Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

8
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 z 19 ANALISIS PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ABC INDEKS KRITIS DI INSTALASI FARMASI ANALYSIS OF DRUG PLANNING BASED ON ABC CRITICAL INDEX IN PHARMACY UNIT Susi Suciati 1 , Wiku B.B Adisasmito 2 1 Rumah Sakit Karya Husada, Cikampek, Jawa Barat 2 Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Jakarta ABSTRACT Background: Planning process is one of the important functions in logistic management. This study aimed at finding out drug planning in Pharmacy Unit Karya Husada Hospital in Cikampek, Jawa Barat, using ABC Critical Index. Methods: This was a qualitative descriptive study, involving 10 informants. Primary data were collected using questionnaire and check list, and the secondary data were collected from pharmacy unit, finance division and logistic division. Results: By using ABC Critical Index showed that out of 1007 drug items, 36 (3,57%) are categorized as group A, 270 (26,81%) are categorized as Group B, and 701 (69,61%) are categorized as Group C. Conclusions: ABC Critical Index method helps out hospital effectively plan drug consumption by considering drug: 1) utilization, 2) investment value, and 3) critical status (vital, essential and non essential). The standard therapy is another important aspect in drug planning for doctors in prescribing therapy. Keywords: ABC critical index, pharmacy unit, standard therapy, hospital management ABSTRAK Latar Belakang: Proses perencanaan merupakan salah satu fungsi yang penting dalam manajemen logistik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran proses perencanaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya Husada Cikampek Jawa Barat dengan menggunakan ABC Indeks Kritis. Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan melibatkan 10 informan. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner dan check list, sedangkan data sekunder diperoleh dari Instalasi Farmasi, Bagian Keuangan dan Bagian Logistik. Hasil: Dengan menggunakan ABC Indeks Kritis, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 1007 item obat, 36 item merupakan kelompok A (3,57%), 270 item obat dikelompokkan sebagai kelompok B (26,81%), dan 701 item obat merupakan kelompok C (69,61%). Kesimpulan: Metode ABC Indeks Kritis dapat membantu rumah sakit dalam merencanakan pemakaian obat dengan mempertimbangkan : 1) utilisasi, 2) nilai investasi, 3) kekritisan obat (vital, esensial dan non esensial). Standar terapi merupakan aspek penting lain dalam perencanaan obat karena akan menjadi acuan dokter dalam memberikan terapinya. Kata kunci : ABC indeks kritis, instalasi farmasi, standar terapi, manajemen rumah sakit PENGANTAR Dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 1 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit (RS), menyebutkan bahwa pelayanan farmasi RS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan RS yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan farmasi merupakan pelayanan penunjang dan sekaligus merupakan revenue cen- ter utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari 90% pelayanan kesehatan di RS menggunakan perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan habis, alat kedokteran, dan gas medik), dan 50% dari seluruh pemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. 2 Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasi tidak dikelola secara cermat dan penuh tanggung jawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan RS akan mengalami penurunan. Dengan meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat menyebabkan makin meningkat pula kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian. Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan penggunaan obat, ini harus termasuk perencanaan untuk menjamin ketersediaan, keamanan dan keefektifan penggunaan obat. 3 Mengingat besarnya kontribusi instalasi farmasi dalam kelancaran pelayanan dan juga merupakan instalasi yang memberikan sumber pemasukan terbesar di RS, maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatu pengelolaan secara cermat dan penuh tanggung jawab. Berdasarkan wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan staf gudang farmasi, diperoleh informasi bahwa belum ada perencanaan kebutuhan barang Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan VOLUME 09 No. 01 Maret z 2006 Halaman 19 - 26 Artikel Penelitian

Transcript of Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

Page 1: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 19

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

ANALISIS PERENCANAAN OBAT BERDASARKAN ABC INDEKS KRITISDI INSTALASI FARMASI

ANALYSIS OF DRUG PLANNING BASED ON ABC CRITICAL INDEX IN PHARMACY UNIT

Susi Suciati1, Wiku B.B Adisasmito2

1Rumah Sakit Karya Husada, Cikampek, Jawa Barat2Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Indonesia, Depok, Jakarta

ABSTRACTBackground: Planning process is one of the importantfunctions in logistic management. This study aimed at findingout drug planning in Pharmacy Unit Karya Husada Hospital inCikampek, Jawa Barat, using ABC Critical Index.Methods: This was a qualitative descriptive study, involving10 informants. Primary data were collected using questionnaireand check list, and the secondary data were collected frompharmacy unit, finance division and logistic division.Results: By using ABC Critical Index showed that out of 1007drug items, 36 (3,57%) are categorized as group A, 270(26,81%) are categorized as Group B, and 701 (69,61%) arecategorized as Group C.Conclusions: ABC Critical Index method helps out hospitaleffectively plan drug consumption by considering drug: 1)utilization, 2) investment value, and 3) critical status (vital,essential and non essential). The standard therapy is anotherimportant aspect in drug planning for doctors in prescribingtherapy.

