Asthma Kelompok 2 PSIK B 2011
description
Transcript of Asthma Kelompok 2 PSIK B 2011
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM RESPIRASI
( ASTHMA )
Makalah Pediatric Nursing
Oleh :
KELOMPOK 2
1. RAHMIANI TIFLEN (115070209111001) 2. PUTU AYU SUANDARI (115070209111009) 3. DICKY ENDRIAN K. (115070209111017) 4. SUTIK MERU (115070209111025) 5. BERLINDA OKTA RINI (115070209111034) 6. YENI WIJANARKO (115070209111042) 7. YETTI MAULIDAH (115070209111051)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN B JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG, 2012
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma adalah suatu kondisi paru-paru yang kronis, yang ditandai sulit
bernafas. Saluran pernafasan penderita asma sangat sensitif dan memberi
respon sangat berlebihan jika mengalami rangsangan atau gangguan. Saluran
pernafasan tersebut bereaksi dengan cara menyempit dan menghalangi udara
yang masuk (Iwan Hadibroto, 2005). Penyempitan atau hambatan ini bisa
mengakibatkan gangguan pemenuhan oksigen bagi tubuh. Timbulnya gejala
asma biasanya terjadi pada malam hari, oleh karena itu sering disebut
“penyerang ditengah malam” (Iwan Hadibroto, 2005). Dan biasanya terjadi
menjelang subuh. Asma merupakan penyakit keturunan yang tidak menular.
Sekitar 55-60 % penyakit alergi yang mengakibatkan asma diturunkan ke anak
atau cucu.
Prevalensi asma di dunia sangat tinggi menurut laporan pada peringatan
hari asma sedunia 4 Mei 2004, prevalensi asma di dunia akan meningkat pada
beberapa tahun mendatang. Di tahun 2005 penderita asma diseluruh dunia
mencapai 400 juta orang, dengan pertambahan 180.000 tiap tahunnya, asma
adalah salah satu penyakit kronis dengan jumlah penderita terbanyak pada saat
ini.Sedangkan kejadian asma pada anak di Indonesia cukup tinggi terutama
dikota kota besar hingga mencapai hampir 17%. Pada usia anak-anak, asma
menimpa anak laki-laki dua kali lebih banyak dibanding anak perempuan. Sekitar
satu dari empat anak akan mengidap asma pada tahap tertentu dalam
pertumbuhannya (Iwan Hadibroto, 2005). Sekitar 50% anak-anak penderita asma
yang ringan akan membaik kondisinya, dan sembuh dalam pertumbuhan mereka
menjadi dewasa.Sisanya harus hidup dengan penyakit ini, yang akan banyak
mempengaruhi dan mengganggu pendidikan mereka. Asma menyebabkan
hilangnya 16% hari sekolah pada anak-anak di Asia, 34% anak-anak di Eropa,
40% anak-anak di Amerika Serikat. Selain hari sekolah, mereka juga kehilanagan
kegiatan di luar rumah, hobi mereka, dan bahkan hubungan dengan teman,
relasi, dan keluarganya sendiri. Dengan kata lain, asma akan mempengaruhi
segala sesuatu yang berkaitan dengan kualitas hidup mereka. Oleh karena itu
perlu segera dilakukan pendekatan yang sistematis untuk menghindari faktor-
3
faktor yang bisa sebagai pencetus asma, yang pertama barangkali adalah
kondisi lingkungan dimana kita berada termasuk pemaparan alergen termasuk
asap, debu, tungau, dan kecoa yang berasal dari dalam rumah. Yang kedua
adalah zat-zat kimia yang menjadi faktor penyebab baik yang digunakan untuk
kontruksi rumah maupun untuk keperluan rumah tangga, seperti cat dinding plitur,
pengharum udara, dan semprotan pengusir serangga. Yang ketiga bisa juga
masyarakat kita yang makin kelewat bersih dan preventif. Seperti kita ketahui,
asma pada dasarnya adalah ekses dari sistem imunitas yang bekerja terlalu
efektif. Ada teori yang secara provokatif mengingatkan bahwa sistem iminitas
tubuh belum berfungsi secara maksimal jika tidak dirangsang (atau diprovokasi)
mulai usia muda (Iwan Hadibroto, 2005). Dengan kata lain, anak-anak pun perlu
dalam batas-batas tertentu terpapar pada infeksi, alergen, dan toksin, untuk men-
start sistem atau mekanisme pertahanan tubuh mereka. Studi menunjukan
bahwa anak-anak yang terekspos pada anak–anak lain dan yang lebih sering
terkena flu, kemungkinan terkena asma akan semakin kecil pada pertumbuhan
mereka selanjutnya. Satu hal yang pentig adalah jika sudah terserang asma,
yang harus dijalankan adalah menghindari penyebab pemicu asma. Falsafah
Keperawatan mengatakan lebih baik mencegah dari pada mengobati. Dalam
makalah ini kelompok kami ingin membahas Asuhan Keperawatan Asma.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mengetahui penyakit asma pada anak dan asuhan
keperawatannya yang dapat diberikan pada anak.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi definisi, penyebab, patofisiologi, tanda gejala,
pemeriksaan diagnostik, komplikasi, penatalaksanaan dan pencegahan
asma pada anak.
2. Mengidentifikasi asuhan keperawatan penderita asma pada anak.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Kelompok
Menambah pengetahuan tentang gejala asma pada anak- anak dan
penatalaksanaanya sedini mungkin agar penderita asma dapat tumbuh dan
4
berkembang sesuai dengan umurnya secara normal dan mempunyai
kualitas hidup yang optimal.
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat
umumnya dan keluarga penderita khususnya dengan menekankan
pentingnya mengenali faktor- faktor pencetus yang bisa membangkitkan
serangan asma sehingga serangan asma dapat dihindari.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
2.1.1 Anatomi Sistem Pernapasan
Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran pernapasan bagian
atas (rongga hidung, sinus paranasal, dan faring), saluran pernapasan
bagian bawah (laring, trachea, bronchus dan alveoli), sirkulasi pulmonal
(ventrikel kanan, arteri pulmonal, arteriola pulmonary, kapiler pulmonary,
venula pulmonary, vena pulmonary, dan atrium kiri), paru (paru kanan 3
lobus dan paru kiri 2 lobus), rongga pleura, dan otot-otot pernapasan
(Muttaqin, 2008).
1. Saluran pernapasan bagian atas
1) Rongga hidung
Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju
rongga hidung. rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu
sama lainnya dipisahkan septum. Dinding rongga hidung dilapisi
oleh mukosa respirasi serta sel epitel batang, bersilia, dan berlapis
semu. Mukosa tersebut menyaring, menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk melalui hidung. vestibulum
merupakan bagian dari rongga hidung yang berambut dan berfungsi
menyaring partikel-partikel asing berukuran besar agar tidak masuk
kesaluran pernapasan bagian bawah. Dalam hidung juga terdapat
saluran-saluran yang menghubungkan antara ronggan hidung
dengan kelenjar air mata, bagian ini dikenal dengan kantung
nasolakrimalis. Kantung nasolakrimalis ini berfungsi mengalirkan air
melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata jika seseorang
menangis.
2) Sinus Paranasal
Sinus paranasal berperan dalam mensekresi mucus, membantu
pengaliran air mata melalui saluran nasolakrimalis, dan membantu
dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembab.
Sinus paranasal juga termasuk dalam wilayah pembau dibagian
posterior rongga hidung. wilayah pembau tersebut terdiri atas
6
permukaan inferior palatum kribriform, bagian superior septum
nasal, dan bagian superior konka hidung, reseptor didalam epitel
pembau ini akan merasakan sensasi bau.
3) Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar
tengkorak dan berakhir sampai persambungannya dengan
esophagus dan batas tulang rawan krikoid. Faring terdiri atas tiga
bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yaiu nasofaring
(dibelakang hidung), orofaring (dibelakang mulut) dan laringofaring
(dibelakang laring).
2. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
1) Laring
Laring (tenggorokan) terletak diantara faring dan trachea.
Berdasarkan letak vertebra servikalis, laring berada diruas ke 4 dan
ke 5 dan berakhir divertebra servikalis ruas ke 6. Laring disusun
oleh 9 kartilago yang disatukan oleh ligament dan otot rangka pada
tulang hyoid dibagian atas dan trachea dibawahnya. Kartilago yang
terbesar adalah kartilago tiroid, dan didepannya terdapat benjolan
subkutan yang dikenal sebagai jakun yang terlihat nyata pada pria.
Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu
dibagian anterior membentuk sebuah sudut seperti huruf V yang
disebut tonjolan laryngeal. Kartilago krikoid adalah kartilago
berbentuk cincin yang terletak dibawah katilago tiroid (ini adalah
satu-satunya kartilago yang berbentuk lingkaran lengkap). Kartilago
aritenoid adalah sepasang kartilago yang menjulang dibelakang
krikoid, dan diatasnya terdapat kartilago kunciform dan kornikulata
yang sangat kecil. Diatas kartilago tiroid terdapat epiglottis, yang
berupa katup dan berfungsi membantu menutup laring saat
menelan makanan.
2) Pita Suara
Pita suara terletak didalam laring. Ujung posterior pita suara
melekat pada kartilago aritenoid. Pergerakan kartilago dilakukan
otot laryngeal yang membuat pita suara dapat menegang dan
mengandur sehingga menimbulkan beragam tekanan.
7
3) Trachea
Trachea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan
panjang 11 cm. trachea terletak setelah laring dan memanjang
kebawah setara dengan vertebra torakalis ke 5. Ujung trakea
bagian bawah bercabang menjadi dua brokhus (bronchi) kanan dan
kiri. Percabangan bronchus kanan dan kiri dikenal sebagai karina
(carina). Trachea tersusun atas 16 – 20 kartilago hialin berbentuk
huruf C yang melekat pada dinding trachea dan berfungsi untuk
melindungi jalan udara. Kartilago ini juga berfungsi untuk mencegah
terjadinya kolaps atau ekspansi berlebihan akibat perubahan
tekanan udara yang terjadi dalam system pernapasan. Bagian
terbuka dari bentuk C kartilago trachea ini saling berhadapan
secara posterior kearah esopafus dan disatukan oleh ligament
elastic dan otot polos.
4) Bronchus
Bronchus mempunyai struktur serupa dengan trachea, bronchus kiri
dan kanan tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih lebar,
dan arahnya hamper vertical dengan trachea. Sebaliknya bronchus
kiri lebih panjang, lebih sempit dan sudutnya pun lebih runcing.
Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki implikasi klinis tersendiri
seperti jika ada benda asing yangterinhalasi, maka benda ini lebih
memungkinkan berada dibronkhus kanan dibandingkan dengan
bronchus kiri karena arah dan lebarnya. Bronchus pulmonaris
bercabang dan beranting sangat banyak. Cabang utama bronchus
memiliki struktur serupa trachea. Dinding bronchus dan cabang-
cabangnya dilapisi epithelium batang, bersilia, dan berlapis semu.
Saluran yang semakin kecil menyebabkan jenis epithelium
bronchus mengalami penyesuaian sesuai dengan fungsinya.
Bronchus terminalis disebut saluran penghantar udara karena
fungsi utamanya adalah menghantarkan udara ketempat pertukaran
gas diparu. Selain bronchus terminalis terdapat pula asinus yang
merupakan unit fungsional paru sebagai tempat pertukaran gas.
Asinus terdiri atas bronkhiolus respiratorius dan duktus alveolaris
8
(alveolar duct) yang seluruhnya dibatasi alveoli dan sakus alveolus
terminalis yang merupakan struktur akhir paru.
3. Paru
1) Duktus Alveolaris dan Alveoli
Bronkhiolus respiratorius terbagi dan bercabang menjadi duktus
alveolaris dan beerakhir pada kantung udara berdinding tipis yang
disebt alveoli. Beberapa alveoli bergabung membentuk sakus
alveolaris. Setiap paru terdiri atas sekitar 150 juta alveoli (sakus
alveolaris). Kepadatan sakus alveolaris inilah yang member bentuk
paru tampak seperti spons. Jaringan kapiler darah mengelilingi
alveoli ditahan oleh serat elastic. Jaringan ini menjaga posisi antara
alveoli dengan bronkhiolus respiratorius. Adanya daya recoil dari
serat ini selama ekspirasi akan mengurangi ukuran alveoli dan
membantu mendorong udara agar keluar dari paru.
2) Alveoli dan Membran Respirasi
Membrane respirasi pada alveoli pada umumnya dilapisi oleh sel
epitel pipih sederhana. Sel-sel epitel pipih disebut dengan sel Tipe I.
makrofag alveolar bertugas berkeliling disekitar epithelium untuk
memfagositosis partikel atau bakteri yang masih dapat masuk
kepermukaan alveoli, makrofag ini merupakan pertahanan terakhir
pada system pernapasan. Sel ini yang ada dalam membrane
respiratorius adalah sel septal atau disebut juga dengan sel
surfaktan dan sel Tipe II. Surfaktan terdiri atas pospolipid dan
lipoprotein. Surfaktan berperan untuk melapisi epithelium alveolar
dan mengurangi tekanan permukaan yang dapat membuat alveoli
kolaps. Tanpa adanya surfaktan, tekanan pada permukaan
cenderung tinggi dan akhirnya alveoli akan menjadi kolaps. Apalagi
produksi surfaktan tidak mencukupi karena adanya injuri atau
kelainan genetic (kelahiran premature), maka alveoli dapat
mengalami kolaps sehingga pola pernapasan menjadi tidak efektif.
Pasokan darah paru berasal dari arteri bronkialis dan arteri
pulmonalis. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenasi
dari sirkulasi sistemis yang berfungsi memenuhi kebutuhan
metabolism jaringan paru. Vena bronchial mengalirkan darah balik
9
kevena cava superior dan masuk keatrium kanan. Arteri pulmonalis
pada ventrikel kanan mengalirkan darah keparu, darah tersebut
turut berperan dalam proses pertukaran gas. Darah yang
teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena pulmonalis
keventrikel kiri. Pembuluh darah arteri bronchial membawa darah
langsung dari aorta torasika keparu untuk memasok nutrisi dan
arteri bronchialis yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonalis.
Namun akhirnya bersatu dengan vena pulmonalis dan darah
kemudian dibawa menuju vena pulmonaris. Sisa darah itu
diantarkan dari setiap paru oleh vena bronkhialis dan ada yang
dapat mencapai vena kappa superior, sehingga paru mempunyai
persediaan darah ganda. Sirkulasi paru adalah suatu system
bertekanan rendah dari resistensi rendah dibandingkan tekanan
darah sistemis. Tekanan darah (TD) sistemis sekitar 120/80 mmHg,
sedangkan TD pulmonary (pulmonary arterial pressure – PAP)
sekitar 25/10 mmHg.
Saluran pernapasan burfungsi untuk menghantarkan udara dari dan
kepermukaan paru. Saluran pernapasan terbagi menjadi zona konduksi
dan zona respirasi. Zona konduksi dimulai dari rongga hidung menuju
faring, laring, trakea, bronchus, bronkhiolus, dan terakhir bronkhiolus
terminalis. Zona respirasi terdiri dari saluran bronkhiolus respiratorius dan
alveoli.
Proses penyaringan penghangatan dan pelembaban udara yang
masuk dimulai dari saluran pernapasan bagian atas dan berlanjut pada
system konduksi udara. Udara yang mencapai aleoli telah bersih dari
partikel-partikel asing dan bakteri pathogen. Selain itu, kelembaban dan
suhu udara telah sesuai dengan batas yang mampu diterima oleh alveoli.
Semua proses tersebut terlaksana karena adanya mukosa respirasi yang
mengatur agar aktivitas tersebut berjalan dengan optimal.
Mukosa respirasi merupakan kombinasi antara sel epitel dan lamina
propia. Mukosa respirasi berada dapa zona konduksi saluran pernapasan.
Mukosa ini kaya akan pembuluh darah yang dapat menghangatkan udara
seketika saat udara itu dihirup oleh hidung.
10
Secara umum, saluran pernapasan yang dimulai dari rongga hidung
hingga percabangan bronchial dilapisi oleh sel epitel batang, bersilia, dan
berlapis semu. Dalam sel epitel tersebut terdapat sel goblet yang
memproduksi dan menyekresikan mucus (lendir). Jenis sel epitel yang
berbeda ditemukan pada epitel faring. Perbedaan jenis epitel ini terkait
dengan peran faring sebagai penghubung antara rongga mulut dan rongga
hidung. Jenis sel epitel pada saluran pernapasan dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.1 Jenis Sel Epitel yang ada pada saluran pernapasan
Saluran pernapasan Jenis sel epitel
Hidung:
Rongga hidung
Sinus paranasal
Faring
Nasofaring
Orofaring
Laringofaring
Laring
Trachea
Percabangan bronchial
Bronkhiolus
Sel epitel batang, dan berlapis semu
Sel epitel batang berlapis semu
Sel epitel pipih berlapis
Sel epitel pipih berlapis
Sel epitel batang, sersilia, dan berlapis semu
Sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu
Sel epitel batang, sersilia, dan berlapis semu
Sel epitel kuboidal, pipih dengan sedikit silia
Lamina propia merupakan jaringan konektif yang terletak diantara
sel epitel dengan kartilago. Lamina propia biasanya terdiri atas sekumpulan
serat otot polos yang tersebar dibawah epitel. Dibeberapa bagian ertentu,
lamina propia mengalami modifikasi menjadi bentuk seperti pita tebal yang
mengelilingi lumen. Lamina propia juga kaya akan pembuluh darah arteri,
vena dan kapiler lainnya yang membawa zat gizi dan air menuju kesel
sekretori. Lamina propia pada nasal konka juga mengandung banyak
pembuluh darah vena. Banyaknya pembuluh darah vena membuat udara
yang masuk melalui rongga hidung dapat dengan segera dihangatkan dan
dilembabkan (Muttaqin, 2008).
