awal
-
Upload
sisca-amelia -
Category
Documents
-
view
117 -
download
22
Transcript of awal
Desain Fermentor
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah: Teknologi Bioproses
Dosen pengampu: Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S.
Disusun Oleh:
Mariatul Khiftiyah (115061113111002)
Wahdah Mudrikah (115061101111018)
Sisca Ameliawati (115061101111015)
Sharfina Widyaningrum (115061105111003)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Dalam industri bio atau farmasi, fermentasi merupakan suatu proses yang sangat
penting, dan suatu proses fermentasi berlangsung dalam fermentor. Fermentor
atau bioreaktor adalah alat dimana terjadi reaksi biokimia yang dihasilkan oleh
metabolime mikroba atau dari reaksi biokimia enzim (Katoh, 2009). Sedangkan
menurut Stanbury, 1999, fementor yaitu alat yang memiliki fungsi untuk
menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme atau
sel hewan, sehingga mikroorganisme atau sel hewan tersebut dapat menghasilkan
produk yang diiinginkan. Sehingga dibutuhkan suatu desain dari fermenter yang
mampu mendukung proses fermentasi dan dicapai produktivitas pada tingkat
yang diinginkan. Dalam mendesain suatu fermenter harus diperhatikan beberapa
hal seperti jenis bahan yang digunakan untuk bejana, aerasi, agitasi, sistem
pengendali paramater lingkungan seperti suhu, pH, dan-lain-lain yang akan
dibahas dalam makalah ini.
BAB II
ISI
2.1 FERMENTOR
2.1.1Pengertian
Fermentor atau bioreaktor adalah alat dimana terjadi reaksi biokimia yang
dihasilkan oleh metabolime mikroba atau dari reaksi biokimia enzim (Katoh,
2009). Sedangkan menurut Stanbury, 1999, fementor yaitu alat yang memiliki
fungsi untuk menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
mikroorganisme atau sel hewan, sehingga mikroorganisme atau sel hewan
tersebut dapat menghasilkan produk yang diiinginkan.
Dalam mendesign dan membuat sebuah fermentor terdapat hal-hal yang harus
diperhatikan, seperti: (Stanbury, 1999)
1. Fermentor harus dapat dioperasikan secara aseptik untuk beberapa hari dan
harus bisa dioperasikan dengan lama serta harus memenuhi persyaratan
keamanan.
2. Penambahan aerasi dan agitasi dapat ditambahkan untuk memenuhi
kebutuhan. metabolisme mikroorganisme. Serta tidak menyebabkan kerusakan
pada mikroorganisme.
3. Pemakaian daya untuk operasi fermentor harus serendah mungkin.
4. Diperlukannya sistem pengendalian suhu dan tahan terhadap sterilisasi.
5. Sistem kontrol pH harus terdapat dalam suatu fermentor.
6. Dibutuhkan fasilitas sampling untuk mendapat fermentor yang sesuai.
7. Gas yang keluar dari fermentor harus dapat dikendalikan
8. Fermentor yang didesign seharusnya menggunakan tenaga kerja dalam
operasi, pembersihan, dan pemanenan seminimal mungkin.
9. Sebuah fermentor seharusnya than terhadap kontaminan dan mencegah
terjadinya kontaminan selama proses berlangsung.
10. Konstruksi fermentor harus memiliki permukaan yang halus, sehingga
digunakan welds dibandingkan flange joint.
11. Fermentor harus memiliki bentuk geometri yang mirip dan sesuai dengan
fermentor yang lebih kecil pada skala lab dan skala pilot.
12. Bahan yang digunakan untuk konstruksi fermentor sebaiknya bahan yang
murah yang bisa memungkinkan mikroba agar bisa membuat produk.
13. Terdapat ketentuan umum operasi yang harus ada dalam setiap fermenter,
seperti yang dijelaskan pada tabel:
Table 1 ketentuan operasi yang biasa terdapat dalam sebuah fermentor (Stanbury, 1999)
Terdapat banyak tipe fermentor, fermentor-fermentor tersebut dapat
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu: (Katoh, 2009)
1. Fermentor dengan agitasi mekanik
2. Bubble coloumn, yaitu reaktor silinder tanpa agitasi mekanik, dimana gas
dimasukkan dalam liqiud dalam bentuk gelembung
3. Loop reaktor dengan pompa atau jet untuk sirkulasi liquid
4. Packed-bed reactor
5. Membrane bioreactor, menggunakan membran semipermeabel (biasanya
tipe hollow fiber)
6. Mikroreaktor
Terdapat banyak jenis fermentor yang telah ditemukan, namun hanya
beberapa fermentor yang terbukti efektif untuk proses biokimia khususnya yang
beroperasi secara aerobik. Fermentor yang banyak digunakan sebagai alat dalam
proses biokimia aerobik yaitu fermentor yang dilengkapi dengan aerator dan
agitator.
(a) (b)
Figure 1 fermentor aerasi dan agitasi, (a)satu impeller agitator (b) tiga impeller agitator
Suatu fermentor harus dirancang dengan bentuk geometri yang sesuai. Oleh
karena itu banyak penelitian yang menunjukkan rasio dimensi geometri yang
sesuai yang dapat digunakan dalam pembuatan fermentor. Untuk fermentor
dengan satu impeller seperti pada gambar diatas (a), rasio geometri yang sering
digunakan dapat dijelaskan pada tabel berikut:
Table 2 rasio geometri fermentor dengan satu impeller menurut beberapa ahli (Stanbury, 1999)
Sedangkan untuk fermentor dengan tiga impeller seperti pada gambar diatas(b),
rasio geometri yang sering digunakan dapat dijelaskan pada tabel berikut:
Table 3 . rasio geometri fermentor dengan tiga impeller menurut beberapa ahli (Stanbury,
1999)
2.1.2Body construction
2.1.2.1 Komponen fermentor
Dalam suatu fermentor, terdapat banyak komponen yang harus ada dan
diperhatikan dalam pembuatannya. Komponen-komponen dasar yang terdapat
dalam suatu fermentor ideal dijelaskan dalam tabel berikut:
No Komponen Tujuan
1 Top plate Cover/tutup fermentor
(biasanya terbuat dari baja)
2 Sambungan Untuk memisahkan tutup
dari vessel fermentor agar
mencegah kebocoran udara
3 Vessel Sebagai badan fermentor
tempat terjadinya reaksi
biokimia
4 Drive motor Untuk menggerakkan
tangkai pengaduk
5 Drive shaft Mengaduk media dalam
fermentor dengan bantuan
impeller
6 Baffle Mencegah
sedimentasi/pengendapan
pada dinding fermentor dan
untuk menyempurnakan
pengadukan
7 Sparger Penyuplai udara
8 Inoculation needle Tempat untuk
menambahkan inokulum
9 Feed pump Menambahakan bahan
(media/ nutrien) dengan
kecepatan tertentu
10 Monitoring and controller Untuk memantau dan
mengendalikan keadaan
didalam fermentor
Proses yang terjadi didalam fermentor pasti melibatkan mikroorganisme.
