Apendisitis
description
Transcript of Apendisitis
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau
peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran
kanan bawah.1 Apendiksitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di
negara- negara Barat dan kasus terbanyak dari akut abdomen. Apendiksitis sangat
jarang pada infant. Insiden bertambah sesuai dengan umur, dengan puncak pada
umur 10-30 tahun, ratio laki-laki dibanding perempuan pada usia remaja 3 : 2 .
Apendiksitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh fecalith, tumor apendiks, dan cacing askaris dan hiperplasia
jaringan limfe. . Apendiksitis juga berhubungan dengan asupan serat dalam
makanan yang rendah .2
Pada apendiksitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini
kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa
(peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa
dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus
atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal .2
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui anatomi,
fisiologi dan histologi dari apendiks serta definisi, klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan
dan prognosis apendiksitis.
I.3 Tujuan penulisan
Memahami anatomi, fisiologi dan histologi dari apendiks serta definisi,
klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis
banding, penatalaksanaan dan prognosis apendiksitis
Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
1
Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Penyakit Bedah
I.4 Metode Penulisan
Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada
beberapa literatur.
2
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Anatomi, Fisiologi dan Histologi Apendiks
Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15) dan berpangkal di sekum. Appendiks pertama kali tampak saat
perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans
sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih
akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup
ileocaecal.
Lumen apendiks sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insidens apendiksitis pada usia itu.3
Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic
(panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus
halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, .
3
Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan
limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu
setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah
sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,
mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendiksitis bermula di
sekitar umbilikus.4
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri
tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,
apendiks akan mengalami gangrene.4
Histologi Apendiks
Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan
yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan
dalam atau mukosa secara umum sama seperti mukosa colon, berwarna kuning
muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen.
Komponen limfoid ini mengakibatkan lumen dari appendiks seringkali berbentuk
irreguler (stelata) pada potongan melintang.Dindingnya berstruktur sebagai
berikut :3
A. Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.
1. Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak
ditemukan selargentafin dan kadang-kadang sel paneth.
2 . Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid
dengan adanya pula nodulus Lymmphaticus yang tersusun berderet-
deret sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn
3. Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan
limfoid dan kadang-kadang terputus-putus
4
B. Tunica submucosa
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang
merata. Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh
darah dan saraf.
C. Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
D. Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak pada intestinum tenue.
Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix
yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum
viserale.berbeda dengan yang terdapat
Gambar Potongan melintang appendiks vermiformis normal
5
Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendiksitis.4
Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15-25 cmH2O dan
meningkat menjadi 30-50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal
tekanan pada lumen sekum antara 3-4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan
berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk ke sekum .4
Pada apendiks terdapat GALT (gut associated lymphoid tissue) yang
berfungsi menghasilkan Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi
sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh .4
II.2 Definisi Apendiksitis
Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau
peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran
kanan bawah.1
Apendiksitis adalah : Suatu peradangan pada apendiks yang berbentuk
cacing yang berlokasi dekat katup ileosecal dan peradangan mungkin disebabkan
oleh obstruksi dari fekalit (suatu masa separti batu yang berbentuk dari feaces)
atau infeksi bakterial.5
II.3 Epidemiologi Apendiksitis 4,6,7
Apendiksitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di Negara-
negara Barat. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun
secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
makanan berserat dalam menu sehari-hari.4
Apendiksitis akut merupakan kasus terbanyak dari akut abdomen. Sangat
jarang pada infant. Insiden bertambah sesuai dengan umur, dengan puncak pada
umur 10-30 tahun, ratio laki-laki dibanding perempuan pada usia remaja 3 : 2 .
6
II.4 Etiologi Apendiksitis 7
Apendiksitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya : sumbatan lumen apendiks oleh fekalit, tumor
apendiks, dan cacing askaris dan hiperplasia jaringan limfe. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendiksitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E. histolytica .4
Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50%
ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan
limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendiksitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora kolon normal.
Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendiksitis akut .4
II.5 Klasifikasi Apendiksitis
Klasifikasi apendiksitis menurut klinikopatologis 4:
a) Apendiksitis akut
Apendiksitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika
telah terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis
umum, terjadinya abses, dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan
infeksi luka operasi .
