anes (1).docx
-
Upload
anindita-candra-dewi -
Category
Documents
-
view
219 -
download
3
Transcript of anes (1).docx
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fraktur Mandibula
Definisi
Fraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada
mandibula.Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila
tidak ditangani dengan benar.
Fraktur mandibula dapat dibagi menjadi dua kelompok utama :
1.Fraktur tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan lunak
2. Fraktur dengan terbukanya tulang disertai dengan kerusakan yang hebat dari jaringan
lunak
Mandibula mudah terkena cedera karena posisinya yang menonjol, sehingga mandibula
mudah menjadi sasaran pukulan dan benturan.Daerah yang lemah pada mandibula adalah
daerah subkondilar, angulus mandibula, dan daerah mentalis.
Klasifikasi
Secara umum klasifikasi fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan
terminologi, yaitu :
1. Tipe fraktur
a. Fraktur simple atau fraktur tertutup, yaitu keadaan fraktur dengan jaringan lunak yang
terkena tidak terbuka.
b. Fraktur kompoun atau fraktur terbuka, yaitu keadaan fraktur yang berhubungan
dengan lingkungan luar, yakni jaringan lunak seperti kulit, mukosa atau ligamen
periodontal terpapar di udara.
c. Fraktur komunisi, yaitu fraktur yang terjadi pada satu daerah tulang yang diakibatkan
oleh trauma yang hebat sehingga mengakibatkan tulang hancur berkeping-keping
disertai kehilangan jaringan yang parah.
d. Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang
mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur ini
sering dijumpai pada anak-anak.
e. Fraktur patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan oleh adanya penyakit pada
mandibula, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista atau penyakit tulang sistemik.
Proses patologis pada mandibula menyebabkan tulang lemah sehingga trauma yang
kecil dapat mengakibatkan fraktur.
2. Lokasi fraktur
Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur mandibula
dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut :
3. Pola fraktur
a. Fraktur unilateral adalah fraktur yang biasanya tunggal pada satu sisi mandibula saja.
b. Fraktur bilateral adalah fraktur yang sering terjadi akibat kombinasi trauma langsung
dan tidak langsung, terjadi pada kedua sisi mandibula.
c. Fraktur multipel adalah variasi pada garis fraktur dimana bisa terdapat dua atau lebih
garis fraktur pada satu sisi mandibula. Lebih dari 50% dari fraktur mandibula adalah
fraktur multipel.
Gejala fraktur mandibula
Gejala yang timbul dapat berupa dislokasi, yaitu berupa perubahan posisi rahang yang
menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang bawah dan rahang atas.Jika
penderita mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa yang sakit jika
menggerakkan rahang, Pembengkakan pada posisi fraktur juga dapat menetukan lokasi
fraktur pada penderita. Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran dari
ujung tulang yang fraktur bila rahang digerakkan, laserasi yang terjadi pada daerah gusi,
mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur, discolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur
akibat pembengkaan, terjadi pula gangguan fungsional berupa penyempitan pembukaan
mulut, hipersalifasi dan halitosis, akibat berkurangnya pergerakan normal mandibula dapat
terjadi stagnasi makanan dan hilangnya efek self cleansing karena gangguan fungsi
pengunyahan.
Gangguan jalan nafas pada fraktur mandibula juga dapat terjadi akibat kerusakan
hebat pada mandibula menyebabkan perubahan posisi, trismus, hematom, edema pada
jaringan lunak.Jika terjadi obtruksi hebat saluran nafas harus segera dilakukan trakeostomi,
selain itu juga dapat terjadi anasthesi pada satu sisi bibir bawah, pada gusi atau pada gigi
dimana terjadi kerusakan pada nervus alveolaris inferior.
Pemeriksaan Penunjang
- Plain film, termasuk pandangan lateral-obliq, oklusal, posteroanterior, dan periapikal
- CT scan :memungkinkan dokter untuk survei fraktur wajah daerah lain, termasuk tulang
frontal, kompleks naso-ethmoid-orbital, orbit, dan seluruh sistem horizontal dan vertical
yang menopang kraniofasial.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur mandibula pada langkah awal bersifat kedaruratan seperti
jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah termasuk penanganan syok
(circulation), penanganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi
terhadap kemungkinan cedera otak.Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif
yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka
(open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang
telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang
selesai.
B. Anestesi Umum (General Anestesia)
Anestesi umum di definisikan sebagai hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh yang
disertaihilangnya kesadaran reversibel akibat pemberian obat anestesi.Pada anestesi umum
ada penekanan susunan saraf pusat yang menurun secara ireguler.Anestesi umum dapat di
definisikan lebih jauh sebagai suatu keadaan yang mana sistem fisiologis tertentu dari
tubuhdibawah kendali pengaturan luar oleh obat obatan anestesi.
Komponen Anestesi Umum
Pada anestesi umum terdapat trias anestesi yaitu hipnotik (hilang kesadaran),
analgetik dan relaksasi.Hipnotik dapat dilakukan dengan hambatan mental, analgetik dapat
dilakukan dengan hambatan sensoris dan relaksasi dengan hambatan refleks dan hambatan
motoris.
- ANALGESIA
Terjadi hambatan sensoris,stimulasi nyeri dihambat secara sentral sehingga tidak
dapat diartikan di korteks serebri.Analgesia bisa terjadi dalam berbagai tingkatan di mulai
dengan light analgesia (stadium I) sampai (true analgesia) di mana semua sensasi hilang.
- RELAKSASI
Bisa terjadi karena adanya hambatan motorik dan hambatan reflek .pada hambatan
motoris terjadi depresi area motorik di otak dan hambatan implus efferent,sehingga terjadi
relaksasi otot skelet.Efek depresi motoris ini tergantung dari kedalaman anestesi, di mana otot
pernapasan / diafragma yang paling akhir di tekan.Pada hambatan refrek, terjadi penekanan
reflek misalnya ada sistem respirasi untuk mencegah spasme bronhus, spasme laring,
pembentukan mukus.Pada sirkulasi untuk mencegah terjadinya aritmia dan pada
gastrointestinal untuk mencegah mual dan muntah.
