Apendisitis

47
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah. 1 Apendiksitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara- negara Barat dan kasus terbanyak dari akut abdomen. Apendiksitis sangat jarang pada infant. Insiden bertambah sesuai dengan umur, dengan puncak pada umur 10-30 tahun, ratio laki-laki dibanding perempuan pada usia remaja 3 : 2 . Apendiksitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan oleh fecalith, tumor apendiks, dan cacing askaris dan hiperplasia jaringan limfe. . Apendiksitis juga berhubungan dengan asupan serat dalam makanan yang rendah . 2 Pada apendiksitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal . 2 I.2 Rumusan Masalah 1

description

Referat

Transcript of Apendisitis

Page 1: Apendisitis

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau

peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran

kanan bawah.1 Apendiksitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di

negara- negara Barat dan kasus terbanyak dari akut abdomen. Apendiksitis sangat

jarang pada infant. Insiden bertambah sesuai dengan umur, dengan puncak pada

umur 10-30 tahun, ratio laki-laki dibanding perempuan pada usia remaja 3 : 2 .

Apendiksitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang

disebabkan oleh fecalith, tumor apendiks, dan cacing askaris dan hiperplasia

jaringan limfe. . Apendiksitis juga berhubungan dengan asupan serat dalam

makanan yang rendah .2

Pada apendiksitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini

kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa

(peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa

dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus

atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal .2

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui anatomi,

fisiologi dan histologi dari apendiks serta definisi, klasifikasi, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan

dan prognosis apendiksitis.

I.3 Tujuan penulisan

Memahami anatomi, fisiologi dan histologi dari apendiks serta definisi,

klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, diagnosis

banding, penatalaksanaan dan prognosis apendiksitis

Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

1

Page 2: Apendisitis

Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Penyakit Bedah

I.4 Metode Penulisan

Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada

beberapa literatur.

2

Page 3: Apendisitis

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Anatomi, Fisiologi dan Histologi Apendiks

Anatomi Apendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15) dan berpangkal di sekum. Appendiks pertama kali tampak saat

perkembangan embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans

sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih

akan menjadi appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup

ileocaecal.

Lumen apendiks sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.

Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya

dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya

insidens apendiksitis pada usia itu.3

Posisi appendiks adalah retrocaecal (di belakang sekum) 65,28%, pelvic

(panggul) 31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus

halus) 1%, dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, .

3

Page 4: Apendisitis

Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan

limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu

setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah

sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,

mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti

a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal

dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendiksitis bermula di

sekitar umbilikus.4

Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri

tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi,

apendiks akan mengalami gangrene.4

Histologi Apendiks

Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan

yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan

dalam atau mukosa secara umum sama seperti mukosa colon, berwarna kuning

muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen.

Komponen limfoid ini mengakibatkan lumen dari appendiks seringkali berbentuk

irreguler (stelata) pada potongan melintang.Dindingnya berstruktur sebagai

berikut :3

A. Tunica mucosa

Tidak mempunyai villi intestinalis.

1. Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak

ditemukan selargentafin dan kadang-kadang sel paneth.

2 . Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid

dengan adanya pula nodulus Lymmphaticus yang tersusun berderet-

deret sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn

3. Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan

limfoid dan kadang-kadang terputus-putus

4

Page 5: Apendisitis

B. Tunica submucosa

Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang

merata. Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh

darah dan saraf.

C. Tunica muscularis

Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.

D. Tunica serosa

Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak pada intestinum tenue.

Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix

yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum

viserale.berbeda dengan yang terdapat

Gambar Potongan melintang appendiks vermiformis normal

5

Page 6: Apendisitis

Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendiksitis.4

Pada keadaan normal tekanan dalam lumen apendiks antara 15-25 cmH2O dan

meningkat menjadi 30-50 cmH2O pada waktu kontraksi. Pada keadaan normal

tekanan pada lumen sekum antara 3-4 cmH2O, sehingga terjadi perbedaan tekanan

berakibat cairan di dalam lumen apendiks terdorong masuk ke sekum .4

Pada apendiks terdapat GALT (gut associated lymphoid tissue) yang

berfungsi menghasilkan Ig A. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung

terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi

sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika

dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh .4

II.2 Definisi Apendiksitis

Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau

peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran

kanan bawah.1

Apendiksitis adalah  : Suatu peradangan pada apendiks yang berbentuk

cacing yang berlokasi dekat katup ileosecal dan peradangan mungkin disebabkan

oleh obstruksi dari fekalit (suatu masa separti batu yang berbentuk dari feaces)

atau infeksi bakterial.5

II.3 Epidemiologi Apendiksitis 4,6,7

Apendiksitis merupakan kedaruratan bedah paling sering di Negara-

negara Barat. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun

secara bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

makanan berserat dalam menu sehari-hari.4

Apendiksitis akut merupakan kasus terbanyak dari akut abdomen. Sangat

jarang pada infant. Insiden bertambah sesuai dengan umur, dengan puncak pada

umur 10-30 tahun, ratio laki-laki dibanding perempuan pada usia remaja 3 : 2 .

