ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN METODE LIMIT …
Transcript of ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN METODE LIMIT …
1
ANALISIS STABILITAS LERENG DENGAN METODE LIMIT
EQUILIBRIUM MENGGUNAKAN GEOSTUDIO 2007
STUDI KASUS LERENG PENYANGGA REL KERETA
KM 45+400 CILEBUT
Murni Gusti Dayanti dan Tommy Ilyas
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
ABSTRAK
Akibat hujan deras yang terus turun selama lebih dari 3 jam, lereng penyangga rel kereta di
Cilebut, Bogor, mengalami kelongsoran. Kelongsoran menyebabkan rel kereta jalur Bogor
menuju Jakarta menggantung dan tidak dapat dilalui, empat tiang listrik rubuh, serta puluhan
rumah warga yang berada di bawahnya mengalami kerusakan. Sebagai upaya
mengidentifikasi faktor penyebab kelongsoran tersebut, dilakukan analisis kestabilan pada
lereng tersebut berdasarkan beberapa variasi pembebanan dengan melihat pengaruh rembesan
atau seepage akibat keberadaan sungai yang letaknya tidak terlalu jauh dari lereng. Analisis
seepage dilakukan dengan menggunakan metode steady-state, sementara analisis stabilitas
lereng menggunakan metode limit equilibrium. Dari hasil analisis stabilitas lereng, kondisi
sebenarnya ketika terjadi longsor yaitu saat terjadi hujan dan hanya ada beban kendaraan
memang sudah menunjukkan kondisi yang cukup kritis dengan faktor keamanan mendekati
1.000, sementara kondisi yang paling kritis berdasarkan hasil analisis adalah ketika terdapat
luapan air dari sungai akibat hujan dan terjadi gempa, serta ada kereta yang melintas di jalur
arah Jakarta dengan faktor keamanan sebesar 0.965. Kondisi yang paling kritis dari hasil
analisis tersebut kemudian menjadi acuan dalam merencanakan alternatif perkuatan lereng
dengan menggunakan soil nail dan geotextile. Kenaikan muka air tanah akibat hujan,
pembebanan di area lemah, serta adanya getaran akibat gempa merupakan beberapa hal yang
menyebabkan kondisi lereng menjadi tidak aman.
Kata kunci: stabilitas lereng, rembesan; limit equilibrium; GeoStudio 2007; lereng penyangga
rel kereta
ABSTRACT
After heavy rains fell for more than 3 hours, slope that supports railway tracks in Cilebut,
Bogor, suffered a landslide. This landslide made Bogor-to-Jakarta track to hang and cut, four
electric poles collapsed, and dozens of houses were damaged underneath. As an effort to
identify factors causing the landslide, slope stability analysis is applied to the slope with
some loading variations and considering the effect of seepage from a river near the slope.
Seepage analysis is done using steady-state method, while slope stability analysis is done
using limit equilibrium method. From the results of slope stability analysis, the actual
condition in the event of landslide occur when rain falls and there is only vehicle load already
shows considerable critical condition with a safety factor close to 1,000, while the most
critical conditions based on the results of the analysis is that when there is a surge of water
from the river due to long-duration rain, a train passing Bogor-to-Jakarta track, and an
earthquake, with a safety factor of 0.965. The most critical conditions of the analysis are then
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
2
become a reference in planning alternatives for slope reinforcement using soil nail and
geotextile. Rise in groundwater levels due to rain, loading in the weak area, and the vibrations
caused by the earthquake are several things that cause slope condition becomes unsafe.
Keywords: slope stability; seepage; limit equilibrium; GeoStudio 2007; slope supporting
railway tracks
1. Pendahuluan
Kereta Rel Listrik (KRL) yang menghubungkan Jakarta-Bogor dan Bogor-Jakarta
merupakan transportasi yang menjadi andalan masyarakat untuk berpindah dari Jakarta
menuju Bogor dan sebaliknya karena dianggap lebih efisien dari segi waktu dan biaya.
Namun, menurut catatan PT KAI Commuter Jabodetabek, jalur KRL Jakarta-Bogor
sebenarnya melalui beberapa lereng yang berpotensi mengalami longsor. Hingga pada Rabu
malam, 21 November 2012, KRL Jakarta-Bogor mengalami gangguan yang disebabkan oleh
kelongsoran yang terjadi pada lereng yang menyangga rel di sekitar KM 45+400 antara
Stasiun Bojonggede dan Stasiun Cilebut, yaitu di Kampung Babakan Sirna, Desa Cilebut
Timur, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Kelongsoran terjadi setelah turun hujan deras
dalam jangka waktu cukup lama sehingga menyebabkan Sungai Cipakancilan yang berada di
dekat rel tidak mampu menahan debit air kemudian meluap dan menggenangi rel atau bagian
atas lereng.
