Appendiksitis Fix Konsul
-
Upload
naning-nurmala-sari -
Category
Documents
-
view
48 -
download
3
description
Transcript of Appendiksitis Fix Konsul
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada
apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering
ditemui. Apendiks disebut umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan
dengan istilah usus buntu , karena usus buntu sebenarnya caecum. Apendisitis
merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai factor. Diantaranya
hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing ascaris,dapat
juga menimbulkan penyumbatan.
Insiden apendisitis ini lebih tinggi pada Negara maju daripada Negara
berkembang, namun dalam 3-4 dasawarsa terakhur menurun secara
bermakana, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000.
Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara
berkembang berubah menjadi makan kurang serat.
Menurut data epidemiologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita,
meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja awal
tahun 20-an, sedangkan angka ini menurun pada menjelan dewasa. Insiden
apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa prapuber,
sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya 3:2, kemudian angka
yang tinggi ini menurun pada pria.
Dari berbagai penelitian yang telah dlakukan, obstruksi merupakan
penyebab yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya apendisitis.
Kuman yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi
pathogen.
Di dalam makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Apendisitis” akan
membahas seputar gangguan pencernaan pada apendiks atau biasa dikenal
dengan apendisitis yang meliputi pengertian, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, penatalaksanaan, komplikasi, pathway, dan asuhan
keperawatannya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran tentang konsep penyakit apendisitis ?
2. Bagaimana pengkajian pasien dengan apendisitis ?
3. Apa diagnosa keperawatan untuk pasien dengan apendisitis ?
4. Apa intervensi untuk pasien dengan apendisitis ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum
Untuk memperoleh gambaran tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien apendisitis
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mendapatkan gambaran tentang konsep penyakit apendisitis ?
2. Mampu membuat pengkajian pada pasien dengan apendisitis ?
3. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
apendisitis ?
4. Mampu membuat intervensi pada pasien dengan apendisitis ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Usus besar atau kolon yang panjangnya kira-kira satu setengah meter,
adalah sambungan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileoseka,
yaitu tempat sisa makanan lewat, dimana normalnya katup ini tertutup dan
akan terbuka untuk merespon gelombang peristaltik dan menyebabkan
defekasi atau pembuangan. Usus besar terdiri atas empat lapisan dinding yang
sama seperti usus halus. Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun
dalam tiga jalur yang memberi rupa berkerut-kerut dan berlubang-lubang.
Dinding mukosa lebih halus dari yang ada pada usus halus dan tidak
memiliki vili. Didalamnya terdapat kelenjar serupa kelenjar tubuler dalam
usus dan dilapisi oleh epithelium silinder yang memuat sela cangkir.
Usus besar terdiri dari :
1. Sekum
Sekum adalah kantung tertutup yang menggantung dibawah area katup
ileosekal. Apendiks vermiformis merupakan suatu tabung buntu yang
sempit, berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum.
2. Kolon
Kolon adalah bagian usus besar, mulai dari sekum sampai rektum. Kolon
memiliki tiga bagian, yaitu :
a. Kolon asenden
Merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hatti sebelah
kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.
b. Kolon transversum
Merentang menyilang abdomen dibawah hati dan lambung
sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada
flkesura splenik.
c. Kolon desenden
Merentang ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi
kolon bsigmoid berbentuk S yang bermuara di rektum.
3. Rektum
Rektum Adalah bagian saluran pencernaan selanjutnya dengan
panjang 12 sampai 13 cm. Rektum berakhir pada saluran anal dan
membuka ke eksterior di anus.
Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10 cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,
medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior
superior kanan dengan pusat. Lumennya sempit dibagian proksimal dan
melebar dibagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada
apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika
superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula
disekitar umbilikus.
Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue)
yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap
infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh.
Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil,
maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap
infeksi ( Sjamsuhidayat, 2005).
2.2. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer C.
Suzanne (2002), Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab
paling umum untuk bedah abdomen darurat. Jadi, dapat disimpulkan
apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks dan
merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005).