Keywords: ABC critical index, pharmacy unit, standardtherapy, hospital management

ABSTRAKLatar Belakang: Proses perencanaan merupakan salah satufungsi yang penting dalam manajemen logistik. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui gambaran proses perencanaanobat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Karya Husada CikampekJawa Barat dengan menggunakan ABC Indeks Kritis.Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif kualitatifdengan melibatkan 10 informan. Data primer diperoleh melaluiwawancara menggunakan kuesioner dan check list,sedangkan data sekunder diperoleh dari Instalasi Farmasi,Bagian Keuangan dan Bagian Logistik.Hasil: Dengan menggunakan ABC Indeks Kritis, hasil penelitianmenunjukkan bahwa dari 1007 item obat, 36 item merupakankelompok A (3,57%), 270 item obat dikelompokkan sebagaikelompok B (26,81%), dan 701 item obat merupakan kelompokC (69,61%).Kesimpulan: Metode ABC Indeks Kritis dapat membantu rumahsakit dalam merencanakan pemakaian obat denganmempertimbangkan : 1) utilisasi, 2) nilai investasi, 3) kekritisanobat (vital, esensial dan non esensial). Standar terapimerupakan aspek penting lain dalam perencanaan obat karenaakan menjadi acuan dokter dalam memberikan terapinya.

Kata kunci : ABC indeks kritis, instalasi farmasi, standar terapi,manajemen rumah sakit

PENGANTARDalam Surat Keputusan (SK) Menteri

Kesehatan No. 1333/Menkes/SK/XII/19991 tentangStandar Pelayanan Rumah Sakit (RS), menyebutkanbahwa pelayanan farmasi RS adalah bagian yangtidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatanRS yang berorientasi kepada pelayanan pasien,penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayananfarmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisanmasyarakat.

Pelayanan farmasi merupakan pelayananpenunjang dan sekaligus merupakan revenue cen-ter utama. Hal tersebut mengingat bahwa lebih dari90% pelayanan kesehatan di RS menggunakanperbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahanradiologi, bahan alat kesehatan habis, alatkedokteran, dan gas medik), dan 50% dari seluruhpemasukan RS berasal dari pengelolaan perbekalanfarmasi.2 Untuk itu, jika masalah perbekalan farmasitidak dikelola secara cermat dan penuh tanggungjawab maka dapat diprediksi bahwa pendapatan RSakan mengalami penurunan.

Dengan meningkatnya pengetahuan danekonomi masyarakat menyebabkan makinmeningkat pula kebutuhan masyarakat terhadappelayanan kefarmasian. Aspek terpenting daripelayanan farmasi adalah mengoptimalkanpenggunaan obat, ini harus termasuk perencanaanuntuk menjamin ketersediaan, keamanan dankeefektifan penggunaan obat.3 Mengingat besarnyakontribusi instalasi farmasi dalam kelancaranpelayanan dan juga merupakan instalasi yangmemberikan sumber pemasukan terbesar di RS,maka perbekalan barang farmasi memerlukan suatupengelolaan secara cermat dan penuh tanggungjawab.

Berdasarkan wawancara dengan kepala instalasifarmasi dan staf gudang farmasi, diperoleh informasibahwa belum ada perencanaan kebutuhan barang

Jurnal Manajemen Pelayanan KesehatanVOLUME 09 No. 01 Maret 2006 Halaman 19 - 26

Artikel Penelitian

Page 2: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

20 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006

Susi Suciati dkk.: Analisis Perencanaan Obat

farmasi yang menjadi dasar pengadaan barang.Selama ini, pengadaan obat dilakukan berdasarkanpada data pemakaian obat rata-rata mingguan,sehingga sering terjadi adanya pembelian obat yangtidak terencana yang harus disegerakan (cito) danpembelian ke apotek luar. Pada bulan Maret 2005,pembelian cito mencapai Rp28.466.969,00 danpembelian obat ke apotek luar pada bulan Januari –Maret 2005 mencapai Rp 81.799.636,00. Hal initentu saja sangat merugikan RS baik dari segipelayanan maupun segi keuangan.

Perhitungan stok obat juga masih bermasalahyaitu adanya ketidaksesuaian angka stok akhirantara stok fisik dengan pencatatan yang dilakukansecara manual maupun dengan sistem komputer.Sementara itu, masih ada juga dokter yang membuatresep di luar standarisasi yang telah ditetapkan olehKomite Farmasi dan Terapi (KFT). Hal ini menjadisalah satu penyebab terjadinya pembelian obat keapotek luar ataupun tidak terlayaninya resep terutamauntuk pasien tunai karena ketidaktersediaan obat.

