ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351605-PR-Septi...
Transcript of ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351605-PR-Septi...
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PRAKTIK KLINIK
KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN
PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG BEDAH LANTAI V
RSPAD GATOT SOEBROTO
KARYA ILMIAH AKHIR - NERS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
SEPTI KURNIASIH, S. Kep
0806334432
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI NERS
DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Septi Kurniasih, S.Kep
NPM : 0806334432
Tanda Tangan :
Tanggal : 5 Juli 2013
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya ilmiah akhir ini diajukan oleh :
Nama : Septi Kurniasih, S. Kep
NPM : 0806457086
Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul Karya Ilmiah Akhir : Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada
Pasien Fraktur di Ruang Bedah Lantai V,
RSPAD Gatot Soebroto
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Sarjana Ilmu
Keperawatan pada Program Studi S1 Reguler, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Kuntarti, S.Kp., M.Biomed ( )
Penguji : Ns. Merri Silaban., S.Kep
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 5 Juli 2012
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah, Tuhan Semesta Alam, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners.
Karya ilmiah akhir Ners ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk untuk untuk
memperoleh gelar Ners Sarjana Keperawatan. Saya bersyukur bahwa dengan
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan hingga
penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
1) Ibu Dra. Junaiti Sahar, PhD selaku Pelaksana Tugas Harian Dekan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
2) Ibu Kuntarti, S.Kp.., M. Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana
Ilmu Keperawatan sekaligus jug sebagai dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dan
masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
3) Bapak I Made Kariasa S.Kp., M.M., M.Kep selaku pembimbing
akademik;
4) Kedua orang tua saya, Bapak Sholeh dan Ibu Miharti dan ketiga saudara
saya: Taufik Rahmanto, Muhammad Rofi’ Budiyanto dan Arif Amrizal,
S.T yang selalu memberikan semangat dan dukungan moril dalam proses
penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
5) Keluarga besar Syi’ra yang memberikan banyak pelajaran untuk terus
memberikan usaha terbaik dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
6) Keluarga besar PPSDMS Nurul Fikri, baik pengurus, alumni dan peserta
yang selalu memberikan bantuan disaat membutuhkan selama proses
penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
7) Keluarga besar grup diskusi whatsapp Muhajirin Anshor, baik fasilitator,
moderator dan anggota, yang memberikan penyegaran melalui diskusi-
diskusi yang dilakukan;
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
v
8) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah
akhir Ners ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 5 Juli 2012
Penulis
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Septi Kurniasih., S.Kep
NPM : 0806334432
Program Studi: S1 Reguler
Fakultas : Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir Ners
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
pada Pasien Fraktur di Ruang Bedah Lantai V, RSPAD Gatot Soebroto”
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Depok
Pada Tanggal: 5 Juli 2012
Yang menyatakan
(Septi Kurniasih., S. Kep)
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
vii
ABSTRAK
Nama : Septi Kurniasih
Program Studi : Profesi Ners
Judul :“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada
Pasien Fraktur di Ruang Bedah Lantai V, RSPAD Gatot Soebroto”
Kecelakaan akibat kendaraan bermotor meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan
bermotor di wilayah perkotaan. Fraktur ektremitas bawah sering menjadi akibat dari berbagai jenis
kecelakaan bermotor. Karya tulis ilmiah penganalisis asuhan keperawatan kepada pasien dengan
fraktur tibia. Klien dengan fraktur tibia mengalami 3 masalah keperawatan utama yaitu: nyeri,
hambatan mobilitas fisik, dan cemas. Intervensi diberikan antara lain manajemen nyeri, latihan
rentang pergerakan sendi (RPS) dan pendidikan kesehatan. Setelah dilakukan intervensi, klien
dapat mengontrol nyeri yang dirasakan, mengalami peningkatan Luas Gerak Sendi (LGS) dari 27o
menjadi 35o dan cemas berkurang. Dari hasil ini karya tulis ini, penulis menyarankan pada instansi
rumah sakit untuk melakukan asuhan keperawatan yang mencegah terjadinya komplikasi pada
fraktur.
Kata kunci : Perkotaan, Fraktur, RPS, LGS
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
viii
ABSTRACT
Name : Septi Kurniasih
Study Program : Nursing
Title : Analysis of Clinical Nursing Practice of Urban Public Health at
Fracture Patients in Surgery Room Floor V, RSPAD Gatot Soebroto
Accidents because of motor vehicle increases with the increasing number of motor vehicles in
urban areas. Lower extremity fractures are often the result of different types of motor accidents.
This scientific papers analyze nursing care to patients with fractures of the tibia. Clients with tibia
fractures had 3 major nursing diagnoses are: pain, impaired physica mobility, and anxiety.
Interventions provided include pain management, joint range of motion exercises (ROM) and
health education. After the intervention, the client can control the pain, increase joint motion area
from 27o to 35o and reduced anxiety. From these results of this paper, the authors recommend the hospital authorities to conduct nursing care to prevent the occurrence of complications in fractures.
Key word : Urban, Fracture, ROM
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH ................................................................................... vi
ABSTRAK ............................................................................................. vii
ABSTRACT ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii
1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................. 3
1.4.1 Tujuan Khusus ................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................... 4
1.5.1 Bagi Klien ........................................................................ 4
1.5.2 Bagi Pelayanan Keperawatan ............................................ 4
1.5.3 Bagi Pendidikan ............................................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan .... 5
2.2 Konsep Dasar Fraktur Tibia ........................................................ 6
2.2.1 Pengertian......................................................................... 6
2.2.2 Etiologi Fraktur ................................................................ 7
2.2.3 Patofisiologi ..................................................................... 7
2.2.4 Tanda dan Gejala .............................................................. 8
2.2.5 Klasifikasi Fraktur ............................................................ 9
2.2.6 Komplikasi ....................................................................... 10
2.2.7 Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Fraktur ............. 11
2.2.8 Latihan Rentang Pergerakan Sendi ................................... 17
3. LAPORAN KASUS KELOLAAN .................................................... 19 3.1 Pengkajian ................................................................................. 19
3.2 Analisis Data .............................................................................. 22
3.3 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Asuhan Keperawatan ........ 23
4. ANALISIS SITUASI ......................................................................... 26
4.1 Profil Lahan Praktik ................................................................... 26
4.2 Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep
kasus terkait ............................................................................... 28
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
x
4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
.................................................................................................. 29
4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan ................................ 31
5. PENUTUP ......................................................................................... 31
5.1 Simpulan .................................................................................... 31
5.2 Saran .......................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 31
LAMPIRAN
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengkajian Diagnostik pada Fraktur.................................. 15
Tabel 2.2 Prinsip Penatalaksanaan pada Fraktur ............................... 16
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehidupan perkotaan memberikan dampak pada kesehatan masyarakat kota pada
umumnya. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di area perkotaan merupakan
ancaman tersendiri bagi kesehatan. Kendaraan bermotor di Indonesia meningkat
8-12% per tahun (Kurniasih, 2011). Seiring meningkatnya jumlah kendaraan
bermotor di perkotaan, jumlah kecelakaan kendaraan bermotor pun meningkat
tajam. Badan pusat statistik mencatat, jumlah kecelakaan tahun 2010 sebanyak
66.488 dan naik pada tahun 2011 menjadi 108.696 kasus kecelakaan. Sedangkan
data dari badan kesehatan dunia (WHO) didapatkan bahwa lebih dari 7 juta orang
meninggal akibat insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik (WHO, 2005).
Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar
(RIKESDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh
cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul.
Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8
%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770
orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %) (Depkes 2009). Dari data Depkes tahun 2005 di
Kalimantan Timur korban fraktur karena kecelakaan sekitar 10,5%.
Secara nasional cedera akibat kecelakaan lalu lintas yang termasuk dalam kategori
parah (patah tulang/ anggota gerak terputus) sekitar 9,1%. Pola bagian tubuh yang
cedera akibat kecelakaan lalu lintas sebagian besar cedera terdapat di bagian kaki
diikuti bagian tangan, kepala dan badan sedangkan jenis luka terbanyak adalah
luka lecet diikuti memar, luka terbuka dan terkilir/teregang. Pola ini hampir sama
yang terjadi di India: terbanyak bagian ekstremitas (62,2%) dan luka lecet
(47,4%). Hasil penelitian di rumah sakit 5 provinsi di Indonesia menunjukkan
bahwa bagian tubuh yang cedera paling banyak di kepala, kaki dan tangan.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
2
Universitas Indonesia
Melihat jenis lukanya maka cedera akibat kecelakaan lalu lintas menunjukkan
cedera yang lebih serius dibandingkan dengan cedera akibat yang lain (proporsi
luka terbuka 26,7%, patah tulang 8,5% dan anggota gerak terputus/
anggota gerak terputus 1%) (RISKESDAS, 2011).
Fraktur ekstremitas bawah atau patah tulang banyak terjadi pada masyarakat
perkotaan yang moda transportasinya mengandalkan kendaraan bermotor. Fraktur
merupakan suatu keadaan ditemukannya distegritas tulang yang banyak
disebabkan karena insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif
juga dapat menyebabkan fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan tulang tidak mampu untuk
mentoleransi beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan disfungsi organ tubuh
atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan fungsi ekstremitas
permanen. Selain itu, komplikasi awal seperti infeksi dan tromboemboli (emboli
fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa minggu setelah cedera. Oleh
karena itu saat radiografi sudah memastikan adanya fraktur maka harus segera
dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur (Brunner & Sudarrt, 2002).
