Anemia Pendarahan Ec Ulkus Peptikum
-
Upload
anonymous-qwse0yvwf -
Category
Documents
-
view
137 -
download
6
description
Transcript of Anemia Pendarahan Ec Ulkus Peptikum
Anemia Pendarahan ec Ulkus Peptikum
Karolus Refan Dake
102010275
B1
Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya 1 atau lebih parameter sel darah merah: konsentrasi
hemoglobin, hematokrit atau jumlah sel darah merah. Anemia adalah kadar hemoglobin di
bawah 13 g% pada pria dan di bawah 12 g% pada wanita (WHO). Anemia merupakan gejala
dan tanda penyakit tertentu yang harus dicari penyebabnya agar dapat diterapi dengan tepat.
Anemia dapat disebabkan oleh 1 atau lebih dari 3 mekanisme independen yaitu berkurangnya
produksi sel darah merah, meningkatnya destruksi sel darah merah dan kehilangan darah. Gejala
anemia disebabkan karena berkurangnya pasokan oksigen ke jaringan atau adanya hipovolemia.
Berdasarkan pendekatan morfologi, anemia diklasifi kasikan menjadi anemia makrositik (mean
corpuscular volume / MCV > 100 fL) , anemia mikrositik (MCV < 80 fL) dan anemia
normositik (MCV 80-100 fL) .Gejala klinis, parameter MCV, RDW (red cell distribution
width), hitung retikulosit dan morfologi apus darah tepi digunakan sebagai petunjuk diagnosis
penyebab anemia.1
Alamat korespondensi :
Mahasiswa semester 6, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No 6, Jakarta Barat 11510, No telp (021) 5694061, Fax (021) 5631731
Email : [email protected]
1
Anamnesis
1. Pernahkah pasien muntah darah atau ada “butiran kopi”? Berapa banyak, berapa kali,
dan sejak kapan pasien muntah ? apakah muntah pertama mengandung darah atau hanya
yang berikutnya ?(pertimbangkan kemungkinan perdarahan akibat robekan Mallory-
Weiss karena robekan esophagus setelah muntah).
2. Adakah gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam atau nyeri abdomen ? adakah
kehilangan darah per rectum atau melena ? apakah darah tercampur atau terpisah dari
tinja? Apakah tampak pada kertas toilet? Adakah perubahan kebiasaan buang air besar?
Adakah rasa nyeri saat defekasi? Adakah lender? Adakah diare?
3. Apakah pasien pingsan atau pusing. Khususnya saat duduk/ berdiri tegak?
4. Adakah gejala yang menunjukkan anemia kronis (toleransi olahraga menurun, lelah,
angina, sesak napas, dan lain-lain)?
5. RPD : adakah kehilangan darah lewat saluran cerna sebelumnya, anemia, kecenderungan
perdarahan, penyakit hati (pertimbangkan varieses)?
6. Obat-obatan : apakah pasein mengkonsumsi aspirin, OAINS, obat anti koagulan, atau Fe
(menyebabkan tinja berwarna hitam)?.
Tanyakan riwayat merokok dan alcohol pasien. Jika konsumsi alcohol pasien berleihan,
pertimbangkan gastritis akibat alcohol, ulkus atau bahkan perdarahan varises.
7. Riwayat Keluarga: adakah riwayat keganasan usus, colitis, atau kondisi turunan yang
jarang. Seperti sindrom Osler-weber-Rendu?
Pemeriksaan fisik
Inspeksi :
1. Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat
2. Apakah pasien hipovelemik
3. Adakah anemia, ikterus, limfadenopati, jari tabuh?
4. Apakah gizi baik atau adakah tanda-tanda penurunan berat badan ?
5. Adakah tanda-tanda kehilangan darah ?
6. Adakah tanda-tanda gangguan kardivaskuler dan pernapasan?
7.
2
Periksa perut
1. Adakah massa, nteri tekan abdomen, atau bising usus abnormal?
2. Lakukan pemeriksaan rectal dan tes darah samar.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan SADT
Tujuan pemeriksaan sediaan apus darah tepi adalah untuk menilai berbagai unsur sel
darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit dan mencari adanya parasit seperti malaria,
microfilaria dan lain sebagainya. Bahan pemeriksaan yang digunakan biasanya adalah darah
kapiler tanpa antikoagulan atau darah vena dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan 1
mg/ cc darah.