11
2.1.2 Fisiologi Sistem Pernapasan
Fungsi dasar pernapasan (Muttaqin, 2008) adalah:
1. Tempat terjadinya pertukaran gas dari atmosfer dengan sirkulasi darah.
2. Memindahkan udara dari dan kepermukaan paru.
3. Melindungi dan menjaga mukosa pernapasan dari dehidrasi, perubahan
suhu, atau variasi lingkungan sekitar,serta mempertahankan
permukaan mukosa lainnya dari invasi bakteri pathogen.
4. Memproduksi bunyi atau suara untuk berbicara, bernyanyi, dan
kegiatan komunikasi verbal lainnya.
5. Menyediakan sensasi penciuman untuk dikirim kesistem saraf pusat
dari epithelium saraf olfaktorius dibagian superior rongga hidung.
6. Secara tidak langsung, kapiler paru turut membantu regulasi volume
dan tekanan darah melalui kompresi angiotensin I ke angiotensin II.
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh
terdapat tiga tahapan (Alimul, 2006), yakni:
1. Ventilasi
Merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer ke dalam
alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Pengaruh proses ventilasi adalah
komplians (complience) dan recoil yaitu kemampuan paru untuk
berkembang yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya
surfaktan (terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar tidak kolaps) dan
gangguan toraks atau keadaan paru sendiri. Recoil adalah kemampuan
mengeluarkan CO2 atau kontraksi atau menyempitkan paru. Proses
ventilasi dipengaruhi oleh medula oblongata (sebagai pusat
pernapasan) dan pons. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat
dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila pCO2 kurang dari
atau sama dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat
pernapasan.
2. Difusi Gas
Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler paru dan
CO2 kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
luasnya permukaan paru, tebal membran respirasi/ permeabilitas,
12
perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 dan afinitas gas (kemampuan
menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Dalam proses ini, O2 berikatan dengan Hb
membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (30%).
Kemudian CO2 berikatan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%) dan larut dalam plasma (5%) dan sebagian HCO3 dalam darah
(60%). Transportasi dipengaruhi oleh curah jantung, kondisi pembuluh
darah, latihan/ olahraga, hematokrit, eritrosit, dan Hb.
2.1.3 Sistem Pernapasan Saat Lahir
Sistem pernapasan pada saat lahir, khususnya jumlah bronkiolus
dan alveoli belum lengakap dan akan meningkat sampau masa pubertas.
Saat lahir memiliki sedikit otot polos hingga usia 4-5 bulan otot cukup imtul
mekanisme respons terhadap adanya alergen. Pada usia 1 tahun
kemampuan menghadapi respon alergi mulai baik seperti dewasa. Ketika
pernapasan, bradikinin menurunkan tahanan vaskuler dan aliran paru
meningkat agar alveoli dapat berkembang. Pada umumnya, masa bayi
sering terjadi gangguan pernapasan karena bayi bernapas dari hidung dan
obstruksi saluran napas dapat terjadi kecuali saluran nasalnya utuh dan
diberikan napas buatan, karena iga neonatus hampir horisontal dan laring
bayi terletak dekat kepala dibandingkan dengan kehidupan selanjutnya.
Sehingga refleks laringeal sangat aktif dan epiglotis lebih panjang, karena
glotik terletak di vertebra servikalis 3 dan 4 (Saccharin, 1986 dalam Alimul,
2006).
2.2 Gangguan Sistem Respirasi pada Anak
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab
kesakitan dan kematian pada anak, terutama pada bayi, karena saluran
napasnya masih sempit dan daya tahan masih rendah. Gangguan
pernapasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan
organik, trauma, alergi, infeksi, dan lain-lain. Gangguan dapat terjadi sejak
bayi baru lahir. Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh infeksi, seperti
13
ISPA, pneumonia, bronkitis, faringitis, dan sebagainya. Sedangkan yang
diakibatkan oleh alergi seperti rinitis alergi dan asma (Ngastiyah, 2005). Anak
yang mengalami atau menderita penyakit kronis pada saluran pernapasan,
seperti asma kronis, dapat mengakibatkan gangguan pada tumbuh kembang
dan pendidikan anak, serta anak juga dapat menderita stres yang
berkepanjangan akibat dari penyakitnya.
2.3 Konsep Penyakit Asma
2.3.1 Definisi
Asthma disebut juga sebagai reactive airway disease (RAD),
merupakan penyakit obstruksi pada jalan napas reversibel, yang biasanya
ditandai dengan spasme pada bronkus, inflamasi, dan peningkatan
responsi jalan napas terhadap stimulan (Suriadi & Yuliani, 2001).
Asma adalah suatu penyakit radang pada jalan napas kronik yang
ditandai dengan berbagai obstruksi pada jalan napas yang bersifat
reversibel, hiperresponsif jalan napas, dan peradangan pada bronkus
(Brough et al, 2008).
Asma ialah penyakit paru dengan ciri khas saluran napas sangat
mudah bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan
manifestasi berupa serangan asma (sesak napas ekspiratoir yang
paroksismal berulang-ulang dengan mengi dan batuk akibat bronkospasme,
inflamasi mukosa bronkus, dan produksi lendir kental yang berlebihan
(Ngastiyah, 2005).
2.3.2 Etiologi
Penyebab asma sebenarnya masih belum jelas. Diduga karena
adanya reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus, dengan sebab yang
belum jelas. Selain itu adanya hambatan dari sebagian sistem adrenergik,
kurangnya enzim adenisiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatis,
sehingga memudahkan kelebihan tonus parasimpatis akibat rangsangan
yang berefek pada spasme bronkus (Ngastiyah, 2005). Pada faktor genetik,
dengan riwayat keluarga yang asma atau atopi terjadi kecenderungan
Limfosit T yang mendorong produksi IgE bila terpajan dengan alergen
(Brough et al, 2008).
14
Berikut ini faktor pencetus terjadinya serangan asma menurut
Ngastiyah (2005), diantaranya:
1. Alergen
Bayi dan anak kecil sering dihubungkan dengan isi dari debu rumah,
misalnya tungau, bulu binatang, spora jamur yang ada di rumah, atau
makanan. Semakin bertambahnya usia, semakin banyak jenis alergen
pencetusnya.
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak. Seperti virus
respiratory syncytial virus (RSV) dan parainfluenza, atau bakteri
pertusis, streptokokus, jamur, aspergillus, dan parasit seperti askaris.
Selain itu, infeksi virus pada sinus (sinusitis akut maupun kronis), serta
rinitis alergi.
3. Iritan
Hairspray, minyak wangi, obat semprot nyamuk, asap rokok, bau tajam
dari cat, SO2, dan polutan udara lainnya, iritasi hidung serta batuk
sendiri dapat menimbulkan efek konstriksi pada bronkus.
4. Cuaca
Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin, dan kelembaban udara.
5. Kegiatan jasmani
Adanya kegiatan jasmani yang berat, seperti berlari, naik sepeda,
tertawa atau menangis berlebihan.
6. Faktor psikis
Tidak adanya perhatian dan atau tidak mau mengakui persoalan yang
berhubungan dengan asma oleh anak sendiri/keluarganya akan
menggagalkan usaha pencegahan. Ataupun sebaliknya, bila terlalu
takut terhadap serangan atau hari depan anak, juga akan memperberat
serangan asma.
7. Refluks gastrointestinal (Mansjoer, 2000)
15
2.3.3 Faktor Resiko
Kondisi atau faktor-faktor dibawah ini dapat dihubungan dengan
asma (Brough et al, 2008), seperti:
1. Eksema
2. Rinitis alergi
3. Riwayat keluarga atopi
4. CLD (Chronic Lung Disease) akibat prematuritas
5. Hiperreaktivitas sebelumnya
6. Bayi kurang bulan
7. Hipotesis “hygiene”, pemajanan produk-produk mikroba pada masa
bayi membantu memindahkan hiperreaktivitas sel mast.