- HIPNOTIK
Terjadi hambatan mental.Ada beberapa tingkatan dimulai dari tenang,sedasi, light
sleep (hipnosis),deep sleep (narkosis),complete anaesthesia,dan terakhir terjadi depresi
medulla oblongata.
Indikasi Anestesi Umum adalah :
1. Infant dan anak –anak
2. Operasi yang luas
3. Pasien dengan kelainan mental
4. Bila pasien menolak anestesi lokal
5. Operasi yang lama
6. Operasi di mana dengan anestesi lokal tidak praktis dan tidak menguntungkan
7. Pasien dalam terapi anti koagulan
8. Pasien yang alergi terhadap obat anestesi lokal
Pada anestesi umum inhalasi,masuknya obat sangat unik karena masuk melalui sistem
pernapasan. Gas anestetik melalui paru lalu masuk ke dalam darah arterial, dari darah arterial
masuk ke jaringan, demikian sebaliknya gas anestetik akan ke luar dari jaringan lalu masuk
ke dalam darah vena dan akhirnya ke paru dan seterusnya ke udara luar.
Pada saat induksi anestesi ,konsentrasi gas anestesi tertinggi adalah pada alveoli, sedangkan
pada eleminasi konsentrasi tertinggi adalah pada otak dan jaringan yang kaya pembuluh
darah lainnya.
Anestesi Umum Intravena
Pada anestesi umum intra vena tetap di pegang konsep balans anestesia, namun obat obat
anestesi semuanya di berikan secara intravena seginga di sebut dengan TIVA (Total Intra
Venous Anaesthesia). Pada anestesi umum terjadi trias anestesi, yaitu ;
- Hipnotik (tidak sadarkan diri = “mati ingatan”)
- Analgetik (bebas nyeri = “mati rasa”)
- Relaksasi (otot rangka = “mati gerak”)
Pada anestesi umum inhalasi atau intravena, trias anestesi dapat di peroleh dengan dosis
besar satu macam obat anestesi inhalasi atau intravena, tetapi akan di sertai adanya efek
samping. Misalnya dengan pentotal saja atau dengan halotan saja. Untuk mencegah efek
samping tersebut, maka anestesi umum dilakukan dengan konsep anestesi balans (anestesi
seimbang) di mana pasien diberikan obat untuk setiap komponen anestesi, yaitu hipnotik,
analgetik, dan relaksasi. Untuk terjadinya trias ini,maka pada anestesi umum inhalasi terjadi
blok sensoris, blok motorik,blok reflek dan blok mental.
BLOK SENSORIS
Stimulli pada endorgan di blok secara sentral dan stimuli tidak masuk ke dalam kortek
Tingkatan bervariasi ,dari stadium 1 sampai dengan stadium III di mana semua sensasi
hilang
Yang di tekan adalah kortek, hipotalamus, subcortical thalamik nuclei,semua sel sensoris
kranial
BLOK MOTORIS
Yang ditekanadalah premotor dan motor kortek subcortical dan extrapyramidal yang
terakhir di pengaruhi adalah otot pernapasan, mula-mula pada otot intercostal bawah, lalu
otot intercostal atas, dan kemudian otot diafragma.
BLOK REFLEKS
Reflek yang tidak menyenangkan harus di blok, misalnya pada sistem respirasi adalah
pembentukan mukus,spasme laring, spasme bronchus, pada sistem kardiovaskuler adanya
aritmia, pada sistem gastrointestinal adanya salivasi dan muntah
BLOK MENTAL
Untuk mencapai tidur ada beberapa tahapan ;
1. Tenang
2. Sedasi (ngantuk)
3. Hipnosis (light sleep)
4. Narkosis (deep sleep)
5. Anestesi penuh (complete anesthesia)
6. Paralisis pada medula (medullari paralysis)
Pada pemberian anestesi umum inhalasi, urutan bagian SSP yang terdepresi :
cortex cerebri
basal ganglia dan cerebellum
medula spinalis
medula oblongata
C. Obat – obat Anestesi
ANESTETIK INHALASI
- NITROUS OKSIDA (N2O)
N2O merupakan satu – satunya agen anestetik anorganik yang digunakan di klinik.
N2O memiliki sifat tidak berwarna, tidak berbau, tidak mudah meledak, dan tidak mudah
terbakar. Tidak seperti agen anestetik yang poten, N2O berbentuk gas pada suhu ruangan
dan tekanan ambien. N2O memiliki berat molekul rendah, berpotensi rendah, dan kelarutan
di darah yang rendah, yang lebih sering digunakan bersama opioid atau anestetik inhalasi
untuk menghasilkan anestesi umum. Efek analgesik bersifat prominen, menimbulkan
relaksasi minimal dari otot skelet.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
N2O cenderung menstimulasi sistem saraf simpatis. N2O secara langsung
mendepresi kontraktilitas miokard, tetapi tekanan darah arterial, cardiac output, dan
denyut jantung tidak berubah atau meningkat sedikit akibat stimulasi katekolamin.
Penurunan tekanan darah arteri dapat menyebabkan iskemia miokard. Konstriksi otot
polos vaskuler pulmonal meningkatkan resistensi vaskuler pulmonal, yang
mengakibatkan peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kanan. N2O
meningkatkan kadar katekolamin endogen, yang dihubungkan dengan insiden tinggi
dari aritmia yang dipengaruhi epinefrin.