Peristiwa tanah longsor atau dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau
kombinasinya, memang sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan, dan sebenarnya
merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan
atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser
serta peningkatan tegangan geser tanah (Kabul Basah Suryolelono, 2002). Seringkali
gangguan atau faktor yang menyebabkan kelongsoran ini datang akibat ulah manusia, seperti
perubahan tata guna lahan, hilangnya vegetasi di sekitar lereng, penggalian, dan sebagainya.
Kemudian yang dirasakan adalah ketika memasuki musim penghujan akan terjadi
peningkatan peristiwa longsor. Oleh karena itu, sebagai upaya identifikasi untuk
meminimalkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan kelongsoran sehingga dapat diambil
tindakan yang sesuai, perlu dilakukan analisis terhadap kestabilan lereng.
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh seepage akibat Sungai Cipakancilan yang terletak tidak jauh dari
lereng dan ketika ada limpasan akibat hujan melalui analisis dengan bantuan program
GeoStudio SEEP/W?
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
3
2. Bagaimana keamanan lereng tanpa beban, ketika ada beban kendaraan, dan ketika ada
beban kereta yang melintas untuk masing-masing kondisi melalui analisis dengan
bantuan program GeoStudio SLOPE/W?
3. Bagaimana perbaikan atau perkuatan yang sesuai agar tidak terjadi kelongsoran pada
lereng tersebut?
Sedangkan tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan
masalah yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu:
1. Mengetahui pengaruh seepage akibat keberadaan Sungai Cipakancilan dan ketika ada
limpasan dari sungai akibat hujan
2. Mengetahui angka keamanan lereng tanpa beban dan angka keamanan lereng akibat
variasi kombinasi beban kendaraan dan beban kereta, kemudian mengidentifikasi faktor-
faktor penyebab kelongsoran
3. Merencanakan perbaikan atau perkuatan yang sesuai untuk lereng
Selanjutnya, dengan tujuan untuk lebih memfokuskan pada permasalahan yang
dihadapi, maka dalam penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:
1. Data properti tanah yang akan digunakan merupakan gabungan data hasil penyelidikan
lapangan dari sumber yang dapat dipercaya dan data studi parameter tanah dengan
korelasi-korelasi berdasarkan data yang ada.
2. Perhitungan analisis seepage pada lereng dilakukan dengan bantuan program GeoStudio
SEEP/W.
3. Perhitungan analisis stabilitas lereng dilakukan dengan bantuan program GeoStudio
SLOPE/W dan kondisi tekanan air pori diambil dari hasil analisis SEEP/W.
4. Perhitungan analisis stabilitas lereng hanya dilakukan pada lokasi yang dianggap kritis.
5. Perencanaan perkuatan lereng dilakukan untuk kondisi keamanan lereng yang paling
kritis.
2. Teori Pendukung
Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut tertentu
terhadap suatu bidang horizontal. Lereng berdasarkan pembentukannya dibagi menjadi dua
tipe, yaitu lereng alam dan lereng buatan. Lereng alam adalah lereng yang terbentuk karena
proses alam, misalnya lereng pada bukit. Sedangkan lereng buatan adalah lereng yang
terbentuk karena usaha manusia, baik berupa galian atau tanah yang dipotong untuk
pembuatan jalan, irigasi atau keperluan lainnya, maupun berupa timbunan yang kemudian
dipadatkan, misalnya untuk bendungan. Baik lereng alam maupun lereng buatan tidak lepas
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
4
dari potensi longsor. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis stabilitas lereng agar terhindar
dari berbagai dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya kelongsoran.
Pada umumnya, stabil atau tidaknya suatu lereng berkaitan dengan hubungan
beberapa faktor, seperti :
1. Lokasi, arah, kekuatan, dan karakteristik dari bidang tanah yang ada
2. Bentuk geometri dari lereng
3. Modulus geser relatif dari material dalam keadaan alamiah (in situ) dengan
memperhatikan waktu serta kondisi tegangan
4. Kehadiran tegangan-tegangan non-gravitasi, misalnya gaya-gaya hidrostatik dan
rembesan, gaya-gaya dinamik seperti gempa tektonik, gempa vulkanik, maupun
getaran akibat lalu lintas, dan lain-lain.
Gerakan tanah merupakan proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah
tegak, mendatar atau miring terhadap kedudukan semula karena pengaruh air, gravitasi, dan
beban luar. Proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring ini biasa disebut
dengan kelongsoran. Berdasarkan pola pergerakannya, kelongsoran dibagi menjadi beberapa
jenis, yaitu:
a. Kelongsoran Translasi (Translational Slip)
Kelongsoran translasi merupakan kelongsoran di mana bidang gelincirnya berbentuk
bidang datar. Kelongsoran ini terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi adanya
kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan, kelongsoran translasi
cenderung terjadi bila lapisan tanah yang berbatasan terletak pada kedalaman yang
relatif dangkal dibawah perrnukaan lereng, dimana, bidang gelincirnya akan berbentuk
bidang yang hampir sejajar dengan kemiringan lereng.
