Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

11
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ANAK ASFIKSIA A. Konsep Teori 1. Pengertian Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O 2 ) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO 2 ) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia. Asfiksia adalah keadaan dimana fetus atau neonates mengalami kekurangan oksigen. 2. Etiologi Penyebab terjadinya: 1) Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti fibrosis paru, pneumonia, COPD.

description

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Transcript of Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Page 1: Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ANAK

ASFIKSIA

A. Konsep Teori

1. Pengertian

Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen

(O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan

jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-

paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen

disebut hipoksia dan kelebihan karbon dioksida disebut hiperkapnia.

Asfiksia adalah keadaan dimana fetus atau neonates mengalami kekurangan oksigen.

2. Etiologi

Penyebab terjadinya:

1) Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernafasan seperti

laryngitis difteri, tumor laring, asma bronkiale, atau menimbulkan gangguan

pergerakan paru seperti fibrosis paru, pneumonia, COPD.

2) Trauma mekanik, yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang

mengakibatkan emboli, pneumotoraks bilateral, sumbatan atau halangan pada

saluran napas dan sebagainya. Emboli terbagi atas 2 macam, yaitu emboli lemak

dan emboli udara. Emboli lemak disebabkan oleh fraktur tulang panjang. Emboli

udara disebabkan oleh terbukanya vena jugularis akibat luka.

3) Keracunan bahan yang menimbulkan depresi pusat pernafasan, misalnya

barbiturate, narkotika.

Pada anak , menurut Wiknjosastro :

1) Keadaan ibu

Page 2: Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

2) Partus lama atau partus macet yaitu persalinan yang lebih dari 24 jam pada

primigravida atau 18 jam pada multigravida.

3) Demam selama persalinan

4) Infeksi berat (mmalaria, sifilis,TBC,HIV)

5) Kehamilan lewat 42 minggu

3. Klasifikasi asfiksia

1) Tidak asfiksia (nilai APGAR 7-10)

2) Asfiksia ringan (nilai APGAR 4-6)

3) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3 )

4. Patofisiologi

Ada 4 stadium gejala / tanda dari asfiksia, yaitu (1,5):

Fase dispneu / sianosis

Fase konvulsi

Fase apneu

Fase akhir / terminal / final

1) Pada fase dispneu / sianosis asfiksia berlangsung kira-kira 4 menit. Fase ini terjadi

akibat rendahnya kadar oksigen dan tingginya kadar karbon dioksida. Tingginya

kadar karbon dioksida akan merangsang medulla oblongata sehingga terjadi

perubahan pada pernapasan, nadi dan tekanan darah. Pernapasan terlihat cepat,

berat, dan sukar. Nadi teraba cepat. Tekanan darah terukur meningkat.

2) Fase konvulsi asfiksia terjadi kira-kira 2 menit. Awalnya berupa kejang klonik

lalu kejang tonik kemudian opistotonik. Kesadaran mulai hilang, pupil dilatasi,

denyut jantung lambat, dan tekanan darah turun.

3) Fase apneu asfiksia berlangsung kira-kira 1 menit. Fase ini dapat kita amati

berupa adanya depresi pusat pernapasan (napas lemah), kesadaran menurun

sampai hilang dan relaksasi spingter.

Page 3: Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

4) Fase akhir asfiksia ditandai oleh adanya paralisis pusat pernapasan lengkap.

Denyut jantung beberapa saat masih ada lalu napas terhenti kemudian mati.

5. Pathway

6. Manifestasi Klinis

1) Hipoksik-hipoksia

Dalam keadaan ini oksigen gagal untuk masuk ke dalam sirkulasi darah.

2) Anemik-hipoksia

Keadaan dimana darah yang tersedia tidak dapat membawa oksigen yang cukup

untuk metabolisme dalam jaringan.

3) Stagnan-hipoksia

Keadaan dimana oleh karena suatu sebab terjadi kegagalan sirkulasi.

4) Histotoksik-hipoksia

Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal,

oksigen tersebut tidak dapat dipergunakan oleh jaringan.

7. Diagnose

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia

janin. Diagnosis dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda

gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian (Prawiroharjo,2005):

1) Denyut jantung janin

Frekuensi normal adalah antara 120-160, tetapi jika frekuensi turun sampai

dibawah 100 per menit diluar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini

merupakan tanda bahaya.