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala
apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden
apendisitis kronik antara 1-5%.
2.3. Etiologi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat
pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora
kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.
(Sjamsuhidayat, 2005).
2.4. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mucus
tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer,
2005).
2.5. Manifestasi Klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri
kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot
dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri
dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-
tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri pada defekasi
menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda
rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang
secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah.
Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen
terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus
atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi
pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan
kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne,
2002).
2.6. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan
setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat
apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara
terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh
para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
2.7. Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan
suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan
abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
2.8. Pathway
Fekalit, bolus ascaris, benda asing, dan jarigan perut
Obstruksi pada lumen appendiks
Ketidak seimbangan antara
produksi dan ekskresi mucus
Migrasi bakteri dari colon ke
appendiks
Peningkatan intra
Arteri terganggu Terhambatnya aliran lmfe Obstruksi vena
Edema dan ulserasiTerjadinya infark pada
ususNyeri epigastrium
Edema & peningkatan
tekanan intra lumen
Nyeri akutNekrosis appendiks
ganggren Peradangan pada dinding appendiks
Appendiks
ganggrenosa
Peradangan meluas ke
peritonium
Mual & muntah Mekanisme
kompensasi tubuh
Pembedahan Absorbsi makanan
tiddak adekuat,
pengeluaran carian
aktif
Leukusit &
suhu tubuh
Hipertermi
Cemas pasien &
keluarga,
pengungkapan
cemas
Luka insisi
post bedah
Resiko tinggi
infeksi
Nyeri saat ekstremitas
kanan digerakan, saat
istirahat dan
beraktifitas
Resiko volume cairan
kurang dari
kebutuhan
Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Nyeri akut pada
luka post bedah
Intoleransi aktivitas
Kurang pengetahuan cemas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. W
Alamat : Krasihan RT. 03 RW. 06 Baki, Sukoharjo
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SLTA.
Diagnosa Medis : Apendisitis Akut
Penanggung Jawab : Ny. J yang merupakan ibu Ny. W.
Tanggal Masuk RS : 25 April 2013
Tanggal Pengkajian : 25 April 2013
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri perut bagian kanan bawah dirasa sejak
kurang lebih satu tahun yang lalu.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri perut post operasi, nyeri dirasa timbul saat
bergerak, kualitas nyeri perih dan terasa panas seperti ditusuk-
tusuk, skala nyeri 4 (0-10), dan nyeri hilang timbul, klien tampak
lemah.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit apendisitis
sebelumnya, juga tidak pernah mengalami kecelakaan, dirawat di
rumah sakit, ataupun menjalani operasi hanya sakit biasa seperti
demam, pilek, dan batuk.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai
penyakit apendisitis, dan salah satu keluarga yang mempunyai
penyakit keturunan yaitu diabetes militus diderita kakek dan
neneknya.
3.1.3 Pola Kesehatan Fungsional
a) Pola eliminasi Buang Air Kecil (BAK)
- Sebelum sakit BAK ±7 kali sehari, warna kuning, berbau khas.
- Selama sakit pasien mengatakan merasakan nyeri luka post
operasi sehingga belum bisa melakukan toileting secara mandiri,
BAK dengan terpasang Dower Cateter ± 1000 cc per hari, warna
kuning, berbau khas.
b) Pada pola aktivitas dan latihan
- Sebelum sakit mampu melakukan aktivitas harian dengan
mandiri
- Selama sakit mengatakan untuk aktivitas, makan, dan berpindah
dibantu orang lain, untuk toileting dibantu dengan alat.
c) Pada pola perceptual
- Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mengalami gangguan
kesadaran, gangguan pendengaran, ataupun gangguan
penglihatan
- Selama sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan kesadaran,
gangguan pendengaran, ataupun gangguan penglihatan namun
pada luka post operasi apendiktomi terasa nyeri, nyeri dirasa
saat bergerak, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, diperut kanan
bawah kuadran 4, skala nyeri 4 (0-10), nyeri hilang timbul. Ny.