Gambar 1. Kelongsoran Translasi
b. Kelongsoran Rotasi (Rotational Slip)
Kelongsoran rotasi merupakan kelongsoran yang bentuk permukaan runtuh pada
potongannya dapat berupa busur lingkaran (circular arc) atau kurva bukan lingkaran.
Pada umumnya, kelongsoran lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
5
homogen dan kelongsoran bukan lingkaran berhubungan dengan kondisi tanah yang
tidak homogen
Gambar 2. Kelongsoran Rotasi
c. Kelongsoran Gabungan (Compound Slip)
Kelongsoran gabungan terjadi bila bentuk permukaan runtuh dipengaruhi oleh adanya
kekuatan geser yang berbeda pada lapisan tanah yang berbatasan. Kelongsoran
gabungan biasanya terjadi bila pada lapisan tanah pada kedalaman yang lebih besar,
dan permukaan runtuhnya terdiri dari bagian-bagian lengkung dan bidang.
Gambar 3. Kelongsoran Gabungan
Analisis stabilitas lereng meliputi konsep kemantapan lereng yaitu penerapan
pengetahuan mengenai kekuatan geser tanah. Keruntuhan geser pada tanah dapat terjadi
akibat gerak relatif antar butirnya. Karena itu kekuatannya tergantung pada gaya yang bekerja
antar butirnya, sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan geser terdiri atas :
a. Bagian yang bersifat kohesif, tergantung pada macam tanah dan ikatan butirnya.
b. Bagian yang bersifat gesekan, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja
pada bidang geser.
Kestabilan suatu lereng tergantung kepada gaya penggerak dan gaya penahan yang
ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang dapat membuat lereng
longsor, sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya yang mempertahankan kestabilan lereng
tersebut. Kestabilan lereng biasa dinyatakan dalam bentuk faktor keamanan (SF), yang
merupakan perbandingan antara gaya penahan dengan gaya penggerak longsoran.
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
6
Di mana untuk keadaan-keadaan:
SF > 1.0 lereng dianggap stabil
SF = 1.0 lereng dalam keadaan seimbang
SF < 1.0 lereng dianggap tidak stabil atau akan longsor
3. Metode Penelitian
3.1. Alur Penelitian
Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data teknis dari lereng yang akan ditinjau,
yaitu lereng penyangga rel kereta yang berada di Kampung Babakan Sari, Desa Cilebut
Timur, Sukaraja, Bogor. Data teknis meliputi geometri lereng, parameter tanah, dan beban
yang bekerja pada lereng. Dalam penelitian ini, data teknis merupakan gabungan data hasil
penyelidikan lapangan dari sumber yang dapat dipercaya, data studi parameter tanah, dan
hasil pengamatan langsung. Sementara untuk data lain yang tidak diketahui akan dilakukan
asumsi yang sesuai.
Setelah data teknis yang akan menjadi input terkumpul, penelitian dilanjutkan
dengan melakukan analisis seepage pengaruh keberadaan sungai di dekat lereng. Analisis
seepage dilakukan dengan bantuan program GeoStudio SEEP/W. Analisis seepage ini
dilakukan untuk dua kondisi, yaitu pengaruh sungai saja dan pengaruh ketika sungai penuh
akibat hujan dan terdapat run off yang diwakili dengan laju infiltrasi yang nilainya
bergantung selain pada kondisi tanah juga pada kapasitas hujan yang terjadi.
Kemudian dilakukan analisis kestabilan lereng menggunakan program GeoStudio
SLOPE/W dengan kondisi tekanan air pori yang diambil dari hasil analisis SEEP/W. Analisis
kestabilan lereng dilakukan terhadap beberapa variasi pembebanan, yaitu kondisi lereng
tanpa beban, dengan beban kendaraan, dengan beban kendaraan dan beban kereta di satu
jalur, dan dengan beban kendaraan serta beban kereta yang melintas di dua jalur di atas
lereng. Pembebanan juga dilakukan untuk variasi tanpa beban gempa dan dengan beban
gempa. Dari input tersebut kemudian dilihat kondisi manakah yang dapat menyebabkan
kelongsoran lereng atau kondisi yang menghasilkan SF < 1.0 dan menganalisis faktor-faktor
penyebabnya.
Selanjutnya adalah merencakan perkuatan lereng. Perkuatan lereng didasarkan pada
hal yang menyebabkan kelongsoran lereng, sehingga perkuatan yang diaplikasikan sesuai
dengan kondisi lereng. Setelah menentukan rencana perkuatan, maka dilakukan lagi analisis
terhadap kestabilan lereng dengan memperhitungkan perkuatan tersebut. Apabila hasil
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
7
analisis yang didapat menunjukkan SF < 1.0, maka dipilih rencana perkuatan lain yang
memenuhi dan dianalisis ulang. Kemungkinan hasil lain yang akan didapat adalah SF ≥ 1.0.