Selain itu pada akhir bulan April 2005 saatdilakukan stock opname, diperoleh adanya obat danalat kesehatan habis pakai yang telah kadaluarsayang telah dibeli secara kontrak yaitu sekitarRp18.447.371,00 dan Rp11.875.136,00 dari totalmerupakan angka untuk obat yang kadaluarsa.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiproses perencanaan obat di Instalasi Farmasi RS.Karya Husada dan membuat analisis kebutuhan obatberdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi FarmasiRS. Karya Husada tahun 2004.

BAHAN DAN CARA PENELITIANJenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif dengan pendekatan studi kasus yangbertujuan untuk menperoleh gambaran mengenaiproses perencanaan obat di Instalasi Farmasi RS.Karya Husada dan membuat analisis kebutuhan obatberdasarkan ABC Indeks Kritis di Instalasi FarmasiRS. Karya Husada tahun 2004.

Penelitian dilakukan di Instalasi Farmasi RS.Karya Husada selama Februari dan April 2005.Informan penelitian berjumlah sepuluh orang yaituWakil Direktur Medis, Kepala Instalasi Farmasi,Kepala Unit Akutansi, Administrasi InstalasiFarmasi/Ass. Apoteker, Kepala Bagian Logistik,Kepala Bagian Mutu dan Etika Keperawatan,Dokter Tetap (Spesialis Anak), Sekretaris KomiteMedik/Dokter Umum Senior, Anggota KFT/DokterSpesialis Mata/Kepala Bagian, Penunjang Medis,dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

Pemrosesan data dimulai dengan dilakukannyapengumpulan data yang terbagi menjadi dua, yaitudata primer yang diperoleh dari hasil pengamatan atauobservasi langsung, wawancara dan pengisiankuesioner. Data tersebut dikumpulkan dan dilakukananalisis isi. Data sekunder diperoleh dari data diInstalasi Farmasi, Bagian Keuangan dan BagianLogistik. Data yang berasal dari Instalasi Farmasidikelompokkan berdasarkan analisis ABC IndeksKritis. Analisis ABC Indeks Kritis digunakan untukmeningkatkan efisiensi penggunaan dana denganpengelompokkan obat atau perbekalan farmasi,terutama obat-obatan yang digunakan berdasarkandampaknya terhadap kesehatan.4 Analisis datadilakukan dengan langkah-langkah sebagaiberikut.5

1. Menghitung nilai pakai- Menghitung total pemakaian obat- Data pemakaian obat dikelompokkan ber-

dasarkan jumlah pemakaian. Diurutkan daripemakaian terbesar sampai yang terkecil

- Kelompok A dengan pemakaian 70% darikeseluruhan pemakaian obatKelompok B dengan pemakaian 20% darikeseluruhan pemakaian obatKelompok C dengan pemakaian 10% darikeseluruhan pemakaian obat.

2. Menghitung nilai investasi- Menghitung total investasi setiap jenis

obat- Dikelompokkan berdasarkan nilai investasi

obat. Diurutkan dari nilai investasi terbesarsampai yang terkecil

- Kelompok A dengan nilai investasi 70%dari total investasi obatKelompok B dengan nilai investasi 20%dari total investasi obatKelompok C dengan nilai investasi 20%dari total investasi obat.

3. Menentukan nilai kritis obat- Menyusun kriteria nilai kritis obat- Membagikan kuesioner berupa daftar obat

kepada dokter untuk mendapatkan nilaikritis obat, dengan kriteria yang telahditentukan. Dokter yang mengisi kuesionertersebut adalah dokter yang berpengaruhterhadap peresepan dan pemakaian obat.

Kuesioner yang berisi daftar obat dibagikankepada dokter untuk mendapat penilaian mengenainilai kritis. Dari kuesioner tersebut dilakukananalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.1. Lakukan survei tentang kekritisan obat terhadap

dokter yang sering menulis resep.

Page 3: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 21

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

2. Buat rata-rata skor dari setiap jenis obat.3. Susun tabel obat dari skor tertinggi hingga skor

terrendah.4. Cek persentase (%) kumulatif

Potong % kumulatif menjadi 70% untukkelompok X, 20% kelompok Y, dan 10%kelompok Z.

Kriteria nilai kritis obat adalah :a. Kelompok X atau kelompok obat vital, adalah

kelompok obat yang sangat essensial atau vitaluntuk memperpanjang hidup, untuk mengatasipenyakit penyebab kematian ataupun untukpelayanan pokok kesehatan. Kelompok ini tidakboleh terjadi kekosongan.

b. Kelompok Y atau kelompok obat essensialadalah obat yang bekerja kausal yaitu obatyang bekerja pada sumber penyebab penyakit,logistik farmasi yang banyak digunakan dalampengobatan penyakit terbanyak. Kekosonganobat kelompok ini dapat ditolerir kurang dari48 jam.

c. Kelompok Z atau kelompok obat nonessensial,adalah obat penunjang agar tindakan ataupengobatan menjadi lebih baik, untukkenyamanan atau untuk mengatasi keluhan.Kekosongan obat kelompok ini dapat ditolerirlebih dari 48 jam.

