awal

59
Desain Fermentor Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah: Teknologi Bioproses Dosen pengampu: Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Disusun Oleh: Mariatul Khiftiyah (115061113111002) Wahdah Mudrikah (115061101111018) Sisca Ameliawati (115061101111015) Sharfina Widyaningrum (115061105111003)

Transcript of awal

Page 1: awal

Desain Fermentor

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah: Teknologi Bioproses

Dosen pengampu: Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S.

Disusun Oleh:

Mariatul Khiftiyah (115061113111002)

Wahdah Mudrikah (115061101111018)

Sisca Ameliawati (115061101111015)

Sharfina Widyaningrum (115061105111003)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

Page 2: awal

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Dalam industri bio atau farmasi, fermentasi merupakan suatu proses yang sangat

penting, dan suatu proses fermentasi berlangsung dalam fermentor. Fermentor

atau bioreaktor adalah alat dimana terjadi reaksi biokimia yang dihasilkan oleh

metabolime mikroba atau dari reaksi biokimia enzim (Katoh, 2009). Sedangkan

menurut Stanbury, 1999, fementor yaitu alat yang memiliki fungsi untuk

menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme atau

sel hewan, sehingga mikroorganisme atau sel hewan tersebut dapat menghasilkan

produk yang diiinginkan. Sehingga dibutuhkan suatu desain dari fermenter yang

mampu mendukung proses fermentasi dan dicapai produktivitas pada tingkat

yang diinginkan. Dalam mendesain suatu fermenter harus diperhatikan beberapa

hal seperti jenis bahan yang digunakan untuk bejana, aerasi, agitasi, sistem

pengendali paramater lingkungan seperti suhu, pH, dan-lain-lain yang akan

dibahas dalam makalah ini.

Page 3: awal

BAB II

ISI

2.1 FERMENTOR

2.1.1Pengertian

Fermentor atau bioreaktor adalah alat dimana terjadi reaksi biokimia yang

dihasilkan oleh metabolime mikroba atau dari reaksi biokimia enzim (Katoh,

2009). Sedangkan menurut Stanbury, 1999, fementor yaitu alat yang memiliki

fungsi untuk menyediakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan

mikroorganisme atau sel hewan, sehingga mikroorganisme atau sel hewan

tersebut dapat menghasilkan produk yang diiinginkan.

Dalam mendesign dan membuat sebuah fermentor terdapat hal-hal yang harus

diperhatikan, seperti: (Stanbury, 1999)

1. Fermentor harus dapat dioperasikan secara aseptik untuk beberapa hari dan

harus bisa dioperasikan dengan lama serta harus memenuhi persyaratan

keamanan.

2. Penambahan aerasi dan agitasi dapat ditambahkan untuk memenuhi

kebutuhan. metabolisme mikroorganisme. Serta tidak menyebabkan kerusakan

pada mikroorganisme.

3. Pemakaian daya untuk operasi fermentor harus serendah mungkin.

4. Diperlukannya sistem pengendalian suhu dan tahan terhadap sterilisasi.

5. Sistem kontrol pH harus terdapat dalam suatu fermentor.

6. Dibutuhkan fasilitas sampling untuk mendapat fermentor yang sesuai.

7. Gas yang keluar dari fermentor harus dapat dikendalikan

8. Fermentor yang didesign seharusnya menggunakan tenaga kerja dalam

operasi, pembersihan, dan pemanenan seminimal mungkin.

9. Sebuah fermentor seharusnya than terhadap kontaminan dan mencegah

terjadinya kontaminan selama proses berlangsung.

10. Konstruksi fermentor harus memiliki permukaan yang halus, sehingga

digunakan welds dibandingkan flange joint.

11. Fermentor harus memiliki bentuk geometri yang mirip dan sesuai dengan

fermentor yang lebih kecil pada skala lab dan skala pilot.

Page 4: awal

12. Bahan yang digunakan untuk konstruksi fermentor sebaiknya bahan yang

murah yang bisa memungkinkan mikroba agar bisa membuat produk.

13. Terdapat ketentuan umum operasi yang harus ada dalam setiap fermenter,

seperti yang dijelaskan pada tabel:

Table 1 ketentuan operasi yang biasa terdapat dalam sebuah fermentor (Stanbury, 1999)

Terdapat banyak tipe fermentor, fermentor-fermentor tersebut dapat

dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu: (Katoh, 2009)

1. Fermentor dengan agitasi mekanik

2. Bubble coloumn, yaitu reaktor silinder tanpa agitasi mekanik, dimana gas

dimasukkan dalam liqiud dalam bentuk gelembung

3. Loop reaktor dengan pompa atau jet untuk sirkulasi liquid

4. Packed-bed reactor

5. Membrane bioreactor, menggunakan membran semipermeabel (biasanya

tipe hollow fiber)

6. Mikroreaktor

Terdapat banyak jenis fermentor yang telah ditemukan, namun hanya

beberapa fermentor yang terbukti efektif untuk proses biokimia khususnya yang

beroperasi secara aerobik. Fermentor yang banyak digunakan sebagai alat dalam

proses biokimia aerobik yaitu fermentor yang dilengkapi dengan aerator dan

agitator.

Page 5: awal

(a) (b)

Figure 1 fermentor aerasi dan agitasi, (a)satu impeller agitator (b) tiga impeller agitator

Suatu fermentor harus dirancang dengan bentuk geometri yang sesuai. Oleh

karena itu banyak penelitian yang menunjukkan rasio dimensi geometri yang

sesuai yang dapat digunakan dalam pembuatan fermentor. Untuk fermentor

dengan satu impeller seperti pada gambar diatas (a), rasio geometri yang sering

digunakan dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Table 2 rasio geometri fermentor dengan satu impeller menurut beberapa ahli (Stanbury, 1999)

Sedangkan untuk fermentor dengan tiga impeller seperti pada gambar diatas(b),

rasio geometri yang sering digunakan dapat dijelaskan pada tabel berikut:

Page 6: awal

Table 3 . rasio geometri fermentor dengan tiga impeller menurut beberapa ahli (Stanbury,

1999)

2.1.2Body construction

2.1.2.1 Komponen fermentor

Dalam suatu fermentor, terdapat banyak komponen yang harus ada dan

diperhatikan dalam pembuatannya. Komponen-komponen dasar yang terdapat

dalam suatu fermentor ideal dijelaskan dalam tabel berikut:

No Komponen Tujuan

1 Top plate Cover/tutup fermentor

(biasanya terbuat dari baja)

2 Sambungan Untuk memisahkan tutup

dari vessel fermentor agar

mencegah kebocoran udara

3 Vessel Sebagai badan fermentor

tempat terjadinya reaksi

biokimia

4 Drive motor Untuk menggerakkan

tangkai pengaduk

5 Drive shaft Mengaduk media dalam

fermentor dengan bantuan

impeller

6 Baffle Mencegah

sedimentasi/pengendapan

pada dinding fermentor dan

Page 7: awal

untuk menyempurnakan

pengadukan

7 Sparger Penyuplai udara

8 Inoculation needle Tempat untuk

menambahkan inokulum

9 Feed pump Menambahakan bahan

(media/ nutrien) dengan

kecepatan tertentu

10 Monitoring and controller Untuk memantau dan

mengendalikan keadaan

didalam fermentor

Proses yang terjadi didalam fermentor pasti melibatkan mikroorganisme.

