[Artikel]Aksi Nyata Untuk Kota Seribu Sungai Tercinta

11

Click here to load reader

Transcript of [Artikel]Aksi Nyata Untuk Kota Seribu Sungai Tercinta

Aksi Nyata untuk Kota Seribu Sungai Tercinta

Banjarmasin, ibukota Kalimantan Selatan terkenal sebagai kota seribu sungai. Kehidupan masyarakatnya sangat akrab dengan sungai. Dengan julukan tadi seharusnya terbayang di kepala kita sebuah kota yang dialiri sungai-sungai yang indah. Ada berpuluh-puluh sungai yang berpotongan satu sama lain yang bermuara pada Sungai Barito di sebelah Barat kota ataupun bermuara pada Sungai Martapura yang mengalir dari Timur Laut ke arah Barat Daya. Ada perahu-perahu hilir-mudik mengarungi sungai dengan kesibukan pengemudinya. Ada ikan-ikan beraneka macam yang berenang kesana kemari. Anak-anak yang tertawa riang bercebur ke air yang segar. Dan pemandangan religius ketika matahari terbenam, puluhan orang mengambil air wudhu dari sungai. Sebuah kota yang memiliki sumber daya air melimpah sehingga penduduknya tidak perlu khawatir akan kekurangan air bersih. Namun ternyata bayangan yang ada di benak kita tadi perlahan hilang seiring perkembangan zaman.Sekarang di antara ratusan aliran anak Sungai Martapura terdapat puluhan yang cuma tinggal nama, sedangkan sungainya sudah berubah menjadi permukiman, badan jalan, bangunan kantor, dan peruntukan lainnya. Sungai yang hilang misalnya Sungai A. Yani di kiri-kanan Jalan A. Yani yang sebagian besar sudah menjadi badan jalan atau lokasi bangunan. Sebagian anak sungai lagi masih ada sungainya, tetapi semakin sempit dan kritis. Hal ini karena pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan yang seringkali menutupi daerah bantaran sungai. Sungai yang lebarnya dulu enam meter, kini hanya sebesar dua meter saja. Sekarang sepertinya Banjarmasin lebih pantas mendapat julukan kota seribu ruko dan kota seribu baliho daripada sebagai kota seribu sungai. Wajah kota yang pernah menjadi ibukota Kesultanan Banjar ini semakin semerawut berbanding lurus dengan modernisasi kota. Di sungai-sungai besar seperti Sungai Barito dan Sungai Martapura kebanyakan bantarannya sudah menjadi kawasan permukiman padat dan industri.Sungai adalah lambang keindahan yang digambarkan oleh kitab suci tentang surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Maka sungai merupakan modal alami berharga yang cukup didandani sedikit agar bisa memikat wisatawan dari domestik maupun luar negeri. Mungkin kita pernah mendengar keindahan kota Venesia di Italia yang menggoda para wisatawan untuk kesana. Wisata yang ditawarkan adalah menikmati keindahan sungai dengan naik gondola (perahu khas Venesia) sembari diriingi alunan musik. Di Thailand dan Vietnam, wisata susur kota melewati sungai dengan perahu menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi para wisatawan. Sungguh ironis, dimana potensi sungai-sungai Banjarmasin yang dapat menjadi sumber devisa daerah misalnya dari sektor pariwisata malah menjadi permasalahan bagi kota Banjarmasin.Permasalahan sungai di Banjarmasin tidak hanya dari segi kuantitasnya yang semakin berkurang tetapi juga dari kualitasnya yang semakin buruk sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Berdasarkan pengamatan penulis langsung, beberapa sungai di Banjarmasin sudah jelas terlihat, tercium, dan terasa secara fisik bahwa air sungai dinyatakan tercemar tanpa harus melewati uji laboratorium lagi dengan hanya berdasar parameter warna, bau, rasa, dan suhunya yang tidak memenuhi syarat. Permasalahan kualitas air ini merupakan sesuatu yang serius. Kualitas air harus tetap terjaga agar kualitas kehidupan manusia juga terjaga. Sampah adalah sumber pencemar utama sungai. Sampah menjadi permasalahan utama bagi keindahan sungai Banjarmasin selain itu menjadi penyebab gangguan kesehatan karena sampah merupakan tempat favorit agen penyakit seperti bakteri patogen (pembawa penyakit), tikus, dan lalat. Di sungai Pekapuran misalnya seekor tikus dapat dengan mudah menyeberangi sungai dengan melewati timbulan sampah di sungai saking banyaknya. Tidak salah apabila muncul idiom baru di masyarakat, Banjarmasin kota seribu sungai tapi sejuta ratik, sungainya banyak tapi di sungainya lebih banyak lagi sampah.Sumber pencemar sungai lainnya adalah limbah industri. Limbah ini dibuang tanpa melewati proses pengolahan limbah terlebih dahulu agar aman. Masih banyak industri yang belum mengerti tentang pengolahan limbah atau pura-pura tidak mengerti karena alasan tidak praktis dan menambah biaya produksi. Limbah ini sebagian besar sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia karena berasal dari zat-zat kimia dan logam berat. Yang jadi peringatan adalah gangguan kesehatan pada masyarakat tidak terjadi secara langsung sehingga tidak disadari masyarakat karena zat-zat tersebut berdampak pada puluhan tahun ke depan . Hal ini karena zat- zat kimia terakumulasi (terkumpul) dalam tubuh lebih dulu selama puluhan tahun kemudian baru berdampak pada tubuh manusia misalnya kanker, tumor, dan kerusakan organ tubuh seperti hati, ginjal, dan mata.Berdasarkan pengamatan penulis yang langsung ke lapangan, masyarakat yang hidup di bantaran sungai masih sangat tergantung pada sungai. Segala aktivitas seperti mandi, cuci, dan buang air dilakukan di tempat yang sama. Bahkan ibu-ibu rumah tangga telah terbiasa mencuci beras atau makanan menggunakan air sungai. Memang perebusan air dapat mematikan bakteri-bakteri yang ada di air sungai, namun untuk logam berat tidak akan larut meski direbus. Logam tersebut akan menempel di beras yang kemudian dikonsumsi oleh