Sediaan apus darah tepi adalah suatu cara yang sampai saat ini masih digunakan pada
pemeriksaan di laboratorium. Prinsip pemeriksaan sediaan apus ini adalah dengan meneteskan
darah lalu dipaparkan di atas objek glass,kemudian dilakukan pengecatan dan diperiksa dibawah
mikroskop.
Tujuan pemeriksaan apusan darah Evaluasi morfologi dari sel darah tepi (eritrosit,
trombosit dan leukosit), memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit, Identifikasi parasit
seperti malaria, microfilaria, dan Trypanosoma.
Syarat pembuatan sediaan apus yaitu objek glass harus bersih, kering dan bebas lemak
serta segera dibuat setelah darah diteteskan.
Cara Kerja Pembuatan SADT:
1. Letakkan tetes kecil darah vena/kapiler pada kaca objek glass(sebaiknya menggunakan
pipet kapiler)
2. Dengan kaca objek yang lain/ spreader bentuklah sudut 30-45°,lalu geser hingga
menyentuh tetesan darah
3. Tunggu tetesan darah menyebar pada spreader
4. Dorong spreader ke depan yang akan menghasilkan lapisan tipis darah di belakangnya
5. Sediaan darah hampir selesai. Kering anginkan preparat tersebut.3
6. Hasil akhir lapisan tipis pada kaca objek. Setelah dikeringkan selama 10menit, kemudian
dapat di warnai dengan pengecatan yang sesuai.
Hasil yang dilihat pada pemeriksaan
1. Dengan perbesaran 10 X10 memperhatikan distribusi sel darah pada sediaan microfilaria.
2. Dengan perbesaran 40X10 menghitung jenis leukosit dan morfologi sel darah
3. Dengan perbesaran 100X10 memperhatikan terhadap parasit malaria
Pemeriksaan retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah yang masih terdapat pecahan inti (RNA, organela,
dan mitokondria) yang berbentuk seperti jala. Retikulosit berukuran lebih besar dari eritrosit
dan berwarna lebih biru. Ciri-ciri Morfologi : Ukuran : 8 - 12 mm, Bentuk: bulat, Warna
sitoplasma: pucat,Granularitas:granul tunggal atau multipel, pekat,lembayung, Bentuk inti: tidak
ada, Distribusi dalam darah: 0.5 - 1.5 % dari jumlah eritrosit.
Peningkatan jumlah retikulosit yang disertai kadar HB normal mengindikasikan adanya
penghancuran atau penghilangan eritrosit berlebihan yang diimbangi dengan peningkatan sum-
sum tulang. Peningkatan retikulosit disertai dengan kadar HB yang rendah menunjukkan bahwa
respon tuubuh terhadap anemia tidak adekuat. Penyakit yang disertai peningkatan jumlah
retikulosit antara lain anemia hemolitik, anemia sel sabit, talasemia mayor, leukimia,
eritroblastik feotalis, HBC dan D positif, kehamilan, dan kondisi paska pendarahan berat.
Penurunan jumlah retikulosit yang seharusnya tinggi terjadi pada krisis aplastik yaitu
kejadian dimana destruksi eritrosit tetap berlangsung sementara produksi eritrosi terhenti,
misalnya pada anemia hemolitik kronis karena HBS, anemia pernisiosa, anemia defisiensi asam
folat, anemia aplastik, terapi radiasi, hipofungsi andenocortical, hipofungsi hipofise anterior,
dan sirosis hati.
4
Pemeriksaan tinja kimia
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes
terhadap darah samar untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan
secara makroskopik atau mikroskopik. Adanya darah dalam tinja selalu abnormal. Pemeriksaan
darah samar dalam tinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens. Tablet Reagens
banyak dipengaruhi beberapa faktor terutama pengaruh makanan yang mempunyai aktifitas
sebagai peroksidase sering menimbulkan reaksi positif palsu seperti daging, ikan sarden dan lain
lain. Menurut kepustakaan, pisang dan preparat besi seperti Ferrofumarat dan Ferro Carbonat
dapat menimbulkan reaksi positif palsu dengan tablet reagens. Maka dianjurkan untuk
menghindari makanan tersebut diatas selama 3-4 hari sebelum dilakukan pemeriksaan darah
samar. Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang bersifat sebagai peroksidase akan
menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens (On). On akan mengoksidasi zat
warna tertentu yang menimbulkan perubahan warna
Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal, karena bilirubin dalam
usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi
urobilin. Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi
perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan antibiotik
yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang menyelenggarakan perubahan
tadi. Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada ikterus
obstruktif, jika obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja berwarna kelabu disebut akholik.
