askep DHF.docx
-
Upload
silvyfebry -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
description
Transcript of askep DHF.docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar BelakangDHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering
disebut sebagai demam berdarah. Menurut para ahli, demam berdarah dengue
disebut sebagai penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang
disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam,nyeri otot, dan
sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah pada
kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB
berdarah.
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever
(DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili
Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini
secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari
serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara
Tropis dan Subtropis.
Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang
berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968
di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia.
Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan
genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap
daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor
genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang
timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus
Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara
tropis dan sub tropis.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Dapat menambah dan memperluas wawasan kita tentang kasus dan
asuhan keperawatan imunologi dan hematologi
1
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang anatomi
fisiologi sistem imunologi dan hematologi
b. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang pengertian
DHF
c. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui asuhan keperawatan
teoritis pada kasus DHF
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi
Diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan tambahan referensi
dalam proses perkuliahan dan dapat menambah wawasan kita.
2. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa dan
membantu mahasiswa dalam memahami dan mengetahui materi tentang
penyakit DHF.
2
BAB II
TIMJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun
1) Sejarah Imunilogi
Edward Jenner (1796) à vaksinasi dengan nanah pok sapi. Diangkat
sebagai pendiri imunologi.
2) Pengertian Sistem Imun
Sistem Imun (bahasa Inggris: immune system) adalah sistem
pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul
asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit.
Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan
molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang
teraberasi menjadi tumor. (Wikipedia.com)
Letak sistem imun
3) Fungsi dari Sistem Imun
a) Sumsum
Semua sel sistem kekebalan tubuh berasal dari sel-sel induk dalam
sumsum tulang. Sumsum tulang adalah tempat asal sel darah merah, sel
3
darah putih (termasuk limfosit dan makrofag) dan platelet. Sel-sel dari
sistem kekebalan tubuh juga terdapat di tempat lain.
b) Timus
Dalam kelenjar timus sel-sel limfoid mengalami proses pematangan
sebelum lepas ke dalam sirkulasi. Proses ini memungkinkan sel T untuk
mengembangkan atribut penting yang dikenal sebagai toleransi diri.
i. Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di
sepanjang perjalanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu
seperti leher, axillae, selangkangan dan para-aorta daerah.
Pengetahuan tentang situs kelenjar getah bening yang penting
dalam pemeriksaan fisik pasien.
ii. Mukosa jaringan limfoid terkait (MALT)
Di samping jaringan limfoid berkonsentrasi dalam kelenjar
getah bening dan limpa, jaringan limfoid juga ditemukan di tempat
lain, terutama saluran pencernaan, saluran pernafasan dan saluran
urogenital.
4) Mekanisme Imun
Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme
pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar
dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta seltumor. Sistem ini
mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta
menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka
dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti
biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru
agar dapat menginfeksi organisme-organisme uniselular seperti bakteri
dimusnahkan oleh sistem enzim yang melindungi terhadap infeksi virus.
Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno dan tetap pada
keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga.
Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya untuk melindungi
tubuh juga berkurang, membuat patogen, termasuk virus yang menyebabkan
penyakit. Penyakit defisiensi imun muncul ketika sistem imun kurang aktif
daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun
4
merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined
immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi,
seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan
oleh retrovirus HIV. Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang
hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut merupakan
benda asing. Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid
arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus. Peran
penting imunologi tersebut pada kesehatan dan penyakit adalah bagian dari
penelitian.
5) Sel-sel Sistem Imun
Sel-sel dalam sistem imun :
a) Fagosit monokulear
Sistem fagosit monokulear terdiri atas monosit dalam sirkulasi dan
makrofag dalam jaringan.
1) Monosit
Selama hematopoiesis dalam sumsum tulang, sel progenitor
granulosit/monosit berdiferensiasi menjadi premonosit yang
meninggalkan sumsum tulang dan masuk kedalam sirkulasi untuk
selanjutnya berdiferensiasi menjadi monosit matang dan berperan
dalam berbagai fungsi. Monosit adalah fagosit yang didistribusikan
secara luas sekali di organ limfoid dan organ lainnya.
