Askep ca.nasoparing Akper pemkab muna
-
Upload
operator-warnet-vast-raha -
Category
Documents
-
view
1.149 -
download
7
Transcript of Askep ca.nasoparing Akper pemkab muna
Tugas KMB 1
Dosen : Saad Abduh.S.Kep,M.Kes,Ners
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN CA NASOFARING
Oeh :
Kelompok : 7
SUMIARNI
MUHAMMAD SALEH
HALIMUDIN
WA ODE MUJAHID FATIMAH
RETNO SETIAWAN
WA ODE HUTRYANTI
Tingkat : II.B
AKPER PEMDA MUNA
2013
KATA PENGANTAR
“Syukur Alhamdulillah” ungkapan yang patutu dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, kasih sayang dan pertolongan – Nya sehingga makalah yang berjudul “Askep pada klien dengan gangguan Ca.Nasofaring “ ini dapat terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Shalawat dan Taslim kepada Rasulullah SAW, keluarga, dan pengikutnya hingga hari kiamat.
Adalah penting bagi manasiswa memahami serta menginterprestaikan suatu asuhan keperawatan sehingga nanti dilapangan dalam hal mempraktekan segala tindakan yang berhubungan dengna penyakit ini dapat melakukannya dengan baik. Oleh karena itu, penyusun merasa perlu penyajian makalah yang dapat mendukung salah satu indikator pembelajaran Etika Keperawatan itu sendiri.
Dengan segala kerendahan hati, penyusun menyampaikan bahwa makalah ini masih banyak kekurang sehingga diperlukan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna penyempurnaan makalah ini. Namun terlepas dari kekurangan yang ada, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para penggunanya “Mahasiswa AKPER PEMKAB MUNA”.
Raha, Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
SAMPUL HALAMAN ...............................................................................................KATA PENGANTAR................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.............................................................................................. Tujuan........................................................................................................... Rumusan Masalah........................................................................................ Manfaat …………………………………………………………………………
BAB II PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT Defenisi Ca.Nasofaring.................................................................................. Etiologi Ca.Nasofaring................................................................................... Klasifikasi………………………………………………………………………… Patofisiologi dan Penyimpangan KDM Ca.Nasofaring…………………….. Dampak terhadap tubuh................................................................................. Tanda dan gejala………………………………………..................................... Manajemen Medik......................................................................................... Komplikasi......................................................................................................
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BAB III PENUTUP
Kesimpulan..................................................................................................... Saran..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia kanker nasofaring (bagian atas faring atau tenggorokan) merupakan kanker terganas nomor 4 setelah kanker rahim, payudara dan kulit. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari gejala kanker ini, karena gejalanya hanya seperti gejala flu biasa. Kanker nasofaring banyak dijumpai pada orang-orang ras mongoloid, yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik.
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan Ca Nasofaring?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca nasofaring
2. Tujuan Khusus
1. Memahami definisi Ca nasofaring.
2. Mengetahui penyebab dari Ca nasofaring.
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Ca nasofaring
4. Mengetahui proses terjadinya Ca nasofaring.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik pada Ca nasofaring.
6. Mengetahui penatalaksaan Ca nasofaring
7. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Ca nasofaring
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan ca Nasofaring sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah persepsi sensori.
2 Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. PengertianKarsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel
mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian
besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang
terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan karsinoma nasofaring, kemudian di ikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus
paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam
prosentase rendah. Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas
nasofaring sendiri selalu berada dalam kedudukan 5 besar dari tumor ganas tubuh
manusia bersama tumor ganas serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan
tumor kulit.
2. Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama
timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana
tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan
Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas
kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
5. Radang kronis nasofaring
3.Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
Tipe WHO 1
Karsinoma sel skuamosa (KSS) Deferensiasi baik sampai sedang. Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
Tipe WHO 2
Karsinoma non keratinisasi (KNK). Paling banyak pariasinya. Menyerupai karsinoma transisional
Tipe WHO 3
Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD). Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian
sel spindle. Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
4. Patofisologi dan Penyimpangan KDM
Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr melalui mediator
ikan asin, makanan yang diawetkan (mengandung nitrosamine), kontak dengan zat
karsinogen (asap industri, gas kimia) dan juga dapat dikarenakan radang kronis daerah
nasofaring. Setelah itu, virus masuk berkembang biak kemudian menyerang bagian
telinga dan hidung khususnya. Dengan hidupnya virus Epstein-Barr didaerah nasofaring
(dekat telinga dan hidung), membuat sel-sel kanker berkembang sehingga membuat
terjadinya sumbatan atau obstruksi pada saluran tuba eusthacius dan hidung.
