ANOMALI SUSUNAN SARAF PUSAT.doc
-
Upload
sidika-yunia-muyasyarahma -
Category
Documents
-
view
146 -
download
1
Transcript of ANOMALI SUSUNAN SARAF PUSAT.doc
ANOMALI SUSUNAN SARAF PUSAT ______________________________________________________________________
1. PERKEMBANGAN DAN ANOMALI SSP Karena tahap perkembangan SSP memakan waktu panjang, sejak tahap awal pembentukan tabung neural hingga perinatal, kelainan organogenesis akan menyebabkan malformasi serebral yang sangat beragam. Kebanyakan anomali morfologis terjadi selama 8 minggu tahap embrionik. Secara umum semakin dini kelainan terjadi, makin berat malformasinya.
Perkembangan normal diklasifikasikan kedalam empat
tingkat, dan malformasi mungkin terjadi pada setiap ta-
hap.
Proses Induktif Primer (Tahap Pertama) Perubahan berikut terjadi pada minggu gestasi kedua
hingga keenam:
1. Minggu kedua: Mesoderm menginduksi ektoderm sekitar-
nya membentuk pelat neural.
2. Minggu ketiga: Mesoderm menginduksi pelat neural un-
tuk membentuk forebrain, dan entoderm foregut mem-
bentuk muka. Tepi lateral pelat neural membentuk li-
patan neural yang bersatu kearah dorsal membentuk
tabung neural. Kegagalan lipatan neural bersatu kea-
rah dorsal berakibat disrafia dan menyebabkan anen-
sefali, ensefalomeningosel dan meningosel, malforma-
si Arnold-Chiari dengan rakhiskhisis spinal, serta
keadaan lain.
3. Minggu keempat: Gelembung prosensefalik, metensefa-
lik, dan rombensefalik berkembang dari tabung neu-
ral.
4. Minggu kelima: Telensefalon dan diensefalon berkem-
bang dari garis fusi dorsal dari prosensefalon. Tel-
ensefalon meluas kelateral membentuk hemisfer sereb-
ral. Kegagalan mesoderm berinteraksi dengan entoderm
dan ektoderm mencegah ekspansi bilateral telensefa-
lon serta formasi normal diensefalon. Konsekuensinya
terbentuk holoprosensefali dan anomali fasial seper-
ti siklopia, ethmosefali, sebosefali, bibir bercelah
dan langit-langit bercelah. 5. Minggu keenam: Pelat komisural dibentuk sebelah me-
dial dari telensefalon sebagai bentuk primitif dari
korpus kalosum. Gangguan pembentukan pelat komisural
berakibat agenesis korpus kalosum. PERKEMBANGAN VENTRIKULOSISTERNAL (TAHAP KEDUA) Selama masa gestasi minggu ketujuh dan kedelapan dapat
terjadi:
1. Minggu ketujuh: Pleksus khoroid tampak dan mulai
mensekresikan CSS. Gangguan perkembangan rongga sub-
arakhnoid pada tahap ini menimbulkan sista arakhnoid dan hidrosefalus komunikans.2. Minggu kedelapan: Akhir kaudal ventrikel keempat bolong, dan CSS mempenetrasi leptomening primitif (entomening) untuk membentuk rongga subarakhnoid. Gangguan perkembangan pada tahap ini menyebabkan hidrosefalus dengan malformasi Arnold-Chiari dan hidrosefalus akibat stenosis akuaduktus.
PROLIFERASI SEL (TAHAP KETIGA)Pada tahap ini sel yang tidak berdeferensiasi pada zona ependimal primitif yang membatasi sistem ventrikuler embrionik berproliferasi dan menjadi neuroblas. Gangguan proliferasi sel menimbulkan hipoplasia serebelar atau sista Dandy-Walker, dan proliferasi belebihan menimbulkan neurofibromatosis dari fibroblas perineural, sklerosis tuberosa dari astrosit, dan penyakit Sturge-Weber dari sel endotelial.
MIGRASI NEURONAL (TAHAP KEEMPAT)Pada tahap ini neuroblas bermigrasi kelateral untuk membentuk zona mantel, yang adalah bentuk primitif dari ganglia basalis. Neuron mengirim prosesusnya keluar untuk membentuk zona marginal miskin sel, yang adalah
bentuk primitif substansi putih.
1. Minggu ketujuh: Neuroblas menjalani migrasi kedua melintas zona marginal membentuk pelat kortikal, yang adalah bentuk primitif substansi kelabu. Kegagalan migrasi sel simetris berakibat terjadinya hidransefali dan skhizensefali, atau porensefali. Kegagalan neuroblas mencapai lokasi terakhirnya menimbulkan heterotopia substansi kelabu.
2. Minggu keduapuluh: Pelat kortikal menebal membentuk sulsi primer. Gangguan membentuk sulsi menimbulkan lissensefali (tak adanya sulsi), mikrogiria (banyak sulsi kecil), dan makrogiria (berkurangnya jumlah sulsi).
3. Minggu keduapuluh empat hingga keempatpuluh: Berkembangnya sulsi sekunder.
4. Minggu ketigapuluh enam: Berkembangnya sulsi tertier.
Tabel 1-1. Perkembangan dan anomali SSP
--------------------------------------------------------
Minggu Normal Anomali --------------------------------------------------------
Proses Induktif Primer 2 Pelat neural Anensefali
3 Tabung neural Disrafia:
ensefalosel,
mielomeningosel;
malformasi Arnold-Chiari
4 3 gelembung sefalik:
prosensefalik
metensefalik
rombensefalik
5 gelembung sefalik: Holoprosensefali;
prosensefalon --? anomali fasial
telensefalon
diensefalon
6 Pelat komisural Agenesis korpus kallosum
Perkembangan Ventrikulosisternal 7-8 Pleksus khoroid; Sista arakhnoid;
perforasi ventrikel hidrosefalus
keempat; komunikating;
rongga subarakhnoid hidrosefalus akibat
stenosis akuaduktus;
hidrosefalus pada mal-
formasi Arnold-Chiari
Proliferasi Sel 3-6 Proliferasi sel yang Hipoplasia serebeler atau
tidak berdeferensi- sista Dandy-Walker;
asi pada zona epen- fakomatosis
dimal primitif --?
neuroblas
Migrasi Neural 6-7 Zona mantel (bentuk Hidranensefali;
primitif ganglia skhizensefali;
basal); migrasi se- porensefali;
kunder neuroblas --? heterotopia substansi
pelat kortikal kelabu
(bentuk primitif
substansi kelabu)
20 Sulsi primer Lissensefali;
mikrogiria;
makrogiria
24-40 Sulsi sekunder
36-60 Sulsi tertier
--------------------------------------------------------2. DIAGNOSIS ANOMALI KONGENITAL DENGAN TOMOGRAFI TERKOMPUTERVentrikulografi (VG) dengan udara atau kontras positif,dan pneumoensefalografi (PEG) pernah menjadi tindakanyang berharga pada diagnosis anomali kongenital SSP.Prosedur ini invasif dan tidak dapat dilakukan tanpa merubah TIK. Angiografi serebral memperlihatkan pembuluh serebral dan hubungannya dengan struktur anatomiintrakranial tanpa merubah tekanan CSS. Tehnik ini tetap tak bisa disingkirkan untuk mendiagnosis malformasi vaskuler, arsitekturnya dan untuk pemeriksaan prabedah atas hubungan antara lesi kongenital dengan pembuluh
yang bersangkutan.
CT scan adalah metoda pemeriksaan SSP yang noninvasif. Pemakaian untuk diagnosis dan perawatan anomali kongenital SSP telah menggantikan VG dengan udara dan PEG. Saat ini kebanyakan diagnosis radiologis anomali
kongenital SSP berdasar pada CT scan dan angiografi serebral. Kebanyakan anomali kongenital secara morfologis memperlihatkan perubahan rongga CSS dan karenanya mudah tampak pada CT scan. Patologi rongga CSS termasuk ber-
bagai anomali perkembangan seperti hipoplasia dan lesi destruktif. Keadaan ini dapat diklasifikasikan kedalam empat kelompok; (1) hidrosefalus, (2) rongga CSS abnormal, (3) rongga ekstra digaris tengah, dan (4) disgenesis jaringan serebral. Hidrosefalus adalah abnormalitas rongga CSS karena perubahan yang diperlihatkan oleh CT scan. Secara patofisiologi disebabkan tidak hanya oleh perubahan ruang CSS, namun juga oleh parenkhima otak.
Kadang-kadang perubahan pada rongga CSS terjadi sekunder terhadap perubahan parenkhim. Hidrosefalus dan disgenesis jaringan serebral tampil sebagai dilatasi ruang CSS normal pada CT scan; rongga ekstra digaris tengah mungkin ditemukan sebagai rongga CSS persisten yang biasanya menghilang. Rongga CSS abnormal adalah rongga yang baru, jadi tidak merupakan bagian dari ruang CSS normal yang sebenarnya.
Diagnosis anomali kongenital SSP menjadi mudah secara progresif sejak adanya CT scan. Diagnosis klinis anomali kongenital harus termasuk penentuan pengobatan yang mungkin serta prognosisnya. Konsekuensinya pemahaman atas perkembangan SSP serta anomalinya dan patofisiologi dari setiap anomali adalah penting dalam diagnosis anomali SSP kongenital. Juga penting pada pendekatan klinik terhadap setiap anomali untuk menilai ukuran kepala dan mendeteksi setiap peninggian TIK.
Perkembangan fungsi otak harus dinilai secara bersamaan. Walau perubahan morfologi dapat diperlihatkan lengkap oleh CT scan, ada beberapa tes untuk menilai fungsi otak. Tes developmental quotient (DQ) dan intelligence qoutient (IQ) biasanya digunakan untuk mengetahui fungsi otak.Diagnosis akurat anomali kongenital karenanya tergantung pada hubungan antara temuan CT scan dengan gambaran klinik. Diagnosis klinik harus termasuk penilaian akan kemungkinan pengobatan serta penentuan prognosis sebagai tambahan terhadap penentuan penyakit.
3. UKURAN KEPALA ABNORMAL Indikasi klinis pertama pada beberapa anomali SSP kongenital adalah ukuran kepala yang abnormal yang dijumpai saat periode neonatal atau bayi. Makrosefali adalah istilah yang umum digunakan untuk menunjukkan ukuran kepala yang berlebihan, dan konvensi ini kita ikuti.