Oleh karena itu proses didalam fermentor menjadi sangat sensitif dengan

perubahan lingkungan karena dapat berakibat buruk seperti tidak terbentuknya

produk. Sehingga, pada suatu fermentor juga terdapat alat-alat tambahan yang

digunakan untuk memantau serta mengendalikan segala hal yang ada didalam

fermentor tersebut. Macam alat kontroler yang terdapat dalam suatu fermentor

dapat dijelaskan dengan tabel dibawah ini:

No Komponen Kegunaan

1 Pt100 Sebagai sensor temperatur

(elektroda resisten

platinum)

2 Foam probe Diletakkan diatas

permukaan media untuk

sensor pembentukan foam

3 Elektroda pH Sebagai sensor pH

4 O2sensor Untuk memantau dissolved

oksigen dalam fermentor

5 Cold water jacket Untuk menjaga fermentor

agar tetap pada suhu

operasi (dengan

Page 8: awal

mengalirkan air dingin

sepanjang jaket)

6 Air pump Untuk menyuplai udara

kedalam fermentor (aerob)

7 Peristaltic pump Untuk memompa

media/asam/basa masuk

kedalam fermentor

Figure 2. fermentor ideal dengan berbagai komponen didalamnya (Bisen, 2012)

2.1.2.2 Bahan konstruksi

Pada fermentor ideal yang mengutamakan aseptisitas dalam operasinya,

pemilihan bahan untuk fermentor menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.

Vessel yang digunakan sebagai fermentor seharusnya tidak memiliki sudut dan

memiliki permukaan yang halus. Bahan konstruksi untuk vessel fermentor harus

tidak beracun dan tahan korosi. Terdapat dua tipe bahan konstruksi yang

digunakan dalam pembuatan fermentor, yaitu:

1. Vessel kaca (kaca borosilikat)

Tipe I –vessel kaca bentuk tabung atau bawah datar dengan pelat atas.

Fermentor tipe ini dapat disterilkan dengan autoklaf dan diameter terbesar adalah

60cm.

Page 9: awal

Figure 3. fermentor kaca tipe 1 (Stanbury, 1999)

Tipe II –fermentor kaca dengan bagian bawah datar dengan plat stainless

steel atas dan bawah. Jenis ini digunakan dengan proses sterilisasi in situ dan

diameter 30cm terbesar. Vessel dengan dua pelat stainless steel lebih mahal sekitar

50% dengan hanya pelat pada bagian atas.

Figure 4. fermentor kaca tipe 2 (Stanbury, 1999)

2. Stainless steel

Stainless steel digunakan sebagai bahan konstruksi fermentor dengan

modifikasi berikut:

1. 4% kromium (minimal 10-13%) dapat ditambahkan untuk mencegah

terjadinya korosi

2. Memiliki lapisan oksida hidro - non-porous, yang dapat teruai sendiri ketika

terekspos keudara luar, tahan terhadap korosi

3. Dimasukkannya nikel - meningkatkan kemampuan teknik dan memperbesar

ketahanan terhadap korosi

Page 10: awal

4. Kehadiran molibdenum - ketahanan terhadap garam halogen, air garam, air

laut

5. Tungsten, silikon - meningkatkan ketahanan terhadap korosi

Figure 5. fermentor stainless steel (Stanbury, 1999)

Ketebalan fermentor harus ditingkatkan sesuai skala. Sisi plate memiliki

ketebalan lebih rendah dari atas dan pelat bawah. Pelat atas dan bawah adalah

hemispherical untuk menahan tekanan.

2.1.2.3 Sealing (Pengelasan)

Pengelasan antara pelat atas dan fermentor merupakan kriteria penting untuk

menjaga kondisi kedap udara, aseptik dan ketahanan fermentor. Pengelasan harus

dilakukan antara tiga jenis permukaan yaitu: antara kaca-kaca, kaca-logam dan

logam-logam. Ada tiga jenis pengelasan, yaitu: paking, lipseal dan 'O' ring.Ada

dua cara pengelasan di O ring yaitu pengelasan sederhana dan pengelasan ganda

dengan uap antara dua las.Untuk pengelasan antara kaca –logam dapat digunakan

teknik pengelasan gasket, lipseal, dan O’ring. Untuk logam-logam hanya dapat

menggunakan teknik pengelasan O’ring.

Pengelasan yang tepat dapat memperketat lipatan antara tutup dan badan

fermentor meskipun terjadi ekspansi dalam fermentor selama proses bioreaksi.

Bahan yang digunakn untuk mengelas dapat berupa fabric-nitryl atau karet butil.

Setiap bahan pengelasan memiliki batas waktu penggunaan sehingga pengelasan

harus dicek setelah waktu tertentu.

Page 11: awal

Figure 6. (a) pengelasan gasket, (b) lipseal, (c) O’ring (Stanbury, 1999)

2.1.2.4 Baffle

Baffle adalah strip logam yang mencegah pembentukan pusaran di sekitar

dinding fermentor. Strip logam ini terpasang secara radial ke dinding untuk setiap

1/10 diameter pembuluh. biasanya 4 baffle hadir tapi ketika diameter pembuluh

lebih 3dm3 sekitar 6-8 baffle digunakan. di sana harus cukup jarak antara dinding

dan baffle sehingga memungkinkan untuk menjangkau seluruh bagian fermentor.

Gerakan ini meminimalkan pertumbuhan mikroba pada baffle dan dinding

fermentasi. Jika diperlukan kumparan pendingin dapat diletakkan pada baffle.

Figure 7. peletakkan baffle pada fermentor (Bisen, 2012)

2.1.2.5 Sistem aerasi (sparger)

Sparger adalah alat untuk memasukkan udara ke dalam fermentor. Aerasi

dilakukan untuk menyediakan cukup oksigen untuk organisme dalam fermentor.

Aerator gelembung halus harus digunakan. Gelembung besar akan memiliki luas

Page 12: awal

permukaan kurang dari gelembung kecil yang akan membuati transfer oksigen

yang lebih besar dari batas. Agitasi tidak diperlukan bila aerasi menyediakan

cukup agitasi seperti pada airlift fermentor. Tapi ini mungkin hanya untuk media

dengan viskositas rendah dan total padatan rendah. Untuk aerasi yang digunakan

untuk memberikan agitasi pada fermentor, maka rasio tinggi fermentor/ diameter

(aspek rasio) harus 5:1. Pasokan udara ke sparger harus dipasok melalui filter.

Ada tiga jenis sparger, yaitu porous sparger, orifice sparger dan nozzle sparger.

1. Porous sparger : terbuat dari kaca sinter , keramik atau logam . Sparger ini

hanya digunakan di skala lab atau pada fermentor tidak teragitasi . Ukuran

gelembung yang terbentuk adalah 10-100 kali lebih besar dari ukuran pori . Ada

penurunan tekanan di sparger dan lubang cenderung tertutup oleh pertumbuhan,

hal ini merupakan keterbatasan sparger berpori .