5
2) Makrofag
Monosit yang seterusnya hidup dalam jaringan sebagai
makrofag residen, berbentuk khusus yang tergantung dari alat/jaringan
yang ditempati, dan dinamakan sesuai dengan lokasi jaringan sebagai
berikut :
i. Usus : makrofag intestinal
ii. Kulit : sel dendritik atau sel langerhans
iii. Paru ; makrofag alveolar, sel langerhans
iv. Jaringan ikat ; histiosit
v. Hati : sel kuppfer
vi. Ginjal : sel mesangial
vii. Otak : sel microglia
viii. Tulang : osteoklas
Makrofag di aktifkan oleh berbagai rangsanggan, dapat
memakan, menangkap, mencerna anti gen eksogen, seluruh mikro
organisme, partikel tidak larut dan bahan endogen seperti sel penjamu
yang cedera atau mati.
Makrofag sel utama fagositosis. Terdiri dari 2 macam :
makrofag bebas dan makrofag fiksasi (tinggal di organ). Sel makrofag
sebagai sel APC (Antigen Presenting Cell) yang mempunyai molekul
MHC. MHC kelas I aken mengaktivasi sel Tc, Kelas II mengaktivasi
sel Th, MHC kelas III menstimulasi sistem komplemen.
b) Fagosit polimorfonuklear
Fagosit polimorfonuclear atau polimorf atau granulosit dibentuk dalam
sumsum tulang dalam kecepatan 8 juta/menit dan hidup selama 2-3 hari,
sedang monosit/makrofag dapat hidup untuk beberapa bulan sampai tahun.
Granulosit merupakan sekitar 60-70% dari seluruh jumlah sel darah
putihnormal dan dapat keluar dari pembuluh darah.
Granulosit dibagi menurut pewarnaan histologik menjadi neutrofil dan
eosinofil.
1) Neutrofil
Merupakan sebagian besar dari leukosit dalam sirkulasi.
Biasanya hanya berada dalam sirkulasi kurang dari 7-10 jam sebelum
6
bermigrasi ke jaringan, dan hidup selama beberapa hari dalam
jaringan. Neutrofil mempunyai reseptor untuk IgGdan komplemen.
2) Eosinofil
Merupakan 2-5% dari sel darah putih orang sehat tannpa alergi.
Seperti neutrofil, eosinofil juga dapat berfungsi sebagai fagosit.
Eosinofil dapat pula di rangsang untuk degranulasi seperti halnya
dengan sel mast dan basofil serta melepas mediator. Eosinofil juga
berperan dalam imunitas parasit dan memiliki berbagai reseptor.
Fungsi utama eosinofil adalah melawan infeksi parasit dan dapat juga
memakan antigen antibody.
Sel lain :
a. Sel dendritik : menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas II
b. Sel Langerhans : menyajikan antigen yang terikat protein MHC kelas
II
6) Mekanisme Kerja Sel Imun :
NK cell (Natural Killer Cell).Bekerja secara non-spesifik (tanpa
pengenaan lebih lanjut), tapi buka sel fagositik. Bekerja dengan cara kontak
langsung dengan sel terinfeksi. NK cell disebut sebagai “immune surveylence”
(seperti polisi dalam tubuh). Ketika NK cell menempel pada sel terinfeksi,
maka golgi dari NK cell akan mensekresi protein killer (perforin). Perforin ini
akan membentuk suatu ‘jembatan’ antara NK cell dengan sel terinfeksi,
melalui ‘jembatan’ ini terjadi pengeluaran elektrolit berlebih dari sel terinfeksi
yang menyebabkan litik osmotik. Peristiwa penyerangan dengan ‘jembatan’
ini disebut membrane attack complex.
Sel B.Secara umum berfungsi sebagai APC. Sel B akan menerima
antigen kemudian melalui MHC kelas II, antigen ini disajikan ke permukaan
sel untuk mengaktivasi sel T helper. Sel T helper akan mensekresikan sitokin
yang dapat menstimulasi sel B berproliferasi menjadi sel memori, selain itu
juga mengaktifkan sel B untuk menjadi sel plasma penghasil antibody
Sel T. Setelah sel B berikatan dengan sel T helper, sel T helper tidak
bisa langsung teraktivasi tanpa adanya stimulasi dari Co-stimulatory sitokin.