W tampak lemah dan merintih kesakitan.
3.1.4 Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
- Kesadaran : Composmentis dengan nilai GCS 15 (E₄V₅M₆)- Tekanan darah 100/70 mmHg,
- frekuensi nadi 84 kali per menit,
- frekuensi pernapasan 20 kali per menit
- suhu 38°C.
b) Pengkajian Persistem
A. Sistem Pernapasan
1. Anamnesa : Pasien biasanya batuk tidak produktif
2. Hidung
a. Inspeksi: Nafas cuping hidung tidak ada, Secret / ingus
tidak ada, oedem pada mukosa tidak ada, kebersihan
bersih, deformitas tidak ada, pemberian O2 tidak ada.
b. Palpasi: nyeri tekan tidak ada, fraktur tulang nasal tidak
ada.
3. Mulut
a. Inspeksi : mukosa bibir tidak sianosis, Alat bantu nafas
ETT tidak ada.
b. Sinus paranasalis Inspeksi : pemeriksaan sinus
paranasalis normal
c. Palpasi : nyeri tekan tidak ada
4. Leher
a. Inspeksi : trakheostomi tidak ada
b. Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, adanya massa tidak ada,
pembesaran kelenjar limfe tidak ada, posisi trachea di
tengah.
5. Faring
a. Inspeksi : kemerahan tidak ada, oedem / tanda-tanda
infeksi tidak ada
6. Area dada
a. Inspeksi : pola nafas teratur, penggunaan otot Bantu
pernafasan tidak ada, pergerakan dada simetris, waktu
inspirasi ekspirasi (rasio inspirasi : ekspirasi normal),
trauma dada tidak ada, pembengkakan tidak ada.
b. Palpasi: nyeri tekan tidak ada, bengkak tidak ada.
c. Auskultasi : Suara nafas tambahan tidak ada
B. Cardiovaskuler Dan Limfe
1. Anamnesa: nyeri dada tidak ada, sesak saat mencium bau
menyengat
2. Wajah
a. Inspeksi : sembab(-), pucat(-), sianosis(-), pembuluh darah
mata pecah(-), konjungtiva anemis.
3. Leher
a. Inspeksi : bendungan vena jugularis tidak ada
b. Palpasi : Arteri carotis communis (-)
4. Dada
a. Inspeksi : bentuk dada simetris, odema tidak ada.
b. Perkusi : batas jantung normal
c. Auskultasi : bunyi jantung normal ( BJ 1 dan BJ 2) tidak
ada kelainan bunyi jantung.
5. Ekstrimitas Atas
a. Inspeksi : sianosis(-), clubbing finger(-)
b. Palpasi : CRT kembali kurang dari 2 detik, suhu akral
hangat
6. Ekstrimitas Bawah
a. Inspeksi : Varises (-), sianosis (-), clubbing finger (-),
oedem (-)
b. Palpasi : CRT kembali kurang dari 2 detik, suhu akral
hangat, oedem (-)
C. Persyarafan
1. Anamnesis : Pada pasien tidak mengalami nyeri kepala
berputar-putar,nyeri kepala sebelah,hilang keseimbangan, mual
dan muntah, perubahan berbicara, dan tremor.
Pemeriksaan nervus (diperiksa jika ada indikasi dengan kelainan
persyarafan) :
a. Uji nervus I olfaktorius ( pembau)
Pasien dapat membedakan bau-bau yang menyengat dan
tidak menyengat (seperti minyak kayu putih,parfum dan
kopi).
b. Uji nervus II opticus ( penglihatan)
Pada pasien pandangan sudah agak kabur dikarenakan
faktor usia. Jarak pandangan antara 20-30cm.
c. Uji nervus III oculomotorius
Pada pasien tidak terdapat oedema kelopak mata,tidak
terdapat sklera mata jauh,bola mata menonjol dan celah
mata sempit,tetapi pasien konjungtiva matanya anemis.
d. Nervus IV toklearis :
Pasien diperiksa pupilnya normal dan refleks pupilnya
normal pada saat diberi sinaran oleh cahaya.
