Analisis_Kasus PT. Tainan Perburuhan 26 Feb

28
PHK SEPIHAK YANG DILAKUKAN OLEH PT. TAINAN ENTERPRISES INDONESIA Oleh: Prayogi Purnapandhega BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Kasus Permasalahan Nenny Lorica beserta tiga rekan kerjanya yang diputus hubungan kerja sejak Agustus 2011 dari PT Tainan Enterprises Indonesia. Pasalnya, mereka dipecat tanpa diawali dengan surat peringatan. Selain itu tidak ada satu lembar pun surat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diterbitkan oleh pihak manajemen untuk mereka. PHK disampaikan secara lisan. Awal permasalahan ini terjadi ketika pada tanggal 28 Maret 2008 terjadi kesalahan di bagian finishing, yaitu mengenai ukuran dan kualitas barang. Nenny Lorica dan temannya (1 orang) yang bernama Lilis, diperintahkan oleh atasannya yang merupakan kepala bagian QC Final bernama Ibu Roimah untuk mengukur dan mengecek ulang kualitas barang yang sudah masuk ke dalam karton. Dalam hal ini Nenny Lorica mengecek ulang ukuran barang (nomor celana, besar pinggang, besar pinggul), sedangkan Lilis mengecek ulang kualitas barang (apakah masih ada bekas jahitan yang timbul). Nenny Lorica selalu memberikan tanda pada setiap barang yang telah selesai, dan setelah Nenny Lorica selesai memberikan tanda pada barang, barang langsung dicampur dengan barang lain dan dipacking; Kemudian pada saat barang tersebut dicek kembali sebelum dikirim terdapat masalah terhadap kualitas barang di mana bekas jahitan pada barang tersebut masih ada yang timbul, sehingga barang harus dibongkar kembali dan mengakibatkan barang terlambat dikirim. Namun pada kualitas barang yang bermasalah tersebut, tidak

description

analisa keuangan

Transcript of Analisis_Kasus PT. Tainan Perburuhan 26 Feb

PHK SEPIHAK YANG DILAKUKAN OLEH PT. TAINAN ENTERPRISES INDONESIA

Oleh: Prayogi Purnapandhega

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Kasus PermasalahanNenny Lorica beserta tiga rekan kerjanya yang diputus hubungan kerja sejak Agustus 2011 dari PT Tainan Enterprises Indonesia. Pasalnya, mereka dipecat tanpa diawali dengan surat peringatan. Selain itu tidak ada satu lembar pun surat pemutusan hubungan kerja (PHK) yang diterbitkan oleh pihak manajemen untuk mereka. PHK disampaikan secara lisan.Awal permasalahan ini terjadi ketika pada tanggal 28 Maret 2008 terjadi kesalahan di bagian finishing, yaitu mengenai ukuran dan kualitas barang. Nenny Lorica dan temannya (1 orang) yang bernama Lilis, diperintahkan oleh atasannya yang merupakan kepala bagian QC Final bernama Ibu Roimah untuk mengukur dan mengecek ulang kualitas barang yang sudah masuk ke dalam karton. Dalam hal ini Nenny Lorica mengecek ulang ukuran barang (nomor celana, besar pinggang, besar pinggul), sedangkan Lilis mengecek ulang kualitas barang (apakah masih ada bekas jahitan yang timbul). Nenny Lorica selalu memberikan tanda pada setiap barang yang telah selesai, dan setelah Nenny Lorica selesai memberikan tanda pada barang, barang langsung dicampur dengan barang lain dan dipacking;Kemudian pada saat barang tersebut dicek kembali sebelum dikirim terdapat masalah terhadap kualitas barang di mana bekas jahitan pada barang tersebut masih ada yang timbul, sehingga barang harus dibongkar kembali dan mengakibatkan barang terlambat dikirim. Namun pada kualitas barang yang bermasalah tersebut, tidak terdapat satupun tanda dalam label berupa inisial nama Nenny Lorica yang telah diberikan oleh Nenny Lorica sehingga barang yang bermasalah tersebut bukan merupakan barang yang telah dicek oleh Nenny Lorica; Bahwa kemudian terhadap permasalahan ini, atas Nenny Lorica bernama Mr. Jerry yang menjabat sebagai kepala produksi memanggil Nenny Lorica dan diminta untuk mengganti kerugian sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) kepada perusahaan untuk mengganti beban biaya pengiriman barang melalui pesawat terbang di mana barang tersebut biasa dikirim melalui darat, tetapi karena PT Tainan Enterprises Indonesia merasa ini adalah kesalahan Nenny, PT Tainan Enterprises Indonesia terlambat melakukan pengiriman sehingga barang tersebut terpaksa dikirim melalui pesawat terbang. Atas permintaan tersebut Nenny Lorica menolak, sebab semua barang yang sudah dicek Nenny Lorica diberikan tanda berupa inisial nama Nenny Lorica, sedangkan pada barang yang bermasalah tidak ditemukan tanda yang telah diberikan Nenny Lorica;

