Askep Tumor Hipofisis
-
Upload
ria-difikarayen -
Category
Documents
-
view
451 -
download
102
description
Transcript of Askep Tumor Hipofisis
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh
manusia, kelenjar ini mnegatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal,
ovarium dan testis, kontrol laktasi, kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan
tumbuh kembang yang linear, dan mengatur osmolalitas dan volume dari cairan
intravascular dengan memelihara resorpsi cairan di ginjal.
Kelenjar hipofisis terletak pada sella turcica, pada konvavitas berbentuk
sadel dari tulang sphenoid. Superior dari kelenjar hipofisis terdapat diaphragma
sella, yang merupakan perluasaan secara transversal dari duramater dimana
tungkai hipofisis menembusnya. Diatas diaphragma ini terletak nervus optikus,
chiasma dan traktus.Pada dinding lateral dari sella terdapat dinding medial dari
sinus kavernosus yang berisi N III, IV, VI, V1,V2 dab A.karotis interna.
Kelenjar hipofisis terdiri dari 2 lobus, lobus anterior dan lobus posterior,
pada lobus anterior kelenjar ini terdapat 5 type sel yang memproduksi 6 hormon
peptida. Sedangkan pada lobus posterior dilepaskan 2 macam hormon peptida.
Sekresi hormon pada adenohipofisis diatur oleh hypothalamus dan oleh umpan
balik negatif dari target organ. Sedangkan pada nuerohipofisis vassopresin (ADH)
dan oxytocin diproduksi oleh hypothalamus lalu dibawa dan ditimbun untuk
akhirnya dilepaskan dri hipofisis. Berbagai faktor dari hypothalamus
mempengaruhi lebih dari satu type sel pada lobus anterior dan mempengaruhi
sekresi lebih dari satu macam hormone lobus anterior, miss TRH akan
merangsang produksi TSH juga merangsang pelepasan prolactin.
Tumor pada kelenjar ini akan memberikan gejala oleh karena adanya efek
masa atau gangguan produksi hormon pada penderitanya. Evaluasi endokrin
diperlukan untuk mengkonfirmasi ada atau tidak adanya suatu endokrinopathy
yang akan menolong menetapkan etiologinya.
2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah tumor hipofisis itu?
1.2.2 Bagaimana epidemiologi tumor hipofisis?
1.2.3 Bagaimana etiologi tumor hipofisis?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi tumor hipofisis?
1.2.5 Bagaimana tanda dan gejala tumor hipofisis?
1.2.6 Bagaiamana komplikasi dan prognosis tumor hipofisis?
1.2.7 Bagaimana pengobatan tumor hipofisis?
1.2.8 Bagaimana pencegahan tumor hipofisis?
1.2.9 Pemeriksaan apakah yang diperlukan untuk penegakan diagnosis tumor
hipofisis?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1.3.1 Untuk mengetahui definisi dari tumor hipofisis;
1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi dari tumor hipofisis;
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi dari tumor hipofisis;
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi dari tumor hipofisis;
1.3.5 Untuk mengetahui tanda dan gejala dari tumor hipofisis;
1.3.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis dari tumor hipofisis;
1.3.7 Untuk mengetahui pengobatan dari tumor hipofisis;
1.3.8 Untuk mengetahui pencegahan dari tumor hipofisis;
1.3.9 Untuk mengetahui pemeriksaan yang diperlukan untuk penegakan
diagnosis dari tumor hipofisis.
3
BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor
atau hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah
satu hormon hipofisis atau lebih.
Hiperpituitary adalah suatu keadaan dimana terjadi sekresi yang
berlebihan satu atau lebih hormon-hormon yang disekresikan oleh kelenjar
pituitary (hipofisis) biasanya berupa hormon-hormon hipofisis anterior.
Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil dari
hipofisis anterior. Tumor-tumor ini menimbulkan nyeri kepala, hemianopsis
bitemporalis (akibat penekanan pada kiasma optikum), dan tanda-tanda gangguan
sekresi hormon hipofisis anterior (Price dan Wilson, 2005).
2.2 Epidemiologi
Sekitar 10% dari seluruh tumor intrakranial merupakan tumor hipofisis,
terutama terdapat pada usia 20-50 tahun, dengan insiden yang seimbang pada laki-
laki dan wanita. Adenoma hipofisis terutama timbul pada lobus anterior hipofisis,
sedangkan pada lobus posterior (neurohipofisis) jarang terjadi. Tumor ini juga
biasanya bersifat jinak (Japardi,2012).
2.3 Etiologi
Penyebab tumor hipofisis masih belum diketahui secara pasti, namun
sebagian besar diperkirakan tumor hipofisis ini merupakan hasil dari perubahan
pada DNA dari satu sel, sehingga menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak
terkendali. Cacat genetik, sindroma neoplasia endokrin multipel tipe I juga dapat
dikaitkan dengan tumor hipofisis. Namun, hal tersebut hanya sebagian kecil dari
penyebab kasus-kasus tumor hipofisis. Selain itu, tumor hipofisis juga dapat
terjadi akibat dari hasil penyebaran (metastasis) dari kanker area organ tubuh yang
4
lain. Kanker payudara pada wanita dan kanker paru-paru pada pria merupakan
kanker yang paling sering diperkirakan dapat menyebar pada kelenjar pituitari.