Salah satu dampak fraktur yaitu dapat terjadinya perubahan pada bagian tubuh
yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang
dirasakan, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit
serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya (Muttaqin,
2008). Bahkan dalam keadaan yang lebih kompleks fraktur juga dapat
menyebabkan kematian. Kondisi kegawatan fraktur diharuskan segera dicegah
agar terhindar dari kecacatan fisik.
Kecacatan fisik yang diakibatkan fraktur dapat dipulihkan secara bertahap melalui
mobilisasi persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of
motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
Perawatan harus difokuskan agar mengembalikan klien ke aktivitas normal
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
3
Universitas Indonesia
sesegera mungkin. Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post
operasi untuk mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau
melatih klien dan menggunakan fungsi yang masih terganggu seoptimal mungkin.
1.2. Perumusan Masalah
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di area perkotaan menyebabkan
peningkatan kejadian kecelakaan bermotor. Salah satu dampak yang muncul
karena kecelakaan bermotor adalah Fraktur atau patah tulang. Salah satu jenis
fraktur yang paling banyak terjadi adalah fraktur ekstremitas bawah. Fraktur
dapat mengakibatkan perubahan pada bagian yang terkena cedera. Immobilisasi
yang lama akan mempengaruhi mobilitas fisik. Pencegahan komplikasi akibat
immobilisasi yang lama membutuhkan perhatian dari perawat khususnya perawat
bedah untuk melakukan asuhan keperawatan mengenai sistem orthopedi
khususnya dengan tindakan pemberian latihan rentang pergerakan sendi untuk
mengurangi risiko komplikasi immobilisasi dan menjaga fleksibilitas, kekuatan
dan stabilitas klien.
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur Tibia di RSPAD
Gatot Soebroto
1.3.2 Tujuan khusus
a. Menjelaskan konsep terkait Fraktur Tibia yang terdiri dari definisi fraktur tibia,
etiologi, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan
dari fraktur tibia.
b. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan fraktur
tibia.
c. Menganalisis masalah keperawatan yang muncul berdasarkan konsep KKMP
d. Menganalisis tindakan latihan Rentang Pergerakan Sendi (RPS) dalam asuhan
keperawatan Fraktur Tibia
e. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
4
Universitas Indonesia
1.4. Manfaat Penulisan
a. Klien
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan klien untuk
melakukan latihan rentang pergerakan sendi untuk mengurangi atrofi otot
sehingga dalam proses rehabilitasi sekaligus menjaga fleksibilitas, kekuatan
dan stabilitas klien.
b. Pelayanan Keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada para
perawat untuk lebih kreatif lagi dalam menyusun asuhan keperawatan.
Khususnya dalam memberikan intervensi keperawatan kepada penderita
fraktur ekstremitas bawah. Intervensi tersebut dilakukan sesuai dengan
penelitian yang sudah ada.
c. Pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan sistem orthopedi khususnya
mengenai fraktur ekstremitas bawah sehingga diharapkan dapat menurunkan
angka kekambuhan atau terjadinya penyakit batu cetak ginjal khususnya pada
lansia.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan memiliki ciri dan karakter tersendiri. Hal ini membuat
masyarakat perkotaan memerlukan perhatian tersendiri dalam perawatan
kesehatannya. Sehingga dibuatlah domain tersendiri yaitu keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan. Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, keberagamana strata sosial ekonomi,
dan kecenderungan materialistik yang tinggi (Bintarto, 2004).
Kota bermula karena banyaknya kegiatan yang terjadi didalamnya. Kegiatan
perniagaan yang menuntut suatu tempat menjadi sarana bertemu antara pedagang
dan pembeli menjadi daya tarik tempat tersebut untuk akhirnya banyak orang
datang untuk tinggal disana. Sebagaian besar peduduk perkotaan merupakan
golongan orang-orang non agraris, berpendidikan hingga memiliki strata ekonomi
yang beragam dan materialistis. Sedangkan masyarakat perkotaan atau sering
disebut urban community adalah masyarakat yang tinggal di kota yaitu di wilayah
yang memiliki kegiatan utama bukan pertanian dan biasanya mereka tinggal di
kota bertujuan untuk memperbaiki hidup mereka. Keperawatan kesehatan
masyarakat perkotaan ini termasuk dalam lingkup keperawatan komunitas.
Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki 8 karakteristik dan merupakan hal
yang penting dalam melakukan praktik (Allender, 2001) yaitu:
a. Merupakan lahan keperawatan
b. Perkotaan adalah tempat untuk mengimplementasikan asuhan keperawatan
komunitas dengan masyarakat kota sebagai objeknya.
c. Merupakan kombinasi antara keperawatan publik dan keperawatan klinik
d. Keperawatan masyarakat perkotaan merupakan perpaduan dari konsep
keperawatan komunitas dengan keperawatan klinis.
e. Berfokus pada populasi
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
6
Universitas Indonesia
f. Masyarakat perkotaan menjadi perhatian utama sebagai objek asuhan
keperawatan.
g. Menekankan terhadap pencegahan akan penyakit serta adanya promosi
kesehatan dan peningkatan kesejahteraan diri
h. Mempromosikan tanggung jawab klien dan self care
i. Perubahan pola pikir tentang kesehatan dan peningkatan perawatan mandiri
oleh masysrakat kota menjadi upaya utama dalam keperawatan masyarakat
perkotaan
j. Menggunakan data dan analisa
k. Keperawatan masyarakat perkotaan didasarkan pada data dan analisa yang
sesuai dengan fakta dan bersifat legal.
l. Menggunakan prinsip teori organisasi
m. Penerapan prinsip-prinsip teori organisasi diperlukan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan masyarakat perkotaan.
n. Melibatkan kolaborasi interprofesional
o. Kerjasama lintas profesional menjadi salah satu ciri keperawatan masyarakat
perkotaan agar upaya yang dilakukan mampu tepat laksana.
2.2. Konsep dasar Fraktur Tibia
2.2.1 Pengertian
Fraktur memiliki banyak pengertian dari berbagai referensi. Fraktur atau patah
tulang diartikan dengan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2002). Sumber lain menyatakan
fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau
tegangan fisik (Mansjoer ,2002). Secara singkat, fraktur ialah hilangnya
kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian
(Muttaqin, 2008). Disimpulkan bahwa fraktur adalah hilang atau terputusnya
kontinuitas tulang karena berbagai sebab baik secara total ataupun sebagian.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
7
Universitas Indonesia
2.2.2 Etiologi fraktur
Smeltzer & bare (2002) menyebutkan penyebab fraktur dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu :
1. Trauma langsung
Fraktur dapat diakibatkan karena trauma langsung dengan penyebab fraktur.
Salah satu contoh penyebab fraktur adalah trauma akibat kecelakaan lalu
lintas.
2. Trauma tidak langsung
Fraktur juga dapat diakibatkan karena trauma tidak langsung seperti jatuh
dengan ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur
tulang belakang
3. Proses penyakit
Fraktur juga dapat terjadi secara patologi karena osteoporosis atau penyakit
degeneratif lain seperti kanker yang metastase ke tulang sehingga
menimbulkan fraktur.
4. Fraktur dapat terjadi secara spontan dikarenakan stress tulang yang terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
5. Penyebab fraktur yang lain adalah kelainan bawaan sejak lahir, dimana tulang
seseorang sangat rapuh sehingga mudah patah.
2.2.3 Patofisiologi
Saat tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks,
marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan
jaringan di ujung tulang yang menyebabkan terbentuklah hematoma di canal
medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya,
menyerap hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel
tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum menghasilkan endapan garam
kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus. Callus kemudian secara bertahap
dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast
yaitu sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi pendarahan
disekitar patah tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada
tulang dan periost, fase ini disebut fase hematoma (Brunner dan Suddarth, 2002).
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
8
Universitas Indonesia
Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis
dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-
tulang saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam
hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian akan tumbuh sel jaringan mesenkin
yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang
membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan
osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto
rontgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini
menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang (Smeltzer dan Bare,
2002).
2.2.4 Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti rotasi
pemendekan tulang dan penekanan tulang.
b. Edema
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur karena perpindahan fragmen
tulang
e. Tenderness atau nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot karena tulang berpindah dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
f. Kehilangan sensasi atau mati rasa
Hal ini mungkin terjadi karena rusaknya saraf atau proses perdarahan yang
menyebabkan berpindahnya agen inflamasi ke area yang sakit
h. Pergerakan abnormal
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Terjadi perubahan gerak dan aktivitas sehari-hari karena keterbatasan fisik
yang didapat.
i. Syok hipovolemik
Syok dapat terjadi jika ada pengeluaran darah yang masif dari trauma
penyebab fraktur.
j. Krepitasi
Adanya ruang atau udara dalam jaringan kulit disekitar trauma.
2.2.5 Klasifikasi Fraktur
Fraktur berdasarkan penyebab terjadinya, dapat dibagi menjadi dua kalsifikasi
besar (Smeltzer & Bare, 2002) :
a. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur diklasifikasikan sebagai fraktur tertutup bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar sehingga tempat fraktur tidak tercemar
oleh lingkungan.
b. Fraktur terbuka (open/compound)
Fraktur terbuka terjadi jika terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat:
1. Derajat I
Fraktur terbuka diklasifikasikan ke derajat I jika luka trauma tidak lebih dari
1 cm dan kontaminasi ringan. Karakteristik jaringan lunak sedikit dan tidak
ada luka remuk. Jenis fraktur meliputi fraktur sederhana, tranversal, oblik
atau kumulatif ringan.