Kemudian pada tanggal 31 Maret 2008, PT Tainan Enterprises Indonesia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap Nenny Lorica secaralisan dan tanpa memberikan hak-haknya dengan alasan Nenny Lorica telah melakukan kesalahan berat yang menyebabkan kerugian bagi PT Tainan Enterprises Indonesia sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah);Seharusnya, menurut Budiyono, sebelum dilakukan pemecatan pihak pekerja harus diberi peringatan terlebih dahulu. Selain itu Budiyono mengaku bahwa pekerja ditawari sejumlah nominal oleh pihak manajemen sebagai pesangon. Tapi karena dirasa tidak sepadan dengan pengabdian pekerja di perusahaan maka pihak pekerja menolaknya. Masa kerja Nenny di perusahaan tersebut adalah 6 (enam) tahun 1 (satu) bulan, Selain itu perusahaan yang bergerak di bidang industri garmen itu masih menunggak utang kepada Nenny dan dua rekannya berupa upah bulan Juli 2011. Dan juga belum membayar tunjangan hari raya (THR) tahun 2011.Untuk menyelesaikan perselisihan itu pihak pekerja berinisiatif mengirim surat kepada pihak manajemen untuk bertemu dan melakukan perundingan. Dari tiga surat yang telah dikirim, tak satu pun mendapat tanggapan. Sampai sekarang pihak pekerja menilai perusahaan tidak punya iktikad baik untuk menyelesaikan masalah yang ada sesuai aturan hukum.Kesal suratnya tak ditanggapi, pihak pekerja mengadu ke Sudinakertrans Jakarta Utara. Proses mediasi tripartit digelar. Setelah beberapa kali mediator Sudinakertrans Jakut memanggil pihak manajemen untuk hadir dalam mediasi mereka tak kunjung memenuhi panggilan. Merasa pemanggilan secara patut sudah dilakukan tapi pihak manajemen tidak pernah hadir dalam mediasi maka pada 21 oktober 2011 mediator menerbitkan anjuran. Yaitu perusahaan harus membayar hak pekerja berupa pesangon sebesar dua kali sesuai dengan ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan. Selain itu perusahaan dianjurkan membayar gaji bulan Juli 2011, membayar upah pekerja selama tidak dipekerjakan dan THR 2011.Pihak pekerja menyambut baik anjuran, tapi sayangnya pihak manajemen tidak mengindahkan anjuran itu. Maka pihak pekerja mengajukan gugatan perselisihan PHK ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.Menurut pihak pekerja proses PHK yang ada tidak berdasarkan pasal 151 ayat (3) dan pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Selain itu pihak pekerja menganggap pihak manajemen tidak memperbolehkan lagi pekerja untuk bekerja di perusahaan. Berdasarkan pasal 155 ayat (2) UU Ketenagakerjaan pihak pekerja merasa berhak mendapat upah sejak bulan Agustus 2011 sampai ada putusan PHK yang sah.UU Ketenagakerjaan

Pasal 151 ayat (3)Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.Pasal 156 ayat (1)Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.Pasal 155 ayat (2)Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.

Pihak manajemen menyangkal tuduhan pihak pekerja yang menyatakan proses PHK tanpa melalui surat peringatan lebih dulu. Pihak manajemen menyebut satu dari empat pekerja itu sudah diberi surat peringatan. Yaitu Romauli Panjaitan sudah diberi surat peringatan kedua pada 16 Juni 2009. Selain itu pihak manajemen menilai kinerja Nenny dkk kurang baik selama periode 2010 2011. Serta menolak dalil pihak pekerja yang menyatakan bahwa pihak manajemen melarang pekerja untuk bekerja. Proses persidangan perkara ini telah masuk pada agenda pengajuan bukti dari Nenny Lorica.

