Askep Trauma Mata Tumpul
-
Upload
endraadipermata -
Category
Documents
-
view
69 -
download
4
description
Transcript of Askep Trauma Mata Tumpul
ASKEP TRAUMA MATA TUMPUL
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan
mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata. Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga
sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata (Sidarta, 2005)
2.2 Klasifikasi trauma
1. Trauma Mekanik
a. Trauma Tumpul : Trauma pada mata akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar,
tumpul, keras maupun tidak keras. Taruma tumpul dapat menyebabkan cedera perforasi dan
non perforasi. Trauma tumpul pada mata dapat mengenai organ eksterna (orbita dan
palpebra) atau interna (konjungtiva, kornea, iris atau badan silier, lensa, korpus vitreus, retina
dan nervus optikus (N.II)).
b. Trauma Tajam : Trauma pada mata akibat benda tajam atau benda asing yang masuk ke
mata.
2. Trauma Kimia
a. Trauma Kimia Asam: trauma pada mata akibat substansi yang bersifat asam.
b. Trauma Kimia Basa: trauma pada mata akibat substansi yang bersifat basa.
3. Trauma Fisis
a. Trauma termal: misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.
b. Trauma bahan radioaktif: misalnya sinar radiasi bagi pekerja radiologi.
2.3 Etiologi
Trauma mata dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Trauma tumpul disebabkan akibat benturan mata dengan benda yang relatif besar,
tumpul, keras maupun tidak keras misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
2. Trauma tajam (penetrating injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing yang
masuk ke mata seperti kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan proses
pengelasan, dan peluru.
3. Trauma Khemis disebabkan akibat substansi yang bersifat asam dan alkali yang
masuk ke mata.
Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam dilaboratorium (asam sulfat, asam
hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, asam hidroflorida).
Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, shampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem
perekat.
2.4 Tanda dan Gejala
Adapun manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut:
A. Trauma Tumpul
a. Rongga Orbita : suatu rongga yang terdiri dari bola mata dan 7 ruas tulang yang membentuk
dinding orbita (lakrimal, ethmoid, sfenoid, frontal, maksila, platinum dan zigomatikus.
Jika pada trauma mengenai rongga orbita maka akan terjadi fraktur orbita, kebutaan (jika
mengenai saraf), perdarahan didalam rongga orbita, gangguan gerakan bola mata.
b. Palpebra : Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata,
serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan komea.
Palpebra merupakan alat menutup mata yang berguna untuk melindungi bola mata terhadap
trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mempunyai lapis kulit yang tipis
pada bagian depan sedang di bagian belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut
konjungtiva tarsal.Gangguan penutupan kelopak (lagoftalmos) akan mengakibatkan
keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis.
Jika pada palpebra terjadi trauma tumpul maka akan terjadi hematom, edema palpebra yang
dapat menyebabkan kelopak mata tidak dapat membuka dengan sempurna (ptosis),
kelumpuhan kelopak mata (lagoftalmos/tidak dapat menutup secara sempurna).
c. Konjungtiva : Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
edema, robekan pembuluh darah konjungtiva (perdarahan subkonjungtiva) adalah tanda dan
gejala yang dapat terjadi jika konjungtiva terkena trauma.
d. Kornea : Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput
mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan dan terdiri dari beberapa lapisan. Dipersarafi oleh banyak saraf.
Edema kornea, penglihatan kabur, kornea keruh, erosi/abrasi, laserasi kornea tanpa disertai
tembusnya kornea dengan keluhan nyeri yang sangat, mata berair, fotofobi adalah tanda dan
gejala yang dapat muncul akibat trauma pada kornea.
e. Iris atau badan silier : merupakan bagian dari uvea. Pendarahan uvea dibedakan antara
bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus yang masuk
menembus sklera di temporal dan nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri
siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior, satu pada otot rektus
lateral. Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri
sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah
arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.
hifema (perdarahan bilik mata depan), iridodialisis (iris terlepas dari insersinya) merupakan
tanda patologik jika trauma mengenai iris.
f. Lensa : Lensa merupakan badan yang bening. Secara fisiologik lensa mempunyai sifat
tertentu, yaitu : Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung, jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media
penglihatan, terletak di tempatnya.
