ANALISIS TEKNIK PENYUTRADARAAN MONOLOG “SEBELUM SARAPAN” KARYA EUGENE O’NEIL TERJEMAHAN WIWIT...
Click here to load reader
-
Upload
alim-sumarno -
Category
Documents
-
view
121 -
download
13
description
Transcript of ANALISIS TEKNIK PENYUTRADARAAN MONOLOG “SEBELUM SARAPAN” KARYA EUGENE O’NEIL TERJEMAHAN WIWIT...
ANALISIS TEKNIK PENYUTRADARAAN MONOLOG “SEBELUM SARAPAN” KARYA EUGENE O’NEIL TERJEMAHAN WIWIT ANGGRAINI
OlehIlham Habibullah (1120134047)
Pembimbing Autar Abdillah S.Sn, M.Si
ABSTRAKPenyutradaran monolog dengan seorang aktor lebih menitik beratkan pada kualitas
aktor. Aktor yang dipilih harus cerdas dikarenakan satu aktor yang nantinya terlihat berhasil
atau tidak menyampaikan konsep sutradara agar nampak menarik, memiliki isi, dan tidak
menjenuhkan. Konsep sutradara hanya sebagai acuan, untuk pengembangan aktor yang
berperan penting di atas panggung.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah
Bagaimana Bagaimana Menyutradarai Lakon “Sebelum Sarapan” Karya Eugene O’Neill
diterjemahkan Wiwit Anggraini di sutradarai Ilham Habibullah dengan aktor Endah W? .
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan
data yaitu studi kepustakaan, wawancara, dan catatan lapangan.
Monolog “Sebelum Sarapan” merupakan naskah monolog karya Eugene O’Neil yang
diterjemahkan Wiwit Anggraini di sutradarai Ilham Habibullah dengan aktor Endah W
munggunakan konsepsi aliran realis. Menceritakan ungkapan hati seorang istri yang selama
ini dirasakan atas ketidak bahagiaan yang didapatkan, ketidak harmonisan sebuah keluarga.
Sutradara menggunakan teknik penyutradaraan monolog yang mengacu pada teknik
penyutradaraan dan pola pelatihan Suyatna Anirun dikarenakan lebih terperinci dari sistem
produksi hingga sistem pelatihan aktornya. Bentuk pertunjukan realis sangat menarik untuk
diterapkan pada naskah monolog ini karena penggambaran suasana, tempat dan waktupun
pada naskah akan tampak jelas sesuai realita.
Kata kunci : Penyutradaraan monolog, Realis dan Eugene O’Neill.
PENYUTRADARAAN MONOLOG “SEBELUM SARAPAN” KARYA EUGENE O’NEIL
TERJEMAHAN WIWIT ANGGRAINI
PENDAHULUAN
Monolog merupakan salah satu cabang seni teater yang keberadaannya terus
mengalami perkembangan baik dari bentuk naskah atau penyajiannya, istilah monolog secara
umum diartikan sebagai pertunjukan teater yang dimainkan oleh seorang pelaku. Pengertian
kata monolog juga diinterpretasikan banyak makna sehingga masyarakat dan pelaku teater
khususnya bebas menyajikan dalam bentuk pertunjukan. Masyarakat membenarkan asumsi
dan sudut pandangnya sendiri terhadap keberadaan pementasan monolog dengan dasar
pemikiran hanya ada satu orang di atas pentas meskipun bentuk dan konsep berbeda. Oleh
sebab itu, perlu adanya persamaan makna terhadap istilah monolog itu sendiri.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah monolog sebagai sebuah
percakapan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau seorang diri. Jika dilihat dari sudut
pandang seni pertunjukan atau seni teater, monolog dapat dipahami sebagai adegan dalam
sebuah sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri.
Monolog dalam pengertian awal berarti berbicara sendiri, lawan adalah dialog dua orang
tokoh atau lebih saling berbicara (Abdullah dalam Dewojati, 2012: 187). Lebih lanjut Gray
menambahkan bahwa puisi lirik, atau berdoa kepada Tuhan dipandang sebagai variasi
monolog (Gray dalam Dewojati, 2012: 187).