Oleh karena itu proses didalam fermentor menjadi sangat sensitif dengan
perubahan lingkungan karena dapat berakibat buruk seperti tidak terbentuknya
produk. Sehingga, pada suatu fermentor juga terdapat alat-alat tambahan yang
digunakan untuk memantau serta mengendalikan segala hal yang ada didalam
fermentor tersebut. Macam alat kontroler yang terdapat dalam suatu fermentor
dapat dijelaskan dengan tabel dibawah ini:
No Komponen Kegunaan
1 Pt100 Sebagai sensor temperatur
(elektroda resisten
platinum)
2 Foam probe Diletakkan diatas
permukaan media untuk
sensor pembentukan foam
3 Elektroda pH Sebagai sensor pH
4 O2sensor Untuk memantau dissolved
oksigen dalam fermentor
5 Cold water jacket Untuk menjaga fermentor
agar tetap pada suhu
operasi (dengan
mengalirkan air dingin
sepanjang jaket)
6 Air pump Untuk menyuplai udara
kedalam fermentor (aerob)
7 Peristaltic pump Untuk memompa
media/asam/basa masuk
kedalam fermentor
Figure 2. fermentor ideal dengan berbagai komponen didalamnya (Bisen, 2012)
2.1.2.2 Bahan konstruksi
Pada fermentor ideal yang mengutamakan aseptisitas dalam operasinya,
pemilihan bahan untuk fermentor menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
Vessel yang digunakan sebagai fermentor seharusnya tidak memiliki sudut dan
memiliki permukaan yang halus. Bahan konstruksi untuk vessel fermentor harus
tidak beracun dan tahan korosi. Terdapat dua tipe bahan konstruksi yang
digunakan dalam pembuatan fermentor, yaitu:
1. Vessel kaca (kaca borosilikat)
Tipe I –vessel kaca bentuk tabung atau bawah datar dengan pelat atas.
Fermentor tipe ini dapat disterilkan dengan autoklaf dan diameter terbesar adalah
60cm.
Figure 3. fermentor kaca tipe 1 (Stanbury, 1999)
Tipe II –fermentor kaca dengan bagian bawah datar dengan plat stainless
steel atas dan bawah. Jenis ini digunakan dengan proses sterilisasi in situ dan
diameter 30cm terbesar. Vessel dengan dua pelat stainless steel lebih mahal sekitar
50% dengan hanya pelat pada bagian atas.
Figure 4. fermentor kaca tipe 2 (Stanbury, 1999)
2. Stainless steel
Stainless steel digunakan sebagai bahan konstruksi fermentor dengan
modifikasi berikut:
1. 4% kromium (minimal 10-13%) dapat ditambahkan untuk mencegah
terjadinya korosi
2. Memiliki lapisan oksida hidro - non-porous, yang dapat teruai sendiri ketika
terekspos keudara luar, tahan terhadap korosi
3. Dimasukkannya nikel - meningkatkan kemampuan teknik dan memperbesar
ketahanan terhadap korosi
4. Kehadiran molibdenum - ketahanan terhadap garam halogen, air garam, air
laut
5. Tungsten, silikon - meningkatkan ketahanan terhadap korosi
Figure 5. fermentor stainless steel (Stanbury, 1999)
Ketebalan fermentor harus ditingkatkan sesuai skala. Sisi plate memiliki
ketebalan lebih rendah dari atas dan pelat bawah. Pelat atas dan bawah adalah
hemispherical untuk menahan tekanan.
2.1.2.3 Sealing (Pengelasan)
Pengelasan antara pelat atas dan fermentor merupakan kriteria penting untuk
menjaga kondisi kedap udara, aseptik dan ketahanan fermentor. Pengelasan harus
dilakukan antara tiga jenis permukaan yaitu: antara kaca-kaca, kaca-logam dan
logam-logam. Ada tiga jenis pengelasan, yaitu: paking, lipseal dan 'O' ring.Ada
dua cara pengelasan di O ring yaitu pengelasan sederhana dan pengelasan ganda
dengan uap antara dua las.Untuk pengelasan antara kaca –logam dapat digunakan
teknik pengelasan gasket, lipseal, dan O’ring. Untuk logam-logam hanya dapat
menggunakan teknik pengelasan O’ring.
Pengelasan yang tepat dapat memperketat lipatan antara tutup dan badan
fermentor meskipun terjadi ekspansi dalam fermentor selama proses bioreaksi.
Bahan yang digunakn untuk mengelas dapat berupa fabric-nitryl atau karet butil.
Setiap bahan pengelasan memiliki batas waktu penggunaan sehingga pengelasan
harus dicek setelah waktu tertentu.
Figure 6. (a) pengelasan gasket, (b) lipseal, (c) O’ring (Stanbury, 1999)
2.1.2.4 Baffle
Baffle adalah strip logam yang mencegah pembentukan pusaran di sekitar
dinding fermentor. Strip logam ini terpasang secara radial ke dinding untuk setiap
1/10 diameter pembuluh. biasanya 4 baffle hadir tapi ketika diameter pembuluh
lebih 3dm3 sekitar 6-8 baffle digunakan. di sana harus cukup jarak antara dinding
dan baffle sehingga memungkinkan untuk menjangkau seluruh bagian fermentor.
Gerakan ini meminimalkan pertumbuhan mikroba pada baffle dan dinding
fermentasi. Jika diperlukan kumparan pendingin dapat diletakkan pada baffle.
Figure 7. peletakkan baffle pada fermentor (Bisen, 2012)
2.1.2.5 Sistem aerasi (sparger)
Sparger adalah alat untuk memasukkan udara ke dalam fermentor. Aerasi
dilakukan untuk menyediakan cukup oksigen untuk organisme dalam fermentor.
Aerator gelembung halus harus digunakan. Gelembung besar akan memiliki luas
permukaan kurang dari gelembung kecil yang akan membuati transfer oksigen
yang lebih besar dari batas. Agitasi tidak diperlukan bila aerasi menyediakan
cukup agitasi seperti pada airlift fermentor. Tapi ini mungkin hanya untuk media
dengan viskositas rendah dan total padatan rendah. Untuk aerasi yang digunakan
untuk memberikan agitasi pada fermentor, maka rasio tinggi fermentor/ diameter
(aspek rasio) harus 5:1. Pasokan udara ke sparger harus dipasok melalui filter.
Ada tiga jenis sparger, yaitu porous sparger, orifice sparger dan nozzle sparger.
1. Porous sparger : terbuat dari kaca sinter , keramik atau logam . Sparger ini
hanya digunakan di skala lab atau pada fermentor tidak teragitasi . Ukuran
gelembung yang terbentuk adalah 10-100 kali lebih besar dari ukuran pori . Ada
penurunan tekanan di sparger dan lubang cenderung tertutup oleh pertumbuhan,
hal ini merupakan keterbatasan sparger berpori .