6

Page 7: Apendisitis

II.4 Etiologi Apendiksitis 7

Apendiksitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan

sebagai faktor pencetusnya : sumbatan lumen apendiks oleh fekalit, tumor

apendiks, dan cacing askaris dan hiperplasia jaringan limfe. Penyebab lain yang

diduga dapat menimbulkan apendiksitis adalah erosi mukosa apendiks karena

parasit seperti E. histolytica .4

Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50%

ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan

limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendiksitis. Konstipasi

akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan

fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora kolon normal.

Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendiksitis akut .4

II.5 Klasifikasi Apendiksitis

Klasifikasi apendiksitis menurut klinikopatologis 4:

a) Apendiksitis akut

Apendiksitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan

pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika

telah terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis

umum, terjadinya abses, dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan

infeksi luka operasi .

Klasifikasi apendiksitis akut:

Apendiksitis akut simple : peradangan baru terjadi di mukosa

dan submukosa. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah

umbilicus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam

ringan. Apendiksitis hiperemia dan tidak ada eksudat serosa.

Apendiksitis supuratif : Ditandai dengan rangsangan

peritoneum lokal seperti, nyeri tekan tekan, nyeri lepas di titik

7

Page 8: Apendisitis

MC Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan

pasif

Apendiksitis akut Gangrenosa: didapatkan tanda-tanda

supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.

Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah

kehitaman.

b) Apendiksitis infiltrate

Apendiksitis infiltrate adalah proses radang apendiks yang penyebarannya

dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum

sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu

dengan yang lainnya

c) Apendiksitis abses

Apendiksitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi nanah.

d) Apendiksitis perforasi

Apendiksitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren

yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi

peritonitis umum

e) Apendiksitis kronik

Apendiksitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu

atau terjadi secara menahun . Apendiksitis kronik sangat jarang terjadi.

Prevalensi hanya 1-5 %. .

II.6 Patofisiologi 4,8

Secara patogenesis faktor penting terjadinya apendiksitis adalah adanya

obstruksi lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Obstruksi lumen

apendiks merupakan faktor penyebab dominan pada apendiksitis akut. Peradangan

8

Page 9: Apendisitis

pada apendiks berawal di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan

dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam.

Obstruksi pada bagian yang lebih proksimal dari lumen menyebabkan

stasis bagian distal apendiks, sehingga mukus yang terbentuk secara terus

menerus akan terakumulasi. Selanjutnya akan menyebabkan tekanan intraluminal

meningkat, kondisi ini akan memacu proses translokasi kuman dan terjadi

peningkatan jumlah kuman didalam lumen apendiks.

Selanjutnya terjadi gangguan sirkulasi limfe yang menyebabkan udem.

Kondisi ini memudahkan invasi bakteri dari dalam lumen menembus mukosa dan

menyebabkan ulserasi mukosa apendiks maka terjadi keadaan yang disebut

apendkisitis fokal.

Obstruksi yang terus menerus menyebabkan tekanan intraluminer semakin

tinggi dan menyebabkan terjadinya gangguan sirkulasi vaskuler. Keadaan ini akan

menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemia, dan invasi bakteri semakin

berat sehingga terjadi penumpukan nanah pada dinding apendiks atau disebut

dengan apendiksitis akut supuratif.

Pada keadaan yang lebih lanjut, dimana tekanan intraluminer semakin

tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Hal ini

menyebabkan terjadi gangren. Gangren biasanya di tengah-tengah apendiks dan

berbentuk ellipsoid, keadaan ini disebut apendiksitis gangrenosa. Bila tekanan

terus meningkat, maka akan terjadi perforasi yang mengakibatkan cairan mukosa

apendiks akan tercurah ke rongga peritoneum dan terjadilah peritonitis lokal.

Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup

apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa

periapendikular . Apabila terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga

yang berisi nanah di sekitar apendiks disebut abses periapendikular.

Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan

membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan

sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan serangan berulang di perut kanan

9

Page 10: Apendisitis

bawah disebut dengan apendiksitis rekurens. Pada suatu ketika organ ini dapat

meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut .

II.7 Manifestasi Klinis 9

Gejala klasik apendisitis adalah nyeri perut samar-samar dan rumpul yang

merupakan nyeri visceral di dearah epigastrium di sekitar umbilicus. Dalam

beberapa jam nyeri ini akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mcburney

selanjutnya nyeri dirasakan lebih tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan

nyeri somatic setempat. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala

nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau

pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada

periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga

merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau

pelvis1. Anak dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan

cenderung untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan.

. Selain itu keluhan lain yang sering menyertai adalah mual dan terkadang

adanya muntah. Nafsu makan juga dapat menurun. Demam ringan 37,5-38,5oC

juga dapat muncul sebagai salah satu manifestasinya.

Variasi lokasi dari apendiks yang meradang juga akan berpengaruh pada

gejala klinis selain mempengaruhi nyeri, antara lain :

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum

(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas

dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut

kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,

bernapas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya

kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum,

akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum,

10

Page 11: Apendisitis

sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan

menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).

Bila apendiks terletak di dekat ureter atau bladder, gejala dapat

berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat

menahan kencing dan distensi kandung kemih1

Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit

dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada

waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi. Berikut

beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.2,3

1. Pada anak-anak

Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.

Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa

jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah

dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis

diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis

baru diketahui setelah terjadi perforasi.

2. Pada orang tua berusia lanjut

Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga

lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi

perforasi.

3. Pada wanita

Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya

gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai

dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau

penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia

kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual,

dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul

11

Page 12: Apendisitis

pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum

dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak

dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebihke regio lumbal kanan.

II.8 Penegakkan Diagnosa 8

1. Anamnesis

Pada umumnya pasien dengan penyakit apenditis akan datang dengan

keluhan nyeri perut kanan bawah. Keluhan klasiknya seperti tidak nafsu

makan dan nyeri periumbilical yang diikuti rasa mual, nyeri perut kuadran

kanan bawah, muntah hanya muncul pada 50% kasus. Keluhan diare ataupun

kosntipasi muncul pada 18% pada pasien.

2. Pemeriksaan Fisik

Inpeksi

Kadang sudah terlihat pada saat pasien berjalan sambil

membungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada

inspeksi perut tidak ditemukan gambaran yang spesifik. Kembung sering

terlihat pada penderita dengan kompilkasi perfrasi. Penonjolan kanan

bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendicular.

Palpasi

Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka

kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya

rangsangan peritoneum. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci

diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan

dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda Rovsing

(Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga

akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg

(Blumberg Sign).

Auskultasi

Peristaltik usus sering normal; peristaltic dapat hilang karena ileus

paralitik pada peritonitis generalisata akibat apensitis perforasi.

Pemeriksaan lainnya

12

Page 13: Apendisitis

Psoas sign : pada apendisitis, psoas sign (+) karena adanya

rangsangan M. psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

Aktif : pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan

pemeriksa. Lalu, pasien memfleksikan articulatio coxae kanannya.

Apabila pasien mengalami apendisitis, maka perut bagian kanan bawah

akan terasa nyeri.

Pasif : pasien miring ke kiri, paha kanannya

dihiperekstensikan pemeriksa. Lalu, bila pasien mengalami apendisitis,

akan merasa nyeri perut bagian kanan bawah.

Obturator sign : merupakan rasa nyeri yang terjadi apabila panggul

dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar

(endorotasi articulatio coxae) secara pasif. Hal tersebut menunjukkan

peradangan apendiks yang terletak pada daerah hipogastrium.

Colok dubur

Pada pemeriksaan colok dubur akab menyebabkan rasa nyeri bila

daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya apendisitis

pelvika dan nyeri hanya dirasakan pada saat pemeriksaan colok dubur

saja. Nyeri akan dirasakan pada jam 9 – 12.Tanda-tanda yang ada pada apenksitis 9

Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan

pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada

sisi kanan.

Psoas sign atau

Obraztsova’s sign

Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian

dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif

jika timbul nyeri pada kanan bawah.

Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan

dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif

jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.

Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah

dengan batuk

13

Page 14: Apendisitis

Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut

pada korda spermatic kanan

Kocher (Kosher)’s

sign

Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium

atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke

kuadran kanan bawah.

Sitkovskiy

(Rosenstein)’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada perut

kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan

pada sisi kiri

Bartomier-

Michelson’s sign

Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran

kanan bawah pada pasien dibaringkan pada sisi

kiri dibandingkan dengan posisi terlentang

Aure-Rozanova’s

sign

Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit

trianglekanan (akan positif Shchetkin-

Bloomberg’s sign)

Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada

kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-

tiba

3. Penunjang

a. Laboratorium

o Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada

apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya pada

apendisitis perforata. Tidak adanya leukositosis tidak

menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat

pergeseran kekiri.

o Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan

bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih

atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir

sama dengan appendisitis. Sedimen dapat normal atau terdapat

14

Page 15: Apendisitis

leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang

meradang menempel pada ureter atau vesika.

o Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa

appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan

fase akut terhadap infeksi bakteria yang dibentuk di hepar.

Kadar serum mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi

jaringan. Tetapi pada umumnya, pemeriksaan ini jarang

digunakan karena tidak spesifik. Spesifitasnya hanya mencapai

50-87% dan hasil dari CRP tidak dapat membedakan tipe dari

infeksi bakteri.Nilai sensitifitas dan spesifisitasnya cukup

tinggi, yaitu 80-90% dan lebih dari 90%. 10

b. Imaging 10

1. Foto Polos Abdomen

Pada appendicitis pemeriksaan ini kurang bermakna tetapi bisa

digunakan untuk menemukan kelainan yang lain yang mungkin

ada. Pada appendisitis akut dapat terlihat abnormal “gas

pattern” dari usus, tapi hal ini tidak spesifik. Ditemukan

fekalith dapat mendukung diagnosis. Dapat ditemukan pula

adanya local air fluid level, peningkatan densitas jaringan

lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan bayangan psoas

line, dan free air (jarang) bila terjadi perforasi. Berdasarkan

konsesus yang ada pemeriksaan foto polos tidak sensitif dan

tidak spesifik.

2. Barium Enema

Merupakan suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan

barium ke colon melalui anus. Barium enema merupakan

kontra indikasi pada suspek appendisitis akut sebab pada

apendisitis akut ada kemungkinan sudah terjadi mikroperforasi

sehingga kontras dapat masuk ke intraabdomen menyebabkan

penyebaran kuman ke intraabdomen. Barium enema indikasi

untuk apendisitis kronik. Apendikogram dilakukan dengan cara

15

Page 16: Apendisitis

pemberian kontras BaSO4 serbuk halus yang diencerkan

dengan perbandingan 1 : 3 secara peroral dan diminum

sebelum kurang lebih 8 – 10 jam untuk anak – anak atau 10 –

12 jam untuk dewasa. Pemeriksaan ini dikatakan positif bila

menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi dari

caecum menunjukkan adanya appendisitis kronis. Hal ini

menunjukkan adanya inflamasi pericaecal. False negative

(partial filling) didapatkan pada 10% kasus. Barium enema ini

sudah tidak lagi digunakan secara rutin dalam mengevaluasi

pasien yang dicurigai menderita appendisitis akut. Dahulu

barium enema memang digunakan untuk mendiagnosa

apendistis tetapi pada saat ditemukan USG dan CT Scan,

barium enema sudah tidak lagi ambil andil dalam mendiganosis

apendisitis akut.

3. USG

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu

pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien

dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari

90%. Tekniknya tidak mahal, dapat dilakukan dengan cepat, tidak

invasif, tidak membutuhkan kontras dan dapat digunakan pada

pasien yang sedang hamil karena tidak mengganggu paparan

radiasi.Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian

memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. .

Secara sonografi, appendiks diidentifikasikan sebagai “blind end”,

tanpa peristaltik usus. False (+) dapat ditemukan pada adanya

dilatasi tuba falopii dan pada pasien yang obese hasilnya bisa tidak

akurat, divertikulum Meckel, divertikulitis cecal, penyakit radang

usus, penyakit radang panggul, dan endometriosis. Sedangkan false

(-) didapatkan pada appendiks.

4. CT-Scan

16

Page 17: Apendisitis

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan

untuk mendiagnosis appendicitis akut jika diagnosisnya tidak

jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-

pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga

adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan

test diagnostic

Appendiks normal akan terlihat struktur tubular tipis pada

kuadran kanan bawah yang dapat menjadi opak dengan

kontras. Appendicolith terlihat sebagai kalsifikasi homogenus

berbentuk cincin (halo sign), dan terlihat pada 25% populasi.