Menurut Autar Abdillah (pengamat pada pesta monolog 2005 di Teater kecil Taman
Ismail Marzuki Jakarta) dalam artikelnya “Teater Monolog Indonesia, dan Monolog para
Aktor”, menyebutkan:
Monolog dalam khazanah teater di Indonesia, dibahasakan melalui pemahaman teater modern. Monolog sebagai percakapan seorang diri (seseorang) yang disampaikan kepada pihak lain, sesungguhnya sudah dimiliki Indonesia sejak awal keberadaan teater di Indonesia. Di Sumatera Barat kita mengenal Bakaba dimana seorang pencerita menggunakan media saluang sebagai pengiring, menyampaikan cerita yang disaksikan penonton sambil mengitarinya. Di Surabaya terdapat tokoh paling populer bernama Markeso yang bercerita sendiri dalam bentuk yang disebut dengan Ludruk Garingan. Di Banten kita mengenal Wayang Garingan. Di Bali kita mengenal pula Pacegan. Di Aceh terdapat Kekeberen (dalam komunitas budaya Gayo), Adnan PMTOH, dan Bercerita Tunggal. Sedangkan di Makassar terdapat Kondobulong, Sindrilli yang diiringi instrumen keso-keso atau rebab, dan Massure (Bugis).
Perkembangan monolog era 90-an hingga saat ini menjadi trend di panggung
kesenian Indonesia, bukti telah banyak dijumpai pertunjukan monolog yang sangat menarik,
diantaranya sajian monolog tanpa dialog (teater tubuh), sajian monolog dengan teknologi,
sajian monolog dengan artistik yang kreatif dan inovatif. Proses kreatif dalam monolog
biasanya dianggap mudah karena hanya memainkan satu pemain/pelaku di atas panggung.
Salah satu contoh yang terjadi dalam proses kreatif ini adalah seorang sutradara merangkap
menjadi pelaku/pemain monolog. Hal ini berdampak buruk pada proses latihan, manajemen,
hingga proses evaluasi. Proses kreatif dalam monolog harus melaui proses panjang dan harus
dikordinasi oleh seorang sutradara agar berjalan secara struktural baik manajemen produksi
maupun kekaryaan, sebab sutradara sudah memiliki teknik dan cara sendiri untuk mencapai
tujuan yang diharapkan.
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Teater
Teater berasal dari kata theatron yang berarti tempat penonton, seeing place (dalam
bahasa Yunani). Secara etimologis (asal kata) teater adalah gedung pertunjukan. Pengertian
teater secara terperinci dibagi menjadi 6 wilayah pengertian didalamnya yaitu teater adalah
kerja, wadah aktor menghidupkan tokoh, teater adalah pertunjukan, teater adalah pertunjukan
langsung, dan teater adalah naskah tertulis (Yudiaryani, 2002: 2).
Dalam arti luas teater adalah segala tontonan yang dipertunjukan di depan orang
banyak. Misalanya ketoprak, wayang orang, ludrug, sandur, dan sebagainya (Harymawan,
2001: 2). Jadi teater merupakan salah satu genere dalam kesenian yang memiliki unsur seni
kompleks dan dipentaskan/dipertunjukkan. Seni sastra (naskah), seni suara (vokal), seni
gerak, dan seni rupa (artistik) yang ada didalamnya.
2. Pengertian Drama
Drama berasal dari bahasa Yunani yaitu kata draomai yang berarti bertingkah laku, to
act to do. Di Yunani istilah “drama” muncul dari upacara agama, yakni pemujaan terhadap
para dewa. Pada zaman Aeschylus (525-456 S.M) makna kata “drama” telah terkandung
pengertian kejadian, risalah,ataupun karangan (Oemarjati,1971: 14).
Drama sebagai karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
mengemukakan tikaian dari emosi lewat tingkah laku dan dialog, dan drama lazimnya
dipentaskan (Sudjiman,1983: 20). Jadi drama merupakan sebuah naskah.
3 Sutradara
Sutradara adalah seseorang yang mengkoordinasi segala unsur teater dengan
paham,kecakapan, serta daya khayal yang inteligen sehingga mencapai suatu pertunjukan
yang berhasil (Harymawan, 1993:63). Kedudukan atau posisi sutradara berdiri ditengah
bertindak sebagai pusat kesatuan kekuatan, juga sebagai koordinator bagi prestasi kreatif
aktor dan para teknisi. Jadi sutradra merupakan seorang pemimpin dalam pertunjukan teater
ataupun film yang berfungsi mengonsep dan merangkai sebuah pertunjukan yang baik.
