ANALISIS SEKTOR BASIS DAN PERGESERAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...pada...
Transcript of ANALISIS SEKTOR BASIS DAN PERGESERAN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...pada...
-
i
ANALISIS SEKTOR BASIS DAN PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI
DI KABUPATEN BULUKUMBA PERIODE 2000-2009
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi
Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
OLEH :
MUHAMMAD JAMIL
A 111 07 063
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2011
-
1
BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Muh Jamil, S.E
Universitas/Jurusan : FE-UNHAS / Economics
IPK : 3,44
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tempat Tanggal lahir : Kalakae, 14 Mei 1988
Negara : Indonesia
Status : Lajang
Tinggi, Berat : 159 cm, 53 kg
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl. Sawagi Dsn Sawagi Ds Pattalassang Kec. Pattalassang Gowa (
92171), Indonesia No. Handphone (085299541304)
No. Rek : Bank syariah Mandiri Cab makassar a.n. Muh jamil No. 703 3001887
Idola : AhmadiNejad, Jamil azzaini
Hobbi : Reading and organization
Cita Cita : Pemikir Ekonomi Indonesia
Motto : Hidup adalah cahaya, maka terangilah sekitarmu dengan cahaya
Judul Skripsi : Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran Struktur Ekonomi Kabupaten
Bulukumba Periode 2000-2009
Email : [email protected]
-
2
PENDIDIKAN
1. Jurusan Ilmu Ekonomi ,Universitas Hasanuddin Makassar, 2007-2011
2. SMA Al-Bayan Makassar, 2004-2007
3. SMP Al-Bayan Makassar, 2001-2004
4. SDN 304 Batuhulang.Bulukumpa, 1996-2001
Organisasi
1. Departemen luar negeri bem etos Makassar periode 2007-2008
2. Forum studi economi islam(anggota) 2007- sekarang
3. Bidang PPPA HmI kom ekonomi UNHAS (anggota) 2008-2009
4. Pengurus Senat Divisi Pengkaderan FE-UH periode 2009-2010
5. Sekertari umum HmI kom Ekonomi Unhas periode 1430-1431H/2009-2010
6. Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi FE-UH periode 2010-
2011
7. Ketua Umum Forum Kajian Ilmu Ekonomi Se-Makassar periode 2011.
8. Sekretaris Ikatan Pemuda Kalakae (IPKA) Kec. Bulukumpa 2011
-
3
-
iii
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahirabbil Alamin, segala Puja dan Puji bagi Allah,
sebanyak tetesan air hujan, sebanyak biji-bijian, sebanyak air di lautan,
sebanyak makhluknya di langit dan di bumi maupun di antara keduanya.
Segala puja dan puji yang banyak dan tak berkesudahan untuk Allah,
meskipun Puja dari pemuji selalu berkurang dari yang sewajarnya. Karena
Berkat dan Rahmat-Nya yang tiada bandingannya walaupun dunia dan
seisinya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat dan salam yang tiada pernah terputus dan tiada pernah
terhenti terus menerus hingga ke akhir zaman untuk Nabi yang dicintai
dan dikasihi yang telah mengajarkan kepada manusia ilmu pengetahuan
dan kewajiban untuk mencarinya.
Penulisan skrispi yang berjudul “Analisis Sektor Basis Dan
Pergeseran Struktur Ekonomi Kabupaten Bulukumba Periode 2000-
2009” ini diharapkan mampu menjadi solusi terhadap persoalan
pengelolaan perekonomian di Kabupaten Bulukumba dalam
pengembangan sektor basis dan berdaya saing tinggi menuju Bulukumba
yang lebih mandiri, tidak hanya sebagai rutinitas untuk menjadi sarjana di
fakultas ekonomi Universitas Hasanuddin.
Ucapan terima kasih paling utama adalah ucapan terima kasih
kepada Allah yang telah memberikan nikmat begitu banyak seperti
kesehatan, kemudahan, semangat dan lain-lain dalam penyelesaian
-
iv
skripsi ini. Ucapan terima kasih kepada kedua orang tua yang tercinta
yaitu Bapak Muh. Zain yang telah memberikan begitu banyak
pengorbanan dalam menafkahi kami sebagai anak-anaknya terutama saat
penulis menempuh pendidikan di Universitas Hasanuddin, Ibu Naida yang
telah merawat kami anak-anaknya dari janin hingga saat ini yang telah
dewasa dan juga selalu mendoakan penulis dalam setiap masalah yang
dihadapi oleh penulis di Universitas Hasanuddin.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh dosen
Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS, khususnya
Ibu Prof.Dr.Hj. Rahmatia, MA selaku ketua jurusan ilmu ekonomi yang
selalu memberikan nasehat kepada penulis baik berupa nasehat pribadi
maupun nasehat untuk organisasi, Ibu Dr. Indraswati T. A. R, SE, MA
selaku sekretaris jurusan ilmu ekonomi yang selalu memberikan nasehat
perbaikan akademik dan bantuannya menyukseskan berbagai agenda
Himpunan, Bapak Dr. Abd. Hamid Paddu, MA selaku penasehat akademik
penulis di jurusan ilmu ekonomi yang selalu memberikan nasehat untuk
mengembangkan potensi diri dan nasehat untuk mengembangkan
organisasi baik Himajie maupun Hmi, Bapak Drs. Abdul Madjid Sallatu,
MA selaku pembimbing satu, Dr. Agussalim, Msi selaku pembimbing dua
yang banyak memberikan bantuan berupa saran dan kritik terbaik dalam
penyusunan skripsi ini dan semua dosen-dosen yang memiliki kontribusi
berupa saran terhadap penyusunan skripsi ini.
-
v
Tak lupa juga saya ucapkan kepada semua teman teman yang
telah banyak membantu penulis selama perkuliahan di Universitas
Hasanuddin teman-teman pengurus Himajie Periode 2010-2011, teman
teman pengurus Hmi periode 2009-2010, teman teman pengurus senat
periode 2009-2010, teman-teman angkatan Excelsior, adik adik Iconic,
Spartan, Spultura dan semua teman-teman yang tidak sempat saya
sebutkan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini sangat
jauh dari kesempurnaan sehingga dibutuhkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan karya tulis berikutnya. Semoga karya tulis yang berupa
skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua orang menginginkan
pengetahuan dalam hidupnya.
Makassar, 01 November 2011 Penulis
-
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... x
DAFTAR GRAFIK .............................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1. . Latar Belakang ................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah .......................................................... 5
1.3. Tujuan ............................................................................. 6
1.4. Manfaat Penelitian .......................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA................... ......................................... 7
2.1. Landasan Teori ............................................................ 7
2.1.1 Konsep PDRB Dan Pertumbuhan Ekonomi ........... 7
2.1.2 Sektor Basis ........................................................... 11
2.1.3 Pergeseran Struktur Ekonomi ................................ 15
2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................... 17
2.3. Alur Penulisan .............................................................. 19
BAB III. METODE PENELITIAN ........................................................ 22
3.1. Lokasi Penelitian .......................................................... 22
3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................. 22
3.2.1.Jenis Data ............................................................. 22
3.2.2.Sumber Data ......................................................... 22
-
vii
3.3. Metode Pengumpulan Data............................................ 23
3.4. Model/ Peralatan Analisis ............................................... 23
3.5 Defenisi Operasional Konsep/ Variabel........................... 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 33
4.1. Gambaran Umum lokasi Penelitian .................................. 33
4.1. 1 Kondisi Geografis .................................................. 33
4.1. 2 Potensi Unggulan ................................................. 34
4.1.2.1 Pertanian .......................................................... 34
4.1.2.2 Potensi Tanaman Pangan ............................... 35
4.1.2.3 Perikanan Dan Kelautan .................................. 36
4.1.2.4 Peternakan ....................................................... 37
4.1.2.5 Pariwisata ......................................................... 38
4.1.3. Keadaan Penduduk ................................................ 38
4.1.4. Pertumbuhan PDRB ............................................... 39
4.1.5 Struktur Ekonomi ..................................................... 41
4.2 Sektor basis Dan Non Basis Di Kabupaten Bulukumba .. 42
4.3. Pergeseran Struktur Ekonomi .......................................... 45
4.3.1 Shift Share ............................................................. 45
4.3.2 Perhitungan Bersih ................................................. 51
4.3.3 Analisis Kuadran .................................................... 53
4.4. Analisis RPJMD Bulukumba .............................................. 55
4.5. Pembahasan Sektoral ........................................................ 58
4.5.1. Pertanian ............................................................... 58
4.5.2 Pertambangan........................................................ 61
-
viii
4.5.3 Industri Pengolahan ............................................... 63
4.5.4 Listrik Gas dan Air bersih ....................................... 65
4.5.5 Bangunan ............................................................... 66
4.5.6 Perdagangan Hotel dan Restoran ........................... 68
4.5.7 Angkutan dan Telekomunikasi ................................ 70
4.5.8 Keuangan dan Persewaan ...................................... 72
4.5.9 Jasa-Jasa ................................................................ 74
4.6 Ringkasan Analisis dan Relevansi Kebijakan yang Tepat
Di Kabupaten Bulukumba ................................................ 76
BAB V. PENUTUP ............................................................................. 83
5.1. Kesimpulan..................................................................... 83
5.2. Saran .............................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Persentase Kontribusi Sektoral Terhadap PDRB
Kabupaten Bulukumba ........................................................ 3
Tabel 4.1 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tahun 2000-2009 ........... 40
Tabel 4.2 Persentase Pertumbuhan setiap sektor lapangan
Usaha di Kabupaten Bulukumba Tahun 2001-2009 .......... 40
Tabel 4.3 Persentase Kontribusi PDRB Setiap Sektor Ekonomi Atas
Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Bulukumba Tahun
2000-2009 .......................................................................... 42
Tabel 4. Nilai Location Quation Sulawesi Dirinci Persektor Ekonomi
Tahun 2000-2007 ......................................................... 44
Table 4.5 Perubahan Sektoral dan Komponen yang Mempengaruhi
Ekonomi Sulawesi, 2000-2009 ............................................... 46
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Bersih Shift Share Analisis ..................... 52
Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Analisis dari Berbagai Alat Analisis .................. 80
-
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Alur Penulisan .............................................................. 21
Gambar 4.1 : Kuadran Ps dan Ds ...................................................... 54
-
xi
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan Sektoral pada PDRB Bulukumba ............. 2
Grafik 4.1 Perkembangan LQ Pertanian ........................................... 58
Grafik 4.2 Perkembangan LQ Pertambangan .................................... 61
Grafik 4.3 Perkembangan LQ Industry Pengolahan .......................... 63
Grafik 4.4 Perkembangan LQ Listrik, Gas dan Air bersih ................. 65
Grafik 4.5 Perkembangan LQ Bangunan ........................................... 67
Grafik 4.6.Perkembangan LQ Perdagangan Hotel dan Restoran ...... 69
Grafik 4.7 Perkembangan LQ Pengangkutan dan Komunikasi .......... 71
Grafik 4.8 Perkembangan LQ Keuangan dan Persewaan ................. 73
Grafik 4.9 Perkembangan LQ Sektor Jasa-Jasa ................................ 75
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sepuluh tahun terakhir berbagai langkah Strategis dilakukan oleh
pemerintah daerah dalam pengembangan perekonomian di Kabupaten
Bulukumba tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah periode
2005-2010 berisi akan melakukan pembangunan dengan mengembangkan
sektor basis seperti pertanian, pariwisata dan jasa-jasa dengan cara
meningkatkan sumber daya manusia dan investasi serta perbaikan infrastruktur.