Figure 8. porous sparger

2. Orifice sparger : digunakan dalam stirred fermentor kecil . Sparger ini

adalah pipa berlubang yang diletakkan di bawah impeller dalam bentuk salib atau

cincin . Ukurannya harus ~ ¾ dari diameter impeller . lubang udara dibuat pada

permukaan bawah dari tabung dan lubang harus minimal berdiameter 6mm. Jenis

sparger digunakan terutama dengan agitasi . Hal ini juga digunakan tanpa agitasi

dalam beberapa kasus seperti pembuatan ragi , pengolahan limbah dan produksi

SCP .

Figure 9. orifice sparger

Page 13: awal

3. Nozzle sparger : Banyak digunakan dalam skala besar . Sparger ini adalah

pipa terbuka / pipa sebagian tertutup terpusat diposisikan di bawah impeller .

Ketika udara melewati pipa ini ada kehilangan tekanan yang lebih rendah dan

tidak di blok .

Figure 10. nozzle sparger

4. Gabungan sparger agitator : Ini adalah alat pasokan udara melalui poros

agitator hallow. Udara dipancarkan melalui lubang di disk atau bilah pengaduk.

Figure 11 .Combined sparger agitator (Stanbury, 1999)

2.1.2.6 Agitasi

Agitasi memberikan suspensi seragam pada sel dalam media nutrien

homogen. Agitasi ini memberikan pengadukan fluida bulk dan fase gas, dispersi

udara, memfasilitasi transfer oksigen dan perpindahan panas dan lingkungan yang

Page 14: awal

seragam di seluruh fermentor. Ada empat kelas, yaitu Disc turbin, Vaned disc,

Open turbine dengan berbagai pitch dan marine impeller. Turbin Disc mencegah

luapan oleh gelembung udara. Luapan terjadi ketika penyebaran gelembung udara

dari kantong udara terbentuk pada satu daerah. Ketika menggunakan disk turbin

luapan debit udara hanya 120 min/hour. Ketika turbin terbuka dan baling-baling

yang digunakan, luapan di media sekitar 21min per jam debit udara. Perbedaan

antara disk turbin dan turbin terbuka adalah sebagai berikut:

Disc turbin Open Turbine

Mencegah luapan gelembung udara

hingga 120 min/hr

Mencegah lupan hanya hingga 20

min/hr

Aliran radial Aliran axial

Terdapat gaya disc pada ujung agitator

sehingga mendispersi udara

Tidak terdapat gaya disc

Tabel. 4 : perbedaan disc turbin dan open turbin

Turbin disc terdiri dari disc dengan serangkaian baling-baling persegi

panjang diatur dalam bidang vertikal di sekitar lingkar dan vaned disc memiliki

serangkaian baling-baling persegi terpasang vertikal ke bawah. Udara dari sparger

menyentuh bagian bawah disk dan dipindahkan menuju baling-baling di mana

gelembung udara yang dipecah menjadi gelembung yang lebih kecil. Baling-

baling dari berbagai tempat turbin terbuka dan bilah baling-baling marine yang

melekat langsung untuk atasan pada poros agitator. Dalam hal ini udara

gelembung awalnya tidak memukul permukaan apapun sebelum dispersi dengan

baling-baling atau blade.

Page 15: awal

Figure 12. macam-macam agitator (Stanbury, 1999)

Rushton disc turbine dengan 1/3 dari diameter fermentor telah optimal

untuk beberapa proses fermentasi. Sekarang desain terbaru dari agitator telah

diperkenalkan. Scaba adalah desain baru agitator yang dapat menangani laju alir

tinggi sebelum luapan dan memiliki aliran radial. Tapi ini tidak ideal untuk

pencampuran atas ke bawah.Prochem maxflow agitator memiliki konsepsi daya

rendah dengan gaya hidrodinamika tinggi. Desain ini telah meningkatkan

kapasitas pemompaan ke bawah blade. Di rasio diameter desain agitator /

fermentor ini adalah 0,4. Kebutuhan daya sekitar 66% lebih sedikit bahkan ketika

transfer efisiensi kental dan oksigen meningkat. Agitator Intermig memiliki dua

unit. Berbeda sebelumnya rasio diameter desain agitator / fermentor adalah 0,6-

0,7. Untuk agitator ini menggunakan sparger udara yang lebih besar dan

pencampuran atas ke bawah tidak efektif digunakan. Desain turbin baru dengan

dual impeller telah diperkenalkan. Satu untuk disperser gas dan lainnya untuk

membantu sirkulasi dengan multirod pencampuran.

2.1.2.7 Katup (valve)

Terdapat empat katup penambahan. Ada empat jenis katup tambahan yaitu

(a) Simple ON dan OFF, (b) Untuk kontrol tekanan, (c) check valve dan (d) safety

valve-aliran dalam satu arah. Ada berbagai model katup:

1. Pembukaan dan penutupan, menaikkan atau menurunkan menutup unit

a. Gate valve - sliding disc bergerak in / out dari jalur aliran oleh pergantian

batang

Page 16: awal

Gambar. 13 : gate valve (Stanbury, 1999)

b. Globe valve - horizontal disc / steker - dinaikkan / diturunkan

Gambar. 14 : globe valve (Stanbury, 1999)

c. Piston valve - mirip dengan globe valve kecuali kontrol aliran piston

d. Needle valve - mirip dengan globe valve kecuali disc diganti dengan tapered

plug / needle

Gambar. 15 : needle valve(Stanbury, 1999)

2. Drilled shpere/ konektor

a. Plug valve - paralel / konektor meruncing dengan orifice - pada 900

gilirannya menutup / membuka jalur aliran

b. ball valve - mirip dengan plug valve - kecuali bola (ss) dengan orifice

menggantikan steker

Page 17: awal

Gambar. 16 : ball valve (Stanbury, 1999)

3. Disc rotarring antara bantalan

Butterfly valve - disk berputar sekitar poros - menutup terhadap segel untuk

menghentikan aliran

4. Diafragma karet / tube pinching

a. Diafragma valve - mirip dengan pinch valve – kecuali menggunakan pinch,

tetapi mendorong dari salah satu sisi berlawanan dari diafragma

b. Pinch valve - lengan fleksibel ditutup oleh sepasang pinch bar (karet,

neoprene dll)

Gambar 17: pinch valve (Stanbury, 1999)

Pemilihan katup berdasarkan pada jenis aplikasi seperti pada aplikasi ON /

OFF digunakan Globe, butterfly, untuk kontrol aliran digunakan Crude – gate

valve, dan untuk kontrol yang akurat lebih dipilih needle valve serta untuk operasi

yang sangat steril digunakan Pinch / Diafragma

Page 18: awal

5. Check valve

Katup yang digunakan untuk mencegah aliran balik dari liquid atau gas

karena rusak. Terdapat tiga macam katup, yaitu swing check, lift check, combined

stop and check.

Gambar 18: swing check pada safety valve (Stanbury, 1999)

2.1.2.8 Steam traps

Steam trap ini penting untuk menghilangkan kondensat steam. Ada dua

komponen yaitu valve dan unit seat dan perangkat pembuka/penutup. Operasi

komponen didasarkan pada,

a) densitas fluida: Sebuah float (bola / ember) mengapung dalam air,

tenggelam dalam steam. Ketika mengapung itu menutup dan ketika itu tenggelam

membuka katup

Gambar 19 : steam trap berdasarkan densitas fluida (Stanbury, 1999)

b) suhu fluida: Memiliki air / campuran alkohol yang merasakan perubahan

suhu. Campuran ini meluas dalam uap panas dan menutup katup. Ketika kontak

dalam air dingin membuka katup.