16
2.3.4 Patofisiologi dan Pohon Masalah Pajanan faktor pencetus
(alergen, infeksi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani, psikis, refluks gastrointestinal)
Mempengaruhi sistem imun oleh makrofag
Aktivasi sel CD4 (T helper)
Produksi sitokin-sitokin (IL-2, interferon, IL-4, IL-5, IL-8)
IL-5 dan IL-8
Kemotaksis dan aktivasi eosinofil dan neutrofil
Aktivasi sel inflamasi (limfosit B, PMN, eosinofil, makrofag)
Sel B menghasilkan IgE yang melekat ke reseptor pada sel mast
Degranulasi sel mast
Melepas mediator peradangan
(histamin, leukotrien, prostaglandin, sel kemotaktans, bradikinin)
Inflamasi jalan napas berat
Bronkokonstriksi, sekresi mukus berlebih, edema bronkus
Obstruksi jalan napas
Mengubah fungsi reseptor muskarinik
Peningkatan kadar asetilkolin
Kontraksi otot polos bronkus dan
sekresi mukus
Ketidakefektifan bersihan jalan napas
17
Inflamasi jalan napas berat
Tidak ditangani dengan
baik
Deskuamasi epitel dan fibrosis jangka panjang
Meningkatnya
hiperresponsivitas bronkus
Timbulnya jaringan parut pada jalan napas
Obstruksi jalan napas permanen (remodeling
jalan napas)
Perut berkontraksi kuat mendorong diafragma
Gaster ikut tertekan
Mengiritasi nervus vagal
Bronkokonstriksi, sekresi mukus berlebih, edema
bronkus
Merangsang refleks batuk
Batuk berlebih
Penekanan pada pleura
Nyeri pleuritik
Nyeri akut
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
Perubahan metabolisme aerob
menjadi anaerob
Energi yang dihasilkan menurun
Kelemahan
Intoleran aktivitas
Obstruksi jalan napas
Peningkatan tahanan jalan napas
Hiperinflasi
Peningkatan ruang hampa
Hipoventilasi alveolar
Hipoksemia
Suplai O2 ke jaringan
menurun
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Peningkatan frekuensi napas
Perangsangan sistem
aktivasi retikular
Penurunan komplians paru
Udara terperangkap
Udara diserap oleh darah
Jaringan paru yang lentur akan kolaps
Atelektasis
Gangguan pertukaran gas
Hiperkapnea
Kompensasi bernapas cepat dan dalam
Dispneu yang memberat
PCO2 sangat tinggi
Perubahan status kesehatan
Hospitalisasi pada
anak
Kurang informasi tentang penyakit,
prognosis dan kebutuhan
pengobatan
Kurang pengetahuan (ortu)
Ansietas
18
Mengiritasi nervus vagal
Merangsang pusat mual
Mual
Mual dan atau muntah
Penurunan nafsu makan
Anoreksia
Intake tidak adekuat
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Perangsangan sistem aktivasi retikular
Terjaga
Susah tidur
Insomnia
PCO2 sangat tinggi
Menekan pernapasan
Distres pernapasan
Resiko tinggi kematian
Obstruksi jalan napas permanen (remodeling
jalan napas)
Penyakit kronis
Resiko keterlambatan perkembangan
Resiko pertumbuhan tidak proporsional
19
2.3.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi asma umum yang timbul pada anak menurut Suriadi &
Yuliani (2001) yaitu:
1. Wheezing
2. Dispnea dengan lama ekspirasi, penggunaan otot-otot aksesori
pernapasan, cuping hidung, retraksi dada, dan stridor.
3. Batuk kering (non produktif) karena sekret yang kental dan lumen jalan
napas yang sempit.
4. Takipnea, ortopnea
5. Gelisah
6. Diaforesis
7. Nyeri abdomen akibat terlibatnya otot abdomen dalam pernapasan
8. Fatigue
9. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, bermain, berjalan, bahkan
bicara.
10. Kecemasan, labil, dan perubahan tingkat kesadaran
11. Barrel chest
12. Serangan yang tiba-tiba atau berangsur-angsur
Apabila berdasarkan serangan dan umurnya, Ngastiyah (2005)
membagi gejala asma pada anak menjadi:
1. Asma episodik yang jarang
Biasanya terjadi pada anak usia 3–8 tahun. Serangan dicetuskan oleh
infeksi virus saluran napas bagian atas. Umumnya serangan sekitar 3-4
kali dalam setahun dengan lama serangan beberapa hari dan jarang
merupakan serangan yang berat. Gejala yang muncul menonjol pada
malam hari. Mengi dapat berlangsung kurang dari 4 hari, namun batuk-
batuknya dapat berlangsung 10-14 hari. Pada asma ini tumbuh
kembang anak biasanya baik. Termasuk 70-75% dari populasi asma
anak.
2. Asma episodik sering
Dua pertiga golongan asma ini pertama terjadi sebelum usia 3 tahun.
Permulaan serangan berhubungan dengan infeksi saluran napas akut.
Sedangkan pada usia 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi
yang jelas. Biasanya orang tua menghubungkan dengan adanya
20
perubahan udara, alergen, aktivitas fisik, dan stres. Frekuensi serangan
3-4 kali dalam setahun dengan lama serangan bebrapa hari sampai
minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada usia 8-13 tahun.
Umumnya gejala paling jelek pada malam hari dengan batuk dan mengi
yang mengganggu tidur anak. Gangguan perkembangan jarang terjadi.
Termasuk 20% dari populasi asma anak.
3. Asma kronik atau persisten
Sekitar 25% anak pada kasus ini serangan pertama terjadi pada usia
sebelum 6 bulan dan 75% sebelum usia 3 bulan. Lebih dari 50% anak
terdapat mengi yang lama pada 2 tahun pertama dan sisanya serangan
episodik. Pada usia 5-6 tahun akan lebih jelas terjadinya obstruksi
saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi setiap
hari, sedangkan malam harinya terganggu oleh batuk dan mengi.
Aktivitas fisik dapat menyebabkan mengi. Terjadi serangan yang berat
dan butuh perawatan dirumah sakit.Puncak obstruksi jalan napas
terjadi pada usia 8-14 tahun, kemudian mengalami perubahan yang
umumnya membaik. Pada asma kronik dapat terjadi perubahan bentuk
dada seperti pigeon chest dan barrel chest. Dapat terjadi gangguan
pertumbuhan yakni bertubuh kecil. Kemampuan fisik kurang sekali,
sering tidak dapat berolahraga dan kegiatan fisik lainnya, sering tidak
masuk sekolah, dan sebagian kecil ada yang mengalami gangguan
psikososial.
2.3.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada anak dengan
asma menurut Suriadi & Yuliani (2001) dan Ngastiyah (2005), diantaranya:
1. Foto rontgen, diperlukan untuk menyingkirkan pneumotoraks pada
kasus yang berat. Pada asma yang telah kronis akan ditemukan
gambaran foto hiperinflasi atau atelektasis.
2. Pemeriksaan fungsi paru, menurunnya volume tidal, kapasitas vital,
eosinofil biasanya meningkat di dalam darah dan sputum.
3. Pemeriksaan alergi (RAST; radioallergosorbent test).
4. Analisa gas darah.
21
5. Peak flow meter, dengan cara anak disuruh meniup flow meter
beberapa kali (sebelumnya menarik napas dalam melalui mulut
kemudian menghembuskan dengan kuat) dan catat hasil terbaik.
2.3.7 Penatalaksanaan
Serangan asma pada anak harus ditangani dengan cepat dan tepat.
Berikut ini tujuan penatalaksanaan asma berdasarkan Pedoman
Pengendalian Penyakit Asma Depkes RI Tahun 2009:
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma,
2. Mencegah eksaserbasi akut,
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin,
4. Mengupayakan aktivitas normal termasuk latihan fisik,
5. Menghindari efek samping obat,
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation)
ireversibel,
7. Mencegah kematian karena asma,
8. Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesuai
potensi genetiknya.
Pada prinsip penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2,
yaitu penatalaksanaan serangan akut dan penatalaksanaan jangka
panjang (Depkes RI, 2009). Berikut ini penatalaksanaan asma pada anak:
1. Penatalaksanaan serangan akut
Penatalaksanaan sebaiknya dilakukan oleh anak atau keluarganya
dirumah (lihat Bagan 2.1) dan apabila tidak ada perbaikan segera ke
fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan asma harus secepat
mungkin. Pada serangan asma obat-obatan yang digunakan adalah
bronkodilator (beta 2 agonis kerja cepat dan ipatropium bromida) atau
kortikosteroid sistemik. Pada serangan yang ringan hanya digunakan
beta 2 agonis kerja cepat dalam bentuk inhalasi. Bila tidak
memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Apabila anak dibawa
ke pelayanan kesehatan (klinik/ gawat darurat) dapat mengacu pada
tatalaksana pada Bagan 2.2.
