Askep Struma ICHA
-
Upload
slamet-katib -
Category
Documents
-
view
52 -
download
6
description
Transcript of Askep Struma ICHA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman ini kebutuhan akan gizi seimbang sering diabaikan, masyarakat biasanya
lebih tertarik dengan makanan yang instan, mengandung zat pengawet/ kimiawi sehingga
pola makan dan kebutuhan gizi kurang diperhatikan. Tanpa di sadari masyarakat yang
mengkonsumsi makanan yang kurang mengandung yodium menimbulkan potensi
mengalami struma.
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar gondok, bila pemeriksaan
kelenjar tiroid teraba nodul satu atau lebih maka ini disebut struma nodusa. Struma nodusa
tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma non toksik. Struma nodusa non
toksik merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Penyebab utamanya adalah
defisiensi yodium, di samping faktor-faktor lain misalnya bertambahnya hormon, tulang
pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau dapat juga karena pengaruh zat-zat
goitrogenik. (Mansjoer , 2000)
Penyakit banyak terserang pada kaum wanita dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi
karena wanita khususnya pada masa pubertas, kehamilan dan laktasi kebutuhan tiroksin
sangat diperlukan. Dan ini telah dibuktikan dengan adanya penyelidikan di Tecumseh, suatu
komunitas di Michigan dimana struma menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang
berusia antara 20 sampai 60 tahun . Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan
kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar
secara difus dan atau bernodula. (Sylvia A,dkk, 2006)
Pada kasus struma bila tidak dilakukan penanganan yang segera dan pengobatan serta
perawatan yang adekuat dapat menimbulkan keganasan. Salah satu tindakan pengobatannya
berupa operasi dengan indikasi keganasan yang pasti.
Mengetahui akibat akan hal ini, maka penulis terdorong dan berminat untuk lebih
membahas tentang asuhan keperawatan yang tujuan terbesarnya bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif.
B. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang permasalahan yang timbul
pada kasus Struma Nodosa Nontoksik
2. Memperoleh pemahaman konsep yang benar tentang penyakit ini sehingga nantinya dapat
diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien.
3. Asuhan keperawatan yang kita berikan akan lebih bermutu bila ada keseimbangan antara
pengetahuan teori dan kecakapan praktice.
4. Memenuhi tugas mata kuliah Sistem Endokrin
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Struma adalah pembesaran pada kenlenjar tiroid yang biasanya terjadi karena folikel
folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun folikel tumbuh semkin
membesar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler. Struma
nodosa nontoksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid karena adanya nodul yang tidak
disertai gejala hipertiroidisme (Tarwoto,dkk, 2012)
Struma nodosa nontoksik adalah pembesaran kelenjar tiroid sebagai akibat pertambahan
ukuran jaringan.(Rendy, dkk, 2012)
Struma nodosa nontoksik adalah struma nodosa yang secara klinis teraba nodul satu atau
lebih disertai tanda tanda hipertiroidisme. (Mansjoer, 2001).
2. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tyroid merupakan factor
penyebab pembesaran kelenjar tyroid antara lain :
a. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang kondisi air
minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya daerah pegunungan.
(Rendy,dkk,2012)
b. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
(Rendy,dkk,2012)
Penghambatan sintesa hormon T4 (seperti substansi dalam kol, lobak, bayam,
kacang kedelai).
Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
c. Hiperplasia dan involusi kelenjar tiroid
Pada setiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroksin
bertambah. Terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi,
menopause, infeksi atau stress lain. Pada masa masa tersebut terjadi hyperplasia dan
involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid
serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah ke
daerah tersebut sehingga terjadi iskemia. (Mansjoer, 2001)
d. Hipotiroidisme primer yang disebabkan karena kegagalan kelenjar tiroid atau
kekurangan yodium, dimana kadar hormone tiroid dalam sirkulasi darah kurang
sehingga tidak ada inhibisi umpan balik neegatif ke hipofisis anterior.(Sherwood,
2001)
e. Penyakit Grave. Adanya TSI merangsang pertumbuhan tiroid meningkatkan sekresi
hormone tiroid.(Rendy,dkk, 2012)
3. Patofisiologi
Pembentukan hormone tiroid membutuhkan unsur yodium dan stimulasi dari TSH. Salah
penyebab paling sering penyakit gondok adalah karena kekurangan yodium,. Aktivitas
utama dari kelenjar tiroid adalah berkonsentrasi dalam pengambilan yodium dari darah
untuk membuat hormone tiroid. Kelenjar tersebut tidak cukup membuat hormone tiroid
jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu dengan defisiensi hormone tiroid akan
mengakibatkan hipotiroid. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya kompensasi terhadap
pembesaran kelenjar, hal ini juga merupakan proses adaptasi terhadap defisiensi
hormone tiroid. Namun demikian, pembesaran ini dapat juga terjadi sebagai respon
terhadap respon meningkatnya sekresi pituitary yaitu TSH. ( Tarwoto,dkk, 2012)
Pathway
Defisiensi yodium Kelainan Kongenital Hyperplasia Kelj. Tiroid Hipotiroidisme Peny. Grave
Reaksi autoimun
TSI mirip TSH
Hipersekresi H. Tiroid
Kelenjar tidak cukup menghasilkan hormone tiroid
Defisiensi h. tiroid
Kompensasi dalam bentuk pembesaran kelenjar
penekanan pada kel. tiroid Nodularitas perubahan bentuk fisik tubuh
Obstruksi Trakea penekanan pada pita suara
Perubahan status kesehatan
susah menelan
secret kental efek anastesi Strumektomy/ Tiroidektomy dan hipersekresi
terputusnya kontinitas jaringan saraf laryngeal terputus
Sumber: Tarwoto, dkk, 2012
Ketidak efektifan bersihan dalan napas
Hambatan komunikasi verbal
G3 Citra tubuh
Ansietas Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Nyeri Akut
Resiko Infeksi
Pola napas tidak efektif
4. Manifestasi klinis
Akibat berulangnya periode hyperplasia dapat terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti
fibrosis, nekrosis, klasifikasi, pembentukan kista dan perdarahan kedalam kista tersebut.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat menampakan diri sebagai struma nodosa
nontoksik adalah adenoma, kista, perdaraha, tiroditis, dan karsinoma.(Manjoer,2000)
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Berdasarkan jumlah nodul: jika nodulnya hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma multinodosa
b. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radioaktif: dikenal 3 bentuk nodul tiroid
yaitu nodul dingin, nodul hangat dan nodul pans.
c. Berdasarkan konsistensinya: nodul lunak, kistik, keras dan sangat keras
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai:
a. Jumlah nodul: satu atau lebih dari satu
b. Konsistensi: lunak, kistik, keras dan sangat keras
c. Nyeri pada penekanan: ada atau tidak.
d. Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid: ada atau tidak ada
Keganasan biasanya terjadi pada nodul yang soliter dan keras sampai sangat keras. Yang
multipel biasanya tidak ganas, kecuali apabila satu dari nodul tersebut lebih menonjol
atau lebih keras dari yang lainnya. Apabila satu nodul nyeri pada saat penekanan dan
mudah digerakkan, kemungkinan terjadi perdarahan kedalam kista, suatu adenoma atau
tiroiditis. Tetapi apabila nyeri dan sukar digerakkan kemungkinan besar adalah
karsinoma.
Nodul yang tidak nyeri, multiple, dan mudah digerakkan mungkin merupakan struma
difus atau hyperplasia tiroid. Apabila nodul multiple tidak nyeri tetapi tidak mudah
digerakkan ada kemungkinan itu suatu keganasan. Adanya limfadenopati mencurigakan
suatu keganasan.
Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau takut
akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya dengan pasien struma nodosa besar,
mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus dan trakea. Diagnose
ditegakkan atas adanya struma yang bernodul dengan keadaan eutiroid.
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan lambat. Awalnya
kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin. Jika struma cukup besar, akan
menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga
esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Klien tidak mempunyai keluhan
karena tidak ada hipo atau hipertirodisme, benjolan di leher, peningkatan metabolisme
karena klien hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi, peningkatan simpatis seperti ;
jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare,
gemetar, dan kelelahan.
