Askep Pada Pasien Miestania Gravis
-
Upload
sukhri-herianto-alk -
Category
Documents
-
view
317 -
download
1
Transcript of Askep Pada Pasien Miestania Gravis
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 1/22
Askep Pada Pasien Miestania Gravis
1. PENDAHULUAN
Miastenia gravis yang berarti “kelemahan otot yang serius” adalah satu-satunya penyakit
neuromuscular yang menggabungkan kelelahan cepat otot volunteer dan waktu penyembuhan yang
lama . Dahulu angka kematian mencapai 90%. Angka kematian menurun drastic sejak tersedia
pengobatan dan unit perawatan pernapasan.
Sindrom klinis pertama kali dijelaskan pada tahun 1600. Pada akhir tahun 1800-an,
Miastenia gravis (MG) dibedakaan dari kelemahan otot akibat palsi bulbaris sebenarnya. Pada
tahun 1920-an, seorang dokter yang menderita MG merasakan perbaikan setelah minum efedrin
untuk mengatasi kejang perut saat menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934, dokter lain dari Inggris
(Mary Walker) memperhatikan kemiripan gejala pada MG dan keracunan kurare. Dia
menggunakan fisostigmin antagonis kurare untuk mengobati MG dan mengamati perbaikan yang
terjadi.
Prevalensi MG diperkirakan 14 per 100.000 populasi, dengan 36.000 kasus terjadi di
Amerika Serikat. Puncak usia awitan adalah 20 tahun, dengan rasio perbandingan antara
perempuan dan laki-laki adalah 3 : 1. Puncak kedua walaupun lebih rendah daripada yang pertama,
terjadi pada laki-laki tua usia dalam dekade tujuh puluhan atau delapan puluhan.
Kematian umumnya disebabkan oleh insufiensi pernapasan, walaupun dengan
perkembangan dalam perawatan intensif pernapasan, komplikasi ini lebih dapat ditangani. Remisi
spontan dapat timbul pada 10% hingga 20% pasien dan dapat disebabkan oleh timektomi elektif
pada pasien tertentu. Perempuan muda yang berada pada stadium dini penyakit ini (5 tahun
pertama setelah awitan) dan yang tidak merespon terapi obat dengan baik sebagian besar mendapat
keuntungan dari prosedur ini.
2. PENGERTIAN PENYAKIT
Miastenia gravis merupakan gangguan yang memepengaruhi transmisi neuromuscular pada
otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer). (Brunner and Suddarth 2002)Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang parah. Kondisi ini adalah satu-satunya
penyakit neuromuscular yang merupakan kombinasi antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot
volunteer dan lambatnya pemulihan yang dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari
normal (Price dan Wilson, 2006).
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 2/22
Myasthenia gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara syaraf dan
otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot.
(http://medicastore.com/penyakit/328/Miastenia__Gravis_Myasthenia_Gravis.html)
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, umumnya terjadi kelelahan
pada otot-otot volunteer, dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial. Serangan dapat terjadi
pada berbagai usia dan terlihat paling sering pada wanita berusia 15-35 tahun serta pada pria 40-an
tahun.
3. ETIOLOGI PENYAKIT
Penyebabnya diduga merupakan gangguan autoimun (dimana antibody didalam tubuh
menyerang sel ataupun jaringan yang membentuk antibody itu sendiri) yang merusak fungsi
reseptor asetilkolin dan mengurangi efesiensi hubungan neuromuscular. Pada orang normal jumlah
asetilkolin yang dilepas sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan suatu kontraksi otot (otot
dapat bergerak), tetapi pada miastenia gravis, jumlah reseptor asetilkolin berkurang atau asetilkolin
yang dihasilkan terlalu cepat dihancurkan, akibat gangguan autoimun, sehingga kontraksi otot
lemah.
(Dr. Meiny. S. Lubis)
(http://www.mer-c.org/penyakit-infeksi/202-miastenia-gravis-kelemahan-otot.html)
4. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
Dasar ketidaknormalan pada miestania gravis adalah adanya kerusakan pada transmisiimpuls sraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal
membrane postsinaps pada sambungan neuromuscular.