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan terhadap tes urobilin, karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah
Urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti Anemia
Hemolitik dan Ikterus Obstruktif.
Dalam tinja normal selalu ada urobilin, hasil test ini yang merah berarti positif. Jumlah
urobilin berkurang pada ikterus obstruktif, jika obstruksif itu total, hasil test menjadi berarti
negatif. Test terhadap urobilin ini sangat inferiur jika dibandingkan dengan penetepan
kuantitatif urobilinogen dalam tinja. Penetapan kuantitatif itu dapat mnejelaskan dengan angka
5
mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresikan/24jam sehingga bermakna dalam keadaan
seperti anemia hemolitik, ikterus obstruktif, dan ikterus hepatoseluler.
Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit, karena itu jarang dilakukan di
laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan urobilin urin.
Pemeriksaan sumsum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang adalah sebuah proses pemeriksaan sumsum tulang
belakang dengan cara mengambil sedikit sampel dari sumsum tulang belakang seorang pasien
yang terindikasi menderita LEUKEMIA, untuk diperiksa apakah dalam sumsum tulang tersebut
terdapat sel sel kanker atau tidak. Tak hanya sampai disitu, pemeriksaan sampel sumsum tulang
juga memeriksa secara teliti baik jumlah maupun komponen komponen yang terdapat
didalamnya hingga dapat diketahui dengan lebih akurat jika terdapat kelainan sedikit saja pada
struktur penyusun sumsum tulang belakang.
Pemeriksaan sumsum tulang adalah metode pemeriksaan yang sangat diperlukan untuk
mendiagnosis berbagai kelainan hematologik dan kadang-kadang merupakan satu-satunya
pemeriksaan yang dapat memastikan suatu diagnosis.
Bahan sumsum tulang dapat diambil dengan berbagai cara, seperti:
1. Pungsi/aspirasi: dapat dilakukan pada tulang-tulang pipih seperti, sternum (sela iga
kedua dan tiga), crista iliaca, vertebra lumbalis (procesus spinosus) dan untuk anak < 2
tahun pada tibia (kranial/media). Alat yang dipakai untuk aspirasi adalah jarum pungsi
sumsum tulang Salah atau Klima yang terbuat dari baja tahan karat yang kuat dan tajam.
2. Biopsi: dapat dilakukan pada tempat yang sama seperti pada aspirasi, namun memakai
jarum terphine yang sedikit lebih besar daripada jarum aspirasi. Bahan yang diperoleh
dari biopsi biasanya untuk pemeriksaan histopatologik di Patologi Anatomi.
Hasil pengambilan sumsum tulang dengan cara aspirasi harus mengandung partikel
sumsum tulang, agar dapat dilakukan pemeriksaan. Bila pada aspirasi tidak didapatkan partikel
6
ataupun darah, keadaan ini dikenal sebagai dry tap. Sedangkan bila hanya diperoleh darah tanpa
didapatkan partikel sumsum tulang disebut sebagai bloody tap.
Indikasi pengambilan dan pemeriksaan sumsum tulang adalah:
1. Kelainan hematologik: anemia, neutropenia, trombositopenia, pansitopenia, dugaan
leukemia, polisitemia, dugaan mieloma.
2. Kelainan yang disertai: limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, kelainan radiologik
tulang, demam yang tidak diketahui penyebabnya.
3. Evaluasi terhadap cadangan besi dalam sumsum tulang dan adanya kelainan besi dalam
precursor eritroid pada penderita dengan penyakit kronik dan anemia sideroblastik.