Hal ini berbeda dengan RPJM periode 2010-2015 ingin mengembangkan sektor
unggulan seperti pertanian, perdagangan hotel dan restoran, transportasi dan
komunikasi, industri pengolahan dan jasa-jasa dengan metode meningkatkan
iklim investasi yang kondusif, promosi usaha, insentif dan kemudahan dalam
urusan penyediaan lahan.
Hal ini dilakukan sebagai strategi pemerintah daerah dalam melakukan
pembangunan ekonomi sebagaimana yang dimaksud Arsyad (1999:108)
dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelolah sumber daya yang
ada dalam bentuk kemitraan antara pemerintah daerah dan swasta untuk
menciptakan lapangan kerja baru merangsang perkembangan ekonomi wiilayah.
Pembangunan ini merupakan langkah dalam menciptakan kesejahteraan
di Kabupaten Bulukumba melalui pengembangan setiap sektor dengan
-
2
mendahulukan sektor unggul yang dikembangkan melalui kebijakan pemerintah
daerah dengan cara pemanfaatan sepenuhnya sumber daya alam yang dimiliki
berdasarkan kekhasan daerah masing-masing. Pembangunan ideal jika usaha-
usaha yang dilakukan oleh pemerintah daerah berdampak langsung pada
Sembilan sektor dilihat dari PDRB dan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan PDRB di Kabupaten Bulukumba dalam kurung waktu 10
tahun sejak 2000-2009 terjadi perkembangan dilihat dari PDRB atas dasar
harga konstan dapat dilihat di grafik.
Grafik 1.1
Perkembangan sektoral pada PDRB Bulukumba
Sumber : Biro Pusat Statistik Bulukumba dalam Angka 2005 dan 2010
yang diolah oleh penulis
Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa secara umum setiap sektoral
mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB dari tahun-ketahun.
0.00
100,000,000,000.00
200,000,000,000.00
300,000,000,000.00
400,000,000,000.00
500,000,000,000.00
600,000,000,000.00
700,000,000,000.00
800,000,000,000.00
900,000,000,000.00
1,000,000,000,000.00
2000 2002 2004 2006 2008
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRIPENGOLAHAN
LISTRIK GAS DAN AIRBERSIH
BANGUNAN
PERDAGANGAN,HOTEL DAN RESTORAN
PENGANGKUTAN DANKOMUNIKASI
-
3
Kontribusi pertanian pada tahun 2000 sebesar Rp. 650,2 milyar rupiah menjadi
pada tahun 2009 Rp. 867,4 milyar rupiah atau meningkat sebesar 33.4 persen,
jasa-jasa mengalami peningkatan sebesar 67 persen, perdagangan 104 persen,
industri pengolahan 78 persen, sedangkan perubahan pada sektor yang memiliki
kontribusi kecil terhadap PDRB yaitu pertambangan meningkat sebesar 130
persen tetapi kontribusinya tetap terbawah, listrik gas dan air bersih meningkat
sebesar 101 persen, angkutan dan komunikasi meningkat 44 persen dan
bangunan sebesar 135 persen. Sedangkan persentasi kontribusi sektoral
selama 10 tahun terakhir memperlihatkan pertanian memiliki kontribusi cukup
besar jika dibandingkan dengan sektor lain.
Tabel 1.1
Persentase kontribusi sektoral terhadap PDRB Kabupaten Bulukumba
NO
LAPANGAN USAHA
TAHUN
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 PERTANIAN 61.35 60.44 60.3 59.51 59.48 58.29 57.14 55.29 54.87 52.9
2 PERTAMBANGAN 0.278 0.304 0.31 0.3129 0.326 0.331 0.339 0.368 0.393 0.413
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 5.65 5.757 5.75 5.9342 5.89 6.073 6.415 6.907 6.686 6.531
4 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 0.31 0.335 0.34 0.3544 0.361 0.369 0.385 0.396 0.394 0.405
5 BANGUNAN 1.974 2.042 2.07 2.1218 2.237 2.278 2.408 2.675 2.955 3.009
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 11.02 11.26 11.3 11.344 11.18 11.51 11.91 12.47 13 14.53
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 2.411 2.4 2.38 2.3506 2.259 2.268 2.005 2.076 2.153 2.255
8 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 2.856 2.996 3.05 3.9301 4.337 4.446 4.182 4.454 4.543 4.655
9 JASA-JASA 14.15 14.46 14.5 14.142 13.93 14.43 15.22 15.36 15.01 15.3
Sumber : Biro Pusat Statistik Bulukumba dalam Angka 2005 dan 2010 (diolah)
-
4
Berdasarkan Tabel diatas diketahui bahwa kontribusi pertanian terhadap
PDRB tahun 2000 sebanyak 61 persen, jasa-jasa 14.15 persen, perdagangan 11
persen dan industri pengolahan sebesar 5.65 persen, dan lain-lain sebesar 7.68
persen. Sangat jauh berbeda dengan kondisi tahun 2009 dimana kontribusi
pertanian terhadap PDRB turun menjadi 52,9 persen, sebaliknya sektor lain
seperti jasa meningkat menjadi 15,3 persen, perdagangan menjadi 14,53 persen,
industri pengolahan menjadi 6.5 persen dan sektor Lainnya juga kontribusinya
menurun menjadi 6,4 persen. Tetapi secara rata-rata pertanian memiliki
kontribusi yang sangat tinggi sebanyak 57 persen selama sepuluh tahun terakhir
jika dibandingkan dengan sektor lain.
Terlihat jelas bahwa terjadi perubahan komposisi sektoral kontribusi
terhadap PDRB dimana pertanian menurun perlahan-lahan sedangkan
pertambangan, listrik , gas dan air bersih, bangunan dan angkutan jasa-jasa,
perdagangan, industri pengolahan meningkat secara perlahan-lahan pula.
Tingginya kontribusi sektor pertanian dan tiga sektor lainnya memberikan
sinyal bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis, sehingga dibutuhkan
pengembangan sektoral berkelanjutan yang dicantumkan dalam rencana
pembangunan jangka menengah di Kabupaten Bulukumba.
Selain itu perlu diketahui apa penyebab tingginya kontribusi sektoral
tersebut terhadap PDRB Bulukumba ?, karena kontribusi sektoral dipengaruhi
oleh tiga hal yaitu : nasional share, industrial mix, dan peningkatan daya saing
daerah. Pertanyaan kemudian apakah pemerintah Kabupaten Bulukumba
-
5
selama ini mengarahkan pembangunan dengan prioritas sektor basis, sektor
daya saing daerah, dan industrial mix yang dituangkan dalam rencana
pembangunan jangka menengah ?
Berdasarkan gambaran di atas tentang kondisi yang terjadi di Kabupaten
Bulukumba terutama peranan sektoral dalam PDRB membuat saya tertarik
membuat penelitian ini dengan judul “Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran
Struktur Ekonomi Di Kabupaten Bulukumba periode 2000-2009“
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa yang menjadi
rumusan masalah di dalam proposal penelitian ini yaitu :
1. Sektor-sektor apakah yang menjadi sektor basis dan non basis
dalam perekonomian Kabupaten Bulukumba selama periode 2000-
2009 ?
2. Bagaimana pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Bulukumba
selama periode 2000-2009 ?
3. Apakah pengembangan sektor basis bersesuaian dengan kebijakan
pembangunan daerah Kebupaten Bulukumba ?
-
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
Sebagai Berikut :
1. Untuk Mengetahui sektor basis dan non basis dalam
perekonomian Kabupaten Bulukumba selama periode 2000- 2009.
2. Untuk Mengetahui dan menganalisis Pergeseran Struktur Ekonomi Di
Kabupaten Bulukumba selama periode 2000-2009.
3. Untuk mengetahui kesesuaian kebijakan pembangunan daerah
Kabupaten Bulukumba dengan sektor basis selama periode 2005-
2010.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini yaitu,
1. Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa atau pihak manapun yang ingin
meneliti tentang faktor faktor yang mempengaruhi pergeseran struktur
ekonomi dan langkah strategis pengembangan sektoral di Kabupaten
Bulukumba.
2. Diharapkan dari hasil penelitian ini mampu menghasilkan sebuah
rekomendasi kepada pemerintah Kabupaten Bulukumba dalam mengambil
kebijakan pengembangan sektoral di Kabupaten Bulukumba.
-
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan teoritis
2.1.1. Konsep PDRB Dan Pertumbuhan Ekonomi
Konsep Produk Domestik Regional Bruto
PDRB menurut Badan Pusat Statistik adalah jumlah nilai tambah yang
dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa
yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan
PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa
tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun
tertentu sebagai dasar.
PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan
struktur ekonomi sedangkan harga konstan untuk melihat pertumbuhan ekonomi
dari tahun ketahun. Perhitungan ini menggunakan 3 metode pendekatan yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran.
Pada pendekatan produksi merupakan jumlah nilai tambah atas barang
dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara
dalam jangka waktu tertentu ( satu tahun). Yang terdiri dari sembilan sektor
yaitu : pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas
dan air bersih, bangunan/konstruksi, perdagangan, hotel dan restoran,
-
8
pengangkutan dan komunikasi, keuangan, real estate dan jasa perusahaan,
jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.
Pendekatan pendapatan merupakan jumlah balas jasa yang diterima
oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu
negara dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Balas jasa seperti upah dan
gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
Pendekatan pengeluaran merupakan semua komponen permintaan akhir
yang terdiri dari : pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta
nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik
bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor
dikurangi impor).
Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka
yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan
jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan
untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut
sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup
pajak tak langsung neto.
Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan kondisi
perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang
lebih baik selama periode tertentu.
-
9
Teori pertumbuhan ekonomi bisa didefinisikan sebagai penjelasan
mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output perkapita dalam
jangka panjang, dan penjelasan mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut
sehingga terjadi proses pertumbuhan menurut Boediono (1999:2).
Menurut Schumpeter dan Hicks dalam Jhingan (2002:4) pertumbuhan
ekonomi adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang
terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk.
Sedangkan menurut Simon Kuznet dalam Jhingan (2003:57),
pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan
suatu negara (daerah) untuk menyediakan semakin banyak barang-barang
ekonomi kepada penduduknya.
Pertumbuhan ekonomi dapat diketahui melalui perhitungan Produk
regional domestic bruto. Dengan membandingkan PDRB pada satu tahun
tertentu (PDRBt) dengan PDRB sebelumnya (PDRBt – 1).
Ahli-ahli ekonomi telah lama memandang beberapa faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, menurut Sukirno (1994:425) 5 faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu: Tanah dan kekayaan alam
lain, jumlah, mutu penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat
teknologi, Sistem sosial dan sikap masyarakat dan luas pasar sebagai sumber
pertumbuhan.
-
10
Menurut Adam Smith dalam Robinson (2005), pertumbuhan ekonomi
dipengaruhi oleh pertambahan jumlah penduduk, semakin banyak jumlah
penduduk maka semakin tinggi produktivitasnya yang meningkatkan jumlah
output. Sedangkan David Ricardo dalam Robinson (2005) menganggap justru
pertumbuhan penduduk akan mengakibatkan upah menurun sehingga hanya
mencukupi biaya hidup saja yang menyebabkan kemandegan ekonomi.
Robert Solow dalam Robinson (2005) menganggap pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh jumlah penduduk (tenaga kerja), jumlah modal dan
kemajuan tekhnologi. Menurut Robert pertumbuhan jumlah penduduk bisa
berdampak baik dan bisa juga berdampak buruk, Tetapi Robert menganggap
berdampak positif selama memiliki produktivitas yang baik dan tidak melebihi
penduduk optimal.
Teori yang dikemukakan Harrod dan Domar dalam Robinson (2005) pada
hakikatnya untuk menunjukkan agar suatu negara senantiasa mampu berada
pada pertumbuhan ekonomi yang mantap (steady Growth), diperlukan adanya
kesanggupan berproduksi yang selalu bertambah yang tentunya diperlukan
penanaman modal ( investasi). perbandingan antara pertambahan satu unit input
modal yang dapat menyebabkan pertambahan output yang dikenal dengan
incremental Capital Output Ratio (ICOR).
Berbeda dengan Schumpeter dalam Robinson (2005), mengatakan bahwa
motor penggerak perkembangan ekonomi adalah suatu proses yang ia beri
nama inovasi dan pelakunya adalah para inovator. Kenaikan output disebabkan
-
11
oleh inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta
3.1.2. Sektor Basis
Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang
lebih baik untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor
ekonomi lain untuk berkembang. Tumenggung (1996) dalam Suparno (2008)
memberi batasan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang memiliki
keunggulan komparatif (comparatif advantages) dan keunggulan kompetitif
(competitive advantages) dengan produk sektor sejenis dari daerah lain
serta mampu memberikan nilai manfaat yang lebih besar.
Pada masa era perdagangan bebas seperti sekarang ini,
keunggulan kompetitif mendapat perhatian lebih besar dari pada keunggulan
komparatif. Keunggulan kompetitif menunjukkan kemampuan daerah untuk
memasarkan produknya ke luar daerah. Dalam analisis ekonomi regional,
keunggulan kompetitif dimaknai oleh kemampuan daya saing kegiatan
ekonomi di suatu daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah
lainnya. Keunggulan kompetitif merupakan cermin dari keunggulan
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah terhadap wilayah lainnya yang dijadikan
“benchmark” dalam suatu kurun waktu (Thoha,2000:48) dalam Suparno (2008).
Dalam kaitannya dengan keunggulan kompetitif, maka keunggulan komparatif
suatu kegiatan ekonomi dapat dijadikan suatu pertanda awal bahwa
kegiatan ekonomi tersebut punya prospek untuk juga memiliki keunggulan
kompetitif. Jika suatu sektor memiliki keunggulan komparatif karena besarnya
-
12
potensi sektor tersebut maka kebijakan yang diprioritaskan bagi
pengembangan kegiatan ekonomi tersebut dapat berimplikasi kepada
terciptanya keunggulan kompetitif. Kegiatan ekonomi yang memiliki keunggulan
komparatif sekaligus keunggulan kompetitif akan sangat menguntungkan
perekonomian suatu wilayah.
Terkait dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, maka
berdasarkan kegiatan ekonominya suatu wilayah dapat saja memiliki kedua jenis
keunggulan tersebut secara bersama-sama. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
satu atau gabungan beberapa faktor (Tarigan,2003:88) yaitu : sumber daya
alam, teknologi, akses wilayah, pasar, sentra produksi, tenaga kerja, sifat
masyarakat dan kebijakan pemerintah.
Indikator kemajuan suatu daerah dilihat dari pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi dimana pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh
eksploitasi kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan basis ekspor daerah yang
bersangkutan. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama
pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
tingkat permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-
industri yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja, dan
bahan baku untuk diekspor akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan
peluang kerja menurut Wijaya(1996) dan Adisasmita(2005).
Aktivitas perekonomian daerah digolongkan dalam dua sektor kegiatan,
yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang
-
13
berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang
bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis merupakan kegiatan berorientasi
lokal yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam
batas wilayah perekonomian yang bersangkutan menurut Sjafrizal (2008:89),
Ricardson (1973), dan Suyanto (2000).
Douglas C. North dalam Arsyad(1999) menyatakan bahwa sektor ekspor
berperan penting dalam pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat
memberikan kontribusi penting pada perekonomian daerah yaitu : ekspor akan
secara langsung meningkatkan pendapatan faktor faktor produksi dan
pendapatan daerah serta perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan
terhadap produksi industri lokal yaitu industri yang produknya dipakai untuk
melayani pasar di daerah.
Sektor basis ekonomi suatu wilayah dapat dianalisis dengan teknik
Location Quotient (LQ), untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi
sektor basis atau sektor unggulan (leading sektors).Teknik analisis Location
Quotient (LQ) dapat menggunakan variabel tenaga kerja atau Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah sebagai indikator pertumbuhan wilayah.
Location Quotient merupakan rasio antara jumlah tenaga kerja pada sektor
tertentu atau PDRB terhadap total jumlah tenaga kerja sektor tertentu atau total
nilai PDRB suatu daerah dibandingkan dengan rasio tenaga kerja dan sektor
yang sama dengan daerah yang lebih tinggi (referensi).
-
14
Arsyad (1999:108), berpendapat bahwa masalah Pokok dalam
pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan
pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber-
sumber daya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kita kepada
pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses
pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang
peningkatan kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu pemerintah daerah beserta partisipasi masyarakatnya
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada belum mampu menaksir
potensi sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun
perekonomian daerah dengan mengembangkan basis ekonomi sektoral,
kesempatan kerja yang beragam. Untuk tujuan tersebut diperlukan adanya
kebijakan prioritas sektoral dalam menentukan sektor sektor yang menjadi
prioritas utama untuk dikembangkan.
Dalam pengembangan sektoral potensial kegiatan utama yang dilakukan
dalam perencanaan pembangunan daerah adalah mengadakan tinjauan
keadaan, permasalahan dan potensi potensi pembangunan (Tjokrominoto 1995
;74). Berdasarkan potensi sumber daya alam yang kita miliki, maka adanya
sektor potensial disuatu daerah harus dikembangkan dengan seoptimal mungkin.
Arsyad (1999:165) mengatakan bahwa sampai dengan langkah – langkah yang
perlu diambil untuk memantapkan keberadaan sektor industri. Dengan kelompok
-
15
pemikiran sebagai berikut : pengembangan sektor industri hendaknya diarahkan
kepada sektor-sektor yang memiliki keunggulan komparatif ( komparatif
advantage) menurut ekonom-akademis, konsep delapan wahana transformasi
teknologi dan industri yang di kemukakan oleh menteri riset dan teknologi saat itu
(Habibie), yang pada dasarnya memprioritaskan pembangunan industri hulu
secara serentak (simultan) dan konsep keterkaitan antar industri, khususnya
keterkaitan hulu-hilir, menurut konsep menteri perindustrian (Tungki Ariwibowo)
di era Suharto.
3.1.3. Pergeseran Struktur Ekonomi
Teori-teori perubahan struktural (structural-change theory) memusatkan
perhatian pada transformasi struktur ekonomi dari pola pertanian ke struktur
yang lebih modern serta memiliki sektor industri manufaktur dan sektor jasa-jasa
yang tangguh. Aliran pendekatan struktural ini didukung oleh W.Arthur Lewis
yang terkenal dengan model teoritisnya tentang “surplus tenaga kerja dua sektor”
(two sektor surplus labor) dan Hollis B. Chenery yang sangat terkenal dengan
analisis empirisnya tentang “pola-pola pembangunan” (patterns of development)
(Todaro,2000).