Lebih tepat, makrokrania adalah istilah yang lebih umum untuk kelainan pertambahan ukuran tengkorak. Makrosefali biasanya dibatasi sebagai lingkaran kepala yang melebihi dua deviasi standar diatas rata-rata; mikrosefali bila lingkaran kepala lebih dari dua deviasi standar dibawah rata-rata.
PATOGENESIS MIKROSEFALIMikrosefali diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, sesuai penyebabnya:
1. Mikrosefali primer jinak berkaitan dengan faktor ge-
netik. Mikrosefali genetik ini termasuk mikrosefali fa-
milial dan mikrosefali akibat aberasi khromosom.
2. Mikrosefali akibat penutupan sutura prematur (krani-
osinostosis). Jenis mikrosefali ini berakibat bentuk
kepala abnormal, namun pada kebanyakan kasus tak ada a-
nomali serebral yang jelas.
3. Mikrosefali sekunder terhadap atrofi serebral. Mik-
rosefali sekunder dapat disebabkan oleh infeksi intra-
uterin seperti penyakit inklusi sitomegalik, rubella,
sifilis, toksoplasmosis, dan herpes simpleks; radiasi,
hipotensi sistemik maternal, insufisiensi plasental; a-
noksia; penyakit sistemik maternal seperti diabetes me-
llitus, penyakit renal kronis, fenilketonuria; dan ke-
lainan perinatal serta pascanatal seperti asfiksia, in-
feksi, trauma, kelainan jantung kronik, serta kelainan
paru-paru dan ginjal. Jenis mikrosefali ini berhubungan
dengan retardasi mental dalam berbagai tingkat.
PATOGENESIS MAKROSEFALI Kebanyakan pembesaran kepala disebabkan oleh peninggian
TIK, konsekuensinya makrosefali mungkin memerlukan tin-
dakan. Makrosefali diklasifikasikan berdasar etiologi
kedalam:
1. Kelainan aliran CSS dan kelainan rongga CSS. Akumu-
lasi CSS abnormal akibat kelainan aliran CSS mungkin
menimbulkan peninggian TIK. Hidrosefalus adalah contoh
khas kelainan aliran CSS. Disgenesis parenkhim otak a-
tau hilangnya parenkhim otak yang telah berkembang se-
belumnya bisa mengakibatkan terbentuknya rongga CSS
yang abnormal. Bila keadaan ini bersamaan dengan gang-
guan sirkulasi CSS dan sebagai akibat pembesaran rongga
tersebut, terjadi makrosefali.
2. Lesi massa intrakranial. Sesuai lokasinya, lesi ini
diklasifikasikan sebagai ekstraserebral atau intrasere-
bral. Pada yang pertama, lesi ditemukan paling sering
sebagai penimbunan cairan subdural, seperti hematoma
subdural, efusi subdural, higroma subdural dan hidroma
subdural, serta sista arakhnoid. Lesi massa intrasere-
bral termasuk tumor otak dan abses otak.
3. Penambahan volume otak. Penambahan volume parenkhim
otak disebut megalensefali. Lesi ini berbeda dari edema
otak, dimana yang bertambah adalah volume air otak. Me-
galensefali biasanya tidak merupakan kandidat untuk o-
perasi bedah saraf. Ada dua jenis: megalensefali anato-
mik, disebabkan pertambahan ukuran dan jumlah neuron,
serta megalensefali metabolik, disebabkan akumulasi me-
tabolit abnormal sekitar neuron akibat kelainan otak
intrinsik. Kebanyakan megalensefali metabolik adalah
dominan autosom dan ditemukan pada akhondroplasia, neu-
rofibromatosis, sklerosis tuberosa, serta keadaan lain
yang serupa. Biasanya normotensif dan memperlihatkan
perkembangan yang normal. Pada keadaan yang jarang
mungkin bersamaan dengan gigantisme, dwarfisme, pseudo-
hermafroditisme pria, dan hipoparatiroidisme-hipoadre-
nokortisisme. Megalensefali metabolik disebabkan oleh
kelainan penimbunan seperti gangliosidosis, mukopolisa-
kharidosis, sulfatidosis, sindroma Hurler, dan sindroma
Hunter. Kebanyakan hipertensif dan memperlihatkan per-
jalanan perkembangan yang retrogresif.
Edema otak dapat disebabkan oleh intoksikasi, ke-
lainan endokrin, galaktosemia, dan keadaan lainnya.
Pseudotumor serebri, atau hipertensi intrakranial ji-
nak, terhindar dari edema otak dengan sebab yang tak
diketahui. Sistema ventrikel kolaps akibat peninggian
volume air parenkhim otak. Keadaan ini kadang-kadang
memerlukan operasi dekompresi.
4. Penebalan abnormal tengkorak. Pada keadaan yang ja-
rang, pembesaran kepala mungkin disebabkan penebalan
kranium akibat anemia, displasia kranioskeletal dan se-
jenisnya.
PEMERIKSAAN PASIEN DENGAN MAKROSEFALI Pembesaran kepala pertanda lesi intrakranial. Hidrose-
falus dan penumpukan cairan subdural adalah kelainan
penyebab utama. Jarang keadaan ini disebabkan megalen-
sefali, yang tampak pada fakomatosis dan terutama pada
neurofibromatosis.
Inspeksi Pengukuran Lingkar Kepala Serial. Aspek terpenting dari
pemeriksaan kasus yang diduga makrosefali. Bila diduga
suatu megalensefali familial, bila perlu lingkar kepala
keluarga diukur.
Bila lingkar kepala lebih dari dua deviasi standar
diatas rata-rata, anomali kongenital intrakranial dapat
diketahui secara dini dengan bantuan CT scan sebelum
lesi menyebabkan perubahan otak yang irreversibel. Ja-
ngan sampai melakukan misdiagnosis pertumbuhan kepala
yang "catch-up" pada bayi prematur sebagai hidrosefa-
lus. Lingkar kepala harus diinterpretasikan bersama de-
ngan pengukuran lingkar dada, berat badan, tinggi, dll.
Lingkar kepala mendekati lingkar dada pada bayi.
Tabel 3-1. Lingkar Kepala Standar Anak Laki-laki* ------------------------------------------------------
Usia Lingkar Kepala (sm)
------------------------------- *LK anak perempuan usia
Saat lahir 35 lebih dari 3 bulan le-
3 bulan 40 bih kecil 1 sm dari a-
9 bulan 45 nak laki-laki.
4 tahun 50 2 SD = 1 inci (2.5 sm)
-------------------------------------------------------
Tabel 3-2. Jenis Makrokrania
-------------------------------------------------------
Kepala besar dengan fontanel menonjol
Hidrosefalus
Penimbunan cairan subdural
Tumor intrakranial
Edema otak
Megalensefali metabolik
Kepala membesar dengan fontanel cekung
Penimbunan cairan subdural
Hidrosefalus tekanan normal
Porensefali
Tumor basal
Megalensefali anatomik
--------------------------------------------------------
Bentuk Tengkorak. Kelainan bentuk tengkorak adalah te-
muan penting akan kemungkinan lesi intrakranial. Lesi
massa mungkin terletak dekat pembengkakan lokal tengko-
rak. Sista arakhnoid fossa media menyebabkan penonjolan
skuama temporal. Penonjolan sering ditemukan pada lesi
sistik fossa posterior. Penonjolan parietal bisa tampak
pada porensefali dan penumpukan cairan subdural. Penon-
jolan frontal biasa tampak pada hidrosefalus. Pada ste-
nosis akuaduktal, fossa posterior cenderung menjadi ke-
cil.
Tegangan scalp. Scalp menjadi berkilau bila TIK mening-
gi serta vena scalp berdilatasi.
Strabismus. Salah satu tanda dari peninggian TIK.
Fenomena Setting Sun. Sering tampak pada hidrosefalus.
Disangka akibat tekanan pada pelat kuadrigeminal oleh
resesus suprapineal ventrikel ketiga yang mengalami di-
latasi.
Postur Opistotonik. Bayi dengan hipertensi intrakranial
yang nyata sering memperlihatkan postur ini, dan sering
dengan tangisan serebral ('high-pitched').
Kegagalan Untuk Tumbuh. Bayi dengan peninggian TIK tak
dapat makan dengan baik dan tidak tumbuh, karena mun-
tah dan malnutrisi.
Palpasi Fontanel Menonjol. Diagnosis klinik kepala yang mem-
besar diarahkan kepada apakah terdapat peninggian TIK.
Karena penonjolan fontanel adalah pertanda peninggian
TIK pada bayi, pemeriksaan fontanel anterior sangat
penting pada neonatus dan bayi. Kepala yang besar de-
ngan penonjolan fontanel, atau makrosefali hipertensif,
adalah indikasi untuk dekompresi dengan shunting pada
kebanyakan kasus. Hematoma subdural kronis, hidrose-
falus tekanan normal, tumor basal, dan sejenisnya tak
selalu menyebabkan penonjolan fontanel. Fontanel bayi
normal adalah datar atau sedikit cekung dan berdenyut,
namun bayi normal dapat memperlihatkan penonjolan fon-
tanel saat menangis atau berbaring. Karenanya fontanel
harus dipalpasi saat bayi duduk dan tenang.
Sutura Melebar ('Split'). Sutura bayi mudah berpisah
pada peninggian TIK. Setelah operasi pintas, sutura
menjadi tumpang-tindih dan fontanel anterior menjadi
cekung.
Auskultasi. Anak normal dan hidrosefalus, bruit yang
lemah normalnya dapat didengar. Pada aneurisma vena Ga-
len, bruit kranial yang jelas sering terdengar.
Perkusi. Pada kasus penimbunan abnormal cairan, perkusi
kepala mengakibatkan suara resonan abnormal (tanda Mac-
Ewen).
Transiluminasi. Kepala bayi normal memperlihatkan halo
kurang dari satu jari. Halo lebih jelas pada regio
frontal dan pada bayi prematur. Lesi intrakranial dan
ekstrakranial yang menyebabkan transiluminasi positif
bisa dilihat pada tabel. Setiap temuan transiluminasi
dapat dilihat pada semua regio pada hidranensefali dan
secara lokal pada porensefali. Pada sista Dandy-Walker,
fossa poterior mungkin memperlihatkan efek transilumi-
nasi. Walau tidak setiap efek terjadi pada hidrosefa-
lus, ia mungkin tampak pada kasus hidrosefalus yang be-
rat dimana terbentuk mantel setipis kertas.
