ASKEP glomerulonefritis akut
-
Upload
eka-santi-peratiwi -
Category
Documents
-
view
232 -
download
18
Transcript of ASKEP glomerulonefritis akut
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN
GLOMERULONEFRITIS AKUT
NAMA KELOMPOK 4 :
1. Made Udayati (10.321.0864)
2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858)
3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859)
4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)
5. Ni Putu Yuli Wahyuni (10.321.0874)
6. Ni Wayan Chandra Utami (10.321.0875)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan paper ini yang berjudul “Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Pada Klien Glomerulonefritis”
Paper ini dibuat untuk memenuhi tugas dari perkuliahan Sistem Perkemihan. Dengan
adanya paper ini diharapkan bisa membantu para pembaca, untuk dapat mengetahui tentang
konsep dasar penyakit dan konsep dasar asuhan keperawatan pada klien glomerulonefritis
akut.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini penulis telah mendapatkan
bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, segala kritik dan saran dari pembaca sangat
diharapkan demi kesempurnaan paper ini lebih lanjut. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pembaca.
Denpasar, 24 Oktober 2012
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................1
D. Manfaat Penulisan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Konsep Dasar Penyakit...............................................................................................3
1. Definisi / Pengertian...........................................................................................3
2. Epidemiologi / Insiden Kasus.............................................................................3
3. Etiologi / Penyebab.............................................................................................4
4. Faktor Predisposisi..............................................................................................4
5. Patofisiologi........................................................................................................5
6. Pathway...............................................................................................................7
7. Gejala Klinis.......................................................................................................7
8. Klasifikasi...........................................................................................................8
9. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang................................................................10
10. Penatalaksanaan................................................................................................11
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan........................................................................12
1. Pengkajian.........................................................................................................12
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul................................................12
3. Rencana Tindakan Keperawatan.......................................................................13
4. Implementasi.....................................................................................................18
iii
5. Evaluasi.............................................................................................................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................................19
A. Kesimpulan...............................................................................................................19
B. Saran.........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................20
SATUAN ACARA PENYULUHAN.......................................................................................21
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya, tidak jelas akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopologi
tertentu pada glomerolus. Di Amerika Serikat Glomerulonefritis merupakan penyebab
terbanyak penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).
Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama sebagai
penyebab PGTA dan meliputi 55% penderita yang mengalami hemodialisis. (Soeparman,
1990)
Glomerulonefritis dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu bentuk yang merata
dan bentuk yang fokal. Pada bentuk yang merata perubahan tampak pada semua lobulus
daripada semua glomerulus, sedangkan pada bentuk fokal hanya sebagian glomerulus
yang terkena, dari pada glomerulus yang terkena itu hanya tampak kelainan setempat
(hanya satu atau beberapa lobulus yang terkena).
Glomerulonefritis Akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan
struktur dan faal dari peradangan akut glomerulus pasca infeksi Streptococcus. Sindrom
ini ditandai dengan timbulnya oedem yang timbul mendadak, hipertensi, hematuri, oliguri,
GFR menurun, insuffisiensi ginjal. (Enday, 1997)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut yaitu
Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pada klien glomerulonefritis akut serta
bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien glomerulonefritis akut ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien glomerulonefritis akut serta
mengetahui bagaimana penatalaksanaan pada klien glomerulonefritis akut
1
2. Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan konsep dasar penyakit
b. Menerapkan asuhan keperawatan pada pasien klien glomerulonefritis akut yang
meliputi:
1) Melakukan pengkajian
2) Merumuskan masalah keperawatan pada klien glomerulonefritis akut
3) Membuat rencana keperawatan pada pasien klien glomerulonefritis akut
4) Melakukan implementasi sesuai dengan rencana keperawatan pada klien
glomerulonefritis akut
5) Melakukan evaluasi pada pasien klien glomerulonefritis akut
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode pustaka
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi / Pengertian
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada
kedua ginjal. Peradangan akut glomerulonefritis terjadi akibat pengendapan
kompleks antigen antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya
terbentuk 7-10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus
(glomerulonefritis pascastreptokokus) tetapi dapat juga timbul setelah infeksi lain.
(Ariff Muttaqin, 2011)
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi akibat infeksi kuman
streptococcus. (Kapita selekta, 2000)
Glomerulusnefritis akut merujuk pada kelompok penyakit ginjal, dimana
terjadi reaksi peradanagn di glumerulus. Glomerulosnefritis bukanlah merupakan
infeksi pada ginjal,tetapi gangguan akibat mekanisme tubuh terhadap system imun
(Nursalam,2008)
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah
akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.