Kanker lainnya yang menyebar pada kelenjar pituitari adalah kanker ginjal,
kanker prostat, melanoma, dan kanker pencernaan.
Hiperpituitari juga dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau
hipotalamus, penyebabnya meliputi :
1. Adenoma primer, merupakan salah satu jenis sel penghasil hormone,
biasanya sel penghasil GH, ACTH atau prolakter.
2. Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar
TSH terjadi apabila sekresi HT dan kelenjar tiroid menurun atau tidak ada.
(Buku Saku Patofisiologis, Elisabeth, Endah P., 2000).
Disamping itu juga terdapat beberapa klasifikasi pada tumor hipofisis ini,
yaitu:
A. Klasifikasi berdasarkan gambaran patologi (mulai jarang digunakan)
1. Chromophobe, asalnya dianggap sebagai non fungsional, walaupun pada
kenyataannya memproduksi prolactin, GH atau TSH. Perbandingan insiden
antara chromophobe dengan acidophil 4-20:1. Tumor kromofob adalah tumor
non sekretoris yang menekan kelenjar hipofisis, kiasma optikum dan
hipotalamus. Gejala-gejala tumor otak ini adalah depresi fungsi seksual,
hipotiroidisme sekunder, dan hipofungsi adrenal (amenore, impotensi, rambut
rontok, kelemahan, hipotensi, metabolisme basal rendah, hipoglikemi, dan
gangguan elektrolit).
2. Acidophil (eosinophilic), memproduksi prolactin, TSH dan GH yang
menyebabkan acromegaly dan gigantisme. Adenoma eosinofil umumnya
berukuran lebih kecil dan tumbuh lebih lambat daripada tumor kromofob.
Gejalanya adalah akromegali pada orang dewasa (dan gigantisme pada anak-
anak), nyeri kepala, gangguan berkeringat, parestesia, nyeri otot dan hilangya
libido. Gangguan pada lapang pandang (hemianopsia bitemporalis) jarang
terjadi.
3. Basophil, memproduksi LH, FSH, beta lipoprotein dan terutama ACTH yang
5
menyebabkan caushing’s disease. Adenoma basofilik pada umumnya
berukuran kecil. Tumor ini dihubungkan dengan gejala-gejala sindrom
cushing (obesitas, kelemahan otot, atrofi kulit, osteoporosis, pletora,
hipertensi, retensi garam dan air, hipertrikosis, dan diabetes mellitus).
B. Klasifikasi berdasarkan gambaran radiology
1. Grade 0: tumor tidak terlihat secara radiologi
2. Grade I dan II: adenoma yang terbatas dalam sella turcica
3. Grade III dan IV: adenoma yang menginvasi ke jaringan sekitarnya
Berdasarkan penyebaran tumor ke extrasellar maka dibagi lagi dalam
subklasifikasi berikut:
1. A,B,C yaitu penyebaran langsung ke suprasellar
2. D yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus kavernosus
3. E yaitu perluasan secara asimetrik ke sinus intrakranial
C. Klasifikasi berdasarkan hormon yang diproduksinya, tumor pada kelenjar ini
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Adenoma hipofisis non fungsional (tidak memproduksi hormon)
2. Tumor hipofisis fungsional yang terdiri dari:
a. adenoma yang bersekresi prolactin
b. adenoma yang bersekresi growth hormon (GH)
c. adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
d. adenoma yang bersekresiadrenokortikotropik hormon (ACTH)
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda gejala dari tumor hipofisis
1. Nyeri kepala
2. Karena perluasan tumor ke area supra sel, maka akan menekan chiasma
optikum, timbul gangguan lapang pandang bitemporal. Karena serabut
nasal inferior yang terletak pada aspek inferior dari chiasma optik
melayani lapang pandang bagian temporal superior (Wilbrand’s knee),
6
maka yang pertama kali terkena adalah lapang pandang kuadran
bitemporal superior. Selanjutnya kedua pupil akan menjadi atrophi.
3. Jika tumor meluas ke sinus cavernosus maka akan timbul kelumpuhan N
III, IV, VI, V2, V1, berupa ptosis, nyeri wajah, diplopia. Oklusi dari sinue
akan menyebabkan proptosis, chemosis dan penyempitan dari arteria
karotis (oklusi komplit jarang)
4. Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ–organ dalam (seperti
tangan, kaki, jari – jari tangan, lidah, rahang, kardiomegali)
5. Impotensi
6. Visus berkurang
7. Nyeri kepala dan penurunan kesadaran
8. Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas
(ketidaksuburan)
9. Libido seksual menurun
10. Kelemahan otot, kelelahan dan letargi (Hotman Rumahardo, 2000 : 39)
11. Tumor yang besar dan mengenai hipotalamus akan menyebabkan adanya
perubahan yang dapat mengganggu kenyamanan klien, misalnya : suhu
tubuh, nafsu makan dan tidur, serta seringkali kondisi status mentalnya
kurang baik, yaitu tampak mudah emosi.
