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama ).c. Masase daerah yang menonjol
(R : melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).d. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
( R : mencegah lecet )e. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg%
fototerafi dihentikan(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )
4. Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.Intervensi :
a. Bawa bayi ke ibu untuk disusui( R : mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
b. Buka tutup mata saat disusui(R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
c. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya(R: mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
d. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan( R: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
e. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya(R: mengurangi beban psikis orangtua)
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.Tujuan : Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan. Intervensi :
a. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien( R : mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya( R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapiTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )Intervensi :
a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya( R : mencegah iritasi yang berlebihan).
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir(R : mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif )
c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam(R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )
d. Buka penutup mata setiap akan disusukan.( R : memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
e. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan( R : memberi rasa aman pada bayi ).
7. Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukarTujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasiIntervensi :
a. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler )
b. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).
c. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan(R: mencegah aspirasi )
d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur( R : mencegah hipotermi
e. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0
f. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejangselama dan sesudah tranfusi(R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini )
g. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif(R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan )
8. PK Kern IkterusTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda awal kern ikterus bisa dipantau
Intervensi :a. Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi , epistotonus, dll)b. Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.