Tabel 3-3. Lesi dengan Transiluminasi Positif
--------------------------------------------------------
Lesi Ekstrakranial
Edema Scalp
Koleksi cairan subgaleal
Lesi intrakranial
Lesi ekstraserebral
Koleksi cairan subdural
Sista arakhnoid
Lesi intraserebral
Hidranensefali
Porensefali
Hidrosefalus berat
Sista Dandy-Walker
--------------------------------------------------------
TINDAKAN DIAGNOSTIK PADA PEMBESARAN KEPALA Rontgenografi Tengkorak Bahkan pada era CT scan, foto tengkorak polos sering
memberikan informasi penting. Rontgenografi dapat me-
nampilkan: (1) bentuk tengkorak, penonjolan serta peni-
pisan lokal, serta ukuran fossa posterior; (2) pening-
gian TIK; dan (3) kalsifikasi abnormal serta dugaan
fraktura tengkorak.
Tap Subdural Mungkin dilakukan untuk diagnostik dan terapeutik. Bi-
asanya dilakukan pada sudut lateral fontanel anterior
pada garis sutura koronal. Hati-hati untuk tidak me-
mutar jarum setelah insersi keruang subdural, dan tidak
untuk mengisap cairan. Volume cairan yang diambil me-
lalui satu tap ditentukan oleh tegangan fontanel ante-
rior. Aspirasi dilakukan hingga fontanel menjadi lembut
dan datar. Aspirasi volume besar cairan bisa mengaki-
batkan anemia dan hipoproteinemia.
Pemeriksaan Dengan Udara Invasif dan tak dapat dilakukan tanpa menyebabkan per-
ubahan mendadak keseimbangan tekanan CSS. Karenanya CT
scan menggantikannya, dan sangat jarang dilakukan.
Angiografi Serebral CT scan mempunyai keterbatasan kegunaan dalam mendiag-
nosis anomali serebrovaskuler. Diagnosis pasti didapat
dengan angiografi serebral. Angiografi karotid dilaku-
kan untuk lesi pada kompartemen supratentorial, dan a-
ngiografi vertebral untuk lesi dikompartemen infraten-
torial. Pemeriksaan empat pembuluh bisa dilakukan de-
ngan satu kateter cara Seldinger.
Tabel 3-4. Diagnosis CT dari Ukuran Kepala Abnormal
-------------------------------------------------------
Makrokrania
Pembesaran kepala dengan dilatasi ruang CSS
Hidrosefalus
Sista arakhnoid
Porensefali
Hidranensefali
Sista Dandy-walker
Holoprosensefali
Agenesis korpus kallosum
Sista diensefalik
Malformasi Arnold-Chiari
Malformasi vena Galen
Koleksi cairan subdural
Pembesaran kepala tanpa dilatasi ruang CSS
Lesi intrakranial
Lesi massa ekstraserebral
Lesi massa intraserebral
Penambahan volume otak
Megalensefali
Edema otak
Lesi kranial
Lesi ekstrakranial
Mikrosefali
Kepala kecil dengan dilatasi ruang CSS
Atrofi serebral
Kepala kecil tanpa dilatasi ruang CSS
Mikrosefali primer
-------------------------------------------------------
DIAGNOSIS CT DARI UKURAN KEPALA YANG ABNORMAL CT scan harus dilakukan pada penilaian ukuran kepala
abnormal. Ruang CSS mudah diperiksa dari CT scan. Diag-
nosis CT makrosefali berdasar pada dilatasi, deformasi,
atau deviasi rongga CSS. Pembesaran kepala mungkin di-
klasifikasikan kedalam dua kelompok berdasar ukuran
ventrikel (Tabel).
Klasifikasi pertama adalah pembesaran kepala de-
ngan dilatasi ventrikuler disebabkan gangguan sirkulasi
CSS. Bentuk dilatasi ventrikel bermacam tergantung tem-
pat obstruksi dan karenanya memberikan kriteria untuk
diagnosis indirek dari lokasi.
Kategori kedua adalah pembesaran kepala tanpa di-
latasi ventrikuler. Pada megalensefali, CT scan biasa-
nya tidak memperlihatkan dilatasi ventrikel walau mak-
rosefali. Pada leukodistrofi, substansi putih densitas
rendah yang simetris dan luas dapat dilihat pada hemis-
fer serebral. Megalensefali atau hidrosefalus mungkin
tampak pada akhondroplasia dan khas dengan stenosis
yang jelas dari foramina jugular dan bulbus jugular de-
ngan akibat peninggian tekanan vena intrakranial. Dalam
mendiagnosis lesi massa, perhatian harus diberikan ti-
dak saja terhadap temuan langsung pada lesi massa, na-
mun juga perubahan pada tengkorak, edema fokal, obs-
truksi ruang CSS sekitarnya, dan pergeseran struktur
garis tengah.
Bila mikrosefali bersamaan dengan dilatasi ventri-
kel, barangkali atrofi serebral. Pada tiadanya dilatasi
ruang CSS, kraniosinostosis mungkin ditemui dan tengko-
rak serta sutura harus diperiksa. Dilatasi ventrikel
tidak selalu tampak pada mikrosefali primer.
4. HIDROSEFALUS KONGENITAL Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi akumulasi
CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel dan
ruang subarakhnoid. Bila akumulasi CSS yang berlebihan
terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut
higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada ka-
sus akumulasi cairan yang berlebihan terjadi pada sis-
tema ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrose-
falus internal.
Peninggian TIK harus dibedakan dari peninggian te-
kanan intraventrikuler. Beberapa lesi intrakranial me-
nyebabkan peninggian TIK, namun tidak perlu menyebabkan
hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak ekivalen de-
ngan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi sereb-
ral. Juga, dilatasi ventrikuler tidak selalu berarti
hidrosefalus dan juga tampak pada atrofi serebral. Hid-
rosefalus adalah kesatuan klinik yang dibedakan oleh
tiga faktor: (1) peninggian tekanan intraventrikuler,
(2) penambahan volume CSS, dan (3) dilatasi rongga CSS.
Hidrosefalus internal menyebabkan peninggian te-
kanan intraventrikuler dan pembesaran sistem ventriku-
ler. Mantel serebral terregang dan menipis. Sentrum o-
val, talamus dan ganglia basal tertekan. Akson kortiko-
spinal dan kortikotalamik tertekan dan terregang, serta
mielinasinya terganggu. Giri hemisfer serebral menda-
tar, dan vaskulatur serebral terregang. Septum pelusi-
dum menjadi tipis, seperti juga vault dan dasar tengko-
rak. Rongga subarakhnoid serta sisterna diluar hemisfer
serebral berdilatasi, umumnya dengan tidak mengindahkan
jenis dari hidrosefalus. Nekrosis subependimal serta e-
dema akibat pendataran dan robeknya lapisan ependimal,
serta pembesaran ruang ekstraseluler, dapat dilihat pa-
da mikroskop elektron.
Secara klinis peninggian tekanan intraventrikuler,
volume CSS, dan ukuran ventrikel menimbulkan kelainan
berikut: pembesaran kepala, penonjolan fontanel, sepa-
rasi sutura, tanda MacEwen positif, fenomena setting
sun, scalp yang mengkilap, dilatasi vena scalp, stra-
bismus konvergen atau divergen, tangis yang high pitch-
ed, postur opistotonik, dan kegagalan untuk berkembang.
Gejala klinik ini biasanya tampak pada hidrosefalus
progresif cepat. Mereka dapat terjadi bersamaan atau
bergantian. Pada kebanyakan hidrosefalus dini atau ri-
ngan, hanya perubahan ringan pada sutura, fontanel,
scalp, dan gerak bola mata yang dijumpai. Pada hidrose-
falus yang berkembang lambat, gejala mungkin tidak tam-
pil hingga pasien mulai berjalan, dimana keadaan ini
dibuktikan dengan langkah berdasar-lebar, para paresis,
hemianopia bitemporal, dan retardasi mental.
Pada hidrosefalus infantil, hidrosefalus primer a-
tau idiopatik sangat lebih banyak dari hidrosefalus se-
kunder. Gejala mungkin tampak dini pada kehidupan in-
trauterin atau terlambat, beberapa bulan setelah lahir.
Gejala mungkin tampak tiba-tiba (hidrosefalus akuta),
atau perlahan-lahan (hidrosefalus kronika). Insidens
hidrosefalus kongenital sekitar delapan per 10.000 ke-
lahiran. Hidrosefalus terjadi pada tiga per 100 anak
yang lahir dari orangtua yang memiliki anak mielomeni-
ngosel. Penyebab hidrosefalus kongenital pada kebanyak-
an kasus tidak diketahui (hidrosefalus idiopatik). Ke-
kecualian hanya pada hidrosefalus herediter yang sex
linked, disebabkan oleh stenosis akuaduktal. Jenis hid-
rosefalus ini merupakan kurang dari tiga persen dari
hidrosefalus kongenital. Bila anak pertama diperkira-
kan memiliki hidrosefalus primer, diperlukan konseling
genetika. Bila anak kedua dipastikan laki-laki dari am-
niosentesis, aborsi harus dipikirkan.
Hidrosefalus mungkin disebabkan oleh satu dari ti-
ga faktor: (1) produksi CSS yang berlebihan, (2) obs-
truksi jalur CSS, dan (3) gangguan absorpsi CSS.
Hidrosefalus sekunder sering disebabkan oleh kela-
inan berikut: (1) hematoma subdural, (2) tumor intra-
ventrikuler, (3) tumor para sellar, (4) tumor fossa
posterior, (5) cedera kranioserebral, (6) infeksi lep-
tomeningeal, (7) perdarahan subarakhnoid, (8) karsino-
matosis atau sarkomatosis mening, dan (9) toksoplasmo-
sis.
DIAGNOSIS HIDROSEFALUS
Penyebab obstruksi Kebanyakan hidrosefalus kongenital adalah hidrosefalus
primer atau idiopatik. Hidrosefalus mungkin disebabkan
lesi massa yang tak terperkirakan, seperti tumor dan
sista. Karenanya harus hati-hati untuk tidak saja me-
nentukan tempat obstruksi, namun juga untuk menentukan
penyebab obstruksi dalam mendiagnosis hidrosefalus.