Figure 8. porous sparger
2. Orifice sparger : digunakan dalam stirred fermentor kecil . Sparger ini
adalah pipa berlubang yang diletakkan di bawah impeller dalam bentuk salib atau
cincin . Ukurannya harus ~ ¾ dari diameter impeller . lubang udara dibuat pada
permukaan bawah dari tabung dan lubang harus minimal berdiameter 6mm. Jenis
sparger digunakan terutama dengan agitasi . Hal ini juga digunakan tanpa agitasi
dalam beberapa kasus seperti pembuatan ragi , pengolahan limbah dan produksi
SCP .
Figure 9. orifice sparger
3. Nozzle sparger : Banyak digunakan dalam skala besar . Sparger ini adalah
pipa terbuka / pipa sebagian tertutup terpusat diposisikan di bawah impeller .
Ketika udara melewati pipa ini ada kehilangan tekanan yang lebih rendah dan
tidak di blok .
Figure 10. nozzle sparger
4. Gabungan sparger agitator : Ini adalah alat pasokan udara melalui poros
agitator hallow. Udara dipancarkan melalui lubang di disk atau bilah pengaduk.
Figure 11 .Combined sparger agitator (Stanbury, 1999)
2.1.2.6 Agitasi
Agitasi memberikan suspensi seragam pada sel dalam media nutrien
homogen. Agitasi ini memberikan pengadukan fluida bulk dan fase gas, dispersi
udara, memfasilitasi transfer oksigen dan perpindahan panas dan lingkungan yang
seragam di seluruh fermentor. Ada empat kelas, yaitu Disc turbin, Vaned disc,
Open turbine dengan berbagai pitch dan marine impeller. Turbin Disc mencegah
luapan oleh gelembung udara. Luapan terjadi ketika penyebaran gelembung udara
dari kantong udara terbentuk pada satu daerah. Ketika menggunakan disk turbin
luapan debit udara hanya 120 min/hour. Ketika turbin terbuka dan baling-baling
yang digunakan, luapan di media sekitar 21min per jam debit udara. Perbedaan
antara disk turbin dan turbin terbuka adalah sebagai berikut:
Disc turbin Open Turbine
Mencegah luapan gelembung udara
hingga 120 min/hr
Mencegah lupan hanya hingga 20
min/hr
Aliran radial Aliran axial
Terdapat gaya disc pada ujung agitator
sehingga mendispersi udara
Tidak terdapat gaya disc
Tabel. 4 : perbedaan disc turbin dan open turbin
Turbin disc terdiri dari disc dengan serangkaian baling-baling persegi
panjang diatur dalam bidang vertikal di sekitar lingkar dan vaned disc memiliki
serangkaian baling-baling persegi terpasang vertikal ke bawah. Udara dari sparger
menyentuh bagian bawah disk dan dipindahkan menuju baling-baling di mana
gelembung udara yang dipecah menjadi gelembung yang lebih kecil. Baling-
baling dari berbagai tempat turbin terbuka dan bilah baling-baling marine yang
melekat langsung untuk atasan pada poros agitator. Dalam hal ini udara
gelembung awalnya tidak memukul permukaan apapun sebelum dispersi dengan
baling-baling atau blade.
Figure 12. macam-macam agitator (Stanbury, 1999)
Rushton disc turbine dengan 1/3 dari diameter fermentor telah optimal
untuk beberapa proses fermentasi. Sekarang desain terbaru dari agitator telah
diperkenalkan. Scaba adalah desain baru agitator yang dapat menangani laju alir
tinggi sebelum luapan dan memiliki aliran radial. Tapi ini tidak ideal untuk
pencampuran atas ke bawah.Prochem maxflow agitator memiliki konsepsi daya
rendah dengan gaya hidrodinamika tinggi. Desain ini telah meningkatkan
kapasitas pemompaan ke bawah blade. Di rasio diameter desain agitator /
fermentor ini adalah 0,4. Kebutuhan daya sekitar 66% lebih sedikit bahkan ketika
transfer efisiensi kental dan oksigen meningkat. Agitator Intermig memiliki dua
unit. Berbeda sebelumnya rasio diameter desain agitator / fermentor adalah 0,6-
0,7. Untuk agitator ini menggunakan sparger udara yang lebih besar dan
pencampuran atas ke bawah tidak efektif digunakan. Desain turbin baru dengan
dual impeller telah diperkenalkan. Satu untuk disperser gas dan lainnya untuk
membantu sirkulasi dengan multirod pencampuran.
2.1.2.7 Katup (valve)
Terdapat empat katup penambahan. Ada empat jenis katup tambahan yaitu
(a) Simple ON dan OFF, (b) Untuk kontrol tekanan, (c) check valve dan (d) safety
valve-aliran dalam satu arah. Ada berbagai model katup:
1. Pembukaan dan penutupan, menaikkan atau menurunkan menutup unit
a. Gate valve - sliding disc bergerak in / out dari jalur aliran oleh pergantian
batang
Gambar. 13 : gate valve (Stanbury, 1999)
b. Globe valve - horizontal disc / steker - dinaikkan / diturunkan
Gambar. 14 : globe valve (Stanbury, 1999)
c. Piston valve - mirip dengan globe valve kecuali kontrol aliran piston
d. Needle valve - mirip dengan globe valve kecuali disc diganti dengan tapered
plug / needle
Gambar. 15 : needle valve(Stanbury, 1999)
2. Drilled shpere/ konektor
a. Plug valve - paralel / konektor meruncing dengan orifice - pada 900
gilirannya menutup / membuka jalur aliran
b. ball valve - mirip dengan plug valve - kecuali bola (ss) dengan orifice
menggantikan steker
Gambar. 16 : ball valve (Stanbury, 1999)
3. Disc rotarring antara bantalan
Butterfly valve - disk berputar sekitar poros - menutup terhadap segel untuk
menghentikan aliran
4. Diafragma karet / tube pinching
a. Diafragma valve - mirip dengan pinch valve – kecuali menggunakan pinch,
tetapi mendorong dari salah satu sisi berlawanan dari diafragma
b. Pinch valve - lengan fleksibel ditutup oleh sepasang pinch bar (karet,
neoprene dll)
Gambar 17: pinch valve (Stanbury, 1999)
Pemilihan katup berdasarkan pada jenis aplikasi seperti pada aplikasi ON /
OFF digunakan Globe, butterfly, untuk kontrol aliran digunakan Crude – gate
valve, dan untuk kontrol yang akurat lebih dipilih needle valve serta untuk operasi
yang sangat steril digunakan Pinch / Diafragma
5. Check valve
Katup yang digunakan untuk mencegah aliran balik dari liquid atau gas
karena rusak. Terdapat tiga macam katup, yaitu swing check, lift check, combined
stop and check.
Gambar 18: swing check pada safety valve (Stanbury, 1999)
2.1.2.8 Steam traps
Steam trap ini penting untuk menghilangkan kondensat steam. Ada dua
komponen yaitu valve dan unit seat dan perangkat pembuka/penutup. Operasi
komponen didasarkan pada,
a) densitas fluida: Sebuah float (bola / ember) mengapung dalam air,
tenggelam dalam steam. Ketika mengapung itu menutup dan ketika itu tenggelam
membuka katup
Gambar 19 : steam trap berdasarkan densitas fluida (Stanbury, 1999)
b) suhu fluida: Memiliki air / campuran alkohol yang merasakan perubahan
suhu. Campuran ini meluas dalam uap panas dan menutup katup. Ketika kontak
dalam air dingin membuka katup.