Page 19: awal

Gambar 20: steam trap berdasarkan suhu fluida (Stanbury, 1999)

c) efek kinetik cairan dalam gerak: jika tekanan diturunkan, steam dengan

densitas rendah mengalir dengan kecepatan tinggi. Begitu juga dengan steam

densitas tinggi akan mengalir dengan kecepatan rendah. Konversi energi tekanan

menjadi energi kinetik mengendalikan pembukaan dan penutupan

2.2 JENIS- JENIS FERMENTOR

2.2.1 Strirred tank fermenter

Stirred tank fermentor merupakan fermentor yang dilengkapi dengan

pengadukan mekanik. Biasanya fermentor jenis ini dipakai untuk fermentasi

dalam skala industri. Fermentor ini dapat digunakan baik pada fermentasi aerobic

dan anaerobik dengan jumlah sel mikroba yang cukup besar. Intensitas

pengadukan dapat bervariasi dengan cara memilih tipe impeller dan kecepatan

agitasi. Agitasi mekanik dan aerasi sangat cocok untuk kultivasi sel, oksigenasi,

pengadukan media, dan transfer panas. Dalam mendesain stirred tank fermentor,

ada hal-hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:

• Terbuat dari stainless steel top plate dan kaca

• Fermenter ukuran besar : stainless steel tipe 316

• Rasio tinggi & diameter adalah 2 :1 atau 3:1

• Diagitasi menggunakan dua atau tiga turbin impeller

• Poros impeller memasuki fermentor baik dari atas atau bagian bawah vessel

melalui bantalan dan rakitan mekanik.

• Diameter impeller : diameter tangki = 0.3 : 0.4

• Dua impeller : jarak antara impeller pertama dan yang bawah adalah 1.5 DI

• Tiga impeller : Jarak dikurangi menjadi satu diameter impeller.

Page 20: awal

• Empat impeller : Dipasang untuk mencegah formasi vortex yang

mengurangi efisiensi pencampuran

• Lebar baffle +- 1/10 DT

• Untuk fermentasi aerobik, sebuah lubang sparger atau cincin sparger

tunggal digunakan untuk mengalirkan oksigen ke fermentor.

• Sparger ini terletak antara impeller bawah dan bagian bawah fermentor

• Terdapat pengatur pH.

• Suhu dikendalikan oleh pemanasan atau pendinginan.

Namun, fermentor jenis ini memiliki kekurangan dalam penggunaannya, seperti:

• Memerlukan konsumsi energi yang besar.

• Merusak sel yang sensitif terhadap gesekan

• Gesekan yang ditimbulkan oleh fluida dalam pencampuran dihasilkan oleh

gradien kecepatan dari komponen kecepatan tangensial dan radial cairan yang

meninggalkan wilayah impeller.

• Kecepatan yang dihasilkan menurun sebesar 85 % pada satu jarak blade-

width dibagian atas atau di bawah yang menciptakan daerah geser tinggi ketika

semakin menengah

2.2.2 Fermentor Batch atau Plug Flow

Fermentor berpengaduk yang ideal diasumsikan terjadi pengadukan

sempurna sehingga isi dalam fermentor seragam dalam komposisinya pada tiap

waktu. Fermentor ideal lainnya adalah fermentor [lug flow, analisis yang

analoginya dari fermentor batch ideal.

Dalam fermentor tubular-flow, nitrisi dan moikroorganisme dimasukkan

pada ujung pipa silinder dan sel sel tumbuh sepanjang pipa silinder tersebut.

Karena panjangnya pipa dan kurangnya pengadukan system mencegah

pencampuran fluda secara sempurna, maka sifat sifat aliran yang mengalir akan

berbeda-beda di kedua arah longitudinal dan radial. Namun, variasi dalam arah

radial lebih kecil dibandingkan dengan di arah longitudinal . Fermentor tubular-

flow yang ideal tanpa variasi radial disebut plug flow fermenter ( PFF ) .

Page 21: awal

Pada kenyataannya, fermentor PFF sulit untuk ditemukan . Namun, packed-bed

fermenter dan multi-stage fermenter dapat diperkirakan sebagai PFF . Meskipun

PFF steady-state dioperasikan dalam model kontinyu , konsentrasi sel fermentor

batch ideal setelah waktu t akan sama seperti PFF steady-state di area membujur

di mana waktu tinggal sama dengan t ( Gambar 6.4 ) . Oleh karena itu, analisis

berikut ini berlaku untuk keduanya yaitu fermentor batch ideal dan PFF steady

state .

Jika media cair diinokulasi dengan biakan murni , sel akan mulai tumbuh dengan

sangat cepat setelah fase lag. Perubahan konsentrasi sel dalam fermentor batch

sama dengan tingkat pertumbuhan sel-sel di dalamnya:

dCX

dt=r X=μ CX (1)

Untuk menurunkan persamaan hasil fermentasi batch, kita perlu mengintegrasikan

Persamaan. (1) untuk memperoleh:

∫C X0

CX dC X

r X

=∫C X0

C X dCX

μC X

=∫t0

t

dt=t−t0 (2)

Perlu dicatat bahwa Pers . ( 2 ) hanya berlaku ketika rx lebih besar dari nol. Oleh

karena itu, t dalam Pers. (2) bukan waktu kultur diinokulasi, tapi saat itu sel-sel

mulai tumbuh, yang merupakan awal dari fase pertumbuhan aselerasi.

Menurut Pers. (2), waktu pertumbuhan batch t – t0 adalah daerah di bawah kurva

l/rx vs Cx antara CX0 dan Cx seperti yang ditunjukkan pada Gambar.21. Solid line

dalam Gambar.21 dihitung dengan persamaan Monod dan daerah yang diarsir

sama dengan t – t0. Waktu pertumbuhan batch jarang diestimasi dengan metode

grafis ini sejak dibandingkan kurva CX vs t adalah cara yang lebih mudah untuk

menentukan hal itu. Namun, representasi grafis berguna dalam membandingkan

kinerja berbagai konfigurasi fermentor, yang dibahas kemudian. Pada saat ini

hanya diketahui bahwa kurva berbentuk U, merupakan karakteristik dari reaksi

auto katalitis :

Page 22: awal

Gambar. 21 : Diagram skematik (a) fermentor stirred-tank batch dan (b)

fermentor plug flow

S + X X + X

laju untuk reaksi autokatalitis lambat di awal karena konsentrasi X rendah.

Hal ini meningkatkan sebagai sel berkembang biak dan mencapai tingkat

maksimum. Substrat aka habis dan produk-produk toksik akan bertambah, laju

menurun ke nilai yang rendah.

