anatomi rinitis atrofi
-
Upload
jumatmen-mohamad -
Category
Documents
-
view
80 -
download
1
description
Transcript of anatomi rinitis atrofi
A. ANATOMI HIDUNG
Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah, fungsinya sebagai jalan napas,
alat pengatur kondisi udara (air condition), penyaring & pembersih udara2, indera penghidu,
resonansi suara, membantu proses berbicara, dan refleksi nasal. Hidung juga merupakan
tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.3
Gambar 2: Facial Skeleton2
Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Struktur hidung luar
dibedakan atas tiga bagian yaitu :
1. Kubah tulang. Letaknya paling atas dan bagian hidung yang tidak dapat digerakkan.
2. Kubah kartilago (tulang rawan). Letaknya dibawah kubah tulang dan bagian hidung
yang sedikit dapat digerakkan.
3. Lobulus hidung. Letaknya paling bawah dan bagian hidung yang paling mudah
digerakkan.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan kulit,dan beberapa otot keci yang berfungsi untuk melebarkan dan menyempitkan
lubang hidung. Tulang keras terdiri dari tulang hidung (os nasal), processus frontalis os
maxilla, processus nasalis os frontal. Sedangkan tulang rawan terdiri dari beberapa pasang
tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung yaitu sepasang kartilago nasalis latelaris
superior, sepasang kartilago nasalis latelaris inferior (kartilago ala mayor), tepi anterior
kartilago septum.2,4
Gambar 3: External nasal skeleton tampak A: Frontal . B: Oblique 1
Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsumnasi), 3) puncak hidung (hip),
4) alanasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior).
Gambar 4: Struktur Nasal ekstenal2
Struktur Hidung bagian dalam terdiri atas:
1. Septum nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior
dibentuk oleh lamina perpendikulari sosetmoid, bagian anterior oleh kartilago septum
(kuadri lateral), premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior
oleh os vomer, kristamaksila, Krista palatine serta krista sfenoid.
2. Kavum nasi, terdiri dari:
Dasar hidung, dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus
horizontalospalatum.
Ataphidung, terdiri dari kartilago lateralissuperior dan inferior, os nasal, prosesus
frontalisos maksila, korpus osetmoid, dan korpusos sphenoid. Sebagian besar atap
hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen
n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.
Dinding Lateral, dibentuk oleh permukaandalam prosesus frontalisos maksila, os
lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid,
konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.
Konka, Celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior,
celah antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas
konka media disebut meatussuperior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat
(konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media
berasal dari massa lateralis osetmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum.
Gambar 5: Struktur Nasal Internal
Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring,
berbentuk oval dan terdapat disebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior
bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh
osvomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina
pterigoideus.2
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri ethmoidalis anterior
dan posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah
rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri maxilaris interna. Bagian depan hidung
mendapat pendarahan dari cabang-cabang arterifasialis. Pada bagian depan
septumterdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidanterior,
a.labialis superior,dan a.palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Little’s
area).Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga
sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak.2
Gambar 6: Vaskularisasi cavum nasi
Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya.Vena di vestibulumdan struktur luarhidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinuskavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup,
sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke
intrakranial.
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus (N.V). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris
dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain
memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom
untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila
(N.V-2), serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut
simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang
dan sedikit di atas ujung posterior konka media. Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari
lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada
sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung.2
Gambar 7: Innervasihidung bagian lateral
Efek persarafan parasimpatis pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan vasodilatasi. Dalam
rongga hidung, terdapat serabut saraf pembau yang dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel
pembau memiliki rambut-rambut halus (silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lender
meliputinya untuk melembabkan rongga hidung.
B. Histologi Hidung
Luas permukaan kavum nasi sekitar 150 cm2 dengan total volume sekitar 15 mL. Mukosa
hidung terdiri dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia,
membran basalis, lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitel, lapisan media dan lapisan
kelenjar profunda.1 Rongga hidung dilapisi oleh mukosa secara histologik dan fungsional dibagi
atas mukosa pernapasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidung (mukosa olfaktorius).