4. Penyakit metabolik: Lipid storage disease,hemosiderosis.
5. Metastasis tumor ganas.
6. Infeksi sistemik: TBC, lepra, demam tifoid.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan tujuan pengambilan sumsum tulang adalah,
1. Untuk diagnosis dan konfirmasi suatu penyakit atau menyingkirkan suatu penyakit
2. Untuk evaluasi hasil pengobatan
3. Untuk dilakukan pemeriksaan mikrobiologik.1,2
Endoskopi : suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk keperluan biopsi. Keuntungan dari endoskopi: lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam duodenum dan dinding belakang lambung dibandingkan dengan pemeriksaan rontgen ebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan lambung bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus
Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan denganendoskopi.
Diagnostic
Working Diagnostic
Anemia pendarahan ec ulkus peptikum.7
Dari tanda dan gejala yang diungkapkan pasien; lemas,mual, muntah dan BAB berwarna hitam serta
nyer di ulu hati, mengarahkan kecurigaan saya terhadap kemungkinan adanya gastritis akut. Dengan
pemeriksaan fisik ditemukannya nyeri tekan pada epigastrium, tanpa nyeri tekan lepas, semakin memperkuat
diagnosis gastritis akut semakin kuat.Untuk mencari etiologi dari gastritis ditanyakan riwayat pemakaian obat-
obatan yang dapat merusak mukosa lambung (mis. Aspirin dan NSAIDs lainnya serta steroid, alcohol, danzat-zat
lainnya). Ternyata didapatkan bahwa pasien telah menggunakan obat penghilang rasa nyeri selama 2 tahun, dan
pasien juga mengatakan mempunyai riwyat penyakit maag 7 bulan yang lalu. Yang dimana pengunaan ssecara
jangka panjang (> 6minggu) dapat merusak mukosa lambung diikuti dengan juga perdarahan saluran cerna
berupa hematemesis dan yamg berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu berasal dari esophagus dan lambung,
kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.2,3,4
Different diagnosis
Anemia pendarahan ec gastropati .
Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan karakteristik perdarahan
subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari gastropati adalah efek dari NSAID
(Nonsteroidal anti inflammatory drugs) serta beberapa faktor lain seperti alkohol, stres,
ataupunf aktor kimiawi. Gastropati NSAID dapat memberikan keluhan dan gambaran klinis
yangbervariasi seperti dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.3
Etiologi
Walaupun fakor penyebab yang penting adalah aktivitas pencernaan peptik oleh getah lambung, namun tedapat
bukti yang menunjukkan bahwa banyak factor yang berperan dalam pathogenesis ulkus peptikum. Misalnya,
bakteri H. pylori dijumpai pada sekitar 90% penderita ulkus duodenum.
Penyebab ulkus peptikum lainnya adalah sekresi bikarbonat mukosa, genetic, NSAIDs, gastrinoma (Sindroma
Zollinger-Ellison), alcohol, stress (luka bakar, trauma), refluk empedu, refluk enzim pancreas, Crohn’s disease,
radiasi dan infeksi virus maupun bakteri.
Penyebab utama ulkus peptikum yang paling penting adalah infeksi H. pylori dan NSAIDs. H.pylori
merupakan bakteri yang hidup dalam lambung orang yang terinfeksi.
Penemuan mengenai pathogenesis ulkus akibat infeksi H. pylori merupakan suatu penemuan medis penting
pada akhir abad 20, oleh dr. Barry Marshall dan dr. J. Robin Warren yang dihadiahi nobel atas penemuannya.3
NSAIDs merupakan salah satu obat yang sering digunakan sebagai analgesik.Terdapat beberapa
8
macam NSAIDs yang beredar dipasaran seperti ; aspirin,ibuprofen, naproxen, ketorolac dan oxaprozin. Karena
NSAIDs sangat umum digunakan dan mudah didapat tanpa resep dokter, NSAIDs sangat sering
menyebabkan terjadinya ulkus peptikum karena dapat menganggu kemampuan lambung dan duodenum untuk
proteksi dari asam lambung dan juga menganggu proses pembekuan darah. Hal ini memberikan peranan
penting dalam terjadinya perdarahan. Pada pasien yang mengkonsumsi NSAIDs dalam jangka panjang
maupun dalam jumlah yang besar, mempunyai risiko yang kebih tinggi untuk terjadinya ulkus.3,5,6
Epidemiologi
Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu antara usia 40dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang
pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih
seringdaripada wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah
menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.
