ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN … HANIAH..pdf · 2020. 6. 12. · ASUHAN...
Transcript of ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN … HANIAH..pdf · 2020. 6. 12. · ASUHAN...
i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN : ASMA BRONKHIAL
DI RUANG INTERNA RSUD PASARWAJO
KABUPATEN BUTON
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Diploma III Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari
OLEH:
HANIAH
P00320018119
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN : ASMA BRONKHIAL
DI RUANG INTERNA RSUD PASARWAJO
KABUPATEN BUTON
Disusun dan diajukan oleh :
HANIAH
P00320018119
Telah Mendapatkan Persetujuan Tim Pembimbing
Menyetujui
Pembimbing
Hj. Nurjannah, B.Sc.,S.Pd.,M.Kes
NIP. 19651020 198803 2 002
Mengetahui :
Ketua Jurusan Keperawatan
Indriono Hadi, S.Kep, Ns, M.Kes
NIP. 19700330 199503 1 001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN : ASMA BRONKHIAL
DI RUANG INTERNA RSUD PASARWAJO
KABUPATEN BUTON
Disusun dan diajukan oleh :
HANIAH
P00320018119
Karya Tulis ini telah dipertahankan pada seminar Hasil Karya Tulis Ilmiah
di depan TIM Penguji Pada Hari/ Tanggal : Selasa/16 Juli 2019
dan telah dinyatakan memenuhi syarat
Menyetujui :
1. H. Taamu, A.Kep.,S.Pd.,M.Kes (.............................................)
2. Muslimin L.,A.Kep.,S.Pd.M.Si (.............................................)
3. Reni Devianti Usman, M.Kep.,Sp.KMB (.............................................)
4. Hj. Nurjannah, B.Sc.,S.Pd.,M.Kes (.............................................)
Mengetahui
Ketua Jurusan Keperawatan
Indriono Hadi, S.Kep,Ns,M.Kes
NIP. 19700330 199503 1 001
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Haniah
Nim : P00320018119
Institusi Pendidikan : Poltekkes Kemenkes Kendari
Judul Studi Kasus : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : ASMA
BRONKHIAL DI RUANG INTERNA RSUD
PASARWAJO KABUPATEN BUTON
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran
orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
Kendari, 10 Juli 2019
Yang Membuat Pernyataan
Haniah
v
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS
1. Nama Lengkap : Haniah
2. Tempat/Tanggal Lahir :
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Buton/ Indonesia
6. Alamat : Kel. Kwau-Kawu Kec.Pasarwajo
7. No.Telp/Hp : 082346707050
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SDN Inpres wangkanapi, Lulus Tahun
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Bau-Bau, Lulus Tahun
3. SPK Depkes Kendari, Lulus Tahun
4. Diploma III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari Periode
2018-2019
vi
MOTTO
“pantang menyerah dalam dirimu akan memetik hasil yang manis
meskipun awalnya akan sangat dilalui dengan pahit namun tidak ada
seorangpun yang melewati sebuah perjuangan dengan indah, tapi
akan berakhir bahagia”
vii
ABSTRAK
Haniah, Nim. P00320018119. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernapasan : Asma Bronkhial Di Ruang Interna Rsud
Pasarwajo Kabupaten Buton ”. Dibimbing Oleh ibu Hj. Nurjannah,
B.Sc.,S.Pd.,M.Kes. Asma adalah penyakit dengan karakteristik sesak napas dan
wheezing, dimana frekuensi dan keparahan dari tiap orang berbeda. Kondisi ini
akibat kelainan dari jalan napas di paru dan memengaruhi sensitivitas saraf
pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan
napas membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran
udara yang masuk ke paru (Rosalina, 2015). Data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Provinsi Sultra pada tahun 2015 bahwa penyakit Asma Bronchial
berjumlah 1,613 kasus yang terjadi di rumah sakit, sedangkan untuk kasus yang
terjadi di puskesmas sebanyak 2,068 kasus. Tujuan : Melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien Asma Bronchial Dengan Gangguan Pemenuhan
Kebutuhan Oksigenasi. Hasil : Diagnosa keperawatan ketidak efektifan bersihan
jalan napas berhubungan dengan mucus berlebihan Setelah dilakukan tindakan
3x24 jam didapatkan hasil : irama napas teratur, frekuensi pernapasan dalam
rentang normal 16-20 kali permenit,tidak ada suara napas tambahan dapat
batuk secara efektif, dan pasien tidak mengalami sesak.
Kata Kunci : Asuhan Keperawatan Asma Bronchial, Kebutuhan Oksigenasi,
RSUD Pasarwajo
Daftar Pustaka : 8 (2005 – 2016)
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Subhanu wa ta’ala karena atas berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi
kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan : Asma Bronkhial Di Ruang Interna Rsud Pasarwajo
Kabupaten Buton ”. Penghargaan dan cinta setnggi-tingginya serta sembah sujud
kepada ayah dan ibu atas jasa, pengorbanan dan doa serta cinta yang tiada putus-
putusnya diberikan semenjak penulis dilahirkan dan entah sampai kapan penulis
dapat membalasnya.
Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu kepada yang terhormat :
1. Ibu Askrening, SKM., M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Kendari.
2. Bapak Indriono Hadi, S.Kep., Ns., M.Kes selaku Ketua Jurusan D-III
Keperawatan
3. Ibu Reni Devianti Usman, M.Kep., Sp.KMB selaku Sekretaris Jurusan D-
III Keperawatan
4. Kepada ibu St. Nurjannah, B.Sc.,S.Pd.,M.Kes sebagai pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menyusun
Karya Tulis ini.
5. Kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Pasarwajo yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian
ix
6. Semua dosen dan staff Program Studi D-III Keperawatan Poltekkes
Kemenkes kendari yag telah membantu dan memberikan bimbingan dengan
sabar serta ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama kuliah
7. Kepada orang tua, suami dan anak, serta keluarga yang selalu mendukung
penulis selama menysun Karya tulis Ilmiah ini.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih
banyak kekurangan, untuk itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca guna kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis khususnya. Terima Kasih
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Kendari, 10 Juli 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KEASLIAN PENELITIAN ................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. v
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan Studi Kasus ...................................................................................... 5
D. Manfaat Studi Kasus .................................................................................... 6
E. Metode Penelitian......................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Asma Bronchial .............................................................................. 8
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronchial ................................ 15
C. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi ........................................................ 24
D. Intervensi pada Pasien dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi .................................................................................................. 33
xi
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian .................................................................................................. 37
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................... 39
C. Intervensi Keperawatan .............................................................................. 41
D. Implementasi Keperawatan ........................................................................ 43
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................................ 48
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengkajian ................................................................................................. 49
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................... 51
C. Intervensi Keperawatan .............................................................................. 52
D. Implementasi Keperawatan ........................................................................ 55
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................................ 56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 58
B. Saran ........................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Analisa Data
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan
Tabel 3.3 Implementasi Keperawatan
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway Asma Bronchial
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Bebas Pustaka
Lampiran 2 : Surat Keterangan Bebas Administrasi
Lampiran 3 : Lembar Konsul KTI
Lampiran 4 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma atau obstruksi jalan napas secara umum terjadi ketika
bronkhi mengalami inflamasi atau peradangan akibat suatu rangsangan
atau alergen. Penyakit ini menyebabkan penyempitan pada saluran
pernapasan sehingga menimbulkan kesulitan dalam bernapas, batuk, dan
suara nafas yang mengi, asma dapat terjadi pada siapa saja sembarang
golongan usia
Asma adalah penyakit dengan karakteristik sesak napas dan wheezing,
dimana frekuensi dan keparahan dari tiap orang berbeda. Kondisi ini
akibat kelainan dari jalan napas di paru dan memengaruhi sensitivitas
saraf pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan,
alur jalan napas membengkak karena penyempitan jalan napas dan
pengurangan aliran udara yang masuk ke paru (Rosalina, 2015).