Teori pembangunan Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses
pembangunan yang terjadi antara desa dan kota yang mengikutsertakan proses
urbanisasi dikedua tempat itu dan pola investasi disektor modern pada akhirnya
akan berpengaruh besar terhadap arus urbanisasi yang ada (Kuncoro, 1997).
-
16
Sementara teori pola pembangunan Chenery memfokuskan terhadap perubahan
struktur dalam tahapan proses perubahan ekonomi, industri dan struktur institusi
dari perekonomian negara sedang berkembang, yang mengalami transformasi
dari pertanian tradisional beralih ke sektor industri sebagai roda penggerak
ekonomi. Penelitian yang dilakukan Hollis Chenery tentang transformasi struktur
produksi menunjukkan bahwa sejalan dengan peningkatan pendapatan
perkapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari yang semula
mengandalkan sektor pertanian menuju ke sektor industri.
Menurut Kuznets dalam Jhingan (1992) , perubahan struktur ekonomi
atau disebut juga transformasi struktural, didefinisikan sebagai suatu rangkaian
perubahan yang saling berkaitan satu sama lainnya dalam komposisi dari
permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran
agregat (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi, seperti penggunaan
tenaga kerja dan modal) yang disebabkan adanya proses pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro, 2000).
Perekonomian suatu daerah dalam jangka panjang akan terjadi
perubahan struktur perekonomian dimana semula mengandalkan sektor
pertanian menuju sektor industri. Dari sisi tenaga kerja akan menyebabkan
terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian desa ke sektor industri
kota, sehingga menyebabkan kontribusi pertanian menurun. Faktor penyebab
terjadinya perubahan struktur perekonomian antara lain ketersediaan sumber
-
17
daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta modal dan
investasi yang masuk ke suatu daerah.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai sektor basis dan pergeseran ekonomi serta
pengembangan sektoral pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya.
Seperti yang dilakukan oleh Saerafi (2005) dengan judul Analisis pertumbuhan
ekonomi dan pengembangan sektor-sektor potensial di Kabupaten Semarang (
pendekatan model basis ekonomi dan swot), dengan hasil penelitian : 1. sektor
ekonomi yang paling potensial dan strategis untuk dikembangkan guna memacu
dan sebagai penunjang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Semarang yaitu
sektor industri pengelolaan kemudian sektor jasa, 2. keterkaitan Kabupaten
Semarang dengan daerah lain disekitarnya paling kuat adalah dengan Kota
Semarang, Demak, Salatiga, Kendal dan Grobongan. Keterkaitan dengan Kota
Semarang yang paling besar karena kedua daerah mempunyai jarak yang cukup
dekat sehingga interaksi keduanya paling kuat. Interaksi dengan daerah ini
dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan jarak antara kedua daerah. 3.
Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada dilapangan,
beberapa strategi yang dapat diterapkan berhubungan dengan pengembangan
industri pengolahan yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut : tekstil
dan garmen serta eceng gondok.
-
18
Penelitian terdahulu juga dilakukan oleh Fachrurrazy (2009) yaitu analisis
penentuan sektor unggulan perekonomian wilayah Kabupaten Aceh Utara
dengan pendekatan sektor pembentuk PDRB. Dengan Hasil Penelitian :1. Hasil
analisis menurut Klassen Typology menunjukkan bahwa sektor yang maju dan
tumbuh dengan pesat, yaitu sektor pertanian dan sektor pengangkutan dan
komunikasi. 2. Hasil perhitungan indeks Location Quotient sektor yang
merupakan sektor basis (LQ>1), yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan
dan penggalian, sektor industri pengolahan, dan sektor pengangkutan dan
komunikasi. 3. Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa sektor yang
merupakan sektor kompetitif, yaitu sektor pertanian, sektor bangunan dan
konstruksi, dan sektor bank dan lembaga keuangan lainnya 4. Berdasarkan hasil
perhitungan dari ketiga alat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan
sektor unggulan dengan kriteria tergolong ke dalam sektor yang maju dan
tumbuh dengan pesat, sektor basis dan kompetitif, yaitu sektor pertanian.Sub
sektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan sebagai sub sektor
unggulan, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman
perkebunan, sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya, dan sub sektor
perikanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Marhayanie (2003), dengan judul Identifikasi
Sektor Ekonomi Potensial dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan. Hasil
penelitian dengan menganalisis kontribusi per sektor, analisis linkage, analisis
-
19
angka pengganda diperoleh bahwa sektor ekonomi yang potensial dalam
perencanaan pembangunan Kota Medan adalah sektor industri pengolahan.
Penelitian yang dilakukan oleh Supangkat (2002), dengan judul penelitian
analisis penentuan sektor prioritas dalam peningkatan pembangunan daerah
Kabupaten Asahan dengan menggunakan Pendekatan Sektor Pembentuk
PDRB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan industri
pengolahan berpeluang untuk dijadikan sebagai sektor prioritas bagi peningkatan
pembangunan di daerah Kabupaten Asahan, terutama sub sektor perkebunan,
perikanan dan industri besar, serta sedang.
2.3 Alur Penulisan
Pertumbuhan PDRB sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektoral
masing-masing, sektor jika perkembangan sektoral semakin tinggi maka PDRB
disuatu daerah akan semakin tinggi pula. Perkembangan sektoral ini tentunya
tidak berkembang dengan sendirinya tetapi melalui suatu kebijakan dari
pemerintah dalam pengelolaan daerahnya yang dirumuskan dalam rencana
pembangunan jangka menengah daerah dengan mengembangkan sektor basis,
sektor yang memiliki daya saing, progressif, dan pertumbuhannya cepat ditingkat
propinsi.
Analisis sektor basis merupakan suatu analisis yang digunakan untuk
mengetahui apakah sektor tersebut merupakan sektor basis dinilai dari
kemampuan barang disuatu daerah diekspor ke daerah lain karena daerah yang
-
20
bersangkutan surplus dihitung dengan LQ, Jika LQ > 1 maka sektor tersebut
basis, dan jika LQ < 1 Maka sektor itu merupakan non basis.
Analisis Pergeseran struktur ekonomi dengan menggunakan shift share
analisis untuk mengetahui perubahan perekonomian daerah dihubungkan
dengan perubahan perekonomian nasional, perubahan perekonomian daerah
dihubungkan dengan perubahan komposisi sektoral dan perubahan
perekonomian daerah disebabkan oleh faktor lokal atau daya saing daerah.
. Analisis pergeseran ekonomi ini merupakan suatu analisis yang
dilakukan untuk mengetahui pergeseran ekonomi, dan perubahan struktur
ekonomi dari tahun – ketahun yang dianalisis dengan menggunakan shift Share
analisis.
-
21
Gambar 2.1. Alur Penulisan
Arahan Pembangunan RPJMD
Analisis Deskriptif
Analisis Sektor Basis Dan Pergeseran Struktur
Ekonomi
-
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BPS Bulukumba dan BPS Propinsi
Sulawesi Selatan melalui Penelitian sekunder yang telah dituliskan di Badan
Pusat Statistik (Bulukumba dalam angka dan Sulawesi Selatan dalam angka)
yang merupakan laporan statistik setiap kabupaten dan propinsi setiap tahun.
3.2 Jenis dan Sumber Data
3.2.1 Jenis data
Data sekunder adalah data-data pendukung yang diperoleh dari buku-
buku, majalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian atau dengan
mengambil dari sumber lain yang diterbitkan oleh lembaga yang dianggap
kompeten berupa data PDRB Bulukumba selama 10 tahun, data PDRB
Sulawesi Selatan selama 10 tahun, RPJMD Kabupaten Bulukumba periode
2005-2010 dan lain-lain.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah berbagai macam sumber yang
diperoleh melalui data sekunder yang berasal dari BPS laporan Kabupaten
Bulukumba, laporan propinsi Sulawesi Selatan, badan perencanaan
pembangunan daerah dan sumber lain seperti internet dan studi kepustakaan.
-
23
3.3 Metode Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data dan referensi yang diperlukan dalam penyusunan
proposal penelitian ini, maka ditempuh cara sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara studi kepustakaan dari
berbagai dokumen, buletin, artikel-artikel dan karya ilmiah (skripsi) yang
berhubungan dengan penulisan ini untuk mendapatkan data sekunder.
3.4 Model/ Peralatan Analisis
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian menggunakan
alat analisis yaitu Location Quotien digunakan untuk menjawab rumusan
masalah dan tujuan penelitian pada poin pertama, shift share analisis dan
perhitungan pergeseran bersih digunakan untuk menjawab rumusan masalah
dan tujuan penelitian pada poin kedua dan analisis kualitatif deskriptif digunakan
untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian pada poin ketiga.
Untuk penjelasan selengkapnya adalah sebagai berikut :
1. Analisis Location Quotient
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang sektor
basis dan non basis digunakan alat analisis location quotient. Hasil analisis ini
akan diketahui sektor basis dan non basis di Kabupaten Bulukumba. Metode LQ
merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi
-
24
basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan dari PDRB
Kabupaten Bulukumba yang menjadi pemacu pertumbuhan. Metode LQ
digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi
spesialisasi/basis kegiatan perekonomian. Sehingga nilai LQ yang sering
digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang
akan mendorong tumbuhnya atau berkembangnya sektor lain serta berdampak
pada penciptaan lapangan kerja. Untuk mendapatkan nilai LQ menggunakan
metode yang mengacu pada formula yang dikemukakan oleh Bendavid-Val
dalam Kuncoro (2004:183) sebagai berikut:
PDRBb,i
ΣPDRBB
PDRBss,i
ΣPDRBss
Di mana:
PDRBb,i = PDRB sektor i di Kabupaten Bulukumba pada tahun tertentu.
ΣPDRBb = Total PDRB di Kabupaten Bulukumba pada tahun tertentu.
PDRBss,i = PDRB sektor i di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun tertentu.
ΣPDRBss = Total PDRB di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun tertentu.
Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka
ada tiga kemungkingan nilai LQ yang dapat diperoleh (Bendavid-Val:1991), yaitu:
1. Nilai LQ = 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah
Kabupaten Bulukumba adalah sama dengan sektor yang sama dalam
perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan.
-
25
2. Nilai LQ > 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah
Kabupaten Bulukumba lebih besar dibandingkan dengan sektor yang sama
dalam perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan.
3. Nilai LQ < 1. Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi/basis sektor i di daerah
Kabupaten Bulukumba lebih kecil dibandingkan dengan sektor yang sama dalam
perekonomian Propinsi Sulawesi Selatan.
Apabila nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut
merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak
perekonomian Kabupaten Bulukumba. Sebaliknya apabila nilai LQ
-
26
daerah adalah berbeda, juga adanya perbedaan sumber daya yang bisa
dikembangkan.
2. Analisis Shift Share
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang
pergeseran struktur ekonomi digunakan alat analisis shift share. Hal ini
digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran serta penyebabnya
pada perekonomian wilayah Kabupaten Bulukumba. Hasil analisis shift share
akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB Kabupaten Bulukumba
dibandingkan Propinsi Sulawesi Selatan. Kemudian dilakukan analisis terhadap
penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Bila
penyimpangan tersebut positif, maka dikatakan suatu sektor dalam PDRB
Kabupaten Bulukumba memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya. Data
yang digunakan dalam analisis shift share ini adalah PDRB Kabupaten
Bulukumba dan Propinsi Sulawesi Selatan tahun 2000-2009 menurut lapangan
usaha atas dasar harga konstan tahun 2000. Penggunaan data harga konstan
dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan
perbandingan menjadi valid menurut Tarigan (2007:86).
Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi dan pergeseran
struktural perekonomian wilayah Kabupaten Bulukumba ditentukan oleh tiga
komponen, yaitu:
-
27
1. Provincial Share (PS), yang digunakan untuk mengetahui pertumbuhan
atau pergeseran struktur perekonomian Kabupaten Bulukumba dengan melihat
nilai PDRB Kabupaten Bulukumba sebagai daerah pengamatan pada periode
awal yang dipengaruhi oleh pergeseran pertumbuhan perekonomian Propinsi
Sulawesi Selatan. Hasil perhitungan Provincial Share akan menggambarkan
peranan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yang mempengaruhi pertumbuhan
perekonomian Kabupaten Bulukumba.
2. Proportional Shift (P) digunakan untuk mengukur perubahan relatif,
pertumbuhan atau penurunan, pada daerah dibandingkan dengan perekonomian
yang lebih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran ini memungkinkan kita untuk
mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri
yang tumbuh lebih cepat pada perekonomian yang dijadikan acuan.
3. Differential Shift (D) digunakan untuk membantu dalam menentukan
seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang
dijadikan acuan. Oleh karena itu jika pergeseran diferensial dari satu industri
adalah positif, maka industri tersebut lebih tinggi daya saingnya dibanding
industri yang sama pada perekonomian yang dijadikan acuan.
Secara matematis, Provincial Share (PS), Proportional Shift (P), dan
Differential Shift (D) dapat diformulasikan sebagai berikut (Tarigan, 2007:88;
Sjafrizal, 2008:91):
-
28
1. Provincial Share (PS)
E =PDRB Kabupaten Bulukumba
t = periode t
t-1 = periode sebelumnya
i = sektor/industri tertentu
r = daerah tertentu
n = nasional
2. Proportional Shift (P)
dimana:
E = kesempatan kerja /PDRB
t = periode t
t-1 = periode sebelumnya (awal)
i = sektor/industri tertentu
r = daerah tertentu
n = nasional
-
29
3. Differential Shift (D)
dimana:
E = kesempatan kerja /PDRB
t = periode t
t-1 = periode sebelumnya
i = sektor/industri tertentu
r = daerah tertentu
n = nasional
Perubahan (pertumbuhan) nilai tambah bruto sektor tertentu (i) dalam
PDRB Kabupaten Bulukumba merupakan penjumlahan Provincial Share (PS),
ProportionalShift (P), dan Differential Shift (D) sebagai berikut:
Kedua komponen shift, yaitu Proportional Shift (P) dan DifferentialShift(D)
memisahkan unsur-unsur pertumbuhan regional yang bersifat eksternal dan
internal. Proportional Shift (P) merupakan akibat pengaruh unsur-unsur eksternal
yang bekerja secara nasional (Propinsi), sedangkan Differential Shift (D) adalah
akibat dari pengaruh faktor-faktor yang bekerja di dalam daerah yang
bersangkutan menurut Glasson (1977:95).
-
30
Sektor-sektor di Kabupaten Bulukumba yang memiliki Differential Shift
(D)positif memiliki keunggulan kempetitif terhadap sektor yang sama pada
Kabupaten/Kota lain dalam Propinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, sektor sektor
yang memiliki nilai D positif berarti bahwa sektor tersebut terkonsentrasi di
Kabupaten Bulukumba, memiliki daya saing yang tinggi dan mempunyai
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lainnya. Apabila
nilai D negatif, maka tingkat pertumbuhan sektor tersebut relatif lamban.
3. Analisis Pergeseran Bersih Shift Share
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang
pergeseran struktur ekonomi tidak hanya menggunakan alat analisis shift share
tetapi juga digunakan alat analisis pergeseran bersih. Hasil analisis ini akan
terlihat pergeseran cepat atau lambat dengan cara menjumlahkan hasil PS dan
DS, maka akan diperoleh pergeseran bersih yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi pertumbuhan sektor perekonomian. Pergeseran bersih
sektor i pada wilayah tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut:
PBij = PSij + DSij
dimana:
PBij = pergeseran bersih sektor i pada wilayah j
PSij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah j
DSij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah j
-
31
apabila: PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah j termasuk ke
dalam kelompok progresif (maju) PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada
wilayah j termasuk lamban.
4. Analisis kualitatif deskriptif
Untuk menjawab rumusan masalah dan tujuan penelitian tentang
kesesuaian kebijakan pemerintah dalam pengembangan sektor basis digunakan
analisis kualitatif deskriptif. Hasil ini akan terlihat apakah kebijakan pemerintah
daerah yang dituangkan dalam RPJMD sesuai, kurang sesuai atau tidak sesuai.
Analisis menggunakan indikator penilaian dilihat dari alokasi anggaran yaitu:
1. Sesuai jika kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bulukumba
memberikan prioritas pada sektor basis, sektor dengan kontribusi tertinggi pada
PDRB dan sektor dengan LQ tertinggi.
2. Kurang Sesuai sesuai jika pemerintah daerah Kabupaten
Bulukumba memberikan prioritas pada sektor basis tanpa memperhatikan tingkat
kontribusi sektoral terhadap PDRB dan tingginya LQ.
3. Tidak sesuai jika kebijakan pemerintah daerah Kabupaten
Bulukumba tidak memberikan prioritas pada sektor basis dan tingkat kontribusi
terhadap PDRB.
-
32
3.5 Definisi Operasional Konsep/ Variabel
1. Sektor basis adalah kegiatan yang mengekspor barang-barang dan jasa-jasa
ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat bersangkutan, atau yang
memasarkan barang-barang dan jasa-jasa mereka kepada orang orang yang
datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat (Arsyad)
2. Pergeseran Struktur ekonomi adalah perubahan baik pertumbuhan atau
penurunan perekonomian sebuah daerah (wilayah) dari waktu ke waktu pada
sektor-sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan
tersier(w.Arthur Lewis).
3. Sektoral Potensial adalah sektor yang memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan dalam suatu wilayah.
-
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Kondisi Geografis
Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di antara 05°20´-05°40´
Lintang Selatan (LS) dan 119°58´-120°28´ Bujur Timur (BT) dengan batas-batas
administrasi:
- Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Sinjai
- Sebelah Selatan : berbatasan dengan Laut Flores
- Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng
- Sebelah Timur : berbatasan dengan Teluk Bone
Secara administratif Kabupaten Bulukumba berada dalam daerah
Propinsi Sulawesi Selatan, terbagi dalam 10 kecamatan yang meliputi 126
desa/kelurahan yang terdiri dari 27 kelurahan dan 99 desa. Luas Wilayah
Kabupaten Bulukumba meliputi; darat seluas 1.154,67 Km² dan laut,
Pemerintah Kabupaten Bulukumba memiliki kewenangan sejauh 4 mil laut dari
garis pantai ke arah laut = 237,67 km², dengan panjang garis pantai = 128 km
yang berada pada 7 kecamatan pesisir, yaitu: Kecamatan Gantarang, Ujungbulu,
Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Herlang, dan Kecamatan Kajang.
-
34
Kabupaten Bulukumba mempunyai suhu rata-rata berkisar antara 23,82
ºC – 27,68 ºC. Suhu pada kisaran ini sangat cocok untuk pertanian tanaman
pangan dan tanaman perkebunan.
Sungai di Kabupaten Bulukumba ada 32 aliran, yang terdiri dari sungai
besar dan sungai kecil. Sungai-sungai ini mencapai panjang 661,70 km dan
mampu mengairi lahan sawah seluas 22.967 Ha.
4.1.2. Potensi Unggulan
Gambaran penggunaan lahan tahun 2008 di daerah Kabupaten
Bulukumba pada umumnya didominasi oleh pertanian seluas 104.559 Ha
meliputi: tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan lain-lain.
4.1.2.1. Pertanian
Kabupaten Bulukumba merupakan daerah di wilayah Selatan sebagai
salah satu sentra produksi pangan andalan, yang memberikan kontribusi dalam
mempekokoh Sulawesi Selatan sebagai lumbung padi nasional. Selain padi
sebagai komoditas tanaman pangan andalan, tanaman pangan lain yang
dihasilkan yakni jagung, kedelai, umbi-umbian, dan kacang-kacangan.
Potensi Sumberdaya lahan pertanian sangat luas utamanya untuk lahan
pertanian tanaman pangan. Potensi lahan sawah seluas 22.458,06 Ha yang
tersebar di 10 kecamatan dan di antara 10 kecamatan tersebut Kecamatan
Gantarang mempunyai lahan yang terluas yakni 35,67% sedangkan Kecamatan
-
35
Bontobahari mempunyai lahan yang terkecil yakni 0,24% dari total lahan sawah
yang ada.