Prevalensi infeksi H. pylori di Negara berkembang lebih tinggi dibandingkandengan Negara maju. Prevalensi
pada populasi di Negara maju sekitar 30-40%,sedangkan di Negara berkembang mencapai 80-90%. Pada
pemeriksaanendoskopik saluran cerna bagian atas terhadap 1615 pasien dengan dispesia kronik pada Subbagian
Gastroenterologi RS Pendidikan Makasar ditemukan prevalensiulkus duodenum sebanyak 14%, ulkus
duodenum dan ulkus peptikum sebanyak 5%, umur terbanyak antara 45-65 tahun dengan kecenderungan makin
tua umur, prevalensi makin meningkat dan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2:1.Pada pasien
dyspepsia kronik tersebut, terdapat 367 pasien menggunakan NSAIDsditemukan ulkus peptikum 117 orang
(48,2%); 64 pasien diperiksa H. pyloriditemukan 59,4% pasien positif..7
Pathogenesis
Patogenesis ulkus peptikum terjadi akibat multifaktor yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara
faktor agresif dan faktor defensif.7 Faktor agresif terbagi menjadi faktor agresif endogen (HCl,
pepsinogen/pepsin, garamempedu) dan faktor agresif eksogen (obat-obatan, alcohol, infeksi). Faktor
defensif meliputi mucus, bikarbonat, dan prostaglandin.
Keadaan lingkungan dan individu juga memberikan kontribusi dalam terjadinya ulkus yang mengakibatkan
terjadinya peningkatan sekresi asam lambung atau melemahnya barier mukosa. Faktor lingkungan meliputi
penggunaan NSAIDs, rokok, alcohol dan emosi serta stress psikis. Faktor individu berupa H. Pylori dan infeksi
lainnya yang menyebabkan hipersekresi seperti pada sindrom Zollinger-Ellison.
9
Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab yang paling sering yang menyebabkan kerusakan mukosa dan
perdarahan, dan diperkirakan hingga 30% pengkonsumsi regular NSAIDs mengalami satu ulkus bahkan
lebih. Pengguna NSAIDs memiliki risiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi perdarahan.7 Pemakaian
NSAIDs bukan hanya menyebabkan kerusakan struktural pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan
usus besar berupa inflamasi, ulserasi, atau perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama
gastroduodenal adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang menangkap NSAIDs yang bersifat
asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun efek utama NSAIDs adalah
menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan
produksi prostaglandin yang berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah
mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mucus dan bikaronat,mengatur fungsi imunosit mukosa serta sekresi
basal asam lambung.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin melalui 4 tahap yaitu; menurunnya sekresi mucus
dan bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa
dan kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi.
H. pylori merupakan bakteri gram negative mikroaerophilic, hidup dalam suasana asam dalam lambung dan
duodenum. Bila terjadi infeksi, maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin.
Infeksi H. pylori merupakan penyebab utama ulkus peptikum di Negara berkembang. H. pylori hidup di lapisan
dalam mukosa, terutama mukosa antrum menyebabkan kelemahan pada sistem pertahanan mukosa dengan
mengurangi ketebalan lapisan mukosa dengan melepaskan berbagai macam enzim seperti urease, lipase,
protease dan posfolipase dan mengeluarkan berbagai macam sitotoksin (vacuolating cytotxin/ Vac A gen) yang
dapat menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel. Urease dapat memecah urea dalam lambung menjadi amonia yang
toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi mucus yang menyebabkan
daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apical sel epitel dan melalui kerusakan sel-
sel ini asam lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehinggaterjadi ulkus
peptikum.3,5,6,8,9,10
Manisfestasi klinis
Secara umum pasien ulkus peptikum biasanya mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindroma
klinik/kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati,
sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Dyspepsia secara klinis dibagi atas : 1) 10
dyspepsia akibat gangguan motilitas, 2) dyspepsia akibat ulkus, 3) dyspepsia akibat refluks, 4) dyspepsia tidak
spesifik.