Gambar 20: steam trap berdasarkan suhu fluida (Stanbury, 1999)
c) efek kinetik cairan dalam gerak: jika tekanan diturunkan, steam dengan
densitas rendah mengalir dengan kecepatan tinggi. Begitu juga dengan steam
densitas tinggi akan mengalir dengan kecepatan rendah. Konversi energi tekanan
menjadi energi kinetik mengendalikan pembukaan dan penutupan
2.2 JENIS- JENIS FERMENTOR
2.2.1 Strirred tank fermenter
Stirred tank fermentor merupakan fermentor yang dilengkapi dengan
pengadukan mekanik. Biasanya fermentor jenis ini dipakai untuk fermentasi
dalam skala industri. Fermentor ini dapat digunakan baik pada fermentasi aerobic
dan anaerobik dengan jumlah sel mikroba yang cukup besar. Intensitas
pengadukan dapat bervariasi dengan cara memilih tipe impeller dan kecepatan
agitasi. Agitasi mekanik dan aerasi sangat cocok untuk kultivasi sel, oksigenasi,
pengadukan media, dan transfer panas. Dalam mendesain stirred tank fermentor,
ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:
• Terbuat dari stainless steel top plate dan kaca
• Fermenter ukuran besar : stainless steel tipe 316
• Rasio tinggi & diameter adalah 2 :1 atau 3:1
• Diagitasi menggunakan dua atau tiga turbin impeller
• Poros impeller memasuki fermentor baik dari atas atau bagian bawah vessel
melalui bantalan dan rakitan mekanik.
• Diameter impeller : diameter tangki = 0.3 : 0.4
• Dua impeller : jarak antara impeller pertama dan yang bawah adalah 1.5 DI
• Tiga impeller : Jarak dikurangi menjadi satu diameter impeller.
• Empat impeller : Dipasang untuk mencegah formasi vortex yang
mengurangi efisiensi pencampuran
• Lebar baffle +- 1/10 DT
• Untuk fermentasi aerobik, sebuah lubang sparger atau cincin sparger
tunggal digunakan untuk mengalirkan oksigen ke fermentor.
• Sparger ini terletak antara impeller bawah dan bagian bawah fermentor
• Terdapat pengatur pH.
• Suhu dikendalikan oleh pemanasan atau pendinginan.
Namun, fermentor jenis ini memiliki kekurangan dalam penggunaannya, seperti:
• Memerlukan konsumsi energi yang besar.
• Merusak sel yang sensitif terhadap gesekan
• Gesekan yang ditimbulkan oleh fluida dalam pencampuran dihasilkan oleh
gradien kecepatan dari komponen kecepatan tangensial dan radial cairan yang
meninggalkan wilayah impeller.
• Kecepatan yang dihasilkan menurun sebesar 85 % pada satu jarak blade-
width dibagian atas atau di bawah yang menciptakan daerah geser tinggi ketika
semakin menengah
2.2.2 Fermentor Batch atau Plug Flow
Fermentor berpengaduk yang ideal diasumsikan terjadi pengadukan
sempurna sehingga isi dalam fermentor seragam dalam komposisinya pada tiap
waktu. Fermentor ideal lainnya adalah fermentor [lug flow, analisis yang
analoginya dari fermentor batch ideal.
Dalam fermentor tubular-flow, nitrisi dan moikroorganisme dimasukkan
pada ujung pipa silinder dan sel sel tumbuh sepanjang pipa silinder tersebut.
Karena panjangnya pipa dan kurangnya pengadukan system mencegah
pencampuran fluda secara sempurna, maka sifat sifat aliran yang mengalir akan
berbeda-beda di kedua arah longitudinal dan radial. Namun, variasi dalam arah
radial lebih kecil dibandingkan dengan di arah longitudinal . Fermentor tubular-
flow yang ideal tanpa variasi radial disebut plug flow fermenter ( PFF ) .
Pada kenyataannya, fermentor PFF sulit untuk ditemukan . Namun, packed-bed
fermenter dan multi-stage fermenter dapat diperkirakan sebagai PFF . Meskipun
PFF steady-state dioperasikan dalam model kontinyu , konsentrasi sel fermentor
batch ideal setelah waktu t akan sama seperti PFF steady-state di area membujur
di mana waktu tinggal sama dengan t ( Gambar 6.4 ) . Oleh karena itu, analisis
berikut ini berlaku untuk keduanya yaitu fermentor batch ideal dan PFF steady
state .
Jika media cair diinokulasi dengan biakan murni , sel akan mulai tumbuh dengan
sangat cepat setelah fase lag. Perubahan konsentrasi sel dalam fermentor batch
sama dengan tingkat pertumbuhan sel-sel di dalamnya:
dCX
dt=r X=μ CX (1)
Untuk menurunkan persamaan hasil fermentasi batch, kita perlu mengintegrasikan
Persamaan. (1) untuk memperoleh:
∫C X0
CX dC X
r X
=∫C X0
C X dCX
μC X
=∫t0
t
dt=t−t0 (2)
Perlu dicatat bahwa Pers . ( 2 ) hanya berlaku ketika rx lebih besar dari nol. Oleh
karena itu, t dalam Pers. (2) bukan waktu kultur diinokulasi, tapi saat itu sel-sel
mulai tumbuh, yang merupakan awal dari fase pertumbuhan aselerasi.
Menurut Pers. (2), waktu pertumbuhan batch t – t0 adalah daerah di bawah kurva
l/rx vs Cx antara CX0 dan Cx seperti yang ditunjukkan pada Gambar.21. Solid line
dalam Gambar.21 dihitung dengan persamaan Monod dan daerah yang diarsir
sama dengan t – t0. Waktu pertumbuhan batch jarang diestimasi dengan metode
grafis ini sejak dibandingkan kurva CX vs t adalah cara yang lebih mudah untuk
menentukan hal itu. Namun, representasi grafis berguna dalam membandingkan
kinerja berbagai konfigurasi fermentor, yang dibahas kemudian. Pada saat ini
hanya diketahui bahwa kurva berbentuk U, merupakan karakteristik dari reaksi
auto katalitis :
Gambar. 21 : Diagram skematik (a) fermentor stirred-tank batch dan (b)
fermentor plug flow
S + X X + X
laju untuk reaksi autokatalitis lambat di awal karena konsentrasi X rendah.
Hal ini meningkatkan sebagai sel berkembang biak dan mencapai tingkat
maksimum. Substrat aka habis dan produk-produk toksik akan bertambah, laju
menurun ke nilai yang rendah.