4. Menentukan nilai indeks kritis obatUntuk mendapat NIK obat dengan menggunakanperhitungan sebagai berikut.

NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi + (2 x Nilai Kritis)

5. Pengelompokan obat ke dalam kelompok A,B dan C dengan kriteria :Kelompok A dengan NIK 9.5 - 12Kelompok B dengan NIK 6.5 – 9.4Kelompok C dengan NIK 4 – 6.4

Kelompok A dengan NIK tertinggi yaitu 12,mempunyai arti bahwa obat tersebut adalah obatdalam kategori kritis bagi sebagian besarpemakainya, atau bagi satu atau dua pemakai,tetapi juga mempunyai nilai investasi dan turnover yang tinggi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANDari hasil penelitian yang dilakukan di Instalasi

Farmasi RS. Karya Husada mengenai prosespengadaan obat, ada beberapa hal yang menjadipertimbangan, yaitu:

1. Formularium atau Standarisasi Obat danStandar Terapi

Penentuan jenis obat yang akan diguna-kan di Instalasi Farmasi RS. Karya Husadadisesuaikan dengan standarisasi obat yang telahditetapkan oleh KFT. Standarisasi ini dievaluasisetiap tahun untuk memantau kelancaranpemakaian obat yang telah dipesan oleh user(dokter). Standarisasi obat ini sangat membantudalam penyediaan kebutuhan obat.

Sebelum perencanaan pengadaan obatdibuat, obat-obat yang akan diadakan oleh RSdikonsultasikan terlebih dahulu antara pihakmanajemen, apoteker, dan dokter melalui KFT.Salah satu tugas KFT adalah membuatformularium obat RS, agar dapat memaksimalkanpenggunaan obat secara rasional. KomiteFarmasi dan Terapi (KFT) merupakan peng-hubung antara medical staff dan pelayanan farmasidalam hal penggunaan obat untuk mencapaikeamanan dan optimalisasi pelayanan.6

Formularium atau standarisasi obat yaitudaftar obat baku yang dipakai oleh RS dan dipilihsecara rasional, serta dilengkapi penjelasan,sehingga merupakan informasi obat yanglengkap untuk pelayanan medik RS.7

Berdasarkan standarisasi obat ini dokter membuatresep yang menjadi dasar pengajuan pengadaanobat.

Users (dokter) yang membuat resep obatdi luar dari daftar yang ada dalam formulariumRS mengakibatkan pengadaan obat danbarang farmasi tidak dapat direncanakan dandiadakan sesuai dengan kebutuhan RS.Sebagai contoh, item obat tertentu dan obatyang kadaluarsa menumpuk, serta item obatyang diperlukan tidak tersedia.2

Penyebab dari adanya dokter yangmembuat resep di luar standarisasi obat yangtelah ditetapkan, antara lain:1. Kelengkapan obat yang sudah masuk

dalam standarisasi belum sepenuhnyatersedia

2. Obat yang diperlukan belum masuk dalamstandarisasi obat

3. Faktor pendekatan dari bagian pemasaranperusahaan obatBila peresepan di luar standarisasi tersebut

berulang untuk obat yang sama, instalasifarmasi akan membuat pengajuan ke KFT untukdimasukkan ke dalam standarisasi. Selamaproses pengajuan dan disetujui oleh KFT, obattersebut disediakan terlebih dahulu untukmenghindari pembelian obat ke apotek luar.Form pengajuan obat baru tersebut minimal

Page 4: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

22 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006

Susi Suciati dkk.: Analisis Perencanaan Obat

disetujui oleh dua dokter untuk dapat diajukanke KFT.

Dari wawancara diketahui bahwa RS. KaryaHusada belum mempunyai standar terapi ataustandar pelayanan medis, yang ada hanyasebatas kesepakatan verbal tiap dokter dalamsetiap SMF, sehingga belum diberlakukandengan resmi. Standar terapi merupakan halyang penting dan dibuat oleh masing-masingSMF di komite medik yang diberlakukan resmibaik oleh komite medik maupun oleh pihakmanajemen RS.

2. AnggaranMulai tahun 2005, anggaran pengadaan

obat di RS. Karya Husada dibuat untuk setiapbulannya. Besarnya anggaran dibuatberdasarkan cakupan resep tahun 2004,ditambah dengan persentase kenaikan cakupanresep dari tiap-tiap pasien (tunai, jaminan,karyawan) yang besarnya berbeda setiapbulannya.

Bila dirasa pembelian sudah cukup besardan dana yang tersedia terbatas, bagiankeuangan akan melakukan koordinasi denganbagian logistik dan instalasi farmasi untukkemungkinan adanya penundaan pemesananbarang, untuk lebih memprioritaskan obatdengan pemesanan cito. Adapun untuk obatyang masih dapat disubstitusi, prosespengadaan biasanya ditunda dahulu.