Jika kinetika Monod cukup mewakili tingkat pertumbuhan selama periode

eksponensial, kita dapat menggantikan Pers. ( 6.11 ) ke Pers. (2) untuk

memperoleh

∫C Xo

CX (K ¿¿S+CS)dC X

μmax CS CX

=∫t0

t

dt ¿ (3)

Pers. (3) dapat diintegrasikan jika kita mengetahui hubungan antara Cs dan

Cx. Telah sering diamati bahwa jumlah cell mass yang diproduksi sebanding

dengan jumlah limiting substrate yang dikonsumsi. Hasil pertumbuhan (YX/S )

didefinisikan sebagai

Y X /S=∆ CX

−∆ CS

=C X−CX 0

−(C¿¿S−CS0)¿ (4)

Substitusi Pers. (4) ke Pers. (3) dan mengintegrasi persamaan resultan

memberikan hubungan yang menunjukkan bagaimana konsentrasi sel berubah

dengann adanya waktu :

Page 23: awal

(t−t ¿¿0)μmax=( KS Y X /S

C X 0+CS 0

Y X /S

+1) lnCX

CX

+K SY X /S

C X1+CS0

Y X /S

lnCS0

CS

¿ (5)

Parameter kinetika Monod, μmax dan KS tidak dapat diperkirakan dengan

serangkaian system yang berjalan secara batch semudah parameter Michaelis -

Menten untuk reaksi enzim. Dalam kasus reaksi enzim, tingkat awal reaksi dapat

diukur sebagai fungsi dari konsentrasi substrat yang berjalan secara batch.

Namun, dalam kasus kultur sel, tingkat awal reaksi pada system batch selalu nol

karena adanya fase lag, di mana kinetika Monod tidak berlaku. Perlu dicatat

bahwa meskipun persamaan Monod memiliki bentuk yang sama dengan

persamaan Michaelis - Menten, laju persamaannya berbeda. Pada persamaan

Michaelis – Menten,

dC p

dt=

rmax C s

K M+CS

(6)

Sedangkan dalam persamaan Monod,

dCX

dt=

μmax CSC X

KS+CS

(7)

Ada istilah Cx pada persamaan Monod yang tidak terdapat dalam

persamaan Michealis-Menten.

2.2.3 Fermentor Continous Stirred – Tank

Continuous culture merupakan suatu teknik dimana mikroba ditumbuhkan secara

terus menerus pada fase paling optimum untuk fase pertumbuhan yaitu fase

eksponensial dimana sel membelah diri dengan laju yang konstan. Hal ini

dilakukan dengan memberi nutrisi secara terus menerus sehingga mikroba tidak

pernah kekurangan nutrisi. Penambahan nutrisi atau media segar ke dalam

bioreaktor dilakukan secara kontinyu, dimana dalam waktu yang sama larutan

yang berisi sel dan hasil produk hasil metabolisme dikeluarkan dari media dengan

volume yang sama dengan substrat yang diberikan. Kondisi tersebut

menghasilkan keadaan yang steady state, dimana pembentukan sel-sel baru sama

dengan sel-sel yang dikeluarkan dari fermentor (Stanbury, 1999).

Page 24: awal

Gambar 3.1. Diagram Skematis Fermentor Berpengaduk Kontinyu (Dutta, 2008)

Pada cara Sinambung (Continues Process), pengaliran subtrat dan pengambilan

produk dilakukan secara terus menerus (sinambung) setiap saat setelah diperoleh

konsentrasi produk maksimal atau subtract pembatasnya mencapai konsentrasi

yang hampir tetap. Dalam hal ini subtrat dan inokulum dapat ditambahkan

bersama-sama secara terus menerus sehingga fase eksponensial dapat

diperpanjang. Ada 2 tipe siste, yaitu : homogenously mixed bioreactor dan Plug

flow reactor. Pada tipe Homogenously mixed bioreactor dapat dibagi menjadi 2

macam diantaranya Chemostat dan  Turbidostat (Rusmana, 2008)

Pemberian nutrient secara kontinyu dan untuk mempertahankan keadaan steady

state dalam teknik kultivasi ini dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu

a. Khemostat

Teknik continuous culture dengan menggunakan kemostat dilakukan dengan

menambahkan nutrien melalui sebuah tangki sedemikian rupa sehingga komposisi

nutrient di dalam fermentor tempat kultivasi mikrobia selalu dalam keadaan tetap.

Hal ini dapat dicapai dengan mengatur kecepatan aliran medium baru ke dalam

fermentor disesuaikan dengan aliran medium keluar fermentor untuk di panen. Di

dalam sistem ini sel dapat dipertahankan terus menerus pada fase pertumbuhan

eksponensial atau fase pertumbuhan logaritma. Continuous culture mempunyai

ciri  ukuran populasi dan kecepatan pertumbuhan dapat diatur pada nilai konstan

menggunakan khemostat. Untuk mengatur proses di dalam khemostat, diatur

kecepatan aliran medium dan kadar substrat (nutrien pembatas). Sebagai nutrien

pembatas dapat menggunakan sumber C (karbon), sumber N atau faktor tumbuh.

Page 25: awal

Pada sistem ini , ada aliran keluar untuk mempertahankan volume biakan dalam

kemostat sehingga tetap konstan. Dengan sistem ini, sel seolah-olah dibuat dalam

keadaan setengah kelaparan, dengan nutrien pembatas. Kadar nutrien yang rendah

menyebabkan kecepatan pertumbuhan berbanding lurus dengan kadar nutrien atau

substrat tersebut. (Scragg, 1988)

Gambar 3.2. Desain Skema Kultur Mikroba dalam Khemostat (Budiyanto, 2005)

b. Turbidostat

Teknik kultivasi dengan sistem turbidostat dilakukan dengan menambahkan

nutrient secara kontinyu sehingga kerapatan sel selalu dalam keadaan tetap.

Dalam teknik turbidostat, aliran medium diatur berdasarkan atas kerapatan optik

kultur mikrobia. Pertumbuhan konsentrasi sel dipertahankan konstan dengan cara

memonitor kekeruhan kultur. Sistem ini didasarkan pada kerapatan bakteri

tertentu atau kekeruhan tertentu yang dipertahankan konstan. Ada perbedaan

mendasar antara biak statik klasik dengan biak sinambung dalam kemostat biak

static arus dilihat sebagai sistem tertutup (boleh disamakan dengan organisme sial,

tahap stationer dan tahap kematian. Kalau pada biak sinambung merupakan sistem

terbuka yang mengupayakan keseimbangan aliran untuk organisme selalu terdapat

kondisi lingkungan yang sama. Dalam pertumbuhan sinkron akan terjadi

sinkronisasi pembelahan sel. Hal ini dimaksudkan agar proses metabolisme siklus

pembelahan bakteri dapat dipelajari diperlukan suspensi sel yang mengalami

pembelahan sel dalam waktu sama yaitu sinkron. Sinkronisasi populasi sel dapat

dicapai dengan berbagai tindakan buatan antara lain dengan merubah suhu

Keterangan:1. Reservoir of steril medium

(fresh)2. Flow rate regulator3. Air inlet4. Air filter5. Passage for inoculation6. Siphon and Overflow7. Growth camber8. Receptacle (wadah)

Page 26: awal

rangsangan cahaya, pembatasan nutrien atau menyaring untuk memperoleh sel-sel

yang sama ukurannya. Sinkronisasi pertumbuhan ini juga dimaksudkan untuk

menyediakan stater dengan usia yang sama. (Budiyanto, 2005). Turbidiostat

direkomendasikan saat fermentasi berlangsung pada laju dilusi tingi dekat dengan

washout point , sehingga dapat mencegah washout dengan mengatur laju alir.

(Dutta, 2008)

Neraca Massa mikroorganisme dalam CSTF (Gambar 2.1) sebagai berikut :

Dimana rx adalah laju pertumbuhan dalam fermenter dan dCx/dt menunjukkan

perubahan konsentrasi sel didalam fermentor terhadap waktu.