Apabila hasil analisis menunjukkan SF ≥ 1.0, maka dianggap perkuatan lereng yang
diaplikasikan sudah sesuai.
3.2. Data Teknis
3.2.1 Idealisasi Geometri
Lereng yang akan dianalisis terletak di antara Stasiun Bojonggede dan Stasiun
Cilebut. Data mengenai geometri lereng diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya dalam
bentuk gambar potongan lereng. Uji sondir dilakukan sebanyak dua titik, yaitu titik SR1 di
bagian tengah longsoran dan titik SR2 di bagian kaki longsoran (Lampiran A.1 dan A.2).
Dari hasil uji sondir di titik SR1 diperoleh kedalaman tanah keras berada pada -11.60 meter
dan di titik SR2 kedalaman tanah keras berada pada -14.20 meter.
Berdasarkan data potongan lereng tersebut ditambah dengan hasil pengamatan
langsung, maka geometri lereng digambarkan dengan tinggi 12 m dan kemiringan 38,7°
terhadap sumbu horizontal. Sementara untuk jenis lapisan tanahnya, diambil dari data hasil
uji sondir yang telah diperoleh dengan melihat korelasi antara nilai tekanan konus (qc) dan
hambatan pelekat (fs) terhadap jenis tanah (Tabel 2.1). Namun, karena uji sondir hanya
dilakukan di dua titik, yaitu bagian tengah dan kaki lereng, maka lapisan tanah pada bagian
atas lereng diestimasi berdasarkan lapisan tanah di tengah dan kaki lereng. Selain itu, untuk
mempermudah pemodelan permukaan lereng juga dibuat merata. Sketsa geometri beserta
lapisan tanah lereng yang menjadi dasar untuk input geometri lereng, baik untuk analisis
dengan SEEP/W, maupun dengan SLOPE/W dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5. Idealisasi Geometri Lereng
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
8
3.2.2 Penentuan Parameter Tanah
Data parameter tanah didapatkan dari hasil penyeledikan lapangan dan laboratorium
serta studi parameter tanah berdasarkan literatur yang ada. Studi parameter dengan korelasi-
korelasi data tanah dilakukan untuk melengkapi parameter tanah lain yang dibutuhkan dalam
analisis, karena data hasil penyelidikan tanah sangat terbatas. Data parameter tanah ini
nantinya akan digunakan sebagai input pada program GeoStudio 2007. Parameter tanah
memegang peranan yang sangat penting dalam memodelkan lereng, karena ketidaksesuaian
nilai parameter tanah akan mempengaruhi hasil akhir analisis. Oleh karena itu, penentuan
nilai parameter tanah harus dilakukan dengan teliti.
Karena terdapat dua jenis analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, maka
parameter yang digunakan juga berbeda. Untuk analisis seepage dengan SEEP/W parameter
yang diperlukan adalah hydraulic conductivity atau konduktivitas hidrolik. Konduktivitas
hidrolik adalah suatu nilai yang menunjukkan permeabilitas tanah yaitu kemampuan tanah
untuk mengalirkan air. Pada prinsipnya, semakin sulit suatu material untuk meloloskan air,
maka semakin kecil nilai konduktivitas hidroliknya. Besar nilai konduktivitas hidrolik untuk
setiap lapisan diambil dengan mengacu pada literatur yang dapat dilihat di tabel berikut.
Tabel 1. Nilai Hydraulic Conductivity Untuk Material Sedimen Tak Terkonsolidasi
Berdasarkan tabel tersebut, nilai konduktivitas hidrolik masing-masing lapisan yang
digunakan dalam analisis seepage model adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Nilai Konduktivitas Hidrolik Untuk Analisis
Lapisan Tanah Konduktivitas Hidrolik
Lempung Kelanauan Lunak 2.5x10-5 m/sec
Lempung Kelanauan Padat 7.2x10-6 m/sec
Lempung Kelanauan Sangat Padat 5.8x10-7 m/sec
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
9
Kemudian untuk mensimulisasikan turunnya hujan, dibuat juga kondisi batas unit
flux (q) yaitu dengan memasukkan laju infiltrasi tanah sehingga seolah-olah terdapat run off
di permukaan lereng. Laju infiltrasi adalah kecepatan infiltrasi yang nilainya tergantung pada
kondisi tanah dan kapasitas hujan. Dalam pemodelan ini, laju infiltrasi tanah yang dipakai
tergolong kecil, yaitu sebesar 0.2 mm/menit atau sekitar 3×10-6
m/sec dengan asumsi
intensitas hujan yang turun cukup tinggi, terdapat genangan dari sungai yang meluap, dan
permukaan lereng banyak yang tertutup, baik oleh perkerasan, ballast kereta, maupun
tanaman. Hal-hal tersebut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi laju infiltrasi.