12. Gangguan penglihatan sampai kebutaan total
Tumor yang tumbuh perlahan akan menyebabkan gangguan fungsi hipofisis
yang progressif dalam beberapa bulan atau beberapa tahun berupa:
a. Hypotiroidism, tidak tahan dingin, myxedema, rambut yang kasar
b. Hypoadrenalism, hipotensi ortostatik, cepat lelah
c. Hypogonadism, amenorrhea (wanita), kehilangan libido dan kesuburan
d. Diabetes insipidus, sangat jarang.
Walaupun gangguan lapang pandang bitemporal dan hypopituitarisme yang
berjalan progresif merupakan gejala klinik yang khas pada tumor ini, kadang-
kadang adenoma hipofisis yang besar memberikan gejala yang akut akibat adanya
perdarahan atau Infark. Tumor intrakranial yang paling sering menimbulkan
perdarahan adalah adenoma hipofisis. Adanya perdarahan yang besar ke dalam
7
tumor hipofisis akan menyebabkan gejala nyeri kepala yang tiba-tiba, penurunan
kesadaran, gangguan penglihatan dan insufisiensi adrenal yang akut. Pasien yang
menderita abcess pada hipofisis akan memberi gejala yang sama disertai demam.
Menurut Wilson sekitar 3% makroedenoma menunjukkan Pituitary apoplexi.
2.5 Patofisiologi
Penyebab tumor hipofisis tidak diketahui. Sebagian besar diduga tumor
hipofisis hasil dari perubahan pada DNA dari satu sel, menyebabkan pertumbuhan
sel yang tidak terkendali. Cacat genetik, sindroma neoplasia endokrin multipel
tipe I dikaitkan dengan tumor hipofisis. Namun, account cacat ini hanya sebagian
kecil dari kasus-kasus tumor hipofisis. Selain itu, tumor hipofisis didapat dari
hasil penyebaran (metastasis) dari kanker situs lain. Kanker payudara pada wanita
dan kanker paru-paru pada pria merupakan kanker yang paling umum untuk
menyebar ke kelenjar pituitari. Kanker lainnya yang menyebar ke kelenjar
pituitari termasuk kanker ginjal, kanker prostat, melanoma, dan kanker
pencernaan.
Penyebab dari tumor belum diketahui. Namun ada bukti kuat yang
menunjukkan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe
tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliputi faktor herediter, kongenital, virus,
toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak
dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan..
Metastase ke otak dari tumor bagian tubuh lain juga dapat terjadi. Karsinoma
metastase lebih sering menuju ke otak dari pada sarkoma. Lokasi utama dari
tumor otak metastase berasal dari paru-paru dan payudara.
Klasifikasi dibedakan berdasarkan hormon yang diproduksi oleh kelenjar
hipofisis dan dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
1. Adenoma hipofisis non fungsional (tidak memproduksi hormon)
2. Tumor ini berkisar sekitar 30% dari seluruh tumor pada hipofisis.
Biasanya muncul pada dekade ke 4 dan ke 5 dari kehidupan, dan biasanya
lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada wanita. Nama lain dari
8
tumor ini yaitu Null cell tumor, Undifferentiated tumor dan non hormon
producing adenoma. Karena tumor ini tidak memproduksi hormon, maka
pada tahap dini seringkali tidak memberikan gejala apa-apa. Sehingga
ketika diagnose ditegakkan umumnya tumor sudah dalam ukuran yang
sangat besar, atau gejala yang timbul karena efek masanya. Tumor
biasanya solid walaupun biasa ditemukan tumor dengan campuran solid
dan kistik
3. Adenoma hipofisis fungsional
4. Adenoma hipofisis fungsional yang terdiri dari :
a. Adenoma yang bersekresi prolaktin
Prolaktinoma (adeno laktotropin) biasanya adalah tumor jinak,
yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala yang khas pada
kondisi ini sangat jelas pada wanita usia reproduktif dan di mana
terjadi tidak menstruasi, galaktorea (sekresi asi spontan yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan), dan infertilitas. Prolactin adalah
sebuah hormon yang diproduksi oleh kelenjar Pituitary di otak, ia
berfungsi menstimulasi pertumbuhan payudara dan produksi air susu
berkenaan di masa kehamilan. Jumlah kadar hormon Prolactin yang
tinggi (dikenal dengan kondisi Hyperprolactinemia), dapat
mengakibatkan menekan produksi hormon Gonadotropin sehingga
dapat menghambat proses ovulasi.
b. Adenoma yang bersekresi growth hormon (GH)
Gejala klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung
pada usia klien pada saat terjadi kondisi ini. Misalnya saja pada klien
prepubertas, dimana lempeng epifise tulang panjang belum menutup,
mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga
mengakibatkan gigantisme. Pada klien post pubertas, adenoma dapat
mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan pembesaran
ekstremitas (jari tangan, kaki), lidah, rahang, dan hidung.organ-organ
dalam juga turut membesar (misalnya kardiomegali).