Pada dyspepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah perasaan kembung, rasa penuh
ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa. Pada dyspepsia akibat refluks keluhan yang
menonjol berupa perasaan nyeri ulu hati dan rasa terbakar. Pada ulkus peptikum memberikan ciri keluhan seperti
nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman disertai muntah. Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul pada waktu pasien
merasa lapar, rasa sakit membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat
antasida (Hunger Pain Food Relief=HPFR). Rasa sakit ulkus gaster timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus
duodenum yang merasa lebih enak setelah makan, rasa sakit ulkus gaster di sebelah kiri dan rasa sakit ulkus
duodenum sebelah kanan garis tengah perut.3,7,10
Pada beberapa pasien, ulkus tidak memberikan gejala/asimptomatik. Gejala ulkus yang penting adalah
perdarahan dan nyeri. Namun, tidak semua nyeri abdomen merupakan ulkus. Perdarahan ulkus bisa terjadi
lambat dan tidak disadari, namun juga bisa merupakan ancaman langsung. Pada perdarahan ulkus yang lambat
bisa memberikan gejala berupa anemia. Gejala anemia berupa fatigue, kulit pucat dan sesak terutama saat
aktivitas. Perdarahan yang terjadi secara cepat bisa menimbulkan gejala berupa melena, feses kental hitam seperti
tar, atau dalam jumlah besar bisa memberikan gejala merah gelap atau merah maroon. Pada perdarahan
biasanya diikuti dengan muntah berwarna hitam (coffee grounds). Perdarahan yang masif merupakan suatu
kegawatdaruratan, sehingga diperlukan penanganan yang cepat.3 Sepuluh persen dari ulkus peptikum terutama
akibat NSAIDs. Menimbulkan komplikasi perdarahan tanpa adanya keluhan nyeri sebelumnya. Tinja berwarna
seperti teer (melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan ulkus. Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman
untuk membedakan antara dyspepsia fungsional dan dyspepsia organik dapat ditemukan gejala peringatan
(alarm sign) berupa :1,5,9
I. Umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali
II. Adanya perdarahan hematemesis/melena
III. BB menurun > 10%
IV. Anoreksia/cepat kenyang
V. Riwayat ulkus peptikum sebelumnya
VI. Muntah yang persisten
VII. Anemia yang tidak diketahui sebabnya5
11
Pada pemeriksaan fisik tidak banyak tanda fisisk yang didapatkan, selain kemungkinan berupa nyeri tekan
epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.
Penatalaksanaan
Pada umumnya manajemen atau pengobatan ulkus peptikum dilakukan secara medikamentosa, sedangkan cara
pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat
diatasi.5
Tujuan terapi adalah ; 1) menghilangkan keluhan, 2) menyembuhkan/memperbaiki kesembuhan ulkus, 3)
mencegah kekambuhan/rekurensi dan 4) mencegah komplikasi. Walaupun ulkus gaster dan ulkus duodenum
sedikit berbeda dalam patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus gaster biasanya lebih besar,
akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama. Untuk pengobatan ulkus gaster sebaiknya dilakukan
biopsy untuk menyingkirkan adanya suatu keganasan.
Anemia
Pemulihan volume darah dengan pemberian plasma secara intravena atau darah utuh
yang telah dicocokkan golongannya (atau O negative). Salin atau albumin juga dapat
diinfuskan.
Pada kasus perdarahan saluran cerna pertama-tama harus dilakukan resusitasi
hemodinamik dengan darah atau cairan yang diberikan secara intravena. Akses IV dilakukan
dengan pemasangan IV line 18G. Resusitasi dilakukan dengan melakukan penambahan volume
intravaskular dengan normosalin atau larutan Ringer laktat, transfusi PRC setelah dilakukan
crossmatching hingga dicapai kadar Hb target 10 g/dl pada kasus ruptur varises dan 12 g/dl
pada kasus non ruptur varises, serta koreksi koagulopati dengan transfusi fresh frozen plasma
atau konsentrat trombosit hingga kadar trombosit >50.000/mm3. Apabila terdapat hematemesis
juga dilakukan bilas lambung dengan NGT sembari dilakukan intubasi untuk melindungi jalan
napas apabila terjadi syok, hematemesis masif, atau penurunan kesadaran.
Medika mentosa
12
a) Terapi ulkus akibat NSAIDs
Penggunaan NSAIDs terutama memblok kerja COX-1 akan meningkatkan kelainan structural gastroduodenal.