Sumbatan yang terjadi dapat menyebabkan baik gangguan pendengaran maupun
gangguan penghidu, sehingga merupakan gangguan persepsi sensori.
Penyimpangan KDM
Karsinoma nasoparing
Virus Epstein Barr
Makanan yang diawetkan
Kontak dengan zat karsinogen
Radang kronis pada daerah nasofaring
Masuk kebagian telinga dan hidung
Obstruktif pada saluran tuba eusthacius dan hidung
Gangguan pendengaran dan gangguan penghidu
Gangguan persepsi sensori
5. Dampak terhadap tubuh
A. Sistem pernafasan
Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan
Sumbatan hidung menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga
nasofaring dan menutupi koana.
B. Sistem Saraf
Kerusakan saraf sehingga terjadi diplopia,juling,eksoftalmus dan
gangguan motorik dan sensorik.
C. Sistem pencernaan
Penurunan nafsu makan
Penurunan berat badan ( Gangguan pemenuhan nutrisi )
6. Tanda dan Gejala
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak
Gejala Hidung : Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan. Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
Gejala telinga Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran) Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
Gejala lanjut Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
Gejala karsinoma nasofaring dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu antara lain :a) Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan hidung.b) Gangguan pada telinga
Merupakan gejala dini karena tempat asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmuller). Gangguan yang timbul akibat sumbatan pada tuba eustachius seperti tinitus, tuli, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia)
c) Gangguan mata dan syarafKarena dekat dengan rongga tengkorak maka terjadi penjalaran melalui
foramen laserum yang akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI sehingga dijumpai diplopia, juling, eksoftalmus dan saraf ke V berupa gangguan motorik dan sensorik.
Karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare yang sering disebut sindrom Jackson. Jika seluruh saraf otak terkena disebut sindrom unialteral.
d) Metastasis ke kelenjar leherYaitu dalam bentuk benjolan medial terhadap muskulus
sternokleidomastoid yang akhirnya membentuk massa besar hingga kulit mengkilat.
5. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitara) Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi. b) Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :
Neuralgia trigeminal unilateral Oftalmoplegia unilateral Amaurosis Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater
c) Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan, hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
d) Manifestasi kelumpuhan : N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior
serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah. N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring
disertai gangguan respirasi dan salvias. N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido
mastoideus, serta hemiparese palatum mole. N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah.
6. Penentuan Stadium :TUMOR SIZE (T)T Tumor primerT0 Tidak tampak tumor T1 Tumor terbatas pada satu lokasi sajaT2 Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih
terbatas pada rongga nasofaringT3 Tumor telah keluar dari rongga nasofaringT4 Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang
tengkorak atau saraf-saraf otakTx Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkapREGIONAL LIMFE NODES (N)
N0 Tidak ada pembesaranN1 Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih bisa
digerakkanN2 Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat
digerakkanN3 Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral
maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitarMETASTASE JAUH (M)M0 Tidak ada metastase jauhM1 Metastase jauh
Stadium I : T1 No dan Mo Stadium II : T2 No dan Mo Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
7.Manajemen Medik
a. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene mulut,
bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat
berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran atau
timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu
diperiksa dengan radiologik dan serologik), pemberian tetrasiklin, faktor transfer,
interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan antivirus.
b. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan
kemoradioterapi konkomitan.
c. Operasi pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa tumor
primer sudah dinyatakan bersih.
8. Komplikasi
Sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama getah bening atau darah,mengenai
organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.Yang sering adalah tulang,hati dan paru
hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis yang buruk.Dalam penelitian lain ditemukan
bahwa karsinoma nasofaring dapt mengadakan metastase jauh ke paru-paru dan
tulang masing-masing 20%,sedangkan kehatu 10%,otak 4%,ginjal 0,4% dan tiroid
0,4%.Komplikasi lain yang biasa dialami adalah terjadinya pembesaran kelenjar getah
bening pada leher dan kelumpuhan saraf cranial.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
status marital, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No
Medrec, diagnosis dan alamat.
Identitas penanggung jawab yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama: Pasien mengeluh sakit ketika menelan dan nyeri pada telinga.
