aritmia yang disebabkan oleh obat paru
-
Upload
wendy-ym-prabawanti -
Category
Documents
-
view
43 -
download
5
Transcript of aritmia yang disebabkan oleh obat paru
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 ARITMIA
2.1.1 Definisi
Aritmia merupakan suatu perubahan dalam formasi dan atau penyebaran
konduksi listrik otot jantung yang menyebabkan perubahan kecepatan denyut
jantung (rate), irama (rhythm) atau susunan potensial aksi yang dapat berakibat
letal (sudden cardiac death) atau simptomatik (sinkope, near sinkope, pusing, dan
berdebar) (Silbernagel, 2000 dan Hardiono, 2010).
Aritmia menurut A. Muin dalam PAPDI 2006 adalah:
a. Irama yang berasal bukan dari nodus SA
b. Irama yang tidak teratur, meskipun ia berasal dari nodus SA, misalnya
sinus aritmia
c. Frekuensi kurang dari 60 x/menit (sinus bradikardi) atau lebih dari 100
x/menit (sinus takikardi)
d. Terdapatnya hambatan impuls supra atau intra vesikuler
2.1.2 Epidemiologi
Di Amerika, lebih dari 850,000 orang dirawat di rumah sakit karena
aritmia setiap tahunnya. Atrial fibrilasi mengenai± 2,3 juta orang di amerika utara
dan 4,5 juta orang di eropa, terutama yang berusia lanjut. Di amerika, kira-kira 75
% orang yang terkena atrial fibrilasi berusia 65 tahun atau bahkan lebih tua. AF
merupakan aritmia yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4 % pada
golongan usia<65 tahun dan meningkat 10 % pada kelompok usia > 75 tahun. . Di
Amerika Utara, prevalensi AF diperkirakan meningkat dua sampai tiga kali lipat
pada tahun 2050 ( Iswanto, 2011)
3
2.1.3 Anatomi dan Fisiologi Penghantaran Listrik Pada Jantung
Lapisan jantung terdiri dari :
1. Perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung yang terdiri atas :
• Lapisan fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung
yang melindungi jantung ketika jantung mengalami overdistention.
Lapisan fibrosa bersifat sangat keras dan bersentuhan langsung
dengan bagian dinding dalam sternum rongga thorax, disamping
itu lapisan fibrosa ini termasuk penghubung antara jaringan,
khususnya pembuluh darah besar yang menghubungkan dengan
lapisan ini ( vena cava, aorta, pulmonal arteri dan vena pulmonal).
• Lapisan parietal, yaitu bagian dalam dari dinding lapisan fibrosa
• Lapisan Visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan
lapisan luar dari otot jantung atau epikardium.
Diantara lapisan pericardium parietal dan lapisan perikardium visceral
terdapat ruang atau space yang berisi pelumas atau cairan serosa atau yang
disebut dengan cairan perikardium. Cairan perikardium berfungsi untuk
melindungi dari gesekan-gesekan yang berlebihan saat jantung berdenyut
atau berkontraksi. Banyaknya cairan perikardium ini antara 15 – 50 ml.
2. Epikardium adalah bagian terluar dari otot jantung.
3. Miokardium yaitu jaringan utama otot jantung yang bertanggung jawab
atas kemampuan kontraksi jantung.
4
4. Endokardium lapisan tipis bagian dalam otot jantung atau lapisan tipis
endotel sel yang berhubungan langsung dengan darah dan bersifat sangat
licin untuk aliran darah.
Sistem konduksi jantung terdiri dari :
SA ( Sinoatrial ) node : merupakan serabut-serabut saraf yang terdapat
pada dinding atrium kanan dekat muara vena cava superior dan vena cava
inferior.
Serabut saraf ini merupakan cabang dari sistem syaraf tak sadar dan juga
dipengaruhi saraf vagus (saraf ke- 10).
AV ( atrioventricular ) node : merupakan serabut – serabut saraf yang
terletak di bagian basal dari interatrial dalam atrium kanan.
Bundle of His ( berkas His) : menyebar dari nodus AV, yang memasuki
selubung fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel. Bercabang
menjadi right dan left bundle branch kemudian menjadi serabut purkinje.