Secara patologik jika lensa terkena trauma akan terjadi subluksasi lensa mata (perpindahan
tempat).
g. Korpus vitreus : perdarahan korpus vitreus.
h. Retina : Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran daripada
serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kacadan koroid. Letaknya antara badan
kaca dan koroid.1,2 Bagian anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya
sesuai dengan sumbu penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter
1 - 2 mm yang berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat
bercak mengkilat yang merupakan reflek fovea.
Secara patologik jika retina terkena trauma akan terjadi edema makula retina, ablasio retina,
fotopsia, lapang pandang terganggu dan penurunan tekanan bola mata.
i. Nervus optikus : N.II terlepas atau putus (avulsio) sehingga menimbulkan kebutaan
B. Trauma Tajam
a. Orbita : kebutaan, proptosis (akibat perdarahan intraorbital), perubahan posisi bola mata.
b. Palpebra : ptosis yang permanen (jika mengenai levator apoeurosis)
c. Saluran lakrimal : gangguan sistem eksresi air mata.
d. Konjungtiva : robekan konjungtiva, perdarahan subkonjungtiva.
e. Sklera : pada luka yang agak besar akan terlihat jaringan uvea (iris, badan silier dan koroid
yang berwarna gelap).
f. Kornea, iris, badan silier, lensa, korpus vitreus : laserasi kornea yan g disertai penetrasi
kornea, prolaps jaringan iris, penurunan TIO, adanya luka pada kornea, edema.
g. Koroid dan kornea : luka perforasi cukup luas pada sklera, perdarahan korpus vitreus dan
ablasi retina.
C. Trauma Kimia
Asam
Kekeruhan pada kornea akibat terjadi koagulasi protein epitel kornea
Basa/Alkali Kebutaan Penggumpalan sel kornea atau keratosis Edema kornea Ulkus kornea Tekanan intra ocular akan meninggi
Hipotoni akan terjadi bila terjadi kerusakan pada badan siliar
Membentuk jaringan parut pada kelopak
Mata menjadi kering karena terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesoris air
mata
Pergerakan mata menjadi terbatas akibat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang
akan menarik bola mata
Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa
2.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik : dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan.
b. Slit lamp : untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
c. Tes fluoresin : digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
d. Tonometri : untuk mengetahui tekakan bola mata.
e. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui
adanya benda asing intraokuler.
f. Tes Seidel : untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan
dengan cara memberi anastesi pada mata yaang akan diperiksa, kemudian diuji pada strip
fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt biru, sehingga akan
terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada pengeluaran cairan mata.
g. Pemeriksaan ct-scan dan USG B-scan : digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.
h. Electroretinography (ERG) : untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
i. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk
retina.
j. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
k. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi.
l. Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa, terutama bila ada benda asing.
m. Kertas Lakmus : pada pemeriksaan ini sangat membantu dalam menegakkan diagnosa trauma
asam atau basa.
2.6 Penatalaksanaan
1. Trauma tumpul
a. Tirah baring sempurna dalam posisi fowler untuk menimbulkan gravitasi guna membantu
keluarnya hifema dari mata.
b. Berikan kompres es.
c. Pemnatauan tajam penglihatan.
d. Batasi pergerakan mata selama 3-5 hari untuk menurunkan kemungkinan perdarahan ulang.
e. Batasi membaca dan melihat TV.
f. Pantau ketaatan pembatasan aktivitas, imobilisasi sempurna.
g. Berikan stimulasi sensori bentuk lain seperti musik, perbincangan.
h. Berikan diet lunak dan semua keperluan klien dibantu.
i. Tetes mata siklopegik seperti atropin untuk mengistirahatkan mata.
j. Mata dilindungi dengan kasa jika terdapat luka.
k. Laporkan peningkatan nyeri mata secara mendadak, ini mungkin indikasi perdarahan ulang.
l. Persiapan parasentesis (pengeluaran hifema).