Klasifikasi apendiksitis akut:
Apendiksitis akut simple : peradangan baru terjadi di mukosa
dan submukosa. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah
umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam
ringan. Apendiksitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.
Apendiksitis supuratif : Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti, nyeri tekan tekan, nyeri lepas di titik
7
MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan
pasif
Apendiksitis akut Gangrenosa: didapatkan tanda-tanda
supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.
Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman.
b) Apendiksitis infiltrate
Apendiksitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum
sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu
dengan yang lainnya
c) Apendiksitis abses
Apendiksitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah.
d) Apendiksitis perforasi
Apendiksitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren
yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi
peritonitis umum
e) Apendiksitis kronik
Apendiksitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu
atau terjadi secara menahun . Apendiksitis kronik sangat jarang terjadi.
Prevalensi hanya 1-5 %. .
II.6 Patofisiologi 4,8
Secara patogenesis faktor penting terjadinya apendiksitis adalah adanya
obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi lumen
apendiks merupakan faktor penyebab dominan pada apendiksitis akut. Peradangan
8
pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan
dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam.
Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan
stasis bagian distal apendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus
menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminal
meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi
peningkatan jumlah kuman didalam lumen apendiks.
Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem.
Kondisi ini memudahkan invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan
menyebabkan ulserasi mukosa apendiks maka terjadi keadaan yang disebut
apendkisitis fokal.
Obstruksi yang terus menerus menyebabkan tekanan intraluminer semakin
tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Keadaan ini akan
menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemia, dan invasi bakteri semakin
berat sehingga terjadi penumpukan nanah pada dinding apendiks atau disebut
dengan apendiksitis akut supuratif.
Pada keadaan yang lebih lanjut, dimana tekanan intraluminer semakin
tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini
menyebabkan terjadi gangren. Gangren biasanya di tengah-tengah apendiks dan
berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut apendiksitis gangrenosa. Bila tekanan
terus meningkat, maka akan terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa
apendiks akan tercurah ke rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup
apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikular . Apabila terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga
yang berisi nanah di sekitar apendiks disebut abses periapendikular.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan serangan berulang di perut kanan
9
bawah disebut dengan apendiksitis rekurens. Pada suatu ketika organ ini dapat
meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut .
II.7 Manifestasi Klinis 9
Gejala klasik apendisitis adalah nyeri perut samar-samar dan rumpul yang
merupakan nyeri visceral di dearah epigastrium di sekitar umbilicus. Dalam
beberapa jam nyeri ini akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mcburney
selanjutnya nyeri dirasakan lebih tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatic setempat. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala
nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau
pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada
periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga
merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau
pelvis1. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan
cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan.
. Selain itu keluhan lain yang sering menyertai adalah mual dan terkadang
adanya muntah. Nafsu makan juga dapat menurun. Demam ringan 37,5-38,5oC
juga dapat muncul sebagai salah satu manifestasinya.
Variasi lokasi dari apendiks yang meradang juga akan berpengaruh pada
gejala klinis selain mempengaruhi nyeri, antara lain :
1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut
kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,
bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya
kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum,
akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum,
10
sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan
menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat ureter atau bladder, gejala dapat
berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat
menahan kencing dan distensi kandung kemih1
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit
dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada
waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut
beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.2,3
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.
Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa
jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah
dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis
diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis
baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga
lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi
perforasi.
3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya
gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai
dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau
penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia
kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual,
dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul
11
pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum
dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebihke regio lumbal kanan.
II.8 Penegakkan Diagnosa 8
1. Anamnesis
Pada umumnya pasien dengan penyakit apenditis akan datang dengan
keluhan nyeri perut kanan bawah. Keluhan klasiknya seperti tidak nafsu
makan dan nyeri periumbilical yang diikuti rasa mual, nyeri perut kuadran
kanan bawah, muntah hanya muncul pada 50% kasus. Keluhan diare ataupun
kosntipasi muncul pada 18% pada pasien.