Dari luas lahan sawah tersebut di atas dapat dirinci menurut jenis irigasi
atau pengairannya, terdiri dari: Lahan sawah berpengairan ½ teknis seluas
49.67%, lahan sawah berpengairan sederhana seluas 15,68%, Lahan sawah
berpengairan Desa/Non PU seluas 25,01% dan lahan sawah tadah hujan seluas
sekitar 9,64%. sehingga lahan sawah di Kabupaten Bulukumba mayoritas
mampu berproduksi 2 kali dalam setahun.
Potensi lahan bukan sawah yang diusahakan untuk pertanian seluas
76.038 Ha yang tersebar di 10 kecamatan. Kecamatan Bulukumpa mempunyai
lahan yang terluas yakni sekitar 12,28 persen sedangkan Kecamatan Ujungbulu
mempunyai lahan yang terkecil sekitar 0,31persen dari total lahan bukan sawah
yang ada di Kabupaten Bulukumba.
4.1.2.2. Potensi Tanaman Pangan
Tanaman pangan yang sangat potensial yakni tanaman padi dan
merupakan bahan pangan utama masyarakat, terdapat pula tanaman bahan
pangan lainnya seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang ijo, dan
kedelai, yang merupakan tanaman sela atau tanaman antara yang ditanam oleh
petani setelah sekali/dua kali panen tanaman padi, khususnya di lokasi lahan
persawahan sedangkan pada lokasi lahan non persawahan tanaman tersebut
diantaranya merupakan tanaman utama.
-
36
4.1.2.3. Perikanan dan Kelautan
Potensi perikanan di Kabupaten Bulukumba terdiri dari perikanan tangkap
(perikanan laut) dan perikanan budidaya (perikanan darat). Dari 10 kecamatan, 7
diantaranya mempunyai potensi kelautan sedangkan potensi perikanan darat
terdapat di semua kecamatan. Jumlah rumah tangga perikanan budidaya
(perikanan darat) di Kabupaten Bulukumba Tahun 2009 yaitu 4.807 mengalami
peningkatan 2,74 persen jika dibandingkan pada tahun 2008. Rumah tangga
perikanan budidaya yang terbesar yakni jenis budidaya laut sebanyak 62,10
persen sedangkan yang terkecil yakni perikanan budidaya jenis sawah (mina
padi) sebanyak 1,56 persen.
Selain perikanan laut, perikanan budidaya seperti tambak, laut, kolam,
mina padi juga merupakan potensi yang dapat dikembangkan. Komoditas
budidaya tambak mayoritas yakni ikan bandeng, udang windu, udang vannamae,
dan udang api-api. Komoditas budidaya kolam mayoritas yakni ikan mas dan
ikan mujair. Komoditas budidaya sawah (mina padi) mayoritas yakni ikan mas,
mujair, dan lele.
Selain usaha perikanan tersebut di atas juga terdapat komoditi rumput
laut disepanjang pesisir pantai. Pada tahun 2009 produksi rumput laut yakni
7.215 ton, produksinya mengalami peningkatan 662 ton atau 10,10% jika
dibandingkan tahun 2008.
-
37
4.1.2.4. Peternakan
Potensi sumber daya peternakan di Kabupaten Bulukumba merupakan
potensi yang ekonomis, ramah lingkungan serta mendukung ketahanan pangan.
Hal ini karena pengembangan sektor peternakan tidak memerlukan lahan yang
subur layaknya pertanian, akan tetapi lebih banyak memanfaatan lahan-lahan
yang tidak produktif atau lahan tidur. Disamping itu, sektor peternakan
memanfaatkan limbah-limbah pertanian sebagai pakan, memanfaatkan
kotorannya sebagai sumber energi dan pupuk, serta produksi dari peternakan
berupa daging dan telur merupakan sumber pangan yang berprotein tinggi untuk
menjaga ketahanan pangan di Kabupaten Bulukumba.
Sebagai gambaran, populasi ternak di Kabuaten Bulukumba tersebar di
seluruh kecamatan dengan komoditas berupa ternak kerbau, kuda, sapi potong,
domba, kambing, ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur dan itik.
Selama tahun 2005 - 2009 komoditas sapi merupakan komoditas dengan
pertumbuhan yang paling tinggi diantara komoditas lainnya, yaitu dengan rata-
rata pertumbuhan 3,3 persen per tahun dan mencapai populasi tertinggi pada
tahun 2009 (75.212 ekor). Selain sapi potong, komoditas yang merupakan
potensi unggulan adalah ternak ayam ras pedaging dan petelur dengan rata-rata
pertumbuhan per tahun masing-masing 9,26 persen dan 3,35 persen.
Jumlah populasi akan mempengaruhi jumlah produksi sektor peternakan
yaitu daging dan telur. Produksi daging tahun 2009 di Kab. Bulukumba yang
tertinggi berasal dari sapi potong (534.580 kg), ayam buras (339.349 kg), serta
-
38
ayam ras pedaging (105.000 kg). Sedangkan produksi telur berasal dari ayam
ras petelur (486.000 kg), ayam buras (270.233 kg) dan itik 250.693 kg).
4.1.2.4. Pariwisata
Salah satu daerah tujuan wisata di Sulawesi Selatan setelah Kabupaten
Tana Toraja yakni Kabupaten Bulukumba. Wilayah yang terletak di wilayah
Selatan Sulawesi Selatan ini mempunyai potensi obyek wisata yang dapat
dijadikan unggulan di Sulawesi Selatan. Potensi obyek wisata di Kabupaten
Bulukumba terdiri dari:
Kabupaten Bulukumba sebagai salah satu tujuan wisata potensial di
Propinsi Sulawesi Selatan telah menunjukkan perannya sebagai daerah dengan
kunjungan wisatawan mancanegara dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika
dilihat perkembangan tiga tahun terakhir, menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan. Pada tahun 2007, jumlah wisatawan asing sebanyak 684 orang, pada
tahun 2008 meningkat menjadi 1.546 orang, dan pada tahun 2009 sebanyak
2.200 orang.
4.1.3. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Bulukumba tahun 2009 mencapai
394.746 jiwa, yang berarti mengalami peningkatan 1,06 persen dari tahun 2008
dengan Laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,74 persen per tahun selama
periode 2005-2010.
-
39
Kepadatan penduduk Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009 yaitu rata-
rata 340 jiwa per km². Kecamatan Ujungbulu mempunyai kepadatan yang tinggi
dikarenakan sebagai ibukota kabupaten dan aktivitas yang tinggi dengan jumlah
penduduk yang besar dan luas daerah relatif kecil jika dibandingkan kecamatan
lainnya.
4.1.4. Pertumbuhan PDRB
Perekonomian Kabupaten Bulukumba telah menunjukkan peningkatan
walaupun perkembangannya belum optimal. Berbagai program yang telah
dilaksanakan mampu memberikan hasil yang cukup baik, hal ini ditandai dengan
pertumbuhan PDRB (ekonomi) Kabupaten Bulukumba. Tabel di bawah ini
menyajikan pertumbuhan PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2000-2009.
Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Bulukumba
selama tahun 2000-2009 tercatat rata-rata sebesar 15,01 persen per tahun.
Perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 23,16 persen dan
terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 7,7 persen.
-
40
Tabel 4.1
Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bulukumba Tahun 2000-2009
Tahun
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Jumlah
Pertumbuhan
(%)
Jumlah
Pertumbuhan
(%)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
974.801,23
1.082.761,47
1.312.524,56
1.411.943,82
1.565.071,47
1.739.885,47
1.976.249,22
2.201.346,39
2.711.096,80
3.255.210,16
11,07
21,22
7,57
10,84
11,16
11,17
13,58
11,39
23,16
20,07
1.059.864,18
1.081.532,43
1.121.407,28
1.162.201,85
1.216.722,84
1.271.223,63
1.352.303,09
1.424.821,83
1.539.670,15
1.639.311,15
3,93
2,04
3,08
3,63
4,69
4,48
6,38
5,36
8,06
6,47
Rata-Rata 1,823,089.06
15,01 1,286,941,41
4,87
Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010.
Tabel 4.2
Persentase Pertumbuhan Setiap Sektor Lapangan Usaha
di Kabupaten Bulukumba Tahun 2001-2009
Lapangan Usaha 2001 2009 Pertumbuhan
1. Pertanian
2. Pertambangan dan Penggalian
3. Industri Pengolahan
4. Listrik, Gas, dan Air Bersih
5. Bangunan/Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel, & Restoran
7. Pengangkutan dan komunikasi
8. Keuangan,Persewaan,Jasa Perus.
9. Jasa-Jasa
0,53
11,70
3,97
10,05
5,52
4,28
1,58
7,04
4,28
2.67
11.91
4.02
9.41
8.43
19.04
11.56
9.12
8.56
3.27
9.77
6.72
8.13
10.10
8.35
4.33
11.152
5.927
PDRB 5,4 9,4 3,97
Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010
-
41
Tabel diatas memperlihatkan persentase pertumbuhan sektor lapangan
usaha dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
4.1.5. Struktur Ekonomi
Bila melihat perhitungan PDRB Kabupaten Bulukumba, selain dapat
diketahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi, juga dapat diketahui peranan
masing-masing lapangan usaha terhadap total PDRB Kabupaten Bulukumba.
Peranan dari masing-masing lapangan usaha ini menggambarkan struktur
ekonomi Kabupaten Bulukumba. Semakin besar peranan suatu lapangan usaha
maka semakin besar pula pengaruhnya dalam perkembangan perekonomian di
daerah ini.
Struktur ekonomi Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009, pada
dasarnya masih bertumpu pada tiga kelompok lapangan usaha andalan yaitu,
kelompok lapangan usaha pertanian; perdagangan hotel dan restoran; dan jasa-
jasa yang memberikan kontribusi riil sebesar 82,73 persen terhadap PDRB
Kabupaten Bulukumba pada tahun 2009.