Jika kinetika Monod cukup mewakili tingkat pertumbuhan selama periode
eksponensial, kita dapat menggantikan Pers. ( 6.11 ) ke Pers. (2) untuk
memperoleh
∫C Xo
CX (K ¿¿S+CS)dC X
μmax CS CX
=∫t0
t
dt ¿ (3)
Pers. (3) dapat diintegrasikan jika kita mengetahui hubungan antara Cs dan
Cx. Telah sering diamati bahwa jumlah cell mass yang diproduksi sebanding
dengan jumlah limiting substrate yang dikonsumsi. Hasil pertumbuhan (YX/S )
didefinisikan sebagai
Y X /S=∆ CX
−∆ CS
=C X−CX 0
−(C¿¿S−CS0)¿ (4)
Substitusi Pers. (4) ke Pers. (3) dan mengintegrasi persamaan resultan
memberikan hubungan yang menunjukkan bagaimana konsentrasi sel berubah
dengann adanya waktu :
(t−t ¿¿0)μmax=( KS Y X /S
C X 0+CS 0
Y X /S
+1) lnCX
CX
+K SY X /S
C X1+CS0
Y X /S
lnCS0
CS
¿ (5)
Parameter kinetika Monod, μmax dan KS tidak dapat diperkirakan dengan
serangkaian system yang berjalan secara batch semudah parameter Michaelis -
Menten untuk reaksi enzim. Dalam kasus reaksi enzim, tingkat awal reaksi dapat
diukur sebagai fungsi dari konsentrasi substrat yang berjalan secara batch.
Namun, dalam kasus kultur sel, tingkat awal reaksi pada system batch selalu nol
karena adanya fase lag, di mana kinetika Monod tidak berlaku. Perlu dicatat
bahwa meskipun persamaan Monod memiliki bentuk yang sama dengan
persamaan Michaelis - Menten, laju persamaannya berbeda. Pada persamaan
Michaelis – Menten,
dC p
dt=
rmax C s
K M+CS
(6)
Sedangkan dalam persamaan Monod,
dCX
dt=
μmax CSC X
KS+CS
(7)
Ada istilah Cx pada persamaan Monod yang tidak terdapat dalam
persamaan Michealis-Menten.
2.2.3 Fermentor Continous Stirred – Tank
Continuous culture merupakan suatu teknik dimana mikroba ditumbuhkan secara
terus menerus pada fase paling optimum untuk fase pertumbuhan yaitu fase
eksponensial dimana sel membelah diri dengan laju yang konstan. Hal ini
dilakukan dengan memberi nutrisi secara terus menerus sehingga mikroba tidak
pernah kekurangan nutrisi. Penambahan nutrisi atau media segar ke dalam
bioreaktor dilakukan secara kontinyu, dimana dalam waktu yang sama larutan
yang berisi sel dan hasil produk hasil metabolisme dikeluarkan dari media dengan
volume yang sama dengan substrat yang diberikan. Kondisi tersebut
menghasilkan keadaan yang steady state, dimana pembentukan sel-sel baru sama
dengan sel-sel yang dikeluarkan dari fermentor (Stanbury, 1999).
Gambar 3.1. Diagram Skematis Fermentor Berpengaduk Kontinyu (Dutta, 2008)
Pada cara Sinambung (Continues Process), pengaliran subtrat dan pengambilan
produk dilakukan secara terus menerus (sinambung) setiap saat setelah diperoleh
konsentrasi produk maksimal atau subtract pembatasnya mencapai konsentrasi
yang hampir tetap. Dalam hal ini subtrat dan inokulum dapat ditambahkan
bersama-sama secara terus menerus sehingga fase eksponensial dapat
diperpanjang. Ada 2 tipe siste, yaitu : homogenously mixed bioreactor dan Plug
flow reactor. Pada tipe Homogenously mixed bioreactor dapat dibagi menjadi 2
macam diantaranya Chemostat dan Turbidostat (Rusmana, 2008)
Pemberian nutrient secara kontinyu dan untuk mempertahankan keadaan steady
state dalam teknik kultivasi ini dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu
a. Khemostat
Teknik continuous culture dengan menggunakan kemostat dilakukan dengan
menambahkan nutrien melalui sebuah tangki sedemikian rupa sehingga komposisi
nutrient di dalam fermentor tempat kultivasi mikrobia selalu dalam keadaan tetap.
Hal ini dapat dicapai dengan mengatur kecepatan aliran medium baru ke dalam
fermentor disesuaikan dengan aliran medium keluar fermentor untuk di panen. Di
dalam sistem ini sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan
eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma. Continuous culture mempunyai
ciri ukuran populasi dan kecepatan pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan
menggunakan khemostat. Untuk mengatur proses di dalam khemostat, diatur
kecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien pembatas). Sebagai nutrien
pembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N atau faktor tumbuh.
Pada sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan dalam
kemostat sehingga tetap konstan. Dengan sistem ini, sel seolah-olah dibuat dalam
keadaan setengah kelaparan, dengan nutrien pembatas. Kadar nutrien yang rendah
menyebabkan kecepatan pertumbuhan berbanding lurus dengan kadar nutrien atau
substrat tersebut. (Scragg, 1988)
Gambar 3.2. Desain Skema Kultur Mikroba dalam Khemostat (Budiyanto, 2005)
b. Turbidostat
Teknik kultivasi dengan sistem turbidostat dilakukan dengan menambahkan
nutrient secara kontinyu sehingga kerapatan sel selalu dalam keadaan tetap.
Dalam teknik turbidostat, aliran medium diatur berdasarkan atas kerapatan optik
kultur mikrobia. Pertumbuhan konsentrasi sel dipertahankan konstan dengan cara
memonitor kekeruhan kultur. Sistem ini didasarkan pada kerapatan bakteri
tertentu atau kekeruhan tertentu yang dipertahankan konstan. Ada perbedaan
mendasar antara biak statik klasik dengan biak sinambung dalam kemostat biak
static arus dilihat sebagai sistem tertutup (boleh disamakan dengan organisme sial,
tahap stationer dan tahap kematian. Kalau pada biak sinambung merupakan sistem
terbuka yang mengupayakan keseimbangan aliran untuk organisme selalu terdapat
kondisi lingkungan yang sama. Dalam pertumbuhan sinkron akan terjadi
sinkronisasi pembelahan sel. Hal ini dimaksudkan agar proses metabolisme siklus
pembelahan bakteri dapat dipelajari diperlukan suspensi sel yang mengalami
pembelahan sel dalam waktu sama yaitu sinkron. Sinkronisasi populasi sel dapat
dicapai dengan berbagai tindakan buatan antara lain dengan merubah suhu
Keterangan:1. Reservoir of steril medium
(fresh)2. Flow rate regulator3. Air inlet4. Air filter5. Passage for inoculation6. Siphon and Overflow7. Growth camber8. Receptacle (wadah)
rangsangan cahaya, pembatasan nutrien atau menyaring untuk memperoleh sel-sel
yang sama ukurannya. Sinkronisasi pertumbuhan ini juga dimaksudkan untuk
menyediakan stater dengan usia yang sama. (Budiyanto, 2005). Turbidiostat
direkomendasikan saat fermentasi berlangsung pada laju dilusi tingi dekat dengan
washout point , sehingga dapat mencegah washout dengan mengatur laju alir.
(Dutta, 2008)
Neraca Massa mikroorganisme dalam CSTF (Gambar 2.1) sebagai berikut :
Dimana rx adalah laju pertumbuhan dalam fermenter dan dCx/dt menunjukkan
perubahan konsentrasi sel didalam fermentor terhadap waktu.
