Asma Eksaserbasi Akut
-
Upload
dinda-mutiara -
Category
Documents
-
view
219 -
download
3
description
Transcript of Asma Eksaserbasi Akut
Asma Eksaserbasi Akut pada Orang Dewasa
Raymond Gunawan
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Alamat korespondensi: [email protected]
Pendahuluan
Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1) obstruksi saluran napas yang reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan; 2) inflamasi saluran napas; 3) peningkatan respons
saluran terhadap berbagai rangsangan (hipereaktivitas). Obstruksi saluran napas ini memberikan
gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan sesak napas. Penyempitan saluran napas pada asma
dapat terjadi secara bertahap, perlahan-lahan, bahkan menetap dengan pengobatan tetapi dapat
pula terjadi mendadak, sehingga menimbulkan kesulitan bernapas yang akut. Derajat obstruksi
ditentukan oleh diameter lumen saluran napas, dipengaruhi oleh edema dinding bronkus,
produksi mukus, kontraksi dan hipertrofi otot polos bronkus. Diduga baik obstruksi maupun
peningkatan respons terhadap berbagai rangsangan didasari oleh inflamasi saluran napas.
Anamnesis1
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis terbagi
menjadi dua tipe, yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan langsung kepada
pasien, yang kedua alloanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan kepada pihak keluarga, orang
tua, atau kerabat selain pasien. Yang termasuk didalam alloanamnesis adalah semua keterangan
dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari
pasiennya sendiri.Yang perlu dilakukan pada anamnesis adalah sebagai berikut:
a. Identitas :
Nama lengkap
Umur
Jenis kelamin
Alamat
b. Riwayat penyakit / keluhan :
Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat
Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama
c. Riwayat perjalanan penyakit :
Cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai
dibawa berobat
Pengobatan yang pernah dipakai sebelumnya
Reaksi alergi
Riwayat penyakit pada anggota keluarga
Perkembangan penyakit
d. Hal – hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala :
Lama keluhan
Intensitas keluhan
Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar
Bertambah berat/ berkurang
Upaya yang dilakukan dan hasilnya
Pemeriksaan Fisik1,2
Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan bentuk dada,
menilai frekuensi, sifat dan pola pernafasan.
1. Kelainan dinding dada
Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding dada yaitu parut bekas operasi,
pelebaran vena-vena superfisial akibat bendungan vena, spider nevi, ginekomastia tumor,
luka operasi, retraksi otot-otot interkostal dan lain-lain.
2. Kelainan bentuk dada.
Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral yang lebih besar dari diameter
anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang bisa didapatkan yaitu:
- Dada paralitikum dengan ciri-ciri dada kecil, diameter sagital pendek; sela iga sempit,
iga lebih miring, angulus costae <900, terdapat pasien dengan malnutrisi.
- Dada emfisema (barrel shape) yaitu dada menggembung, diameter anteroposterior
lebih besar dari diameter latero-lateral; tulang punggung melengkung (kifosis),
angulus costae >900, terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK.
- Kifosis dengan ciri-cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah
anterior. Kelainan ini akan terlihat jelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah lateral
pasien.
- Skoliosis cirinya kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah lateral.
Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior.
- Pectus excavatum cirinya dada dengan tulang sternum yang mencekung.
- Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung) cirinya dada dengan tulang sternum
menonjol ke depan.
3. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit. Pernapasan kurang dari 14 kali per
menit disebut bradipneu, misalnya akibat pemakaian obat-obat narkotik, kelainan
serebral. Pernapasan lebih dari 20 kali per menit disebut takipneu, misalnya pada
pneumonia, anksietas, asidosis.
4. Jenis pernapasan
- Torakal misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis umum.
- Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut.
- Kombinasi (jenis pernapasan ini terbanyak). Pada perempuan sehat umumnya
pernapasan torakal lebih dominan dan disebut torako-abdominal. Sedangkan pada
laki-laki sehat, pernapasan abdominal lebih dominan dan disebut abdomino-torakal.
Keadaan ini disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan berbeda dari laki-
laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu pernapasan misalnya
pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK. Di samping itu adakah terlihat
bagian dada yang tertinggal dalam pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukan
adanya gangguan pada daerah tersebut.
- Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti menghembus
sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK) dan pernapasan cuping hidung,
misalnya pada pasien pneumonia.
5. Pola pernapasan
- Pernapasan normal: irama pernapasan yang berlangsung secara teratur ditandai
dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih berganti.
- Takipnea: napas cepat dan dangkal.
- Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.
- Pernapasan cheyne stokes: irama pernapasan yang ditandai dengan adanya periode
apnea (berhentinya gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea
(pernafasan mula-mula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan kemudian
mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat pada pasien dengan
kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi karena terlambatnya reseptor klinis
medula otak terhadap pertukaran gas.
- Pernapasan biot (ataxic breathing): jenis pernapasan yang tidak teratur baik dalam hal
frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pada cedera otak. Bentuk kelainan irama
pernapasan tersebut, kadang-kadang dapat ditemukan pada orang normal tapi gemuk
(obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini basanya merupakan pertanda yang
kurang baik.
- Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh tarikan napas yang
dalam.
Palpasi
Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
1. Palpasi dalam keadaan statis.
Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada keadaan ini adalah:
- Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang membesar di daerah
supraklavikula dapat memberikan petunjuk adanya proses di daerah paru seperti
kanker paru. Pemeriksaan kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah
submandibula dan kedua aksila.
- Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi mediastinum dapat
ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea dan apeks jantung.
- Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan dengan jari tangan
untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada misalnya tremor, nyeri tekan pada
dinding dada, krepitasi akibat emfisema subkutis, dan lain-lain.
2. Palpasi dalam keadaan dinamis.
Pada keadaan ini dapat dilakukan pemeriksaan unutk menilai ekspansi paru serta
pemeriksaan vokal fremitus.
- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada harus sama-sama
mengembang selama inspirasi biasa maupun dengan inspirasi maksimal.
Berkurangnya gerakan pada salah satu sisi menunjukan adanya kelainan pada sisi
tersebut. untuk menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan
dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris pada masing-
masing tepi iga, sedangkan jari-jari lain menjulur sepanjang sisi lateral lengkung iga.
Kedua ibu jari harus saling berdekatan/hampir bertemu di garis tengah dan sedikit
diangkat ke atas sehingga bergerak bebas saat bernafas. Pada saat pasien menarik
napas dalam keadaan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini memberikan
petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.
- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara meletakkan
kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada, kemudian pasien diminta
menyebut angka 77 atau 99, sehingga getaran suara yang ditimbulkan akan lebih
jelas. Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan secara bertahap tactile
fremitus secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada paru
bagian depan maupun belakang. Pada saat pemeriksaan kedua telapak tangan harus
disilang secara bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini dilaporkan ebagai normal,
melemah, atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada penyakit
empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras terjadi karena adanya
infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada pneumonia, tuberkulosis paru aktif).
Perkusi
Berdasarkan patogenesisnya, bunyi ketokan yang terdengar dapat bermacam-macam yaitu:
- Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak, terdapat pada
paru yang normal
- Hipersonor (hiperresonant): terjadi bila udara dalam paru /dada menjadi jauh lebih
banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang letaknya superfisial,
pneumotoraks, dan bula yang besar
- Redup (dull): bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya adanya
infiltrat/konsolidasi
Dalam keadaan normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.
Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui
sitem trakeobronkial.
Suara napas pokok yang normal terdiri dari:
- Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah di mana fase
inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa diselingi jeda, dengan
perbandingan 3:1. Dapat didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.
- Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi yang sedang di
mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga hampir menyamai fase inspirasi dan
diantaranya kadang-kadang dapat diselingi jeda. Dalam keadaan normal bisa didaptkan
pada dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.
- Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi, di mana fase ekspirasi
menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan diantaranya diselingi jeda. Terjadi
perubahan kualitas suara sehingga terdengar seperti tiupan dalam tabung. Dalam keadaan
normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.
- Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan pada daerah trakea.
- Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang letaknya perifer
dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat didengar pada
hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial tidak akan terdengar karena
getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut tidak dapat dihantarkan ke dinding dada
karena dihambat oleh udara yang terdapat dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya
pneumonia di mana alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau
menghilang. Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan
menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehinggadapat terdengar sebagai suara
napas bronkovesikular (bila hanya sebagian alveoli yang terisi infiltrat) atau bronkial (bila
seluruh alveoli terisi infiltrat).
Suara nafas tambahan terdiri dari:
- Ronki basah (crakels atau rales): suara nafas yang terputus-putus, bersifat nonmusical,
dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang melewati cairan dalam
saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi menjadi ronki basah halus dan kasar
tergantung besarnya bronkus yang terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya
cairan pada bronkiolus, sedangkann yang halus lagi berasal dari alveoli yang disebut
krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama dapat
didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrat
misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema paru).
- Rongki kering: suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi yang relatif
rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit, misalnya
akibat adanya sekret yang kental. Wheezing adalah ronki kering yang frekuensinya tinggi
dan panjang yang biasanya terdengar pada serangan asma.
- Bunyi gesekan pleura (pleural friction rub): terjadi karena pleura parietal dan viseral yang
meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya. Pleura yang meradang akan
menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini terdengar pada akhir inspirasi dan awal
ekspirasi.
- Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila pasien
digoyang-goyangkan. Biasanya didaptkan pada pasien dengan hidropneumotoraks.
- Pneumothorax click: bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat kontraksi
jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara kedua lapisan pleura yang
menyelimuti jantung.3
Pemeriksaan Penunjang4,5
1) Foto Toraks
Untuk penyakit asma tidak tampak adanya kelainan. Keadaan yang parah dalam asma
akan tampak hiperinflasi paru namun tidak menutup kemungkinan muncul pneumothorax
pada fase eksaserbasi. Kemudian apabila paru tampak berbayang mengindikasikan
penumonia. Namun beberapa hal ini bukan merupakan diagnosis dari asma.
2) Tes Fungsi Paru
Pada tes fungsi paru ini menggunakan spirometri didapatkan adanya batasan FEV1,
FEV1/FVC. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan
spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk
menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
3) Skin Tests
Pemeriksaan ini digunakan untuk memeriksa pasien apabila ia memiliki faktor alergen
tertentu yang dihirup lalu digolongkan sebagai positif alergi.
4) Tes gas NO
Benda yang diperiksa adalah seberapa banyak gas NO yang diekspirasi lalu dilihat dari
jumlah eosinofil. Pada asma jumlahnya akan meningkat dan digunakan sebagai mulainya
terapi serta kegunaan lainnya adalah untuk memeriksa khasiat dari obat anti inflamasi
apakah manjur atau tidak.
5) Analisa Gas Darah
Jarang digunakan untuk pemeriksaan awal. Pemeriksaan ini baru digunakan apabila
terapi oksigenasi O2 tidak membaik lebih dari 90%. Tujuan dari AGD adalah untuk
mendeteksi adanya gagal napas aktual.
Working Diagnosis4,5
Asma Eksaserbasi Akut
Penyakit ini terjadi akibat gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, aliran udara yang terbatas bersifat reversible dan
gejala pernapasan akibatnya menjadi bronkokonstriksi dimana proses jalan napas
dihambat oleh sel inflamasi yaitu sel mast, limfosit, neutrofil, dan eosinofil serta mucus
plug. Hal yang dapat menyebabkan penyakit demikian ialah melalui faktor dari luar
berupa debu, udara dingin, dan aktivitas fisik.
Etiologi5
1) Atopi
Faktor penyebab ini merupakan bagian yang mencetuskan asma pada penderita. Proses
terjadinya atopi berhubungan dengan genetik yang mengaktifkan produksi IgE terhadap
faktor alergen. Biasanya peristiwa ini didapat melalui anamnesa tentang riwayat keluarga
yang menderita alergi. Pada penderita atopi ini disertai dengan rhinitis alergi serta
dermatitis atopik (ekzema). Beberapa hal yang digolongkan sebagai penyebab atopik
adalah debu, serta hewan.
2) Faktor predisposisi genetik
Dikatakan bahwa awal mula terjadinya belum begitu jelas sama seperti faktor atopi. Tapi
hal yang mendekati proses terjadinya adalah polimorfik gen terhadap faktor lingkungan
luar.