Penyakit asma adalah efek peradangan paru yang menyebabkan
menyempitnya jalan napas, sehingga pengeluaran udara dari paru-paru
terhambat, dan demikian pula dengan udara yang dihembuskan ke paru-
paru (Setiono, 2005 dalam Aspar, 2014). Reaksi tubuh untuk
memenuhi kebutuhan O2 adalah dengan menambah frekuensi
pernapasan sehingga menimbulkan gejala sesak napas (Haryanto, 2014).
Gejala asma sering terjadi pada malam hari dan saat udara dingin,
biasanya dimulai mendadak dengan gejala batuk dan rasa tertekan di dada,
2
disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan mengi. Batuk yang dialami
pada awalnya susah, tetapi segera menjadi kuat. Karakteristik
batuk pada penderita asma adalah berupa batuk kering, paroksismal,
iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa,
jernih dan kental. Jalan napas yang tersumbat menyebabkan sesak napas,
sehingga ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi, yang
mendorong pasien untuk duduk tegak dan menggunakan setiap otot
aksesori pernapasan. Penggunaan otot aksesori pernapasan yang tidak
terlatih dalam jangka panjang dapat menyebabkan penderita asma
kelelahan saat bernapas ketika serangan atau ketika beraktivitas (Brunner
& Suddard, 2002).
Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 100-150 juta
penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan
terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun (GINA,
2006). Depkes RI (2008) menyebutkan bahwa pasien asma sudah
mencapai 300 juta orang diseluruh dunia dan terus meningkat selama 20
tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani dengan baik,
maka diperkirakan akan terjadi peningkatan.
Data Riskesdas 2013 menunjukan bahwa prevalensi asma di seluruh
Sulawesi Tenggara sebesar 6,66%, tersebar disetiap Kabupaten/kota.
Kabupaten Buton 3,20%, Kabupaten Muna 5,23%, Kabupaten
Konawe 5,78%, Kabupaten Kolaka 4,10%, Kabupaten Konawe
Selatan 2,88%, Bombana 4,76%, Kabupaten Wakatobi 5,44%,
3
Kabupaten Kolaka Utara 3,53%, Kota Kendari 3,29%, dan Kota Bau-
Bau 6,69%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
Provinsi Sultra pada tahun 2015 bahwa penyakit Asma Bronchial
berjumlah 1,613 kasus yang terjadi di rumah sakit, sedangkan untuk kasus
yang terjadi di puskesmas sebanyak 2,068 kasus (Dinkes Provinsi Sultra,
2015).
Gejala seseorang yang terkena asma sangat khas, yang terdiri atas:
wheezing, hipersekresi, dan bronkospasme. Tiga gejala tersebut mungkin
dapat dijumpai pada seorang penderita asma, tetapi gejala wheezing
merupakan gejala pasti seseorang terkena asma. Asma yang berat selalu
disertai dengan hipoksia, meskipun sianosis baru terjadi pada tahap akhir
dan merupakan tanda bahaya. Hipoksia yang hebat jika tidak segera
ditangani dan tidak langsung diberikan oksigen pada penderita asma dapat
menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008).
Penderita asma dapat melakukan inspirasi dengan baik namun sangat
sulit saat ekspirasi (Guyton & Hall 2006 dalam Widodo, 2012). Sehingga
terjadi gangguan difusi gas di alveoli. Hal tersebut menyebabkan, pasien
mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen (O2). Penanganan
yang tepat dalam masalah gangguan pemenuhan O2 adalah dengan
pemberian O2 dan pengobatan. Pemberian oksigen pada penderita asma
bronchial minimal 94% melalui masker Rebreathing mask (RM) atau non
Rebreathing mask (NRM) maupun kanul nasal sesuai dengan kebutuhan
dari pasien itu sendiri. Konsentrasi oksigen yang tinggi dalam pemberian
4
terapi dapat menyebabkan peningkatan kadar PCO2 dalam tubuh pada
pasien dengan asma. Walaupun pemberian terapi oksigen digunakan
secara sering dan luas dalam perawatan pasien asma, pemberian oksigen
seringkali tidak akurat, sehingga pemberian, monitoring, dan evaluasi
terapi tidak sesuai (Perrin et al, 2011).
Oksigen (O2) adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolisme. Oksigen memegang peranan penting dalam semua
proses fisiologis dalam tubuh. Tidak adanya oksigen akan
menyebabkan tubuh mengalami kemunduran secara fungsional atau
bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu kebutuhan oksigen
merupakan kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh
(Fatmawati, 2009 dalam Widodo, 2012). Salah satu penyebab
terganggunya pemenuhan kebutuhan oksigenasi (O2).
Pada asma bronchial adalah produksi mukus yang berlebihan
menyebabkan obstruksi saluran napas. Oleh karena itu perlu dilakukan
intervensi untuk membantu mengurangi obstruksi saluran napas
adalah dengan cara pemberian terapi farmakologi dan non farmakolgi,
terapi farmakologi terdiri dari inhalasi nebulizer, suction, terapi oksigen,
dan terapi pemberian obat, sedangkan terapi non farmokolgi terdiri
dari fisioterapi dada, postural drainage, dan mengajarkan klien
teknik batuk efektif (Hasanah, 2016).
Dari penjelasan diatas, yang disertai dengan data-data yang lengkap,
penulis tertarik melakukan studi kasus yang berjudul “ Asuhan
5
Keperawatan pada Pasien Asma Bronchial Dengan Gangguan
Pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di Ruang Interna RSUD Pasarwajo
Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.”
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam studi kasus ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma Bronchial Dengan Gangguan
Pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di Ruang Interna RSUD Pasarwajo
Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara”
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Pasien Asma Bronchial
Dengan Gangguan Pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di Ruang
Interna RSUD Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien asma bronchial dalam
pemenuhan kebutuhan oksigenasi
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien asma
bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
c. Mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien asma
bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien asma
bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
6
e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien
asma bronchial dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi
D. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam mengenai Asma
Bronkhial khusunya dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi, dalam
intervensi teknik batuk efektif.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperwatan
Menambah keluasan ilmu dan teknologi di bidang keperawatan dalam
penatalaksanaan asuhan keperawatan pemenuhan oksigenasi pada
pasien Asma Bronkial.
3. Bagi Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan intevensi
keperawatan, khususnya pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada pasien
Asma Bronkial.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah adalah metode
deskriptif dalam bentuk studi kasus pada keluarga Mengadakan
pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada Pasien Asma
Bronchial Dengan Gangguan Pemenuhan kebutuhan Oksigenasi di
Ruang Interna RSUD Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
7
Adapun tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Wawancara
Mengadakan tanya jawab dengan keluarga mengenai klien atau pasien
asma bronchial. Wawancara dilakukan selama proses keperawatan
berlangsung.
2. Observasi
Mengadakan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan secara
langsung pada pasien asma bronchial di RSUD Pasarwajo Kabupaten
Buton.
3. Studi Kepustakaan
Menggunakan dan mempelajari literatur medis maupun perawatan yang
menunjang sebagai landasan teoritis untuk menegakkan diagnosa dan
perencanaan keperawatan keluarga dengan pasien hipertensi.
4. Studi dokumentasi
Dokumentasi ini diambil dan dipelajari dari catatan medis dan catatan
perawatan untuk mendapatkan data mengenai asuhan keperawatan dan
pengobatan dengan pasien asma bronchial.
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik atau pengkajian fisik adalah proses berkelanjutan yang
dimulai selama wawancara, terutama dengan melihat (inspeksi) atau
observasi. Selama pemeriksaan yang lebih formal, alat-alat untuk perkusi,
palpasi, auskultasi ditambahkan untuk menambahkan pengkajan sistem
tubuh.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Asma Bronchial
Asma bronchial adalah suatu keadaan dimana saluran nafas
mengalami penyempitan karena hipersensitivitas terhadap rangsangan
tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan tersebut bersifat
berulang dan di antara episode penyempitan bronkus tersebut terdapat
keadaan ventilasi yang lebih normal. Penderita asma bronkhial
hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangasangan dari luar, seperti debu
rumah, bulu binatang, asap, dan bahan lain penyebab alergi (A.price
2015).