Indikasi Parasentesis
o Hifema penuh (sampai pupil) dan berwarna hitam
o Hifema yang tidak bisa sembuh/berkurang dengan perawatan konvensional selama 5 hari.
o Hifema dengan peningkatan TIO (glaukoma sekunder) yang tidak dapat diatasi/diturunkan
dengan obat-obatan glaukoma
o Terlihat tanda-tanda imbibisi kornea.
2. Trauma tajam
Penatalaksanaan sebelum tiba di RS
a. Mata tidak boleh dibebat dan diberikan perlindungan tanpa kontak.
b. Tidak boleh dilakukan manipulasi yang berlebihan dan penekanan bola mata.
c. Benda asing tidak boleh dikeluarkan tanpa pemeriksaan lanjutan.
d. Sebaiknya pasien dipuasakan untuk mengantisipasi tindakan operasi.
Penatalaksanaan setelah tiba di RS
a. Pemberian antibiotik spektrum luas.
b. Pemberian obat sedasi, antimimetik dan analgetik sesuai indikasi.
c. Pemberian toksoid tetanus sesuai indikasi.
d. Pengangkatan benda asing di kornea, konjungtiva atau intraokuler (bila mata intak).
e. Tindakan pembedahan/penjahitan sesuai dengan kausa dan jenis cedera.
3. Trauma kimia
a. Irigasi (30 menit) dan periksa pH dengan kertas lakmus.
b. Diberi pembilas : idealnya dengan larutan steril dengn osmolaritas tinggi seperti larutan
amphoter (Diphoterine) atau larutan buffer (BSS atau Ringer Laktat). Larutan garam isotonis.
c. Irigasi sampai 30 menit atau pH normal. Bila bahan mengandung CaOH berikan EDTA.
d. Pemeriksaan oftalmologi menyeluruh.
e. Cedera ringan : Pasien dapat dipulangkan dengan diberikan antibiotik tetes mata, analgesic
oral dan perban mata.
f. Luka sedang diberi siklopegi.
g. Steroid topikal untuk mencegah infiltrasi sel radang.
h. Vitamin C oral : untuk membentuk jaringan kolagen.
Catatan :
1. 6 tahapan penatalaksanaan trauma mata :
a. Irigasi
b. Reepitalisasi kornea
c. Mengendalikan proses peradangan
d. Mencegah terjadinya infeksi
e. Mengendalikan TIO
f. Menurunkan nyeri : sikloplegik
2. Patofisiologi Trauma Kimia
Trauma Asam :
Pada minggu pertama:
Terjadi koagulasi protein epitel kornea yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea,
demikian pula terjadi koagulasi protein konjungtiva bulbi. Koagulasi protein ini terbatas pada
daerah kontak bahan asam dengan jaringan.
Akibat koagulasi protein ini kadang-kadang seluruh kornea terkelupas.
Koagulasi protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam seperti stroma kornea,
keratosit dan endotel kornea.
Bila terjadi penetrasi jaringan yang lebih dalam akan terjadi edema kornea, iritis dan katarak.
Bila trauma disebabkan karena asam lemah maka regenerasi epitel akan terjadi dalam
beberapa hari dan kemudian sembuh.
Bila trauma disebabkan asam kuat maka stroma kornea akan berwarna kelabu infiltrasi sel
radang kedalamnya. Infiltrasi sel kedalam stroma oleh bahan asam terjadi dalam waktu 24
jam.