Pada CSTF steady state , perubahan konsentrasi sel terhadap waktu sama dengan

nol (dCx/dt = 0), karena mikroorganisme dalam vessel tumbuh dengan cepat

menggantikan mikrronrganisme yang keluar melalui outlet stream. Dan

persamaan 3.1 menjadi

Persamaan 3.2 menunjukkan resident time sama terhadap Cx-Cxi, dikali

1/rx , dimana sama terhadap luas area persegi, dengan lebar Cx-Cxi, dan tinggi

1/rx pada kurva 1/rx versus Cx.

Keterangan :

1. Reservoir of steril medium2. Valve controling flow of

medium3. Outlet for spent medium4. Foto sel5. Sumber cahaya6. Turbistat

3.1

3.2

Page 27: awal

Gambar 3.4 menunjukkan kurva 1/rx versus Cx. Luas area persegi yang

diarsir dalam gambar sama terhadap resident time dalam CSTF saat aliran masuk

steril, Ilustrasi grafik yyang menunjukkan resident time, dapat memberikan

informasi terkait dengan efektifitas suatu system fermentor. Resident time yang

lebih pendek dalam mencapai konsentrasi sel tertentu, maka fermentor akan lebih

efektif. (Dutta, 2008)

Jika aliran masuk steril (Cxi= 0), dan sel dalam CSTF tumbuh secara

eksponensial (rx = µCx), Persamaan 3.2 menjadi,

Dimana D merupakan laju dilusi dan berbanding terbalik dengan resident

time (τm). Untuk CSTF steady state dengan umpan steril, laju pertumbuhan sama

terhadap laju dilusi. Laju pertumbuhan mikroorganisme dapat dikontrol dengan

merubah laju alir. Laju pertumbuhan dapat ditunjukkan oleh persmaan Monod,

Dari persamaan ( 3.4) , Cs dapat dihitung dengan resident time dan

parameter kinetika Monod :

3.3

3.4

3.5

Page 28: awal

Gambar 3.4 Grafik estimasi resident time pada CSTF (Dutta, 2008)

Persamaan tersebut valid saat . Jika , laju

pertumbuhan sel lebih lambat daripada laju sel yang meninggalkan aliran keluar.

Sehingga semua sel dalam fermentor akan washed out ( tercuci keluar) dan

persamaan (3.5) tidak valid. (Dutta, 2008)

Jika koefisien hasil pertumbuhan (Yx/s) konstan, maka

Substitusi persamaan (3.5) ke persamaan (3.6) menghasilkan korelasi Cx ,

Persamaan (3.7) dan (3.8) valid saat

2.2.4 Produktivitas CSTF

Produktivitas fermentor adalah jumlah produk yang dihasilkan per satuan waktu

dan volume. Jika aliran masuk steril (Cxi = 0), produktivitas massa sel sama

dengan Cx/τm , dimana sama terhadap slope garis lurus OAB pada kurva Cx

versus τm , seperti yang ditunjukkan pada gambar (3.5). Produktivitas pada titik A

3.6

3.8

3.7

Page 29: awal

sama dengan produktivitas pada titik B. Pada titik A =, konsentrasi sel aliran

keluar rendah, tetapi resident time pendek, sehingga sebagian besar medium

dengan cepat mengalir keluar. Pada titik B konsentrasi sel pada aliran keluar

tinggi, tetapi resident time panjang, sehingga hanya sejumlah kecil medium

mengalir keluar. Titik A adalah daerah yang tidak stabil, karena sangat dekat

dengan titik D ( washout point) . Peningkatan slope pada garis lurus, maka

meningkatkan produktivitas , dan panjan g AB menurun. Sehingga dapat

disimoulkan bahwa nilai produkivitas maksimum sama terhadap slope pada garis

OC. Maksimum produktivitas dapat dipertahankan pada titik D. (Dutta, 2008)

Kondisi operasi untuk produktivitas maksimum pada CSTF dapat diestimasi

menggunakan grafik kurva 1/rx versus Cx. Maksimum produktivitas dapat dicapai

saat resident time kecil. Sehingga resident time sama terhadap luas area persegi

dengan lebar Cx dan tinggi 1/rx. (Dutta, 2008)

Gambar 3.5 . Perubahan konsentrasi sel dan substrat sebagai fungsi resident time

(Dutta, 2008)

Page 30: awal

Gambar 3.6. Ilustrasi grafik CSTF dengan produktivitas maksimum (Dutta, 2008)

Sehingga melalui persamaan untuk memperoleh konsentrasi sel dan resident

time pada produktivitas sel maksimum : (Produktivitas sel pada CSTF steady state

dengan umpan steril)

Produktivitas maksimum saat drx/dCx = 0.Setelah substitusi

kedalam persamaan sebelumnya, mendiferentialkan terhadap

Cx, dan mengatur resultan 0, Sehingga diperoleh konsentrasi sel optimum pada

produktivitas maksimum :

Substitusi pesamaan (3.13) untuk Cs ke persamaan (3.9), menghasilkan

optimum resident time :

3.9

3.10

3.11

3.12

3.13

3.14

Page 31: awal

2.2.5 Perbandingan Batch dan CSTF

Resident time yang dibutuhkan pada fermentor batch atau steady state PFF untuk

mencapai konsentrasi sel tertentu adalah

Dimana to adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase pertumbuhan

eksponensial. Area dibawah kurva 1/rx versus Cx sama terhadap tb- to. (Dutta,

2008)

Resident time untuk CSTF ditunjukkan dengan persamaan (3.2), dimana

sama terhadap luas area persegi dengan lebar Cx- Cxi dan tinggi 1/rx.

Kurva 1/rx dan Cx memiliki bentuk U , sehingga dapat dibuat kesimpulan

untuk single fermentor:

1. Sistem fermentor yang paling produktif adalah CSTF yang dioperasikan

pada konsentrasi sel yang memiliki nilai 1/rx minimum, seperti yang ditunjukkan

dalam gambar 3.7(a), karena membutuhkan resident time paling kecil.

2. Jika konsentrasi sel dicapai pada fase stasioner, fermentor batch lebih dipilih

daripada CSTF karena resident time yang dibutuhkan pada batch seperti yang

ditunjukkan pada gambar 3.7 (b) lebih kecil daripada CSTF. (Dutta, 2008)

Gambar 3.7. Grafik resident time yang dibutuhkan (luas area yang diarsir) pada

(a) CSTF dan (b) fermentor batch (Dutta, 2008)

2.3 MULTIPLE FERMENTOR YANG DIHUBUNGKAN SERI

3.15

Page 32: awal

Pemilihan system fermentor untuk produktivitas maksimum tergantung pada

bentuk kurva 1/rx versus Cx dan konversi akhir. Dalam kurva 1/rx versus Cx, jika

konsentrasi sel akhir kurang dari Cx,opt , maka satu fermentor lebih baik daripada

dua fermentor yang dihubungkan seri, karena dua CSTF yang dihubungkan seri

membutuhkan resident time lebih besar daripada menggunakan satu fermentor

dalam kasus ini, (Dutta, 2008)

Jika konsentrasi sel akhir lebih besar daripada Cx,opt, maka kombinasi dua

fermentor untuk total resident time minimum dalam CSTF dioperasikan pada

Cx,opt diikuti dengan PFF, seperti ditunjukkan dalam (Gambar 3.8a). CSTF

dioperasikan pada Cx,opt diikuti CSTF lainnya yang dihubungkan secara seri juga

lebih baik daripada menggunakan satu CSTF (Gambar 3.8b). (Dutta, 2008)

Gambar 3.8 Grafik ilustrasi total resident time yang dibutuhkan (area yang diarsir)

saat dua fermentor dihubungkan seri : (a) CSTF dan PFF , dan (b) dua CSTF.

