ANALISIS USAHA NGGADOH SAPI DALAM PERSPEKTIF
Transcript of ANALISIS USAHA NGGADOH SAPI DALAM PERSPEKTIF
ANALISIS USAHA NGGADOH SAPI DALAM PERSPEKTIF
MUDHARABAH DI DESA SAPTA MULIA KECAMATAN
RIMBO BUJANG KABUPATEN TEBO
SKRIPSI
ERNI DUWI ASTUTI
EES 150643
PEMBIMBING:
Dr. RAFIDAH, S.E., M.EI
G.W.I. AWAL HABIBAH, M.E.Sy
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2019 M/1441 H
ii
iii
iv
v
MOTTO
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum kecuali kaum itu
sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-
Ra’d [13]: 11)1
1Al-Quran dan Terjemahannya, (Bandung: Mikraj Khazanah Ilmu, 2011).
vi
ABSTRAK
Erni Duwi Astuti; EES15064; Analisis Usaha Nggadoh Sapi dalam Perspektif
Mudharabah di Desa Sapta Mulia Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui praktik nggadoh yang dilakukan
oleh masyarakat desa Sapta Mulia, (2) mengetahui bagi hasil antara pemilik dan
peternak, (3) mengetahui faktor pendorong, faktor penghambat dan potensi dari
usaha nggadoh sapi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode yang
digunakan untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini yaitu melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah: (1)
pelaksanaan praktik usaha nggadoh sapi di Desa Sapta Muliahanya akad lisan dan
terjadi tanpa sepengetahuan pemerintahan desa (2) bagi hasil yang dilakukan oleh
masyarakat yaitu bagi anak, bagi keuntungan jual dan bagi hasil anak/kongsi (3)
yang menjadi faktor pendorong dapat dilihat dari sisi pemilik dan penggadoh.
Yang menjadi faktor penghambat pun demikian juga yaitu dapat dilihat dari sisi
pemilik dan penggadoh. Potensinya yaitu menyokong perekonomian dan dapat
memberikan tambahan pendapatan. Jika dilihat dari praktiknya, maka dalam
usaha nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat desa Sapta Mulia sudah
dapat dikatakan sesuai dengan konsep mudharabah. Meskipun dalam
pelaksanaannya masih terdapat kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki
lagi. Agar terbangun muamalah yang shahih dan terhindar dari sifat merugikan
pihak lain.
Kata kunci: analisis, usaha nggadoh sapi, perspektif, mudharabah
vii
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas
terselesaikannya skripsi ini maka akhirnya saya dapat mempersembahkan skripsi
ini untuk Ibu saya Umi Solekah dan Ayah saya Sarno yang selalu mendorong
untuk menyelesaikan sesegera mungkin, dan atas do’a, ridho, motivasi dan
dukungan serta kepercayaan penuh, maka karya ini dapat terselesaikan.
Untuk kakak saya Ika Agustin Rahayu beserta suami yang juga telah
membantu dalam proses penelitian ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik tak lupa pula untuk keponakan saya tercinta Rizki Yogi Pratama
yang selalu menghibur dengan tingkah lucunya dikala saya merasa sangat lelah.
Sahabat DEARS ku, Dea Fradika, Rika Rizkia, Hasnah, dan Siti Jusnawati
yang telah menjadi sahabat yang baik, yang selalu memberi semangat dan
dukungan, tidak hanya dalam proses penyelesaian skripsi ini namun juga selama
empat tahun terakhir dalam seluruh proses panjang ini.
Serta Teman-teman Ekonomi Syariah Angkatan 2015 khususnya Lokal E,
teman-teman KKN posko 4 serta teman-teman KSEI Al-Fath terima kasih atas
semangatnya dan seluruh proses yang dapat saya lewati.
Dan akhirnya, tak lupa almamater tercinta tempat semua ini bermula dan
berakhir Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Terima kasih telah mendukung saya dalam proses penyelesaian skripsi ini dan
saya sangat bersyukur kepada seluruh orang yang saya temui dan
apapun yang telah terjadi dalam hidup saya,
terima kasih Ya Allah.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Analisis Usaha Nggadoh Sapi dalam Perspektif Mudharabah di
Desa Sapta Mulia Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo”. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis, oleh
karena itu penulis berharap para pembaca dapat memaklumi kekurangan yang ada
dalam skripsi ini.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
studi pada program strata satu (S1) jurusan Ekonomi Syariah Fakultas
Ekonomidan Bisnis Islam (FEBI) di Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E). Atas bantuan
semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini tak lupa saya ucapkan terima
kasih sedalam-dalamnya, secara rinci ucapan terima kasih ini saya sampaikan
kepada:
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
2. Bapak Prof. Dr. H. Suaidi Asy‟ari, MA. Ph.D, Bapak Dr. H. Hidayat, M.Pd,
dan Ibu Dr. Hj. Fadhilah, M.Pd selaku Wakil Rektor I, II, dan III Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak Prof. Dr. Subhan, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Ibu Dr. Rafidah, S.E., M.E.I, Bapak Dr. Novi Mubyarto, M.E, dan Ibu Dr.
Halimah Djafar, M. Fil.I, selaku Wakil Dekan I, II, dan III di lingkungan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
5. Bapak Dr. Sucipto, MA dan Ibu G.W.I. Awal Habibah, M.E.Sy, selaku Ketua
dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
6. Bapak Drs. A. Tarmizi, M.HI selaku dosen Pembimbing Akademik (PA) yang
turut memberikan bimbingan dan saran mulai dari awal kuliah sampai
penyusunan skripsi ini.
ix
7. Ibu Dr. Rafidah, S.E., M.E.I dan Ibu G.W.I. Awal Habibah, M.E.Sy selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
petunjuk dan saran yang sangat bermanfaat dan membangun selama proses
penyusunan skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan/karyawati Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
Disamping itu, disadari juga bahwa skripsi ini tidak luput dari kekhilafan
dan kekeliruan. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberi kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT kita
memohon ampunan-Nya dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.
Semoga amal kebajikan kita dinilai oleh Allah SWT.
Jambi, September 2019
Penulis,
Erni Duwi Astuti
EES.150643
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR ............................................ ii
NOTA DINAS ........................................................................................................... iii
PENGESAHAN TUGAS AKHIR ........................................................................... iv
MOTTO .................................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ..................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 7
C. Batasan Masalah .......................................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8
F. Landasan Teori............................................................................................. 9
G. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 21
H. Kerangaka Pemikiran ................................................................................... 24
BAB II METODE PENELITAN
A. Pendekatan Penelitian .................................................................................. 25
B. Unit Analisis ................................................................................................ 25
C. Jenis dan Sumber Data ................................................................................. 27
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 28
E. Teknik Analisis Data.................................................................................... 30
F. Operasionalisasi Konsep .............................................................................. 32
xi
BAB III GAMBARAN UMUM DESA SAPTA MULIA KECAMATAN
RIMBO BUJANG KABUPATEN TEBO
A. Sejarah.......................................................................................................... 34
B. Visi dan Misi ................................................................................................ 35
C. Letak Geografis ............................................................................................ 39
D. Demografis ................................................................................................... 40
E. Struktur Pemerintahan ................................................................................. 42
F. Pembangunan Desa ...................................................................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 48
1. Pelaksanaan Praktik Nggadoh Sapi di Desa Sapta Mulia ....................... 48
2. Cara Bagi Hasil Antara Pemilik dan Peternak pada Nggadoh Sapi di
Desa Sapta Mulia .................................................................................... 64
3. Faktor Pendorong, Faktor Penghambat dan Potensi pada Nggadoh
Sapi di Desa Sapta Mulia ........................................................................ 68
B. Pembahasan.................................................................................................. 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................. 93
B. Saran ............................................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Nama Pemilik dan Penggadoh ......................................................... 4
Tabel 2 Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 21
Tabel 3 Operasionalisasi Konsep ............................................................................ 33
Tabel 4 Pembagian Dusun, RT dan RW ................................................................ 40
Tabel 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ............................... 40
Tabel 6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................ 41
Tabel 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama .................................. 42
Tabel 8 Kesimpulan Hasil Penelitian ..................................................................... 88
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 24
Gambar 2 Komponen dalam Analisis Data (Interaktive Model) .......................... 30
Gambar 3 Struktur Organisasi ............................................................................... 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman sekarang, keperluan akan sistem mudharabah semakin terasa
urgensinya untuk menjaga kesenjangan kaya miskin atau untuk menghindari
kecemburuan sosial.2Mudharabah merupakan bagian dari bentuk kerja sama
antara pihak pemilik dana dengan pihak lain sebagai pengelola dana. Dimana satu
pihak akan menempatkan modal sebesar 100% yang disebut dengan shahibul mal,
dan pihak lainnya sebagai pengelola usaha, disebut dengan mudharib. Bagi hasil
dari usaha yang dikerjasamakan dihitung sesuai dengan nisbah yang disepakati
antara pihak-pihak yang bekerja sama.3 Keuntungan yang diterima akan dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan kerugian yang terjadi akan
ditanggung oleh pihak pemilik dana selama kerugian bukan diakibatkan oleh
pihak pengelola. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah,
sebagaimana ungkapan sahabat Nabi SAW yaitu Ali bin Abi Thalib berkata:
Kerugian itu berdasarkan harta (modal), sedangkan keuntungan berdasarkan
kesepakatan para mitra.4
Sebagai makhluk sosial, kebutuhan akan kerja sama antara satu pihak
dengan pihak lain guna meningkatkan taraf perekonomian dan kebutuhan hidup,
2Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.13.
3Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2017), hlm. 83.
4Muhammad Sjaiful, Urgensi Prinsip Proporsionalitas pada Perjanjian Mudharabah di
Perbankan Syariah Indonesia, HARLEV (Hasanuddin Law Review), Vol.1, Issue.2, 2015,
hlm.235, http://pasca.unhas.ac.id/ojs/index.php/halrev/article/view/81, akses pada 22 November
2018.
2
atau keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan.5 Adanya akad mudharabah
merupakan salah satu bentuk akad kerjasama yang menguntungkan antara satu
pihak dengan pihak lain. Pada akad ini pihak yang kekurangan modal akan
terbantu oleh pemilik modal, begitu juga sebaliknya pemilik modal akan
diuntungkan, karena modal yang diberikan akan berkembang dan keuntungannya
dibagi dua. Disinilah orang yang tidak mempunyai modal akan terbantu dalam
berusaha, ia dapat bekerja dalam satu lapangan ekonomi serta dapat terhindar dari
pengangguran.6
Sistem mudharabah masih bersifat umum namun akad ini dapat pula
diaplikasikan pada peternakan atau sering disebut bagi hasil peternakan. Yang
dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 1967 pasal 17 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menjelaskan
bahwa bagi hasil ternak dan persewaan ternak tersebut dalam pasal ini ditentukan
atas dasar persetujuan dan perjanjian pihak-pihak yang bersangkutan, dengan
mengindahkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam pasal ini. Peternakan
atas dasar bagi hasil ialah penyerahan ternak sebagai amanah yang dititipkan oleh
pemilik kepada orang lain untuk dipelihara baik-baik, diternakkan dengan
perjanjian bahwa dalam waktu tertentu titipan tersebut dibayar kembali berupa
ternak keturunannya atau dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua pihak.7
5Helmi Karim, Fiqh Muamalah, hlm. 12.
6Riska Sumarti, Praktik Bagi Hasil Ngadas Sapi Antara Pemilik dan Pemelihara di Desa
Langko Kecamatan Lingsar Perspektif Ekonomi Islam, Skripsi UIN Mataram, 2017,
http://etheses.uinmataram.ac.id/40/1/Riska%20Sumarti%20152115147.pdf, akses pada 16 Juli
2018. 7Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 pasal 17 ayat 1,
www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1967_6.pdf, akses pada 24 November 2018.
3
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Zainabriani, S.N Sirajuddin dan I.M
Saleh dengan judul Identifikasi Faktor Peternak dan Pemilik Modal Melakukan
Sistem Bagi Hasil Teseng Sapi Potong di Desa Batu Pute, Kecamatan Soppeng
Riaja, Kabupaten Barru, dijelaskan teseng atau sistem bagi hasil merupakan salah
satu kelembagaan lokal yang ada di beberapa daerah, khususnya Sulawesi Selatan,
sistem teseng ini terjadi apabila ada kesepakatan antara pemilik modal
(Ma’teseng) dan peternak (Pa’teseng) namun sangat berbeda dengan sistem kerja
sama pemerintah dan sistem kemitraan lainnya, dimana sistem bagi hasil teseng
tidak terjadi perjanjian tertulis atau kata lain tidak adanya hitam di atas putih.
Faktor utama peternak (Pa’teseng) melakukan sistem bagi hasil dikarenakan tidak
adanya modal, ingin memiliki ternak sendiri tuntutan ekonomi, permintaan
keluarga, tambahan pendapatan, dan faktor utama Pemilik modal (Ma’teseng)
melakukan sistem bagi hasil adalah: tidak adanya waktu dalam pemeliharaan,
ingin menolong, ingin mendapatkan keuntungan, tidak adanya lahan, jumlah
ternak sudah terlalu banyak.8
Selain dari penelitian diatas, ada salah satu bentuk usaha produktif yang
juga menggunakan sistem bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat desa Sapta
Mulia berupa usaha ternak sapi. Usaha ternak sapi yang dilakukan oleh
masyarakat desa Sapta Mulia ini dikenal dengan nama nggadoh sapi. Nggadoh
sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya suatu bentuk hubungan antara
8Zainabriani, S.N Sirajuddin dan I.M Saleh, Identifiksi Faktor Peternak dan Pemilik
Modal Melakukan Sistem Bagi Hasil Teseng sapi Potong di Desa Batu Pute Kecamatan Soppeng
Riaja Kabupaten Barru, JIIP, Vol.2, Nomor.1, 2015,
https://core.ac.uk/download/pdf/83869883.pdf, akses pada 13 September 2018.
4
pemilik dan seseorang yang memelihara sapi seperti pada hubungan bagi hasil.9
Dimana pemilik sapi akan menawarkan kepada peternak yang selanjutnya disebut
penggadoh untuk mengurus sapi miliknya atau penggadoh yang meminta untuk
mengurus sapi pada pemilik sapi dengan imbalan bagi hasil. Usaha ini merupakan
usaha sampingan yang biasanya dilakukan oleh masyarakat yang sehari-hari
bekerja sebagai petani atau buruh tani, yang memiliki jam kerja sangat minim dan
tidak memiliki modal untuk melakukan usaha lain. Di bawah ini adalah pemilik
dan penggadoh sapi yang menggunakan sistem bagi hasil:
Tabel 1
Tabel Data Nama Pemilik dan Penggadoh10
No Nama Pemilik NamaPenggadoh Tahun Mulai
Nggadoh
1 Bapak Salim Bapak Surya, Bapak Arip
dan Bapak Bambang
2017
2 Bapak Daud Bapak Paeran dan Bapak
Pasirin
2015
3 Bapak Teguh Bapak Slamet 2009
4 BapakBagyo, Bapak
Nanang dan Bapak
Sriyono
BapakMaryono 2018
5 Bapak Slamet Bapak Nurhadi -
6 Bapak Kodar Bapak Ramijan -
7 Ibu Masri, Mbak Eli
dan Bapak Teguh
Bapak Makmuri 2017
8 Bapak Jono Bapak Jabit 2019
9 Bapak Jimo dan Bapak
Yatno
Bapak Ukir -
10 Ibu Suparmi Bapak Arip, Bapak Sugi,
Bapak Triono dan Bapak
To
2015
9Netik Sawitri dan Rini Iswari, Hubungan Kerja Pemilik Sapi dan Penggadoh di Dusun
Pilangsari Potronayan Kabupaten Boyolali, Solidarity, 4(2), 2015, hlm 92,
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/solidarity/article/view/7284, akses pada 24 Desember
2018. 10
Hasil wawancara dengan Surya, tentang Orang-Orang Yang Nggadoh di desa Sapta
Mulia, pada 1 April 2019.
5
Pola bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat terdapat dua macam
bentuk yaitu: pertama, sistem bagi anak yaitu dimana pemilik memberikan
sepasang sapi dan pemilik akan mendapatkan bagi hasil setelah sapi beranak
dengan sistem anak pertama akan menjadi bagian penggadoh dan anak kedua
akan menjadi bagian pemilik atau sebaliknya. Kedua, sistem bagi keuntungan jual
yaitu dimana pemilik memberikan seekor sapi untuk dirawat kemudian dijual.
Pada awal pemberian sapi kepada penggadoh, sapi akan diberi harga sesuai
dengan harga sapi saat itu. Dengan sistem ini, pemilik akan mendapatkan
keuntungan setelah sapi yang dirawat dijual dan diambil harga awal sebelum sapi
tersebut di rawat oleh penggadoh. Sebagaimana hasil wawancara yang dilakukan
peneliti kepada bapak Kades desa Sapta Mulia:
“Kalau di sini macam-macam cara bagi hasil nggadoh sapinya. Ada yang nanti
anak yang pertama untuk yang ngurus, anak yang kedua untuk yang punya dan
begitulah seterusnya. Ada juga yang cuma nyuruh nguruskan sapi kita sudah tu
dijual baru bagi hasil, kayak yang saya lakukan, itu sapinya di hargain kayak
harga sapi pas saat itu. Jadi nanti pas sapinya sudah dijual sebelum untungnya
dibagi, harga sapi pas di awal penyerahan tadi diambil dulu, baru sisanya di bagi
dua. Misalnya harga pasaran sapi waktu itu Rp 7.000.000,- jadi anggap aja kita
ngasih modal Rp 7.000.000,- ke orang tu. Anggap aja lah sapinya di urus 1 tahun.
Nah nanti kalau udah lewat waktunya, dijuallah sapinya tadi. Anggap aja 1 tahun
kemudian ni sapinya udah laku Rp 13.000.000,-. Jadi pas sudah diterima uangnya,
disisihkanlah dulu yang Rp 7.000.000,- tadi, baru sisanya yang Rp 6.000.000,- di
bagi dua.”11
Namun bagi hasil dengan sistem membagi keuntungan jual, kurang
menguntungkan bagi penggadoh menurut bapak Surya. Sebagaimana pernyataan
dari bapak Surya yaitu:
“Sebenarnya kalau dihitung-hitung bagi hasil jual sapi tu gak terlalu
menguntungkan. Soalnya untuk ngasih makan aja kita harus mengeluarkan uang
11
Hasil wawancara dengan Bagyo Santoso, selaku Kades desa Sapta Mulia, tentang
Keberadaan Bagi Hasil Ternak Sapi di desa Sapta Mulia, tanggal 27 Oktober 2018.
6
untuk minyak motor. Anggap lah 1 (satu) hari Rp 10.000,- nah kalau dikalikan 25
hari aja sudah Rp 250.000,-. Nah itu kalau dikalikan sampai sapinya di jual sudah
habis berapa uangnya.”12
Selain itu, pola bagi hasil pada nggadoh sapi ini hanya mengikuti
kebiasaan yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat tanpa adanya kontrak
secara tertulis tentang usaha yang mereka lakukan, melainkan hanya atas dasar
rasa saling percaya. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip dalam
bermuamalah yang mengharuskan kejelasan dalam melakukan akad kerjasama.
Perlunya kejelasan akad bertujuan agar dalam melakukan kerjasama tidak
menimbulkan kerugian bagi kedua pihak di masa mendatang. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 282:
فكتبىي, ونيكتب بيىكم كا يأيها انريه ءامىىا ئذا تدايىتم ب سم ديه ئن أجم م
تب بهعدل...
Artinya:
Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar....13
Tidak adanya kontrak tertulis dalam perjanjian bagi hasil tersebut,
membuat beberapa hal terjadi diantaranya ada seorang pemilik sapi yang bahkan
tidak mengetahui nama lengkap dari orang yang mengurus sapinya, sebagaimana
yang terlihat dalam Tabel 1 tentang Data Nama Pemilik dan Penggadoh. Dimana
hanya tertulis nama Bapak To, karena Ibu Suparmi hanya mengingat nama
panggilannya saja dan bahkan ketika ia bertanya kepada seorang tetangganya
12
Hasil wawancara dengan Surya,selaku Penggadoh Sapi, tentang Permasalahan Yang
Dirasakan pada Nggadoh Sapi di desa Sapta Mulia, tanggal 1 Februari 2019. 13
Q.S Al-Baqarah (2): 282.
7
yang kebetulan ada di rumahnya saat itu, tetangganya pun tidak mengetahuinya
juga. Berikut yang dikatakan Ibu Suparmi:
“Yang ngurus sapi saya itu ada Arip, Sugi, Triono, sama To. Tapi ntah To itu apa
nama panjangnya. Orang-orang manggilnya To gitu aja kok mbak.”14
Selain itu menurut Bapak Yanto pernah terjadi juga dimana ketika pemilik
sapi meninggal namun pengurus sapi tidak mengembalikan sapi-sapi yang
diurusnya. Dan ketika ahli waris dari pemilik sapi tersebut bertanya, si peternak
mengatakan bahwa sapi tersebut telah ia beli. Karena tidak ada bukti yang dimilik
oleh ahli waris tentang kepemilikan sapi tersebut, maka sang ahli waris pun tidak
dapat berbuat apa-apa.15
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud untuk
melakukan penelitian dengan judul: ANALISIS USAHA NGGADOH SAPI
DALAM PERSPEKTIF MUDHARABAH DI DESA SAPTA MULIA
KECAMATAN RIMBO BUJANG KABUPATEN TEBO.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan praktikusaha nggadoh sapi yang dilakukan oleh
masyarakat dan bagaimana jika dilihat dari perspektif mudharabah?
2. Bagaimana bagi hasil nggadoh sapi antara pemilik dan peternak dan
bagaimana jika dilihat dari perspektif mudharabah?
3. Apa-apa saja faktor pendorong, faktor penghambat dan potensi dari usaha
nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat?
14
Hasil wawancara dengan Suparmi, selaku Pemilik Sapi, tentang Nama-Nama
Penggadoh Sapi, tanggal 1 April 2019. 15
Hasil wawancara dengan Yanto, tentang Permasalahan yang Terjadi pada Nggadoh Sapi
di desa Sapta Mulia, pada Juli 2018.
8
C. Batasan Masalah
Agar peneliti lebih terarah, maka perlu adanya pembatasan masalah yang akan
diteliti. Berdasarkan judul yang peneliti angkat, maka bahasan yang menjadi
tumpuan utama dari karya ilmiah ini agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam
pembahasan, baik terhadap peneliti maupun pembaca, maka penelitian ini hanya
memfokuskan kepada pelaksanaan praktik nggadoh, cara bagi hasil dalam
nggadoh dan juga faktor pendorong, faktor penghambat serta potensi dari
usaha nggadoh yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sapta Mulia Kecamatan
Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Provinsi Jambi.
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan praktikusaha nggadoh sapi yang dilakukan
oleh masyarakat.
2. Untuk mengetahui cara bagi hasil nggadoh sapi antara pemilik dan peternak.
3. Untuk mengetahui faktor pendorong, faktor penghambat dan juga potensi
dari usaha nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat.
E. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai praktik bagi
hasil yang sesuai dengan syariat Islam, khususnya dalam bidang peternakan.
2. Menambah pengalaman penulis dalam menerapkan teori-teori yang
berhubungan dengan mudharabah.
3. Dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan referensi
bagi pihak-pihak yang memerlukan.
9
F. Landasan Teori
1. Pengertian Mudharabah
Istilah mudharabah dikemukakan oleh Ulama Iraq sedangkan Ulama
Hijaz menyebutnya dengan istilah qirad.16
Namun, pengertian qirad dan
mudharabah adalah satu makna. Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang
berarti secara harfiah bepergian atau berjalan. Selain itu al-dharb, disebut juga
qiradh yang berasal dari al-qardhu, berarti al-qath’u (potongan) karena
pemilik memotong sebagian hartanya utuk diperdagangkan dan memperoleh
sebagian keuntungannya.17
Menurut bahasa, kata Abdurrahman al-Jaziri, mudharabah berarti
ungkapan terhadap pemberian harta dari seorang kepada orang lain sebagai
modal usaha di mana keuntungan yang diperoleh akan dibagi di antara mereka
berdua, dan bila rugi akan ditanggung oleh pemilik modal. Menurut istilah
syarak, mudharabah berarti akad antara dua pihak untuk bekerja sama dalam
usaha perdagangan di mana salah satu pihak memberikan dana kepada pihak
lain sebagai modal usaha dan keuntungan dari usaha itu akan dibagi di antara
mereka berdua sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.18
Sebagai suatu bentuk kontrak, mudharabah merupakan akad bagi hasil
ketika pemilik dana/ modal (pemodal), biasa disebut shahibul mal/rabbul mal,
menyediakan modal (100 persen) kepada pengusaha sebagai pengelola, biasa
disebut mudharib, untuk melakukan aktivitas produktif dengan syarat bahwa
16
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), hlm. 101. 17
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 135. 18
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, hlm. 11.
10
keuntungan yang dihasilkan akan dibagi di anatara mereka menurut
kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad.19
Nisbah bagi hasil antara pemodal dan pengelola harus disepakati di
awal perjanjian. Besarnya nisbah bagi hasil masing-masing pihak tidak diatur
dalam syariah, tetapi tergantung kesepakatan mereka. Nisbah bagi hasil bisa
dibagi rata 50:50, tetapi bisa juga 30:70,60:40, atau proporsi lain yang
diepakati.20
Nilai keadilan dalam akad mudharabah terletak pada keuntungan dan
pembagian risiko dari masing-masing yang sedang melakukan kerja sama
sesuai dengan porsi keterlibatannya. Kedua belah pihak akan menikmati
keuntungan secara proporsional, jika kerja sama tersebut mendapatkan
keuntungan. Sebaliknya, masing-masing pihak menerima kerugian secara
proporsional, jika usaha yang digalang bersama tidak mendapatkan hasil. Dari
aspek pemodal risikonya adalah kehilangan uang yang diinvestasikan. Dan dari
aspek mudharib, ia menerima risiko berupa kehilangan tenaga dan fikiran
dalam melakukan pengelolaan modal.21
2. Dasar Hukum Mudharabah
Jika melihat definisi mudharabah (qirad) sebagaimana di atas, tidak
ada dasar hukum dalam Al-Qur‟an yang secara spesifik menyangkut teknis
pelaksanaan akad mudharabah. Sedangkan teknis pelaksanaan akad
mudharabah banyak didapatkan dari praktek Rasulullah SAW bersama-sama
masyarakat Arab ketika itu. Maka, sebenarnya akad mudharabah secara teknis
19
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 60. 20
Ibid, hlm. 62. 21
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, hlm. 102.
11
merupakan hasil dari kearifan lokal masyarakat Arab ketika itu, bukan pesan-
pesan suci Al-Qur‟an. Bahkan al-Shan‟ani mengatakan bahwa praktik akad
mudharabah sudah berjalan mulai zaman jahiliyah pra Islam. Islam datang
mengakomodasi dan mengabsahkan praktik tersebut. Dan para Ulama fiqh
sepakat akan keabsahan akad mudharabah ini.22
Ayat Al-Qur‟an yang biasa dipakai sebagai landasan mudharabah
diantaranya yaitu dalam Q.S al-Baqarah ayat 283:
... انري اؤتمه أماوت, ونيتق الله زب ... فان أمه بعضكم بعضا فهيإ د
Artinya:
...Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang
dipercaya itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya....23
Ayat ini pun secara teknis tidak berbicara tentang akad mudharabah.
Akan tetapi membicarakan keharusan menunaikan amanat yang telah diberikan
oleh orang lain kepada kita. Melihat keumuman ayat Al-Qur‟an yang dijadikan
landasan bagi akad mudharabah di atas, maka landasan teknis tentang
kehalalan akad mudharabah dapat dilihat dari sunnah Nabi Muhammad SAW.
Dimana waktu itu, akad mudharabah dengan teknis perakadan sebagaimana
yang berjalan saat ini sudah diparaktikkan oleh Nabi SAW bersama-sama
sahabat. Ada riwayat yang menunjukkan bahwa Nabi SAW mengakui praktik
mudharabah. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib
r.a., bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda:
22
Ibid, hlm. 102. 23
Q. S al-Baqarah (2) : 283.
12
ل ث فيهه انبس كة انبيع ئن اجم وانمقا زضة وخهط انبس با نشعيس ث
نهبيت ول نهبيع.
Artinya:
Tiga bentuk usaha yang diberkahi oleh Allah SWT, yaitu menjual dengan
kredit, muqaradhah (mudharabah) dan mencampurkan gandum basah dan
gandum kering karena untuk kepentingan konsumtif bukan untuk diperjual
belikan. (HR Ibnu Majah dan Shuhaib)
Disamping itu, Imam Malik dalam kitabnya, Al-Mutawaththa‟ juga
menyebutkan:24
عه أن انسبح بيىهماأن عثما ن به عفان أعطا ي مال قساض ا يعمم في
Artinya:
Diriwayatkan dari al-Alla bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari kakeknya
bahwa Usman Ibn Affan telah menyerahkan hartanya untuk dikelola (oleh
orang lain) dengan model qirad dan keuntungan dibagi antara keduanya.