Pemohonan Kasasi:

PT. Tainan Enterprises Indonesia menyalahi ketentuan Pasal 161 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan: Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga berturut-turut

PT. Tainan Enterprises Indonesia tidak terbukti melakukan PHK sepihak kepada Nenny Lorica karena tidak adanya bukti dan saksi

Nenny Lorica dianggap mengundurkan diri oleh PT. Tainan Enterprises Indonesia dikarenakan tidak masuk bekerja selama lima (5) hari berturut-turut sehingga dianggap mangkir bekerja berdasarkan ketentuan Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan: Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasi mengundurkan diri

Terlepas dari alasan-alasan Pemohon Kasasi, menurut Mahkamah Agung, PT. Tainan Enterprises Indonesia tidak dapat membuktikan adanya surat panggilan untuk bekerja 2 (dua) kali secara patut sebagaimana diatur dalam Pasal 168 UndangUndang No. 3 Tahun 2003, dengan demikian Nenny Lorica tidak dapat dikualifikasikan mengundurkan diri.Kemudian berdasarkan peristiwa hukum yang demikian, maka adil dan beralasan hukum apabila diputus hubungan kerja dengan mendapat hak-haknya 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) Undang Undang No. 13 Tahun 2003, sedangkan upah proses tidak diberikan karena Penggugat tidak melakukan pekerjaannya.

Putusan Mahkamah Agung : 1) Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: NENNY LORICA tersebut; 2) Membatalkan putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 321/PHI.G/2008/PN.JKT.PST tanggal 17 Februari 2009;

DAN MENGADILI SENDIRI: Dalam Eksepsi: - Menolak Eksepsi Tergugat; Dalam Pokok Perkara: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan putus secara hukum hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak tanggal 31 Maret 2008; 3. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak kepada Penggugat yang jumlah dan perinciannya adalah sebagai berikut: Uang pesangon: 7 x Rp 1.562.192,- = Rp 10.935.344,- Uang penghargaan masa kerja: 3 x Rp 1.562.192,- = Rp 4.868.576,- Uang penggantian hak (penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan): 15% x (Rp 10935.344,- + Rp 4.868.576,-) = Rp 2.343.288,- Jumlah = Rp 17.965.208,- (tujuh belas juta sembilan ratus enam puluh lima ribu dua ratus delapan rupiah); 4. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya; Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi kepada Negara;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Kamis tanggal 6 Agustus 2009 oleh Dr.H. Abdurrahman, SH.,MH. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Fauzan, SH.,MH. dan Horadin Saragih, SH.,MH. Hakim-Hakim Ad Hoc PHI sebagai Anggota, diucapkan pada hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh Baharuddin Siagian, SH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak

BAB 2PEMBAHASAN2.1 Landasan Teori1.1.1 Definition of Employment Termination (PHK)Employment termination (PHK) is termination of employment for a certain thing that resulted in termination of the rights and obligations between the employee and the company. It happens due to resignation, dismissal by the company, or contract runs out. According to the article 61 UU No. 13 Tahun 2003 Tenaga Kerja, employment agreement could be terminated if: a. Employee dies.b. Duration of work contact has ended.c. The presence of a court decision or determination of labor dispute resolution institution that already have permanent legal force.d. The existence of specific circumstances or events specified in the employment agreement, company regulations or collective agreements which could lead to termination of employment.Those who lay off employment agreement before the prescribed period, shall reimburse the other party for the wages of employees to the expiry of the time limit employment agreement.

Unilateral TerminationThe company could make lay offs if the employee violates the agreements, company regulations or collective bargaining agreement (CBA). But before laying off, the company must provide a letter of warning 3 times in a row. The company can determine the proper sanctions depends on the type of offense, and for a particular offense. The company could issue a SP 3 directly or dismissed. Because every company has different rules, all of this is set in the employment agreement and each company regulations. The dismissal may be due to other reasons, sides of the employee error. For example, when the company decided to improve efficiency, merger or fusion, in a state of loss/bankruptcy. Layoffs will occur due to circumstances beyond the control of the company.For employees who are laid off, layoffs reason plays a major role in determining whether the employee is entitled or not entitled to severance pay, gratuity and compensation. Regulations regarding severance pay, gratuity and compensation were regulated in Article 156, Article 160 to Article 169 of UU No. 13 of 2003 Ketenagakerjaan.