Tabel 1. Pengelompokkan Obat Dengan Analisis ABCBerdasarkan Nilai Pemakaian Periode

Januari – Desember 2004

Kelompok Jumlah Item Obat

Persentase (%)

Jumlah Pemakaian

Persentase (%)

A 124 12,31 506.214 69,10 B 176 17,48 154.106 21,04 C 707 70,21 72.240 9,86

Jumlah 1007 100 732.560 100,00

3. Penetapan Kebutuhan Obat denganAnalisis ABC Indeks Kritis

Data yang digunakan untuk membuatanalisis ABC Indeks Kritis adalah datapemakaian obat selama periode bulan Januari– Desember 2004, di bagian pelayanan resepinstalasi farmasi.

Dari analisis ABC Indeks Kritis terhadap1007 obat di Instalasi Farmasi RS. KaryaHusada, diperoleh hasil berikut.

a. Nilai PemakaianDari 1007 items obat di Instalasi Farmasi

RS. Karya Husada, dikelompokkan menurutbesarnya jumlah pemakaian dengan sistem 70– 20 – 10.4 Pengelompokkan obat berdasarkannilai pemakaian obat dalam analisis ABC diInstalasi Farmasi RS. Karya Husada, didapatkanhasil sebagai berikut.Kelompok A: 124 item (12,31%) dari total item

obat di instalasi farmasi denganjumlah pemakaian 506.214(69,10%) dari jumlah pemakaianseluruhnya.

Kelompok B: 176 item (17,48%) dari total itemobat di instalasi farmasi denganjumlah pemakaian 154.106(21,04%) dari jumlah pemakaianseluruhnya.

Kelompok C: 707 item (70,21%) dari total itemobat di instalasi farmasi denganjumlah pemakaian 72.240 (9,86%)dari jumlah pemakaian seluruhnya.

Hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihatpada Tabel 1.

b. Nilai InvestasiUntuk pengelompokkan obat berdasarkan

nilai investasi obat dalam analisis ABC,didapatkan hasil sebagai berikut :Kelompok A: 76 item (7,55%) dari total item

obat di instalasi farmasi dengannilai investasi sebesarRp2.782.736.612,00 (70,16%)dari nilai investasi seluruhnya.

Kelompok B:169 item (16,78%) dari total itemobat di instalasi farmasi dengannilai investasi sebesarRp801.463.078,00 (20,21%) darinilai investasi seluruhnya.

Kelompok C: 76 item (7,55%) dari total itemobat di instalasi farmasi dengannilai investasi sebesarRp382.215.061,00 (9,64%) darinilai investasi seluruhnya.

Hasil pengelompokkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengelompokkan Obat Dengan Analisis ABCBerdasarkan Nilai Investasi Periode

Januari – Desember 2004

Page 5: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 23

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Kelompok A dan B menyerap biayainvestasi sebesar 90% dari total investasikeseluruhan, sehingga memerlukan perhatiankhusus pada pengendalian persediaan agarselalu dapat terkontrol. Stok untuk keduakelompok ini hendaknya ditekan serendahmungkin, tetapi frekuensi pembelian dilakukanlebih sering, seperti yang selama ini dilakukanyaitu setiap minggu. Hanya yang perludiperhatikan kerja sama yang baik denganpihak supplier agar pemesanan dapat dipenuhitepat waktu, sehingga tidak terjadi kekosonganpersediaan.

Analisis ABC ini dapat digunakan, apalagibila sudah adanya standarisasi obat. Untuk itudiperlukan kerja sama dan koordinasi yangbaik dengan unit terkait, misalnya bagiankeuangan, logistik, dokter, serta unit pelayananlainnya.

c. Nilai KritisPengelompokan obat dengan menggunakan

nilai kritis obat dibuat berdasarkan efek terapiatau manfaat terapetik obat terhadap kesehatanpasien dengan mempertimbangkan efisiensipenggunaan dana yang ada.

Dari pengelompokkan terhadap nilai kritisdiperoleh hasil sebagai berikut.Kelompok X: 86 item (8,54%) dari total item

obatKelompok Y: 461 item (45,78%) dari total item

obatKelompok Z: 460 item (45,68%) dari total item

obatPengelompokan obat dengan memper-

timbangkan nilai kritis obat berdasarkandampaknya terhadap kesehatan pasien denganmempertimbangkan efisiensi penggunaan danayang ada.4 Melihat pengaruh atau efek obattersebut terhadap pasien, tentu hal ini sangattergantung dari informan yang melakukanpengelompokkan obat tersebut, sehinggasangat mungkin untuk item obat yang samakarena informannya berbeda maka kelompokobatnya pun menjadi berbeda pula. Selain itubanyaknya item obat yang tersedia (1007 item),menimbulkan kesulitan tersendiri mengingatketerbatasan waktu yang dipunyai doktersebagai user, dan tidak semua informan hafalterhadap semua jenis item obat tersebut.