Gejala kemunculan sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa
datang secara tiba-tiba jika tidak dapat mendapatkan pertolongan
secepatnya, resiko kematian bisa datang. Gangguan asma bronkhial juga
bisa muncul karena adanya radang yang mengakibatkan penyempitan
saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat berkerutnya otot
polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir, dan pembentukan
timbunan lendir yang berlebihan (Somantri, 2012).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun revesibel, dan diantara
episode penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang
lebih normal. Keadaan ini pada orang-orang yang rentang terkena asma
9
mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan yang menandakan suatu
keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas (Solmon, 2015).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai
ciri brokospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama
pada percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai
stimul seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan
psikologi (Irman Somarti, 2012).
Menurut (Solmon, 2015), Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi
menjadi alergik, idiopatik, dan nonalergik atau campura (mixed) antara
lain:
a. Asma alergik/Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang,
debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain. Alrgi
terbanyak adalah airboner dan musiman (seasonal). Klien dengan asma
alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan
riwayat pengobatan eksrim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap
alergik akan mencetus serangan asma. Bentuk asma ini biasanya di
mulai sejak kanak- kanak.
b. Idiopatik atau nonarelgik asma/instrinsik
Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik.
Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas,
aktivitas, emosi/stres, dan populasi lingkungan akan mencetuskan
serangan. Beberapa agen farmakologi seperti antagonis b-
10
adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat
menjadi faktor penyebab.Serangan drai asma idiopatik atau
nonalregik menjadi lebih berat dan sering kali berjalannya waktu
dapat berkembang menjadi btis dan emfisma.Pada beberapa kasus
dapat dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma in
biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).
c. Asma campuran (Mixed Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Asma campuran
dikarateristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan
idiopatik atau nonalergik.
1. Etiologi Asma Bronchial
Menurut berbagai penelitian patologi dan etiologi asma belum
diketahui dengan pasti penyebababnya, akan tetapi hanya
menunjukan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan respon saluran nafas
yang berlebihan ditandai dengan dengan adanya kalor (panas karena
vasodilatasi), tumor (esudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit
karena rangsagan sensori), dan function laesa fungsi yang terganggu
(Sudoyo Aru,dkk.2015).
Sebagai pemicu timbulnya serangan dapat berupa infeksi (infeksi
virus RSV), iklim (perubahan mendadak suhu, tekanan udara), inhalan
(debu, kapuk, tunggau, sisa serangga mati, bulu binatang, serbuk sari, bau
asap, uap cat), makanan (putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-
11
bijian, tomat), obat (aspirin), kegiatan fisik (olahraga berat, kecapaian,
tertawa terbahak-bahak), dan emosi (Sudoyo Aru,dkk.2015).
2. Gambran Klinis Asma Bronkial
Gejala asma terdiri atas triad, yaitu dipsnea, batuk dan mengi. Gejala
yang disebutkan terakhir sering dianggap sebagai gejala yang harus ada
(sine qua non), data lain terlihat pada pemeriksaan fisik (Nurarif &
kusuma, 2015).
3. Patofisiologi Asma bronkial
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh
limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE dengan sel mast. Sebagian besar allergen yang mencetus
asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas,
allergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu
terentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasi telah terjadi, klien akan
memperlihatkan respon yang sangan baik, sehingga sejumlah kecil
allergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi
penyakit yang jelas (Nurarif & kusuma, 2015).
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis, beta-
adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernafasan sensitif-aspirin
khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat
dilihat pada masa kanak-kanak. Masalah ini biasanya berawal dari rhinitis
vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan
12
polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang sensitive
terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari.
Setelah menjalani terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk
terhadap agen anti-inflamasi non-steroid. Mekanisme yang menyebabkan
bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui,
tetapi mungkin berkaitan dengan pemebentukan leukotrien yang diinduksi
secara khusus oleh aspirin (Solomon, 2015).
Antagons ᵝ-adenergik biasanya menyebabkan obtruksi jalan napas pada
klien asma, halnya dengan klien lain. Dapat menyebabkan
peningkatan reaktivitas jalan nafas dan hal tersebut harus dihindari. Obat
sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas dignakan dalam industri
makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat
menimbulkan obstruksi jalan nafas akut pada klien yang sensitive.
Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang
mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, karang, dan
anggur (Somantri, 2012).
Pencetus-pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya
dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan
antibody. Reaksi antigen antibody ini akan mengeluarkan substansi pereda
alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi
serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamine, bradikinin, dan
anafilaktoksin. Hasil ini dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala,
13
yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan sekret mukus (Nurarif & Kusuma, 2015).
4. Pathway Asma Bronchial
Gambar 2.1 Pathway Asma Bronchial
Pencetus serangan (Allergen, emoai/stress,
obat-obatan dan infeksi
Reaksi antigen dan antibody
Dikeluarkannya substansi vasoaktif
(histamine, bradikinin dan anafilaktosin
Kontraksi otot polos ↑ Permeabilitas kapiler Sekresi mukus ↑
Kontraksi otot polos,
Edema mukosa,
hipersekresi
Bronkospasme Produksi mukus
bertambah
Bersihan jalan
nafas tidak efektif
Obstruksi saluran
nafas
Hipoventilasi
Distribusi ventilasi tidak merata dengan sirkulasi darah
paru-paru dan gangguan difusi gas di alveoli
Kerusakan Pertukaran Gas
Hipoksemia
Hiperkapnea
14
(Sumber: Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC,
NOC)
5. Penatalaksanaan Asma Bronchial
Prinsip-prinsip penatalaksanaan asma bronkial adalah sebagai berikut :
(Somantri, 2009).
a. Diagnosis status asmatikus. Faktor penting yang harus diperhatikan:
1) Saatnya serangan
2) Obat-obatan yang telah diberikan (macam dan dosis)
b. Pemberian obat bronkodilator
c. Penilaian terhadap perbaikan serangan.
d. Pertimbangan terhadap pemberian kartikosteroid.
e. Penatalaksanaan setelah serangan mereda
1) Cari faktor penyebab
2) Modifikasi pengobatan penunjang selanjutya
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat teradi pada Asma Bronkial apabila tidak
segera ditangani, adalah : (Sundaro & Sukanto, 2006).
a. Gagal napas
b. Bronkhitis
c. Fraktur iga (patah tulang rusuk)
d. Pneumotoraks (penimbunan udara pada rongga dada disekeling
paru yang menyebabkan paru-paru kolaps)
15
e. Pneumodiastinum penimbunan dan emfisema subkitus
f. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
g. Atelektasis
B. Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronchial
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), meliputi :
1. Pengkajian
a. Biodata
Asma bila terjadi dapat meyerang segala usia tetapi lebih sering
dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum 10 tahun
dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun.
Predisposisi laki-laki dan perempuan diusia sebesar 2 : 1 yang
kemudian sama pada usia 30 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bal adalah
dispnea (sampai bisa berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk,
dan mengi (pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal).
2) Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya factor predisposisi
timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan
riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah (rhinitis, urtikaria,
dan eskrim).
3) Riwayat kesehatan keluarga
16
Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya
riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien
lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien
pada posisi duduk.
b) Dada diobservasi dengan membandikan satu sisi dengan
yang lainnya.
c) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah.
d) Ispeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan
kondisinya, skar, lesi, massa, dan gangguan tulang
belakang, sperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
e) Catat jumlah,irama, kedalaman pernapasan, dan
kemestrian pergerakakan dada.
f) Observasi tipe pernapsan, seperti pernapasan hidung
pernapasan diafragma, dan penggunaan otot bantu
pernapasan.
g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase
inspirasi (I) dan fase eksipirasi (E). Rasio pada fase ini
normalnya 1 : 2. Fase ekspirasi yang memanjang
menunjukan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering
17
ditemukan pada klien Chronic Airflow Limitation (CAL) /
Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
h) Kelainan pada bentuk dada.
i) Observasi kesemetrian pergerakan dada. Gangguan
pergerakan atau tidak adekuatnya ekspansi dada
mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura.
j) Observasi trakea obnormal ruang interkostal selama
inspirasi, yang dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
2) Palpasi
a) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada
dan mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan
keaadaan kulit, dan mengetahui vocal/tactile premitus
(vibrasi).