Miokardium seperti halnya otot rangka, dapat berkontraksi setelah
diinisiasi oleh potensial aksi yang berasal dari sekelompok sel konduktif pada SA
node (nodus sinoatrial) yang terletak pada dinding atrium kanan. Dalam keadaan
normal, SA node berperan sebagai pacemaker (pemicu) bagi kontraksi
miokardium. Selanjutnya potensial aksi menyebar ke seluruh dinding atrium dan
menyebabkan kontraksi atrium. Selain menyebar ke seluruh dinding atrium,
impuls juga menyebar ke AV node (nodus atrioventrikular) melalui traktus
internodal, kemudian ke berkas his dan selanjutnya ke sistem purkinye.
Penyebaran impuls pada sistem purkinye menyebabkan kontraksi ventrikel.
5
Penyebaran potensial aksi pada ventrikel terdiri dari 4 fase yaitu :
1. Fase 0: Initial rapid depolarization.
Pada fase ini terjadi influks natrium akibat pembukaan saluran natrium
saat terjadi peningkatan permeabilitas membran terhadap natrium. Awal
depolarisasi adalah keadaan polarisasi (resting membrane potential)
dimana muatan sisi dalam membran lebih negative dibanding sisi luar
(polarisasi).
2. Fase 1: Brief initial repolarization.
Pada fase ini saluran kalium mulai terbuka.
3. Fase 2: Prolonged plateau.
Pada fase ini saluran lambat natrium dan kalsium terbuka sehingga terjadi
keseimbangan antara influks natiurm dan kalsium serta efluks kalium.
4. Fase 3: Late rapid repolarization dimana terjadi pembukaan saluran
lambat kalium.
5. Fase 4: Resting membrane potential (-100 mv)
Fase ini merupakan keadaan membaran istirahat dimana muatan sisi dalam
membran sel menjadi lebih elektronegatif dbanding sisi luar (polarisasi)
(Price, 2002 dan Muchtar, 2007)
6
2.1.4 Etiologi
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :
1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
2. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
3. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat
anti aritmia lainnya.
4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
5. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
7. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
9. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
10. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
11. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung) (Dennis lee, MD 2011)
7
2.1.5 Klasifikasi Aritmia
a. Irama Berasal Dari Nodus SA
Irama sinus normal, yaitu irama jantung pada umumnya
Sinus bradikardi, irama sinus yang kurang dari 60x/menit. Sering
ditemukan pada olahragawan yang erlatih, gangguan faal nodus
sinus pada usia lanjut, miksedema (hipotiroid), hipotermia,
vagotonia, tekanan intracranial yang tinggi.
Sinus aritmia, baik yang disebabkan pernafasan ataupun tidak.
Merupakan kelainan irama jantung dimana irama sinus menjadi
lebih cepat saat inspirasi dan lambat saat ekspirasi.
Sinus takikardi, peningktan aktivitas node SA 100 kali/ menit atau
lebih
Block sinoatrial, suatu kedaan dimana pembentukan impuls di
nodus masih normal tetapi impuls dari nodus sinus tidak dapat
mencapai atrium secara lengkap sehingga gelombang p pada EKG
tidak muncul pada waktunya dan jarak interval P-P menjadi 2 kali
PP yang normal. Keadaan ini bisa ditemukan pada stimulasi vagus
yang berlebihan, miokarditis, penyakit jantung coroner, terutama
infark jantung bagian inferior, keracunan digitalis atau obat anti
aritmia yang lain.
8
b. Aritmia Atrial
- Fibrilasi atrial (AF) dengan respon venrikel cepat, normal, atau
lambat
Pada EKG terlihat gelombang yang sangat tidak teratur dan cepat
sekali , mencapai 300 -500 kali permenit dan sering kali ditemukan
pulsus deficit. Pada atrial fibrillation beberapa signal listrik yang
cepat dan kacau "menyala" dari daerah-daerah yang berbeda di
atria, dari pada hanya dari satu daerah pemacu jantung di SA node.