22
Bagan 2.1 Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah
Penilaian berat serangan
Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah
APE, 80% nilai terbaik/prediksi
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau bronkodilator oral
Respon baik
Gejala (batuk/berdahak/sesak/mengi) membaik
Perbaikan dengan agonis beta-2 & bertahan
selama 4 jam, APE 80% nilai terbaik/prediksi
Respon buruk
Gejala menetap atau
bertambah berat
APE < 60% nilai
terbaik/prediksi
1. Tambahkan kortiko
steroid oral
2. Agonis beta-2 diulang
Lanjutkan agonis beta-2 inhalasi setiap 3-4 jam
untuk 24-48 jam
Alternatif : bronkodilator oral setiap 6-8 jam
Steroid inhalasi diteruskan dengan dosis tinggi
(bila sedang menggunakan steroid inhalasi)
selama 2 minggu, kemudian kembali ke dosis
sebelumnya.
Segera
Ke Dokter/ IGD/ RS Hubungi dokter untuk istruksi selanjutnya
Sumber : PDPI, Asma. Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004 dalam Depkes RI, 2009
23
Bagan 2.2 Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak
Klinik / IGD
Nilai derajat serangan
Tatalaksana awal
1. Nebulisasi beta agonis 1-3x, selang 20 menit 2. Nebulisasi ketiga + antikolinergik 3. Jika serangan berat, nebulisasi 1 x (+antikolonergik)
Serangan ringan (nebulisasi 1-3x, respon
baik, gejala hilang) 1. Observasi 2 jam 2. Jika efek bertahan,
boleh pulang 3. Jika gejala timbul
lagi, perlakukan sebagai serangan sedang
Serangan sedang (nebulisasi 1-3x, respon
parsial) 1. Berikan oksigen 2. Nilai kembali
derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari/ observasi
3. Pasang jalur parenteral
Serangan berat (nebulisasi 3x, respon buruk) 1. Sejak awal berikan O2
saat/ diluar nebulisasi 2. Pasang jalur parenteral 3. Nilai ulang klinisnya, jika
sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang Rawat Inap
4. Foto rontgen toraks
Boleh pulang: 1. Bekali obat beta-
agonis (hirupan/ oral) 2. Jika sudah ada obat
pengendali, teruskan 3. Jika infeksi virus
sebagai pencetus, dapat dibberi steroid oral
4. Dalam 24-48 jam kontrol ke klinik rawat jalan, untuk reevaluasi
Ruang rawat sehari/ observasi: 1. Oksigen teruskan 2. Berikan steroid oral 3. Nebulisasi tiap 2
jam 4. Bila dalam 12 jam
perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi jika klinis tetap belum membaik atau memburuk, alih rawat ke Ruang Rawat Inap
Ruang Rawat Inap: 1. Oksigen teruskan 2. Atasi dehidrasi dan
asidosisnya jika ada 3. Steroid IV tiap 6-8 jam 4. Nebulisasi tiap 1-2 jam 5. Aminofilin IV awal,
lanjutkan rumatan 6. Jika membaik dalam 4-
6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
7. Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
8. Jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih ke Rawat Inap Intensif
24
Catatan Bagan 2.2:
(1) Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung
dengan beta-agonis + antikolinergik
(2) Bila terdapat tanda ancaman bahaya henti napas segera ke Ruang Rawat
Intensif
(3) Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
(4) Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan
sejak awal, termasuk saat nebulisasi
2. Penatalaksanaan jangka panjang
Prinsip penatalaksanaan jangka panjang adalah:
1) Edukasi
(1) Kapan pasien berobat/ mencari pertolongan
(2) Mengenali gejala serangan asma secara dini
(3) Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara dan
waktu penggunaannya
(4) Mengenali dan menghindari faktor pencetus
(5) Kontrol teratur
2) Obat asma (pengontrol dan pelega)
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol (anti inflamasi)
antara lain:
(1) Inhalasi kortikosteroid
(2) Beta 2 agonis kerja panjang
(3) Antileukotrien
(4) Teofilin lepas lambat
Sedangkan obat pelega (bronkodilator) yang digunakan antara lain:
(1) Beta 2 agonis kerja cepat
(2) Antikolinergik
(3) Metilsantin
(4) Kortikosteroid sistemik
3) Menjaga kebugaran
Agar prinsip pengobatan dapat dievaluasi dan mencapai hasil yang
maksimal, perlu diikuti alur penatalaksanaan asma jangka panjang
25
berdasarkan Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Depkes RI Tahun
2009 yang dapat dilihat pada Bagan 2.3.
Bagan 2.3 Alur Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Asma episodik Jarang Obat pereda : Beta 2 agonis atau teofilin
(hirupan atau oral) bila perlu
P
E
N
G
H
I
N
D
A
R
A
N
3-4 minggu, obat
dosis/minggu :
> 3x
< 3x
Asma episodik sering Tambahkan obat pengendali:
Kortikosteroid hirupan dosis rendah
6-8 minggu, respon:
(-)
(+)
Asma persisten Pertimbangkan alternatif penambahan
salah satu obat :
1. Beta agonis kerja panjang (LABA)
2. Teofilin lepas lambat
3. Antileukotrien
4. Atau dosis kortikosteroid ditingkatkan
(medium)
6-8 minggu, respon:
(-)
(+)
Kortikosteroid dosis medium ditambahkan
salah satu obat:
1. Beta agonis kerja panjang (LABA)
2. Teofilin lepas lambat
3. Antileukotrien
4. Atau dosis kortikosteroid ditingkatkan
(tinggi)
6-8 minggu, respon:
(-)
(+)
Obat diganti kortikosteroid oral
Sumber : Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Depkes RI Tahun 2009
26
2.3.8 Komplikasi
Apabila asma pada anak tidak ditangani dengan baik dapat
menimbulkan berbagai komplikasi. Berikut ini komplikasi yang dapat terjadi
pada anak yang menderita asma (Suriadi&Yuliani, 2001 dan Brough et al,
2008), yaitu:
1. Retardasi pertumbuhan karena penyakit atau pengobatan dengan
steroid
2. Deformitas dinding dada
3. Infeksi berulang
4. Status asmatikus yang dapat mengancam jiwa.
5. Gangguan keseimbangan asam basa dan gagal napas
6. Chronic persistent bronchitis
7. Bronchiolitis
8. Pneumonia
9. Emphysema
2.3.9 Pencegahan
Mengingat berbagai bahaya yang dapat disebabkan oleh asma,
penanganan terbaik adalah dengan mencegah serangan asma tersebut
agar serangan tidak terjadi. Serangan asma dapat dicegah dengan
menghindari faktor pencetus dan menggunakan obat-obatan atau tindakan
untuk meredakan atau mengurangi reaksi-reaksi yang akan atau sudah
timbul. Dibawah ini beberapa tindakan menurut Ngastiyah (2005) yang
dapat dilakukan untuk mencegah serangan asma, diantaranya:
1. Menghindari pencetus
(1) Bila pencetusnya berupa debu, kasur tempat tidur sebaiknya
dimasukkan kedalam kantong vinil yang rapat agar debu tidak dapat
masuk atau kapuk tidak keluar. Bisa menggunakan kasur dari busa
yang dibungkus vinil.
(2) Sprei, tirai, selimut dan sarung dicuci sekurang-kurangnya 2 kali
seminggu.
(3) Perabotan rumah dibersihkan dengan lap basah
(4) Lantai dibersihkan dan dipel setiap hari
(5) Sebaiknya tidak menggunakan karpet
27
(6) Lebih baik tidak memelihara hewan
(7) Simpan buku diluar kamar tidur anak
(8) Apabila pencetusnya makanan, hindari jenis makanannya. Bila
belum diketahui, anak jangan makan cokelat, kacang tanah,
makanan yang mengandung pengawet atau pewarna makanan.
(9) Hindati pencetus-pencetus lainnya
2. Kegiatan fisik
Kegiatan fisik tidak dilarang, namun perlu diatur dan diawasi dengan
cara:
(1) Menambah toleransi secara bertahap, menghindari percepatan
gerak secara bertahap.
(2) Bila mulai batuk, segera beristirahat, minum air, dan setelah tidak
batuk, bisa dilanjutkan.
(3) Adakalanya minum obat atau menghirup aerosol terlebih dahulu
sebelum beraktivitas fisik.
3. Obat asma pada anak (pada saat serangan atau pencegahan)
Obat-obatan pencegahan harus terus diberikan walaupun sedang tidak
dalam serangan, seperti bronkodilator dan kortikosteroid sesuai indikasi
dokter.
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan
2.4.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Pengajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu di kaji pada
penyakit status asthmatikus. Serangan asthma pada usia dini
memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopi.
Pendidikan serta suku bangsa perlu juga dikaji untuk mengetahui
adanya pemaparan bahan alergen.