Pada CSTF steady state , perubahan konsentrasi sel terhadap waktu sama dengan
nol (dCx/dt = 0), karena mikroorganisme dalam vessel tumbuh dengan cepat
menggantikan mikrronrganisme yang keluar melalui outlet stream. Dan
persamaan 3.1 menjadi
Persamaan 3.2 menunjukkan resident time sama terhadap Cx-Cxi, dikali
1/rx , dimana sama terhadap luas area persegi, dengan lebar Cx-Cxi, dan tinggi
1/rx pada kurva 1/rx versus Cx.
Keterangan :
1. Reservoir of steril medium2. Valve controling flow of
medium3. Outlet for spent medium4. Foto sel5. Sumber cahaya6. Turbistat
3.1
3.2
Gambar 3.4 menunjukkan kurva 1/rx versus Cx. Luas area persegi yang
diarsir dalam gambar sama terhadap resident time dalam CSTF saat aliran masuk
steril, Ilustrasi grafik yyang menunjukkan resident time, dapat memberikan
informasi terkait dengan efektifitas suatu system fermentor. Resident time yang
lebih pendek dalam mencapai konsentrasi sel tertentu, maka fermentor akan lebih
efektif. (Dutta, 2008)
Jika aliran masuk steril (Cxi= 0), dan sel dalam CSTF tumbuh secara
eksponensial (rx = µCx), Persamaan 3.2 menjadi,
Dimana D merupakan laju dilusi dan berbanding terbalik dengan resident
time (τm). Untuk CSTF steady state dengan umpan steril, laju pertumbuhan sama
terhadap laju dilusi. Laju pertumbuhan mikroorganisme dapat dikontrol dengan
merubah laju alir. Laju pertumbuhan dapat ditunjukkan oleh persmaan Monod,
Dari persamaan ( 3.4) , Cs dapat dihitung dengan resident time dan
parameter kinetika Monod :
3.3
3.4
3.5
Gambar 3.4 Grafik estimasi resident time pada CSTF (Dutta, 2008)
Persamaan tersebut valid saat . Jika , laju
pertumbuhan sel lebih lambat daripada laju sel yang meninggalkan aliran keluar.
Sehingga semua sel dalam fermentor akan washed out ( tercuci keluar) dan
persamaan (3.5) tidak valid. (Dutta, 2008)
Jika koefisien hasil pertumbuhan (Yx/s) konstan, maka
Substitusi persamaan (3.5) ke persamaan (3.6) menghasilkan korelasi Cx ,
Persamaan (3.7) dan (3.8) valid saat
2.2.4 Produktivitas CSTF
Produktivitas fermentor adalah jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu
dan volume. Jika aliran masuk steril (Cxi = 0), produktivitas massa sel sama
dengan Cx/τm , dimana sama terhadap slope garis lurus OAB pada kurva Cx
versus τm , seperti yang ditunjukkan pada gambar (3.5). Produktivitas pada titik A
3.6
3.8
3.7
sama dengan produktivitas pada titik B. Pada titik A =, konsentrasi sel aliran
keluar rendah, tetapi resident time pendek, sehingga sebagian besar medium
dengan cepat mengalir keluar. Pada titik B konsentrasi sel pada aliran keluar
tinggi, tetapi resident time panjang, sehingga hanya sejumlah kecil medium
mengalir keluar. Titik A adalah daerah yang tidak stabil, karena sangat dekat
dengan titik D ( washout point) . Peningkatan slope pada garis lurus, maka
meningkatkan produktivitas , dan panjan g AB menurun. Sehingga dapat
disimoulkan bahwa nilai produkivitas maksimum sama terhadap slope pada garis
OC. Maksimum produktivitas dapat dipertahankan pada titik D. (Dutta, 2008)
Kondisi operasi untuk produktivitas maksimum pada CSTF dapat diestimasi
menggunakan grafik kurva 1/rx versus Cx. Maksimum produktivitas dapat dicapai
saat resident time kecil. Sehingga resident time sama terhadap luas area persegi
dengan lebar Cx dan tinggi 1/rx. (Dutta, 2008)
Gambar 3.5 . Perubahan konsentrasi sel dan substrat sebagai fungsi resident time
(Dutta, 2008)
Gambar 3.6. Ilustrasi grafik CSTF dengan produktivitas maksimum (Dutta, 2008)
Sehingga melalui persamaan untuk memperoleh konsentrasi sel dan resident
time pada produktivitas sel maksimum : (Produktivitas sel pada CSTF steady state
dengan umpan steril)
Produktivitas maksimum saat drx/dCx = 0.Setelah substitusi
kedalam persamaan sebelumnya, mendiferentialkan terhadap
Cx, dan mengatur resultan 0, Sehingga diperoleh konsentrasi sel optimum pada
produktivitas maksimum :
Substitusi pesamaan (3.13) untuk Cs ke persamaan (3.9), menghasilkan
optimum resident time :
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
3.14
2.2.5 Perbandingan Batch dan CSTF
Resident time yang dibutuhkan pada fermentor batch atau steady state PFF untuk
mencapai konsentrasi sel tertentu adalah
Dimana to adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase pertumbuhan
eksponensial. Area dibawah kurva 1/rx versus Cx sama terhadap tb- to. (Dutta,
2008)
Resident time untuk CSTF ditunjukkan dengan persamaan (3.2), dimana
sama terhadap luas area persegi dengan lebar Cx- Cxi dan tinggi 1/rx.
Kurva 1/rx dan Cx memiliki bentuk U , sehingga dapat dibuat kesimpulan
untuk single fermentor:
1. Sistem fermentor yang paling produktif adalah CSTF yang dioperasikan
pada konsentrasi sel yang memiliki nilai 1/rx minimum, seperti yang ditunjukkan
dalam gambar 3.7(a), karena membutuhkan resident time paling kecil.
2. Jika konsentrasi sel dicapai pada fase stasioner, fermentor batch lebih dipilih
daripada CSTF karena resident time yang dibutuhkan pada batch seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.7 (b) lebih kecil daripada CSTF. (Dutta, 2008)
Gambar 3.7. Grafik resident time yang dibutuhkan (luas area yang diarsir) pada
(a) CSTF dan (b) fermentor batch (Dutta, 2008)
2.3 MULTIPLE FERMENTOR YANG DIHUBUNGKAN SERI
3.15
Pemilihan system fermentor untuk produktivitas maksimum tergantung pada
bentuk kurva 1/rx versus Cx dan konversi akhir. Dalam kurva 1/rx versus Cx, jika
konsentrasi sel akhir kurang dari Cx,opt , maka satu fermentor lebih baik daripada
dua fermentor yang dihubungkan seri, karena dua CSTF yang dihubungkan seri
membutuhkan resident time lebih besar daripada menggunakan satu fermentor
dalam kasus ini, (Dutta, 2008)
Jika konsentrasi sel akhir lebih besar daripada Cx,opt, maka kombinasi dua
fermentor untuk total resident time minimum dalam CSTF dioperasikan pada
Cx,opt diikuti dengan PFF, seperti ditunjukkan dalam (Gambar 3.8a). CSTF
dioperasikan pada Cx,opt diikuti CSTF lainnya yang dihubungkan secara seri juga
lebih baik daripada menggunakan satu CSTF (Gambar 3.8b). (Dutta, 2008)
Gambar 3.8 Grafik ilustrasi total resident time yang dibutuhkan (area yang diarsir)
saat dua fermentor dihubungkan seri : (a) CSTF dan PFF , dan (b) dua CSTF.