Signal-signal ini pada gilirannya menyebabkan kontraksi ventricle
yang cepat dan tidak beraturan. Penyebab-penyebab dari atrial
fibrillation termasuk serangan jantung, tekanan darah tinggi, gagal
jantung, penyakit klep mitral (seperti mitral valve prolapse), tiroid
yang aktif berlebihan, gumpalan darah di paru (pulmonary
embolism), alkohol yang berlebihan, emphysema, dan radang dari
lapisan jantung (pericarditis).
- Fluter atrial
Irama atrial pada atrial Flutter (jumlah gel.P banyak)
Gambaran terlihat baik pada sadapan II, III, dan aVF seperti
gambaran gigi gergaji , kelaianan ini dapat terjadi pada kelainan
katub mitral atau tricuspid, cor pulmonal akut atau kronis, penyakit
jantung koroner dan dapat juga akibat intoksikasi digitalis
- Atrial takikardi, biasanya paroksismal (PAT, Paroksismal atrial
takikardi) ada juga yang disertai dengan blok hantarannya dan
disebut sebagai PAT dengan blok
9
- ekstrasistol atrial atau premature atrial beats, hal ini terjadi karena
adanya impuls yang berasal dari atrium yang timbul secara
prematur.
c. Aritmia AV Junctional
ada yang timbul pasif, yaitu karena nodus SA kurang aktif
sehingga diambil alih
- irama AV junctional, biasanya bradikardia; bisa tinggi, sedang atau
rendah
- AV jungsional takikardi non paroksismal
- AV jungsional ekstrasistol
- AV jungsional takikardi paroksismal
10
d. Aritmia Supra Ventrikuler Lainnya
- Aritmia SV multifocal/ wandering pace maker
- Multifokal SV takikardi
- Multifocal SV takikardi dengan blok
- SV ekstrasistol “non conducted”
e. Aritmia Ventrikuler
- Irama Idio Ventrikuler, biasanya non paroksismal, dan idio
ventrikuler takikardi/non paroksismal,
- PVT (Paroksismal ventrikuler takikardi)
Pelepasan impuls yg cepat oleh fokus ektopic di Ventricel, yang
ditandai oleh sederetan denyut Ventrikel. Terdapat 3 atau lebih
komplek yang berasal dari ventrikel secara berurutan dengan laju
lebih dari 100x/ menit. Pengaruhnya terhadap jantung adalah
ventrikel yang berdenyut sangat cepat tanpa sempat mengosongkan
dan mengisi darah secara sempurna, Akibatnya sirkulasi darah
menjadi tidak cukup.
- VFl ( Fluter ventrikuler) adalah gambaran getaran ventrikel yang
disebabkan oleh produksi sebuah pacemaker diventrikel dengan
frekuensi 250 – 350 kali permenit. Gambaran yang muncul adalah
gelombang berlekuk dan rapat.
- Parasistol ventrikuler
- Ventrikel fibrilasi adalah gambaran bergetarnya ventrikel , yang
disebabkan karena begitu banyak tempat yang memunculkan
implus, sehingga sel jantung tidak sempat berdepolarisasi dan
repolarisasi sempurna. Disini sudah tidak terlihat gelombang P,
11
QRS dan T. hal ini biasa terjadi pada iskemiaakut atau infrak
miokard.