Dua hadits di atas mempertegas bahwa, landasan hukum keabsahan
teknis transaksi mudharabah (qirad) ditemukan pada pemerintahan yang
terjadi pada masa Rasulullah bersama sahabat-sahabat.
3. Rukun Mudharabah
Rukun mudharabah adalah hal-hal yang harus dipenuhi untuk dapat
terlaksananya akad mudharabah. Ia adalah pilar bagi terwujudnya akad. Jika
salah satu tidak terpenuhi, maka akad mudharabah tidak bisa terjadi. Menurut
Jumhur Ulama rukun akad mudharabah:25
a. A’qidain (dua orang yang berakad), yaitu mudharib (pengelola modal) dan
shahib al-mal (orang yang mempunyai modal).
24
Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta:
Darul Haq, 2004), hlm. 172. 25
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, hlm. 105-106.
13
b. Al-mal (modal), sejumlah dana yang dikelola.
c. Al-ribh (keuntungan), laba yang didapatkan untuk dibagi bersama sesuai
kesepakatan.
d. Al-a’mal (usaha) dari mudharib.
e. Sighat (ucapan serah terima).
4. Syarat Mudharabah
Syarat adalah hal-hal yang harus dipenuhi setelah rukun-rukun di atas
dapat terpenuhi. Keberadaan syarat mudaharabah terkait dengan keberadaan
rukun-rukunnya. Sehingga syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad ini
diperinci sesuai dengan rukun-rukun yang telah ditetapkan;
a. Syarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad (Aqidain)26
1) Shahib al-mal hendaklah ia orang yang sah memperlakukan harta yang
diserahkan, yaitu: baligh, berakal dan tidak dilarang mempergunakan
hartanya.
2) Shahib al-mal (pemilik dana) tidak boleh mengikat dan melakukan
intervensi kepada mudharib dalam mengelola dananya. Ia harus
memberikan kebebasan sepenuhnya kepada mudharib terhadap hal-hal
yang sudah disepakati.
3) Mudharib hendaklah ia orang yang sah memperlakukan pekerjaan bagi
modal yang diserahkan kepadanya, yaitu: baligh, berakal dan tidak
dilarang mempergunakan hartanya serta ia seorang yang cerdik.
4) Mudharib hendaklah ia sendiri yang bertanggungjawab atas pekerjaan.
26
Osman bin Jantan, Pedoman Mu’amalat dan Munakahat (Civil Transaction),
(Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd), 2001, hlm. 31-32.
14
b. Syarat yang terkait dengan modal27
1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu
akad.
3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada
mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan
dalam akad.
c. Syarat yang terkait dengan keuntungan28
1) Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Pembagian keuntungan
dapat dilakukan dengan dua cara; yaitu profit sharing dan revenue
sharing. Pembagian keuntungan dengan cara profit sharing dihitung dari
pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan
dana mudharabah. Sedangkan pembagian keuntungan dengan cara
revenue sharing dihitung dari total pedapatan pengelolaan mudharabah.
2) Shahib al-mal siap mengambil risiko rugi dari modal yang dikelola.
Sebaliknya mudharib mengambil risiko tidak memperoleh apa-apa dari
usahanya, seandainya perniagaan tidak dapat merealisasikan keuntungan.
Sharing kerugian dalam akad mudharabah diwujudkan dengan bentuk
shahib al-mal rugi secara material dan mudharib rugi secara non
material.
27
https://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/07-Mudharabah.pdf, akses pada 24
Desember 2018. 28
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, hlm.108.
15
3) Penentuan angka keuntungan dihitung dengan prosentase hasil usaha
yang dikelola oleh mudharib berdasarkan atas kesepakatan kedua belah
pihak.
4) Sebelum mengambil jumlah keuntungan, usaha mudharabah harus
dikonversi ke dalam mata uang, dan modalnya disisihkan. Dalam usaha
tersebut, harus ada kejelasan posisi antara modal yang akan dikembalikan
secara utuh dan keuntungan yang akan dibagi.
5) Mudharib hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal yang telah
diinvestasikan dalam usaha. Komitmen apapun memerlukan persetujuan
investor (shahib al-mal).
6) Mudharib berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha yang
diambil dari modal mudharabah.
7) Jika melanggar syarat akad, ia akan bertanggung jawab terhadap
kerugian atau biaya yang diakibatkan oleh pelanggaran.
d. Syarat yang terkait dengan usaha29
1) Proyek dalam al-mudharabah hendaknya dijalankan oleh pengusaha saja.
2) Proyek hendaknya halal.
3) Semua pengeluaran untuk menjalankan proyek diambil dari modal
dengan syarat pengeluaran itu tidak melebih kadar kepatutan.
4) Proyek dapat dibatasi, dikhususkan atau dikenakan syarat oleh pemilik
modal.
29
Veithzal Rivai dkk, Islamic Transaction Law in Business dari Teori ke Praktik,(Jakarta:
PT Bumi Aksara,2011), hlm. 95.
16
5) Setiap kerugian, kerusakan dan kemusnahan dipotong atau mengurangi
keuntungan.
e. Syarat terkait akad30
1) Akad al-mudharabah dapat dibatalkan kapan saja sebelum proyek
dimulai oleh pengusaha.
2) Selesai dan batalnya akad al-mudharabah sesuai tempo tertentu atau
apabila waktu itu telah dilalui.
3) Pemilik modal dapat memberhentikan pengusaha yang wajib diberi tahu
sebelumnya.
4) Apabila akad al-mudharabah dibubarkan semua modal dan untung,
menjadi milik pemilik modal dan pengusaha hanya boleh menuntut upah
yang sepadan dengan kerja yang telah dilaksanakan.
5) Akad al-mudharabah juga dibubarkan dengan kematian salah satu pihak
sama ada pemilik modal atau pengusaha.
5. Jenis-Jenis Akad Mudharabah
Mudharabahterbagi kepada dua bagian:31
a. Mudharabah mutlaqah adalah akad mudharabah di mana pemilik modal
memberikan modal kepada „amil (pengelola) tanpa disertai dengan
pembatasan (qaid). Di dalam akad tersebut tidak ada ketentuan atau
pembatasan mengenai tempat kegiatan usaha, jenis usaha, barang yang
dijadikan objek usaha, dan ketentuan-ketentuan yang lain.
30
Ibid, hlm. 96. 31
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2017), hlm. 371.
17
b. Mudharabah muqayyadah adalah suatu akad mudharabah di mana
pemilik modal memberikan ketentuan atau batasan-batasan yang
berkaitan dengan tempat kegiatan usaha, waktu dan dari siapa barang
tersebut dibeli.
6. Berakhirnya Akad Mudharabah
Islam memandang kontrak sebagai komitmen yang seharusnya melekat
kepadanya. Islam juga menyatakan bahwa menjaga kontrak adalah suatu
keharusan bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Kestabilan dari transaksi,
persetujuan di antara orang, serta kebaikan dan kekuatan dari urusan mereka
sifatnya adalah terlindungi. Akan tetapi, Islam juga menyatakan bahwa
pembubaran kontrak adalah permasalahan yang serius dan dapat dilakukan,
tentunya dengan sejumlah persyaratan.32
Telah kita ketahui dengan jelas bahwa yang bisa diartikan dari
pembubaran ialah penghentian. Bubarnya kontrak adalah situasi ketika
kontraknya sudah dianggap tidak berharga atau adanya penundaan kontrak.
Kontrak juga dapat dibubarkan lewat inqada’ (batas akhir waktu), ibthal
(pembatalan) atau inhilal(pembubaran).
Batas akhir waktu terjadi ketika kontrak telah diselenggarakan secara
keseluruhan dan kewajibannya telah dilakukan. Ketika ini telah dilakukan dan
menuju penyelenggaraan, kontrak dipandang tidak berlaku lagi. Pembubaran
terjadi sebelum batas akhir waktu dari kontrak atau sebelum pelaksanaan
hukuman dari kontraknya. Pembubaran berarti penghentian dari kontrak yang
32
Veithzal Rivai dkk, Islamic Transaction Law in Business dari Teori ke Praktik,hlm.
299.
18
sah, dan itu mengarahkan pembatalan sebelumnya dari kontrak dan
keseluruhan dari efeknya juga dari permulaan dalam segala kasusnya.33
Akad mudharabah berakhir apabila:
a. Pembatalan dari salah satu pihak.34
b. Salah seorang yang berakad gila.35
c. Salah seorang yang berakad meninggal dunia.36
d. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pegelola modal
atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan
akad.37
e. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah.38
7. Prayarat Tambahan dalam Akad Mudharabah
Prinsip bagi hasil yang menjadi ciri khas akad kerja sama merupakan
jaminan akan adanya keadilan bagi pihak-pihak yang melakukan kontrak.
Namun demikian, akad mudharabah akan berjalan baik dan saling
menguntungkan jika memenuhi beberapa prasyarat berikut, diantaranya:39
a. Akad mudharabah harus didasari oleh kejujuran; pihak-pihak yang berakad
dituntut untuk selalu berpegang teguh pada informasi yang jujur dan apa
adanya. Ketidak jujuran meneyebabkan tercederainya akad yang telah
disepakati.
33
Ibid, hlm. 297-298. 34
Muhammad Ismail Yusanto dan Muhammad Karebet Widjajakusuma, Menggagas
Bisnis Islami, (Jakarta: Gema Insani Press,2002), hlm. 131. 35
Ibid,hlm. 131. 36
Ibid,hlm. 131. 37
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 143. 38
Ibid, hlm. 143. 39
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, hlm. 115.
19
b. Transparan; prasyarat ini terkait dengan laporan yang harus disediakan oleh
mudharib. Mudharib harus menyediakan laporan secara fair, tidak ada yang
ditutup-tutupi. Shahib al-mal mempunyai hak untuk mengetahui
perkembangan usaha secara transparan dari mudharib.
c. Jauh dari kecurangan; artinya mudharib harus secara sungguh-sungguh
menjalankan amanah yang diterima dari shahib al-mal. Praktik usaha yang
dilakukan oleh mudharib harus sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan
yang telah dicapai bersama.
d. Managerial yang rapi; bahwa akad mudharabah adalah akad yang harus
didasari oleh kejujuran kedua belah pihak. Disadari bahwa, akad
mudharabah adalah akad yang memiliki risiko tinggi, khususnya bagi
pemilik modal. Untuk meminialisir dan bahkan untuk menghapus risiko
tersebut diperlukan catatan-catatan yang ketat dan rapi agar akad ini dapat
dipertanggung jawabkan khususnya bagi mudharib. Managerial yang tidak
rapi akan memberi peluang bagi mudharib untuk tidak amanah.
Itulah beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang
melakukan akad mudharabah. Penjelasan di atas menegaskan bahwa, secara
umum ada dua prasyarat yang harus dipenuhi dalam akad mudharabah, yaitu
prasarat moral dan prasarat managerial. Jika dua prasyarat tidak dipenuhi,
maka teori-teori yang ada dalam akad mudharabah tidak dapat diterapkan
secara baik.
20
8. Hikmah Mudharabah
Hikmah mudharabah menurut syara‟ adalah untuk menghilangkan
hinanya kefakiran dan kesulitan dari orang-orang fakir serta menciptakan rasa
cinta dan kasih sayang sesama manusia. Yaitu, misalnya ketika ada seseorang
memiliki modal dan yang lain memiliki kemampuan untuk berdagang,
sedangkan untungnya dibagi di antara keduanya sesuai kesepakatan. Dalam
praktik seperti itu, terdapat keuntungan ganda bagi pemilik modal.
a. Pahala yang besar dari Allah SWT, di mana ia ikut menyebabkan hilangnya
kehinaan rasa fakir dan kesulitan pada orang tersebut. Namun, apabila
mitranya tersebut sudah kaya, juga masih ada keuntungannya, yaitu tukar
menukar manfaat diantara keduanya.40
b. Berkembangnya modal awal dan bertambah kekayaannya. Kesulitan orang
fakir menjadi hilang, kemudian ia mampu menghasilkan penghidupan
sehingga tidak lagi meresahkan masyarakat. Di samping itu juga masih ada
faedah yang lain yaitu ketika suatu amanah menjadi sebuah syair dan
kejujuran menjadi rahasia umum, maka mudharabah akan banyak diminati
orang. Dan barang kali suatu saat nanti ia akan menjadi kaya, padahal
sebelumnya fakir. Semua itu adalah hikmah yang bernilai tinggi dari Allah
SWT.41
40
Syekh Ali Ahmad al-Jarjawi, Indahnya Syariat Islam,(Jakarta: Gema Insani Press,
2006), hlm. 481,
https://books.google.co.id/books?id=8WtjZMuceNIC&pg=PA481&dq=hikmah+mudharabah&hl=
id&sa=X&ved=0ahUKEwjY2ozcnPXiAhUP3Y8KHcd0BlkQ6AElljAB#v=onepage&q=hikmah%
20mudharabah&f=false, akses pada25 November 2018. 41
Ibid, hlm. 481.
21
c. Memberikan kemudahan bagi pergaulan manusia dalam kehidupan dan
keuntungan timbal balik tanpa ada pihak yang dirugikan.42
G. Tinjauan Pustaka
Telaah terhadap penelitian terdahulu sangatlah dibutuhkan sebagai bahan
acuan guna memperjelas arah penelitian, sekaligus berhati-hati agar tidak terjadi
pengulangan penelitian yang persis serupa dengan penelitian terdahulu.
Berdasarkan hasil pencarian yang dilakukan, maka peneliti mengumpulkan
beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan pokok masalah penelitian yang
diangkat. Secara ringkas, hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah peneliti
kumpulkan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2
Tabel Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan dan
Perbedaan
1 Aryuning
sih,
Skripsi
UIN
Raden
Fatah
Palemba
ng, 2017
Analisis
Sistem
Bagi Hasil
Antara
Pemilik
dan
Penggarap
Karet di
Desa
Tanah
Abang
Pendopo
Kabupaten
Pali
Sistem bagi hasil yang
dilakukan masyarakat tergolong
dalam musaqah/perjanjian
kerjasama bagi hasil yang
dilakukan oleh pemilik kenun
dan penggarap.
Tinjauan ekonomi Islam dalam
implementasi musaqah dalam
sistem bagi hasil karet sudah
sesuai dengan syariat Islam,
tetapi masih ada beberapa petani
yang kurang amanah dengan
melakukan penyimpangan untuk
kepentingan pribadi yang
menyebabkan dalam
pelaksanaan kerjasamanya
menimbulkan unsur gharar.43
Persamaannya
yaitu sama-sama
membahas
tentang bagi hasil
yang dilakukan
oleh masyarakat.
Perbedaannya
yaitu peneliti
meneliti bagi
hasil ternak sapi
bukan bagi hasil
perkebunan.
42
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), hlm. 245. 43
Aryuningsih, Analisis Sistem Bagi Hasil Antara Pemilik dan Penggarap Karet di Desa
Tanah Abang Pendopo Kabupaten Pali, Skripsi UIN Raden Fatah Palembang, 2017,
22
No Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan dan
Perbedaan
2 Nelly
dan
Rahmi,
Seminar
Nasional
Kemariti
man
Aceh,
2017
Strategi
Pengentasa
n
Kemiskina
n Berbasis
Kearifan
Lokal
Masyarakat
Aceh
Melalui
Praktek
Adat
Mawah
(Bagi Hasil
Usaha) di
Kecamatan
Kuta Baro
Yang menjadi strategi
pengentasan kemiskinan
berbasis kearifan lokal
masyarakat melalui praktek
adat mawah di Kecamatan
kuta Baro Kabupaten Aceh
Besar adalah adanya lembaga
Bank dan Non Bank atau
lembaga lain untuk
membantu modal penggarap.
Di lapangan menunjukkan
bahwa ada beberapa mukim
seperti mukim Lam Rabo
sudah ada perhatian dari
unsur Desa dalam
peminjaman pupuk. Di
kecamatan Kuta Baro praktek
adat Mawah sangat
membantu masyarakat
setempat dalam mencukupi
kehidupannya sehari-hari.44
Persamaannya
yaitu sama-sama
membahas bagi
hasil yang
dilakukan oleh
masyarakat yang
hanya berdasarkan
perjanjian lisan.
Perbedaannya yaitu
peneliti meneliti
bagi hasil ternak.
Dan juga tidak ada
campur tangan
pemerintah.
Sedangkan pada
pemaparan Nelly
dan Rahmi yaitu
berupa bagi hasil
sawah. Dan di
Aceh pun telah ada
perhatian dari desa
dalam
pelaksanannya.
3 Riska
Sumarti,
Skripsi
UIN
Mataram,
2017
Praktik
Bagi Hasil
Ngadas
Sapi Antara
Pemilik dan
Pemelihara
di Desa
Langko
Kecamatan
Lingsar
Perspektif
Ekonomi
Islam
Meskipun dalam
pelaksanaannya yang
digunakan adalah atas dasar
kekeluargaan tetapi tetap
mengacu pada pada peraturan
yang berlaku pada
pengadasan ternak di Desa
Langko. Perspektif ekonomi
Islam terhadap praktik bagi hasil
ngadas sapi telah memenuhi
syarat karena telah terdapat
subjek, objek dan sighat.45
Persamaannya
yaitu sama-sama
membahas tentang
bagi hasil ternak
sapi.
Perbedannya yaitu
pada penelitian
Riska telah
terdapat peraturan
sedangkan pada
penelitian yang
dilakukan oleh
peneliti belum
terdapat peraturan
resmi.
http://eprints.radenfatah.ac.id/1113/1/ARYUNINGSIH%20%2813190027%29.pdf, akses pada 31
Agustus 2018. 44
Nelly dan Rahmi, Strategi Pengentasan Kemiskinan Berbasis Kearifan Lokal
Masyarakat Aceh Melalui Praktek Adat Mawah (Bagi Hasil Usaha) di Kecamatan Kuta Baro,
Seminar Nasional Kemaritiman Aceh, Vol.1, 2017, http://ojs.serambi
mekkah.ac.id/index.php/semnas/article/view/402, akses pada 22 November 2018. 45
Riska Sumarti, Praktik Bagi Hasil Ngadas Sapi Antara Pemilik dan Pemelihara di Desa
Langko Kecamatan Lingsar Perspektif Ekonomi Islam, Skripsi UIN Mataram, 2017,
http://etheses.uinmataram.ac.id/40/1/Riska%20Sumarti%20152115147.pdf, akses pada 16 Juli
2018.
23
No Nama Judul Hasil Penelitian Persamaan dan
Perbedaan
4 Netik
Sawitri
dan Rini
Iswari,
Jurnal
Solidarity,
2015
Hubungan
Kerja
Pemilik
Sapi dan
Penggadoh
di Dusun
Pilangsari
Potronayan
Kabupaten
Boyolali
Hubungan kerja antara
pemilik dan penggadoh
terjadi tanpa adanya
perjanjian tertulis. Dan faktor
pendorong dalam dalam
hubungan kerja yaitu
kontinuitas pekerjaan dan
jaminan sosial. Sedangkan
faktor penghambatnya yaitu
klien mampu mandiri dan
klien menemukan patron
yang baru yang memberikan
jaminan yang lebih dari
patron sebelumnya.46
Persamaannya
yaitu sama-sama
membahas
tentang faktor
pendorong dan
faktor
penghambat.
Perbedannya
yaitu peneliti juga
akan membahas
tentang potensi
dari bagi hasil
ternak sapi
tersebut.
5 Zainabria
ni, S.N
Sirajuddin
dan I.M
Saleh,
JIIP, 2015
Identifiksi
Faktor
Peternak
dan Pemilik
Modal
Melakukan
Sistem
Bagi Hasil
Teseng sapi
Potong di
Desa Batu
Pute,
Kecamatan
Soppeng
Riaja,
Kabupaten
Barru.
Teseng atau sistem bagi hasil
merupakan salah satu
kelembagaan lokal yang ada di
beberapa daerah, khususnya
Sulawesi Selatan. Faktor utama
peternak (Pa‟ Tesseng)
melakukan sistem bagi hasil
adalah: tidak adanya modal,
ingin memiliki ternak sendiri
tuntutan ekonomi, permintaan
keluarga, tambahan pendapatan,
faktor utama Pemilik modal
(Ma‟Teseng) melakukam system
bagi hasil adalah, tidak adanya
waktu dalam pemeliharaan,
ingin menolong, ingin
mendapatkan keuntungan, tidak
adanya lahan, jumlah ternak
sudah terlalu banyak.47
Persamaannya
yaitu sama–sama
membahas tentang
faktor pendorong
dari pelaksanaan
bagi hasil ternak
yang dilakukan
oleh masyarakat
dan juga dalam
praktik bagi hasil
ini tidak terdapat
kontrak tertulis.
Perbedaannya yaitu
peneliti juga
membahas faktor
penghambat dari
bagi hasil ternak
sapi selain faktor
pendorongnya.
46
Netik Sawitri dan Rini Iswari, Hubungan Kerja Pemilik Sapi dan Penggadoh di Dusun
Pilangsari Potronayan Kabupaten Boyolali, Jurnal Solidarity, 4(2), 2015,
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/solidarity/article/view/7284, akses pada 24 Desember
2018. 47
Zainabriani, S.N Sirajuddin dan I.M Saleh, Identifiksi Faktor Peternak dan Pemilik
Modal Melakukan Sistem Bagi Hasil Teseng sapi Potong di Desa Batu Pute Kecamatan Soppeng
Riaja Kabupaten Barru, JIIP, Vol.2, Nomor.1,
2015,https://core.ac.uk/download/pdf/83869883.pdf, akses pada 13 September 2018.
24
H. Kerangka Pemikiran
Di desa Sapta Mulia terdapat suatu usaha bagi hasil yang dilakukan oleh
masyarakat yaitu berupa bagi hasil ternak sapi (nggadoh). Pada penelitian ini,
peneliti ingin melihat praktik nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat desa
Sapta Mulia dari sisi bagi hasil yang sesuai dengan syariat Islam (mudharabah).
Berdasarkan uraian latar belakang, kerangka teori, dan hasil penelitian
terdahulu,yang telah dikemukakan sebelumnya, maka secara sederhana kerangka
berpikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1
Gambar Kerangka Pikir Penelitian
Mudharabah
Mekanisme
(pelaksanaan
/praktik)
Nggadoh (Bagi
Hasil Ternak Sapi)
Bagi hasil antara
pemilik dan
peternak
(penggadoh)
Faktor pendoro
ng
Faktor pengham
bat
Potensi
Kesimpulan dan
Saran
Pemilik Kesepakatan Peternak
(Penggadoh)
25
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian lapangan (Field
Research) yaitu penelitian dengan cara langsung terjun kelokasi penelitian untuk
memperoleh data-data yang diperlukan.48
Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.49
Penggunaan metode ini bertujuan agar dapat menganalisis secara langsung realita
yang ada dilapangan, dalam bentuk catatan-catatan yang didapatkan dilapangan
dan kata-kata atau informasi yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan
masyarakat baik pemilik, penggadoh, Kepala Desa, Sekretaris Desa, Mantri
Hewan dan Tokoh Agama. Sehingga dapat disimpulkan apakah praktik bagi hasil
yang dilakukan oleh masyarakat desa Sapta Mulia sudah atau belum dapat
dikatakan sebagai suatu bentuk bagi hasil yang sesuai dengan syariat Islam
(mudharabah).
B. Unit Analisis
Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh
spradley dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga
elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors) dan aktivitas (activity), yang
berinteraksi secara sinergitas. Situasi sosial tersebut, dapat dinyatakan sebagai
48
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 10. 49
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010), hlm. 4.
26
obyek penelitian yang ingin diketahui “apa yang terjadi” di dalamnya. Pada situasi
sosial atau objek penelitian ini peneliti dapat mengamati secara mendalam
aktivitas orang-orang yang ada pada tempat tertentu.50
Yang menjadi tempat
penelitian ini yaitu desa Sapta Mulia Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo
Provinsi Jambi, dimana peneliti memperoleh informasi mengenai bagi hasil
(nggadoh sapi) yang dilakukan oleh masyarakat dari para pemilik sapi,
penggadoh sapi, Bapak Kades, Sekretaris Desa, Mantri Hewan dan Tokoh
Agama. Penelitian ini berlangsung selama empat bulan yaitu dimulai dari bulan
april sampai bulan agustus.
Unit analisis dalam pengambilan informan disebut juga teknik sampling.
Teknik sampling yang digunakan penelitian ini yaitu teknik purposive sampling.
Dimana purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu.51
Yang menjadi pertimbangan peneliti dalam
pengambilan informan yaitu karena pemilik dan penggadoh merupakan pelaku
utama dalam usaha nggadoh tersebut sehingga mereka merupakan informan
terpenting dalam penelitian ini. Kepala Desa merupakan pemimpin tertinggi
dalam desa sehingga beliau sangat mengetahui seluk beluk desa dan juga beliau
turut melakukan usaha nggadoh sapi. Tokoh Agama akan membantu peneliti
dalam memberikan analisis dari segi syariah tentang usaha nggadoh sapi yang
dilakukan oleh masyarakat, sehingga peneliti tidak hanya memberikan analisis
berdasarkan pengetahuan peneliti yang terbatas.
50
Sugiyono, MetodePenelitianKuantitatifKualitatifdan R & D,(Bandung: Alfabeta, 2016),
hlm. 215. 51
Ibid, hlm.218.
27
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer
dan data sekunder.
1. Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung atau di dapat dari pengukuran
langsung oleh peneliti.52
Yang menjadi data primer dalam penelitian ini
diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada informan
(sumber langsung) yang terdiri dari para pemilik sapi, peternak sapi dan Kepala
Desa, Sekretaris Desa, Mantri dan Tokoh Agama, tentang akad yang digunakan
antara pemilik dan penggadoh, aturan resmi dalam usaha nggadoh sapi yang
dilakukan oleh masyarakat desa Sapta Mulia, kesesuaian dengan syariat Islam
tentang bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat desa Sapta Mulia.
2. Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan oleh peneliti dari sumber kedua
atau data yang didapat adalah data yang telah diolah oleh badan atau orang
lain.53
Adapun data sekuder dapat kita peroleh dengan lebih mudah dan cepat
karena sudah tersedia, misalnya di perpustakaan, majalah-majalah, jurnal,
internet dan kantor-kantor pemerintah.54
Data sekunder dalam penelitian ini
diperoleh dari buku-buku fiqh muamalah, buku-buku perbankan syariah,
skripsi/penelitian terdahulu seperti: skripsi Aryuningsih dari UIN Raden Fatah
Palembang, skripsi Riska Sumarti dari UIN Mataram, jurnal solidarity tentang
52
Amri amir dkk, Metode Penelitian Ekonomi dan Penerapannya, (Bogor: IPB PRESS,
2009), hlm. 171. 53
Ibid, hlm. 171. 54
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006), hlm. 123.
28
Hubungan Kerja antara Pemilik dan Penggadoh Sapi yang ditulis oleh Netik
Sawitri, jurnal Zainabriani dkk tentang Identifikasi Faktor Peternak dan
Pemilik Modal Melakukan Sistem Bagi Hasil Teseng Sapi, dan situs internet
seperti: http://www.dpr.go.id/, serta dokumentasi dari kantor pemerintah desa
yang seperti: Struktur Pemerintahan dan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban Pemerintahan Desa Sapta Mulia.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung
secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan
secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.55
Jenis
wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara terstruktur.
Dimana wawancara terstruktur yaitu wawancara yang berangkat dari
serangkaian pertanyaan yang telah disiapkan dan dinyatakan menurut urutan
yang telah ditentukan.56
Melalui kegiatan tersebut, peneliti melakukan
wawancara langsung dengan informan yaitu pemilik sapi dan peternak, guna
melengkapi data yang diperlukan tentang nggadoh sapi yang mereka lakukan.
Wawancara ini mulai dilakukan pada awal april dimana peneliti mulai mencari
55
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,
2012), hlm. 83. 56
Albi anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jawa Barat : CV
Jejak, 2018), hlm. 84,
https://books.google.co.id/books?id=59V8DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Jenis+Wawanc
ara+dalam+metode+penelitian&hl=id&sa=X&ved=0i-
3jAhUWdCsKHWREAUwQ6AEIHTAA#v=onepage&q=Jenis%20wawancara%20%dalam%20m
etode%20penelitian&f=false, akses pada 6 Agustus 2019.
29
orang-orang yang melakukan usaha nggadoh sapi di desa Sapta Mulia.
Kemudian penelitian berlanjut pada bulan mei sampai agustus di mana peneliti
mulai mencari informasi terkait praktik nggadoh sapi, cara penentuan bagi
hasil pada nggadoh sapi dan faktor-faktor yang terdapat pada usaha nggadoh
sapi yang dilakukan oleh masyarakat desa Sapta Mulia.
2. Observasi
Observasi adalah usaha untuk mendapatkan data dengan cara melihat dan
mengamati secara langsung hal-hal yang berkaitan dengan obyek. Observasi
bisa juga disebut dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian
terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra.57
Metode
observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang
berkaitan dengan kondisi objektif mengenai usaha praktik nggadoh sapi di desa
Sapta Mulia.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa data-data
tertulis yang mengandung keterangan dan penjelasan serta pemikiran tentang
fenomena yang masih aktual dan sesuai dengan masalah penelitian.58
Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang.
Dokumentasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini berupa Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintahan Desa Sapta Mulia, rekaman
57
Suaharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka
Cipta, 2010), hlm. 199. 58
Muhamad, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Pendekatan Kuantitatif (Dilengkapi
dengan Contoh-contoh Aplikasi: Proposal Penelitian dan Laporannya), (Jakarta: Rajawali Pers,
2008), hlm. 152.
30
suara wawancara dan foto atau gambar yang diambil saat wawancara telah
berlangsung.
E. Teknik Analisis Data
Miles dan Huberman dalam Sugiyono mengemukakan bahwa aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara
terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam
analisis data yaitudata collection, data reduction, data display dan data
drawing/verification.59
Adapun langkah-langkah analisis data dapat ditunjukkan
pada gambar berikut :
Gambar 2
Komponen dalam Analisis Data (Interaktive Model)
a. Data collection, adalah langkah pertama dalam penelitian kualitatif yang
dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti
sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila
jawaban yang diwawacarai setelah di analisis belum memuaskan, maka
59
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, hlm. 245.
1 2
3 4
Data
Collection
Data
Reduction
Data Display Conclusion:
Drawing/Veryfying
31
peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu hingga
diperoleh data yang dianggap kredibel.60
Pada fase ini peneliti
mengumpulkan data seperti data tentang akad yang digunakan, pihak yang
menanggung biaya selama masa perawatan, hak dan kewajiban masing-
masing pihak, manfaat yang dirasakan, cara pembagian hasil, alasan-alasan
yang mendorong terjadinya nggadoh sapi, masalah yang muncul selama
pelaksanaan usaha tersebut dan potensi dari usaha tersebut.
b. Data reduction (reduksi data), adalah data yang diperoleh dari lapangan
jumlahnya cukup banyak, untuk itu, perlu dicatat secara teliti dan rinci,
semakin lama peneliti ke lapangan, maka akan semakin banyak, kompleks
dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi
data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.61
Yang
dilakukanan peneliti pada fase ini yaitu memilah data yang didapat dan
dikelompokkan sesuai rumusan masalah yang diangkat. Yaitu data yang
didapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu mekanisme, cara bagi hasil dan
faktor-faktor.
c. Data display (penyajian data), setelah data di reduksi, maka langkah
selanjutnya adalah mendisplaykan data. Penyajian data bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart
dan sejenisnya. Dan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data
60
Ibid, hlm. 248. 61
Ibid, hlm. 248.
32
dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.62
Yang
digunakan peneliti untuk menyajikan data yaitu berupa teks naratif dan juga
bantuan beberapa tabel dan gambar.
d. Conclusion drawing/ verification, langkah ketiga dalam analisis ini
menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat, tetapi apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan
data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang
kredibel.63
Dari hasil penelitian ini, kesimpulan yang didapat yaitu masih
ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dari usaha nggadoh sapi ini, agar
mencapai sistem yang sesuai dengan syariat Islam.
F. Operasionalisasi Konsep
Terdiri dari definisi teori yang diteliti, unsur-unsur teori yang diteliti dan
jenis data yang diteliti. Konsep ini dimaksudkan untuk mengurangi kekeliruan
atau kesalahpahaman persepsi antara peneliti dengan narasumber dan peneliti
dengan pembaca, seperti yang dijelaskan pada tabel berikut:
62
Ibid, hlm. 249. 63
Ibid, hlm. 250.
33
Tabel 3
Tabel Operasionalisasi Konsep
No Konsep Definisi Konsep Unsur-Unsur yang
Diteliti
Jenis
Data
1 Mudharabah
(Qirad)
Akad kerja sama
suatu usaha antara
dua pihak di mana
pihak pertama
(mali, shahib al-
mal)
menyediakan
seluruh modal,
sedang pihak
kedua (‘amil,
mudharib)
bertindak selaku
pengelola, dan
keuntungan usaha
dibagi di antara
mereka sesuai
kesepakatan yang
dituangkan dalam
kontrak.64
Pengetahuan masyarakat
tentang bagi hasil yang
sesuai syariat Islam.
1. Apakah mengetahui
bahwasannya ada bagi
hasil yang sesuai
syariat Islam?
2. Apakah bisa diterapkan
bagi hasil yang sesuai
syariat Islam tersebut
dalam nggadoh yang
dilakukan masyarakat?
3. Apakah mau
menerapkan bagi hasil
yang sesuai syariat
Islam tersebut?
Kualitatif
2 Bagi Hasil
Ternak Sapi (Nggadoh)
Nggadoh
menurut bahasa
adalah
meminjamkan.
Nggadoh
menurut istilah
adalah sistem
bagi hasil di
usaha pertanian
atau
peternakan.65
1. Apakah ada dibuat
kontrak perjanjian tertulis
yang dibuat dan disetujui
oleh semua pihak?
2. Bagaimana sistem bagi
hasil pada nggadoh
tersebut dan apa saja
yang menjadi faktor
pendorong, faktor
penghambat serta potensi
dari pelaksanaan bagi
hasil ini?
3. Bagaimana jika suatu saat
terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan? Apakah ada
campur tangan pihak lain
dalam penyelesaiaanya?
Kualitatif
64
https://mui.or.id/ wp-content/uploads/files/fatwa/07-Mudharabah.pdf, akses pada 24
Desember 2018 65
https://kbbi.web.id/gaduh-2, akses pada 24 Desember 2018
34
BAB III
GAMBARAN UMUM
DESA SAPTA MULIA KECAMATAN RIMBO BUJANG KABUPATEN
TEBO PROVINSI JAMBI66
A. Sejarah
Desa Sapta Mulia adalah desa yang berkembang dari warga
Ekstransmigrasi yang berasal dari Provinsi Jawa Tengah pada tahun 1977. Pada
awalnya Desa Sapta Mulia bernama Unit VII, yang kemudian pada 31 Maret 1979
diadakan musyawarah yang dihadiri oleh para Ketua RT, RW, dan Tokoh
Masyarakat serta para Pembina Transmigrasi untuk Pemberian Nama Desa Unit
VII. Pada musyawarah tersebut, peserta musyawarah sepakat memberi nama desa
Unit VII dengan nama Sapta mulia. Makna nama tersebut: SAPTA yang berarti
TUJUH maksudnya mewakili tujuh daerah asal transmigran, dan kebetulan
merupakan urutan penempatan pemukiman ke-7 (Unit VII). MULIA berarti
LUHUR dan SEJAHTERA. Dengan nama tersebut, warga masyarakat bercita-cita
ingin memperoleh kemuliaan di dunia dan akhirat, dan sejak tanggal 31 Maret
1979 Unit VII resmi menjadi Desa Sapta Mulia.
Pertama kali berdiri, penduduk Desa Sapta Mulia berasal dari satu
Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah 216 KK, dalam perkembangannya
mengalami pertumbuhan nya telah terpadu dengan penduduk asli daerah Jambi,
Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Barat.
Sehingga Jumlah penduduk Desa Sapta Mulia sampai saat ini mencapai 1.634
KK. Pemilihan Kepala Desa pertama kali dilakukan pada tahun 1987 yang disebut
66
Pemerintah desa Sapta Mulia, Laporan Keterangan Pertanggunggjawaban Pemerintah
Desa Sapta Mulia (LKPJ), Akhir Tahun 2018, hlm. 2-24.
35
dengan pemilihan Pejabat Sementara Kepala Desa. Pada saat itu juga dibentuk lah
RT dan RW. Dan selama berdiri nya Desa Sapta Mulia telah terjadi 10 kali
pergantian Kepala Desa dan 5 Sekretaris Desa.
B. Visi dan Misi
1. Visi Desa Sapta Mulia
Visi adalah suatu gambaran yang merancang tentang masa depan
yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan desa. Penyusunan
Visi Desa Sapta Mulia dilakukan dengan pendekatan partisipatif, melibatkan
pihak-pihak yang berkepentingan di Desa Sapta Mulia seperti Pemerintah
Desa, BPD, Tokoh Mayarakat, Tokoh Agama, Lembaga Masyarakat Desa
serta masyarakat desa pada umumnya. Pertimbangan kondisi Ekternal di
desa seperti satuan kerja wilayah pembangunan di Kecamatan Rimbo
Bujang mempunyai titik berat sektor Infrastruktur.
Maka berdasarkan pertimbangan diatas Visi Desa Sapta Mulia adalah;
“Mewujudkan Sapta Mulia Lestari 2024”
Kata Lestari memiliki arti: terjaga keasliannya hingga akhir hayat.
Secara harfiyah memiliki makna Desa Sapta Mulia ini akan tetap terjaga
keberadaannya, kerukunan umat beragama tradisinya, budayanya, sosialnya,
dan rasa memiliki Desa Sapta Mulia sehingga akan menempatkan
kepentingan Desa diatas kepentingan pribadi dan golongan dan jika
dijabarkan lagi menurut tingkat abjadnya mempunyai arti sebagai berikut:
Abjad Akronim Artinya
L Lancar Usaha pemerintah desa untuk mewujudkan
infrastruktur jalan sebagai sarana transportasi
yang memadai.
36
Abjad Akronim Artinya
E Ekonomi Kemapanan ekonomi masyarakat menjadi
prioritas dalam meningkatkan ksejahteraan
dan mengurangi kemiskinan.
S Sehat Pemerintah desa akan berusaha untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan untuk hidupsehat sebagai
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan
yang optimal.
T Tertib Akan menjunjung tinggi hak dan kewajiban
antara masyarakat dan pemerintah desa dalam
pelayanan dan berkehidupan bermasyarakat.
A Aman Pemerintah desa dan pihak terkait akan
menjamin ketenangan, ketentraman dan
kenyamanan kepada masyarakat untuk
melakukan aktivitas sehari-sehari.
R Religius Pengalaman agama akan membentuk pribadi
yang berakhlak mulia sehingga akan menjadi
modal dasar untuk membangun Desa Sapta
Mulia.
I Intelgensi Sudah menjadi tuntutan zaman bahwa untuk
membangun desa memerlukan SDM yang
tangguh. Untuk itu dituntut tersedianya
kegiatan pelatihan, pendidikan, serta sarana
pendidikan yang memadai.
2. Misi Desa Sapta Mulia
Selain penyusunan Visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat
sesuatu pernyataan yang harus dilaksanakan oleh Desa agar tercapainya
Visi desa tersebut. Visi berada diatas misi. Pernyataan visi kemudian
dijabarkan kedalam misi agar dapat dioperasionalkan/dikerjakan.
Sebagimana penyususnan visi, misi dalam penyusunannya juga
menggunakan pendekatan partisipatif dan pertimbangan potensi dan
kebutuhan Desa Sapta Mulia, sebagaimana proses yang dilakukan maka
misi Desa Sapta Mulia adalah:
a. Bidang Penyelenggaraan Pemerintah Desa
37
1) Memaksimalkan dan mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
2) Mengusahakan pemberian status hukum yang jelas kepada kekayaan
milik desa (Tanah bengkok, TKD, Eks Tesfarm, Tanah Pusat Desa,
Tanah Umum yang ada di Desa Sapta Mulia).
3) Mengupayakan pemasangan patok batas wilayah desa degan desa
tetangga.
4) Mengelola kekayaan milik desa untuk menambah pendapatan asli
desa.
5) Menciptakan wajib pajak baru untuk menignkatkan penerimaan
daerah.
b. Bidang Pembangunan
1) Infrastruktur
a) Berusaha untuk meningkatkan infrastruktur jalan dari jalan tanah
ke pengerasan, dari pengerasan ke pengaspalan, melalui program
APBD II.
b) Membuka jalan baru untuk memperlancar transportasi.
2) Bidang kesehatan
a) Membangun satu unit polindes/puskesdes.
b) Mensukseskan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)
melalui pemasangan jamban keluarga dan pengadaan air bersih.
3) Bidang ekonomi
a) Meneruskan pembangunan Rabat beton diwilayah pasar desa.
b) Membangun lapak lelang getah.
38
c) Membangun destinasi wisata desa berupa kebun bunga dan
holtikultura.
d) Membangun tempat pemasaran hasil pengrajin yang ada di Desa
Sapta Mulia.
4) Bidang pendidikan non-formal
a) Membangun fasilitas yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan
pendidikan non-formal.
c. Bidang Pemberdayaan Masyarakat
1) Memberdayakan tenaga-tenaga potensi yang mempunyai keterampilan
dengan memberikan bimbingan pelatihan-pelatihan, modal kerja dan
pendampingan.
2) Menumbuhkan rasa kegotong royongan dimasyarakat.
3) Menciptakan kawasan rumah pangan lestari (KRPL) untuk
meningkatkan gizi keluarga dan menekan kebutuhan keluarga.
4) Memberikan bantuan modal kerja kepada rumah tangga prasejahtera
(Rastra).
5) Mendorong BUMDES untuk menciptakan usaha guna menambah
PAD.
d. Bidang Pembinaan Masyarakat
Mendorong dan menggiatkan semua lembaga yang ada di Desa Sapta
Mulia seperti lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga
kemasyarakatan desa, melalui:
1) Pemberian biaya operasional kepada semua lembaga.
39
2) Meningkatkan insentif kepada para guru ngaji dan pegawai syara‟.
3) Menciptakan kegiatan untuk meningkatkan iman dan taqwa.
4) Pembinaan jasmani.
5) Pembinaan seni dan budaya.
C. Geografis
Desa Sapta Mulia merupakan salah satu dari 7 desa dan satu kelurahan
yang berada di wilayah Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Provinsi
Jambi. Di mana batas-batas wilayah Desa Sapta Mulia adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Tirta Kencana
2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pematang Sapat
3. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Rimbo Mulyo
4. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Karang Dadi.
Luas wilayah Desa Sapta Mulia yaitu 3220 Ha, dengan rincian sebagai
berikut:
1. Tanah pekarangan : 125 Ha
2. Tanah tegalan : 20 Ha
3. Tanah perkebunan : 3075 Ha
Ditinjau dari wilayah yang luas tersebut, maka Desa Sapta Mulia merupakan desa
yang sanga potensial dalam mendukung pelaksanaan pembangunan di wilayah
Kecamatan Rimbo Bujang.
Desa Sapta Mulia terdiri dari 8 dusun yang terdiri dari 12 RW dan 42 RT
dengan rincian sebagai berikut:
40
Tabel 4
Pembagian Dusun, RT dan RW
No Dusun Rw Rt
1 Purwobhakti 1 1, 2, 3
2 4, 5, 6, 39
2 Tri Mulia 3 7, 8, 36
3 Astha Mulia 4 9, 10, 23, 42
4 Mulia Sari 5 14, 18, 19
6 16, 24, 25
5 Catur Mulia 7 11, 12, 15
11 33, 40
6 Panca Mulia 8 13, 21, 31, 35
7 Tanjung Sari 9 17, 20, 27, 28, 29, 30
8 Tanjung Mulia 10 26, 32, 38, 41
12 22, 34, 37 Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintah Desa sapta Mulia
D. Demografis
Jumlah penduduk Desa Sapta Mulia sebanyak 5516 jiwa yang terdiri dari
2.887 jiwa Laki-Laki dan 2.629 jiwa Perempuan dengan jumlah Kepala Keluarga
sebanyak 1.634 KK.
Tabel 5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 PNS 18 16 34
2 TNI 2 0 2
3 Polri 2 0 2
4 Pegawai Swasta 56 95 151
5 Pensiunan 6 4 10
6 Pengusaha 27 126 153
7 Buruh Bangunan 82 0 82
8 Buruh Industri 13 0 13
9 Buruh Tani 293 161 454
10 Petani/Pekebun 1378 1418 2796
11 Peternak 93 17 110
12 Belum Bekerja 832 665 1497
13 Lain-Lain 85 127 212
Jumlah 2887 2629 5516 Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintah Desa sapta Mulia
41
Karena Desa Sapta Mulia merupakan Desa Perkebunan, maka sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan tidak jarang juga sebagai
buruh tani, baik petani karet maupun sawit dan sekarang juga mengembangkan
pohon cabai dan sayur-sayuran. Selain itu penduduk juga banyak yang
memiliki ternak seperti sapi, kambing, ayam potong, ayam kampung dan
budidaya ikan lele. Selain itu ada jug ayang bekerja sebagai karyawan BUMN
PTPN VI, PNS, pedagang dan lain-lain.
Tabel 6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Jenis Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Tidak Sekolah 127 121 248
2 Tk/Play Group 95 102 197
3 Belum Tamat SD 315 285 600
4 Tidak Tamat SD 92 71 163
5 Tamat SD 941 779 1720
6 Tamat SLTP 682 676 1358
7 Tamat SLTA 508 484 992
8 Tamat Diploma 45 57 102
9 Sarjana Keatas 82 54 136
Jumlah 2887 2629 5516 Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintah Desa sapta Mulia
Pendidikan penduduk Desa Sapta Mulia juga didukung oleh adanya sarana
pendidikan yang ada di Desa Sapta Mulia yaitu:
a. Sekolah PAUD : 4 unit
b. Sekolah TK : 5 unit
c. Sekolah SD : 4 unit
d. Sekolah SLTP/MTS : 2 unit
e. Sekolah SMK : 1 unit
42
Tabel 7
Jumlah Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama
No Kelompok Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Islam 2872 2605 5447
2 Katholik 7 9 16
3 Kristen 8 15 23
4 Hindu 0 0 0
5 Budha 0 0 0
6 Konghucu 0 0 0
Jumlah 2887 2629 5516 Sumber: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Pemerintah Desa sapta Mulia
Meskipun penduduk mayoritas beragama Islam, namun kehidupan beragama di
Desa Sapta Mulia terasa penuh dengan rasa kekeluargaan, toleransi antar umat
beragama juga nampak hidup dengan harmonis. Selain itu juga adanya sarana
dan prasarana peribadatan di Desa Sapta Mulia cukup memadai dengan adanya
fasilitas tempat ibadah yang ada yaitu 19 masjid besar dan 31 mushola serta
tempat pendidikan keagamaan seperti MDA dan TPA yang berjumlah 17.
E. Pemerintahan Desa
Pemerintahan desa terdiri dari Pemerintahan Desa dan BPD. Dalam
menjalankan sistem Pemerintahan Desa Sapta Mulia berpedoman pada Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, PP
47 Tahun 2015, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa
yang bersumber dari APBN, Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Peraturan di Desa, Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa, Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Tebo Nomor 68
Tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa,
Perda Nomr 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian
43
Perangkat Desa. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa
menggunakan sistem tipe Desa Swasembada. Dimana Susunan Organisasi Desa
Sapta Mulia dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 3
Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Pemerintahan Desa Sapta Mulia
Keterangan
KS : Kepala Seksi
KU : Kepala Urusan
KD : Kepala Desa
KEPALA DESA
Bagyo Santoso
SEKRETARIS DESA
Shobirin
KU. TATA
USAHA
DAN UMUM
M. Ridwan
KU.
KEUANG
AN
KU.
PERENC
ANAAN
Sutrisno Eri. S
KS.
PELAYA
NAN
KS.
KESEJAH
TERAAN
KS.
PEMERIN
TAHAN
Kartina Wiyono Kustanti
KD.
TRI
MULIA
KD.
PURWOBH
AKTI
KD.
CATUR
MULIA
KD.
MULIA
SARI
KD.
TANJUNG
MULIA
Sarkam Joko. S Sukadi Wawan Edi Susanto
KD.
TANJUN
G SARI
Hendri. S
KD.
PANCA
MULIA
KD.
ASTA
MULIA
Frengky Karno
44
F. Pembangunan Desa
Untuk melakukan pembangunan desa, diperlukan dana-dana yang sangat
banyak. Dimana dana tersebut di dapat dari Pendapatan desa atau APBDes desa
Sapta Mulia berasal dari:
1. ADD (Alokasi Dana Desa), yaitu pendapatan yang didapat dari Pemerintah
Kabupaten, dimana dana tersebut digunakan untuk:
a. 30% untuk operasional pemerintah, seperti pembelian ATK, dll.
b. 70% untuk pembangunan, dari ADD ini pembangunan dikhususkan
pada pembangunan area perkantoran.
2. DD (Dana Desa), yaitu pendapatan yang didapat dari Pemerintah Pusat,
dimana dana tersebut digunakan untuk:
a. 30% untuk pembinaan/pemberdayaan, seperti pelatihan pegawai.
b. 70% untuk pembangunan, dari DD ini pembangunan diarahkan pada
pembangunan infrastruktur, bantuan pemerintah bersifat hibah, dll.
3. DBHP (Dana Bagi Hasil Pajak), digunakan untuk:
a. 30% untuk intensifikasi petugas pendata/pemungut PBB
b. 70% untuk pembangunan, dari DBHP akan diarahkan pada ADD jika
ADD tidak mencukupi dalam merealisasikan anggarannya.
4. BP (Bantuan Provinsi), digunakan untuk:
a. 40% untuk pembinaan, seperti modal bumdes.
b. 60% untuk pembangunan, dari BP ini pembangunan dikhususkan pada
pembangunan madrasah di desa Sapta Mulia.
45
Menurut bapak Sekdes desa Sapta Mulia, pencapaian pembangunan di
desa Sapta Mulia pada tahun 2018 dapat dikatakan telah tercapai 100 % dan pada
2019 ini pembangunan baru mencapai lebih kurang 50 % hal ini dapat dilihat dari
telah terwujudnya pembuatan jalan tembusan, jembatan box, pagar paud,
perbaikan madrasah, pembuatan pagar kantor desa dan lain sebagainya. Untuk
pembangunan pada sektor peternakan, pemerintah telah mengupayakan
pembuatan kelompok tani yang secara keseluruhan telah mencapai 12 kelompok
yang telah memiliki SK. Namun sampai saat ini hanya tinggal 4 kelompok saja
yang masih aktif. Dari kelompok tersebut ada yang bergerak pada bidang
pertanian seperti bertani kedelai, ada juga yang bergerak pada bidang peternakan
seperti peternak ikan dan sapi. Untuk kelompok tersebut dana yang mereka dapat
berasal dari Dinas Pertanian, dimana dana/bantuan terebut berupa dana/bantuan
yang bersifat hibah. Hal ini lah yang menyebabkan semakin berkurangnya
keaktifan kelompok-kelompok tersebut.67
Mengapa dana untuk kelompok-kelompok tersebut berasal dari Dinas
Pertanian dan bukanlah dari Pemerintah desa sendiri? Hal ini dikarenakan tidak
diperbolehkannya satu sektor menerima dari dua sumber. Tujuannya yaitu agar
tidak terjadi penumpukan dana pada satu sektor, padahal sektor lain
membutuhkan dana. Dan mengapa bantuan tersebut hanya di dapat oleh kelompok
saja? Hal ini dikarenakan bantuan tersebut berbeda dengan bantuan seperti
bantuan untuk orang tidak mampu, namun bantuan tersebut dapat diterima jika
67
Hasil wawancara dengan Shobiri, selaku Sekdes desa Sapta Mulia, tentang Pencapaian
Pembangunan Desa, tanggal 12 Agustus 2019.
46
kelompok tersebut membuat proposal kemudian diajukan kepada Dinas terkait
yaitu Dinas Pertanian.
Keuntungan yang di dapat ketika masyarakat bergabung dalam kelompok
yaitu selain memiliki aturan kerja dalam kelompok, mereka juga dapat menerima
bantuan contohnya seperti yang di dapat oleh kelompok peternak sapi yaitu:68
1. Jika kelompok tersebut belum memiliki sapi, maka mereka bisa mengajukan
untuk mendapatkan sapi.
2. Jika telah memiliki sapi, maka mereka bisa meminta rumah dan alat untuk
memproduksi pupuk dari kotoran sapi.
3. Selalu ada sosialisasi dan pemeriksaan kesehatan sapi biasanya 3 bulan atau 6
bulan sekali. Dan untuk pemberian vaksin pada sapi dilakukan 6 bulan 1 kali
atau setidaknya 1 tahun 1 kali.
Selain itu dengan adanya bantuan tersebut, dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Sebagaimana kita ketahui, di Jambi harga sapi sangat mahal.
Sehingga masyarakat yang penghasilannya tidak seberapa, tidak dapat untuk
memiliki sapi meskipun mereka sangat menginginkannya. Nah itu lah mengapa
muncul bagi hasil atau nggadoh sapi di masyarakat. Karena itu lah cara yang
cukup mudah untuk dilakukan. Namun dengan adanya bantuan dari Dinas
Pertanian ini diharapkan kesejahteraan bukan hanya di peroleh anggota kelompok
saja, namun masyarakat secara umum. Dengan gambaran “Jika sapi banyak, maka
harga akan turun, jadi masyarakat bisa dengan mudah untuk mendapatkan sapi.”
68
Hasil wawancara dengan Nanang, selaku Mantri Hewan di Desa Sapta Mulia, tanggal 9
Agustus 2019.
47
Untuk masyarakat yang tidak tergabung dalam kelompok, pada dasarnya
bukan tidak pernah menerima hibah seperti yang diterima kelompok ternak sapi
dari Dinas Pertanian. Dulu Pemerintah desa telah membuat program yang sama
dengan Dinas Pertanian dengan memberikan ternak berupa kambing dan sapi
kepada masyarakat. Namun, bantuan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik,
hal ini dikarenakan masyarakat yang belum dapat menjalankan amanah yang
diberikan dengan baik. Sehingga sampai saat ini Pemerintah setempat masih
belum mengadakan kembali program tersebut.
Namun untuk peternak sapi yang tidak tergabung dalam kelompok seperti
yang melakukan nggadoh, peternak tidak memiliki aturan dalam pelaksanannya
serta tidak pernah mendapatkan bantuan apa pun seperti yang di dapat peternak
yang tergabung dalam kelompok. Sehingga sebagaimana saran bapak Kades,
bapak Sekdes, bapak Nanang (Mantri) di desa Sapta Mulia, hendaknya mereka
membuat kelompok agar selain dapat memiliki aturan yang jelas, mereka juga
bisa mengajukan bantuan kepada Dinas Pertanian. Selain itu tujuan adanya
kelompok yaitu agar pemerintah dapat memantau berjalannya kegiatan tersebut.
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Praktik Nggadoh Sapi di Desa Sapta Mulia
Sistem bagi hasil pada usaha nggadoh sapi di desa Sapta Mulia sendiri
telah ada sejak lebih kurang tahun 2000.69
Dalam usaha nggadoh sapi tersebut
terdapat dua pihak yaitu pemilik dan penggadoh. Dan yang menjadi modal
dalam usaha ini yaitu sapi milik pemilik sapi yang akan di urus oleh
penggadoh. Meskipun yang menjadi modal utama dalam usaha ini adalah sapi,
akan tetapi pada saat penyerahan, sapi tersebut tetap ditaksir harganya sesuai
dengan harga sapi saat itu untuk ukuran sapi yang menjadi modal tersebut.
Sehingga kedua belah pihak sama-sama mengetahui berapa yang menjadi
modal awal dari usaha nggadoh sapi yang mereka lakukan.70
Dalam suatu transaksi atau bermuamalah, hal yang terpenting adalah
akad, yaitu pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak
atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objek.71
Pada usaha
nggadoh sapi ini, akad terjadi pada suatu pertemuan yang dilakukan oleh
pemilik dan calon penggadoh baik itu secara sengaja maupun tidak disengaja.
Menurut peneliti, yang dimaksud dengan pertemuan yang disengaja yaitu
dimana pemilik dengan sengaja mencari orang untuk mengurus sapi miliknya
atau penggadoh yang dengan sengaja datang menemui pemilik sapi untuk
69
Hasil wawancara dengan Bagyo Santoso, selaku Kades desa Sapta Mulia, tentang Awal
Mula Nggadoh di desa Sapta Mulia, tanggal 9 Mei 2019. 70
Hasil wawancara dengan Suparmi, selaku Pemilik Sapi, tentang Praktik Nggadoh Sapi,
tanggal 4 Mei 2019. 71
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2007), hlm.68.
49
meminta mengurus sapi milik si pemilik sapi dengan sistem bagi hasil.
Sedangkan yang dimaksud pertemuan tidak disengaja yaitu ketika antara
pemilik dan penggadoh bertemu di suatu tempat tanpa direncanakan, kemudian
mereka membuat kesepakatan untuk melakukan bagi hasil. Pada saat
pertemuan itulah mereka menyatakan keinginan masing-masing. Setelah sapi
yang menjadi modal utama dari bagi hasil tersebut datang, maka pada saat itu
lah mereka menentukan bagaimana cara bagi hasil yang akan mereka
lakukan.Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu Ngatini (istri bapak
Maryono):
“Waktu itu kan ibu kades main ke sini. Jadi cerita-cerita sama ibu kades. Dia
bilang katanya kalau dia beli sapi sampean mau ngurus nggak? Karena saya
emang pengen punya sapi juga jadi ya saya bilang ya mau lah kalau ngurus
sapi. Terus gak lama sapinya di bawak ke rumah saya, jadi sudah itu barulah
kami sepakati bahwa nanti bagi hasilnya itu bagi hasil anak/kongsi gitu.”72
Ada pula yang dikatakan oleh ibu Suparmi bahwasannya:
“Ya biasanya mereka datang, bilang mau ngurus sapi juga. Karena saya kan
gak punya sapi, jadi ya saya belikan dulu sapinya baru dikasihkan ke mereka.