2) Mekonium dalam air ketuban

Persentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus

menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada

persentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal

itu dapat dilakukan dengan mudah.

3) Pemeriksaan darah janin

Page 4: Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH, apabila pH turun hingga dibawah 7,2

, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya.

8. Penatalaksanaan

Prinsip resusitasi , menurut Prawirohardjo:

1) Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi bayi dan mengusahakan tetap

bebasnya jalan nafas

2) Memberikan bantuan pernafsan secara aktif pada bayi

3) Memperbaiki asidosis yang terjadi

4) Menjaga agar peredaran darah tetap baik

Pada keadaan (APGAR 7-10) bayi tidak memerlukan tindakan istimewa,

penatalaksanaannya terdiri dari :

1) Memberikan lingkungan suhu yang baik pada bayi

2) Pembersihan jalan nafas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah

3) Kalau perlu melakukan rangsangan pada bayi (Mansjoer,2005)

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang

bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa

yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan

yang dikenal dengan ABC resusitasi (Exva, 2009):

1) Memastikan saluran nafas terbuka :

a. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar

b. Menghisap mulut kemudain hidung

2) Memulai pernafasan :

a. Lakukan rangsangan tktil dengan menepuk telapak kaki. Lakukan

penggosokkan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh,

tungkai dan kepala bayi.

b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif.

3) Mempertahankan sirkulasi darah:

Page 5: Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila

perlu menggunakan obat-obatan

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus (Exva,2009):

1. Tindakan umum

a. Pengawasan suhu

b. Pembersihan jalan nafas

c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan

2. Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan , langkah utama memperbaiki

ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan intermitten, cara terbaik

dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.

Asfiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas 2-4

ml/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua

obat ini disuntikkan intravena perlahan melalui umbilicus. Reaksi obat ini

akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha

bernafas biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali,

bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernafasan atau

frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan

frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam

perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali

kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai

kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa

yang belum dikoreksi. (Exva,2009)

b. Asfiksia sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60

detik tidak timbul pernafasan spontan, ventilasi aktif segera dilakukan,

ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 liter/

Page 6: Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

menit, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan

gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas

dan kebawah dengan frekuensi 20x/menit, sambil diperhatikan gerakan

dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernafasan

spontan usahakan mengikuti gerakan tersebut , ventilasi dihentikan jika hasil

tidak dicapai dalam 1-2 menit. Sehingga ventilasi paru dengan tekanan

positif secara tidak langsung segera dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan

mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari

mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi

dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali per menit dan perhatikan gerakan

nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dikatakan berhasil jika setelah

dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan

tonus otot, intubasi enditrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas nutrikus

dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak

memperlihatkan pernafasan teratur. (Exva,2009)

Pemantauan pasca resusitasi,yatu:

1) Lakukan kunjungan neonatal minimal sebelum bayi berumur 7 hari

2) Apakah pernah timbul kejang selama di rumah

3) Apakah pernah timbul gangguan napas: sesak napas, timbul retraksi

4) Apakah bayi minum ASI dengan baik (dapat menghisap dan menetek dengan

baik)

5) Apakah dijumpai tanda atau gejala gangguan pertumbuhan dan

perkembangan pada kunjungan berikutnya.

9. Pencegahan

Pencegahan, eliminasi dan antisipasi terhadap faktor-faktor risiko asfiksia

neonatorum menjadi prioritas utama. Bila ibu memiliki factor risiko yang

memungkinkan bayi lahir dengan asfiksia, maka langkah- langkah antisipasi harus

dilakukan. Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan seperti

anjuran WHO untuk mencari dan mengeliminasi faktor-faktor risiko. (Anonim, 2010)

Page 7: Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

a. Pencegahan secara Umum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan menghilangkan atau

meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat kesehatan wanita,

khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan

melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini tidak

mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena penyebab rendahnya

derajat kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan,

pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu

dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait.

(Perinasia, 2006).

b. Pencegahan saat persalinan

Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus adalah penting, juga

kerja sama yang baik dengan Bagian Ilmu Kesehatan Anak.Yang harus

diperhatikan,yaitu:

1. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul sempit, serta

pemberian pituitarin dalam dosis tinggi.

2. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan berikan

oksigen dan darah segar.

3. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan jangan menunggu

lama pada kala II . (Perinasia, 2006)