3) Asma Intrinsik
Penyebab ini bukan tergolong atopi, dan hanya sekitar 10% dari penderita asma yang
memiliki skin test negatif. Pada golongan ini sering ditemukan pada penderita dewasa
yang alergi terhadap obat jenis aspirin dan obat golongan beta bloker 2. Menurut
penelitian, ditemukan produksi IgE akibat enterotoksin dari Staphylococcus
4) Infeksi akibat Virus
Rata-rata penyebab dari asma disebabkan oleh Rhinovirus, virus corona dan respiratory
syncytial virus yang menyerang sel epitel serta saluran pernapasan atas.
Patofisiologi1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal
ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan
pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.
Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1
(Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang
penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru.
Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun
kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar,
sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.
Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah
yang kurang mendapatkan ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma
subklinis. Untuk mengurangi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar
kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan
sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada
serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan saluran napasa dan alveolus
tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini
menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi
peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan
ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik
atau gagal napas. Hiposekmia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan
konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran
darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk
hiperkapni. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-
hal sebagai berikut: 1). Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi, 2). Ketidakseimbangan
ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru, 3).
Gangguan disfungsi gas di tingkat alveoli.
Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan: hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik
pada tahap yang sangat lanjut.
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar
bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap
benda- benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan
cara sebagai berikut: seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk
sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi
alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat
pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi
berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest.
Manifestasi Klinis
Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan pada
waktu serangan tampak penderita bernapas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan
menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernapasan bekerja dengan keras.
Gejala klinis yang khas untuk asma ialah mengi (wheezing), dispnea, dan batuk-batuk
berulang terutama pada malam atau awal pagi hari juga dapat disertai sesak di dada. Untuk
beberapa pasien dapat mengeluarkan sekret berupa mukoid, berwarna putih ataupun purulen
dalam tenggorokan yang bersifat susah dikeluarkan sehingga menghalangi jalur pernapasan.
Selain itu, pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik
seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca
Jika dilihat dari pemeriksaan fisik, ditandai dengan inspirasi serta ekspirasi yang
memanjang serta bunyi ronki yang berasal dari dada.5, 6
Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana terdapat 300 juta
penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak maupun
dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada anak-anak.7
Diagnosa Banding
Bronkiekstasis4 ,8
Bronkiektasis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi dan distorsi bronkus
lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten atau ireversible.
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis antara lain batuk yang
mempunyai ciri batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada
bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi (umumnya jumlahnya banyak terutama pada
pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Jika tidak ada infeksi
sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen,
dapat memberikan bau mulut yang tidak sedap), hemoptisis (50% kasus bronkiektasis,
keluhan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh
darah dan timbul perdarahan), dispnea (sesak napas) disertai wheezing, demam berulang,
sianosis, jari tabuh, kasus yang berat dapat ditemukan tanda-tanda cor pulmonal kronik
maupun payah jantung kanan.
Tingkatan beratnya bronkiektasis dibagai menjadi : (1) ringan; batuk-batuk dan sputum
hijau hanya terjadi sesudah demam, produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan
posisi tubuh, ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal,
foto dada normal. (2) sedang; batuk-batuk produktif terjadi tiap saat (warna hijau dan
jarang mukoid,serta bau mulut busuk), sering ada hemoptisis, pasien tampak shat dan
fungsi paru normal, jarang ada jari tabuh, ada ronki basah kasar pada paru yang terkena,
gambaran foto masih normal. (3) berat; batuk-batuk produktif dengan sputum, banyak
berwarna kotor dan berbau, sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan
nyeri pelura, sering ditemukan jari tabuh. ada dispnea, sianosis, pasien kurang baik, ronki
basah kasar pada daerah yang terkena, gambaran foto penambahan (a) bronchovascular
marking (b) multiple cysts contai-ning fluid levels/honey comb appea-rance. Penyebab
bronkekiatasis tegantung distribusinya : bronkiektasis local terjadi setelah pneumonia
berat atau terjadi distal dari endobronkia (benda asing atau tumor) atau obstruksi
ekstrabronkial ( tuberculosis KGB hilus –sindrom Brock). Bronkiektasis generalisata,
sindrom young 9kelainan mucus) dan defek imun (defisiensi immunoglobulin atau
komplemen, penyakit granulomatosa kronis) menyebabkan infeksi persisten dan
kerusakan dinding bronkus.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis4, 9
Merupakan penyakit yang menimbulkan prevalensi dan angka mortalitas yang tinggi di
Amerika. Faktor risiko dari penyakit ini adalah perokok selain dari polusi udara, faktor
genetik. Biasa disertai dengan gejala lain seperti bronkitis kronis, dan emfisema.