Di antara yang termasuk sitokin adalah : IL (Interleukin I,II,..dst); interferon
α,β,γ; Tumor Necrosis Factor; Prostaglandin, dll.
7
Non Specific Killer Cells. Yaitu : NK cell dan LAK cell; ADCC (K)
cell; Activated macrophage; Eosinophils (diaktivasi oleh IgE karena IgE
mentriger/memicu eosinofil untuk mengeliminasi cacing).
7) Respon Imun Humoral dan Seluler
Respons imun alamiah: respons imun alamiah tidak memiliki
spesifisitas dan memori sehingga pertahanan tidak meningkat dengan adanya
infeksi berulang. Respons ini diperankan oleh sel fagosit dan sel NK dengan
menggunakan faktor soluble yaitu lisosom, komplemen, acute phase proteins
(CRP), dan interferon. Mikroorganisme yang masuk dalam tubuh akan melalui
dua mekanisme pertahanan utama, yaitu efek destruksi oleh enzim yang
bersifat bakterisidal dan mekanisme fagositosis oleh sel-sel fagosit (gambar 4).
Sel fagosit akan mengenali berbagai mikroorganisme. Mekanisme ini akan
menimbulkan respons inflamasi akibat migrasi sel-sel yang terlibat dalam
respons imun serta mengakibatkan vasodilatasi.
Respons imun adaptif terjadi melalui identifikasi dan pengenalan
terhadap adanya stimulus, misalnya bakteri dan virus. Respons ini memiliki
tiga karakter utama, yaitu spesifik, memori, dan intensitas yang bervariasi.
Komponen respons imun spesifik terdiri dari respons imun humoral dan
respons imun seluler.
a) Respons Imun Humoral
Respons imun humoral diawali dengan diferensiasi limfosit B menjadi
satu populasi (klon) sama yang memproduksi antibodi spesifik dan
limfosit B memori. Antibodi akan berikatan dengan antigen untuk
mengaktivasi komplemen yang mengakibatkan hancurnya antigen
tersebut. Tiga elemen penting dalam respons imun humoral, yaitu:
antibodi, reseptor sel T (T cell receptors), dan molekul MHC (Major
Histocompatibility Complex).7,19 Antibodi berfungsi untuk pertahanan
host karena menjadikan mikroorganisme infektif sebagai target, merekrut
mekanisme efektor host yang dapat merusak, menetralkan toksin, dan
menyingkirkan antigen asing dari sirkulasi. TCR berinteraksi bukan
dengan antigen secara keseluruhan, tetapi dengan segmen pendek dari
asam amino (antigen peptida). Fungsi TCR adalah untuk mengikat dan
mengenali kompleks antigen spesifik dengan molekul MHC. MHC
berfungsi untuk menentukan kemampuan sistem imun seseorang dalam
8
membedakan self dan nonself, mengatur berbagai interaksi antara berbagai
jenis sel yang terlibat dalam respons imun, dan menentukan kemampuan
individu untuk bereaksi terhadap antigen spesifik dan kecenderungan
untuk menderita kelainan imunologik.
b) Respons Imun Seluler
Antibodi tidak dapat menjangkau mikroorganisme yang berkembang
biak intraseluler. Oleh karena itu, sistem imunitas tubuh mengaktivasi
limfosit T untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut. Setelah antigen
eksogen diproses oleh APC, akan terbentuk fragmen peptida yang
kemudian dapat berinteraksi dengan TCR bersamaan membentuk
kompleks dengan MHC. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu Th
(CD4), untuk mengenal antigen bekerja sama dengan MHC kelas II.
Antigen endogen dihasilkan oleh tubuh inang. Sebagai contoh adalah
protein yang disintesis virus dan protein yang disintesis oleh sel kanker.
Antigen endogen dirombak menjadi fraksi peptida yang selanjutnya
berikatan dengan MHC kelas I pada retikulum endoplasma. Limfosit T
mengeluarkan subsetnya, yaitu Tc (CD8), untuk mengenali antigen
endogen untuk berikatan dengan MHC kelas I. Sel Th1. Pada dasarnya,
respons imun alamiah dan adaptif bekerja saling melengkapi. Sel-sel imun
saling berinteraksi dalam regulasi sistem imun.