Appendisitis akut dapat didiagnosa berdasarkan CT-Scan

apabila didapatkan appendiks yang abnormal dengan inflamasi

pada periappendiceal. Appendiks dikatakan abnormal apabila

terdistensi atau menebal dan membesar >5-7 mm. Sedangkan

yang termasuk inflamasi periappendiceal antara lain adalah

abses, kumpulan cairan, edema, dan phlegmon. Inflamasi

periappendiceal atau edem terlihat sebagai perkapuran dari

lemak mesenterium (“dirty fat”), penebalan fascia lokalis, dan

peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan

bawah. CT-Scan khususnya digunakan pada pasien yang

mengalami penanganan gejala klinis yang telat (48-72 jam)

sehingga dapat berkembang menjadi phlegmon atau abses.

Fekalith dapat dengan mudah terlihat, tetapi adanya fekalith

bukan patognomonik adanya appendisitis. Temuan penting

adalah arrowhead sign yang disebabkan penebalan dari

caecum. 9

Kekurangan dari CT-Scan termasuk mungkin iodinasi-kontras-

media alergi, ketidaknyamanan pasien dari pemberian media

kontras (terutama jika media kontras rektal digunakan),

paparan radiasi pengion, biaya dan tidak dapat digunakan untuk

wanita hamil.

17

Page 18: Apendisitis

c. Skor Diagnostik 10,11

Dalam rangka meningkatkan tingkat akurasi dari diagnosis

apendisitis, maka telah disusun sebuah system penilaian yang

dibuat berdasarkan penelitian secara retrospektif oleh Alvarado.

Sistem penilaian ini meliputi gejala-gejala (nyeri yang berpindah

dari periumbilikal ke perut kanan bawah, mual dan penurunan

nafsu makan), tanda-tanda (nyeri tekan pada perut kanan bawah,

nyeri lepas, dan demam), dan pemeriksaan laboratorium

(leukositosis dan pergeseran ke kiri).

Tabel Alvarado Score untuk membantu menegakkan diagnosis

18

The Modified Alvarado Score Skor

Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati

ke perut kanan bawah

1

Mual-Muntah 1

Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2

Nyeri lepas 1

Demam diatas 37,5 ° C 1

Pemeriksaan

Lab

Leukositosis 2

Hitung jenis leukosit shift to

the left

1

Total 10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut

     5-7     : sangat mungkin apendisitis akut

     8-10   : pasti apendisitis akut

Page 19: Apendisitis

Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor

>6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

II. 9 Diagnosis Banding 8,11

1. Gastroentritis

Pada gastroenteritis mual-muntah dan diare mendahului

rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas.

Hiperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang

menonjol dibandingkan dengan apendisiti

2. Limfadenitis mesentrica

Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis.

Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah

kanan, dan disertai dengan perasaan mual dan muntah.

3. Peradangan pelvis

Tuba falopii dan ovarium terletak dekat apendiks, Radang

kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-

ooforitis atau adnectis, untuk menegakkan diagnosis penyakit ini

didapatkan kontak seksual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada

appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya

disertai dengan keputihan,

4. Kehamilan Ektopik

Ada riwayat terlambat menstruasi dengan keluhan yang

tidak menentu. Jika terjadi ruptut tuba atau abortus diluar Rahim

dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di

daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada

pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum

Douglas, dan pada kuidosintesis akan didapatkan darah.

5. Diverticulitis

19

Page 20: Apendisitis

Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut bagian

kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi disebelah kanan. Jika

terjadi peradangan dan rupture pada diverticulum gejala klinis akan

sukar dibedakan dengan gejala apendisitis.

6. Batu ureter atau ginjal

Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke

inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering

ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat

memastikan penyakit tersebut.

II.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis.

Perforasi usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses

(pengumpulan nanah yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput

perut dan panggul). Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah

keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin

lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin besar

kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala

setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu,

operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda. Komplikasi jarang terjadi

pada apendisitis adalah penyumbatan usus. Penyumbatan terjadi ketika

peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan otot usus untuk berhenti

bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika penyumbatan usus di

atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual dan muntah

dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus

melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan

usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi

dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian

tubuh lainnya

II.11 Tatalaksana

20

Page 21: Apendisitis

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan

yang paling tepat adalah segera dilakukan apendiktomi. Apendektomi

dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi.

Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa

periapendikuler, maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah

pemberian/terapi antibiotik kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini

merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob.

Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi

dapat dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya

abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu

kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila ternyata tidak ada

keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan

laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan

terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan

tindakan bedah.2,6

 Indikasi Operasi

Apabila diagnosis apendisitis telah ditegakkan dengan berbagai

pemeriksaan yang mendukung, hal tersebut sudah merupakan suatu indikasi

operasi (apendektomi), kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti halnya pada

keadaan dimana masa akut telah dilewati namun muncul komplikasi dengan

terbentuknya abses. Pada beberapa kasus dapat digunakan antibiotic sebagai

terapi tunggal untuk mengurangi massa abses tersebut. Bila  massa abses

telah terbentuk di sekitar apendiks maka basis dari sekum akan sulit untuk

ditemukan, selain itu tindakan operatif secara aman akan sulit untuk

dikerjakan.

Persiapan pre-operasi

Analgetik dapat diberikan pada pasien setelah diagnosis dari apendisitis

sudah dapat ditegakkan dan manajemen operatif telah direncanakan. Status

cairan harus dipantau dengan ketat menggunakan indicator klinis seperti

nadi, tekanan darah, dan jumlah pengeluaran urine.

21

Page 22: Apendisitis

Pemberian antibiotik dapat dimulai, umumnya diberikan cephalosporine

generasi 2 secara tunggal atau dikombinasikan dengan antibiotic spectrum

luas yang melingkupi bakteri gram negatif aerob (e.coli) dan anaerob

(bacteroides spp.). Perlu diingat bahwa tujuan utama dari pemberian

antibiotic bukan untuk memberantas apendisitis itu sendiri. Pada kasus yang

tidak disertai dengan komplikasi, antibiotic umumnya diberikan untuk

mengurangi insidens infeksi dari luka dan peritoneum bagian dalam setelah

operasi dan melindungi terhadap kemungkinan terjadinya bakteremia.

Pada kasus-kasus dimana telah terjadi komplikasi berupa pembentukan

abses maupun bakteremia, maka pemberian antibiotic ditujukan untuk

mengobati komplikasi tersebut. Terdapat beragam pendapat tentang

pemberian antibiotic profilaksis, namun terdapat konsensus bahwa:

1.      Pemberian cephalosporin generasi 2 efektif dalam mengurangi

komplikasi yang dapat timbul oleh karena luka pada kasus non-komplikata

2.      Waktu yang tepat dalam memberikan antibiotic adalah sesaat

sebelum pembedahan atau pada saat pembedahan dilakukan agar tercapai

kadar yang optimal pada saat akan dilakukan incise

3.      Pada kasus non-komplikata, pemberian antibiotic cukup dengan

dosis tunggal. Penambahan dosis setelah operasi tidak berguna dalam

menurunkan resiko infeksi lebih lanjut.

Pertimbangan Operatif

Perlu ditentukan apakah prosedur operasi akan dilaksanakan melalui

pendekatan secara tradisional (terbuka) atau dengan bantuan laparoskopi.

Terdapat berbagai penelitian yang membandingkan antara pendekatan secara

terbuka maupun dengan laparoskopi. Berdasarkan informasi terkini dapat

disimpulkan bahwa pada kasus apendisitis tanpa disertai komplikasi,

pendekatan secara laparoskopik dapat mengurangi nyeri, kebutuhan untuk

dirawat dan juga menurunkan insidens infeksi pada luka setelah operasi.

Pasien juga dapat kembali bekerja lebih awal. Dilakukan pengangkatan

apendiks apabila pada saat operasi ditemukan gambaran inflamasi. Hal

penting yang harus diingat adalah untuk melakukan disseksi apendiks

22

Page 23: Apendisitis

sampai ke basis, yaitu pada pertemuan taenia di dinding sekum. Kegagalan

dalam mengangkat seluruh apendiks sampai ke basis-nya dapat

mengingkatkan resiko terjadinya apendisitis rekuren. Mengingat bahwa

terdapat beberapa laporan terjadinya appendicitis rekuren, maka penting

untuk tetap berwaspada terhadap  kemungkinan munculnya apendisitis

rekuren meski terdapat riwayat operasi apendiks dan bukti jaringan parut

yang nyata. Apabila diseksi secara aman tidak dimungkinkan oleh karena

adanya inflamasi ataupun pembentukan abses, sebuah closed suction

drain dapat diletakan kedalam kavum peritoneum. Tindakan ini bermanfaat

untuk mengalirkan materi fekal maupun pus keluar sehingga mencegah

tertimbunnya materi-materi tersebut kedalam kavum peritoneum.

