ANALISIS SOSIOLOGI KARYA SASTRA TERHADAP NOVEL...
Transcript of ANALISIS SOSIOLOGI KARYA SASTRA TERHADAP NOVEL...
i
ANALISIS SOSIOLOGI KARYA SASTRA TERHADAP
NOVEL SUTI KARANGAN SAPARDI DJOKO DAMONO
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Trining Tyas
NIM: 131224023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
LET IT HAPPEN TO ME AS YOU HAVE SAID
(MOTHER MARY)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
Kedua orang tua saya Bapak Maryadi dan Ibu Maria Magdalena Tuyati
yang selalu memberi kasih sayang, dukungan, dan doa dalam
menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Tyas, Trining. 2018. Analisis Sosiologi Karya Sastra terhadap Novel Suti
Karangan Sapardi Djoko Damono: Kajian Sosiologi Sastra. Skripsi.
Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Interaksi sosial merupakan bagian utama dalam kehidupan manusia. Pada
kehidupan sehari-hari, setiap manusia melakukan proses interaksi secara
berkelanjutan. Seperti halnya yang terdapat pada sebuah cerita dalam karya sastra,
terdapat berbagai macam pola interaksi sosial yang terjalin antartokoh. Proses
tersebut terjadi pada berbagai ranah, baik itu dalam ranah teman, keluarga maupun
masyarakat. Dalam interaksi tersebut menghasilkan berbagai macam pola
perilaku sosial.
Penelitian sosiologi karya sastra ini membahasa interaksi sosial
antartokoh dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Untuk dapat
memahami pola interaksi yang terjadi antar tokoh, peneliti menganalisis
menggunakan kajian instrinsik dan sosisologi karya sastra. Metode yang
digunakan adalah analisis deskriptif, untuk mendiskripsikan fakta yang ditemukan
dalam novel, untuk kemudian dianalis agar dapat memahami macam-macam
proses interaksi antartokoh.
Dari hasil analisis dokumen menggunakan analisis deskriptif, kajian
instrinsik, dan kajian sosiologi sastra, peneliti dapat menyimpulkan bahwa novel
Suti karya Sapardi Djoko Damono, memaparkan pola interaki sosial yang terjalin
antartokoh. Interaksi sosial tersebut tidak hanya dialami pada Suti sebagai tokoh
utama, tetapi juga tokoh yang lain. Pola interaksi sosial yang ditemukan dalam
novel Suti terdiri atas kerja sama, persaingan, dan pertikaian.
Kata kunci: instrinsik, sosiologi karya sastra, interaksi sosial, novel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Tyas, Trining. 2018. Analysis of Sociology of Literary Works on
Suti, a Novel by Sapardi Djoko Damono: Sociology Literature Review.
Thesis. Yogyakarta:Indonesia Language Literary Education Study
Program, Department of Language Education and Arts, Faculty of
Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.
Social interaction is a major part of human life. In everyday life, every
human interaction process in a sustainable manner. The process occurs in various
scope of life, whether in the scope of friends, family and society. In such
interaction produces various social behavior patterns.
This study discusses the social interaction among characters in Suti novel
by Sapardi Djoko Damono. To be able to understand the patterns of interaction
that occur between the characters, researcher analyzed using the study of
intrinsic and sociology literary works. The method used was descriptive analysis
that was to describe facts found in the novel, then to analyze in order to
understand the various processes of interaction between characters.
From the result of document analysis using descriptive analysis, intrinsic
study, and sociology literature study, the researcher concluded that Suti novel by
Sapardi Djoko Damono exposes the interaction pattern of social interaction
among characters. Social interaction was not only experienced by Suti as the
main character, but also other figures. The pattern of social interaction found in
Suti novel consisted of cooperation, competition, and contention.
Keywords: intrinsic, sociology of literary works, social interactions, novels.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
rahmat yang telah dilimpahkan atas diri penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna
dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas arahan, bantuan serta
bimbingan dan juga dorongan dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik
secara langsung maupun tidak lansung dalam penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis mengungkapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai
berikut.
1. Dr. Yohanes Harsoyo. S.Pd., M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas
Sanata Dharma.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan
untuk penyelesaian skripsi ini.
3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan
sabar telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengetahuan,
dan nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Septina Krismawati, S.S., M.A. selaku pembimbing II yang dengan sabar
telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengetahuan, dan
nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
5. Segenap dosen Program Studi Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata
Dharma yang telah mendidik dan memotivasi penulis dalam mendalami
ilmu bahasa dan sastra Indonesia sebagai dalam dunia pendidikan.
6. Kedua orang tua penulis Maryadi dan Maria Magdalena Tuyati yang selalu
memberi kasih sayang, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Kedua kakak penulis Emerita Setyowati dan Damian Agung Priaji yang
selalu memberi motivasi, kasih sayang, dan doa dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8. Sahabat seperjuangan “kimi squad” Yona Fransiska, Dwi Agustine, dan
Eti Karismie yang selalu memberi semangat, kasih sayang, dan doa dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat setia Pitra, Eko, Dubil dan Prima dan yang selalu memberi
semangat, kasih sayang, dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan PBSI angakatan 2013 khususnya kelas
A yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iii
HALAMAN MOTTO ........................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................... vii
ABSTRAK ............................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ........................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 5
1.5 Batasan Istilah ......................................................................... 6
1.6 Sistematika Penyajian .............................................................. 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Relevan ................................................................ 8
2.2 Kajian Teori .......................................................................... 10
2.2.1 Unsur Instrisik Novel ................................................ 11
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan ................................... 12
2.2.1.1.1 Tokoh Utama ................................... 13
2.2.1.1.2 Tokoh Tambahan ............................. 14
2.2.1.2 Alur ............................................................... 15
2.2.1.2.1 Paparan ............................................ 16
2.2.1.2.2 Rangsangan ...................................... 17
2.2.1.2.3 Gawatan ............................................ 17
2.2.1.2.4 Tikaian ............................................. 17
2.2.1.2.5 Rumitan ........................................... 18
2.2.1.2.6 Klimaks ........................................... 18
2.2.1.2.7 Leraian ............................................. 18
2.2.1.2.8 Selesaian .......................................... 18
2.2.1.3 Latar ............................................................... 19
2.2.1.3.1 Latar Tempat ................................... 20
2.2.1.3.2 Latar Waktu ..................................... 20
2.2.1.3.3 Latar Sosial- Budaya ....................... 20
2.2.1.4 Tema ............................................................. 21
2.2.1.5 Amanat .......................................................... 22
2.2.2 Pendekatan Sosiologi Sastra ...................................... 23
2.2.3 Kajian Interaksi Sosial ............................................... 26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
2.2.3.1 Kerja sama (Cooperation) ………...................... 27
2.2.3.2 Persaingan (Competition).................................... 28
2.2.3.3 Konflik (Conflict) ............................................... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................... 30
3.2 Sumber Data .......................................................................... 31
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................... 32
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................ 32
3.5 Teknik Analisis Data ............................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4. 1 Kajian Unsur Intrinsik Novel Suti ........................................ 35
4.1.1 Tokoh dan Penokohan .................................. 33
4.1.1.1 Tokoh Utama ………………………. 35
4.1.1.2 Tokoh Tambahan ………………….. 38
4.1.2 Alur ……………………………………….. 47
4.1.2.1 Paparan …………………………… 47
4.1.2.2 Rangsangan ………………………… 48
4.1.2.3 Gawatan …………………………… 49
4.1.2.4 Tikaian …………………………… 50
4.1.2.5 Rumitan …………………………… 50
4.1.2.6 Klimaks …………………………… 52
4.1.2.7 Leraian ……………………………. 52
4.1.2.8 Selesaian …………………………… 53
4.1.3 Tema ...............................................……….. 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
4.1.4 Latar ............................................................... 58
4.1.4.1 Latar Tempat………………………… 58
4.1.4.2 Latar Waktu…………………………. 63
4.1.4.3 Latar Sosial-Budaya………………... 66
4.1.5 Amanat ……………………………………... 68
4.2 Kajian Interaksi Sosial- Sosiologi ........................................... 70
4.2.1 Kerja Sama (Cooperation) ............................ . 71
4.2.2 Persaingan (Competition)............................... .. 75
4.2.3 Konflik (Conflict) ............................................ 78
BAB V PENUTUP
5. 1 Simpulan .................................................................................. 83
5. 2 Saran ........................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... .. 85
LAMPIRAN
1. Sinopsis Novel Suti karangan Sapardi Djoko Damono......... 87
2. Triangulasi Penelitian ……………………………………… 89
3. Biodata Penulis ...................................................................... 111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan salah satu bagian dari kebudayaan. Hal ini ditandai
dengan cara seseorang maupun kelompok masyarakat menggunakan bahasa serta
pola pikir yang akhirnya membentuk suatu keyakinan yang dijadikan pedoman
hidup secara turun temurun, untuk kemudian direfleksikan pada sebuah karya
sastra. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Wellek dan
Werren (2016: 21) yang mendefinisikan sastra sebagai karya imajinatif yang
bermediakan bahasa dan mempunyai nilai-nilai moral yang tinggi. Nilai tersebut
yang menjadi unsur pembentuk dari tanggapan refleksi realitas sosial kehidupan
bermasyarakat.
Karya sastra merupakan cermin sosial yang ada pada masyarakat tertentu
dalam masanya (Damono, 2002: 12). Ahli lain yaitu Faruk (1999: 15),
mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan kehidupan yang kompleks. Salah
satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel merupakan karya fiksi yang
mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan, yang lebih mendalam dan disajikan
secara lebih jelas (Semi, 1993: 32).
Novel sebagai salah satu bentuk karya sastra menyampaikan
permasalahan secara kompleks. Atas dasar itulah pengetahuan terhadap unsur-
unsur yang membangun sebuah novel sangat penting dalam upaya memahami
novel itu sendiri. Novel merupakan perwujudan latar belakang sosial dan budaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
masyarakat yang ditampilkan oleh pengarang. Latar belakang sosial budaya yang
ditampilkan oleh pengarang itu meliputi tata cara kehidupan, adat istiadat,
kebiasaan, sikap, upacara adat keagamaan, konvensi-konvensi lokal, sopan
santun, hubungan kekerabatan dalam masyarakat, cara berpikir, dan cara
memandang segala sesuatu atau perspektif kehidupan (Waluyo, 1994: 52).
Penelitian ini membicarakan salah satu genre sastra, yaitu novel Suti
karya Sapardi Djoko Damono. Dalam novel Suti diceritakan seorang perempuan
yang bernama Sutini dengan tegar menyaksikan dan menghayati proses
perubahan masyarakat pramodern ke modern. Dalam perubahan tersebut ada
berbagai permasalahan sosial. Ketika terjadi pergerakan dari sebuah
kampung pinggir kota ke tengah-tengah kota besar. Dilihat dari segi
ekonomi, masyarakat hidup dalam kemiskinan. Dilihat dari segi sosialnya,
terdapat perbedaan antara priayi dan rakyat biasa. Dilihat dari segi
pendidikan, masyarakat tidak begitu mementingkan pendidikan. Dari segi
budaya, kepercayaan masyarakat masih sangat kental terhadap hal mistis
seperti percaya pada kekuatan kuburan kramat. Suti bergaul dengan
gerombolan pemuda berandalan maupun keluarga priayi tanpa merasa kikuk
dan melaksanakan apapun yang dapat mendewasakan dan mencerdaskan
dirinya. Suti terlibat dalam masalah yang sangat rumit dalam keluarga Den
Sastro yang sulit dibayangkan ujung maupun pangkalnya.
Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa novel Suti mengandung
kompleksitas kehidupan. Hal tersebut akan dianalisis melalui proses-proses
interaksi yang terjadi antartokoh pada lingkungan kehidupan Suti. Selain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
kompleksitas kehidupan, penting juga untuk mengetahui proses interaksi
antartokoh dalam novel tersebut. Oleh karena itu, peneliti akan menganalisis
unsur-unsur yang membangun novel Suti. Adapun untuk mengetahui
kompleksitas kehidupan, peneliti akan melihatnya dengan pandangan sosiologi
karya sastra.
Wellek dan Warren (1989) mengemukakan tiga paradigma pendekatan
dalam sosiologi sastra. Pertama, sosiologi pengarang; inti dari analisis pengarang
ini adalah memaknai pengarang sebagai bagian dari masyarakat yang telah
menciptakan karya sastra. Oleh karena itu, pemahaman terhadap pengarangnya
menjadi kunci utama dalam memahami relasi sosial karya sastra dengan
masyarakat. Kedua, sosiologi karya sastra; analisis sosiologi yang kedua ini
berangkat dari karya sastra. Artinya, analisis terhadap aspek sosial dalam karya
sastra dilakukan dalam rangka untuk memahami dan memaknai hubungannya
dengan keadaan sosial masyarakat di luarnya. Ketiga, sosiologi pembaca; kajian
pada sosiologi pembaca ini mengarah pada dua hal, yaitu kajian pada sosiologi
terhadap pembaca yang memaknai karya sastra dan kajian pada pengaruh sosial
yang diciptakan karya sastra. Kajian terhadap sosiologi pembaca berarti
mengkaji aspek nilai sosial yang mendasari pembaca dalam memaknai karya
sastra.
Penulis memilih menganalisis Novel Suti karya Sapardi Djoko Damono
dengan pendekatan sosiologi sastra khususnya sosiologi karya sastra karena
hubungan kehidupan sosial masyarakat akan tampak melalui karya sastra ini.
Melalui unsur-unsur instrinsik aspek-aspek yang ada pada karya sastra ini akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
teridentifikasi dengan jelas dan terperinci. Selain itu tujuan dan amanat yang
hendak disampaikan dalam karya sastra juga dapat diketahui.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merumuskan masalah
penelitian sebagai berikut.
1. Bagaimanakah analisis tokoh, penokohan, tema, latar serta amanat dalam
novel yang berjudul Suti karangan Sapardi Djoko Damono?
2. Apa sajakah pola interaksi yang terjadi antartokoh dalam novel Suti karangan
Sapardi Djoko Damono?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan dan menganalisis tokoh, penokohan, tema latar serta amanat
dalam novel Suti karangan Sapardi Djoko Damono.
2. Mendeskripsikan pola interaksi yang terjadi antartokoh dalam novel Suti
karangan Sapardi Djoko Damono dengan menggunakan pendekatan sosiologi
sastra khususnya sosiologi karya sastra.
1.4 Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Adapun manfaatnya sebagai berikut.
1.4.1 Manfaat Teroretis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.4.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
pembaca maupun peneliti selanjutnya mengenai studi analisis
karya sastra Indonesia, terutama dalam bidang penelitian novel
Indonesia yang memanfaatkan teori pendekatan sosiologi sastra
khususnya sosiologi karya sastra.
1.4.1.2 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori
sosiologi sastra maupun acuan bagi peneliti selanjutnya dalam
mengungkap interaksi sosial pada karya sastra yang lainnya.
1.4.2 Manfaat Praktis
1.4.2.1 Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pembaca sebagai
literatur dalam memahami permasalahan sosial, serta
menambah referensi penelitian karya sastra Indonesia.
1.4.2.2 Bagi guru bahasa Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan dalam pembelajaran bahasa Indonesia
terutama dalam pembelajaran kesusastraan.
1.5 Batasan Istilah
Berikut ini akan disajikan istilah atau konsep untuk menghindarkan
terjadinya kesalahpahaman, yaitu (1) tokoh dan penokohan, (2) alur, (3) latar, (4)
tema, (5) amanat, (6) pendekatan sosiologi sastra, (7) kajian interaksi sosial.
1.5.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya
naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa
yang dilakukan dalam tindakan (Abrams via Nugiyantoro, 2015: 247).
Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama
dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk
menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakan (Nugiyantoro, 2015:
247).
1.5.2 Alur
Alur atau plot juga sering disebut kerangka cerita, yaitu jalinan cerita
yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukan hubungan sebab dan
akibat yang memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa
yang akan datang (Waluyo, 2014: 9).
1.5.3 Latar
Latar adalah tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial
tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via
Nurgiyantoro, 2015: 302).
1.5.4 Tema
Tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya
sastra atau yang secara berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit
maupun (yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan motif (Baldic
via Nurgiyantoro, 2015: 115).
1.5.5 Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan
oleh pengarang (Sudjiman, 1988: 57).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
1.5.6 Pendekatan Sosiologi Sastra
Pendekatan sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra
sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang melatarbelakanginya (Ratna,
2003: 2).
1.5.7 Kajian Interaksi Sosial
Interaksi Sosial dibagi menjadi tiga aspek utama yaitu, kerja sama
(cooperation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict) (Soekanto,
2015: 63).
1.6 Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Bab
I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab
II terdiri atas penelitian yang relevan dan landasan teori. Bab III terdiri atas
sumber data, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis
data. Bab IV terdiri atas deskripsi data dan hasil analisis. Pada bab V
dipaparkan simpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang mengenai analisis novel dan cerpen sebelumnya
telah dilakukan oleh Londang (2017), Riswanto (2012), dan Triyulianti (2014).
Penelitian yang dilakukan Londang (2017) berjudul “Relasi Antara
Manusia Dengan Mahluk Hidup Dalam Novel Jamanggilak Tak Pernah
Menangis Karya Martin Aleida: Kajian Intrinsik dan Ekokritik” menggunakan
metode analisis deskriptif. Analisis tersebut dipilih dan digunakan untuk
mendiskripsikan fakta yang ditemukan dalam novel kemudian dianalisis
hubungan antara manusia dan mahluk hidup. Dalam penelitian tersebut dikaji
empat unsur naratif yaitu penokohan, alur, latar dan tema yang kemudian
berperan dalam kajian ekokritik. Melalui analisis tokoh dan penokohan penulis
tersebut menyimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan krisis moral manusia yang
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Latar waktu menggambarkan
degradasi keadaan lingkungan yang dihadapi manusia. Alur yang digunakan
dalam novel berupa alur campuran yang menggambarkan perjuangan tokoh
utama dalam menyelamatkan lingkungan.
Riswanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Struktural
dalam Cerpen “ Daun-Daun Waru di Samirono” karya NH. Dini” menggunakan
metode pendekatan struktural yang bersumber pada teks sastra sebagai bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
kajian yang diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaaan subyek atau obyek penelitian
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta, kemudian diolah dan dianalisis.
Melalui penelitian ini, penulis tersebut menyimpulkan bahwa hubungan instrinsik
cerpen “Daun-daun Waru di Samirono” ialah keterkaitan setiap unsurnya saling
mempengaruhi dan telah menjadi keutuhan sebuah karya sastra. Nilai sosial dan
budaya yang saling berkaitan dengan unsur instrinsik dalam cerpen tersebut,
meliputi tokoh, latar, dan bahasa.
Triyulianti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Citra Sosial Tokoh
Wanita Hiroko dalam novel “Namaku Hiroko” Karya Nh. Dini (Analisis
Struktural)” melakukan analisis struktural yang mengutamakan teks sastra
sebagai bahan penelitian. Metode yang digunakan meliputi metode analisis untuk
menganalisis unsur intrinsik (tokoh, penokohan, alur, latar dan tema) novel
namaku Hiroko dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA, metode
klasifikasi untuk mengelompokkan perilaku tokoh Hiroko ke dalam aspek fisik,
psikis, keluarga dan masyarakat dan metode diskripsi untuk melaporkan hasil
penelitian. Melalui penelitian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa analisis
struktural digunakan sebagai dasar untuk mengnalisis gejala sosial mengenai
citra sosial tokoh Hiroko terhadap citra diri wanita yang beraspek citra diri
wanita yang beraspek fisik dan psikis serta terhadap citra sosial wanita yang
beraspek keluarga dan masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya.
Perbedaan tersebut terdapat pada objek yang dikaji. Dalam penelitian ini, peneliti
mengkaji novel Suti karya Sapadi Djoko Damono dengan pendekatan sosiologi
sastra khususnya sosiologi karya sastra. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pola interaksi yang terjadi antar tokoh utama dengan tokoh yang
lainnya dalam cerita. Untuk menganalisis pola interaksi tersebut, peneliti
menggunakan unsur instrinsik yang meliputi tokoh, penokohan, tema, dan latar,
untuk kemudian dianalisis interaksi antara tokoh satu dengan yang lain
menggunakan pendekatan sosiologi karya sastra.
2.2 Kajian Teori
Unsur novel terbagi menjadi dua, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Unsur
intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, unsur-
unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra
(Nurgiyantoro, 2015: 30). Menurut Nurgiyantoro (2015: 30) unsur ekstrinsik
adalah unsur-unsur yang berada di luar teks sastra itu, tetapi secara tidak
langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme teks sastra. Disini
peneliti hanya membahas unsur intrinsik karena dari unsur-unsur intrinsik
tersebut sudah mencakup secara keseluruhan bagian pembahasan.
Pada bab kajian teori ini, peneliti memaparkan teori yang dijadikan
landasan dalam penelitian ini. Pertama, unsur instrinsik yang meliputi; tokoh dan
penokohan, alur, latar, tema, dan amanat. Kedua kajian yang berkaitan dengan
pendekatan sosiologi sastra. Teori-teori yang menjadi landasan penelitian ini
dipaparkan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
2.2.1 Unsur Instrinsik Novel
Pada penelitian ini, unsur instrinsik sastra digunakan sebagai alat untuk
mengetahui isi yang terkandung di dalam novel Suti karya Sapardi Djoko
Damono. Karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks. Untuk
dapat memahami sebuah karya sastra perlu dilakukan sebuah identifikasi
kajian yang berhubungan dengan unsur-unsur yang membangun dalam sebuah
karya sastra tersebut (Pradopo, 1987: 120). Setiap unsur dalam situasi tertentu
tidak mempunyai arti dengan sendirinya. Dalam sebuah karya sastra yang
padu, antara unsur-unsurnya selalu terjadi hubungan timbal balik dan saling
menentukan. Unsur-unsur instrinsik tersebut tidak dapat dipandang sebagai
hal-hal yang berdiri sendiri, tetapi harus dilihat keterjalinannya satu dengan
yang lainnya sehingga secara bersama-sama akan menghasilkan makna yang
menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).