8) Anatomi kulit.
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya
sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai
6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada
kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung,
bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan
luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm
sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau
korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
9
a) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan
epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi
regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas
sampai yang terdalam) :
1) Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas
dan berganti.
2) Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit
tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3) Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin. Terdapat sel Langerhans.
4) Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan
tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan
penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap
efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan
tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi.
Terdapat sel Langerhans.
5) Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis
yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis
secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan
satu lapis sel yang mengandung melanosit.
Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis
vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
b) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
10
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm, terdiri dari dua lapisan :
1) Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2) Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen
berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya
terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia
meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut
kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin
berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan
tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis
juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut,
kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung
banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength,
suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
c) Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan
keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke
dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar,
isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical
shock absorber.
11
Vaskularisasi
Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus
terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara
dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini
memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri
asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh
darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis
Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi
tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai
kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan
dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari
invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan
salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena
banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung
jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan
12
Gambar 1 : penampang
kulit.
elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur
perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible
loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit
dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila
temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian
tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit
dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran
darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit
akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
B. Definisi
Dengue adalah penyakit virus didaerah tropis yang ditularkan oleh
nyamuk dan ditandai dengan demam, nyeri kepala, nyeri pada tungkai, dan
ruam (Brooker, 2001). Demam dengue/dengue fever adalah penyakit yang
terutama pada anak, remaja, atau orang dewasa, dengan tanda-tanda klinis
demam, nyeri otot, atau sendi yang disertai leukopenia, dengan/tanpa ruam
(rash) dan limfadenophati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat, nyeri pada
pergerakkan bola mata, rasa menyecap yang terganggu, trombositopenia
ringan, dan bintik-bintik perdarahan (ptekie) spontan (Noer, dkk, 1999).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
13
C. Etiologi Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1,
DEN-2, DEN-3, DEN-4. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan
Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encehplalitis dan West Nile virus.
D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih
diperdebatkan. Terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom senjatan dengue.
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksitas yang
dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE).
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imon seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1
akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, TH2 memproduksi
IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsosinasi
anti bodi. Dalam proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:
i. Supresi sumsum tulang, dan
ii. Destruksi dan pemandekan masa hidup trombosit.
Gambaran sumsum tulang pada faseawal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Koagulopati terjadi sebagai
14
interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV.
E. Patofisiologi
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan
kemudian bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus-antibody,
dalam asirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen (Suriadi & Yuliani, 2001).
Virus dengue masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama
kali menyebabkandemam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa
terlihat pada infeksi oleh virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila
seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan.
Dan DHF dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi pertama kali, mendapat
infeksi berulang virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu
reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen-
antibodi (kompleks virus-antibodi) yang tinggi (Noer, dkk, 1999).
F. Manifestasi Klinik
1) Demam tinggi 5-7 hari.
2) Perdarahan, terutama perdarahan bawah kulit ; ptekie, ekhimosis, hematoma
3) Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.
4) Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi.
5) Nyeri otot, tulang dan sendi, abdomen dan ulu hati.
6) Sakit kepala.
7) Pembengkakan sekitar mata.
8) Pembesaran hati, limpa dan kelenjar getah bening.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah
menurun, gelisah, capillary reffil time lebih dari dua detik, nadi cepat dan
lemah).
G. Klasifikasi
Klasifiksi DHF menurut WHO
a) Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (uji
tourniquet positif).
b) Derajat II
15
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan
lain.
c) Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
d) Derajat IV
e) Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur
Pemeriksaan Diagnostik Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)
Darah Lengkap = Hemokonsentrasi (Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih),
Thrombocitopeni (angka thrombosit 100. 000/ mm3 atau kurang)
Serologi = Uji HI (hemaaglutinaion Inhibition Test)
Rontgen Thorax = Effusi Pleura
H. Epidemiologi
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
(terutama A. aegepty dan A. albopictus).
Bebrapa faktor diketahui berkatian dengan peningkatan transmis virus dengue
yaitu : 1). Vektor : perkembang biakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan
vector di lingkungan, transportasi vector dari satu tempat ke tempat lain; 2).
Pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). Lingkungan : curah hujan, suhu,
sanitasi dan kepadatan penduduk.