Hidung sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.1
Gambar 1: Mukosa hidung: lapisan atas dari sel epitel (merah muda) yang membentuk lapisan teratas
mukosa. Silia dilapisi palut lendir dan serum yang diproduksi kelenjar Bowmn (merah) yang dibawahnya
terdapat mukosa membran (kuning). Dibawah membran mukosa adalah lapisan penunjang kartilago (oranye)
dan lapisan tulang (ungu).1
1. Epitel Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis yaitu epitel skuamous kompleks pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat dibelakang vestibulum dan epitel berlapis kolumnar berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar memiliki silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian apeks sel1. Mitokondria ini merupakan sumber energi utama sel yang diperlukan untuk kerja silia. Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal dari epitel dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal, menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi
dan kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000 sel/mm2 dan terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2. Sel basal tidak pernah mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia (Gambar 2). Sel-sel basal berpotensi untuk menggantikan sel-sel bersilia atau sel-sel goblet yang telah mati.2
Gambar 2 Lapisan epitel mukosa respiratorius2
Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan
memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih ke belakang epitel bersilia
menutupi 2/3 posterior kavum nasi.2
Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang, dibungkus
oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah pada tiap sel.
Panjangnya antara 2-6 μm dengan diameter 0,3 μm. Struktur silia terbentuk dari dua
mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar. Masing-
masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan
jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat dibawah permukaan
sel. Pada gambar 2.3 tampak di dalam silia ada sehelai filamen yang disebut aksonema.2
Gambar 2. Silia3
Mukosa pernapasan terdapat sebagian besar rongga hidung dan permukaanya dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia ( cilliated pseudostratified collumner epithelium)
dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Sedangkan mukosa penghidung terdapat pada atap rongga
hidung, konka superior, dan sepertiga atap septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu
tidak bersilia (pseudostratified collumner non cilliated epithelium. Epithelnya dibentuk oleh tiga
macam sel yaitu sel penunjang, sel basal dan reseptor penghidung. Daerah hidung berwarna coklat
kekuningan.t
Epitel olfaktorius adalah epitel bertingkat tinggi yang terdiri atas 3 jenis sel yaitu sel
sustentakuler, sel basal, dan sel olfaktorius. Sel olfaktorius adalah neuron bipolar , tersebar merata
diantara sel-sel sustankuler . intinya bulat menempati zona lebih rendah dari sel yang berasal dari
sel penyokong. Sel-sel sustankuler kolumnar tinggi memiliki banyak mikrovilia yang terjulur kelapis
mukus diatasnya. Dibawahnya terdapat terminal web mencolok yang melintasi sel sel diantara
kompleks tautan, yang menambatnya pada selsel olfaktorius atau sel penyokong.3
2. Palut lendir
Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan
yang disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal. Terdiri dari dua
lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang disebut
lapisan perisiliar. Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket. Kedua adalah lapisan superfisial
yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya.
Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang
menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya.2
Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi
dengan berat molekul rendah. Lapisan ini sangat berperan penting pada gerakan silia
karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini dan denyutan silia terjadi pada
lapisan ini. 1
Lapisan superfisial yang lebih tebal mengandung mukus. Diduga mukoglikoprotein
ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh gerakan mukosiliar, menelan
dan bersin. Lapisan ini juga pelindung pada suhu dingin, kelembaban rendah, gas dan
aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan virus yang terperangkap.1
3. Membrana basalis
Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel. Di
bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen
dan fibril retikulin.2
4 Lamina propria
Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi atas
empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar superfisial, lapisan
media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar profundus. Lamina propria ini
terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar, pembuluh darah
dan saraf.1
Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Mukosanya lebih
tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu pada
membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum
dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke arah
hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus maksila
mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi.2
FISIOLOGI HIDUNG
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologi
hidung dan sinus paranasalis adalah:t
1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal.
Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media
dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk
lengkungan atau arkus. Udara yang dihirup akan mengalami humidifikasi oleh palut
lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit
penguapan udara inspirasi oleh palut lendir, sebaliknya pada musim dingin.Suhu udara
yang melalui hidung diatur 37 derajat selsius. Fungsi pengatur suhu ini dimungkinkan
oleh banyaknya pembuluh darah dibawah epitel dan adanya permukaan konka dan
septum yang luas. Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara
akan disaring di hidung oleh; rambut pada vestibulum nasi, silia, palut lendir. Debu dan
bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan
dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.
Faktor lain ialah enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang
disebut lysozyme.