N2O tidak merubah atau sedikit meningkatkan tekanan darah sistemik. N2O
juga akan mendepresi sinus caroticus. N2O sedikit meningkatkan cardiac output,
disebabkan efek simpatomimetik ringan dari N2O. Efek depresan miokard langsung
diimbangi oleh efek simpatomimetik. N2O tidak mengubah resistensi vaskuler
sistemik. N2O menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah kutaneus.Efek
simpatomimetik lebih terlihat saat N2O diberikan bersama halotan. Efek
simpatomimetik menunjukkan adanya aktivasi dari nukleus otak yang meregulasi
pengeluaran β – adrenergik dari sistem saraf pusat. Stimulasi sistem saraf simpatis
juga terjadi karena N2O menghambat ambilan nor epinefrin oleh paru, sehingga
mengakibatkan lebih banyak neurotransmiter yang menempel pada reseptor. Opioid
menghambat efek simpatomimetik, sehingga menyembunyikan efek depresan
langsung pada miokard.
2) Respirasi
N2O meningkatkan frekuensi pernapasan dan menurunkan volume tidal akibat
stimulasi sistem saraf pusat dan aktivasi reseptor regangan paru (> 1 MAC). Efek
bersih yang dihasilkan adalah perubahan minimal pada ventilasi semenit (MV) dan
kadar CO2 arteri saat istirahat. Hypoxic drive, yang merupakan respon ventilasi
terhadap hipoksia arterial yang dimediasi oleh kemoreseptor perifer di sinus caroticus,
terdepresi oleh sejumlah kecil N2O. N2O akan mendepresi respon ventilasi terhadap
hipoksemia yang secara normal di mediasi oleh sinus caroticus. N2O tidak
meningkatkan PaCO2.
3) Serebral
Melalui peningkatan CBF dan volume darah serebral, N2O menghasilkan
elevasi ringan pada TIK. N2O tidak menimbulkan amnesia retrograd atau gangguan
fungsi intelektual. Meskipun jarang, aktivitas kejang tonik – klonik terjadi setelah
pemberian N2O pada anak sehat. N2O merupakan vasodilator serebral yang lebih
poten dibanding isofluran. N2O tidak meningkatkan produksi CSF.
4) Neuromuskuler
N2O tidak menyebabkan otot skelet relaksasi, dan dengan dosis > 1 MAC
(diberikan dalam ruang hiperbarik) akan menghasilkan rigiditas otot skelet. N2O tidak
memiliki efek penghambat neuromuskuler. N2O merupakan pencetus hipertermia
maligna yang lemah.
5) Hepar
Aliran darah hepar berkurang selama pemberian N2O, tetapi terkecil di antara
agen volatil.
6) Gastrointestinal
N2O merupakan penyebab mual dan muntah paska operasi akibat aktivasi dari
chemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di medulla.
- ISOFLURAN
Isofluran merupakan metil etil eter terhalogenasi yang pada suhu ruangan berbentuk
cairan bening, mudah menguap dan tidak mudah terbakar.Isofluran memiliki bau
menyengat.Derajat kelarutan dalam darah sedang, potensi tinggi, sehingga memiliki onset
dan pemulihan anestesi yang cepat.Isofluran tidak memerlukan tambahan pengawet
dikarenakan stabilitasnya.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Depresi cardiac minimal terjadi pada pemberian isofluran. Cardiac output
dipelihara dengan peningkatan denyut jantung karena pemeliharaan baroreflek sinus
caroticus. Stimulasi ringan β – adrenergik meningkatkan aliran darah otot skelet,
menurunkan resistensi vaskuler sistemik, dan menurunkan tekanan darah arterial.
Isofluran mendilatasi arteri coronaria, tetapi tidak poten.Pada neonatus, pemberian
isofluran menyebabkan penurunan respon reflek sinus caroticus, yang terlihat dari
penurunan tekanan darah tanpa disertai peningkatan denyut jantung. Isofluran
meningkatkan tekanan atrial kanan dan aliran darah cutaneus. Isofluran merupakan
vasodilator koroner.
2) Respirasi
Depresi respirasi terjadi selama anestesi dengan isofluran. Penurunan pada
ventilasi semenit. Isofluran merupakan bronkhodilator yang baik tetapi tidak sebaik
halotan.
3) Neuromuskuler
Isofluranmerelaksasikan otot skelet.Isofluranmenghasilkan peningkatan efek obat
penghambat neuromuskuler.Isofluran dapat mencetuskan hipertermia maligna.
4) Hepar
Total aliran darah hepar (aliran arteri hepatica dan vena porta) berkurang selama
anestesi dengan isofluran. Suplai O2 hepar lebih terjaga dengan isofluran di banding
halotan.Fungsi hepar sedikit dipengaruhi.
- SEVOFLURAN
Sevofluran merupakan metil isopropil eter terfluorinasi.Sevofluran tidak berbau
menyengat, menghasilkan bronkhodilatasi dan menyebabkan iritasi saluran pernapasan
minimal.Sevofluran menyebabkan induksi dan pemulihan anestesi cepat setelah penghentian
pemberian anestetik.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Sevofluran secara lemah mendepresi kontraktilitas miokard.Resistensi vaskuler
sistemik dan tekanan darah arterial menurun sedikit dibanding isofluran.
2) Respirasi
Sevofluran mendepresi respirasi dan melawan bronkhospasme.
3) Serebral
Sevofluran menyebabkan peningkatan ringan pada CBF danTIK.Konsentrasi tinggi
dari sevofluran dapat mengganggu autoregulasi dari CBF, yang mengakibatkan
penurunan CBF selama hipotensi hemoragik.Kebutuhan O2 metabolik serebral menurun.
4) Neuromuskuler
Sevofluran menghasilkan relaksasi otot yang adekuat untuk intubasi anak secara
induksi inhalasi.
5) Hepar
Sevofluran menurunkan aliran darah vena porta, tetapi meningkatkan aliran darah
arteri hepatica, sehingga dapat memelihara total aliran darah hepatica dan penghantaran
O2.
ANESTETIK NON VOLATIL
- THIOPENTAL
Larutan thiopental merupakan larutan yang sangat basa (pH 10.5), stabil dan steril
sampai 6 hari. Larutan ini kompatibel untuk di campur dengan opioid, katekolamin, dan
pelumpuh otot.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Pada pasien normovolemia, thiopental 5 mg/kg, menyebabkan penurunan
sementara tekanan darah sebesar 10–20 mmHg yang dikompensasi dengan peningkatan
denyut jantung.Thiopental menimbulkan efek depresi miokard yang minimal hingga
tidak ada.Kompensasi takikardia dan tidak berubahnya kontraktilitas miokard disebabkan
peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis perifer yang dimediasi baroreseptor sinus
caroticus.