2. Derajat II
Fraktur terbuka diklasifikasikan ke derajat I jika laserasi lebih 1 cm dan
kontaminasi sedang. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas terdapat trauma
karena pergeseran. Jenis fraktur dalam klasifikasi ini adalah fraktur komuniti
sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
2.2.6 Komplikasi
Secara umum, komplikasi fraktur dapat dibedakan menjadi dua: komplikasi awal
dan komplikasi lama (Muttaqin, 2008).
a. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pergeseran tulang yang patah atau adanya perlukaan terbuka karena
trauma dapat mengakibatkan pecahnya arteri. Hal ini dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (capillary refill time) menurun, sianosis
pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada ekstremitas yang
disebabkan oleh tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2. Sindrome Kompartemen
Tindakan pemasangan gips atau pembebatan yang terlalu kuat atau edema
dan perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah dapat
menyebabkan sindrome kompartemen. Hal ini terjadi karena otot, tulang,
saraf dan pembuluh darah terjebak dalam jaringan parut diakibatkan
tindakan-tindakan tersebut.
3. Fat Embolism Syndrome (FES)
FES ialah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasusu fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow
kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksihen dalam
darah menurun. Tanda-tanda mengalami FES antara lain gangguan
pernapasan, takikardi, hipertensi, takinea dan demam.
4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada truma pada jaringan. Pada
kasus fraktur, infeksi dimulai dari permukaan kulit yang terluka
(superficial) dan masuk ke dalam tubuh. Infeksi biasa terjadi pada fraktur
terbuka, tetapi dapat terjadi karena proses pembedahan (ORIF maupun
OREF).
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
5. Nekrosis Avaskular
Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang biasanya diawali
dengan iskemia volkman.
6. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun. Selain
syok hipovolemik, pada kasus fraktur juga dapat terjadi syok neurogenik
karena rasa sakit yang hebat pada klien.
b. Komplikasi Lama
1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini karena suplai
darah ke tulang menurun. Ini terjadi jika dalam waktu 3 bulan (ektremitas
atas) hingga 5 bulan (ektremitas bawah) fraktur tidak sembuh dan
menyambung.
2. Non-union
Non-union ialah kegagalan konsolidsi fraktur dalam waktu 6-8 bulan
sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoatrosis dapat terjadi
tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang disebut
infected pseudoathrosis.
3. Mal-union
Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, valus/ valgus, pemendekan,
atau union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia fibula.
2.2.7 Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Fraktur
a. Pengkajian
Pengkajian meliputi anamnesa dan pengkajian diagnosis.
1. Anamnesis
Pengkajian anamnesis atau didapat dengan wawancara dengan klien selain
seputar identitas klien, pertanyaan difokuskan pada masalah utama yang
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
12
Universitas Indonesia
dialami dan keluhan penyerta yang dialami. Pada umumnya klien dengan
fraktur tubia akan mengalami nyeri yang hebat sehingga diperlukan
pengkajian nyeri dengan prinsip PQRST (Muttaqin, 2008).
a. Provoking Incident : merupakan hal-hal yang menjadi faktor presipitasi
timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagain betis dan tungkai
bawah.
b. Quality of Pain : merupakan jenis rasa nyeri yang dialami klien. Fraktur
tibia biasa menghasilkan sakit yang bersifat menusuk.
c. Region, Radiation, Relief : Area yang dirasakan nyeri pada klien terjadi di
area betis atau tungkai bawah yang mengalami patah tulang. Imobilisasi
atau istirahat dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan agar tidak
menjalar atau menyebar.
d. Severity (Scale) of Pain : Biasanya klien frktur tibia akan menilai sakit
yang dialaminya dengan skala 5-7 dari skala pengukuran 0-10.
e. Time : Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan dalam
kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk.Klien Fraktur akan merasa lebih
nyeri saat bagian yang mengalami fraktur dilakukan pergerakan.
Selain pengkajian nyeri, pengkajian mengenai kronologi terjadinya trauma
penyebab patah tulang tibia, penanganan pertama pada trauma, apakah berobat
ke dukun patah tulang juga perlu dikaji lebih lanjut. kronologi kecelakaan
dapat memberikan gambaran bagi perawat untuk mempredikdi luka
kecelakaan lain yang mungkin dialami klien.
Riwayat penyakit terdahulu seperti pernah patah tulang sebelumnya, pernah
ke dukun patah yang memungkinkan terjadinya mal union. Faktor lain
penyebab fraktur patologis seperti kanker tulang dan penyakit Paget akan
menyebabkan tulang sulit menyambung. Selain itu, klien dengan diabtes
memiliki risiko mengalami osteomieitis akut dan kronis serta menghambat
penyembuhan tulang. Riwayat penyakit dalam keluarga yang perlu dikaji
misalnya osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan (Muttaqin, 2008).
Pemeriksaan fisik secara umum (status general) untuk mendapatkan gambara
umum dan pemeriksaan setempat (lokal) (Muttaqin, 2008).
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
a. Keadaan umum
Pemeriksaan keadaan umum klien meliputi baik dan buruknya klien.
Tanda-tanda yang memerlukan pencatatan seperti kesadara klien (apatis,
spoor, koma, gelisah, kompos mentis) yang tergantung keadaan klien saat
itu. Tingkat nyeri dan kesakitan klien juga perlu dikaji. Dalam kasus-kasus
fraktur tibia biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan lokal.
b. B1 (Breathing)
Pada umumnya fungsi pernafasan klien dengan fraktur tibia tidak
mengalami kelainan. Jika dipalpasi, takti fremitus seimbang kanan dan
kiri. Pada auskultasi, tidak ada suara napas tambahan.
c. B2 (Blood)
Jika tidak ada gangguan khusus pada jantung, inspeksi tidak akan
menemukan iktus jantung. Nadi dipalpasi terjadi peningkatan frekuensi
dan tidak teraba iktus. Hasil auskultasi yang terdengar adalah suara S1 dan
S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
d. B3 (Brain)
Klien dengan fraktur tibia biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran,
biasanya kompos mentis
Kepala : Tidak ada gangguan. Normosefalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepala.
Leher : Tidak ada gangguan. Simetris, tidak ada penonjolan, dan
ada reflex menelan.
Wajah : Tidak ada perubahan bentuk dan fungsi. Wajah terlihat
menahan sakit, simetris, tidak ada lesi dan edema.
Telinga : Tidak ada lesi atau nyeri tekan. Tes bisik menunjukkan
hasil dalam keadaan normal
Hidung : Tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
Mulut dan faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
e. B4 (Bladder)
Pada kasus fraktur tibia perlu dikaji fungsi perkemihan meliputi warna,
jumlah dan karakteristik urinm termasuk berat jenis urin. Biasanya klien
fraktur tibia tidak mengalami kelainan pada sistem ini.
f. B5 (Bowel)
Pemeriksaan abdomen didapatkan hasil inspeksi abdomen bentuk datar,
simetris, tidak ada hernia. Hasil palpasi turgor kulit baik, tidak ada defans
muskular dan hepar tidak teraba. Saat perkusi ditemukan suara timpani,
ada pantulan gelombang cairan. Hasil auskultasi akan menunjukkan nilai
normail peristaltic usus ± 20 kali/ menit.
g. B6 (Bone)
Fraktur pada tibia akan menggangu secara lokal, baik fungsi motorik,
sensorik, maupun peredaran darah.
Pengkajian yang khas pada pada klien fraktur pada bagian yang mengalami
trauma dan fraktur
a. Look
Bagian dan tanda-tanda yang dilihat pada bagian yang terkena trauma
apakah terdapat bagian yang mengalami pembengkakan yang tidak biasa
(abnormal) dan deformitas. Pada bagian ini sering terjadi patah tulang
terbuka sehingga ditemukan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak
sampai kerusakan integritas kulit dan penonjokan tulang keluar kulit.
Akan ditemukan tanda-tanda cedera dan kerusakan neurovaskular
b. Feel
Dilakukan pengkajian ada tidaknya nyeri (tenderness) dan krepitasi di
daerah tungkai bawah dan area atas trauma.
c. Move
Pemeriksaan berfokus untuk mengetahui keterbatasan gerak ekstremitas
bawah akibat trauma yang dialami. Nyeri yang dialami ketika bergerak
dan gerakan yang terbatas karena nyeri dikaji dengan teliti untuk dapat
membantu kebutuhan mobilisasi klien.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
2. Pengkajian Diagnostik
Penegakan diagnosa medis yang tepat perlu didukung dengan pemeriksaan
diagnostik yang diperlukan pada pasien fraktur adalah sebagai berikut
(Smeltzer & Bare, 2002):
Tabel 2.1. Pengkajian Diagnostik pada Fraktur
Pemeriksaaan Tujuan
Penyinaran sinar X Dilakukan untuk menentukan lokasi dan luas
fraktur
Scan Tulang/ bone scanning Untuk mendapatkan gambaran fraktur lebih jelas
sehingga dapat di diagnosa dengan tepat jenis
fraktur apa. Selain itu scan tulang
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
Arteriogram Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan
ada tidaknya kerusakan vaskuler.