2. Pemeriksaan Fisik
Inpeksi
Kadang sudah terlihat pada saat pasien berjalan sambil
membungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada
inspeksi perut tidak ditemukan gambaran yang spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan kompilkasi perfrasi. Penonjolan kanan
bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendicular.
Palpasi
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka
kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci
diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing
(Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga
akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg Sign).
Auskultasi
Peristaltik usus sering normal; peristaltic dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apensitis perforasi.
Pemeriksaan lainnya
12
Psoas sign : pada apendisitis, psoas sign (+) karena adanya
rangsangan M. psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
Aktif : pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan
pemeriksa. Lalu, pasien memfleksikan articulatio coxae kanannya.
Apabila pasien mengalami apendisitis, maka perut bagian kanan bawah
akan terasa nyeri.
Pasif : pasien miring ke kiri, paha kanannya
dihiperekstensikan pemeriksa. Lalu, bila pasien mengalami apendisitis,
akan merasa nyeri perut bagian kanan bawah.
Obturator sign : merupakan rasa nyeri yang terjadi apabila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar
(endorotasi articulatio coxae) secara pasif. Hal tersebut menunjukkan
peradangan apendiks yang terletak pada daerah hipogastrium.
Colok dubur
Pada pemeriksaan colok dubur akab menyebabkan rasa nyeri bila
daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya apendisitis
pelvika dan nyeri hanya dirasakan pada saat pemeriksaan colok dubur
saja. Nyeri akan dirasakan pada jam 9 – 12.Tanda-tanda yang ada pada apenksitis 9
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
13
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s
sign
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy
(Rosenstein)’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Bartomier-
Michelson’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran
kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi
kiri dibandingkan dengan posisi terlentang
Aure-Rozanova’s
sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
trianglekanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-
tiba
3. Penunjang
a. Laboratorium
o Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada
apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada
apendisitis perforata. Tidak adanya leukositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran kekiri.
o Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan
bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih
atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir
sama dengan appendisitis. Sedimen dapat normal atau terdapat
14
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang
meradang menempel pada ureter atau vesika.
o Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa
appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan
fase akut terhadap infeksi bakteria yang dibentuk di hepar.
Kadar serum mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi
jaringan. Tetapi pada umumnya, pemeriksaan ini jarang
digunakan karena tidak spesifik. Spesifitasnya hanya mencapai
50-87% dan hasil dari CRP tidak dapat membedakan tipe dari
infeksi bakteri.Nilai sensitifitas dan spesifisitasnya cukup
tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%. 10
b. Imaging 10
1. Foto Polos Abdomen
Pada appendicitis pemeriksaan ini kurang bermakna tetapi bisa
digunakan untuk menemukan kelainan yang lain yang mungkin
ada. Pada appendisitis akut dapat terlihat abnormal “gas
pattern” dari usus, tapi hal ini tidak spesifik. Ditemukan
fekalith dapat mendukung diagnosis. Dapat ditemukan pula
adanya local air fluid level, peningkatan densitas jaringan
lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan bayangan psoas
line, dan free air (jarang) bila terjadi perforasi. Berdasarkan
konsesus yang ada pemeriksaan foto polos tidak sensitif dan
tidak spesifik.
2. Barium Enema
Merupakan suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan
barium ke colon melalui anus. Barium enema merupakan
kontra indikasi pada suspek appendisitis akut sebab pada
apendisitis akut ada kemungkinan sudah terjadi mikroperforasi
sehingga kontras dapat masuk ke intraabdomen menyebabkan
penyebaran kuman ke intraabdomen. Barium enema indikasi
untuk apendisitis kronik. Apendikogram dilakukan dengan cara
15
pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan
dengan perbandingan 1 : 3 secara peroral dan diminum
sebelum kurang lebih 8 – 10 jam untuk anak – anak atau 10 –
12 jam untuk dewasa. Pemeriksaan ini dikatakan positif bila
menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi dari
caecum menunjukkan adanya appendisitis kronis. Hal ini
menunjukkan adanya inflamasi pericaecal. False negative
(partial filling) didapatkan pada 10% kasus. Barium enema ini
sudah tidak lagi digunakan secara rutin dalam mengevaluasi
pasien yang dicurigai menderita appendisitis akut. Dahulu
barium enema memang digunakan untuk mendiagnosa
apendistis tetapi pada saat ditemukan USG dan CT Scan,
barium enema sudah tidak lagi ambil andil dalam mendiganosis
apendisitis akut.