Dari kuesioner yang diisi dokter untukmemberikan penilaian terhadap nilai kritis obat,didapatkan hasil seperti pada Tabel 3, yaitu

Kelompok X: 86 item (8,54%) dari total item obat,Kelompok Y: 461 item (45,78%) dari total itemobat, Kelompok Z: 460 item (45,68%) dari totalitem obat.

Tabel 3. Pengelompokkan Obat Dengan Analisis ABCBerdasarkan Nilai Kritis Obat

Periode Januari – Desember 2004

Kelompok Jumlah Item Obat

Persentase (%)

X 86 8,54 Y 461 45,78 Z 460 45,68

Jumlah 1007 100

d. Nilai Indeks KritisDari hasil perhitungan didapat hasil

sebagai berikut:Kelompok A: dengan NIK 9.5 – 12, sebanyak

36 item obat (3,57%) dari totalitem obat.

Kelompok B: dengan NIK 6.5 – 9.4, sebanyak270 item (26,88%) dari total itemobat.

Kelompok C: dengan NIK 4 – 6.4, sebanyak701 item (69,61%) dari total itemobat.

Hasil pengelompokkan tersebut dapat dilihatpada Tabel 4.

Tabel 4. Pengelompokkan Obat Dengan Analisis ABCIndeks Kritis Periode Januari – Desember

Kelompok Jumlah Item Obat

Persentase (%)

A 36 3,57 B 270 26,81 C 701 69,61

Jumlah 1007 100

Kelompok A dengan NIK 9.5 – 12, sebanyak36 item obat atau sebesar 3,57% dari total item obat.Obat-obat dalam kelompok ini tidak boleh terjadikekosongan mengingat efek terapinya terhadappasien. Pemesanan dapat dilakukan dalam jumlahsedikit tetapi frekuensi pemesanan lebih sering dankarena nilai investasinya yang cukup besarberpotensi memberikan keuntungan yang besar pulauntuk RS, maka kelompok ini memerlukanpengawasan dan monitoring obat dengan ketat,pencatatan yang akurat dan lengkap, sertapemantauan tetap oleh pengambil keputusan yangberpengaruh, misalnya oleh Kepala Instalasi Farmasidan Kepala Bagian Logistik secara langsung.

Page 6: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

24 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006

Susi Suciati dkk.: Analisis Perencanaan Obat

Pemesanan dapat dalam jumlah sedikit tetapifrekuensi pemesanan lebih sering.

Kelompok B dengan NIK 6.5 – 9.4 sebanyak270 item atau sebesar 26,88% dari total item obat.Kekosongan obat ini dapat ditoleransi tidak lebih dari24 jam, dengan frekuensi pemesanan lebih jarangmisalnya setiap dua minggu, tetapi jumlahpemesanan boleh relatif lebih banyak. Pengawasandan monitoring terhadap kelompok ini tidak terlaluketat dibandingkan kelompok I, misalnya dilakukansetiap tiga atau enam bulan sekali.

Kelompok C dengan NIK 4 – 6.4, sebanyak701 item atau sebesar 69,61% dari total item obat.Kekosongan obat untuk kelompok ini dapat lebihdari 24 jam, dengan frekuensi pemesanan dapatdilakukan lebih jarang, disesuaikan dengankebutuhan dan dana yang tersedia misalnyasebulan satu kali. Pengawasan dan monitoringterhadap kelompok ini dapat lebih longgar, misalnyadilakukan enam bulan atau satu tahun sekali.

Sering terjadinya kekosongan obat, pembeliancito, pembelian ke apotek luar ataupun adanya obatkadaluwarsa di Instalasi Farmasi RS. KaryaHusada disebabkan tidak adanya perencanaan yangtepat terhadap kebutuhan dan pengelolaan obat.Dengan menggunakan analisis ABC Indeks Kritisdapat dilakukan pengadaan dan pengawasan obatdengan prioritas sesuai hasil analisis ABC IndeksKritis, yang bertujuan efisiensi penggunaan dana danefektivitas efek terapi obat terhadap pasien.

Dari beberapa penelitian serupa yang dilakukansebelumnya, pengklasifikasian obat denganmenggunakan analisis ABC Indeks Kritis sangatsesuai untuk melakukan prioritas pengadaan danpengawasan penggunaan obat, sehingga lebihefisien dan efektif, terutama untuk RS yangmempunyai keterbatasan dana dan SDM.10,11 Hanyasaja banyaknya item obat juga perlu dipertimbangkankembali mengingat banyaknya item obat dengannama dagang yang berbeda tetapi mempunyai efekterapi yang sama. Karena penyederhanaan jenis danjumlah item obat, penggunaan atau aplikasi analisisABC Indeks Kritis akan lebih mudah dilakukan,terutama pembatasan dalam kelompok C, mengingatjumlahnya sangat banyak yaitu 69,617% sementaraefek terapinya merupakan obat penunjang saja.Untuk itu peran KFT dalam menyusun standarisasiobat sangat diperlukan.