Hitung Darah Lengkap Pemeriksaaan ini dilakukan untuk mengetahui
kondisi umum darah klien. Konsentrasi darah
mungkin meningkat atau menurun pada
perdarahan. Leukosit biasanya akan meningkat
sebagai respon terhadap peradangan
Kreatinin Pemeriksaaan ini dilakukan untuk mengetahui
peningkatan beban kreatinin untuk clearance
ginjal.
Profil Koagulasi Pemeriksaaan ini dilakukan untuk mengetahui
perubahan koagulasi yang terjadi pada
kehilangan darah atau cedera hati
b. Diagnosa
Masalah keperawatan yang sering muncul pada kasus fraktur tibia baik yang
terbuka maupun yang tertutup antara lain (Muttaqin, 2008):
1. Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
3. Defisit perawatan diri
4. Risiko tinggi trauma
5. Risiko tinggi infeksi
6. Kerusakan integritas kulit
7. Ansietas
c. Intervensi
Prinsip yang mendasari penatalaksanaan fraktur, termasuk didalamnya intervensi
keperawatan, terdiri dari 4 prinsip: Rekognisi, Reduksi, Retensi dan Rehabilitasi
(Muttaqin, 2008).
Tabel 2.2. Prinsip Penatalaksanaan pada Fraktur
Teknik Pengertian Prinsip Penatalaksanaan
Rekognisi
(recognition)
Diagnosis dan
penilaian fraktur
Prinsip ini untuk mengetahui dan
menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan
radiologis. Pada awal penanganan
perlu diperhatikan: lokalisasi fraktur,
bentuk fraktur, menentukan teknik
yang sesuai untuk pengobatan dan
menghindari komplikasi yang
mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
Reduksi
(reduction)
Restorasi fragmen
fraktur sehingga
posisi yang paling
optimal didapatkan
Reduksi fraktur apabila perlu. Pada
fraktur intra artikular diperlukan
reduksi anatomis, sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal, dan
mencegah komplikasi, seperti
kekakuan, deformitas, serta
perubahan osteoartritis di kemudian
hari.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
Teknik Pengertian Prinsip Penatalaksanaan
Retensi
(retention)
Imobilisasi fraktur Secara umum, teknik
penatalaksanaan yang digunakan
adalah mengistirahatkan tulang yang
mengalami fraktur dengan tujuan
penyatuan yang lebih cepat antara
kedua fragmen tulang yang
mengalami fraktur.
Rehabilitasi
(rehabilitation)
Mengembalikan
aktivitas fungsional
semaksimal mungkin
Program rehabilitasi yang dijalankan
dengan mengoptimalkan seluruh
keadaan klien pada fungsinya agar
aktivitas dapat dilakukan kembali.
Misalnya pada klien pasca amputasi
kruris, proses rehabilitasi yang
dijalankan adalah bagaimana klien
dapat melanjutakan hidup dan
melakukan aktivitas dengan
memaksimalkan organ lain yang
tidak mengalami masalah
2.2.8 Latihan Rentang Pergerakkan Sendi
Latihan rentang gerak dapat aktif (klien menggerakan semua sendinya dengan
rentang gerak tanpa bantuan), pasif (klien tidak dapat menggerakan setiap sendi
dengan rentang gerak), atau berada di antaranya. Rencana keperawatan harus
meliputi menggerakan ekstremitas klien dengan rentang gerak penuh. Latihan
rentang gerak pasif harus dimulai segera pada kemampuan klien menggerakan
ekstremitas atau sendi menghilang. Pergerakan dilakukan dengan perlahan dan
lembut dan tidak menyebabkan nyeri. Dalam pelaksanaannya latihan ini sangat
tergantung pada kemampuan sendi, tidak boleh melebihi kemampuannya. Setiap
gerakan harus diulang 5 kali setiap bagian. (Perry & Potter, 2005)
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Range of Motion (ROM) adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat
dilakukan oleh sendi yang bersangkutan (Suratun, 2008). Latihan ROM pasif
adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap
gerakan. Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (Suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna
untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien. Latihan ROM aktif dilaksanakan dengan perawat yang memberikan
motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih
kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
19 Universitas Indonesia
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN
3.1 Pengkajian
Kasus fraktur yang dikelola sebagai kelolaan utama selama praktik KKMP
bermana Nn. N, seorang perempuan yang lahir pada 11 November 1993 (19
tahun), seorang mahasiswi semester 4. Nn. N tinggal di Cipinang Jagal, RT 03,
RW 05 No. 7 Jakarta Timur. Nn. N datang ke rumah sakit pada 23 Mei 2013
diantar ibunya dengan keluhan sakit pada kaki kanan karena terjatuh dari motor
dengan posisi kaki terbentur ke lantai. Klien mengeluhkan sakit di bagian kaki
kanannya dan tidak berani menggerakkan kaki kanannya.
Klien beraktivitas sebagai mahasiswa sebuah universitas swasta dan telah duduk
di semester IV. Aktivitas yang sering dilakukan klien untuk mengisi waktu luang
adalah dengan bermain dengan teman-teman kuliahnya. Selama di rumah sakit
klien, klien hanya berkegiatan di tempat tidur dan pemenuhan kebutuhan
dasarnya dibantu oleh keluarga yang menungguinya. Klien merasa bosan di
rumah sakit dan ingin segera keluar rumah sakit jika tindakan medis telah selesai.
Klien biasa tidur di malam hari pukul 22.00 WIB dan bangun pada pukul 06.00
WIB. Klien tidak memiliki kebiasaan khusus sebelum tidur dan tidak mengalami
insomnia. Saat bangun tidur, klien selalu merasa segar. Dari hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan bahwa tekanan darah 100/70 mmHg, frekuensi nadi
80 x/menit, irama teratur dan kuat, pernafasan 18 x/menit, teratur, suhu 36,5
derajat celcius. Klien sadar penuh (Compos Mentis) dan dapat berkomunikasi
dengan baik. Rentang gerak sendi klien maksimal dan tidak mengalami
deformitas selain di ekstremitas bagian kanan. Tonus otot baik dengan kekuatan
5 5 5 5 5 5 5 5
0 0 0 0 4 4 4 4
Penampilan umum bersih, pakaian serasi dan ganti baju setiap hari, rambut rapi,
kulit kepala bersih dan tidak bau badan.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
Pemeriksaan pada sistem sirkulasi menunjukkan bahwa klien tidak memiliki
riwayat hipertensi maupun riwayat sakit jantung. Tidak terdapat edema. Dari hasil
auskultasi, bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur dan tidak ada gallop.
Hasil inspeksi di leher tidak ada distensi vena jugularis (5-2 cm H2O), warna kulit
tidak nampak kemerahan, pengisian kapiler < 2 detik. Membran mukosa lembab,
bibir lembab, tidak terdapat varises. Penyebaran rambut merata, tidak ada rambut
klien yang rontok, rambut berwarna hitam, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
ikterik, kulit tidak jaundice.
Pengkajian pada sistem eliminasi didapat hasil bahwa klien memiliki pola BAB
1x sehari. Namun, sejak masuk rumah sakit (23 Mei 2013) hingga saat
dilakukannya pengkajian (25 Mei 2013) klien belum BAB. Klien mengatakan
karakter fesesnya lunak, tidak mengalami diare maupun konstipasi, tidak
berwarna hitam dan tidak terdapat darah segar pada feses. Kllien juga mengatakan
tidak memiliki hemoroid. Pola BAK klien sebanyak 5-7 kali perhari, volume
sekitar 0,5-1 liter sehari, warna kuning jernih cenderung bening. Klien tidak
memiliki keluhan saat berkemih. Klien tidak menggunakan diuretic, tidak merasa
nyeri, tidak merasa terbakar ketika buang air kecil dan tidak memiliki riwayat
sakit ginjal. Hasil palpasi abdomen menunjukkan bahwa perut lunak, tidak
terdapat massa, tidak asites, dan tidak ada nyeri tekan. Hasil auskultasi didapat
bahwa bising usus normal di semua kuadran perut, frekuensinya 10 x/menit.
Selama di rumah sakit, klien mendapatkan diet sebesar 1700 kalori dalam sehari.
Klien makan makanan dari rumah sakit saja yaitu tiga kali makan besar dengan
menu satu porsi nasi, satu mangkuk sayur, telur/ ikan/ tempe/ tahu. Selain makan
besar, klien juga mendapat makanan selingan dari rumah sakit berupa buah atau
kue basah. Klien minum dalam sehari 1-1,5 liter dan lebih sering minum air putih,
terkadang teh dari rumah sakit. Klien mengatakan selama di rumah sakit nafsu
makannya baik, makan selalu habis. Ibu klien mengatakan klien sebelum masuk
rumah sakit memang memiliki nafsu makan yang baik. Klien tidak merasakan
nyeri ulu hati. Klien tidak memiliki alergi terhadap jenis makanan tertentu dan
tidak memiliki masalah dalam mengunyah serta menelan. Gigi klien nampak
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
bersih, tidak ada karies. Berat badan klien 53 kg sebelum sakit. Saat dilakukan
pengkajian berat badan klien tidak dapat dikaji karena bedrest. Bentuk tubuh
nampak ideal tidak ada perbesaran kelenjar tiroid, tidak ada sariawan, tidak
mengalami perdarahan gusi, lidah bersih dan nampak kemerahan.