Manifestasi klinis secara ringkas menurut Rendy,dkk, 2012 adalah sebagai berikut :
Leher bertambah besar akibat pembesaran kelenjar
Sulit menelan
Sulit bicara
Suara serak atau parau
Sulit bernapas
Pada palpasi kelenjar tiroid, nodul tunggal atau ganda dengan konsistensi lunak atau
keras
Tes TSN serum meningkat
Biasanya tanpa rasa nyeri kecuali ada perdarahan di daerah nodul.
Gangguan body image
5. Diagnosis
a. Pemeriksaan sidik tiroid
Menurut Manjoer 2000, hasil pemeriksaan dengan isotop adala teraan ukuran, bentuk
lokasi dan yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien
diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium
radioaktif yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapt dibedakan 3 bentuk yaitu:
Nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
Hal ini menunjukan fungsi yang rendah.
Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak pada daerah sekitarnya.
Keadaan ini menunjukan aktivitas yang berlebih
Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini menunjukan
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid lain.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah nodul ganas atau jinak.
b. Pemeriksaan Ultrasosografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat, cair dan beberapa
bentuk kelainan tetapi belum dapat membedakan dengan pasti apakah suatu nodul
ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG ialah:
Kista: kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis
Adenoma/nodul padat: iso atau hiperekoik, kadang=kadang disertai halo yaitu suatu
lingkaran hipoekoik disekitarnya.
Kemungkinan karsinoma: nodul padat biasanya tanpa halo
Tiroiditis: hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
Pemeriksaan ini dibandingkan pemeriksaan sidik lebih menguntungkan karena dapat
dilakukan kapan saja dan tanpa persiapan, lebih aman, dan dapat dilakukan pada ibu
hamil dan anak-anak, dan lebih dapat membedakan antara yang jinak dan yang ganas.
(Mansjoer, 2000)
c. Biopsi aspirasi jarum halus
Biopsi ini dilakukan pada keadaan yang dicurigai sebagai suatu keganasan. Biopsi ini
tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian
pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi biasa
kurang tepat, tekhnik kurang benar, pembuatan preparat kurang baik, atau hasil positif
palsu karena salah interpretasi oleh ahli patologi. (Mansjoer, 2000)
d. Termografi
Merupakan metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat
dengan memakai dinamic telethemografy. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada suatu
keadaan yang dicurigai keganasan. Hasilnya disebut panas bila perbedaan suhu panas
dengan sekitarnya > 0,9℃dan dingin apabila < 0,9℃. Pemeriksaan ini paling
sensitive dan spesifik bila dibandingan pemeriksaan lain. (Mansjoer, 2000)
e. Petanda tumor
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin(Tg) serum. Kadar
Tg serum normal adalah 1,5-30 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan
pada keganasan rata-rata 424 ng/ml
Penegakkan diagnose keganasan berdasarkan ketepatan gabungan diagnosis biopsi, USG,
dan sidik tiroid adalah 98 %.(Mansjoer, 2000)
6. Penatalaksaan
a. Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat. (Tarwoto,dkk,2012)
b. Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium. (Tarwoto,dkk,2012)
c. Penyuntikan lipidol (Yodium dalam minyak)
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik dengan
dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc – 2 cc, sedang kurang dari
enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc. ini dilakukan dalam upaya pencegahan sementara
kekurangan yodium (Tarwoto,dkk,2012)
d. Strumektomi
Dilakukan pada stuma yang besar dan menyebabkan keluhan mekanik. Diindikasikan
juga pada struma yang tidak mengecil setelah dilakukan biopis aspirasi jarum halus.
Nodul panas dengan diameter > 2,5 mm dilakukan operasi karena akan mudah timbul
hipertiroidisme
e. L- tiroksin selama 4-5 bulan
Preparat dini diberikan apabila terdapat nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan
sidik tiroid ulang. Apabila nodul mengecil maka terapi diteruskan. Apabila tidak
mengecil bahkan membesar, dilakukan biopsi atau operas.
f. Biopsi jarum halus
Cara ini dilakukan pada kista tiroid hingga nodul kurang dari 10 mm.
7. Komplikasi
a. Gangguan menelan atau bernafas
b. Gangguan jantung baik berupa gangguan irama hingga pnyakit jantung kongestif
(jantung tidak mampu memompa darah keseluruh tubuh)
c. Osteoporosis, terjadi peningkatan proses penyerapan tulang sehingga tulang menjadi
rapuh, keropos dan mudah patah.