e. Nervus V abdusen :
Pada pasien saat dilakukan pemeriksaan gerak bola mata,
pergerakannya adalah normal antar mata kanan dan kiri.
f. Uji nervus VI facialis dengan cara : kedua alis mata
simetris
g. Nervus VII auditorius/AKUSTIKUS :
Pada pasien pendengaran normal tidak ada gangguan pada
pendengaran.
h. Nervus VIII vagus:
Pada pasien pergerakan lidahnya dapat bergerak penuh
dan tidak ada gangguan pada pergerakan lidah
pasien,dapat menelan secara normal.
i. Nervus IX aksesorius :
Pada pasien pergerakan kepala dan bahu normal. Kepala
dapat menggeleng, menoleh kanan dan kiri dan bahu dapat
bergerak penuh.
- Tingkat kesadaran (kualitas) : Compos Mentis (sadar
sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya, dapat berkomunikasi dengan
baik.
- Tingkat kesadaran (Kuantitas) : GCS (Glasgow Coma
Scale), yang dinilai yaitu : E4 (Eye/membuka mata) :
dapat membuka mata spontan, M6 (Motorik) : dapat
bergerak sesuai perintah,V5 (Verbal/bicara) : orientasi
baik (orang, tempat, waktu)
-
D. Perkemihan-Eliminasi Uri
1. Anamnesa: Pasien bisa merasakan miksi dengan tidak memakai
kateter. Dan dapat BAK dengan normal. Urine yang dikeluarkan
pasien sehari 4 kali antara 1500-1600cc
2. Kandung kemih
a. Inspeksi : Tidak ada benjolan, jaringan parut (-), kandung
kemih tidak tegang
b. Palpasi : nyeri tekan(-), tidak teraba massa
c. Ginjal Inspeksi : tidak terjadi pembesaran ginjal
d. Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran ginjal
e. Perkusi : nyeri ketok (-)
E. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
1. Anamnesa : Nafsu makan pasien bagus, pasien makan dengan
pola pagi-siang-malam tetapi tidak selalu habis, tidak ada
keluhan mual muntah, nyeri tenggorokan, maupun gangguan
menelan. Pada hari dilakukan pengkajian pasien belum BAB.
Pasien merasakan nyeri pada perut bagian bawah kanan.
Provokatif : nyeri ditimbulkan dari peradangan pada appendik
Qualitas : nyeri seperti tertusuk-tusuk
Regio : kuadaran IV, pada titik Mc Burney
Skala : 5
Time : hilang timbul
2. Mulut
a. Inspeksi : mukosa bibir kering, pada gigi terdapat gigi
yang tanggal (1) karies (-),terdapat plak pada sela gigi.
Stomatitis (-), pembesaran kelenjar parotis (-).
b. Palpasi : nyeri tekan pada rongga mulut (-), massa(-)
c. Lidah Inspeksi : letak simetris, warna merah muda
pucat, tidak ada gerakan tremor.
d. Palpasi : Nodul (-), oedema (-), nyeri tekan (-)
3. Faring - Esofagus
a. Inspeksi : warna palatum merah muda
b. Palpasi : pembesaran kelenjar(-)
4. Abdomen (dibagi menjadi 4 kuadran)
a. Inspeksi: tidak ada pembesaran abdomen yang abnormal,
tidak tampak vena porta hepatika
b. Auskultasi : bising usus normal
c. Perkusi : hipertympani
d. Palpasi :
- Kuadran I (Hepar : hepatomegali (-), nyeri tekan (-))
- Kuadran II (Gaster : nyeri tekan abdomen(-), Lien :
splenomegali(-))
- Kuadran III (Terdapat massa)
- Kuadran IV (Nyeri tekan pada titik Mc Burney)
F. Sistem Muskuloskeletal & Integumen
1. Anamnese : tidak ada nyeri dan tidak terjadi kelemahan
ekstremitas
2. Warna kulit Hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-), kulit
tidak bersisik.