Apendektomi 11, 12

Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara operatif mempunyai

keuntungan dan kerugian.

a. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision).

Sayatan dilakukan pada garis tegak lurus pada garis yang

menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan umbilicus

pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Sayatan ini mengenai kutis,

subkutis dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut

arah serabutnya. Setelah itu akan tampak peritoneum parietal (mengkilat dan

berwarna biru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi

sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar dan mengkilat dan lebih

kelabu/putih, mempunyai haustrae dan teania koli, sedangkan ileum lebih

kecil, lebih merah dan tidak mempunyai haustrae atau teania koli. Basis

apendiks dicari pada pertemuan ketiga taenia coli.

Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya

tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi

minimum pada alat-alat tubuh, dan masa istirahat pasca bedah lebih pendek

karena masa penyembuhannya lebih cepat. Kerugiannya adalah lapangan

operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi lebih lama. Lapangan

operasi dapat diperluas dengan memotong secara tajam.

23

Page 24: Apendisitis

b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision)

Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya

langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut

sampai tampak peritoneum. Keuntungannya adalah lapangan operasi lebih

luas, mudah diperluas, sederhana, dan mudah.

Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga

lokasi dapat dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah

sehingga perdarahan menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah lebih

sering terjadi, kadang-kadang ada hematoma yang terinfeksi, dan masa

penyembuhan lebih lama.

c. Insisi pararektal

Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rektus abdominis

dekstra secara vertikal dari kranial ke kaudal sepanjang 10cm.

Keuntungannya, teknik ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang

belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah.

Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak langsung mengarah ke apendiks

atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar,

dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.

Setelah peritoneum dibuka dengan retractor, maka basis apendiks dapat

dicari pada pertemuan tiga taenia koli. Untuk membebaskannya dari

mesoapendiks ada dua cara yang dapat dipakai sesuai dengan situasi dan

kondisi, yaitu :

1. Apendiktomi secara biasa, bila kita mulai dari apeks ke basis apendiks

untuk memotong mesoapendiks. Ini dilakukan pada apendiks yang

tergantung bebas pada sekum atau bila puncak apendiks mudah

ditemukan.

2. Apendiktomi secara retrograde; bila kita memotong mesoapendiks dari

basis ke arah puncak. Ini dilakukan pada apendiks yang letaknya sulit,

misalnya retrosekal, atau puncaknya sukar dicapai karena tersembunyi,

misalnya karena terjadi perlengketan dengan sekitarnya.

24

Page 25: Apendisitis

Insisi Grid Iron (McBurney

Incision)11

Insisi Gridiron pada titik McBurney.

Garis insisi parallel dengan otot

oblikus eksternal, melewati titik

McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang

menghubungkan spina liaka anterior

superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision12

Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah

pusat, insisi transversal pada garis

miklavikula-midinguinal.

Mempunyai keuntungan kosmetik

yang lebih baik dari pada insisi grid

iron.

Rutherford Morisson’s

incision (insisi suprainguinal)13

Merupakan insisi perluasan dari insisi

McBurney. Dilakukan jika apendiks

terletak di parasekal atau retrosekal

dan terfiksir.

Low Midline Incision13

Dilakukan jika apendisitis sudah

terjadi perforasi dan terjadi peritonitis

umum.

25

Page 26: Apendisitis

Teknik Apendektomi Mc Burney :

1. Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian

dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada perut kanan bawah.

2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan

otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya,

berturut-turut m rektus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m

transversus abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum.

3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi.

4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar.

5. Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari

puncak ke arah basis.

6. Semua perdarahan dirawat.

7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks, basis apendiks kemudian

dijahit dengan catgut.

8. pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut.

9. Ujung  apendiks dioleskan betadin.

10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan Mesoapendiks diikat.

11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat di

dalamnya, semua perdarahan dirawat.

12. Sekum dikembalikan ke dalam abdomen.

13. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan chromic catgut dan otot-otot

dikembalikan.

14. Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis

15. Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.