3. USG
Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu
pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien
dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari
90%. Tekniknya tidak mahal, dapat dilakukan dengan cepat, tidak
invasif, tidak membutuhkan kontras dan dapat digunakan pada
pasien yang sedang hamil karena tidak mengganggu paparan
radiasi.Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. .
Secara sonografi, appendiks diidentifikasikan sebagai “blind end”,
tanpa peristaltik usus. False (+) dapat ditemukan pada adanya
dilatasi tuba falopii dan pada pasien yang obese hasilnya bisa tidak
akurat, divertikulum Meckel, divertikulitis cecal, penyakit radang
usus, penyakit radang panggul, dan endometriosis. Sedangkan false
(-) didapatkan pada appendiks.
4. CT-Scan
16
CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan
untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak
jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-
pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga
adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan
test diagnostic
Appendiks normal akan terlihat struktur tubular tipis pada
kuadran kanan bawah yang dapat menjadi opak dengan
kontras. Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi homogenus
berbentuk cincin (halo sign), dan terlihat pada 25% populasi.
Appendisitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-Scan
apabila didapatkan appendiks yang abnormal dengan inflamasi
pada periappendiceal. Appendiks dikatakan abnormal apabila
terdistensi atau menebal dan membesar >5-7 mm. Sedangkan
yang termasuk inflamasi periappendiceal antara lain adalah
abses, kumpulan cairan, edema, dan phlegmon. Inflamasi
periappendiceal atau edem terlihat sebagai perkapuran dari
lemak mesenterium (“dirty fat”), penebalan fascia lokalis, dan
peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan
bawah. CT-Scan khususnya digunakan pada pasien yang
mengalami penanganan gejala klinis yang telat (48-72 jam)
sehingga dapat berkembang menjadi phlegmon atau abses.
Fekalith dapat dengan mudah terlihat, tetapi adanya fekalith
bukan patognomonik adanya appendisitis. Temuan penting
adalah arrowhead sign yang disebabkan penebalan dari
caecum. 9
Kekurangan dari CT-Scan termasuk mungkin iodinasi-kontras-
media alergi, ketidaknyamanan pasien dari pemberian media
kontras (terutama jika media kontras rektal digunakan),
paparan radiasi pengion, biaya dan tidak dapat digunakan untuk
wanita hamil.
17
c. Skor Diagnostik 10,11
Dalam rangka meningkatkan tingkat akurasi dari diagnosis
apendisitis, maka telah disusun sebuah system penilaian yang
dibuat berdasarkan penelitian secara retrospektif oleh Alvarado.
Sistem penilaian ini meliputi gejala-gejala (nyeri yang berpindah
dari periumbilikal ke perut kanan bawah, mual dan penurunan
nafsu makan), tanda-tanda (nyeri tekan pada perut kanan bawah,
nyeri lepas, dan demam), dan pemeriksaan laboratorium
(leukositosis dan pergeseran ke kiri).
Tabel Alvarado Score untuk membantu menegakkan diagnosis
18
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati
ke perut kanan bawah
1
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan
Lab
Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to
the left
1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor
>6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
II. 9 Diagnosis Banding 8,11
1. Gastroentritis
Pada gastroenteritis mual-muntah dan diare mendahului
rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.
Hiperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisiti
2. Limfadenitis mesentrica
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.
Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah
kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah.
3. Peradangan pelvis
Tuba falopii dan ovarium terletak dekat apendiks, Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-
ooforitis atau adnectis, untuk menegakkan diagnosis penyakit ini
didapatkan kontak seksual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada
appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya
disertai dengan keputihan,
4. Kehamilan Ektopik
Ada riwayat terlambat menstruasi dengan keluhan yang
tidak menentu. Jika terjadi ruptut tuba atau abortus diluar Rahim
dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di
daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum
Douglas, dan pada kuidosintesis akan didapatkan darah.