Oleh karena itu, unsur-unsur instrinsik tersebut harus dipahami
sepenuhnya atas dasar pemahaman dalam keseluruhan karya sastra. Stanton
(2007: 12), berpendapat ketika menganalisis sebuah cerita hendaknya
dipahami terlebih dulu fakta cerita (alur, karakter, dan latar) dan tema yang
menjadi elemen-elemennya. Hal ini bertujuan untuk memahami pengalaman
yang digambarkan oleh cerita.
Unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya satra hadir sebagai karya
sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca
karya sastra. Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur
instrinsik inilah yang membuat sebuah novel terwujud. Unsur yang dimaksud
adalah tokoh dan penokohan, alur, latar, tema, dan amanat (Nurgiyantoro,
2009: 23).
Dari pengertian menurut para ahli mengenai instrinsik, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan unsur instrinsik ialah unsur-unsur
yang membangun karya sastra dan tidak dapat berdiri sendiri setiap unsur-
unsurnya. Dalam sebuah karya sastra yang padu, antara unsur-unsurnya selalu
terjadi hubungan timbal balik. Kepaduan antar berbagai unsur instrinsik inilah
yang membuat sebuah novel terwujud.
2.2.1.1 Tokoh dan Penokohan
Menurut Sudjiman (1991: 16) yang dimaksud dengan tokoh ialah
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam
berbagai peristiwa dalam cerita. Lebih lanjut, tokoh pada umumnya berwujud
manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.
Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2015: 247)
adalah orang yang ditampilkan dalam sesuatu karya naratif, atau drama, oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu
seperti yang diekspersikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Baldic (dalam Nurgiyantoro, 2015: 247) mengartikan bahwa tokoh
adalah orang yang menjadi pelaku dalam cerita fiksi atau drama. Sudjiman
(1991: 16) mengemukakan pengertian tokoh yaitu berkenaan pada individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai
peristiwa cerita.
Dari pengertian menurut para ahli mengenai tokoh, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan tokoh adalah individu rekaan yang ditampilkan
secara naratif dalam sebuah cerita maupun karya sastra. Dalam cerita, tokoh
pada umumnya dapat diwujudkan sebagai manusia, tetapi dapat juga
berwujud binatang atau benda yang diinsankan. Penggambaran tokoh dalam
suatu cerita merupakan aspek yang penting diutamakan, karena hal tersebut
akan menentukan kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspersikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan yang
menentukan arah suatu cerita.
. Berdasarkan pentingnya sebuah tokoh terbagi menjadi dua, yaitu
tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama berkenaan dengan pelaku
yang berperan besar menentukan arah suatu cerita, sedangkan tokoh tambahan
merupakan pelaku yang mendukung peran dari tokoh utama. Nurgiyantoro
(2015: 258) memaparkan pengertian tokoh utama dan tokoh tambahan sebagai
berikut.
2.2.1.1.1 Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalan
novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak
diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang kenai kejadian
(Nurgiyantoro, 2015: 259).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Menurut Sudjiman (1991: 18) kriteria yang digunakan untuk
menentukan tokoh utama bukan frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam
cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa
yang membangun cerita.
2.2.1.1.2 Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan disebut juga tokoh andalan karena ia dekat dengan
tokoh utama, andalan dimanfaatkan oleh pengarang untuk memberi
gambaran lebih terperinci tentang tokoh utama (Sudjiman, 1991: 20).
Penokohan adalah penghadiran tokoh dalam cerita fiksi atau drama
dengan cara langsung atau tidak langsung dan mengundang pembaca untuk
menafsirkan kualitas dirinya lewat kata dan tindakan (Nugiyantoro, 2015:
247). Menurut Sudjiman (1991: 23) penokohan adalah penyajian tokoh dan
penceritaan tokoh. Tokoh-tokoh perlu digambarkan ciri-ciri lahir, sifat serta
sikap batinnya agar wataknya dapat dikenal oleh pembaca.
Dari pengertian menurut para ahli mengenai penokohan, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penokohan adalah penyajian tokoh
dan penceritaan tokoh yang digambarkan melalui ciri-ciri lahir, sifat serta
sikap batinnya agar wataknya dapat dikenal oleh pembaca. Dalam cerita,
proses penghadiran watak suatu tokoh dalam cerita fiksi atau drama dapat
dilakukan dengan cara langsung, tidak langsung, dan kontekstual. Cara
langsung berkenaan dengan teknik pelukisan watak tokoh di mana pengarang
memaparkan apa watak tokoh dan dapat juga menambah komentator watak
tersebut. Cara tidak langsung berkenaan teknik pelukisan watak tokoh di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
mana pangarang tidak memaparkan watak tokoh secara langsung tetapi
pembaca dapat menyimpulkan watak tokoh tersebut dari pikiran, cakapan, dan
lakuan tokoh yang disajikan. Cara kontekstual berkenaan dengan teknik
pelukisan watak tokoh dilihat dari bahasa yang digunakan pengarang dalam
memunculkan para tokoh.
2.2.1.2 Alur
Waluyo (2014: 9) mengemukakan alur atau plot disebut kerangka
cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukan
hubungan sebab dan akibat yang memiliki kemungkinan agar pembaca
menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Alur juga disebut plot, yaitu
rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi
satu kesatuan yang padu, bulat dan utuh (Mihardja, 2012: 6). Kemudian
Sudjiman (1988: 29) berpendapat bahwa alur adalah urutan peristiwa yang
membangun tulang punggung cerita. Berikut struktur umum alur dan
pengaluran dalam Sudjiman (1988: 30- 36).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Pengaluran adalah pengaturan urutan peristiwa pembentuk cerita.
cerita diawali dengan peristiwa tertentu lainnya, tanpa terikat pada urutan
waktu.
2.2.1.2.1 Paparan
Paparan adalah peristiwa yang mengawali cerita selalu berisi
sejumlah informasi bagi pembaca. Penyampaian informasi kepada
pembaca ini disebut paparan atau eksposisi. Paparan merupakan
fungsi utama awal suatu cerita. Hal ini tentu saja bukan informasi
selengkapnya yang diberikan, melainkan keterangan sekedarnya
untuk memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Lain
1. Paparan
Awal 2. Rangsangan
3. Gawatan
4. Tikaian
Tengah 5. Rumitan
6. Klimaks
7. Leraian
Akhir
8. Selesaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
daripada itu, situasi yang digambarkan pada awal harus membuka
kemungkinan cerita itu berkembang (Sudjiman, 1988: 32).
2.2.1.2.2 Rangsangan
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan.
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh
baru yang berlaku sebagai katalisator. Rangsangan dapat pula
ditimbulkan oleh hali lain, misalnya oleh datangnya berita yang
merusak keadaan yang semula terasa laras (Sudjiman, 1988: 32-
33).
2.2.1.2.3 Gawatan
Tegangan adalah ketidakpastian yang berkepanjangan dan
semakin menjadi-jadi. Adanya tegangan menyebabkan pembaca
terpancing keingitahuannya akan kelanjutan cerita serta akan
penyelesaian masalah yang dihadapi tokoh; suatu keprihatinan
akan nasib tokoh selanjutnya (Sudjiman, 1988: 34).
2.2.1.2.4 Tikaian
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua
kekuatan yang bertentangan. Tikaian merupakan pertentangan
antara dirinya dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang
atau tokoh lain, ataupun pertentangan antara dua unsur dalam diri
satu tokoh itu (Sudjiman, 1988: 34- 35).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
2.2.1.2.5 Rumitan
Rumitan adalah perkembangan dari gejala mula tikaian menuju
klimaks cerita. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak
kehebatannya (Sudjiman, 1988: 35).
2.2.1.2.6 Klimaks
Klimaks terlihat ketika rumitan mencapai puncak kehebatannya.
Menurut Sumardjo dan Saini (1985), klimaks adalah bagian alur
yang menunjukan adanya pihak-pihak yang berlawanan atau
bertentangan, berhadapan untuk melakukan perhitungan terakhir
yang menentukan (Sudjiman, 1988: 35).
2.2.1.2.7 Leraian
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah klimaks yang
menunjukan perkembangan peristiwa ke arah selesaian (Sudjiman,
1988: 35).
2.2.1.2.8 Selesaian
Selesaian bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian boleh jadi
mengandung penyelesaian masalah yang melegakan (happy
ending), boleh juga mengandung penyelesaian masalah yang
menyedihkan; misalnya si tokoh bunuh diri. Boleh jadi juga pokok
masalah tetap menggantung tanpa pemecahan, tanpa adanya
penyelesaian masalah, dalam keadaan yang penuh ketidakpastian,
ketidakjelasan, ataupun ketidakpahaman (Sudjiman, 1988: 36).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Dari pengertian menurut para ahli mengenai alur dapat disimpulkan
bahwa alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat.
Alur sering disebut kerangka cerita yang kemudian disusun dalam urutan
waktu yang menunjukan hubungan sebab akibat sehingga pembaca akan
menebak-nebak peristiwa yang akan datang.
2.2.1.3 Latar
Menurut Sudjiman (1988: 44) latar adalah suatu peristiwa-peristiwa
dalam cerita tentulah terjadi pada suatu waktu atau suatu rentang waktu
tertentu dan pada suatu tempat tertentu. Latar juga berwujud waktu-waktu
tertentu (hari, bulan dan tahun), cuaca, atau satu episode sejarah. Biasanya
latar diketengahkan lewat baris-baris kalimat deskriptif (Stanton, 2007: 35).
Hudson dalam Sudjiman (1988: 44) membedakan latar atas tiga unsur
pokok yaitu, latar sosial, latar fisik atau tempat, dan latar waktu. Latar sosial
adalah latar yang mencakup penggambaran keadaan masyarakat. Kelompok-
kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan. Cara hidup, bahasa, dan lain-
lain yang pada dasarnya melatari peristiwa. Latar fisik atau tempat adalah
tempat di dalam wujud fisiknya yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya. Latar
waktu merupakan keterangan kapan sebuah peristiwa dalam cerita rekaan
berlangsung.
Menurut Nurgiyantoro (2015: 314) unsur latar dapat dibedakan ke
dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial budaya. Ketiga usur-
unsur tersebut masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan
dapat dibicarakan secara sendiri-sendiri. Namun, pada kenyataannya ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
aspek tersbut saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya dalam membangun suatu cerita dalam suatu novel maupun karya
sastra. Berikut pemaparan menurut Nurgiyantoro (2015: 314), mengenai latar
tempat, latar waktu, dan latar sosial budaya.
2.2.1.3.1 Latar Tempat
Latar tempat digunakan sebagai penunjuk pada lokasi terjadinya
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Deskripsi tempat
secara teliti dan realistis ini penting untuk membuat pembaca terkesan
seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi.
(Nurgiyantoro, 2015: 314- 315).
2.2.1.3.2 Latar Waktu
Latar waktu berkaitan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-
peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan”
tersebut biasanya dihubungkan dengan dengan waktu faktual, waktu yang
ada kaitannya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro,
2015: 318).
2.2.1.3.2 Latar Sosial-Budaya
Latar sosial-budaya berkaitan pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Latar sosial-budaya dapat berupa kebiasaan hidup, adat
istiadat, tradisi, keyakinan, pendangan hidup, cara berpikir dan bersikap,
dan lain-lain. Disamping itu, latar sosial-budaya juga berhubungan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, atau
atas (Nurgiyantoro, 2015: 322).
Dari pengertian menurut para ahli mengenai latar, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan latar adalah suatu peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada suatu waktu dan tempat pada rentang waktu tertentu. Pada
rentang waktu tersebut terjadinya sebuah adat, tradisi,keyakinan dan
kebiasaan hidup yang menjadikan semua komponen tersebut menjadi latar
sosial-budaya. Selain itu biasanya dilakukan secara implisit dalam sebuah
cerita.
2.2.1.4 Tema
Menurut Sudjiman (1988:50), tema adalah gagasan, ide, atau pilihan
utama yang mendasar suatu karya sastra itu. Adanya tema membuat karya
sastra lebih penting dari sekedar bacaan hiburan. Stanton menyatakan bahwa
tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman
manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton,
2007: 36). Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadian
atau emosi yang dialami seperi cinta, derita, rasa takut, kedewasaan,
keyakinan, penghianatan manusia terhadap diri sendiri, disilusi, atau bahkan
usia tua. Beberapa cerita bermaksud menghakimi tindakan karakter-karakter
didalamnya dengan memberi atribut „baik‟ atau „buruk‟.
Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986: 142) tema merupakan gagasan
dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di
dalam teks sebagai struktur semantis dan menyangkut persamaan-persamaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
atau perbedaan-perbedaan. Tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat
dalam sebuah karya sastra atau yang secara berulang-ulang dimunculkan baik
secara eksplisit maupun (yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan
motif (Baldic via Nurgiyantoro, 2015: 115).
Dari pengertian menurut para ahli mengenai tema dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan tema adalah gagasan (makna) dasar umum
yang menopang sebuah karya sastra berulang-ulang. Pada cerita tema juga
dimunculkan lewat berbagai macam motif. Selain itu biasanya dilakukan
secara implisit dalam sebuah cerita.
2.2.1.5 Amanat
Menurut Sudjiman (1988: 57), amanat merupakan ajaran moral atau
pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat di dalam
karya sastra secara implisit maupun eksplisit. Amanat bersifat implisit jika
jalan keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh
menjelang akhir cerita. sedangkan bersifat eksplisit jika pengarang pada
tengah atau akhir cerita menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat,
anjuran, larangan dan sebagainya yang berkaitan dengan gagasan yang
mendasari cerita.
Dari pengertian menurut para ahli amanat, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan amanat adalah adalah suatu ajaran moral yang
terkandung dalam sebuah cerita. Amanat tersebut ditulis oleh pengarang
dengan maksud untuk menyampaikan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita
tersebut. Selanjutnya nilai-nilai tersebut dapat diresapi dan dipelajari oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
pembaca. Pesan-pesan moral tersebut terbagi menjadi dua yaitu, implisit dan
eksplisit. Implisit berkenaan dengan jalan keluar atau ajaran moral itu
disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir cerita. sedangkan
bersifat eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan
seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, dan suatu larangan yang dapat
dipahami serta dicamkan oleh para pembaca tersebut.
2.2.2 Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah suatu kajian penelitian wilayah sosiologi sastra
yang luas. Wellek dan Warren (dalam Budiantara, 1990: 111) membagi telaah
sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang. Sosiologi
pengarang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-
lain yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra. Sosiologi
karya sastra mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi
pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan
apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi
pembaca. Sosiologi pembaca mempermasalahkan tentang pembaca dan
pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.
Menurut Ratna (2003, 2-3), sosiologi sastra adalah pemahaman
terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya. Suatu pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai
dengan aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya. Selain itu,
didefinisikan suatu pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
dengan masyarakat yang melatarbelakanginya. Sosiologi sastra adalah
hubungan dwiarah (dialektik) antara sastra dengan masyarakat.
Menurut Waters dan Crook (1990), sosiologi adalah analisis sistematis
tentang struktur tingkah laku sosial. Dalam definisi ini, terdapat empat elemen
penting yang menjadi fokus sosiologi: (1) tingkah laku yang dikaji adalah
karakter sosial, bukan individual, tingkah laku yang ditunjukkan untuk orang
lain (bukan untuk diri sendiri) sehingga mempunyai konsekuensi bagi orang
lain, atau merupakan konsekuensi dari tengah laku orang lain ada hubungan
timbal balik; (2) tingkah laku sosial yang dipelajari sosiologi adalah struktur,
yaitu pola atau regulasi tertentu yang berusaha untuk memahami elemen-
elemen tingkah laku manusia sosial; (3) penjelasan sosiologi bersifat analitis,
yanitu menjelaskan tingkah laku manusia berdasarkan prinsip-prinsip
metodologi penelitian tertentu, bukan berdasarkan pada konsensus-konsensus
khusus; dan (4) sosiologi bersifat sistematis, yaitu memahami tingkah laku
sosial yang menempatkan dirinya sebagai disiplin ilmu (Kurniawan, 2012: 4).
Menurut Ritzer (dalam Faruk 1999: 3) sosiologi merupakan disiplin
ilmu tentang masyarakat yang melandaskan pada tiga paradigma; (1)
pradigma sosial yang berupa lembaga-lembaga dan struktur sosial yang
dianggao sebagai sesuatu yang nyata, yang diluar individu; (2) paradigma
definisi sosial yang memusatkan perhatian kepada cara-cara individu dalam
mendefinisikan situasi sosial dan efek-efek dari definisi ini terhadap tindakan
yang mengikutinya, dalam paradigma ini dianggap sebagai pokok persoalan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
sosiologi bukanlah fakta-fakta sosial yang objektif, melainkan cara pandang
subjektif individu dalam menghayati fakta-fakta sosial tersebut; dan (3)
paradigma perilaku manusia sebagai subjek yang nyata (Kurniawan, 2012: 4).
Sosiologi sastra hakikatnya adalah interdisiplin antara sosiologi
dengan sastra yang menuntut keduanya memiliki objek yang sama, yaitu
manusia dalam masyarakat (Ratna, 2009: 3). Sementara itu, menurut Damono
(1979: 2) kecenderungan telaah sosiologi sastra adalah: pertama, pendektan
yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses
sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar
sastra; sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar
sastra itu sendiri. Dalam pendekatan ini, teks sastra tidak dianggap sebagai
objek yang utama, sastra hanya sebagai gejala kedua. Kedua, pendekatan yang
mengutamakan sastra sebagai bahan penelaah. Metode ini yang dipergunakan
adalah analisis teks sastra untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian
dipergunakan untuk memahami lebih dalam gejala sosial yang ada dalam
sastra.
Dari pengertian menurut para ahli sosiologi sastra, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan sosiologi sastra adalah suatu pemahaman
terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya. Aspek-aspek kemasyarakatan tersebut merupakan
indikator suatu totalitas karya yang terdapat dalam cerita yang dibangun oleh
penulis. Pada prinsipnya sosiologi sastra merupakan kajian interdisiplin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
antara sosiologi dengan sastra yang menuntut keduanya memiliki objek yang
sama, yaitu manusia dalam masyarakat
Dari uraian tentang berbagai teori di atas, peneliti menganalisis novel
Suti karya Sapardi Djoko Damono dengan menggunakan sosiologi karya
sastra mengenai hubungan sosial. Hubungan-hubungan sosial tersebut terjalin
dan terbentuk melalui interaksi sosial. Pada prosesnya, interaksi tersebut
nantinya memungkinkan terjalinannya keberlangsungan hubungan antara
tokoh utama dengan tokoh yang lainnya. Hubungan tersebut dapat berupa
perselisihan, percintaan, persaudaraan dan semua halnya yang meliputi gejala-
gejala sosial yang terjadi pada masyarakat secara umumnya.
2.2.3 Kajian Interaksi Sosial
Pada hakikatnya manusia diciptakan sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu, didasarkan pada
pengertian bahwa dalam hidupnya harus dapat bertahan untuk memenuhi
kebutuhan dan keberlangsungan kehidupannya. Untuk memenuhi kedua aspek
tersebut, manusia harus berinteraksi dengan orang lain agar tujuan dalam
memenuhi kebutuhan dan melanjutkan keberlangsungan tetap berjalan dengan
baik. Pada pernyataan inilah, manusia dia katakan sebagai makhluk sosial.
Menurut Soekanto (2015: 63), interaksi Sosial dibagi menjadi tiga
aspek utama yaitu, kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan
pertikaian (conflict). Ketiga bentuk pokok dari interaksi sosial tersebut tidak
selalu bersifat kontinuitas, di dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi
pertikaian. Berikut penjelasan dari masing-masing bentuk dari interaksi sosial.
2.2.3.1 Kerja Sama (Cooperation)
Soekanto (2015: 65) mengatakan bahwa kerja sama merupakan bentuk
interaksi sosial yang pokok. Bentuk pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada
semua antar individu dan kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-
sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga
atau kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak-tersebut akan
menggambarkan bermacam-macam pola kerja sama setelah dia menjadi
dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat
digerakan untuk mencapai tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa
tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Menurut
Cooley (via Soekanto, 2015: 66) kerja sama timbul apabila orang menyadari
bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat
yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap
diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kerja sama adalah
suatu proses sosial dalam kehidupan bermasyarakat yang terjalin dalam
sebuah interaksi untuk menjalankan suatu rencana dan menyelesaikan
permasalahan bersama-sama. Melalui kebersamaan tersebut, diharapkan
tercipta suatu suasana gotong royong untuk mencapai suatu tujan yang
diinginkan dan menjadi cita-cita bersama-sama. Dalam proses kerja sama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
tidak hanya melibatkan satu individu saja, tetapi melibatkan individu yang
lainnya juga.
2.2.3.2 Persaingan (Competition)
Menurut Soekanto (2015: 82) persaingan dapat diartikan sebagai suatu
proses sosial individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing
mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa
tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok
manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam
prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Cooley (via Soekanto, 2015: 85) mengatakan persaingan adalah berarti
menyangkut kontak dan komunikasi antar individu atau kelompok untuk
mengetahui sifat-sifat dan perilaku lawannya.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa persaingan adalah suatu
proses sosial orang-perorangan atau kelompok manusia. Salah satu berusaha
mengalahkan pihak lain tanpa menggunakan ancaman maupun kekerasan. Tujuan
dari persaingan ini adalah mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya,
baik itu dalam bentuk harta benda maupun dalam bentuk popularitas.