Hipersekresi CSS diketahui sebagai penyebab hidro-
sefalus pada papiloma pleksus khoroid, namun perdarahan
perlahan berkala juga dipikir sebagai kemungkinan meka-
nisme obstruksi daerah absorpsi.
Menetapkan Tempat Obstruksi Jalur CSS CT scan secara tepat menggambarkan struktur intrakrani-
al, terutama ruang CSS, dan tak mungkin dihindarkan un-
tuk mendiagnosis hidrosefalus. Penilaian tempat obs-
truksi dengan CT scan berdasar pada titik transisi dari
ruang CSS yang berdilatasi dan yang tidak. Kebanyakan
kasus hidrosefalus disebabkan oleh obstruksi jalur CSS
(hidrosefalus obstruktiva). Ada dua jenis obstruksi ja-
lur CSS: obstruksi intraventrikuler (hidrosefalus obs-
truktif intraventrikuler atau nonkomunikans) dan obs-
truksi ekstraventrikuler (hidrosefalus obstruktif in-
traventrikuler atau komunikans). Secara umum dilatasi
ventrikuler lebih jelas pada obstruksi intraventrikuler
dibanding obstruksi ekstraventrikuler.
Kebanyakan keadaan berikut adalah didapat diban-
ding kongenital, namun pengetahuan mengenainya diperlu-
kan untuk mengerti sepenuhnya tentang hidrosefalus dan
untuk diagnosis diferensial. Pada banyak kasus bentuk
didapat dapat dikenal dan bentuk kongenital karenanya
tersingkirkan.
Hidrosefalus Obstruktiva Intraventrikuler Pada dilatasi monoventrikuler, obstruksi foramina Monro
(atresia satu foramina Monro) berakibat dilatasi unila-
teral dari ventrikel lateral pada sisi yang obstruksi
dan menyebabkan hidrosefalus unilateral atau asimetri-
kal. Bila terjadi dilatasi biventrikuler, obstruksi ke-
dua foramina Monro atau ventrikel ketiga menyebabkan
hidrosefalus simetrikal.
Pada dilatasi triventrikuler, obstruksi akuaduktus
(stenosis akuaduktus) menyebabkan dilatasi ventrikel
lateral dan ventrikel ketiga. Ventrikel keempat biasa-
nya normal dalam ukuran dan lokasinya.
Pada dilatasi tetraventrikuler, atau panventriku-
ler, obstruksi outlet ventrikel keempat (atresia fora-
mina Luschka dan Magendie) menyebabkan dilatasi semua
bagian sistema ventrikuler, terutama ventrikel keempat
(transformasi sistik ventrikel keempat, atau sista Dan-
dy-Walker).
Hidrosefalus Obstruktiva Ekstraventrikuler Obstruksi ekstraventrikuler biasanya menyebabkan di-
latasi sistem ventrikuler dan rongga subarakhnoid prok-
simal dari daerah obstruksi. Jenis umum obstruksi ini
adalah blok insisural, blok sisterna basal, blok kon-
veksitas, dan blok ruang CSS distal. Blok granulasi a-
rakhnoid mungkin berakibat dilatasi semua rongga CSS.
Hidrosefalus Konstriktiva Pada malformasi Chiari jenis II, yang tampak pada pasi-
en dengan mielomeningosel, hindbrain yang tergeser ke-
bawah mungkin tertambat pada sambungan kraniovertebral
dan fossa posterior yang kecil mungkin mengalami obs-
truksi secara anatomi. Konsekuensinya, hidrosefalus
mungkin terjadi karena gangguan sirkulasi CSS sekitar
hindbrain. Pada keadaan ini ventrikel keempat memperli-
hatkan pergeseran kebawah dan tak dapat diidentifikasi
pada posisi normal. Ventrikel keempat sering ditemukan
dalam kanal servikal.
Prognosis Hidrosefalus Kongenital Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrose-
falus ditentukan oleh ada atau tidaknya anomali yang
menyertai. Hidrosefalus simpel, dimana tidak ada mal-
formasi lain yang menyertai, mempunyai prognosis lebih
baik dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi
lain (hidrosefalus komplikata).
Prognosis hidrosefalus komplikata ditentukan oleh
jenis dan derajat anomali yang menyertai. Diagnosis
spesifik anomali tertentu yang bersamaan dengan hidro-
sefalus diperlukan untuk menentukan prognosis. Anomali
yang biasa bersamaan dengan hidrosefalus diantaranya
porensefali, agenesis korpus kalosum, displasia lobar,
hidranensefali, displasia tentorial, malformasi Chiari,
sista Dandy-Walker, holoprosensefali, sista arakhnoid,
dan aneurisma vena Galen.
Anak dengan hidrosefalus simpel diharap dapat ber-
kembang normal bila operasi pintas dilakukan dalam tiga
bulan pertama kehidupan.
Diagnosis Diferensial Tampilan CT scan dari hidrosefalus simpel yang berat
serupa dengan hidranensefali, porensefali berat, hema-
toma subdural bilateral berat, holoprosensefali, dan
keadaan serupa lainnya. Hidrosefalus simpel adalah ke-
lainan yang dapat ditindak, bahkan bila berat dan mem-
punyai mantel serebral setipis kertas. Sebaliknya temu-
an CT scan serupa dengan hidrosefalus ini tak dapat di-
tindak, dan biasanya bukan kandidat untuk tindakan be-
dah. Karenanya diagnosis diferensial sangat penting un-
tuk prognosis dan terapeutik. Untuk diagnosis pasti
hidrosefalus, dan untuk membedakan dari hidranensefa-
li dan higroma subdural bilateral masif, diperlukan a-
ngiografi serebral, bahkan setelah adanya CT scan.
STENOSIS AKUADUKTAL Mempunyai berbagai penyebab. Kebanyakan disebabkan oleh
infeksi atau perdarahan selama kehidupan fetal; steno-
sis kongenital sejati adalah sangat jarang.
Russell mengklasifikasikan stenosis akuaduktal ke-
dalam empat kelompok berdasar temuan histologis: (1)
gliosis, (2) forking, (3) stenosis simpel, dan (4) pem-
bentukan septum. Stenosis atau penyempitan akuaduktal
terjadi pada duapertiga kasus hidrosefalus kongenital
dan sepertiganya malformasi Chiari jenis II, dan diang-
gap sebagai penyebab utama hidrosefalus. Akhir-akhir
ini diduga bahwa stenosis akuaduktal bukan penyebab,
tapi akibat dari hidrosefalus. Saat hidrosefalus ber-
kembang, ventrikel lateral berdilatasi dan terjadi ede-
ma substansi putih periventrikuler. Akibatnya tekanan
akan mengenai pelat kuadrigeminal dan bisa terjadi obs-
truksi akuaduktus. Menurut teori ini stenosis akuaduk-
tus adalah obstruksi fungsional, bukan anatomis. Pada
kasus dimana hidrosefalus komunikans berkembang menjadi
stenosis akuaduktal, dilatasi ringan hingga sedang dari
ventrikel keempat mungkin tampak sebagai tambahan ter-
hadap dilatasi triventrikuler. Oklusi baik akuaduktus
maupun jalan keluar ventrikel keempat akibat infeksi
bisa menyebabkan dilatasi triventrikuler dan obstruksi
ventrikel keempat ('hidrosefalus kompartemen ganda').
Stenosis akuaduktus harus dibedakan dari glioma
periakuaduktal. Pada kejadian yang jarang, diagnosis
diferensial masing-masing kelainan bisa tidak mungkin
bahkan dengan CT scan. Secara klinis perbaikan klinis
yang nyata sebagai akibat shunting biasanya tak dapat
diharapkan pada stenosis tumoral, berbeda dengan steno-
sis non tumoral.
DILATASI VENTRIKULER PADA HIDROSEFALUS Tekanan Denyut CSS Endoventrikuler Pada hidrosefalus sistem ventrikuler berdilatasi pro-
gresif sebagai akibat akumulasi berlebihan dari CSS pa-
da ventrikel dan menambah hipertensi intraventrikuler.
Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa dilatasi
ventrikuler dapat disebabkan oleh tekanan denyut CSS
beramplituda tinggi, bahkan disaat tekanan CSS rata-
rata normal. Tekanan denyut CSS biasanya dibangkitkan
oleh pleksus khoroid dan diredam oleh struktur sekitar
ventrikel dan drainase vena. Karenanya pada oklusi si-
nus vena utama, dilatasi ventrikel mungkin disebabkan
oleh gangguan absorpsi CSS yang tergantung-tekanan pada
villi arakhnoid dan oleh peninggian tekanan denyut CSS
endoventrikuler. Pada keadaan ini ventrikel bisa berdi-
latasi tanpa obstruksi anatomis dari jalur CSS.
Hidrosefalus infantil dengan sutura melebar dan
penonjolan fontanel biasanya berakibat pembesaran ven-
trikel yang lebih hebat dibanding hidrosefalus dewasa,
temuan yang dijelaskan oleh distensibilitas yang lebih
besar dari dinding ventrikuler. Setelah penutupan sutu-
ra, struktur kranioserebral sekitar ventrikel menjadi
kaku. Pada pasien dengan sinostosis sutura multipel,
ventrikel mungkin tidak berdilatasi walau terdapat pe-
ninggian TIK.
Ekspansi Diferensial Ventrikel Lateral Seperti telah dijelaskan, jenis dilatasi ventrikel ter-
bukti tergantung pada daerah obstruksi. Umumnya derajat
dilatasi ventrikel lateral lebih besar pada stenosis a-
kuaduktus dibanding hidrosefalus komunikan.
Ventrikel lateral tidak biasanya berdilatasi seca-
ra uniform pada hidrosefalus. Tanduk oksipital cende-
rung berdilatasi melebihi tanduk frontal. Ekspansi yang
tidak seimbang ini terutama akibat terbatasnya ekspansi
substansi kelabu ganglia basal dan talami sekitar tan-
duk dan badan frontal, dimana struktur yang membatasi
atria dan tanduk oksipital adalah substansi putih dan
mungkin membesar lebih luas. Pada beberapa kasus ven-
trikel lateral membesar seimbang, atau tanduk frontal
lebih dari tanduk oksipital. Perbedaan dilatasi ventri-
kel tergantung perbedaan distensibilitas bagian dinding
ventrikuler. Bila kerusakan otak fokal terjadi pada lo-
bus frontal, tanduk frontal mungkin berdilatasi sangat
melebihi tanduk oksipital.