5. Diverticulitis
19
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian
kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika
terjadi peradangan dan rupture pada diverticulum gejala klinis akan
sukar dibedakan dengan gejala apendisitis.
6. Batu ureter atau ginjal
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke
inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering
ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat
memastikan penyakit tersebut.
II.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis.
Perforasi usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses
(pengumpulan nanah yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput
perut dan panggul). Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah
keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin
lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar
kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala
setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu,
operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda. Komplikasi jarang terjadi
pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan terjadi ketika
peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti
bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di
atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah
dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus
melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan
usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi
dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian
tubuh lainnya
II.11 Tatalaksana
20
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan
yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi
dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi.
Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa
periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah
pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini
merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.
Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi
dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya
abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu
kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan
terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan
tindakan bedah.2,6
Indikasi Operasi
Apabila diagnosis apendisitis telah ditegakkan dengan berbagai
pemeriksaan yang mendukung, hal tersebut sudah merupakan suatu indikasi
operasi (apendektomi), kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti halnya pada
keadaan dimana masa akut telah dilewati namun muncul komplikasi dengan
terbentuknya abses. Pada beberapa kasus dapat digunakan antibiotic sebagai
terapi tunggal untuk mengurangi massa abses tersebut. Bila massa abses
telah terbentuk di sekitar apendiks maka basis dari sekum akan sulit untuk
ditemukan, selain itu tindakan operatif secara aman akan sulit untuk
dikerjakan.
Persiapan pre-operasi
Analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendisitis
sudah dapat ditegakkan dan manajemen operatif telah direncanakan. Status
cairan harus dipantau dengan ketat menggunakan indicator klinis seperti
nadi, tekanan darah, dan jumlah pengeluaran urine.
21
Pemberian antibiotik dapat dimulai, umumnya diberikan cephalosporine
generasi 2 secara tunggal atau dikombinasikan dengan antibiotic spectrum
luas yang melingkupi bakteri gram negatif aerob (e.coli) dan anaerob
(bacteroides spp.). Perlu diingat bahwa tujuan utama dari pemberian
antibiotic bukan untuk memberantas apendisitis itu sendiri. Pada kasus yang
tidak disertai dengan komplikasi, antibiotic umumnya diberikan untuk
mengurangi insidens infeksi dari luka dan peritoneum bagian dalam setelah
operasi dan melindungi terhadap kemungkinan terjadinya bakteremia.
Pada kasus-kasus dimana telah terjadi komplikasi berupa pembentukan
abses maupun bakteremia, maka pemberian antibiotic ditujukan untuk
mengobati komplikasi tersebut. Terdapat beragam pendapat tentang
pemberian antibiotic profilaksis, namun terdapat konsensus bahwa:
1. Pemberian cephalosporin generasi 2 efektif dalam mengurangi
komplikasi yang dapat timbul oleh karena luka pada kasus non-komplikata
2. Waktu yang tepat dalam memberikan antibiotic adalah sesaat
sebelum pembedahan atau pada saat pembedahan dilakukan agar tercapai
kadar yang optimal pada saat akan dilakukan incise
3. Pada kasus non-komplikata, pemberian antibiotic cukup dengan
dosis tunggal. Penambahan dosis setelah operasi tidak berguna dalam
menurunkan resiko infeksi lebih lanjut.
Pertimbangan Operatif
Perlu ditentukan apakah prosedur operasi akan dilaksanakan melalui
pendekatan secara tradisional (terbuka) atau dengan bantuan laparoskopi.
Terdapat berbagai penelitian yang membandingkan antara pendekatan secara
terbuka maupun dengan laparoskopi. Berdasarkan informasi terkini dapat
disimpulkan bahwa pada kasus apendisitis tanpa disertai komplikasi,
pendekatan secara laparoskopik dapat mengurangi nyeri, kebutuhan untuk
dirawat dan juga menurunkan insidens infeksi pada luka setelah operasi.