Pada orang normal, jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk
menghasilkan potensial aksi. Pada miestania gravis, konduksi neuromuscular terganggu. Jumlah
reseptor asetilkolin berkurang, mungkin akibat cedera autoimun. Antibodi terhadap protein
reseptor asetilkolin ditemukan dalam serum banyak penderita miestania gravis. Pada klien
miestania gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada atrofi, hal ini akibat
otot yang tidak pernah dipakai. Secara mikroskopis, beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi
limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan
yang konsisten (Price dan Wilson, 2006)
5. MANIFESTASI KLINIS
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 3/22
Karakteristik penyakit berupa kelemahan otot ekstrem dan mudah mengalami kelelahan,
yang umumnya memburuk setelah aktivitas dan berkurang setelah istirahat. Pasien dengan
penyakit ini mengalami kelelahan hanya karena penggunaan tenaga yang sedikit seperti menyisir
rambut, mengunyah dan berbicara, dan harus menghentikan segalanya untuk istirahat.
Berbagai gejala yang muncul sesuai otot yang terpengaruh. Otot-otot simetris terkena,
umumnya itu dihubungkan dengan saraf cranial. Karena otot-otot ocular terkena, maka gejala awal
yang muncul adalah diplopia (penglihatan ganda) dan ptosis (jatuhnya klopak mata). Ekspresi
wajah passion yang sedang tidur terlihat seperti patung, hal ini disebabkan karena otot-otot wajah
terkena. Pengaruhnya terhadap laring menyebabkan disfonia (gangguan suara) dalam membentuk
bunyi suara hidung atau kesukaran dalam pengucapan kata-kata. Kelemahan pada otot bulbar
menyebabkan masalah mengunyah dan menelan dan adanya bahaya tersedak dan aspirasi.
Beberapa pasien sekitar 15% sampai 20% mengeluh lemah pada tangan dan otot-otot
lengan, dan biasanya berkurang, pada otot kaki mengalami kelemahan yang membuat pasien jatuh.
Kelemahan diafragma dan otot-otot interkostal progresif menyebabkan gawat napas, yang
merupakan keadaan darurat akut. (Brunner & Suddarth, 2002)
6. KOMPLIKASI
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan,
membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada dua jenis krisis,
yaitu:a. Krisis miastenik
Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang lebih banyak.
Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup dan dapat
dicetuskan oleh infeksi. Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:
- Kontrol jalan napas
- Pemberian antikolinesterase
- Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator), obat-obat
antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi
saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui,
obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan.
2. Krisis kolinergik
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 4/22
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat antikolinesterase. Hal
ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau mungkin
juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan
obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit
sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Tindakan terhadap kasus
demikianadalah sebagai berikut:
- Kontrol jalan napas
- Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan atropine 1 mg intravena
dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena
secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan lender
dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapat diberikan
lagi dengan dosis yang lebih rendah.
- Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg intravena.
Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan
memberikan perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna untuk menegakkandiagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB,
dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan beratnya penyakit.
b. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih kurang 30%
penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi ini dan juga tidak
ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil.
c. Tes tensilon (edrofonium klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila pemeriksaan
antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif
sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis. Apabila tidak ada efek
samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap
positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit),
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 5/22
menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan
meningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Jika
diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding antara miastenia gravis yang
sesungguhnya dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala
yang serupa dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses patologis
lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua
penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda,
sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan
hilang kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan
pemeriksaan EMG.
d. Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat apakah ada
timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik.
e. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita diminta
menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada
miastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
f. Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan intramuskular atausubkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan MG ditentukan dengan meningkatkan fungsi pengobatan pada obat
antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan sirkulasi antibodi. Terapi mencakup agens-
agens antikolinesterase dan terapi imunosupresif, yang terdiri dari plasmaferesis dan timektomi.
a. Antikolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg
per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak
menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan
secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg
subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat
menginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan.
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 6/22
Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan
daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis
golongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi,
dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa
kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali
bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obat
yang diminum, sehingga dosis berikutnya harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik.
Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini dapat
diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping tersebut.
b. Steroid
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan diberikan sekali
sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya harus
kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi
sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-
gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat,
prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikan
efek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis.
Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosisditurunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yang
efektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus dihindari.
c. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik, efek
sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan saluran
cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB
selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi
hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon
bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
d. Timektomi
Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan kontrol jalan
napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa hari pasca operasi dan
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 7/22
tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-
paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.
e. Plasmaferesis
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB. Cara ini
akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikan
dengan pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun
demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi hasil yang baik
sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi
miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi tidak
bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
9. PATHWAY MIESTANIA GRAVIS
10. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Keluhan Utama
Hal yang sering menyebabkan klien miastenia meminta bantuan medis adalah kondisi penurunan
atau kelemahan otot-otot, dengan manifestasi: diplopia (pengelihatan ganda), ptosis (jatuhnya
kelopak mata) merupakan keluhan utama dari 90% klien miastenia gravis, disfonia (gangguan
suara), masalah menelan, dan mengunyah makanan. Pada kondisi berat keluhan utama biasanya
adalah ketidakmampuan menutup rahang, ketidakmampuan batuk efektif dan dispnea.
Riwayat Penyakit Sekarang
Miestania gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika klien mencoba menelan (otot-otot palatum);
menimbulkan suara abnormal atau suara nasal; dank lien tidak mampu menutup mulut yang
disebut sebagai tanda rahang menggantung. Terserangnya otot –otot pernapasan terlihat dari
adanya batuk yang lemah, akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan klien tidak mampu lagi
membersihkan lender dari trakea dan cabang-cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan
panggul dapat terserang pula; dapat pula terjasi semua kelemahan otot-otot rangka. Biasanya
gejala-gejala miestania gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan memberikan obat
antikolinesterase.
Riwayat Penyakit Dahulu
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 8/22
Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang memperberat kondisi miaestania
gravis, seperti hiprertensi dan diabetes mellitus.
Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai persamaan dengan keluhan klien saat
ini.
Pengkajian Psikososiokultural
Klien miestania gravis sering mengalami gangguan emosi pada kebanyakan klien kelemahan otot
jika mereka berada dalam keadaan tegang. Adanya kelemahan pada kelopak mata ptosis, diplopia,
dan kerusakan dalam komunikasi verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan citra diri.
b. Pengkajian Fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum,
sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering
didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien, menunjukkan adanya akumulasi secret pada
jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan untuk memantau perkembangan dari
status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darahyang secara progresif akan berubah
sesuai dengan kondisi tidak membaiknya status pernapasan.
B3 (Brain)
1) Pengkajian Saraf Kranial
• Saraf I. Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama fungsi penciuman
• Saraf II. Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering mengeluh adanya penglihatan
ganda.
• Saraf III, IV dan VI. Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya oftalmoplegia, mimic dari
pseudointernuklear oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada nervus VI.
• Saraf V. Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat kelumpuhan pada otot-otot wajah.
• Saraf VII. Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya gangguan motorik lidah.
• Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 9/22
• Saraf IX dan X. Ketidakmampuan dalam menelan.
• Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
• Saraf XII. Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat kelemahan otot motorik pada
lidah.2) Pengkajian Sistem Motorik
Karakteristik utama miestania gravis adalah kelemahan dari system motorik. Adanya kelemahan
umum pada oto-otot rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobolitas dan intoleransi
aktivitas.
3) Pengkajian Refleks
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat reflex
pada respons normal.
4) Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak
ada perasaan abnormal di permukaan tubuh.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya menunjukkan berkurangnya volume pengeluaran
urin, yang berhubungan dengan penurunan perfuusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
B5 (Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien
miestania gravis menurun karena ketidakmampuan menelan makanan sekunder dari kelemahan
otot-otot menelan.
B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada mobilitas dan mengganggu
aktivitas perawatan diri.
(Arif Muttaqin, 2008)
11. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan
3) Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan penurunan control tersedak dan batuk efektif
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 10/22
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan disfonia, gangguan berbicara.
7) Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
8) Resiko cedera berhubungan dengan diplopia dan kelemahan otot-otot volunteer
9) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot
12. RENCANA KEPERAWATAN
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 11/22
1. BERSIHAN JALAN NAPAS TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN DENGAN AKUMULASI
SECRET, KEMEMPUAN BATUK MENURUN
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan jalan napas kembali efektif
Kriteria : Secara subyektif sesak napas (-), frekuensi napas 16-20 kali/mnt, tidak
menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), ronki (-/-), mengi (-/-), dapat
mendemonstrasikan cara batuk efektif.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas
tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
penggunaan otot aksesori, warna dan
kekentalan spuntum.
Memantau dan mengatasi komplikasi
potensial. Pengkajian fungsi pernapasan
dengan intervalyang teratur adalah penting
karena pernapasan yang tidak efektif dan
adanya kegagalan, karena adanya kelemahan
atau paralisis pada otot-otot interkostal dan
diafragma yang berkembang dengan cepat.
Atur posisi fowler dan semifowler Peninggian kepala tempat tidur memudahkan
pernapasan, meningkatkan ekspansi dada dan
meningkatkan batuk lebih efektif.
Ajarkan cara batuk efektif Klien berada pada risiko tinggi jika tidak
dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan napas dan mengalami
kesulitan dalam menelan, yang dapat
menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan
gagal napas akut.
Lakukan fisioterapi dada; vibrasi dada Terapi fisik dada membantu meningkatkan
batuk lebih efektif.
Lakukan penghisapan lender di jalan napas Penghisapan mungkin diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas
menjadi bersih.
Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti minum
air putih, dan pertahankan asupan cairan 2500
ml/hari
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus
yang kental dan dapat membantu pemenuhan
cairan yang banyak keluar dari tubuh.2. POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN OTOT PERNAPASAN
Tujuan : Setelah diberikan tindakaan keperawatan diharapkan pola napas kembali efektif
Kriteria : : Secara subyektif sesak napas (-), frekuensi napas 16-20 kali/mnt, tidak
menggunakan otot bantu napas, gerakan dada normal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas
tambahan, perubahan irama dan kedalaman,
penggunaan otot aksesori
Menjadi bahan parameter monitoring
serangangagal napas dan menjadi data dasar
intervensi selanjutnya.
Evaluasi keluhan sesak napas, baik secara
verbal dan nonverbal.
Tanda dan gejala meliputi adanya kesulitan
bernapas saat berbicara, pernapasan dangkal
dan ireguler, menggunakan otot-otot
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 12/22
g , gg
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer .C, Bare.G. 2002. Buku Ajar KEPERAWATA MEDIKAL – BEDAH Bruner & Suddarth
Volume 3. Edisi 8. EGC.
Doengoes, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:EGC.
Price, Sylvia A, dkk. 2006. PATOFISIOLOGI Volume 2. Edisi 6. Jakarta:EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Dr. Meiny. S. Lubis.http://www.mer-c.org/penyakit-infeksi/202-miastenia-gravis-kelemahan-
otot.html
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 13/22
Miastenia Gravis undefined undefined
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat dijumpai pada anak, orang
dewasa, dan pada orang tua.
Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada akhir tahun 1800an miastenia
gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot akibat paralysis bulbar. Pada tahun 1920 seorang
dokter yang menderita miastenia gravis merasa ada perbaikan sesudah ia meminum obat efedrin
yang ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934 Mary Walker,seorang dokter dari Inggris melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara miastenia gravis dan
keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare yaitu fisostigmin untuk mengobati
miastenia gravis dan ternyata ada kemajuan-kemajuan yang nyata.
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40 tahun miastenia
gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria(Harsono, 1996). Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam
10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis (Patofisiologi, 1995).
Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian biasanya disebabkan oleh
insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah berhasil dikurangi secara drastic sejak tersedia obat-
obatan serta unit-unit perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat terjadi pada 10% hingga 20% pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu. Yang
paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita muda yang masih dini keadaannya (5 tahun
pertama setelah awitan) dan tidak berespon baik dengan pengobatan.
2.1. Definisi
Istilah miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis merupakan satu-
satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara cepatnya terjadi kelemahan
otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lamadari normal).
Miastenia gravis ialah gangguan oto-imun yang menyebabkan otot skelet menjadi lemah dan lekas
lelah1.