Pembesaran Ventrikel pada
Hidrosefalus dan Atrofi Serebral Walau hidrosefalus dapat didiferensiasi dari atrofi
serebral dengan perbedaan tekanan ventrikuler, atrofi
serebral mungkin memperlihatkan dilatasi ventrikuler
pada CT scan serupa hidrosefalus. Pada hidrosefalus
dapat dilihat penumpulan atau pembundaran sudut lateral
tanduk frontal, ventrikel lateral bertambah ukurannya
secara simetris, dan tanduk temporal berdilatasi sesu-
ai. Pembesaran tidak simetris ventrikel lateral dan se-
cara lebih jarang dilatasi tanduk temporal biasa dite-
mukan pada atrofi serebral.
Ventrikulosubarakhnoidostomi Spontan Pada hidrosefalus berat akibat stenosis akuaduktal,
tanduk oksipital ventrikel lateral berdilatasi hebat
dan membentuk divertikulum atau sista porensefalik. Ti-
tik lemah ventrikel ini akhirnya ruptur dan berhubungan
dengan ruang subarakhnoid (ventrikulosubarakhnoidostomi
spontan atau ventrikulosisternostomi). Hidrosefalus
mungkin dikompensasi oleh hubungan tersebut. Tempat
yang umum untuk ruptur adalah titik yang lemah secara
kongenital seperti dinding arterial inferomedial, rese-
sus suprapineal, dan lamina terminalis.
Rekonstruksi Pasca Operasi Pintas
terhadap Mantel Serebral Ventrikel biasanya menjadi normal ukurannya sesuai de-
ngan waktu setelah operasi pintas, bahkan disaat ven-
trikel jelas berdilatasi dan mantel serebralnya setipis
kertas. Rekonstruksi mantel serebral dikira sebagai a-
kibat pengurangan edema substansi putih serta astrosi-
tosis reaktif. Perbaikan klinis setelah shunting bukan
karena regenerasi neuron, namun oleh perbaikan fungsio-
nal neuron yang tersisa.
Asimetri Ventrikel Lateral
Pasca Operasi Pintas Asimetri ventrikel lateral biasa ditemukan pada hidro-
sefalus pasca shunting, dimana satu ventrikel lebih ke-
cil dari lainnya. Pada keadaan ini sistema shunt CSS
dalam satu ventrikel lateral meredam amplituda tekan-
an denyut CSS endoventrikuler, berakibat ketidaksetang-
kupan.
Lusensi Periventrikuler Lusensi periventrikuler (PVL) tampak pada CT scan hid-
rosefalus sekunder dan kongenital. Edema periventriku-
ler jauh lebih jarang pada hidrosefalus kongenital di-
banding yang sekunder. PVL dikira akibat edema periven-
trikuler dan hilang segera setelah operasi pintas, ber-
sama dengan pengurangan ukuran ventrikuler. PVL biasa-
nya paling berat didekat sudut superolateral tanduk
frontal. Secara klinis, PVL paling sering berhubungan
dengan hidrosefalus akuta dan subakuta dengan tekanan
intraventrikuler yang tinggi. Pada hidrosefalus kronik
kompensata, PVL minimal.
Sebagai patokan, PVL hanya ditemukan pada pembe-
saran ventrikel yang sedang, dan pada kasus pembesaran
asimetris ia cenderung terjadi pada sisi dengan ventri-
kel yang lebih besar. Jarang PVL ditemukan pada kasus
tanpa pembesaran ventrikel, seperti pada epilepsi in-
fantil.
Tampilan densitas linear normal pada CT scan me-
nunjukkan densitas sesuai dengan dinding ventrikel la-
teral, diikuti densitas yang relatif uniform yang me-
nunjukkan substansi putih periventrikuler. Pada tahap
akut hidrosefalus primer atau sekunder, terjadi penu-
runan derajat CT didalam substansi putih periventriku-
ler didekat dinding ventrikel dan dinding ventrikel tak
dapat dikenal. Baru-baru ini DiChiro melaporkan tampil-
an densitas untuk hidrosefalus dan leukoensefalopati.
Ia mengklasifikasikan pola tampilan kedalam empat ke-
lompok. Perbedaan pada kemungkinan PVL pada tampilan
densitas linear mungkin dijelaskan oleh perbedaan me-
kanisme peninggian kandung air pada hidrosefalus akuta
dan kronika. Karena rekonstruksi lapisan ependimal
mungkin terjadi serta air pada substansi putih mungkin
akhirnya diabsorpsi kealiran darah melalui pembuluh ke-
cil, PVL mungkin minimal pada hidrosefalus kronika.
Pada tahap akut hidrosefalus, akumulasi cairan
yang berlebihan disubstansi putih periventrikuler, di-
sebabkan perubahan jelas permeabilitas ependimal sekun-
der terhadap peninggian tekanan intraventrikuler. Peru-
bahan ini biasanya paling jelas pada sudut superolate-
ral tanduk frontal ventrikel lateral. Pemeriksaan mik-
roskop cahaya pada daerah ini menunjukkan perubahan se-
perti bunga-karang serta edema distruktur subependimal
pada anjing dengan hidrosefalus akuta. Pada mikroskop
elektron, perubahan ini diidentifikasi sebagai pening-
gian ruang ekstraseluler dalam struktura subependimal,
dan tampaknya sesuai dengan temuan PVL pada CT scan
eksperimental.
Dari ventrikulografi metrizamida pada anjing de-
ngan hidrosefalus, dijumpai juga blushing serebral pada
CT scan. Fenomena ini menunjukkan tempat keluarnya CSS
transependimal. Ia lebih jelas pada area periventriku-
ler tanduk frontal dibanding substansi putih periven-
trikuler lainnya. Pada pemeriksaan dengan penguatan
kontras, substansi putih yang memiliki PVL cenderung
tidak berubah. Ini mungkin akibat perfusi darah yang
rendah pada substansi putih periventrikuler karena kan-
dung air yang tinggi pada ruang ekstraseluler, atau o-
leh tekanan jaringan yang tinggi akibat dari peninggian
tekanan pada ventrikel dan perubahan vaskuler disub-
stansia putih periventrikuler. Selain itu daerah dide-
kat sudut superolateral tanduk frontal memperlihatkan
predileksi untuk infarksi serebral.
Pada beberapa kasus hidrosefalus, terutama pada
hidrosefalus infantil, PVL tak teramati, mungkin karena
peninggian tekanan intrakranial dikompensasi oleh pele-
baran sutura. Pada dewasa dengan hidrosefalus, PVL
mungkin juga tidak ada bila tekanan intrakranial dikom-
pensasi oleh mekanisme tertentu.
PVL pada hidrosefalus hipertensif atau tekanan
normal adalah tanda peninggian tekanan intraventrikuler
yang terjadi atau telah terjadi. PVL pada hidrosefalus
mungkin suatu temuan CT scan yang berguna untuk menen-
tukan keberhasilan yang baik dari operasi pintas.
Hal yang jarang terjadi, PVL ditemukan pada kasus
tanpa dilatasi ventrikuler, seperti pada kelainan bang-
kitan neonatal atau infantil. Ini dipercaya diakibat-
kan oleh lesi substansia putih periventrikuler akibat
asfiksia intrauterin atau perinatal, kelainan perfusi
substansia putih karena hipotensi maternal atau insufi-
siensi plasental, atau sebab lain. Leukomalasia infan-
til periventrikuler dipikirkian sebagai ensefalopati
hipoksik-iskemik, dan patogenesisnya berhubungan dengan
kelainan perfusi substansia putih pada zona perbatasan
arterial.
Jadi penelitian patogenesis menunjukkan bahwa ada
dua mekanisme utama yang berperan untuk menampilkan PVL
pada CT scan. Pertama adalah pergeseran air dari ven-
trikel karena disrupsi ependimal pada sudut superolate-
ral tanduk frontal, yang terancam terhadap tekanan. PVL
dikira sebagai tanda hipertensi intraventrikuler yang
sedang atau telah berlangsung serta reversibel. Meka-
nisme kedua adalah leukoensefalopatia pada zona perba-
tasan arterial dekat tanduk frontal, yang terancam atas
keadaan hipoksik-iskemik. Dua jenis PVL ini harus didi-
ferensiasi.
HIDROSEFALUS TEKANAN - NORMAL Sesuai konvensi, sindroma hidrosefalik termasuk tanda
dan gejala peninggian TIK, seperti kepala yang besar
dengan penonjolan fontanel. Akhir-akhir ini, dilaporkan
temuan klinis hidrosefalus yang tidak bersamaan dengan
peninggian TIK. Diketahui bahwa kavum veli interpositi
atau kavum vergae bisa menyebabkan hidrosefalus. Hu-
bungan hidrosefalus nonhipertensif dengan kavum veli
interpositi belum pernah dilaporkan. Secara klinis pa-
sien biasanya tampil dengan kepala yang membesar dengan
fontanel cekung, gagal untuk tumbuh serta terlambat un-
tuk berkembang. Pemeriksaan neororadiologis memperli-
hatkan pembesaran ventrikel bersamaan dengan kavum ve-
li interpositi pada kebanyakan kasus. Sisterna basal
mungkin berdilatasi, namun tak ada atrofi kortikal.
HIDROSEFALUS DAN EFUSI SUBDURAL Tak biasa ditemukan kasus dimana hematoma (efusi) sub-
dural bersamaan dengan hidrosefalus internal serta bia-
sanya progresif. Sering bila kedua kelainan bersamaan,
keadaan patologi yang satu menjadi penyulit bagi yang
lainnya. Setiap kasus diklasifikasikan kedalam dua ke-
lompok utama, tergantung kelainan yang mana yang muncul
pertama: (1) kasus dimana hidrosefalus mengikuti hema-
toma subdural dan (2) kasus dimana hidrosefalus men-
dahului, dan kemudian dipersulit oleh hematoma subdural
yang sebabnya tidak diketahui.