9
c. Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Hypertiroidism glycoprotein secreting adenoma tidak
memberikan gejala yang spesifik sehubungan dengan hipersekresinya,
sehingga adenoma ini biasanya baru ditemukan sesudah memberikan
efek kompresi pada struktur didekatnya seperti chiasma optikum atau
tangkai hipofisis. Pada keadaan ini kelenjar tiroid akan menandakan
tanda-tanda seperti pada penyakit hipertiroidisme.
d. Adenoma yang bersekresi adrenokortikotropik hormon (ACTH)
Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel ACTH. Kebanyakan
tumor ini adalah mikroadenoma dan secara klinis dikenal dengan tanda
khas penyakit Cushing’s. Sindromcushing disebabkan oleh sekresi
kortisol atau kortikosteron yang berlebihan, kelebihan stimulasi
ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa adenoma
maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan
sindrom cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor
lain yang mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan
tumor hipofisis disebut penyakit cusing. Pada metabolisme lipid,
glukokortikoid (GC) memberikan 2 efek regulasi. Efek yang pertama
adalah redistribusi senyawa lipid dan yang kedua adalah aktivasi
senyawa lipolitik. Dosis tinggi GC seperti yang terjadi pada
hiperkortisisme akan menyebabkan senyawa lipid bergerak menuju
upper trunk dan wajah. Hal ini diperkirakan berkaitan dengan jumlah
pencerap glukosa yang terdapat pada adiposit. Sel lemak yang
memiliki jumlah pencerap GLUT (Glucose transporter) lebih banyak,
akan merespon kadar GC yang tinggi dengan menurunkan absorpsi
glukosa sehingga tidak terjadi penimbunan trigliserida. Sedang sel
dengan pencerap lebih sedikit lebih tidak terpengaruh oleh kadar GC
sehingga lebih responsif terhadap insulin dan menyebabkan
penumpukan glukosa dan trigliserida. Mobilisasi lipid dari tumpukan
glukosa/trigliserida distimulasi oleh hormon adrenalin dengan aktivasi
GC.
10
2.6 Komplikasi dan Prognosis
a. Komplikasi
1. Adenoma akan bermetastasis pada organ lain yang akan menimbulkan kanker
dan organ yang terdekat dapat diserang adalah otak yang mengakibatkan
menjadi tumor ataupun kanker otak.
2. Hypotiroidisme.
3. Hypoadrenalisme.
4. Hypogonadisme.
5. Hyperprolactenemia.
6. Gangguan hipotalamus.
7. Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau
gagal gonadal primer.
8. Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome
ACTH ektopik.
9. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
10. Syndrom parkinson
b. Prognosis
Prognosis tumor hipofisis bervariasi tergantung pada keadaan penderita,
keadaan lain yang menyertai, ukuran tumor serta status fungsional tumor.
2.7 Pengobatan
a. Operasi Tumor Hipofisis
Ada 2 indikasi penting terapi operatif pada kasus tumor hipofisis yaitu untuk
mengurangi efek massa (yang biasanya mempengaruhi fungsi visual) dan
mencoba untuk menyembuhkan gejala hiperfungsi hormonal. Prosedur
operasi yang biasa dipakai sekarang adalah reseksi transfenoid transeptal.
Secara tradisional hal ini dikombinasi dengan insisi sublabial untuk membuka
lapang pandangan operator terhadap sinus sfenoid dan lantai dari sella tursika.
Sekarang ini telah dikenal teknologi endoskopi. Hal ini akan membantu
pendekatan secara endonasal untuk mengurangi waktu penyembuhan pasien
11
pasca operasi dan mengurangi komplikasi rinologi. Dengan pendekatan ini
pasien dapat dipulangkan dalam 24 jam. Secara keseluruhan angka morbiditas
dan mortalitas pada prosedur operasi transfenoid ini sangat rendah. Resiko
bocornya cairan serebrospinal sekitar 3.9%, insidens meningitis 1.5%, resiko
hilangnya pandangan 1.8%, oftalmoplegi,1.4%, dan insufisiensi hipofisis
anterior 17.8%. Resiko lain yang ditakuti berupa trauma arteri karotis sekitar
1.1%.
b. Radioterapi
Radioterapi dilakukan sebagai terapi tambahan pada kasus residu dan
rekurensi adenoma hipofisis. Radioterapi dapat mengontrol tumor dan
menurunkan morbiditas pasien. Akhir-akhir ini radioterapi direkomendasikan
untuk kasus tumor hipofisis dengan hiperproduksi hormonal yang tidak dapat
dikontrol dengan obat-obatan, kasus dengan residu tumor yang masih besar
setelah dilakukan operasi, dan pasien dengan pertumbuhan kembali tumor
dari residu pasca operasi atau kasus rekurensi. Radioterapi diberikan dengan
dosis 45 dan 54 Gy dalam 25 hingga 30 fraksi dari 180 cGy, biasanya 50.4
Gy dalam 28 fraksi. Radioterapi beresiko menginduksi neuropati optik sekitar
kurang dari 2%. Modalitas ini dapat mengontrol tumor selama 10 tahun pada
98% kasus adenoma nonfungsional, 85% kasus adenoma yang mensekresi
GH, 83% kasus prolaktinoma, dan 67% kasus penyakit Cushing. Efek
samping lainnya berupa defisiensi hormonal. Oleh karena itu sangatlah
penting untuk memonitor status endokrin pasien diikuti follow up imajing dan
lapang pandang pasien.
c. Stereotactic radiosurgery
Stereotactic radioseurgery menggunakan beberapa macam alat,
diantaranya gamma knife, liniar accelerators yang dimodifikasi dan proton
dari cyclotron. Saat dilakukan prosedur ini pasien disedasi dengan oral
benzodiazepine.