Riwayat keluhan utama : P : nyeri
Q : Terus menerus.R : Leher dan pipi.S : 6 dari skala 0-10T : Saat ditekan.
b. Riwayat kesehatan masa laluPasien tidak pernah menderita penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga anggota keluarga pasien tidak pernah mengalami penyakit yang sama.
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : Pada bagian leher terdapat benjolan, terlihat pada benjolan warna kulit
mengkilat.
b. Palpasi : Pasien saat dipalpasi adanya massa yang besar, selain itu terasa nyeri
apabila ditekan.
c. Pemeriksaan THT:
1. Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
2. Rinoskopia anterior :
Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin
hanya banyak sekret.
Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga
hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole
negatif.
3. Rinoskopia posterior :
Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring
tampak agak menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
4. Faringoskopi dan laringoskopi : Kadang faring menyempit karena penebalan
jaringan retrofaring; reflek muntah dapat menghilang.
5. X – foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan
Klasifikasi Data
Data subyektif
Pasien mengeluh nyeri pada bagian leher dan pipinya
Pasien mengeluh nafsu makannya berkurang karna rasa mual dan
susah makan
Pasien mengeluh kulit bagian leher terasa kering dan kusam
Pasien mengeluh tidak percaya diri karena efek dari radioterapi
Data objektif
Pasien Nampak kesakitan akibat skala nyeri 6 dari skala 0 – 10
yang diberikan
Pasian hanya bisa menghabiskan makanan 1/3 dari porsi yang
diberikan sehingga pasien Nampak kurus
Kulit leher berwarna hitam dan kering
Pasien sering tidur dan jarang berbicara
Analisa Data
N
o
Data Standar Normal Masalah Keperawatan
1. DS : pasien
mengeluh nyeri
pada bagian antara
leher dan pipinya
yang dirasakan
sejak 1 tahun yang
lalu,nyeri hilang
timbul,nyeri yang
dirasakan seperti di
Tidak ada keluhan
nyeri
Tidak meringis
Skala nyeri 0 dari
skala 0 – 10 yang
diberikan.
Nyeri kronis
tusuk jarum.
DO : - pasien
terlihat meringis
- Skala nyeri 6
dari skala 0-
10 yang
diberikan
2. DS : pasien
mengeluh tidak
nafsu makan dan
susah menelan
disertai mual
DO : - pasien hanya
mampu
menghabiskan 1/3
porsi makanan
setiap kali makan
- Pasien
terlihat kurus
- Muntah ( + )
3 kali ( ±
1500 cc )
- BB : 50 kg
(sebelumnya
60 kg )
Nafsu makan baik
dari tidak ada
keluhan / susah
menelan.
Mual ( - )
Mampu
menghabiskan
porsi makanan
setiap kali makan.
Muntah ( - )
BB tidak turun
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh.
3. DS : pasien
mengatakan kulit
dibagian leher
terasa kering dan
kusam
DO : kulit dibagian
leher berarna hitam
dan kering dan
dengan luka.
Tidak ada keluhan
kulit kering.
Warna kulit sawo
matang.
Kulit tidak kering.
Tidak ada luka.
Kerusakan integritas
kulit
4. DS : pasien Pasien tidak malu Harga diri rendah.
mengatakan tidak
percaya diri / malu
terhadap
penampilannya
karena efek dari
radioterapi.
DO : pasien tampak
diam di tempat tidur
dan jarang
berbicara
terhadap
penampilannya
Pasien tidak
Nampak diam dan
malu bicara /
berkomunikasi.
Prioritas masalah
1. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor
2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
b. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berhubungan dengan gangguan
status organ sekunder metastase tumor
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan penyakit,
pengobatan penyakit.
3. Rencana Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan agen injuri fisik (pembedahan).
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri
Melaporkan penghilangan nyeri maksimal/kontrol dengan pengaruh
minimal pada AKS
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Tentukan riwayat nyeri misalnya
lokasi, frekuensi, durasi
2. Berikan tindakan kenyamanan
dasar (reposisi, gosok punggung)
dan aktivitas hiburan.
3. Dorong penggunaan ketrampilan
manajemen nyeri (teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
musik, sentuhan terapeutik.