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskular 3.
2.2. Patofisiologi
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka membran
akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah
sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 14/22
membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium
dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial
lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalammembran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema.
Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah
transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzimasetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam penyakit miastenia
gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran
postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke
arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat
ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karenadua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun secara radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi secara histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien
menunjukkan adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus, sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi menunjukkan penurunan amplitudo
potensial unit motorik apabila otot dipergunakan terus-menerus3.
Pembuktian etiologi oto-imunologiknya diberikan oleh kenyataan bahwa kelenjar timus
mempunyai hubungan erat. Pada 80% penderita miastenia didapati kelenjar timus yang abnormal.Kira-kira 10% dari mereka memperlihatkan struktur timoma dan pada penderita-penderita lainnya
terdapat infiltrat limfositer pada pusat germinativa kelenjar timus tanpa perubahan di jaringan
limfoster lainnya5.
2.3. Manifestasi Klinis
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga merupakan gangguan otoimun
yang merusak fungsi reseptor asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular.
Keadaan ini sering bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat. Tetapi
penyakit ini dapat tetap terlokalisir pada sekelompok otot tertentu saja.
Gambaran klinis miastenia gravis sangat jelas yaitu dari kelemahan local yang ringan sampai pada
kelemahan tubuh menyeluruh yang fatal. Kira-kira 33% hanya terdapat gejala kelainan okular
disertai kelemahan otot-otot lainnya. Kelemahan ekstremitas tanpa disertai gejala kelainan okular
jarang ditemukan dan terdapat kira-kira 20% penderita didapati kesulitan mengunyah dan menelan.
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang menimbulkan ptosis dan
diplopia. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau bilateral. Setelah beberapa minggu sampai
bulan, ptosis dapat dilengkapi dengan diplopia ( paralysis ocular ). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak diganggu
oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar dapat bangkit juga pada pagi
hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan.
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 15/22
Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah satu otot okular paretik,
paresis N III interna (reaksi pupil).Diagnosis dapat ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot
levator palpebra kelopak mata. Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis,namun adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan otot okular
kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila penyakit hanya terbatas pada otot-
otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian.
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan faring. Pada pemeriksaan dapatditemukan paresis N VII bilateral atau unilateral yang bersifat LMN, kelemahan otot pengunyah,
paresis palatum mol/arkus faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi melalui hidung jika pasien mencoba menelan, menimbulkan suara yangabnormal, atau suara nasal, dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda
rahang yang menggantung
.Kelemahan otot non-bulbar umumnya dijumpai pada tahap yang lanjut sekali. Yang pertama
terkena adalah otot-otot leher, sehingga kepala harus ditegakkan dengan tangan. Kemudian otot-
otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal. Atrofi otot ringan dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya tidak lebih memburuk lagi8.
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah, dan akhirnya dapat
berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi membersihkan lendir.
Biasanya gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat dan dengan
memberikan obat antikolinesterase. Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami eksaserbasi
oleh sebab:
1. Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi selama siklus haid
atau gangguan fungsi tiroid.
2. Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan infeksi yang
disertai diare dan demam.
3. Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka berada dalamkeadaan tegang.
4. Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin, suatu obat yang
mempermudah terjadinya kelemahan otot, dan obat-obat lainnya3.
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi3:
1. Kelompok I: Miastenia okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus
kematian.
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 16/22
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. Sistem
pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.
3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat dengan
terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih
nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena.
Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angkakematian rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai
terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan.Respons terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan
keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala-gejala kelompok I
atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respons terhadapobat dan prognosis buruk.
Disamping klasifikasi tersebut di atas, dikenal pula adanya beberapa bentuk varian miastenia
gravis, ialah1
:
1. Miastenia neonatus
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan. Jenis ini terjadi pada bayi yang
ibunya menderita miastenia gravis, dengan kemungkinan 1:8, dan disebabkan oleh masuknya
antibodi antireseptor asetilkolin ke dalam melalui plasenta.
2. Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis pada dewasa.
3. Miastenia kongenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada kelainan imunologik dan
antibodi antireseptor asetilkolin tidak ditemukan. Jenis ini biasanya tidak progresif.