Untuk tujuan menghambat pertumbuhan tumor digunakan dosis 14 Gy
atau lebih bila batas tumor memungkinkan. Bila tujuannya untuk
mengembalikan fungsi dari endokrin, dosis yang lebih tinggi dapat diberikan
12
yaitu sekitar 25 Gy atau lebih tergantung batas tumor. Untuk mengurangi
kemungkinan terganggunya fungsi pandangan pasca tindakan radiosurgery,
dosis pada sistem visual dibatasi hingga 10 Gy jika memungkinkan.
Komplikasi yang paling umum terjadi pada tindakan ini yaitu disfungsi dari
hipofisis anterior dimana 15% membutuhkan terapi hormonal tambahan.
Sekitar 2% pasien mengalami neuropati saraf kranial seperti defek lapang
pandang dan diplopia. Komplikasi lain berupa nekrosis pada lobus temporal
akibat radiasi. Tindakan ini terbukti efektif pada beberapa kasus. Pada
analisis selama 3 tahun didapatkan angka kesembuhan adenoma hipofisis
fungsional pada 75% kasus. Penelitian lain pada kasus tumor yang lebih kecil
terdapat kesembuhan hormonal pada 90% kasus.
2.8 Pencegahan
a. Perbanyak makan buah-buahan yang mengandung antioksidan seperti
manggis, kurma.
b. Hindari bahan-bahan karsinogenik, misalnya pemakaian minyak goreng yang
berulang-ulang.
c. Jauhi benda dengan kadar radiasi tinggi, karena paparan radiasi dapat memicu
perkembangan sel abnormal.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
a. Kadar prolaktin serum
b. CT – Scan / MRI.
c. Pengukuran lapang pandang.
d. Pemeriksaan hormon.
e. Angiografi.
f. Tes toleransi glukosa.
g. Tes supresi dengan dexamethason.
Adenoma Hipofisis non fungsional:
1) Pada rontgen foto lateral tengkorak terlihat sella turcica membesar, lantai
sella menipisdan membulat seperti balon. Jika pertumbuhan adenomanya
asimetrik maka padalateral foto tengkorak akan menunjukkan double floor.
13
Normal diameter AP darikelenjar hipofisis pada wanita usia 13-35 tahun < 11
masing-masing, sedang pada yanglainnya normal < 9 masing-masing.
2) MRI dan CT scan kepala, dengan MRI gambaran a.carotis dan chiasma
tampak lebih jelas, tetapi untuk gambaran anatomi tulang dari sinus sphenoid
CT scan lebih baik.c. Test stimulasi fungsi endokrin diperlukan untuk
menentukan gangguan fungsi darikelenjar hipofisis.
Adenoma Fungsional
1) Adenoma yang bersekresi Prolaktin
Penilaian kadar serum prolactin, kadar serum lebih dari 150 ng/ml
biasanya berkorelasi dengan adanya prolactinomas. Kadar prolactin antara
25-150 ng/ml terjadi pada adanya kompresi tangkai hipofisis sehingga
pengaruh inhibisi dopamin berkurang, juga pada stalk effect (trauma
hypothalamus, trauma tungkai hipofisis karena operasi).
2) Adenoma yang bersekresi growth hormone
Pengukuran kadar GH tidak bisa dipercaya karena sekresi hormon ini
yang berupa cetusan, walaupun pada keadaan adenoma. Normal kadar basal
Gh <1 ng/ml, pada penderita acromegali bisa meningkat sampai > 5 ng/ml,
walaupun pada penderita biasanya tetap normal. Pengukuran kadar
somatemedin C lebih bisa dipercaya, karenakadarnya yang konstan dan
meningkat pada acromegali. Normal kadarnya 0,67 U/ml, pada acromegali
mebningkat sampai 6,8 U/ml. Dengan GTT kdar GH akan ditekan sampai < 2
ng/ml sesudah pemberian glukosa oral (100 gr), kegagalan penekanan ini
menunjukkan adanya hpersekresi dari GH. Pemberian GRF atau TRH
perdarahan infusakan meningkatkan kadar GH, pada keadaan normal tidak.
Jika hipersekresi telah ditentukan maka pastikan sumbernya dengan MRI, jika
dengan MRI tidak terdapatsesuatu adenoma hipofisis harus dicari sumber
ektopik dari GH.
3) Adenoma yang bersekresi glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Hormon TSH, LH dan FSH masing-masing terdiri dari alpha dan beta
subarakhnoidunit, alpha subarakhnoid unitnya sama untuk ketiga
14
hormon,sedangkan betasubarakhnoid unitnya berbeda. Dengan teknik
immunohistokimia yang spesfik bisa diukur kadar dari alpha subarakhnoid
unit atau kadar alpha dan beta subarakhnoid unit.Pada tumor ini terdapat
peninggian kadar alpha subarakhnoid unit, walaupun padaadenoma non
fungsional 22% kadar alpha subarakhnoid unitnya juga meningkat.