Oleh karena itu penggunaan NSAIDs pada pasien-pasien dengan kelainan musculoskeletal yang lama harus
disertai dengan obat-obatan yang menekan produksi asam lambung seperti antagonisreseptor H2 (H2RA) atau
PPI dan diupayakan pH lambung di atas 4 ataudengan menggunakan obat sintetik prostaglandin (misoprostol
200ủg/hari) sebagai sitoprotektif apabila penggunaan NSAIDs tidak bisa dihentikan.
b) Terapi ulkus dengan kausa H. pilori
Eradikasi merupakan tujuan utama dalam terapi. Walaupun antibiotic mungkin cukup untuk terapi, namun
kombinasi dengan penghambat pompa proton (PPI) dengan dua jenis antibiotic merupakan cara pilihan.
Kombinasi tersebut :
•PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + klaritromisin 2x500mg
•PPI 2x1 + amoksisilin 2x1 g/hari + metronidazole 2x500mg
•PPI 2x1 + klaritromisin 2x500mg + metronidazole 2x500mg
Jenis preparat dan kemasan PPI yang tersedia : Omeprazol 20mg, rabeprazo l10 mg, pantoprazol 40mg,
lanzoprazol 30mg, dan esomeprazol magnesium 20/40mg.
c) Terapi ulkus dengan H. pylori disertai NSAIDs
Eradikasi H. pylori sebagai tindakan utama, bila mungkin pengobatan NSAIDs dihentikan atau diganti dengan
obat NSAIDs spesifik COX 2 inhibitor. PPIdiberikan untuk meningkatkan pH lambung di atas 4.
Penggunaan NSAID sterus menerus setelah eradikasi H. pylori perlu diberikan PPI sebagai upaya pencegahan
terjadinya komplikasi.
d) Terapi ulkus non-H. pilori dan non-NSAIDs
Pada ulkus yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam lambung, maka terapi dilakukan dengan
memberikan obat yang dapat menetralisir asam lambung dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam
lambung.
•Antasida, dapat menyembuhkan ulkus namun dosis biasanya lebih tingg idan digunakan dalam jangka waktu
lebih lama dan lebih sering (7x sehari,dosis 1008mEq/hari) dengan komplikasi diare yang mungkin terjadi.
• H2 receptor Antagonist (H2RA), berperan dalam menghambat pengaruh histamine sebagai mediator untuk
sekresi asam melalui reseptor histamin-2 pada sel parietal,tetapi kurang berpengaruh terhadap sekresi asam
melalui pengaruh kolinergik atau gastrin postprandial. Beberapa jenis preparat yangdapat digunakan seperti ;
13
cimetidin 2x400mg/hari, atau 1x800mg pada malam hari, ranitidine diberikan 300mg sebelum tidur malam
atau2x150mg/hari, famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam atau 2x20mg/hari. Masing-masing diberikan
selama 8-12 minggu dengan penyembuhan sekitar 90%.
•Proton pump inhibitor (PPI), merupakan obat pilihan untuk ulkus peptikum,diberikan sekali sehari sebelum
sarapan pagi atau jika perlu 2 kali sehari sebelum makan pagi dan makan malam, selama 4minggu dengan
tingkat penyembuhan di atas 90%.
•Obat lain selain sukralfat 2x2gr sehari, atau 4x1 sehari berfungsi menutup permukaan ulkus sehingga
menghindari iritasi/pengaruh asam-pepsin dangaram empedu, dan disamping itu mempunyai efek tropic.1,5
Non medikamentosa
Diet
Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk diet yang dilakukan, namun
pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada ulkus yang aktif perlu dilakukan. Makan
dalam jumlah sedikit dan lebih sering,lebih baik daripada makan yang sekaligus kenyang.
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/ pepsin,makanan yang
merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang dapat mengganggu pertahanan mukosa
gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan
diet seimbang.
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi bikarbonat pankreas,
menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks dudenogastrik akibat relaksasi sfingter
pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus.Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi
sekresi asam lambung tetapi dapa tmemperlambat pemyembuhan luka serta meningkatkan
angka kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran pernafasan dan penyakit
jantung koroner. Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang
asam,coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat menambah
sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan luka dan sebaiknya
jangan diminum sewaktu perut kosong.3,7,8
14
Komplikasi
Perdarahan:
Terjadi pada 15 % sampai 20% pasien Komplikasi tersering Dapat mengancam nyawa Menyebabkan 25 % kematian akibat tukak Dapat merupakan tanda awal adanya tukak
Perforasi :
Terjadi pada sekitar 5 % pasien Menyebabkan dua pertiga kematian akibat tukak Meskipun jarang ,dapat merupakan petunjuk pertama adanya tukak
Obstuksi akibat edema atau jaringan parut :
Terjadi pada sekitar 2% pasien Paling sering karena tukak di pilorus Juga dapat terjadi pada tukak duodenum Menyebabkan nyeri ,keram abdomen yang berat Meskipun jarang dapat menyebabkan obstruksi total dengan muntah-muntah hebat.1
Pencegahan
1. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang
pedas, asam, gorengan atau berlemak.
2. Hindari alcohol. Penggunaan alcohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam
lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
3. Jangan merokok. Merokok menganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat
lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam
lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama
terjadi kanker lambung.
4. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, meurunkan
system kekebalan tbuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga
meningkatkan produksi asam lambun dan melambatkan kecepatan pencernaan.
15
5. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hidari penggunaan NSAID, obat-obat
golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan
yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang asetaminofen.3
Prognosis
Prognosis tergantung dari perjalanan penyakit dan komplikasi yang terjadi.Kebanyakan pasien
berhasil diobati dengan eradikasi infeksi H pylori, menghindari NSAID, dan penggunaan yang
tepat terapi anti sekresi. Eradikasi infeksi H pylorimenurunkan tingkat kekambuhan ulkus 60-
90% menjadi sekitar 10-20%.11
Kesimpulan
Ulkus peptikum adalah ekskavasasi (area berlubang) yang terbentuk dalam dinding mucosal
lambung, pylorus, duodenum atau esophagus. Ulkus peptikum disebut juga sebagai ulkus
lambung , duodenal atau esophageal tergantung lokasinya. Salah satu penyebab utama sekitar
60% dari ulkus gaster dan 90% dari ulkus duodenum adalah reaksi inflamasi kronik dari invasi
Helicobacter Pylori yang mana paling banyak membentuk koloni disekitar antrum pylori. Gejala
yang sering muncul pada ulkus peptikum adalah nyeri, muntah, konstipasi, pendarahan. Apabila
dilakukan penatalaksanaan dengan baik maka prognosisnya pun akan baik.
Daftar pustaka
1. Tefferi A. Anemia in adults : A contemporary approach to diagnosis. Mayo Clin Proc.
2003;78:1274-80.
2. Price Sylvia, Wilson Lorraine. Gangguan lambung dan duodenum. Dalam:
GlendaLindseth. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Volume 6.
Jakarta:EGC; 2002. hal. 423- 31.
3. Tarigan Pengarapen, Akil HAM. Tukak gaster dan tukak duodenum. Dalam: SudoyoAru, Alwi Idrus dkk editor. Buka ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Jakarta:InternaPublishing; 2009. hal. 513-27.
4. Aro Pertti. Storstrubb Tom. Peptic ulcer disease in a general adult population. USA:America Journal of Epidemiology; 2006. p. 3-8
16
5. Efendi, R., et. al , Level of Gastrin Serum and Ulcer Size on Gastric Ulcer Correlated to Helicobacter pylori Infection, Division of Gastroentero-hepatology, Department of Internal Medicine Adam Malik Hospital, Medan.,Vol: 10, Number 3, December 2009
6. Schafer, T.W, Peptic Ulcer Disease,The American College of Gastroenterology, Bethesda, Maryland, 2008, www.acg.gi.org, diakses 22 April 2013.
7. Akil, H.A.M, Tukak duodenum, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,editor Aru W. Sudoyo, dkk., Edisi IV, FKUI, 2007.
8. Shayne, P,Gastritis and Peptic Ulcer Disease Department of EmergencyMedicine, Emory University School of Medicine, 2009, www.emedicine.orgdiakses 22 April 2013.
9. Mirkin, G., Helicobacter and stomach ulcers, www.drmirkin.com diakses 21 April 2013
10. Harrison’s., Principle of Internal Medicine, 16thedition, editors Kasper, D.L.,et. al ., McGarw-Hills Companies, New York, 2005.
11. Anand BS. Peptic ulcer disease. [online]. Update: June 20 th2011. [cited April 22th2013]. Available from URL : http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview#showal
17
18