Beberapa menit atau beberapa jam sesudah trauma asam konjungtiva bulbi menjadi hiperemi
dan kemotik. Kadang-kadang terdapat perdarahan pada konjungtiva bulbi.
Tekanan bola mata akan meninggi pada hari pertama, yang kemudian akan menjadi normal
atau merendah.
Trauma Asam pada minggu 1-3:
Umumnya trauma asam mulai sembuh pada minggu ke 1-3 ini.
Pada trauma asam yang berat akan terbentuk tukak kornea dengan vaskularisasi yang bersifat
progresif.
Keadaan terburuk pada trauma asam pada saat ini ialah berupa vaskularisasi berat pada
kornea.
Trauma Asam sesudah 3 minggu:
Trauma asam yang tidak sangat berat akan sembuh sesudah 3 minggu
Pada endotel dapat terbentuk membran fibrosa yang merupakan bentuk penyembuhan
kerusakan endotel.
Akibat trauma asam diketahui bahwa perubahan reaksi biokimia ditentukan oleh
jenis anion asam yang menyebabkan trauma. Asam merusak dan memutus ikatan
intramolekul protein, dan protein yang berkoagulasi merupakan barier terhadap penetrasi
lanjut daripada asam kedalam jaringan. Diketahui asam sulfur mengakibatkan kadar
mukopolisakarida jaringan menurun. Bila trauma disebabkan oleh HCl, maka pH cairan mata
turun sesudah trauma berlangsung 30 menit. Pada trauma asam tidak terdapat gangguan
pembentukan jaringan kolagen. Padda trauma asam berat yang merusak badan silier akan
terjadi penurunan kadar askorbat dalam cairan mata dan kornea.
Trauma Basa :
Keadaan akut yang terjadi pada minggu pertama :
Sel membran rusak.
Bergantung pada kuatnya alkali dapat mengakibatkan hilangnya epitel, keratosit, saraf
kornea dan pembuluh darah.
Terajdi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.
Trauma berat akan merusak sel goblet konjungtiva bulbi
TIO akan meninggi.
Hipotoni akan terjadi, bila terjadi kerusakan pada badan silier.
Kornea keruh dalam beberapa menit.
Terjadi infiltrasi segera sel polimorfonuklear, monosit dan fibroblas.
Keadaaan pada minggu kedua dan ketiga :
Mulai terjadi regenerasi epitel konjungtiva dan kornea.
Masuknya neovaskularisasi ke dalam kornea disertai dengan sel radang.
Kekeruhan pada kornea akan mulai menjernih kembali
Sel penyembuhan berbentuk invasi fibroblas memasuki kornea dengan terbentuknya kolagen
Trauma alkali berat akan membentuk jaringan granulasi pada iris dan badan siliar sehingga
terjadi fibrosis.
Keadaan pada minggu ke-3 dan selanjutnya:
Terjadi vaskularisasi aktif sehingga seluruh kornea tertutup oleh pembuluh darah.
Jaringan pembuluh darah membawa bahan nutrisi dan bahan penyembuhan jaringan seperti
protein dan fibroblas
Akibat daripada terdapatnya jaringan dengan vaskularisasi ini, tidak akan terjadi perforasi
kornea.
Mulai terjadi pembentukan pannus pada kornea.
Endotel yang tetap sakit akan mengakibatkan edema kornea.
Terdapat membran retrokornea, iritis dan membran siklitik
Dapat terjadi kerusakan permanen saraf kornea dengan gejala-gejalanya.
Tekanan bola mata dapat rendah atau tinggi.
3. Prognosis trauma kimia
Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka
panjang dan rasa tidak enak pada mata. Prognosisnya ditentukan oleh bahan alkali penyebab
trauma tersebut. Terdapat 2 klasifikasi trauma basa pada mata untuk menganalisis kerusakan
dan beratnya kerusakan.
Klasifikasi Huges
Ringan Sedang Berat
Prognosis baik. Terdapat erosi epitel
kornea. Pada kornea terdapat
kekeruhan yang ringan. Tidak terdapat iskemia
dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva.
