Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

22
ASUHAN KEPERAWATAN KONSTIPASI PADA LANSIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstipasi atau hemoroid adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena),sehingga saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar. Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut; terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30 – 40 % orang di atas usia 65 tahun mengeluh konstipasi . Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi pada lansia seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.

Transcript of Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

Page 1: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

ASUHAN KEPERAWATAN KONSTIPASI PADA LANSIA

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konstipasi atau  hemoroid adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang mengandung pembuluh darah balik (vena),sehingga saluran cerna seseorang yang mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar.

Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut; terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30 – 40 % orang di atas usia 65 tahun mengeluh konstipasi . Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 60 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar . Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas.

Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konstipasi pada lansia seperti kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang sekali mengandung serat, kurang minum, akibat pemberian obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.

Anamnesis merupakan hal yang terpenting untuk mengungkapkan etiologi dan factor-faktor risiko penyebab konstipasi, sedangkan pemeriksaan fisik pada umumnya tidak mendapatkan kelainan yang jelas. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan banyak informasi yang berguna. Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3 sampai 6 bulan pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat-pusat pengelolaan konstipasi tertentu.

 

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah konstipasi?

 

Page 2: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

1.3. Tujuan

Tujuan Umum :

Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan masalah konstipasi.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui definisi konstipasi.2. Mengetahui epidemiologi lansia dengan konstipasi.3. Mengetahui etiologi konstipasi.4. Mengetahui patofisiologi konstipasi.5. Mengetahui manifestasi klinis dari konstipasi.6. Mengetahui penatalaksanaan lansia dengan konstipasi.7. Mengetahui WOC dari lansia dengan konstipasi.

 

1.4. Manfaat

1. Mengetahui perjalanan penyakit yang terjadi sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat.

2. Menambah pengetahuan khususnya di bidang keperawatan gerontik sebagai referensi dalam memberikan asuhan keperawatan.

3. Meningkatkan ketrampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan konstipasi

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Definisi

Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar (NIDDK, 2000).

Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson, 2002;Azer, 2001). Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu (Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984). Sedangkan

Page 3: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya yang tampak pada foto polos perut (Harari, 1999). 

Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan frekuensi buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari. Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti konstipasi (cheskin dkk, 1990).

 

2.2 Epidemiologi

Sekitar 80% manusia pernah menderita konstipasi dalam hidupnya dan konstipasi yang berlangsung singkat adalah normal (ASCRS, 2002). Menurut National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang usia 65 tahun ke atas. Hal ini menyebabkan kunjungan ke dokter sebanyak 2.5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta dolar untuk obat-obatan pencahar (NIDDK, 2000).

Konstipasi merupakan  keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi (Holson, 2002). Di Inggris ditemukan 30% penduduk di atas usia 65 tahun merupakan konsumen yang teratur menggunakan obat pencahar (Cheskin, dkk 1990). Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh mendrita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria (Robert-Thomson, 1989). Suatu penelitian yang melibatkan 3000 orang usia lanjut usia di atas 65 tahun menunjukkan sekitar 34% wanita dan 26% pria meneluh menderita konstipasi (Harari, 1989).

 

2.3  Etiologi

Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.

Faktor-faktor risiko konstipasi pada usia lanjut:

1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik, golongan diuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, preparat besi, antasida aluminium, penyalahgunaan pencahar.

2. Kondisi neurologik: stroke, penyakit parkinson, trauma medula spinalis, neuropati diabetic.o

Page 4: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme.4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, demensia, kurang privasi untuk BAB, mengabaikan

dorongan BAB, konstipasi imajiner.5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia, volvulus, iritable

bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersia kolon.6. Lain-lain: defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang olahraga,

bepergian jauh, paska tindakan bedah parut

 

2.4 Patofisiologi

Defekasi merupakan suatu proses fisiologi yang menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan, sentral dan perifer, koordinasi sisitem reflek, kesadran yang baik dan kemampuan fisik untuk mencari tempat BAB.

Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik  usus besar yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan meregangkan ampula rektum yang diikuti relaksasi sfingter anus interna. Untuk menghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi refleks anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang dilayani oleh syaraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus eksterna diperintahkan untuk relaksasi, dan rektum mengeluarkan isinya dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani.baik persyarafan simpatis dan para simpatis terlibat dalam proses ini.