Basic company performs Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)Reffered to UU No. 13 of 2003 Ketenagakerjaan, the company may have to lay off employees in certain conditions such as the following:a. The resignation of his own volitionFor employee who resigned as well not entitled to severance pay in accordance with article 156 ayat 2. The employee is also not entitled to a gratuity in accordance with article 156 ayat 3 but is entitled to compensation pay to get one time the provisions of Article 156 ayat 4.Employees resigned for several things including moved to another place, personal reasons, etc. Employees may submit resignation to the company without coercion/intimidation.Employee should fullfill the conditions of resignation: Employees shall apply the application letter less than 30 days before resign. Employees do not have commitment to work for the government after graduation Employees continue implement the obligation to resign.

Less than 14 days prior to the date of resignation (last date worked), the company have to give answers about resignation. The company which does not respond within 14 days agreed to approve that resignation as well (Pasal 26 ayat [3] dan [4] Kepmenakertrans 78/2001).If the employee resigns suddenly without following the procedure according to applicable regulations (submitted 30 days prior to the date of resignation) then the employees only earn money compensation. If the employees follow the procedures, they get a large severance payment rate based on an agreement between company and employees are set out in the Collective Labour Agreement ( CLA ) or regulations.

b.Resignation in writing of their own accord because of the employment relationship ended.(Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja)Contracted employee who has resigned because the contract is expired, then the employee does not get severance pay in accordance with article 154 ayat 2 and gratuity in accordance with article 156 paragraph 3 is also entitled to a severance payment but compensation in accordance with article 156 paragraph 4.

b. Resignation due to reach retirement age.Regarding the retirement age limit to be agreed between company and employee forth in collective bargaining agreements or regulations. The retirement age limit referred to the age determination based on the age of birth and years of service. For the example:Someone called retirement when the employee is 55 years old. Despite his years of service has not reach 25 years, the employee has categorized retirement automatically. Otherwise when the working period has reached 25 years sequentially in the same company, although the age has not reached 55 years, then it is categorized as a retired employee. Any category of of retirement, the employee is entitled to severance pay 2 times referred to the article 156 paragraph 2 and gratuity 1 times referred to the article 156 paragraph 4, but not entitled to severance pay. c. Employees major offensesErrors are included in the category of major offenses, namely: Employees have committed fraud, theft, embezzlement of goods or money belonging to the company. Employees provide false or falsified information to the detriment of the company. Employees drunk, use or distribute narcotics, psychotropic substances, and other active substances in the workplace. Conduct immoral things or do gambling in the workplace. Attack, molest, threaten, or intimidate, colleagues or company in the workplace. Persuade colleagues or company to perform actions contrary the law. Careless or deliberate damage or let in danger of company goods that result in losses for the company. Careless or deliberately let a co-worker or a company is in danger in the workplace. Dismantle or leaking company secrets that should not be disclosed except for the interest of the state. Perform other actions in the company that carries a penalty of imprisonment in 5 (five) years or more.Employees were terminated by severe errors only obtain restitution which duties and functions not represent the interests of the company directly. Not only having restitution, but also severance pay which are set to the Employment Agreement, the Company Regulations, and or Agreement working Together (PKB).

e. The employee detained by the authorities The Company may do the employment termination after 6 (six) months of not doing any job because of the criminal process. In that condition the company shall pay to the employee or labor gratuity equal to 1 (one) time plus restitution rights. This employment termination is without any stipulation of settlement agencies Industrial Relations, but if the Court decides criminal cases before 6 (six) months and employee is not guilty, the company should hire that employee back.

f. company suffered lossesIf the company went bankrupt and closed down because of losses continuously for 2 (two) years, then the company could make the employment termination. The requirement proves the loss with the financial statements 2 (two) years audited by a public accountant. And companies are required to provide severance pay 1 (one) time and money substitutes rights provisions.

g. Employees continuous defaultersThe Company may do the employment termination if the employee does not get in for 5 consecutive days without any written information completed with valid evidence, although is having called two times in a proper and written by the company. In this situation, the employees considered to have resignation. Reasons and valid evidence that employees are absent from work, must be submitted on the first day of work. Calling for employees are not more than 3 business days sent to their address that are listed in the company.Employees are entitled to receive compensation pay and severance pay which are stipulated in the Agreement implementation of work, the Company Regulations and Collective Labor Agreement.