2.2.3.3 Konflik (Conflict)
Menurut Soekanto (2015: 90) dalam diri individu maupun kelompok
masing-masing menyadari adanya perbedaan perbedaan aspek, yang meliputi
ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, dan pola-pola perilaku
dengan pihak lain. Ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada
hingga menjadi suatu pertentangan atau pertikaan (conflict). Perasaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
memegang peranan penting dalam mempertajam perbedaan-perbedaan dalam
suatu konflik tersebut sedemikian rupa sehingga masing-masing pihak
berusaha untuk saling menghancurkan untuk memperoleh satu tujuan. Konflik
tersebut biasanya berwujud amarah dan rasa benci yang menyebabkan
dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau untuk
menghancurkan individu atau kelompok yang menjadi lawan.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan
suatu bagian dari proses sosial yang memiliki makna. Terdapat dua individu
atau lebih yang saling berusaha menyingkirkan satu sama lain. Dalam
prakteknya, proses konflik dilakukan dengan cara menghancurkan melalui
berbagai cara sampai salah satu pihak tersebut tidak berdaya atau berada di
pihak yang kalah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bagian ini dijelaskan metode yang digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian. Metode penelitian yang dimaksud, yaitu jenis penelitian, sumber data,
metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik
analisis data. Berikut penjelasan mengenai metode dalam penelitian ini.
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul Analisis Instrinsik dan Sosiologi Karya Sastra
terhadap Novel Suti Karangan Sapardi Djoko Damono ini termasuk penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian dengan data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan
demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan
gambaran penyajian laporan tersebut (Moleong, 2006: 11).
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik (utuh), dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006:
6).
Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu penelaahan
dokumen karya sastra. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa
pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apalagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua, metode ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden. Ketiga, metode ini
lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2006: 9-
10).
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis penelitian yang
berjudul Analisis Instrinsik dan Sosiologi Karya Sastra terhadap Novel Suti
Karangan Sapardi Djoko Damono adalah penelitian deskritif kualitatif. Hal ini
berkaitan data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata yang diambil dari novel
Suti karangan Sapardi Djoko Damono. Pada aspek kualitatif, penelitian ini
bermaksud memahami fonemena yang terjadi dalam novel Suti karangan Sapardi
Djoko Damono. Maka dari itu, penelitian ini termasuk dalam penelitian
deskriptif kualitatif.
3.2 Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Judul buku : Suti
Pengarang : Sapardi Djoko Damono
Tebal Buku : 192 halaman
Tahun Terbit : 2016
Penerbit : KOMPAS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Analisis Instrinsik
dan Sosiologi Karya Sastra terhadap Novel Suti Karangan Sapardi Djoko
Damono adalah teknik pustaka dengan menggunakan sumber tertulis. Sumber
tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip,
dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2006: 159). Langkah awal yang
digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu menyimak dan mencatat. Dalam
penelitian ini peneliti menyimak langsung teks sastra yang telah dipilih sebagai
bahan penelitian. Menyimak bertujuan untuk mencatat hal-hal yang dianggap
sesuai dan mendukung peneliti dalam pemecahan rumusan masalah. Mencatat
merupakan tindak lanjut dari teknik simak, hasil pengumpulan data yang
diperoleh yaitu berupa hasil kajian atau analisis struktural dengan menggunakan
pendekatan sosiologi sastra. Sumber tertulis penelitian ini yaitu novel Suti karya
Sapardi Djoko Damono.
3.4 Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa semua pengetahuan
mengenai teori-teori unsur-unsur instrinsik pembangun karya sastra khususnya
untuk tokoh dan penokohan, tema, latar, dan amanat serta teori sosiologi karya
sastra untuk menganalisis interaksi sosial antartokoh yang terdapat dalam novel
Suti karya Sapardi Djoko Damono. Dengan demikian melalui instrumen tersebut
aspek-aspek yang akan diteliti menjadi lebih mudah untuk dipahami.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam
suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data (Moleong, 1989:
112). Analisis yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Analisis Instrinsik
dan Sosiologi Karya Sastra terhadap Novel Suti Karangan Sapardi Djoko
Damono adalah analisis deskripsi. Langkah pertama dalam analisis ini adalah
menganalisis dan mendiskripsikan unsur instrinsik yang terdapat dalam novel.
Bagian dari unsur intrinsik yang dianalisis tersebut tokoh dan penokohan, tema,
latar serta amanat. Hasil analisis tersebut digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis kehidupan sosial tokoh yang terdapat dalam novel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini peneliti akan menganalisis unsur-unsur intrinsik novel Suti
karangan Sapardi Djoko Damono. Unsur-unsur intrinsik tersebut terbagai menjadi
enam bagian yaitu, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, tema, dan
amanat. Dari keenam unsur intrinsik peneliti hanya membahas lima unsur intrinsik
karena dari lima unsur intrinsik tersebut sudah mencakup secara keseluruhan
pembahasan tentang sosiloogi karya satra.
Peneliti akan membahas tentang tokoh dan penokohan dalam novel untuk
memperoleh hubungan tokoh sebagai manusia yang hidup dalam interaksi dan realita
sosial. Selanjutnya peneliti menganalisis alur yang berkaitan dengan pola
permasalahan yang ada pada novel tersebut. Setelah itu peneliti menganalisis latar
yang membentuk hubungan antara manusia dan berbagai kehidupan sosial di novel
tersebut. Latar yang dianalisis adalah latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Setelah itu peneliti menganalisis tema novel Suti karya Sapardi Djoko Damono.
Kemudian pada tahap terakhir kajian unsur instrinsik, peneliti akan menganalisis
amanat yang terkandung dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono.
Setelah menganalisis unsur instrisik dalam novel Suti karya Sapardi Djoko
Damono, peneliti mendiskripsikan hasil analisis sosiologi karya sastra melalui kajian
interaksi sosial. Kajian interaksi pada penelitian ini terbagi menjadi tiga pola
interaksi, yaitu pola interaksi kerja sama, pola interaksi persaingan, dan pola interaksi
konflik. Interaksi yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai interaksi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
terjadi antar tokoh dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Analisis interaksi
diharapkan dapat memaparkan hubungan yang terjadi antara manusia dengan
berbagai realita sosial yang terdapat dalam novel tersebut.
4.1 Kajian Unsur Intrinsik Novel Suti
Sebuah karya sastra merupakan suatu bentuk gambaran yang konkret dari
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan. Dalam novel Suti,
terdapat empat unsur yang dapat memberikan gambaran konkret. Keempat unsur
tersebut adalah tokoh dan penokohan, tema, latar serta amanat.
4.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di
dalam berbagai peristiwa cerita (Sudjiman, 1991: 16). Tokoh yang terdapat dalam
novel Suti terdiri atas delapan orang yaitu Sutini, Bu Sastro, Pak Sastro, Parni, Sarno,
Kunto, Dewo, dan Tomblok. Tokoh yang disajikan tersebut merupakan tokoh yang
sering muncul dan menentukan jalannya cerita.
Penokohan adalah penyajian tokoh dan penceritaan tokoh. Tokoh-tokoh perlu
digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar wataknya dapat dikenal
oleh pembaca (Sudjiman, 1991: 23). Analisis penokohan dalam penelitian dibagi
menjadi dua bagian, yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan.
4.1.1.1 Tokoh Utama
Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono, Suti menjadi tokoh yang banyak
diceritakan. Tokoh Suti dalam penceritaan dinilai penting sebagai pembentukan
keseluruhan isi cerita. Menurut Sudjiman (1991: 18) kriteria yang digunakan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
menentukan tokoh utama bukan hanya frekuensi kemunculan tokoh itu di dalam
cerita, melainkan intensitas keterlibatan tokoh di dalam peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita.
Suti adalah seorang perempuan yatim yang usianya baru belasan tahun. Bersama
ibunya Parni, ia tinggal di sebuah kampung pinggir kota tetapi termasuk kecamatan
kota. Gambaran tokoh Suti dimulai penulis dengan menceritakan latar belakang
keluarga, usia Suti, serta pembawaannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan menggunakan metode analitis/langsung sebagai
berikut.
(01) Perempuan muda itu yatim, dan itu mungkin sebabnya orang desa
cenderung menerima sebagai hal yang wajar-sewajar-wajarnya kalau ada
berita aneh tentangnya, meskipun mereka tentu juga tahu bahwa orang
yatim tidak harus aneh tingkah lakunya. Suti, nama lengkapnya Sutini,
masih di ujung belasan tahun umurnya, dan sifatnya yang masih konyal-
kanyil bisa ditafsirkan macam-macam. Kalau lagi seneng ia sering
menepuk-nepukkan tangannya dengan irama yang sangat cepat sambil
loncat-loncat kecil (Damono, 2016: 05).
Pada kutipan tersebut tersebut, Damono memaparkan latar belakang kehidupan
Suti yang terbentuk karena keadaannya sebagai anak yatim dalam keluarganya.
Menjadi anak yatim tentunya akan menimbulkan banyak persepsi di mata
masyarakat. Oleh karena itu, Damono berusaha membangun arah cerita dengan
menyampaikan bahwa masyarakat desa tidak akan mempermasalahkan keadaan
ataupun kehidupan Suti yang statusnya sebagai anak yatim di Desa Tungkal.
Statusnya juga yang akan menentukan perjalanan Suti untuk berinteraksi dengan
Keluarga Sastro, sebuah keluarga yang mempersilahkan ia untuk menjadi bagian dari
keluarga tersebut. Melalui ajakan Bu Sastro, yang awalnya hanya diminta untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
membantu “ngangsu” dan memperbaiki sumbu kompor, hingga akhirnya seiring
berjalannya waktu Suti dan Keluarga Sastro memiliki kedekatan melebihi majikan
dengan pembantunya.
Suti juga digambarkan melalui sifatnya sebagai seorang yang pemberani serta
tidak takut pada siapapun. Keberadaan Suti menjadi anak yatim, membuatnya
menjadi seorang yang tegar dan tidak mudah cengeng pada keadaan yang ada
disekelilingnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan metode
analitis/langsung sebagai berikut.
(02) Dan kalau kebetulan Suti mendengar ejekan itu, segera saja Ia menyahut
sengit, Memangnya kalian orang kota! Dan tidak ada yang kemudian
berani melanjutkan pasal ketawa itu, ngeri kalau Suti ngamuk (Damono,
2016: 06)
.
Pada kutipan tersebut Damono bermaksud membangun konsep penokohan
pada diri Suti sebagai seorang yang pemberani. Tidak hanya menjadi seorang yang
pemberani, dia juga dihormati oleh orang-orang disekitarnya. Hal ini ditunjukan pada
kata, “ngeri kalau Suti ngamuk”, pada kata tersebut memiliki makna tersirat bahwa
Suti sangat disegani sikap dan sifatnya sebagai seorang anak yang pemberani pada
saat berinteraksi dengan masyarakat di Desa Tungkal.
Suti adalah seorang penyayang, baik hati, dan mengayomi Pak Sastro. Tetapi
Suti juga mudah jatuh cinta dengan siapa saja tanpa mempertimbangkan resiko yang
akan didapatkannya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(03) Suti menciumnya beberapa kali, mengambil air untuk melap darah yang
berceceran dari mulutnya (Damono, 2016: 78).
(04) Suti menerima keinginan Pak Sastro begitu saja, tanpa menimbang-
nimbang apakah penerimaannya itu merupakan ungkapan rasa kasihan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
atau lebih karena naluri perempuan yang selama ini tidak pernah bisa
dituntaskannya dengan Sarno (Damono, 2016: 91).
Dalam kutipan tersebut Damono menunjukan penokohan Suti yang lainnya. Suti
sebagai seorang yang penyayang dan baik hati serta pemberani memiliki sikap yang
kurang baik yaitu mudah jatuh cinta dengan orang terdekat yang ada disekelilingnya
tanpa mempertimbangkan resiko yang akan didapatkannya. Pak Sastro merupakan
orang yang dekat dengan Suti. Dia merupakan suami dari Bu Sastro. Tapi karena
intensitas interaksi keduanya, akhirnya merekaterlibat hubungan yang sebenarnya
terlarang untuk dijalani. Hal ini ini terlihat pada kutipan diatas yang menunjukan Suti
melakukan hubungan layaknya suami istri dengan Pak Sastro.
4.1.1.2 Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan disebut juga tokoh andalan karena ia dekat dengan tokoh utama,
andalan dimanfaatkan oleh pengarang untuk memberi gambaran lebih terperinci
tentang tokoh utama (Sudjiman, 1991: 20). Dalam novel Suti karya Sapardi Djoko
Damono ini terdapat beberapa tokoh tambahan yang mendukung munculnya konflik
pada diri tokoh utama, yaitu Bu Sastro, Pak Sastro, Parni, Sarno, Kunto, Dewo, dan
Tomblok. Adapun analisisnya adalah sebagai berikut.
1. Bu Sastro
Tokoh Bu Sastro digambarkan sebagai seorang perempuan rendah hati, dan
senang memasak. Ia sangat menikmati memasak menggunakan bara kayu. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan menggunakan metode analitis/langsung sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
(05) Bu Sastro seorang priyayi tulen yang tidak pernah menyimpan gagasan
tentang kasta atau silsilah usul atau kekayaan (Damono, 2016: 31).
(06) Bu Sastro suka sekali memasak, menikmati asyiknya bara kayu yang
berkedip-kedip kalau Ia menggerak-gerakkan kipas bambunya (Damono,
2016: 27).
Pada kutipan tersebut, Damono bermaksud menyampaikan penokohan Bu Sastro
sebagai seseorang yang rendah hati. Sikap tersebut dimiliki Bu Sastro, sekalipun dia
dikenal sebagai seorang priyayi di Desa Tungkal. Sebagai seorang priyayi, Bu Sastro
memiliki sikap yang sederhana. Damono mebangun konsep sederhana tersebut,
melalui pernyataan bahwa Bu Sastro senang memasak menggunakan kompor kayu.
Pada kutipan, tidak diceritakan secara spesifik perwujudan dari kompor tersebut,
tetapi melalui kutipan “Bu Sastro suka sekali memasak, menikmati asyiknya bara
kayu yang berkedip-kedip kalau Ia menggerak-gerakkan kipas bambunya” cukup
menunjukan bahwa yang dimaksud adalah kompor kayu, dan membuktikan pola
hidup sederhana dari Bu Sastro.
Bu Sastro merupakan perempuan yang tidak suka membicarakan orang lain dari
belakang. Ia juga perempuan yang sangat sabar. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan kutipan sebagai berikut.
(07) Bu Sastro tidak suka ngerasani orang. Ia juga tidak suka dirasani karena
benar-benar terganggu kalau mendengar orang bicara macam-macam
tentang suaminya (Damono, 2016: 38).
(08) Diam-diam perempuan sabar itu tahu, antara lain dari bisikan Suti, bahwa
anaknya malah sudah menjadi panutan anak-anak desa sebabnya – tidak
hanya dalam perkara mencuri tebu tetapi juga yang lain-lain, termasuk
menjerat anjing lair untuk dijual ke warung sate anjing yang larisnya
minta ampun (Damono, 2016: 45).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Pada kutipan tersebut menunjukan penokohan Bu Sastro sebagai seseorang yang
sabar dan bijaksana. Hal ini terlihat, ketika Damono menyampaikan mengenai sikap
Bu Sastro yang tidak suka membicarakan orang lain di sekelilingnya. Karena ia
merasa terganggu, apabila ada orang lain membicarakan tentang dirinya, maka dari
itu dia berusaha bijaksana untuk bertindak. Bu Sastro juga merupakan pribadi yang
sabar, hal itu ditunjukan Damono pada penceritaan tokoh Bu Sastro saat menghadapi
anaknya Dewo yang memiliki sikap yang tidak bisa diatur dan keras kepala.
Bu Sastro seorang perempuan yang penyayang dan memperlakukan Suti seperti
anak sendiri. Damono membangun konsep untuk menghubungkan pola interaksi
antara Suti dengan Bu Sastro. Dengan sikap penyayang yang dimiliki Bu Sastro,
menjadikan keberadaan Suti sebagai anak yatim merasa nyaman saat berinteraksi
dengan Bu Sastro. Kenyamanan itu membuat Suti merasa Keluarga Sastro sudah
seperti keluarganya sendiri, begitu juga dengan Bu Sastro yang tulus dan sama sekali
tidak keberatan dengan keberadaan Suti yang malah justru sangat ia sayangi. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(09) “Suti kamu anak cantik, gak suka ikut ribut-ribut. Kami sayang padamu,
kamu tahu, kan?” Suti diam saja, hanya mengangguk sambil mengusap
matanya yang berkaca-kaca. Bu Sastro menyentuh rambut perempuan
muda itu dan melanjutkan, “Tetangga kita itu memang harus dilawan,
mentang-mentang janda prajurit, seluruh suka berlebihan
menghormatinya” (Damono, 2016: 49).
(10) “Kalau kamu ada apa-apa, kalau ada yang ngapa-ngapain kamu, bilang
sama Ibu, ya”, kata Bu Sastro tiba-tiba (Damono, 2016: 50).
(11) Sesekali kalau masuk Toko Obral, sebuah toko serba ada, Bu Sastro
membelikannya kutang atau bahkan celana dalam. Dan Kadang-kadang
rok. Ia sering berpikir barang-barang semacam itulah yang menjadikan
perempuan kota tampak cantik. Sejak ikut keluarga Sastro tidak pernah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
lagi ia mencuci pakaiannya di sungai. Sabun Sunlight dan air sumur
cocok untuk pakaiannya dan Bu Sastro sama sekali tidak keberatan kalau
ia mencuci bajunya bersama-sama dengan pakaian keluarga itu (Damono,
2016: 59- 60).
2. Pak Sastro
Pada cerita, Pak Sastro merupakan suami dari Bu Sastro.Tokoh Pak Sastro
digambarkan laki-laki setengah baya yang mudah bergaul dengan siapa saja. Ia juga
seorang yang dikenal baik oleh tetangga, terkadang jika ada tetangga yang
membutuhkan bambu, Pak Sastro menyuruhnya untuk mengambil bambunya itu. Hal
ini ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(12) Orang-orang suka bingung memanggil laki-laki setengah baya yang
dibayangkan sebagai Prabu Kresno oleh Suti itu. Kadang-kadang
dipanggil „Den‟ kadang-kadang „Pak‟, keluarga itu tidak peduli sama
sekali sebab ketika masih di Ngadijayan pu mereka bergaul tidak hanya
dengan priyayi tetapi dengan macam-macam jenis orang (Damono, 2016:
30).
(13) Kalau ada tetangga yang perlu bambu, disilahkannya memotong beberapa
batang: Ia hanya minta dicarikan rebungnya (Damono, 2016: 34).
Selain itu Pak Sastro juga digambarkan sebagai seorang suami yang tidak setia
pada istrinya. Dalam cerita, Pak Sastro tidak hanya terlibat asmara terlarang dengan
Suti, lebih dari itu Pak Sastro sering pergi bersama Sarno, suami Suti untuk
mengunjungi tempat prostitusi yang Suti bahkan tidak mengetahui hal tersebut.
Dalam, hal ini Damono bermaksud membangun konsep, bahwa dalam interaksi sosial
tidak hanya pola interaksi yang baik saja dalam yang terjadi dalam suatu masyarakat,
seperti halnya kerja sama dan tolong menolong, tetapi juga pola dengan sikap yang
buruk, seperti halnya pertikaian karena suatu sebab permasalahan. Hal ini
ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
(14) Semua aman saja bagi idola Suti itu sampai pada suatu hari Ia diketahui
mengganggu istri seorang gali. Negosiasi dengan Pak Sastro tampaknya
gagal karena masalah jumlah uang, dan pengeroyokan terhadap Pak
Sastro terjadilah pada hari itu (Damono, 2016: 85- 86).
(15) Sambil menyapu guguran daun dan bunga kamboja di makam, Tomblok
bercerita tentang Pak Sastro yang sudah sejak pindah ke desa itu
berhubungan dengan banyak perempuan. Memang sudah lama ada calo
yang suka menawarkan perempuan di desa-desa sekitar Tungkal,
umumnya malah yang punya suami. (Damono, 2016: 85).
(16) Semuanya aman saja bagi idola Suti itu sampai pada suatu hari ia
diketahui menganggu istri seorang gali. Negosiasi dengan Pak Sastro
tampaknya gagal karena masalah jumlah uang, dan demikianlah maka
penyeroyokan terhadap Pak Sastro terjadilah pada hari itu. (Damono,
2016:86).
3. Parni
Parni adalah ibu Suti, ia merawat Suti seorang diri tanpa ada sosok seorang ayah
yang mendampinginnya. Ia sosok yang mudah berbaur dengan pendduk sekitar. Hal
ini ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(17) Parni dengan mudah berbaur dengan penduduk setempat dan anaknya
tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang gampang bergaul dengan anak-
anak lain (Damono, 2016: 11).
Parni adalah perempuan yang tidak bisa dipercaya dan sifat buruknya yang tidak
patut untuk diteladani menjadi seorang Ibu. Parni terjebak asmara terlarang dengan
Sarno. Suti sebagai anak Parni sebenarnya mengetahui skandal tersebut, namun Suti
memilih diam dan pura-pura tidak tahu atas kelakuan ibu dan suami Suti. Pada
akhirnya memilih pergi dan bekerja di rumah Keluarga Sastro. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(18) Sudah lama Suti harus menerima kenyataan bahwa lelaki itu sebenarnya
„pacar‟ ibunya. Beberapa kali dipergokinya mereka melakukan adegan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
yang hanya pantas untuk suami istri. Kepada Tomblok ia pernah bilang
akan minta diceraikan saja oleh Sarno (Damono, 2016: 51- 52).
4. Sarno
Sarno adalah suami sah Suti, sebelumnya Sarno pernah kawin dengan perempuan
lain tetapi tidak punya anak sesudah menunggu sekitar tiga tahun. Kemudian
perempuan itu menghilang begitu saja dan kabarnya digondol laki-laki lain ke
Jakarta. Pada akhirnya Sarno mengawini Suti dan ucapan itu langsung diterima. Hal
ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan metode analitis langsung sebagai
berikut.