Pasca Operasi

Kasus-kasus apendisitis tanpa komplikasi, pasien dapat mulai minum

dan makan segera setelah mereka merasa mampu, dan defekasi dievaluasi dalam

24-48 jam. Pemberian antibiotik dan dekompresi dengan nasogastric tube pasca

26

Page 27: Apendisitis

operasi tidak rutin dikerjakan pada pasien apendisitis tanpa komplikasi. Pada

kasus-kasus yang disertai dengan peritonitis, pemberian antibiotic diberikan

hingga 5-7 hari setelah operasi.

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), komplikasi potensial setelah

apendiktomi antara lain:

1. Peritonitis

Observasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan

abdomen, dan takikardia. Lakukan penghisapan nasogastrik konstan.

Perbaiki dehidrasi sesuai program. Berikan preparat antibiotik sesuai

program.

2. Abses pelvis atau lumbal

Evaluasi adanya anoreksi, menggigil, demam, dan diaforesis. Observasi

adanya diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis, siapkan pasien untuk

pemeriksaan rektal. Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif.

3. Ileus

Kaji bising usus. Lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik. Ganti

cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program. Siapkan untuk

pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis ditegakkan.

II.12 Prognosis 10

Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan diberi

antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki mortalitas

sekitar 0,1%, dan mencapai 15% pada orang tua dengan perforata. Umumnya,

mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi.

Sebagian besar pasien apendisitis sembuh dengan mudah melalui terapi

operatif, namun komplikasi dapat muncul apabila terjadi keterlambatan dalam 

penatalaksanaan atau bila sudah terjadi peritonitis. Waktu yang diperlukan untuk

penyembuhan sangat bergantung pada usia, kondisi fisik, komplikasi, dan

keadaan-keadaan lainnya, termasuk konsumsi alcohol, namun biasanya untuk

penyembuhan memerlukan waktu sekitar 10 dan 28 hari. Pada anak-anak (usia

kurang lebih 10 tahun), penyembuhan memerlukan waktu sekitar tiga minggu.

27

Page 28: Apendisitis

BAB III

KESIMPULAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks vermicularis,

dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering terjadi pada anak-anak

28

Page 29: Apendisitis

maupun dewasa. Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen

appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan akibatnya

terjadi infeksi.

Riwayat perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan fisik merupakan hal

yang paling penting dalam menegakkan diagnosis appendisitis. Gejala awal yang

khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul)

di daerah epigastrium di sekitar  umbilikus atau periumbilikalis. Dalam

pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda peritonitis lokal pada titik Mcburney,

dan rangsangan kontralateral; blumberg dan rovsing sign .

Pemeriksaan lain yang dapt mendukung diagnosa yaitu psoas sign,

obturator sign, dan nyeri tekan pada rectal toucher . Upaya mempertajam

diagnosis sudah banyak dilakukan, antara lain dengan menggunakan sarana

diagnosis penunjang: laboratorium (darah, urin, CRP), foto polos abdomen,

pemeriksaan barium-enema, USG dan CT scan abdomen. Diagnosis jugadapat

dibantu dengan skoring alvarado.

Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

appendiktomi,dapat dilakukan secara open surgery atau laparascopic

appendictomy.

DAFTAR PUSTAKA

29

Page 30: Apendisitis

1. Smeltzer. S (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, volume 3,

Jakarta: EGC

2. Burkitt, H.G., Quick, C.R.G., and Reed, J.B., 2007. Appendicitis. In:

Essential Surgery Problems, Diagnosis, & Management. Fourth Edition.

London: Elsevier

3. Departemen Bedah UGM. 2010. Apendik. Diambil dari :

http://www.bedahugm.net/tag/appendix pada 20 Oktober 2013

4. Long, B.C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan. Bandung: YIAPK.

5. Telford GI, Condon RE: Appendix, inSchakelfod’s Surgery of the

alimentary tract, 4th Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1996:140 – 8.

6. Schwartz SI: Appendix, in Principles of Surgery, 6th ed. New York: Mc

Graw Hill inc, 1994: 1307 – 18.

7. Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

8. Syamjuhidayat, De Jong (2004). Buku Ajar Ilmu Beda. EGC. Jakarta.

Hal.640-5

9.  Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of

Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.

10. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup. Accessed in

Juni,23,2013.

11. Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in

women. Available at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580. Accessed

in Juni,23,2013.

12. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’

Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.

13.  Russell RCG, Williams NS, Bulstrode CJK. Editors. Bailey and Love’s

Short Practice of Surgery. 24th Ed. London: Arnold. 2004.

30