4. Pemakaian Periode SebelumnyaMenurut Silalahi12 salah satu faktor penting

dalam perencanaan obat adalah pemakaianperiode sebelumnya. Perencanaan obat di InstalasiFarmasi RS. Karya Husada dilakukan berdasarkan

penggunaan data pemakaian obat selama satuminggu sebelumnya.

5. Lead time dan Stok PengamanLead time atau masa tenggang yang

dibutuhkan dari mulai pemesanan obat dilakukansampai pengiriman barang. Lead time obat di RS.Karya Husada rata-rata 1 – 3 hari. Bila proses diinstalasi farmasi cepat dan stok obat sesuai antarayang dicantumkan pada form permintaan obatdengan stok yang ada dalam sistem komputerisasi,maka tidak ditemukan masalah pada pemesananbarang dan pembayaran obat. Bila pembayaranobat sesuai dengan jatuh temponya, maka tidakada penundaan pengiriman barang yang telahdipesan. Masalah terjadi bila pembelian obat dirasasudah cukup tinggi, maka beberapa pesanan obatdengan pertimbangan tertentu akan dilakukanpenundaan pemesanan, dan hal tersebut akanmengganggu ketersediaan obat.

Stok pengaman diperlukan untuk menghindarikekosongan obat akibat kenaikan jumlah pemakaian.Besarnya stok pengaman dapat ditentukan antaralain dengan berdasarkan lead time. Penetapan stokpengaman obat di Instalasi Farmasi RS. KaryaHusada dilakukan berdasarkan estimasi pemakaian1 – 2 hari, sedangkan untuk di ruang perawatan atautindakan berdasarkan perkiraan pemakaian harian(satu hari).

6. Stok Akhir dan Kapasitas GudangBesarnya persediaan (stok akhir) dan

komposisi obat yang dimiliki dapat diketahui setelahdiadakan penyetokan (stock opname) pada setiapperiode, sehingga agar tujuan inventory controltercapai yaitu terciptanya keseimbangan antarapersediaan dan permintaan, maka stock opnameharus seimbang dengan permintaan pada satuperiode waktu tertentu.

Besarnya stok akhir obat menjadi dasarpengadaan obat karena dari stok akhir tidak sajadiketahui jumlah dan jenis obat yang diperlukan, tetapijuga diketahui percepatan pergerakan obat, sehinggakita dapat menentukan obat-obat yang bergerak cepat(laku keras) dapat disediakan lebih banyak.13

Untuk perhitungan stok akhir di instalasi farmasiRS. Karya Husada, sering terjadi ketidaksesuaian dataantara pencatatan manual instalasi farmasi dengandata yang tercantum di sistem komputerisasi, hinggabelum ada penetapan stok. Namun informasi stok akhirdari instalasi farmasi tetap dijadikan pertimbangan bagipengajuan atau pemesanan obat, tetapi yang menjadipertimbangan utama tetap pada jumlah pemakaianperiode sebelumnya.

Page 7: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006 25

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Salah satu aspek penting lain yang harusdiperhatikan dalam kegiatan pengadaan obatadalah kapasitas gudang.14 Fasilitas pendukungkegiatan yang memadai merupakan salah satuupaya meningkatkan motivasi kerja pegawai dalammenyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Namun,tidak selamanya fasilitas tersebut ada di instalasifarmasi. Secara umum sekalipun instalasi farmasimerupakan revenue center utama RS namunsering fasilitas pelayanannya minim danmemprihatinkan, misalnya gudang yang tidakmemenuhi syarat. Akibatnya, instalasi farmasibekerja lambat mengantisipasi keperluan yang ur-gent dan sulit berkembang.2 Hal tersebutdikarenakan kapasitas gudang terkait erat dengankegiatan penyimpanan, maka seluruh kegiatanpengelolaan obat menjadi sia-sia bila prosespenyimpanan obat tidak terlaksana dengan baik.8

Untuk itu maka proses pengadaan sebaiknyamempertimbangkan kapasitas gudang yang dimilikiRS, sehingga perubahan mutu obat terjadi karenatidak tepatnya proses penyimpanan dapat dihindari.Kondisi gudang farmasi yang sedang dalam masatransisi, juga menjadi pertimbangan dalam prosespengadaan obat, karena masih ada obat yang tidakdisimpan pada tempat yang seharusnya,dikarenakan tempat penyimpanan yang terbatas.