I. Penatalaksaan Medis
a) DHF tanpa Renjatan
i. Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
ii. Obat antipiretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
iii. Jika kejang maka dapat diberi luminal ( anticonvulsan ) untuk anak <1 th
dosis 50 mg IM dan untuk anak >1th 75 mg IM. Jika 15 menit kejang
belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3 mg / Kg BB anak <1 th
dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ Kg BB.
iv. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
16
b) DHF dengan Renjatan
i. Pasang infus RL
ii. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 –
30 ml/ kg BB )
iii. Tranfusi jika Hb dan Ht turun
J. Pemeriksaan Penunjang
a) Darah
1) Trombosit menurun.
2) HB meningkat lebih 20 %.
3) HT meningkat lebih 20 %
4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3.
5) Protein darah rendah.
6) Ureum PH bisa meningkat
7) NA dan CL rendah.
b) Serology : HI (hemaglutination inhibition test).
1) Rontgen thorax : Efusi pleura.
2) Uji test tourniket (+)
K. Diagnosis
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari),
timbul gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang
belakang dan perasaan lelah.
Demam Dengue (DD). Merupakan penyaki demam akut selama 2-7 hari,
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
i. Nyeri kepala.
ii. Nyeri retro-orbital.
iii. Mialgia / artralgia.
iv. Ruam kulit.
v. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif
vi. Leukopenia. Dan pemeriksaan serologi dengue positif.
17
Demam Berdarah Dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO 1997 diagnosis
DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi :
i. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
ii. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
iii. Uji bendung positif
iv. Petekie, ekimosis, atau purpura
v. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdrahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
vi. Hematemesis atau melana.
vii. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000 ul)
viii. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
ix. Peningkatan hematokrit > 20%
x. Penurunan hematokrit > 20%
xi. Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilaman terdapat kesesuaian klinis
dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis
Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh criteria diatas untuk DBD disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah
turun (≤20 mmHg), hipotensi kulit dingin dan lembab serta gelisah.
L. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
a. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia
sembuh secara spontan.
c. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di
sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
18
d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program
pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk
membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik
(larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau
pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate
ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan
air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per
10 liter air.
b. Tanpa insektisida Caranya adalah :
i. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7–10
hari).
ii. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
iii. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
M. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1) Perdarahan luas.
2) Shock atau renjatan.
3) Effuse pleura
4) Penurunan kesadaran.
N. Pengkajian Teoritis
a. Aktivitas/istirahat
Gejala dan tanda : Malaise.
b. Sirkulasi
Gejala :Tekanan darah di bawah normal, denyut perifer melemah, takikardi,
susah teraba
Tanda : Kulit hangat, kering, pucat, kemerahan/ bintik merah, perdarahan
bawah kulit
19
c. Eliminasi
Gejala dan Tanda : Diare atau konstipasi
d. Makanan/ cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah
Tanda : Penurunan berat badan, punurunan haluaran urine, oligouria, anuria.
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, pusing, pingsan
Tanda : Ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium.
f. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Gejala dan Tanda : Kejang abdominal, lokalisasi area sakit
g. Pernapasan
Gejala dan Tanda : Takipneu dengan penurunan kedalaman pernapasan, suhu
meningkat, menggigil
h. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala dan Tanda : Masalah kesehatan, penggunaan obat-obatan atau tindakan
O. Diagnosa keperawatan.
a) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit/ viremia.
b) Nyeri berhubungan dengan proses patologi penyakit.
c) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma, evaforasi, intake tidak adekuat
d) Risiko tinggi terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
e) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, anoreksia.
f) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
g) Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet dan perawatan pasien DHF
berhubungan dengan kurangnya informasi.
20
P. WOC
21
Q. Rencana Asuhan Keperawatan
NO
Diagnosa Keperawatan
Intervensi Rasional
1. Hipertermie
berhubungan dengan
proses infeksi virus
dengue
Tujuan : Suhu tubuh
normal
Kriteria : Suhu tubuh
antara 36 – 37, Nyeri
otot hilang
1. Kaji suhu tubuh pasien
2. Beri kompres air hangat
3. Berikan/anjurkan pasien
untuk banyak minum
1500-2000 cc/hari (sesuai
toleransi)
4. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
yang tipis dan mudah
menyerap keringat
5. Observasi intake dan
output, tanda vital (suhu,
nadi, tekanan darah) tiap 3
jam sekali atau sesuai
indikasi.