Patogenesis konstipasi bervariasi macam-macam, penyebabnya multipel, mencakup beberapa faktor yang tumpah tindih, motilitas kolon tidak terpengaruh dengan bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan perjalanan saluran cerna. Pengurangan respon motorik sigmoid disebabkan karena berkurangnya inervasi instinsik akibat degenerasi pleksus myenterikus, sedangkan pengurangan rangsang saraf pada otot polos sirkuler menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus. Pada lansia mempunyai kadar plasma beta- endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiat endogen di usus. Ini dibuktikan dengan efek konstipasif sediaan opiat karena dapat menyebabkan relaksasi tonus otot kolon, motilitas berkurang dan menghambat refleks gaster-kolon. Terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan otot-otot polos berkaitan dengan usia khususnya pada wanita. Pada penderita konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil dan keras, menyebabkan upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini berakibat penekanan pada saraf pudendus dengan kelemahan lebih lanjut.

2.5 Manifestasi Klinis

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah: (ASCRS, 2002)

1. Kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB2. Mengejan keras saat BAB3. Massa feses yang keras dan sulit keluar

Page 5: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

4. Perasaan tidak tuntas saat BAB5. Sakit pada daerah rectum saat BAB6. Rasa sakit pada daerah perut saat BAB7. Adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam8. Menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses 9. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB

2.6  Penatalaksanaan

2.6.1 Tatalaksana non farmakologik

a)      Cairan

Keadaan status hidrasi yang buruk dapat menyebabkan konstipasi. Kecuali ada kontraindikasi, orang lanjut usia perlu diingatkan untuk minum sekurang kurangnya 6-8 gelas sehari (1500 ml cairan perhari) untuk mencegah dehidrasi. Asupan cairan dapat dicapai bila tersedia cairan/minuman yang dibutuhkan di dekat pasien, demikian pula cairan yang berasal dari sup,sirup, dan es. Asupan cairan perlu lebih banyak bagi mereka yang mengkonsumsi diuretik tetapi kondisi jantungnya stabil.

b)      Serat

Pada rang usia lanjut yang lebih muda, serat berguna menurunkan waktu transit (transit time). Pada orang lanjut usia disarankan agar mengkonsumsi serat skitar 6-10 gram per hari. Ada juga yang menyarankan agar mengkonsumsi serat sebanyak 15-20 per hari. Serat berasal dari biji-bijian, sereal, beras merah, buah, sayur, kacang-kacangan. Serat akan memfasilitasi gerakan usus dengan meningkatkan masa tinja dan mengurangi waktu transit usus. Serat juga menyediakan substrat untuk bakteri kolon, dengan produksi gas dan asam lemak rantai pendek yang meningkatkan gumpalan tinja. Perlu diingat serat tidaklah efektif tanpa cairan yang cukup, dan dikontraindikasikan pada pasien dengan impaksi tinja (skibala) atau dilatasi kolon. Peningkatan jumlah serat dapat menyebabkan gejala kembung, banyak gas, dan buang besar tidak teratur terutama pada 2-3 minggu pertama, yang seringkali menimbulkan ketidakpatuhan obat.

c)      Bowel training

Pada pasien yang mengalami penurunan sensasi akan mudah lupa untuk buang air besar. Hal tersebut akan menyebabkan rektum  lebih mengembang karena adanya penumpukan feses. Membuat jadwal untuk buang air besar merupakan langkah awal yang lebih baik untuk dilakukan pada pasien tersebut, dan baik juga diterapkan pada pasien usia lanjut yang mengalami gangguan kognitif. Pada pasien yang sudah memiliki kebiasaan buang air besar pada waktu yang teratur, dianjurkan meneruskan kebiasaan teresebut. Sedangkan pada pasien yang tidak memiliki jadwal teratur untuk buang air besar, waktu yang baik untuk buang air besar adalah setelah sarapan dan makan malam.

d)     Latihan jasmani

Page 6: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

Jalan kaki setiap pagi adalah bentuk latihan jasmani yang sederhana tetapi bermanfat bagi orang usia lanjut yang masih mampu berjalan. Jalan kaki satu setengah jam setelah makan cukup membantu. Bagi mereka yang tidak mampu bangun dari tampat tidur, dapat didudukkan atau didudukkan atau diberdirikan disekitar tempat tidur. Positioning bagi pasien usia lanjut yang tidak dapat bergerak, meninggalkan tempat tidurnya menuju ke kursi beberapa kali dengan interval 15 menit, adalah salah satu cara untuk mencegah ulkus dekubitus. Tentu saja pasien yang mengalami tirah baring dapat dibantu dengan menyediakan toilet atau komod dengan tempat tidur, jangan diberi bed pan. Mengurut perut dengan hati-hati mungkin dapat pula dilakukan untuk merangsang gerakan usus.