Pemberian thiopental intravena perlahan lebih memungkinkan bekerjanya respon
reflek kompensasi sehingga meminimalkan penurunan tekanan darah sistemik.Pemberian
dosis 50 mg secara perlahan dan bertahap untuk mencapai tujuan klinis utama lebih baik
daripada pemberian dosis tunggal intravena.
2) Respirasi
Thiopental menurunkan sensitivitas pusat ventilasi medulla terhadapstimulasi CO2.
3) Serebral
Infus kontinyu thiopental, 4 mg/kg, menghasilkan EEG isoelektrik yang konsisten
mendekati penurunan maksimal kebutuhan O2 metabolik otak.
4) Hepar
Thiopental menghasilkan penurunan ringan aliran darah hepar.Dosis induksi
thiopental tidak mengganggu tes fungsi hati paska operasi.
5) Reaksi Alergi
Thiopental menghasilkan gejala reaksi alergi tanpa paparan sebelumnya, sebagai
reaksi anafilaktoid.
- BENZODIAZEPIN
Benzodiazepin merupakan obat yang digunakan untuk mendapatkan efek utama
farmakologik :
Anxiolisis
Sedasi
Anti konvulsan
Relaksasi otot skelet
Amnesia anterograd
Benzodiazepin menggantikan barbiturat untuk medikasi preoperatif dan menghasilkan sedasi
selama anestesi.Midazolam telah mengganti peran diazepam yang diberikan pada periode
selama operasi untuk medikasi pre operatif dan sedasi intra vena.
Efek pada Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Benzodiazepin memperlihatkan efek depresan kardiovaskuler yang minimal
walaupun pada dosis induksi.Tekanan darah arteri, cardiac output, dan resistensi vaskuler
perifer sedikit menurun, sedangkan heart rate meningkat.Midazolam cenderung
menurunkan tekanan darah dan resistensi vaskuler perifer lebih dari diazepam. Perubahan
dalam variabilitas heart rate selama sedasi midazolam menandakan adanya tonus vagal
yang menurun (drug induced vagolysis).
2) Respirasi
Benzodiazepin menekan respon ventilasi terhadap CO2. Depresi ini biasanya tidak
signifikan kecuali jika obat diberikan intra vena atau bersama dengan depresan napas
yang lain. Diazepam dan midazolam sudah dapat menimbulkan henti napas. Kurva dose –
response yang curam, onset yang sedikit memanjang (dibandingkan dengan thiopental
atau diazepam), dan potensi tinggi dari midazolam mengharuskan titrasi yang seksama
untuk menghindari overdosis dan apneu. Ventilasi harus dimonitor pada semua pasien
yang menerima benzodiazepin intra vena, dan peralatan resusitasi harus tersedia.
3) Serebral
Benzodiazepin menurunkan konsumsi O2 serebral, aliran darah serebral, dan TIK
tetapi tidak setinggi barbiturat. Obat ini sangat efektif dalam mencegah dan
mengendalikan grand mal seizures. Dosis sedatif oral menghasilkan amnesia anterograd.
Efek pelumpuh otot ringan dari obat ini dimediasi pada tingkat medulla spinalis, bukan di
neuromuscular junction. Anxiolisis, amnesia, dan efek sedatif terlihat pada dosis rendah
dan berlanjut ke stupor dan tidak sadar pada dosis induksi. Dibandingkan dengan
thiopental, induksi dengan benzodiazepin menghasilkan penurunan kesadaran lebih
lambat dan pemulihan lebih panjang. Benzodiazepin tidak memiliki efek analgesik
langsung.
- MIDAZOLAM
Midazolam merupakan benzodiazepin larut air dengan cincin midazolam yang
menjadi stabil dalam larutan aqueus dan metabolisme yang cepat. Midazolam
menggantikan peran diazepam sebagai medikasi pre operatif dan sedasi. Dibandingkan
diazepam, midazolam 2–3 kali lebih poten. Midazolam memiliki afinitas untuk reseptor
benzodiazepin 2 kali dari diazepam. Efek amnesia midazolam lebih poten daripada efek
sedatif.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Midazolam 0.2 mg/kg intravena, untuk induksi anestesi memproduksi penurunan
yang lebih besar pada tekanan darah sistemik dan peningkatan denyut jantung
daripada diazepam 0.5 mg/kg intravena. Midazolam menginduksi perubahan
hemodinamik yang sama dengan perubahan yang disebabkan oleh thiopental 3 – 4
mg/kg intra vena. Cardiac output tidak diubah oleh midazolam, menandakan bahwa
perubahan tekanan darah disebabkan oleh penurunan resistensi vaskuler sistemik.
2) Respirasi
Midazolam menghasilkan penurunan dalam ventilasi dengan dosis 0.15 mg/kg
intra vena sama dengan diazepam 0.3 mg/kg intra vena. Apneu transien dapat terjadi
setelah injeksi dosis besar yang cepat dari midazolam (> 0.15 mg/kg intravena),
terutama pada medikasi pre operatif. Midazolam menekan reflek menelan dan
menurunkan aktivitas saluran pernapasan.
3) Serebral
Midazolam menghasilkan penurunan kebutuhan metabolik O2 serebral dan aliran
darah serebral analog terhadap propofol dan barbiturat. Midazolam tidak
menyebabkan EEG isoelektrik. Midazolam menyebabkan penurunan aliran darah
serebral regional dalam area otak yang berhubungan dengan fungsi normal dari
arousal, perhatian, dan memori. Vasomotor serebral sensitif terhadap CO2 selama
anestesi midazolam. Midazolam merupakan alternatif untuk barbiturat pada induksi
anestesi untuk pasien dengan lesi intra kranial. Seperti thiopental, induksi anestesi
dengan midazolam tidak mencegah peningkatan TIK yang berhubungan dengan
laringoskopi direk atau intubasi trakea. Midazolam merupakan anti konvulsan poten
yang efektif untuk terapi status epileptikus.