Kontribusi PDRB tertinggi tahun 2009 terletak pada lapangan usaha yang
terdiri atas pertanian 52,9 persen, yang diikuti dengan jasa-jasa 15,3 persen,
kemudian perdagangan, hotel dan restoran 14,53 persen.
Dengan demikian perekonomian Kabupaten Bulukumba masih
didominasi oleh sektor lapangan usaha pertanian karena sektor ini mempunyai
-
42
peranan lebih besar dari sektor lapangan usaha lainnya termasuk di dalamnya
penyerapan tenaga kerja. Secara detail tergambar pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Persentase Kontribusi PDRB Setiap Sektor Ekonomi
atas dasar Harga Konstan 2000 di Kabupaten Bulukumba Tahun 2005-2009
NO
LAPANGAN USAHA
TAHUN
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 PERTANIAN 61.35 60.44 60.3 59.51 59.48 58.29 57.14 55.29 54.87 52.9
2 PERTAMBANGAN 0.278 0.304 0.31 0.3129 0.326 0.331 0.339 0.368 0.393 0.413
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 5.65 5.757 5.75 5.9342 5.89 6.073 6.415 6.907 6.686 6.531
4 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 0.31 0.335 0.34 0.3544 0.361 0.369 0.385 0.396 0.394 0.405
5 BANGUNAN 1.974 2.042 2.07 2.1218 2.237 2.278 2.408 2.675 2.955 3.009
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 11.02 11.26 11.3 11.344 11.18 11.51 11.91 12.47 13 14.53
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 2.411 2.4 2.38 2.3506 2.259 2.268 2.005 2.076 2.153 2.255
8 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 2.856 2.996 3.05 3.9301 4.337 4.446 4.182 4.454 4.543 4.655
9 JASA-JASA 14.15 14.46 14.5 14.142 13.93 14.43 15.22 15.36 15.01 15.3
Sumber: PDRB Kabupaten Bulukumba tahun 2005 dan 2010
4.2 Sektor Basis Dan Non Basis Di Kabupaten Bulukumba.
Alat analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengidentifikasi
keunggulan komparatif kegiatan ekonomi di Bulukumba dengan
membandingkannya pada tingkat Sulawesi Selatan. Teori Location Quotien
seperti dikemukakan Bendavid digunakan untuk menganalisis keragaman
basis ekonomi. Dari analisis tersebut dapat diidentifikasi sektor-sektor apa saja
yang dapat dikembangkan untuk tujuan sektor dan tujuan menyuply
kebutuhan lokal, sehingga sektor yang dikatakan potensial dapat dijadikan sektor
-
43
prioritas utama dalam perencanaan pembangunan ekonomi. Berdasarkan
analisis LQ pada Tabel 4.8, di Bulukumba hanya terdapat 2 sektor-sektor
ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif (nilai LQ>1), yaitu: sektor
pertanian, dan jasa-jasa. Ini mengindikasikan bahwa wilayah ini telah
mampu memenuhi sendiri kebutuhannya disektor tersebut dan dimungkinkan
untuk mengekspor keluar daerah barang dan jasa pada sektor ini. Sektor
pertanian merupakan sektor dengan nilai LQ tertinggi dan dengan
kecenderungan semakin naik, yakni rata-rata selama 10 tahun mencapai
1,78. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan sektor
yang sangat unggul/dominan dikawasan Bulukumba. Selain itu, sektor ini
diindikasikan telah mampu mencukupi kebutuhan dalam wilayah ini dan
mempunyai kelebihan untuk dijadikan komoditi ekspor.
Sektor jasa memiliki Location Question rata-rata sebesar 1,26 ini
berarti sektor jasa tidak hanya memenuhi daerah Bulukumba saja, tetapi
melayani permintaan dari daerah luar Bulukumba atau Ekspor.
Sektor perdagangan hotel dan restoran memiliki LQ rata-rata sebesar
0,73 ini berarti non basis sehingga untuk memenuhi kebutuhan dalam wilayah
Kabupaten Bulukumba masih dibutuhkan impor dari daerah lain, jika LQ sama
dengan satu berarti cukup untuk memenuhi kebutuhan daerahnya, 0,73 berarti
Kabupaten Bulukumba harus mengimpor sebesar 0,23 dari daerah lain.
-
44
Keuangan dan persewaan memilki LQ rata-rata 0,72 berarti non basis
sehingga harus mengimpor sebesar 0,28 untuk memenuhi kebutuhan daerah
Kabupaten Bulukumba.
Sementara sektor industri pengolahan memilki LQ sebesar 0,48 berarti
harus mengimpor sebesar 0,52, listrik gas dan air bersih memiliki LQ sebesar
0,32 berarti harus mengimpor sebesar 0,68, bangunan memiliki LQ sebesar 0,50
berati harus mengimpor sebesar 0,50, pengangkutan dan komunikasi memiliki
LQ sebesar 0,27 berarti harus mengimpor sebesar 0,73 untuk memenuhi
kebutuhan di Kabupaten Bulukumba yang masih Kurang.
Tabel 4.4.
Nilai Location Quation Bulukumba Dirinci per Sektor Ekonomi Tahun 2000-2009
NO LAPANGAN USAHA
TAHUN
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
1 PERTANIAN 1.62 1.66 1.65 1.71 1.80 1.87 1.88 1.88 1.89 1.85
2 PERTAMBANGAN 0.03 0.03 0.04 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 0.04 0.05
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 0.44 0.44 0.45 0.45 0.44 0.43 0.45 0.50 0.48 0.48
4 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 0.34 0.37 0.01 0.31 0.41 0.39 0.41 0.41 0.39 0.39
5 BANGUNAN 0.49 0.49 0.49 0.50 0.49 0.48 0.52 0.57 0.57 0.54
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 0.81 0.80 0.80 0.79 0.77 0.78 0.80 0.82 0.82 0.88
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 0.39 0.36 0.35 0.33 0.32 0.30 0.26 0.26 0.26 0.27
8 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 0.73 0.75 0.73 0.82 0.74 0.75 0.69 0.71 0.70 0.69
9 JASA-JASA 1.24 1.24 1.22 1.24 1.23 1.32 1.32 1.34 1.34 1.36
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
-
45
4.2 Pergeseran Struktur Ekonomi
4.2.1. Analisis Shift Share
Perubahanan PDRB dari tahun 2000 hingga 2009 terjadi perubahan
sebesar Rp. 579,8 milyar, dari jumlah tersebut sebagian besar (77 persen atau
718,71 milyar) disebabkan oleh perubahan karena efek pertumbuhan nasional
dalam hal ini Sulawesi Selatan, hal ini menunjukkan bahwa perekonomian
Kabupaten Bulukumba masih sangat tergantung dari perekonomian Sulawesi
Selatan dan Nasional bahkan global.
Sementara pengaruh daya saing Bulukumba terhadap perekonomian
Bulukumba hanya mampu mendorong pertambahan perekonomian Bulukumba
sebesar 4 persen atau 39,5 milyar rupiah. Hal ini jauh lebih rendah
dibanding dengan pengaruh komponen pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan
yang menunjukkan masih rendahnya daya saing atau rendahnya kemandirian
daerah. Sementara itu pengaruh dari efek bauran industri/sektoral (industrial
mix growth) terhadap pertumbuhan ekonomi Bulukumba masih sangat kecil
bahkan minus , yakni sebesar negatif 19 persen. Ini menunjukkan bahwa
dampak dari struktur ekonomi Sulawesi Selatan hanya mengurangi
pertumbuhan PDRB Bulukumba sebesar negatif 178,45 milyar atau negatif
19 persen.
-
46
Tabel 4.5.
Perubahan Sektoral dan Komponen yang Mempengaruhi
Perekonomian Kabupaten Bulukumba, 2000-2009
PERUBAHAN BULUKUMBA 10 TAHUN TERAKHIR
NO LAPANGAN USAHA REGIONAL CHANGE NASIONAL CHANGE PROPORTIONAL CHANGE
DIFFERENSIAL CHANGE
1 PERTANIAN 217,223,853,765.00 440,939,029,412.97 (196,473,156,517.13)
(27,242,019,130.85)
2 PERTAMBANGAN 3,835,724,121.00 1,995,866,863.32 3,413,803,583.50
(1,573,946,325.82)
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 47,199,313,823.00 40,609,384,812.87
5,717,572,799.97
872,356,210.16
4 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 3,348,725,730.00 2,230,576,637.12
(1,311,007,861.46)
2,429,156,954.35
5 BANGUNAN 28,410,699,838.00 14,189,876,324.14 9,973,222,263.96
4,247,601,249.90
6
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 121,451,135,872.00 79,186,648,880.23
(3,986,731,620.66)
46,251,218,612.43
7 PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 11,423,244,908.00 17,329,852,901.68
3,072,947,432.89
(8,979,555,426.57)
8 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 46,051,181,054.00 20,529,015,055.72
29,256,749,998.76
(3,734,584,000.48)
9 JASA-JASA 100,859,210,313.00 101,704,756,879.06 (28,115,268,265.59)
27,269,721,699.53
TOTAL CHANGE 579,803,089,424.00 718,715,007,767.12 (178,451,868,185.75) 39,539,949,842.63
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
Ditingkat sektoral, pertambahan output yang terjadi pada sektor
pertanian selama periode analisis mencapai 217,2 milyar rupiah. Pengaruh
pertumbuhan ekonomi ditingkat Sulawesi Selatan mampu mempengaruhi sektor
pertanian hingga 202 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat
pengaruh kebijakan nasional seperti subsidi pupuk dan bibit, konsep ketahanan
pangan, penetapan harga dasar dan lain-lain, terhadap sektor pertanian di
-
47
Bulukumba sangat tinggi. Sementara itu, kondisi struktur ekonomi nasional
pada periode ini, justru berpengaruh negatif terhadap penciptaan
pertumbuhan output ekonomi di sektor pertanian pada Bulukumba. Pengaruh
bauran industri di sektor ini mencapai negatif 90,45 persen, yang berarti
bahwa dengan kondisi struktur ekonomi seperti ini justru merugikan karena
mengurangi output ditingkat sektor pertanian sebesar 196,47 milyar rupiah.