Tapi ya sebelum itu kita janjian dulu mau bagi hasilnya kayak mana, tapi kalau
saya sendiri biasanya minta bagi hasil anak/kongsi, tapi kalau gak setuju ya
nggak apa-apa. Terus kalau sakit nanti kayak mana juga? Siapa yang
nanggung? dan kalau untuk suntik juga gimana gitu.”73
Selain itu sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Surya bahwa
adiknya yaitu bapak Bambang yang juga sekarang turut melakukan bagi hasil
seperti yang ia lakukan. Padahal pada awalnya ia tidak berminat. Namun pada
suatu hari, tanpa sengaja ia bertemu dengan pemilik sapi yaitu bapak Salim di
rumah saya. Kemudian setelah pertemuan tersebut, tidak lama kemudian bapak
72
Hasil wawancara dengan Ngatini, selaku PenggadohSapi, tentang Proses Awal
Terjadinya Usaha NggadohAntara Pemilik dan Penggadoh, tanggal 10 Mei 2019. 73
Hasil wawancara denganSuparmi, selaku Pemilik Sapi, tentang Proses Awal Terjadinya
Usaha NggadohAntara Pemilik dan Penggadoh, tanggal 4 Mei 2019.
50
Salim mengantarkan sapi ke rumah bapak Bambang. Dan sistem bagi hasil
yang mereka lakukan itu sama dengan yang saya lakukan yaitu sistem bagi
hasil anak/kongsi.74
Namun dalam usaha nggadoh sapi ini akad yang digunakan hanya
secara lisan. Tidak ada peraturan-peraturan resmi atau hitam di atas putih yang
menjadi pedoman mereka dalam melakukan nggadoh tersebut. Dan dari semua
informan yang diwawancara oleh peneliti, baik pemilik maupun penggadoh
melakukan hal tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh ibu Sutini:
“Gak ada lah perjanjian apa-apa dan kita juga akadnya secara lisan aja, kan
biasanya juga gitu. Apa lagi kan ini bukan punya siapa-siapa sapinya, masih
punya saudaranya sendiri. Jadi ya yang penting kita yang di kasih amanah ya
harus jujur dan saling percaya aja lah. Kita juga kalau misalnya ada apa-apa ya
langsung ngabari. Misalnya sapinya melahirkan ya langsung saya kirim
fotonya. Jadi kalau mereka lagi gak sibuk ya langsung datang.”75
Adapun seperti yang dikatakan oleh Suparmi yaitu:
“Gak ada. Masa iya sama tetangga sendiri, sama keluarga sendiri mau kayak
gitu. Ya saling percaya aja lah.”76
Selain itu sebagaimana pernyataan ibu Idah yaitu:
“Gak ada perjanjian apa-apa. Iya Cuma lisan aja. Mungkin karna udah lama
juga ngurus punya dia dan baik-baik aja, jadi sepertinya dia udah percaya. Jadi
kita ya kerja aja baik-baik biar nggak mengecewakan yang punya. Apa lagi
orangnya itu baik nian.”77
Berdasarkan hasil temuan peneliti, meskipun tanpa adanya peraturan
resmi namun tidak jarang orang dari luar desa Sapta Mulia yang
74
Hasil wawancara denganSurya, selaku Pemilik Sapi, tentang Proses Awal Terjadinya
Usaha NggadohAntara Pemilik dan Penggadoh, tanggal 11 Mei 2019. 75
Hasil wawancara dengan Sutini, selaku Penggadoh Sapi, tentang Akad Yang Digunakan
Antara Pemilik dan Penggadoh, tanggal 4 Mei 2019. 76
Hasil wawancara denganSuparmi, selaku Pemilik Sapi, tentang Akad Yang Digunakan
Antara Pemilik dan Penggadoh, tanggal 4 Mei 2019. 77
Hasil wawancara denganIdah, selaku Penggadoh Sapi, tentang Akad Yang Digunakan
Antara Pemilik dan Penggadoh, tanggal 12 Mei 2019.
51
menggadohkan sapinya dengan orang desa itu. Bahkan tidak jarang
penggadohpun sampai tidak mengetahui alamat dari pemilik sapi yang mereka
urus. Ada beberapa pemilik sapi seperti bapak Daud, bapak Salim dan bapak
Teguh yang merupakan warga Kabupaten Muara Bungo. Namun mereka tetap
mempercayakan penggadoh untuk mengurus sapi mereka. Sebagaimana yang
dikatakan bapak Daud bahwasannya:
“Kalau rasa takut itu pasti ada, apalagi sapi itu harganya gak murah dan cari
uang itu susah dari sepuluh ribu, seratus ribu dikumpul-kumpulkan biar bisa
jadi banyak. Tapi saya punya prinsip bahwa harta itu titipan, jangankan hewan
nyawa kita aja kapan saja bisa hilang. Jadi namanya usaha untung rugi itu ya
risiko.”78
Selain itu hal yang hampir senada pun dikatakan oleh bapak Salim yaitu:
“Kalau mau mencari orang yang jujur 100% itu gak ada ya. Jadi ya kita
percaya saja dengan mereka dan yakin kalau kita punya niat baik Allah SWT
pasti melindungi. Lagian kan kita juga mau kerja sama itu kan lihat-lihat
orangnya dulu dan juga keluarga saya banyak juga yang di unit 7 (Sapta
Mulia), jadi ya masih ada juga yang bisa nengok-nengokkan. Tapi ya namanya
usaha, pasti ada untung ada juga saatnya sial. Kalau pas sial ya gitu bisa aja
sapinya mati, orangnya kabur. Tapi alhamdulillah sampai saat ini gak ada lah
yang istilahnya sapi di curi atau orang yang nggadoh kabur.”
Dari hasil wawancara diatas bahwa terlihat bahwa bentuk praktek
nggadohdilakukan melalui perjanjian antara pihak pemilik sapi dan
penggadoh. Bentuk perjanjian yang dilakukan melalui perjanjian lisan. Disini
rasa saling percaya menjadi modal dalam perjanjian dan prinsip kejujuran
menjadi dasar perjanjian. Hal ini sudah dilakukan turun temurun dan dilakukan
oleh semua orang.
78
Hasil wawancara dengan Daud, selaku Pemilik Sapi,tentang Usaha Tanpa Perjanjian
Secara Tertulis, tanggal 13 Mei 2019.
52
Ketiadaan peraturan resmi dalam usaha nggadoh yang dilakukan
masyarakat Desa Sapta Mulia tersebut dikarenakan usaha nggadoh
inidilakukan dibawah tangan dalam arti tanpa sepengetahuan Pemerintah desa
Sapta Mulia. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Kades desa Sapta
Mulia:
“Memang kalau peraturan tentang nggadoh itu nggak ada. Karna mereka
berinteraksi sendiri antara yang punya sama yang nggadoh. Mereka juga tidak
memikirkan dampak dikemudian hari, seperti bagaimana kalau itu sapi
meningal, bagaimana kalau yang punya meninggal, mereka tidak memikirkan
semuanya sampai ke situ. Taunya ngurus, terus bagi hasil ya udah gitu aja.
Padahal kalau mereka mau buat kelompok, kita bisa bersama-sama membahas
tentang bagi hasil ini dan juga jika ada masalah kita bisa carikan solusi sama-
sama.”79
Dan pernyataan di atas juga sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh
bapak Surya bahwasannya selama ia mengurus sapi, mereka tidak pernah
membicarakan hal-hal terkait biaya, jika sapi hilang bahkan jika sapi itu mati
sekalipun. Namun jika sampai terjadi pemiliknya yang meninggal, kita sebagai
manusia harus memiliki rasa solidaritas dan menyadari bahwa itu bukanlah hak
kita. Jadi kita bisa memberikan barang itu kepada istrinya atau ahli warisnya.
Atau kita bisa juga berbicara lagi bagaimana kelanjutan dari bagi hasil ini.80
Mengenai jangka waktu perjanjian dari usaha nggadoh sapi di Desa
Sapta Mulia ini tidak dibatasi. Mereka dapat melakukan usaha tersebut
sebosannya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu Idah:
“Bagi hasil ni ya nggak ada jangka waktunya buk. Bebaslah sampai kapan pun
kita ngurus selagi kita mau dan yang punya masih ngizinkan. Kayak saya ini
79
Hasil wawancara denganBagyo, selaku Kades desa Sapta Mulia, tentang Tidak Adanya
Perjanjian dan Peraturan Tertulis dalam Bagi Hasil Yang Dilakukan Oleh Masyarakat, tanggal 9
Mei 2019. 80
Hasil wawancara dengan Surya, selaku PenggadohSapi, tentang Pihak Yang
Menanggung Jika Terjadi Hal-Hal Yang Tidak Diinginkan,tanggal 11 Mei 2019.
53
udah lebih kurang 10 tahun ngurus sapi orang dari mulai sapi bali tapi sudah
dijual semua, sampai sekarang udah diganti sapi besar. Itu ada tiga sapi
remusin sama ada satu sapi brahma.”81
Dari penjelasan tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa apabila si
penggadoh masih kuat untuk mengurus sapi-sapi tersebut maka perjanjian
tersebut akan terus berlangsung, namun jika penggadoh sudah tidak kuat lagi
maka penggadoh boleh menyerahkan kembali sapi tersebut kepada pemiliknya
atau bisa juga dari pemilik yang menginginkan perjanjian tersebut berakhir
karena pemilik ingin menjual sapinya. Oleh karena jangka waktu perjanjian
tidak dibatasi, maka perjanjian tersebut dapat diakhiri kapan saja. Artinya para
pihak baik pemilik sapi maupun penggadoh dapat mengakhiri perjanjian kapan
saja, meskipun dalam hal ini salah satu pihak belum atau tidak ingin
mengakhiri perjanjian tersebut. Hal ini dirasakan oleh bapak Maryonoyang
harus merelakan sapi tersebut dijual meskipun itu tidak sesuai dengan
perjanjian awal.Berikut pernyataan bapak Maryono:
“Gimanalah ya penggadoh itu kan tergantung pihak pertama. Kalau pihak
pertama mau jual ya apa boleh buat. Penggadoh hanya sebatas kemampuan
saja. Kalau dipikir rugi lo mbak ngurus 1 tahun cuma dapat Rp 1.500.000-, tapi
yang punya butuh duit ya gimana. Padahal ya sayang, apalagi kan seharusnya
tadinya mau bagi hasil anak/kongsi.”82
Sapi yang dipelihara oleh masyarakat cukup banyak macamnya seperti
sapi bali, sapi simetal, sapi brangus, sapi brahman dan sapi limuosin.83
Namun
81
Hasil wawancara dengan Idah, selaku PenggadohSapi, tentang Jangka Waktu
Perjanjian, tanggal 12 Mei 2019. 82
Hasil wawancara dengan Maryono, selaku PenggadohSapi, tentang Jangka Waktu
Perjanjian, tanggal 10 Mei 2019. 83
Yang dimaksud dengan sapi bali yaitu jenis sapi dengan berat badan hanya mencapai
350-450 kg. Sedangkan sapi simetal, sapi brangus, sapi brahman dan sapi limousin yaitu jenis sapi
dengan ukuran besar dan memiliki berat badan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sapi
bali, dimana berat sapi ini mencapai 1 ton bahkan lebih. Sapi ini juga merupakan jenis sapi
unggulan dan merupakan kategori sapi pedaging yang menjadi andalan di Indonesia.
54
kebanyakan penggadoh mengurus sapi bali. Dari 6 orang penggadoh, 4 orang
menggadoh sapi bali dan hanya 2 orang yang menggadoh sapi jenis lainnya.
Karena jenis sapi lainnya termasuk sapi besar yang menurut mereka cukup
susah untuk di urus karena memerlukan makanan sangat banyak dan cukup
repot untuk mengurusnya sehingga penggadoh harus mengeluarkan uang lebih
banyak lagi untuk mengurus sapi tersebut. Seperti yang dikatakan oleh ibu
Sutini:
“Umumnya orang di sini ngurusnya sapi bali mbak. Soalnya sapi besar tu susah
mbak, makan rumputnya harus banyak, harus di kasih ampas tahu juga,
kandangpun harus besar dan bersih terus. Tapi kalau jualnya susah, soalnya
mahal. Blantik (perantara pada jual beli ternak) pun jarang mau mbelinya.”84
Meskipun demikian jenis sapi besar (seperti limousin, simetal, brangus
dan brahman) memiliki kelebihan dibandingkan dengan sapi bali. Kelebihan
dari sapi besar tersebut tidak mudah terserang penyakit seperti sapi bali yang
sangat mudah terserang virus sapi yaitu jembrana atau keringat darah.85
Selain
itu kelebihan lain yang di miliki oleh jenis sapi besar yaitu memiliki harga
yang lebih mahal dibandingkan dengan sapi bali. Sehingga keuntungan yang di
dapat pun cukup besar juga. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak
Arip:
“Memang iya sapi jenis metal, brahman sama brangus kayak gini makannya
banyak nian. Kalau dituruti itu sebanyak apapun kita kasih ya habis. Belum
lagi ampas tahunya setiap hari itu 1 karung setengah. Sapi ini juga harus
dimandikan setiap hari, tempatnya juga harus bersih makanya sampai lantainya
harus di semen. Tapi sesuai lah sama hasilnya nanti. Soalnya kalau sapi metal
kayak gini yang betina baru umur 1 tahun aja ini udah bisa laku Rp
15.000.000-, belum lagi kalau sapi remusin lebih mahal lagi. Enaknya lagi sapi
84
Hasil wawancara dengan Sutini, selaku PenggadohSapi, tentang Jenis Sapi Yang
Dipelihara Penggadoh, tanggal 4 Mei 2019. 85
Hasil wawancara dengan Arip, selaku PenggadohSapi, tentang Kelebihan dan
Kekurangan Sapi Yang Dipelihara, tanggal 12 Mei 2019.
55
kayak gini gak mudah kena virus sapi, gak kayak sapi bali. Sapi bali tu kalau
sudah mulai ada-ada yg kena virus, mulai lah banyak yang pada mati. Kalau
sapi kayak gini alhamdulillah aman lah.”86
Selama masa perawatan sapi akan muncul beberapa biaya yang harus
ditanggung. Dimana penanggung jawab biaya-biaya pun juga bermacam-
macam baik untuk perkembangbiakan sapi maupun ketika sapi sakit.
Perkembangbiakan sapi yang di lakukan oleh masyarakat ada dua macam
yaitu perkembangbiakan secara kawin alami dan kawin suntik. Namun
kebanyakan saat ini yang dilakukan oleh masyarakat yaitu perkembangbiakan
melalui kawan suntik, sehingga untuk perkembangbiakan sapi memerlukan
biaya untuk memanggil Mantri dan suntiknya. Untuk menanggung biaya
tersebut, sehingga diperlukan penanggung jawab agar usaha tersebut tetap
berjalan dengan baik. Dan untuk penanggung jawab perkembangbiakan sapi
dapat dibedakan menjadi tiga (3) yaitu:87
1. Ditanggung penggadoh, maksudnya: jika perkembangbiakan sapi tersebut
dibebankan kepada penggadoh, maka pemilik tidak ikut campur dalam
perkembangbiakan tersebut baik untuk memanggil Mantri maupun biayanya.
Hal ini lah yang dirasakan oleh bapak Surya dan bapak Arip.
2. Ditanggung pemilik, maksudnya: jika perkembangbiakan sapi tersebut
ditanggung oleh pemilik, maka pemiliklah yang menanggung semua biaya baik
dari pemanggilan Mantri maupun biayanya suntiknya. Penggadoh hanya perlu
memberi tahu kepada pemilik jika sapi sudah siap di suntik. Atau bisa juga
86
Ibid. 87
Dirangkum dari berbagai hasil wawancara dari Surya, Arip, Sutini, Idah, Suparmi,
tentang Pihak Yang Menanggung Biaya Perkembangbiakan Sapi, tanggal 4 Mei 2019 s/d 12 Mei
2019.
56
penggadoh yang membayar biaya suntiknya terlebih dahulu dan jika telah
disuntik maka pemilik tinggal menggantikan biaya tersebut.Hal ini lah yang
dirasakan olehibu Sutini dan ibu Idah.
3. Ditanggung penggadoh dan pemilik, maksudnya: jika perkembangbiakan
sapi tersebut ditanggung pemilik dan penggadoh, maka biaya yang dikeluarkan
untuk memanggil Mantri dan biaya suntik akan ditanggung berdua (sama
besar). Hal ini lah yang dirasakan olehibu Suparmi.
Perkembangbiakan sapi yaitu dengan cara melahirkan. Umur untuk sapi
siap hamil yaitu umunya pada usia 2 tahun. Akan tetapi ada juga yang siap
hamil di usia 1,5 tahun. Namun untuk usia 1,5 tahun harus benar-benar
diperhatikan dari segi pertumbuhan sapi itu sendiri, kesehatannya, asupan
nutrisi dan dari faktor keturunan. Masa kehamilan sapi yaitu selama 9 bulan 10
hari/15 hari. Dan setelah melahirkan dan melalui masa lebih kurang 65 hari,
maka sapi memasuki masa birahi dan pada masa ini lah sapi siap untuk
dikawinkan atau dikawin suntik. Maka sapi pada umumnya selalu melahirkan 1
tahun 1 kali.88
Dalam peternakan sapi sangat jarang hewan ternak yang terkena
penyakit. Sehingga sangat jarang sekali ada pengeluaran biaya untuk
pengobatan sapi. Namun ada kalanya sapi terkena penyakit seperti diare atau
bahkan terkena virus. Dan untuk penanggung jawab jika sapi sakit pun dapat
dibedakan menjadi tiga (3) yaitu:89
88
Hasil wawancara dengan Nanang, selaku Mantri Sapi, tentang masa kehamilan sapi,
tanggal 9 Agustus 2019. 89
Dirangkum dari berbagai hasil wawancara dari Surya, Arip, Sutini, Idah, Suparmi,
tentang Pihak Yang Menanggung Biaya Pengobatan Sapi, tanggal 4 Mei 2019 s/d 12 Mei 2019.
57
1. Ditanggung penggadoh, maksudnya:jika penggadoh yang menanggung
biaya jika sakit, maka jika sapi memerlukan obat baik ketika sakit maupun
hanya untuk vitamin, maka penggadoh lah yang membelikannya dan jika perlu
jamu maka penggadohlah yang membuatkannya.Hal ini lah yang dilakukan
olehbapak Surya dan bapak Arip.
2. Ditanggung pemilik, maksudnya: jika pemilik yang menanggung biaya
jika sakit, maka jika sapi memerlukan obat baik ketika sakit, maka pemiliklah
yang membelikannya atau bisa juga penggadoh yang membelikannya terlebih
dahulu kemudian nantinya pemilik akan mengganti biaya tersebut.Hal ini lah
yang dilakukan olehibu Sutini dan ibu Idah.
3. Ditanggung penggadoh dan pemilik, maksudnya: jika penggadoh dan
pemilik yang menanggung biaya jika sakit, maka jika sapi memerlukan obat
baik ketika sakit maupun hanya untuk vitamin, maka biayanya akan
ditanggung berdua.Hal ini lah yang dilakukan olehibu Suparmi.
Namun khusus jika sapi yang digadohkan itu mati, maka tanggung
jawab itu terletak pada pemilik. Karena menurut bapak Daud, tidak mungkin
kita membebankan hal itu pada penggadoh yang juga telah kehilangan
tenaganya untuk merawat selama ini.Jadi kita bagi-bagi beban lah meskipun
pada akhirnya tetap pemilik lah yang menanggung kerugian cukup besar.90
Hal ini pun senada dengan yang dikatakan oleh ibu Suparmi dimana
jika sapinya mati maka itu risiko pemilik. Karena itu keluarga sendiri, jadi
tidak mungkin untuk meminta ganti rugi. Menurut penggadoh pada saat sore
90
Hasil wawancara dengan Daud, selaku Pemilik Sapi, tentang Pihak Yang Menanggung
Kerugian Dari Kematian Sapi, tanggal 13 Mei 2019.
58
sapi itu sehat-sehat saja dan ketika pagi sapi tersebut sudah kaku di kandang.
Padahal sangat jarang terjadi sapi mati secara tiba-tiba jika bukan karena sakit.
Terkecuali sebenarnya sapi tersebut memang sakit akan tetapi si penggadoh
tidak mengetahuinya.91
Begitupun yang dikatakan oleh bapak Salim, bahwa sapi yang mati
merupakan risiko dari pemilik. Karena tidak tega jika harus penggadoh yang
menanggung. Apalagi jika sapinya yang mati mendadak seperti kemarin,
padahal baru 1 minggu di beli. Kan memang ada penyakit sapi yang kalau pada
ayam itu disebut flu burung. Jadi hewan yang terserang itu terlihat sehat-sehat
saja dan makanpun masih lahap, tapi tiba-tiba hewan itu akan langsung sekarat
dan dalam hitungan menit itu bisa langsung mati.92
Berdasarkan hasil wawancara dari beberapa pihak, peneliti
menyimpulkan bahwa terkait pihak yang menanggung jika sapi mati,
sebenarnya bukanlah kesepakatan yang mereka buat sejak awal, namun hal itu
terjadi secara spontan ketika sapi yang di urus mati. Dan pihak yang
menanggung risiko biaya yaitu ialah pemilik sapi. Sedangkan penggadohlah
yang akan menguburkan sapi tersebut. Dan hal tersebut diakui dan disetujui
oleh kedua belah pihak.
91
Hasil wawancara dengan Suparmi, selaku Pemilik Sapi, tentang Pihak Yang
Menanggung Kerugian Dari Kematian Sapi, tanggal 4 Mei 2019. 92
Hasil wawancara denganSalim, selaku Pemilik Sapi, tentang Pihak Yang Menanggung
Kerugian Dari Kematian Sapi, tanggal 10 Agustus 2019.
59
Dalam nggadoh sapi ini terdapat hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi baik oleh pemilik maupun penggadoh.93
a. Hak dan kewajiban pemilik sapi
1) Hak pemilik
a) Keuntungan sesuai nisbah yaitu dimana keutungan dari usaha
nggadoh tersebut ditetapkan di awal akad dan sesuai kesepakatan
kedua belah pihak. Keuntungan tersebut bisa berupa bagi anak, bagi
keuntungan jual dan bagi hasil anak/kongsi.
b) Modal awal yaitu dimana sapi yang menjadi modal awal merupakan
hak dari pemilik. Sehingga ketika mereka melakukan bagi keuntungan
jual, maka sebelum di bagi keuntungan tersebut, maka harus diambil
terlebih dahulu modal awalnya/harga sapi sebelum di urus. Namun
untuk jenis bagi anak dan bagi hasil anak/kongsi, yang di bagi hanya
anak nya saja sedangkan induk tetap menjadi milik si pemilik.
c) Menjual sapi kapanpun mereka menginginkannya, maksudnya yaitu
ketika pemilik menginginkan sapi tersebut untuk di jual, maka pemilik
dapat mengatakan kepada penggadoh dan kemudian mengambil sapi
tersebut.
2) Kewajiban pemilik
a) Memberi kebebasan kepada penggadoh. Terkait pemberian makan,
cara perkembangbiakan dan pengadaan kandang. Akan tetapi
seharusnya itu dikandangkan, karena itu sudah ada peraturannya yaitu
93
Dirangkum dari berbagai hasil wawancara dari Suparmi, Bagyo, Daud, Sutini, Maryono,
Jabit, Surya, Arip, Idah, tentang hak dan kewajiban pemilik dan penggadoh, tanggal 4 Mei 2019
s/d 13 Mei 2019.
60
perda yang menyatakan bahwa ternak itu wajib dikandangkan.94
Dan
berdasarkan pengamatan peneliti, masyarakat pada umumnya telah
menyediakan kandang untuk ternak sapi mereka.
b. Hak dan kewajiban penggadoh sapi
1) Hak penggadoh
a) Keuntungan sesuai nisbah yaitu dimana keutungan dari usaha
nggadoh tersebut ditetapkan di awal akad dan sesuai kesepakatan
kedua belah pihak. Keuntungan tersebut bisa berupa bagi anak, bagi
keuntungan jual dan bagi hasil anak/kongsi.
2) Kewajiban penggadoh
a) Memberi makan dan minum untuk hewan ternak merupkan kewajiban
penggadoh. Dimana pemberian makan dilakukan 1 hari 2 kali.
b) Memberi jamu jika sakit. Jamu yang diberikan yaitu berupa jamu
racikan sendiri. Jamu tersebut dapat terbuat dari campuran bahan-
bahan seperti kunyit, gula merah, dll. Dan dilakukan 1 minggu 2 kali.
c) Menyediakan kandang. Menurut penggadoh, menyediakan kandang
sebenarnya bukan lah hal yan diperintahkan oleh si pemilik. Hanya
saja tetap disediakan untuk keamanan sapi.
d) Membersihkan kandang sangat wajib dilakukan, karena jika tidak
dibersihkan, selain membuat kandang menjadi kotor karena kotoran
sapi, hal ini juga dapat membuat sapi mudah sakit.
94
Peraturan Daerah Kabupaten Tebo Nomor 8 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Tebo Nomor 17 Tahun 2002 pasal 3 tentang Penertiban dan
Pengembangan Ternak, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/69575/perda-kab-tebo-no-8-
tahun-2014, akses pada 17 Juni 2019.
61
Untuk kewajiban seorang penggadoh, semua penggadoh seperti salah
satunya bapak Arip menyadari bahwa selama merawat sapi kewajibannya
yaitu:
“Kalau kewajiban dari penggadoh ya ngasih makan, minum, ngasih jamu kalau
sakit, bersihkan kandang dan juga kalau ada apa-apa segera lapor ke
pemilik.”95
Usaha nggadoh sapi ini pun cukup dirasakan oleh masyarakat
manfaatnya, terutama bagi mereka yang telah mendapatkan hasil bagiannya.
Beberapa manfaatnya yaitu:
Pertama, manfaat yang telah dirasakan oleh ibu Idah yaitu selama ia
mengurus sapi milik orang lain ini, mereka sudah mampu membeli tapak
rumah dan bisa memiliki rumah sendiri meskipun masih papan serta mereka
mampu membeli kebun meskipun masih kosong.96
Kedua, manfaat yang juga dirasakan oleh ibu Sutini yaitu ia mampu
membayar biaya masuk pesantren untuk anaknya. Karena menurut dia jika
tidak nggadoh, mungkin ia tidak mampu untuk membayar biaya sekolah
anaknya yang sangat ingin masuk pesantren. Selain itu ia juga bisa memiliki
sapi tanpa harus membeli.97
Ketiga, manfaat dari nggadoh sapi ini pun juga dirasakan oleh bapak
Arip. Dimana ia mengatakan bahwa nggadoh ini seperti menabung tanpa
terasa. Karena terutama ia yang seorang sopir jika ada sisa dari uang jalan
95
Hasil wawancara dengan Arip, selaku PenggadohSapi, tentang Hak dan Kewajiban
Penggadoh, tanggal 12 Mei 2019. 96
Hasil wawancara dengan Idah, selaku PenggadohSapi, tentang Manfaat Usaha
NggadohSapi, tanggal 12 Mei 2019. 97
Hasil wawancara dengan Sutini, selaku PenggadohSapi, tentang Manfaat Usaha
NggadohSapi, tanggal 4 Mei 2019.
62
kalau dipegang masih berupa uang, itu tidak akan bisa ditabungkan, karena
pasti ada saja yang mau dibeli meskipun tidak penting. Tapi kalau uang sisa
uang jalan ini sudah dibelikan ampas tahu untuk makan sapi maka sudah itu
merupakan tabungan. Meskipun uang itu akan membutuhkan waktu yang lama
untuk bisa kita gunakan kembali. Karena uang tersebut hanya akan kembali
jika ada sapi yang dijual.98
Keempat, manfaat dari nggadoh sapi ini juga dirasakan oleh ibu
Suparmi yang mengatakan bahwa nggadoh ini sangat menguntungkan, karena
baginya selaku pemilik sapi, ia bisa mendapatkan bagi hasil tanpa harus
memelihara sapi-sapinya sendiri. Meskipun ia yang harus menyediakan modal,
namun itu bukan masalah baginya, karena ia merasa mampu dan sangat
disayangkan kalau uang yang ia miliki hanya disimpan saja. Jika dibelikan sapi
dan digadohkan ke orang lain maka dapat membantu mereka yang
membutuhkan pekerjaan.99
Namun ada juga yang belum bisa merasakan manfaat dari nggadoh sapi
terebut. Seperti yang dikatakan bapak Jabit bahwasannya ia menyadari
dikarenakan ia masih sangat baru dalam nggadoh sapi ini. Sehingga ia belum
merasakan manfaatnya karena belum mendapatkan hasil. Akan tetapi ia tetap
merasa senang karena mengurus sapi itu memang merupakan keinginannya.