Untuk analisis Dalam menganalisis kestabilan lereng dengan menggunakan Limit
Equilibrium Method pada SLOPE/W ini, parameter tanah yang diperlukan sebagai input
antara lain, berat jenis, kohesi dan sudut geser. Parameter tanah untuk lapisan teratas diambil
dari uji laboratorium sampel tanah terganggu dan untuk lapisan tanah lainnya diambil dari
studi parameter dengan pendekatan berdasarkan hasil uji sondir serta beberapa uji yang telah
dilakukan terhadap nilai parameter untuk tanah di Pulau Jawa (Wesley, L. D. 2010).
3.2.3 Perhitungan Pembebanan
Beban yang bekerja pada lereng terdiri dari beban kendaraan (termasuk beban
perkerasan) dan beban kereta.
a. Beban Perkerasan dan Beban Kendaraan
Perkerasan yang digunakan untuk jalan selebar 6 m yang ada di dekat lereng adalah
jenis perkerasan lentur, oleh karena itu perhitungan beban perkerasan dan beban kendaraan
mengacu pada Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode Analisa
Komponen SKBI-2.3.26.1987. Estimasi komposisi lapisan perkerasan lentur pada jalan
tersebut adalah asbuton 5 cm, batu pecah 20 cm, dan sirtu 10 cm.
Gambar 6. Komposisi Lapisan Perkerasan Lentur
Perhitungan beban perkerasan menggunakan berat jenis material yang diambil dari
Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (PPPURG) 1987.
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
10
Tabel 3. Perhitungan Beban Perkerasan
Jenis Lapisan Tebal
(m)
Berat Jenis
(kg/m3)
Beban
(kN/m)
Aspal 0.05 2200 6.60
Batu Pecah 0.2 1450 17.40
Sirtu 0.1 1800 10.80
34.80
Untuk beban kendaraan, karena jalan merupakan jalan yang hanya dilalui kendaraan
ringan dengan berat < 5 ton, maka beban terpusat kendaraan yang dipakai adalah 5 ton.
Beban 5 ton ini kemudian diubah menjadi beban terbagi merata sepanjang lebar jalan.
Sehingga total beban perkerasan dan beban kendaraan yang diterima oleh lereng
adalah .
b. Beban Kereta
Beban kereta yang digunakan adalah beban kereta yang diambil dari pembebanan
Rencana Muatan Kereta 1921. Beban adalah muatan bergerak yang dianggap suatu susunan
kereta api terdiri dari dua lokomotif pakai tender (gerbong) seperti berikut.
Gambar 7. Muatan Gerak Kereta 2 Lokomotif Pakai Tender
Beban kemudian dimasukkan sebagai beban garis dengan rincian sebagai berikut: 12
ton/2 = 6 ton untuk setiap roda gandar. Karena jarak antar as roda kereta adalah 1.2 m, maka
besar beban garis menjadi 6/1.2 = 5 ton/m.
c. Penentuan Percepatan Gempa
Percepatan gempa yang digunakan mengacu pada SNI 03-1726-2010 mengenai Tata
Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung.
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
11
Gambar 8. Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (S) untuk probabilitas terlampaui
10% dalam 50 tahun
Berdasarkan peta wilayah gempa pada SNI 03-1726-2010 untuk periode ulang 50
tahun, longsor yang terjadi di Cilebut ini masuk ke dalam area hijau muda atatu wilayah
gempa dengan nilai PGA 0.2-0.25g. Penulis memutuskan mengambil nilai PGA 0.2g dengan
pertimbangan wilayah terjadinya longsor tidak termasuk tempat yang rawan terjadi gempa.
Sedangkan untuk nilai faktor amplifikasi yang digunakan diambil berdasarkan
klasifikasi site dari tabel di bawah ini.
Tabel 4. Faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) (ASCE 7-10)
Berdasarkan peta wilayah gempa dan tabel peta percepatan puncak gravitasi
tersebut, maka besar beban gempa yang dimasukkan sebagai input adalah .