manusia. Hal inilah yang berbahaya karena akan menyebabkan gangguan kesehatan dalam jangka panjang. Terlebih bagi ibu-ibu yang hamil, hal ini bisa menyebabkan anak yang dilahirkan menderita autisme yang akhir-akhir ini semakin marak di Banjarmasin.Keberadaan PDAM Bandarmasih sebagai perusahaan daerah yang melayani masyarakat dalam penyediaan air bersih memang membuat kita bisa bernafas lega. Kualitas sumber air bersih kita dari PDAM Bandarmasih memang jauh lebih aman daripada kualitas air sungai yang belum diolah. Namun yang tetap diingat adalah PDAM Bandarmasih tetap mengambil bahan baku dari air sungai di Banjarmasin. Kualitas air yang semakin buruk di sungai akan meningkatkan biaya produksi yang tinggi untuk mengolahnya. Bayangkan jika PDAM Bandarmasih mengalami gangguan atau alatnya mengalami kerusakan, maka krisis air bersih akan terjadi di Banjarmasin karena kita bingung menemukan sumber air yang bersih. Oleh karena itu peran serta kita sebagai masyarakat dalam menjaga kualitas air dan menghemat pemakaiannya merupakan perbuatan yang mulia. Peran kita bisa dimulai dari rumah, yaitu menggunakan air seperlunya, tidak membuang-buang air untuk sesuatu yang mubazir, menutup keran yang terbuka , bersuci dengan air yang tepat ukurannya, membuat sanitasi yang baik di rumah, tidak membuang sampah ke sungai serta mencuci pakaian dengan deterjen yang memiliki kandungan fosfat rendah.Setelah aksi kecil kita di rumah memang belum tentu menyelesaikan masalah namun setidaknya kita tidak ikut-ikutan menambah masalah. Pemerintah harus lebih serius dalam menangani permasalahan air di kota Banjarmasin. Solusi yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kualitas air adalah dengan cara recovery dan preventif, baik dari segi teknis maupun non teknis. Cara recovery disini maksudnya adalah pemulihan yaitu ibarat seorang manusia yang sedang sakit maka perlu diobati penyakitnya lebih dulu. Upaya ini bisa pula dilakukan dengan kreatif seperti mengadakan perlombaan membersihkan sungai dari sampah-sampah. Hal ini tepat diadakan di musim kemarau saat volume air agak sedikit. Jika ada aksi nyata dari pemerintah, tentunya masyarakat pun akan dengan senang hati ikut membantu pemerintah terhadap kebersihan lingkungan di sungai dan sekitar sungai.Setelah sungai bersih kemudian baru diadakan proses dekomposisi bahan-bahan padatan secara biologis. Berdasarkan penelitian, tanaman air seperti enceng gondok atau yang lebih dikenal oleh masyarakat Banjar dengan sebutan ilung dapat dimanfaatkan untuk menyerap bahan pencemar di dalam air. Kita juga mungkin bisa mengikuti cara seperti di negara maju dengan mengadakan Water Treatment Plant (WTP) sederhana di setiap beberapa km sungai. WTP bisa dibangun di spot-spot yang tertentu yang efektif dan efisien.Cara ini memang tidak murah dan memerlukan sumber daya manusia yang handal. Berbagai cara teknis memang memerlukan biaya tetapi bila masalah pencemaran sungai tidak diatasi maka dampaknya akan lebih mahal daripada biaya teknis. Cara preventif adalah upaya pencegahan agar sungai tidak tercemar lagi. Cara preventif melalui segi teknis adalah penyediaan fasilitas pengelolaan sampah yang terpadu secara intensif dan mudah dijangkau bagi masyarakat agar kebiasaan masyarakat membuang sampah ke sungai perlahan-lahan hilang. Hilangnya sebagian sungai di Banjarmasin memang tidak cukup dipandang sebagai masalah teknis sebagai wujud ketidakmampuan upaya penyelamatan dan pemeliharaan mengimbangi laju kerusakan, tetapi juga berkaitan erat dengan pergeseran budaya yang terjadi di masyarakat kota ini. Nilai-nilai budaya lokal yang sangat intim dengan sungai kini kian memudar karena pembangunan kota lebih berorientasi pada model pembangunan berbasis lahan. Maka kesadaran akan nilai-nilai budaya lokal inilah yang harus dikembalikan kepada masyarakat. Dari segi nonteknis, perlu sosialisasi yang gencar kepada masyarakat dan mungkin dimasukkannya Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai muatan lokal sekolah dengan guru yang profesional dan ahli di bidangnya. Para pemuka agama seperti ulama hendaknya menyerukan kebiasaan menjaga sumber air sebagai salah satu ajaran Islam, di dalam ceramah-ceramah maupun khutbah Jumat. Alternatif terakhir adalah jalur hukum kepada warga atau industri yang masih bandel dengan efek yang menimbulkan jera.Pemerintah Kota Banjarmasin perlu secara bertahap melakukan perbaikan dan menata kembali sungai-sungai tersebut, dan mengembalikan sungai-sungai yang mati. Memang hal ini bukan sesuatu yang mudah tapi usaha ini tetap harus menjadi komitmen pemerintah daerah sekarang maupun selanjutnya..Cara recovery dan preventif hanya akan dapat maksimal apabila didukung oleh seluruh elemen masyarakat seperti pemerintah, penegak hukum, jurnalis pers, tokoh agama , ilmuwan, akademisi, dan tidak lupa diri kita sendiri. Keberadaan sungai seharusnya menjadi identitas yang membanggakan bagi warga Banjarmasin. Sungai inilah yang membawa Banjarmasin pada kejayaannya di masa lampau. Menjaga sumber air bukanlah hal yang percuma karena ini untuk diri kita sendiri, keluarga,sahabat, maupun anak cucu kita nanti. Dengan menjaga sumber air kita akan lebih mudah mendapatkan banyu kada bewayahan. Semoga dengan upaya yang maksimal, Banjarmasin kembali layak mendapatkan julukan kota Seribu Sungai bahkan The Paradise of Borneo. Namun jika permasalahan sungai di Banjarmasin ini tetap dibiarkan maka bukan tidak mungkin keeksotisan Banjarmasin dengan sungai-sungainya hanya akan menjadi cerita pengiring tidur pada anak cucu tanpa bisa mereka saksikan.