h. Employee diesThe contract will automatically expired when the worker dies. The company is obliged to provide the money that is 2 times the severance pay, one time gratuity and compensation pay. As for as the heir widow / widower or if there are no children or descendants no straight line up / down are not regulated in the employment agreement, the Company Regulations, Collective Labor Agreement.

i. Employees violationThere is a bond between the employee and the company in the form of labor agreements, company regulations, and CLA are made by the company altogether between employee / union with the company, the contents which a minimum of rights and obligations of each side and working conditions, with the agreement that has been approved by each of the parties is expected in the implementation is not violated by either party.Violation of the existing agreements would have sanctioned such as verbal reprimand or written letter, and the form of memorandum. The letter may be made to the memorandum I, II, dan III. Each of the enactment of a memorandum for 6 months so that if the employees had been warned to 3 times in a row in 6 months for the same offense and based on existing legislation unless otherwise stipulated in the agreements, company regulations, collective employment agreement, the company can layoffs. Company Obliged to provide severance pay one of the provisions, gratuity 1 time provisions and compensation pay the amount specified in the rules.

j. Change of status, incorporation, or change of ownershipFor employees who laid off their employment relationship because of the reason mentioned above: Employees who are not willing to continue the employment relationship, the employee is entitled to severance pay 1 time in accordance with Article 156 paragraph 2 and gratuity 1 time in accordance with Article 156 paragraph 3 and compensation in accordance with article 156 paragraph 4 and not eligible for separation. The company is not willing to accept employees in the company, the employees are entitled to severance pay 2 times the provisions of Article 156 paragraph 2 and gratuity Article 156, paragraph 3 and compensation in accordance with article 156 paragraph 4 and are not entitled to severance pay.

k. Termination of Employment for reasons of efficiencyFor employee who end their employment relationship because of the efficiency of the worker is entitled to severance pay 2 times the provisions of article 156, paragraph 3 and compensation in accordance with article 156, paragraph 3 and gratuity 1 times the provisions of article 156 paragraph 4 but not entitled to a severance payment.the following is explanation of severance pay, gratuity, compensation pay and severance pay received for various types of reasons layoffs:

The calculation of severance pay for layoffsThe calculation of severance pay are stipulated under article 156 paragraph 2 UU No. 13 of 2003 are: working period less than 1 year = 1 month salary working period of 1 year or more but less than 2 years = 2 months wages work period of 2 years or more but less than 3 years = 3 months wages tenure of 3 years or more but less than 4 years = 4 months wages tenure of 4 years or more but less than 5 years = 5 months wages tenure of 5 years or more but less than 6 years old = 6 months wages working period of 6 years or more but less than 7 years = 7 months wages tenure of 7 years or more but less than 8 years = 8 months wages working period of 8 years or more = 9 months wages

The calculation of the gratuity for layoffs

The calculation of gratuity under article 156 paragraph 3 of UU No. 13 of 2003: tenure of 3 years or more but less than 6 years = 2 months wages working period of 6 years or more but less than 9 years = 3 months wages working period of 9 years or more but less than 12 years = 4 months wages tenure of 12 years or more but less than 15 years = 5 months wages tenure of 15 years or more but less than 18 years = 6 months wages tenure of 18 years or more but less than 21 years = 7 months wages tenure of 21 years or more but less than 24 years = 8 months wages working period 24 years or more = 10 months wages.

Reimbursement rights that should be received by employees who are layoffReimbursement rights or entitlements under article 156 UU No.13 of 2003: Annual leave which is not taken and not come off; The cost or fare home for the employees / laborers and their families to the place where the employee / laborer worked. Replacement of housing as well as treatment and care are set at 15% of the severance pay or gratuity for those who qualify Other matters specified in the employment agreement, regulations or collective agreements.What are the components that are used in the calculation of severance pay and gratuity?Wage component that is used as the basis for calculating severance pay, gratuity, and restitution rights or delayed entitlements are, consisting of: basic wage all forms of permanent alimony granted to employees and their families, including the purchase of the supply given to the employee / laborer for free, which must be paid when the supply of employees with subvention, then the wage is considered as the difference between the purchase and price to be paid by the employee.