4. Evaluasi penghilangan nyeri atau
control
K kolaborasi
1. Berikan analgesik sesuai indikasi
misalnya Morfin, metadon atau
campuran narkotik
1. Informasi memberikan data dasar
untuk mengevaluasi kebutuhan/
keefektivan intervensi
2. Meningkatkan relaksasi dan
membantu memfokuskan kembali
perhatian
3. Memungkinkan pasien untuk
berpartisipasi secara aktif dan
meningkatkan rasa control
4. Kontrol nyeri maksimum dengan
pengaruh minimum pada AKS
1. Nyeri adalah komplikasi sering dari
kanker, meskipun respon individual
berbeda. Saat perubahan penyakit
atau pengobatan terjadi, penilaian
dosis dan pemberian akan
diperlukan
2. Gangguan sensori persepsi (pendengaran) berubungan dengan
gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi.
Kriteria Hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap
perubahan.
Intervensi Rasional
1. Tentukan ketajaman
pendengaran, apakah satu atau
dua telinga terlibat .
2. Orientasikan pasien terhadap
lingkungan.
3. Observasi tanda-tanda dan gejala
disorientasi.
1. Mengetahui perubahan dari hal-hal
yang merupakan kebiasaan pasien .
2. Lingkungan yang nyaman dapat
membantu meningkatkan proses
penyembuhan.
3. Mengetahui faktor penyebab
gangguan persepsi sensori yang
lain dialami dan dirasakan pasien.
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
Berat badan dan tinggi badan ideal.
Pasien mematuhi dietnya.
Kadar gula darah dalam batas normal.
Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan
makan.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi
diet yang telah diprogramkan.
3. Timbang berat badan setiap
seminggu sekali.
4. Identifikasi perubahan pola
makan.
1. Untuk mengetahui tentang keadaan
dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan
dan pengaturan diet yang adekuat.
2. Kepatuhan terhadap diet dapat
mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3. Mengetahui perkembangan berat
badan pasien (berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk
menentukan diet).
4. Mengetahui apakah pasien telah
melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5. Harga diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan
penyakit, pengobatan penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3×24 jam klien menerima keadaan
dirinya
Kriteria Hasil :
Menjaga postur yang terbuka
Menjaga kontak mata
Komunikasi terbuka
Menghormati orang lain
Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam
kelompok
Menerima kritik yang konstruktif
Menggambarkan keberhasilan dalam kelompok social.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kecemasan yang
dialami oleh pasien.
2. Beri kesempatan pada pasien
untuk mengungkapkan rasa
cemasnya.
3. Gunakan komunikasi terapeutik.
4. Beri informasi yang akurat
tentang proses penyakit dan
anjurkan pasien untuk ikut serta
dalam tindakan keperawatan.
5. Berikan keyakinan pada pasien
bahwa perawat, dokter, dan tim
kesehatan lain selalu berusaha
memberikan pertolongan yang
terbaik dan seoptimal mungkin.
6.
Berikan kesempatan pada
keluarga untuk mendampingi
pasien secara bergantian.
7.
Ciptakan lingkungan yang tenang
dan nyaman.
1. Untuk menentukan tingkat
kecemasan yang dialami pasien
sehingga perawat bisa memberikan
intervensi yang cepat dan tepat.
2. Dapat meringankan beban pikiran
pasien.
3.
Agar terbina rasa saling percaya
antar perawat-pasien sehingga
pasien kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
4.
Informasi yang akurat tentang
penyakitnya dan keikutsertaan
pasien dalam melakukan tindakan
dapat mengurangi beban pikiran
pasien.
5.
Sikap positif dari timkesehatan akan
membantu menurunkan kecemasan
yang dirasakan pasien.
Pasien akan merasa lebih tenang
bila ada anggota keluarga yang
menunggu.
7. Lingkung yang tenang dan nyaman
dapat membantu mengurangi rasa
cemas
4. Implementasi
Implementasi / pelaksanaan pada klien dengan gangguan THT : kanker Nasofaring + Post
Tracheostomy dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-
tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon klien,
mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang menentukan sejauah mana
tujuan telah tercapai.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker nasofaring atau dikenal juga dengan kanker THT adalah penyakit yang disebabkan oleh sel ganas (kanker) dan terbentuk dalam jaringan nasofaring, yaitu bagian atas faring atau tenggorokan. Kanker ini paling sering terjadi di bagian THT, kepala serta leher. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini.
B. Saran
Dapat membuka cakrawala pemikiran serta pengetahuan Mahasiswa “ AKPER PEMKAB MUNA “dalam pembahasan mata kuliah KMB I Tentang Gangguan Sistem Pernafasan Ca.Nasofaring.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
EGC. Jakarta.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.
Soepardi, Efiaty Arsyad & Nurbaiti Iskandar. (2000). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT. Edisi kekempat. FKUI : Jakarta