f. Gangguan Hantaran Pada Sekitar Berkas HIS Dan Percabangannya
Bundle Branch Block menunjukan adanya gangguan konduksi
dicabang kanan atau kiri sistem konduksi, atau divisi anterior atau
posterior cabang kiri. Dimana pada EKG ditemukan komplek QRS yang
melebar lebih dari 0,11 detik disertai perubahan bentuk komplek QRS
dan aksis QRS. Bila cabang kiri yang terkena disebut sebagai Left
Bundle Branch Block (LBBB) dan jika kanan yang terkena disebut Right
Bundle Branch Block (RBBB)
LBBB
Pada EKG akan terlihat bentuk rsR’ atau R di lead I, aVL, V5 dan
V6 yang melebar. Gangguan konduksi ini dapat menyebabkan aksis
bergeser ke kiri yang ekstrim, yang disebut sebagai left anterior
hemiblock (jika gangguan dicabang anterior kiri ) dan left posterior
hemiblock (jika gangguan dicabang posterior kiri )
RBBB
12
Pada EKG akan terlihat kompleks QRS yang melebar lebih dari
0,12 detik dan akan tambapk gambaran rsR’atau RSR’ di V1, V2 ,
sementara itu di I, aVL , V5 didapatkan S yang melebar karena
depolarisasi ventrikel kanan yang terlambat (Trisnohadi, 2006)
2.1.6 Patofisiologi
Mekanisme aritmogenik dapat dibagi menjadi : ganguan pembentukan impuls dan
gangguan konduksi
1. Gangguan pembentukan impuls
gangguan ini dapat dibagi menjadi:
a. kelainan automatisasi
pada keadaan normal, automatisasi (depolarisasi spontan) hanya terjadi pada
nodus SA. Hal ini disebabkan karena impuls-impuls yang dicetuskan di nodus SA
sedemikian cepatnya sehingga menekan proses automatisasi di sel lain.Apabila
terjadi perubahan tonus susunan saraf pusat otonom atau karena suatu penyakit di
Nodus SA sendiri maka dapat terjadi aritmia
b. trigger automatisasi
dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan delayed after-
depolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah sebuah potensial
aksi,apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus simpatis misalnya pada gagal
jantung atau terjadi penghambatan aktivitas sodium-potassium-ATP-ase misalnya
pada penggunaan digitalis, hipokalemia atau hipomagnesemia atau terjadi
reperfusi jaringan miokard yang iskemik misalnya pada pemberian trombolitik
13
maka keadaan-keadaan tersebut akan mnegubah voltase kecil ini mencapai nilai
ambang potensial sehingga terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang
dinamakan “trigger impuls”. trigger impuls yang pertama dapat mencetuskan
sebuah trigger impuls yang kedua kemudian yang ketiga dan seterusnya samapai
terjadi suatu iramam takikardai.
2. Gangguan konduksi
a. re-entry
Bilamana konduksi di dalah satu jalur tergaggu sebagai akibat iskemia atau masa
refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur tersebut akan
berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap berjalan sepetisemual bahkan
dapat berjalan secara retrograd masuk dan terhalang di jalur A. Apabila bebrapa
saat kemudian terjadi penyembuhan pada jalur A atau masa refrakter sudah lewat
maka gelombang depolarisasi dari ajlur B akan menemus rintangan jalur A dan
kembali mengkatifkan jalur B sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau
reentri loop. Gelombang depolarisasi yang berjalan melingkar ini bertindak seagi
generator yang secara terus-menerus mencetuskan impuls.
Reentr loop ini dapat berupa lingkaran besar melalui jalur tambahan yang disebut
macroentrant atau microentrant.
b. concealed conduction (konduksi yang tersembunyi)
impuls-impuls kecil pada janutng kadang-kadang dapat menghambat dan
menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini disebut concealed conduction.
Contoh concealed conduction ini ialah pada fibrilasi atrium, pada ekstrasistol
ventrikel yang dikonduksi secara retrograd. Biasanya gangguan konduksi jantung
ini tidak memiliki arti klinis yang penting.
c. Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi sehingga dapat dibagi
menjadi blok SA (apabila hambatan konduksi pada perinodal zpne di nodus SA);
blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA sampai berkas
His); blok cabang berkas (bundle branch block=BBB) yang dapat terjadi di right
bundle branch block atau left bundle branch block (Muchtar, 2007)
14
2.1.8 Gejala Klinis
Sebuah aritmia mungkin "Silent" dan tidak menimbulkan gejala apapun.
Gejala-gejala yang mungkin muncul :
Palpitasi
Dada berdebar – debar
Pusing atau kepala terasa melayang
Sesak napas
Dada terasa tidak nyaman atau nyeri dada
Merasa lemah atau kelelahan (merasa sangat lelah)
Kesadaran menurun
Syncope
Tanda yang dapat terjadi :
Bradikardi atau takikardi
Hipotensi
Syok
Edema paru
Akral dingin
Penurunan kondisi urin (Muchtar, 2007)
2.1.9 Diagnosis
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan tanda dan gejala
seperti diatas, juga dilakukan pemeriksaan penunjang seperti :
Electrocardiogram (ECG or EKG) :
Sebuah gambar impuls listrik yang
berjalan melalui otot jantung. Sebuah EKG dicatat
pada kertas grafik, melalui penggunaan elektroda yang melekat pada kulit
lengan, dada dan kaki.