Sedangkan pengaruh komponen differential shift yang menunjukkan tingkat
daya saing wilayah, mampu memberi andil terhadap pengurangan output
ekonomi disektor pertanian sebesar 27,2 milyar atau sebesar 12,5 persen
terhadap total output yang tercipta di sektor pertanian.
Pada sektor jasa-jasa , pengaruh pertumbuhan ekonomi nasional juga
sangat tinggi, yakni mencapai 101, 7 milyar atau 100 persen. Efek bauran
industri terhadap sektor ini mengakibatkan berkurangnya output ekonomi
sebesar 28,1 milyar rupiah atau mencapai negatif 27,3 persen dari total
penambahan output yang tercipta di sektor ini. Sementara itu, pengaruh
komponen differential shift menunjukkan peranan sebesar 27 persen atau
27, 26 milyar rupiah, yang mengindikasikan daya saing atau kemandirian dalam
sektor ini masih lemah.
Pada sektor industri perdagangan, pengaruh pertumbuhan ekonomi
nasional juga tinggi, yakni mencapai 65 persen atau 79 milyar. Efek bauran
industri terhadap sektor ini mengakibatkan menurunnya output ekonomi
sebesar 3,9 milyar rupiah atau mencapai 3,28 persen. pengaruh komponen
-
48
differential shift menunjukkan peranan sebesar 38 persen atau 48,2 milyar
rupiah, yang mengindikasikan daya saing atau kemandirian dalam sektor ini
mulai meningkat secara perlahan.
Pada sektor industri pengolahan, pengaruh pertumbuhan ekonomi
nasional juga tinggi, yakni mencapai 86 persen atau 40,6 milyar rupiah. Ini bisa
dimaklumi, karena pada kenyataannya di kawasan Bulukumba masih terbatas
jumlah industri pengolahan yang berskala kabupaten ataupun propinsi.
Selebihnya, sebagian besar industri pengolahan masih tertumpu di wilayah
Makassar. Efek bauran industri terhadap sektor ini mengakibatkan
penambahan output ekonomi sebesar 5,7 milyar rupiah atau mencapai 12
persen dari total penambahan output yang tercipta di sektor ini sebesar
47,1 milyar rupiah. Sementara itu, pengaruh komponen differential shift
menunjukkan peranan sebesar 1 persen atau 0,87 milyar rupiah, yang
mengindikasikan masih lemahnya daya saing atau kemandirian dalam sektor ini.
Pada sektor bangunan terjadi perubahan perekonomian di Kabupaten
Bulukumba sebesar 28,4 milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian Sulawesi
selatan sebesar 14,1 milyar atau 49 persen, efek bauran industri sektor ini
mengakibatkan penambahan output ekonomi sebesar 9,9 milyar rupiah atau 35
persen. Sedangkan kemampuan daya saing daerah mengakibatkan
penambahan output ekonomi sebesar 4,2 milyar atau 14,9 persen. Ini berarti
daya saing dan bauran industri sangat berpengaruh terhadap penambahan
output ekonomi yang mencapai 50 persen.
-
49
Sektor keuangan dan persewaan mengalami peningkatan sebesar 46,05
milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian nasional sebesar 20,5 milyar atau
44,5 persen, hal ini berarti keuangan ini tidak terlalu bergantung oleh
perekonomian Sulawesi Selatan. Efek bauran industri mempengaruhi perubahan
output sebesar 29,2 milyar rupiah atau 63 persen, ini berarti efek bauran industri
lebih besar dari pada kontribusi Sulawesi Selatan terhadap perubahan ekonomi
di Kabupaten Bulukumba. Sedangkan daya saing daerah justru mengalami
penurunan yang menyebabkan berkurangnya kontribusi terhadap keuangan
sebesar 3,7 milyar rupiah atau negatif 8.1 persen. Ini berarti bahwa daya saing
keuangan di kabupaten sangat rendah bahkan negatif.
Sektor angkutan dan komunikasi mengalami perubahan komposisi
struktur ekonomi sebesar 11,4 milyar yang dipengaruhi oleh perekonomian
Sulawesi Selatan sebesar 17, 3 milyar atau 151 persen, pengaruh bauran
industri berpengaruh sebesar 3,07 milyar rupiah atau 26 persen. Sedangkan
daya saing derah justru negatif sebesar 78 persen atau 8,9 milyar yang
mengurangi perubahan output pada sektor pengangkutan dan komunikasi. Itu
berarti perubahan pada sektor angkutan sangat bergantung pada perekonomian
Sulawesi Selatan, bauran industri cukup berkembang tetapi daya saing daerah
sangat lemah.
Sektor pertambangan mengalami perubahan sebesar 3,8 milyar yang
dipengaruhi oleh perekonomian nasional sebesar 1,9 milyar atau 52 persen,
bauran industri mempengaruhi perubahan output ekonomi sebesar 3,4 milyar
-
50
atau 89 persen, sedangkan daya saing justru negatif 1,5 milyar rupiah atau
sebesar 41 persen. Ini berarti Kabupaten Bulukumba tidak mesti terus
bergantung pada perekonomian Sulawesi Selatan yang hanya memilki kontribusi
perubahan output sebesar 51 persen jika dibandingkan dengan bauran industri
cukup tinggi sebesar 89 persen, walaupun daya saingnya masih sangat rendah
di Kabupaten Bulukumba mencapai negatif 41 persen sehingga mengurangi
perubahan output pada sektor pertambangan.
Sektor terakhir adalah listrik gas dan air bersih, mengalami perubahan
perekonomian sebesar 3,3 milyar rupiah yang dipengaruhi oleh perekonomian
Sulawesi selatan sebesar 2,2 milyar atau 66,6 persen, bauran industri
mempengaruhi perubahan penurunan output ekonomi sebesar 1,3 milyar rupiah
atau 39 persen, daya saing daerah mempengaruhi perubahan output ekonomi
sebesar 2,4 milyar rupiah atau 72 persen. Ini berarti pada sektor listrik, gas dan
air bersih di Kabupaten Bulukumba memilki daya saing yang sangat tinggi
dengan kontribusi terhadap perubahan perekonomian sebesar 72 persen jika
dibandingkan dengan kontribusi perekonomian Sulawesi Selatan hanya 66,6
persen. Begitu juga dengan bauran industri, justru mengurangi perubahan output
perekonomian sebesar 1,3 milyar rupiah.
Dari hasil perhitungan shift share analisis, sektor yang termasuk
berkembang di Kabupaten Bulukumba yang sesuai dengan Sulawesi selatan
(industrial mix) yaitu pertambangan, industri pengolahan, bangunan, angkutan
dan komunikasi, keuangan dan persewaan. Sedangkan yang tidak sesuai yaitu
-
51
pertanian, listrik gas dan air bersih, perdagangan hotel dan restoran dan jasa-
jasa.
sektor yang memiliki daya saing tinggi di Kabupaten Bulukumba yaitu
industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan dan jasa-jasa
sedangkan tidak memilki daya saing yaitu sektor pertanian, pertambangan,
pengangkutan dan komunikasi, dan keuangan dan persewaan.
4.3.2. Shift Share Perhitungan Pergeseran Bersih.
Pergeseran bersih (PB) diperoleh dari hasil penjumlahan antara
proporsional shift dan differential shift di setiap sektor perekonomian.
Apabila PB>0, maka pertumbuhan sektor di Bulukumba termasuk dalam
kelompok yang progresif (maju). Sedangkan PB 0 yaitu pertambangan, industri
pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan Hotel dan
restoran, dan keuangan dan persewaan.
Pada sektor pertanian, pergeseran bersihnya justru mengurangi
pertumbuhan output sebesar 223,7 milyar rupiah terhadap total pertumbuhan
-
52
di sektor tersebut. Pada sektor pertambangan pergeseran bersihnya
meningkatkan output sebesar 1,8 milyar, industri pengolahan meningkatkan
output 6,5 milyar, listrik gas dan air bersih meningkatkan output 1,1 milyar,
bangunan meningkatkan output sebesar 14, 2 milyar rupiah, perdagangan
meningkatkan output sebesar 42,2 milyar, pengangkutan membebani output
sebesar negatif 5,9 milyar, keuangan dan persewaan meningkatkan output
sebesar 25,5 milyar dan jasa-jasa membebani output sebesar 0,8 milyar.
Tabel 4.6
Hasil perhitungan bersih shift share analisis
SEKTOR PRUBAHAN BERSIH
NO LAPANGAN USAHA RUPIAH PERSENTASE
1 PERTANIAN (223,715,175,647.97) 161.0482227
2 PERTAMBANGAN 1,839,857,257.68 -1.324477611
3 INDUSTRI PENGOLAHAN 6,589,929,010.13 -4.743962281
4 LISTRIK GAS DAN AIR BERSIH 1,118,149,092.88 -0.804933879
5 BANGUNAN 14,220,823,513.86 -10.23729546
6 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
42,264,486,991.77 -30.42538574
7 PENGANKUTAN DAN KOMUNIKASI (5,906,607,993.68) 4.252052714
8 KEUANGAN DAN PERSEWAAN 25,522,165,998.28 -18.37291307
9 JASA-JASA (845,546,566.06) 0.608692599
TOTAL CHANGE (138,911,918,343.12) 100
Sumber : Badan Busat Statistik Bulukumba dan Sulawesi Selatan Dalam
angka 2005 dan 2010 (diolah)
-
53
Dari hasil analisis perhitungan bersih maka hasil itu dapat diketahui
bahwa sektor perekonomian yang termasuk lamban perkembangannya yaitu
pertanian, pengangkutan dan jasa-jasa, sedangkan yang maju pertumbuhannya
yaitu pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan,
perdagangan hotel dan restoran dan keuangan dan persewaan.
Secara keseluruhan hasil perhitungan bersih memperlihatkan bahwa
Kabupaten Bulukumba secara umum pertumbuhan ekonominya sangat lambat.
Hal ini terlihat dari hasil penjumlahan antara bauran industri dan
kemampuan/daya saing daerah terhadap perubahan PDRB pada tahun 2000-
2009 dengan hasil perhitungan pergeseran bersih sebesar negatif 138,9 mi