2. Fungsi penghidu karena adanya mukosa olfaktorius dan reservoir udara untuk
menampung stimulus penghidu. Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan
adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian
atas septum.t Mukosa olfaktorius mengandung tiga jenis reseptor yaitu reseptor
olfaktorius, sel penunjang, dan sel basal. Sel penunjang mengeluaran mukus yang akan
melapisi saluran hidung. Sel –sel basal adalah perkusor untuk sel-sel reseptor olfaktorius
yang baru. Neuron pada olfaktorius merupakan satu satunya neuron yang mengalami
pembelahan. Akson – akson reseptor secara kolektif akan membentuk saraf olfaktorius.4
saraf ini merupakan sel sel saraf bipolar yang berasal dari susunan saraf pusat. Ujung-
ujung mukosa sel sel olfaktorius membentuk pentolan yang dinamakan vesikel olfaktoria
dari mana sejumlah besar rambut olfaktorius atau silia menonjol kedalam mukus yang
meliputi permukaan dalam rongga hidung. Silia akan bereaksi terhada bau bau dalam
udara dan kemudian merangsang sel sel olfaktorius. Ruang antara sel sel olfaktorius pada
membran olfaktorius terisi banyak kelenjar bowman kecil yang mengsekresi mukus
kepermukaan membran olfaktorius.5
Gambar:6
Agar dapat dibaui suatu bahan harus:1). Cukup mudah menjadi gas (mudah menguap),
sehingga sebagian molekulnya dapat masuk ke hidung dalam udara yang dihirup,(2).
Cukup mudah untuk larut air, sehingga dapat larut kedalam lapisan mukus dan (3). Dapat
larut dalam lipid, diduga karena rambut rambut olfaktorius dan ujung luar sel sel
olfaktorius terdiri atas zat zat lipid.4,5
Pengikatan suatu molekul pembentuk bau (odoriferosa) ke tempat perlekatan khusus di
silia menyebabkan pembukaan saluran saluran Na+ dan K+. terjadi pemindahan ion ion
yang menibulkan depolarisasi potensial reseptor yang menyebabkan terbentuknya
potensial aksi diserat aferen. Hal ini tergantung dari kosentarsi moleku molekul zat
kimia. Serat serat aferen segerh bersinap di bulbus olfaktorius. Serat serat yang kkeluar
dari bulbus olfaktorius berjalan melalui dua rute : (1). Rute subkortikal yang terutama
menuju ke daerah limbik khususnya sisi medial bawah lobus temporalis yang diangga
sebagai korteks olfaktorius primer, dan (2). Rute thalamus-kortikal berperan penting
untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus penghidung.
3. Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasa manis
yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis strawberi, jeruk,
pisang atau coklat. Juga untuk membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan asam
jawa.
4. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan
mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang. Resonansi oleh hidung penting
untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau
(rinolalia). Hidung membantu pembentukan konsonan nasal (m,n,ng)
5. Fungsi statik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma
dan pelindung panas.4 ani
6. Refleks nasal, mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan
saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh iritasi mukosa hidung
menyebabkan refleks bersin dan nafas berhenti, dan rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.
Transpor Mukosiliar
Sistem transpor mukosiliar sistem pertahannan aktif rongga hidung terhadap virus, bakteri,
jamur atau partikel lainya yang terhirup bersama udara dengan mengangkut partikel-partikel
asing yang terperangkap pada palut lendir kearah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan
lokal pada mukosa hidung. Transpor mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar.t,1
Transpor mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari gerakan silia
dan palut lendir yang bekerja secara simultan. Sistem ini tergantung dari gerakan aktif silia yang
bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja
secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa
dan menimbulkan penyakit.1
Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak dan masuk menembus gumpalan mukus
kemudian menggerakannya kearah posterior bersama materi asing yang terperangkap
didalamnya kearah faring. Cairan perisilia dibawahnya akan dialirkan kearah posterior oleh
aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.1
Bagian bawah dari palu lendir terdiri dari cairan serosa sedangkan bagian permukaanya
terdiri dari mukus yang lebih elastik dan banyak mengandung protein plasma seperti albumin,
IgG, IgM, dan faktor komplemen. Sedangkan cairan serosa mengandung laktoferin, lisozim,
inhibitor lekoprotease sekretorik, dan IgA sekretorik. Glikoprotein yang dihasilkan oleh sel
mukus penting untuk pertahanan lokal yang bersifat antimikrobial. IgA berfungsi untuk
mengeluarkan mikroorganisme dari jaringan dengan mengikat antigen tersebut pada lumen
saluran napas, sedangkan IgG bereaksi di dalam mukosa dengan memicu reaksi inflamasi jika
terpajan dengan antigen bakteri.t
Transpor mukosiliar yang bergerak secara aktif ini sangat penting untuk kesehatan tubuh.
Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang terperangkap oleh palut lendir
akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit.1,10,11 Karena pergerakan silia lebih aktif
pada meatus media dan inferior maka gerakan mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia
cenderung akan menarik lapisan mukus dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini.
Sedangkan arah gerakan silia pada sinus seperti spiral dimulai dari tempat yang jauh dari
ostium.2 Kecepatan gerakan silia bertambah secara progresif saat mencapai ostium dan pada
daerah ostium silia tersebut berputar dengan kecepatan 15-20 mm/menit.2 Kecepatan gerakan
mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung. Pada segmen hidung anterior
kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior sekitar 1-20mm/menit.1
Kerja silia yang efektif telah diperlihatkan, namun dapat terganggu oleh udara yang sangat
kering, seringkali terjadi di rumah dcngan pemanasan bisanya pada musim dingin. Juga penting
untuk mempertahankanpH nctral 7. Polusi udara dapat mengganggu cfcktivitas silia dalam berbagai
bentuk misalnya Nitrogen dioksidadan sulfur dioksida, kornponen lazim dari asap mcngganggu
kesehatan hidung. Partikel bcrmuatanpositif dapat menetralisir ion negatif normal terbentuk akibat
radiasi matahari.Gerakan silia terlihat bcrkurang atau bahkan terhcnti setelah hitung ion mcnjadi
lebih positif. Akibatnya,kendatipun pasicn datang dengan kcluhan "sinusitis", namnun penyebab
sesungguhnya adalahgangguan faal silia.7
Pada sinus maksila, sistem transportasi mukosiliar menggerakan sekret sepanjang anterior,
medial, posterior dan lateral serta atap rongga sinus membentuk gambaran halo atau rongga
sinu syang mengarah keostium alamia. Setinggi ostium sekret akan lebih kental tetapi
draenasinya lebih cepat untuk mencegah tekanan negatif dan berkembangnya infeksi.
Kerusakan mukosa yan g ringan tidak akan menghentikan atau mengubah transport, dan sekret
akan melewati mkosa yang rusak tersebut. Tetapi jika sekret lebih kental, sekret akan berhenti
pada mukosa yang mengalami defek.t
Gerakan sistem transport mukosiliar pada sinus frontal mengikuti gerakan spiral. Sekret
akan berjalan menuju septum interfrontal, kemudian ke atap, dinding lateral dan bagian inferior
dari dinding anterior dan posterior menuju resesus frontal. Gerakan spiran menuju ke
ostiumnya terjadi pad sinus sfenoid, sedangkan pada sinus etmoid terjadi gerakan rektilinear
jika ostiumnya terletak di dasar sinus atau gerakan spiral jika ostium terdapat pada salah satu
dindingnya.t
Pada dinding latera; terjadi dua rute besar transpor mukosiliar. Ruet yang pertama
merupakan gbungan sekresi sinus frontl, maksila dan etmoid anterior. Sekret ini biasnya
bergabung di dekat infundibulum etmoid selanjutnya berjalan menuju tepu bebas prosesus
unsinatus, dan sepanjang dinding medialkonka inferior menuju nasofaring melewati bagian
anterior-inferor orifisium tuba eustachius. Transport aktif berlanjut ke batas epitel bersilia dan
epitel skuamosa pada nasofaring. Selanjutnya jatuh kebawah dibantu dengan gaya gravitasi dan
proses menelan.t
Rute kedua merupakan gabungan sekresi sinus etmoid posterior dan sfenoid yang
bertemu di resesus sfenoetmoid dan menuju nasofaring pada bagian posterior-superior
orifisium tuba eustachius.
Sekret yang berasa dari meatus superior da septum akan bergabung denga sekret rute
pertama, yaitu di inferior dari tuba eustachius. Sekret pada septum akan berjaln vertikal ke arah
bawah terlebih dahulu kemudian kebelakang dan menyatu di bagian inferior tuba eustachius.t