MRIdengan gadolinium, pada pemeriksaan ini tidak bisa dibedakan antara
adenoma yangsatu dengan yang lainnya
4) Adenoma yang bersekresi ACTH
CRH dilepaskan dari hipotalamus dan akan merangsang sekresi
ACTH dari adenihipofisis, ACTH akan meningkatkan produksi dan sekresi
cortisol dari adrenalcortex yang selanjutnya dengan umpan balik negatif akan
menurunkan ACTH. Pada kondisi stres fisik dan metabolik kadar cortisol
meningkat, secara klinik sulit mengukur ACTH, maka cortisol dalam
sirkulasi dan metabolitnya dalam urine digunakan untuk status diagnose dari
keadaan kelebihan adrenal. Cushing’ssyndroma secara klinik mudah dikenal
tapi sulit untuk menentukan etiologinya.
15
BAB 3. PATHWAYS
Kurang energi protein
Faktor Presidposisi: herediter, kongingental, virus, tosik, defisiensi imun
Perubahan pada DNA dari suatu sel
Pertumbuhan sel tidak terkendali
Munculnya tumor
Adanya kanker di organ lain
Metastasis/menyebar
Sel kanker bermetastasis di hipofisis
TUMOR HIPOFISIS
Adenoma fungsionalAdenoma nonfungsional
Penekanan otak oleh tumor
Penekanan chiasma optikum
Gangguan penglihatan
MK: Gg persepsi sensori penglihatan
Mempengaruhi fungsi hipotalamus
Hipertensi
Peningkatan TIK
Nyeri akut
Mual Muntah
Resiko nutrisi kurang
Adenoma prolaktin
Adenoma ACTHAdenoma Glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Adenoma GH
16
Adenoma fungsional
Adenoma prolaktin Adenoma ACTHAdenoma Glikoprotein (TSH, FSH, LH)
Adenoma GH
kadar hormon Prolactin
Hyperprolactinemia
menekan produksi hormon Gonadotropin
Menghambat Ovulasi
Infertilitas
Disfungsi seksual
Hipersekresi GH
pertumbuhan berlebih
Gigantisme & Akromegali
Gg Citra tubuh
Hipersekresi hormon tiroid
Peningkatan metabolisme tubuh
Hormon ACTH
Hormon Glukokortikoid
Sindrom Cushing
Gangguan citra tubuh
17
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN
4.1 Pengkajian
Ruangan :
Tgl. / Jam MRS :
Dx. Medis :
No. Reg. :
TGL/Jam Pengkajian :
1. Biodata
a. Identitas Klien
1. Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien dan untuk
membangun hubungan salling percaya sehingga mempermudah
dalam melakukan askep.
2. Umur
Umur berguna dalam pemberian dosis obat.
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin dalam insidensi kejadian tumor hipofisis seimbang
antara laki-laki dan perempuan.
4. Agama
Untuk mengakaji status spiritual sehingga kebutuhan fisik, psikis dan
spiritual dapat dipenuhi.
5. Pendidikan
Untuk mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait penyakit yang
dideritanya.
6. Pekerjaan
Untuk mengkaji tempat bekerja pasien yang mungkin mempengaruhi
kejadian sakitnya.
7. Alamat
Untuk mengkaji status lingkungan tempat tinggal yang mungkin
mempengaruhi keadaan sakitnya.
Data disamping tujuannya yaitu untuk mempermudah dalam melakukan pengenalan dan pendataan terkait pelayanan yang nantinya akan diberikan kepada pasien.
18
8. Status kawin
9. Tgl masuk
Untuk melihat bagaimana perkembangan status kesehatannya dari
hari ke hari semakin baik atau buruk selama dilakukan perawatan.
10. Tgl pengkajian
Untuk memastikan perkembangan status kesehatan pada saat itu.
11. Diagnosa medik
Mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien.
b. Riwayat Kesehatan
Pengakajian riwayat kesehatan didapatkan melalui anamnesa, baik
dengan pasien maupun dengan keluarga pasien. Riwayat pengkajian
pasien terdiri dari:
1. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluhkan sakit kepala, pandangan kabur yang
disebabkan oleh tekanan pada saraf yang menuju ke mata,
demensia, perasaan mengantuk, nafsu makan berkurang.
2. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami tumor pada
bagian tubuh lain.
3. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit tumor hipofisis
(genogram 3 generasi).
c. Pola-pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Perilaku pasien dalam menjaga kesehatan misalnya saat sakit
pasien memaka obat-obatan yang dibeli di warung, apotik atau
langsung memeriksakan dirinya ke dokter.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
19
Meliputi kebiasaan makan klien dalam sehari terkait keteraturan
pola makan.
3. Pola aktivitas
Px biasanya mengurangi aktivitasnya terkait nyeri yang dirasakan
pada area kepala.
4. Pola persepsi dan kognitif
Persepsi Px tentang penyakit yang diderita dan sejauh mana
pengetahuan Px tentang penyakit dan kesehatannya.
5. Pola tidur dan istirahat
Biasanya Px mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat karena nyeri yang dirasakan di area kepala.
6. Pola persepsi diri
Adanya perasaan cemas, takut dan kekhawatiran atas kondisi
penyakitnya.
7. Mekanisme koping
Perilaku Px dalam menghadapi dan mengatasi masalah yang
dihadapinya terkait penyakit yang diderita.