2. Epidemiologi / Insiden Kasus
Pada penelitian insidensi di Amerika, GNPSA ditemukan pada 10% anak
dengan faringitis dan 25% anak dengan impetigo. Salah satu studi menemukan
bahwa faktor predominan untuk GNPSA pada anak adalah faringitis. Penyakit ini
paling sering menyerang anak dalam rentang umur 2-12 tahun. Penelitian
menunjukkan bahwa 5% anak yang terkena berusia di bawah 2 tahun dan10% adalah
orang dewasa dengan usia di atas 40 tahun. Anak laki-laki memiliki resiko dua kali
3
lebih besar untuk terkena GNPSA dibanding anak perempuan. Tidak ada predileksi
ras dan genetik.
Glomerulonefritis akut pasca streptokok yang klasik terutama menyerang
anak dan orang dewasa muda, dengan meningkatnya usia frekuensinya makin
berkurang. Pria lebih sering terkena daripada wanita.
Lebih sering pada musim dingin dan puncaknya pada musim semi. Paling
sering pada anak-anak usia sekolah.
3. Etiologi / Penyebab
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi.
a. Infeksi :
1) Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10 % pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25 % pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab
nonstreptokokus meliputi bakteri, virus, dan parasit.
Bakteri :
streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus
albus, Salmonella typhi dll
Virus :
hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
Parasit :
malaria dan toksoplasma
b. Noninfeksi :
• Penyakit sitemik multisistem seperti, lupus eritematosus sitemik (SLE),
vaskulitis (Poliarteritis nodosa Purpura Henoch-schonlein) indrom
goodpasture, granulomatosis wagener.
4. Faktor Predisposisi
a. Infeksi pada kulit
b. Varicella
c. Epstein barr
4
d. Hepatitis B
e. Inveksi hiv
f. Gondongan
g. Infeksi pernapasan atas
5. Patofisiologi
Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Diduga terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang
merupakan unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks
antigen-antibodi didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. selanjutnya
komplomen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik
leukosit polimor fonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis
dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis
glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-
sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah
merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal, mengakibatkan
proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen antigen-antibodi inilah
yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop elektron dan sebagai
bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi, pada
pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperseluler disertai
invasi PMN.
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat
dari reaksi hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul
dari infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplomen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan
mediator utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks
ini dapat tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis
glomerulus sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi
epitel. Baik antigen atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan
imunologis dengan komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron
5
cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan
karateristik paa mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop
imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul
antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti
C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen
spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk
autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk
komplek imun dalam sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada
terjadinya GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen
menjadi plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen
sehingga terjadi cascade dari sistem komplemen.
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks
yang dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat
terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik
yang dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat
fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan
pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun subepitel,
maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis
glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke
dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit
kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun
demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama.
Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami
agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara
kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus
membran basalis, tapi masuk ke mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi
pada tempat-tempat lain.
6
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal
antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau
dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun
dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan danberlangsung singkat,
seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang
menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa
penyelidik mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana
basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh
menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membrana basalis ginjal.
6. Pathway
Terlampir
7. Gejala Klinis
a. Hematuria
b. Oliguria
c. Proteinuri
d. Lekosuri
e. hipertensi
f. Edema ringan sekitar mata atau seluruh tubuh
g. Gangguan gastrointestinal
h. Sakit kepala, merasa lemah
i. Nyeri pinggang menjalar sampai ke abdomen
Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan
tetapi tidak jarang anak datang dengan gejala berat. Kerusakan pada rumbai kapiler
gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan
7
albuminuria, seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak
kemerah-merahan atau seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang
terbatas di sekitar mata atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada
oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari
sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling
nyata dibagian anggota anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. GFR biasanya
menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal) akibatnya, ekskresi air,
natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia.
Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Derajat
edema biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai
dnegan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat
kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa
minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu
badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-
kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang
mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan,
konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin
hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau
akibat vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.
8. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)
1) Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis
progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti
lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari
8
3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang
mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan
hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya
ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah
hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi
hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas.
Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya
tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur
sepuluh tahunan.
2) Sindrom Nefrotik Kongenital
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir.
Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru
terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria
terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai
hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik
(hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak
berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
b. Glomerulonefritis Primer
1) Glomerulonefritis membranoproliferasif
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya
dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik
sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria
mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala
glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan
sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang
ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian
atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca
streptococcus atau nefropati IgA.
2) Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu
atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa
paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik.
9
Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden
2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada
berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah
dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada
perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan
sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan,
sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3) Nefropati IgA (penyakit berger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan
glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal
kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan
hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis
dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik.
Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran
nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan
imunisasi.
c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai
sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
9. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang
a. Urinalisis: hematuria , proteinuria, endapan sel darah merag, sel darah putih,
epitel sel renal, dan berbagai endapan dalam sedimen.
b. Radiologi : ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan menilai derajat
komplikasi yang terjadi.
10
c. Foto polos abdomen : untuk menilai bentuk dan besar ginjal (batu atau
obstruksi). Dehidrasi dapat memperburuk keadaan ginjal, oleh karena itu
penderita diharapkan tidak puasa.
d. USG : untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal.
e. IVP (Intra Vena Pielografi) : untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini beresiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu. Misal :
DM, usia lanjut, dan nefropati asam urat.
f. Darah: peningkatan BUN dan kreatinin, albumin rendah, lipid meningkat, titer
antistreptolysin meningkat (dari reaksi organism streptokokus)
g. Renogram : untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan.
h. Pemeriksaan Pielografi Retrograd bila dicurigai obstruksi yang reversibel.
i. EKG : untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia). 081999533811
j. Biopsi ginjal dengan jarum pada ginjal, sumbatan kapiler glomerulus dari
proliferasi sel endotetelial
10. Penatalaksanaan
a. Istirahat selama 1-2 minggu
b. Modifikasi diet
c. Tingkatkan karbohidrat untu menambah tenaga dan mengurangi katabolisme
protein.
d. Pembatasan cairan dan natrium
e. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
f. Terapi Antibiotika untuk menyembuhkan infeksi (jika masih ada)
g. Anti hipertensi
h. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
i. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau
hemodialisa.
j. Terapi untuk mempercepat progresif glomerukinefritis meliputu:
1) Penggantian plasma
2) Pemberian imunosupresan (corticosteroid, cyclophosfamid)
11
E. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan umum, meliputi gangguan atau penyakit yang lalu,
berhubungan dengan penyakit sekarang. Contoh : ISPA, SLE , scleroderma
b. Riwayat kesehatan sekarang, meliputi ; keluhan/gangguan yang berhubungan
dengan penyakit saat ini. Seperti ; mendadak nyeri abdomen, Pinggang, edema.
c. Pengkajian Fisik
1) Aktivitas/istirahat
a) Gejala : kelemahan/malaise
b) Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot
2) Sirkulasi
a) Tanda : hipertensi, pucat,edema
3) Eliminasi
a) Gejala : perubahan pola berkemih (oliguri)
b) Tanda : Perubahan warna urine (kuning pekat, merah)
4) Makanan/cairan
a) Gejala : (edema), anoreksia, mual, muntah
b) Tanda : penurunan keluaran urine
5) Nyeri/kenyamanan
a) Gejala : nyeri pinggang, sakit kepala
b) Tanda : perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1) Nyeri akut berhubungan dengan respon inflamasi lokal
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin,
retensi cairan natrium
3) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran mukosa
mulut
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
13
3. Rencana Tindakan Keperawatan
NO.
DXTUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama … x 24 jam,
diharapkan nyeri klien
berkurang dengan KH :
1. Klien melaporkan
nyeri berkurang atau
terkontrol dengan
skala nyeri 0 – 1 (0 –
10)
2. Klien menunjukkan
ekspresi wajah atau
postur tubuh rileks
3. Klien dapat
berpartisipasi dalam
aktifitas dan tidur
atau istirahat dengan
tepat
1. Kaji keluhan nyeri,
perhatikan lokasi atau
karakter dan intensitas
(PQRST)
2. Berikan posisi yang
nyaman pada pasien.
3. Tingkatkan periode
tidur tanpa gangguan.
4. Dorong menggunakan
teknik manajemen
nyeri, seperti nafas
dalam.
5. Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi
(analgesik).
1. Memberikan informasi
untuk membantu dalam
menentukan pilihan
atau keefektifan
intervensi.
2. Untuk meningkatkan
relaksasi.
3. Dapat mengurangi rasa
nyeri pasien.
4. Meningkatkan relaksasi
dan mengurangi nyeri.
5. Diberikan untuk
menghilangkan nyeri
dan memberikan
relaksasi mental dan
fisik.