e)      Evaluasi penggunaan obat

Evaluasi yang seksama tentang penggunaan obat-obatan perlu dilakukan untuk mengeliminasi, mengurangi dosis, atau mengganti obat yang diperkirakan menimbulkan konstipasi. Obat antidepresan, obat Parkinson merupakan obat yang potensial menimbulkan konstipasi. Obat yang mengandung zat besi juga cenderung menimbulkan konstipasi, demikian obat anti hipertensi (antagonis kalsium). Antikolinergik lain dan juga narkotik merupakan obat-obatan yang sering pula menyebabkan konstipasi.

 

2.6.2        Tatalaksana farmakologik

a)      Pencahar pembentuk tinja (pencahar bulk/bulk laxative)

Pencahar bulk merupakan 25% pencahar yang beredar di pasaran. Sediaan yang ada merupakan bentuk serat alamiah non-wheat seperti pysilium dan isophagula husk, dan senyawa sintetik seperti metilselulosa. Bulking agent sistetik dan serat natural sama-sama efektif dalam meningkatkan frekuensi dan volume tinja. Obat ini tidak menyebabkan malabsorbsi zat besi atau kalsium pada orang usia lanjut, tidak seperti bran yang tidak diproses. Pencahar bulk terbukti menurunkan konstipasi pada orang usia lanjut dan nyeri defekai pada hemoroid. Sama halnya dengan serat, obat ini juga harus diimbangi dengan asupan cairan.

b)      Pelembut tinja

Docusate seringkali direkomendasikan dan digunakan oleh orang lanjut usia sebagai pencahar dan sebagai pelembut tinja. Docusate sodium bertindak sebagaisurfaktan, menurunkan tegangan permukaan feses untuk membiarakan air masuk dam memperlunak feses. Docusate sebenarnya tidak dapat menolong konstipasi yang kronik, penggunaannya sebaiknya dibatasi pada situasi dimana mangedan harus dicegah.

c)      Pencahar stimulan

Senna merupakan obat yang aman digunakan oleh orang usia lanjut. Senna meningkatkan peristaltik di kolon distal dan menstimulasi peristaltik diikuti dengan evakuasi feses yang lunak. Pemberian 20 mg senna per hari selama 6 bulan oleh pasien berusia lebih dari 80 tahun tidak

Page 7: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

menyebabkan kehilangan protein atau elektrolit. Senna umumnya menginduksi evakuasi tinja 8-12 jam setelah pemberian. Orang usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama yakni sampai dengan 10 minggu sebelum mencapai kebiasaan defekasi yang teratur. Pemberian sebelum tidur malam mengurangi risiko inkontininsia fekal malam hari dan dosis juga harus ditritasi berdasarkan respon individu. Terapi dengan Bisakodil supositoria memiliki absorbsi sistemik minimal dan sangat menolong untuk mengatasi diskezia rectal pada usia lanjut. Sebaiknya diberikan segera setelah makan pagi secara supositoria untuk mendapatka efek refleks gastrokolik. Penggunaan rutin setiap hari dapat menyebabkan sensasi terbakar pada rectum, jadi sebaiknya digunakan secara rutin, melainkan sekitar 3 kali seminggu.

 

 

d)     Pencahar hiperosmolar

Pencahar hiperosmolar terdiri atas laktulosa disakarida dan sorbitol. Di dalam kolon keduanya di metabolisme oleh bakteri kolon menjadi bentuk laktat, aetat, dan asam dengan melepaskan karbondioksida. Asam organik dengan berat molekul rendah ini secara osmotic meningkatkan cairan intraluminal dan menurunkan pH feses. Laktulosa sebagai pencahar hiperosmolar terbukti memperpendek waktu transit pada sejumlah kecil penghni panti rawat jompo yang mengalami konstipasi. Laktulosa dan sorbitol juga sama-sama menunjukkan efektifitasnya dalam mengobati konstipasi pada orang usia lanjut yang berobat jalan. Sorbitol sebaiknya diberikan 20-30 selama empat kali sehari. Glikol polietelin merupakan pencahar hiperosmolar yang potensial yang mengalirkan cairan ke lumen dan merupakan zat pembersih usus yang efektif. Gliserin adalah pencahar hiperomolar yang dugunakan hanya dalam bentuk supositoria.