Pada kasus jenis pertama, hematoma subdural atau
efusi subdural mengobstruksi jalur CSS subarakhnoid dan
menyebabkan hidrosefalus komunikans. Gangguan absorpsi
leptomening berperan kausatif yang nyata pada hidrose-
falus komunikans sekunder. Kelainan diatas termasuk he-
matoma subdural, perdarahan subarakhnoid, meningitis,
dan inflamasi leptomeningeal akibat operasi intrakrani-
al, cedera kranioserebral, dan karsinomatosis atau sar-
komatosis mening. Lesi ini tak hanya mengobstruksi ja-
lur subarakhnoid, menimbulkan hidrosefalus komunikans,
namun juga sering bertanggung-jawab atas efusi subdu-
ral. Inflamasi akut pada daerah yang luas dari leptome-
ning, menyebabkan fibrosis atau gliosis, yang akhirnya
mengganggu absorpsi CSS leptomeningovaskuller dan pada
saat yang sama menyebabkan pakhimeningitis yang hemo-
ragik, yang akan menimbulkan efusi subdural. Keadaan
ini sering setelah pengangkatan hematoma, dan dikira
terjadi bila hematomanya sudah terinfeksi.
Tak ada regimen yang dapat diterima untuk mengata-
si hematoma (efusi) subdural dan hidrosefalus yang ter-
jadi bersamaan, namun perlu menindak kedua kelainan ini
secara bersamaan pada beberapa kasus. Dengan kata lain,
kombinasi drainase ventrikuler dan cairan subdural
mungkin diperlukan. Pada beberapa kasus yang diikuti o-
perasi pintas, shunt mungkin ditutup transien atau bah-
kan diangkat untuk mengatasi hematoma (efusi) subdural,
selanjutnya shunt direkonstruksi. Bila infeksi belum
diobati atau berulang, terapi antibiotik dan drainase
ventrikuler eksternal diperlukan. Perlu untuk menghi-
langkan tekanan yang berasal dari cairan subdural dan
hipertensi intraventrikuler terhadap parenkhima otak.
Tabel 4-1. Klasifikasi
Hematoma (Efusi) Subdural dan Hidrosefalus
-------------------------------------------------------
Hidrosefalus mengikuti hematoma (efusi) subdural
Hidrosefalus mengikuti hematoma subdural
Hidrosefalus mengikuti efusi subdural
Hematoma (efusi) subdural mengikuti hidrosefalus
Hematoma (efusi) subdural pasca pintas
akibat disproporsi kranioserebral
Efusi subdural meningitik primer atau pasca pintas
Efusi subdural sebagai komplikasi ensefalografi
udara untuk hematoma atau cedera kepala
Fistula ventrikulosubdural spontan
-------------------------------------------------------
OPERASI PINTAS UNTUK HIDROSEFALUS Hidrosefalus internal ditindak dengan tiga cara: (1)
menurunkan produksi CSS, (2) memintas obstruksi CSS di-
dalam ventrikel, dan (3) mengalirkan CSS dari sistema
ventrikulosubarakhnoid keruang tubuh lain, dimana CSS
dapat diabsorpsi.
Berbagai jenis shunt digunakan, namun hanya dua,
ventrikulovenosa dan ventrikuloperitoneal yang dipakai
saat ini. Pada pintas ventrikulovenosa, komplikasi vas-
kuler seperti trombosis vena kava asenden dan vena ju-
gular internal, sepsis, dan endokarditis bakterial, se-
ring dijumpai. Pada pintas ventrikuloperitoneal, komp-
likasi abdominal seperti peritonitis tahap ringan meka-
nikal atau bakterial, ileus paralitik, dan sista yang
lokuler, sering terjadi. Karena pintas ventrikuloperi-
toneal tak mengharuskan untuk menginsersikan ujung dis-
tal shunt ke sistema vena, maka tindakan ini sangat se-
derhana, dan revisinya mudah, maka ia menjadi sangat
populer dikalangan ahli bedah-saraf.
Penelitian histologis terhadap hidrosefalus ekspe-
rimental memperlihatkan bahwa disrupsi lembar ependimal
dan edema periventrikuler terjadi segera, diikuti de-
generasi aksonal dan disintegrasi atau disrupsi mielin
sekunder terhadap degenerasi aksonal. Perubahan ini a-
khirnya menjadi gliosis. Pada tahap ini, kerusakan otak
biasanya irreversibel. Karenanya operasi pintas untuk
hidrosefalus harus dilakukan segera, sebelum terjadi
kerusakan otak yang irreversibel. Operasi pintas harus
dilakukan dalam tiga bulan sejak lahir. Kandidat yang
terbaik untuk operrasi pintas adalah hidrosefalus sim-
pel, dimana tidak berhubungan dengan defek anatomis dan
tidak ditemukan kerusakan otak.
KOMPLIKASI PASCA OPERASI PINTAS PADA HIDROSEFALUS Ada beberapa komplikasi pasca operasi pintas pada hid-
rosefalus.
Disfungsi Shunt Adalah komplikasi utama operasi pintas pada hidrosefa-
lus. CT scan adalah paling dapat dipercaya untuk meni-
lai fungsi shunt. Ventrikel yang berkurang ukurannya
setelah operasi pintas biasanya berdilatasi lagi bila
shunt gagal berfungsi. Perubahan yang tidak jelas dari
ukuran ventrikel menyulitkan dalam menilai tanpa CT
scan ulang, terutama bila malfungsi shunt terjadi pada
kasus surgically arrested hydrocephalus yang telah ber-
langsung lama. Malfungsi shunt harus didiagnosa baik
dengan CT scan maupun gejala klinis. Walau gejala mal-
fungsi shunt bermacam, namun cenderung untuk stereotip
pada setiap pasien. Contohnya pasien tertentu bisa me-
nunjukkan tanda Parinaud disaat kegagalan shunt, bahkan
bila CT scan tidak menunjukkan bukti disfungsi shunt.
Keadaan yang jarang, pasien dengan hidrosefalus
pasca operasi pintas tidak memperlihatkan gejala pe-
ninggian TIK karena malfungsi shunt dan dilatasi ringan
hingga sedang tampak pada CT scan. Hidrosefalus mungkin
dikompensasi pada keadaan ini (shunt-independent ar-
rested hydrocephalus). Revisi shunt harus dipikirkan
betul-betul pada setiap kasus.
Infeksi Shunt Adalah komplikasi utama yang terjadi setelah operasi
pintas pada hidrosefalus dan penyebab tersering dari
kegagalan shunt. Pengontrolan TIK adalah masalah serius
saat shunt terinfeksi. Insidens infeksi shunt adalah
delapan persen. Ventrikulitis atau meningitis karena
infeksi shunt yang terjadi segera atau kemudian menun-
jukkan prognosis yang buruk untuk fungsi otak. Stafilo-
kokus epidermidis adalah paling sering dapat diisolasi
dari kulit saat operasi yang mempunyai potensi pato-
gen. Kebanyakan infeksi disebabkan oleh S. epidermidis
dan S. aureus.
Saat ini tidak ada cara khusus yang memuaskan ter-
hadap shunt yang terinfeksi. Kebanyakan ahli bedah-sa-
raf menganggap pentingnya pengangkatan sistema shunt
yang terinfeksi. Dua cara yang umum diterima untuk tin-
dakan adalah: (1) pengangkatan shunt yang terinfeksi
dan insersi segera shunt yang baru dan (2) pengangkatan
shunt yang terinfeksi dan memulai drainase ventrikuler
eksternal, diikuti reinsersi shunt yang baru setelah
infeksi teratasi.
Pembentukan septum didalam ventrikel akibat epen-
dimitis adalah komplikasi yang serius. Drainase CSS
yang sempurna menjadi sangat sulit karena ventrikel
yang menjadi multilokuler.
Disproporsi Kranioserebral Pengurangan ukuran ventrikel pasca pintas menyebabkan
pembentukan ruang mati antara kalvarium yang meluas dan
permukaan konveksitas serebral, yang biasanya diisi
CSS. Ruang ini dibentuk oleh disproporsi kraniosere-
bral, akan berkurang dengan waktu, karena penutupan su-
tura dan fontanel serta pertumbuhan otak yang progre-
sif.
Bila shunting dilakukan setelah pertumbuhan otak
hampir maksimal dan ukuran kepala tidak berkurang de-
ngan penyempitan sutura dan fontanel, hematoma subdural
masif bisa terjadi setelah operasi pintas. Hematomaoma
subdural pasca pintas biasanya kecil dan biasanya hi-
lang tanpa tindakan. Pada keadaan yang jarang, ia bisa
meluas. Hematoma subdural yang dipacu oleh shunting bi-
sa mengalami kalsifikasi.
Ventrikel yang Slitlike Seraya jumlah revisi shunt akan berkurang dengan waktu,
ventrikel menjadi kecil secara abnormal dan pasien men-
jadi mudah mengalami dekompensasi atas peninggian TIK
yang ringan saat terjadi malfungsi shunt (shunt depen-
dency). Malfungsi shunt pada anak dengan ketergantungan
terhadap shunt dengan ventrikel yang slitlike adalah
komplikasi yang serius dan mungkin menjadi keadaan yang
berbahaya. Ventrikel yang slitlike tidak menunjukkan
pembesaran yang nyata, karena pengurangan distensibili-
tas dinding ventrikel disebabkan oleh fibrosis subepen-
dimal. CT scan biasanya tidak membantu dalam mendiagno-
sis malfungsi shunt pada kasus ini. Reinsersi ujung
proksimal dari shunt pada posisi yang tepat menjadi sa-
ngat sulit. Perdarahan intraventrikuler akibat pengang-
katan ujung proksimal yang tersumbat dan tap berulang
mungkin menyebabkan hemiplegia, letargi, dan keadaan
lainnya. Tak ada pengelolaan yang memuaskan saat ini
terhadap ventrikel yang slitlike. Konversi katup shunt
dari tekanan medium ke tinggi saat revisi elektif dan
dekompresi subtemporal pada saat malfungsi mungkin sa-
ngat bermanfaat.
Ventrikel Keempat yang Terisolasi Ventrikel keempat biasanya tetap berdilatasi, dengan
sistema ventrikuler proksimal dari akuaduktus menjadi
kolaps. Isolasi ventrikel keempat ini dikira akibat ob-
struksi inflamatori akuaduktus dan saluran keluar ven-
trikel keempat. Drainase CSS hanya dari kompartemen
supratentorial, yang mana terjadi pada hidrosefalus
kompartemen ganda, mungkin mengandung risiko herniasi
keatas yang mendadak dari vermis sebelah atas melalui
insisura tentorii. Pada keadaan ini dekompresi ventri-
kel keempat yang terisolasi, baik oleh insersi shunt
yang lain keventrikel keempat (shunt ganda) atau dengan
membuka ventrikel keempat yang terjebak, diutamakan.