Ambulatory monitors , seperti :
15
- Holter monitor: Rekorder kecil yang portable dimana menempel
pada elektroda di dada pasien. Merekam ritme jantung secara kontinu
selama 24 jam.
- Transtelephonic monitor: monitor kecil ditempelkan pada elektroda,
biasanya di jari atau pergelangan tangan. Melalui alat ini, ritme
jantung pasien dikirim melalui line telepon ke dokter.
- Transtelephonic monitor with a memory loop: rekorder kecil yang
portable dipakai terus-menerus dalam jangka waktu tertentu untuk
merekam dan menyimpan informasi ritme jantung pasien.
Stress test : sebuah tes untuk merekam aritmia yang muncul atau
memburuk dengan latihan. Tes ini membantu untuk menentukan apakah
ada penyakit jantung atau jantung koroner yang menjadi penyebab
kelainan ritme.
Echocardiogram : alat ultrasound untuk melihat jantung, menentukan
jika ada kelainan otot atau katup jantung yang menyebabkan aritmia.
Tes ini dilakukan saat istirahat atau dengan aktivitas.
Cardiac catheterization : menggunakan local anestesi, kateter
dimasukan melalui pembuluh darah dan diarahkan dengan mesin x-ray.
Pada kateter dimasukan kontras sehingga dapat tampak gambaran arteri
koroner, rongga jantung dan katup. Tes ini dapat mendeteksi kerja otot
dan katup jantung.
Electrophysiology study (EPS) : kateterisasi khusus jantung yang
dapat mengevaluasi sistem konduksi jantung. Kateter dimasukan untuk
merekam aktivitas elektrik jantung. Alat ini digunakan untuk
menentukan penyebab kelainan ritme jantung dan penanganan yang
sesuai. Selama tes, aritmia dapat dimunculkan dan dihentikan.
Tilt table test (passive head-up tilt test or head upright tilt test):
merekam tekanan darah dan nadi setiap menitnya saat meja dinaikkan
dengan posisi kepala diatas pada level yang berbeda-beda. Hasil tes ini
digunakan untuk mengevaluasi ritme jantung, tekanan darah.
16
1.1.10 Penatalaksanaan
Penanganan aritmia tergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari aritmia yang
diderita. Pada beberapa kasus aritmia tidak diperlukan penanganan. Penanganan
aritmia terdiri dari pemberian obat, perubahan gaya hidup, terapi elektrik, atau
operasi.
Farmakologi Terapi
Banyak jenis obat yang digunakan untuk penanganan aritmia. Beberapa obat yang
sering digunakan :
Anti aritmia
Anti koagulan atau antiplatelet terapi untuk mengurangi resiko
penggumpalan darah atau terjadinya stroke
Vaughan-Williams Klasifikasi
Class Basic Mechanism Comments
Isodium-channel
blockadeReduce phase 0 slope and peak of action potential.
IA - moderateModerate reduction in phase 0 slope; increase APD;
increase ERP.
IB - weakSmall reduction in phase 0 slope; reduce APD;
decrease ERP.
IC - strongPronounced reduction in phase 0 slope; no effect on
APD or ERP.
II beta-blockadeBlock sympathetic activity; reduce rate and
conduction.
IIIpotassium-channel
blockade
Delay repolarization (phase 3) and thereby increase
action potential duration and effective refractory
period.
17
IVcalcium-channel
blockade
Block L-type calcium-channels; most effective at SA
and AV nodes; reduce rate and conduction.
ClassKnown
asExamples Mechanism Clinical uses [ 1 ]
Ia
fast-
channel
blockers
Quinidine
Procainamide
Disopyramide
(Na + ) channel block
(intermediate
association/dissociation)
Ventricular
arrhythmias
prevention of
paroxysmal recurrent
atrial
fibrillation (triggered
by vagal overactivity)
procainamide
in Wolff-Parkinson-
White syndrome
Ib
Lidocaine
Phenytoin
Mexiletine
(Na + ) channel block
(fast
association/dissociation)
treatment and
prevention during and
immediately
after myocardial
infarction , though this
practice is now
discouraged given the
increased risk of asystole
ventricular
tachycardia
atrial
fibrillation
Ic Flecainide
Propafenone
(Na + ) channel block
(slow
association/dissociation)
prevents paroxysmal
atrial fibrillation
treats recurrent
18
Moricizine
tachyarrhythmias of
abnormal conduction
system .
contraindicated
immediately post-
myocardial infarction.