Penggunaan Klinis
Midazolampaling sering digunakan untuk medikasi preoperatif pada pediatrik.
1) Medikasi Pre Operatif
Midazolam oral sirup 2 mg/ml, efektif untuk menghasilkan sedasi dan anxiolisis pada
dosis 0.25 mg/kg dengan efek minimal pada ventilasi. Saturasi O2diberikan pada
dosis1 mg/kg (maksimum 20 mg). Midazolam 0.5 mg/ kg diberikan secara oral 30
menit sebelum induksi menghasilkan sedasi dan anxiolitis pada anak tanpa
pemanjangan pulih sadar.Amnesia retrograd terjadi ketika diberikan secara oral 10
menit sebelum operasi.
2) Sedasi Intravena
Midazolam dosis 1.0–2.5 mg intravena efektif untuk sedasi selama anestesi
regional.Efek samping yang signifikan adalah depresi ventilasi yang disebabkan
penurunan dalam hipoksia.Efek depresan ventilasi dari midazolam lebih dari
lorazepam dan diazepam.Midazolam menginduksi depresi ventilasi, sinergis dengan
opioid dan obat depresan SSP lainnya.
3) Induksi Anestesi
Induksi anestesi dengan pemberian 0.1–0,2 mg/kg intra vena. Onset ketidaksadaran
difasilitasi ketika opioid mendahului injeksi midazolam
1 – 3 menit.
4) Pemeliharaan anestesi
Midazolam diberikan sebagai suplemen opioid, propofol, atau anestesi inhalasi
selama pemeliharaan anestesi. Kebutuhan akan agen anestesi menurun dalam dosis
terkait dengan midazolam. Pulih sadar induksi dengan midazolam 1 – 2.5 kali lebih
lama dibanding penggunaan thiopental.
5) Sedasi Pasca Operatif
Pemberian intra vena midazolam jangka panjang (loading dose 0,5 – 4 mg intra vena
dan dosis pemeliharaan 1 – 7 jam intra vena) memproduksi sedasi pada pasien yang
diintubasi.
6) Gerakan Paradoks pita suara
Merupakan penyebab obstruksi jalan napas atas non organik dan stridor paska operasi.
Midazolam dosis 0.5 – 1.0 mg intra vena.
- DIAZEPAM
Merupakan benzodiazepin larut lipid tinggi dengan durasi aksi yang lebih panjang di banding
midazolam.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Diazepam dosis 0.5 – 1 mg/kg intra vena menghasilkan penurunan minimal tekanan
darah sistemik, cardiac output dan resistensi vaskuler sistemik.
2) Respirasi
Diazepam menghasilkan efek depresan minimal pada ventilasi yang tampak dengan
tidak terjadinya peningkatan PaCO2 hingga dosis 0,2 mg/kg intra vena. Efek depresan
ventilasi dipulihkan dengan stimulasi operasi tetapi tidak dengan nalokson.
3) Otot Skelet Neuromuskuler
Efek relaksan otot skelet menggambarkan aksi diazepam pada neuron spinal
internuncial dan tidak beraksi pada hubungan neuromuskuler.
Penggunaan Klinik
Diazepam merupakan obat medikasi preoperatif untuk dewasa dan benzodiazepin yang
sering dipilih untuk terapi delirium.Efek relaksasi otot skelet sering digunakan dalam tata
laksana penyakit discus lumbal.
Aktivitas Antikonvulsan
Diazepam 0.1 mg/kg intra vena efektif dalam menghilangkan aktivitas kejang yang
disebabkan lidokain, delirium, dan status epileptikus.
OBAT ANESTESI INTRA VENA NON BARBITURAT
- KETAMIN
Ketamin merupakan derivat fenisiklidin yang menghasilkan anestesi disorientasi,
ditandai dengan kejadian disosiasi pada EEG antara sistem thalamokortikal dan
limbik.Anestesi disosiasi menyerupai status kataleptik yang menyebabkan mata tetap terbuka
dengan nistagmus lambat. Ketamin memberi keuntungan daripada propofol dan etomidat
karena larut dalam air dan menghasilkan analgesia yang cukup pada dosis sub anestesi.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Ketamin meningkatkan tekanan darah arteri, denyut jantung, dan cardiac
output.Efek kardiovaskular tidak langsung ini adalah karena stimulasi sistem saraf
simpatis sentral dan inhibisi terhadap ambilan ulang dari norepinefrin.Perubahan dalam
peningkatan tekanan arteri pulmoner dan kerja otot jantung juga ditemukan.Ketamin
harus dihindarkan pada pasien dengan penyakit arteri koroner, tekanan darah tinggi yang
tidak terkendali, gagal jantung kongestif, dan aneurisma arteri.Efek langsung depresan
miokard pada dosis ketamin yang besar, disebabkan karena inhibisi kalsium transien,
terbuka oleh blokade simpatis atau cadangan katekolamin yang makin
menipis.Sebaliknya, efek stimulasi tidak langsung dari ketamin menguntungkan pasien
dengan syok hipovolemik akut.
Tekanan darah arteri sistemik dan pulmonal, heart rate, cardiac output, cardiac work,
dan kebutuhan oksigen miokard meningkat setelah pemberian ketamin intra vena.
Tekanan darah sistolik meningkat secara progresif selama 3 – 5 menit pertama setelah
injeksi intravena ketamin dan kemudian menurun setelah 10 – 20 menit.
2) Respirasi
Gerakan ventilasi sedikit dipengaruhi oleh dosis induksi ketamin, walaupun
pemberian bolus intra vena secara cepat atau medikasi pra operatif dengan opioid dapat
menyebabkanapneu.Ketamin merupakan bronkhodilator potendan agen induksi yang
baik untuk pasien asma.Meskipun reflek saluranpernapasan atas sebagian besar tetap
terjaga, pasien dengan resiko tinggi terjadinya pneumonia aspirasi
harusdiintubasi.Hipersalivasi yang dihubungkan dengan ketamin dapat dikurangi dengan
premedikasi obat antikolinergik.Ketamin tidak menghasilkan depresi ventilasi.