7. Jumlah Kunjungan dan Pola PenyakitIdealnya pemilihan obat juga dilakukan setelah

mengetahui gambaran pola penyakit, karakteristikpasien. Sedangkan jumlah kunjungan lebihberpengaruh terhadap jumlah obat yang harusdisediakan.4 Data atau informasi jumlah kunjungantiap-tiap penyakit harus diketahui dengan tepat,sehingga dapat dipakai sebagai dasar penetapanpengadaan obat, terutama bila kita akan menggunakanmetode epidemiologi.

Jumlah kunjungan dan pola penyakit menjadipertimbangan bagi pengadaan obat di Instalasifarmasi RS. Karya Husada. Karena pengajuanpengadaan obat dilakukan setiap minggu, denganjumlah pemesanan diasumsikan untuk pemakaiansatu minggu, maka peningkatan atau penurunanjumlah kunjungan, serta adanya trend penyakityang ditemukan, secara langsung berpengaruhpada pemakaian. Namun karena perkiraan jumlahkunjungan dan pola penyakit tidak diperhitungkansebelum adanya perubahan jumlah kunjungan danpola penyakit tersebut, melainkan pada saat atausetelah trend itu terjadi, yaitu dilihat darimeningkatnya pemakaian akibatnya pemesananatau pembelian obat secara cito tidak dapatdihindari.

KESIMPULAN DAN SARANAspek yang perlu dipertimbangkan dalam

perencanaan obat di RS yaitu standarisasi obat atauformularium, anggaran, pemakaian periodesebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang, leadtime dan stok pengaman, jumlah kunjungan dan polapenyakit, standar terapi, penetapan kebutuhan obatdengan menggunakan ABC Indeks Kritis.

Penggunaan ABC Indek Kritis secara efektifdapat membantu RS dalam membuat perencanaanobat dengan mempertimbangkan aspek pemakaian,nilai investasi, kekritisan obat dalam halpenggolongan obat vital, essensial dannonessensial. Standar terapi merupakan aspekpenting lain dalam perencanaan obat karena akanmenjadi acuan dokter dalam memberikan terapinya.

KEPUSTAKAAN1. Departemen Kesehatan RI. SK Menkes No.

1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang StandarPelayanan Rumah Sakit DepartemenKesehatan Republik Indonesia. Jakarta.1999.

2. Yusmainita. Pemberdayaan Instalasi FarmasiRumah Sakit Bagian I, diambil dari http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012002/top-1.htm. Tanggal 30 Maret 2005.

3. Hamid, T.B.J. Elemen Pelayanan MinimumFarmasi di Rumah Sakit, Direktorat JendralPelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan,Depertemen Kesehatan RI, diambil dari http://www.yanfar.go.id. Tanggal 10 Juni 2005.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Pedoman perencanaan dan Pengelolaan Obat.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta. 1990.

5. Junadi, P. Modul Kuliah Manajemen Logistikdan Farmasi Rumah Sakit. Fakultas KesehatanMasyarakat. Universitas Indonesia. Depok.2000.

6. Ramadhan, R., Sandi, I. Analisa Perencanaandan Pengendalian Obat di Instalasi FarmasiRumah Sakit Karya Bhakti Tahun 2003. Pro-gram Studi Kajian Administrasi RS. UniversitasIndonesia. Depok. Jurnal MARSI. 2004;V(1).

7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Permenkes RI Nomor 085/Menkes/Per/I/1989,Tentang Obat Generik. Departemen KesehatanRepublik Indonesia. Jakarta. 1989.

8. Subagya. Manajemen Logistik. Penerbit CV.Hanmas Agung. Jakarta. 1994.

9. Rangkuti, F. Manajemen Persediaan, Aplikasidi Bidang Bisnis, Manajemen. PT Raja GrafindoPersada. Jakarta. 1996.

Page 8: Analisis Perencanaan Obat Berdasarkan (1)

26 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 09, No. 1 Maret 2006

Susi Suciati dkk.: Analisis Perencanaan Obat

10. Purwaningrum, Y. Perencanaan Kebutuhan Obatdi Bagian Administrasi Logistik KesehatanRumah Sakit Pusat Angkatan Darat GatotSoebroto Jakarta. Fakultas KesehatanMasyarakat. Universitas Indonesia. Depok. 2001.

11. Arnawilis. Proses Perencanaan Obat di RumahSakit “Ibnu Sina” Yarsi Riau – Pekan BaruTahun 2000. Program Pascasarjana FakultasKesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.Depok. 2001.

12. Silalahi, B.N.B. Prinsip Manajemen RumahSakit. Lembaga Pengembangan ManajemenIndonesia. Jakarta. 1989.

13. Anief, M. Manajemen Farmasi. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta. 1995.

14. Bowersox, D.J. Manajemen Logistik, IntegrasiSistem-Sistem Manajemen Distribusi Fisik danManajemen Material. Bumi Aksara. Jakarta.1986.