4. Miastenia familial
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 17/22
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas. Biasa terjadi pada miastenia
kongenital dan jarang terjadi pada miastenia gravis dewasa.
5. Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh terganggunya pengeluaranasetilkolin dari ujung saraf. Sering kali berkaitan dengan karsinoma bronkus (small-cell
carsinoma). Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia gravis. Pada umumnya penderita
mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai atrofi, gejala-gejala orofaringeal danokular tidak mencolok, dan refleks tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh
mulutnya kering.
6. Miastenia gravis antibodi-negatif
Kurang lebih ¼ daripada penderita miastenia gravis tidak menunjukkan adanya antibodi. Pada
umumnya keadaan demikian terdapat pada pria dari golongan I dan IIB. Tidak adanya antibodi
menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respons terhadap pemberian prednison, obatsitostatik, plasmaferesis, atau timektomi.
7. Miastenia gravis terinduksi penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid, penyakit Wilson, dansistinuria. Setelah penderita menerima D-P beberapa bulan, penderita mengalami miastenia gravis
yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P dihentikan.
8. Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium botulinum, yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf motorik. Akibatnya adalah paralisis berat otot-otot skelet
dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B paling sering menimbulkan
kasus botulisme. Tipe E terdapat pada ikan laut (see food). Intoksikasi biasanya terjadi setelah
makan makanan dalam kaleng yang tidak disterilisasi secara sempurna.
Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena toksin. Kemudian muncul
pandangan kabur, disfagia, dan disartri. Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi pola
desendens selama 4-5 hari, kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis otot pernapasan
dapat terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan ototocular dan lidah. Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut kering, konstipasi,
retensi urin).
2.5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Penting sekaliuntuk mengetahui keadaan sebenarnya dari miastenia gravis. Diagnosis dapat dibantu dengan
meminta pasien melakukan kegiatan berulang sampai timbul tanda-tanda kelelahan. Untuk
kepastian diagnosisnya, maka diperlukan tes diagnostik sebagai berikut:
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 18/22
1. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian sangat berguna untuk menegakkan
diagnosis. Titer antibodi ini meninggi pada 90% penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB,dan 70% penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan beratnya penyakit.
2. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan timoma dan lebih kurang 30%
penderita miastenia gravis. Penderita yang dalam serumnya tidak ada antibodi ini dan juga tidak
ada antibodi anti-reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adlah sangat kecil.
3. Tes tensilon (edrofonium klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat bermanfaat apabila pemeriksaan
antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif
sementara secara klinis masih tetap diduga adanya miastenia gravis. Apabila tidak ada efek samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg tensilon. Reaksi dianggap
positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang jelas (misalnya dalam waktu 1 menit),
menghilangnya ptosis, lengan dapat dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, danmeningkatnya kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit. Jika
diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding antara miastenia gravis yang
sesungguhnya dengan sindrom miastenik. Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala
yang serupa dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses patologislain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang telah meluas. Usia timbulnya kedua
penyakit ini merupakan faktor pembeda yang penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda,
sedangkan sindrom miastenik biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik biasanya akan
hilang kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG.
4. Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan, untuk melihat apakah adatimoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan dengan sken tomografik.
5. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes Wartenberg. Penderita diminta
menatap tanpa kedip suatu benda yang terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Padamiastenia gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
6. Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas disuntikkan intramuskular atau
subkutan. Tes dianggap positif apabila gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 19/22
2.6. Terapi
1. Antikolinesterase
Dapat diberikan piridostigmin 30-120 mg per oral tiap 3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg
per oral tiap 3 jam. Piridostigmin biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat diberikan
secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara dengan 1 mg
subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapatmenginaktifkan atau menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera dihancurkan.
Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal, sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan
daya tahan semula. Pemberian antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravisgolongan IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh stimulasi
parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi berkebihan, berkeringat, lakrimasi,
dan sekresi bronkial berlebihan. Efek samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa
kram atau diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin. Penting sekali
bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini merupakan tanda terlalu banyak obatyang diminum, sehingga dosis berikutnya harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik.