(19) Dan setiap kali mendengar atau mengingat-ingat kabar semacam itu
Sarno hanya memilih diam. Ya, tentu kesepian ditinggal suami, katanya
dalam hati menentramkan diri sendiri. Setengahnya Ia takut dilabrak
istrinya yang tentu dengan mudah akan mendapatkan jodoh kalau mereka
ribut dan cerai. Meskipun tidak juga jelas apakah laki-laki itu takut sama
istrinya atau mertuanya (Damono, 2016: 04).
Sarno juga memiliki sifat pengecut. Ia terjebak asmara terlarang dengan ibu Suti
yaitu, Parni. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan menggunakan metode analitis
langsung sebagai berikut.
(20) “Orang-orang suka ngrasasni,” kata ibu Suti.
“ Lha aku kan beberapa kali diajak sama Den Sastro ke sana.”
“Iya, tau. Tapi kan kamu belum tahu apa kata tetangga,” sahut
mertuanya.
“Lha aku „kan suka ikut ronda.”
“Iya, tau. Tapi kamu kamu ikut ronda „kan hanya biar bisa ikut minum
ciu.”
“Gundulmu-mu!”
“Ya, ayo. Kita gundul-gundul-an saja,” kata mertuanya tenang.
Dan tata cara antara mertua dan menantu itu biasanya berakhir di kamar,
dan Suti pura-pura tidak tahu, pura-pura tidak mendengar. Malah
kemudian lenyap meninggalkan rumah (Damono, 2016: 75).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
(21) Kawin dengan gadis muda tentu banyak digunjingkan, apalagi Suti
memang sering jadi bahan gunjingan, tapi Sarno tempaknya sudah siap
memasang saringan rapat di telingannya agar suara-suara tetangganya
tidak kedengaran terlalu sember (Damono, 2016: 13).
Tokoh Sarno juga digambarkan sebagai sosok yang terampil dan tidak banyak
bicara dalam bekerja, sehingga Pak Sastro sering memanggilnya untuk bekerja di
rumahnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(22) Pak Sastro suka padanya: ia trampil dan tidak banyak cing-cong, hanya
sesekali suka nenggak ciu – tetapi tidak sampai benar-benar teler
(Damono, 2016: 36).
5. Kunto
Kunto adalah anak pertama dari Pak Sastro dan Bu Sastro. Dalam novel
diceritakan, Kunto merupakan anak sulung yang pintar dan penurut pada orang
tuanya. Di sekolah, Kunto dikagumi oleh guru karena sikap baik dan kecerdasan yang
dimilikinya. Pada novel, diceritakan Kunto dan Suti sempat memiliki rasa sayang
diantara keduanya namun tidak terwujud karena sikap Kunto yang terlalu kaku dalam
melakukan pendekatan dengan Suti. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan kutipan
sebagai berikut.
(23) Di sekolah Kunto memang penurut sehingga sekolahnya lancar dan
disayang banyak guru. Sebaliknya, tidak ada seorang guru pun yang
sayang kepada Dewo, seperti juga ia tidak pernah merasa sayang pada
mereka (Damono, 2016: 43).
(24) Ketika kereta berangkat, untuk pertama kalinya Kunto mengucapkan kata
Hati-hati, ya, Sut. Jaga Ibu (Damono, 2016: 66).
(25) Dalam kereta malam ke Solo Kunto tidak banyak bicara, hanya sesekali
cerita tentang Bandung dan Tan. Sahabatnya itu punya rencana mau
melanjutkan sekolahnya ke Jerman setelah menamatkan sekolahnya di
ITB. Ketika ditanya, agak basa-basi atau berkelakar, nanti mau belajar
kemana, Kunto menarik nafas panjang, mengatakan lebih suka kerja saja,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
kalau bisa di Bandung. Pak Sastro segera akan pensiun dan ia harus
membantu ibunya.
“Tapi di Bandung nanti Mas Tan kan gak ada,” kata Suti memancing,
seolah-olah Kunto hanya bisa bersahabat dengan Tan.
“Ya, kalau Tan gak ada, kamu kan mau menemani aku,” sahutnya
enteng.
Suti makin merapatkan tubuhnya ke Kunto sehingga orangtua yang duduk
di bangkunya depannya pura-pura memejamkan mata (Damono, 2016:
147- 148).
6. Dewo
Dewo adalah anak kedua dari Pak Sastro dan Bu Sastro. Di sekolah, Dewo sering
terlibat silang pendapat dengan guru dan teman sekolahnya. Hal itu mengakibatkan,
Dewo sering tinggal kelas karena sikapnya sendiri yang berani melawan sosok yang
memiliki kuasa di sekolah, dalam hal ini adalah guru. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan kutipan sebagai berikut.
(26) Adik Kunto masih duduk di kelas tiga SMP, sering nunggak kelas sama
sekali tidak karena bodoh tetapi lebih karena anak itu suka terbuka
membantah Pak Guru (Damono, 2016: 42).
Tokoh Dewo merupakan tokoh yang pemberani, suka melawan, dan tidak
segan-segan untuk mengkritik sesuatu yang dianggap salah menurut diri Dewo. Di
rumah, Dewo juga sering terlibat pertikaian besar dengan ayahnya yang sering
mengakibatkan Bu Sastro sampai menangis melihat keadaan tersebut.
(27) Pak Sastro dan Bu Sastro harus ekstra hati-hati menghadapi
bontotnya itu. Pernah suatu hari Pak Sastro marah besar, membanting
gelas sampai berkeping-keping, Dewo menjawabnya dengan melempar
gelas juga ke pintu – lebih berkeping-keping. Bu Sastro pun muncul, dan
langsung menangis tidak tahu harus berbuat apa. Pak Sastro ngeluyur ke
luar rumah, nyengklak sepeda dan pergi. Dewo keluar rumah juga,
langsung melompat ke sungai berenang ke kebon tebu, cari perkara lain
lagi. Sorenya anak laki-laki itu pulang membawa seikat tebu curian –
sebagai tanda sayang kepada ibunya (Damono, 2016: 44).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
(28) Petualangan Dewo, ksatrai kebon tebu itu, pernah menyusahkan ibunya
ketika pada suatu pagi Bu Mayor ngelabrak ke sana ke mari karena anjing
kesayangannya yang tidak jarang mengganggu tetangga itu hilang. Dewo
dituduh terlibat dalam tindak yang disebutnya kriminal itu, menjerat
anjing kesayangan si janda tentara untuk dijual ke warung sate jamu
(Damono, 2016: 47).
Selain itu, Dewo juga memiliki perasaan sayang terhadap Suti, tetapi cintanya
bertepuk sebelah tangan karena Suti tidak menanggapi. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(29) Ia merasa sangat pusing, tubuhnya lemas dan sama sekali tidak
dirasakannya ketika ia hampir jatuh dan dipeluk oleh Bu Sastro. Dewo
membantu ibunya mendudukkan Suti di sofa dan buru-buru ke kamar
mencari minyak angin atas perintah ibunya (Damono, 2016: 95).
(30) Pemuda yang dijuluki kepala kelompok berandalan kampung itu
rupannya merasa itulah memang tugasnya di dunia, Tugas untuk
memelihara Suti ada pada Kunto, katanya dalam hati. Ia ikhlas
menyerahkan perempuan itu ke kakaknya sejak usahanya untuk
menyekap Suti di kebon tebu gagal, meskipun sebenarnya rasa ikhlas itu
diusahakannya dengan susah payah (Damono, 2016: 105).
7. Tomblok
Tomblok merupakan sahabat dekat dari tokoh utama yaitu, Suti. Tidak hanya
sebagai sahabat, Tomblok juga merupakan teman setia Suti saat sedang mencuci baju
di sungai yang ada di Kampung Tungkal. Jalinan sahabat antara keduanya juga
menjadikan sesuatu yang bermanfaat bagi Suti maupun Tomblok. Tomblok sering
sekali memberikan nasehat pada Suti dalam bertindak dan menanggapi suatu
permasalahan yang sedang dihadapi atau bahkan yang tidak diketahui oleh Suti. Hal
ini ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(31) “Tetangga juga sudah curiga, Sut,” kata Tomblok, “mereka bilang kamu
kan hanya dijadikan alasan saja.”
Suti diam saja. Ia tampaknya sudah tahu itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
“kamu ikut Bu Sastro saja, Sut. Siapa tahu nanti malah disekolahkan.”
Tomblok merasa tidak memanas-manasi tetapi mengatakan yang
sebenarnya. Ia sayang kepada sahabatnya itu.
“Siapa tahu kamu di situ malah dapet durian,” katanya melanjutkan,
“bukan sekedar kedondong. Hehehe” (Damono, 2016: 52).
(32) Tombloklah yang akhirnya membisikan siaran burung gagak itu kepada
Suti. Ia tahu, Suti tidak pernah bergaul seperti dulu lagi sekarang, oleh
karean itu tidak banyak tahu apa yang sebenarnya tersirat di sela-sela
teriak gagak (Damono, 2016: 83).
4.1.2 Alur
Sudjiman (1988: 29) mengemukakan bahwa alur adalah urutan peristiwa yang
membangun tulang punggung cerita. Alur yang terdapat dalam novel Suti terdiri atas
paparan, rangsangan, gawatan, tikaian, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian.
4.1.2.1 Paparan
Paparan adalah peristiwa yang mengawali cerita selalu berisi sejumlah informasi
bagi pembaca. Penyampaian informasi kepada pembaca ini disebut paparan atau
eksposisi. Paparan merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Hal ini tentu saja
bukan informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan keterangan sekedarnya
untuk memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Hal ini ditunjukkan
pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(33) “Mblok, dah dengar ada orang baru?”
“Udah. Yang namanya Den Sastro itu, kan? Yang katanya dulu tinggal di
Ngadijayan itu, kan?‟‟
Kemaren lakiku dipanggil, disuruh bikin sumur. Kerja bapak itu di mana,
sih?”
“mana aku tahu?”
“Ganteng banget priayinya, edan tenan! Cakrak seperti Prabu Kresno
hehehe.” (Damono, 2016: 1- 2).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Pada kutipan tersebut tahap paparan dalam novel Suti karya Sapardi Djoko
Damono diawali pada percakapan antara Suti dengan Tomblok yang membicarakan
mengenai kedatangan warga baru di kampungnya yaitu keluarga priayi dari
Ngadijayan. Seseorang yang ada pada topik pembicaraan Suti dengan Tomblok
adalah Sastro. Tokoh tersebut yang nantinya dalam novel turut serta menentukan
arah cerita dari tokoh utama, dalam hal ini Suti. Dari maksud tersebut, terlihat jelas
bahwa paparan yang terdapat pada kutipan di atas sejalan dengan teori dari Sudjiman
(198:32) yang mengemukakan bahwa pada situasi yang digambarkan pada sebuah
awalan paparan haruslah membuka kemungkinan cerita itu berkembang.
4.1.2.2 Rangsangan
Rangsangan adalah peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan. Rangsangan
sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku sebagai
katalisator. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan kutipan sebagai berikut.
(34) Ketika Sarno bilang mau mengawini Suti, langsung ucapan itu
diterima. Dan laki-laki yang sebenarnya tidak jelas apa pekerjaannya
itu cepat-cepat mengawininya (Damono, 2016: 3).
Pada kutipan tersebut rangsangan mulai tampak dalam novel Suti adalah ketika
diceritakan pernikahan Suti dengan Sarno. Pada saat dinikahkan oleh Parni usia Suti
masih belasan tahun. Sarno adalah laki-laki yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Ibu
Suti menikahkan Suti dengan Sarno karena ibunya malu jikalau anaknya dianggap
tidak laku. Sampai pada akhirnya, tindakan dari Parni tersebut menjadi sebuah
gawatan, karena tidak lama kemudian Sarno terjebak cinta terlarang dengan Parni, ibu
kandung Suti sendiri. Mengacu pada analisis kutipan di atas, keputusan Parni untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
menikahkan Suti sesuai dengan teori yang dikemukakan Sudjiman mengenai
rangsangan pada sebuah cerita. Sudjiman (1988: 32- 33) mengemukakan bahwa
rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh hali lain, misalnya oleh datangnya berita
yang merusak keadaan yang semula terasa laras.
4.1.2.3 Gawatan
Gawatan adalah ketidakpastian yang berkepanjangan dan semakin menjadi-jadi.
Tahap ini merupakan tahap lanjutan dari tahap rangsangan. Pada rangsangan seperti
yang ada di atas, dicontohkan bahwa Parni memutuskan untuk menikahkan Suti
dengan Sarno, yang kemudian akhirnya mengkhianati kesepakatan tersebut, dengan
terjalinnya cinta terlarang antara Parni dengan Sarno. Hal ini ditunjukkan pengarang
dengan kutipan sebagai berikut.
(35) Sudah lama Suti harus menerima kenyataan bahwa lelaki itu
sebenarnya pacar ibunya. Beberapa kali dipergokinya mereka
melakukan adegan yang hanya pantas untuk suami istri (Damono,
2016: 51- 52).
Seperti yang sudah dibahas sebelumnya pada tahap rangsangan, pada kutipan
tersebut gawatan dimulai ketika Suti mengetahuai bahwa suami dan ibunya menjalin
hubungan yang lebih dari sekedar menantu dan mertua. Suti sudah mengetahui hal
tersebut, namun Suti memilih diam dan memendam rasa sakit hati itu sendirian atas
apa yang dilakukan suami dan ibunya itu. Mengacu pada tahap gawatan tersebut,
penulis dengan sengaja mengajak pembaca untuk terus masuk pada cerita novel lebih
dalam dan terbawa rasa penasarannya. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Sudjiman (1988: 34) yaitu, adanya gawatan menyebabkan pembaca terpancing
keingitahuannya akan kelanjutan cerita serta akan penyelesaian masalah yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
dihadapi tokoh, hingga menjadi suatu keprihatinan dan rasa keingin tahuan akan
nasib tokoh selanjutnya.
4.1.2.4 Tikaian
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan
yang bertentangan. Pada sebuah tikaian yang terjadi akan ada pihak yang terkalahkan
atau merasakan dampak negatif yang di dapat. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan
kutipan sebagai berikut.
(36) Setelah sepenuhnya sadar, Sastro dipapahnya masuk kamar. Suti
menciumnya beberapa kali, mengambil air untuk mengelap darah yang
berceceran dari mulutnya (Damono, 2016: 78).
Pada kutipan tersebut tikaian diawali dengan permasalahan yang lebih naik
ketika Pak Sastro yang sedang dirumah tiba-tiba datang beberapa orang dan langsung
mengeroyok Pak Sasrto. Begitu Suti mendengar suara kesakitan dari kamar tamu, Ia
lari dari dapur ke ruang tamu dan memapah Pak Sastro masuk dalam kamar Suti.
Mengacu pada kutipan tersebut, apa yang terjadi dan dialami oleh Pak Sastro sebagai
pihak yang kalah pada sebuah tikaian dengan anak buah suruhan Gali sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Sudjiman (1988: 34- 35), yaitu tikaian merupakan
pertentangan antara dirinya dengan kekuatan alam, dengan masyarakat, orang atau
tokoh lain, ataupun pertentangan antara dua unsur dalam diri satu tokoh itu
4.1.2.5 Rumitan
Rumitan adalah perkembangan dari gejala mula tikaian menuju klimaks cerita.
Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya (Sudjiman, 1988:
35). Hal itu ditandai pada kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
(37) Dan ketika kemudian dia menyadari kenyataan bahwa Pak Sastro
ternyata juga diam-diam ingin mendapatkannya dan berhasil- terbukti
dari apa yang terjadi malamny sehabis Prabu Kresna kena pukul rame-
rame hari itu….(Damono, 2016: 87- 88).
(38) Anak muda itu ternyata sama sekali berbeda wataknya dengan
bapaknya, lelaki setengah baya yang dengan sigap memahami apa
yang diharapkannya oleh perempuan kalau sedang berdua saja dengan
laki-laki-meskipun waktu itu tentu masih merasakan kesakitan akibat
pukulan gerombolan laki-laki yang datang tanpa diundang. Suti
menerima keinginan Pak Sastro begitu saja, tanpa menimbang-
nimbang apakah penerimaannya itu merupakan ungkapan rasa kasihan
atau lebih karena naluri permepuan yang selama ini tidak pernah bisa
dituntaskannya dengan Sarno (Damono, 2016: 19).
Pada kutipan tersebut rumitan terjadi pada saat Suti mulai menjalin kedekatan
dan melakukan sesuatu yang terlarang terlarang dengan Pak Sastro. Hal itu dimulai
pada saat ketika Pak Sastro baru saja menjadi korban pengeroyokan yang dilakukan
oleh para anak buah Gali Kalisobo. Sesaat setelah Suti merasa iba untuk menolong
Pak Sastro, kemudian terjadilah sebuah tindakan intim yang melibatkan Pak Sastro
dengan Suti, yang dimaksudkan penulis sebagai titik rumitan pada sebuah cerita.
4.1.2.6 Klimaks
Klimaks terlihat ketika rumitan mencapai puncak kehebatannya. Klimaks pada
cerita juga menjadi sebuah penunjuk bagi pembaca untuk menentukan pihak-pihak
yang menentukan kebenaran pada jalannya suatu cerita maupun pihak yang
berlawanan. Hal ini dibutkikan pada kutipan berikut.
(39) “Bu, saya mau melaporkan sesuatu, tetapi iu jangan gusar,” kan
Tomblok.
“ Tentang gagak juga? Ada apa lagi?”
“Tidak, Bu. Begini,” Kata tomblok memulai. Sangat ragu-ragu.
Dan tumpahlah dongeng Tomblok itu di hadapan Bu Sastro, baunya
sengit. Suti yang sudah dua hari ini tidak muncul tanpa melapor ke Bu
Sastro ternyata pergi diantar ibunya. Tidak ada tetangganya yang tahu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
“Kang Sarno pun tidak tahu, Bu.”
Bau berita itu sengit, terutama karena Parni tidak memberi tahu
masalah itu. Bu Sastro segera mencari Suami Suti. Sekarang benar-
benar disadarinya bahwa apa yang dilakukannya selama ini keliru,
sebuah dosa yang tidak bisa dimaafkan (Damono, 2016: 161).
Pada kutipan tersebut puncak masalah atau klimaks muncul saat sahabat Suti,
Tomblok datang dan mencari Bu Sastro untuk kemudian memberikan informasi
tentang kepergian Suti dan ibunya secara tiba-tiba tanpa diketahui ke mana. Pada
interaksi tersebut, penulis menjadikan Tomblok sebagai pembeda untuk menggiring
cerita tersebut sampai pada tahap klimaks dan menentukan mana saja tokoh yang
menentukan suatu kebenaran, dan yang berlawanan. Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Sudjiman (1988: 35), klimaks adalah bagian alur yang
menunjukan adanya pihak-pihak yang berlawanan atau bertentangan, berhadapan
untuk melakukan perhitungan terakhir yang menentukan (Sudjiman,.
4.1.2.7 Leraian
Leraian adalah bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukan
perkembangan peristiwa ke arah selesaian (Sudjiman, 1988: 35). Pada tahap ini
beberapa permasalahan mulai terlihat penyelesaian dengan berbagai penawaran
peleraiannya. Hal ini dibuktikan pada kutipan sebagai berikut.
(40) Ternyata Pak Sastro tidak bisa bertahan lama di Jakarta dan harus
pulang ke Solo menunggu masa pensiunnya. Waktu itulah ia mulai
sakit-sakitan tetaou sama sekali tidak menuruti nasihat dokter,
terutama dalam hal makanan. Belum sampai satu tahun ia pulang ke
Solo ketika dokter menyatakan kesehatan Pak Sastro dan harus-
berhati-hati dengan makanan. Thengkleng jugalah yang akhirnya
mengantarkan Prabu Kresna itu ke haribaan-Nya sekitar setahun
setelah tugasnya sebagai pegawai negeri berakhir (Damono, 2016:
168).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
(41) Bu Sastro yakin telah mendapat restu dari almarhum suaminya untuk
menyelenggarakan pesta kawin Kunto secepatnya di Surabaya. Ia
senang dan merasa ringan bahwa yang menjadi penyelenggara adalah
besannya, yakni sepupunya sendiri, yang kawin dengan seorang pria
Sangihe dan mempunyai seorag anak tunggal (Damono, 2016: 173).
Pada kutipan tersebut peleraian merupakan tahap yang mencakupi konflik pada
suatu cerita mengalami penurunan dengan didampingi dengan suatu peristiwa yang
menunjukan suatu penyelesaian masalah. Peleraian dalam novel Suti terindikasi
terjadi pada saat Pak Sastro akhirnya meninggal dunia, disusul dengan Kunto yang
setelah bapaknya meninggal ia kemudian menikah dengan mindho-nya di Surabaya.
Pada tahap ini, penulis menunjukan adanya kecenderungan klimaks yang disajikan
mulai mereda dengan berbagai penyajian leraian suatu permasalahan.
4.1.2.8 Selesaian
Selesaian bagian akhir atau penutup cerita. Selesaian boleh jadi mengandung
penyelesaian masalah yang melegakan (happy ending), boleh juga mengandung
penyelesaian masalah yang menyedihkan; misalnya si tokoh bunuh diri. Boleh jadi
juga pokok masalah tetap menggantung tanpa pemecahan, tanpa adanya penyelesaian
masalah, dalam keadaan yang penuh ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun
ketidakpahaman (Sudjiman, 1988: 36). Hal ini dibuktikan pada kutipan sebagai
berikut.