e)      Enema

Enema merangsang evakuasi sebagai respon terhadap distensi kolon; hasil yang kurang baik biasanya karena pemberian yang tidak memadai. Enema harus digunakan secara hati-hati pada usia lanjut. Pasien usia lanjut yang mengalami tirah baring mungkin membutuhkan enema secara berkala untuk mencegah skibala. Namun, pemberian enema tertentu terlalu sering dapat mengakibatkan efek samping. Enema yang berasal dari kran (tap water) merupakan tipe paling aman untuk penggunaan rutin, karena tidak menghasilkan iritasi mukosa kolon. Enema yang berasal dari air sabun (soap-suds) sebaiknya tidak diberikan pada orang usia lanjut.

2.7 WOC (terlampir)

Download : WOC ASKEP KONSTIPASI LANSIA

 

BAB 3

TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN

Page 8: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

 

3.1 KASUS

Tn. A berusia 65 tahun datang ke poli umum dengan keluhan tidak bisa buang air besar selama seminggu.Setelah 1 minggu Tn.A bisa BAB dan mengalami nyeri saat defekasi. Tn. A merasakan nyeri dan penuh perjuangan dalam mengejan. Saat dikaji, klien mengatakan bentuk fesesnya keras dalam minggu ini sampai sekarang. Dari hasil pemeriksaan didapatkan :

TD : 150 / 90 mmHg

HR : 106x/menit

RR : 22x/menit

TB : 158 cm

Bising Usus : 2 x/menit

3.2    PENGKAJIAN

 

1. I.     BIODATA

Tgl. Pengkajian : 20 November 2009

Nama : Tn. A                                                  Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 65 tahun                                                Status Perkawinan : Duda

Agama : Islam                                                 Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Tidak ada                                      Alamat : Jl. Mawar

Tgl masuk : 19 November 2008                      Ruang : Poli Umum

Diagnosa Medis : Konstipasi

 

Penanggung Jawab

Nama                                   : Tn. P

Hubungan dengan klien          : Anak klien

Page 9: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

Pekerjaan                              : Wiraswasta

Alamat                                  : Gunung Sari

 

II.   Keluhan Utama

Tn. A mengatakan nyeri saat buang air besar.

III.  Riwayat Kesehatan Sekarang

Tn. A mengatakan bahwa sakitnya sudah 1 minggu terakhir ini dan Tn. A juga merasakan perutnya terasa penuh. Klien juga mengatakan bahwa susah buang air besar dan sering buang angin selama 1 minggu terakhir ini.

IV.   Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1. Penyakit yang pernah dialami

Klien mengatakan tidak pernah rawat inap di rumah sakit karena tidak pernah mengalami penyakit yang parah sebelumnya, paling hanya sakit ringan yaitu demam, flu.

1. Tindakan yang dilakukan

                                    Klien mengatakan bahwa paling hanya dengan obat-obat yang dijual di warung dan kebetulan cocok (2 sampai 3 hari sembuh).

1. Riwayat operasi

Klien mengatakan tidak pernah di operasi.

1. Riwayat alergi

Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi. Klien tidak mempunyai pantangan makanan apapun.

V.   Riwayat / Keadaan Psikososial

1. Bahasa yang digunakan  : Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.2. Persepsi klien tentang penyakitnya :  Klien menganggap penyakitnya mengganggu

aktifitas dan mengurangi nafsu makannya. Namun klien tetap bersyukur semua yang dideritanya dan menganggap semua sakit yang dideritanya tersebut sebagai cobaan dari Tuhan.

3. Konsep diri1. Body image

Page 10: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

Tidak ada masalah dengan body image

1. Ideal diri

Klien mengharapkan dan selalu berdoa kepada Tuhan YME agar diberikan ketabahan dalam menghadapi penyakitnya dan kesembuhan walau tidak terlalu mengharap.

1. Harga diri

Klien senang tinggal di panti karena tercukupi semua kebutuhannya, dan bebas melakukan apa saja yang diinginkan.

1. Peran diri

Klien seorang duda yang telah ditinggal istrinya karena meninggal kurang lebih 10 tahun lalu. Dari perkawinannya klien memiliki 1 orang anak.