1.Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan intervensi
2. Rasional : mengurangi
panas dengan pemindahan
panas secara konduksi.
Air hangat mengontrol
pemindahan panas secara
perlahan tanpa
menyebabkan hipotermi
atau menggigil.
3. Untuk mengganti cairan
tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
4. Memberikan rasa
nyaman dan pakaian yang
tipis mudah menyerap
keringat dan tidak
merangsang peningkatan
suhu tubuh.
5. Mendeteksi dini
kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan
cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Tanda vital
merupakan acuan untuk
22
6. Kolaborasi : pemberian
cairan intravena dan
pemberian obat sesuai
program.
mengetahui keadaan
umum pasien.
6. Pemberian cairan
sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang
tinggi. Obat khususnya
untuk menurunkan panas
tubuh pasien.
2. Resiko defisit
volume cairan
berhubungan dengan
pindahnya cairan
intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak
terjadi defisit voume
cairan
Kriteria : Input dan
output seimbang,
Vital sign dalam
batas normal, Tidak
ada tanda presyok,
Akral hangat,
Capilarry refill
1. Awasi vital sign tiap 3
jam/sesuai indikasi
2. Observasi capillary
Refill
3. Observasi intake dan
output. Catat warna urine /
konsentrasi, BJ
4. Anjurkan untuk minum
1500-2000 ml /hari
( sesuai toleransi )
5. Kolaborasi : Pemberian
cairan intravena
1. Vital sign membantu
mengidentifikasi fluktuasi
cairan intravaskuler
2. Indikasi keadekuatan
sirkulasi perifer
3. Penurunan haluaran
urine pekat dengan
peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
4. Untuk memenuhi
kebutuhan cairan tubuh
peroral
5. Dapat meningkatkan
jumlah cairan tubuh,
untuk mencegah
terjadinya hipovolemic
syok.
3. Resiko Syok
hipovolemik
berhubungan dengan
perdarahan yang
berlebihan,
1. Monitor keadaan umum
pasien
1. Untuk memonitor
kondisi pasien selama
perawatan terutama saat
terdi perdarahan. Perawat
segera mengetahui tanda-
23
pindahnya cairan
intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak
terjadi syok
hipovolemikKriteria : Tanda Vital dalam batas normal
2. Observasi vital sign
setiap 3 jam atau lebih
3. Jelaskan pada pasien
dan keluarga tanda
perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi
perdarahan
4. Kolaborasi : Pemberian
cairan intravena
5. Kolaborasi
Pemeriksaan : HB, PCV,
trombosit
tanda presyok /syok.
2. Perawat perlu terus
mengobaservasi vital sign
untuk memastikan tidak
terjadi presyok / syok.
3. Dengan melibatkan
psien dan keluarga maka
tanda-tanda perdarahan
dapat segera diketahui dan
tindakan yang cepat dan
tepat dapat segera
diberikan.
4. Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
5. Untuk mengetahui
tingkat kebocoran
pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk
acuan melakukan tindakan
lebih lanjut.
4. Resiko gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
intake nutrisi yang
tidak adekuat akibat
mual dan nafsu
makan yang
1. Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makanan yang
disukai
2. Observasi dan catat
masukan makanan pasien
3. Timbang BB tiap hari
(bila memungkinkan)
1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi
2. Mengawasi masukan
kalori/kualitas kekurangan
konsumsi makanan
3. Mengawasi penurunan
24
menurun.
Tujuan : Tidak
terjadi gangguan
kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada
tanda-tanda
malnutrisi,
Menunjukkan berat
badan yang
seimbang.
4. Berikan makanan
sedikit namun sering dan
atau makan diantara waktu
makan
5. Berikan dan Bantu oral
hygiene.
6. Hindari makanan yang
merangsang dan
mengandung gas.
BB / mengawasi
efektifitas intervensi.
4. Makanan sedikit dapat
menurunkan kelemahan
dan meningkatkan
masukan juga mencegah
distensi gaster.