(42) Tomblok sedang mencuci pakaian ketika merasa ada yang menepuk
bahunya dari belakang. Ketika menoleh dilihatnya Suti berdiri
menggandeng seorang anak perempuan memandangnya, tersenyum
persis seperti beberapa tahun lalu. Perempuan itu tidak tampak surut
kecantikannya, kulitnya yang menjadi agak kecoklatan. Sebelum ia
bangkit, Suti berkata kepada anak itu untuk mencium tangan Tomblok
sambil memperkenalkannya sebagai anaknya (Damono, 2016: 184).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
(43) Bu Sastro bangkit, memegang angan anak itu, mencium dan
membisikannya. Saat itulah Suti seperti mendengar bisikan itu. Bapak
telah mememnuhi janjinya memberiku anak perempuan (Damono,
2016: 191).
Pada kutipan tersebut tahap penyelesaian dalam novel Suti karya Sapardi Djoko
Damono adalah ketika Suti tiba-tiba kembali pulang ke Desa Tungkal. Kembalinya
Suti tersebut ditemani oleh seorang anak. Anak tersebut bernama Nur. Nur adalah
anak kandung hasil hubungan terlarang dengan Pak Sastro di masa lalu. Suti kembali
ke Desa Tungkal untuk kembali memulai kembali hidupnya dengan baik-baik saja
bersama Nur dan Bu Sastro. Pada kutipan tersebut, sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Sudjiman bahwa leraian merupakan penyelesaian masalah yang
melegakan (happy ending), yang dapat juga bermuatan penyelesaian masalah yang
menyedihkan; dan bahkan dapat juga bermuatan pokok masalah tetap menggantung
tanpa pemecahan, tanpa adanya penyelesaian masalah, dalam keadaan yang penuh
ketidakpastian, ketidakjelasan, ataupun ketidakpahaman (Sudjiman, 1988: 36)
4.1.3 Tema
Menurut Sudjiman (1988: 50) tema adalah gagasan, ide, atau pilihan utama yang
mendasar suatu karya sastra itu. Adanya tema membuat karya sastra lebih penting
dari sekedar bacaan hiburan. Stanton menyatakan bahwa tema merupakan aspek
cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalam pengalaman manusia, sesuatu yang
menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton, 2007: 36). Ada banyak cerita
yang menggambarkan dan menelaah kejadian atau emosi yang dialami seperi cinta,
derita, rasa takut, kedewasaan, keyakinan, penghianatan manusia terhadap diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
sendiri, disilusi, atau bahkan usia tua. Dengan suatu tema, beberapa cerita juga
bermaksud menghakimi tindakan karakter-karakter didalamnya dengan memberi
atribut „baik‟ atau „buruk‟.
Menurut Hartoko dan Rahmanto (1986: 142) tema merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai struktur semantis dan menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-
perbedaan. Tema adalah gagasan abstrak utama yang terdapat dalam sebuah karya
sastra atau yang secara berulang-ulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun
(yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan motif (Baldic via Nurgiyantoro,
2015: 115).
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan tema adalah gagasan
sebuah makna sebagai dasar umum yang menopang sebuah karya sastra berulang-
ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit maupun
secara eksplisit. Adanya tema membuat karya sastra lebih penting dari sekedar
bacaan hiburan. Dengan suatu tema, beberapa cerita juga bermaksud menghakimi
tindakan karakter-karakter didalamnya dengan memberi atribut „baik‟ atau „buruk‟.
Novel Suti bertema ketabahan dalam menjalani hidup dan perubahan
permasalahan hidup yang terjadi di masyarakat dan keluarga tempat tokoh Suti
berinteraksi. Hal tersebut terjadi tidak hanya pada tokoh utama yaitu Suti, tetapi juga
pada pada tokoh pendukung yaitu Bu Sastro. Keduanya adalah tokoh perempuan
yang sering muncul dalam cerita dan memiliki peran yang seimbang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Dalam novel, ketabahan Suti digambarkan pada saat ia memutuskan untuk hidup
dan menikah dengan Sarno, suami pilihan ibunya. Namun, pada kenyataannya dalam
cerita ternyata pernikahan itu berjalan cukup dramatis. Hal Itu terjadi karena Sarno
ternyata justru berselingkuh dan menjadi milik ibunya, bukan Suti. Berikut bukti
kutipan pernyataan mengenai sikap ketabahan yang dimiliki oleh Suti.
(44) Sudah lama Suti harus menerima kenyataan bahwa lelaki itu sebenarnya
„pacar‟ ibunya. Beberapa kali dipergokinya mereka melakukan adegan
yang hanya pantas untuk suami istri. Kepada Tomblok ia pernah bilang
akan minta diceraikan saja oleh Sarno (Damono, 2016: 51-52).
(45) “Orang-orang suka ngrasasni,” kata ibu Suti.
“ Lha aku kan beberapa kali diajak sama Den Sastro ke sana.”
“Iya, tau. Tapi kan kamu belum tahu apa kata tetangga,” sahut
mertuanya.
“Lha aku „kan suka ikut ronda.”
“Iya, tau. Tapi kamu ikut ronda „kan hanya biar bisa ikut minum ciu.”
“Gundulmu-mu!”
“Ya, ayo. Kita gundul-gundul-an saja,” kata mertuanya tenang.
Dan tata cara antara mertua dan menantu itu biasanya berakhir di
kamar, dan Suti pura-pura tidak tahu, pura-pura tidak mendengar
(Damono, 2016: 75).
Ketabahan pada konteks yang lain ditunjukan pada saat Suti memiliki rasa dan
hubungan spesial dengan Pak Sastro. Hubungan spesial tersebut sebenarnya hal yang
terlarang bagi Suti karena lelaki itu adalah suami dari Bu Sastro. Pada cerita tersebut,
Pak Sastro merupakan tokoh yang memiliki perangai buruk perihal sikapnya yang
suka main perempuan. Hal tersebut juga yang akhirnya membawa Pak Sastro pada
suatu masalah besar dan harus berhadapan dengan para suruhan gali yang mendatangi
rumah Pak Sastro. Masalah tersebut sampai mengakibatkan tubuh Pak Sastro babak
belur, karena dikeroyok oleh orang-orang suruhan gali yang tiba-tiba datang ke
rumahnya. Suti yang pada saat itu ada di rumah tersebut, berusaha sabar dan tegar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
untuk menolong dan merawat luka Pak Sastro yang terkapar tak berdaya, meskipun
dalam hatinya dia merasa aneh karena harus ikut menanggung dampak yang telah
diperbuat oleh Pak Sastro. Berikut bukti kutipan pernyataan yang menunjukan
kesabaran dari tokoh Suti.
(46) Sehari sebelum memutuskan untuk kembali saja ke Jakarta, ada
beberapa orang laki-laki datang bertemu. Mereka bilang mau ketemu
Pak Sastro, ada urusan penting. Dibangunkan Suti dari tidur siang,
Sastro agak sempoyongan masuk ke kamar tamu. Belum sempat ia
menyambut tamunya dengan basa-basi, salah seorang diantara mereka
langsung saja mendekati Pak Sastro dan melayangkan tinju. Priayi
setengah baya itu terpental membentur dinding kamar, langsung
disambut oleh seorang tamu lagi dengan tendangan di perutnya. Dan
lagi. Dan lagi. Lengkap sudah upacara singkat itu (Damono, 2016: 77).
Sosok Bu Sastro merupakan salah satu tokoh sentral selain Suti dari cerita dalam
novel Suti ini. Ia juga digambarkan sebagai perempuan yang sabar dan tegar
menghadapi sifat masing-masing anggota keluarganya yang berbeda-beda. Pak Sastro
yang suka main perempuan, Kunto yang penurut namun berada jauh dari Yogyakarta,
dan Dewo anak bungsunya yang keras kepala, dihadapinya dengan sabar dan
penyayang. Pembawaan sikap penyayang itulah yang sering membuat tokoh Bu
Sastro menangis dalam cerita. Ketabahan sikap Bu Sastro juga ditunjukan ketika dia
berusaha tenang dan ikhlas mendengar omongan para tetangga yang menggunjingnya
gara-gara masalah yang dibawa oleh keluarganya seperti halnya sikap Pak Sastro
yang kerap bermain perempuan. Berikut bukti kutipan yang menunjukan ketabahan
Bu Sastro dalam novel.
(47) Di rumah pun demikian. Pak Sastro dan Bu Sastro harus ekstra hati-
hati menghadapi bontotnya itu. Pernah suatu hari Pak Sastro marah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
besar, membanting galas sampai berkeping-keping, Dewo
menjawabnya dengan melempar gelas juga kepintu- lebih
berkepingkeping. Bu Sastro pun muncul, dan langsung menangis tidak
tahu harus berbuat apa (Damono, 2016: 44).
(48) Dan persis ketika rumah itu tampak dari jendela kerta, Bu Sastro
menetaskan air mata. Belum pernah Suti melihat adegan semacam itu.
Ia segera memahami maknanya ketika Bu Sastro menatapnya, tanpa
berusaha menahan air matanya, sambil tersenyum. Ia berjanji dalam
harinya untuk selalu menjaga priyayi setengah baya itu sebaik-baiknya
(Damono, 2016: 66).
(49) Sehabis mendengar penjelasan Tomblok, Bu Sastro untuk pertama
kalinya merasa agak susah tidur. Ia selama ini mencoba memahami
hubungan-hubungan yang ada dalam keluarganya, tetapi keterangan
Tomblok tentang peristiwa itu membuatnya meragukan sikap tetangga
terhadapnya dan keluarganya selama ini. Ia tiba-tiba merasa bahwa
sikap menghargai dan menghormati keluarganya sebenarnya basa-basi
saja. Namun, apa pula bedanya dengan yang dulu terjadi di
Ngadijayan? Ternyata menentramkan diri sendiri. Dan pertanyaan
retorik itu ternyata berhasil membuatnya lebih nyenyak tidur,
membuatnya berjanji pada dari sendiri untuk tidak mengubah sikap
dan tingkah lakunya terhadap siapapun, keluarga maupun tetangga
(Damono, 2016: 122).
4.1.4 Latar
Dalam suatu peristiwa maupun kejadian dalam cerita, hal yang berkaitan dengan
waktu, tempat, dan sosial merupakan aspek yang penting. Secara sederhana
keterangan dalam suatu kejadian yang berkaitan waktu, tempat, dan suasana
terjadinya peristiwa adalah komponen pembangun latar cerita dalam suatu karya
sastra. Menurut Nurgiyantoro (2015: 314- 315), latar adalah tempat, hubungan waktu
sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
4.1.4.1 Latar Tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi (Nurgiyantoro, 2015: 314- 315). Latar tempat yang digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono adalah Sungai, Desa Tungkal, Solo,
Bioskop, Makam, Ngadijayan, Dapur, Kereta Api. Latar yang disajikan tersebut,
diambil berdsarkan tempat yang akan menentukan arah jalannya suatu cerita dalam
novel Suti.
1. Sungai
Latar tempat yang pertama dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono
adalah sungai. Sungai adalah tempat Suti dan sahabatnya Tomblok mencuci pakaian
dan pusat penyebarluasan cerita yang terjadi di sebuah kampung itu. Kutipan yang
mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.
(50) Suti dan Tomblok, yang nama lengkapnya Pariyem, biasa ngobrol di
pinggir sungai setiap pagi ketika mereka sedang mencuci pakaian di
sungai (Damono, 2016: 03).
2. Desa Tungkal
Latar tempat yang kedua dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono adalah
Desa Tungkal. Tempat ini merupakan latar tempat utama dalam cerita Suti karya
Sapardi Djoko Darmono. Di desa inilah Suti dan tokoh yang lainnya tinggal dan
menjalankan kegiatan sehari-hari. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut
adalah sebagai berikut.
(51) Panggung dongeng ini adalah sebuag kampung di pinggiran kota Solo,
tepatnya di Desa Tungkal. Waktu itu, tahun 1960-an, desa tersebut
mulai kedatangan orang yang berasal dari pusat kota, harga tanah
sangat murah sebab belum tersentuh oleh rencana pembangunan kota.
Jauh dari Kraton Kasunan, yang terletak di pusat kota, sebagian besar
penghuni desa sudah beranak pinak sejak kakek atau bahkan buyut
mereka. Sebelah barat desa itu, dibatasi sebuah sungai, lebarnya sekitar
10 meter, yang sejak semula berfungsi sebagai salah satu pusat
kegiatan penduduk seperti mencuci, mancng, dan menjala ikan, serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
mandu karena sumur hanya ada di beberapa rumah keluarga yang
mampu saja (Damono, 2016: 14-15).
3. Kota Solo
Latar tempat yang ketiga dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono adalah
Kota Solo. Desa Tungkal merupakan salah satu bagian wilayah dari Kota Solo, maka
dari itu peristiwa dalam cerita Suti ini sering menggunakan Kota Solo sebagai latar
tempat dalam novel tersebut. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah
sebagai berikut.
(52) Perempuan muda ini selalu seperti kesetanan kalau nguber wayang kulit
untuk mendengarkan suluk dalang dan lengkingan pesinden, yang
kadang didatangkan dari kota-kota sekitar Solo, yang tampang dan
sindenannya membikin banyak laki-laki mules pikirannya (Damono,
2016: 7- 8).
(53) Panggung dongen ini adalah sebuah kampung di pinggiran kota Solo,
tepatnya di Desa Tungkal (Damono, 2016: 14).
4. Bioskop
Latar tempat yang keempat dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono
adalah bioskop. Tempat ini merupakan tempat dimana sering menghabiskan
waktunya bersama koboi-koboi ingusan di desanya. Dalam beberapa kesempatan
diceritakan Suti bersama koboi-koboi tersebut sering menonton bioskop dengan
masuk secara menyusup diam-diam tanpa membayar tiket masuk. Pada kesempatan
yang lainnya, Suti juga pernah diajak menonoton bioskop oleh Kunto dan temannya
Kuswanto. Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.
(54) Suka nonton wayang di Kelurahan, suka nonton kethoprak di
Balekambang, dan kata tetangganya suka juga mbludhus nonton
bioskop di Pasar Pon, diajak gerombolan koboi ingusan yang kata
orang desa suka nenggak ciu (Damono, 2016: 12).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
5. Makam
Latar tempat yang kelima dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono
adalah Makam. Tempat ini merupakan salah satu sumber penghasilan Desa Tungkal
dan tempat peristirahatan terakhir dari Mbah Parmin, leluhur yang dikeramatkan
makamnya oleh peziarah kota atau peziarah yang berasal dari luar Desa Tungkal.
Pada awalnya, warga Desa Tungkal memang tidak menjadikan makam Mbah
Parmin sebagai sesuatu yang mistis dan keramat. Namun, karena makam tersebut
dirawat baik-baik oleh warga desa sampai dibelikan batu nisan yang mengilap, para
peziarah yang datang dari luar kota menganggap makam yang berbeda dari yang
makam lainnya tersebut sebagai makam “orang pintar”. Kutipan yang mendukung
pernyatan tersebut adalah sebagai berikut.
(55) Di sebelah timur ada makam yang menyimpan baik-baik entah berupa
ratusan mayat. Yang dimakamkan tidak hanya berasal dari desa itu
tetapi juga dari desa lain, bahkan kota lain- kalau kebetulan punya
kerabat di situ. Warga benar-benar bangga pada makam itu dan dengan
cerdik memanfaatkannya seabagai salah satu sumber penghasilan.
Orang jauh yang anggota keluarganya dimakamkan di situ suka minta
bantuan warga desa untuk mengurusnya. Dan, yang lebih penting,
setiap kali ada orang berziarah orang-orang tua dan anak-anak
mengerumuni peziarah untuk meminta uang jasa (Damono, 2016: 23).
(56) Makam Mbah Parmin memang dirawat baik-baik, bahkan orang-orang
mengumpulkan uang untuk membeli nisan batu yang hitam mengilap.
Dan lelaki itu mendapatkan tempat sewajarnya dalam kenangan warga
desa. Peziarah dari kota atau tempat lain suka bertanya apakah orang
yang nisannya mengilap itu makam Kiai yang bisa dimintai rezeki.
Jawaban tidak jelas atau yang mungkin sengaja disamarkan yang
didapat dari orang desa itu membuat mereka bingung dan akhirnya
membuat kesimpulan sendiri bahwa memang ada makam “orang
pintar” di desa itu. Mereka itulah yang justru mengeramatkan makam
Mbah Parmin, bukan warga desa (Damono, 2016: 26).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
6. Ngadijayan
Latar tempat yang keenam dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono adalah
Ngadijayan. Tempat ini merupakan kampung yang terletak di sebelah barat
Baluwarti, kawasan kraton. Desa Ngadijayan merupakan tempat tinggal Keluarga
Sastro, sebelum mereka memutuskan pindah ke Desa Tungkal. Dinamakan
Ngadijayan karena di kampung itu tinggal Pangeran Hadiwijoyo, salah seorang putra
Sinuhun yang dahulu. Pada saat di kampung Ngadijayan Keluarga Sastro dikenal
luas sebagai keluarga baik-baik oleh masyarakat. Kutipan yang mendukung pernyatan
tersebut adalah sebagai berikut.
(57) Ngadijayan itu sebuah kampung di sebelah barat Baluwarti, kawasan
Kraton. Disebut Ngadijayan karena di kampung itu tinggal Pangeran
Hadiwijoyo, salah seorang putra Sinuhun yang dahulu. Jalan di pinggir
kampung itu disebut Jalan Hadiwijayan. Ayah Bu Sastro dan Ayah Pak
Sastro dulu menjadi abdi dalem Kasunanan (Damono, 2016: 30).
(58) Kadang-kadang dipanggil “Den” kadang-kadang “Pak”, keluarga itu
tidak peduli sama sekali sebab ketika masih di Ngadijayan pun mereka
bergaul tidak hanya dengan priyayi tetapi dengan macam-macam jenis
orang (Damono, 2016: 30).
7. Dapur
Latar tempat yang ketujuh dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono adalah
Dapur. Tempat ini menjadi tempat paling sering untuk Suti dan Bu Sastro
berinteraksi dan berbincang-bincang perihal masalah kehidupan yang ada di Keluarga
Sastro. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai berikut.
(59) “Suti kan bisa bantu membersihkan kompor, Bu” kata anaknya pada
suatu pagi ketika ibunya tampak repot menyalakan kayu api. Suti
jongkok di dekat Bu Sastro, sehabis mengisi bak mandi. Tiap hari
sekarang ia ada di rumah Pak Sastro, bantu-bantu apa saja, seperti juga
suaminya (Damono, 2016: 37).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
8. Kereta Api
Latar tempat yang kedelapan dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono
adalah saat perjalanan menggunakan Kereta Api. Dalam novel ini, ditemukan banyak
interaksi antartokoh yang terjadi pada saat mereka sedang dalam perjalanan ke luar
kota menggunakan kereta api. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah
sebagai berikut.
(60) Kebetulan jalur kereta api ke Solo lewat belakang rumah kos Kunto.
Dan persis ketika rumah itu tampak dari jendela kereta, Bu Sastro
meneteskan air mata. Belum pernah Suti melihat adegan semcam itu.
Bu Sastro menatapnya, tanpa berusaha menahan air matanya, sambil
tersenyum (Damono, 2016: 66).
4.1.1.2 Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa
yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya
dihubungkan dengan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat
dikaitkan dengan peristiwa sejarah (Nurgiyantoro, 2015: 318). Latar waktu dalam
novel ini dibagi menjadi tiga waktu yaitu, pagi, sore, dan malam.
1. Pagi Hari
Latar waktu pertama yang terdapat dalam novel Suti yaitu pagi hari. Terdapat
beberapa peristiwa dalam cerita yang berlangsung di waktu pagi hari. Peristiwa yang
pertama saat Suti dan Tomblok melangsungkan rutinitas keseharian mereka yaitu,
mencuci di Sungai. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
(61) Suti dan Tomblok, yang nama lengkapnya Pariyem, biasa ngobrol di
pinggir sungai setiap pagi ketika mereka sedang mencuci pakaian di
sungai. Kali ini hanya mereka berdua. Orang-orang lain sudah pagi-
pagi tadi ke sungai sebelum ke paar atau kerja atau ke sekolah
(Damono, 2016: 3).
Peristiwa kedua yang terjadi pagi hari adalah ketika Suti sedang berada di dapur
bersama Bu Sarno. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai
berikut.
(62) “Suti kan bisa bantu membersihkan kompor, Bu” kata anaknya pada
suatu pagi ketika ibunya tampak repot menyalakan kayu api (Damono,
2016: 37).
Peristiwa ketiga yang terjadi pagi hari adalah masih di tempat dan waktu yang
sama ketika Kunto melihat Suti dan Bu Sarno sedang meributkan perihal kompor
yang sedang dimasak oleh Bu Sarno dan enggan diberikan pada Suti untuk
menggantikannya. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai
berikut.
(63) “Hahaha, malah marah!” kata anak sulungnya yang kebetulan melongok
ke dapur menyaksikan adegan pagi itu” (Damono, 2016: 40).
2. Sore Hari
Latar waktu kedua yang terdapat dalam novel Suti yaitu sore hari. Terdapat
beberapa peristiwa dalam cerita yang berlangsung di waktu sore hari. Peristiwa
pertama yang terjadi pada waktu sore hari, yaitu pada saat Bu Sastro memanggil
Tomblok ke rumahnya untuk bekerja menggantikan Suti yang sedang di Jakarta
bersama Pak Sastro. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai
berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
(64) Sorenya ia memanggil Tomblok ke rumah, menanyakan apa bersedia
membantunya, “Setidaknya sementara saja, Mblok, selama Suti masih
di Jakarta” katanya. Sama sekali tidak kelihatan kalau dia memohon,
meskipun sebenarnya sangat mengharapkan jawaban „ya‟ dari
Tomblok. Dan memang jawaban itu yang didengarnya (Damono,
2016: 113).