3.1 Sejarah Sutradara
1. Pada saat Saxe Meiningen mendirikan suatu rombongan teater pada tahun 1874-
1890 dan mereka mementaskan 2.591 drama di Berlin dan seluruh Jerman.
2. Selanjutnya Moscow Art yang dipimpin oleh Constantin Stanislavsky (1.863-
1.938). Dasar metode Stanislavsky yaitu menggunakan kehidupan wajar sebagai
contoh seni pentas.
4. Monolog
Monolog mula-mula adalah jenis teks yang ditulis sebagai latihan perwatakan.
Namun dilihat dari perkembangannya, monolog adalah kata hati yang diformulasikan dalam
bentuk cakapan (Dewojati, 2012: 188). Monolog diartikan secara umum sebagai sebuah
percakapan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau seorang diri dan jika dilihat dari sudut
pandang seni pertunjukan seni teater monolog dapat kita pahami sebagai adegan dalam
sebuah sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri (KBBI,
2005: 754).
Monolog diartikan percakapan yang dilakukan oleh seorang pelaku (Suparyanta,
2007: 17). Dalam drama, cakapan yang terjadi antara dua tokoh atau lebih disebut dialog.
Sedangkan jika seorang diri disebut monolog. Monolog ada tiga macam (Satoto, 2012: 60) :
1. Berbicara seorang diri dan membicarakan hal yang lampau disebut monolog
2. Berbicara seorang diri tetapi ditujukan kepada penonton disebut sampingan
(aside).
3. Berbicara sendiri dan membicarakan hal yang akan datang disebut solilokui.
Jadi simpulan dari beberapa tokoh tentang pengertian monolog yaitu cakapan
pertunjukan dilakukan oleh satu pelaku tunggal, dialog yang diucapkan atau diungkapkan
harus dibedakan dengan jelas kepada siapa dialog itu ditujukan. Untuk dirinya sendiri, lawan
imjinasi, atau dialog yang ditujukan kepada penonton.
5. Biografi Eugene O’Neill
Eugene O’Neill memiliki nama lengkap Eugene Glad Stone O’Neill lahir 16 Oktober
1888 dan meninggal pada 27 November 1953. Terlahir dari orang tua bernama James O’Neill
seorang aktor Irlandia dan ibunya bernama Mary Ellen Quinla. Menikah dengan 3 orang
wanita.Istri pertama bernama Kathleen Jenkins, Agnes Boultondan yang terakhir Carlotta
Monterey. Ketiga istrinya O’Neill dikaruniai 3 orang anak yang bernama Eugene O’Neil Jr,
Shane O’Neill, Oona O’Neill.
O’Neill adalah seorang penulis dan aktor Amerika. Karya-karyanya selalu
menyangkut tentang orang pinggiran, tentang mempertahankan harapan dan aspirasi namun
berakhir dengan kekecewaan dan keputusasaan. O’Neill karya-karyanya bergenre tragedi
yang menekankan emosional pesimis dan psikis. Penghargaan yang pernah ia dapatkan
diantaranya Nobel Prize in Literature 1936 dan Pulitzer Prize for Drama pada tahun 1920,
1922, 1928, dan 1957.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Teknik Penyutradaraan Naskah monolog ”Sebelum Sarapan” karya Eugene
O’Neill terjemahan Wiwit Anggraini sutradara Ilham Habibullah, sebagai berikut
1. Teknik penyutradaraan Suyatna Anirun
Proses pelatihan aktor pada monolog “Sebelum Sarapan” karya Eugene O’Neill
terjemahan Wiwit Anggraini sutradara Ilham Habibullah menggunkan teknik penyutradaraan
Suyatna Anirun, berikut penjelasannya.
a) Tahapan mencari-cari
Merupakan tahapan sutradara bereksplorasi dengan timnya, bertujuan mengetahui
kemampuan aktor yang nantinya akan disesuaikan dengan kebutuhan naskah.