98
Hasil wawancara dengan Arip, selaku PengadohSapi, tentang Manfaat Usaha
NggadohSapi, tanggal 12 Mei 2019. 99
Hasil wawancara dengan Suparmi, selaku Pemilik Sapi, tentang Manfaat Usaha
NggadohSapi, tanggal 4 Mei 2019.
63
Dan juga mengurus sapi itu bisa menjadi hiburan baginya, karena ia dapat
bepergian meskipun itu hanya untuk mencari rumput.100
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat peneliti katakan bahwa pada
usaha nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat desa Sapta Mulia terjadi
karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu pihak pemilik dan
penggadoh. Dimana yang menjadi modal utama yaitu sapi merupakan hak
milik dari pemilik sapi. Selama masa perawatan, muncul beberapa biaya seperti
biaya perkembangbiakan dan biaya pengobatan ketika sapi sakit yang
pembagiannya telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya. Pembagian hasil
pada usaha nggadoh sapi dilakukan sesuai kesepakatan yang telah ditetapkan
sebelumnya, yaitu pada awal akad. Dengan adanya bagi hasil tersebut, baik
penggadoh maupun pemilik dapat merasakan manfaatnya baik secara moril
maupun materil. Secara singkat penjelasan diatas dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
100
Hasil wawancara dengan Jabit, selaku PenggadohSapi, tentang Manfaat Usaha
NggadohSapi, tanggal 10 Mei 2019.
Pemilik Kesepakatan Penggadoh
Perjanjian
Usaha Nggadoh
sapi
Masa
Perawatan Sapi
Biaya
Perkembangbia
kan
Biaya
Pengobatan
Hasil
Manfaat
64
2. Bagi Hasil antara Pemilik dan Peternak Sapi di Desa Sapta Mulia
Pada usaha nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat, penentuan
bagi hasil apa yang akan dilakukan ditentukan di awal pada saat sapi yang
menjadi modal awal datang. Pada awalnya pembagian keuntungan yang
mereka terapkan adalah bagi anak. Setelah itu baru muncul sistem bagi
keuntungan jual. Namun karena pemikiran mereka yang semakin lama semakin
berkembang, muncullah sistem bagi hasil anak/kongsi.101
Sehingga pada saat
ini sistem bagi hasil yang ada di Desa Sapta Mulia dapat dibedakan menjadi
tiga (3) yaitu:
a. Bagi anak102
Untuk bagi hasil jenis ini, ada dua cara yang biasa dilakukan oleh
masyarakat yaitu:
1) Jika sapi yang menjadi modal awal adalah sapi betina dara, maka ketika
sapi tersebut melahirkan anak pertama untuk penggadoh dan anak kedua
untuk pemilik.
2) Sedangkan jika sapi yang menjadi modal awal adalah sapi betina yang
sudah pernah beranak sebelumnya, maka ketika sapi tersebut melahirkan
anak pertama untuk pemilik dan anak kedua untuk penggadoh.
Meskipun pada sistem bagi hasil ini hanya anaknya saja yang dibagi,
akan tetapi pada saat penyerahan induk sapi, induk sapi tersebut juga ditaksir
harganya disesuaikan dengan harga sapi saat itu untuk ukuran sapi itu.
101
Hasil wawancara dengan Bagyo Santoso, selaku Kades desa Sapta Mulia, tentang Awal
Mula Nggadoh di desa Sapta Mulia, tanggal 9 Mei 2019. 102
Hasil wawancara dengan Sutini, selaku Penggadoh Sapi, tentang Cara Penentuan Bagi
Hasil, tanggal 4 Mei 2019.
65
Sehingga suatu saat ketika pemilik ingin menjual induk sapi tersebut, maka
keuntungan dari penjualan induk tesebut juga dibagi dua antara pemilik dan
penggadoh.
b. Bagi keuntungan jual
Untuk bagi hasil jenis ini,awalnya pemilik menyerahkan sapinya baik
jantan maupun betina, baik masih kecil maupun yang kira-kira sudah berumur
1 tahun. Namun pada saat penyerahannya harga sapi tersebut ditaksir harganya
sesuai dengan ukuran dan harga saat itu. Lalu sapi tersebut dipelihara oleh
penggadoh. Kemudian ketika salah seorang dari mereka ingin menjualnya dan
satu pihak lagi sepakat, maka sapi tersebut dijual. Setelah dijual, maka diambil
dulu uang yang menjadi modal atau harga awal sapi. Kemudian kelebihan dari
modal tersebut dibagi dua atau 50:50, 50% bagian pemilik modal dan 50 %
bagian penggadoh.
Berikut adalah contoh perhitungan bagi keuntungan penjualan yang
dialami oleh bapak Maryono yakni: dimana sapi yang menjadi modal awal
seharga Rp 6.000.000-,. Setelah dirawat selama 1 tahun, sapi tersebut terjual
seharga Rp 9.000.000-,. Maka keuntungan yang didapatkan dari perawatan
selama 1 tahun adalah Rp 3.000.000-,. Karena berasarkan kesepakatan nisbah
yang disepakati adalah 50:50 maka dari keuntungan tersebut di dapatlah Rp
1.500.000-, untuk pemilik dan Rp 1.500.000-, untuk penggadoh.
Dalam pelaksanan bagi keuntungan jual ini, penggadoh banyak yang
mengeluhkan bahwasannya jika di kalkulasikan bagi hasil jenis ini tidak
menguntungkan, karena mereka juga mengeluarkan biaya transportasi untuk
66
mencari makan sapi. Dan untuk mencari makan tersebut cukup jauh sehingga
membutuhkan biaya yang lumayan banyak. Akan tetapi hal tersebut tidak ada
perhitungannya sama sekali. Sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak
Maryono:
“Kalau dihitung-hitung gak untung. Gimana ya rumput aja harus diaritkan. Dan
itu harus tiap hari juga. Itu kalau dihitung Rp 3.000-,/hari kalau di kali 1 tahun
udah berapa. Belum lagi garam untuk minumnya. Na kalau kayak gini
dapatnya Cuma Rp 1.500.000-, ya gak masuk nian mbak. Kecuali sapi nya
diangon terus iya, jadi gak ngeluarkan biaya tiap hari. Kalau gitu baru bisa
untung.”103
Namun pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan apa yang
dikatakan oleh bapak Bagyo yaitu:
“Kalau menurut saya malah bagi keuntungan jual itu yang menguntungkan,
karena kapanpun kita butuh kita bisa jual, jadi tidak perlu waktu lama untuk
dapat bagi hasilnya. Gak kayak bagi anak, harus dapat anak 2 dulu baru bisa
dapat hasil. Kan mereka juga gak mengeluarkan modal apa-apa kok, jadi ya
sebenarnya itu untung.”104
c. Bagi hasil anak/kongsi
Untuk bagi hasil jenis ini cara pembagiannya yaitu dengan setiap sapi
melahirkan maka anak tersebut adalah milik penggadoh dan pemilik sapi
begitulah seterusnya. Jika anak sapi tersebut dijual, maka hasilnya akan
langsung di bagi dua. Namun ketika sapi yang lahir kembar, maka sapi tersebut
satu akan menjadi milik pemilik sapi dan satu lagi akan menjadi milik
penggadoh. Dalam bagi hasil jenis ini tidak dibedakan baik itu sapi yang
menjadi modal awalnya sapi betina dara maupun sapi betina yang sudah pernah
beranak.
103
Hasil wawancara dengan Maryono, selaku PenggadohSapi, tentang Bagi Hasil Apa
Yang Lebih Menguntungkan, tanggal 12 Mei 2019. 104
Hasil wawancara denganBagyo, selaku PemilikSapi, tentang Bagi Hasil Apa Yang
Lebih Menguntungkan, tanggal 9 Mei 2019.
67
Pada bagi hasil jenis ini pun induk sapi yang menjadi modal awal juga
ditaksir harganya disesuaikan dengan harga sapi saat itu untuk ukuran sapi itu.
Sehingga suatu saat ketika pemilik ingin menjual induk sapi tersebut, maka
keuntungan dari penjualan induk tesebut juga dibagi dua antara pemilik dan
penggadoh.
Adanya bagi hasil anak/kongsi ini untuk menghindari terjadinya rasa
ketidakpuasan dan juga mengurangi risiko tidak dapat hasil jika sapi bagian
pemilik maupun penggadoh mati. Sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak
Surya:
“Kalau menurut saya dari sistem bagi hasil yang ada, itu lebih menguntungkan
yang bagi hasil anak/kongsi ini. Soalnya kita bisa menghindari eh pas bagian
kita betina dan bagian orang yang punya jantan, dan juga kalau bagi anak,
takutnya nanti pas bagian kita tau-tau mati, nah kan rugi kita. Atau juga pas
sempat bagian pemilik yang mati gitu kan gak enak juga kita.”105
Munculnya bagi hasil anak/kongsi merupakan hasil pemikiran
masyarakat setelah melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dari
bagi hasil yang biasa dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Dan pada saat
ini masyarakat pun sudah mulai banyak yang beralih menerapkan bagi hasil
anak/perkongsian ini. Namun masih ada juga yang menerapkan sistem bagi
anak dan juga keuntungan jual.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka sistem bagi hasil yang dilakukan
oleh masyarakat di desa Sapta Mulia secara ringkas dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
105
Hasil wawancara dengan Surya, selaku PenggadohSapi, tentang Bagi Hasil Apa Yang
Lebih Menguntungkan, tanggal 11 Mei 2019.
68
No Jenis Bagi Hasil Cara Bagi Hasil
1 Bagi Anak Anak ke-1 untuk penggadoh dan
anak ke-2 untuk pemilik atau
sebaliknya
2 Bagi Keuntungan Jual Sapi dirawat, kemudian dijual. Dan
setelah dijual diambil modal awalnya
baru sisanya dibagi dua (50:50)
3 Bagi Hasil Anak/Kongsi Setiap anak yang lahir akan menjadi
milik si pemilik sapi dan penggadoh
3. Faktor Pendorong, Faktor Penghambat dan Potensi pada Nggadoh Sapi
di Desa Sapta Mulia
Dalam kehidupannya, masyarakat di desa Sapta Mulia mayoritas
bekerja sebagai petani dan buruh tani. Namun karena merasa bahwa pekerjaan
tersebut dapat selesai hanya dalam waktu singkat, maka mereka bingung akan
melakukan apa setelah itu. Sedangkan dari hasil tani tersebut tidak dapat
mencukupi kebutuhan keluarga. Untuk mereka yang mempunyai modal,
kebanyakan mereka membeli hewan-hewan ternak untuk dipelihara dan bisa di
jual ketika mereka membutuhkan. Namun untuk mereka yang tidak
mempunyai modal, mereka tidak dapat melakukan hal yang sama.106
Adanya usaha nggadoh sapi dapat menjadi pemecah masalah bagi
mereka yang masih membutuhkan pekerjaan yang dapat memberikan tambahan
pendapatan kepada mereka meskipun tidak secara langsung. Usaha nggadoh
sapi ini mampu terwujud karena adanya dua pihak yaitu pihak pemilik yang
mau memberikan ternaknya kepada penggadoh dan pihak penggadoh yang
bersedia mengurus ternak tersebut. Kedua pihak tersebut juga bersepakat untuk
melakukan bagi hasil dari usaha tersebut.
106
Observasi: desa Sapta Mulia, Mei 2019.
69
Dalam melaksanakan usaha ini terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam pelaksanaan usaha ternak sapi tersebut, baik berupa
faktor pendorong atau pendorong usaha nggadoh sapi maupun faktor
penghambat. Faktor pendorong dan faktor penghambat menjadi penentu
berjalannya usaha nggadoh sapi di masyarakat.
a. Faktor Pendorong
Yang menjadi pendorong atau alasan-alasan yang melatarbelakangi
terjadinya usaha nggadoh sapi di desa Sapta Mulia dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu:
1) Faktor pendorong dari pemilik sapi107
a) Karena adanya pekerjaan lain yang sangat penting, sehingga tidak
mempunyai banyak waktu untuk mengurus ternak mereka. Meskipun
sebenarnya mereka bisa mengurus ternaknya sendiri.
b) Karena usia yang sudah tua sehingga mereka tidak memiliki tenaga
yangcukup untuk mengurus ternak apalagi ternaknya cukup susah
untuk makannya.
c) Karena mereka sudah tidak mempunyai suami lagi (janda) sehingga
tidak mampu kalau harus mengurus sapi.
d) Untuk menolong orang yang membutuhkan baik keluarga sendiri
maupun orang lain. Apalagi jika mereka sampai meminta, berarti
mereka benar-benar membutuhkan pekerjaan. Dan juga tidak mungkin
membiarkan saudara sendiri bekerja untuk orang lain sedangkan kita
107
Dirangkum dari wawancara dengan Suparmi, Bagyo dan Daud, selaku Pemilik sapi,
tentang Faktor Pendorong Melakukan Usaha Nggadoh Sapi, tanggal 4 Mei 2019 s/d 13 Mei 2019.
70
masih mampu untuk membantunya, maka lebih baik kita yang
membantunya.
2) Faktor Pendorong dari penggadoh sapi108
a) Faktor utama yang mendukung seseorang untuk menggadoh yaitu
karena tidak adanya modal untuk melakukan usaha.
b) Rasa ingin memiliki juga berperan penting dalam mendorong
seseorang untuk menggadoh. Karena dengan adanya rasa ingin
memiliki ternak sendiri, maka seseorang akan berusaha untuk
mendapatkannya.
c) Dengan adanya sistem bagi hasil dari nggadoh sapi ini, penggadoh
secara tidak langung dapat menabung untuk keperluan yang
mendadak.
d) Dan juga dengan adanya nggadoh, dapat meningkatan pendapatan
keluarga. Karena jika hanya mengandalkan satu pekerjaan saja, tidak
akan mampu menopang seluruh kebutuhan keluarga. Terutama jika
pekerjaan utamanya hanya lah buruh tani.
e) Selain itu, yang mendukung seseorang untuk menggadoh yaitu karena
terlalu banyak waktu luang yang terbuang sia-sia jika tidak mengurus
sapi ini.
b. Faktor Penghambat
Kendala dari sudut pandang peneliti merupakan suatu tantangan yang harus
dihadapi baik oleh pemilik maupun penggadoh. Dan juga faktor
108
Dirangkum dari wawancara dengan Ngatini, Sutini, Maryono, Jabit, Surya, Arip dan
Idah, selaku Penggadoh Sapi, tentang Faktor Pendorong Melakukan Usaha Nggadoh Sapi,
tanggal 4 Mei 2019 s/d 12 Mei 2019.
71
penghambat ini bukan merupakan penghalang dari berjalannya usaha
nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat. Namun hal ini merupakan
masalah-masalah yang dirasakan oleh mereka. Adapun yang menjadi
permasalahan dalam usaha nggadoh sapi di desa Sapta Mulia dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu:
1) Faktor penghambat dari pemilik sapi109
a) Peternak kurang memahami seluk beluk beternak sapi pun dapat
menimbulkan kerugian. Karena dikhawatirkan ketika sapi sakit, akan
tetapi ia tidak mengetahuinya, sehingga sapi tersebut hanya dibiarkan
saja.
b) Namun peternak yang sembrono dapat menyebabkan kerugian
terbesar bagi pemilik sapi. Karena memahami tentang seluk beluk
beternak sapi, tetapi terkadang mereka hanya menyepelekan suatu
tanda-tanda yang mereka ketahui.
2) Faktor penghambat dari peternak sapi110
a) Musim kemarau menjadi permasalahan terbesar yang dirasakan oleh
semua penggadoh. Hal dikarenakan pada musim kemarau rumput
akan susah dicari. Sebab pada musim kemarau rumput akan mudah
keras sehingga sapi tidak mau memakannya. Sehingga pada musim ini
para penggadoh harus mencari rumput kemanapun asalkan mendapat
109
Dirangkum dari wawancara dengan Suparmi, Bagyo dan Daud, selaku Pemilik Sapi,
tentang Faktor Penghambat dalam Melakukan Usaha Nggadoh Sapi, tanggal 4 Mei 2019 s/d 13
Mei 2019. 110
Dirangkum dari wawancara dengan Ngatini, Sutini, Maryono, Jabit, Surya, Arip dan
Idah, selaku Penggadoh Sapi, tentang Faktor Pengambat dalam Melakukan Usaha Nggadoh Sapi,
tanggal 4 Mei 2019 s/d 12 Mei 2019.
72
rumput yang segar meskipun jauh dan harus mengeluarkan biaya yang
lebih besar dari biasanya.
b) Ketika sapi betina telah mager, maka sapi tersebut tidak dapat
memiliki anak lagi. Sehingga ketika terjadi hal ini, penggadoh akan
merasa sia-sia mengurusnya. Karena ia tidak akan bisa mendapatkan
apa-apa.
c. Potensi
Dengan mengetahui faktor pendorong dan penghambat dari usaha
nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat, maka dapat diketahui potensi
yang ada pada usaha nggadoh sapi tersebut. Adapun yang menjadi potensi dari
usaha nggadoh sapi bagi masyarakat yaitu sebagaimana yang dikatakan oleh
Bapak Kades desa Sapta Mulia:111
1. Dengan adanya keuntungan yang di dapat dari bagi hasil tersebut, maka
pendapatan tersebut mampu menyokong perekonomian masyarakat.
Sehingga mereka bisa menabung untuk menyekolahkan anak, ada uang
jaga-jaga untuk kebutuhan mendesak dan setidaknya mereka lebih bisa
hidup mandiri tanpa harus meminjam uang dari orang lain untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
2. Jika seluruh masyarakat baik pemilik maupun penggadohmau membuat
kelompok, maka dapat dibuatkan perjanjian-perjanjian sehingga jika terjadi
sesuatu dikemudian hari maka dapat dicarikan solusinya bersama-sama.
3. Jika mereka mau rutin mengumpulkan kotoran sapi yang telah tercampur
sisa-sisa makanan dan juga mau mengumpulkan air kencingnya, sebenarnya
itu dapat menjadi tambahan pendapatan. Karena kotoran dan air kencing
sapi itu bisa dijadikan sebagai pupuk sawit. Sehingga mereka bisa
menjualnya, karena banyak juga orang yang mau membelinya. Apalagi desa
Sapta Mulia sendiri berdekatan dengan sebuah PT sawit yang sangat luas.
Kalaupun tidak laku, itu dapat digunakan untuk memupuk sawit sendiri agar
hasilnya juga lebih bagus.
111
Hasil wawancara dengan Bagyo, selaku Kades desa Sapta Mulia, tentang Potensi
Usaha NggadohSapi Yang Dilakukan Oleh Masyarakat, tanggal 9 Mei 2019.
73
Adanya semangat masyarakat dalam melakukan usaha nggadoh sapi
ini, merupakan suatu usaha yang sangat baik dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Pemerintah setempat pun perlu mengambil peran penting
didalamnya untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dirasakan baik
oleh pemilik maupun penggadoh. Karena dengan adanya peran pemerintah
desa setempat, usaha yang dilakukan oleh masyarakat akan berjalan lebih baik
dari yang telah mereka lakukan saat ini. Selain itu pemerintahan desa yang
mengetahui potensi-potensi dalam usaha nggadoh tersebut, maka akan lebih
baik jika hal itu pun dapat dihimbaukan kepada masyarakat. Agar masyarakat
mengetahui bahwasannya dalam usaha yang telah mereka lakukan tersebut
dapat memberikan peluang yang cukup besar jika hal tersebut dilakukan
dengan sungguh-sungguh.
B. Pembahasan
Dalam usaha nggadoh sapi di desa Sapta Mulia, masyarakat menyebutnya
dengan sistem bagi hasil. Disini peneliti ingin melihat sistem bagi hasil tersebut
dari sisi sistem bagi hasil yang sesuai dengan syariat Islam yaitu mudharabah.
Dimana berdasarkan rukun mudharabah yang harus ada yaitu: shahib al-mal
(pemodal), mudharib (pengelola), al-mal (modal), al-ribh (keuntungan), al-a’mal
(pekerjaan) dan sighat (ucapan serah terima).112
Dimana praktiknya yaitudalam
usaha nggadoh sapi tersebut terdapat dua pihak yaitu shahib al-mal (pemilik),
mudharib(penggadoh) al-mal (sapi), al-ribh (sistem bagi anak, keuntungan jual
112
Ibid,hlm. 105-106.
74
dan sistem bagi hasil anak/kongsi), al-a’mal (beternak sapi) dan sighat
(persetujuan dua pihak).
Meskipun dalam usaha ini yang menjadi modal adalah sapi, hal itu boleh-
boleh saja. Karena dalam suatu teori juga disebutkan bahwa modal
mudharabahboleh dalam bentuk barang, tidak mesti dalam bentuk uang.113
Dan
juga dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah, telah disebutkan bahwasannya modal dapat berbentuk uang atau
barang yang dinilai. Jika modal yang diberikan dalam bentuk aset, maka aset
tersebut harus dinilai pada waktu akad.114
Dan dalam hal ini, maka modal dengan
tidak berupa uang diperbolehkan. Karena sapi yang menjadi modal awal, telah
dinilai atau diberi harga sesuai dengan sapi pada saat itu dan hal itu sama-sama
diketahui oleh kedua belah pihak dan juga sapi yang menjadi modal dapat
diserahkan pada saat akad dan bukan berupa utang.
Jenis bagi hasil yang dilakukan oleh para penggadoh sapi yaitu dapat
termasuk dalam mudharabah muqayyadah. Sebagaimana pengertian akad
mudharabah muqayyadah sendiri yaitu di mana pemilik modal memberikan
ketentuan atau batasan-batasan yang berkaitan terkait jenis usaha, waktu, tempat
usaha sesuai syarat yang ditetapkan bersama-sama pemilik modal. Karena usaha
yang dilakukan masyarakat telah ditentukan jenis usahanya yaitu betenak sapi,
usaha tersebut dimulai pada saat modal telah ada ditangan penggadoh dan usaha
tersebut dilakukan ditempat penggadoh.
113
Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Mu’amalah Maliyyah Akad Syirkah dan
Mudharabah, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2017), hlm. 166. 114
https://mui.or.id/ wp-content/uploads/files/fatwa/07-Mudharabah.pdf, akses pada 24
Desember 2018.
75
Pada Usaha ini, penggadoh dibebaskan dalam mengurus sapi tersebut.
Kebebasan yang diberikan dalam arti kebebasan yang bertanggung jawab.
Dimana kebebasan tersebut dapat dilihat pada penyediaan kandang, dimana
penggadoh dibebaskan ingin membuatkan kandang atau tidak untuk sapi yang di
urus. Namun Pemerintah Kabupaten Tebo sebenarnya telah mengeluarkan
Peraturan Daerah untuk mengatur sistem kandang peternak sapi yaitu PERDA
Kabupaten Tebo Nomor 17 Tahun 2002 yang telah diperbarui dengan PERDA
Kabupaten Tebo Nomor 8 Tahun 2014 tentang Penertiban dan Pengandangan
Ternak. Hanya saja perda tersebut belum berlaku secara efektif.115
Berdasarkaan
hasil wawancara dan pengamatan peneliti, masyarakat sudah banyak yang
mengikuti peraturan tersebut, karena rata-rata masyarakat yang memiliki ternak
dan termasuk penggadoh memiliki kandang untuk ternak mereka. Berdasarkan
penjelasan diatas, maka akan lebih baik jika ternak dikandangkan, karena telah
ada peraturan resmi dari pemerintah daerah yang harus ditaati. Dan untuk
pembuatan kandang, pemilik hendaknya ikut serta memberikan bantuan untuk
membantu penggadoh menyediakan kandang. Karena secara tidak langsung
penggadoh telah menyediakan tanah untuk kandang, maka pemilik hendaknya
turut membantu dalam pembuatan kandang minimal membantu tenaga atau bisa
dengan memberikan sedikit bantuan materil seperti biaya untuk membeli paku,
minum dan snack untuk yang membangun kandang ketika ia tidak mampu
membantu tenaga.
115
http://kejari-tebo.go.id/2017/11/01/714, akses pada 17 Juni 2019.
76
Selain itu kebebasan yang diberikan juga dapat dilihat pada cara
pemberian makan. Dimana pemilik membebaskan penggadoh akan mencarikan
rumput atau membiarkan sapi-sapi nya diliarkan untuk mencari makan sendiri.
Untuk memberikan makan ternak tersebut penggadoh pada umumnya mencarikan
rumputnya, dan tidak diangon dengan alasan daerah mereka yang cukup rawan,
sehingga mereka memerlukan biaya transportasi untuk mencari rumput tersebut.
Atas dasar itu, penggadoh mengeluhkan karena ketika mendapatkan bagi hasil,
terutama untuk penggadoh yang menggunakan sistem bagi keuntungan jual, biaya
yang mereka keluarkan tidak sesuai dengan bagi hasil yang mereka dapatkan.
Namun jika mengacu pada Fatwa DSN-MUI Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Pembiayaan Mudharabah, maka seharusnya memang biaya operasional yang
dikeluarkan oleh pengelola ditanggung oleh mudharib (pengelola) itu sendiri.116
Dan juga dalam pembahasan biaya pengelolaan mudharabah, biaya bagi
mudharib diambil dari hartanya sendiri. Bila biaya mudharabah diambil dari
keuntungan, kemungkinan pemilik harta (modal) tidak akan memperoleh bagian
dari keuntungan karena mungkin saja biaya tersebut sama besar atau bahkan lebih
besar daripada keuntungan.117
Sehingga meskipun penggadoh mengeluhkan
tentang biaya tersebut, maka hal itu tetap menjadi tanggung jawabnya. Namun hal
ini dapat diatasi dengan membebaskan sapi mencari makannya sendiri (diangon).
Dan juga untuk menjaga kemanan sapi-sapi yang diangon, Pemerintah Desa juga
harus turut serta membantu masyarakat dengan menambahkan sistem kemanan
yang memadai. Sehingga masyarakat dapat dengan mengangon sapi mereka
116
https://mui.or.id/ wp-content/uploads/files/fatwa/07-Mudharabah.pdf, akses pada 24
Desember 2018. 117
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm.141.
77
dengan aman dan dapat mengurangi pengeluaran mereka untuk memberikan
makan sapi.
Sistem bagi hasil di desa Sapta Mulia dilaksanakan dengan tujuan untuk
saling tolong menolong untuk bekerjasama berusaha dalam suatu usaha di mana
pihak pertama kelebihan dana dan pihak kedua kekurangan modal namun
memiliki skill sehingga mereka dapat bekerja sama untuk menjalankan usaha dan
keuntungan dibagi bersama, dengan adanya kerjasama dengan sistem bagi hasil
ini diharapkan dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga, setidaknya
dapat menambah pendapatan penduduk sedikit demi sedikit. Hanya saja, menurut
peneliti masih ada beberapa hal yang masih perlu diperhatikan dalam
pelaksanaannya. Seperti:
1. Akad yang terjalin atara pemilik dengan penggadoh hanya akad lisan dan
pada saat pernyataan akad tidak terdapat saksi. Sehingga jika ada komplen
baik pemilik maupun penggadoh tidak memiliki bukti yang kuat. Padahal
dalam Islam setiap bermuamalah atau melakukan transaksi hendaknya ditulis
sebagaimana tertuang dalam Qs. Al-Baqarah 282. Meskipun akad secara lisan
dibolehkan, namun dengan adanya akad tertulis dapat lebih mengikat semua
pihak yang terlibat dalam akad tersebut. Sehingga adanya akad dan
perjanjian-perjanjian tertulis sangat dibutuhkan untuk menghindari risiko
yang mungkin akan terjadi dikemudian hari dan tidak ada peluang bagi
seseorang mencari cela untuk berbuat curang kepada pihak lain dan akad
yang dilakukan akan memberikan hasil yang memuaskan bagi semua pihak
yang berakad.
78
2. Dalam latar belakang peneliti mendapatkan pernyataan bahwa ada penggadoh
yang tidak mengembalikan sapi milik pemiliknya ketika pemiliknya
meninggal. Namun dalam proses penelitian selanjutnya peneliti tidak
menemukan kepastian mengenai hal itu, karena tidak ada yang mengetahui
kejelasannya. Dan berdasarkan hasil pencarian dan wawancara peneliti
kepada berbagai pihak, dalam praktiknya selama ini belum pernah ada terjadi
dimana ada salah satu pihak yang meninggal. Sehingga jawaban para
informan hanya sebagaimana baiknya yang harus mereka lakukan.
Sedangkan dalam teori mudharabah, akad akan berakhir jika salah seorang
yang berakad meninggal dunia. Karena ketika pemilik (shahibul mal) telah
meninggal dunia, pengelola (mudharib) tidak berhak mengelola modal lagi.118
Kecuali ahli waris atau walinya bisa melanjutkan perjanjian tersebut sesuai
dengan kesepakatan terhadap pendahulunya atau orang yang memberi kuasa
kepadanya sebelumnya.119
Meskipun belum pernah terjadi, permasalahan
seperti ini pun perlu diketahui dan dipahami dengan baik oleh pihak-pihak
terkait, karena ini akan menyangkut dengan bagaimana kedepannya dari
usaha nggadoh itu sendiri dan juga hubungan baik antar pihak yang terlibat
dalam usaha ini. Sehingga adanya hitam diatas putih dan peran Pemerintah
desa sangat diperlukan, agar tidak ada kezaliman dalam pelaksanaan usaha
nggadoh sapi tersebut.