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang
terkaji saat inspeksi seperti : mata, lesi, bengkak.
c) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang
dihasilkan ketika berbicara
3) Perkusi
Suara perkusi normal.:
a) Resonan (Sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan
pada jaringan paru normal.
b) Dullness : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan
diatas bagian jantung, mamae, dan hati.
18
c) Timpani: musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut
yang berisi udara.
Suara perkusi abnormal :
a) Hiperrsonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah
dibandingkan dengan resonan dan timbul pada bagian
paru yang berisi darah.
b) Flatness : sangat dullness. Oleh karena itu, nadanya
lebih tinggi. Dapat didengar pada perkusi daerah hati, di
mana areanya seluruhnya berisi jaringan.
4) Auskultasi
Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan
(abnormal), dan suara nafas abnormal dihasilkan dari
getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring ke alveoli,
dengan sifat bersih
a) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular
dan vesikular
b) Suara nafas tambahan meliputi wheezing, , pleural friction
rub, dan crackles.
2. Diagnosa Keperawatan Asma Bronkial
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus
berlebihan
19
Batasan karakteristik
1) Suara napas tambahan
2) Perubahan pola napas
3) Perubahan frekuensi napas
4) Sianosis
5) Kesulitan verbalisasi
6) Penurunan bunyi napas
7) Dispnea
8) Sputum dalam jumlah yang berlebihan
9) Batuk yang tidak efektif
10) Ortopnea
11) Gelisah
12) Mata terbuka lebar
Faktor yang berhubungan
1) Mukus berlebihan
2) Terpajan asap
3) Benda asing dalam jalan napas
4) Sekresi yang tertahan
5) Perokok pasif
6) Perokok
Kondisi terkait
1) Spasme jalan napas
2) Jalan napas alergik
20
3) Asma
4) Penyakit paru obstruksi kronik
5) Eksudat dalam alveoli
6) Hipeplasia pada dinding bronkus
7) Infeksi
8) Disfungsi neuromuskular
9) Adanya jalan napas buatan
b. Ketidakefektifan Pola Napas
Batasan Karakteristik
1) Pola napas abnormal
2) Perubahan ekskursi dada
3) Bradipnea
4) Penurunan tekanan ekspirasi
5) Penurunan tekanan ekspirasi
6) Penurunan ventilasi semenit
7) Penurunan kapasitas vital
8) Dispnea
9) Peningkatan diameter anterior-posterior
10) Pernapasan cuping hidung
11) Ortopnea
12) Fase ekspirasi memanjang
13) Pernapasan bibir
14) Takipnea
21
15) Penggunaan otot bantu pernapasan
16) Penggunaan posisi tiga-titik
Faktor Yang Berhubungan
1) Ansietas
2) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
3) Keletihan
4) Hiperventilasi
5) Obesitas
6) Nyeri
7) Keletihan otot pernapasan
Kondisi terkait
1) Deformitas tulang
2) Deformitas dinding dada
3) Sindrom hipoventilasi
4) Gangguan muskuloskeletal
5) Imunitas neurologis
6) Gangguan neurologis
7) Disfungsi neuromuscular
8) Cedera medulla spinalis
3. Perencanaan Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus
yang berlebihan. Perencanaan keperawatan berdasarkan diagnosa
keperawatan yaitu: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
22
NOC ( Nursing Outcome Classification ) : Respiratory Status: Airway
Patency (Moorhead, 2016)
a. Menilai suara napas tambahan
b. Menilai frekuensi napas
c. Menilai irama napas
d. Menilai kemampuan batuk
e. Menilai kemampuan mengeluarkan sekret
NIC : manajemen jalan nafas (Bulechek, 2016)
a. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust,
sebagaimana mestinya
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukan
alat membuka jalan nafas
d. Masukkan alat nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharyngeal
airway (OPA), sebagaimana mestinya
e. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
f. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk
atau menyedot lendir
g. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk
h. Gunakan teknik menyenangkan untuk memotivasi bernafas dalam
kepada anak-anak (misal: meniup gelembung, meniup kincir,
peluit, harmonika, balon, meniup layaknya pesta; buat lomba
meniup dengan bola ping pong, meniup bulu)
23
i. Instruksikan bagaimana melakukan batuk efektif
j. Bantu dengan dorongan spirometer, sebagaimana mestinya
k. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atua
tidak ada dan adanya suara tambahan
l. Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea,
sebagaimana mestinya
m. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
n. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep,
sebagaimana mestinya
o. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
p. Kelola nebulizer ultrasonik, sebagaimana mestinya
q. Kelola udara dan oksigen yang dilembabkan, sebagaimana
mestinya
r. Ambil benda asing dengan forsep McGill, sebagaimana mestinya
s. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan
cairan
t. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
u. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan realisasi dari intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan
pelaksanaanya juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
mengobservasi respon klien selama dan sesudah memberikan tindakan
24
keperawatan. Keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan ini
antara lain keterampilan kognitif, keterampilan interpersonal, dan
keterampilan psikomotor. (Budiono & Pertami, 2015)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan oksigen secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam: (Somantri, 2009).
Mempertahankan jalan napas secara efektif yang ditunjukan dengan
adanya kemampuan untuk bernapas, jalan nafas bersih, tidak ada
sumbatan, frekuensi, irama, dan kedalaman napas normal, serta
tidak ditemukan adanya tanda hipoksia.
C. Konsep Dasar Kebutuhan Oksigenasi
1. Pengertian Kebutuhan Oksigenasi
Oksigenasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen (O2) kedalam tubuh serta menghembuskan
karbondioksida (CO2) sebagai hasil sisa oksidasi (Tarwoto, 2004).
Kebutuhan oksigenasi adalah merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsunagan metabolisme sel tubuh
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Hidayat,
2012)
2. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kebutuhan Oksigenasi
Menurut Somantri (2009), sistem tubuh yang berperan
dala kebutuhan oksigenasi terdiri atas saluran pernafasan bagian atas,
bagia bawah, dan paru.
25
a. Saluran pernafasan bagian atas
Saluran pernafasn bagian atas berfungsi menyaring, mrnghangatkan
dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernafasn terdir dari
atas :
1) Hidung. Hidung terdiri dari neser anterior (saluran lubang
dalam lubang hidung) yang memuat kelenjar sebaseus
dengan yang di tutpi bulu yang kasar dan bermuara kerongga
hidung dan rongga hidung yang di lapisi oleh selaput lendir
yang mangandung pembulu darah. Proses oksigenasi di
awali dengan penyaringan udara yang masuk melalui hidung
oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga hidung),
kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2) Faring. Faring merupakan pipa yang memeliki
otot,memanjang dari dasar tengkorak sampai esofagus yang
terletak dibelakang nasofaring (di belakang hidung), di belakang
mulut (orofaring), dan dibelakang laring (laringofaring).
3) Laring (tenggorokan). Laring merupakan slauran perfasan
setelah faring yang terdiri atas bagian dri tulang rawan yang di
ikat bersama ligament dan membran, terdiri atas dua lamina
yang tersambung di garis tengah.
4) Epiglottis. Epiglottis merupakan katub tulang rawan yang
bertugas membantu menutup laring pada saat proses menelan.