Tahapan mencari-cari pada proses Monolog "Sebelum Sarapan" karya Eugene
O’Neill terjemahan Wiwit Anggraini sutradara Ilham Habibullah yang mengacu pada
teknik penyutradaraan Suyatna Anirun.
Latihan Fisik
Latihan fisik pada proses monolog dengan takaran lebih berat sangat
dibutuhkan aktor. Karena dalam hal ini aktor harus memiliki ketahanan fisik,lentur,
daya konsentrasi dan kepekaan yang kuat untuk mempertahankan pola permainannya
sendiri dalam waktu yang tidak singkat. Namun sutradara harus mengetahui kapasitas
tubuh aktor agar tidak terjadi kemungkinan buruk, misalkan cidera pada aktor. Maka
dalam proses latihan fisik pada aktor, sutradara memiliki 5 pola pelatihan :
Pemanasan tubuh, kelenturan tubuh, ketahanan fisik, konsentrasi, kepekaan, dan
reading.
b) Memberi Isi
Tahapan memberi isi pada proses monolog “Sebelum Sarapan”, sutradara
menekankan pada :
i. penampilan fisik aktor
Penampilan fisik aktor yang dimaksud yaitu pada karakter fisik tokoh. Tokoh
Ibu Kipti yang sudah dijelaskan diatas harus bisa diperankan oleh aktor.pola-pola
latihan yang diterapkan contohnya dengan cara berdiam diri berapa menit, berjalan
mengikuti garis dan masih banyak strategi yang dilakukan sutradara sesuai dengan
kebutuhan.
ii. Emosi
Penerapan memberi isi pada emosi aktor yang dilakukan sutradara diantaranya
berdialog diiringi musik atau mendengarkan lagu yang sesuai dengan emosi untuk
memancing aktor, setelah itu tanpa menggunakan musik. Strategi seperti di atas yang
dilakukan berulang oleil akan berpengaruh pada pemberian isi dialog.h sutradara
untuk mencapai hasil yang maksimal dalm memberi isi pada emosi aktor.
iii. Dialog
Teknik pelatihan yang dilakukan sutradara dalam memberiisi pada dialog yang
pertama adalah aktor diwajibkan membaca berulang kali naskah untuk memahami
makna dialog, sehingga aktor bisa meninterpretasikan dialog pada saat mengucapkan.
Kemudian sutradara menerapkan membaca secara dipenggal. Pemenggalan dialog
secara benar berpengaruh pada pemberian isi. Selain itu pula aktor harus bisa
membedakan dialog untuk dirinya sendiri, lawan imajinasi naskah dan dialog yang
ditujukan pada penonton.
Contoh: Aku lelah mas
Akulelah mas
Aku lelahmas
Aku lelah mas
Aku lelah mas
Selanjutnya, diperlukan suatu bisnis akting pada pertunjukan teater yang merupakan
gerakan tubuh yaing atang diisyaratkan oleh naskah, oleh sutradara ataupun ditemukan oleh
pemeran sendiri. Pelatihan yang diterapkan sutradara contohnya pada adegan awal Nyonya
Rowland atau Ibu Kipti mencuci piring dengan marah dikarenakan memanggil Alfred
ataupun suaminya tidak ada respon. Bisninis akting yang ditreatmenkan oleh sutradara yaitu
mencuci dan mengalap piring dengan tempo semakin cepat dan tekanan pada saat mencuci
piring juga ditambah untuk menghasilkan musikalitas suara piring yang menggambarkan
emosi kemarahan.
iv. Ruang permainan aktor.
Ruang permainan aktor yang dimaksud adalah setting yang telah dihadirkan
untuk permainan aktor ataupun batas panggung yang menjadi area permainan aktor.
Teknik pemberian isi yang diterapkan sutradara yaitu pada pencarian blocking dan
moving. Pemberian isi pada ruang permainan aktor muncul dengan adanya
motivasi.Motivasi yang dimaksud adalah alasan aktor itu melakukan perpindahan
pada blocking. Contoh latihan sutradara dalam memberi isi ruang permainan aktor
dengan memberikan treatmen pada aktor ataupun sutradara mengikuti prolog asli pada
naskah. Blocking, moving, dan grouping terlampir.