Kraniosinostosis Pasca Operasi Pintas Setelah shunting, lingkar kepala biasanya berkurang un-
tuk beberapa bulan, hingga pertumbuhan otak mengisi ru-
ang mati akibat disproporsi kranioserebral. Bila shun-
ting dilakukan sebelum pertumbuhan otak maksimal, penu-
tupan sutura prematur, terutama sinostosis sagittal dan
penebalan kalvarium, bisa terjadi, namun sangat jarang.
5. MALFORMASI SEREBRAL A. SISTA ARAKHNOID Sista jinak intrakranial, bukan neoplasma sejati, namun
berefek serupa. Kebanyakan kurabel hingga mempunyai ke-
pentingan klinik.
Adalah sista jinak intrakranial tersering, sering
dijumpai asimtomatik dari CT scan. Adalah suatu LDR ek-
straserebral jinak yang diisi cairan jernih atau xan-
tokhromik. Dapat terjadi dimanapun arakhnoid berada,
predileksinya fisura Sylvian, konveksitas, fisura in-
terhemisfer, supra seller, parakolikuler, sudut serebe-
lopontin, dan regio retroserebeler.
Sejak diperkenalkan Bright 1831, dua patogenesis
utama dikembangkan. Sista intraarakhnoid, yang disebab-
kan splitting dan duplikasi membran arakhnoid, biasanya
tanpa hubungan dengan ruang subarakhnoid (noncommunica-
ting cyst). Bright menjelaskan sista arakhnoid difisura
Sylvian adalah sista serosa diarakhnoid. Dikatakannya
bahwa lobus temporal tertekan oleh sista, dan cairan
terakumulasi antara dua dinding membran arakhnoid yang
belah, namun tak ada kelainan yang dijumpai pada lobus
temporal. Teori lain adalah sista subarakhnoid, adalah
karena pembesaran sekunder ruang subarakhnoid akibat a-
desi arakhnoid, dan sistanya berhubungan dengan rongga
subarakhnoid (communicating cyst). Robinson menyebutkan
bahwa agenesis lobus temporal sebagai penyebab sista a-
rakhnoid difossa media, dan mengakui bahwa sista ter-
jadi sekunder karena pembesaran ruang subarakhnoid.
Berdasar sisternografi dan temuan operatif, diketahui
bahwa kedua jenis mungkin terjadi.
Dinding sista terdiri dari jaringan ikat, yaitu
sel epitel dan jaringan fibrosa. Terkadang mengandung
jaringan saraf. Setiap kasus biasanya berkaitan dengan
malformasi lain. Karenanya pemeriksaan histolofi membe-
ri aspek penting dalam pengelolaan sista arakhnoid.
Efek massa sista arakhnoid adalah akibat satu dari
tiga mekanisme: (1) peninggian ukuran sista akibat pa-
sasi osmotik cairan kedalam sista dari CSS, (2) sekresi
dari ependim yang melapisi dinding sista, bila ada, dan
(3) pasasi CSS kedalam dan terjebak didalam sista oleh
mekanisme 'bola dan katup' dari pintu masuk didinding
sista.
Presentasi Klinis Gejala dan tanda klinis yang umum dari sista arakhnoid
intrakranial adalah:
1. pembesaran kepala dan nyeri kepala akibat peninggian
TIK
2. penonjolan lokal tengkorak akibat efek massa dari
sista
3. bangkitan konvulsif
4. temuan kebetulan saat radiografi tengkorak atau ce-
dera kepala, dan perdarahan intrasistik atau hemato-
ma subdural setelah cedera kepala
Sista arakhnoid biasanya tampil diusia kanak-kanak, na-
mun terkadang onset gejala timbul diusia dewasa. Pe-
ninggian TIK adalah gejala yang umum, dan gejala fokal
jarang; jadi pembesaran kepala sering ditemukan selama
bayi dan anak kecil. Sista didalam fossa media, pada
permukaan hemisfer serebral, dan difossa posterior se-
ring berakibat penonjolan lokal vault tengkorak pada
daerah sista. Sista arakhnoid difossa media juga bisa
membesarkan fisura orbital superior dan berakibat ekso-
ftalmos, strabismus internal, dan keadaan sejenis, ka-
rena efek sista didalam orbita. Sista supraseller se-
ring tampil dengan atrofi optik, defek lapang pandang,
dan hipopituitarisme. Sista didekat sistema ventrikuler
sering berakibat hidrosefalus. Sista fossa posterior
tampil dengan ataksia cerebeler dan hidrosefalus serta
mulanya sulit dibedakan dari tumor serebeler. Sista pa-
rakolikuler bisa berakibat gejala yang sama seperti ne-
oplasma parakolikuler: hidrosefalus dan gejala okuler
disebabkan kompresi pelat kuadrigeminal. Beberapa sista
arakhnoid tetap asimtomatik sepanjang hidup, dengan pe-
nampilan gejala hanya saat cedera kepala.
Temuan Radiografik Penonjolan dan penipisan skuama temporal, elevasi sayap
kecil tulang sfenoid, pembesaran fisura orbital superi-
or, dan pergeseran keanterior sayap besar tulang sfe-
noid biasa ditemukan pada sista arakhnoid difossa medi-
a. Temuan ini tidak spesifik untuk sista arakhnoid di-
fossa media; temuan yang sama bisa dijumpai pada sub-
dural hematoma fossa media pada bayi, keadaan yang le-
bih jarang, dan pada displasia sfenoid pada neurofibro-
matosis. Sista arakhnoid fossa posterior dapat menye-
babkan penonjolan unilateral atau menyeluruh dari tu-
lang oksipital serta elevasi dari impresi sinus lateral
dan torkular herofili.
Sista arakhnoid tampil pada angiografi serebral
sebagai massa avaskuler ekstraaksial. Angiogram sere-
bral biasanya memperlihatkan pergeseran anterior sere-
belum dengan arsitektur vaskuler normal pada sista a-
rakhnoid pada daerah retroserebeler. Pada sista Dandy-
Walker, hipoplasia cabang vermian arteria serebelar
posterior inferior dan vena vermian adalah temuan defe-
rensial penting.
CT scanning adalah prosedur diagnostik untuk ke-
lainan ini. CT scan memperlihatkan tak hanya ukuran,
bentuk, dan lokasi sista, namun juga apakah ia memiliki
efek massa, dan apakah bersamaan dengan hidrosefalus.
Angiografi serebral jarang diperlukan untuk diagnosis
pasti dan diagnosis diferensial dari sista ini.
Sista arakhnoid tampak sebagai massa berbatas de-
ngan densitas rendah setingkat CSS. Dinding sista halus
dan tidak diperkuat oleh media kontras. Sisternografi
metrizamida diperlukan hanya untuk meneliti kemungkinan
adanya hubungan antara sista dan ruang subarakhnoid.
Sista arakhnoid difossa media atau fisura silvian
sering bersamaan dengan insula yang hipoplastik. Sista
fossa media harus didiferensiasi dari astrositoma sis-
tika, sista porensefalik pada lobus temporal, tanduk
temporal yang encysted, dan hematoma subdural kronik
juvenil, yang memiliki temuan CT scan serupa.
Sista parakolikuler sering menekan akuaduktus dan
menyebabkan hidrosefalus. Ia harus dibedakan dari dila-
tasi resesus suprapineal akibat stenosis akuaduktal dan
sista epidermoid pada regio pineal.
Sista retroserebeler sering jelas mengangkat ten-
torium dan karenanya mungkin tampak sebagai area den-
sitas rendah antara polus oksipital. Ventrikel keempat
biasanya tergeser kedepan dan keatas, dan sistema ven-
trikuler dikompartemen supratentorial berdilatasi se-
dang hingga berat. Walau pada sista Dandy-Walker ven-
trikel keempat tak ada, diferensiasi sista retroserebe-
ler yang bersamaan dengan hipogenesis vermis dari sista
Dandy-walker adalah sulit. Angiografi atau CT scan ven-
trikulografi metrizamida mungkin diperlukan. Pembesaran
sisterna magna mungkin memberikan temuan CT scan yang
serupa dengan kasus sista arakhnoid regio retroserebe-
ler, namun tidak menggeser ventrikel keempat atau meng-
gelembungkan vault secara jelas.
Pertimbangan Operasi Sista arakhnoid adalah lesi jinak nonneoplastik, namun
mungkin menekan struktur vital. Jadi penderita adalah
kandidat untuk tindakan operatif, yang morbiditas dan
mortalitasnya rendah. Operasi tidak selalu dilakukan
pada pasien dengan sista kecil tanpa gejala dan tidak
disertai efek massa, yang ditemukan secara kebetulan.
Pemeriksaan terpenting dalam menentukan apakah o-
perasi diindikasikan pada sista arakhnoid adalah CT
scan dan CT scan sisternografi radionuklida atau metri-
zamida. Pada pemeriksaan dinamik ini, perlu untuk meng-
amati hubungan antara sista dan ruang subarakhnoid se-
kitarnya, dan kecepatan hilangnya media kontras atau
radionuklida. Umumnya temuan sisternografik diklasifi-
kasikan pada empat jenis: (1) pengisian dini dan pem-
bersihan dini, (2) pengisian dini dan pembersihan lam-
bat, (3) pengisian lambat dan pembersihan lambat, dan
(4) tak ada pengisian.
Sista yang tidak memperlihatkan medium kontras pa-
da sisternografi biasanya memperlihatkan efek massa dan
dapat ditindak secara operatif. Terdapat beberapa per-
bedaan pendapat dalam menindak sista yang memperlihat-
kan pengisian dini dan pembersihan lambat pada sister-
nogram tanpa efek massa yang jelas. Bila pengosongan
lambat ditemukan pada sista komunikan bergejala, opera-
si dianjurkan. Tindakan operasi juga disarankan untuk
sista fossa media yang besar dan menyebabkan kemungkin-
an perdarahan yang akan terjadi yang disebabkan oleh
ruptur vena permukaan pada dinding sista. Setiap pasien
mungkin memperlihatkan beberapa gejala.