26
b. Saluran nafas bagian bawah
Saluran pernafasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara
yang memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri atas :
1) Trakea. Trakea atau disebut sebagai batang tengorok,
memiliki panjang kurang lebih Sembilan sentimeter yang di
mulia dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis
kelima. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh
lingkaran tidak lengkap berupa cincin,dilapisi selaput lender
yang terdiri atas epithelium bersila yang dapat mengeluarkan
debu atau benda asing.
2) Bronkus. Bronkus merupakan bentuk percabangan atau
kelanjuatan dari trakea yang terdi atas dua percabangan kanan
dan kiri. Bagian kanan lebih lebih pendek dan lebar dari pada
bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah,
sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang
berjalan dari bolus atas dan bawah.
3) Bronkiolus Merupakan saluran percabangan serta bronkus.
Paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Paru
terletak dalam rongga toraks setinggi tulang selangka sampai
dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura viselaris, serta dilindungi oleh cairan
pleura yang berisi cairan surfaktan. Paru terdiri atas dua bagian
27
paru kiri dan paru kanan. Pada bagian tengah organ ini terdapat
organ jantung beserta pembulu darah yang berbentuk
kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks.
3. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi gas
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer
ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Ventilasi di
pengaruhi beberapa hai, yaitu adanya perbedaan tekanan
atmosfer dengan paru, semakin tinggi tempat maka tekanan
udara semakin rendah demikian sebaliknya semakin rendah tempat
tekanan udara semakin tinggi. Proses ventilasi selanjutnya adalah
complience dan recoil. Compliance merupakan kemampuan paru
untuk mengembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh berbagai
faktor, yaitu adanya sulfaktan yang terdapat lapisan alveoli yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan adanya sisa udara
yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta gangguan toraks.
b. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli
dengan kapiler paru dan CO2 dikapiler dengan alveoli. Proses
pertukaran ini di pengaruhi beberapa faktor, yaitu luasnya
permukaan paru, tebal membrane respirasi/permeabilitas yang
28
terdiri atas epitel alveoli dan interstisial (keduanya dapat
mempengaruhi proses difusi apabila terjadi proses penebalan),
perbedaan tekanan dan konsentrasi.
c. Transportasi gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler
kejaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler, pada proses
transportasi, O2 akan berkaitan dengan Hb membentuk
Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan
CO2 akan berkaitan dengan Hb karbomino hemoglobin (30%), larut
dalam plasma (5%),dan sebagaian menjadi HCO3 yang berada
dalam darah (65%).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi
a. Saraf otonomi
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik
dapat mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan kontriksi,
sebagai hal ini dapat terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika
terjadi rangsangan, ujung saraf dapat mengeluarkan
neurotransmitter (untuk simpatis dapat mengeluarkan noradrenalin
yang berpengaruh pada bronkhokontriksi) karena pada saluran
pernafasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor kolinergik.
b. Hormon dan obat
Semua hormone termasuk derivat catecholamine dapat
melebarkan saluran pernafasan. Obat yang tergolong parasimpatis,
29
seperti sulfat atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan
saluran napas, sedangkan obat yang menghambat adrenergik tipe
beta (khususnya beta-2), seperti obat yang tergolong penyakit beta
nonselektif, dapat mempersempit saluran napas (bronkhokontriksi).
c. Alergi pada saluran napas
Banyak faktor yang dapat menimbulkan alergi, antara lain debu
yang terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk
benang sari bunga, kapuk, makanan dan lain-lain. Fakor-faktor ini
menyebabkan bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal,
batuk bila bila saluran pernafasan bagian atas, pada asma bronkiale
dan rhinitis bila terdapat disaluran bagian atas.
d. Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah
kebutuhan oksigenasi. Karena usia organ dalam tubuh berkembang
seiring usia perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia
premature, yaitu adanya kecenderungan kekurangan pembentukan
surfaktan. Setelah anak tumbu dewasa, kemampuan kematangan
organ juga berkembang seiring bertambahnya usia.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi, seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu.
Kondisi tersebut mempengaruhi kemampuan adaptasi
37
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Tn. J umur 19 tahun jenis kelamin laki-laki beralamat di
Banabungi diantar oleh keluarganya ke UGD RSUD Pasarwajo
Kabupaten Buton pada tanggal 4 Maret 2019 pada jam 05.15 WITA
dengan keluhan sesak napas dan batuk berdahak. Setelah diperoleh
data Tn. J di diagnosa medis Asma Bronkial.
Pengkajian yang dilakukan pada hari Sabtu tanggal 4 Maret
2019 pukul 18.20 WITA didapatkan hasil data subyektif : Tn.J
mengatakan sesak napas dan batuk berdahak. Waktu timbulnya
serangan sesak sering terjadi tiba-tiba dan terjadi di malam hari, klien
juga mengatakan pada saat tidur malam posisi yang di gunakan yaitu
posisi stengah duduk, serangan asma terjadi jika ia merasa kedinginan,
atau terkena paparan debu, dan ketika serangan terjadi gejala lain
yang di timbulkan yaitu pilek dan batuk berdahak. Tn. J juga
mengatakan ketika batuk sulit untuk mengeluarkan dahak, apabila
asmanya kambuh usaha yang dilakukan yaitu meminum obat yang
sudah di beli di apotik sebelumnya. Tn. J mengatakan pernah
melakukan pemeriksaan Tes Sputum hasilnya normal, Tn. J sudah
beberapa kali masuk RS dengan penyakit yang sama dan
keluarganya memiliki riwayat penyakit Asma. Data obyektif : terdapat
bunyi suara napas tambahan (ronchi), pernapasan 28 x/menit. Irama
napas cepat, Tn. J Nampak sesak, batuk dan berdahak dengan
38
konsistensi kental dan berwarna kuning. Tekanan darah: 100/80
mmHg, Respirasi: 28x/ menit, Nadi: 100x /menit, Suhu: 36°C.
Tabel 3.1 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Data Subjektif
a. Tn. J mengatakan sesak
dan batuk berdahak.
b. Tn. J mengatakan
waktu timbulnya
serangan sesak sering
terjadi tiba-tiba dan
terjadi di malam hari.
c. Tn. J mengatakan
serangan asma terjadi
jika ia merasa
kedinginan, atau
terkena paparan debu.
d. Tn. J mengatakan
ketika serangan terjadi
gejala lain yang di
timbulkan yaitu pilek
dan batuk berdahak.
e. Tn. Jjuga mengatakan
ketika batuk sulit untuk
mengeluarkan dahak,
Data Objektif :
a. Nampak sesak.
b. Terdapat bunyi suara
napas ronchi
c. pernapasan 28 x/menit.
Allergen (cuaca dingin)
Antigen yang terikat IGE
pada permukan sel mast
atau basofil
Pemiabilitas kapiler
meningkat
Edema mukosa, sekresi
produktif, kontriksi otot
polos meningkat
Spasme otot polos
sekresi kelenjar bonkus
meningkat
Penyempitan/obstruksi
proksimal dari bronkus
pada tahap ekspirasi dan
inspirasi
Mukus berlebih
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas
39
d. Irama napas cepat
e. Nampak batuk
berdahak dengan
konsistensi kental dan
berwarna kuning.
f. Tekanan darah 100/80
mmHg, Nadi
100x/menit dan Suhu
36°C
B. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mukus
berlebih, ditandai dengan:
Data Subjektif
a. Tn. J mengatakan sesak dan batuk berdahak.
b. Tn. J mengatakan waktu timbulnya serangan sesak sering terjadi
tiba-tiba dan terjadi di malam hari.
c. Tn. J mengatakan serangan asma terjadi jika ia merasa kedinginan,
atau terkena paparan debu.
d. Tn. J mengatakan ketika serangan terjadi gejala lain yang di
timbulkan yaitu pilek dan batuk berdahak.
e. Tn. Jjuga mengatakan ketika batuk sulit untuk mengeluarkan
dahak,
Data Objektif :
a. Nampak sesak.
b. Terdapat bunyi suara napas ronchi
c. pernapasan 28 x/menit.