c) Tahap Pengembangan
Proses pengembangan latihan yang diterapkan sutradara yaitu dengan
pemberian acuan dari naskah ataupun keinginan konsep dari sutradara sendiri. Namun
selanjutnya aktor yang akan mengembangkan. Contoh pelatihan dalam tahapan
pengembangan dengan cara permainan saat latihan. Sutradaramengumpulkan aktor
dan pemusik. Kemudian sutradara memberikan intruksi dengan memakai objek benda
kecil, misal sandal. Sandal tersebut harus dijadikan benda yang memiliki fungsi
berbeda. Sutradara membeikan waktu 3 hitungan pada aktor dan pemusik untuk
berfikir dan akan dipilih acak. Latihan ini berfungsi juga pada latihan
improfisasipermainan aktor.
d) Tahap Pemantapan
Tahapan pemantapan pada proses latihan monolog “ Sebelum Sarapan” ini
dilakukan sutradara dengan menerapkan latihan peradegan ataupun cut to cut.
Kemudian dilanjutkan running atau full pertunjukan.Sutradara harus mengunci
permainan aktor agar tidak berkembang lebih dari acuan sutradara.
e) Latihan umum
Latihan umum pada proses monolog “Sebelum Sarapan” ini dilakukan sutradara
setelah permainan aktor,musik dan artistik telah selesai semua. Sutradara
menyebutnya gladi bersih ataupun gladi kotor. Proses latihan umum dilakukan
sutradara minimal 2 kali pertemuan latihan.
2. Penciptaan Artisik
i. Setting property
Setting pada monolog “Sebelum Sarapan” karya Eugene O’Neill terjemahan
Wiwit Angraini sutradara Ilham Habibullah adalah interior dapur pada masyarakat
menengah ke bawah dengan bentuk potret. Penghadiran 2 dinding dan 2 dinding
lainnya adalah imajiner. Dinding dapur dihadirkan dengan bentuk tembok bermotif
keramik pada 2/3 bagian bawah dan atas berbentuk tembok biasa. Bahan yang
digunakan untuk dinding bawah yaitu perlak bermotih keramik dan bagian atas adalah
kain mori yang dicat agar menghasilkan tekstur tembok. Pengahdiran lantai ruangan
juga menggunkan perlak bermotih keramik.
Penghadiran pintu dan jendela menggunakan kayu reng dan motifnya
menggunakan kayu profile. Untuk kaca menggunakan mika. Tempat pencuci piring
didesain menggunakan kayu yang dibentuk kerangka balok yang sisinya
menggunakan triplek kemudian dilapisi perlak bermotif keramik menyesuaikan motif
tembok 2/3 bagian bawah. Untuk washtufel menggunakan aslinya yang terbuat dari
seng aluminium.
Sutradara juga mengadirkan lemari piring, rak bumbu, dan meja makan
dengan 3 buah kursi. Properti yang dihadirkan ada kompor gas dan perlengkapan
dapur lainnya. Seperti piring, mangkok, sendok, garpu, panci, toples bumbu, sapu,
serok, dan gantungan baju. Berikut dokumentasi setting panggung monolog “
Sebelum Sarapan “ karya Eugene O’Neill terjemahan Wiwit Anggraini sutradara
Ilham Habibullah :
ii. Make-up dan kostum
Makeup yang dihadirkan sutradara yaitu makeup karakter. Bahan yang
digunakan foundation, bedak padat, blushon cokelat, eye shadow, pensil alis cokelat,
hitam, dan hair spray. Kostum yang dihadirkan sutradara yaitu longdress yang biasa
dipakai ibu rumah tangga sehari-hari. Konsep makeup dan kostum monolog “Sebelum
Sarapan” karya Eugene O’Neill, terjemahan Wiwit Anggraini sutradara Ilham
Habibullah:
iii. Musik
Monolog ‘Sebelum Sarapan” karya Eugene O’Neill terjemahan Wiwit
Anggraini sutradara Ilham habibullah menggunakan alat musik akustik, yaitu gitar,
biola, floot, jimbe, tomflor dan menggunakan satu vokal perempuan.
iv. Lighting
Konsep lighting pada proses monolog ”Sebelum Sarapan”karya Eugene
O’Neill terjemahan Wiwit Anggraini sutradara Ilham habibullah mengacu pada
penghadiran suasana pagi hari. Desain dan jatuhnya cahaya lighting monolog
“Sebelum Sarapan” karya Eugene O’neil terjemahan Wiwit Anggraini sutradara
Ilham Habibullah :
Keterengan : Untuk jenis lampu yang digunakan par 38 dan halogen 500w
: Spesial untuk pencahayaan sinar matahari di jendela
: Spesial untuk siluet pada adegan dalam kamar
Untuk lampu yang lain berfunsi sebagai pencahayaan
dan suasana yang menggambarkan pagi hari.