1. Personal identity

Klien merupakan anggota panti Tresna Werdha Abdi di wisma Teratai. Klien merupakan duda dengan 1 anak.

1. Keadaan Emosi

            Keadaan emosi klien dalam keadaan stabil.

1. Perhatian terhadap orang lain/lawan bicara

Klien tampak memperhatikan dan menanggapi setiap pertanyaan yang diberikan kepadanya.

1. Hubungan dengan keluarga

Harmonis dengan keluarga yang ada dan masuk ke panti karena keinginan klien sendiri yang tidak mau menyusahkan keluarga terutama anaknya yang telah berumah tangga.

 

1. Hubungan dengan orang lain

Baik, klien mau bergaul dengan sesama warga panti terutama dengan anggota satu wisma.

1. Kegemaran

            Menonton televisi dan duduk-duduk di ruang tamu wisma

1. Daya adaptasi

Page 11: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

Klien dapat beradaptasi dengan warga di panti walaupun klien kurang bisa mengikuti kegiatan yang ada di panti seperti pengajian, gotong royong dan senam pagi karena keterbatasan karena penyakitnya.

1. Mekanisme Pertahanan diri

Klien memiliki pertahanan diri yang efektif

VI.  Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum: klien dalam kondisi baik namun teraba adanya distensi abdomen2. Pemeriksaan B1- B6

a)      Brain : Kesadaran compos mentis

b)      Breath :  RR: 22 kali /menit, tidak ada suara nafas tambahan

c)      Blood : TD: 150/90 mmHg; HR: 106x/menit; tidak ada anemia

d)     Bowel : Sulit BAB, saat BAB terasa nyeri,terdapat distensi abdomen dengan lingkar  perut 50 cm, bising usus 2x/menit ( kurang terdengar ), sering buang angin.

e)      Bladder : normal, 1200cc/ hari, warna kuning

f)       Bone : normal

VII. Pola Kebiasaan sehari-hari

1. Pola tidur dan kebiasaan

Waktu tidur                          : siang ± ½ jam dan malam ± 6-7 jam Waktu bangun                      : klien bangun umumnya/seringnya jam

                                          05.00 WIB

Masalah tidur                       : tidak ada masalah

1. Pola Eliminasi

1.  BAB              : tidak lancar dan tidak ada penggunaan laksativ, riwayat perdarahan, tidak ada dan saat mengkaji tidak terjadi diare, karakter feses: Klien mengatakan fesesnya keras.

2. BAK               : Pola BAK  : ± 5-10 x/hari dan tidak terjadi inkontinensia, Karakter urin: kuning, Jumlah urine : 1200 ml/hari, tidak ada rasa nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK, tidak ada penggunaan diuretik    

Page 12: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

1. Pola makan dan minum2. Gejala (Subjektif)

Diit type : Jenis makanan yaitu makanan biasa dan jumlah makanan per hari 3 piring dalam per hari. Jarang makan sayur. Kurang suka makanan berserat. Minum 5 gelas sehari

Kehilangan selera makan : perut terasa penuh

1. Tanda Objektif

TB: 158 cm                       bentuk tubuh: normal

1. Waktu pemberian makanan : pagi, siang dan sore2. Jumlah dan jenis makanan: 1 piring sekali makan dan jenis makanan adalah makanan

biasa3. Waktu pemberian minuman: Pengambilan air putih terserah/sesuka hati dan bila teh

manis atau susu 2x/hari pagi dan sore hari1. Kebersihan/Personal Higiene

Pemeliharaan tubuh/ mandi 2x/hari Pemeliharaan gigi/gosok gigi 2x/hari Pemeliharaan kuku/pemotongan kuku kalau panjang

1. Pola Kegiatan/Aktivitas

Klien tidak memiliki kegiatan rutin karena penyakitnya,  hanya jalan-jalan sebentar dan kadang-kadang berbincang-bincang dengan sesama penghuni wisma.

 

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAHData Subjektif:

Klien mengatakan sulit BAB selama 1 minggu ini

Data Objektif:

BAB 1x/minggu Feses keras Bising usus Teraba Skibala

Usia yang lanjut

 

Penurunan respon terhadap dorongan defekasi

Gangguan koordinasi reflek defekasi

Konstipasi

 

Page 13: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

 

 

 

Penumpukan feses

 

KonstipasiData Subjektif:

Klien mengatakan permintaan informasi serta menyatakan bahwa klien kurang mengerti manfaat makanan berserat

 

Data Objektif:

Ketidak-akuratan mengikuti pola diet yang sehat

 

Penatalaksanaan penyakit

 

Ketidakakuratan mengikuti instruksi

 

Permintaan informasi

 

Kurang pengetahuan

Kurang pengetahuan

 

3.3 Diagnosa Keperawatan

1. Konstipasi berhubungan dengan penurunan respon terhadap dorongan defekasi2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang pola diet yang sehat.