4. Analisis dan Pembahasan
Pemodelan kasus dilakukan dengan menggunakan program GeoStudio 2007 pada
dua kondisi, yaitu kondisi lereng akibat pengaruh seepage dari sungai dan kondisi lereng
akibat pengaruh seepage dari sungai disertai adanya hujan. Hal ini dilakukan karena longsor
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
12
pada lereng penyangga rel kereta di Cilebut ini terjadi pada saat turun hujan. Dari kedua
kondisi tersebut selanjutnya masing-masing akan dilakukan variasi pembebanan termasuk
beban gempa. Secara garis besar pemodelan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Analisis seepage pengaruh adanya Sungai Cipakancilan di dekat lereng
Kondisi lereng tanpa beban (dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan saja (dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan dan kereta pada jalur Bogor saja
(dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan dan kereta pada jalur Jakarta saja
(dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan dan kereta pada kedua jalurnya
(dengan dan tanpa gempa)
b. Analisis seepage pengaruh adanya Sungai Cipakancilan di dekat lereng dan turun hujan
Kondisi lereng tanpa beban (dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan saja (dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan dan kereta pada jalur Bogor saja
(dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan dan kereta pada jalur Jakarta saja
(dengan dan tanpa gempa)
Kondisi ketika lereng dibebani oleh kendaraan dan kereta pada kedua jalurnya
(dengan dan tanpa gempa)
Dari beberapa kondisi tersebut akan dilihat kondisi yang paling kritis dilihat dari
besaran safety factor, untuk selanjutnya menjadi acuan dalam merencanakan perbaikan
lereng.
Tahapan pemodelan dimulai dengan memilih metode analisis yang digunakan.
Untuk analisis seepage akibat sungai dan hujan pada lereng, digunakan metode analisis
steady-state, artinya kondisi sampel diasumsikan dalam keadaan steady atau tidak berubah.
Sedangkan untuk analisis stabilitas lereng akibat beban, metode analisis yang dipilih adalah
Bishop, Ordinary, Janbu, dan Morgenstern-Price dengan kondisi pore-water pressure yang
diambil dari hasil analisis SEEP/W. Setelah itu, geometri lereng digambar dengan membuat
point-point yang dihubungkan menjadi region-region hingga membentuk satu kesatuan yang
memodelkan lereng sebenarnya dan parameter masing-masing lapisan diinput sesuai yang
tertera pada data teknis.
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
13
Gambar 9. Memodelkan Lereng
Jika parameter yang diinput sudah sesuai dengan lapisan, untuk analisis seepage
tahap berikutnya adalah memodelkan kondisi hujan untuk analisis SEEP/W. Walaupun
disebut sebagai pemodelan dalam kondisi hujan, namun sebenarnya tidak ada opsi untuk
menambahkan hujan dalam program SEEP/W. Hujan digambarkan dengan dimasukkannya
kondisi batas tipe unit flux berupa laju infiltrasi yang nilainya dipengaruhi oleh keberadaan
dan intensitas hujan serta adanya limpasan/luapan air. Besar laju infiltrasi dalam pemodelan
ini ditetapkan sebesar 0.2 mm/menit atau 3×10-6
m/sec. Setelah itu dapat dilihat hasil analisis
seepage yang digunakan untuk analisis stabilitas lereng dengan SLOPE/W.
Gambar 10. Memasukkan Laju Infiltrasi
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
14
Sedangkan untuk analisis stabilitas lereng, tahap setelah memasukkan parameter
tanah adalah memasukkan beban sesuai dengan besar dan letak pembebanan masing-masing,
yaitu beban kendaraan dan perkerasan sebesar 51.47 kN/m serta beban kereta sebesar 50
kN/m. Beban diberikan sesuai variasi yang sudah disebutkan di atas. Untuk variasi beban
dengan tambahan gempa, koefisien percepatan gempa sebesar 0.28 yang sudah ditentukan
sebelumnya dimasukkan sebagai koefisien gempa horizontal pada menu seismic load.
Gambar 11. Memasukkan Beban
Untuk menjalankan analisis stabilitas lereng dengan SLOPE/W langkah terakhir
yang perlu dilakukan adalah menggambarkan bidang longsor yang dalam penelitian ini
menggunakan metode Grid and Radius.
Hasil dari analisis SEEP/W adalah aliran air dan rembesan serta muka air tanah pada
lereng, sementara hasil dari analisis SLOPE/W adalah faktor keamanan serta bidang longsor
lereng, seperti yang dapat dilihat pada gambar dari contoh analisis berikut ini.