40
d. Irama napas cepat
e. Nampak batuk berdahak dengan konsistensi kental dan berwarna
kuning.
f. Tekanan darah 100/80 mmHg, Nadi 100x/menit dan Suhu 36°C
41
C. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan NOC NIC Rasional
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
Setalah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24
jam diharapkan bersihan jalan
napas kembali efektif ditandai
dengan : sesak napas berkurang
saat beraktivitas ringan, dapat
batuk secara efektif, irama
napas teratur, tidak ditemukan
bunyi napas tambahan (ronchi)
dan frekuensi pernapasan dalam
rentang normal yaitu 16 –
20x/menit
Manajemen Jalan Nafas:
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Berikan Posisi senyaman
mungkin (semi fowler).
3. Latih batuk efektik.
1. Tanda-tanda vital merupakan
acuhan mengetahui kadar
umum pasien.
2. Dengan posisi semi fowler
dapat meningkatkan
ekspansi paru sehingga
memungkinkan upaya napas
lebih dalam dan lebih kuat
serta menurunkan
ketidaknyamanan dada.
3. Batuk efektif diberikan
Dapat menghemat energi
sehingga tidak mudah lelah
42
4. Berikan Health Education
mengenai penyakit
5. Kolaborasi pemberian
medikasi. (combivent)
dan dapat mengeluarkan
dahak secara maksimal.
4. Health Education mengubah
pemahaman perilaku hidup
sehat menjadi sehat.
5. Combivent bekerja dengan
cara melebarkan saluran
napas bawah sehingga
keluhan sesak napas
berangsur-ansur hilang.
D. Implementasi Keperawatan
Tabel 3.3 Implementasi Keperawatan
Hari/
Tanggal Jam Implementasi Evaluasi Paraf
4 Maret 2019 09.45 1. Memonitor tanda-tanda vital. Subjektif:
43
09.50
09.55
10.00
Hasil :
Tekanan darah : 100/80 mmHg,
Respirasi : 28 kali permenit
Nadi: 90 kali permenit
Suhu : 36,5°C
2. Memberikan Tn. J posisi senyaman
mungkin.
Hasil : Pasin lebih nyaman dengan
posisi semifowler
3. Mengkaloborasikan pemberian obat
nebulizer sesuai program terapi
Hasil:
1 ampul obat combivent dosis yang diberi 2,5
ml, 3 sampai 4 kali per hari diberikan.
4. Melatih Tn. J batuk efektif,
Hasil :
Tn.J Nampak sulit untuk melakukan batuk
efektif karna Tn. J baru pertama kali
a. Tn.J mengatakan masih merasa
sesak,
b. Tn.J mengatakan masih batuk dan
sulit untuk mengeluarkan dahak
Objektif:
a. Keadaan umum lemah
b. Tn. J nampak sesak dan batuk
berdahak
c. Sputum kental dan berwarna
kuning
d. Pernapasan cepat dan terdapat
suara napas tambahan (ronchi)
e. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah : 100/80
mmHg,
Respirasi : 28 kali permenit
Nadi: 90 kali permenit
44
10.15
melakukan. Melatih batuk efektif
dilakukan 2 kali dalam sehari
5. Mengajarkan Tn. J tentang penyakitnya
dengan cara menghindari faktor pencetus.
Hasil :
Menjelaskan Pengertian, asma bronkial,
Tanda dan gejala asma bronkial, Faktor
pencetus asma bronkial, Perawatan asma
bronkial di rumah, dan cara pencegahan
kekambuhan asma bronkial
Suhu : 36,5°C
Assesement
Masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas belum teratasi
Planning
Intervensi 1, 2, 3, 4 dilanjutkan
5 Maret 2019 18.00
18.05
1. Memonitor tanda-tanda vital.
Hasil :
Tekanan darah : 100/60 mmHg,
Respirasi : 26 kali permenit
Nadi: 98 kali permenit
Suhu : 36,3°C
2. Memberikan Tn. J posisi senyaman
mungkin.
Hasil : Pasin lebih nyaman dengan
Subjektif
a. Tn. J mengatakan sesaknya
berkurang
b. Tn. J mengatakan masih batuk
berdahak
Objektif
a. Keadaan umum mulai membaik
b. Tn. J nampak batuk berdahak
c. Tn J nampak tidak sesak
45
18.10
18.15
posisi semifowler
3. Mengkaloborasikan pemberia obat nebulizer
sesuai program terapi
Hasil:
1 ampul obat combivent dosis yang diberi 2,5
ml, 3 sampai 4 kali per hari diberikan.
4. Melelatih Tn. J batuk efektif,
Hasil :
Tn.J nampak bisa melakukan batuk efektif
namun masih dibantu oleh perawat untuk
melatih batuk efektif (dilakukan 3 kali dalam
sehari)
d. Sputum berkurang dan berwarna
putih
e. Terdapat suara napas tambahan
(ronchi)
f. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/60
mmHg,
Respirasi : 26 kali permenit
Nadi: 98 kali permenit
Suhu : 36,3°C
Assesment
Masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas belum teratasi
Planning
Intervensi 1, 2, 3, 4 dilanjutkan
46
6 Maret 2019 12.00
12.05
12.10
12.20
1. Memonitor tanda-tanda vital.
Hasil :
Tekanan darah : 100/70 mmHg,
Respirasi : 18 kali permenit
Nadi: 89 kali permenit
Suhu : 36°C
2. Memberikan Tn. J posisi senyaman
mungkin.
Hasil : Pasin lebih nyaman dengan
posisi semifowler
3. Mengkaloborasikan pemberia obat nebulizer
sesuai program terapi
Hasil:
1 ampul obat combivent dosis yang diberi 2,5
ml, 3 sampai 4 kali per hari diberikan.
4. Melelatih Tn. J batuk efektif,
Hasil :
Tn.J nampak bisa melakukan batuk efektif
tanpa bantuan instruksi perawat mealtih
Subjektif
a. Tn. J mengatakan tidak sesak
b. Tn. J mengatakan tidak batuk dan
tidak ada dahak
Objektif
a. Keadaan umum baik
b. Pasien nampak tidak sesak
c. Pasien nampak tidak batuk
d. Tidak terdapat suara napas
tambahan
e. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 100/70
mmHg,
Respirasi : 18 kali permenit
Nadi: 89 kali permenit
Suhu : 36°C
Assesement
Masalah keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas teratasi
47
mealtih bantuk efektif (Dilakukan 3 kali
dalam sehari)
Planning
Intervensi dihentikan
48
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dilakukan setiap hari selama Tn.J dirawat, pada hari ke 3
dirawat Tn.J menunjukan masalah keperawatan ketidak efektifan
bersihan jalan napas teratasi, dengan kriteria hasil tidak terdapat
suara napas tambahan, frekuensi napas normal 18 kali permenit, irama
napas normal (teratur), batuk produktif, dan mampu mengeluarkan
sekret.
49
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan kasus ini penelitian akan membandingkan antra kasus dan
teori, dengan aplikasi atau asuhan keperawatan pada Tn. J dengan kasus yang
telah di lakukan sejak tanggal 4-7 Maret 2019. Kegiatan yang dilakukan
meliputi pengkajian,diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pada klien Tn. J pengkajian riwayat kesehatan didapatkan terdapat
bunyi suara napas tambahan (ronchi), pernapasan 28 kali permenit. irama
napas cepat, Tn. J nampak sesak dan batuk berdahak konsistensi
kental dan berwarna kuning, tekanan darah 100/80 mmHg, respirasi 28
kali permenit, nadi 100 kali permenit, S: 36°C.
Gejala penyakit asma menurut PDPI (2003), penyakit asma
ditandai berupa batuk sesak napas, wheezing (mengi). Gejala biasanya
timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari. Menurut
(Brunner & Suddard, 2002). Gejala asma sering terjadi pada malam hari
dan saat udara dingin, biasanya dimulai mendadak dengan gejala batuk
dan rasa tertekan di dada, disertai dengan sesak napas (dyspnea) dan
mengi.