Pasien juga dapat kembali bekerja lebih awal. Dilakukan pengangkatan
apendiks apabila pada saat operasi ditemukan gambaran inflamasi. Hal
penting yang harus diingat adalah untuk melakukan disseksi apendiks
22
sampai ke basis, yaitu pada pertemuan taenia di dinding sekum. Kegagalan
dalam mengangkat seluruh apendiks sampai ke basis-nya dapat
mengingkatkan resiko terjadinya apendisitis rekuren. Mengingat bahwa
terdapat beberapa laporan terjadinya appendicitis rekuren, maka penting
untuk tetap berwaspada terhadap kemungkinan munculnya apendisitis
rekuren meski terdapat riwayat operasi apendiks dan bukti jaringan parut
yang nyata. Apabila diseksi secara aman tidak dimungkinkan oleh karena
adanya inflamasi ataupun pembentukan abses, sebuah closed suction
drain dapat diletakan kedalam kavum peritoneum. Tindakan ini bermanfaat
untuk mengalirkan materi fekal maupun pus keluar sehingga mencegah
tertimbunnya materi-materi tersebut kedalam kavum peritoneum.
Apendektomi 11, 12
Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara operatif mempunyai
keuntungan dan kerugian.
a. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision).
Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang
menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus
pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis,
subkutis dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut
arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal (mengkilat dan
berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi
sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar dan mengkilat dan lebih
kelabu/putih, mempunyai haustrae dan teania koli, sedangkan ileum lebih
kecil, lebih merah dan tidak mempunyai haustrae atau teania koli. Basis
apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia coli.
Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya
tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi
minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah lebih pendek
karena masa penyembuhannya lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan
operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan
operasi dapat diperluas dengan memotong secara tajam.
23
b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision)
Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya
langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut
sampai tampak peritoneum. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih
luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah.
Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga
lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah
sehingga perdarahan menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah lebih
sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi, dan masa
penyembuhan lebih lama.
c. Insisi pararektal
Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rektus abdominis
dekstra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10cm.
Keuntungannya, teknik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang
belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah.
Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak langsung mengarah ke apendiks
atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar,
dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.
Setelah peritoneum dibuka dengan retractor, maka basis apendiks dapat
dicari pada pertemuan tiga taenia koli. Untuk membebaskannya dari
mesoapendiks ada dua cara yang dapat dipakai sesuai dengan situasi dan
kondisi, yaitu :
1. Apendiktomi secara biasa, bila kita mulai dari apeks ke basis apendiks
untuk memotong mesoapendiks. Ini dilakukan pada apendiks yang
tergantung bebas pada sekum atau bila puncak apendiks mudah
ditemukan.
2. Apendiktomi secara retrograde; bila kita memotong mesoapendiks dari
basis ke arah puncak. Ini dilakukan pada apendiks yang letaknya sulit,
misalnya retrosekal, atau puncaknya sukar dicapai karena tersembunyi,
misalnya karena terjadi perlengketan dengan sekitarnya.
24
Insisi Grid Iron (McBurney
Incision)11
Insisi Gridiron pada titik McBurney.
Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik
McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina liaka anterior
superior kanan dan umbilikus.
Lanz transverse incision12
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal.
Mempunyai keuntungan kosmetik
yang lebih baik dari pada insisi grid
iron.
Rutherford Morisson’s
incision (insisi suprainguinal)13
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks
terletak di parasekal atau retrosekal
dan terfiksir.
Low Midline Incision13
Dilakukan jika apendisitis sudah
terjadi perforasi dan terjadi peritonitis
umum.
25
Teknik Apendektomi Mc Burney :
1. Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada perut kanan bawah.
2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan
otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya,
berturut-turut m rektus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m
transversus abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum.
3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi.
4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar.
5. Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari
puncak ke arah basis.
6. Semua perdarahan dirawat.
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks, basis apendiks kemudian
dijahit dengan catgut.
8. pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.
9. Ujung apendiks dioleskan betadin.
10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan Mesoapendiks diikat.