Bronkitis kronis ditandai dengan batuk produktif selama 3 bulan sepanjang 2 tahun
berurutan ditandai dengan menyempitnya jalur nafas dan resistensi saluran udara.
Sedangkan emfisema merupakan pembesaran rongga udara distal ke bronkiolus terminal
disertai dengan dinding kolaps akibat kurangnya elastisitas paru.
Untuk penatalaksanaan penyakit ini dapat diberikan beta 2 agonis yaitu bronkodilator
disertai glukokortikosteroid (40mg prednisolon oral per hari selama 10-14 hari). Lalu
berdasarkan GOLD standar dapat diberikan antibiotik dalam 3 kondisi yaitu peningkatan
sesak napas, peningkatanjumlah sputum, dan peningkatan kekentalan sputum.
Aspergilosis4
Penyakit ini disebabkan oleh jamur aspergillus. Spesies yang sering ditemukan pada
manusia adalah A. fumigatus, kadang A. niger, A. flavus, dan A. clavatus dapat
menimbulkan infeksi.
Cara penularannya adalah jamur dihirup oleh manusia dan melakukan kolonisasi di
bagian mukosa. Jamur ini menembus jaringan hanya bila ada gangguan sistem imun.
Manifestasi klinis dari aspergilosis sangat bervariasi dimulai dari badan yang tidak enak,
demam, sesak, sakit dada, mengi (wheezing), dahak purulen dan batuk darah. Terbagi
menjadi 4 tahap yaitu:
1) Akut: Gejala demam, batuk, sesak, dahak sukar dikeluarkan. IgE dan eosinofil
meninggi. Hasil radiologi: infiltrat paru. Terapi: kortikosteroid
2) Remisi: Tidak terlihat adanya gejala. IgE dan eosinofil menurun. Hasil radiologi:
Resolusi infiltrat paru.
3) Eksaserbasi berulang: Timbul gejala asma. Butuh kortikosteroid jangka panjang. IgE
meninggi dengan hasil radiologi yang tidak menentu.
4) Fibrosis paru: Sesak nafas dan fibrosis paru. Adanya obstruksi reversibel. Hasil
radiologis: fibrosis paru
Gejala klinis lainnya terdapat aspergiloma, aspergilosis invasif serta aspergilosis kronik
nekrotizing.
Untuk aspergiloma, timbul karena adanya kavitas akibat Tuberculosis paru,
bronkiektasis, abses paru dan tumor paru. Klinisnya, batuk darah yang dapat disertai
keluhan lain. Hasil radiologis menunjukkan bayangan radiolusen yaitu fungus ball.
Lalu aspergiloma invasif, apabila jamur dihirup manusia dengan gangguan sistem imun,
maka akan menimbulkan jaringan nekrosis di paru yang menyebar serta jaringan infark.
Ada kemungkinan bahwa jamur ini akan menyebar ke organ lain yaitu sekitar 40%.
Gambaran klinisnya berupa demam, batuk, sesak napas. Dari hasil radiografi pada awal
menunjukkan nodul kecil di dasar pleura dengan suatu “halo sign’.
Yang terakhir adalah aspergillus kronik nekrotizing, merupakan penyakit antara dua
penyakit diatas dimana jamur tumbuh dan berkembang dalam rongga udara abnormal
pada organ paru yang juga tidak normal, kemudian dijumpai lesi berongga pada paru
mirip gambaran tuberkulosis. Secara gambaran klinis, sesak napas, batuk kronik,
berdahak, berat badan menurun, keringat malam, demam dan batuk intermiten.