3. Dalam usaha nggadoh ini juga tidak ditentukan batas waktu dari usaha ini.
Padahal dalam Fatwa DSN-MUI No.7 tentang PembiayaanMudharabahtelah
118
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 142. 119
Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, hlm. 184.
79
disebutkan bahwa mudharabah boleh dibatasi oleh periode tertentu.120
Dan
juga dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan dikatakan bahwa dalam hal yang
dipeternakkan atas dasar bagi hasil itu ialah ternak besar, maka waktu tidak
boleh kurang dari 5 tahun.121
Namun jika telah diketahui kapan mereka bisa
mendapatkan hasil. Maka bisa ditentukan setidaknya pembatasan minimal
dari waktu pelaksanaan usaha nggadoh sapi tersebut. Seperti pada jenis bagi
anak yaitu dimana anak pertama untuk penggadoh anak kedua untuk
peggadoh ataupun sebaliknya. Setelah diketahui bahwa sapi beranak 1 tahun
1 kali, maka kedua pihak bisa mendapatkan bagian setelah 2 kali sapi beranak
atau 2 tahun dan jika ditambah dengan masa perawatan lebih kurang 1 tahun,
maka minimal waktu untuk melakukan bagi hasil yaitu selama 3 tahun.
Sedangkan untuk bagi keuntungan jual, bisa ditentukan waktu minimal 1
tahun. Dan untuk bagi hasil anak/kongsi, jika sapi dara yang menjadi modal,
maka ketika sapi telah melahirkan anak pertamanya, maka kedua pihak telah
mendapatkan hasil. Untuk bagi hasil anak/kongsi bisa ditentukan waktunya
lebih kurang 2 tahun, yaitu 1 tahun masa sebelum hamil dan 1 tahun pada
masa kehamilan dan kelahiran. Selain itu dengan mengetahui batasan waktu,
maka tidak ada salah satu pihak pun yang bisa melakukan sesuatu diluar
perjanjian awal, seperti terjadinya pemberhentian akad hanya karena salah
satu pihak menginginkannya.
120
https://mui.or.id/ wp-content/uploads/files/fatwa/07-Mudharabah.pdf, akses pada 24
Desember 2018. 121
http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1967_6.pdf, akses pada 24 November
2018.
80
4. Dalam pelaksanaannya baik pemilik maupun penggadoh tidak memiliki
catatan rincian dana yang mereka keluarkan selama melakukan usahanya.
Padahal telah disebutkan dalam prasyarat tambahan dalam akad mudharabah,
bahwasannya akad mudharabah akan berjalan dengan baik jika prasarat
moral dan prasarat managerial dapat dipenuhi oleh pihak-pihak yang
melakukan akad mudharabah.Dimana syarat-syarat tersebut yaitu akad
mudharabah harus didasari oleh kejujuran, jauh dari kecurangan, transparan
dan managerial yang rapi. Hal ini perlu dilakukan untuk meminimalisir
bahkan menghapus risiko yang mungkin timbul dari sistem mudharabah.
Karena akad mudharabah adalah akad yang memiliki risiko tinggi.122
Maka
dari itu, selain jujur dan rasa saling percaya, adanya pencatatan yang rapi juga
sangat diperlukan dalam usaha ini. Karena dengan adanya pencatatan yang
rapi dan lengkap, baik pemilik maupun penggadoh bisa mengetahui apakah
usaha yang mereka menguntungkan atau tidak. Dan juga ketika ada catatan
maka pihak-pihak terkait tidak dapat mengatakan dan melakukan tuduhan
pada pihak lainnya bahwa apa yang telah terjadi tidak sesuai dengan apa yang
diperjanjikan diawal.
5. Selain itu biaya-biaya yang muncul selama masa perawatan sapi seperti biaya
ketika sapi sakit dan untuk perkembangbiakan, masih bercampur dalam
pembagiannya. Dan juga biaya tersebut tidak diperhitungkan sama sekali saat
pembagian hasil. Padahal biaya tersebut harus dihitung dan dikembalikan
pada saat pembagian hasil diakhir. Dimana jika keuntungan dihitung dengan
122
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, hlm. 115.
81
sistem profit and loss sharing, sebelum pembagian keuntungan, maka
pendapatan harus dikurangi modal dan biaya-biaya yang muncul selama masa
perawatan. Sedangkan jika dihitung dengan revenue sharing, maka untuk
pembagian keuntungan, pendapatan hanya dikurangi dengan modal saja, dan
biaya yang muncul ditanggung oleh penggadoh. Tapi lebih baik itu pakai
yang profit loss sharing saja.123
Namun agar tidak timbul perasaan dirugikan,
maka pihak yang menanggung biaya yang timbul selama masa perawatan,
dapat meminta agar nisbah keuntungan tersebut agar tidak murni dibagi dua
(50:50) namun bisa saja pihak yang menanggung biaya menerima bagian
yang lebih besar seperti pembagian 60:40 dan lain-lain. Begitupun dengan
sistem bagi anak, bagi keuntungan jual dan bagi hasil anak/kongsi. Semua
biaya harus tetap dihitung dan harus dikembalikan diakhir pada saat
pembagian keuntungan.
6. Dan juga untuk kematian sapi hanya mutlak risiko pemilik. Sedangkan di
dalam konsep mudharabah dinyatakan bahwa jika usaha yang digalang
bersama tidak mendapatkan hasil, maka dari aspek pemodal risikonya adalah
kehilangan uang yang diinvestasikan dan dari aspek mudharib, ia menerima
risiko berupa kehilangan tenaga dan fikiran dalam melakukan pengelolaan
modal.124
Meskipun semua kerugian yang timbul merupakan tanggungan dari
pemilik, namun peggadoh pun harus menanggung kerugian jika kerugian
terjadi karena kelalaiannya. Jadi masyarakat seharusnya membuat suatu
123
Wawancara dengan Drs. A. Tarmizi, selaku Ketua MUI Kota Jambi, tentang
Pembagian Biaya Yang Muncul Selama Perawatan Pada Nggadoh Sapi yang Dilakukan
Masyarakat desa Sapta Mulia Kabupaten Tebo Jika Dilihat dari Sistem Mudharabah, tanggal 26
Agustus 2019. 124
Yazid Afandi, Fiqh Muamalah, hlm. 102.
82
ketentuan yang disepakati oleh semua pihak. Dimana kematian sapi dengan
kriteria seperti apakah yang harus ditanggung oleh pemilik dan kematian sapi
seperti apa pula yang harus ditanggung oleh penggadoh. Dan itu harus
diberlakukan untuk semua pihak, baik itu kerabat dekat maupun orang lain
yang tidak memiliki hubungan kekerabatan. Karena jika hal itu tidak
diberlakukan secara menyeluruh, maka itu lah yang akan menimbulkan rasa
iri dan buruk sangka diantara para penggadohterutama jika mereka
menggadoh sapi dari orang yang sama.
7. Karena pada sistem bagi keuntungan jual masyarakat hanya mengenal sistem
pembagian dua (50:50), sehingga ketika penggadoh mengeluhkan bahwa jika
pada sistem pembagian keuntungan dengan cara bagi keuntungan jual tidak
menguntungkan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena itu lah nisbah
yang berlaku di masyarakat selama ini. Padahal dalam bagi hasil secara Islam,
persentase keuntungan yang akan dibagi antara pemilik modal dan pelaksana
usaha bisa berbentuk bagi rata atau tidak bagi rata.125
Karena nisbah bisa
mengikuti ukuran yang disepakati kedua belah pihak seperti 35% untuk
pemilik dan 65% untuk pengelola.126
Maka dari itu sangat diperlukan
pembuatan perjanjian secara tertulis. Karena jika terjadi hal sebagaimana di
atas, maka mereka dapat meninjau kembali nisabah dari bagi hasil tersebut
dan mereka dapat membuat kesepakatan baru yang dapat menguntungkan
tidak hanya satu pihak saja akan tetapi menguntungkan kedua belah pihak.
125
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, hlm.16. 126
Veitzhal Rivai dkk, Islamic Transaction Law In Business dari Teori ke Praktik, hlm.94.
83
8. Bagi hasil antara pemilik dan peternak sudah ada yang sesuai dengan dasar
dari mudhrabah yaitu dimana keuntungan yang didapat yaitu sudah
didasarkan pada nilai. Seperti bagi keuntungan jual dan bagi hasil
anak/kongsi. Karena memang pada dasarnya keuntungan harus diuangkan.
Sebagaimana teori tentang Tandhid yaitu dimana tandhidh adalah kaidah
pembagian keuntungan yang menyatakan bahwa keuntungan dalam usaha
mudharabah tidak boleh dibagi antara shahib al-mal dan mudharib sebelum
dilakukan tahwil (penaksiran) terhadap barang dengan harga/nilai tertentu.127
Karena dengan modal awal yaitu berupa barang yang diuangkan, maka pada
saat pembagian keuntungan juga harus didasarkan atau dinilai dengan uang.
Terutama yaitu sistem bagi hasil yang berupa bagi anak. Karena jika tidak
diukur dengan nilai uang, maka ditakutkan pembagian tersebut tidak adil,
karena bisa jadi pada saat bagian pemilik betina dan bagian penggadoh jantan
ataupun sebaliknya. Atau bisa jadi bagian pemilik kurus dan bagian
penggadoh gemuk ataupun sebaliknya. Maka dari itu sangat perlu
dihitung/dihargai dari pendapatan tersebut.128
9. Peran dan langkah aktif pemerintah setempat sangat diperlukan agar usaha
nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat dapat berjalan dengan lancar
dan tanpa ada permasalahan yang timbul diantara para masyarakat yang
melakukan usaha nggadoh sapi. Pihak yang perlu mengambil peran penting
terutama yaitu Kepala Desa selaku orang yang berwenang memberikan
127
Jaih Mubarak dan Hasanudin, Fikih Mu’amalah Maliyyah Akad Syirkah, hlm. 167. 128
Wawancara dengan Drs. A. Tarmizi, selaku Ketua MUI Kota Jambi, tentang Cara Bagi
Hasil Pada Nggadoh Sapi yang Dilakukan Masyarakat desa Sapta Mulia Kabupaten Tebo Jika
Dilihat dari Sistem Mudharabah, tanggal 26 Agustus 2019.
84
perintah kepada seluruh bawahannya. Sehingga apa yang menjadi ide dan
harapan dari Kepala Desa dapat direalisasikan dengan baik.Dimana hal
mudah yang perlu dilakukan untuk para pemilik dan penggadoh sapi yaitu:
a. Mengumpulkan seluruh ketua RT.
b. Memerintahkan RT untuk mendata anggota nya yang melakukan usaha
nggadohsapi.
c. Mengumpulkan orang-orangyang melakukan usaha nggadohsapi.
d. Memberi penjelasan pentingnya surat-surat dalam suatu usaha.
e. Membuat suratnya dan memerintahkan masyarakat untuk mengisinya.
Jika dilihat dari penjelasan diatas, maka dalam usaha nggadoh sapi yang
dilakukan oleh masyarakat desa Sapta Mulia sudah dapat dikatakan sebagai sutau
bentuk sistem bagi hasil yang mendekati konsep mudharabah. Karena dalam
usaha nggadoh sapi ini telah memenuhi rukun dan syarat dari
mudharabah.Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan-
kekurangan yang harus diperbaiki lagi baik oleh dua pihak yang terlibat maupun
pihak lain yang harus juga terlibat seperti Pemerintah Desa untuk menertibkan
kegiatan/usaha yang dilakukan oleh masyarakatnya. Karena tidak adanya hitam
diatas putih dapat membuat permasalahan dikemudian hari dan ditakutkan adanya
pihak-pihak yang terzalimi.129
Sehingga perlu diperbaiki segala kekurangan yang
masih ada dalam usaha nggadoh sapi tersebut. Karena sebagaimana yang terdapat
dalam kaidah fikih yang artinya yaitu “kemudharatan harus dihilangkan”.
Sehingga terbangunlah muamalah yang shahih dan terhindar dari sifat merugikan
129
Wawancara dengan Drs. A. Tarmizi, selaku Ketua MUI Kota Jambi, tentang Usaha
Nggadoh Sapi yang Dilakukan Masyarakat desa Sapta Mulia Kabupaten Tebo Jika Dilihat dari
Sistem Mudharabah, tanggal 26 Agustus 2019.
85
pihak lain.130
Berikut adalah tabel ketidak sesuaian antara usaha nggadoh sapi
dengan sitem mudharabah yaitu:
No Praktik
Nggadoh Mudharabah Analisis
1 Tidak ada
peraturan
resmi yang
mengikat
kedua belah
pihak dan
terjadi tanpa
campur tangan
pemerintah
desa.
Terdapat aturan yang
disepakati kedua
belah pihak dan
LPS.
Perlu adanya campur tangan
pemerintah desa terutama Kepala
desa selaku pihak yang memiliki
wewenang untuk memberikan
perintah kepada bawahannya.
Agar apa yang menjadi ide dan
harapan dari Kepala desa dapat
direalisasikan dengan baik.
2 Akad hanya
lisan.
Akad tertulis.
Sebagaimana dalam
QS. Al-Baqarah: 282
dinyatakan bahwa
ketika bermuamalah
tidak secara tunai
untuk waktu tertentu
hendaklah kamu
menuliskannya.
Adanya akad dan perjanjian-
perjanjian tertulis sangat dibutuhkan
untuk menghindari risiko yang
mungkin akan terjadi dikemudian
hari dan tidak ada peluang bagi
seseorang mencari cela untuk berbuat
curang kepada pihak lain dan akad
yang dilakukan akan memberikan
hasil yang memuaskan bagi semua
pihak yang berakad.
3 Sebuah isu
yaitu ketika
pemilik
meninggal,
usaha masih
tetap
berlangsung.
Salah satu yang
dapat menyebabkan
akad mudharabah
berakhir adalah
ketika salah seorang
yang berakad
meninggal.
Meskipun dari informan yang
diwawancarai, belum pernah terjadi
permasalahan seperti ini, namun
perlu diketahui dan dipahami dengan
baik oleh pihak-pihak terkait, karena
ini akan menyangkut dengan
bagaimana hubungan baik antar
pihak yang terlibat dalam usaha ini.
Sehingga adanya hitam diatas putih
dan peran Pemerintah desa sangat
diperlukan, agar tidak ada kezaliman
dalam pelaksanaan usaha nggadoh
sapi tersebut.
4 Tidak ada
batasan
waktu usaha.
Dalam Fatwa DSN-
MUI Nomor 7 Tahun
2000 akad
mudharabah boleh
dibatasi. Dalam
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1967
bagi hasil untuk ternak
Namun jika telah diketahui kapan
mereka bisa mendapatkan hasil.
Maka bisa ditentukan setidaknya
pembatasan minimal dari waktu
pelaksanaan usaha nggadoh sapi
tersebut.
130
Penulis:Ustadz Kholid SyamhudiLc,https://pengusahamuslim.com/1462-rukun-
mudharabah.html, akses pada 17 Juni 2019.
86
besar tidak boleh
kurang dari 5 tahun.
5 Tidak ada
catatan
rincian dana
selama
melakukan
usaha.
Dalam prasyarat
tambahan dalam akad
mudharabah,
bahwasannya akad
mudharabah akan
berjalan dengan baik
jika prasarat moral dan
prasarat managerial
dapat dipenuhi oleh
pihak-pihak yang
melakukan akad
mudharabah. Dimana
syarat-syarat tersebut
yaitu didasari oleh
kejujuran, jauh dari
kecurangan, transparan
dan managerial yang
rapi.
Maka dari itu, selain jujur dan
rasa saling percaya, adanya
pencatatan yang rapi juga sangat
diperlukan dalam usaha ini.
Karena dengan adanya pencatatan
yang rapi dan lengkap, baik
pemilik maupun penggadoh bisa
mengetahui apakah usaha yang
mereka menguntungkan atau
tidak. Dan juga ketika ada catatan
maka pihak-pihak terkait tidak
dapat mengatakan dan melakukan
tuduhan pada pihak lainnya
bahwa apa yang telah terjadi tidak
sesuai dengan apa yang
diperjanjikan diawal.
6 Biaya hanya
ditanggung
pihak-pihak
tertentu tanpa
ada
pengembalian
Biaya yang
dikeluarkan harus
dicatat dan
dikembalikan sebelum
pembagian hasil.
Hal ini diperlukan untuk menentukan
bagian hasil masing-masing pihak.
Dan juga untuk pembagian hasil akan
lebih baik jika menggunakan profit
and loss sharing.131
7 Kematian
sapi hanya
mutlak risiko
pemilik
Jika usaha yang
digalang bersama
tidak mendapatkan
hasil, maka risiko
ditanggung pemilik
kecuali jika kerugian
tersebut terjadi
karena kelalaian
pengelola.
Jadi masyarakat seharusnya membuat
suatu ketentuan yang disepakati oleh
semua pihak. Dimana kematian sapi
dengan kriteria seperti apakah yang
harus ditanggung oleh pemilik dan
kematian sapi seperti apa pula yang
harus ditanggung oleh penggadoh.
Dan itu harus diberlakukan untuk
semua pihak, baik itu kerabat dekat
maupun orang lain yang tidak
memiliki hubungan kekerabatan.
Karena jika hal itu tidak
diberlakukan secara menyeluruh,
maka itu lah yang akan menimbulkan
rasa iri dan buruk sangka diantara
para penggadoh terutama jika mereka
menggadoh sapi dari orang yang
sama.
131
Wawancara dengan Drs. A. Tarmizi, selaku Ketua MUI Kota Jambi, tentang
Pembagian Biaya Yang Muncul Selama Perawatan Pada Nggadoh Sapi yang Dilakukan
Masyarakat desa Sapta Mulia Kabupaten Tebo Jika Dilihat dari Sistem Mudharabah, tanggal 26
Agustus 2019.
87
8 Sistem
pembagian
hanya dengan
bagi dua
sama rata
(50:50).
Dalam bagi hasil
secara Islam,
persentase
keuntungan yang
akan dibagi antara
pemilik dan pemodal
dan pelaksana usaha
bisa berbentuk bagi
rata atau tidak bagi
rata.
Maka dari itu sangat diperlukan
pembuatan perjanjian secara tertulis.
Karena jika terjadi hal sebagaimana
di atas, maka mereka dapat meninjau
kembali nisabah dari bagi hasil
tersebut dan mereka dapat membuat
kesepakatan baru yang dapat
menguntungkan tidak hanya satu
pihak saja akan tetapi
menguntungkan kedua belah pihak.
9 Sistem bagi
hasil ada
yang belum
sesuai dengan
dasar
mudharabah
Teori tentang Tandhid
yaitu dimana tandhidh
adalah kaidah
pembagian keuntungan
yang menyatakan
bahwa keuntungan
dalam usaha
mudharabah tidak
boleh dibagi antara
shahib al-mal dan
mudharib sebelum
dilakukan tahwil
(penaksiran) terhadap
barang dengan
harga/nilai tertentu.
Karena dengan modal awal yaitu
berupa barang yang diuangkan, maka
pada saat pembagian keuntungan
juga harus didasarkan atau dinilai
dengan uang. Terutama yaitu sistem
bagi hasil yang berupa bagi anak.
Karena jika tidak diukur dengan nilai
uang, maka ditakutkan pembagian
tersebut tidak adil, karena bisa jadi
pada saat bagian pemilik betina dan
bagian penggadoh jantan ataupun
sebaliknya Maka dari itu sangat perlu
dihitung/dihargai dari pendapatan
tersebut.132
132
Wawancara dengan Drs. A. Tarmizi, selaku Ketua MUI Kota Jambi, tentang Cara Bagi
Hasil Pada Nggadoh Sapi yang Dilakukan Masyarakat desa Sapta Mulia Kabupaten Tebo Jika
Dilihat dari Sistem Mudharabah, tanggal 26 Agustus 2019.
88
Tabel 8
Tabel Kesimpulan Hasil Penelitian
No Nama
Kedudukan
Alamat No.Hp
Jumlah
dan
Jenis
Hewan
Tujuan
Nggadoh
Praktik Nggadoh
SM MD L Modal Masa Rawat Bagi Hasil
1 Salim v
Jl. H .
Karim,
Simpang
Drum,
Muara
Bungo
- 10 sapi
bali
Simpanan
jangka
panjang
Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 9 sapi
betina dan 1
sapi jantan.
Biaya ketika
sapi sakit dan
untuk
perkembangbiak
an ditanggung
oleh penggadoh.
Namun jika sapi
mati ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi hasil
anak/kongsi
dan
keuntungan
jual.
2 Daud v
Jl. Usman
Suid, SKB,
Muara
Bungo
- 4 sapi
bali
Investasi Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 4 sapi
betina.
Biaya ketika
sapi sakit, untuk
perkembangbiak
an dan jika sapi
mati ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi hasil
anak/kongsi.
3 Teguh v - - - - - - -
4 Bagyo v V Jl. Garuda,
Sapta
Mulia, Tebo
0823-
8007-
0637
1 sapi
bali
Menabung Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 1 sapi
betina.
Biaya ketika
sapi sakit, untuk
perkembangbiak
an dan jika sapi
mati ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi
keuntungan
jual.
89
No Nama
Kedudukan
Alamat No.Hp
Jumlah
dan
Jenis
Hewan
Tujuan
Nggadoh
Praktik Nggadoh
SM MD L Modal Masa Rawat Bagi Hasil
5 Sriyono v - - - - - - -
6 Slamet v - - - - - - -
7 Kodar v - - - - - - -
8 Masri v - - - - - - -
9 Eli v - - - - - - -
10 Jono v - - - - - - -
11 Jimo v - - - - - - -
12 Yatno v - - - - - - -
13 Suparmi v
Jl. Garuda
2, Sapta
Mulia, Tebo
0812-
7955-
3279
4 terdiri
dari 1
brangus
dan 3
sapi
bali
Membantu
dan
mendapatk
an hasil
Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 4
sapi betina.
Biaya ketika
sapi sakit dan
untuk
perkembangbiak
an ditanggung
oleh pemilik dan
penggadoh.
Namun jika sapi
mati ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi hasil
anak/kongsi
.
14 Surya
V
Jl. Puyuh,
Sapta
Mulia, Tebo
0823-
8073-
4860
5 sapi
bali
Simpanan
dan
Mengisi
waktu
kosong
Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 5
sapi betina.
Biaya ketika
sapi sakit dan
berkembangbiak
ditanggung oleh
penggadoh. Jika
mati pemilik
yang nanggung.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi hasil
anak/kongsi
.
90
No Nama
Kedudukan
Alamat No.Hp
Jumlah
dan
Jenis
Hewan
Tujuan
Nggadoh
Praktik Nggadoh
SM MD L Modal Masa Rawat Bagi Hasil
15 Arip
V
Jl. Garuda
2, Sapta
Mulia, Tebo
0852-
6668-
3202
3 terdiri
dari 1
sapi
metal, 1
brahma
dan 1
sapi
brangus
Menabung Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 1
sapi betina
dan 2 sapi
jantan.
Biaya ketika
sapi sakit dan
untuk
perkembangbiak
an ditanggung
oleh penggadoh.
Namun jika sapi
mati ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi hasil
anak/kongsi
dan
keuntungan
jual.
16 Bambang V - - - - - - -
17 Paeran V - - - - - - -
18 Pasirin V - - - - - - -
19 Slamet
V
SK, Sapta
Mulia, Tebo
0852-
6986-
3705
4 terdiri
dari 1
sapi
brahma
na dan 3
sapi
limousin
Menambah
pendapatan Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 4
sapi betina.
Biaya ketika
sapi sakit, untuk
perkembangbiak
an dan jika sapi
mati ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi anak
dan
keuntungan
jual.
20 Maryono
V
Jl. Merpati,
Sapta
Mulia, Tebo
0821-
8014-
8586
3 sapi
bali
Mengisi
waktu
kosong
dan Punya
sapi
sendiri
Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 3
sapi betina.
Biaya ketika
sapi sakit dan
berkembangbiak
ditanggung oleh
penggadoh. Jika
mati pemilik
yang nanggung.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi hasil
anak/kongsi
.
91
No Nama
Kedudukan
Alamat No.Hp
Jumlah
dan
Jenis
Hewan
Tujuan
Nggadoh
Praktik Nggadoh
SM MD L Modal Masa Rawat Bagi Hasil
21 Nurhadi V - - - - - - -
22 Ramijan
V
Jl. Murai,
Sapta
Mulia, Tebo
0852-
7211-
5742
2 sapi
bali
Punya sapi
sendiri
Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 2
sapi betina
Biaya ketika
sapi sakit dan
untuk
perkembangbiak
an ditanggung
oleh penggadoh.
Namun jika sapi
mati ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi anak.
23 Makmuri
V
Jl.
Cendrawasi
h, Sapta
Mulia, Tebo
0822-
6987-
0867
3 sapi
bali
Menabung
untuk
biaya anak
sekolah
Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 1
sapi jantan
dan 2 sapi
betina.
Biaya ketika
sapi sakit,
untuk
perkembangbia
kan dan jika
sapi mati
ditanggung
oleh pemilik.
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi anak
dan bagi
keuntungan
jual.
24 Jabit
V
Jl.
Cendrawasi
h, Sapta
Mulia, Tebo
0853-
2658-
7640
4 sapi
bali
Mengisi
waktu
kosong
Akad
dilakukan
secara lisan.
Modal
berupa 4
sapi betina.
Biaya ketika
sapi sakit dan
untuk
perkembangbiak
an ditanggung
oleh penggadoh.
Namun jika sapi
Bagi hasil
dilakukan
dengan cara
bagi anak,
bagi
keuntungan
jual dan bagi
92
mati ditanggung
oleh pemilik.
hasil
anak/kongsi.
25 Ukir V - - - - - - -
26 Sugi V - - - - - - -
27 Triono V - - - - - - -
28 To V - - - - - - -
29 Shobirin
V Jl. Garuda,
Sapta
Mulia, Tebo
0852-
7932-
0782
- - - - -
30 Nanang
V Jl. Garuda
2, Sapta
Mulia, Tebo
0823-
7726-
1088
- - - - -
93
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penyajian, maka peneliti menarik
beberapakesimpulan, yaitu:
1. Pelaksanaan praktik usaha nggadoh sapi di Desa Sapta Mulia merupakan
jenis mudharabah muqayyadah. Namun sayangnya kesepakatan atau akad
yang terjadi antara kedua belah pihak hanya akad lisan dan terjadi dibawah
tangan (tanpa sepengetahuan pemerintahan desa). Sehingga jika terjadi suatu
permasalahan yang dirasakan baik oleh pihak pemilik maupun penggadoh
mereka tidak dapat berbuat apa-apa dan harus menanggung risiko itu sendiri.
2. Pembagian hasil antara pemilik dan penggadoh pada usaha nggadoh sapi di
Desa Sapta Mulia yaitu bagi anak,bagi keuntungan jual dan bagi hasil
anak/kongsi. Mengenai pembagian hasil pada usaha nggadoh sapi yang
dilakukan masyarakat Desa Sapta Mulia belum sepenuhnya dilakukan
berdasarkan sistem bagi hasil dalam Islam yang sudah ada (mudharabah).
Akan tetapi mereka memakai kebiasaan yang selama ini telah digunakan oleh
orang terdahulu.
3. Dalam usaha nggadoh sapi ini terdapat faktor pendorong, faktor penghambat
dan potensi yang mewujudkan terjadinya bagi hasil di Desa Sapta Mulia.
Yang menjadi faktor pendorongterdiri dari dua sisi yaitu dari sisi pemilik dan
dari sisi penggadoh. Yang menjadi faktor penghambat terdiri dari dua sisi
yaitu dari pemilik dari sisi penggadoh. Dan Potensi yang muncul dari
94
4. pelaksanaan usaha nggadoh sapi ini yaitu menyokong perekonomian, jika ada
kelompok, maka akan ada perjanjian-perjanjian dan bisa mendapatkan
bantuan dari Dinas Pertanian, serta dapat memberikan tambahan pendapatan.
B. Saran
Mengenai saran di sini ada beberapa yang ingin peneliti berikan agar
nggadoh sapi yang dilakukan masyarakat Desa Sapta Mulia dapat berjalan lebih
baik lagi kedepannya, yakni:
1. Hendaknya akad yang terjalin kedua belah pihak di buat secara tulisan.
Karena dalam Islam di jelaskan bahwa apabila hendak bermuamalah,
melakukan transaksi hendaknya dituliskan, seperti yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur‟an QS.Al-Baqarah 282. Dan pemerintahan desa hendaknya
turut serta berkontribusi dalam usaha nggadoh sapi yang dilakukan oleh
masyarakat agar usaha terebut dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi
perpecahan dalam masyarakat karena ada pihak-pihak yang merasa dirugikan
oleh pihak lain.