8. Pencegahan
Dapat dicegah dengan pemberian senyawa yodium pada anak-anak di daerah yang
kandungan yodiumnya buruk. Hipertropi terjadi karena konsumsi yodium kurang dari 40
mg/hr. pemberian garam beryodium merupakan satu-satunya cara yang paling efektif
untuk mencegah penyakit ini dalam masyarakat yang rentan.(Rendy,dkk,2012)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian sitem endokrin bersifat menyeluruh terhadap semua sistem tubuh, karena
semua efek hormon bekerja secara sistemik. Pengkajian pada sistem endokrin meliputi
data biografi, riwayat keperawatan, keluhan utama, dan pemeriksan fisik serta ditunjang
oleh pemeriksaan penunjang. (Tarwoto,dkk,2012)
a. Pengumpulan Data
Biodata umum
Keluhan utama klien.
Pada klien pre operasi mengeluh terdapat pembesaran pada leher. Kesulitan
menelan dan bernafas. Pada post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan
pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin
membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan
trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit
gondok, apakah sebelumnya pernah menderita penyakit gondok, pengobatan yang
telah dilakukan, atau pembedahan yang pernah dialami.
Riwayat kesehatan keluarga
Ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini, adakah gangguan
pertumbuhan dan perkembangan yang dialami keluarga
Riwayat psikososial
Sejauh mana klien terganggu dengan keadaan dirinya terhadap pola interaksi
dengan orang lain, bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik
sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
b. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis
Kepala dan leher
Periksa kesimetrisan kepala, bentuk dan ukuran , ekspresi terhadap kecemasan.
Untuk bagian leher pada klien dengan pre operasi terdapat pembesaran kelenjar
tiroid. Pada post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi
yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta
terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
Sistim pernafasan
Pada pasien struma terkadang pasien susah bernapas karena ada penekanan pada
trakea. Pada pasien post operasi biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari
penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif dan tidak ada gangguan dalam sistem ini.
Sistim gastrointestinal
Pasien akan susah menelan. Jika dioperasi akan terjadi komplikasi yang paling
sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan
pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
Eliminasi
Penurunan peristaltik usus dapat menimbulkan konstipasi
Mekanisme koping
Dapat mengalami stres akan perubahan bentuk tubuh. Kaji bagaimana klien
mengatasi stressor, bagaimana support sistem yang dilakukan.
Makanan/cairan
Perubahan pola makan, nafsu makan menurun disebabkan klien susah menelan,
Rasa nyeri/kenyamanan
Nyeri bersifat individual, tergantung pada ambang respon nyeri klien. Tetapi pada
prinsipnya nyeri sering tidak dialami klien terutama untuk klien pre operasi
2. Diagnose Keperawatan (Judith M,dkk.2012)
a. Pre Operasi
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakea
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kondisi fisiologis
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan untuk menelan
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses penyakit
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
b. Post Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (terputusnya kontinitas jaringan)
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif
Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan hipersekresi mucus
(efek anastesi)
Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan hambatan fisik (tiroidektomi)
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Intervensi
a. Pre Operasi
No
DX
Rencana keperawatan
Tujuan Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas kembali normal dengan criteria: Menunjukan pola pernapasan
yang efektif, yang dibuktikan dengan status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu
Tidak ada suara napas
Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan uoaya pernapasan
Auskultasi bunyi napas Observasi adanya tanda hipoventilasi Monitor vital sign Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Informasikan pada pasien dan keluarga tentang
teknik relaksasi untuk memperbaiki pola
tambahan Tidak ada penggunaan otot
aksesoris, tidak sesak Ekspansi dada simetris Kedalaman inspirasi dan
kemudahan pernapasan Frekunsi pernapasan normal
16-24 x/mnt