IIBeta-
blockers
Propranolol
Esmolol
Timolol
Metoprolol
Atenolol
Bisoprolol
beta blocking
Propranolol also shows
some class I action
decrease myocardial
infarction mortality
prevent recurrence
of tachyarrhythmias
III
Amiodarone
Sotalol
Ibutilide
Dofetilide
Dronedarone
E-4031
K + channel blocker
Sotalol is also a beta
blocker [ 2 ]
In Wolff-Parkinson-
White syndrome
(sotalol:) ventricular
tachycardias and atrial
fibrillation
(Ibutilide:) atrial
flutter and atrial
fibrillation
IV
slow-
channel
blockers
Verapamil
Diltiazem Ca 2+ channel blocker
prevent recurrence
of paroxysmal
supraventricular
tachycardia
reduce ventricular
rate in patients with atrial
fibrillation
V Adenosine
Digoxin
Work by other or
unknown mechanisms
(Direct nodal
Used in supraventricular
arrhythmias, especially in
Heart Failure with Atrial
19
inhibition).Fibrillation, contraindicated
in ventricular arrhythmias.
Perubahan Pola Hidup
Aritmia mungkin dapat berhubungan dengan gaya hidup tertentu. Jadi
diharapkan menghindari factor resiko tersebut :
Berhenti merokok
Membatasi konsumsi alcohol
Membatasi atau menghentikan konsumsi produk yang mengandung kafein
( teh atau kopi )
Electrical Cardioversion
Pada pasien dengan aritmia yang persisten ( seperti atrial fibrilasi ), ritme yang
normal terkadang tidak dapat didapatkan hanya dengan terapi farmokologi.
Setelah pemberian anestesi, disalurkan syok elektrik ke dada pasien yang akan
mensinkronisasi jantung dan memacu jantung kembali ke normal ritme.
Permanent Pacemaker
Suatu alat yang mengirim impuls elektrik ke otot jantung untuk mendapatkan
nadi yang normal. Pacemaker memiliki ‘pulse generator’ dan lead yang
menghantarkan impuls dari generator ke otot jantung. Pacemaker biasanya
digunakan untuk menghindari terjadinya denyut jantung yang lemah.
Penatalaksanaan Pada Kegawat daruratan Aritmia
a. Pada Bradikardi
20
Dalam menghadapi pasien dengan bradikardi yang penting adalah menentukan
apakah bradikardi sudah menimbulkan gejala dan tanda seperti diatas. Jika
benar demikian usahakan untuk meningkatkan denyut jantung dengan langkah
sebagai berikut :
- Segera pastikan tidak ada gangguan jalan nafas
- Berikan oksigen
- Pasang monitor EKG , tekanan darah dan oksimetri
- Pasang jalur IV line
Perhatikan EKG :
Jika EKG bukan AV block derajat II tipe 2 atau AV total / derajat 3 lakukan
langkah sebagai berikut:
- Berikan sulfas Atropin 0,5 mg IV sambil perhatikan monitor EKG
untuk melihat responpeningkatan denyut jantung, jika tidak ada ulangi lagi 0,5
mg (setiap 3 – 5 menit), sampai ada respon peningkatan denyut jantung atau
dosis atropine telah mencapi 3 mg.
- Jika dosis suldaf atropine telah mencapai 3 mg dan belum terjadi
peningkatan denyut jantung > 60x/menit, pertimbangkan pemberian obat yang
lain seperti epinefrin 2 -10 microgram/ menit atau dopamine 2-10
microgram/kgBB/menit.