Pada pengkajian neurosensori didapatkan data bahwa klien mengatakan tidak
merasa pusing maupun ingin pingsan, tidak kejang, tidak mengalami gangguan
penglihatan, tidak mengalami glaucoma dan tidak mengalami katarak. Klien
menggunakan alat bantu kacamata untuk membaca. Kehilangan pendengaran juga
tidak terjadi dan klien tidak menggunakan alat bantu dengar. Klien sadar dan
terorientai dengan baik mengenai waktu, tempat dan orang. Klien kooperatif,
tidak menyerang, afeksi baik, ekspresi wajah sesuai dengan apa yang diucapkan
dan sikap tubuh juga sesuai. Klien dapat mengingat peristiwa yang terjadi pada
hari ini dengan baik. Ukuran pupil 3mm/3mm, reaksi terhdap cahaya +/+, facial
drop tidak terjadi, refleks tendon dalam +2, klien tidak mengalami paralisis dan
klien dapat menggenggam dengan baik.
Klien tidak mengalami dispnea yang berhubungan dengan batuk maupun sputum,
tidak memiliki riwayat bronchitis, TB, emfisema maupun pneumonia. Klien tidak
merokok dan tidak terpajan udara yang berbahaya. Selama dirawat di rumah sakit,
klien tidak terpasang alat bantu nafas. Pergerakan dada selama bernafas simetris,
tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak ada nafas cuping hidung. Hasil
auskultasi terdengar bahwa suara nafas klien vesikuler, dan klien tidak mengalami
sianosis.
Klien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan, tidak pernah
mengalami cedera sebelumnya, tidak mengalami arthritis, tidak mengalami
masalah punggung, tidak terjadi perbesaran nodus, tidak menggunakan alat
ambulatori. Luka pada kaki kanan berbalut elastis perban. Mengalami fraktur tibia
kanan. Klien mengatakan nyeri pada kaki kanan. Nyeri bertambah hebat saat kaki
kanan di gerakkan. Intensitasnya 3 saat klien hanya berbaring dan meningkat
menjadi 6 saat bergerak. Frekuensi nyeri jarang hanya saat bergerak, seperti
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
berdenyut dan menusuk dengan durasi 5 detik namun tidak menjalar. Untuk
mengurangi nyeri biasanya klien mengurangi pergerakan dan berubah posisi
dengan bertahap. Ekspresi nyeri yang teramati dari klien adalah mengerutkan
muka dan mencoba menjangkau untuk menjaga area yang sakit
Faktor stress yang dialami klien adalah karena ini pertama kalinya klien dirawat di
rumah sakit. Klien mengkhawatirkan tindakan apa yang akan dilakukan padanya,
tindakan operasi yang akan dilakukan, berapa lama akan di rumah sakit dan
bagaimana kira-kira hasil operasinya nanti. Klien mengatakan ingin bisa berjalan
lagi dan menjalani hidup sebagaimana sebelumnya. Saat dilakukan pengkajian,
klien mengatakan ingin tahu proses sakitnya dan penyebab stress-nya yang lain.
Klien mengatakan belum mendapatkan penjelasan baik dari dokter maupun suster
yang bertugas.
Pemeriksaan Diagnostik
Telah dilakukan penyinaran X-Ray pada tanggal 26 Mei 2013 dengan hasil
menunjukkan kesan Fraktur Tibia 1/3 Distal Dextra.
3.2 Analisis Data
Setelah dilakukan pengkajian keperawatan, data-data hasil pengkajian
keperawatan dianalisis untuk merumuskan masalah keperawatan. Data-data
didapatkan dari anamnesis, pengkajian fisik maupun diagnostik. Analisis data
yang dijabarkan berikut ini berdasarkan pengkajian klien pada tanggal 25 Mei
2013.
Saat pengkajian dilakukan, klien mengatakan kaki kanan nyeri berdenyut, saat
istirahat nyeri masih dirasakan skala 3, saat digerakkan nyeri dirasakan skala 6.
Nyeri sering muncul, seperti berdenyut dan menusuk namun tidak menjalar,
durasi selama 5 detik. Saat dikaji oleh perawat, klien nampak mengerutkan muka,
meringis, melindungi area yang sakit, membatasi gerak, tanda-tanda vital
menunjukkan nilai tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi 80x /menit,
frekuensi pernafasan 18x/menit dan suhu 36,5o C. Dari data-data tersebut dapat
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
23
Universitas Indonesia
diangkat diagnosa keperawatan nyeri akut yang disebabkan pergeseran fragmen
tulang karena fraktur.
Klien mengatakan hanya berbaring ditempat tidur, sakit saat bergerak, dan
memilih untuk tetap berbaring. Klien dibantu oleh keluarga yang menjaga untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya. Klien nampak hanya berbaring di tempat tidur.
Klien tampak meringis saat mencoba berubah posisi. Tanda-tanda vital
menunjukkan nilai tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi 80x /menit,
frekuensi pernafasan 18x/menit dan suhu 36,5o C. Pengkajian diagnostik
penyinaran X-ray menghasilkan kesan Fraktur Tibia 1/3 Distal Dextra. Dari data-
data tersebut dapat diangkat diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik yang
disebabkan kelemahan dan proses imobilisasi karena pergeseran fragmen tulang
karena fraktur.
Saat pengkajian berangsung klein banyak bertanya kepada perawat dan
mengatakan cemas mengenai tindakan apa yang akan dilakukan padanya,
tindakan operasi yang akan dilakukan, berapa lama akan di rumah sakit dan
bagaimana kira-kira hasil operasinya nanti. Klien tampak termenung sendiri saat
tidak ada keluarga, klien banyak bertanya mengenai penyakit dan tindakan yang
akan dilaluinya pada petugas kesehatan yang hampiri. Tanda-tanda vital
menunjukkan nilai tekanan darah 100/70 mmHg, denyut nadi 80x /menit,
frekuensi pernafasan 18x/menit dan suhu 36,5o C.
3.3 Implementasi dan Evaluasi Tindakan Asuhan Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian dan analisa data diperoleh tiga masalah utama yang
perlu dilakukan intervensi keperawatan pada Nn. N (mulai tanggal 25 Mei 2013 –
31 Mei 2013). Untuk mengatasi nyeri akutnya, perawat melakukan pengkajian
skala nyeri pada Nn. N, mengukur tanda- tanda vital, mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, mengajarkan guided imagery, serta memberikan tramadol
2x10 mg sehari sebagai intervensi kolaborasi. Tidak lupa perawat melibatkan
keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri pada
klien. Hasil yang diperoleh dari tindakan yang dilakukan antara lain Nn. N
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
mengatakan nyeri berkurang dari skala 7 ke 3 dari skala nyeri 1-10. Nn. N
mengatakan selalu melakukan nafas dalam dan membayangkan hal-hal yang
menyenangkan ketika nyeri datang. Nn. N terlihat lebih rileks dan tersenyum saat
berinteraksi dengan petugas. Pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan hasil
TD 100/70 mmHg; Suhu 36,5o C ; Nadi 80 x/menit ; RR 18 kali/ menit, diaforesis
(-), tampak meringis menahan sakit saat bergerak. Rasa nyeri klien berangsur-
angsur berkurang dari tanggal 25-31 Mei 2013. Sebelum dilakukan operasi yaitu
tanggal 25-27 Mei 2013 Nn. N masih takut menggerakan ekstremitas bawahnya
karena nyeri. Setelah operasi, (28-31 Mei 2013) Nn. N lebih bisa mengontrol
nyerinya. Keluarga tampak mendampingi Nn. N dan memotivasi Nn. N saat nyeri.
Intervensi yang dilakukan sebelum operasi untuk mengatasi masalah hambatan
mobilitas fisik adalah melakukan pendidikan kesehatan tentang immobilisasi area
fraktur (pada tanggal 25 Mei 2013) dan pendidikan kesehatan tentang mobilisasi
post operasi (setelah pada tanggal 26 Mei 2013) untuk menyiapkan pengetahuan
klien tentang pergerakan sendi operasi. Pada tanggal 28 Mei 2013 klien dilakukan
operasi open reduction internal fixation (ORIF) dan perawat menyarankan Nn. N
untuk segera miring kanan-kiri setelah operasi selesai dan tidak ada mual ataupun
muntah. Sehari setelah operasi hingga hari ketiga (29-31 Mei 2013), perawat
melatih dan memotivasi klien melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif
pada kaki kiri dan melakukan ROM aktif asistif pada kaki kanansetiap hari dan
selalu melibatkan anggota keluarga dalam melakukan tindakan. Hasil yang
diperoleh dari intervensi tersebut adalah Nn. N mengatakan kebutuhan sehari-hari
dipenuhi oleh keluarga, tetapi saat persiapan pulang tanggal 31 Mei 2013 sudah
mampu melakukan aktivitas mandiri dengan perlahan. Nn. N tampak melakukan
latihan ROM setiap hari, klien tampak memenuhi kebutuhan dengan bertahap dari
dibantu hingga sekarang mampu melakukan sendiri, klien latihan berjalan dengan
tongkat mengelilingi kamar perawatan. Keluarga membantu klien dalam melatih
berjalan dengan tongkat di hari kepulangan klien (31 Mei 2013).
Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah cemas yang
dialami klien Nn. N adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan mengenai
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
apa yang akan dilakukan padanya, tindakan operasi yang akan dilakukan, berapa
lama akan di rumah sakit dan bagaimana kira-kira hasil operasinya nanti pada hari
pertama dilakukan pengkajian (25 Mei 2013). Pada interensi berikutnya yaitu
pada tanggal 27 Mei 2013, perawat melakukan edukasi klien tentang persiapan
fisik operasi dan mobilisasi yang dilakukan setelah operasi dilakukan. Edukasi ini
juga untuk menyiapkan/ melakukan perencanaan pulang bagi klien. Hasil yag
didapat dengan intervensi tersebut antara lain klien mengatakan masih ada rasa
cemas, tetapi sudah berkurang sejak diberikan pendidikan kesehatan pada tanggal
25 Mei 2013. Setelah dilakukan operasi klien Nn. N terlihat lebih siap
menghadapi kenyataan dan tindakan yang telah dan akan dilakukan terhadapnya.
Setelah operasi, klien mampu mengikuti program mobilisasi segera setelah
operasi tanpa banyak bertanya maupun cemas yang tidak terkendali.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
26
Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS SITUASI
4.1 Profil Lahan Praktik
Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto merupakan
rumah sakit rujukan bagi seluruh tentara pusat. Rumah sakit yang berlokasi di
jalan Abdul Rahman Saleh nomor 24, Jakarta pusat ini sudah berdiri sejak zaman
belanda dengan nama groot militare hospital welterveden yang merupakan rumah
sakit tentara Belanda. Pada masa penjajahn Jepang, tahun 1942 berpindah alih
menjadi rumah sakit militer angkatan darat Jepang dengan nama rikugun byoin.
Rumah sakit ini pada akhirnya dikuasai oleh KNIL pada masa kemerdekaan RI
tahun 1945 dengan nama leger hospital Batavia. Pada tanggal 26 Juli 1950
diserahkan kepada Djawatan Kesehatan Angkatan Darat dan menjadi rumah sakit
tentara pusat. Tanggal tersebut hingga kini diperingati sebagai hari jadi RSPAD
Gatot Soebroto.
Sejak 1977 RSPAD Gatot Soebroto ditkesad ditunjuk menjadi salah satu tempat
pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi sampai sekarang. Mengingat peran
serta rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan masyarakat maka sejak tahun
1989, RSPAD Gatot Soebroto mulai membuka diri untuk pelayanan swasta
sampai sekarang, dikenal sebagai paviliun dr. R. Darmawan, PS untuk rawat inap.
Kemudian tahun 1991 didirikan bangunan 6 lantai di paviliun Kartika untuk rawat
jalan dan rawat inap. Selanjutnya diresmiakn paviliun dr Iman Sudjudi melayani
kesehatan ibu dan bayi, paviliun anak untuk perawatan anak serta non paviliun
untuk perawatan kelas tiga.
Visi RSPAD Gatot Soebroto adalah menjadi rumah sakit kebanggan prajurit. Visi
tersebut diturunkan ke dalam misi utama, misi khusus dan misi tambahan. Misi
Utama RSPAD Gatot Soebroto adalah menyelenggarakan fungsi perumahsakitan
tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka
mendukung tugas pokok TNI AD. Misi khususnya adalah menyelenggarakan
dukungan dan pelayanan kesehatan yang professional dan bermutu serta
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
27
Universitas Indonesia
menyeluruh bagi prajurit/ PNS TNI AD dan keluarganya dalam rangka
meningkatkan kesiapan dan kesejahteraan. Adapun misi tambahannya dalah
sebagai sub sistem kesehtan nasional, RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ikut
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui program Yanmasum. Dalam
bidang keilmuan RSPAD Gatot Subroto juga mempunyai tiga misi yaitu
mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan, meningkatkan kemampuan
tenaga kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan dan memberikan lingkungan
yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian bagi tenaga kesehatan
(Admin, 2013).
RSPAD Gatot Soebroto mulai mengadakan pengambangan secara signifikan pada
masa pemerintahan orde baru (1966-1988), meliputi pengembangan fisik
bangunan, pengadaan alat canggih, organisasi dan sumber daya manusia. Presiden
Soeharto memberikan kebijaksanaan untuk pembangunan RSPAD Gatot Soebroto
menjadi rumah sakit yang modern secara bertahap dengan bantuan dari presiden.
Pada tanggan 17 November 1971 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan
unit perawatan umum. Unit Perawatan Umum yang dikenal dengan Unit I / PU,
terdiri atas 6 lantai dengan luas bangunan 13.950 m2 dan berkapasitas 298 tempat
tidur yang dibangun sejak Nopember 1971 telah selesai dan diresmikan
penggunaannya pada tanggal 28 Oktober 1974 oleh Jenderal TNI Suharto,
Presiden RI pada waktu itu. Lantai 5 Departemen Bedah adalah salah satu wahana
praktik bagai mahasiswa profesi Ners FIK UI dalam praktik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP).
Lantai 5 Departemen Bedah merupakan ruangan kelas II yang merawat pasien
dengan tindakan pembedahan. Lantai 5 bedah memiliki 10 kamar dengan 2 kamar
berkapasitas tempat tidur 2 bed perkamar dan 8 kamar berkapasitas 4 bed
perkamar. Namun, 2 kamar yaitu kamar 2 dan 3 tidak dapat digunakan karena
tidak layak pakai. Pasien yang dirawat di lantai 5 bedah adalah pasien yang
menderita dalam 6 sistem tubuh: digestive, saraf, urologi, tumor, orthopedi dan
THT. Dalam rentang waktu empat bulan terakhir (Januari- April 2013) penyakit-
penyakit yang menjadi spesialisasi lantai 5 bedah selalu menempati posisi 4 besar
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
28
Universitas Indonesia
yaitu ca mamae, fraktur, BPH dan SNNT. Beragamnya jenis penyakit dalam yang
ada di lantai 5 bedah mendukung pula iklim belajar bagi mahasiswa yang sedang
praktik, karena mahasiswa dapat lebih banyak terpapar variasi penyakit dan
asuhan keperawatan yang khas pada setiap penyakit. Mahasiswa dapat merasakan
pengalaman langsung berinteraksi dan menerapkan asuhan keperawatan yang
telah dipelajari di kampus untuk diterapkan kepada pasien-pasien di lantai 5 bedah
dengan bimbingan dari pembimbing klinik dan perawat ruangan. Lantai 5 bedah
juga digunakan sebagai tempat riset untuk mengembangkan keilmuan khususnya
di bidang kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan misi yang diemban oleh RSPAD
Gatot Soebroto mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan,
meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan
dan memberikan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian
bagi tenaga kesehatan
4.2. Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep
kasus terkait
Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan adalah pelayanan keperawatan
profesional yang ditujukan kepada masyarakat perkotaan terutama pada
kelompok resiko tinggi untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan serta pelaksanaan pelayanan
keperawatan yang optimal. Dalam hal ini diharapkan peran perawat untuk mampu
melaksanakan proses keperawatan secara optimal sejak identifikasi masalah,
menetapkan masalah, merencanakan intervensi, menerapkan penyelesaian
masalah, mengevaluasi kegiatan dan meningkatkan kemampuan dalam
memelihara kesehatan secara mandiri melalui upaya preventif melalui pendidikan
kesehatan. Masyarakat perkotaan sering disebut dengan istilah urban community
dimana masyarakatnya memiliki faktor risiko mengalami masalah kesehatan yang
berhubungan dengan kondisi yang ada dilingkungan kota dan karakter
masyarakatnya.
Kasus fraktur Nn. N, seorang perempuan yang lahir pada 11 November 1993 (19
tahun), seorang mahasiswi semester 4. Nn. N datang ke rumah sakit pada 23 Mei
2013 diantar ibunya dengan keluhan sakit pada kaki kanan karena terjatuh dari
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
motor dengan posisi kaki terbentur ke lantai. Klien mengeluhkan sakit di bagian
kaki kanannya dan tidak berani menggerakkan kaki kanannya. Diagnosa medis
untuk klien adalah Fraktur Tibia Dextra. Dalam konteks keperawatan masyarakat
perkotaan, Nn dapat digolongkan pada kelompok populasi vulnerable.
Vulnerable population group adalah bagian dari kelompok populasi yang
kemungkinan besar terjadi perkembangan masalah kesehatan sebagai hasil dari
resiko paparan atau dampak yang buruk dari masalah kesehatan dari semua
populasi (Nies & Mc Ewen, 2007). Pekerjaan dan kegiatan harian klien
membuatnya terpapar dengan kendaraan bermotor. Kebiasaan mengendarai motor
ditengah peningkatan jumlah kendaraan bermotor membuat kemungkinan risiko
terjadinya kecelakaan dan fraktur menjadi besar.
4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Latihan rentang pergerakan sendi (RPS) atau Range of Motion (ROM) berperan
penting dalam proses rehabilitasi klien fraktur tibia dengan post operasi ORIF.
Dalam penelitian yang dilakukan Irwansyah tahun 2011 didapatkan kesimpulan
bahwa berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan ada perbedaan lingkup gerak
sendi antara pasien kelompok ROM aktif dan kelompok ROM pasif (p value
0,016). Hal ini berarti lingkup gerak sendi pada pasien kelompok ROM pasif lebih
besar dibandingkan dengan kelompok ROM aktif. Keadaan ini menggambarkan
bahwa latihan rentang gerak sendi dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada
pasien fraktur femur post operasi ORIF (Irwansyah, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Suddarth & Brunner (2002) bahwa latihan
rentang gerak sendi di lakukan untuk mengurangi efek imobilisasi pada pasien
melalui latihan isometrik otot-otot di bagian yang di imobilisasi. Latihan
kuadrisep dan latihan gluteal dapat membantu mempertahankan kelompok otot
besar yang penting untuk berjalan. Menurut Suratun (2008) bahwa rentang gerak
pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif sedangkan latihan ROM aktif untuk
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-
ototnya secara aktif .