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
15
(a)
(b)
Gambar 12. Hasil Analisis (a) SEEP/W (b) SLOPE/W
Jika sudah dilakukan pemodelan untuk semua kondisi dan variasi pembebanan,
maka hasil analisis dapat dirangkum seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 5. Rangkuman Hasil Analisis Stabilitas Lereng
Kondisi
Faktor Keamanan
Tanpa
Gempa Gempa
Seepage Akibat Sungai Cipakancilan
Lereng Tanpa Beban 1.505 1.002
Lereng Akibat Beban Kendaraan 1.507 1.004
Lereng Akibat Beban Kendaraan dan Kereta Jalur Bogor 1.430 0.961
Lereng Akibat Beban Kendaraan dan Kereta Jalur Jakarta 1.324 0.939
Lereng Akibat Beban Kendaraan dan Kereta Pada Kedua Jalur 1.307 0.937
Seepage Akibat Sungai Cipakancilan dan Hujan
Lereng Tanpa Beban 1.316 0.861
Lereng Akibat Beban Kendaraan 1.315 0.861
Lereng Akibat Beban Kendaraan dan Kereta Jalur Bogor 1.243 0.827
Lereng Akibat Beban Kendaraan dan Kereta Jalur Jakarta 1.155 0.802
Lereng Akibat Beban Kendaraan dan Kereta Pada Kedua Jalur 1.155 0.802
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
16
Berdasarkan nilai faktor keamanan dari hasil analisis tersebut, maka faktor penyebab
atau pemicu utama terjadinya longsor, antara lain:
c. Kenaikan muka air tanah akibat terjadi hujan, terutama bila dengan intensitas yang
besar dan dalam jangka waktu yang cukup lama
d. Rembesan dari sungai serta limpasan air yang sempat menggenangi bagian atas lereng
dalam waktu beberapa lama mengisi rongga antar butir dalam tanah dan meningkatkan
bobot massa tanah hingga akhirnya memicu gerakan tanah
e. Adanya getaran akan sangat membahayakan lereng, karena berdasarkan hasil analisis
lereng tidak aman ketika terjadi gempa
f. Beban kereta jalur Jakarta yang letaknya dekat dengan titik lemah lereng
Meskipun lereng penyangga rel kereta di Cilebut ini longsor pada saat terjadi hujan
dan tidak ada kereta, namun dari hasil analisis dengan SLOPE/W kondisi lereng paling kritis
yaitu ketika lereng dibebani oleh beban kendaraan dan beban kereta pada jalur Jakarta saat
turun hujan dengan intensitas tinggi dan terjadi gempa. Maka, kondisi inilah yang akan
menjadi acuan dalam merencanakan perbaikan lereng.
5. Perkuatan Lereng
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, perkuatan lereng akan mengacu pada
kondisi yang paling kritis berdasarkan hasil analisis kestabilan lereng, yaitu kondisi ketika
lereng dibebani oleh beban kendaraan dan beban kereta di jalur menuju Jakarta pada saat
turun hujan dengan intensitas tinggi dan terjadi gempa. Pada kondisi tersebut, diketahui
faktor keamanan lereng berada di bawah 1.0 yang menunjukkan bahwa lereng tidak aman.
Perkuatan lereng yang direncanakan untuk lereng Cilebut ini terdiri dari:
1. Perkuatan dengan menggunakan soil nail
2. Perkuatan dengan menggunakan geotextile
Namun tetap kedua alternatif perkuatan lereng ini juga memerlukan perencanaan drainase
yang baik di samping itu, karena masalah utama sebenarnya berasal dari limpasan air sungai
ketika hujan yang tidak mampu dialirkan dengan baik.
Perhitungan desain perkuatan dengan soil nail dilakukan dengan metode yang
diberikan Clouterre, 1991. Dalam perencanaan perkuatan ini, lereng diubah geometrinya
sehingga sudut lereng menjadi vertikal agar soil nail dapat bekerja secara optimal. Meski
terjadi perubahan geometri, diasumsikan parameter tanah tetap sama seolah-olah lereng
ditimbun dengan tanah dari potongan geometri tersebut. Perhitungan desain soil nail
dilakukan dengan metode yang diberikan Clouterre, 1991. Dengan menggunakan nail dengan
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
17
Fy=320 Mpa dan rasio L/H=0.6, maka hasil perhitungan desain yang diperoleh adalah soil
nail dengan spacing vertical (Sv) sebesar 1.5 meter, spacing horizontal (Sh) sebesar 1.5 meter,
diameter borehole sebesar 100 mm, dan diameter nail sebesar 32 mm, serta sudut inklinasi
nail 20o.
Gambar 13. Sketsa Pemasangan Soil Nail Pada Lereng
Perhitungan desain perkuatan dengan geotextile menggunakan geotextile jenis high-
strength woven geosynthetics yang terbuat dari serat polyester dengan kekuatan tarik sebesar
100 kN/m menghasilkan desain sebagai berikut.
Tabel 6. Panjang Geotextile Per Lapisan
No.
Lapisan
Z
(m)
Sv
(m)
Le
(m)
Le min.