Peristiwa yang kedua yang terjadi pada waktu sore hari adalah pada saat Suti,
Kunto, dan Pak Sastro tiba di Jakarta. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut
adalah sebagai berikut.
(65) Menjelang maghrib kereta api baru sampai Jakarta. Dalam keadaan
capek mereka bertiga masih harus berebut lagi naik bis arah kampung
Minangkabau (Damono, 2016: 127).
Peristiwa yang ketiga yang terjadi pada waktu sore hari adalah pada saat Kunto
baru saja tiba dari Bandung ke Jakarta. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut
adalah sebagai berikut.
(66) Kunto baru kembali ke Jakarta hari berikutnya selepas maghrib.
Meminta maaf kepada Suti, ia bercerita tentang pertemuannya dengan
Tan ( Damono, 2016: 141).
3. Malam hari
Latar waktu ketiga yang terdapat dalam novel Suti yaitu malam hari. Peristiwa
yang terjadi pada waktu malam hari, yaitu pada saat Suti dan Kunto berada di dalam
kereta dari Jakarta Menuju Solo. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah
sebagai berikut.
(67) Dalam kereta malam ke Solo Kunto tidak banyak bicara, hanya sesekali
cerita tentang Bandung dan Tan (Damono, 2016: 147).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
4.1.4.3 Latar Sosial-Budaya
Latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Latar sosial-budaya dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,
pendangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Di samping itu, latar
sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan,
misalnya rendah, menengah, atau atas (Nurgiyantoro, 2016: 322).
1. Mata Pencaharian
Latar sosial-budaya yang pertama menunjukkan pola kehidupan masyarakat
pada aspek pekerjaan-pekerjaan masyarakat Desa Tungkal. Pada novel, dipaparkan
berbagai mata pencaharian yang dimiliki masyarakat desa tersebut. Kutipan yang
mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai berikut.
(68) Mereka bekerja sebagai penarik becak, tukang jual jajanan malam
hari, pencari pasir, pemanjat kelapa, pembantu, dan kerja serabutan-
kerja apa saja diambil (Damono, 2016: 19).
(69) Beberapa keluarga memiliki kuda yang dipekerjakan sebagai
pengangkut karung pasir, mendaki tebing sungai. Ada juga keluarga
yang disebut Juragan Pasir sebab memiliki gerobak kuda yang
membawa karung-karung pasir ke kota (Damono, 2016: 20).
2. Adat Istiadat
Latar sosial-budaya yang kedua menunjukkan pola kehidupan masyarakat pada
aspek adat istidat yang terjalin pada masyarakat di dalam Novel Suti. Adat istiadat
yang pertama yaitu berkenaan pada budaya masyarakat Desa Tungkal dan luar desa
tersebut yang menjadikan makam Mbah Parmin menjadikan makam yang keramat.
Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
(70) Peziarah dari kota atau tempat lain suka bertanya apakah orang yang
nisannyamengilap itu makam Kiai yang bisa dimintai rezeki. Jawaban
tidak jelas atau yang mungkin sengaja disamarkan yang didapat dari
orang desa itu membuat mereka bingung dan akhirnya membuat
kesimpulan sendiri bahwa memang ada makam “orang pintar” di desa
itu. Mereka itulah yang justru mengeramatkan makam Mbah Parmin,
bukan warga desa (Damono, 2016: 26).
Adat istiadat yang kedua yaitu berkenaan pada pemaparan budaya yang terjalin
di lingkungan Kasunanan, tempat dimana dulu Keluarga Pak Sastro tinggal sebelum
pindah ke Desa Tungkal. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai
berikut.
(71) Ngadijayan itu sebuah kampung di sebelah barat Baluwarti, kawasan
Kraton. Disebut Ngadijayan karena di kampung itu tinggal Pangeran
Hadiwijoyo, salah seorang putra Sinuhun yang dahulu. Jalan di pinggir
kampung itu disebut Jalan Hadiwijayan. Ayah Bu Sastro dan Ayah Pak
Sastro dulu menjadi abdi dalem Kasunanan (Damono, 2016: 30).
(72) Tugas Sumadi di Kasunanan sebagai Kerani menghasilkan gelar
Sastro; namanya menjadi Sastrosumadi. Lelaki Jawa yang sudah
kawin biasanya mendapat nama tua sebagai penanda status. Orang
kemudian cenderung tidak mengenal lagi nama kecilnya (Damono,
2016: 39).
3. Kebiasaan Masyarakat Desa Tungkal
Latar sosial-budaya yang ketiga menunjukkan pola kehidupan masyarakat pada
aspek kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk pada masyarakat Desa Tungkal. Pada
novel, dipaparkan berbagai kebiasaan-kebiasaan tersebut yang dimiliki masyarakat.
Kebiasaan yang pertama yaitu berkaitan dengan perlakuan masyarakat pada makam
yang terdapat di desa tersebut, yang menjadikannya menjadi salah satu sumber
penghasilan karena kebiasaan peziarah-peziarah dari luar daerah yang datang dan
menganggap makam-makam di desa tersebut sebagai makam-makam yang keramat.
Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
(73) Warga benar-benar bangga pada makam itu dan dengan cerdik
memanfaatkannya seabagai salah satu sumber penghasilan. Orang
jauh yang anggota keluarganya dimakamkan di situ suka minta
bantuan warga desa untuk mengurusnya. Dan, yang lebih penting,
setiap kali ada orang berziarah orang-orang tua dan anak-anak
mengerumuni peziarah untuk meminta uang jaza (Damono, 2016:
23).
Kebiasaan masyarakat yang kedua berkaitan pada kegiatan yang dilakukan setiap
bulan menjelang puasa, mereka selalu memanen rezeki dari warga luar daerah yang
berziarah ke makam. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut adalah sebagai
berikut.
(74) Rezeki mereka sangat menyegarkan kalau bulan ruwah tiba;
menjelang Bulan Puasa setiap hari makam kedatangan ribuan orang,
semuanya ikhlas membagi uang. Beberapa warga desa mendadak
menjadi tukang becak untuk mengangkut yang berdatangan,
menyewa dari tauke becak yang tinggalnya dekat Pasar Kukusan,
sekitar tiga kilometer dari kampung itu (Damono, 2016: 24).
4.1.5 Amanat
Menurut Sudjiman (1988: 57), amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang
ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat terdapat di dalam karya sastra secara
tersirat (implisit) maupun tersurat (eksplisit). Amanat bersifat implisit jika jalan
keluar atau ajaran moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang akhir
cerita. Bersifat eksplisit jika pengarang pada tengah atau akhir cerita menyampaikan
seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, larangan dan sebagainya yang berkaitan
dengan gagasan yang mendasari cerita secara langsung dan tertulis pada novel
tersebut.
Amanat tersirat yang diperoleh dalam novel Suti karangan Sapardi Djoko
Damono adalah jadilah orang yang memiliki prinsip yang kuat dan tidak mudah sakit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
hati serta putus asa saat sedang berada dalam tekanan. Hal tersebut dibuktikan dalam
kutipan berikut.
(75) Namun, tidak pernah pikiran semacam itu menjadi bahan gunjingan
terbuka di kampung. Seandainya pun tahu ada yang menggunjingkan,
Parni tentu akan membiarkan saja. Kehidupan di kota telah
mengajarkan untuk bersikap demikian (Damono, 2016: 11).
Amanat tersirat (implisit) kedua adalah diceritakan dalam novel tersebut Suti
diceritakan bahwa ia adalah seorang perempuan yang tidak diketahui siapa bapaknya.
menginjak remaja, ia dinikahkan oleh ibunya dengan Sarno yang usianya separuh
baya. Sarno, suami Suti tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Suti telah mengetahuai
hubungan yang lebih dari hubungan menantu dan mertua anatara ibunya dan Sarno.
kisahnya berlanjut dramatis ketika Suti jatuh dipelukan pak Sastro dan akhirnya ia
menghilang dan kembali lagi ke Solo dengan membawa anak perempuannya yang
diberi nama Nur yang beberapa tahun lalu tinggal di Jakarta. Cerita hidup yang
sedemikaian rumit, Suti tetap berusaha untuk bersyukur dan tegar dalam menghadpi
kehidupan yang dijalaninya. Dari kejadian tersebut, dapat dipahami bahwa, sebagai
manusia hendaklah tegar dalam menghadapi kehidupan bagaimanapun keadaan yang
sedang dihadapi tetap percaya pasti tetap ada jalan untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik. Kutipan yang mendukung pernyataan di atas adalah:
(76) “Ketika Ibu bilang mau ke Kalimantan dengan laki-laki entah siapa, aku
memutuskan untuk kemabali ke Solo saja. siapa tahu ada yang mau
ngasih kerjaan. di sini kan masih ada rumah, di sana repot banget cari
rumah” (Damono, 2016: 185).
Selanjutnya, amanat tersurat (eksplisit) yang terdapat dalam novel Suti adalah
mengenai kepercayaan yang dimiliki kita sebagai manusia. Hal ini masih sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
dijumpai pada masayarakat di Indonesia yang tinggal di daerah pedalaman, yang
masih percaya adanya paham animisme dan dinamisme sebagai dasar untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan. Padahal, di luar realita tersebut di Indonesia sudah
terdapat agama yang sah dan diakui oleh undang-undang dan bebas dianut oleh kita
untuk dijadikan pedoman hidup. Maka dari itu, amanat yang ingin disampaikan
dalam cerita ini adalah sebagai manusia harus senantiasa menjunjung tinggi nilai
kepercayaan kepada agama yang sah dan baik untuk dianut dan dijadikan pedoman
hidup. Hal mengenai bahasan tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.
(77) Rupanya kalau ada sesuatu yang tidak bisa dipecahkan oleh kelugasan
berpikir warga kampung itu, dengan yakin mereka putuskan saja
bahwa semua sudah diatur oleh yang di sana, lha yang “di sana” itu
tidak lain Mbah Parmin. Itu tidak berarti bahwa banyak di antara
mereka tidak suka ke masjid, misalnya, tetapi karena selama ini Mbah
Parmin adalah bagian penting dari kesejahteraan hidup mereka
(Damono, 2016: 86).
(78) Sore itu mejelang magrib Suti pergi ke makam, langsung menuju
cungkup Mbah Prmin, duduk bersila dengan tertib dan mengucap doa
yang pernah dipelajari dari guru agamanya dulu (Damono, 2016: 100).
4.2 Kajian Interaksi Sosial- Sosiologi
Interaksi sosial pada dasarnya merupakan hubungan-hubungan sosial yang
menyangkut hubungan antarindividu, individu (seseorang) dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok. Tanpa adanya interaksi sosial, tidak akan mungkin ada
kehidupan bersama. Semua yang berlaku pada kehidupan masyarakat, merupakan
proses sosial yang membentuk suatu interaksi atau hubungan timbal balik atau saling
mempengaruhi antar manusia yang berlangsung sepanjang hidupnya di dalam
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Soekanto (2015: 63) membagi proses interaksi menjadi tiga bentuk yaitu, kerja
sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertikaian (conflict). Dalam Novel
Suti karya Sapardi Djoko Damono terdapat berbagai macam proses interaksi yang
terjadi antara tokoh utama dengan tokoh-tokoh lainnya. Proses-proses tersebut terjadi
tidak selalu dalam konteks lingkungan keluarga terdekat Suti saja tetapi melibatkan
masyarakat lainnya. Berikut pembuktian adanya proses interaksi sosial dalam Novel
Suti Karya Sapardi Djoko Damono, dengan menggunakan teori yang dikemukakan
oleh Soekanto (2015: 63).
4.2.1 Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama adalah suatu proses sosial dalam kehidupan bermasyarakat yang
terjalin dalam sebuah interaksi untuk menjalankan dan menyelesaikan permasalahan
bersama-sama. Melalui kebersamaan tersebut, diharapkan tercipta suatu suasana
gotong royong untuk mencapai suatu tujan yang diinginkan dan menjadi cita-cita
bersama-sama. Dalam proses kerja sama, tidak hanya melibatkan satu individu saja,
tetapi melibatkan individu yang lainnya juga, baik itu secara personal seperti dengan
teman dan sahabat maupun dengan lingkup yang lebih besar seperti dengan tetangga,
orang lain, maupun kelompok seperti masyarakat maupun lembaga.
Kehidupan interaksi tokoh-tokoh pada novel Suti sering sekali mengalami pasang
surut permasalahan, hal tersebut tidak selalu dapat diselesaikan secara pribadi.
Sebagai makhluk sosial, tokoh tersebut terkadang memerlukan bantuan orang
terdekatnya untuk bekerja sama menyesaikan permasalahan yang sedang
dihadapinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Pola kerja sama yang pertama terdapat pada interaksi masyarat Desa Tungkal
dengan warga luar Desa Tungkal. Interaksi kerja sama tersebut terjalin karena adanya
kesepahaman yang sudah membudaya antara warga desa Tungkal dengan warga luar
desa tungkal. Kesepahaman tersebut berupa sebuah kerja sama untuk menjaga makam
warga luar desa Tungkal yang berada di Desa Tungkal. Timbal balik dari interaksi
tersebut adalah warga Desa Tungkal mendapatkan rejeki dan penghargaan dari warga
luar Desa ungkal tersebut. Maka dari itu, interaksi ini dapat dikatakan
menguntungkan kedua belah pihak. Kutipan yang mendukung pernyatan tersebut
adalah sebagai berikut.
(79) Di sebelah timur jalan desa ada makam yang menyimpan baik-baik
entah berapa ratus mayat. Yang dimakamkan tidak hanya berasal dari
desa itu tetapi juga dari desa lain, bahkan kota lain- kalau kebetulan
punya kerabat di situ. Warga benar-benar bangga pada makam itu dan
dengan cerdik memanfaatkannya sebagai salah satu sumber
penghasilan. Orang jauh yang anggota keluarganya dimakamkan di
situ suka minta bantuan warga desa untuk mengurusnya. Dan, yang
lebih penting setiap kali ada orang berziarah orang-orang tua dan anak-
anak mengerumuni peziarah untuk meminta uang jasa. Ya, mereka
merasa berjasa hanya karena tinggal di desa itu dan ikut mengawasi
makam-tak pernah ada orang bertanya kenapa makam perlu diawasi.
Rezeki mereka sangat menyegarkan kalau bulan Ruwah tiba;
menjelang Bulan Puasa setiap hari makam kedatangan ribuan orang,
semuanya ikhlas membagi uang (Damono, 2016: 23).
Dalam kutipan tersebut terdapat pola interaksi yang terjalin di dalam masyarakat
Desa Tungkal. Pola interaksi tersebut berwujud bentuk kerja sama antara penduduk
asli desa Tungkal dengan penduduk jauh yang sanak keluarganya ingin dimakamkan
di Desa Tungkal. Kerja sama yang terjalin antara keduanya terlihat menguntungkan
kedua belah pihal dalam prosesnya. Hal ini dibuktikan dengan keadaan warga Desa
Tungkal yang memperoleh keuntungan dengan menjaga dan merawat makam-makam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
tersebut, serta keadaan warga luar yang tidak sempat merawat makam sanak
keluarganya di makam tersebut dengan ikhlas memberikan upah tersebut pada warga
asli Tungkal yang sudah merawatnya Pola interaksi kerja sama ini, sejalan dengan
teori yang dikemukakan Soekanto (2015: 82) yang mengemukakan bahwa bentuk
kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai
tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari
mempunyai manfaat bagi semua.
Pola kerja sama yang kedua terdapat pada interaksi Keluarga Sastro dengan Desa
Tungkal. Keluarga Sastro merupakan pendatang baru didesa tersebut, mereka semula
berasal dari Desa Ngadijayan, lalu memutuskan pindah ke Desa Tungkal karena
mendapat tanah warisan dari orang tuanya. Meskipun Keluarga Sastro merupakan
pendatang baru, mereka tidak segan untuk membangun kerja sama dengan penduduk
sekitar Desa Tungkal dengan mengizinkan sumurnya ditimba oleh tetangganya.
Berikut kutipan yang mendukung pernyataan tersebut.
(80) Keluarga Sastro segera dikenal luas di desa itu sebagai keluarga baik-
baik sebab mengizinkan sumurnya ditimba para tetangganya.
(Damono, 2016: 30).
Dalam kutipan tersebut terdapat pola interaksi yang terjalin antara Keluarga
Sastro dengan warga Desa Tungkal. Pola interaksi kerja sama tersebut terbangun
setelah Keluarga Sastro yang awalnya berasal dari Desa Ngadijayan pindah dan
menetap menjadi warga Desa Tungkal. Sebagai penduduk baru di Desa Tungkal,
Keluarga Sastro dengan terbuka mempersilahkan sumurnya untuk digunakan bersama
dengan masyarakat Desa Tungkal. Pola interaksi kerja sama ini, sejalan dengan teori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
yang dikemukakan Soekanto (2015: 82) yang mengemukakan bahwa bentuk kerja
sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai tujuan
bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai
manfaat bagi semua.
Pola kerja sama yang ketiga melibatkan interaksi Suti dengan Bu Sastro. Kerja
sama tersebut terbangun secara tersirat dalam novel Suti. Kejadian berawal saat Bu
Sastro terlibat perselisihan dengan tetangganya Bu Mayor di halaman rumah Bu
Sastro. Suti yang pada saat itu juga berada di rumah Bu Sastro memutuskan untuk
tidak ikut membaur dalam konflik tersebut, dia tetap berada pada dapur rumah Bu
Suti untuk mengambil alih dan menjaga tungku api kompor agar tetap menyala.
Kutipan yang mendukung pernyataan tersebut adalah.
(81) Suti sudah menunggunya di situ, jongkok gemeteran mendengarkan
keributan itu. Ia tidak berani keluar dapur tadi, takut kalau-kalau dua
perempuan setengah baya itu bergelut di pelataran. Ia tidak berani
bicara, setengahnya pura-pura menyibukan diri mengatur kayu yang
apinya tampak mau surut.
“Sut, kamu anak cantik, gak suka ikut ribut-ribut. Kami sayang
padamu, kamu tahu, kan?”
Suti diam saja, hanya mengangguk sambil mengusap matanya yang
berkaca-kaca. Bu Sastro menyentuh rambut perempuan muda itu dan
melanjutkan,
“Tetangga kita itu memang harus dilawan, mentang-mentang janda
prajurit, seluruh desa suka berlebihan menghormatiya.”
Suti diam saja, tetap mengatur kayu api. (Damono, 2016:49)
Pada konteks interaksi ini, Suti terlibat pola interaksi kerja sama dengan Bu
Sastro. Dalam novel diceritakan. Bu Sastro terlibat adu mulut dengan tetangganya,
Bu Mayor. Mengetahui konflik yang melibatkan majikannya tersebut, Suti
memutuskan untuk tidak membantu atau menonton perang adu mulut tersebut. Suti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
memutuskan untuk tetap berada di dapur, mengurus mengatur kayu api pada kompor
agar tetap terjaga. Selesainya konflik Bu Sastro dengan Bu Mayor, Suti pun berusaha
menenangkan suasana hati Bu Sastro dengan tetap menjaga api kompor dapur agar
tetap menyala dan dapat digunakan untuk memasak. Pola interaksi kerja sama ini,
sejalan dengan teori yang dikemukakan Soekanto (2015: 82) yang mengemukakan
bahwa bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk
mencapai tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian
hari mempunyai manfaat bagi semua.
4.2.2 Persaingan (Competitioan)
Persaingan adalah suatu proses sosial yang melibatkan orang-perorangan atau
kelompok manusia berusaha mengalahkan pihak lain tanpa menggunakan ancaman
maupun kekerasan. Tujuan dari persaingan ini adalah mencapai sesuatu yang lebih
daripada yang lainnya, baik itu dalam bentuk harta benda maupun dalam bentuk
popularitas.
Dalam proses interaksi yang terdapat dalam novel Suti terdapat berberapa pola
persaingan antartokoh yang terjadi dalam berbagai konteks. Pola persaingan yang
terjadi di dalam cerita Suti dominan terjadi karena adanya kompetisi antara tokoh
yang satu dengan yang lainnya untuk memperbutkan suatu kehormatan atau
pengakuan di masyarakat. Sebagai makhluk sosial, proses persaingan menjadi hal
lazim yang dapat terjadi pada setiap individu manusia. Sikap emosional dan perasaan
tidak ingin mengalah mendorong setiap individu untuk bersaing menjadi yang terbaik
dan terhormat di hadapan individu yang lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Pola persaingan pertama melibatkan adik Kunto, yaitu Dewo dengan Guru di
sekolahnya. Persaingan tersebut terbangun karena sikap dan watak Dewo yang keras
kepala dan tidak mengalah dengan siapapun dengan tidak pandang bulu. Sekalipun
dia berhadapan pada situasi yang seharusnya dia menghormati mitra tuturnya, dia
tetap membantah secara terbuka dengan tanpa etika sebelumnya. Kutipan yang
mendukung pernyatan tersebut sebagai berikut.
(82) Adik Kunto masih duduk di kelas tiga SMP, sering nunggak kelas,
sama sekali tidak bodoh tetapi karena anak itu suka terbuka
membantah Pak Guru. Ternyata guru tidak boleh dibantah, ya, katanya
dalam hati. (Damono, 2016: 42)
Dalam kutipan tersebut terdapat pola interksi antara Dewo dan Guru di
sekolahnya dalam hal pebedaan pendapat. Pembawaan sikap dari Dewo yang tidak
mengedepankan sopan santun dalam menyampaikan pendapat membuat pola
interaksi persaingan terbangun antara Dewo dengan gurunya. Guru sebagai kaum
yang berkuasa di dalam kelas tentunya tidak ingin kehormatannya tercoreng karena
sikap salah satu siswa sikapnya yang tidak sopan dalam menyampaikan pendapat dan
selalu membantah amanat yang disamaikan guru tersebut. Pola interaksi persaingan
ini, sejaan dengan teori yang dikemukakan Soekanto (2015: 82) mengenai persaingan
yang memiliki pengertian suatu proses sosial, dimana individu atau kelompok-
kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang
kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik
perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau
dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau
kekerasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Pola persaingan yang kedua melibatkan interaksi Dewo dengan Pak Sastro.