8. Pola eliminasi muksi dan defekasi
Biasanya pada BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
9. Pola reproduksi dan sexual
Px berstatus menikah atau tidak serta jumlah keturunan yang
dimiliki.
10. Pola hubungan dan peran
Hubungan biasanya tidak mengalami gangguan dalam keluarga,
namun ada pergeseran peran dari sebelum dan saat sakit.
d. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Meliputi keadaan umum klien seperti penurunan tingkat
kesadaran, tanda-tanda fisik seperti lemah.
2. Sistem integumen
20
Kulit teraba nyeri diarea wajah.
3. Sistem neurologi
Pasien mengalami diplopia (penglihatan ganda), ptosis, atropi
pada pupil, nyeri kepala dan pasien tampak meringis.
4. Sistem respirasi
Tidak terdapat gangguan pernafasan.
5. Sistem kardiovakuler
Terdapat gangguan di sistem kardiovaskuler yaitu terjadi
kardiomegali.
6. Sistem perkemihan
Tidak terdapat gangguan pada sistem perkemihan.
7. Sistem pencernaan
Mengalami mual-muntah, nafsu makan turun.
8. Sistem musculoskeletal
Px tampak susah menggerakkan bagian tubuh karena kelemahan
pada otot.
9. Sistem reproduksi
Libido seksual menurun, terjadi perubahan siklus menstruasi
(pada klien wanita), infertilitas (ketidaksuburan).
4.1 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan otak akibat pembesaran tumor
yang ditandai dengan klien mengatakan kepalanya nyeri dan tampak
meringis.
2. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan penekanan
chiasma optikum yang ditandai dengan pasien mengalami diplopia
(penglihatan ganda), ptosis, atropi pada pupil.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pertumbuhan berlebih dan
peningkatan produksi hormon yang ditandai dengan perubahan bentuk tubuh
seperti sindrom chusing, gigantisme, dan akromegali.
21
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra kranial yang ditandai dengan mual-muntah.
5. Disfungsi seksualitas berhubungan dengan penekanan produksi hormon
gonadotropin yang menghambat ovulasi yang ditandai dengan infertilitas,
tidak menstruasi, galaktorea (sekresi asi spontan yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan),.
4.3 Intervensi
1. Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan penekanan otak akibat
pembesaran tumor yang ditandai dengan klien mengatakan kepalanya nyeri
dan tampak meringis.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien
merasa nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil :Tidak ada keluhan nyeri di kepala.
No Intervensi Rasional
1
2
3
4
5
Kaji tingkat nyeri, perhatikan
lokasi, intensitas dan waktu nyeri.
Ajarkan teknik relaksasi
Berikan waktu istirahat yang
cukup.
Observasi adanya tanda-tanda
nyeri non verbal, seperti: ekspresi
wajah.
Kolaborasi, lakukan pemberian
analgesik opiat contohnya
tramadol.
Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan klien.
Untuk mengalihkan rasa nyeri.
Pasien dapat beristirahat dengan
tenang.
Untuk mengidentifikasi
perkembangan atas nyeri yang
dirasakan.
Untuk mengurangi rasa nyeri
22
2. Diagnosa 2 : Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
penekanan clasma optikum yang ditandai dengan pasien mengalami diplopia
(penglihatan ganda), ptosis, atropi pada pupil.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
penglihatan pasien tidak semakin memburuk.
Kriteria Hasil: tidak ada keluhan penglihatan ganda dan penglihatan
membaik.
No Intervensi Rasional
1
2
3
4
Kaji adanya diplopia, gerakan bola
mata dan visus.
Kaji fungsi saraf III, IV, VI, VII
Orientasikan pasien pada
lingkungan sekitar sebagaimana
kebutuhan.
Tutup sumber cahaya yang tidak
penting, gunakan cahaya yang
redup pada malam hari.
1. Dapat mengidentifikasi
penyebab keluhan dan
mengetahui besar tajam
serta lapang pandang
penglihatan klien.
Menentukan adekuatnya
saraf cranial yang
berhubungan dengan
kemampuan pergerakan
mata.
Mengenali lingkungan.
Dapat mengurangi atau
menghilangkan factor-factor
yang memunculkan gejala dan
mengurangi pandangan kilauan
dari lingkungan luar
23
3. Diagnosa 3 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pertumbuhan
berlebih dan peningkatan produksi hormon yang ditandai dengan
perubahan bentuk tubuh seperti sindrom chusing, gigantisme, dan
akromegali.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam, harga diri pasien meningkat.
Kriteria Hasil : pasien menunjukkan adaptasi awal dan merasa tidak malu
dengan perubahan bentuk tubuhnya.
No Intervensi Rasional
1
2
3
4
5
Kaji kondisi pasien mengenai
perubahan bentuk tubuhnya.
Berikan motivasi untuk
meningkatkan harga diri pasien
Ajarkan pasien untuk
menumbuhkan koping positif
Libatkan keluarga memperhatikan
pasien dan mengajak pasien
berinteraksi
Kolaborasi dengan ahli terapi
psikologi
Mengidentifikasi masalah dan untuk
menentukan perencanaan
selanjutnya.
Memberikan rasa semangat pada
pasien untuk menjalankan hidupnya.
Memberikan pasien untuk
penerimaan tentang perubahan
kondisinya yang sekarang.