Ada dua cara tindakan bedah untuk sista arakhnoid,
membranektomi dan pintas sistoperitoneal.
Metode tersebut tak ada yang lebih unggul. Prin-
sipnya, operasi direk terhadap sista harus dilakukan
dalam usaha mendapatkan: (1) dekompresi yang layak, (2)
pemeriksaan histologis dinding sista, dan (3) inspeksi
otak sekitarnya. Pintas sistoperitoneal mempunyai keun-
tungan: (1) pada kasus sista yang sangat besar atau
bersamaan dengan hidrosefalus berat, pintas sistoperi-
toneal lebih disukai dalam usaha mencegah pergeseran o-
tak yang ekstrim akibat dekompresi mendadak, dan (2) o-
perasi pintas kurang invasif dan karenanya disukai un-
tuk pasien tua. Metoda manapun yang dipakai, kebanyakan
sista berkurang ukuran dan efek massanya serta memper-
lihatkan perbaikan klinis yang bertahan beberapa tahun
setelah operasi. Pendekatan direk memastikan bahwa sis-
ta adalah lesi nonneoplastik, sistik jinak.
B. PORENSEFALI DAN SKHIZENSEFALI Heschl mula-mula menjelaskan porensefali 1859 sebagai
'pore' pada otak akibat kelainan genetik atau cedera
pada germ plasm. Walau mungkin disebabkan cedera lahir
atau anoksia, kebanyakan adalah anomali kongenital.
Berbagai jenis dilaporkan setelah Heschl. Umumnya dide-
finisikan sebagai adanya rongga yang diisi cairan dida-
lam hemisfer serebral yang berhubungan dengan ventrikel
dan/atau ruang subarakhnoid. Terkadang defek luas ja-
ringan otak dipikirkan sebagai porensefali mengingat
komunikasinya dengan ruang CSS. Adanya defek otak tanpa
komunikasi dengan ruang CSS bisa disebut porensefali
tertutup.
Skhizensefali (porensefali sejati) adalah adanya
defek sistik bilateral ( sering simetris) atau terka-
dang unilateral dari hemisfer serebral yang biasanya
berhubungan, baik dengan ventrikel serta dengan ruang
subarakhnoid (porensefali simetris ganda). Skhizensefa-
li seperti dijelaskan Yakovlev dan Wadsworth, adalah
karena gangguan perkembangan serebrum (bentuk displas-
tik dari porensefali). Tampak sebagai defek berbentuk
celah sepanjang jaringan serebral, terutama pada fisura
Sylvian. Dinding dari sista dibatasi jaringan ikat,
membran glial, substansi kelabu, dan jaringan lain,
serta 'lapisan pia-ependimal' hampir selalu ada. Dua
jenis skhizensefali terjadi, yang pertama dibedakan o-
leh celah dengan bibir yang bersatu dan pembesaran tan-
duk oksipital ventrikel lateral (kolposefali), dan la-
innya oleh celah dengan bibir terpisah serta hidrosefa-
lus berat. Skhizensefali sering bersamaan dengan sub-
stansi kelabu yang heterotopik, agenesis korpus kalo-
sum, agenesis septum pelusidum, atrofi badan genikula-
tum lateral, dan pembesaran korpus striatum.
Tipe yang paling sering dari porensefali adalah
porensefali yang didapat (porensefali palsu) akibat
destruksi jaringan otak; kadang-kadang disebut ensefa-
lomalasia sentral (bentuk ensefaloklastik dari porense-
fali). Sista porensefali dari jenis ini umumnya berhu-
bungan dengan ventrikel, dan jarang dengan ruang suba-
rakhnoid.
Penyebab utamanya bisa dilihat ditabel. Ensefalo-
malasia adalah tingkat awal porensefali setelah nekro-
sis dan degenerasi sistik. Giri sentral dan pulau Reil
adalah daerah predileksinya. Porensefali tampak pada
ensefalosel fronto-orbital, ensefalosel temporo-orbit-
al, malformasi Chiari jenis III, dan keadaan serupa
mungkin suatu transformasi sistik dari blown out tan-
duk frontal ventrikel lateral. Porensefali bersamaan
dengan hidrosefalus dikira sebagai akibat perlunakan
jaringan otak karena iskemia, yang disebabkan gangguan
aliran darah serebral akibat peninggian TIK.
Presentasi Klinis Vault tengkorak ipsilateral biasanya lebih besar dari
sisi lainnya, dan kalvarium sisi yang terkena menebal.
Tulang tengkorak sisi terkena mungkin tipis, karena
terletak sepanjang sista porensefalik didalam hemisfer
serebral, dan CSS didalam sista memberikan tenaga pul-
satil kejaringan sekitarnya. Porensefali kadang-kadang
menyerupai hematoma subdural.
Porensefali pada bayi mungkin tampil sebagai re-
tardasi psikomotor dengan berbagai tingkatannya, atau
mungkin bersama dengan hemiparesis, bangkitan motor fo-
kal, atau gejala lainnya. Defisiensi mental berat dan
kelainan motor berkisar dari tetraplegia spastik hingga
rigiditas deserebrasi dapat disaksikan pada porensefali
displastik. Gangguan fungsional SSP lebih berat pada
kasus yang dengan hidrosefalus. Setelah masa kanak-ka-
nak awal, defisiensi mental jarang, dan kelainan per-
septual mungkin dijumpai. Porensefali klinis harus di-
duga bila pasien memperlihatkan hemiplegia spastik,
makrosefali asimetris, transiluminasi tengkorak unila-
teral, atau supresi tegangan pada satu sisi pada EEG.
Setiap temuan harus didiferensiasi secara klinik dari
diplegia spastik dan kelainan yang bersamaan. Porense-
fali sering dijumpai dengan gangguan sensori seperti
hemianestesi dan hemianopia, sebagai tambahan terhadap
kelainan motor. Gejala porensefali biasanya unilateral.
Tabel 5-1. Berbagai Jenis Porensefali yang Dilaporkan
-------------------------------------------------------
1. Porensefali (Heschl, 1859)
2. Ensefalomalasia (Kundrat, 1882)
3. Porensefali tipikal (Ernst, 1909)
4. Porensefali akibat flebotrombosis dan flebostasis
(Marburg, 1945)
5. Skhizensefali (Yakovlev dan Wadsworth, 1946)
a. Tanpa hidrosefalus
b. Dengan hidrosefalus
6. Porensefali sejati (Gross dan Kaltenback, 1960)
7. Porensefali sehubungan dengan anomali khromosom
(Tripoidi parsial) (Book dan Santesson, 1960)
8. Porensefali sehubungan dengan polimikrogiria
(Dekaban, 1965)
9. Porensefali familial (Warkany, 1971)
-------------------------------------------------------
Tabel 5-2. Patogenesis Porensefali
-------------------------------------------------------
Porensefali kongenital
Defek germ plasm Kecelakaan vaskuler intrauterina
Porensefali didapat (pseudoporensefali atau
porensefali ensefaloklastik)
Trauma lahir dan trauma lainnya
Pasca inflamasi meningitis, serebritis,
ventrikulitis, dll
Kecelakaan serebrovaskuler: trombosis, embolisme,
spasme berulang, perdarahan intraserebral, dll
Pasca bedah: pungsi ventrikel, drainase ventrikuler,
shunt yang malfungsi
Hidrosefalus dan ensefalosel
--------------------------------------------------------
Temuan Radiografik Defek porensefali tampak sebagai LDR avaskuler pada a-
ngiogram serebral. Angiografi serebral membantu menje-
laskan patogenesis porensefali, seperti kasus setelah
oklusi arteria serebral media. Angiografi serebral juga
membantu dalam diagnosis diferensial porensefali. Pada
hidranensefali, cabang sekunder atau tertier tak dapat
ditampilkan pada area yang luas oleh angiografi sereb-
ral, bahkan saat arteria serebral anterior tampil opak.
CT scan pasien dengan porensefali memperlihatkan
satu atau lebih area berdensitas rendah yang berbatas,
yang mempunyai densitas seperti CSS dan berhubungan de-
ngan ventrikel yang berdilatasi ringan hingga sedang.
Lesi tidak diperjelas oleh kontras. Ventrikel lateral
memperlihatkan dilatasi asimetris dengan atau tanpa
pergeseran garis tengah, yang disebabkan oleh gradien
tekanan antara hemisfer kiri dan kanan. Atrofi serebral
lokal sekitar sista porensefalik cenderung menyebabkan
pergeseran garis tengah. Sisternografi metrizamida atau
ventrikulografi mungkin diperlukan untuk menentukan hu-
bungan antara sista dengan ventrikel lateral. Sista
porensefalik mungkin berhubungan dengan ruang subdu-
ral dan dengan koleksi cairan subdural.
Porensefali mungkin memberikan gambaran pada CT
scan serupa dengan displasia lober, terutama displasia
lobus temporal, dan ruptur tanduk oksipital pada hidro-
sefalus kongenital berat. CT scan pasien dengan skhiz-
ensefali memperlihatkan rongga besar seperti celah pada
jaringan otak yang mengalami malformasi, sering sekitar
fisura silvian, akibat kelainan kongenital sulkasi dan
migrasi.
Porensefali harus didiferensiasi dari lesi sistik
serebral lainnya pada CT scan. Karena tidak ada kapsul
vaskuler sekitar sista porensefalik, maka tidak akan
diperjelas oleh penyuntikan medium kontras. Tumor sis-
tik dan abses memperlihatkan penguatan kontras, serta
nodulus atau cincin dapat disaksikan. Lipoma dan epi-
dermoid mempunyai nilai penguatan yang lebih rendah da-
ri CSS. Sista tumor otak seperti astrositoma biasanya
memperlihatkan nilai penguatan yang lebih dari CSS.
Sista arakhnoid memiliki daerah predileksi spesifik na-
mun juga menyebabkan pergeseran sistema ventrikuler
oleh efek massanya. Infark lama berhubungan dengan at-
rofi hemisfer serebral ipsilateral.
Pertimbangan Operasi Pasien yang hanya semata-mata dengan porensefali di-
dapat, bukan kandidat operasi, kecuali keadaannya ber-
samaan dengan hidrosefalus. Porensefali ditindak bedah
bila memiliki efek ma