3. Kekuatan otot 5 5
5 5
4. Fraktur pasien tidak mengalami fraktur dan tidak pernah ada
riwayat fraktur
5. Luka tidak ditemukan luka pada tubuh pasien
G. Sistem Endokrin dan Eksokrin
1. Anamnesa: tidak merasakan kram, pandangan kabur sesuai
penambahan usia, perubahan berat badan dan tinggi badan
normal, kesulitan menelan (-), berkeringat(-), tremor(-), hot
flushes (panas pada wajah tidak ada).
2. Riwayat KB pasien tidak pernah melakukan KB karena
setiap selesai melahirkan pasien langsung melakukan kiret.
3. Kepala
a. Inspeksi : distribusi rambut(menyebar), tebal,
kerontokan(-)
4. Leher
a. Inspeksi : bentuk(normal), pembesaran kelenjar
thyroid(-), perubahan warna(-).
b. Palpasi : pembesaran kelenjar(thyroid, parathyroid
tidak ada), nyeri tekan (-), suhu badan hangat
5. Payudara
a. Inspeksi : pembesaran mamae (-)
6. Genetalia
a. Inspeksi : Rambut pubis (ketebalan merata, kerontokan
tidak ada), bersih, pengeluaran (darah, cairan, lender tidak
ada).
b. Palpasi : benjolan (-)
7. Ekstremitas bawah palpasi non pitting (-)
H. System Reproduksi
1. Anamnesa :
a. Cyclus haid (normal), lama haid(7hari),darah banyak &
sifat(cair), flour albus (normal tidak bau dan warna
normal),disminore(-), terjadi nyeri punggung saat
menstruasi
b. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas, Keluarga
berencana
- Pernah hamil 4x, keguguran pada hamil kedua,penyulit
dalam kehamilan adalah sakit pinggang. Jarak
kehamilan anak ke-1 dan ke-2 7 tahun.
- Selama 3x persalinan : persalinan 1&2 normal dan
kiret,persalinan terakhir melalui SC.
2. Payudara
a. Inspeksi : bentuk (normal), kebersihan (+), warna
areola (coklat kehitaman), bentuk papilla mamae
(normal), massa (-), luka (-), payudara (simetris).
b. Palpasi :benjolan(-), pengeluaran (-), nyeri tekan (-).
3. Axilla
a. Inspeksi : benjolan (-).
b. Palpasi : teraba benjolan (-).
4. Abdomen
a. Inspeksi : pembesaran abdomen (-), luka post SC (-).
b. Palpasi : pembesaran (-), massa (-).
5. Genetalia
a. Inspeksi : Rambut pubis (merata), kebersihan (+), odema
(-), varices (-), benjolan (-), pengeluaran (-), tanda-tanda
infeksi (-).
b. Palpasi : benjolan (-), massa (-), dan nyeri tekan(-).
I. Persepsi sensori
1. Anamnesa : Nyeri mata(-),penurunan tajam penglihatan(+),mata
berkunang-kunang(-), penglihatan ganda( -),mata berair(-),
gatal(-), kering(-), benda asing dalam mata(-), penurunan
pendengaran(-), nyeri(-).
2. Mata
a. Inspeksi : Mata simetris, bentuk normal, lesi Papelbra
( normal ), Bulu mata (menyebar), produksi air mata
(normal), kornea (normal berkilau, transparan), iris dan
pupil (warna iris dan ukuran (normal),reflek cahaya pada
pupil(normal)), lensa (normal jernih dan transparan),
sclera (warna ( putih normal)).
b. Palpasi : Teraba lunak, nyeri dan pembengkakan kelopak
mata (-), palpasi kantong lakrimal (normal).
3. Penciuman (Hidung)
a. Palpasi : Sinus (tidak ada nyeri tekan), Palpasi fossa
kanina (tidak nyeri),Pembengkakan(-), Deformitas(-).
b. Perkusi : regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina
kita lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan
reaksi hebat(-).
3.1.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 25 April 2013 pukul
11.00 WIB pre operasi meliputi Limfosit 14.3% (nilai normal :
22-44); Monosit 10.4% (nilai normal : 0-7); MCV 75fL (nilai
normal : 80-96); MCH 2fL (nilai normal : 28-33); kreatinin 0.59
mg/dl (nilai normal : 0.6-1.1).