2. Agar usaha nggadoh sapi tersebut dapat sesuai dengan sistem bagi hasil yang
sesuai dengan syariat Islam, maka dalam pelaksanaannya harus diperbaiki,
yakni dimana pembagian hasil akhir juga harus dinilai/diuangkan. Karena
pelaksanaan syariat Islam harus dilakukan menyeluruh yaitu dari awal sampai
akhir akad. Dan juga bagi penggadoh yang merasa kurang diuntungkan
dengan sistem bagi hasil yang mereka terapkan saat ini, hendaknya mereka
saling bertemu untuk membicarakan kembali bagaimana sistem yang
membuat mereka sama-sama merasa diuntungkan. Sehingga usaha nggadoh
95
sapi yang mereka lakukan tetap dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan
syariat Islam (Mudharabah).
3. Perlu dimunculkan kembali prinsip kehati-hatian baik untuk pemilik maupun
untuk penggadoh. Agar hal yang di rasa dapat merugikan mereka dikemudian
hari dapat dihindari. Dan juga potensi yang ada dapat dijadikan peluang yang
dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Al-Quran dan terjemahannya.
Afandi, Yazid. 2009. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Logung Pustaka.
Al-Mushlih, Abdullah dan Shalah ash-Shawi. 2004. Fikih Ekonomi Keuangan
Islam. Jakarta: Darul Haq.
Anwar, Syamsul. 2007. Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Amir, Amri dkk. 2009. Metode Penelitian Ekonomi dan Penerapannya. Bogor:
IPB PRESS.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suaharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Ascarya. 2015. Akad dan Produk Bank Syariah.Jakarta: Rajawali Pers.
Bin Jantan, Osman. 2001. Pedoman Mu’amalat dan Munakahat (Civil
Transaction). Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd.
Ismail. 2017. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
J. Moleong, Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Karim, Helmi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Mubarak, Jaih dan Hasanudin. 2017. Fikih Mu’amalah Maliyyah Akad Syirkah
dan Mudharabah. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Muhamad. 2008. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam: Pendekatan Kuantitatif
(Dilengkapi dengan Contoh-contoh Aplikasi: Proposal Penelitian dan
Laporannya). Jakarta: Rajawali Pers. Muslich, Ahmad Wardi. 2017. Fiqh Muamalat. Jakarta: Amzah. Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Rivai, Veithzal dkk. 2011. Islamic Transaction Law in Business dari Teori ke
Praktik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syarifuddin, Amir. 2010. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatifdan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Suhendi, Hendi. 2005. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Yusanto, Muhammad Ismail dan Muhammad Karebet Widjajakusuma. 2002.
Menggagas Bisnis Islami. Jakarta: Gema Insani Press.
B. Jurnal dan Penelitian
Aryuningsih. 2017. Analisis Sistem Bagi Hasil Antara Pemilik dan Penggarap
Karet di Desa Tanah Abang Pendopo Kabupaten Pali. Skripsi. UIN Raden
Fatah Palembang.
Nelly dan Rahmi.2017. Strategi Pengentasan Kemiskinan Berbasis Kearifan
Lokal Masyarakat Aceh Melalui Praktek Adat Mawah (Bagi Hasil Usaha)
di Kecamatan Kuta Baro. Seminar Nasional Kemaritiman Aceh. Vol.1.
Sawitri, Netik dan Rini Iswari. 2015. Hubungan Kerja Pemilik Sapi dan
Penggadoh di Dusun Pilangsari Potronayan Kabupaten Boyolali.
Solidarity. 4(2). Sjaiful, Muhammad. 2015. Urgensi Prinsip Proporsionalitas pada Perjanjian
Mudharabah di Perbankan Syariah Indonesia. HARLEV (Hasanuddin Law
Review).Vol.1. Issue.2. Sumarti, Riska. 2017. Praktik Bagi Hasil Ngadas Sapi Antara Pemilik dan
Pemelihara di Desa Langko Kecamatan Lingsar Perspektif Ekonomi
Islam. Skripsi. UIN Mataram.
Zainabriani, S.N Sirajuddin dan I.M Saleh. 2015. Identifiksi Faktor Peternak dan
Pemilik Modal Melakukan Sistem Bagi Hasil Teseng sapiPotong di
DesaBatuPuteKecamatanSoppengRiajaKabupatenBarru. JIIP. Vol.2.
Nomor.1.
C. Sumber Internet
http://www.dpr.go.id. akses pada 24 November 2018.
https://books.google.co.id/. akses pada25 November 2018.
http://kbbi.web.id/gaduh. akses pada 24 Desember 2018.
https://mui.or.id/. akses pada 24 Desember 2018.
https://peraturan.bpk.go.id/. Akses pada 17 Juni 2019.
http://kejari-tebo.go.id/. akses pada 17 Juni 2019.
https://pengusahamuslim.com/. akses pada 17 Juni 2019.
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)
PANDUAN WAWANCARA
N
o Informan Pertanyaan
1 Kepala Desa 1. Sejak kapan bagi hasil ternak sapi ini ada di desa
ini?
2. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil
sapi ini?
3. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
4. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama
untuk berjaga-jaga agar tidak terjadi hal yang
tidak diinginkan di kemudian hari dan jika ada
salah satu pihak yang melanggar bisa dituntut?
5. Jika tidak ada, apakah bapak tidak ada rasa
takut/was-was jika terjadi sesuatu hal yang tidak
diinginkan terjadi di kemudian hari? Misalnya
sapi bapak dijual tanpa sepengetahuan bapak.
6. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung
biayanya?
7. Untuk biaya perkembangbiakan sapi siapa yang
menanggung?
8. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan
peternak?
9. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
10. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah
perjanjian akan tetap berlanjut/dihentikan?
11. Apa yang
mendorongbapakmelakukanbagihasilhewanternak
tersebut?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam
menjalankan bagi hasil ini?
13. Bagaimana potensi kedepannya tentang bagi hasil
ternak sapi di desa ini?
14. Apakah ada pengaduan dari masyarakat pemilik
atau peternak sapi ataupun ahli warisnya jika
terjadi suatu permasalahan diantara mereka?
15. Jika terjadi suatu permasalahan apa yang anda
lakukan untuk menyelesaikannya?
16. Apakah ada peraturan-peraturan adat yang
menjadi pedoman bagi masyarakat dalam bagi
hasil ternak sapi ini?
17. Apakah bapak tau bahwa ada bagi hasil yang
sesuai dengan syariat Islam?
18. Apakah bapak tidak ingin membuat sistem bagi
hasil yang dilakukan oleh masyarakat ini sesuai
dengan syariat Islam? agar dapat keuntungan di
dunia maupun diakhirat.
2 Sekretaris Desa 1. Dari mana saja pendapatan untuk desa Sapta
Mulia?
2. Bagaimana dengan pendapatan dari samisake
pak?
3. Apa saja kegunaan dari pendapatan tersebut?
4. Bagaimana pencapaian pembangunan di desa
ini?
5. Dan bagaimana pencapaian pembangunan untuk
bidang peternakan?
6. Bagaimana menurut bapak tentang sistem
nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat?
7. Dalam usaha nggadoh sapi itu sendiri tidak
terdapat peraturan resmi. Apakah tidak ada
langkah yang dapat diambil pihak perangkat desa
untuk menganjurkan/membuatkan peraturan
tersebut?
8. Apakah ada program-program yang akan
dijalankan terkait usaha nggadoh sapi yang
dilakukan oleh masyarakat?
3 Pemilik 1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil
sapi ini?
2. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama
untuk berjaga-jaga agar tidak terjadi hal yang
tidak diinginkan di kemudian hari dan jika ada
salah satu pihak yang melanggar bisa dituntut?
4. Jika tidak ada, apakah bapak tidak ada rasa
takut/was-was jika terjadi sesuatu hal yang tidak
diinginkan terjadi di kemudian hari? Misalnya
sapi bapak dijual tanpa sepengetahuan bapak.
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung
biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang
menanggung?
7. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan
peternak?
8. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
9. Jika terjadi suatu permasalahan apa yang anda
lakukan untuk menyelesaikannya?
10. Apa yang
mendorongbapakmelakukanbagihasilhewanternak
tersebut?
11. Apa saja yang menjadi penghambat dalam
menjalankan bagi hasil ini?
12. Bagaimana potensi kedepannya tentang bagi hasil
ternak sapi di desa ini?
4 Peternak/Penggad
oh
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil
sapi ini?
2. Sapi jenis apa yang bapak pelihara?
3. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
4. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama
untuk berjaga-jaga agar tidak terjadi hal yang
tidak diinginkan di kemudian hari dan jika ada
salah satu pihak yang melanggar bisa dituntut?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung
biayanya?
6. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan
peternak?
7. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
8. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah
perjanjian akan tetap berlanjut/dihentikan?
9. Jika terjadi suatu permasalahan apa yang anda
lakukan untuk menyelesaikannya?
10. Kapan sapi itu dijual pak? Apakah ada waktu-
waktu tertentu untuk menjualnya? Dan pada saat
menjual sapi tersebut bapak ikut melihat transaksi
jual beli tersebut?
11. Apa yang
mendorongbapakmelakukanbagihasilhewanternak
tersebut?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam
menjalankan bagi hasil ini?
13. Bagaimana potensi kedepannya tentang bagi hasil
ternak sapi di desa ini?
5 Mantri Hewan 1. Umur berapa sapi itu siap untuk hamil?
2. Berapa lama masa kehamilannya?
3. Setelah melahirkan, berapa lama sapi siap untuk
hamil lagi?
4. Apakah masyarakat di sini mengetahui tentang
pengurusan sapi yang baik?
5. Bagaimana menurut bapak tentang sistem
nggadoh sapi yang dilakukan oleh masyarakat?
6
Tokoh Agama 1. Menurut bapak bagaimana suatu usaha dapat
dikatakan sebagai suatu sistem yang sesuai
dengan konsep mudharabah?
2. Bagaimana menurut bapak terkait usaha yang
modalnya berupa barang bukan uang?
3. Bagaimana tanggapan bapak tentang akad yang
dilakukan masyarakat hanya secara lisan?
4. Bagaimana tanggapan bapak tentang tidak
adanya batasan waktu dalam usaha bagi hasil
tersebut?
5. Bagaimana menurut pendapat bapak terkait
biaya-biaya yang muncul selama perawatan dan
pihak yang menanggung masih tercampur dan
juga biaya tersebut tidak dikembalikan?
6. Bagaimana menurut bapak tentang kematian sapi
atau hilangnya modal awal hanya ditanggung
oleh pemilik?
7. Bagaimana menurut bapak tentang bagi hasil
yang mutlak hanya bagi dua (50:50)?
LAMPIRAN WAWANCARA
Informan : Makmuri dan Sutini
Pekerjaan Utama : Petani dan Buruh Tani
Selaku : Penggadoh
No.Hp : 0822-6987-0867
Tanggal : 4 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Sapi jenis apa yang mbak pelihara?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama untuk berjaga-jaga agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari?
4. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
7. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah perjanjian akan tetap
berlanjut/dihentikan?
8. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan peternak?
9. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
10. Kapan sapi itu dijual mbak? Apakah ada waktu-waktu tertentu untuk
menjualnya?
11. Apa yang mendorongmbak nya melakukan nggadoh sapi ini?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Belum sampai 2 tahun.
2. Sapi bali mbak. Soalnya sapi besar tu susah mbak, makan rumputnya harus
banyak, harus di kasih ampas tahu juga, kandangpun harus besar dan bersih
terus. Tapi kalau jualnya susah, soalnya mahal. Blantik pun jarang mau
mbelinya.
3. Gak ada lah perjanjian apa-apa dan kita juga akadnya secara lisan aja, kan
biasanya juga gitu. Apa lagi kan ini bukan punya siapa-siapa sapinya, masih
punya saudaranya sendiri. Jadi ya yang penting kita yang di kasih amanah ya
harus jujur dan saling percaya aja lah. Kita juga kalau misalnya ada apa-apa
ya langsung ngabari. Misalnya sapinya melahirkan ya langsung saya kirim
fotonya. Jadi kalau mereka lagi gak sibuk ya langsung datang.
4. Bebas sebosannya mbak. Kalau sampai tahun bosan ya udah dikembalikan
aja.
5. Kalau mati alhamdulillah gak ada. Tapi kalau sakit ya saya buru-buru carikan
obat di pak mantri. Nanti biasanya uangnya diganti sama yang punya.
6. Kalau kawin alami ya biasanya pinjam sapi jantannya tetangga. Tapi kalau
kawin suntik ya yang punya yang bayar.
7. Gak tau juga ya. Soalnya gak pernah ada kejadian kayak gitu. Tapi ya kalau
sempat terjadi, kan masih ada ahli warisnya mbak, jadi ya bisa ditanyakan
lagi.
8. Haknya ya keuntungannya sesuai kesepakatan. Kalau biasanya ya ada pemilik
yang ngasih THR kalau mau lebaran. Kalau kewajibannya ya ngasih makan,
minum, bersihkan kandang biar sapi sehat gitu.
9. Biasanya kalau sapi dere anak pertama untuk yang nggadoh dan anak kedua
untuk yang punya. Tapi kalau sapinya pas beli sudah hamil itu kebalikannya.
10. Gak ada lah waktu khusus. Kemaren sudah pernah jual. Itu kebetulan sapi
bagian ku. Jadi pas sapinya umur 11 bulan. Dijual laku Rp 8.000.000-, ya
Alhamdulillah bisa untuk biaya anak masuk pesantren.
11. Ya saya pengen punya. Tapi kalau beli sendiri kan mahal, gak sanggup. Jadi
ya nggadoh aja lah. Dan juga dengan nggadoh ini bisa nabung meskipun gak
bentuk uang kan.
12. Kalau penghambat gak ada. Cuman ya itu untuk cari makannya biayanya
lumayan juga. Seandainya lah Rp 50.000-,/3 hari. Itu udah berapa habisnya.
Tapi karena suka ya jadi gak masalah. Kalau mau angon takut. Nanti takutnya
ngundang orang yang tangannya jahil. Apa lagi kan daerah sini lumayan
rawan sama maling sapi.
Informan : Suparmi
Pekerjaan : Pedagang
Selaku : Pemilik sapi
No.Hp : 0812-7955-3279
Tanggal : 4 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan ibu mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama?
3. Jika tidak ada, apakah ibu tidak ada rasa takut/was-was jika terjadi sesuatu
hal yang tidak diinginkan terjadi di kemudian hari? Misalnya sapi ibu dijual
tanpa sepengetahuan ibu.
4. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
5. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
6. Apa hak dan kewajiban dari pemilik?
7. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
8. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
9. Apa yang mendorongibu melakukan bagi hasil ini?
10. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Ntah lah ya lupa saya.
2. Gak ada.
3. Ya saling percaya aja. Apa lagi itu juga kan masih keponakan juga. Ya ada
juga lah yang orang lain.
4. Kalau sapi sakit kita biayanya bagi 2. Kalau sapi nya mati ya kita pemilik
yang nanggung. Ada waktu itu sapi saya mati. Katanya pas sore gak papa tapi
pagi nya tau-tau udah kaku di kandang. Mau minta ganti gak mungkin, karna
masih keluarga sendiri. Meskipun ya kesel juga, kalau yang ngurus sembrono
kayak gitu.
5. Kalau untuk kembangbiak itu pakai suntik. Ya biaya nya untuk suntik sama
mantrinya kita tanggung berdua juga.
6. Haknya ya bagi hasilnya sama modal awal. Seumpama sapi tadi harganya Rp
15.000.000-, - Rp 20.000.000 jadi pas dijual laku Rp 35.000.000-, jadi ya
yang modal awal tadi itu hak saya murni. Kalau kewajibannya ya memberi
kebebasan ke penggadoh biar mereka gak merasa tertekan, tapi ya kita juga
harus sekali-sekali ngecek sapinya.
7. Gak ada batas waktunya. Ya bebas aja sampai sebosannya.
8. Kalau saya pakainya bagi hasil anak/kongsi.
9. Pertama ya menolong keluarga sendiri. Masa iya kita biarkan keluarga kita
kerja sama orang lain. Kan kalau kita bisa menolong, lebih baik dia kerja
sama kita. Yang kedua itu ya karena saya kan dah gak ada suami, jadi gak
bisa lah kalau mau ngurus-ngurus sapi.
10. Kalau penghambat tu sebenarnya gak ada. Tapi masalahnya tu ya kayak tadi
kalau penggadoh itu sembrono dan gak paham tentang sapi. Ntah-ntah sapi
itu sakit, tapi karna gak paham, jadi dibiarkan aja.
Informan : Maryono dan Ngatini
Pekerjaan Utama : Petani
Selaku : Penggadoh
No.Hp : 0821-8014-8586
Tanggal : 9 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Sapi jenis apa yang bapak pelihara?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama untuk berjaga-jaga agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari?
4. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
7. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah perjanjian akan tetap
berlanjut/dihentikan?
8. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan peternak?
9. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
10. Kapan sapi itu dijual pak? Apakah ada waktu-waktu tertentu untuk
menjualnya? Dan pada saat menjual sapi tersebut bapak ikut melihat transaksi
jual beli tersebut?
11. Apa yang mendorong bapak melakukan bagi hasil hewan ternaktersebut?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Baru 1 tahun.
2. Sapi bali mbak.
3. Gak ada lah perjanjian apa-apa.
4. Bebas sebosannya mbak.
5. Alhamdulillah belum pernah ada sakit apa lagi mati.
6. Kalau rata-rata kawin suntik. Itu yang punya yang mbayar.
7. Ya kan ada anak istinya.
8. Haknya ya seharusnya keuntungan sesuai perjanjian awal. Kalau
kewajibannya ya ngasih makan, minum, bersihkan kandang biar sapi sehat
gitu.
9. Kalau seharusnya ya bagi hasil anak/kongsi. Tapi jadinya malah keuntungan
jual. Gimanalah ya penggadoh itu kan tergantung pihak pertama. Kalau pihak
pertama mau jual ya apa boleh buat. Penggadoh hanya sebatas kemampuan
saja. Kalau dipikir rugi lo mbak ngurus 1 tahun cuma dapat Rp 1.500.000-,
tapi yang punya butuh duit ya gimana. Padahal ya sayang, apalagi kan
seharusnya tadinya mau bagi hasil anak/kongsi.
10. Gak ada lah waktu khusus. Kemaren itu jual sapi nya pak Kades. Itu kan
kemaren tiba-tiba ada orang 2 datang ke sini katanya mau ngambil sapi. La di
hargain berapa gitu. Katanya udah rembukan sama buk kades dibeli Rp
9.000.000-, karna modal awalnya Rp 6.000.000-, jadi ya dapatnya Rp
3.000.000-, dan di bagi 2 jadi ya dapatlah Rp 1.500.000-, sewang.
11. Ya saya pengen punya. Jadi karna ada yang nawari ya jadi mau lah.
12. Kalau penghambat gak ada. Cuman ya itu untuk cari makannya biayanya
lumayan juga. Seandainya lah Rp 3.000/hari. Itu gak ketemu. Apa lagi kalau
gak sesuai sama perjanjian awalnya.
Informan : Jabit
Pekerjaan Utama : Petani dan Buruh Tani
Selaku : Penggadoh
No.Hp : 0853-2658-7640
Tanggal : 9 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Sapi jenis apa yang bapak pelihara?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama untuk berjaga-jaga agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari?
4. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
7. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah perjanjian akan tetap
berlanjut/dihentikan?
8. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan peternak?
9. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
10. Kapan sapi itu dijual pak? Apakah ada waktu-waktu tertentu untuk
menjualnya?
11. Apa yang mendorong bapak melakukan bagi hasil hewan ternaktersebut?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Baru nian 3 bulan.
2. Sapi bali.
3. Gak ada perjanjian apa-apa.
4. Bebaslah sampai bosan.
5. Alhamdulillah belum pernah ada sakit apa lagi mati, soalnya kan baru juga.
6. Di kawin suntik. Itu yang punya yang bayar.
7. Ya kan masih ada ahli warisnya.
8. Haknya ya seharusnya keuntungan. Kalau kewajibannya ya ngasih makan,
minum, buat kandang sama bersihkan kandang.
9. Ada yang bagi anak, ada yang bagi keuntungan jual dan bagi hasil
anak/kongsi.
10. Ya belum pernah jual, orang masih baru. Kalau masih baru kayak gini ni
masih gotong royong lah.
11. Pengen punya juga, dari pada nganggur sehabis nderes, sama hitung-hitung
nabung lah meskipun hasilnya gak bisa dinikmati sekarang.
12. Kalau untuk sampai sekarang ya belum ada permasalahan. Nanti kalau udah
sekitar 1 tahun gitu baru terasa.
Informan : Bagyo Santoso
Selaku : Kepala Desa
No.Hp : 0823-8007-0637
Tanggal : 9 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bagi hasil ternak sapi ini ada di desa ini?
2. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama untuk berjaga-jaga agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari dan jika ada salah
satu pihak yang melanggar bisa dimintai pertanggungjawabannya?
4. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan sapi siapa yang menanggung?
7. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah perjanjian akan tetap
berlanjut/dihentikan?
8. Dari yang saya dengar di masyarakat bahwasannya ada terjadi hal yang tidak
mengenakkan seperti ada pemilik sapi yang meninggal, akan tetapi ketika
ahli warisnya bertanya kepada orang tersebut, mereka mengatakan bahwa
sapi tersebut sudah di beli pada saat almarhum masih hidup. Tapi karena
memang tidak ada bukti baik itu dari bagi hasil awal maupun jual beli,
akhirnya kan sang anak tidak dapat berbuat apa-apa. Bagaimana menurut
pendapat bapak?
9. Apa hak dan kewajiban dari pemilik?
10. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
11. Pada saat penjualan sapi, apakah penggadoh ikut diajak pada saat transaksi?
12. Penggadoh banyak mengeluhkan bahwa bagi keuntungan jual itu kurang
menguntungkan bagi penggadoh. Karena mereka mengeluarkan biaya juga.
Bagaimana pendapat bapak tentang hal seperti itu?
13. Apa yang mendorong bapak melakukan bagi hasil hewan ternaktersebut?
14. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
15. Bagaimana potensi kedepannya tentang bagi hasil ternak sapi di desa ini?
16. Apakah ada pengaduan dari masyarakat pemilik atau peternak sapi ataupun
ahli warisnya jika terjadi suatu permasalahan diantara mereka?
17. Jika terjadi suatu permasalahan apa yang anda lakukan untuk
menyelesaikannya?
18. Apakah ada peraturan-peraturan adat yang menjadi pedoman bagi masyarakat
dalam bagi hasil ternak sapi ini?
19. Apakah bapak tau bahwa ada bagi hasil yang sesuai dengan syariat Islam?
20. Apakah bapak tidak ingin membuat sistem bagi hasil yang dilakukan oleh
masyarakat ini sesuai dengan syariat Islam? agar dapat keuntungan di dunia
maupun diakhirat.
Jawaban:
1. Nggadoh ini ada sekitar tahun 2000. Dulu itu yang digunakan adalah bagi
anak. Kemudian ada penggemukan/bagi keuntungan jual yang mulai diatas
tahun 2000 an. Nggadoh ini sendiri awalnya dilakukan oleh orang-orang yang
tinggal di sekitaran PTP. Karena kan di situ banyak rumput, jadi tinggal
diangon aja di dalam kebun.
2. Kalau saya baru 1 tahun belakangan ini. Tapi sekarang udah nggak lagi,
soalnya sapi nya sudah dijual beberapa hari yang lalu.
3. Nggak ada aturan apa-apa. Karena mereka itu melakukannya di bawah
tangan, dalam arti tanpa sepengetahuan kami (pemerintahan desa). Jadi ya
mereka langsung berinteraksi sendiri antara yang punya sama yang nggadoh.
4. Kalau berapa lamanya itu ya tergantung pemilik sama yang penggadohnya
lah.
5. Kalau sapi sakit atau bahkan mati, itu yang nanggung tetap yang punya.
6. Kalau untuk kawin suntik ya saya juga selaku pemilik yang membayarnya.
7. Kalau kayak gitu ya berarti bisa lah dibicarakan ulang, bisa sama istrinya atau
sama anak-anaknya (ahli waris).
8. Itu lah masyarakat. Kalau mereka mau membuat kelompok, maka jika ada
apa-apa kan bisa dicarikan solusinya bersama. Sebenarnya mereka itu tidak
memikirkan dampak dikemudian hari, seperti bagaimana kalau itu sapi
meningal, bagaimana kalau yang punya meninggal, mereka tidak memikirkan
semuanya sampai ke situ. Taunya ngurus, terus bagi hasil ya udah gitu aja.
9. Hak dari seorang pemilik ya bagi hasilnya sama kita bisa menjual kapanpun
kita mau. Kalau kewajibannya ya memberi kebebasan kepada penggadoh,
misalnya kalau makanan itu mau diaritkan apa diangon aja. Nanti kalau
sapinya sakit ya kita yang beli obatnya. Kalau sapinya udah siap kawin suntik
ya kita panggil mantrinya.
10. Kalau saya itu pakai bagi keuntungan jual. Jadi ya sapinya di rawat dulu nanti
pas di jual itu diambil modal awalnya, baru sisanya dibagi dua.
11. Ya kita bawak orang yang mau beli nya ke rumah penggadoh.
12. Kalau menurut saya malah bagi keuntungan jual itu yang menguntungkan,
karena kapanpun kita butuh kita bisa jual, jadi tidak perlu waktu lama untuk
dapat bagi hasilnya. Gak kayak bagi anak, harus dapat anak 2 dulu baru bisa
dapat hasil. Kan mereka juga gak mengeluarkan modal apa-apa kok, jadi ya
sebenarnya itu untung.
13. Pertama ya karena gak ada waktu.
14. Kalau masalah tu ya nggak ada. Selama ini baik-baik saja. Cuman itu kalau
musim kemarau itu ya kasian sama penggadoh karna susah cari rumput.
15. Ya dengan adanya keuntungan, mereka bisa menabung dan ada uang untuk
berjaga-jaga. Jadi ketika ada hal mendesak mereka bisa menggunakan uang
tersebut. Dan juga itu menjadi penyokong perekonomian masyarakat. Nah itu
juga untuk kotoran dan air kencingnya sapi, itu bisa dijadikan pupuk. Jadi
kalau mereka mau rajin mengumpulkannya, meskipun harganya tidak terlalu
mahal, tapi itu bisa dijadikan tambahan pendapatan. Apalagi kan di sini dekat
sama PT sawit, jadi itu bisa saja ditawarkan kepada mereka. Atau bisa juga
dipakai sendiri.
16. Gak ada. Karna di bawah tangan tadi, jadi mereka juga mungkin gak berani
mau ngadu kalau ada masalah.
17. Karna tidak ada pengaduan, jadi kami ya nggak melakukan apa-apa.
18. Gak ada peraturan tentang bagi hasil. Tapi ada peraturan daerah tentang
pemeliharaan, seperti sapi itu harus dikandangkan. Jadi selain untuk
keamanan itu juga biar gak ada protes dari orang-orang yang tidak punya
sapi.
19. Gak tau juga ya. Yang tau nya bagi hasil seperti ini.
20. Kalau ada yang memberi tahu kepada masyarakat, kemungkinan mereka mau
melakukannya. Tapi ya itu perlu sosialisasi agar mereka memahami.
Informan : Surya
Pekerjaan Utama : Petani
Selaku : Penggadoh
Tanggal : 11 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Sapi jenis apa yang bapak pelihara?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama untuk berjaga-jaga agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari?
4. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
7. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah perjanjian akan tetap
berlanjut/dihentikan?
8. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan peternak?
9. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
10. Kapan sapi itu dijual pak? Apakah ada waktu-waktu tertentu untuk
menjualnya? Dan pada saat menjual sapi tersebut bapak ikut melihat transaksi
jual beli tersebut?
11. Apa yang mendorong bapak melakukan bagi hasil hewan ternaktersebut?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Sudah 2 tahun.
2. Sapi bali.
3. Gak ada perjanjian apa-apa.
4. Gak ada jangka waktu. Bebaslah sampai bosan. Palingan nanti kalau udah
banyak ya pengurangan aja.
5. Ada yang sakit kemaren 1. Itu ada namanya penyakit jembrana atau keringat
darah. Kalau manusia itu istilahnya demam berdarah lah. Kemaren itu di
kasih jamu sama ada obat dari mantri. Kalau bayarnya ya pakai uang sendiri
karena saya ngerasa masih mampu membayarnya. Kalau mati tu gak tau ya,
soalnya selama mengurus sapi, kami tidak pernah membicarakan hal-hal
terkait biaya, jika sapi hilang bahkan jika sapi itu mati sekalipun. Tapi ada
sapi yang diurus adek saya, itu kemaren mati tapi gak ada sih diminta ganti
rugi. Apa lagi kan kemaren tu matinya karena sakit juga.
6. Kalau untuk kawin suntik, ya saja juga yang bayar. Tapi kalau mau mintak
sama yang punya ya mungkin di kasih juga uangnya.
7. Namun jika sampai terjadi pemiliknya yang meninggal, kita sebagai manusia
harus memiliki rasa solidaritas dan menyadari bahwa itu bukanlah hak kita.