5. Meningkatkan nafsu
makan dan masukan
peroral
6. Menurunkan distensi
dan iritasi gaster.
5. Resiko terjadi
perdarahan
berhubungan dengan
penurunan factor
faktor pembekuan
darah
(trombositopeni)
Tujuan : Tidak
terjadi perdarahan
Kriteria : TD 100/60
mmHg, N: 80-
100x/menit reguler,
pulsasi kuat, Tidak
ada tanda perdarahan
lebih lanjut,
trombosit
meningkat.
1. Monitor tanda-tanda
penurunan trombosit yang
disertai tanda klinis.
2. Anjurkan pasien untuk
banyak istirahat ( bedrest )
3. Berikan penjelasan
kepada klien dan keluarga
untuk melaporkan jika ada
tanda perdarahan seperti :
hematemesis, melena,
1. Penurunan trombosit
merupakan tanda adanya
kebocoran pembuluh
darah yang pada tahap
tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda
klinis seperti epistaksis,
ptike.
2. Aktifitas pasien yang
tidak terkontrol dapat
menyebabkan terjadinya
perdarahan.
3. Keterlibatan pasien dan
keluarga dapat membantu
untuk penaganan dini bila
terjadi perdarahan.
25
epistaksis.
4. Antisipasi adanya
perdarahan : gunakan sikat
gigi yang lunak, pelihara
kebersihan mulut, berikan
tekanan 5-10 menit setiap
selesai ambil darah.
5. Kolaborasi, monitor
trombosit setiap hari
4. Mencegah terjadinya
perdarahan lebih lanjut.
5. Dengan trombosit yang
dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat
kebocoran pembuluh
darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami
pasien.
6. Kecemasan orangtua
berhubungan dengan
kondisi anak.
Tujuan : ansietas
berkurang/terkontrol.
Kriteria : klien
melaporkan tidak
ada manifestasi
kecemasan secara
fisik, tidak ada
manifestasi perilaku
akibat kecemasan.
1. Kaji dan
dokumentasikan tingkat
kecemasan pasien.
2. Kaji mekanisme koping
yang digunakan pasien
untuk mengatasi ansietas
di masa lalu.
3. Lakukan pendekatan
dan berikan motivasi
kepada pasien untuk
mengungkapkan pikiran
dan perasaan.
4. Motivasi pasien untuk
memfokuskan diri pada
realita yang ada saat ini,
1. memudahkan intervensi
2.mekanisme koping
sangat diperlukan untuk
ansietas
3. pendekatan dan
motivasi membantu pasien
untuk
mengeksternalisasikan
kecemasan yang
dirasakan.
4. alat untuk
mengidentifikasi
mekanisme koping yang
26
harapan-harapan yang
positif terhadap terapy
yang di jalani.
5. Berikan penguatan yang
positif untuk meneruskan
aktivitas sehari-hari
meskipun dalam keadaan
cemas.
6. Anjurkan pasien untuk
menggunakan teknik
relaksasi.
7. Sediakan informasi
factual (nyata dan benar)
kepada pasien dan
keluarga menyangkut
diagnosis, perawatan dan
prognosis.
8. Kolaborasi pemberian
obat anti ansietas.
dibutuhkan untuk
mengurangi kecemasan.
5. menciptakan rasa
percaya dalam diri pasien
bahwa dirinya mampu
mengatasi masalahnya dan
memberi keyakinan pada
diri sendri yang
dibuktikan dengan
pengakuan orang lain atas
kemampuannya.
6. menciptakan perasaan
yang tenang dan nyaman.
7. meningkatkan
pengetahuan, mengurangi
kecemasan.
8. mengurangi ansietas
sesuai kebutuhan.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari
DHF adalah nyamuk Aedes a, maka ada beberapa hal yang sebaiknya
dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit:
1) Tanpa insektisida:
a) menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali.
b) menutup penampungan air rapat- rapat.
c) membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
2) Dengan insektisida:
a) malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan
fogging/pengasapan.
b) abate untuk membunuh jentik nyamuk denan cara ditabur pada bejana-
bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1%
per 10 liter air.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah referensi
materi tentang DHF selama dalam proses perkuliahan.
2. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa
dalam memahami dan mengetahui materi tentang DHF dan asuhan
keperawatannya.
28
29