(Dutta, 2008)

2.3.1 CSTF dan PFF dalam Seri

Gambar 3.9 menunjukkan diagram skematik dua fermentor yang

dihubungkan seri, CSTF diikuti dengan PFF. Neraca massa fermentor pertama

sama seperti neraca massa single CSTF. Jika aliran masuk steril (Cxi = 0),

konsentrasi substrat, sel, dan produk dapat dihitung dari persamaan (3.5), (3.7),

dan (3.8), sebagai beikut:

Page 33: awal

Gambar 3.9 Diagram skematik dua fermentor CSTF dan PFF, dihubungkan seri.

(Dutta, 2008)

Untuk fermentor selanjutnya, PFF, resident time dapat diestimasi dengan :

Koefisien hasil pertumbuhan dapat dijelaskan sebagai berikut :

Integrasi persamaan (3.19) setelah substitusi persamaan (3.20) akan

mengahasilkan :

3.16

3.17

3.18

3.19

3.20

3.21

Page 34: awal

Jika konsentrasi akhir sel (Cx2) diketahui, maka konsentrasi akhir substrat

(Cs2) dapat dihitung dari persamaan (3.20). Resident time pada fermentor kedua

dapat dihitung menggunakan persamaan (3.21). Jika resident time fermentor

kedua diketahui, maka persamaan (3.20) dan (3.21) dapat digunakan untuk

menentukan konsentrasi sel dan konsentrasi substrat. Pendekatan lainnya yaitu

dengan mengintegralkan persamaan (3.19) ,sehingga nilai τp2 diperoleh. (Dutta,

2008)

2.3.2 Multiple CSTF Dalam Seri

Kultivasi mikroorganisme dalam PFF hanya terbatas pada berbagai kasus

percobaan seperti tubular loop batch fermenter (Russel et al., 19740 dan scraped

tubular fermenter (Moo-Young et al., 1979). Sehingga kinetika pertumuhan dalam

PFF dapat berbeda secara signifikan dari CSTF. (Dutta, 2008)

Multiple CSTF dalam seri, dimana CSTF dioperasikan pada Cx,opt diikuti

dengan CSTF lainnya yang dihubungkan secara seri. Hill dan Robinson (1989)

memberikan persamaan untuk memprediksikan kemungkinan resident time yang

minimum untuk mencapai konversi substrat yang diinginkan. (Dutta, 2008)

Gambar 3.10 menunjukkan diagram skematik multiple CSTFs yang dihubungkan

secara seri. Untuk n steady state CSTF, neraca massa mikroorganisme dapat

dituliskan sebagai berikut: 3.22

Page 35: awal

Gambar 3.10 Diagram skematik multiple CSTFs dihubungkan secara seri (Dutta,

2008)

Growth Yield dapat diekspresikan sebagai berikut :

Dengan memecahkan persamaan (3.22), (3.23), dan (3.24), maka dapat dihitung

laju dilusi dengan konsentrasi sel yang diketahui, atau sebaliknya. (Dutta, 2008)

Estimasi konsentrasi sel atau substrat dengan laju dilusi yang telah diketahui dapat

diselesaikan dengan mudah menggunakan grafik. Dari persamaan (3.22), laju

dilusi reactor pertama saat aliran masuk steril adalah,

Dimana dapat dijelaskan dengan slope pada garis lurus yang menghubungkan titik

awal dan (Cxi Sxi) dalam (Gambar 3.11). Hal yang sama juga berlaku untuk

fermentor kedua.

Dimana, slope pada gari yang menghubungkan (Cx1) dan (Cx2,rx2). Sehingga

dengan diperoleh laju dilusi pada setiap fermentor, dapat diestimasi konsentrasi

sel pada setiap fermentor, atau sebaliknya. (Dutta, 2008)

3.23

3.24

3.25

3.26

Page 36: awal

Gambar 3.11 Grafik penyelesaian fermentor kontinyu terhubung secara seri

(Dutta, 2008)

2.4 CELL RECYCLING

Untuk operasi secara kontinyu pada PFF atau CSTF, sel dibuang dengan

aliran keluar fermentor yang produktivitasnya terbatas. Produktivitas bisa

ditingkatkan dengan mendaur ulangvsel dari aliran keluar pada fermentor.

2.4.1 PFF dengan recycle sel

PFF membutuhkan adanya mikroorganisme pada awalnya dalam aliran masuk

seperti fermentor batch yang membutuhkan inokulum pada awalnya. Sebagian

besar jalan secara ekonomis dengan menyediakan sel pada aliran masuk untuk

mendaur ulang sebagian dari aliran keluar dikembalikan ke aliran masuk

dengan/tanpa alat pemisah sel. Gambar 6.17 menunjukkna diagram skematik pada

PFF dengan mendaur ulang sel. Tidak seperti CSTF, PFF tidak membutuhkan

pemisah sel saat mendaur ulang, walaupun itu akan meningkatkan sedikit

produktivitas fermentor seperti yang akan ditunjukkan selnjutnya. Persamaan

ditunjukkan untuk PFF dengan kinetika Monod bisa dituliskan seperti :

Page 37: awal

V(1+R ) F

=τ P

1+R=∫

C X

CX f dCX

r X

=∫CX

CX f ( KS+CS ) dCX

μmax CSC X

(6.55)

Dimana τ P adalah waktu tinggal berdasarkan laju alir pada system keseluruhan.

Waktu tinggal yang sebenarnya dalam fermentor lebih besar dari pada τ P yag

meningkatkan laju alir dengan mendaur ulang.

Apabila hasil pertumbuhan konstan,

CS=CS' − 1

Y X /S

(C X−CS' ) (6.56)

Mensubtitisi Pers. (6.56) ke Pers. (6.55) untuk Cs dan menintegrasi akan

didapatkan :

τ P μmax

1+R=( K S Y X /S

CX +CS Y X /S) ln

CX f

CX' +

KS Y X /S

CX' +CSY X /S

lnCS

'

CS f

Dimana CX' dan CS

' bisa diperkirakan dari kesetimbangan sel dan substrat pada

titik pencampuran aliran masuk dan daur ulang (recycle) sebagai

CX' =

CX i+R CX R

1+R(6.58)

CS' =

CSi+R CSR

1+R(6.59)

Konsentrasi sel pada aliran keluar, bisa diperkirakan dari kesetimbangan sel

secara keseluruhan

CX f= 1

β [CX i+Y X /S (CSi

−CS f ) ] (6.60)

Konsentrasi sel pada aliran daur ulang, dapat diperkirakan dari kesetimbangan sel

diatas penyaring sebagai

β= BF

(6.61)

Page 38: awal

Gambar 6.18 menunjukkan akibat dari laju recycle atas waktu tinggal dari sostem

PFF dengan me-recycle. Catatan τ dihitung berdasarkan atas laju alir masuk yang

waktu tinggal sebenarnya terhadap sistem fermentor. τ yang sebenarnya pada PFF

tidak penting karena itu akan menurun dengan kenaikan laju recycle. Ketika β

sama dengan nol, laju bleeding sama dengan laju alir dan laju alir aliran filtrate L

adalah nol, oleh karena itu, aliran recycle tidak disaring. Waktu tinggal akan tak

terbatas apabila R adalah nol dan menurun secara tajam sebagai R ditingkatkan

sampai itu mencapai titik penurunan secara sedikit demi sedikit. Dalam kasus

spesifik, rasio recycle optimum mungkin pada sekitar 0.2.

