Asuhan Keperawatan Pasien Rinosinusitis
-
Upload
arfiana-nurani -
Category
Documents
-
view
420 -
download
76
Transcript of Asuhan Keperawatan Pasien Rinosinusitis
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN RINOSINUSITIS
A. DEFINISI
Rinosinusitis merupakan peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal,
yang selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh
infeksi, obstruksi mekanik atau alergi (Hwang dkk, 2009; Jorissen dkk, 2000;
Baroody, 2007)
Rinosinusitis merupakan penyakit peradangan yang menyerang organ
sinus paranasal dan kavitas nasal. Sejak pertengahan tahun 1990, kata sinusitis
telah diganti menjadi istilah rinosinusitis, dimana jarang ditemukan kasus sinusitis
tanpa rhinitis dan juga penyakit rhinitis yang selalu disertai dengan sinusitis. (Lee,
2008)
Rinosinusitis kronik (RSK) atau sering disebut sinusitis kronik
didefinisikan sebagai gangguan akibat peradangan dan infeksi mukosa sinus
paranasalis dan pada mukosa hidung yang telah mengalami perubahan reversibel
maupun irreversible dengan berbagai etiologi dan faktor predisposisi dan 1,2,3
berlangsung lebih dari 12 minggu RSK masih merupakan tantangan dan masalah
dalam praktek umum maupun spesialis mengingat anatomi, etiologi serta
penanganannya yang kompleks (Harowi dkk, 2011)
Rinosinusitis kronis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal
yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari
12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor (Stankiewicz, 2001; Busquets, 2006; Soetjipto, 2006; Setiadi M,
2009).
B. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi
silia dan kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi
faktor-faktor tersebut merubah fisiologi dan menimbulkan sinusitis. Kegagalan
transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama
berkembangnya rinosinusitis kronik.
Patofisiologi rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat udem hasil
proses radang di area kompleks ostiomeatal. Blokade daerah kompleks
ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior.
Sumbatan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya
hipoksi dan retensi sekret serta perubahan pH sekret yang merupakan media yang
baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak. Bakteri juga memproduksi
toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi hipertrofi mukosa yang
memperberat blokade kompleks ostiomeatal. Siklus ini dapat dihentikan dengan
membuka blokade kompleks ostiomeatal untuk memperbaiki drainase dan aerasi
sinus.
Faktor predisposisi rinosinusitis kronik antara lain adanya; obstruksi
mekanik seperti septum deviasi, hipertrofi konkha media, benda asing di hidung,
polip serta tumor di dalam rongga hidung. Faktor sistemik yang mempengaruhi
seperti malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes, kemoterapi dan
defisiensi imun. Faktor lingkungan seperti polusi udara, debu, udara dingin dan
kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa dan kerusakan silia.
C. ETIOLOGI
1. Faktor Host
a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras
Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai semua kelompok
umur, semua jenis kelamin dan semua ras.
b. Riwayat Rinosinusitis Akut
Rinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran pernafasan atas
seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan
edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan penurunan aktivitas mukosiliar.
Rinosinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan
regenerasi epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi
kegagalan mengeluarkan sekret sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.
c. Infeksi Gigi
Infeksi gigi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis
maksila. Hal ini terjadi karena sinus maksila mempunyai hubungan yang sangat
dekat dengan akar gigi premolar dan molar atas. Hubungan ini dapat
menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula
oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi sinus maksila.
d. Rinitis Alergi
Alergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan bahan
asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun.39 Rinitis alergi adalah
suatu penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell & Comb) yang
diperantarai oleh IgE dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran utama.
Gejalanya berupa hidung beringus, bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal.
Peranan alergi pada rinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi
menimbulkan pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi. Mukosa sinus yang
membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase sehingga
menyebabkan timbulnya infeksi, yang selanjutnya menghancurkan epitel
permukaan. Kejadian yang berulang terus-menerus dapat menyebabkan
rinosinusitis kronis.
e. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis
kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam
kondisi immunocompromised atau turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga
lebih rentan terkena penyakit infeksi seperti rinosinusitis.
f. Asma
Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik.
Sebesar 25-30 % penderita asma dapat berkembang menjadi polip hidung
sehingga mengganggu aliran mukus.
g. Kelainan anatomi hidung
Kelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang membesar, hipertrofi
atau paradoksal konka media dan konka bulosa dapat mempengaruhi aliran
ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan
menggangu clearance mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya
rinosinusitis.
h. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik
dapatmengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener
atau sindrom silia immortal merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik,
dimana terjadi kekurangan/ketiadaan lengan dynein sehingga menyebabkan
terjadinya gangguan pada koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari
denyut silia. Gangguan pada transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia
menyebabkan infeksi kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan
rinosinusitis. Pada fibrosis kistik terjadi perubahan sekresi kelenjar yang
menghasilkan mukus yang kental sehingga menyulitkan pembersihan sekret. Hal
ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan terjadi kolonisasi kuman dan
timbul infeksi.
