ASKEP Hipertensi.doc

33
STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI A. Konsep Dasar Medik 1. Pengertian - Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003). - Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001). - Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna. - Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,1996). - Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau

Transcript of ASKEP Hipertensi.doc

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

- Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160

mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin,

2003).

- Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan

sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia,

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90

mmHg. (Smeltzer, 2001).

- Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection (JIVC) sebagai

tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat

keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai

hipertensi maligna.

- Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan

darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Luckman Sorensen,1996).

- Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg,

hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi

berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan

peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik

(Smith Tom, 1995).

- Hipertensi adalah tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90

mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.

2. Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik).

Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan

perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:

a. Genetik : Respon neurologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau transport  Na.

b. Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah

meningkat.

c. Stress Lingkungan.

d. Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh

darah.

Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

a. Hipertensi Esensial (Primer)

Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika,

lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari

eksresi Na, obesitas, merokok dan stress. Meskipun hipertensi primer belum diketahui

dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang

sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :

Faktor keturunan. Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi

Ciri perseorangan

1) Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:

2) Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat)

3) Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan)

4) Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)

5) Kebiasaan hidup

6) Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

7) Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr)

8) Kegemukan atau makan berlebihan

9) Stress

10) Merokok

11) Minum alcohol

12) Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin)

b. Hipertensi Sekunder

Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal. Penggunaan

kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan –

perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20

tahun. Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya

kontraksi dan volumenya.

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah

perifer.

Penyebab sekunder pada hipertensi adalah :

1) Ginjal

2) Glomerulonefritis

3) Pielonefritis

4) Nekrosis tubular akut

5) Tumor

6) Vascular

7) Aterosklerosis

8) Hiperplasia

9) Trombosis

10) Aneurisma

11) Emboli kolestrol

12) Vaskulitis

13) Kelainan endokrin

14) DM

15) Hipertiroidisme

16) Hipotiroidisme

17) Saraf

18) Stroke

19) Ensepalitis

20) SGB

21) Obat – obatan

22) Kontrasepsi oral

23) Kortikosteroid

3. Klasifikasi

Klasifikasi hipertensi menurut WHO

a. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan

diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg

b. Tekanan darah perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-

94 mmHg

c. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160

mmHg dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.

Klasifikasi menurut The Joint National Committee on the Detection and Treatment of

Hipertension

a. Diastolik

1) < 85 mmHg : Tekanan darah normal

2) 85 – 99 : Tekanan darah normal tinggi

3) 90 -104 : Hipertensi ringan

4) 105 – 114 : Hipertensi sedang

5) >115 : Hipertensi berat

b. Sistolik (dengan tekanan diastolik 90 mmHg)

1) < 140 mmHg : Tekanan darah normal

2) 140 – 159 : Hipertensi sistolik perbatasan terisolasi

3) > 160 : Hipertensi sistolik teriisolasi

Krisis hipertensi adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak

(sistole ≥180 mmHg dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg

membutuhkan penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat

tinggi dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak, mata

(retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).

Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan

darah. Dibagi menjadi dua:

a. Hipertensi Emergensi

Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat

antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif target

akut atau progresif. Kenaikan TD mendadak yg disertai kerusakan organ target yang

progresif dan di perlukan tindakan penurunan TD yg segera dalam kurun waktu

menit/jam.

b. Hipertensi urgensi

Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya

gejala yang berat atau kerusakan organ target progresif bermakna tanpa adanya gejala

yang berat atau kerusakan organ target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan

dalam beberapa jam. Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam

(penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai

hari).

4. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla

spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor

dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis

ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor

seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap

rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan

tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang

menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,

yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang

mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh

korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung

mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan

fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan

darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya

elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi

volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan

curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer, 2001).

Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”

disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff

sphygmomanometer (Darmojo, 1999).

Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel

jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila diteruskan

pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan

Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada

terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan

darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan retensi

natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan

peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti

jantung. (Suyono, Slamet. 1996).

5. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti

hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri

kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai

kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

Menurut Rokhaeni ( 2001 ), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita

hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, Gelisah,

Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun

Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :

a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.

b. Sakit kepala

c. Pusing / migraine

d. Rasa berat ditengkuk

e. Penyempitan pembuluh darah

f. Sukar tidur

g. Lemah dan lelah

h. Nokturia

i. Azotemia

j. Sulit bernafas saat beraktivitas

6. Komplikasi

Efek pada organ :

a. Otak

1) Pemekaran pembuluh darah

2) Perdarahan

3)Kematian sel otak : stroke

b. Ginjal

1) Malam banyak kencing

2) Kerusakan sel ginjal

3) Gagal ginjal

c. Jantung

1) Membesar

2)Sesak nafas (dyspnoe)

3) Cepat lelah

4) Gagal jantung

7. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

a. Pemeriksaan yang segera seperti :

1) Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap

volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:

hipokoagulabilitas, anemia.

2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.

3) Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).

4) Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama

(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.

5) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi

6) Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus

untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )

7) Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi

8) Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)

9) Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.

10) Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi

11) Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme

12) EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri

ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

13) Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana)

untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) :

1) IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal,

batu ginjal / ureter.

2) CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

3) IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,

perbaikan ginjal.

4) Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.

5) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien

8. Penatalaksanaan

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi

kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah

dibawah 140/90 mmHg.

Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

a. Terapi tanpa Obat è Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan

dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :

1) Diet

Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah : Restriksi garam secara moderat dari

10 gr/hr menjadi 5 gr/hr

Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh

2) Penurunan berat badan

3) Penurunan asupan etanol

4) Menghentikan merokok

5) Latihan Fisik

Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita

hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga yaitu

isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah

raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi

maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada

dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x

perminggu

b. Edukasi Psikologis

Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :

1) Tehnik Biofeedback

Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-

tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.

Penerapan biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri

kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.

2) Tehnik relaksasi

Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi

ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat

otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )

Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang

penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya

dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

c. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga

mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat.

Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.

Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (JOINT NATIONAL

COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD

PRESSURE, USA, 1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium,

atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan

keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.

Pengobatannya meliputi :

1) Step 1

Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor

2) Step 2

Alternatif yang bisa diberikan :

- Dosis obat pertama dinaikkan

- Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama

- Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis,

Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator

3) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh

- Obat ke-2 diganti

- Ditambah obat ke-3 jenis lain

- Step 4 : Alternatif pemberian obatnya

- Ditambah obat ke-3 dan ke-4

- Re-evaluasi dan konsultasi

- Follow Up untuk mempertahankan terapi

Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik

antara pasien dan petugas kesehatan (perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan

kesehatan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai

berikut :

a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya

b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya

c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan

untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas

d.Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas

dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur

memakai alat tensimeter

Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu

Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita

Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi

e. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur

tekanan darahnya di rumah

f. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari

g. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-

masalah yang mungkin terjadi

h.Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk

mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal

i. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin

j. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering

k. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.

l. Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali

pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

Gejala :

1) Kelemahan

2) Letih

3) napas pendek

4) Gaya hidup monoton

Tanda :

1) Frekuensi jantung meningkat

2) Perubahan irama jantung

3) Takipnea

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner /   katup,

penyakit serebrovaskuler

Tanda :

1) Kenaikan TD

2) Nadi : denyutan jelas

3) Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia

4) Bunyi jantung : murmur

5) Distensi vena jugularis

6) Ekstermitas

Perubahan warna kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ),  pengisian

kapiler mungkin lambat

c. Integritas Ego

Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor

stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )

Tanda :

1) Letupan suasana hati

2) Gelisah

3) Penyempitan kontinue perhatian

4) Tangisan yang meledak

5) otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )

6) Peningkatan pola bicara

d. Eliminasi

Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi,  riwayat penyakit

ginjal )

e. Makanan / Cairan

Gejala :

1) Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan

kolesterol

2) Mual

3) Muntah

4) Riwayat penggunaan diuretik

  Tanda :

1) BB normal atau obesitas

2) Edema

3) Kongesti vena

4) Peningkatan JVP

5) glikosuria

f. Neurosensori

Gejala :

1) Keluhan pusing / pening, sakit kepala

2) Episode kebas

3) Kelemahan pada satu sisi tubuh

4) Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )

5) Episode epistaksis

Tanda :

1) Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori

( ingatan )

2) Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman

3) Perubahan retinal optik

g. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala :

1) nyeri hilang timbul pada tungkai

2) sakit kepala oksipital berat

3) nyeri abdomen

h. Pernapasan

Gejala :

1) Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas

2) Takipnea

3) Ortopnea

4) Dispnea nocturnal proksimal

5) Batuk dengan atau tanpa sputum

6) Riwayat merokok

Tanda :

1) Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan

2) Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )

3) Sianosis

i. Keamanan

Gejala       : Gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda       : Episode parestesia unilateral transien

j. Pembelajaran / Penyuluhan

Gejala       :

1) Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,

penyakit serebrovaskuler, ginjal

2) Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain

3) Penggunaan obat / alkohol

2. Diagnosa keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan

afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen.

c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

d. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita

klien

e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyaki

3. Rencana Tindakan

No Diagnosa KeperawatanData Subjektif dan Objektif

Tujuan

Hasil Yang Diharapkan

Rencana Tindakan Rasionalisasi

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard

Tujuan jangka panjang : nyeri teratasi / hilang.Tupen:Setelah dilakukan intervensi dalam 3x24 jam inflamasi jaringan usus teratasi dengan, Kriteria hasil :

1. Klien melaporkan rasa sakit/ nyerinya berkurang/ terkontrol.

2. Wajah tampak rileks.3. Klien dapat tidur / istirahat

dengan cukup.

1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, kualitas, dan durasi nyeri, gunakan skala nyeri 0 – 10, dan rentangkan ketidaknyaman.

2. Bantu posisi pasien untuk kenyamanan optimal. Beberapa pasien menemukan kenyamanan pada posisi miring.

3. Ajarkan teknik untuk pernapasan diafragmatik lambat.

4. Berikan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan pasien.

5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian, sedatif, dan analgesik

1. Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses / peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.

2. Menghilangkan tegangan abdomen

3. Untuk menurunkan stres dan membantu rileks otot yang tegang sehingga dapat mengurangi nyeri.

4. Lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan.

5. Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

8

sesuai program, evaluasi dan dokumentasikan respon pasien, dengan menggunakan skala 0 – 10.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

Tujuan jangka panjang: tidak terjadi kekurangan volume cairanTupen:Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam pemasukan cairan kembali adekuat dengan, Kriteria hasil :

Pasien mengatakan tidak mual dan tidak muntah lagi

Pasien mengatkan nafsu makan mulai meningkat

Cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang.

Turgor kulit baik, tanda – tanda vital stabil, membran mukosa lembab.

Pengeluaran urine adekuat, dan normal.

Pengisian kapiler < 3 detik.

1. Monitor tanda – tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah).

2. Observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.

3. Awasi masukan dan keluaran, catat warna urine, konsentasi, berat jenis urine.

4. Berikan cairan sedikit demi sedikit tapi sering.

5. Jelaskan agar menghindari makanan/ bau – bauan yang merangsang mual

6. Berikan perawatan mulut dan bibir dengan sering.

7. Berikan cairan intravena (IV) dan elektrolit.

8. Pertahankan penghisapan gaster atau usus.

9. Lakukan pemeriksaan cairan dan elektrolit.

1. Mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler, indikator secara dini tentang adanya hipovolemi.

2. Perubahan dari normal tanda tersebut indikasi tidak adekuatnya sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

3. Penurunan keluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi.

4. Untuk meminimalkan kehilangan cairan.

5. Menghindari adanya pengeluaran cairan peroral atau muntah.

6. Minimalkan terjadinya luka pada mukosa mulut, bibir.

7. Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.

8. Untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.

9

9. Mengetahui kondisi jumlah cairan dan elektrolit tubuh.

3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

Tujuan jangka panjang : nyeri hilang atau terkontrolTupen:Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam, nyeri post op teratasi dengan Kriteria hasil :

Pasien tampak rileks Pasien mampu tidur dan

istirahat dengan tepat pasien melaporkan nyeri

berkurang atau hilang

1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik beratnya (skala 0-10), selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