Menumbuhkan rasa bahwa ada
kepedulian dalam keluarga.
Pendekatan menyeluruh diperlukan
untuk membantu pasien menghadapi
rehabilitasi dan kesehatan.
24
4.4 Implementasi
No Diagnosa Implementasi
1. Nyeri akut
berhubungan dengan
peningkatan tekanan
intra kranial yang
ditandai dengan
klien mengatakan
kepalanya nyeri dan
tampak meringis.
1. Telah dikaji tingkat nyeri, diperhatikan
lokasi, intensitas dan waktu nyeri.
2. Telah diajarkan teknik relaksasi
3. Telah diberikan waktu istirahat yang
cukup.
4. Telah diobservasi adanya tanda-tanda
nyeri non verbal, seperti: ekspresi wajah.
5. Telah dilakukan kolaborasi terkait
pemberian analgesik
2. Gangguan persepsi
sensori penglihatan
berhubungan dengan
penekanan clasma
optikum yang
ditandai dengan
Pasien mengalami
diplopia
(penglihatan ganda),
ptosis, atropi pada
pupil.
1. Telah dikaji adanya diplopia, gerakan
bola mata dan visus.
2. Telah dikaji fungsi saraf III, IV, VI, VII
3. Telah diorientasikan pasien pada
lingkungan sekitar sebagaimana
kebutuhan.
4. Telah dilakukan tindakan untuk menutup
sumber cahaya yang tidak penting,
gunakan cahaya yang redup pada malam
hari.
3. Gangguan citra tubuh
berhubungan dengan
sindrom chusing dan
gigantisme
akromegali yang
ditandai dengan
perubahan bentuk
1. Telah dikaji kondisi pasien mengenai
perubahan bentuk tubuhnya.
2. Telah diberikan motivasi untuk
meningkatkan harga diri pasien
3. Telah diajarkan pasien untuk
menumbuhkan koping positif
4. Telah dilibatkan keluarga memperhatikan
25
tubuh. pasien dan mengajak pasien berinteraksi
5. Telah dikolaborasikan dengan ahli terapi
psikologi
4.5 Evaluasi
Diagnosa 1
S: Pasien mengatakan, “Sus, saya sudah tidak nyeri lagi”
O: 1. Pasien tampak tidak kesakitan
2. Pasien terlihat tenang dan nyaman dengan kondisinya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Diagnosa 2
S: Pasien mengatakan, “sus, penglihatan saya sudah membaik, tidak terlihat
bayangan ganda dan saya merasa lebih nyaman”
O: Pasien tampak tenang dan nyaman dengan kondisinya.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
Diagnosa 3
S: Pasien mengatakan “saya sekarang ingin hidup seperti dulu lagi dan saya
merasa percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain”
O: 1. Pasien terlihat berinteraksi dengan keluarga dan orang sekitarnya
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
26
BAB 5. PENUTUP
Kesimpulan
Kelenjar hipofisis medula kelenjar yang sangat penting bagi tubuh
manusia, kelenjar inimengatur fungsi dari kelenjar tiroid, kelenjar adrenal,
ovarium dan testis, kontrol laktasi, kontraksi uterine sewaktu melahirkan dan
tumbuh kembang yang linear, dan mengatur osmolalitas dan volume dari cairan
intravascular dengan memelihara resorpsi cairan diginjal. Kelenjar hipofisis terdiri
dari 2 lobus, lobus anterior dan lobus posterior, pada lobus anterior kelenjar ini
terdapat 5 tipe sel yang memproduksi 6 hormon peptida. Sedangkan pada lobus
posterior dilepaskan 2 macam hormon peptida. Pituitary tumor, pertumbuhan
abnormal yang berkembang di kelenjar hipofisis di otak, hampir selalu
noncancerous (jinak).
Sebagian besar tumor hipofisis (adenomas) tidak menyebar di luar
tengkorak (nonmetastatic) dan biasanya masih terbatas pada kelenjar pituitari
atau di dekatnya jaringan otak. Pituitary tumor cukup umum dan
seringdidiagnosis melalui scan MRI yang dilakukan untuk alasan lain.
Saran
Saran-saran yang dapat penulis berikan yaitu sebagai berikut.
a. Pada Mahasiswa
Mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan diharapkan dapat
mempelajari lebih lanjut mengenai penyakit Tumor Hipofisis beserta
askepnya sebagai pengetahuan dan bekal ilmu di masa depan
b. Pada Perawat
Perawat diharapkan dapat melakukan perawatan dengan benar dan sesuai
dengan standar operasional prosedur guna untuk memenuhi kebutuhan dan
kesembuhan pasien.
27
DAFTAR PUSTAKA
Fadlillah. 2012. Gangguan pada kelenjar hipofisis. [serial online].
http://www.scribd.com/doc/115618446/MAKALAH-hidrosefalus-
Kelompok-1. [29 september 2013].
Handra, Dwi. 2012. Asuhan keperawatan tumor hipofisis. [serial online].
http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/07/FK.pdf. [29 september
2013].
Iskandar, Japardi. 2012. Tumor kelenjar hipofisis. [serial online].
www.digilib.usu.ac.id. [29 september 2013].
Moyet, Lynda Juall Carpenito. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.