3) Serebral
Konsisten dengan efek kardiovaskulernya, ketamin dapat meningkatkan konsumsi
oksigen serebral, aliran darah serebral, dan TIK. Efek ini membatasi penggunaan pada
pasien dengan space occupying lesion intrakranial. Efek samping psikomimetik yang
tidak diinginkan selama kondisi pemulihan lebih sedikit terjadi pada anak dan pada
pasien yang diberikan premedikasi dengan benzodiazepin. Diantara obat anestesi non
volatil, ketamin merupakan obat anestesi yang lebih mendekati lengkap karena
menghasilkan analgesia, amnesia, dan ketidaksadaran.
Penggunaan Klinis
Ketamin menimbulkan analgesia pada dosis sub anestesi dan menghasilkan induksi
anestesi bila diberikan intravena pada dosis lebih tinggi.
a) Analgesia
Analgesia yang kuat dicapai dengan dosis sub anestesi ketamin
0.2–0.5 mg/kg intra vena. Efek analgesia ketamin adalah primer sesuai aktivitas di
thalamus dan sistem limbik, yang bertanggung jawab terhadap interpretasi nyeri.
Dosis kecil ketamin digunakan sebagai ajuvan opioid analgesia.
b) Analgesia Neuroaksial
Efek epidural ketamin relatif kecil, tetapi kombinasi dengan analgesia epidural
sebagai ajuvan, menghasilkan efek sinergis. Pemberian intratekal (50 mg dalam 3
ml salin) menghasilkan analgesia ringan. Ketamin dikombinasikan dengan
epinefrin untuk memperlambat absorpsi.
c) Induksi Anestesi
Induksi anestesi dihasilkan dengan pemberian ketamin 1–2 mg/kg intra vena atau
4–8 mg/kg intra muskuler. Injeksi ketamin intra vena tidak menimbulkan nyeri
atau iritasi vena. Kesadaran hilang dalam
30–60 detik setelah pemberian intra vena dan 2–4 menit setelah injeksi intra
muskuler. Pulih sadar terjadi dalam 10–20 menit setelah dosis induksi ketamin
diberikan, tetapi orientasi penuh membutuhkan tambahan waktu 60–90 menit.
Induksi anestesi pada pasien akut hipovolemia sering dilakukan dengan ketamin,
dengan keuntungan efek stimulasi kardiovaskuler. Kombinasi dosis sub anestesi
ketamin dengan propofol menghasilkan anestesi dengan hemodinamik yang lebih
stabil dibanding propofol dengan fentanil, untuk mencegah reaksi pemulihan yang
tidak diinginkan dari pemberian ketamin dosis besar.
Keuntungan ketamin pada saluran pernapasan adalah efek bronkhodilatasi yang
menjadikan ketamin sebagai obat pilihan induksi cepat pada pasien asma.
Ketamin sebaiknya dihindari pada pasien dengan hipertensi pulmonal atau
sistemik atau TIK meningkat. Ketamin diberikan pada pasien dengan hipertermia
maligna.
d) Pemulihan Toleransi Opioid
Pemberian sub anestesi ketamin (0.3 mg/kg/jam) menurunkan kejadian toleransi
opioid dan menghasilkan anestesi.
e) Perbaikan Depresi Mental
Reseptor NMDA untuk glutamat dilibatkan pada patofisiologi depresi mental dan
mekanisme kerja antidepresan. Sebagai antagonis NMDA, ketamin dalam dosis
kecil memperbaiki depresi post operatif pada pasien dengan depresi mental.
Efek Samping
a) Sistem Saraf Pusat
Ketamin meningkatkan aliran darah serebral.
b) Tekanan Intrakranial
Pasien dengan lesi intrakranial secara umum lebih mudah mengalami peningkatan
TIK setelah pemberian ketamin.
- PROPOFOL
Pemberian propofol intra vena 1.5–2.5mg/kg menimbulkan ketidaksadaran dalam 30
detik. Kesadaran yang diperoleh setelah induksi anestesi dengan propofol lebih cepat dan
sempurna di banding obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi intra vena.
Efek terhadap Sistem Organ
1) Kardiovaskuler
Efek utama propofol terhadap sistem kardiovaskuler adalah penurunan tekanan
darah arteri akibat resistensi vaskuler sistemik yang menurun drastis (inhibisi aktivitas
vasokonstriktor simpatis), kontraktilitas jantung, dan preload.Hipotensi lebih jelas
dibanding dengan thiopental tetapi ditutupi oleh rangsangan yang menyertai laringoskopi
dan intubasi. Faktor – faktor yang memperburuk hipotensi antara lain dosis yang besar,
suntikan cepat, dan umur tua. Propofol dengan jelas mengganggu respons normal
baroreflek arteri menjadi hipotensi, terutama sekali pada kondisi normokarbia atau
hipokarbia. Perubahan pada denyut jantung dan cardiac output bersifat sementara dan
tidak signifikan pada pasien sehat, tetapi dapat berubah menjadi sangat berat hingga
memicu asistol, terutama pada pasien dengan usia ekstrim, dalam terapi kronotropik
negatif, atau sedang dalam prosedur operasi yang berhubungan dengan reflek
oculocardiac.
Pasien dengan fungsi ventrikel yang terganggu dapat mengalami penurunan drastis
pada cardiac output sebagai akibat penurunan tekanan pengisian ventrikel dan
kontraktilitas.Meskipun konsumsi oksigen miokard dan aliran darah koroner menurun,
produksi laktat sinus koroner meningkat pada beberapa pasien. Hal ini mengindikasikan
adanya mismatch antara permintaan dan suplai oksigen miokard.