Penatalakasnaan4, 7
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah menghilangkan obstruksi jalan nafas
dengan segera, mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan
asma,dan memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit
asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti
tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnnya. Pengobatan pada asma eksaserbasi akut terbagi 2, yaitu:
1. Pengobatan farmakologik :
- Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a. Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin
2. Pengobatan non farmakologik:
- Memberikan penyuluhan
- Menghindari faktor pencetus
- Pemberian cairan
- Fisiotherapy
- Beri O2 bila perlu.
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
b. Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam
bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
Pencegahan4
Pencegahan dibagi menjadi 2 kategori :
-Kategori pertama bertujuan untuk mengontrol asma dalam jangka panjang dan biasanya
digunakan setiap hari untuk mencegah timbulnya serangan asma. Obat dalam kategori ini
meliputi kortikosteroid inhaler, kromolin atau nedokromil inhaler, bronkhodilator kerja panjang,
dan teofilin.
-Kategori kedua adalah obat-obat yang berguna untuk menyembuhkan secara cepat gejala asma
yang timbul. Obat tersebut adalah bronkhodilator kerja singkat dan kortikosteroid sistemik.
Ipratropium dapat digunakan bersama dengan bronkhodilator inhaler jika terjadi serangan asma
atau gejala asma memburuk.
Komplikasi10
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
1. Status asmatikus
Status asmatikus merupakan suatu eksasebasi akut dari asma yang tidak beresponsterhadap pengobatan awal dengan bronkodilator
2. Atelektasis
Atelektasis merupakan kondisi paru-paru yang mengerut baik sebagian atau keseluruhan
akibat penyumbatan saluran udara di bronkus atau bronkiolus. Bisa juga disebabkan oleh
pernapasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks
5. Gagal nafas
Prognosis
Asma eksaserbasi akut bila segera diketahui dan mendapatkan penanganan optimal, maka akan
mengurangi frekuensi serangan dan akan meningkatkan kualitas hidup, jadi prognosanya akan
lebih baik.
Kesimpulan
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang masih menjadi masalah kesehatan serius di
seluruh dunia. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan
hambatan jalan napas yang reversible, inflamasi alergi dan hiperesponsif jalan napas. Semua
tingkatan umur dapat mengalami gangguan saluran napas ini dan dapat ditemukan pada negara
maju atau berkembang. Untuk mengetahui diagnosis pasti bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah asma bronchial haruslah kita melakukan berbagai pemeriksaan dari mulai anamnesa,
pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Asma bronkial sendiri dapat diobati dengan
bermacam-macam obat, namun jika tidak diobati asma dapat menimbulkan beberapa komplikasi
serta prognosisnya menjadi buruk jika sudah mengalami komplikasi berat.
Daftar Pusaka
1) Gleadle J.Pengambilan anamnesis. At a glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Penerbit
Erlangga. 2005. Jakarta.
2) Subekti I, Setiyohadi B. Pemeriksaan fisis umum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna
Publishing. 2009. Jakarta.
3) Ward J, Leach R, Wiener C. Asma. Et A Glance system respirasi. ED II. Erlangga.
Jakarta.2008
4) Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi ke-6. Jakarta:
Interna Publishing; 2014.
5) Kasper DL, Fauci AS. Harrison Infectious Disease. 18 th ed. USA: : McGraw Hill;
2012.p.2102,2107-8
6) Isselbacher, Kurt J. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13 volume 5.
Jakarta : EGC ; 2000.
7) Tinjauan pustaka (online). Universitas Sumatera Utara
Diunduh dari repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23277/4/Chapter%20II.pdf 05
Juli 2015
8) McPhee SJ, Ganong WF. Patofisiologi penyakit:pengantar menuju kedokteran klinis. 5th
ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 253-4
9) Maclay JD, Rabinovich RA, MacNee W. Update in chronic obstructive pulmonary disease
2008. Am J Respir Crit Care Med. April 1 2009; 179 (7): 533-41
10) Houghton AR, Gray D. Gejala dan tanda dalam kedokteran klinis pengantar diagnosis
medis. 13th ed. Jakarta: PT Indeks; 2012.h. 117-21.