- Ultra Sonografi.
Hasil pemeriks aan USG pada tanggal 24 April 2013 jam 09.23
WIB dilakukan di RS Panti Waluyo Surakarta dengan hasil
hepar, vesica felea, pancreas, kedua ren, lien, vesica urinaria,
maupun prostat dalam batas normal; secara sonografi adanya
gambaran adneksitis kanan, small simple cyst ovarii kiri. Pada
region Mc Burney tampak stuktur tubuler blind end
nonkompresi, menyongkong gambaran apendisitis.
3.2 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DO :
Klien mengatakan
nyeri pada perut
bagian kanan bawah.
DS :
Klien terlihat
menahan sakit dan
memegang perut
bagian kanan bawah.
Obstruksi lumen
appendix
Ketidakseimbangan
antara produksi dan
ekskresi mucus
Peningkatan intra
Terhambatnya aliran
limfe
Edema dan ulserasi
Nyeri epigastrium
Nyeri Akut
Nyeri akut
2 DO :
Klien mengatakan
badannya terasa
panas dan menggigil
DS :
Klien tampak
menggigil dan suhu
badannya 380C
Peningkatan intra
Obstruksi vena
Edema dan peningkatan
tekanan intra lumen
Peradangan pada
dinding appendix
Mekanisme kompensasi
tubuh
Hipertermi
Peningkatan leukosit
dan peningkatan suhu
tubuh
Hipertermi
3 DO :
Klien mengatakan
luka post bedah terasa
nyeri saat
menggerakkan
ekstremitas kanan.
DS :
Raut wajah klien
terlihat kesakitan saat
menggerakkan
ekstremitas kanannya.
Pembedahan
Luka insisi post bedah
Nyeri saat ekstremitas
kanan digerakkan
Nyeri akut pada luka
post
bedah
Intoleransi aktivitas
Intoleransi aktivitas
4 DO :
Klien mengatakan
tidak mengerti cara
merawat luka post
operasi dan takut
terjadi infeksi.
DS :
Klien terlihat cemas
karena takut terjadi
infeksi
Pembedahan
Pengungkapan cemas
keluarga klien dan
klien dalam merawat
luka post bedah
Kurang pengetahuan
Kurang
pengetahuan
3.3 Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut b.d edema dan ulserasi
b) Hipertermi b.d peradangan dinding appendix
c) Intoleransi aktivitas b.d luka insisi pos bedah
d) Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi merawat luka post
bedah
e) Resiko tinggi infeksi
f) Resiko kekurangan volume cairan.
3.4 Intervensi
No Dx Tujuan Intervensi
1 1 -Nyeri berkurang atau hilang
-Klien merasa nyaman
Kriteria hasil
-Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri).
-Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri.
-Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.
-Kaji nyeri ( PQRST)
-Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
-Control lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri.
-Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi, dan inter
personal)
-Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
-Kolaborasi dengan dokter untuk
memberikan analgesic.
-Kolaborasikan juga dengan dokter
jika nyeri belum terkontrol.
2 2 -Mengontrol suhu agar
kembali normal
Kriteria hasil
-Suhu tubuh dalam rentang
normal
-Nadi dan RR dalam rentang
normal
-Tidak ada perubahan warna
-Kaji suhu sesering mungkin
( minimal tiap 2 jam sekali)
-Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas.
-Lakukan tapid sponge
-Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
kulit dan tidak ada pusing -Observasi TTV
-Kolaborasikan dengan dokter
untuk memberikan antipiretik
3 3 -Klien dapat melakukan
aktivitas seperti biasa
-Klien dapat merawat dirinya
sendiri.
Kriteria hasil
-Berpartisipasi dalam aktivitas
fisik tanpa disertai
peningkatan TTV
-Mampu melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri.