Hubungan ayah dengan anak yang terjalin diantara mereka memang tidak berjalan
dengan baik. Pak Sastro yng berkedudukan sebagai ayahnya selalu ingin menunjukan
dominasinya sebagai kepala keluarga agar dapat membimbing keluarganya ke arah
yang lebih baik dan tidak ingin anak-anaknya mengikuti rekam jejak masa lalunya
yang terbilang nakal. Di sisi lain, sikap Dewo yang keras kepala juga tidak pernah
bisa mengalah dan menghormati Pak Sastro sebagai ayahnya. Kutipan yang
medukung pernyataan tersebut adalah:
(83) Pernah suatu hari Pak Sastro marah besar, membanting gelas sampai
berkeping-keping, Dewo menjawabnya dengan melempar gelas juga
ke pintu-lebih berkeping-keping (Damono, 2016: 44)
(84) Pak Sastro tidak suka anaknya jadi berandalan seperti itu, tetap Bu
Sastro netral saja sikapnya, mungkin mengetahui bahwa sebenarnya
suaminya yang jantan itu sejenis berandal juga, terutama dalam
urusannya dengan perempuan (Damono, 2016:45)
Dalam kutipan tersebut terdapat pola interaksi persaingan antara Dewo dan Pak
Sastro dalam hal pelampiasan amarah. Hal itu terjadi karena pembawaan sikap kedua
tokoh tersebut yang sama-sama tidak ingin mengalah dan keras kepala. Dewo yang
dikenal dalam cerita sebagai tokoh yang tidak malu untuk membantah apabila dia
merasa diposisi benar sudah pasti akan selalu mengedepankan prinsipnya dihadapan
siapapun sekalipun ayahnya sendiri. Di pihak lain, Pak Sastro yang berkedudukan
sebagai ayah Dewo tidak ingin amanat serta kedudukannya sebagai orang yang
dituakan dibantah dan dipermainkan oleh sikap Dewo yang keras kepala. Pola
interaksi persaingan tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Cooley (via
Soekanto, 2015: 85) yang mengatakan persaingan adalah berarti menyangkut kontak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
dan komunikasi antar individu atau kelompok untuk mengetahui sifat-sifat dan
perilaku lawannya.
4.2.3 Konflik (Conflict)
Konflik merupakan suatu bagian dari proses sosial yang memiliki makna dimana
terdapat dua individu atau lebih yang saling berusaha menyingkirkan satu sama lain.
Dalam prakteknya, proses konflik dilakukan dengan cara menghancurkan melalui
berbagai cara sampai salah satu pihak tersebut tidak berdaya atau berada di pihak
yang kalah. Menurut Soekanto (2015: 90), perasaan memegang peranan penting
dalam mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut sedemikian rupa sehingga
masing-masing pihak berusaha untuk saling menghancurkan. Perasaan tersebut
biasanya berwujud amarah dan rasa benci yang menyebabkan dorongan-dorongan
untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau untuk menghancurkan individu atau
kelompok yang menjadi lawan.
Dalam proses interaksi yang terdapat dalam novel Suti terdapat beberapa pola
konflik yang melibatkan beberapa tokoh dalam berbagai konteks. Konflik dalam
novel Suti dominan untuk mencapai suatu kesatuan dan kesepakatan, meskipun pada
akhirnya salah satu pihak menjadi tersakiti oleh pihak lainnya. Sebagai makhluk
sosial, konflik tetap menjadi bagian penting pada suatu proses interaksi di
masyarakat. Dengan adanya konflik akan menimbulkan suatu kesepahaman antara
dualisme cara pandang antar individu yang berbeda-beda, meskipun pada akhirnya
terdapat salah satu individu yang harus mengalah untuk sebuah kesepahaman dan
kesepakatan tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Pola konflik yang pertama melibatkan perselisihan Bu Sastro dengan
tetangganya, Bu Mayor. Peristiwa itu bermula saat Bu Mayor melabrak Bu Sastro dan
menuduh Dewo anak dari Bu Sastro sebagai biang permasalahan karena telah
menghilangkan anjing kesayangan Bu Mayor. Kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut adalah sebagai berikut.
(85) Dewo dituduh terlibat dalam tindak yang disebutnya kriminal itu,
menjerat anjing kesayangan si janda tentara untuk dijual ke warung
sate jamu. Anak-anak memerluka uang, Dewo membutuhkan
petualangan. Si bontot sudah berangkat sekoah waktu itu dan untuk
pertama kalinya warga desa mendengar dan menyaksikan sepak
terjang Bu Sastro menanggapi tuduhan terhadap anak bontotnya.
Dengan lantang tetapi rapi susunan kata-katanya, priyayi kota itu
membela Dewo. Dikataknanya, anjing yang hilang itu memang
sebaiknya dilenyapkan saja sebab suka menggangu dan menakut-
nakuti warga desa. Dikatakannya, anjing itu harus dijaga baik-baik
agar tidak kluyuran ke mana-mana mengganggu tetangga.
“Anjing ibu pernah ngigit orang, kan?” Tuduhnya tegas. Dan memang
benar. Janda itu diam, tidak tahu harus menjawab apa.
“Apa ibu peduli? Apa Ibu minta maaf pada yang digigit? Malah
menyalahkannya, kan? Malah menuduhnya telah mengganggu anjing
Ibu, kan?”
Warga desa yang kebetulan nonton adegan itu terkesima, diam-diam
mengharapkan terjadi adegan perkelahian yang seru yang hampir tidak
pernah terjadi di desa itu. Namun, mereka kecewa sebab tanpa diduga
sama sekali Bu Mayor seperti tidak bisa berbicara, segera ngeluyur
meninggalkan medan perang. Tanpa menggerutu.seperti kehilangan
kosa kata yang selama ini ampuh digunakan untuk menakut-nakuti
warga desa (Damono, 2016: 48).
Dalam kutipan tersebut terdapat pola interaksi konflik antara Bu Sastro dengan
tetangganya, Bu Mayor. Peristiwa itu bermula saat Bu Mayor melabrak Bu Sastro dan
menuduh Dewo anak dari Bu Sastro sebagai biang permasalahan karena telah
menghilangkan anjing kesayangan Bu Mayor. Namun pada akhirnya, setelah Bu
Sastro dengan lantang dan tegas menyangkal tuduhan tersebut, Bu Mayor terdiam dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
memutuskan untuk pergi tanpa memperlihatkan muka kekesalan maupun rasa emosi
pada dirinya. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan Bu Sastro memenangkan
perselisihan yang melibatkan dirinya dengan tetangganya, Bu Mayor. Konflik yang
terjadi dalam interaksi Pak Sastro dengan gerombolan gali tersebut, sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Soekanto (2015: 90) yang mengemukakan bahwa
konflik biasanya berwujud amarah dan rasa benci yang menyebabkan dorongan-
dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau untuk menghancurkan
individu atau kelompok yang menjadi lawan.
Pola konflik yang kedua melibatkan Pak Sastro dengan orang suruhan gali
warga Desa Kalisobo. Gali tersebut marah karena istrinya diketahui main-main
dengan Pak Sastro. Oleh karena itu, Gali tersebut menyuruh orang suruhan untuk
memberikan pelajaran pada Pak Sastro. Kutipan yang mendukung pernyataan
tersebut adalah sebagai berikut:
(86) Belum sempat ia menyambut tamunya dengan basa-basi, salah seorang
di antara mereka langsung saja mendekati Pak Sastro dan melayangkan
tinju. Priyayi setengah baya itu terpental membentur dinding kamar,
langsung disambut oleh seorang tamu lagi dengan tendanga di
perutnya. Dan lagi. Lengkap sudah upacara singkat itu. Dan sebelum
mereka pergi meninggalkan adegan kekerasan itu, salah seorang
beberapa kali berteriak,
“Mentang-mentang!” (Damono, 2016: 77).
Dalam kutipan tersebut terdapat pola interaksi konflik antara Pak Sastro dengan
gerombolan pemuda suruhan pemimpin gali. Konflik ini terjadi karena sudah sejak
saat Pak Sastro pindah ke Desa Tungkal, ia berhubungan dengan banyak perempuan.
Memang sudah lama ada calo yang suka menawarkan perempuan di Desa Kalisobo,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
desa sekitar utara Tungkal, umumnya malah yang punya suami. Ada yang suaminya
memang masuk jaringan calo, ada juga yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang
percaloan itu. Sampai pada akhirnya diketahui Pak Sastro menganggu istri seorang
gali. Negoisasi dengan Pak Sastro tampaknya gagal karena masalah uang, maka
terjadilah konflik yang melibatkan antara Pak Sastro dengan Gali beserta anak
buahnya. Konflik yang terjadi dalam interaksi Pak Sastro dengan gerombolan gali
tersebut, sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Soekanto (2015: 90) yang
mengemukakan bahwa konflik biasanya berwujud amarah dan rasa benci yang
menyebabkan dorongan-dorongan untuk melukai atau menyerang pihak lain, atau
untuk menghancurkan individu atau kelompok yang menjadi lawan.
Pola interaksi yang ketiga melibatkan perselisihan percakapan antara Suti dengan
Tomblok. Perdebatan antara dua sahabat tersebut membicarakan suami Suti yang
bersekongkol dengan Pak Sastro karena sering mengantar Pak Sastro ke Desa
Kalisobo untuk mencari perempuan-perempuan yang bisa menuruti keinginan nafsu
nakal dari Pak Sastro. Pada perdebatan tersebut awalnya Suti tidak percaya dengan
apa yang dikatakan Suti, karena dia tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Tapi
pada akhirnya Suti membenarkan informasi yang diberikan Tomblok padanya.
(87) “Kamu memang keterlaluan, Sut. Tidak pernah tahu apa-apa tentang
majikanmu.” Suti agak tersinggung mendengar kata “majikan”
karena selama ini ia sudah merasa menjadi bagian tidak terlepas dari
keluarga Sastro. Ia diam saja. Menunggu apa yang akan dikatan
tentang majikannya.
“Kau memang sama sekali tidak tahu, Sut? Jangan-jangan hanya
pura-pura.”
“Mbok jangan bilang gitu. Aku ke sana ke mari bersama mereka,
tetapi sama sekali tidak pernah mendengar bahwa ada seseuatu
dengan keluarga itu. Benar, Mblok.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
“Suamimu juga gak pernah omong apa-apa?”
“Sarno, Ya, ampun. Dia, sih, bisu sama sekali kalau sama aku. Sama
ibu ia mungkin bicara, tapi ibu ga pernah ngomong tentang itu”
“Kan dia yang selalu nganter Den Sastro ke mana-mana, terumtama
kalau ke Kalisobo. Ya, kan?
Suti diam saja. Memang benar. Tomblok melanjutkan
siarannya.
Dalam kutipan tersebut terdapat pola interaksi konflik antara Suti dengan
Tomblok. Konflik tersebut terbangun karena adanya perbedaan pola pikir antara Suti
dengan Tomblok mengenai sikap buruk yang dimiliki oleh Pak Sastro. Suti tidak
mengetahui bahwa Pak Sastro sering pergi bersama suami Suti, yaitu Sarno ke
Kalisobo. Kalisobo adalah daerah dimana bisa ditemukannya calo beserta perempuan
atau bahkan istri orang yang bisa disewa oleh orang yang memiliki uang berlebih.
Pada konflik tersebut Suti akhirnya terdiam dan mengalah untuk tidak melanjutkan
perdebatkan setelah mengetahui kebenaran dan kenyataan yang dikatakan oleh
Tomblok. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Soekanto (2015: 90)
bahwa dalam konflik perasaan memegang peranan penting dalam mempertajam
perbedaan-perbedaan dalam suatu konflik tersebut sedemikian rupa sehingga masing-
masing pihak berusaha untuk saling menghancurkan untuk memperoleh satu tujuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
Novel Suti menggambarkan permasalahan sosial di masyarakat yang
disebabkan oleh berbagai pola interaksi yang terjadi dalam novel Suti. Dalam novel
ini, digambarkan menitik beratkan pola perilaku manusia dengan manusia yang
lainnya dan pola perilaku manusia terhadap realitas sosial yang berlaku di
masyarakat. Melalui analisis tokoh dan penokohan, dapat ditemukan pola interaksi
antartokoh. Suti, tokoh utama dalam novel ini digambarkan sebagai seseorang yang
tabah, lugu, periang, baik hati dan tak kenal lelah untuk bertahan hidup dalam
kesulitan. Novel Suti bertemakan ketabahan dan ketegaran.
Novel Suti memperlihatkan latar serta situasi interaksi yang terjadi antartokoh
dalam novel tersebut. Latar waktu pada novel Suti menggambarkan pergantian
keadaan pada saat interaksi terjadi antartokoh. Latar waktu yang terdapat dalam novel
Suti adalah pada tahun 1960-an serta pagi, siang, sore, dan malam. Latar tempat yang
menjadi titik fokus berkembang cerita dalam novel ini adalah Desa Tungkal dan
Rumah Keluarga Sastro. Kedua tempat tersebut dominan diceritakan dalam novel Suti
dan menjadi titikawal berkembangnya latar tempat yang lainnya.
Dalam penelitian ini, ditemukan berbagai amanat yang berguna bagi pembaca.
Amanat dalam novel Suti yaitu, pertama jadilah orang yang memiliki prinsip yang
kuat dan tidak mudah sakit hati serta putus asa saat sedang berada dalam tekanan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
kedua sebagai manusia hendaklah tegar dalam menghadapi kehidupan bagaimanapun
keadaan yang sedang dihadapi tetap percaya pasti tetap ada jalan untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik, dan ketiga sebagai manusia harus senantiasa menjunjung
tinggi nilai kepercayaan kepada agama yang sah dan baik untuk dianut dan dijadikan
pedoman hidup.
Analisis interaksi sosial dalam Novel Suti terbagi menjadi tiga, yaitu kerja
sama, persaingan, dan konflik. Pola interaksi kerja sama yang pertama, meliputi
interaksi kehidupan masyarakat Desa Tungkal, dan yang kedua meliputi kehidupan
keluara Pak Sastro dengan masyarakat Desa Tungkal. Pola interaksi persaingan yang
pertama melibatkan Dewo dengan guru di sekolah dan yang kedua melibatkan Dewo
dengan Pak Sastro. Pola interaksi pertikaian atau konflik yang pertama melibatkan
Pak Sastro dengan anak buah gali Desa Tungkal dan yang kedua melibatkan Suti
dengan Tomblok.
5.2 Saran
Secara umum, bagi peneliti sastra, penelitian ini dapat dijadikan sebagai
pembanding untuk melakukan penelitian agar dapat memecahkan masalah-masalah
baru yang ditemukan dalam karya sastra, khususnya novel Suti. Selain itu novel Suti
dapat dijadikan referensi dalam penelitian, sebagai objek penelitian untuk
dikembangkan atau ditinjau kembali dari segi sastra, feminisme, marginalisasi, dan
hegemoni.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
DAFTAR PUSTAKA
Budiantara, Melani (1990). Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia
Damono, Sapardi Djoko. 2002. Suti. Jakarta: Kompas.
Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Faruk. 2012. Pengantar Sosiologi Sstra. Yogyakarta: Pusaka Pelajar.
Faruk. 1999. Pengantar Sosisologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-
Modernisme. Yogyakarta.: Pustaka Pelajar.
K.S, Yudiono.2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Kurniawan, Heru. 2011. Teori, Metode dan Aplikasi Sosiologi Sastra.Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja
Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Priyanti, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta:
Bumi Aksara.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.
Ratna, Nyoman Kuntha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ratna, Nyoman Kunta. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Santosa, Wijaya Heru dan Sri Wahyuningtyas. 2010. Pengantar Apresiasi Prosa.
Surakarta: Yuma Pustaka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.
Soekanto, Soerjono. 2015. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pres.
Soemanto, Bakti. 2017. Sapardi Djoko Damono Karya dan Dunianya. Jakarta:
Grasindo.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sujidman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pusaka Jaya.
Wahyuningtyas, Sri dan Santosa Heru Wijaya. 2011. Sastra: Teori dan Implementasi.
Surakarta: Yuma Pustaka.
Waluyo, Herman J. 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 2016. Teori Kesusatran Jakarta: Gramedia.
Londang, Roswita Rambu. 2017. Relasi antara manusia dengan mahluk hidup dalam
novel Jamanggilak tak pernah menangis karya Martin Aleida: Kajian
Intrinsik dan Ekokritik. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Kustiantari, Febrilia. 2011. Analisis Struktural Novel Jalan Bandungan karya NH.
Dini dan implementasinya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
Kelas XI. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Riswanto, Vinsensius Budi. 2012. Analisis Struktural dalam Cerpen “ Daun-Daun
Waru di Samirono” karya NH. Dini. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Balai
Pustaka.
Triyulianti, Peronika Wahyu. 2014. Citra Sosial Tokoh Wanita Hiroko dalam novel
“Namaku Hiroko” Karya Nh. Dini (Analisis Struktural). Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
LAMPIRAN
Sinopsis Cerita
Suti
Karangan: Sapardi Djoko Damono
Suti adalah sosok seorang gadis periang penuh semangat dan tidak takut untuk
mencoba semua hal baru yang membuatnya penasaran. Ia tinggal disebuah desa yang
terletak di pinggiran kota. Kehidupan Suti di desa tersebut membawanya
mengarungin kehidupan masyarakat dari era pramodern sampai era modern.
Diusianya yang masih belasan tahun, Suti telah menikah dengan seorang duda paruh
baya bernama Sarno. Ibu Suti menerima lamaran Sarno, karena takut warga desa
menganggap Ibu Suti tidak becus mencarikan suami untuk Suti. Suti yang awalnya
hanya hidup tak tentu arah, hanya mengerjakan pekerjaan rumah, bergosip dengan
sahabatnya (Tomblok yang bernama asli Pariyem), pada akhirnya ikut menjalani
kehidupan berbeda bersama sebuah keluarga priyai di desa tersebut yang akhirnya
membuka pikirannya. Keluarga priyai tersebut adalah keluarga Pak Sastro dan Ibu
Sastro yang adalah mantan abdi dalam Kasunan, pindah ke desa Tungkal yang berada
di pinggiran kota Solo yang belum tersentuh bangunan besar seperti kota pada
umumnya.
Di rumah keluarga Pak Sastro, mereka memiliki sumur yang pada jaman
tersebut hanya orang kaya lah yang membuat sumur dan membuat keluarga tersebut
menjadi gunjingan warga sekitar. Dari keluarga tersebut Suti perlahan-lahan mengerti
bahkan berusaha belajar banyak hal tentang kehidupan yang dijalani oleh keluarga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
priyai tersebut. Kebaikan keluarga tersebut terhadap Suti membuat Suti akhirnya
menerima hal-hal baru yang tidak pernah Ia bayangkan sebelumnya. Pak Sastro yang
sederhana, tidak sombong, bijaksana, dan sangat berwibawa maka dari itu Suti
menggambarkan Pak Sastro seperti Prabu Kresna yang berwibawa dan bijaksana. Ibu
Sastro juga dianggap Suti sebagai seorang panutan karna kesetiaan Ibu Sastro dan
sikap Ibu Sastro yang berbakti terhadap suaminya.
Begitu pula dengan kedua anak laki-laki Ibu Sastro yaitu Kunto dan Dewo
yang sudah menganggap Suti sebagai saudara sendiri. Tentunya kedua anak Pak
Sastro dan bu Sastro memiliki kepribadian yang berbeda. Kunto lebih terlihat kalem
dan neko-neko dan sering mengajak Suti melakukan aktifitas seperti nonton bioskop,
pergi ke perpustakaan, bahkan telah memperkenalkan Suti pada teman-temannya,
tidak seperti Dewo yang disebut kestaria kebon tebu yang tentu bertolak belakang
dengan Kunto yang sikapnya yang nyeleneh dan juga berandalan. Bersama teman-
teman Dewo, mereka sering kali bertengkar dan mengejek Suti namun begitu Kunto
dan Dewo tidak pernah menganggap Suti sebagai seorang pembantu yang harus patuh
pada majikannya. Dari keluarga Sastro lah kemudian mengubah kehidupan Suti dari
seorang gadis desa kuno yang berusaha belajar dan mencerdaskan dirinya dan
mengubahnya menjadi wanita dewasa modern.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
TRIANGULASI PENELITIAN
Tabulasi Untuk Triangulator
A. Kajian Unsur Instrinsik
1. Tokoh dan Penokohan
Pada kajian unsur instrinsik yang pertama disajikan instrumen mengenai tokoh dan penokohan. Adapun tokoh dan penokohan
pada penelitian terbagi menjadi dua yaitu, tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama diperankan oleh Sutini. Tokoh tambahan
diperankan oleh Bu Sastro, Pak Sastro, Parni, Sarno, Kunto, Dewo, dan Tomblok. Empat unsur yang dapat memberikan gambaran
konkret. Keempat unsur tersebut adalah tokoh dan penokohan, tema, latar dan amanat.
1.1. Tokoh Utama
No Data Klasifikasi Tokoh Klasifikasi
Penokohan
Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1 Suti, nama lengkapnya Sutini, masih di ujung
belasan tahun umurnya, dan sifatnya yang masih
konyal-kanyil bisa ditafsirkan macam-macam.
Kalau lagi seneng Ia sering menepuk-nepukkan
tangannya dengan irama yang sangat cepat sambil
loncat-loncat kecil (Damono, 2016: 05).
Sutini Pribadi tokoh yang
bersemangat. √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
2 Perempuan muda itu yatim, dan itu mungkin
sebabnya orang desa cenderung menerima sebagai
hal yang wajar-sewajar-wajarnya kalau ada berita
aneh tentangnya, meskipun mereka tentu juga tahu
bahwa orang yatim tidak harus aneh tingkah
lakunya (Damono, 2016: 05).