2. Atur posisi dengan posisi semi fowler.

3. Anjurkan klien melakukan ambulasi dini

4. Berikan aktivitas hiburan: nonton TV, mendengarkan musik, baca majalah atu koran

5. Pertahankan puasa atau penghisapan nasogastrik pada awal paska pembedahan

6. Berikan analgetik sesuai program terapi

7. Berikaan kirbat es pada abdomen

1. Perubahan karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses atau peritonitis dan memerlukan evaluasi lebih lanjut

2. Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah, dan menghilangkan tegangan abdomen yang bertamabah dengan posisi terlentang

3. Meningkatkan normalisasi fungsi organ, merangsang peristaltik dan kelancaran flatus

4. Meningkatkan relaksasi dan tepat menurunkan nyeri

5. Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster atau muntah

6. Menghilangkan nyeri, pada saat ambulasi dan batuk

7. Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf

10

4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien

Tujuan jangka panjang : Mempercepat penyembuhanTujuan jangka pendek:Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam, tanda infeksi teratasi dengan Kriteria hasil :

Tidak ada tanda-tanda infeksi Drainase jernih Tidak ada eritema Tidak ada demam

1. Monitor tanda-tanda vital, demam, menggigil berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen

2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik

3. Observasi insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka, adanya eritema

4. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien atau orang terdekat

5. Ambil spesimen untuk pemeriksaan

6. Berikan antibiotik sesuai

7. Bantu irigasi dan drainase bila

1. Dugaan adanya infeksi, abses, peritonitis

2. Menurukan resiko penyebaran bakteri

3. Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya

4. Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.

5. mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi yang tepat program

6. Sebagai profilaksis atau menurunkan jumlah organisme. Untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.

7. Untuk mengalirkan isi abses terlokalisir

11

diindikasikan5. Kurang pengetahuan berhubungan

dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit

Tujuan jangka panjang : Pasien mengatakan pemahaman tentang penyakit, pengobatan Dan perawatan.

Tujuan jangka pendek: Setelah dilakukan intervensi 1x60 menit, pengetahuan akan prognosis penyakit dapat tercukupi dengan, kriteria hasil:1. Klien dapat menjelaskan

penyakitnya 2. Klien dapat menjelaskan

pengobatan yang diberikan3. Klien berpartisipasi dalam

program pengobatan

1. Kaji ulang pengetahuan klien tentang pembatasan aktivitas pasca pembedahan, seperti mengangkat berat, olahraga berat, latihan berat.

2. Jelaskan agar klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan secara bertahap.

3. Jelaskan menggunakan laksatif atau pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema.

4. Jelaskan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan. Pembatasan mandi, Dan control ke dokter untuk mengangkat jahitan atau pengikat.

5. Jelaskan gejala yang memerlukan evaluasi medic, seperti peningkatan nyeri, edema atau eritema luka, adanya drainase, demam

1. Memberikan informasi pada klien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.

2. Meningkatkan penyembuhan, perasaan sehat, Dan mempermudah kembali aktifitas normal

3. Membantu kembali fungsi usus semula, mencegah mengejan saat defekasi

4. Pemahaman klien tentang perawatan dapat meningkatkan partisipasi dalam program terapi.

5. Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius seperti lambatnya penyembuhan, peritonitis.

12

4. PELAKSANAN KEPERAWATAN

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa kegiatan

sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap

ini perawat menggunakan kemampuan dalam melaksanakan tindakan keperawatan

terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post

appendiktomi.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah

dilakukan pada klien perlu di lakukan evaluasi sebagai berikut:

a. Melaporkan nyeri hilang dan terkontrol

b. Bebas dari tanda-tanda infeksi

c. Memperahankan keseimbangan cairan

d. Informasi kesehatan terpenuhi

6. DISCHARGE PLANNING

Berikan pasien dan orang terdekat informasi verbal tertulis mengenai hal berikut :

a. Obat-obatan, termasuk nama obat, tujuan, dosis, jadwal, kewaspadaan,

interaksi obat-obatan dan makanan atau obat, dan potensial efek samping.

b. Anjurkan pasien untuk minum obat secara teratur

c. Waspada terhadap kelelahan, dan istirahat setelah gejala kelelahan,

mendapatkan istirahat maksimum, secara bertahap meningkatkan aktivitas

sesuai toleransi.

d. Anjurkan pasien untuk kontrol ulang kembali.

13