11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat di
dalamnya, semua perdarahan dirawat.
12. Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.
13. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan otot-otot
dikembalikan.
14. Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis
15. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.
Pasca Operasi
Kasus-kasus apendisitis tanpa komplikasi, pasien dapat mulai minum
dan makan segera setelah mereka merasa mampu, dan defekasi dievaluasi dalam
24-48 jam. Pemberian antibiotik dan dekompresi dengan nasogastric tube pasca
26
operasi tidak rutin dikerjakan pada pasien apendisitis tanpa komplikasi. Pada
kasus-kasus yang disertai dengan peritonitis, pemberian antibiotic diberikan
hingga 5-7 hari setelah operasi.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi potensial setelah
apendiktomi antara lain:
1. Peritonitis
Observasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan
abdomen, dan takikardia. Lakukan penghisapan nasogastrik konstan.
Perbaiki dehidrasi sesuai program. Berikan preparat antibiotik sesuai
program.
2. Abses pelvis atau lumbal
Evaluasi adanya anoreksi, menggigil, demam, dan diaforesis. Observasi
adanya diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis, siapkan pasien untuk
pemeriksaan rektal. Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif.
3. Ileus
Kaji bising usus. Lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik. Ganti
cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program. Siapkan untuk
pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis ditegakkan.
II.12 Prognosis 10
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan diberi
antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki mortalitas
sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua dengan perforata. Umumnya,
mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi.
Sebagian besar pasien apendisitis sembuh dengan mudah melalui terapi
operatif, namun komplikasi dapat muncul apabila terjadi keterlambatan dalam
penatalaksanaan atau bila sudah terjadi peritonitis. Waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan sangat bergantung pada usia, kondisi fisik, komplikasi, dan
keadaan-keadaan lainnya, termasuk konsumsi alcohol, namun biasanya untuk
penyembuhan memerlukan waktu sekitar 10 dan 28 hari. Pada anak-anak (usia
kurang lebih 10 tahun), penyembuhan memerlukan waktu sekitar tiga minggu.
27
BAB III
KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks vermicularis,
dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering terjadi pada anak-anak
28
maupun dewasa. Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen
appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya
terjadi infeksi.
Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal
yang paling penting dalam menegakkan diagnosis appendisitis. Gejala awal yang
khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul)
di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikalis. Dalam
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda peritonitis lokal pada titik Mcburney,
dan rangsangan kontralateral; blumberg dan rovsing sign .
Pemeriksaan lain yang dapt mendukung diagnosa yaitu psoas sign,
obturator sign, dan nyeri tekan pada rectal toucher . Upaya mempertajam
diagnosis sudah banyak dilakukan, antara lain dengan menggunakan sarana
diagnosis penunjang: laboratorium (darah, urin, CRP), foto polos abdomen,
pemeriksaan barium-enema, USG dan CT scan abdomen. Diagnosis jugadapat
dibantu dengan skoring alvarado.
Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendiktomi,dapat dilakukan secara open surgery atau laparascopic
appendictomy.
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Smeltzer. S (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, volume 3,
Jakarta: EGC
2. Burkitt, H.G., Quick, C.R.G., and Reed, J.B., 2007. Appendicitis. In:
Essential Surgery Problems, Diagnosis, & Management. Fourth Edition.
London: Elsevier
3. Departemen Bedah UGM. 2010. Apendik. Diambil dari :
http://www.bedahugm.net/tag/appendix pada 20 Oktober 2013
4. Long, B.C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Bandung: YIAPK.
5. Telford GI, Condon RE: Appendix, inSchakelfod’s Surgery of the
alimentary tract, 4th Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1996:140 – 8.
6. Schwartz SI: Appendix, in Principles of Surgery, 6th ed. New York: Mc
Graw Hill inc, 1994: 1307 – 18.
7. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
8. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Beda. EGC. Jakarta.
Hal.640-5
9. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of
Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
10. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup. Accessed in
Juni,23,2013.
11. Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in
women. Available at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580. Accessed
in Juni,23,2013.
12. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’
Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.
13. Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s
Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004.
30