Karena neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka obat ini dapatdiberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana sesungguhnya efek smping tersebut.
2. Steroid
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk miastenia gravis, dan diberikan sekali
sehari secara selang-seling (alternate days) untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya haruskecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk menghindari eksaserbasi
sebagaimana halnya apabila obat dimulai dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-
gejala terkontrol atau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap hari, dengan memperhatikanefek samping yang mungkin ada. Hal ini untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis.
Disarankan agar diberi tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka dosis
diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan memperoleh dosis minimal yangefektif. Perubahan pemberian prednisolon secara mendadak harus dihindari.
3. Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan hasil yang baik, efek
sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan steroid dan terutama berupa gangguan saluran
cerna,peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BBselama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan fungsi
hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon
bersama-sama dengan azatioprin sangat dianjurkan.
4. Timektomi
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 20/22
Pada penderita tertentu perlu dilakukan timektomi. Perawatan pasca operasi dan kontrol jalan
napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa hari pasca operasi dan
tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru- paru. Hal ini harus segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.
5. Plasmaferesis
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BB. Cara ini
akan memberikan perbaikan yang jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikandengan pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang berat. Namun
demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi demikian ini dapat memberi hasil yang baik
sehingga penderita mampu hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin efektif padakrisimiastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada reseptor asetilkolin, tetapi tidak
bermanfaat pada penanganan kasus kronik.
2.7. Krisis Pada Miastenia Gravis
Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat menelan, membersihkan
sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan alat-alat. Ada dua jenis krisis, yaitu:
1. Krisis miastenik
Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang lebih banyak. Keadaan
ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup dan dapat dicetuskan oleh
infeksi. Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:
- Kontrol jalan napas
- Pemberian antikolinesterase
- Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan (respirator), obat-obat
antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi
saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui,obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat antikolinesterase. Hal ini
mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau mungkin jugadosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-
obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit
sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Tindakan terhadap kasusdemikianadalah sebagai berikut:
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 21/22
- Kontrol jalan napas
- Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan atropine 1 mg
intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat,karena secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan
lender dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapatdiberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah.
- Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5 mg intravena. Obat iniakan memberikan perbaikan sementara pada krisis miastenik, tetapi tidak akan memberikan
perbaikan atau bahkan memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.
Kesimpulan
1. Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan kelelahanotot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut keseluruh tubuh hingga ke otot
pernapasan.
2. Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan neuromuskular
akibat penyakit otoimun.
3. Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga yang sembuhkembali setelah istirahat.
4. Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran klinis, serta
tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor asetilkolin, antibodi anti-otot skelet, testensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes prostigmin.
5. Pengobatan miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat antikolinesterase yang
kerjanya menghancurkan asetilkolin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi klinis 2nd ed., Gajah Mada University Press, Yogyakarta
2. Howard, J.F., 1997, Department of Neurology, The University of North Carolina at Chapol Hill.
http://www.myasthenia.org/information/summary.htm
3. Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem Saraf, dalam S.A.
Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 4th ed., EGC,
Jakarta
4. Mardjono, M., 2003, Neurologi Klinis Dasar 9th ed., hal 55,149,348, Dian Rakyat, Jakarta
5/16/2018 Askep Pada Pasien Miestania Gravis - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/askep-pada-pasien-miestania-gravis 22/22
6. Murray, R.K., 1997, Dasar Biokimiawi Beberapa Kelainan Neuropsikiatri, dalam R.K. Murray,
D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell, (eds), Biokimiawi Harper 24th ed., EGC, Jakarta
7. NINDS Myasthenia Gravis Fact Sheet, 2003.http://www.ninds.nih.gov/health_and_medical/pubs/myastheniagravis.htm
8. Sidharta, P., 1999, Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum, hal 129,142, 167, 174, 421, Dian
Rakyat, Jakarta
9. Sidharta, P., 1999, Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, hal 139, 280, 317, 366, 390, 421,
576, Dian Rakyat, Jakarta
10. Walshe III, T.M., 1995, Disease of Nerve And Muscle, dalam M.A. Samuels, (eds), Manual Of
Neurologic Therapeutics 5th ed., Little brown And Company, London