-Sirkulasi status baik
-Kaji TTV
-Ajarkan klien untuk memilih
aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik,
psikologi, dan sosial)
-Bantu klien untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas ( kursi
roda, krek)
-Bantu klien untuk membuat jadwal
latiahan diwaktu luang.
-Monitor respon fisik,emosi, sosial,
dan spiritual.
-Kolaborasikan dengan tenaga
rahabilitasi medic dalam
merencanakan program terapi
yang tepat.
4 4 -Klien dapat mengetahui cara
merawat luka
-Klien tidak merasa cemas
Kriteria hasil
-Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis, dan program
pengobatan pasien dan
keluarga
-Pasien dan kelurga mampu
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan
-Kaji tingkat pengetahuan klien
tentang proses penyakit yang
spesifik.
- Jelaskan patofisiologi dari
penyakit dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
-Gambarkan tanda dan gejala yang
mungkin muncul.
-Sediakan informasi pada klien
tentang kondisinya dengan
tepat
perawat/tim medis lain.
-Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur
yang dijelaskan dengan
benar.
-Observasi tindakan klien sudah
sesuai prosedur atau belum.
-Rujuk klien pada grup atau agent
di komunitas local, dengan cara
yang tepat.
5 5 -Mengontrol infeksi
-Meningkatkan status imun
Kriteria hasil
-Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
-Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah
timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas
normal
-Kaji TTV
-Kaji kadar leukosit
- Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung ( sabun
antimikroba)
- Instruksikan klien untuk minum
antibiotic sesuai resep.
-Ajarkan klien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi.
-Pertahankan teknik isolasi
-Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan (sabun
antimikroba)
-Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum.
-Observasi intake nutrisi
-Melaporkan pada dokter jika ada
tanda-tanda infeksi
6 6 -Keseimbangan cairan
-Status nutrisi (makan dan
minum) stabil
Kriteria hasil
-Mempertahan urine output
-Kaji TTV
-Kaji intake dan output
- Intruksikan klien untuk menjaga
intake
-Dorong masukan oral
sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT
normal
-TTV dalam batas normal
-Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, turgor kulit
baik, mukosa lembab, dan
tidak ada rasa haus
berlebihan.
-Dorong kelurga untuk membantu
klien makan.
-Tawarkan snack (buah)
-Monitor masukan makanan/ cairan
dan hitung intake kalori harian
-Observasi status nutrisi
-Kolaborasikan pemberian cairan
IV
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan. Klasifikasi apendisitis ada 2 yaitu,
apendisitis akut dan apendisitis kronik.
Etiologi apendisitis : infeksi bacteria, umbatan lumen apendiks, hiperplasia
jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris, erosi mukosa
apendiks, dan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
Manifestasi klinis : nyeri, demam ringan, mual, muntah dan hilangnya
nafsu makan
Penatalaksanaan bisa dilakukan pembedahan, pemberian antibiotic, cairan
IV analgetik, bisa juga dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi
Komplikasi dari apendiksitis ini adalah perforasi apendiks yang dapat
berkembang menjadi peritonitis atau abses
4.2. Saran
Dengan adanya makalah ini mudah-mudahan kita mampu memahami dan
mengetahui asuhan keperawatan dan konsep/teori dari gangguan pada sistem
Pencernaan mulai dari definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, factor resiko, pemeriksaan penunjang, penatalaksaan dan komplikasi.
Tentunya kita sebagai seorang perawat harus mampu dan menguasai
konsep/teori sebagai dasar untuk melakukan asuhan keperawatan pada
gangguan sistem Pencernaan yang nantinya sebagai bekal pada saat terjun
langsung ke rumah sakit dan berhadap langsung dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif ,Amin H.dkk.2013. Panduan Penyusunan Askep Profesional : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC.Yogyakarta: Mediaction
Mansjoer, Arif, Kuspuji Triyanti et al.2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius
Sjamsuhidayat, Wim de jong.2005.Buku Ajar ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8. Vol. 2. Jakarta: EGC.
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id./download.php?id=490 (diakses tanggal 15
April 2015)
http://digilib.unismus.ac.id/download.php?id=5001 (diakses tanggal 15 April
2015)