pernapasan. Uraikan tekniknya ( teknik bibir mencucu dan pernapasan abdomen)
Anjurkan pasien untuk istrahat dan anjurkan napas dalam
Berikan oksigen sesuai intruksi
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hambatan komunikasi verbal teratasi dengan criteria: Menunjukan tidak ada
gangguan dalam komunikasi Mengkomunikasikan
kebutuhan pada perawat atau keluarga
Melakukan komunikasi alternative misalnya menggunakan sarana/alat, bahasa isyarat
Kaji dan dokumentasikan kemampuan untuk berbicara
Bicara secara jelas, tenang, perlahan menghadap kearah pasien
Berikan perawatan yang rileks, tidak terburu-buru
Jelaskan pada klien penyebab gangguan komunikasi
Anjurkan keluarga untuk memberikan stimulasi komunikasi
Dorong pasien untuk berkomunikasi perlahan dan mengulang permintaan
Beri penguatan positif atas upaya klien Anjurkan teknik komunikasi alernatif Libatkan pasien dan keluarga dalam
mengembangkan rencana komunikasi
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nutrisi dapat terpenuhi dengan criteria Hasil laboratorium dalam batal
normal (albumin serum, HCT,Hb)
Tidak ada penurunan berat badan lebih dari 20%
BB dalam batas normal (BBI/IMT dalam batas normal (acuan pada rumus Brocha atau rumus BBI)
Kaji adanya alergi makanan Monitor adanya penurunan BB dan gula darah Monitor lingkungan selama makan Monitor turgor kulit Monitor intake nutrisi Atur posisi semi fowler selama makan Yakinkan diet yang dimakan mengandung
serat untuk mencegah konstipasi Informasikan pada klien dan keluarga tentang
manfaat nutrisi Pertahankan terapi iv line Kolaborasi ahli gisi tentang diet untuk nutrisi
klien
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan citra tubuh teratasi dengan criteria; Citra tubuh positif Mampu mengidentifikasi
Kaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap dirinya
Monitor frekuensi mengkritik dirinya dan berikan perawatan dengan cara tidak menghakimi, jaga privasi dan martabat klien
kekuatan personal Mendeskripsikan secara
faktual perubahan fungsi tubuh Mempertahankan interaksi
social
Pertahankan ekpresi netral ketika merawat pasien, hati-hati dengan ekpresi wajah ketika merawat pasien dengan perubahan fisik
Dukung mekanisme koping yang biasa digunakan klien
Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan prognosis penyakit
Identifikasi arti pengurangan melalui penggunaan alat bantu
Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil
5 Setelah dilakukan asuhan
keperawatan, ansietas klien teratasi dengan criteria: Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi dan menunjukan tekhnik mengurangi cemas
Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi, bahasa
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan
Identifikasikan tingkat kecemasan Gunakan pendekatan yang menenangkan Temani pasien untuk memberikan ketenangan
dan dan mengurangi ketakutan Libatkan keluarga untuk mendampingi klien Ajarkan teknik relaksasi Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan dan persepsi Dengarkan dengan penuh perhatian Berikan informasi faktual tentang diagnosis,
tindakan dan prognosis Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan
ansietas
b. Post Operasi
No
DX
Rencana keperawatan
Tujuan Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami nyeri, dengan criteria Mampu mengontrol nyeri Melaporkan skala nyeri
berkurang setelah menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri Menyatakan rasa nyaman TTV dalam batas normal
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif seperti lokasi, karakteristik,awal kejadian, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor penyebab
Monitor vital sign Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan Control lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri Kurangi factor presipitasi nyeri Berikan informasi tentang nyeri Ajarkan tekhnik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri misalnya imajinasi terpimpin, teknik napas dalam
Kolaborasi pemberian analgetik
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien tidak mengalami infeksi dengan criteria Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi (tidak ada rubor,kalor,dolor, tumor, dan functio lessa)
Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukan perilaku hidup sehat
Monitor gejala infeksi sistemik dan local Inspeksi membrane mukosa dan kulit terhadap
tanda infeksi Monitor vital sign dan monitor keadaan luka Pertahankan teknik aseptic Batasi pengunjung jika perlu Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung Pertahankan teknik isolasi (k/p) Ajarkan keluarga dan klien tentang gejala