The Company is prohibited from Employment Termination (PHK)The Company is prohibited from dismissal on the grounds: employee is absent from work due to illness according to doctors during the period of longer than 12 months consecutively. employees are unable to do the job, because the obligations of the state in accordance with the provisions of the legislation in force. Employee is praying hajj pilgrame. Employee is married Employee is pregnant women, childbirth, fall uterus, or breast-feeding her baby. Employees have blood ties or family relationships with other employees in the company, unless it has been stipulated in the employment agreement, company regulations or collective agreements Employees set up, become a member and / or trade union officials, trade union activities outside working hours, or in the hours of work on an agreement the company, or based on the provisions stipulated in the employment agreement, company regulations or collective agreements Employees who report the company to the authorities regarding the company act of committing crimes. Due to differences in understanding, religion, political affiliation, race, color, race, gender, physical condition, or marital status. Employees in a state of permanent disability, pain due to accidents, or illness due to labor relations according to a doctor's certificate that period of recovery can not ascertained.

ReferencesIndonesia. Undang-UndangNomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga KerjaIndonesia.Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnya

2.2 Case AnalysisProses Hukum

Nenny Lorica sudah melalui langkah hukum yang tepat dengan melalui kuasa hukumnya Lembaga Bantuan Hukum Mawar Salon telah melakukan upaya bipartit untuk penyelesaian secara damai dan kekeluargaan dengan mengundang PT Tainan Enterprises akan tetapi PT Tainan Enterprises Indonesia sama sekali tidak menanggapi itikad baik dari Nenny Lorica untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara damai dan kekeluargaan. Maka upaya penyelesaian secara bipartit dianggap gagal, hal ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang menyebutkan:...Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak tercapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal

Dikarenakan upaya penyelesaian secara bipartit dianggap gagal, tindakan yang tepat dilakukan oleh Nenny Lorica dengan mencatatkan permasalahan Perselisihan Hubungan Industrial ke ke Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara pada tanggal 4 Agustus 2008. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menyebutkan:...Dalam hal perundingan bipartit gagal sebagaimana dimaksud Pasal 3 ayat (3), maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartite telah dilakukan...;

Kemudian pada tanggal 8 Agutus 2008 Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara telah memanggil Nenny Lorica dan PT Tainan Enterprises Indonesia untuk memilih Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui Surat Nomor: 3622/-1.831 tanggal 8 Agustus 2008, perihal Undangan dalam rangka penawaran penanganan perkara Perselisihan Hubungan Industrial melalui Konsiliasi/Arbitrase;

Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara mengadakan Mediasi sebanyak 3 kali berturut-turut di mana kedua proses Mediasi tersebut selalu dihadiri oleh Nenny Lorica tetapi tidak pernah dihadiri oleh PT Tainan Enterprises Indonesia;

Sehingga pada tanggal 13 Oktober 2008 Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Utara telah membuat dan memberikan Anjuran Nomor: 4228/-1.831 tanggal 13 Oktober 2008, sebagai berikut:1. Perusahaan PT Tainan Enterprises Indonesia atas pengakhiran hubungan kerja dengan pekerja Sdri. Nenny Lorica memberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.2. Para pihak agar memberikan jawaban secara tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) setelah diterimanya anjuran ini.3. Apabila kedua belah pihak atau salah satu pihak menolak anjuran, maka pihak yang menolak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja ini kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sesuai Undang-Undang No. 2 Tahun 2004.

Nenny Lorica melalui kuasa hukumnya telah menyatakan menerima Anjuran tersebut, tetapi PT Tainan Enterprises Indonesia tidak memberikan tanggapan sehingga dianggap sebagai menolak anjuran, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2) huruf d Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, bahwa dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka para pihak atau salah satu pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat, yang dalam hal ini adalah Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Pelanggaran Hukum

Nenny Lorica adalah karyawan tetap dibagian Finishing (QC Final) pada PT Tainan Enterprises Indonesia dengan masa kerja 6 (enam) tahun 1 (satu) bulan. Nenny Lorica adalah pekerja yang sangat berdedikasi, loyal dan tidak pernah bermasalah di tempat kerja PT Tainan Enterprises Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan Nenny Lorica tidak pernah mendapat surat peringatan dari PT Tainan Enterprises Indonesia selama bekerja. Namun sejak Januari 2008 sampai November 2008, Nenny Lorica tidak pernah menerima upah dan tidak menerima Tunjangan Hari Raya tahun 2008. Kemudian pada tanggal 31 Maret 2008, PT Tainan Enterprises Indonesia melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap Nenny Lorica secaralisan dan tanpa memberikan hak-haknya dengan alasan Nenny Lorica telah melakukan kesalahan berat yang menyebabkan kerugian bagi PT Tainan Enterprises Indonesia sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah);