2) Respirasi
Propofol merupakan depresan sistem pernapasan yang dalam yang biasanya
menyebabkan apneu setelah dosis induksi. Ketika digunakan untuk pemberian sedasi
yang sadar pada dosis sub anestesi, infus propofol menghambat pengarah ventilatory
hypoxic dan menekan respon normal terhadap hiperkarbia. Depresi reflek saluran
pernapasan atas yang diinduksi oleh propofol melebihi thiopental dan sangat membantu
selama intubasi atau insersi LMA tanpa pemakaian pelumpuh otot.Propofol dapat
menyebabkan pelepasan histamin.Propofol menyebabkan bronkhodilatasi dan
menurunkan wheezing intraoperatif pada pasien asma.
3) Serebral
Propofol menurunkan kecepatan metabolik oksigen serebral (CMRO2), aliran darah
serebral dan TIK.Pada pasien dengan TIK yang meningkat, propofol dapat menyebabkan
reduksi yang kritis pada CPP (< 50 mm Hg). Propofol dan thiopental memberikan
proteksi serebral yang sama selama iskemia fokal. Propofol memiliki efek anti pruritus
dan efek anti emetik.Induksi dapat disertai gejala eksitasi seperti kejang otot, gerakan
spontan, opistotonus, atau cegukan mungkin akibat antagonis glisin sub kortikal.Propofol
menurunkan tekanan intraokular.
Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan lesi desak
ruang intra kranial tidak meningkatkan TIK.Dosis besar propofol dapat menurunkan
tekanan darah sistemik dan perfusi serebral.Autoregulasi serebrovaskuler terjadi sebagai
respon terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan reaktivitas aliran darah serebral
terhadap perubahan PaCO2 pada pemberian propofol dan midazolam.
Penggunaan Klinis
Propofol digunakan sebagai obat induksi pilihan untuk berbagai induksi, terutama ketika
pulih sadar dibutuhkan cepat dan sempurna. Pemberian propofol sebagai infus kontinyu
digunakan untuk menimbulkan efek sedasi bagi pasien yang di rawat di ICU.
1) Induksi Anestesi
Dosis induksi propofol 1.5–2.5 mg/kg intra vena, dengan konsentrasi di darah 2–6 µg/ml
menghasilkan ketidaksadaran pada pasien. Kesadaran terjadi pada konsentrasi propofol
plasma 1 – 1.5 µg/ ml.
2) Sedasi Intra Vena
Pemulihan cepat tanpa efek residual dan insiden nausea dan vomitus yang rendah
membuat propofol lebih sesuai untuk teknik sedasi pada pasien sadar secara ambulatorik.
Dosis khusus untuk sedasi pada pasien sadar 25 – 100 µg/ kg/menit intra vena, dimana
akan menghasilkan efek analgesia minimal dan efek amnesia. Midazolam dan opioid
dapat ditambahkan pada propofol untuk sedasi intravena yang kontinyu.
3) Pemeliharaan Anestesi
Dosis propofol yang digunakan untuk pemeliharaan anestesi adalah
100 – 300 µg/kg/menit intra vena seringkali di kombinasi dengan opioid kerja singkat.
4) Efek Anti Emetik
Insiden nausea dan vomitus post operatif menurun ketika propofol diberikan, tanpa
memperhatikan teknik anestesi atau obat anestesi yang digunakan. Dosis sub hipnotik
propofol (10–15 mg intravena) digunakan dalam perawatan post operatif untuk
mengatasi nausea dan vomitus. Konsentrasi propofol plasma sebagai anti emetik didapat
pada dosis tunggal intra vena sebesar 10 mg diikuti 10 µg/kg/menit.
5) Efek Anti Pruritus
Propofol 10 mg intra vena efektif dapat mengatasi pruritus yang berhubungan dengan
opioid neuroaksial atau kolestasis.
6) Aktivitas Anti Konvulsi
Propofol memiliki efek anti epileptik.
7) Bronkhokonstriksi
Propofol menurunkan prevalensi wheezing setelah induksi anestesi dan intubasi
endotrakheal pada pasien sehat dan penderita asma.
Interaksi Obat
Pelumpuh otot non depolarisasi dapat dipotensiasi oleh formulasi propofol sebelumnya, yang
berisi cremophor.Formulasi terbaru tidak menimbulkan interaksi potensiasi.
Konsentrasi fentanil dan alfentanil dapat meningkat pada pemberian propofol secara
bersamaan. Penambahan dosis kecil midazolam sebelum induksi dengan propofol
menghasilkan efek sinergistik.