Jika gambaran EKG adalah block derajat II tipe 2 atau AV total / derajat 3
lakukan langkah sebagai berikut:
- Segera pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan
pacu jantung tranvesa( Konsultasi ke dokter ahli jantung)
- Cari dan tangani penyebab yang dapat menyokong seperti
hipoglikemia, hipokalemia, hipovolumia, asidosis, tamponade jantung, trauma
(Karo-karo et al, 2008)
21
Bradikardi = Detak nadi <60x/minKondisi klinis tidak adekuat
Pastikan jalan napas amanBantu jalan napas jika diperlukan beri O2
Ukur tensi, oximetri, monitor EKG, pasang infus
Observasi monitor kondisi klinis
Persiapkan pacu jantung transkutan . jika pada EKG terlihat AV blok derajat 2 tipe 2 atau total AV blok, pertimbangkan pemberian atropine 0,5 mg iv/5 menit (maks dose 3 mg) sambil menunggu pacu jantung trancutan. Pertimbangkan pemberian epineprin (2-10 mcg/min) atau dopamine 2-10 mcg/KgBB/min) diinfuskan.
Persiapkan pacu jantung transvenusObati penyebab dasarKnsultasi ke dokter ahli jantung
Perfusi baik Perfusi buruk
b. Pada Takikardi
Dalam penanganan takikardi yang paling penting adalah menetukan apakah
nadi teraba atau tidak .jika nadi teraba, tentukan apakah pasien stabi atau tidak
stabil (terdapat syok , edem paru, hipotensi). Semua takikardi tidak Stabil
harus segera di kardioversi kecuali sinus takikardi. Sinus takikardi adalah
respon fisiologi untuk mempertahankan curah jantung.Jika terjadi gangguan
hemodinamik (misalnya ada tanda- tanda syok) maka harus dicari
penyebabnya , bukan dilakukan kardioversi pada sinus takikardinya.
Monitoring hasil EKG dan lakukan tatalaksana seperti pada alogaritma
Bantuan Hidup Jantung Lanjut (Karo-karo et al, 2008).
GAMBAR ALOGARITMA BHJL UNTUK TAKIKARDI
22
1.2 OBAT SALURAN PERNAFASAN
Obat-obatan yang sering digunakan pada penyakit saluran pernafasan
dapat digolongkan menjadi 3 golongan:
23
Anti asma dan PPOK
Obat asma terdiri dari obat pelega (diberikan saat serangan akut) dan
obat pengontrol (untuk pencegahan serangan asma dan diberikan secara
terus-menerus)
Pada saat seragan asma, obat-obatan yang diberikan berupa:
- Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan
ipratropium bromide)
Agonis β2 kerja cepat: salbutamol, terbutalinprokaterol
Antikolinergik : fenoterol
Metilsantin : ipratropium bromide, theofilin, aminofilin
- Kortikosteroid sistemik, teofilin lepas lambat,
metilprednisolon, prednisolon.
Pengobatan asma jangka panjang:
- Inhalasi kortikosteroid: flutikason propionate, bude
sonide
- β2 agonis jangka panjang: prokaterol, fomoterol,
salmeterol
- Antileukotrin: zafirlukas
- Teofilin lepas lambat (Kepmenkes, 2009)
Farmakoterapi untuk PPOK antara lain (Buist, 2006)
Bronkodilator
Antikolinergik
Kortikosteroid
Metilxantin
Obat batuk
Antiusive
- Central: opiate dan non opiate
- Perifer
Ekspectoran : gliseril guaiacolate
Mukolitik : bromheksin dan derivat
Obat golongan dekongestan dan obat hidung lainnya
24
Nasal dekongestan
Antihistamin
1.2.1 Obat saluran pernapasan penyebab aritmia
a. golongan methylxanthine
Golongan methylxanthine (teofilin dan aminofilin) merupakan inhibitor
fosfodiesterase non spesifik yang meningkatkan cAMP dalam otot polos
saluran napas tetapi juga dilaporkan mempunyai berbagai aksi non
bronkodilator. Obat golongan methylxanthine dapat meningkatkan denyut
jantung, meningkatkan otomatisasi atrium, dan meningkatkan konduksi
intra-kardiak sehingga menimbulkan gangguan irama jantung seperti sinus
takikardi, denyut atrium prematur, takikardi supra-ventrikuler, fibrilasi
atrium unifokal dan multifokal serta aritmia ventrikel. Teofilin lebih sering
memberi efek samping aritmia yang tergantung dosis (dose dependent).