2. Faktor Agent
Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen
seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella
catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri,
rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus,
parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu polusi
udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi saluran
hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat gerakan silia.
Apabila berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronik.
Udara dingin akan memperparah infeksi karena menyebabkan mukosa sinus
membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus terhambat dan terjebak di dalam
sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri berkembang di daerah tersebut
D. PATHWAY
E. TANDA DAN GEJALA
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 2 atau lebih gejala mayor atau 1 gejala
mayor dan 2 gejala minor. Pemeriksaan fisik THT dengan menggunakan
nasoendoskopi dan foto polos hidung dan sinus paranasal atau SPN (Busquets JM
, 2000 ; Draft , 1995 ; Stankiewicz, 2001)
1. Gejala Mayor :
a. Hidung tersumbat
b. Sekret pada hidung / sekret belakang hidung / PND
c. Sakit kepala
d. Nyeri / rasa tekan pada wajah
e. Kelainan penciuman (hiposmia / anosmia)
2. Gejala Minor :
a. Demam, halitosis
b. Pada anak; batuk, iritabilitas
c. Sakit gigi
d. Sakit telinga / nyeri tekan pada telinga / rasa penuh pada telinga.
Gejala dan Tanda Klinis : (Ballenger, 1997 cit Setiadi 2009)
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak.
Secara anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus)
dipisahkan dari lumen sinus hanya oleh lapisan tipis tulang atau mungkin
tanpa tulang hanya oleh mukosa, karenanya sinusitis maksila sering
menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini.
b. Sakit kepala
Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis.
Wolff menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat
adanya kongesti dan udema di ostium sinus dan sekitarnya. Penyebab sakit
kepala bermacam-macam, oleh karena itu bukanlah suatu tanda khas dari
peradangan atau penyakit pada sinus. Jika sakit kepala akibat kelelahan
dari mata, maka biasanya bilateral dan makin berat pada sore hari,
sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala lebih sering unilateral dan
meluas kesisi lainnya. Sakit kepala yang bersumber di sinus akan
meningkat jika membungkukkan badan kedepan dan jika badan tiba-tiba
digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat
istirahat ataupun saat berada dikamar gelap.
Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan
berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui
dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan
ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya statis vena.
c. Nyeri pada penekanan
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada
penyakit di sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah
d. Gangguan penghindu
Indra penghindu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang
tidak tercium oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah
hilangnya penghindu (anosmia). Hal ini disebabkan adanya sumbatan pada
fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu ventilasi pada
meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra
penghindu. Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi
filament terminal nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus,
indra penghindu dapat kembali normal setelah infeksi hilang.
2. Gejala Objektif
a. Pembengkakan dan udem
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut, dapat terjadi
pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi
dengan jari mendapati sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti
meraba beludru.
b. Sekret nasal
Mukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif,
sinus-sinuslah yang merupakan pusat fokus peradangan semacam ini.
Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan
kecurigaan adanya suatu peradangan dalam sinus. Pus di meatus medius
biasanya merupakan tanda terkenanya sinus maksila, sinus frontal atau
sinus etmoid anterior, karena sinus-sinus ini bermuara ke dalam meatus
medius.
F. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, agama dan pelkerjaan
b. Keluhan Utama
Biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus, tenggorokan.
c. Riwayat Keperawatan sekarang
Penderita mengeluah hidung tersumbat,kepala pusing, badan terasa panas,
bicara bendeng. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri
kepala sinus, tenggorokan.
d. Riwayat keperawatan dahulu
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
Pernah mempunyai riwayat penyakit THT Pernah menedrita sakit gigi
geraham.
e. Riwayat keperawatan keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
f. Pola Fungsional
1) Manajemen Kesehatan
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
3) Pola Eliminasi
4) Pola Aktivitas dan Latihan
5) Pola Istirahat dan Tidur
6) Pola Hubungan dan Peran
7) Pola Seksual dan Reproduksi
8) Pola Sensori dan kognitif
9) Pola mekanisme penanggulangan stress dan koping
10) Persepsi dan Konsep Diri
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
g. Pemeriksaan fisik status
Kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
(mukosa merah dan bengkak).
h. Pemeriksaan Penunjang
1) Transiluminasi
Transluminasi mempuyai manfaat yang terbatas, hanya dapat dipakai
untuk pemeriksaan sinus maksila dan sinus frontal, bila fasilitas
pemeriksaan radiologik tidak tersedia.