2. Keluhan utama
Salah satu keluhan utama klien adalah sesak napas atau kesulitan
bernapas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan serangan asthma datang mencari pertolongan dengan
keluhan, terutama sesak napas yang hebat dan mendadak kemudian
28
diikuti dengan gejala-gejala lain, seperti Wheezing, Penggunaan otot
bantu pernapasan, Kelelahan, gangguan kesadaran, Sianosis serta
perubahan tekanan darah. Perlu juga dikaji kondisi awal terjadinya
serangan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti infeksi
saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, polip hidung.
Riwayat serangan asthma frekuensi, waktu, alergen-alergen yang
dicurigai sebagai pencetus serangan serta riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asthma.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Pada klien dengan serangan asthma perlu dikaji tentang riwayat
penyakit asthma atau penyakit alergi yang lain pada anggota
keluarganya karena hipersensitifitas pada penyakit asthma ini lebih
ditentukan oleh faktor genetik oleh lingkungan
6. Riwayat psikososial
Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus
bagi serangan asthma baik ganguan itu berasal dari lingkungan rumah,
lingkungan sekitar sampai lingkungan pendidikan.
7. Riwayat kesehatan lingkungan
Alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada, dapat
mengetahui kemungkinan faktor pencetus serangan asthma.
8. Pola fungsi kesehatan
1) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat
Gejala asthma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup
normal sehingga klien dengan asthma harus merubah gaya
hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan
asthma.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi,
dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Serta pada
klien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dipsnea saat makan,
laju metabolisme serta ansietas yang dialami klien.
29
3) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna
bentuk, kosentrasi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam
melaksanakannya.
4) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi
berapa lama klien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami klien. Adanya wheezing, sesak dan
ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat klien.
5) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga,
bekerja dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor
pencetus terjadinya asthma yang disebut dengan Excercise
Induced Asthma. Perlu juga dikaji aktivitas bermain anak.
9. Pemeriksaan fisik
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan
yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan
sianosis batuk dengan lendir lengket dan posisi istirahat klien.
Pengukuran TB, BB, PB, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar
dada.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau
dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan
kusam.
3) Kepala
Dikaji tentang bentuk kepala, simetris adanya penonjolan, riwayat
trauma, adanya keluhan sakit kepala atau pusing, vertigo kelang
ataupun hilang kesadaran.
30
4) Mata
Adanya penurunan ketajaman penglihatan akan menambah stres
yang di rasakan klien. Serta riwayat penyakit mata lainya.
5) Hidung
Adanya pernafasan menggunakan cuping hidung, rinitis alergi dan
fungsi olfaktori.
6) Mulut dan laring
Dikaji adanya perdarahan pada gusi. Gangguan rasa menelan dan
mengunyah, dan sakit pada tenggorok serta sesak atau perubahan
suara.
7) Leher
Dikaji adanya nyeri leher, kaku pada pergerakaan, pembesaran
tiroid serta penggunaan otot-otot pernafasan.
8) Thorak
(1) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekuensi
pernafasan.
(2) Palpasi
Pada palpasi di kaji tentang kesimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
(3) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(4) Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan
bunyi pernafasan dan wheezing.
9) Kardiovaskuler
Jantung di kaji adanya pembesaran jantung atau tidak, bising nafas
dan hiperinflasi suara jantung melemah. Tekanan darah dan nadi
yang meningkat serta adanya pulsus paradoksus.
31
10) Abdomen dan anus
Perlu di kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, serta tanda-tanda infeksi
karena dapat merangsang serangan asthma, frekuensi pernafasan,
serta adanya konstipasi karena dapat nutrisi. Pemeriksaan rektal
11) Urogenitalia
Genetalia eksterna, pengkajian edema, iritasi, lesi, kesimetrisan
skrotum dan testis, meatus uretra.
12) Ekstrimitas
Di kaji adanya edema extremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi
pada extremitas karena dapat merangsang serangan asthma.
10. Refleks
Rooting, menghisap, moro, tonus leher, berjalan atau melangkah,
babinski, mata boneka, memegang atau menggenggam,
11. Riwayat Tumbuh Kembang
Digunakan untuk deteksi dini penyimpangan perkembangan anak yang
berusia kurang dari 6 tahun, namun tidak bisa dilakukan bila anak
dalam kondisi sakit dan dilakukan pada saat anak tidak mengalami
serangan, yang terbagi dalam 4 sektor, diantaranya:
1) Personal social (perilaku sosial)
2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
3) Language (bahasa)
4) Gross motor (gerak motorik kasar)
12. Pengkajian keluarga
Pengkajian anggota keluarga, pola komunikasi, pola interaksi,
pendidikan dan pekerjaan, kebudayaan dan keyakinan, serta fungsi
keluarga dan hubungan.
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
Berikut ini diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus
asma pada anak, diantaranya:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas (berhubungan dengan obstruksi
jalan napas)
2) Gangguan pertukaran gas (berhubungan dengan ventilasi-perfusi
perubahan membran alveolar kapiler: hipoventilasi alveolar)
32
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (berhubungan dengan proses
penyakit: penurunan suplai O2 ke jaringan)
4) Nyeri akut (berhubungan dengan agen cedera: penekanan pleura)
5) Mual (berhubungan dengan iritasi lambung, nyeri, gangguan biokimia,
ansietas)
6) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (berhubungan
dengan faktor psikologis, biologis: penurunan nafsu makan)
7) Intoleran aktivitas (berhubungan dengan kelemahan,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen)
8) Insomnia (berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik: napas pendek,
sesak, nyeri, stres)
9) Ansietas (keluarga berhubungan dengan perubahan status kesehatan
anaknya)
10) Resiko pertumbuhan tidak proporsional (berhubungan dengan faktor
individu: anoreksia, penyakit kronis, malnutrisi)
11) Resiko keterlambatan perkembangan (berhubungan dengan faktor
individual: penyakit kronis, nutrisi yang tidak adekuat)
33
2.4.3 Nursing Care Plan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/ NOC Intervensi/ NIC
1 Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas
Kriteria Hasil :
1. Status jalan napas : patensi jalan
napas
2. Status jalan napas : Ventilasi
Tambahan hasil yang terkait :
1. Respon alergi
2. Level anxietas
3. Management-self asma
4. Cognitive
5. Daya tahan
6. Level fatigue
7. Status neurologic
8. Pasca prosedur pemulihan
9. Status respirasi
10. Status respirasi : pertukaran gas
11. Pengobatan perilaku : sakit atau
injury
12. Tanda – tanda vital
NIC : Airway Management
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan potensi
ventilasi.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan
aktual / potensial penyisipan saluran napas
3. Melakukan terapi fisik dada, yang sesuai
4. Menghilangkan sekresi melalui dorongan batuk
atau suction
5. Menggunakan teknik yang menyenangkan untuk
mendorong pernapasan dalam untuk anak-anak
(misalnya, pukulan dengan gelembung–
gelembung blower; pukulan pada Pinwheel,
peluit, harmonika, balon, blower partai;
menggunakan bola ping-pong, bulu)
6. Menginstruksikan cara batuk yang efektif
7. Membantu dengan spirometer insentif yang
sesuai
34
8. Auskultasi bunyi napas, daerah yang tidak ada
ventilasi berkurang atau tidak ada, dan adanya
suara yang adventif.
9. Mengelola bronkodilator, yang sesuai.
10. Mengajarkan keluarga pasien bagaimana
menggunakan inhaler yang diresepkan, yang
sesuai.
11. Mengelola perawatan aerosol, yang sesuai.
12. Mengelola perawatan nebulizer ultrasonic, yang
sesuai.
13. Mengelola yang udara lembab atau oksigen,
yang sesuai.
14. Mengatur asupan cairan untuk mengoptimalkan
keseimbangan cairan.
15. Posisikan untuk meringankan dyspnea.
16. Pemantauan pernapasan dan status oksigenasi,
yang sesuai.
2 Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam status
nutrisi: intake nutrient pasien adekuat
Nutrition Monitoring
1. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Monitor lingkungan selama makan
35
dengan indikator NOC (Nutritional
Status: Nutrient Intake) bernilai 3-5
pada:
1. intake kalori
2. intake protein
3. intake lemak
4. intake karbohidrat
5. intake vitamn
6. intake mineral
7. intake zat besi
8. intake kalsium
3. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein,
Hb dan kadar Ht
6. Monitor kalori dan intake nutrisi
Nutrition Management
7. Kaji adanya alergi makanan
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
9. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe.
10. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
11. Berikan subtansi gula
12. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
13. Ajarkan klien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
14. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
15. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
36
2.4.4 Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat. Seperti tahap-tahap yang lain dalam proses keperawatan,
fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
1. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
2. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
3. Memberikan asuhan keperawatan
4. Melanjutkan pengumpulan data
2.4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan
klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah :
1. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau
tidak
2. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat
dibuktikan dengan perilaku klien :
1. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan perilaku sesuai dengan
pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
2. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan perilaku,
tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah
ditentukan
3. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali
menunjukkan perilaku yang telah ditentukan
37
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
1. Identitas klien
Nama : An. L
No. RM : 081641642643
Umur : 8 thn
Jenis kelamin : perempuan
Jenis persalinan : spontan
Tanggal lahir : 17 Desember 2001
Alamat : Ambulu
Diagnosa medis : Asma Episodik Sering Serangan Sedang
Tanggal MRS : 20 Juli 2009 Jam : 06.00
Tanggal pengkajian : 20 Juli 2009 Jam : 08.00
2. Identitas orang tua/ penanggung jawab
Nama ibu : Ny. U Nama ayah : Tn. S
Umur : 30 thn Umur : 35 thn
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Pekerjaan : TKW Pekerjaan : TKI
Alamat : Ambulu Alamat : Ambulu
3.1.2 Riwayat kesehatan klien
1. Alasan Masuk Rumah Sakit
Keluarga An. L mengatakan klien mendapat serangan sesak sekitar 4
pagi didahului batuk-batuk, kemudian klien langsung dibawa ke RSUD
Ngulab. Keluarga An. L mengatakan An. L sangat gelisah di rumah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat pengkajian, An. L mengeluh sesak, sesak yang dirasakan
seperti tertindih benda berat, dirasakan terus-menerus, sesak
bertambah bila bergerak dan berkurang bila istirahat. Sesak dirasakan
sejak sekitar pukul 4 pagi, sesak yang dirasakan di seluruh dada.
38
3. Keluhan Utama : sesak
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1) Pre natal
Pemeriksaan : -
TT hamil : -
Kelainan : -
Obat-obatan : -
Lain-lain : -
2) Intra natal
Umur kehamilan : sekitar 9 bulan
BB lahir : 3500 gram
BB lahir : -
Lama kelahiran : -
Cara kelahiran : spotan
Keadaan saat lahir : -
Respirasi spontan/tidak : -
Resusitasi : -
Lain-lain : -
3) Neonatal/postnatal
Apgar score : -
Kejang : -
Perdarahan : -
Kelumpuhan : -
Gangguan eliminasi : -
Lain-lain : -
4) Imunisasi
BCG :
DPT :
Polio : keluarga mengatakan imunisasi lengkap
Campak :
Hepatitis :
DT :
5) Nutrisi
ASI : keluarga An. L mengatakan An. L minum ASI
39
PASI : -
- jenis : -
- lama : -
-jumlah: -
Vitamin : -
Makanan tambahan : -
Lain-lain : -
5. Tumbuh kembang
Tidak ada gangguan
6. Penyakit yang pernah diderita
Keluarga An. L mengatakan An. L pernah menderita sesak nafas pada
usia 2 tahun, pernah masuk RS sekitar 6 kali, terakhir kali masuk RS
sekitar 2 minggu yang lalu, An. L biasanya jika terlalu capek atau udara
dingin mendapat serangan sesak.
7. Riwayat kesehatan lingkungan
Keluarga klien mengatakan tinggal di dekat sawah, rumah cukup bersih
dan setiap malam udara terasa dingin karena terkena dingin dari sawah.
8. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga klien mengatakan jika dari keluarga ibu tidak ada yang
menderita asma, namun tidak tahu bila dari ayah klien.
9. Genogram
40
Keterangan :
: perempuan hidup : garis keturunan
: laki-laki hidup : saudara
: klien : tinggal serumah
: menikah
3.1.3 Kebutuhan dasar anak
1. Nutrisi
Di rumah : biasanya dirumah klien makan makanan seperti tahu,
tempe, tidak mengkonsumsi ikan, susu, buah jarang,
makan 3 kali sehari dengan porsi sedang
Di RS : klien menghabiskan setengah porsi makan yang diberikan.
2. Eliminasi
Di rumah : BAK 6-7 x/hari, BAB 1-2 x/hari, teratur
Di RS : saat pengkajian BAK masih 2 x dan belum BAB
3. Istirahat dan Tidur
Di rumah : klien tidur sekitar 9-10 jam sehari
Di RS : saat pengkajian, klien baru tidur 3 jam
4. Peroral Hygiene
Di rumah : klien mandi 2 x/hari
Di RS : saat pengkajian klien hanya di seka
5. Bermain
Di rumah : keluarga klien mengatakan klien biasanya bermain
dengan teman-temannya
Di RS : klien tidak bermain
3.1.4 Pengkajian fisik
1. Penampilan
Keadaan umum : k/u lemah, agak gelisah
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital : S= 37,5º C, Nadi= 142 x/menit, RR= 49 x/menit
41
2. Antropometri
Lingkar kepala : -
BB : 17 kg
TB : 110 cm
Lila : -
Lida : -
3. Pemeriksaan Fisik
Kepala : simetris, rambut hitam, lurus, agak kusam
UUK/UUB : -
Mata : mata simetris, tidak ikterus, tidak anemis, konjungtiva
merah muda, tidak terdapat luka, mata tidak cowong
Telinga : simetris, tidak terdapat serumen
Hidung : simetris, septumnasi tepat di tengah, terdapat
pernafasan cuping hidung, tidak pilek
Lidah/Bibir : lidah bersih, mukosa bibir agak kering, bibir tampak
sedikit pucat, mulut tampak terbuka sedikit saat
bernafas
Gigi : lengkap, agak kuning
Tenggorokan : tidak terdapat nyeri telan
Tonsil : tidak terdapat pembesaran tonsil
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
pembesaran vena jugularis
Thorax/paru :
Inspeksi : bentuk dada simetris, pergerakan simetris,
terdapat retraksi dada
Palpasi : tidak teraba tonjolan abnormal
Perkusi : sonor
Auskultasi : terdapat suara tambahan wheezing dan ronchi
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavicula
sinistra
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1-S2 tunggal, tidak terdapat suara tambahan
42
Abdomen
Inspeksi : bentuk dada simetris, tampak otot perut berperan
dalam pernafasan
Auskultasi : bising usus normal 8x/menit
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak teraba massa pada abdomen, liver dan lien
Urogenital : Tidak terdapat gangguan
Anus : Tidak terdapat gangguan
Ekstrimitas
Atas : terpasang infuse di tangan kiri
Bawah : tidak terdapat gangguan
Akral hangat, tidak ada cianosis, tidak ada oedem, turgor
dapat kembali < 2 detik
3.1.5 Data psikososial
1. Klien : perkembangan psikososial: klien sekolah kelas 2 SD, klien senang
bermain dengan teman sepermainannya, dan tampak malu bila diajak
bicara.
2. Keluarga : mendukung klien dalam tahap perkembangannya
3.1.6 Data spiritual
1. Klien :biasanya klien di rumah sholat, mengaji. Di RS klien berdoa
untuk kesembuhannya.
2. Keluarga : keluarga berdoa agar cucunya dapat pulang dan sembuh
serta sehat seperti sebelum sakit.
3.1.7 Data penunjang
1. Tes diagnostic
Hasil laboratorium: 20 juli 2009
Hb : 13,7 gr%
Leukosit : 21.900 cmm
- Limfosit : 16,1 %
- Monosit : 13,1 %
- Granulosit 80,8 %
43
Eritrosit : 4,82
Trombosit : 424.000 cmm
Hematokrit : 37,4 %
MCV : 78 fl
MCH : 28,5 gr/dl
MCHC : 36,7 gr/dl
2. Pengobatan/terapi
20 Juli 2009
- Infuse D5 ¼ Ns 500 cc/24 jam
- Infuse D5 ¼ Ns 500 cc + Aminophilin 9 cc = 7 tetes/menit
- Cefotaxime 3x50 mg
- Dexamethasone 3x3,5 mg
- Nebul Ventolin 2 mg + PZ 1 cc 4x1
- Fisioterapi dada
- Termoregulasi
- Injeksi Aminophilin sisa bolus pelan (25 mg)
44
3.2 Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
No Kelompok data Etiologi Masalah
1 DS:
klien mengeluh sesak,
sesak yang dirasakan
seperti tertindih benda
berat, dirasakan terus
menerus, sesak bertambah
bila bergerak dan
berkurang bila istirahat,
sesak dirasakan sejak
sekitar 11 malam, sesak
yang di rasakan seluruh
dada
DO:
- k/u lemah
- terdapat pernafasan
cuping hidung
- terdapat retraksi dada
- terdapat suara nafas
tambahan ronchi dan
wheezing
- S: 37,5º C
- Nadi : 142 x/menit
- RR : 49 x/menit
obstruksi jalan
nafas
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
2 DS:
-dirumah klien makan
makanan seperti tahu,
tempe, tidak
mengkonsumsi ikan, susu,
buah jarang, makan 3 kali
sehari dengan porsi sedang
-klien mengeluh sesak
Faktor biologis
dan psikologis
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan tubuh
45
DO:
- k/u lemah.