Pada kasus Nn N yang diberikan latihan rentang pergerakan sendi (RPS) sejak
hari pertama setelah operasi, respon yang diberikan Nn N sangat baik. Nn N pada
hari pertama mulai dilakukannya RPS mengatakan ragu untuk memulai latihan,
tetapi dengan motivasi dari perawat, Nn N mau dan dapat melakukan latihan RPS.
Sesuai dengan Teori Oswari (2000), perawat membantu pasien pasca operatif
fraktur tibia melakukan latihan RPS pasif dan menganti posisi akan meningkatkan
aliran darah ke ekstermitas sehingga stasis berkurang. Kontraksi otot kaki bagian
bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga mempersulit terbentuknya
bekuan darah.
Penerapan latihan gerak sendi ini sejalan dengan penelitian Maryani (2008)
tentang penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Post Operasi Fraktur Femur
1/3 Medial Dekstra Dengan Pemasangan Plate And Screw Di RSO Prof. Dr.
Soeharso Surakarta menunjukkan bahwa adanya peningkatan Luas Gerak Sendi
(LGS) setelah diberikan latihan ROM yaitu dari pada latihan sendi aktif LGS
sebesar 35o, sedangkan latihan sendi pasif LGS sebesar 50
o. Data tersebut
didukung dengan hasil penelitian Ulliya (2007) tentang Pengaruh Latihan Range
Of Motion (ROM) Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia Di Panti
Wreda Wening Wardoyo Ungaran menunjukkan bahwa fleksibilitas sendi lutut
kiri pada lansia yang memiliki keterbatasan gerak meningkat setelah melakukan
latihan ROM selama 3 minggu sebesar 31,87º dan selama 6 minggu sebesar 35º,
artinya ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada
fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi
sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM selama 6
minggu dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 35° atau 43,75%.
Latihan RPS pada klien dengan immobilisasi seperti Nn N yang post operasi
ORIF meningkatkan aliran darah ke ekstremitas. Kontraksi otot kaki bagian
bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga mempersulit terbentuknya
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
bekuan darah. Pada klien Nn N, kemampuan mobilisasi meningkat sejak hari
pertama post operasi ORIF. Pada klien Nn. N, LGS sebelum operasi tidak
mengalami perubahan hingga menjelang operasi.
Setelah operasi LGS sendi lutut kanan mengalami peningkatan yang cukup baik.
Pada hari pertama setelah operasi, klien mengalami keragu-raguan untuk memulai
melakukan latihan RPS hingga hanya mampu melakukan fleksi sendi sebesar 27o.
Pada hari kedua, setelah motivasi oleh perawat akhirnya mampu meningkatkan
kemampuan fleksi lutut sebesar 30 o
. Pada hari kepulangan atau hari ketiga setelah
operasi, klien mampu membuat fleksi sebesar 35 o
. Kondisi ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
Dalam pelaksanaannya, secara umum tidak ditemukan masalah berarti. Fokus
yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah komunikasi tentang baiknya
latihan RPS untuk membantu mengembalikan fungsi mobilisasi. Beberapa pasien
fraktur di rumah sakit mungkin masih ragu untuk menggerakkan kaki segera
setelah operasi. Namun jika dapat dijelaskan dengan baik, klien dan keluarga akan
mengikuti saran perawat untuk segera bergerak setelah operasi.
4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan
Latihan rentang pergerakan sendi dapat membantu proses rehabilitasi fungsi
mobilitas fisik yang terganggu karena immobilisasi yang lama akibat fraktur.
Untuk mengoptimalisasikan proses keperawatan, perlu dilakukan adalah
a. Pembuatan pedoman penatalaksanaan klien dengan fraktur ekstremitas
dengan latihan pergerakan sendi (RPS) menjadi salah satu tindakannya.
b. Pelibatan keluarga untuk mengontrol dan sistem pendukung utama klien
dalam melaksanakan latihan RPS.
c. Pembuatan jadwal harian latihan RPS pada setiap klien immobilisasi terutama
karena fraktur ektremitas.
d. Penyediaan media pembelajaran tentang latihan RPS.
e. Penyediaan alat bantu jalan seperti kruk/ tongkat untuk latihan klien sebelum
akhirnya klien membeli sendiri.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan Fraktur
Tibia Dextra didapatkan beberapa simpulan. Faktor risiko yang memungkinkan
Nn N mengalami fraktur tibia Nn N meliputi usia dan gaya hidup yang terpapar
dengan kendaraan bermotor. Fraktur Tibia Nn N disebabkan karena kecelakaan
lalu lintas akibat kendaraan bermotor di area perkotaan. Masalah keperawatan
yang muncul pada Nn N akibat masalah kesehatan yang dialami adalah nyeri,
ansietas dan hambatan mobilitas fisik.
Implementasi yang sudah dilakukan meliputi latihan mobilisasi dengan latihan
pergerakan sendi, manajemen nyeri dan pendidikan kesehatan dari pre operasi
hingga perencanaan pulang. Latihan pergerakan sendi setelah operasi ORIF pada
Nn N terbukti mampu menghindarkan komplikasi terkait immobilisasi yang
ditandai dengan meningkatnya luas gerak sendi (LGS) fleksi lutut kanan klien dari
27o menjadi 35
o.
5.2 Saran
Bagi Penulis diharapkan dapat:
a. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien Fraktur Tibia, terutama tentang modalitas mobilitas.
b. Senantiasa meningkatkan semangat belajar, critical thingking dan metode
belajar evidence based sehingga dapat terus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan menerapkan inovasi di bidang keperawatan
Bagi Masyarakat perkotaan diharapkan dapat:
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai fraktur tibia meliputi definisi, faktor
risiko jenis, manifestasi klinis, dan komplikasinya
b. Mengurangi faktor risiko terkena fraktur tibia dengan mengendarai kendaraan
bermotor dengan hati-hati.
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
Bagi Instansi Rumah Sakit
a. meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya pada klien Fraktur dalam
upaya pencegahan komplikasi
b. mendukung penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan sehingga dapat
tercipta kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang lebih baik di rumah
sakit
c. mendukung penerapan asuhan keperawatan berdasarkan evidence based
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2013. Jumlah Kecelakaan, Korban Mati, Luka Berat, Luka Ringan, dan
Kerugian Materi yang Diderita Tahun 1992-2011.
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17
¬ab=14 diunduh pada 4 juli 2013 pukul 14.03 WIB
Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol 2.
Jakarta: EGC
Harpham, T dan Tanner. 1995. Urban Health in Developing Countries: Progress
and Prospects. UK: London
Hastono, S, 2001. Analisis Data. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia. Jakarta: UI Press
Hidayat, A. 2009. Metode Penelitian Kebidanan, Teknik Analisis Data. Jakarta :
Salemba Medika
Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskletal.
Jakarta: EGC
Nies, M. A., & McEwen, M. 2011. Community health nursing: Promoting the
health of populations (5th ed.). Philadelphia: W. B. Saunders
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses
dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC
Kistiantari, R. 2009. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Post
Operasi Fraktur Femur 1/3 Distal Dextra Dengan Pemasangan Plate And
Screw Di RSAL Dr. Ramelan Surabaya, Skripsi, Program Diploma III
Fisioterapi Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kurniasih, S. 2012. Transportasi Publik sebagai Solusi Kemacetan. Jakarta:
Penerbit Harian Tempo
Reeves, 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.1. Jakarta:
EGC
Suratun. 2008. Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal, Seri Asuhan
Keperawatan, Cetakan I. Jakarta: EGC
Wibawani, W. B. 2005. Hubungan Antara Lingkup Gerak Sendi Fleksi – Ekstensi
Shoulder Terhadap Umur, Program Diploma IV Fisioterapi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
Obat yang dikonsumsi klien pada 25 Mei 2013:
Nama obat Dosis Waktu Tujuan
Tramadol 25 mg 10.00, 22.00 Mengurangi nyeri
(analgesik)
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil sebagai berikut:
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
23/06/13 30/6/13
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
Faal Hemostatis
Protrombin (PT)
Kontrol
Pasien
APPT
Kontrol
Pasien
Kimia Klinik
SGOT (AST)
SGPT (ALT)
Ureum
Kreatinin
12,5
36
4,3
9.200
233.000
83
29
35
11,5
17,0
34
32,7
15
15
26
0,8
11,4
33
3,9
10.600
249.000
84
29
35
12-16
37-47
4,3-6,0
4800-10.800
150.000-400.000
80-96
27-32
32-36
9,8-12,6
27-39
< 35 U/l
< 40 U/l
20-50
0,5-1,5
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
Analisa Data
Data Diagnosis Keperawatan
DS:
Klien mengatakan kaki kanan nyeri berdenyut,
saat istirahat nyeri masih dirasakan skala 3, saat
digerakkan nyeri dirasakan skala 6. Nyeri sering
muncul, seperti berdenyut dan menusuk namun
tidak menjalar, durasi selama 5 detik.