Jadi kita bisa memberikan barang itu kepada istrinya atau ahli warisnya. Atau
kita bisa juga berbicara lagi bagaimana kelanjutan dari bagi hasil ini
8. Haknya ya seharusnya keuntungan. Kalau kewajibannya ya ngasih makan,
minum, buat kandang sama bersihkan kandang selain itu juga kita harus jujur
apalagi udah di kasih amanat.
9. Kalau saya pakai bagi hasil anak/kongsi. Karena kalau menurut saya dari
sistem bagi hasil yang ada, itu lebih menguntungkan yang bagi hasil
anak/kongsi ini. Soalnya kita bisa menghindari eh pas bagian kita betina dan
bagian orang yang punya jantan, dan juga kalau bagi anak, takutnya nanti pas
bagian kita tau-tau mati, nah kan rugi kita. Atau juga pas sempat bagian
pemilik yang mati gitu kan gak enak juga kita
10. Kalau sampai sekarang belum pernah jual. Dan juga untuk sampai sekarang
pun saya juga masih belum tau yang mana yang akan jadi milik saya
nantinya.
11. Pengen punya juga. Kebetulan ada yang nawari ya jadi mau. Selain itu juga
untuk ngisi waktu kosong.
12. Kalau yang berat itu ya kalau musim kemarau, soalnya bakal susah cari
rumput. Kalau dulu ya saya berat masalah biaya untuk cari makan sapi. Kalau
sekarang alhamdulillah sudah nggak, soalnya sapi nya di angon. Cuma itu lah
cara biar gak rugi biaya transportasi.
Informan : Idah
Pekerjaan Utama : Ibu Rumah Tangga
Selaku : Penggadoh
No.Hp : 0852-6986-3705
Tanggal : 12 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan ibu mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Sapi jenis apa yang ibu pelihara?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama untuk berjaga-jaga agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari?
4. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
7. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah perjanjian akan tetap
berlanjut/dihentikan?
8. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan peternak?
9. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
10. Kapan sapi itu dijual bu? Apakah ada waktu-waktu tertentu untuk
menjualnya? Dan pada saat menjual sapi tersebut ibu ikut melihat transaksi
jual beli tersebut?
11. Apa yang mendorongibu melakukan bagi hasil ini?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Dari anak saya yang cowok ini masih kecil. Itu kira-kira hampir 10 tahun.
2. Sapi remusin dan brahma. Kalau dulu itu ya sapi bali. Ada sampai sekitar 24
ekor. Sudah tu di jual semua sama yang punya, baru diganti sama yang besar-
besar ini.
3. Gak ada perjanjian apa-apa.
4. Bebaslah sampai bosan.
5. Alhamdulillah belum pernah ada sakit apa lagi mati, soalnya kan baru juga.
6. Di kawin suntik. Itu yang punya yang bayar. Alhamdulillah itu bosnya baik
nian. Jadi dia memnag gak memberi beban sama sekali. Jadi kita gak
nanggung biaya.
7. Ya kan masih ada anaknya sama istrinya.
8. Haknya ya keuntungan. Kalau kewajibannya ya ngasih makan, minum, buat
kandang sama bersihkan kandang.
9. Ada yang bagi anak sama ada yang bagi keuntungan jual.
10. Kalau yang ini ya belum pernah jual, soalnya belum sampai setahun.
11. Pengen punya juga, dari pada nganggur juga. Maklumlah ibu rumah tangga.
Setidaknya bisa bantu suami nambahi pendapatan. Kalau suami yang ngurus
nggak bisa, soalnya kan suami buruh panen di tempat orang dan setiap hari
harus kerja dan pulangnya itu gak nentu.
12. Kalau untuk sampai sekarang ya belum ada permasalahan. Soalnya emang
bos nya itu benar-benar baik nian.
Informan : Arip
Pekerjaan Utama : Sopir
Selaku : Penggadoh
No.Hp : 0852-6668-3202
Tanggal : 12 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Sapi jenis apa yang bapak pelihara?
3. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama untuk berjaga-jaga agar
tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari?
4. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
5. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
6. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
7. Kalau pemilik meninggal bagaimana? Apakah perjanjian akan tetap
berlanjut/dihentikan?
8. Apa hak dan kewajiban dari pemilik dan peternak?
9. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
10. Kapan sapi itu dijual pak? Apakah ada waktu-waktu tertentu untuk
menjualnya? Dan pada saat menjual sapi tersebut bapak ikut melihat transaksi
jual beli tersebut?
11. Apa yang mendorong bapak melakukan bagi hasil hewan ternaktersebut?
12. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Hampir 2 tahunan.
2. Sapi brahma, metal sama brangus. Ini yang indukannya yang metal super.
3. Gak ada perjanjian apa-apa.
4. Bebaslah sampai bosan.
5. Alhamdulillah belum pernah ada sakit apa lagi mati, soalnya kalau sapi besar
tu jarang kena penyakit.
6. Di kawin suntik. Soalnya kalau sapi kayak gini, susah kalau kawin alami,
jarang jadi. Itu yang saya sendiri yang bayar.
7. Ya kan masih ada ahli warisnya.
8. Haknya ya seharusnya keuntungan. Kalau kewajibannya ya ngasih makan,
minum, buat kandang sama bersihkan kandang.
9. Bagi hasil anak/kongsi.
10. Udah pernah. Itu kemaren bos nya yang nyarikan.
11. Pengen punya juga, lagian kalau saya sudah selesai ngantar sawit ke gudang,
jadi pulangnya bisa sekalian nyari rumput. Kan itu juga ada sisa-sisa uang
jalan, jadi bisa untuk beli ampas tahunya.
12. Kalau untuk sampai sekarang ya alhamdulillah belum ada permasalahan.
Informan : Daud
Pekerjaan : Petani
Selaku : Pemilik sapi
Tanggal : 13 Mei 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Adakah aturan-aturan resmi yang dibuat bersama?
3. Jika tidak ada, apakah bapak tidak ada rasa takut/was-was jika terjadi sesuatu
hal yang tidak diinginkan terjadi di kemudian hari? Misalnya sapi bapak
dijual tanpa sepengetahuan bapak.
4. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
5. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
6. Apa hak dan kewajiban dari pemilik?
7. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
8. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
9. Pada saat penjualan sapi, apakah penggadoh ikut diajak pada saat transaksi?
10. Apa yang mendorong bapak melakukan bagi hasil init?
11. Apa saja yang menjadi penghambat dalam menjalankan bagi hasil ini?
Jawaban:
1. Bilang aja 4 tahun lah.
2. Gak ada. Saling percaya aja
3. Kalau rasa takut itu pasti ada, apalagi sapi itu harganya gak murah dan cari
uang itu susah dari sepuluh ribu, seratus ribu dikumpul-kumpulkan biar bisa
jadi banyak. Tapi saya punya prinsip bahwa harta itu titipan, jangankan
hewan nyawa kita aja kapan saja bisa hilang. Jadi namanya usaha untung rugi
itu ya risiko.
4. Kalau sapi sakit saya yang biayai. Kalau sapi nya mati ya kita pemilik yang
nanggung. Tidak mungkin kita membebankan hal itu pada penggadoh yang
juga telah kehilangan tenaganya untuk merawat selama ini. Jadi kita bagi-bagi
beban lah meskipun pada akhirnya tetap pemilik lah yang menanggung
kerugian cukup besar.
5. Kalau untuk kembangbiak itu pakai suntik. Kalau biayanya saya yang
menanggungnya.
6. Haknya ya pemilik sah, bagi hasilnya sama kapan kita mau jual ya bisa
7. Ya bebas aja sampai sebosannya.
8. Bagi hasil anak/kongsi. Jadi setiap beranak ya di situ ada hak saya sama
penggadoh. Biasanya sih nanti anaknya di urus selama 1 tahun atau lebih
nanti baru dijual.
9. Kalau kita biasanya saling ngabari. Misalnya mau jual, jadi nanti dia cari
orang yang mau beli, saya juga cari. Nanti kita pilih lah siapa yang mau
bayarnya lebih mahal.
10. Ya karna sudah tidak sanggup. Jangankan mau ngurus sapi, untuk ke kebun
aja sudah capek. Apalagi kalau puasa kayak gini.
11. Alhamdulillah lancar-lancar saja dan gak ada keluhan sama sekali.
Informan : Nanang
Selaku : Mantri Hewan
No.Hp : 0823-7726-1088
Tanggal : 9 Agustus 2019
Pertanyaan:
1. Umur berapa sapi itu siap untuk hamil?
2. Berapa lama masa kehamilannya?
3. Setelah melahirkan, berapa lama sapi siap untuk hamil lagi?
4. Apakah masyarakat di sini mengetahui tentang pengurusan sapi yang baik?
5. Apakah ada campur tangan pemerintah desa dalam kegiatan tersebut?
6. Jadi untuk masyarakat yang tidak tergabung dalam kelompok tidak bisa
mendapatkan bantuan ya pak?
7. Bagaimana menurut bapak tentang sistem nggadoh sapi yang dilakukan oleh
masyarakat?
Jawaban:
1. Pada umumnya sapi siap dikawinkan ketika umur 2 tahun. Tapi ada juga yang
masih 1,5 tahun sudah mau dikawinkan. Tapi untuk mengawinkan sapi yang
berumur 1,5 tahun, itu harus diperhatikan dari pertumbuhan badannya,
kesehatan, asumsi nutrisi, dan dari keturunannya/indukannya. Untuk usia
pengawinan ini, berlaku untuk semua cara, baik kawin alami maupun kawin
suntik. Dan berlaku juga untuk semua jenis sapi, yaitu sapi bali maupun jenis
sapi metal, dll.
2. Masa kehamilannya itu 9 bulan 10 hari atau bisa juga 9 bulan 15 hari. Karna
jika kurang dari masa itu, sapi itu kurang sehat atau kalau manusia itu
namanya prematur.
3. Sapi itu kan paada umumnya melahirkan 1 tahun 1 kali. Dimana setelah
melahirkan dan melalui masa 65 hari, maka saat itu sapi sudah siap untuk
dikawinkan lagi. Akan tetapi dilihat juga apakah sudah masa berahi atau
belum.
4. Rata-rata tau. Karna di sini itu sering ada sosialisasi terutama untuk yang
dikelompok tani. Biasanya 2 bulan sekali itu selalu ada. Dan untuk
masyarakat biasanya saling tanya/komunikasi antar individunya ada. Ada
juga yang langsung tanya ke saya. Untuk kesehatan ternak, ada juga program
pemberian vaksin pada hewan. Itu diberikan 6 bulan 1 kali atau paling lambat
1 tahun 1 kali.
5. Kalau itu langsung dari pusat. Karna kan itu emang udah dari program
mereka untuk memberikan bantuan ternak melalui kelompok dan upaya
pengembangan ternak melalui kelompok juga.
6. Ndak ada sepertinya. Karna setahu saya itu cuma untuk kelompok saja. Kan
karna mereka yang udah resmi dan punya SK. Selain itu juga kan untuk
mendapatkan itu mereka juga harus buat proposal yang diajukan ke Dinas
pertanian.
7. Bagus lah ya. Kan itu juga suatu upaya untuk meningkatkan taraf hidup. Nah,
kalau mereka mau bisa mendapatkan bantun juga, maka bagusnya mereka
juga buat kelompok. Selain itu kan bakal ada aturan juga di dalam kelompok
itu, sehingga mereka juga gak bakal bisa semena-mena. Dan keuntungan
lainnya jika tergabung dalam kelompok yaitu: jika kelompok tersebut belum
memiliki sapi, maka mereka bisa mengajukan untuk mendapatkan sapi. Jika
telah memiliki sapi, maka mereka bisa meminta rumah dan alat untuk
memproduksi pupuk dari kotoran sapi, dll. Selain itu juga kan dengan adanya
kelompok itu, Dinas Pertanian berharap kesejahteraannya bukan hanya di
peroleh anggota kelompok saja, namun masyarakat secara umum. Dengan
gambaran “Jika sapi banyak, maka harga akan turun, jadi masyarakat bisa
dengan mudah untuk mendapatkan sapi.”
Informan : Salim
Pekerjaan Utama : Petani
Selaku : Pemilik sapi
Tanggal : 10 Agustus 2019
Pertanyaan:
1. Sejak kapan bapak mulai melakukan bagi hasil sapi ini?
2. Adakah perjanjian tertulis yang dibuat bersama?
3. Jika tidak ada, apakah bapak tidak ada rasa takut/was-was jika terjadi sesuatu
di kemudian hari? Misalnya sapi bapak dijual tanpa sepengetahuan bapak.
Sedangkan bapak kan jauh dari tempat mereka.
4. Jika sapi sakit/mati siapa yang menanggung biayanya?
5. Untuk biaya perkembangbiakan siapa yang menanggung?
6. Berapa lama perjanjian ini berlangsung?
7. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan?
8. Pada saat penjualan sapi, apakah penggadoh ikut diajak pada saat transaksi?
9. Untuk kandang sapi, apakah bapak mewajibkan untuk dibuatkan kandang?
Jawaban:
1. Sudah 2 tahunan lah lebih kurang.
2. Gak ada. Kita perjanjiannya lisan aja. Yang pentingkan saling percaya.
3. Kalau mau mencari orang yang jujur 100% itu gak ada ya. Jadi ya kita
percaya saja dengan mereka dan yakin kalau kita punya niat baik Allah SWT
pasti melindungi. Lagian kan kita juga mau kerja sama itu kan lihat-lihat
orangnya dulu dan juga keluarga saya banyak juga yang di unit 7 (Sapta
Mulia), jadi ya masih ada juga yang bisa nengok-nengokkan. Tapi ya
namanya usaha, pasti ada untung ada juga saatnya sial. Kalau pas sial ya gitu
bisa aja sapinya mati, orangnya kabur. Tapi alhamdulillah sampai saat ini gak
ada lah yang istilahnya sapi di curi atau orang yang nggadoh kabur.
4. Kalau sakit itu penggadoh yang biayai. Tapi kalau mati ya saya yang
nanggung.
5. Kalau itu penggadoh juga yang bayar. Tapi kalau mau alami, biasanya saya
bantu juga nyarikan sapi jantannya.
6. Gak ada buat batasan. Palingan nanti kalau banyak, ya kita kurangi. Atau
kalau penggadoh butuh uang ya kita jual. Atau kalau saya lagi ada uang ya
saya yang bayari.
7. Kalau saya itu sistemnya bagi dua. Jadi setiap anaknya lahir ya itu punya
berdua.
8. Iya. Malah kalau saya bisayanya itu nyuruh mereka lah yang cari orang yang
mau belinya. Atau kadang saya juga yang nawar-nawarkan.
9. Tidak harus. Apalagi kan kalau sapi bali tu asal 1 diikat yang lain gak akan
kemana-mana.
Informan : Shobirin
Selaku : Sekretaris Desa
No.Hp : 0852-7932-0782
Tanggal : 12 Agustus 2019
Pertanyaan:
1. Dari mana saja pendapatan untuk desa Sapta Mulia?
2. Bagaimana dengan pendapatan dari samisake pak?
3. Apa saja kegunaan dari pendapatan tersebut?
4. Bagaimana pencapaian pembangunan di desa ini?
5. Dan bagaimana pencapaian pembangunan untuk bidang peternakan?
6. Bagaimana menurut bapak tentang sistem nggadoh sapi yang dilakukan oleh
masyarakat?
7. Dalam usaha nggadoh sapi itu sendiri tidak terdapat peraturan resmi. Apakah
tidak ada langkah yang dapat diambil pihak perangkat desa untuk
menganjurkan/membuatkan peraturan tersebut?
8. Apakah ada program-program yang akan dijalankan terkait usaha nggadoh
sapi yang dilakukan oleh masyarakat?
Jawaban:
1. APBDes itu dari:
- ADD (Alokasi Dana Desa)
- DD (Dana Desa)
- DBHP (Dana Bagi Hasil Pajak)
- BP (Bantuan Provinsi)
2. Samisake itu udah nggak ada. Terakhit itu tahun 2014.
3. Kegunaannya yaitu:
- ADD (Alokasi Dana Desa), yaitu pendapatan yang didapat dari Pemerintah
Kabupaten, dimana dana tersebut digunakan untuk:
c. 30% untuk operasional pemerintah, seperti pembelian ATK, dll.
d. 70% untuk pembangunan, dari ADD ini pembangunan dikhususkan
pada pembangunan area perkantoran.
- DD (Dana Desa), yaitu pendapatan yang didapat dari Pemerintah Pusat,
dimana dana tersebut digunakan untuk:
c. 30% untuk pembinaan/pemberdayaan, seperti pelatihan pegawai.
d. 70% untuk pembangunan, dari DD ini pembangunan diarahkan pada
pembangunan infrastruktur, bantuan pemerintah bersifat hibah, dll.
- DBHP (Dana Bagi Hasil Pajak), digunakan untuk:
c. 30% untuk intensifikasi petugas pendata/pemungut PBB
d. 70% untuk pembangunan, dari DBHP akan diarahkan pada ADD jika
ADD tidak mencukupi dalam merealisasikan anggarannya.
- BP (Bantuan Provinsi), digunakan untuk:
c. 40% untuk pembinaan, seperti modal bumdes.
d. 60% untuk pembangunan, dari BP ini pembangunan dikhususkan pada
pembangunan madrasah di desa Sapta Mulia.
4. Pencapaian pembangunan di desa Sapta Mulia pada tahun 2018 dapat
dikatakan telah tercapai 100 % dan pada 2019 ini pembangunan baru
mencapai lebih kurang 50%. Dapat dilihat dari telah terwujudnya pembuatan
jalan tembusan, jembatan box, pagar paud, perbaikan madrasah, pembuatan
pagar kantor desa dan lain sebagainya.
5. Untuk pembangunan pada sektor peternakan, pemerintah telah
mengupayakan pembuatan kelompok tani yang secara keseluruhan telah
mencapai 12 kelompok yang telah memiliki SK. Namun sampai saat ini
hanya tinggal 4 kelompok saja yang masih aktif. Dari kelompok tersebut ada
yang bergerak pada bidang pertanian seperti bertani kedelai, ada juga yang
bergerak pada bidang peternakan seperti peternak ikan dan sapi. Untuk
kelompok tersebut dana yang mereka dapat berasal dari Dinas Pertanian,
dimana dana/bantuan terebut berupa dana/bantuan yang bersifat hibah. Hal ini
lah yang menyebabkan semakin berkurangnya keaktifan kelompok-kelompok
tersebut. Mereka menganggap itu udah dikasikan ke mereka, jadi ya mereka
gak terlalu serius. Nah kalau mengapa dana untuk kelompok-kelompok
tersebut berasal dari Dinas Pertanian dan bukanlah dari Pemerintah desa
sendiri? Hal ini dikarenakan tidak diperbolehkannya satu sektor menerima
dari dua sumber. Tujuannya yaitu agar tidak terjadi penumpukan dana pada
satu sektor, padahal sektor lain membutuhkan dana. Dan mengapa bantuan
tersebut hanya di dapat oleh kelompok saja? Hal ini dikarenakan bantuan
tersebut berbeda dengan bantuan seperti bantuan untuk orang tidak mampu,
namun bantuan tersebut dapat diterima jika kelompok tersebut membuat
proposal kemudian diajukan kepada Dinas terkait yaitu Dinas Pertanian.
6. Menurut saya pribadi, itu bagus ya. Karen aitu kan salah satu cara juga untuk
saling tolong menolong. Tapi ya itu kelemahannya itu gak ada peraturan yang
mengikat. Meskipun ya selama ini tidak ada keluhan dari masyarakat juga.
7. Dulu itu kami pernah memberitahukan kepada masyarakat bahwa bagi
masyarakat yang ingin melakukan jual beli tanah ataupun jual beli ternak
seperti kambing, sapi, dan kerbau, hendaknya melapor ke kantor desa agar
dibuatkan suratnya. Hanya saja sampai saat ini tidak pernah ada yang datang
untuk melaporkan hal tersebut. mungkin itu karena rasa takut masyarakat jika
melapor ke kantor desa, akan dikenakan biaya. Tapi ya kalau mau mengajak,
itu perlu di sosialisasikan ulang ke masyarkatnya.
8. Belum ada langkah selanjutnya. Karena selain belum pernah ada juga
laporan-laporan dari masyarkat, dan kita juga belum bisa memastikan kapan
bisa kembali melakukan sosialisasi tersebut.
Informan : Drs. A. Tarmizi, S.M.HI
Selaku : Ketua MUI Kota Jambi
No.Hp : 0821-7859-8689
Tanggal : 26 Agustus 2019
Pertanyaan:
1. Menurut bapak bagaimana suatu usaha dapat dikatakan sebagai suatu sistem
yang sesuai dengan konsep mudharabah?
2. Bagaimana menurut bapak terkait usaha yang modalnya berupa barang bukan
uang?
3. Akad yang dilakukan masyarakat hanya secara lisan. Akan tetapi di
pembahasan ini telah saya buat bahwa akad lisan diperbolehkan, hanya saja
akan lebih baik jika menggunakan akad tertulis, karena sebagaimana dalam
Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 282. Bagaimana menurut bapak?
4. Ada dari yang saya dengar sebelum saya mengajukan judul lagi, bahwa ada
pemilik sapi yang meninggal dan penggadoh tidak mengembalikan sapi
tersebut. Namun pada saat ahli warisnya datang, dia bilang sapi itu sudah dia
beli. Dan saya sudah menuliskannya di latar belakang. Tetapi pada saat saya
melakukan riset dan mencari tau tentang hal itu, saya tidak menemukan
jawaban yang pasti dan masyarakat disekitar juga tidak mengetahui secara
pasti. Akan tetapi karena saya sudah menuliskannya di latar belakang, jadi
saya buat juga pembahasannya dimana saya mengatakan bahwa itu lah
gunanya adanya peraturan dan pemahaman mengenai bagi hasil yang benar.
Jadi bagaimana menurut pendapat bapak?
5. Kemudian tentang batasan waktu pak. Kan dimasyarakat tidak ada batasan
waktu dalam pelaksanaan usahanya. Dan juga dalam fatwa mui tentang
pembiayaan mudharabah itu hanya disebutkan boleh dibatasi. Dan dalam UU
tentang ketentuan pokok peternakan itu disebutkan bahwa bagi hasil ternak
besar itu tidak boleh kurang dari 5 tahun. Dan analisis dari saya, saya buat
bahwa pembatasan waktu itu perlu, agar tidak terjadi penyelewengan dari
perjanjian. Tapi tidak harus juga 5 tahun. Karna kan kalau sudah tau siklus
kehamilan sapi, kita bisa tau kapan bagi hasil tersebut bisa di dapat. Jadi itu
bagaimana menurut pendapat bapak?
6. Nah pak kan dalam usaha tu pasti ada biaya-biaya yang muncul seperti kalau
dalam nggadoh sapi ini, ada biaya untuk berobat ketika sapi sakit dan biaya
untuk perkembangbiakan karna perkembangbiakannya melalui penyuntikan
pada sapi. Nah dalam penanggungan biaya tersebut masih bercampur pak ada
pemilik, ada penggadoh ada juga yang bagi dua. Jadi itu bagaimana ya pak?
7. Dan juga pak kalau sapinya mati, itu mutlak pemilik yang menanggungnya
pak. Tapi di pembahasan ini saya buat bahwa harus dibuat krieria kematian
seperti apa yang harus ditanggung pemilik dan kematian seperti apa yang
tidak harus ditanggung pemilik. Karena kan kasihan jika semua harus
ditanggung pemilik. Itu bagaimana pak menurut bapak?
8. Dan juga pak bagaimana dari 3 cara bagi hasil yang dilakukan oleh
masyarakat ini pak? Apakah sudah sesuai dengan konsep syariah?
9. Nah masyarakat juga pak itu taunya sistem bagi 2 sama rata saja pak yang
diterapkan. Sehingga ketika ada pihak yang merasa dirugikan, mereka tidak
bisa berbuat apa-apa karena itu lah yang selama ini berlaku dan mereka
sepakati. Sedangkan dalam teori mudharabah itu bisa saja dengan tidak bagi
rata. Dan dalam pembahasan yang saya buat, itu saya sarankan bahwa
perjanjian itu harus dibuat tertulis, jadi ketika merasa dirugikan, mereka bisa
meninjau kembali nisbah dari bagi hasil tersebut. itu bagaimana ya pak
menurut bapak?
Jawaban:
1. Ketika telah memenuhi rukun. Seperti dalam bagi hasil sapi ini kan pertama
shahib al-mal itu ada pemilik sapi, kedua mudharib ada pengelola/peternak,
modal ada sapi tadi, nisbah sudah ada juga baik itu dapat keturunan atau hasil
jual, usaha itu lah beternak sapi, akad ada juga sudah kan. Itu bisa dikatakan
telah sesuai konsep. Hanya saja seharusnya modal itu kan uang atau barang
yang dinilai. Itu agar penggunaan syariat Islam itu menyeluruh. Sehingga
secara umum dapat dikatakan sesuai konsep mudhrabah hanya saja masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Karena tidak ada perjanjian.Untuk
menghindari perselisihan dikemudian hari. Dan juga agar tidak terputus
silahturahim.
2. Seharusnya itu kan uang karna mengikuti konsep dasar dari mudharabah itu
sendiri. Tapi kalau memang dalam fatwa mui telah disebutkan boleh berupa
barang akan tetapi harus dinilai, maka itu boleh-boleh saja. Yang dak boleh tu
kan kalau barang dan juga tidak dinilai karna itu tidak sesuai konsep dasar.
3. Sebenarnya boleh, hanya saja akan lebih baik itu pakai perjanjian tertulis.
Supaya dak ado yang biso melanggar dan mengindar dari kesalahan yang
diperbuat. Baik itu pemilik maupun pengelola.
4. Ini lah kelemahan masyarakat. Jadi ya itu betul itu perlu adanya perjanjian
tertulis. Lagi di bank itu selalu ada aturan tertulis. Supaya jelas.
5. Lebih baik dibuat batasan waktu. 1 tahun atau 2 tahun tergantung
kesepakatan. Karna kalau tidak ada batasan watu payah nanti. Kan itu lah
meskipun ada hak tapi harus tetap sesuai perjanjian.
6. Biaya harus dihitung. Karena biaya tersebut harus dikembalikan pada saat
pembagian hasil diakhir. Dimana jika keuntungan dihitung dengan sistem
profit and loss sharing, sebelum pembagian keuntungan, maka pendapatan
harus dikurangi modal dan biaya-biaya yang muncul selama masa perawatan.
Sedangkan jika dihitung dengan revenue sharing, maka untuk pembagian
keuntungan, pendapatan hanya dikurangi dengan modal saja, dan biaya yang
muncul ditanggung oleh penggadoh. Tapi lebih baik itu pakai yang profit loss
sharing saja.
7. Sudah mengelola dengan baik, kalau sapi sakit sudah diobati, tapi kalau
sudah tu mati yo itu resiko yang punyo. Tapi kalau diliarkan tu kan dak boleh.
Jadi itu resiko pengelola karna kelalaian.
8. Kalau diawal dengan uang diakhir dengan uang. Itu agar tidak ada kezaliman.
Karna itu kan prinsip mudharabah. Kalau tidak dengan uang, takutnya pas
anak pertama kurus anak kedua gemuk. Nah kan dak adil tuh. Jadi itulah lah
harus dihitung dengan uang. Jadi yang bagi anak ini yang belum bisa
dikatakan sesuai karna tidak dinilai dengan uang pembagiannya. Tapi untuk
yang 2 ni sudah masuklah dalam konsep dasar mudharabah.
9. Dak papo lah bagi 2 nian. Karna kan tergantung kesepakatan diawal. Tapi
intinya harus bagi keuntungan.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Wawancara dengan bapak Kades desa Sapta Mulia yaitu Bapak Bagyo Santoso (9
Mei 2019) di Kantor Desa Sapta Mulia.
Wawancara dengan para pemilik sapi
Wawancara dengan ibu Suparmi Wawancara dengan bapak Daud
(4 Mei 2019) (13 Mei 2019)
Wawancara dengan penggadoh sapi
Wawancara dengan ibu Sutini (4 Mei 2019)
Wawancara dengan ibu Idah Wawancara dengan bapak Arip
(12 Mei 2019) (12 Mei 2019)
DAFTAR RIWAYAT
(CURRIULUM VITAE)
Nama : Erni Duwi Astuti
Tempat, tanggal lahir : Air Limas II, 01Juli 1997
Email : [email protected]
No. Kontak/HP : 0822-8111-6646
Alamat : Desa Paninjau Rt.02 Rw.01 Kecamatan Batiknau
Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu
Pendidikan Formal:
1. SD, Tahun Lulus : SD Negeri 09 Batiknau 2003 – 2009
2. SMP, Tahun Lulus :SMP Pancasila Kota Bengkulu 2009 – 2012
3. MA, Tahun Lulus : MAN 2 Kota Bengkulu 2012 – 2015
Pengalaman Organisasi:
1. Pengurus KSEI Al-Fath FEBI Bidang Srikandi Tahun 2017 dan 2018
Moto Hidup: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang ada pada
diri mereka sendiri. (QS.Ar-Ra‟d : 11)
Jambi, September 2019
Erni Duwi Astuti
NIM: EES.150643