: Lampu warna biru untuk memberikan nuansa pagi
bening/ subuh
: Memberi nuansa cahaya matahari
: Memberi nuansa pemanis pagi hari kolabarasi dengan
lampu warna biru, suasana mencekam
: Sebagai penguat suasana pagi
: Halogen general penerangan
KESIMPULAN DAN SARAN
Teater merupakan kerja komunal, untuk menghasilkan pertunjukan berkualitas
membutuhkan kerja sama dan waktu yang cukup panjang. Pada proses monolog “Sebelum
Sarapan” karya Eugene O’Neill, terjemahan Wiwit Anggraini sutradara Ilham Habibullah
merupakan proses teater yang cukup panjang. Sutradara menggunakan satu acuan teknik
penyutradaraan Suyatna Anirun dikarenakan teknik penyutradraan ini menurut sutradara
cocok untuk bentuk pertunjukan teater konvensional. Untuk pengembangannya dilakukan
sutradra sendiri sesuai kondisi di lapangan. Pada prosesnya sutradara dibantu beberapa orang
yang masuk dalam timnya, mulai dari tim kekaryaan dan tim produksinya.
Sutradara dalam proses bersama tim mengalami banyak suka dan duka, namun
disinilah tantangan sebagai seorang sutradara diuji kesabaran bersama timnya. Salah satu
kesulitan dalam penggarapan karya ini dan menjadi tantangan berat adalah penyutradaraan
monolog yang menyutradarai satu orang aktor. Sutradara harus peka dalam memilih aktor
monolog yang memiliki kriteria aktor cerdas. Karena jika tidak maka dalam proses
penggarapan sangat sulit. Menyutradarai satu aktor berbeda dengan banyak aktor. Sutradara
harus memiliki strategi agar pada saat latihan aktor tidak merasa jenuh. Selain itu sutradara
juga harus memikirkan bagaimana aktor bisa mempertahankan alur dramatiknya yang hanya
bermain seorang diri. Aktor pada proses monolog “Sebelum Sarapan” karya Eugene O’Neill
sutradara Ilham Habibullah adalah seorang Ibu rumah tangga yang sudah memiliki suami dan
seorang anak. Sutradara harus bisa mengerti psikis dari aktor yang juga harus membagi
pikiran dengan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah., Autar, 2005, “Teater Monolog Indonesia, dan Monolog para Aktor”, Makalah
Monolog Para Aktor, Dewan Kesenian Jakarta 2005 (tidak diterbitkan)
Anirun, Suyatna. 1998. Menjadi Aktor. Bandung: STSI Bandung dan PT Rekamedia Multi
Prakarsa.
____________, 2002. MenjadiSutradara. Bandung: STSI PRESS
Dewojati, Cahyaningrum. 2012. Drama: Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta:
Javakarsa Media.
Harymawan.1993. Dramaturgi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mitter, Shomit. 2002.SistemPelatihanLakon. Yogyakarta: MSPI dan ARTI.
Poerwadarminta, WJS. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Balai Pustaka.
Prasmadji .1984. TeknikPenyutradaraan Drama Konvensional.Jakarta: BalaiPustaka.
Sahid, Nur. 2004. SemiotikaTeater. Yogyakarta: LembagaPenelitian ISI Yogyakarta.
Saptaria, El, Rikrik .2006. Akting Hand Book. Bandung: RekayasaSains.
Satoto, Soediro. 2012. Analisis Drama danTeater. Yogyakarta: PenerbitOmbak
Sitorus, D Eka.2003. The Art of Acting.Jakarta :GramediaPustaka.
Suparyanta, Anton. 2007. Berteater. Klaten: PT. Macana Jaya Cemerlang.
Yudiaryani.2002. PanggungTeaterDunia. Yogyakarta: PustakaGondhoSuli.