2) Pemeriksaan radiologi
a) Foto rontgen sinus paranasal
Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA
dan Lateral. Tepi mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto
rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa akan tampak karena
udema permukaan mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak
dan udema tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan
dinding sinus.
Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada
resesus alveolaris antrum maksila biasanya terjadi akibat infeksi
yang berasal dari gigi atau daerah periodontal.
Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat
adanya batas cairan (air fluid level) pada foto dengan posisi tegak.
b) CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada
penampang CT-Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan
komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik untuk
memperlihatkan sifat dan sumber masalah.
3) Nasoendoskopi
Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan
karena dapat melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan
dengan faktor lokal penyebab sinusitis.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum
nasi, meatus media, konka media dan inferior, juga dapat mengetahui
adanya polip atau tumor.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d sekresi berlebihan sekunder
akibat proses inflamasi
b. Nyeri b.d iritasi jalan nafas atas sekunder akibat infeksi
c. Cemas berhubungan dengan ancaman terhadap atau perubahan dalam
status kesehatan
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Rencana Keperawatan Rasional
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
b.d sekresi
berlebihan
sekunder akibat
proses inflamasi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama.... x 24 jam
jalan nafas pasien
kembali efektif setelah
secret (seous, purulen)
dikeluarkan dengan
kriteria hasil :
Klien tidak bernafas
lagi melalui mulut
Jalan nafas kembali
normal terutama
hidung
Kaji penumpukan
secret yang ada
Observasi tanda-tanda
vital
Kolaborasi dengan tim
medis untuk
pembersihan sekret
Mengetahui tingkat
keparahan dan tindakan
selanjutnya
Mengetahui perkembangan
klien sebelum dilakukan
operasi
Kerjasama untuk
menghilangkan
penumpukan
secret/masalah
2. Nyeri b.d iritasi
jalan nafas atas
sekunder akibat
infeksi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama.... x 24 jam
Nyeri klien berkurang
atau hilang dengan
kriteria hasil :
Klien
mengungkapakan
nyeri yang
dirasakan berkurang
atau hilang
Klien tidak
Kaji tingkat nyeri
klien
Jelaskan sebab dan
akibat nyeri pada klien
serta keluarganya
Ajarkan tehnik
relaksasi dan distraksi
Mengetahui tingkat nyeri
klien dalam menentukan
tindakan selanjutnya
Dengan sebab dan akibat
nyeri diharapkan klien
berpartisipasi dalam
perawatan untuk
mengurangi nyeri
Klien mengetahui tehnik
distraksi dn relaksasi
sehinggga dapat
mempraktekkannya bila
menyeringai
kesakitan Observasi tanda tanda
vital dan keluhan klien
Kolaborasi dengan tim
medis : Terapi
konservatif : Obat
Acetaminopen;
Aspirin, dekongestan
hidung Drainase sinus
Pembedahan : Irigasi
Antral : Untuk
sinusitis maksilaris
Operasi Cadwell Luc
mengalami nyeri
Mengetahui keadaan umum
dan perkembangan kondisi
klien
Menghilangkan
/mengurangi keluhan nyeri
klien
3. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama.... x 24 jam
cemas klien berkurang /
hilang dengan Kriteria
hasil :
Klien akan
menggambarkan
tingkat kecemasan
dan pola kopingnya
Klien mengetahui
dan mengerti
tentang penyakit
yang dideritanya
Kaji tingkat
kecemasan klien
Berikan kenyamanan
dan ketentraman pada
klien : Temani klien
Perlihatkan rasa
empati(datang dengan
menyentuh klien)
Berikan penjelasan
pada klien tentang
penyakit yang
dideritanya perlahan,
tenang seta gunakan
kalimat yang jelas,
Menentukan tindakan
selanjutnya
Memudahkan penerimaan
klien terhadap informasi
yang diberikan
Meningkatkan pemahaman
klien tentang penyakit dan
terapi untuk penyakit
tersebut sehingga klien lebih
kooperatif
serta
pengobatannya.
singkat mudah
dimengerti
Singkirkan stimulasi
yang berlebihan
misalnya : Tempatkan
klien diruangan yang
lebih tenang batasi
kontak dengan orang
lain /klien lain yang
kemungkinan
mengalami kecemasan
Observasi tanda-tanda
vital
Kolaborasi dengan tim
medis
Dengan menghilangkan
stimulus yang
mencemaskan akan
meningkatkan ketenangan
klien
Mengetahui perkembangan
klien secara dini
Obat dapat menurunkan
tingkat kecemasan klien
4. Evaluasi Keperawatan
a. Potensi jalan nafas pasien efektif dengan mudahnya secret dikeluarkan
b. Nyeri klien berkurang atau hilang
c. Cemas pasien berkurang atau hilang
G. REFERENSI
Nanda. 2013. Diagnose Keperawatan. Yogyakarta : Media Action
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
LAMPIRAN