Kurva lainnya pada gambar 6.18 untuk β = B/F = 1.8. Waktu tinggal dapat

diturunkan dengan membutuhkan konsentrasi aliran recycle 25-40% ketika R

diantara 0.2 dan 1.0. ketika R ≤ 1.2, sebagian kurva dituliskan sebagai garis

putus-putus karena itu mungkin sulit untuk menurunkan rasio recycle dibawah 0.2

ketika β=0.8. Contohnya, untuk mempertahankan R = 0.1, jumlah 1.3F

membutuhkan di-recycle dn terkonsentrasi mencapai 0.1F, yang mungkin sulit

tergantung pada konsentrasi sel yang keluar. Faktor konsentrasi yang lebih tinggi

Page 39: awal

pada unit penyaring dapat mendapatkan bahaya lebih tinggi pada kegagalan

penyaringan.

Analisis pada bagian ini dan selanjutnya bisa juga diaplikasikan untuk

penyimpanan sel sebagai pemisah sel. Aliran keluar dari penyimpanan sel akan

sama dengan F = B + L dan konsentrasi itu akan menjadi (B/F)CXf = βCSf.

2.4.2 CSTF dengan recycle sel

Gambar 6.19 Diagram skematik CSTF dengan recycle sel ( Dutta, 2008)

Produktivitas sel dalam CSTF dapat ditingkatkan dengan meningkatkan laju dilusi

dan mencapai nilai maksimum. Jika laju dilusi ditingkatkan melebihi nilai

maksimum , produktivitas akan menurun dan sel mulai ter wash out karena laju

pembentukan sel kurang dari hilangnya sel dari aliran keluar. Sehingga

produktivitas fermenter terbatas karena hilangnya sel dengan aliran keluar. Salah

satu cara meningkatkan produktivitas reaktor adalah merecycle sel dengan cara

memisahkan sel dari aliran produk mengggunakan unit cross-flow filter (Gambar

6.19)

Konsentrasi sel yang tinggi dipertahankan dengan menggunakan runtuk

merecycle sel yang akan meningkatkan produktivitas sel karena laju pertumbuhan

sebanding dengan konsentrasi sel. Bagaimanapun, terdapat suatu batasan dalam

peningkatan produktivitas sel dengan konsentrasi sel yang meingkat karena

dalam lingkungan dengan konsentrasi sel tinggi maka laju transfer nutrisi akan

menurun karena terlalu penuh dan pengumpulan sel.

Page 40: awal

Jika semua sel direcycle kembali ke fermenter, konsentrasi sel akan

meingkat secara kontinu dengan waktu dan keadaan steady state tidak akan pernah

dicapai. Sehingga untuk mengoperasikam CSTF dengan recycle pada saat steady

state , perlu adanya aliran pencampur seperti pada gambar 6.19. Neraca massa

untuk sel di fermenter dengan unit recycle sel adalah

Untuk keadaan steady state pada CSTF dengan recycle sel dan umpan steril , βD

sama dengan laju pertumbuhan spesifik (Persamaan 6.64), ketika β= 1, maka sel

tidak direcycle, sehingga D=µ.

Jika laju pertumbuhan dinyatakan dengan kinetika Monod, subtitusi persamaan 6.

11 ke 6.64 dan disusun ulang untuk Cs maka

dan berlaku saat . Konsentrasi sel di fermenter dihitung dari nilai Cs

menjadi

Gambar 6.20 menunjukkan pengaruh rasio pencampuran terhadap produktivitas

sel untuk model Monod. Seiring pengurangan β dari 1 ke 0,5 , produktivitas sel

menjadi dua kali lipat.

(6.63)

(6.64)

(6.66)

(6.65)

Page 41: awal
Page 42: awal

DAFTAR PUSTAKA

Bisen, Singh Anjana. 2012. Introduction to Instrumentation in Life Sciences.

India: CRC Press

Budiyanto, MAK. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas

Muhammadiyah Malang Press.

Dutta, Rajiv. 2008. Fundamentals of Biochemical Engineering. India : Ane Books

India.

Katoh, Shigeo and Fumitake Yoshida. Biochemical Engineering. Japan: Wiley

VCH

Rusmana, Iman. 2008.  Sistem Operasi Fermentasi. Departemen Biologi FMIPA

IPB : Bogor.

Rao, B. Sarva ; Muralidhararao dan AV.N. Swamy. 2011. Studies on Continuous

Production Kinetics of L-Lysine by Immobilized Corynebacterium glutamicum

13032. Middle-East Journal of Scientific Research 7 (2): 235-240, ISSN 1990-

9233.

Stanbury, Peter, Allan Whitaker, Stephen J. Hall. 1999. Principles of

Fermentation Technology. 2nd. New York: Elsevier Science Ltd.

Page 43: awal

DISKUSI

1. Alfonsina AAT

Pada CSTF, bagaimana cara menentukan resident time menggunakan grafik ?

Mengapa pada grafik kurva 1/rx versus Cx (Gambar 3.4) daerah yang diarsir

berbeda dengan daerah yang diarsir pada kurva 1/rx versus Cx (Gambar 3.6)?

Jawab : Cara menentukan resident time (τm) dengan menggunakan grafik kurva

1/rx versus Cx dengan model Monod adalah dengan menentukan nilai Cx dan

1/rx, setelah itu resident time dapat diperoleh dengan mencari luas persegi, yaitu

Cx sebagai lebar dan 1/rx sebagai tinggi.

Gambar 3.4 Gambar 3.6

Grafik ini dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan kondisi diatas dan umpan

masuk dalam keadaan steril. , lalu dimasukkan kedalam persamaan Monod,

sehingga diperoleh kurva tersebut. Untuk mencari resident time, dapat di plot nilai

Cx = 5,8 dan nilai 1/rx= 0,4 , resident time (τm) = 2,32 tetapi pada kasus Cx = 5,8

dan nilai 1/rx= 0,3.

Page 44: awal

Selanjutnya dicoba kembali dengan memasukkan nilai Cx = 4,8 dan 1/rx = 0,2,

diperoleh resident time (τm) = 0,96 , maka Gambar 3.6 menunjukkan grafik

dengan produktivitas maksimum, dan dapat disimpulkan untuk mencapai

produktivitas maksimum diperoleh saat resident time kecil dan dapat dicapai saat

nilai 1/rx minimum. Sehingga dari grafik Gambar 3.6 produktivitas maksimum

dapat diperoleh saat luas area yang terarsir (Cx vs 1/rx) terletak tepat dibawah

kurva.