Mekanisme terjadinya aritmia karena teofilin adalah melalui penghambatan
pada reseptor adenosin A1 (Barnes, 2010)
b. Golongan beta agonis
Cara kerja obat adrenergik beta 2 adalah merelaksasi otot polos saluran
napas dengan merangsang reseptor adrenergik beta 2 sehingga
meningkatkan cAMP. Pemberian obat adrenergik beta 2 secara oral lebih
sering menimbulkan efek samping daripada secara inhalasi, dan efek
samping yang terjadi tergantung dosis (dose dependent). Stimulasi pada
reseptor beta 2 adrenergik dapat menimbulkan sinus takikardi waktu
istirahat dan mempresipitasi gangguan irama jantung pada individu yang
sangat rentan walaupun jarang terjadi pada terapi inhalasi. Efek samping
yang lain adalah hipokalemia, peningkatan konsumsi oksigen waktu
istirahat pada terapi dosis tinggi (Rabe et al, 2007). Efek sistemik dosis
tunggal salmeterol 50 mcg dan formoterol 12-24 mcg telah diteliti pada
pasien-pasien dengan riwayat aritmia jantung ringan-sedang dan hipoksemi
(PaO2 <60 mmHg). Disimpulkan salmeterol 50 mcg dan formoterol 12 mcg
mempunyai ’safety margin’ lebih tinggi dari formoterol 24 mcg pada
penderita PPOK dengan aritmia jantung dan hipoksemi (Johnson, 2007).
25
Obat-obat golongan agonis beta-adrenergik dapat menyebabkan takikardi,
meningkatkan konduksi nodus atrio-ventrikuler, memperpendek periode
refrakter nodus atrio-ventrikuler, dan memperpanjang fase 3 (fase
repolarisasi lambat) yang tampak pada EKG sebagai pemanjangan interval
QT (Long QT Syndrome), dimana hal tersebut dapat memicu aritmia
spontan (Kallergis et al, 2005).
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik diindikasikan pada PPOK eksaserbasi karena
infeksi. Pemilihan antibiotika berdasarkan atas sensitifitas terhadap S
pneumonia, H influenza dan M catarhalis. Pilihan antibiotika pada
umumnya adalah amoksilin, kotrimoksazol dan eritromisin. Sebagai pilihan
alternatif adalah kombinasi amoksilin dan asam klavulanat, sepalosporin,
klaritromisin, azitromisin (PDPI, 2003). Antibiotika golongan makrolid dan
kuinolon dapat menyebabkan pemanjangan interval QT (Long QT
Syndrome), melalui penghambatan kanal potasium pada fase repolarisasi
cepat akhir (Simko et al, 2008).
Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada penderita PPOK,
yaitu hipokalemia dan hipomagnesemia. Hipokalemia pada PPOK terjadi
karena asupan kalium yang kurang (malnutrisi), atau kalium masuk ke
dalam sel yang terjadi karena peningkatan aktifitas beta-adrenergik (PDPI,
2003). Kondisi hipokalemia dapat mencetuskan terjadinya takikardi
ventrikel dan Torsade de Pointes (Dharma S. 2010). Torsade de Pointes
merupakan bentuk takikardi ventrikel yang biasanya ditemukan pada
penderita dengan interval QT yang memanjang. Pemanjangan interval QT
dapat disebabkan oleh kelainan elektrolit, terutama hipokalsemia,
hipomagnesemia dan hypokalemia (Thaler MS, 2009). Hipomagnesemia
dapat disebabkan asupan yang tidak adekuat. Hipomagnesemia secara klinis
mempunyai gejala neurologis dan muskuler, mirip gejala hipokalsemia.
Dapat terjadi tetani, tanda Chvostek, dan tanda Trousseau, kejang dan
aritmia jantung, terutama aritmia ventrikel. Pada EKG terjadi pemanjangan
interval PR, pelebaran QRS, inversi gelombang T, dan gelombang U yang
26
menonjol (O’Callaghan C.A., 2009). Gagal napas dan asidosis respiratoris
merupakan komplikasi yang sering pada penderita PPOK berat. Gagal napas
disebabkan gangguan pertukaran gas di saluran napas bagian perifer mulai
bronkiolus terminalis sampai alveolus (PDPI, 2003).
27