(Dutta, 2008)
2.3.1 CSTF dan PFF dalam Seri
Gambar 3.9 menunjukkan diagram skematik dua fermentor yang
dihubungkan seri, CSTF diikuti dengan PFF. Neraca massa fermentor pertama
sama seperti neraca massa single CSTF. Jika aliran masuk steril (Cxi = 0),
konsentrasi substrat, sel, dan produk dapat dihitung dari persamaan (3.5), (3.7),
dan (3.8), sebagai beikut:
Gambar 3.9 Diagram skematik dua fermentor CSTF dan PFF, dihubungkan seri.
(Dutta, 2008)
Untuk fermentor selanjutnya, PFF, resident time dapat diestimasi dengan :
Koefisien hasil pertumbuhan dapat dijelaskan sebagai berikut :
Integrasi persamaan (3.19) setelah substitusi persamaan (3.20) akan
mengahasilkan :
3.16
3.17
3.18
3.19
3.20
3.21
Jika konsentrasi akhir sel (Cx2) diketahui, maka konsentrasi akhir substrat
(Cs2) dapat dihitung dari persamaan (3.20). Resident time pada fermentor kedua
dapat dihitung menggunakan persamaan (3.21). Jika resident time fermentor
kedua diketahui, maka persamaan (3.20) dan (3.21) dapat digunakan untuk
menentukan konsentrasi sel dan konsentrasi substrat. Pendekatan lainnya yaitu
dengan mengintegralkan persamaan (3.19) ,sehingga nilai τp2 diperoleh. (Dutta,
2008)
2.3.2 Multiple CSTF Dalam Seri
Kultivasi mikroorganisme dalam PFF hanya terbatas pada berbagai kasus
percobaan seperti tubular loop batch fermenter (Russel et al., 19740 dan scraped
tubular fermenter (Moo-Young et al., 1979). Sehingga kinetika pertumuhan dalam
PFF dapat berbeda secara signifikan dari CSTF. (Dutta, 2008)
Multiple CSTF dalam seri, dimana CSTF dioperasikan pada Cx,opt diikuti
dengan CSTF lainnya yang dihubungkan secara seri. Hill dan Robinson (1989)
memberikan persamaan untuk memprediksikan kemungkinan resident time yang
minimum untuk mencapai konversi substrat yang diinginkan. (Dutta, 2008)
Gambar 3.10 menunjukkan diagram skematik multiple CSTFs yang dihubungkan
secara seri. Untuk n steady state CSTF, neraca massa mikroorganisme dapat
dituliskan sebagai berikut: 3.22
Gambar 3.10 Diagram skematik multiple CSTFs dihubungkan secara seri (Dutta,
2008)
Growth Yield dapat diekspresikan sebagai berikut :
Dengan memecahkan persamaan (3.22), (3.23), dan (3.24), maka dapat dihitung
laju dilusi dengan konsentrasi sel yang diketahui, atau sebaliknya. (Dutta, 2008)
Estimasi konsentrasi sel atau substrat dengan laju dilusi yang telah diketahui dapat
diselesaikan dengan mudah menggunakan grafik. Dari persamaan (3.22), laju
dilusi reactor pertama saat aliran masuk steril adalah,
Dimana dapat dijelaskan dengan slope pada garis lurus yang menghubungkan titik
awal dan (Cxi Sxi) dalam (Gambar 3.11). Hal yang sama juga berlaku untuk
fermentor kedua.
Dimana, slope pada gari yang menghubungkan (Cx1) dan (Cx2,rx2). Sehingga
dengan diperoleh laju dilusi pada setiap fermentor, dapat diestimasi konsentrasi
sel pada setiap fermentor, atau sebaliknya. (Dutta, 2008)
3.23
3.24
3.25
3.26
Gambar 3.11 Grafik penyelesaian fermentor kontinyu terhubung secara seri
(Dutta, 2008)
2.4 CELL RECYCLING
Untuk operasi secara kontinyu pada PFF atau CSTF, sel dibuang dengan
aliran keluar fermentor yang produktivitasnya terbatas. Produktivitas bisa
ditingkatkan dengan mendaur ulangvsel dari aliran keluar pada fermentor.
2.4.1 PFF dengan recycle sel
PFF membutuhkan adanya mikroorganisme pada awalnya dalam aliran masuk
seperti fermentor batch yang membutuhkan inokulum pada awalnya. Sebagian
besar jalan secara ekonomis dengan menyediakan sel pada aliran masuk untuk
mendaur ulang sebagian dari aliran keluar dikembalikan ke aliran masuk
dengan/tanpa alat pemisah sel. Gambar 6.17 menunjukkna diagram skematik pada
PFF dengan mendaur ulang sel. Tidak seperti CSTF, PFF tidak membutuhkan
pemisah sel saat mendaur ulang, walaupun itu akan meningkatkan sedikit
produktivitas fermentor seperti yang akan ditunjukkan selnjutnya. Persamaan
ditunjukkan untuk PFF dengan kinetika Monod bisa dituliskan seperti :
V(1+R ) F
=τ P
1+R=∫
C X
CX f dCX
r X
=∫CX
CX f ( KS+CS ) dCX
μmax CSC X
(6.55)
Dimana τ P adalah waktu tinggal berdasarkan laju alir pada system keseluruhan.
Waktu tinggal yang sebenarnya dalam fermentor lebih besar dari pada τ P yag
meningkatkan laju alir dengan mendaur ulang.
Apabila hasil pertumbuhan konstan,
CS=CS' − 1
Y X /S
(C X−CS' ) (6.56)
Mensubtitisi Pers. (6.56) ke Pers. (6.55) untuk Cs dan menintegrasi akan
didapatkan :
τ P μmax
1+R=( K S Y X /S
CX +CS Y X /S) ln
CX f
CX' +
KS Y X /S
CX' +CSY X /S
lnCS
'
CS f
Dimana CX' dan CS
' bisa diperkirakan dari kesetimbangan sel dan substrat pada
titik pencampuran aliran masuk dan daur ulang (recycle) sebagai
CX' =
CX i+R CX R
1+R(6.58)
CS' =
CSi+R CSR
1+R(6.59)
Konsentrasi sel pada aliran keluar, bisa diperkirakan dari kesetimbangan sel
secara keseluruhan
CX f= 1
β [CX i+Y X /S (CSi
−CS f ) ] (6.60)
Konsentrasi sel pada aliran daur ulang, dapat diperkirakan dari kesetimbangan sel
diatas penyaring sebagai
β= BF
(6.61)
Gambar 6.18 menunjukkan akibat dari laju recycle atas waktu tinggal dari sostem
PFF dengan me-recycle. Catatan τ dihitung berdasarkan atas laju alir masuk yang
waktu tinggal sebenarnya terhadap sistem fermentor. τ yang sebenarnya pada PFF
tidak penting karena itu akan menurun dengan kenaikan laju recycle. Ketika β
sama dengan nol, laju bleeding sama dengan laju alir dan laju alir aliran filtrate L
adalah nol, oleh karena itu, aliran recycle tidak disaring. Waktu tinggal akan tak
terbatas apabila R adalah nol dan menurun secara tajam sebagai R ditingkatkan
sampai itu mencapai titik penurunan secara sedikit demi sedikit. Dalam kasus
spesifik, rasio recycle optimum mungkin pada sekitar 0.2.