2 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama … x 24 jam,
diharapkan kelebihan
volume cairan teratasi
dengan KH :
1.klien tidak sesak
nafas
2. pitting edema ( - )
3. Produksi urine > 600
ml/hari
1) Kaji tekanan darah.
2) Kaji distensi vena
jugularis.
1. Sebagai salah satu
cara untuk mengetahui
peningkatan jumlah
cairan yang dapat
diketahui dengan
meningkatkan beban
kerja jantung yang
dapat diketahui dari
meningkatnya tekanan
darah.
2. Peningkatan cairan
dapat membebani 14
3) Ukur intake dan output
4) Kolaborasi dalam :
a. Berikan diet tanpa
garam
b. Berikan diet rendah
protein tinggi kalori
fungsi ventrikel kanan
yang dapat dipantau
melalui pemeriksaan
tekanan vena
jugularis.
3. Penurunan curah
jantung
mengakibatkan
gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium
atau air, dan
penurunan urine
output.
4. Kolaborasi :
a. Natrium
meningkatkan retensi
cairan dam
meningkatkan volume
plasma yang
berdampak terhadap
peningkatan beban
kerja jantung dan
akan meningkatkan
demand miokardium.
b. Diet rendah protein
untuk menurunkan
insufisiensi renal dan
retensi nitrogen yang
akan meningkat
BUN. Diet tinggi
kalori untuk cadangan
energi dan
mengurangi
15
c. Berikan diuretik :
furosemide,
sprinolakton,
hidronolakton
d. Pantau data
laboratorium
elektrolit kalium
katabolisme protein.
c. Diuretik bertujuan
untuk menurunkan
volume plasma dan
menurunkan retensi
cairan di jaringan
sehingga menurunkan
resiko terjadinya
edema paru.
d. Hipokalemia dapat
membatasi
keefektifan terapi.
3 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama … x 24 jam,
diharapkan klien dapat
memepertahankan
kebutuhan nutrisi yang
adekuat dengan KH :
1. Nutrisi adekuat
(sesuai dengan
kebutuhan)
2. IMT normal (18-22)
3. Tidak mual dan
muntah
4. Berat badan stabil
1. Auskultasi bising usus.
2. Anjurkan makan sedikit
tapi sering.
3. Dorong pasien untuk
memandang diet
sebagai pengobatan dan
untuk membuat pilihan
makanan / minuman
tinggi kalori/protein.
4. Lakukan oral hygiene
sebelum makan.
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian
nutrisi.
1. Immobilitas dapat
menutunkan bising
usus.
2. Membantu mencegah
distensi gaster atau
ketidaknyamanan dan
meningkatkan
pemasukan.
3. Kalori dan protein
diperlukan untuk
mempertahankan berat
badan dan
meningkatkan
penyembuhan.
4. Mulut yang bersih dapat
meningkatkan rasa dan
nafsu makan yang baik.
5. Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
16
4 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama … x 24 jam
diharapkan klien dapat
meningkatkan toleransi
aktivitas dengan KH :
1.
berpartisipasi
dalam aktivitas
yang diinginkan /
diperlukan
2.
peningkatan dalam
toleransi aktivitas
yang dapat diukur.
1. Kaji toleransi pasien
terhadap aktivitas
dengan menggunakan
parameter : frekwensi
nadi 20 x per menit
diatas frekwensi
istirahat, catat
peningkatan TD,
dipsnea, atau nyeri dada,
kelelahan berat dan
kelemahan, berkeringat,
pusing atau pingsan.
2. Kaji kesiapan untuk
meningkatkan aktivitas
contoh : penurunan
kelemahan / kelelahan,
TD stabil, frekwensi
nadi, peningkatan
perhatian pada aktivitas
dan perawatan diri.
3. Dorong memajukan
aktivitas / toleransi
perawatan diri.
1. Parameter menunjukan
respon fisiologis pasien
terhadap stress,
aktivitas dan indicator
derajat pengaruh
kelebihan kerja
/ jantung.
2. Stabilitas fisiologis
pada istirahat
penting untuk
memajukan tingkat
aktivitas individual.
3. Konsumsi oksigen
miokardia selama
berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah
oksigen yang ada.
Kemajuan aktivitas
bertahap mencegah
peningkatan
tiba-tiba pada kerja
jantung.
17
4. Berikan bantuan sesuai
kebutuhan dan
anjurkan penggunaan
kursi mandi,
menyikat gigi / rambut
dengan duduk dan
sebagainya.
5. Dorong pasien untuk
partisifasi dalam
memilih periode
aktivitas.