(m)
Lr
(m)
Lo
(m)
Ltotal
(m)
Lpakai
(m)
1 1 1 0.576 1.00 4.50 0.288 6.788 7
2 2 1 0.606 1.00 5.50 0.303 7.803 8
3 3 1 0.627 1.00 6.40 0.313 8.713 9
4 4 1 0.643 1.00 7.00 0.321 9.321 10
5 5 1 0.655 1.00 7.25 0.327 9.577 10
6 6 1 0.665 1.00 7.50 0.332 9.832 10
7 6.5 0.5 0.334 1.00 7.60 0.167 9.267 10
8 7 0.5 0.336 1.00 7.75 0.168 9.418 10
9 7.5 0.5 0.338 1.00 7.70 0.169 9.369 10
10 8 0.5 0.340 1.00 7.70 0.170 9.370 10
11 8.5 0.5 0.341 1.00 7.60 0.171 9.271 10
12 9 0.5 0.342 1.00 7.40 0.171 9.071 9
13 9.5 0.5 0.344 1.00 7.00 0.172 8.672 9
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
18
14 10 0.5 0.345 1.00 6.80 0.172 8.472 9
15 10.5 0.5 0.346 1.00 6.40 0.173 8.073 9
16 11 0.5 0.347 1.00 6.00 0.173 7.673 8
17 11.5 0.5 0.348 1.00 6.00 0.174 7.674 8
18 12 0.5 0.349 1.00 5.50 0.174 7.174 8
Dengan sketsa pemasangan sebagai berikut.
Gambar 14. Sketsa Pemasangan Geotextile Pada Lereng
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap lereng dapat disimpulkan
beberapa hal, antara lain:
1. Ketika terjadi hujan atau banjir, muka air tanah akan naik. Kenaikan muka air tanah akan
menurunkan faktor keamanan.
2. Lereng akan menjadi sangat mengkhawatirkan ketika terjadi gempa. Bahkan ketika turun
hujan dan terjadi gempa lereng akan menjadi tidak aman untuk dilalui kereta.
3. Pembebanan yang paling membahayakan adalah ketika kereta jalur jakarta melintas
karena letaknya yang berada di area lemah lereng.
4. Perkuatan lereng dengan memasang soil nail atau geotextile dapat menjadi pilihan untuk
mengatasi kelongsoran.
7. Saran
Karena sampai sejauh ini perkuatan lereng yang sudah dilakukan cenderung bersifat
jangka pendek, maka penulis menyarankan untuk merencanakan perkuatan lereng untuk
jangka panjang agar peristiwa longsor tidak kembali terjadi pada lereng penyangga rel kereta
di Cilebut ini. Kelongsoran pada lereng penyangga kereta akan merugikan banyak pihak
karena transportasi kereta akan terganggu, padahal pengguna kereta saat ini semakin
meningkat. Sebagai alternatif pilihan, rencana perkuatan lereng yang ada dalam skripsi ini
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
19
juga bisa digunakan. Selain itu perlu juga dihitung rancangan anggaran biaya untuk masing-
masing perkuatan agar bisa dipilih alternatif yang paling feasible dari segi teknis dan
ekonomi.
Daftar Pustaka
Ali, Muhammad. (2012, 21 November). Longsor Cilebut, Perjalanan KRL Terhambat.
Liputan6 Online.
<http://news.liputan6.com/read/457106/longsor-cilebut-perjalanan-krl-
terhambat>
Arief, Saifuddin. 2008. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Irisan. Sulawesi Selatan.
AS, Hartono. 2012. Lokomotif & Kereta Rel Diesel di Indonesia. Bandung: Ilalang Sakti
Komunikasi.
Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Rekayasa Penanganan Keruntuhan
Lereng Pada Tanah Residual dan Batuan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Budhu, Muni. (2011). Soil Mechanics and Foundations (3rd
ed.). United States.
Craig, R.F. (1991). Soil Mechanics (4th
ed.). (Budi Susilo, Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Das, Braja M. 1985. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknik) Jilid 1 & 2.
Jakarta: Erlangga.
Duncan, J.M., dan Wright S.G. 2005. Soil Strenght and Slope Stability. New Jersey.
Lee, Anthony. (2012, November 21). Longsor Cilebut-Bojonggede Belum Dapat Diatasi.
Kompas Online.
<http://megapolitan.kompas.com/read/2012/11/21/23033919/Longsor.Cilebut-
Bojong.Gede.Belum.Dapat.Diatasi>
Subarkah, Iman. 1981. Jalan Kereta Api. Bandung: Idea Dharma.
Terzaghi, K, dan Peck, R.B. 1993. Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa Terjemahan),
Jilid 1, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Utama, Bayu Dananjaya. 2010. Analisis Stabilitas Lereng Dengan Metode Equilibrium Studi
Kasus Lereng Cipularang. Depok: Departemen Teknik Sipil Universitas
Indonesia.
Virdhani, Marieska Harya. (2012, November 22). PT KAI: Jalur Longsor Cilebut Memang
Titik Rawan. Okezone News.
<http://jakarta.okezone.com/read/2012/11/22/501/721769/pt-kai-jalur-longsor-
cilebut-memang-titik-rawan>
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013
20
Vanicek, Ivan, dan Martin Vanicek. 2008. Earth Structures: In Transport, Water, and
Environtmental Engineering. Springer.
Wesley, Laurence D. 2012. Mekanika Tanah Untuk Tanah Endapan & Residu. Jakarta:
ANDI.
Analisis stabilitas..., Murni Gusti Dayanti, FT UI, 2013