Menurut (Price & Wilson, 2006), penyakit asma juga ditandai
dengan akan timbul mengi yang merupakan ciri khas asma saat pasien
memaksakan udara keluar. Biasanya juga diikuti batuk produktif dengan
50
sputum berwarna keputih-putihan. Menurut Smeltzer (2012), ciri
khas pada asma bronkial adalah terjadinya penyempitan bronkus, yang
disebabkan oleh spasme atau kontirksi otot-otot polos bronkus, dan
hipersekresi mukosa/ kelenjar bronkus.
Hasil analisa peneliti terdapat kesenjangan antara teori dan
kasus Pada pemeriksaan fisik teori terdapat bunyi suara napas mengi
(wheezing), sedangkan pemeriksaan fisik yang di dapatkan peneliti pada
kasus terdapat bunyi suara napas ronchi. Menurut Anisa (2012),
wheezing atau mengi merupakan salah satu ciri khas dari gejala asma.
Hal ini diakibatkan oleh penyempitan saluran napas yang terjadi namun
kondisi tertentu ronchi juga dapat terdengar pada serangan asma
karena penumpukan sekret dijalan napas.
Pasien Tn. J mengatakan faktor penyebab serangan asma terjadi
jika ia merasa kedinginan atau terkena paparan debu, ketika serangan
terjadi gejala lain yang di timbulkan yaitu pilek dan batuk berdahak.
Menurut GINA (2005), faktor pencetus Asma diperburuk oleh keadaan
lingkungan seperti perubahan temperatur, terpapar bulu bianatang, uap
kimia, debu, serbuk, obat-obatan,olahraga berat, infeksi saluran napas,
asap roko dan stress. Menurut Sundaru (2009), pada awal serangan asma
gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, pada asma alergik biasanya
disertai pilek atau bersin. Meski pada mulanya batuk tidak disertai
sekret, namun dalam perkembangannya pasien asma akan
mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih dan terkadang puluren.
51
Terdapat sebagian kecil pasien asma yang hanya mengalami gejala batuk
tanpa disertai mengi. Menurut analisa penelitian faktor penyebab dari
penyakit asma yang di temukan pada pasien sama dengan teori faktor
pencetus yang dikemukakan oleh GINA (2005) & Sundaru (2009).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang mengambarkan
respon aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan dimana
perawat mempunyai lisensi dan kemampuan untuk mengatasinya (Potter
& Perry, 2005). Peneliti menegakan diagnosa ketidak efektifan bersihan
jalan napas sesuai dengan batasan kareteristik data yang diperoleh
saat pengkajian pada Tn. J yaitu : suara napas tambahan, perubahan
frekuensi napas, sianosis, penurunan bunyi napas, dispnea, spuntum dalam
jumlah berlebih dan batuk yang tidak efektif. (NANDA 2015) Diagnosa
keperawatan ini penulis prioritaskan karena pemenuhan kebutuhan oksigen
adalah bagian penting dari kebutuhan fisiologis menurut Hierarki Maslow.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidak mampuan
untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas (NANDA, 2015). Batasan
karateristik ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ada suara napas
tambahan, perubahan frekuensi napas, sianosis, penurunan bunyi napas,
dispnea, sputum dalam jumlah berlebih dan batuk yang tidak efektif.
Dalam teori pada kasus asma dibuktikan diagnosa keperawatan
52
utama yang muncul adalah ketidak efektifan bersiahan jalan napas
(Muttaqin, 2008).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah katagori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada klien dari hasil perkiraan ditetapkan dan intervensi
keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter & Perry,
2005). Penulis mencantumkan diagnosa ketidak efektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan penumpukan mucus dalam jumlah
berlebihan, dengan tujuan setelah dilakukan tindakan 3 kali 24 jam
bersihan jalan napas kembai efektif, dalam teori juga disebutkan
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam bersihan
jalan napas dapat kembali efektif ( Muttaqin, 2008).
Intervensi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan NIC yaitu
yang pertama adalah Observasi tanda-tanda vital dengan rasional untuk
mengetahui perubahan atau perkembangan Tn. J saat dirawat. Menurut
Rizqiah, (2015). Observasi tanda-tanda vital tersebut penting dilakukan
karena merupakan acuan pengukuran klinis untuk melakukan tindakan
medis selanjutnya. Intervensi ke dua yaitu melatih batuk efektif
rasionalnya dapat membantu Tn. J dengan mudah mengeluarkan sekret
yang ada di jalan napas.
Menurut Apriani (2017), bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
atau bermakna sebelum dan sesudah perlakuan batuk efektif pada
pasien dengan penumpukan secret. Intervensi yang ke tiga yaitu
53
berikan Tn. J posisi senyaman mungkin (semi folwer), Rasionalnya dengan
posisi semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru. Menurut
Muttaqin (2008) sekresi bergerak sesuai gaya grafitasi akibat perubahan
posisi dan meningkatkan kepala, tempat tidur akan merendahkan isi perut
menjadi diafragma sehingga meningkatkan diafragma berkontraksi.
Intervensi ke empat kaloborasi pemberian obat (nebulizer) sesuai
program terapi. Rasionalnya dengan pemberian obat dapat memudahkan
pengeluaran sekeret di jalan napas dan memperlancar pernapasan. Menurut
Esi (2016) obat nebulizer atau combivent merupakan obat terapi pada
penyakit obstruksi saluran napas atau sumbatan, seperti penyakit paru-paru
obstruksi kronik atau asma. Obat nebulizer ini bekerja dengan melebarkan
saluran napas bawah (bronkus). Intrervensi ke lima ajarkan Tn. J tentang
penyakitnya dengan cara menghindari faktor pencetus rasionalnya
meningkatkan wawasan dalam menghindari faktor pencetus timbulnya
penyakit. Menurut Natoatmodjo, (2003) pendidikan kesehatan merupakan
proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan, dalam keperawatan pendidikan kesehatan
merupakan satu bentuk intervensi keperawatan yang mandiri untuk
membantu klien atau individu, kelompok, maupun masyarakat dalam
mengatasi masalah kesehatannya, melalui kegiatan pembelajaranya, yang
didalam perawat berperan sebagai perawat pendidik.
Menurut teori intevensi yang diberikan pada pasien asma dengan
diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
54
penumpukan mucus dalam jumlah berlebihan, adalah kaji warna,
kekentalan, dan jumlah sputum, atur posisi semi fowler ajarkan dengan
cara batuk efektif, bantu klien latihan napas dalam, pertahankan intake
cairan setidaknya 2500 ml per hari kecuali tidak diindikasikan, lakukan
fisioterapi dada dengan teknik postural drainase, perkusi, dan fibrilasi ,
kaloborasikan pemberian obat, nebulizer via inhalasi,intravena sebagai
pemeliharaaan agar dilatasi jalan napas optimal, agen mukolitik untuk
menerunkan kekentalan dan perlengketan sekret paru,dan agen ekpetoran
akan memudahkan sekret lepas dari perlengketan jalan napas pemberian
kortikosteroid (Muttaqin, 2008).
Intervensi yang dilakukan penulis dan teori ada sedikit perbedaan
yaitu penulis merencanakan observasi tanda-tanda vital, latih Tn. Jbatuk
efektif, kaloborasi pemberian obat (nebulizer) sesuai program terapi,
berikan Tn. J posisi senyaman mungkin (semi folwer), ajarkan Nn T
tentang penyakitnya dengan cara menghindari faktor pencetus. Penulis
menyusun intervensi tersebut berdasarkan pada kasus yang ditemukan
oleh penulis dan berdasarkan tingkat kebutuhan dan respon klien.
Pada intervensi kaloborasi dengan medis dalam pemberian obat untuk
asma ( bronkodilator, kortikosteroid, teofilin) tidak dilakukan, karena Tn.
Jsudah mendapatkan nebulizer sebelum penulis melakukan pengkajian.