infeksi Berikan terapi antibiotic
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan bersihan jalan napas teratasi dengan criteria: Tidak ada sianosis dan dipsnea Menunjukan jalan napas yag
paten, sekret berkurang atau tidak ada
Mampu mengidentifikasikan factor penyebab
Saturasi O2 dalam batas normal
Mendemonstrasikan batuk efektif
Monitor status respirasi dan saturasi O2 Auskultasi suara napas, catat adanya bunyi
napas tambahan Monitor vital sign Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi Keluarkan secret dengan teknik batuk atau
suction Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan secret Anjurkan pasien untuk istrahat dan anjurkan
napas dalam Jelaskan pada keluarga tentang penggunaan
peralatan O2, suction dan inhalasi Kolaborasi pemberian inhalasi Berikan oksigen sesuai intruksi
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan, hambatan komunikasi verbal teratasi dengan criteria: Menunjukan tidak ada
gangguan dalam komunikasi Mengkomunikasikan
kebutuhan pada perawat atau keluarga
Kaji dan dokumentasikan kemampuan untuk berbicara
Bicara secara jelas, tenang, perlahan menghadap kearah pasien
Berikan perawatan yang rileks, tidak terburu-buru
Jelaskan pada klien penyebab gangguan komunikasi
Anjurkan keluarga untuk memberikan
Melakukan komunikasi alternative misalnya menggunakan sarana/alat, bahasa isyarat
stimulasi komunikasi Dorong pasien untuk berkomunikasi perlahan
dan mengulang permintaan Beri penguatan positif atas upaya klien Anjurkan teknik komunikasi alernatif Libatkan pasien dan keluarga dalam
mengembangkan rencana komunikasi Konsultasikan dengan dokter tentang
kebutuhan terapi wicara
5 Setelah dilakukan asuhan keperawatan, ansietas klien teratasi dengan criteria: Klien mampu mengidentifikasi
dan mengungkapkan gejala cemas
Mengidentifikasi dan menunjukan tekhnik mengurangi cemas
Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi, bahasa
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan
Identifikasikan tingkat kecemasan Gunakan pendekatan yang menenangkan Temani pasien untuk memberikan ketenangan
dan dan mengurangi ketakutan Libatkan keluarga untuk mendampingi klien Ajarkan teknik relaksasi Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan dan persepsi Dengarkan dengan penuh perhatian Berikan informasi factual tentang diagnosis,
tindakan dan prognosis Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur Kolaborasi pemebrian obat untuk menurunkan
ansietas
4. Implementasi
Implementasi merupakan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah dirumuskan
dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien. Hal ini tentu saja disesuaikan dengan
intervensi yang ada serta disesuaikan dengan tingkat kebutuhan klien.
Dalam pelaksanaan keperawatan haruslah melibatkan tim kesehatan lain dalam bentuk
tindakan kolaborasi dan serta berdasarkan atas kebijakan dari rumah sakit.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan menilai
keberhasilan dari asuhan keperawatan yang telah dibuat. Dari rumusan seluruh rencana
keperawatan serta implementasinya, maka evaluasi akan di fokuskan pada masing-masing
criteria yang akan dicapai pada tiap masalah keperawatan yang timbul.
Adapun hasil evaluasi yang diharapkan dapat tercapai dari masing-masing diagnosa
tersebut adalah:
a. Klien menunjukan status ventilasi dan status pernapasan yang adekuat
b. Klien menunjukkan tidak adanya hambatan komunikasi verbal dan mampu
menggunakan komunikasi alternatif
c. Klien menunjukkan status nutrisi yang adekuat
d. Klien menunjukkan adanya kemampuan untuk mempertahankan interaksi sosial terkait
dengan citra tubuh
e. Klien menunjukkan tidak adanya rasa cemas yang berlebihan
f. Klien terlihat nyaman dan nyeri yang dirasakan dapat ditoleransi
g. Tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi pada luka operasi
h. Klien menunjukan jalan napas yang paten
DAFTAR PUSTAKA
Judith M,dkk..2012. Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda, Intervensi NIC,Kriteria hasil
NOC. EGC. Jakarta
Manjoer A, dkk. 2000.Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Media Aesculapius. Jakarta.
Rendy, C, dkk. 2012. Asuhan Keperawatan Medical Bedah Penyakit Dalam. Nuha Medika.
Yogyakarta
Sherwood.L.2001. Fisiolofi Manusia: Dari Sel ke System. EGC. Jakarta.
Sylvia A dkk. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. EGC.
Jakarta
Tarwoto, dkk. 2012. Keperawatan Medical Bedah : gangguan Sistem Endokrin. Trans Info
Media. Jakarta .