DO:
Klien nampak mengerutkan muka, meringis,
melindungi area yang sakit, membatasi gerak,
melaporkan nyeri secara verbal, TD= 100/70
mmHg, N= 80x /menit, pernafasan= 18x/menit,
suhu=36,5 C
Nyeri Akut
DS:
Klien mengatakan hanya berbaring ditempat tidur,
sakit saat bergerak, dan memilih untuk tetap
berbaring
DO:
Klien untuk memenuhi kebutuhan dasarnya,
dibantu oleh keluarga yang menjaga. Klien
nampak hanya berbaring di tempat tidur. Klien
tampak meringis saat mencoba berubah posisi.
TD= 100/70 mmHg, N= 80x /menit, pernafasan=
Hambatan Mobilitas Fisik
Gula Darah Sewaktu
Na
K
Cl
163
144
3,6
107
104 < 140
135-147
3,4-5,0
95-105
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
18x/menit, suhu=36,5 C
Kesan hasil X-ray: : Fraktur Tibia 1/3 Distal
Dextra
DS:
Klein mengatakan cemas tindakan apa yang akan
dilakukan padanya, tindakan operasi yang akan
dilakukan, berapa lama akan di rumah sakit dan
bagaimana kira-kira hasil operasinya nanti
DO:
Klien tampak termenung sendiri saat tidak ada
keluarga, klien banyak bertanya mengenai
penyakit dan tindakan yang akan dilaluinya pada
petugas kesehatan yang hampiri
TD= 100/70 mmHg, N= 80x /menit, pernafasan=
18x/menit, suhu=36,5 C
Ansietas
Catatan Perkembangan Asuhan Keperawatan
25 Mei 2013
Waktu Diagnosa
keperawatan Implementasi Evaluasi
15.00 Nyeri Akut 1. Monitor tanda-
tanda vital
2. Mengajarkan nafas
dalam
3. Menganjurkan
klien untuk
melaporkan nyeri
4. Menganjurkan
klien
meminimalisasi
gerakan untuk
S : Klien mengatakan
nyeri skala 3, nyeri
meningkat jika kaki
digerakkan, tetapi dapat
mengendalikan
O : - TD 100/70 mmHg,
nadi 80 x/mnt, RR
18x/mnt, suhu 36,5 oC,
- Wajah tidak
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
mengurangi nyeri
5. Kolaborasi:
tramadol 2 x
sehari per oral
meringis, tidak
nampak tegang dan
gelisah, dapat
melakukan nafas
dalam.
A : Masalah nyeri
teratasi sementara
P : - monitor TTV
- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
aman bagi klien
mengajarkan distraksi
pada kegiatan.
16.00 Ansietas 1. Monitor tanda-tanda
vital
2. Memberikan
informasi yang
dibutuhkan klien
untuk mengurangi
cemas (persiapan
fisik operasi)
3. Memberikan
lingkungan yang
aman dan nyaman
bagi klien
4. Motivasi melakukan
tarik napas dalam
S: klien mengatakan
lebih tenang dan akan
mempersiapkan diri
menghadapi operasi
O : - TD 100/70 mmHg,
nadi 80 x/mnt, RR
18x/mnt, suhu 36,5 oC,
tidak nampak tegang dan
gelisah,
A : Masalah ansietas
teratasi sementara
P : - monitor TTV
- ciptakan
lingkungan yang
aman dan nyaman
bagi klien
- memberikan
pendidikan
kesehatan setiap
melakukan
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
tindakan
keperawatan
16.00 Hambatan
Mobilitas Fisik
1. Kaji mobilitas
yang ada dan
observasi adanya
peningkatan
kerusakan.
2. Kaji secara teratur
fungsi motorik
3. Atur posisi
immobilisasi pada
tungkai bawah
4. Ajarkan klien
melakukan latihan
gerak aktif pada
ekstremitas yang
tidak sakit
S: klien mengatakan
masih mampu
menggerakkan tangan
tetapi takut
menggerakkan kaki
kirinya
O: klien dapat
melakukan gerakan
latihan RPS sederhana
pada tangan,
A: masalah hambatan
mobilitas fisik masih
terjadi
P: memotivasi untuk
latihan RPS aktif pada
ektremitas yang tidak
trauma minimal 2 kali
sehari
27 Mei 2013
Waktu Diagnosa
keperawatan Implementasi Evaluasi
12.00 Nyeri Akut 1. Monitor tanda-
tanda vital
2. Mengajarkan
distraksi pada
kegiatan
3. Menganjurkan
klien untuk
melaporkan nyeri
S : Klien mengatakan
nyeri skala 3, nyeri
meningkat jika kaki
digerakkan, tetapi dapat
mengendalikan
O : - TD 110/70 mmHg,
nadi 78 x/mnt, RR
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
4. Menganjurkan
klien
meminimalisasi
gerakan untuk
mengurangi nyeri
5. Kolaborasi:
tramadol 2 x sehari
per oral
18x/mnt, suhu 35,8 oC,
- Wajah tidak
meringis, tidak
nampak tegang dan
gelisah, dapat
melakukan nafas
dalam
A : Masalah nyeri
teratasi sementara
P : - monitor TTV
- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
aman bagi klien
mengajarkan diskusi
dengan keluarga
10.00 Ansietas 1. Monitor tanda-
tanda vital
2. Memberikan
informasi yang
dibutuhkan klien
untuk mengurangi
cemas (manfaat
latihan RPS untuk
mencegah
komplikasi)
3. Memberikan
lingkungan yang
aman dan nyaman
bagi klien
4. Motivasi
melakukan tarik
napas dalam
S: klien mengatakan
lebih tenang dan akan
berlatih RPS dengan
rajin
O : - TD 110/70 mmHg,
nadi 78 x/mnt, RR
18x/mnt, suhu 35,8 oC,,
tidak nampak tegang dan
gelisah,
A : Masalah ansietas
teratasi sementara
P : - monitor TTV
- ciptakan
lingkungan yang
aman dan nyaman
bagi klien
- memberikan
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
pendidikan
kesehatan setiap
melakukan
tindakan
keperawatan
10.00 Hambatan Mobilitas
Fisik
1. Kaji mobilitas yang
ada dan observasi
adanya peningkatan
kerusakan.
2. Kaji secara teratur
fungsi motorik
3. Atur posisi
immobilisasi pada
tungkai bawah
4. Ajarkan klien
melakukan latihan
gerak aktif pada
ekstremitas yang
tidak sakit
S: klien mengatakan
masih mampu
menggerakkan tangan
tetapi takut
menggerakkan kaki
kirinya
O: klien dapat
melakukan gerakan
latihan RPS sederhana
pada tangan,
A: masalah hambatan
mobilitas fisik masih
terjadi
P: memotivasi untuk
latihan RPS aktif pada
ektremitas yang tidak
trauma minimal 2 kali
sehari
28 Mei 2013
Waktu Diagnosa
keperawatan Implementasi Evaluasi
9.00 Nyeri Akut 1. Monitor tanda-
tanda vital
2. Mengajarkan
distraksi pada
kegiatan
3. Menganjurkan
klien untuk
S : Klien mengatakan
nyeri skala 3, nyeri
meningkat jika kaki
digerakkan, tetapi dapat
mengendalikan
O : - TD 100/70 mmHg,
nadi 20 x/mnt, RR
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
melaporkan nyeri
4. Menganjurkan
klien
meminimalisasi
gerakan untuk
mengurangi nyeri
5. Kolaborasi:
tramadol 2 x sehari
per oral
18x/mnt, suhu 36,7 oC,
- Wajah tidak
meringis, tidak
nampak tegang dan
gelisah, dapat
melakukan nafas
dalam
A : Masalah nyeri
teratasi sementara
P : - monitor TTV
- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
aman bagi klien
mengajarkan diskusi
dengan keluarga
10.00 Ansietas 1. Monitor tanda-
tanda vital
2. Memberikan
informasi yang
dibutuhkan klien
untuk mengurangi
cemas (mobilisasi
post operasi)
3. Memberikan
lingkungan yang
aman dan nyaman
bagi klien
4. Motivasi
melakukan tarik
napas dalam
S: klien mengatakan
lebih tenang dan akan
segera miring kanan-kiri
jika sudah diperbolehkan
O : - TD 100/70 mmHg,
nadi 20 x/mnt, RR
18x/mnt, suhu 36,7 oC, tidak nampak
tegang dan gelisah,
A : Masalah ansietas
teratasi sementara
P : - monitor TTV
- ciptakan
lingkungan yang
aman dan nyaman
bagi klien
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013
Lampiran
- memberikan
pendidikan
kesehatan setiap
melakukan
tindakan
keperawatan
10.00 Hambatan Mobilitas
Fisik
1. Kaji mobilitas yang
ada dan observasi
adanya peningkatan
kerusakan.
2. Kaji secara teratur
fungsi motorik
3. Atur posisi
immobilisasi pada
tungkai bawah
4. Motivasi klien
melakukan latihan
gerak aktif pada
ekstremitas yang
tidak sakit
5. Anjurkan klien
miring kanan-kiri 6
jam setelah operasi
S: klien mengatakan
masih mampu
menggerakkan tangan
tetapi takut
menggerakkan kaki
kirinya
O: klien dapat
melakukan gerakan
latihan RPS sederhana
pada tangan,
A: masalah hambatan
mobilitas fisik masih
terjadi
P: memotivasi untuk
latihan RPS aktif pada
ektremitas yang tidak
trauma minimal 2 kali
sehari
Analisis praktik ..., Septi Kurniasihl, FIK UI, 2013