Sehubungan dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka penyelesaian kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Pengusaha yang akan melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (eks) Pasal 158 ayat (1) maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan Hakim Pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

b. Apabila pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib dan pekerja/buruh tidak dapat melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya maka berlaku ketentuan Pasal 160 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam hal terdapat alasan mendesak yang mengakibatkan tidak memungkinkan hubungan kerja dilanjutkan, maka pengusaha dapat menempuh upaya penyelesaian melalui Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka unsur kesalahan berat yang dijadikan dasar oleh PT Tainan Enterprises Indonesia selaku pengusaha untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja adalah tidak tepat, sehingga PHK terhadapNenny Lorica menjadi batal demi hukum.

Tindakan PT Tainan Enterprises Indonesia tersebut yang telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja secara sepihak dan melawan hukum terhadap Nenny Lorica jelas bertentangan dengan ketentuan

1. Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja, tidak dapat dihindari maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh;

2. Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan:

Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar- benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial;

Tindakan PT Tainan Enterprises Indonesia yang melakukan PHK terhadap Nenny Lorica tanpa melalui Surat Peringatan kepada Nenny Lorica, jelas telah melanggar ketentuan:

1. Pasal 161 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, tentangKetenagakerjaan, yang menyatakan:

2) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga berturut-turut3) Surat peringatan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerjasama;

2. Pasal 151 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyebutkan :

1) Dalam hal segala upaya dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh;2) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

Berdasarkan Pasal 155 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang pada intinya bahwa PHK tanpa Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 adalah batal demi hukum;

Berdasarkan Pasal 151 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang pada intinya menyatakan bahwa selama putusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Dengan demikian PT Tainan Enterprises Indonesia harus tetap melaksanakan kewajibannya untuk membayar upah selama proses Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial kepada Nenny Lorica sampai dengan adanya putusan Pengadilan Hubungan Industrial.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Permen No.44/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan, THR untuk pekerja dengan masa kerja 1 (satu) tahun lebih yaitu sebesar 1 (satu) bulan upah, sehingga berdasarkan ketentuan tersebut Nenny Lorica berhak untuk menerima Tunjangan Hari Raya (THR);

Pasal 96 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, menyatakan bahwa:apabila dalam persidangan pihak pengusaha terbukti tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud Pasal 155 ayat (3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Hakim Ketua Sidang harus segera menjatuhkan putusan sela berupa perintah kepada Pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan

Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menyatakan: Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima;

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, apabila gugatan yang disampaikan oleh Nenny Lorica adalah benar maka seharusnya dia mendapatkan hak-haknya selaku pekerja atas PHK sepihak tanpa adanya kesalahan berupa uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, upah proses dan THR dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 49.990.144,- (empat puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh ribu seratus empat puluh empat rupiah), dengan perincian sebagai berikut:

1. Upah = Rp 1.562.192,- (satu juta lima ratus enam puluh dua ribu serratus sembilan puluh dua rupiah)2. Masa kerja = 6 (enam) tahun 1 (satu) bulan3. Uang pesangon : 2 x 7 x Rp.1.562.192,- = Rp 21.870.688,-4. Uang penghargaan masa kerja : 2 x 3 bulan x Rp 1.562.192,- = Rp 9.373.152,-5. Uang penggantian hak : 15% ( Rp 21870.688,- + Rp.9.373.152,-) = Rp 4.686.576,-6. Upah proses (Januari s/d November 2008) 11 x Rp 1.562.192,- = Rp 17.184.112,-7. THR tahun 2008: 1 x Rp 1.562.192,- = Rp 1.562.192,-

Total = Rp 49.990.144,- (empat puluh sembilan juta sembilan ratus sembilan puluh ribu seratus empat puluh empat rupiah).

BAB 3PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Daftar PustakaUndang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang KetenagakerjaanUndang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaiaan Perselisihan Hubungan IndustrialUndang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga KerjaPeraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang PengupahanIndonesia.Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnyaIndonesia.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu TertentuAgusmidah, dkk. 2012. Bab-bab tentang hukum perburuhan Indonesia. Denpasar : Pustaka Larasan. http://media.leidenuniv.nl/legacy/bbrl-labour-law-final.pdfhttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f26bcbbf314c/dipecat-tanpa-pesangon-pekerja-garmen-menggugat