Prognosis baik Terdapat kekeruhan
kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara terperinci
Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva
Prognosis buruk Akibat kekeruhan kornea
upil tidak dapat dilihat Konjungtiva dan sklera
pucat
Klasifikasi Thoft
Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4
terjadi hiperemi
konjungtiva
disertai dengan
keratitis pungtata
terjadi hiperemi
konjungtiva
disertai
hilangnya epitel
kornea
terjadi hiperemi
disertai dengan
nekrosis
konjungtiva dan
lepasnya epitel
kornea
konjungtiva
perilimal nekrosis
sebanyak 50%
Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa terdapatnya
neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4 membutuhkan waktu
sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Identitas pasien meliputi nama, usia (dpt terjadi pada semua usia), pekerjaan (tukang
las,pegawai pabrik obat,dll),jenis kelamin (kejadian banyak pada laki-laki).
2. Keluhan utama
Klien dapat mengeluh adanya penurunan penglihatan, nyeri pada mata, keterbatasan gerak
mata.
3. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit yang mungkin diderita klien seperti DM dapat menyebabkan infeksi yang
terjadi pada mata sulit sembuh, riwayat hipertensi.
4. Riwayat penyakit sekarang
Yang perlu dikaji adalah trauma disebabkan karena truma tumpul,tajam,atau mekanik,
tindakan apa yang sudah dilakukan pada saat trauma terjadi.
5. Riwayat psikososial
Pada umumnya klien mengalami berbagai derajat ansietas, gangguan konsep diri dan
ketakutan akan terjadinya kecacatan mata, gangguan penglihatan yang menetap atau mungkin
kebutaan. Klien juga dapat mengalami gangguan interaksi sosial.
6. Pemeriksaan fisik
a. B1(Breath)
Pada sistem ini tidak didapatkan kelainan (tdk ada gangguan pada sistem pernafasan.
b.B2 (Blood)
Tidak ada gangguan perfusi, adanya peningkatan nadi/tekanan darah dikarenakan pasien
takut dan cemas.
c.B3 (Brain)
Pasien merasa pusing atau nyeri karena adanya peningkatan TIO.
d.B4 (Bladder)
Kebutuhan eliminasi dalam batas normal.
e.B5 (Bowel)
Tidak ditemukan perubahan dalam sistem gastrointestinal.
f.B6 (Bone)
Ekstremitas atas dan bawah tidak ditemukan adanya kelainan.
g. Pemeriksaan khusus pada mata :
a) visus (menurun atau tidak ada),
b) gerakan bola mata ( terjadi pembatasan atau hilangnya sebagian pergerakan bolam mata)
c) konjungtiva bulbi (adanya hiperemi atau adanya nekrosis)
d) kornea ( adanya erosi,keratitis sampai dengan nekrosis pada kornea)
3.2 Diagnosis Keperawatan
Trauma Tumpul
1. Nyeri berhubungan dengan terpajannya reseptor nyeri sekunder terhadap trauma tumpul
2. Resiko terjadi komplikasi dan perdarahan ulang berhubungan dengan patologi vaskuler
okuler
3. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan penglihatan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai perawatan diri dan
proses penyakit
Trauma Tajam
1. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan penurunan ketajaman
penglihatan
2. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ
indera.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d Prosedur invasif
Trauma Kimia
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kornea atau peningkatan tekanan
intraokular
2. Gangguan persepsi-Sensori Penglihatan b /d kerusakan pada kornea
3. Kurangnya pengetahuan (perawatan) berhubungan dengan keterbatasan informasi.
DAFTAR PUSTAKA1. Carpenito, L.J. (2007). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 10. Jakarta :
EGC
2. Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis Company.
3. Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan Essentia Media.
4. Ilyas, Sidarta. (2005). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta.
5. Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
6. http:///www.rusdi .blogspot.com