Kurva lainnya pada gambar 6.18 untuk β = B/F = 1.8. Waktu tinggal dapat
diturunkan dengan membutuhkan konsentrasi aliran recycle 25-40% ketika R
diantara 0.2 dan 1.0. ketika R ≤ 1.2, sebagian kurva dituliskan sebagai garis
putus-putus karena itu mungkin sulit untuk menurunkan rasio recycle dibawah 0.2
ketika β=0.8. Contohnya, untuk mempertahankan R = 0.1, jumlah 1.3F
membutuhkan di-recycle dn terkonsentrasi mencapai 0.1F, yang mungkin sulit
tergantung pada konsentrasi sel yang keluar. Faktor konsentrasi yang lebih tinggi
pada unit penyaring dapat mendapatkan bahaya lebih tinggi pada kegagalan
penyaringan.
Analisis pada bagian ini dan selanjutnya bisa juga diaplikasikan untuk
penyimpanan sel sebagai pemisah sel. Aliran keluar dari penyimpanan sel akan
sama dengan F = B + L dan konsentrasi itu akan menjadi (B/F)CXf = βCSf.
2.4.2 CSTF dengan recycle sel
Gambar 6.19 Diagram skematik CSTF dengan recycle sel ( Dutta, 2008)
Produktivitas sel dalam CSTF dapat ditingkatkan dengan meningkatkan laju dilusi
dan mencapai nilai maksimum. Jika laju dilusi ditingkatkan melebihi nilai
maksimum , produktivitas akan menurun dan sel mulai ter wash out karena laju
pembentukan sel kurang dari hilangnya sel dari aliran keluar. Sehingga
produktivitas fermenter terbatas karena hilangnya sel dengan aliran keluar. Salah
satu cara meningkatkan produktivitas reaktor adalah merecycle sel dengan cara
memisahkan sel dari aliran produk mengggunakan unit cross-flow filter (Gambar
6.19)
Konsentrasi sel yang tinggi dipertahankan dengan menggunakan runtuk
merecycle sel yang akan meningkatkan produktivitas sel karena laju pertumbuhan
sebanding dengan konsentrasi sel. Bagaimanapun, terdapat suatu batasan dalam
peningkatan produktivitas sel dengan konsentrasi sel yang meingkat karena
dalam lingkungan dengan konsentrasi sel tinggi maka laju transfer nutrisi akan
menurun karena terlalu penuh dan pengumpulan sel.
Jika semua sel direcycle kembali ke fermenter, konsentrasi sel akan
meingkat secara kontinu dengan waktu dan keadaan steady state tidak akan pernah
dicapai. Sehingga untuk mengoperasikam CSTF dengan recycle pada saat steady
state , perlu adanya aliran pencampur seperti pada gambar 6.19. Neraca massa
untuk sel di fermenter dengan unit recycle sel adalah
Untuk keadaan steady state pada CSTF dengan recycle sel dan umpan steril , βD
sama dengan laju pertumbuhan spesifik (Persamaan 6.64), ketika β= 1, maka sel
tidak direcycle, sehingga D=µ.
Jika laju pertumbuhan dinyatakan dengan kinetika Monod, subtitusi persamaan 6.
11 ke 6.64 dan disusun ulang untuk Cs maka
dan berlaku saat . Konsentrasi sel di fermenter dihitung dari nilai Cs
menjadi
Gambar 6.20 menunjukkan pengaruh rasio pencampuran terhadap produktivitas
sel untuk model Monod. Seiring pengurangan β dari 1 ke 0,5 , produktivitas sel
menjadi dua kali lipat.
(6.63)
(6.64)
(6.66)
(6.65)
DAFTAR PUSTAKA
Bisen, Singh Anjana. 2012. Introduction to Instrumentation in Life Sciences.
India: CRC Press
Budiyanto, MAK. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Dutta, Rajiv. 2008. Fundamentals of Biochemical Engineering. India : Ane Books
India.
Katoh, Shigeo and Fumitake Yoshida. Biochemical Engineering. Japan: Wiley
VCH
Rusmana, Iman. 2008. Sistem Operasi Fermentasi. Departemen Biologi FMIPA
IPB : Bogor.
Rao, B. Sarva ; Muralidhararao dan AV.N. Swamy. 2011. Studies on Continuous
Production Kinetics of L-Lysine by Immobilized Corynebacterium glutamicum
13032. Middle-East Journal of Scientific Research 7 (2): 235-240, ISSN 1990-
9233.
Stanbury, Peter, Allan Whitaker, Stephen J. Hall. 1999. Principles of
Fermentation Technology. 2nd. New York: Elsevier Science Ltd.
DISKUSI
1. Alfonsina AAT
Pada CSTF, bagaimana cara menentukan resident time menggunakan grafik ?
Mengapa pada grafik kurva 1/rx versus Cx (Gambar 3.4) daerah yang diarsir
berbeda dengan daerah yang diarsir pada kurva 1/rx versus Cx (Gambar 3.6)?
Jawab : Cara menentukan resident time (τm) dengan menggunakan grafik kurva
1/rx versus Cx dengan model Monod adalah dengan menentukan nilai Cx dan
1/rx, setelah itu resident time dapat diperoleh dengan mencari luas persegi, yaitu
Cx sebagai lebar dan 1/rx sebagai tinggi.
Gambar 3.4 Gambar 3.6
Grafik ini dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan kondisi diatas dan umpan
masuk dalam keadaan steril. , lalu dimasukkan kedalam persamaan Monod,
sehingga diperoleh kurva tersebut. Untuk mencari resident time, dapat di plot nilai
Cx = 5,8 dan nilai 1/rx= 0,4 , resident time (τm) = 2,32 tetapi pada kasus Cx = 5,8
dan nilai 1/rx= 0,3.
Selanjutnya dicoba kembali dengan memasukkan nilai Cx = 4,8 dan 1/rx = 0,2,
diperoleh resident time (τm) = 0,96 , maka Gambar 3.6 menunjukkan grafik
dengan produktivitas maksimum, dan dapat disimpulkan untuk mencapai
produktivitas maksimum diperoleh saat resident time kecil dan dapat dicapai saat
nilai 1/rx minimum. Sehingga dari grafik Gambar 3.6 produktivitas maksimum
dapat diperoleh saat luas area yang terarsir (Cx vs 1/rx) terletak tepat dibawah
kurva.