 

 

NO.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

TUJUAN/

KRITERIA HASIL

INTERVENSI RASIONAL

1. Konstipasi b.d. penurunan respon terhadap dorongan defekasi

Tujuan:

Pola defekasi normal

 

1. Pastikan defekasi klien sebelumnya dan pola diet klien

1. Membantu menentukan intervensi selanjutnya

2. Cairan membantu pergerakan cairan, kopi

 

Page 14: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

Kriteria hasil:

Defekasi 3x seminggu

Konsistensi feses lunak

 

 

1. Dorong asupan harian sedikitnya 2 liter cairan, batas kopi 2-3x/hari

2. Anjurkan 3 gelas air hangat yang diminum 30 mnt sebelum sarapan

3. Ajari klien untuk posisi semi jongkok normal saat defekasi

 

bersifat diuretic dan menarik cairan

3. Cairan dapat bertindak sebagai stimulus untuk evakuasi feses

4. Meningkatkan penggunaan  optimal otot abdomen dan efek gravitasi optimal

3. Kurangnya pengetahuan.

Tujuan :

Klien dapat mengetahui faktor predisposisi, pencegahan, kekambuhan, deteksi, serta terapi farmakologi.

 

Kriteria Hasil:

Klien dapat memahami proses penyakit/prognosis.

Klien dapat mengidentifikasi hubungan

1. Kaji ulang proses penyakit, pengalaman klien.

 

 

1. Dorong klien/orang terdekat untuk menyatakan rasa takut/perasaan dan perhatian.

2. Dorong keluarga secara aktif

1. Memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membantu pilihan informasi terapi.

2. Dapat merupakan membantu klien mengalami perasaan rehabilitasi vital.

 

1. Keluarga dapat mengetahui proses perawatan serta pengobatan klien.

Page 15: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

tanda/gejala proses penyakit.

Klien mampu melakukan perubahan pola hidup.

Klien mampu ikut aktif dalam berpartisipasi dalam program pengobatan.

dalam proses perawatan dan pengobatan klien.

3. Berikan informasi tentang pola diet yang sehat dan tinggi serat.

 

 

 

 

 

 

 

1. Eliminasi usus klien berjalan normal

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

KESIMPULAN

Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang air besar. Konstipasi merupakan  keluhan saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Terjadi peningkatan dengan bertambahnya usia dan 30-40 % orang di atas 65 tahun mengeluhkan konstipasi. Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpulan sensasi saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal untuk defekaasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh penurunan motilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.

Page 16: Asuhan Keperawatan Konstipasi Pada Lansia

Beberapa keluhan yang mungkin berhubungan dengan konstipasi adalah kesulitan memulai dan menyelesaikan BAB, mengejan keras saat BAB, massa feses yang keras dan sulit keluar, perasaan tidak tuntas saat BAB, sakit pada daerah rectum saat BAB, rasa sakit pada daerah perut saat BAB, adanya perembesan feses cair pada pakaian dalam, menggunakan bantuan jari-jari intuk mengeluarkan feses dan menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa BAB. Penatalaksanaan konstipasi pada lansia dengan tatalaksana non farmakologik : cairan, serat, bowel training, latihan jasmani, evaluasi panggunaan obat. Tatalaksana farmakologik : pencahar pembentuk tinja, pelembut tinja, pencahar stimulant, pencahar hiperosmolar dan enema.

 

SARAN

         Lansia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya harus manjaga kebutuhan nutrisi yang seimbang seperti memenuhi asupan cairan yang cukup dan makan makanan yang bergizi dan cukup serat, selain itu lansia harus bisa menjaga aktivitas yang cukup dengan olah raga agar tidak terjadi konstipasi. Sebagai perawat kita harus dapat memberikan arahan dan edukasi kepada lansia dan keluarga tentang pencegahan dan penanganan dini bila terjadi konstipasi.

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35346-Kep%20Umum-Askep%20Konstipasi%20Lansia.html