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pandean, Ngablak, Magelang
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 8 Oktober 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Patah pada tulang rahang bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk RSUD Salatiga dengan keluhan patah pada tuang rahang bawah.Keluhan
tersebut dialami pasien sejak 2 hari yang lalu karena kecelakaan lalu lintas.Gigi depan
bagian atas dan bawah pasien juga patah dan lepas. Selain itu pasien juga mengalami
nyeri pada rahang bawah terutama pada saat membuka mulut.Tidak ada keluhan nyeri
kepala, sesak napas, batuk, mual dan muntah.Tidak ada gangguan pada BAB dan BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat penyakit ginjal : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kondisi Umum : Sedang BB :60 kg
Tingkat Kesadaran : Composmentis TB :162 cm
Status Gizi : Cukup
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Denyut Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,6°C
Pernapasan : 22 x/menit
Kepala – Leher : Normocephal, konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
sianosis (-), pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thoraks
Paru :
- Normothoraks
- Ekspansi dada simetris kiri-kanan
- Retraksi dinding dada (-/-)
- Nyeri tekan (-/-)
- Bunyi paru : bronkovesikuler
- Bunyi tambahan : ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung :
Bunyi jantung I-II murni, regular
Murmur (-)
Gallop (-)
Abdomen :supel (+), distensi (-), peristaltik (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas :Akral hangat (+/+), CRT < 2 dtk
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 16.3 12 - 16 g/dL
Hematokrit
Eritrosit
Lekosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
PTT
APTT
LED 1
LED 2
Kimia
GDS
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
Imuno / serologi
HbsAg (rapid)
51.5
5.65
22.21
201
91.0
28.8
31.7
13.2
32.1
2
3
90
24
0.5
56
27
negative
38.00– 47.00 %
4 - 510̂ 6/uL
4.5 - 11 10̂ 3/uL
150– 4510̂ 3/ul
85 - 100 fL
28 - 31 pg
30– 35 g/dl
11.5 – 15.5 detik
24 – 36.2 detik
P: 3-8 mm , W: 6-11 mm
P: 5-18 mm , W: 6-20 mm
80 – 144 mg/dl
10 – 50 mg/dl
0.6 – 1.1 mg/dl
< 31 U/l
< 32 U/l
negative
Foto panoramic
Hasil :
- tampak discontinuitas complete pada corpus mandibula sinistra
- premolar 2 sinistra aspek inferior tampak fracture
Kesan :
- complete fracture pada corpus mandibula sinistra
- fracture premolar 2 sinistra aspek inferior
V. DIAGNOSIS
Fraktur Os Mandibula
VI. TERAPI
Fiksasi dan reposisi fraktur mandibula
VII. RENCANA ANESTESI
Jenis Anestesi : Anestesi umum (TIVA)
Tehnik anestesi : Intubasi dengan NTT no. 6
Posisi : Supine
Premedikasi : Sulfas atropine 0,25 mg , Midazolam (anesfar) 2 mg, 02 2
lpm
Medikasi/induksi : Ketamin 100 mg, Propofol (proanes) 120 mg,
Atracuriumbesylate 10 mg
Maintenance : Sevoflurane, O2 2 lpm, N20 2 lpm
BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis fraktur mandibula pada pasien ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaanfisik
dan pemeriksaan penunjang.Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien
dengankelainan sistemik ringan, tidak terdapat keterbatasan fungsional dan aktivitassehari-
hari).
Jenis anestesi yang digunakan bergantung pada penyakit dan keadaan pasien.Pada
pasien ini dipilih teknik general anestesiTIVA.Pada fraktur mandibula, proses intubasi akan
sulit dan intubasi sebaiknya dilakukan melalui nasofaringeal airway(hidung). Adapun
penyulit intubasi melalui oral pada fraktur mandibula, yaitu jika fraktur telah terjadi selama 3
bulan dan belum dikoreksi, pembentukan hard callus selama proses bone healing akan
membuat pergerakan tulang menjadi kaku yang akan menyulitkan pasien membuka mulut
dalam proses intubasi. Pada pasien ini tetap dipilih metode intubasi melalui oral dengan
pertimbangan bahwa fraktur baru terjadi 2 hari yang lalu sehingga belum terbentuk hard
callus. Selain itu, penggunaan intubasi melalui nasal akan menyebabkan komplikasi
epistaksis dan diseksi submukosa.
Jenis premedikasi yang diberikan adalahsulfas atropin 0,25 mg, midazolam 2 mg dan
ketamin 100 mg. Kemudian dilanjutkan dengan induksi anestesi yang merupakan tindakan
untuk membuat pasien sadar menjadi tidak sada, sehingga memungkinkan dimulainya
anestesi. Obat-obatan yang sering digunakan untuk induksi antara lain tiopenthal, propofol,
dan ketamin. Pada pasien ini diberikan propofol 120 mg (intravena), propofol merupakan
obat induksi anestesi cepat yang didistribusikan dan dieliminasikan dengan cepat.Setelah itu
ditambahkan Atracurium besylate10 mg (IV) sebagai pelumpuh otot untuk mempermudah
intubasi endotrakea dan memberikan relaksasi otot rangka selama pembedahan.
Setelah dilakukan induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata menghilang,
sungkup ditempatkan pada muka. Dagu ditahan dan sedikit ditarik ke belakang (posisi kepala
ekstensi) agar jalan nafas bebas dan pernafasan lancar. N20 mulai diberikan 3L dengan 02
3L/menit untuk memperdalam anestesi, bersamaan dengan ini sevoflurane dibuka sampai
0,35% dan sedikit demi sedikit (sesudah setiap 5-10 kali tarik nafas) dinaikkan dengan 1%
sampai 3 atau 4% tergantung reaksi dan besar tubuh pasien. Kedalaman anestesi dinilai dari
tanda mata (bola mata menetap), nadi tidak cepat dan terhadap rangsang operasi tidak banyak
berubah. Jika stadium anestesi sudah cukup dalam, rahang sudah lemas, masukkan pipa
orofaring. Sevoflurane kemudian dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum operasi
selesai.
Selama operasi berlangsung,dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli
anestesi mendapatkaninformasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat bekerja
denganaman.Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi mengadakanobservasi
pasien lebih efisien secara terus menerus.Selama operasi berlangsung juga tetap diberikan
cairan intravena Asering.Selesai operasi N20 dihentikan dan pasien diberi 02 100%
menggunakan face mask beberapa menit untuk mencegah hipoksia dan juga dilakukan
tindakan suction untuk membersihkan jalan nafas.
Kemudian setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang Recovery Room (RR). Pada
saat di RR dilakukan monitoring menggunakan Aldrete Score/ Lockharte scoreyang meliputi
aktivitas motorik, pernafasan, tekanan darah, kesadaran, dan warna kulit. Oksigen selalu
diberikan sebelum pasien sadar penuh. Bila pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa
nilai 0, pasien dapat dipindahkan ke bangsal.
DAFTAR PUSTAKA
Latief said A., Suryadi kartini A., Daehlan M. Ruswan, Petunjuk praktis
anestesiologi.2ndedition, Bagian anestesiologi dan terapi intensif Fakultas Kedokteran
UniversitasIndonesia, 2002.
Pierce A, Neil R. At a glance ilmu bedah.Alih bahasa. Jakarta: Erlangga, 2007: 85.
Sjamsuhidajat R. Jong WD. Buku ajar ilmu bedah.Edisi kedua. Jakarta: EGC, 2005: 91-4.