- klien menghabiskan
setengah porsi makan
yang diberikan
- nadi : 142 x/menit
- RR : 49 x/menit
- BB=17 kg
- TB=110 cm
- Usia 8 tahun
- IMT= 14,05
46
3.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/ NOC Intervensi/ NIC
1 Ketidakefektifan bersihan jalan
nafas
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam
bersihan jalan napas adekuat dengan
indikator NOC (Status jalan napas :
patensi jalan napas dan Status jalan
napas : Ventilasi) bernilai 3-5 pada:
1. Respon alergi
2. Level anxietas
3. Management-self asma
4. Cognitive
5. Daya tahan
6. Level fatigue
7. Status neurologic
8. Pasca prosedur pemulihan
9. Status respirasi
10. Status respirasi : pertukaran gas
11. Pengobatan perilaku : sakit atau
injury
NIC : Airway Management
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan potensi
ventilasi.
2. Mengidentifikasi pasien yang membutuhkan
aktual / potensial penyisipan saluran napas
3. Melakukan terapi fisik dada, yang sesuai
4. Menghilangkan sekresi melalui dorongan batuk
atau suction
5. Menggunakan teknik yang menyenangkan untuk
mendorong pernapasan dalam untuk anak-anak
(misalnya, pukulan dengan gelembung–
gelembung blower; pukulan pada Pinwheel,
peluit, harmonika, balon, blower partai;
menggunakan bola ping-pong, bulu)
6. Menginstruksikan cara batuk yang efektif
7. Membantu dengan spirometer insentif yang
sesuai
47
12. Tanda – tanda vital 8. Auskultasi bunyi napas, daerah yang tidak ada
ventilasi berkurang atau tidak ada, dan adanya
suara yang adventif.
9. Mengelola bronkodilator, yang sesuai.
10. Mengajarkan keluarga pasien bagaimana
menggunakan inhaler yang diresepkan, yang
sesuai.
11. Mengelola perawatan aerosol, yang sesuai.
12. Mengelola perawatan nebulizer ultrasonic, yang
sesuai.
13. Mengelola yang udara lembab atau oksigen,
yang sesuai.
14. Mengatur asupan cairan untuk mengoptimalkan
keseimbangan cairan.
15. Posisikan untuk meringankan dyspnea.
16. Pemantauan pernapasan dan status oksigenasi,
yang sesuai.
2 Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam status
nutrisi: intake nutrient pasien adekuat
Nutrition Monitoring
16. Monitor adanya penurunan berat badan
17. Monitor lingkungan selama makan
48
dengan indikator NOC (Nutritional
Status: Nutrient Intake) bernilai 3-5
pada:
9. intake kalori
10. intake protein
11. intake lemak
12. intake karbohidrat
13. intake vitamn
14. intake mineral
15. intake zat besi
16. intake kalsium
18. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
19. Monitor turgor kulit
20. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein,
Hb dan kadar Ht
21. Monitor kalori dan intake nutrisi
Nutrition Management
22. Kaji adanya alergi makanan
23. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
24. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake Fe.
25. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
vitamin C
26. Berikan subtansi gula
27. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
28. Ajarkan klien bagaimana membuat catatan
makanan harian.
29. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
30. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
49
3.4 Implementasi
No.
Dx
Tgl/jam Implementasi TTD
I 21/7’09 -07.15
-07.15
-07.30
-07.40
-07.45
-08.00
-08.00
-12.00
1. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan
potensi ventilasi.
R/ klien tampak duduk setengah duduk
2. Mengelola udara yang lembab atau oksigen,
yang sesuai.
R/ klien menolak karena klien mengatakan
sudah tidak sesak lagi
3. Mengelola perawatan nebulizer ventolin 2
mg + 1cc NS
R/ klien kooperatif
4. Menggunakan teknik yang menyenangkan
untuk mendorong pernapasan dalam untuk
anak-anak (misalnya, pukulan dengan
gelembung–gelembung blower; pukulan
pada Pinwheel, peluit, harmonika, balon,
blower partai; menggunakan bola ping-pong,
bulu)
R/ klien kooperatif
5. Menginstruksikan cara batuk yang efektif
R/ klien kooperatif
6. Mengatur asupan cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan cairan.
R/ infus D5 ¼ NS 750cc/24 jam + drip
aminopilin 7 tpm
7. Pemantauan pernapasan dan status
oksigenasi, yang sesuai.
R/ RR= 23x/menit
8. Auskultasi bunyi napas, daerah yang tidak
ada ventilasi berkurang atau tidak ada, dan
adanya suara yang adventif.
50
-12.30
R/ ronchi (-), wheezing (-)
9. Mengelola bronkodilator, yang sesuai.
R/ drip aminopilin 7 tpm
II 21-7-09 -08.00
-08.00
-08.00
-08.15
-08.15
-08.30
-09.00
-12.00
1. Memonitor adanya penurunan berat badan
R/ BB= 17 kg
2. Memonitor lingkungan selama makan
R/ tidak ada barang-barang yang
mengganggu kenyaman saat makan
3. Memonitor turgor kulit
R/ turgor kulit baik
4. Memonitor kalori dan intake nutrisi
R/ intake makan setengah porsi dari
makanan yang diberikan
5. Mengkaji adanya alergi makanan
R/ tidak terdapat alergi makanan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.
R/ diet sesuai kebutuhan klien
7. Memberikan subtansi gula
R/ klien minum air gula
8. Memberikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
R/ penyuluhan tentang nutrisi yang
seimbang
51
3.5 Evaluasi
No. Dx Tanggal/jam Evaluasi TTD
I 20-7-09
Jam 14.00
S: klien mengatakan masih sesak, namun
sudah berkurang
O:
- k/u lemah
- klien tampak lebih tenang
- tidak terdapat pernafasan cuping hidung
- S: 37̊C
- N: 100 x/ menit
- RR: 35 x/menit
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1-9
II 20-7-09
Jam 14.00
S: klien mengatakan makan setengah porsi
makan
O:
- k/u lemah
- klien menghabiskan setengah porsi makan
yang diberikan
- klien mau menambah intake dengan
minum air gula
- mukosa bibir agak kering
- BB=17 kg
- TB=110 cm
- Nadi: 100x/menit
- RR: 35 x/menit
A: masalah belum teratasi
P: pertahankan intervensi 1-8
52
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Asma ialah penyakit paru dengan ciri khas saluran napas sangat mudah
bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi
berupa serangan asma (sesak napas ekspiratoir yang paroksismal berulang-
ulang dengan mengi dan batuk akibat bronkospasme, inflamasi mukosa bronkus,
dan produksi lendir kental yang berlebihan dan diakibatkan oleh berbagai
penyebab dan faktor pencetus. Apabila penyakit ini tidak segera ditangani
dengan baik akan menimbulkan masalah yang sangat serius. Bahkan dapat
terjadi gagal napas dan berakhir kematian. Salah satu hal yang paling penting
adalah mencegah agar tidak terjadi serangan, yaitu dengan menghindari faktor
pencetusnya. Banyak masalah keperawatan yang muncul pada kasus tersebut.
Masalah keperawatan yang timbul dapat diatasi dengan menggunakan disiplin
ilmu yang saling melengkapi, ilmu kedokteran, ilmu keperwatan, bersama ilmu
gizi.
4.2 Saran
Perawat diharapkan mampu meningkatkan perannya dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien anak dengan gangguan respirasi,
khususnya asma. Sehingga dapat mengatasi masalah keperawatan yang timbul
dengan menggunakan trend terbaru, berdasarkan hasil-hasil penelitian yang
sesuai.
53
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. Aziz. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2. Jakarta:
Salemba Medika
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan &
Manajemen Edisi 2, terjemahan. Jakarta: EGC
Brough et al. 2008. Rujukan Cepat Pediatri & Kesehatan Anak, terjemahan.
Jakarta: EGC
Dochtman et al. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition.
Missouri: MOSBY
Doenges et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning, Individualizing, and
Documentating Client Care 3rd Edition. Philadelphia: F.A David Company
Guyton, Arthur C. & Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2010. NANDA International: Diagnosis Keperawatan:
definisi dan klasifikasi 2009-2011, terjemahan. Jakarta: EGC
Indonesia, Departemen Kesehatan Republik. 2009. Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Moorhead et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth Edition.
Missouri: MOSBY
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Suriadi & Yuliani,Rita. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 1. Jakarta:
Sagung Seto