55
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang mengambarkan criteria
hasil yang di harapkan (Gordon, 2013). Implementasi keperawatan
merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik
dilakasanakan untuk memodifikasi faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan klien (Carpenito, 2000).
Implementasi hari pertama yaitu dilakukan pada tanggal 4 Maret
2019 jam 09.45 WITA, berdasarkan intervensi keperawatan NIC
menajemen jalan napas, monitor tanda-tanda vital, melatih Tn. Jbatuk
efektif, memberikan Tn. J posis yang nyaman (semi fdowler),
kaloborasikan pemberian obat nebulizer atau combivent dosis yang
diberi 2,5 ML, 3 sampai 4 kali per hari diberikan.. Berikan health
education tentang penyakit dengan cara menghindari faktor pencetus.
Healt education yang diberikan yaitu Pengertian, asma bronkial, Tanda
dan gejala asma bronkial, Faktor pencetus asma bronkial, Perawatan asma
bronkial di rumah dan cara pencegahan kekambuhan asma bronkial
Implementasi hari ke dua dilakukan pada tanggal 5 Maret 2019 jam
18.00 WITA monitor tanda-tanda vital, melatih Tn. Jbatuk efektif,
56
memberikan Tn. J posisi yang nyaman (semi fdowler), kaloborasikan
pemberian obat nebulizer atau combivent dosis yang diberi 2,5 ML, 3
sampai 4 kali per hari diberikan., pada hari ke dua health education sudah
tidak di lakukan pada Tn. Jkarena Tn. J mengatakan sudah mengerti.
Implementasi hari ke tiga dilakukan pada tangal 6 Maret 2019 jam
12.00 WITA Implementasi hari ke dua dilakukan pada tanggal 5 Maret
2018 jam 18.00 WITA monitor tanda-tanda vital, melatih Tn. Jbatuk
efektif, memberikan Tn. J posis yang nyaman (semi fowler),
kaloborasikan pemberian obat nebulizer atau combivent dosis yang
diberi 2,5 ML, 3 sampai 4 kali per hari diberikan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi bertujuan untuk menilai keefektifan perawatan dan untuk
mengomunikasikan status Tn. J dari hasil tindakan keperawatan. Evaluasi
memberikan imformasi, sehingga memuminginkan revesi perawatan
(Hidayat, 2012). Diagnosa keperawatan ketidak efektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan mucus berlebih pada tanggal 4, 5 dan 6 Maret
2019.
Pada evaluasi hari pertama pada tanggal 4 Maret 2019, hasil evaluasi
di dapatkan evaluasi subjektif Tn. J mengatakan masih merasa sesak, Tn.
Jmengatakan masih batuk dan sulit untuk mengeluarkan dahak, evaluasi
objektif keadaan umum lemah, nampak sesak, Nampak batuk berdahak
sputum kental dan berwarna kuning, irama pernapasan cepat, terdapat
bunyi suara napas tambahan ronchi, tekanan darah 100/80 mmHg,
57
respirasi 28 kali permenit, nadi 90 kali permenit, suhu 36,5°C,
masalah belum teratasi intervensi tetap di lanjutkan.
Pada evaluasi hari ke dua pada tanggal 6 Maret 2019, hasil evaluasi
didapatkan evaluasi subjektif Tn. J mengatakan sesak berkurang, batuk
berdahak berkurang, evaluasi objektif keadaan umum mulai membaik,
Nampak batuk berdahak, Nampak tidak sesak, tekanan darah 100/60
mmHg, respirasi 26 kali permenit, nadi 98 kali permenit. Suhu 36,3°C,
terdapat bunyi suara napas tambahan, sputum berkurang dan
berwarna putih, masaalah teratasi sebagian dan intervensi di lanjutkan.
Pada evaluasi hari ke tiga pada tanggal 7 Maret 2019, hasil yang
didapatkan evaluasi subjektif Tn. J mengatakan sudah tidak sesak, batuk
berdahak sudah sudah tidak ada. Evaluasi objektif keadaan umum Tn. J
baik, tekan darah 100/70 mmHg, respirasi 18 kali permenit, nadi 89 kali
permenit, suhu 36,4°C, Nampak tidak sesak, Nampak tidak ada batuk,
nampak tidak ada dahak, tidak terdapat suara napas tambahan.
Disimpulkan masalah ketidak efektifan bersihan jalan napas pada Tn
T teratasi, intervensi dihentikan ditandai dengan kriteria hasil, irama
napas teratur, frekuensi pernapasan dalam rentang normal 16-20 kali
permenit,tidak ada suara napas tambahan dapat batuk secara efektif, dan
pasien tidak mengalami sesak.
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian tentang asuhan keperawatan asma
Bronkila pada Tn. J dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi di ruang
laikawaraka RSUD Pasarwajo Kabupaten Buton penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dari hasil pengumpulan data Pada klien Tn. J pengkajian
riwayat kesehatan didapatkan terdapat bunyi suara napas tambahan
(ronchi), pernapasan 28 kali permenit. irama napas cepat, Tn. J
Nampak sesak dan batuk berdahak konsistensi kental dan berwarna
kuning, tekanan darah 100/80 mmHg, respirasi 28 kali permenit,
nadi 100 kali permenit dan suhu36°C.
2. Sesuai dengan pengkajian dan analisa yang penulis lakukan pada
Tn. J maka penulis menemukan masalah keperawatan ketidak efektifan
bersihan jalan napas dengan batasan karateristik diagnosa keperawatan
ketidak efektifan bersihan jalan napas menurut NANDA, (2015).
3. Dalam perencanaan ini penulis berfokus pada lima intervensi
menurut NANDA NIC NOC menajemen jalan napas monitor tanda-
tanda vital, melatih Tn. J batuk efektif, memberikan Tn. J posisi yang
nyaman (semi fdowler), kaloborasikan pemberian obat (nebulizer),
berikan health education tentang penyakit dengan cara menghindari
faktor pencetus.
59
4. Dalam tahap pelaksanaan yang dilakukan selama tiga hari penulis
dapat melaksanakan semua rencana keperawatan sesuai dengan
perencanaan yang telah di buat
5. Evaluasi keperawatan pada Tn. J dapat teratasi pada hari ke 3
perawatan dengan kriteria hasil irama napas teratur, frekuensi
pernapasan dalam rentang normal 16-20 kali permenit,tidak ada
suara napas tambahan dapat batuk secara efektif, dan pasien tidak
mengalami sesak.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan
berupa saran-saran sebagai berikut.
1. Bagi masyarakat
Diharapkan agar masyarakat meningkatkan pengetahuan tentang
pencegahan dan penanganan penyakit Asma Bronchial khususnya
dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
2. Bagi tenaga kesehatan
Bagi seluruh tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada di RSUD
Pasarwajo Kabupaten Buton untuk selalu meningkatkan kualitas
pelayan dengan meningkatkan pengetahuan dan wawasan melalui
pelatihan-pelatihan atau mengikuti pendidikan berkelanjutan.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharpkan penelitian ini di jadikan pembanding antara pasien yang
dinebu dengan batuk efektif dan pasien yang batuk tanpa nebu.
60
4. Bagi pembaca
Untuk menambah wawasan tentang pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada pasien asma.
61
DAFTAR PUSTAKA
Budiono, Sumirah Budi Pertami. 2015. Konsep dasar Keperawatan. Jakarta :
Bumi Medika
Bulechek, Gloria M et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi
6. Singapore: Elsavier, Alih Bahasa Intansari Nurjannah & Roxsana Devi
Tumanggor.
Hidayat, AAA. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. Aziz Alimul., & Uliyah, Usrifatul. 2014 . Pengantar Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 1. Yogyakarta:
Medication Publishing
World Health Organization (WHO). World Health Statistics 2016. 2016. Diakses
pada 12 Desember 2018. www.who.int
Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia & Wilson, Lorrains M. 2005. Patofisiologi dan Konsep Klinis
Penyakit-Proses Penyakit. Jakarta : EGC