4. teknik penghematan
energi menurunkan
penggunaan energi dan
sehingga membantu
keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
5. Seperti jadwal
meningkatkan toleransi
terhadap kemajuan
aktivitas dan mencegah
kelemahan.
5 Setelah diberikan
asuhan keperawatan
selama … x 30 menit,
diharapkan pasien dan
keluarga mengetahui
tentang penyakitnya
dengan KH :
1. Menyatakan
pemahaman
kondisi, prognosis,
dan pengobatan.
2. Berpartisipasi
dalam program
pengobatan
1. Kaji tingkat
pemahaman klien dan
keluarga terhadap
proses penyakit.
2. Beri HE tentang
penyakit, pencegahan,
dan pengobatannya.
3. Identifikasi tanda dan
gejala yang memerlukan
evaluasi medik seperti
inflamasi, demam,
perubahan karakteristik
nyeri.
1. Memberikan
kesempatan untuk
memberikan informasi
tambahan sesuai
keperluan.
2. Meningkatkan
pengetahuan klien dan
keluarga agar dapat
mencegah dan
mengikuti terapi
pengobatan.
3. Deteksi dini terjadinya
komplikasi.
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan.
18
5. Evaluasi
Diagnosa 1 :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol dengan skala nyeri 0 – 1
(0–10)
b. Klien menunjukkan ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
c. Klien dapat berpartisipasi dalam aktifitas dan tidur atau istirahat dengan
tepat
Diagnosa 2 :
a. klien tidak sesak nafas
b. piting edema ( - )
c. Produksi urine > 600 ml/hari
Diagnosa 3 :
a. Nutrisi adekuat (sesuai dengan kebutuhan)
b. IMT normal ( 18-22 )
c. Tidak mual dan muntah
d. Berat badan stabil
Diagnosa 4 :
a. Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Diagnosa 5 :
a. Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
b. Berpartisipasi dalam program pengobatan
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi akibat infeksi kuman streptococcus.
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi.
Cara penatalaksanaanya yaitu dengan istirahat selama 1-2 minggu, modifikasi diet,
pembatasan cairan dan natrium, pembatasan protein bila BUN meningkat, antibiotika, anti
hipertensi, pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali), bila anuria
berlangsung lama (5-7 hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau hemodialisa.
Diagnosa yang mungkin muncul pada nyeri akut berhubungan dengan respon
inflamasi lokal, kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin,
retensi cairan natrium, ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan perubahan mambran
mukosa mulut, intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis, kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan
F. Saran
Sebagai tenaga kesehatan seharusnya dan sepatutnya harus mengetahui tentang
penyakit-penyakit yang sering dijumpai pada era moderenisasi ini seperti
glomerulonefritis akut supaya penanganan dan penatalaksanaannya baik dan terkendali.
Diharapkan juga pembaca untuk mencari literatur yang baru sehingga mendapatkan
informasi yang baru juga.
20
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta ; EGC
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
Herdman, Heather T. 2012. NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : EGC.
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jagakarsa Jakarta : Salemba Medika.
Internasional, NANDA. 2010. Definisi dan Klasifikasi Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
21
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Glomerulonefritis Akut
Pokok Bahasan : Gangguan Sistem Perkemihan
SubPokok Bahasan : Glomerulonefritis Akut
Sasaran : Klien dan keluarga klien
Hari / Tanggal : Rabu, 26 November 2013
Tempat / ruangan : Ruang nusa indah, RSU sanglah
Waktu : 30menit
I. LATAR BELAKANG
Istilah Glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya, tidak jelas akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopologi
tertentu pada glomerolus. Di Amerika Serikat Glomerulonefritis merupakan penyebab
terbanyak penyakit ginjal tahap akhir (PGTA).
Di Indonesia tahun 1980, Glomerulonefritis menempati urutan pertama sebagai
penyebab PGTA dan meliputi 55% penderita yang mengalami hemodialisis
II. TUJUAN UMUM
Setelah dilakukan penyuluhan, keluarga dan pasien diharapkan mampu memahami
tentang glomerulonefritis akut dan dapat menerapkan perawatan sehingga dapat hidup
secara sehat bagi diri sendiri dan orang lain.
III. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti proses penyuluhan selama 30 menit, diharapkan mampu
mengetahui :
1. Pengertian glomerulonefritis akut
2. Penyebab glomerulonefritis akut
22
3. Tanda dan gejala glomerulonefritis akut
4. Penatalaksanaan glomerulonefritis akut
IV. METODE
Ceramah dan Diskusi/Tanya Jawab
V. MEDIA
1. Leaflet
2. Laptop
3. LCD
VI. ISI MATERI (materi lengkap terlampir)
1. Pengertian glomerulonefritis akut
2. Penyebab glomerulonefritis akut
3. Tanda dan gejala glomerulonefritis akut
4. Penatalaksanaan glomerulonefritis akut
VII. PROSES PELAKSANANAN
No Kegiatan Respon
Pasien/Keluarga
Waktu
1 PENDAHULUAN
a. Memberi salam
b. Menyampaikan pokok bahasan
c. Menyampaikan tujuan
d. Melakukan apersepsi
- Menjawab salam
- Menyimak
- Menyimak
- Menyimak
5 Menit
2 ISI
Penyampaikan materi tentang:
1. Pengertian glomerulonefritis akut
2. Penyebab glomerulonefritis akut
3. Tanda dan gejala
glomerulonefritis akut
4. Penatalaksanaan
glomerulonefritis akut
Menyimak dan
memperhatikan
penyuluhan
20 Menit
23
3 PENUTUP
a. Diskusi
b. Kesimpulan
c. Evaluasi
d. Memberikan salam penutup
Aktif bertanya
Memperhatikan
Menjawab pertanyaan
Menjawab salam
5 Menit
VIII.SETTING TEMPAT
Duduk saling berhadapan dengan penyaji berada di depan
Keterangan :
= Audien
= Fasilitator
= Observer
24
PENYAJI
MODERATOR
IX. PENGORGANISASIAN
1. Moderator : Diah Trisna Dewi
2. Penyaji : Dewi Lasyantia
3. Observer : Eka
4. Fasilitator : Yogi aristana
Galih Pratiwi Lembut
Wira sulaksana
Fransiskus
X. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan materi
b. Kesiapan SAP
c. Kesiapan media : lcd, leaflet, dan Laptop
d. Peserta hadir ditempat penyuluhan
e. Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai dengan waktu yang direncanakan.
b. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar
d. Suasana penyuluhan tertib
e. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat penyuluhan
f. 70 % keluarga hadir
g. 70 % keluarga aktif bertanya
3. Evaluasi hasil
Prosedur pada akhir kegiatan penyuluhan
Jenis : Lisan
Pertanyaan Evaluasi :
a. Coba jelaskan pengertian dari glomerulonefritis akut ?
b. Coba sebutkan penyebab dari glomerulonefritis akut?
c. Coba sebutkan tanda dan gejala dari glomerulonefritis akut ?
d. Coba jelaskan bagaimana pencegahan glomerulonefritis akut ?
25
e. Coba jelaskan bagaimana penatalaksanaan dari glomerulonefritis
akut ?
XI. REFERENSI
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta ; EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta : EGC.
Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jagakarsa Jakarta : Salemba Medika.
26
Lampiran Materi
1. PENGERTIAN
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak pada kedua
ginjal. Peradangan akut glomerulonefritis terjadi akibat pengendapan kompleks antigen
antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-10 hari setelah
infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (glomerulonefritis pascastreptokokus) tetapi
dapat juga timbul setelah infeksi lain. (Ariff Muttaqin, 2011)
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap
bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi akibat infeksi kuman streptococcus. (Kapita
selekta, 2000)
2. PENYEBAB
Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini secara luas dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi.
a. Infeksi :
1) Infeksi streptokokus terjadi sekitar 5-10 % pada orang dengan radang
tenggorokan dan 25 % pada mereka dengan infeksi kulit. Penyebab
nonstreptokokus meliputi bakteri, virus, dan parasit.
Bakteri :
streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus
albus, Salmonella typhi dll
Virus :
hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza,
parotitis epidemika dl
Parasit :
malaria dan toksoplasma
b. Noninfeksi :
Penyakit sitemik multisistem seperti, lupus eritematosus sitemik (SLE),
vaskulitis, sindrom goodpasture, granulomatosis wagener.
27
3. TANDA DAN GEJALA
a. Hematuria
b. Oliguria
c. Edema ringan sekitar mata atau seluruh tubuh
d. Gangguan gastrointestinal
e. Sakit kepala, merasa lemah
f. Nyeri pinggang menjalar sampai ke abdomen
4. PENATALAKSANAAN
a. Istirahat selama 1-2 minggu
b. Modifikasi diet
b. Pembatasan cairan dan natrium
c. Pembatasan protein bila BUN meningkat.
d. Antibiotika
e. Anti hipertensi
f. Pemberian diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali)
g. Bila anuria berlangsung lama (5-7hari) dianjurkan dialisa peritoneal atau
hemodialisa.
28