DAFTAR PUSTAKA :

Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Selatan

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Airbagi Pengelolaan Sumber Daya dan. Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta : Kanisius.

Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Pengembangan Sumber Daya Air Propinsi Kalimantan Selatan

Radar Banjarmasin edisi 30 Desember 2011

BIODATA PENULIS

DATA PRIBADINama : Muhammad Rasyid RidhaTempat, tanggal lahir: Banjarmasin, 04 Mei 1992Alamat :Jl. Martapura Lama km. 7,8 Komplek Dalem Sakti blok E no. 12 E Kel. Sei. Lulut kec. Sei. Tabuk kab. BanjarPekerjaan: Mahasiswa Perguruan Tinggi: Teknik Lingkungan, Universitas Lambung Mangkurat (2010-2014)Nomor Telepon/HP: 0857 5111 1897Email: [email protected]

Pengalaman Organisasi

Anggota LPM (Lembaga Pers Mahasiswa) Kinday UnlamBanjarbaru, 2012

Anggota Forum Lingkar PenaBanjarbaru, 2013

Anggota Div. VI Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Koordinator Div. Pembinaan & Kaderisasi Angkatan Muda Al-Baythar Banjarbaru, 2012

Banjarbaru, 2013

Pengalaman Menulis :

70 besar Lomba penulisan essay Dataprint Buku Air mata Emak, My Story on ramadhan, Kisah Tak Bertuan (Penerbit Zukzez Express) Meises Ceres kehidupan (Antologi FLP Banjarbaru, 2012) Antologi FLP Kalsel (2013) Dan opini-opini tentang lingkungan hidup di Radar Banjarmasin (2010-2013)