Sutini Seorang yatim
piatu. √ Yatim bukan watak
3 Dan kalau kebetulan Suti mendengar ejekan itu,
segera saja Ia menyahut sengit, Memangnya
kalian orang kota! Dan tidak ada yang kemudian
berani melanjutkan pasal ketawa itu, ngeri kalau
Suti ngamuk (Damono, 2016: 06).
Sutini Pribadi tokoh yang
tegas √
4 Setelah sepenuhnya sadar, Sastro dipapahnya
masuk ke kamar. Suti menciumnya beberapa kali,
Sutini Pribadi tokoh yang
memiliki sikap
empati
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
mengambil air untuk melap darah yang berceceran
dari mulutnya. Ia tahu ini bukan ketoprak bukan
wayang bukan film. Ini tindakan sewenang-
wenang atas seorang ksatria yang mungkin telah
berbuat keliru dalam hidupnya (Damono, 2016:
78).
5 Suti menerima keinginan Pak Sastro begitu saja,
tanpa menimbang-nimbang apakah
penerimaannya itu merupakan ungkapan rasa
kasihan atau lebih karena naluri perempuan yang
selama ini tidak pernah bisa dituntaskannya
dengan Sarno (Damono, 2016: 91).
Sutini Pribadi tokoh yang
memiliki sikap
empati
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
1.2. Tokoh Tambahan
No Data Klasifikasi
Tokoh
Klasifikasi
Penokohan
Setuju Tidak Setuju Keterangan
1 Bu Sastro seorang priyayi tulen yang tidak
pernah menyimpan gagasan tentang kasta atau
silsilah usul atau kekayaan (Damono, 2016:
31).
Bu Sastro Pribadi tokoh yang
rendah hati √
2 Bu Sastro suka sekali memasak, menikmati
asyiknya bara kayu yang berkedip-kedip kalau
Ia menggerak-gerakkan kipas bambunya
(Damono, 2016: 27).
Bu Sastro Pribadi tokoh yang
suka memasak √ Bukan watak
3 Bu Sastro tidak suka ngerasani orang. Ia juga
tidak suka dirasani karena benar-benar
Bu Sastro Pribadi tokoh yang
bijaksana √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
terganggu kalau mendengar orang bicara
macam-macam tentang suaminya (Damono,
2016: 38).
4 Diam-diam perempuan sabar itu tahu, antara
lain dari bisikan Suti, bahwa anaknya malah
sudah menjadi panutan anak-anak desa
sebabnya – tidak hnaya dalam perkara mencuri
tebu tetapi juga yang lain-lain, termasuk
menjerat anjing lair untuk dijual ke warung sate
anjing yang larisnya minta ampun (Damono,
2016: 45).
Bu Sastro Pribadi tokoh yang
Penyabar √
5 Orang-orang suka bingung memanggil laki-laki
setengah baya yang dibayangkan sebagai Prabu
Pak Sastro Pribadi tokoh yang
rendah hati √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Kresno oleh Suti itu. Kadang-kadang dipanggil
„Den‟ kadang-kadang „Pak‟, keluarga itu tidak
peduli sama sekali sebab ketika masih di
Ngadijayan pu mereka bergaul tidak hanya
dengan priyayi tetapi dengan macam-macam
jenis orang (Damono, 2016: 30).
6 Semua aman saja bagi idola Suti itu sampai
pada suatu hari Ia diketahui mengganggu istri
seorang gali. Negosiasi dengan Pak Sastro
tampaknya gagal karena masalah jumlah uang,
dan pengeroyokan terhadap Pak Sastro
terjadilah pada hari itu (Damono, 2016: 85-86).
Pak Sastro Pribadi tokoh yang
berhidung belang √ Bukan watak
7 Parni dengan mudah berbaur dengan penduduk
Parni (Ibu
Suti)
Mudah bergaul √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
setempat dan anaknya tumbuh menjadi seorang
gadis kecil yang gampang bergaul dengan
anak-anak lain (Damono, 2016: 11).
8 Dan setiap kali mendengar atau mengingat-
ingat kabar semacam itu Sarno hanya memilih
diam. Ya, tentu kesepian ditinggal suami,
katanya dalam hati menentramkan diri sendiri.
Setengahnya Ia takut dilabrak istrinya yang
tentu dengan mudah akan mendapatkan jodoh
kalau mereka ribut dan cerai. Meskipun tidak
juga jelas apakah laki-laki itu takut sama
istrinya atau mertuanya (Damono, 2016: 04).
Sarno (Suami
sah Suti)
Pendiam dan
penyabar √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
9 Pak Sastro suka padanya: ia trampil dan tidak
banyak cing-cong, hanya sesekali suka nenggak
ciu – tetapi tidak sampai benar-benar teler
(Damono, 2016: 36).
Sarno (Suami
sah Suti)
Pribadi tokoh yang
pekerja keras √
10 Di sekolah Kunto memang penurut sehingga
sekolahnya lancar dan disayang banyak guru
(Damono, 2016: 43).
Kunto (Anak
sulung Pak
Sastro)
Pribadi tokoh yang
penurut √
11 Ketika kereta berangkat, untuk pertama kalinya
Kunto mengucapkan kata Hati-hati, ya, Sut.
Jaga Ibu (Damono, 2016: 66).
Kunto (Anak
sulung Pak
Sastro)
Pribadi tokoh yang
perhatian. √
12 Adik Kunto masih duduk di kelas tiga SMP,
Dewo (Anak
bungsu Pak
Sastro)
Pribadi tokoh yang
pemberani √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
sering nunggak kelas sama sekali tidak karena
bodoh tetapi lebih karena anak itu suka terbuka
membantah Pak Guru (Damono, 2016: 42).
13 Pak Sastro dan Bu Sastro harus ekstra hati-hati
menghadapi bontotnya itu. Pernah suatu hari
Pak Sastro marah besar, membanting gelas
sampai berkeping-keping, Dewo menjawabnya
dengan melempar gelas juga ke pintu – lebih
berkeping-keping. Bu Sastro pun muncul, dan
langsung menangis tidak tahu harus berbuat
apa (Damono, 2016: 44).
Pribadi tokoh
yang
pemberani
Pribadi tokoh yang
pemberani
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
2. Tema
Pada kajian unsur instrinsik yang kedua disajikan instrumen mengenai tema. Tema adalah gagasan sebuah makna sebagai dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara implisit. Novel
Suti mengandung tema yang meliputi ketabahan, kesabaran, dan ketegaran dalam menjalani hidup dan perubahan permasalahan hidup
yang terjadi di masyarakat dan keluarga tempat tokoh Suti berinteraksi.
No Data Klasifikasi
Tema
Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1 Sudah lama Suti harus menerima kenyataan bahwa lelaki
itu sebenarnya „pacar‟ ibunya. Beberapa kali
dipergokinya mereka melakukan adegan yang hanya
pantas untuk suami istri. Kepada Tomblok ia pernah
bilang akan minta diceraikan saja oleh Sarno (Damono,
2016:51-52).
Ketegaran Suti sudah lama
mengetahui
bahwa Sarno,
suami Suti
merupakan pacar
dari Ibu Suti
sendiri.
√
2 Di rumah pun demikian. Pak Sastro dan Bu Sastro harus
ekstra hati-hati menghadapi bontotnya itu. Pernah suatu
hari Pak Sastro marah besar, membanting gelas sampai
berkeping-keping, Dewo menjawabnya dengan melempar
gelas juga kepintu- lebih berkepingkeping. Bu Sastro pun
Kesabaran Sikap Dewo, anak
bungsu Pak
Sastro dan Bu
Sastro yang keras
kepala,
pemberani, dan
lancang membuat
Bu Sastro harus
sabar
menghadapinya.
Dia lebih baik
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
muncul, dan langsung menangis tidak tahu harus berbuat
apa (Damono, 2016:44).
menangis
daripada harus
memarahinya.
3 Sehabis mendengar penjelasan Tomblok, Bu Sastro untuk
pertama kalinya merasa agak susah tidur. Ia selama ini
mencoba memahami hubungan-hubungan yang ada dalam
keluarganya, tetapi keterangan Tomblok tentang peristiwa
itu membuatnya meragukan sikap tetangga terhadapnya
dan keluarganya selama ini. Ia tiba-tiba merasa bahwa
sikap menghargai dan menghormati keluarganya
sebenarnya basa-basi saja. Namun, apa pula bedanya
dengan yang dulu terjadi di Ngadijayan? Ternyata
menentramkan diri sendiri. Dan pertanyaan retorik itu
ternyata berhasil membuatnya lebih nyenyak tidur,
membuatnya berjanji pada dari sendiri untuk tidak
mengubah sikap dan tingkah lakunya terhadap siapapun,
Ketabahan Bu Sastro
berusaha
menenangkan
dirinya agar tetap
tabah dari
pergolakan batin
mengenai
permasalahan
yang didapatnya
dari sikap
tetangganya, yang
terlihat baik di
depan Bu Sastro
tapi mencela di
belakang Bu
Sastro.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
keluarga maupun tetangga (Damono, 2016:122).
3. Latar
Pada kajian unsur instrinsik yang ketiga disajikan instrumen mengenai tema. Latar adalah keterangan dalam suatu kejadian yang
berkaitan waktu, tempat, dan suasana yang membangun suatu kejadian dalam suatu cerita.Pada penelitian ini latar dibagi menjadi 3 yaitu;
tempat, waktu, dan sosial-budaya.
No Data Klasifikasi
Latar
Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1 Suti dan Tomblok, yang nama lengkapnya Pariyem,
biasa ngobrol di pinggir sungai setiap pagi ketika
mereka sedang mencuci pakaian di sungai (Damono,
2016: 03).
Latar tempat
(Sungai)
Sungai adalah
tempat Suti dan
sahabatnya Tomblok
mencuci pakaian dan
pusat
penyebarluasan
cerita yang terjadi di
sebuah kampung itu.
√
2 Sorenya ia memanggil Tomblok ke rumah,
menanyakan apa bersedia membantunya,
“Setidaknya sementara saja, Mblok, selama Suti
masih di Jakarta” katanya. Sama sekali tidak
Latar waktu
(Sore Hari)
Bu Sastro
memanggil Tomblok
ke rumahnya untuk
bekerja
menggantikan Suti
yang sedang di
Jakarta bersama Pak
Sastro.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
kelihatan kalau dia memohon, meskipun sebenarnya
sangat mengharapkan jawaban „ya‟ dari Tomblok.
Dan memang jawaban itu yang didengarnya
(Damono, 2016: 113).
3 Mereka bekerja sebagai penarik becak, tukang jual
jajanan malam hari, pencari pasir, pemanjat kelapa,
pembantu, dan kerja serabutan- kerja apa saja
diambil (Damono, 2016: 19).
Latar Sosial
(Mata
Pencaharian)
Penjelasan tersebut
menunjukkan pola
kehidupan
masyarakat pada
aspek pekerjaan-
pekerjaan
masyarakat Desa
Tungkal.
√
4 Peziarah dari kota atau tempat lain suka bertanya
apakah orang yang nisannyamengilap itu makam
Kiai yang bisa dimintai rezeki. Jawaban tidak jelas
atau yang mungkin sengaja disamarkan yang didapat
dari orang desa itu membuat mereka bingung dan
Latar Budaya
(Adat
Istiadat)
Adat istiadat
tersebutberkenaan
pada budaya
masyarakat Desa
Tungkal dan luar
desa tersebut yang
menjadikan makam
Mbah Parmin
menjadikan makam
yang keramat.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
akhirnya membuat kesimpulan sendiri bahwa
memang ada makam “orang pintar” di desa itu.
Mereka itulah yang justru mengeramatkan makam
Mbah Parmin, bukan warga desa (Damono, 2016:
26).
4. Amanat
Pada kajian unsur instrinsik yang keempat disajikan instrumen mengenai amanat. Latar adalah keterangan dalam suatu kejadian
yang berkaitan waktu, tempat, dan suasana yang membangun suatu kejadian dalam suatu cerita.Pada penelitian ini latar dibagi menjadi 3
yaitu; tempat, waktu, dan sosial-budaya.
No Data Klasifikasi
Amanat
Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1 Namun, tidak pernah pikiran semacam itu menjadi
bahan gunjingan terbuka di kampung. Seandainya
pun tahu ada yang menggunjingkan, Parni tentu akan
membiarkan saja. Kehidupan di kota telah
Implisit Amanat mengenai
seseorang yang tetap
kuat dalam apapun
keadaannya. Jadilah
orang yang memiliki
prinsip yang kuat
dan tidak mudah
sakit hati serta putus
asa saat sedang
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
mengajarkan untuk bersikap demikian (Damono,
2016: 11).
berada dalam
tekanan.
2 Sore itu mejelang maghrib Suti pergi ke makam,
langsung menuju cungkup Mbah Parmin, duduk
bersila dengan tertib dan mengucap doa yang pernah
dipelajari dari guru agamanya dulu (Damono, 2016:
100).
Eksplisit Amanat mengenai
kepercayaan yang
dimiliki kita sebagai
manusia. Hal ini
masih sering
dijumpai pada
masayarakat di
Indonesia yang
tinggal di daerah
pedalaman, yang
masih percaya
adanya paham
animisme dan
dinamisme sebagai
dasar untuk
mendekatkan diri
kepada Tuhan.
Padahal, diluar
realita tersebut di
Indonesia sudahkan
terdapat agama yang
sah dan diakui oleh
undang-undang dan
bebas dianut oleh
kita untuk dijadikan
pedoman hidup.
Maka dari itu, kita
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
sebagai manusia
harus senantiasa
menjunjung tinggi
nilai kepercayaan
kepada agama yang
sah dan baik untuk
dianut dan dijadikan
pedoman hidup.
B. Kajian Interaksi Sosial
1. Kerja Sama
Pada kajian interaksi sosial yang pertama disajikan instrumen mengenai pola kerja sama antar tokoh. Dalam proses kerja sama,
tidak hanya melibatkan satu individu saja, tetapi melibatkan individu yang lainnya juga, baik itu secara personal seperti dengan teman
dan sahabat maupun dengan lingkup yang lebih besar seperti dengan tetangga, orang lain, maupun kelompok seperti masyarakat maupun
lembaga.unsur instrinsik yang keempat disajikan instrumen mengenai amanat.
No Data Klasifikasi
Kerja Sama
Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1 Di sebelah timur jalan desa ada makam yang
menyimpan baik-baik entah berapa ratus mayat.
Yang dimakamkan tidak hanya berasal dari desa itu
Masyarakat
Desa Tungkal
dengan
masyarakat
luar.
Pola interaksi yang
terjalin di dalam
masyarakat Desa
Tungkal. Pola
interaksi tersebut
berwujud bentuk
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
tetapi juga dari desa lain, bahkan kota lain- kalau
kebetulan punya kerabat di situ. Warga benar-benar
bangga pada makam itu dan dengan cerdik
memanfaatkannya sebagai salah satu sumber
penghasilan. Orang jauh yang anggota keluarganya
dimakamkan di situ suka minta bantuan warga desa
untuk mengurusnya. Dan, yang lebih penting setiap
kali ada orang berziarah orang-orang tua dan anak-
anak mengerumuni peziarah untuk meminta uang
jasa. Ya, mereka merasa berjasa hanya karena tinggal
di desa itu dan ikut mengawasi makam-tak pernah
ada orang bertanya kenapa makam perlu diawasi.
Rezeki mereka sangat menyegarkan kalau bulan
Ruwah tiba; menjelang Bulan Puasa setiap hari
makam kedatangan ribuan orang, semuanya ikhlas
kerja sama antara
penduduk asli desa
Tungkal dengan
penduduk jauh yang
sanak keluarganya
ingin dimakamkan di
Desa Tungkal. Kerja
sama yang terjalin
antara keduanya
terlihat
menguntungkan
kedua belah pihal
dalam prosesnya.
Hal ini dibuktikan
dengan keadaan
warga Desa Tungkal
yang memperoleh
keunutngan dengan
menjaga dan
merawat makam-
makam tersebut,
serta keadaan warga
luar yang tidak
sempat merawat
makam sanak
keluarganya di
makam tersebut
dengan ikhlas
memberikan upah
tersebut pada warga
asli Tungkal yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
membagi uang. (Damono, 23: 2016).
sudah merawatnya
2 Keluarga Sastro segera dikenal luas di desa itu
sebagai keluarga baik-baik sebab mengizinkan
sumurnya ditimba para tetangganya. (Damono, 30:
2016).
Keluarga
Sastro
dengan
masyarakat
Desa Tungkal
Pola interaksi kerja
sama tersebut
terbangun setelah
Keluarga Sastro
yang awalnya
berasal dari Desa
Ngadijayan pindah
dan menetap
menjadi warga Desa
Tungkal. Sebagai
penduduk baru di
Desa Tungkal,
Keluarga Sastro
dengan terbuka
mempersilahkan
sumurnya untuk
digunakan bersama
dengan masyarakat
Desa Tungkal.
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
2. Persaingan
Pada kajian interaksi sosial yang kedua disajikan instrumen mengenai persaingan antar tokoh. Persaingan adalah suatu proses
sosial yang melibatkan orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha mengalahkan pihak lain tanpa menggunakan ancaman
maupun kekerasan. Pola persaingan yang terjadi di dalam cerita Suti dominan terjadi karena adanya kompetisi antara tokoh yang satu
dengan yang lainnya untuk memperbutkan suatu kehormatan atau pengakuan di masyarakat. Sebagai makhluk sosial, proses persaingan
menjadi hal lazim yang dapat terjadi pada setiap individu manusia. Sikap emosional dan perasaan tidak ingin mengalah mendorong setiap
individu untuk bersaing menjadi yang terbaik dan terhormat di hadapan individu yang lainnya.
No Data Klasifikasi
Persaingan
Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1 Pernah suatu hari Pak Sastro marah besar,
membanting gelas sampai berkeping-keping, Dewo
menjawabnya dengan melempar gelas juga ke pintu-
lebih berkeping-keping. (Damono, 2016:42)
Pak Sastro
dan Dewo
pola interaksi
persaingan antara
Dewo dan Pak
Sastro dalam hal
pelampiasan amarah.
Hal itu terjadi karena
pembawaan sikap
kedua tokoh tersebut
yang sama-sama
tidak ingin mengalah
dan keras kepala.
Dewo yang dikenal
dalam cerita sebagai
tokoh yang tidak
malu untuk
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
membantah apabila
dia merasa diposisi
benar sudah pasti
akan selalu
mengedepankan
prinsipnya
dihadapan siapapun
sekalipun ayahnya
sendiri. Di pihak
lain, Pak Sastro yang
berkedudukan
sebagai ayah Dewo
tidak ingin amanat
serta kedudukannya
sebagai orang yang
dituakan dibantah
dan dipermainkan
oleh sikap Dewo
yang keras kepala.
3. Konflik
Pada kajian interaksi sosial yang ketiga disajikan instrumen mengenai konflik antar tokoh. Konflik merupakan suatu bagian dari
proses sosial yang memiliki makna dimana terdapat dua individu atau lebih yang saling berusaha menyingkirkan satu sama lain. Dalam
proses interaksi yang terdapat dalam novel Suti terdapat beberapa pola konflik yang melibatkan beberapa tokoh dalam berbagai konteks.
Konflik dalam novel Suti dominan untuk mencapai suatu kesatuan dan kesepakatan, meskipun pada akhirnya salah satu pihak menjadi
tersakiti oleh pihak lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
No Data Klasifikasi Konflik Hasil Analisis Setuju Tidak
Setuju
Keterangan
1 Belum sempat ia menyambut tamunya
dengan basa-basi, salah seorang di antara
mereka langsung saja mendekati Pak Sastro
dan melayangkan tinju. Priyayi setengah
baya itu terpental membentur dinding
kamar, langsung disambut oleh seorang
tamu lagi dengan tendanga di perutnya. Dan
lagi. Lengkap sudah upacara singkat itu.
Dan sebelum mereka pergi meninggalkan
adegan kekerasan itu, salah seorang
beberapa kali berteriak,
“Mentang-mentang!”
(Damono, 2016:77)
Pak Sastro dengan
orang suruhan Gali,
Pola interaksi konflik
antara Pak Sastro
dengan gerombolan
pemuda suruhan
pemimpin gali.
Konflik ini terjadi
karena sudah sejak
saat Pak Sastro pindah
ke Desa Tungkal, ia
berhubungan dengan
banyak perempuan.
Memang sudah lama
ada calo yang suka
menawarkan
perempuan di desa-
desa sekitar Tungkal,
umumnya malah yang
punya suami. Ada
yang suaminya
memang masuk
jaringan calo, ada juga
yang sama sekali tidak
tahu-menahu tentang
percaloan itu. Sampai
pada akhirnya
diketahui Pak Sastro
menganggu istri
seorang gali.
Negoisasi dengan Pak
√
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Sastro tampaknya
gagal karena masalah
uang, maka terjadilah
konflik yang
melibatkan antara Pak
Sastro dengan Gali
beserta anak buahnya..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
BIODATA
Trining Tyas lahir di Kendal, pada tanggal 3 Desember
1994. Mengawali pendidikan dasar di SD N 04
Plososari, lulus tahun 2007. Setelah itu, melanjutkan
pendidikan di SMP N01 Patean, lulus tahun 2010.
Selanjutnya menempuh sekolahmenengah atas di SMA
N 01 Patean. Pada tahun 2011 penulis melanjutkan
sekolah menengah atas yang kedua di SMA N 17
Yogyakarta dan lulus tahun 2013. Terakhir, melanjutkan studi di Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Tugas akhir ditempuh dengan menulis
skripsi berjudul “Analisis Instrinsik dan Sosiologi Karya Sastra Terhadap Novel
Suti Karangan Sapardi Djoko Damono.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI