ANALISIS PERBANDINGAN QUALITY OF SERVICE ROUTEROS …
Transcript of ANALISIS PERBANDINGAN QUALITY OF SERVICE ROUTEROS …
ANALISIS PERBANDINGAN QUALITY OF SERVICE
ROUTEROS MIKROTIK DENGAN ZEROSHELL
MENGGUNAKAN TEKNIK
LOAD BALANCING DAN FAILOVER
SKRIPSI
PRAJA RISNALDY
4616030009
PROGRAM STUDI TEKNIK MULTIMEDIA DAN JARINGAN
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2020
ANALISIS PERBANDINGAN QUALITY OF SERVICE
ROUTEROS MIKROTIK DENGAN ZEROSHELL
MENGGUNAKAN TEKNIK
LOAD BALANCING DAN FAILOVER
SKRIPSI
Dibuat untuk Melengkapi Syarat-Syarat yang Diperlukan
untuk Memperoleh Diploma Empat Politeknik
PRAJA RISNALDY
4616030009
PROGRAM STUDI TEKNIK MULTIMEDIA DAN JARINGAN
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2020
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Praja Risnaldy
NIM : 4616030009
Tanggal : 6 Juni 2020
Tanda Tangan :
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh:
Nama : Praja Risnaldy
NIM : 4616030009
Program Studi : Teknik Multimedia dan Jaringan
Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Quality of Service
RouterOS MikroTik dengan Zeroshell
Menggunakan Teknik Load Balancing dan
Failover
Telah diuji oleh tim penguji dan pembimbing dalam Sidang Skripsi pada hari Senin,
tanggal 29, bulan Juni, tahun 2020, dan dinyatakan LULUS.
Disahkan oleh
Pembimbing : Drs. Abdul Aziz, M.MSI.
Penguji I : Defiana Arnaldy, S.TP., M.Si.
Penguji II : Maria Agustin, S.Kom., M.Ko
Penguji III : Ayu Rosyida Zain, S.ST., M.T
iii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, meskipun banyak proses penelitian
harus dilakukan pada masa pandemi, corona virus diseases 2019 atau covid-19.
Covid-19 dinyatakan sebagai pandemi dengan Indonesia menjadi salah satu negara
yang terjangkit. Sehingga, mengharuskan setiap individu untuk mengurangi
kegiatan di luar rumah.
Penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Diploma Empat atau Sarjana Terapan di Politeknik Negeri Jakarta. Fokus
penelitian ini adalah pembuatan sistem load balancing dan failover pada routerOS
MikroTik dan Zeroshell serta membandingkan kedua sistem berdasarkan parameter
Quality of Service. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, penelitian ini akan sangat sulit untuk diselesaikan. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Mauldy Laya, S.Kom., M.Kom., selaku ketua jurusan Teknik
Informatika dan Komputer Politeknik Negeri Jakarta;
2. Bapak Defiana Arnaldy, S.Tp., M.Si., selaku kepala program studi Teknik
Multimedia dan Jaringan jurusan Teknik Informatika dan Komputer Politeknik
Negeri Jakarta;
3. Bapak Drs. Abdul Aziz, M.MSI., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan selama
proses penelitian;
4. Bapak Defiana Arnaldy, S.TP., M.Si., Ibu Maria Agustin, S.Kom., M.Kom.,
dan Ibu Ayu Rosyida Zain, S.ST., M.T., selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan kritik, arahan, dan masukan sehingga penulisan penelitian ini
menjadi lebih baik.
5. Semua pihak yang telah berjuang melawan covid-19, terkhusus tenaga medis,
selaku pihak yang sangat berkorban secara profesional dan telah memberikan
optimisme yang besar;
iv
6. Orang tua dan keluarga, selaku pihak yang telah memberikan dukungan dan
bimbingan moral dan material; serta
7. Kakak-kakak program studi Teknik Multimedia dan Jaringan angkatan 2015,
teman-teman sesama program studi, dan sahabat atas segala bantuan dan
dukungannya.
Penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan dari semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan. Semoga
penelitian ini membawa manfaat, terkhusus bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Limapuluh Kota, 6 Juni 2020
Praja Risnaldy
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas academica Politeknik Negeri Jakarta, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Praja Risnaldy
NIM : 4616030009
Program Studi : Teknik Multimedia dan Jaringan
Jurusan : Teknik Informatika dan Komputer
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Politeknik Negeri Jakarta Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS PERBANDINGAN QUALITY OF SERVICE ROUTEROS MIKROTIK
DENGAN ZEROSHELL MENGGUNAKAN TEKNIK LOAD BALANCING DAN
FAILOVER
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Politeknik Negeri Jakarta berhak menyimpan, mengalihmedia /
format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Limapuluh Kota, Pada tanggal : 6 Juni 2020
Yang menyatakan,
Praja Risnaldy
vi
ANALISIS PERBANDINGAN QUALITY OF SERVICE ROUTEROS
MIKROTIK DENGAN ZEROSHELL MENGGUNAKAN TEKNIK
LOAD BALANCING DAN FAILOVER
Abstrak
Internet menjadi semakin dibutuhkan. Terbukti dari peningkatan jumlah pengguna setiap
tahun. Namun, tidak didukung dengan mutu jaringan yang seimbang. Masalah yang sering
terjadi dalam mengakses internet adalah ISP sering down dan koneksi internet cenderung
lambat. Sehingga, diperlukan multi koneksi menggunakan dua ISP untuk memenuhi
kebutuhan internet yang besar dengan penerapan teknik load balancing dan failover.
Penerapan ini membutuhkan routerOS, di antaranya MikroTik dan Zeroshell. Penelitian
ini menerapkan load balancing dengan metode pada MikroTik adalah PCC dan pada
Zeroshell adalah weight round-robin. Penelitian dimulai dengan pengumpulan data,
perancangan, realisasi, pengujian, dan diakhiri dengan analisis hasil pengujian sebagai
hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan load balancing dan failover dapat berfungsi
pada kedua routerOS. Kinerja kedua teknik pada MikroTik lebih baik dari Zeroshell,
diukur dari nilai parameter QoS, yaitu throughput, packet loss, delay, dan jitter.
Berdasarkan standar TIPHON, load balancing pada kedua routerOS memiliki nilai
throughput, packet loss, dan delay berkategori “Sangat Bagus” dengan indeks 4 dan nilai
jitter berkategori “Bagus” dengan indeks 3 serta failover pada kedua routerOS memiliki
nilai delay berkategori “Jelek” dengan indeks 1. Berdasarkan standar ITU-T, load
balancing pada kedua routerOS memiliki nilai packet loss dan delay berkategori “Baik”
serta failover pada kedua routerOS memiliki nilai delay berkategori“Buruk”.
Kata kunci :Failover; Load Balancing; MikroTik; QoS; Zeroshell.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. x
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................... 3
1.4 Tujuan dan Manfaat .................................................................................... 3
1.5 Metode Penyelesaian Masalah .................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7
2.1 Load Balancing ........................................................................................... 7
2.1.1 Algoritma Load Balancing .......................................................................... 7
2.1.1.1 Algoritma Hashing ...................................................................................... 8
2.1.1.2 Algoritma Round-Robin .............................................................................. 8
2.1.2 Metode Load Balancing .............................................................................. 8
2.1.2.1 Per Connection Classifier ........................................................................... 9
2.1.2.2 Weight Round-Robin ................................................................................... 9
2.2 Failover ..................................................................................................... 10
2.3 MikroTik ................................................................................................... 11
2.4 Zeroshell .................................................................................................... 13
2.5 Parameter Quality of Service ..................................................................... 13
2.5.1 Throughput ................................................................................................ 14
2.5.2 Packet Loss ................................................................................................ 15
2.5.3 Delay ......................................................................................................... 16
2.5.4 Jitter .......................................................................................................... 17
viii
2.6 Penelitian Sejenis ......................................................................................... 18
BAB III ................................................................................................................. 20
PERENCANAAN DAN REALISASI ................................................................ 20
3.1 Deskripsi Sistem ........................................................................................ 20
3.1.1 Cara Kerja Sistem ...................................................................................... 21
3.1.2 Spesifikasi Sistem ..................................................................................... 24
3.1.3 Diagram Blok Sistem ................................................................................ 25
3.2 Realisasi Sistem ......................................................................................... 26
3.2.1 Realisasi Load Balancing dan Failover pada MikroTik ........................... 26
3.2.2 Realisasi Load Balancing dan Failover pada Zeroshell ............................ 34
BAB IV ................................................................................................................. 39
PEMBAHASAN .................................................................................................. 39
4.1 Pengujian ................................................................................................... 39
4.1.1 Deskripsi Pengujian ................................................................................... 39
4.1.2 Prosedur Pengujian .................................................................................... 40
4.1.3 Data Hasil Pengujian ................................................................................. 44
4.2 Analisis Data / Evaluasi ............................................................................ 63
BAB V ................................................................................................................... 76
PENUTUP ............................................................................................................ 76
5.1 Simpulan .................................................................................................... 76
5.2 Saran .......................................................................................................... 76
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 78
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Throughput Versi TIPHON .................................................................. 14
Tabel 2.2 Packet Loss Versi TIPHON .................................................................. 15
Tabel 2.3 Packet Loss Versi ITU-T G.1010 ......................................................... 16
Tabel 2.4 Delay Versi TIPHON ............................................................................ 17
Tabel 2.5 Delay Versi ITU-T G.114 ..................................................................... 17
Tabel 2.6 Jitter Versi TIPHON ............................................................................. 18
Tabel 3.1 Spesifikasi Sistem ................................................................................. 24
Tabel 3.2 Alokasi IP Address................................................................................ 25
Tabel 3.3 Konfigurasi Mangle .............................................................................. 30
Tabel 4.1 Perencanaan Pengujian Skenario Pertama ............................................ 40
Tabel 4.2 Perencanaan Pengujian Skenario Kedua ............................................... 42
Tabel 4.3 Perencanaan Pengujian Skenario Ketiga............................................... 43
Tabel 4.4 Perencanaan Pengujian Skenario Keempat ........................................... 44
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.cbn.id .................... 45
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.cbn.id ....................... 46
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.cbn.id ....................... 47
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.cbn.id ................... 47
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.net ......................... 49
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.net .......................... 50
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.net .......................... 51
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.net ...................... 52
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Skenario Pertama ...................................................... 52
Tabel 4.14 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Download Video ................. 54
Tabel 4.15 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Download Video .................... 56
Tabel 4.16 Hasil Pengujian Skenario Kedua......................................................... 57
Tabel 4.17 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Streaming Film.................... 58
Tabel 4.18 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Streaming Film ...................... 60
Tabel 4.19 Hasil Pengujian Skenario Ketiga ........................................................ 61
Tabel 4.20 Hasil Pengujian Failover Tahap Pertama ........................................... 62
Tabel 4.21 Hasil Pengujian Failover Tahap Kedua .............................................. 63
Tabel 4.22 Hasil Pengujian Skenario Keempat..................................................... 63
Tabel 4.23 Kategori dan Indeks TIPHON Skenario Kedua .................................. 68
Tabel 4.24 Kategori ITU-T Skenario Kedua......................................................... 69
Tabel 4.25 Kategori dan Indeks TIPHON Skenario Ketiga .................................. 72
Tabel 4.26 Kategori ITU-T Skenario Ketiga ........................................................ 73
Tabel 4.27 Kategori dan Indeks TIPHON Skenario Keempat .............................. 75
Tabel 4.28 Ketegori ITU-T Skenario Keempat..................................................... 75
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Diagram Alir Metode Penyelesaian Masalah ...................................... 4
Gambar 2.1 Load Balancing dengan 2 ISP ............................................................. 7
Gambar 2.2 Metode Weight Round-Robin ............................................................ 10
Gambar 3.1 Skema Pengiriman Paket Load Balancing pada MikroTik ............... 22
Gambar 3.2 Skema Pengiriman Paket Load Balancing pada Zeroshell ............... 23
Gambar 3.3 Diagram Blok Load Balancing dan Failover pada MikroTik ........... 25
Gambar 3.4 Diagram Blok Load Balancing dan Failover pada Zeroshell ........... 26
Gambar 3.5 Interface pada MikroTik ................................................................... 27
Gambar 3.6 Bridge pada MikroTik ....................................................................... 27
Gambar 3.7 Konfigurasi Interface ........................................................................ 28
Gambar 3.8 Konfigurasi IP Address ..................................................................... 29
Gambar 3.9 Konfigurasi DHCP Server pada MikroTik ....................................... 29
Gambar 3.10 Konfigurasi Mangle......................................................................... 30
Gambar 3.11 Konfigurasi PCC Rules 3/0 pada Interface ISP1-Telkomsel .......... 32
Gambar 3.12 Konfigurasi PCC Rules 3/1 pada Interface ISP1-Telkomsel .......... 32
Gambar 3.13 Konfigurasi PCC Rules 3/2 pada Interface ISP1-Tri ...................... 32
Gambar 3.14 Beban Masing-Masing Gateway pada MikroTik ........................... 33
Gambar 3.15 Konfigurasi Routing ........................................................................ 33
Gambar 3.16 Konfigurasi NAT pada MikroTik ................................................... 34
Gambar 3.17 Interface PPP0 ................................................................................. 35
Gambar 3.18 Interface PPP1 ................................................................................. 35
Gambar 3.19 Interface pada Zeroshell .................................................................. 36
Gambar 3.20 Konfigurasi DHCP Server pada Zeroshell ...................................... 37
Gambar 3.21 Konfigurasi NetBalancer................................................................. 37
Gambar 3.22 Beban Masing-Masing Gateway pada Zeroshell ............................ 38
Gambar 3.23 Konfigurasi NAT pada Zeroshell .................................................... 38
Gambar 4.1 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.cbn.id................. 44
Gambar 4.2 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.cbn.id ................... 45
Gambar 4.3 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.cbn.id ................... 46
Gambar 4.4 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.cbn.id ............... 47
Gambar 4.5 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.net...................... 48
Gambar 4.6 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.net ........................ 49
Gambar 4.7 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.net ........................ 50
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.net .................... 51
Gambar 4.9 Capturing Packets Tahap Pertama dengan Download Video ........... 53
Gambar 4.10 Capturing Packets Tahap Kedua dengan Download Video............ 55
Gambar 4.11 Capturing Packets Tahap Pertama dengan Streaming Film ........... 57
Gambar 4.12 Capturing Packets Tahap Kedua dengan Streaming Film .............. 59
Gambar 4.13 Capturing Packets Tahap Pertama Pengujian Failover .................. 61
Gambar 4.14 Capturing Packets Tahap Kedua Pengujian Failover ..................... 62
Gambar 4.15 Perbandingan Throughput Pengujian dengan Speedtest.cbn.id ...... 64
xi
Gambar 4.16 Perbandingan Throughput Pengujian dengan Speedtest.net ........... 65
Gambar 4.17 Throughput Pengujian dengan Speedtest.cbn.id dan Speedtest.net 66
Gambar 4.18 Perbandingan Throughput Pengujian Skenario Kedua ................... 66
Gambar 4.19 Perbandingan Delay Pengujian Skenario Kedua ............................. 67
Gambar 4.20 Perbandingan Jitter Pengujian Skenario Kedua .............................. 68
Gambar 4.21 Perbandingan Throughput Pengujian Skenario Ketiga ................... 70
Gambar 4.22 Perbandingan Delay Pengujian Skenario Ketiga ............................ 71
Gambar 4.23 Perbandingan Jitter Pengujian Skenario Ketiga.............................. 71
Gambar 4.24 Perubahan Time To Live pada MikroTik ......................................... 73
Gambar 4.25 Perubahan Time To Live pada Zeroshell ......................................... 74
Gambar 4.26 Perbandingan Delay Pengujian Skenario Keempat ......................... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Internet menjadi tempat bagi setiap pengguna untuk saling terhubung dalam
jaringan yang sangat luas (Fauzi, et al., 2018). Untuk bisa menggunakan internet
dibutuhkan Internet Service Provider (ISP) sebagai penyedia layanan internet, baik
untuk sambungan lokal maupun internasional. Sambungan lokal menyediakan
interkoneksi antar ISP di Indonesia agar saling terhubung satu sama lain, sedangkan
sambungan internasional menyediakan bandwidth yang dapat digunakan untuk
terhubung ke backbone internasional (Nasser & Witono, 2016).
Kebutuhan bandwidth semakin hari semakin meningkat seiring bertambahnya
jumlah pengguna internet (Hidayat, et al., 2019). Tahun 2005 sampai tahun 2019
jumlah pengguna internet di dunia selalu bertambah setiap tahun (Clement, 2020).
Jumlah pengguna di Asia pada pertengahan tahun 2019 sebanyak 55% dari total
seluruh pengguna internet di dunia yang berjumlah kurang lebih 4,5 miliar
(Miniwatts Marketing Group, 2019). Peningkatan jumlah pengguna internet tidak
didukung dengan mutu jaringan internet yang seimbang (Darmawan & Imanto,
2017). Masalah yang sering dihadapi pengguna untuk mengakses internet adalah
ISP yang sering down dan koneksi internet yang cenderung lambat (Sadikin, et al.,
2019) (Shrivastava, et al., 2018) (Antodi, et al., 2017). Sehingga, perlu diadakan
multi koneksi yang menggunakan 2 jalur lSP yang berbeda untuk dapat digunakan
secara bersamaan agar didapat bandwidth yang besar demi memenuhi kebutuhan
internet yang besar dengan memanfaatkan teknik load balancing dan failover
(Suryanto, et al., 2018).
Load balancing adalah teknik yang berfungsi agar traffic dapat berjalan lebih baik,
memaksimalkan throughput, memperkecil delay, dan menghindari overload pada
salah satu jalur (Rasna & Ashari, 2019) . Failover adalah teknik di mana ketika
salah satu koneksi gateway terputus, maka gateway lain secara otomatis menjadi
backup dan menopang semua traffic jaringan (Suryanto, et al., 2018).
2
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Penerapan load balancing dan failover memerlukan routerOS di antaranya adalah
MikroTik dan Zeroshell (Frayogi, et al., 2018). Penelitian mengenai load balancing
maupun failover sudah cukup banyak dilakukan, seperti penelitian mengenai
implementasi load balancing dua ISP menggunakan MikroTik (Oktivasari &
Sanjaya, 2015), implementasi high availability server menggunakan metode load
balancing dan failover (Rosalia, et al., 2016), implementasi load balancing dan
failover berbasis MikroTik router (Suryanto, et al., 2018), dan penelitian mengenai
aplikasi load balancing dengan metode Nth (Rasna & Ashari, 2019).
Penelitian-penelitian tersebut membahas tentang implementasi load balancing
maupun failover. Penelitian mengenai analisis kinerja perlu dilakukan untuk
mendapatkan hasil berupa perbandingan kinerja pada suatu sistem yang akan
diimplementasikan. (Frayogi, et al., 2018), melakukan penelitian mengenai
perbandingan kinerja routerOS MikroTik dan Zeroshell menggunakan mekanisme
load balancing serta failover. Perbandingan kinerja dilakukan untuk
membandingkan kinerja load balancing metode Nth pada MikroTik dengan load
balancing metode weight round-robin pada Zeroshell serta membandingkan kinerja
failover pada MikroTik dengan failover pada Zeroshell.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan sama dengan penelitian (Frayogi, et al.,
2018), salah satunya, yaitu melakukan perbandingan kinerja routerOS MikroTik
dengan Zeroshell menggunakan teknik load balancing dan failover, namun untuk
perbandingan kinerja, dilakukan analisis Quality of Service (QoS) dengan
parameter throughput, packet loss, delay, dan jitter yang selanjutnya akan
ditentukan kategori layanan dengan standar QoS Telecommunications and Internet
Protocol Harmonization Over Networks (TIPHON) dan ITU Telecommunication
Standardization Sector (ITU-T), serta menggunakan metode load balancing yang
berbeda pada routerOS MikroTik, yaitu Per Connection Classifier (PCC).
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah teknik load balancing dengan metode PCC dan teknik failover dapat
berfungsi pada routerOS MikroTik.
3
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
2. Apakah teknik load balancing dengan metode weight round-robin dan teknik
failover dapat berfungsi pada routerOS Zeroshell.
3. Bagaimana perbandingan kinerja load balancing pada MikroTik dengan load
balancing pada Zeroshell berdasarkan parameter QoS.
4. Bagaimana perbandingan kinerja failover pada MikroTik dengan failover pada
Zeroshell berdasarkan parameter pengujian QoS.
5. Bagaimana kategori masing-masing parameter QoS berdasarkan standar
TIPHON dan ITU-T.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah yang ditentukan dalam penelitian ini adalah:
1. Modem yang digunakan sebagai ISP adalah modem GSM Huawei E220.
2. Load balancing pada MikroTik menggunakan metode PCC dan load balancing
pada Zeroshell menggunakan metode weight round-robin.
3. Perbandingan QoS load balancing pada kedua routerOS menggunakan
parameter throughput, delay, packet loss, dan jitter, sementara perbandingan
QoS failover pada kedua routerOS menggunakan parameter delay.
4. Standar QoS yang digunakan untuk menentukan kategori parameter QoS adalah
TIPHON, ITU-T G.1010, dan ITU-T G.114.
5. Pengujian sistem load balancing dilakukan dengan internet speed tester,
dengan download video, dan dengan streaming film, serta pengujian sistem
failover dilakukan dengan melakukan ping ke situs Google.
6. Pengujian load balancing dengan download video dilakukan dengan melakukan
download satu buah video yang berukuran 61,1 MB serta pengujian dengan
streaming film dilakukan dengan melakukan streaming satu buah film.
7. Tidak dilakukan pengujian berupa skenario untuk menentukan perbandingan
beban pada masing-masing gateway yang digunakan.
1.4 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penelitian ini adalah merancang, membangun, dan menganalisis
perbandingan QoS routerOS MikroTik dengan Zeroshell menggunakan teknik load
balancing dan failover.
4
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi pengguna internet
dalam pembuatan sistem load balancing maupun failover untuk meningkatkan
dan menjaga koneksi internet tetap terhubung saat terjadi gangguan pada salah
satu jalur koneksi.
2. Memberikan evaluasi kinerja sistem load balancing pada MikroTik dengan
metode PCC, load balancing pada Zeroshell dengan metode weight round-
robin, failover pada MikroTik, serta failover pada Zeroshell.
3. Memberikan hasil perbandingan kinerja routerOS MikroTik dengan Zeroshell
yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam pemilihan routerOS yang
digunakan untuk sistem load balancing dan failover.
1.5 Metode Penyelesaian Masalah
Metode penyelesaian masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 1.1 Diagram Alir Metode Penyelesaian Masalah
Pada Gambar 1.1, ditampilkan step by step yang dilakukan sebagai metode
penyelesaian masalah dalam penelitian ini, dimulai dengan pengumpulan data dan
diakhiri dengan analisis hasil pengujian.
5
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mencari data dan informasi terkait topik
penelitian melalui studi literatur dari buku maupun jurnal penelitian yang
berhubungan dengan topik penelitian.
2. Perancangan Sistem
Setelah pengumpulan data dilakukan, selanjutnya dilakukan perancangan sistem.
Perancangan sistem terbagi dua. Pertama, perancangan load balancing dan failover
pada MikroTik. Kedua, perancangan load balancing dan failover pada Zeroshell.
3. Realisasi Sistem
Melakukan pembuatan sistem sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Realisasi
dibagi menjadi dua tahap sesuai dengan di mana load balancing dan failover
direalisasikan. Tahap pertama, realisasi load balancing dan failover pada MikroTik.
Tahap kedua, realisasi load balancing dan failover pada Zeroshell.
4. Pengujian Sistem
Melakukan pengujian terhadap sistem yang telah dibuat untuk menentukan kinerja
sistem yang telah direalisasikan. Pengujian dilakukan dengan empat skenario.
Skenario pertama, pengujian menggunakan dua internet speed tester yang
dilakukan dengan empat tahap pengujian, yaitu:
a. Pengujian sistem dengan load balancing pada MikroTik yang menggunakan
dua ISP.
b. Pengujian sistem dengan load balancing pada Zeroshell yang menggunakan dua
ISP.
c. Pengujian sistem tanpa load balancing yang menggunakan ISP 1.
d. Pengujian sistem tanpa load balancing yang menggunakan ISP 2.
Skenario kedua, pengujian dengan download video yang dilakukan dengan dua
tahap pegujian, yaitu:
a. Pegujian sistem load balancing pada MikroTik.
b. Pengujian sistem load balancing pada Zeroshell.
6
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Skenario ketiga, pengujian dengan streaming film yang dilakukan dengan dua tahap
pegujian, yaitu:
a. Pengujian sistem load balancing pada MikroTik.
b. Pengujian sistem load balancing pada Zeroshell.
Skenario keempat, pengujian failover yang dilakukan dengan dua tahap pegujian,
yaitu:
a. Pengujian sistem failover pada MikroTik.
b. Pengujian sistem failover pada Zeroshell.
5. Analisis Hasil Pengujian
Melakukan perbandingan hasil pengujian sistem dan menentukan kategori dari nilai
parameter dengan standar QoS yang digunakan. Hasil pengujian load balancing
pada MikroTik dibandingkan dengan hasil pengujian load balancing pada
Zeroshell. Hasil pengujian failover pada MikroTik dibandingkan dengan hasil
pengujian failover pada Zeroshell. Hasil perbandingan dapat dijadikan sebagai
kesimpulan penelitian.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Load Balancing
Untuk meningkatkan throughput dan meminimalisir latency jaringan diperlukan
pengelolaan sumber daya jaringan (Shrivastava, et al., 2018). Metode peningkatan
throughput, meminimalisir delay, dan menghindari overload pada salah satu sistem
dengan mendistribusikan beban ke beberapa komponen disebut dengan load
balancing. Load balancing merupakan metode yang diterapkan di bidang
networking untuk mendistribusikan beban kerja ke berbagai sumber daya dalam
jaringan (Kanakala & Reddy, 2015) (Sasidhar, et al., 2016). Load balancing dapat
dicapai dengan penerapan algoritma load balancing sebagai pemroses paket
(Shrivastava, et al., 2018).
Gambar 2.1 Load Balancing dengan 2 ISP
Sumber: (Oktivasari & Sanjaya, 2015)
2.1.1 Algoritma Load Balancing
Algoritma load balancing yang akan digunakan dalam pemrosesan paket adalah
algoritma hashing dan round-robin.
8
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
2.1.1.1 Algoritma Hashing
Algoritma hashing menggunakan informasi IP address yang berasal dari
permintaan client pada saat mengirim request ke suatu server. Informasi IP address
yang digunakan tergantung pada penerapan sistem, untuk WAN link load
balancing, informasi IP address yang digunakan adalah tujuan paket (dst-address).
Semua request untuk tujuan IP address tertentu akan dikirim ke gateway yang sama
(Hafizh, 2011).
Fungsi hash adalah sebuah fungsi yang diberi input lalu diproses sesuai standar
fungsi hash tersebut yang kemudian menghasilkan output yang deterministic
(Suendri, 2019). Sifat hash yang deterministic menyebabkan, ketika diberi input
“halo” akan menghasilkan output “1”, dan pada saat mengenkripsi “halo” untuk
kedua atau kesekian kalinya, maka sudah dipastikan menghasilkan output “1”
(Hafizh, 2011).
2.1.1.2 Algoritma Round-Robin
Algoritma round-robin adalah algoritma load balancing statik karena sebelum
menetapkan paket ke sebuah node, algoritma ini tidak mempertimbangkan keadaan
dan fungsi dari node. Untuk mengalokasikan pengiriman, node pertama akan dipilih
secara acak dan node lain dialokasikan dengan metode round-robin. Cara
penjadwalan ini akan menimbulkan masalah karena ketika mengalokasikan
pengiriman pada satu node bisa jadi berat dan node yang lain bisa jadi ringan
kapasitasnya. Untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam distribusi beban ini, maka
digunakan algoritma weight round-robin (Kanakala & Reddy, 2015).
Pada algoritma weight round-robin, setiap node akan diberi bobot (weight).
Kemudian, beban akan ditugaskan ke suatu node menurut ukuran weight, node
dengan weight yang besar diberi beban yang besar pula (Kanakala & Reddy, 2015).
2.1.2 Metode Load Balancing
Metode load balancing yang akan digunakan adalah metode Per Connection
Classifier dan Weight Round-Robin.
9
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
2.1.2.1 Per Connection Classifier
Per Connection Classifier (PCC) merupakan metode yang dikembangkan oleh
MikroTik dan diperkenalkan pertama kali pada MikroTik routerOS versi 3.24. PCC
mengambil field yang dipilih dari header IP dan mengubah field tersebut menjadi
nilai 32-bit dengan bantuan algoritma hashing. Nilai ini dibagi dengan denominator
tertentu dan sisanya kemudian dibandingkan dengan remainder tertentu, jika sama
maka paket akan ditangkap. Rules dapat diatur dengan memilih informasi dari src-
address, dst-address, src-port, atau dst-port dari bagian header IP (Hafizh, 2011).
Meskipun PCC adalah metode yang digunakan untuk menyebarkan beban secara
merata, namun PCC itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan routing.
PCC adalah cara untuk mencocokan paket, dan tidak langsung berkaitan dengan
perintah menandai paket yang sama walaupun itu adalah tujuan utama dari PCC
(Hafizh, 2011).
Kelebihan yang dimiliki metode PCC adalah mampu mengklasifikasikan gateway
untuk tiap paket data yang masih berhubungan dengan data yang sebelumnya sudah
dilewatkan pada salah satu gateway. Sementara kekurangan dari metode ini, lebih
memungkinkan terjadi overload pada salah satu gateway yang disebabkan oleh
pengaksesan situs yang sama (Oktivasari & Sanjaya, 2015).
2.1.2.2 Weight Round-Robin
Weight round-robin merupakan metode penjadwalan yang dapat diterapkan dalam
berbagai bidang, untuk pemakaian sumber daya bersama-sama pada sebuah
komputer atau jaringan. Metode ini dieksekusi pada permulaan setiap frame.
Metode weight round-robin menentukan alokasi bandwidth antara client
berdasarkan paket data yang di-request. Bagian terpenting dari skema weight
round-robin adalah menentukan weight dari setiap gateway (Frayogi, et al., 2018).
Weight pada setiap gateway menentukan pembagian beban yang digunakan pada
metode weight round-robin sesuai dengan algoritma weight round-robin (Frayogi,
et al., 2018).
10
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 2.2 Metode Weight Round-Robin
Sumber: (Frayogi, et al., 2018)
Throughput, performance, scalability, response time, pemanfaatan sumber daya,
dan fault tolerance adalah beberapa parameter pengukuran yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi kinerja load balancing (Sajjan & Yashwantrao, 2017).
2.2 Failover
High-availability merupakan suatu istilah yang digunakan pada sistem atau jaringan
yang menyediakan layanan terus menerus (Septama, et al., 2015). Failover adalah
teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan ini. Failover digunakan untuk
menyediakan layanan ketika salah satu gateway mengalami kegagalan (Rosalia, et
al., 2016).
Penyediaan layanan dilakukan dengan memanfaatkan beberapa gateway
(Darmawan & Imanto, 2017). Jumlah gateway yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan teknik ini adalah minimal dua.
Macam-macam Failover (Rosalia, et al., 2016):
1. Active/Passive Failover
Failover ini memiliki dua jenis gateway, yaitu gateway aktif dan pasif. Aktif
sebagai gateway utama berfungsi untuk melayani permintaan tugas, sedangkan
gateway pasif berstatus stand by dengan tidak melayani permintaan apapun sampai
terdeteksi masalah pada gateway aktif.
11
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
2. Active/Active Failover
Failover ini memiliki gateway yang semuanya aktif dalam melayani permintaan
tugas, tidak ada gateway yang berstatus stand by. Apabila satu gateway aktif
bermasalah, maka gateway aktif lain akan melayani semua permintaan tugas
termasuk permintaan tugas gateway aktif yang bermasalah.
2.3 MikroTik
MikroTik adalah sebuah sistem operasi termasuk di dalamnya software yang
dipasang pada suatu komputer sehingga komputer tersebut dapat berperan sebagai
jantung jaringan, pengendali, atau pengatur lalu lintas data antar jaringan, komputer
jenis ini dikenal dengan nama router (Oktivasari & Sanjaya, 2015).
RouterOS MikroTik memiliki sebuah fitur yang disebut dengan firewall. Fitur ini
banyak digunakan untuk filtering akses (Filter Rule), Forwarding (NAT), dan
untuk manandai koneksi maupun paket dari traffic data yang melewati router
(Mangle). Parameter yang digunakan untuk menentukan jenis traffic yang akan di-
mangle pada fitur firewall adalah chain. Setiap fungsi pada firewall, seperti Filter
Rule, NAT, dan Mangle memiliki opsi chain yang berbeda (Citraweb Solusi
Teknologi, n.d.).
Filter rule digunakan untuk menentukan kebijakan boleh atau tidaknya sebuah
traffic ada dalam jaringan, accept atau drop. Terdapat tiga jenis chain pada menu
filter rule, yaitu Forward, Input, dan Output. Forward digunakan untuk memproses
traffic data yang hanya melewati router. Input digunakan untuk memproses traffic
paket data yang masuk ke dalam router melalui interface yang ada di router dan
memiliki tujuan IP address berupa IP yang terdapat pada router. Output digunakan
untuk memproses traffic paket data yang keluar dari router, kebalikan dari Input
(Citraweb Solusi Teknologi, n.d.).
NAT atau Network Address Translation berfungsi untuk melakukan pengubahan
Source Address maupun Destination Address. Terdapat dua jenis chain pada menu
NAT, yaitu dst-nat dan src-nat. dst-nat berfungsi untuk mengubah destination
address pada sebuah paket data. Destination address diubah untuk membuat host
12
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
dalam jaringan lokal dapat diakses dari luar jaringan atau internet. Src-nat berfungsi
untuk mengubah source address dari sebuah paket data, salah satunya dengan
action masquerade. Source address diubah agar bisa mengakses jaringan internet
dari jaringan lokal, IP Address lokal akan disembunyikan dan diganti dengan IP
Address publik yang terpasang pada router (Citraweb Solusi Teknologi, n.d.).
Mangle berfungsi untuk menandai (marking) sebuah koneksi atau paket data, yang
melewati router, masuk ke router, ataupun yang keluar dari router. Terdapat lima
jenis chain pada menu Mangle, yaitu Forwarding, Input, Output, Prerouting, dan
Postrouting. Semua jenis traffic paket data Forwarding, Input, maupun Output bisa
ditandai berdasarkan koneksi atau paket data. Prerouting, menandai koneksi yang
masuk ke dalam router dan melewati router. Postrouting, menandai koneksi yang
keluar dari router dan melewati router (Citraweb Solusi Teknologi, n.d.).
Terdapat tiga jenis marking yang bisa digunakan, yaitu Connection Mark, Pakcet
Mark, dan Routing Mark. Connection Mark digunakan untuk menandai paket
pertama dari client maupun response packet yang pertama dari web server. Packet
Mark digunakan untuk menandai paket-paket selanjutnya. Routing Mark digunakan
untuk menandai koneksi paket.
Load balancing pada MikroTik diatur pada mangle dengan mengatur PCC rules
dalam pembagian paket yang akan dilewatkan pada gateway. Failover pada
MikroTik diatur pada routing mark. Failover yang diterapkan pada MikroTik
menggunakan dua gateway. Satu gateway melayani permintaan tugas, jika gateway
tersebut bermasalah, maka gateway yang lain mengambil alih untuk melayani
permintaan.
Ada beberapa parameter yang digunakan MikroTik dalam pembagian paket dan
koneksi, yaitu every dan packet. Every merupakan angka yang digunakan untuk
mengelompokkan paket menjadi beberapa bagian yang diinginkan. Paket akan
dikelompokkan dan dilewatkan pada gateway yang tersedia, tergantung angka
every yang ditentukan. Packet merupakan angka yang digunakan sebagai penanda
paket yang akan dilewatkan pada gateway (Citraweb Solusi Teknologi, n.d.).
13
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
2.4 Zeroshell
Zeroshell adalah distribusi berbasis Linux yang didedikasikan untuk implementasi
router dan firewall yang sepenuhnya dapat diatur melalui antarmuka web. Fitur
yang disediakan antara lain load balancing dan failover untuk beberapa koneksi
internet, VPN Site to Site dan VPN Host to Site, captive portal untuk hotspot,
firewall, QoS, otentikasi dan akuntansi RADIUS, hingga pelacakan, dan pencatatan
koneksi jaringan (Siregar, 2019).
Zeroshell memiliki fitur load balancing dan failover yang bernama NetBalancer.
NetBalancer merupakan fitur Zeroshell yang menggunakan load balancing dan
failover untuk memaksimalkan koneksi serta menjaga konektivitas dalam
pengiriman paket ketika salah satu gateway bermasalah. Load balancing pada
Zeroshell menggunakan metode weight round-robin (Frayogi, et al., 2018).
Nilai weight merupakan keseluruhan angka yang menunjukkan berat dari suatu
gateway. Fungsinya tergantung kepada mode NetBalancer yang digunakan
(Ricciardi, 2018).
1. Mode Load Balancing dan Failover
Mode ini akan melewatkan paket ke luar menuju internet dengan membagi paket
secara proporsional ke tiap gateway, berdasarkan weight dari masing-masing
gateway. Gateway dengan nilai weight lebih tinggi memiliki probabilitas tinggi
untuk melewatkan paket.
2. Mode Failover
Mode ini hanya menyediakan satu gateway sebagai gateway yang tersedia.
Gateway ini akan melewatkan keseluruhan paket ke luar menuju internet. Gateway
lain tidak berfungsi sebelum gateway yang tersedia tersebut bermasalah.
2.5 Parameter Quality of Service
Quality of Service (QoS) adalah pengukuran atau deskripsi kualitas kinerja
keseluruhan jaringan (Potluri & Rao, 2017). Kinerja menyajikan jumlah data yang
dikirim dari node sumber dan diterima oleh node tujuan dalam waktu tertentu
14
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
(Saxena, et al., 2018). Untuk mengukur QoS secara kuantitatif, beberapa parameter
digunakan untuk menilai kualitas jaringan, seperti bit rate, throughput, packet loss,
delay, jitter, energy consumption, dan sebagainya (Hassan, et al., 2018). Parameter
QoS yang digunakan dalam pengukuran kinerja load balancing dan failover adalah
sebagai berikut:
2.5.1 Throughput
Throughput (TH) ditentukan dari jumlah byte aktual yang ditangani dalam periode
tertentu (Hassan, et al., 2018). Throughput merupakan jumlah total kedatangan
paket yang sukses, diamati pada tujuan selama interval waktu tertentu dibagi
dengan durasi interval waktu tersebut (Pratama, et al., 2015).
Nilai throughput dapat diketahui dengan persamaan berikut (Risnaldy, 2020).
𝑇𝐻 = 𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑑 (𝑏𝑦𝑡𝑒)
𝑇𝑖𝑚𝑒 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑑 (𝑠) ......................................(2.1)
Standar Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over Networks
(TIPHON) membagi nilai throughput ke dalam empat klasifikasi yang dibedakan
berdasarkan kategori dan indeks, seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.1 Throughput Versi TIPHON
Kategori Throughput (bps) Indeks
Sangat Bagus 100 4
Bagus 75 3
Sedang 50 2
Jelek < 25 1
Sumber: (Pratama, et al., 2015)
Ada beberapa faktor yang memengaruhi throughput, di antaranya adalah (ITU-T,
1998):
1. Signalling rate, secara umum, signal yang rendah akan menyebabkan
throughput menjadi rendah, demikian pula sebaliknya.
15
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
2. Packet length, secara umum, penggunaan paket yang besar akan meningkatkan
throughput.
2.5.2 Packet Loss
Packet loss ditentukan dari perbedaan rasio antara jumlah paket data yang diterima
dan dikirim (Hassan, et al., 2018). Packet loss merupakan persentase hilangnya
paket saat pengiriman data (Pratama, et al., 2015). Hilangnya paket dalam transmisi
bisa disebabkan karena terjadinya collision maupun congestion. Meskipun dapat
dilakukan pengiriman kembali (retransmission), namun hal ini dapat memengaruhi
efisiensi jaringan secara keseluruhan, seperti penurunan throughput jaringan
(Sangsari, et al., 2016).
Beberapa network transfer protocol seperti Transmission Control Protocol (TCP)
yang bersifat connection oriented, menyediakan restransmission atau pengiriman
secara otomatis (resends) paket yang hilang selama proses transmisi. Sifat TCP
menyebabkan throughput jaringan menjadi turun. Beda dengan protokol User
Datagram Protocol (UDP) yang bersifat connectionless, tidak menyediakan
retransmission maupun resends jika terjadi kehilangan paket (Fahmi, 2018).
Nilai packet loss dapat diketahui dengan persamaan berikut (Abdullah, et al., 2019).
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = (𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑑−𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑)
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠𝑚𝑖𝑡𝑡𝑒𝑑 𝑥 100% ..........(2.2)
Standar TIPHON membagi nilai packet loss ke dalam empat klasifikasi yang
dibedakan berdasarkan kategori dan indeks, seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Packet Loss Versi TIPHON
Kategori Packet Loss (%) Indeks
Sangat Bagus 0 4
Bagus 3 3
Sedang 15 2
Jelek 25 1
Sumber: (ETSI, 1999)
16
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Sedangkan, standar ITU Telecommunication Standardization Sector (ITU-T)
G.1010 membagi nilai packet loss ke dalam tiga klasifikasi yang dibedakan
berdasarkan kategori, seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.3 Packet Loss Versi ITU-T G.1010
Kategori Packet Loss (%)
Baik 0-5
Cukup 5-10
Buruk > 10
Sumber: (ITU-T, 2002)
2.5.3 Delay
Delay (latency) merupakan waktu yang diperlukan untuk paket data melakukan
perjalanan melalui jaringan, yaitu dari node sumber ke node tujuan (Hassan, et al.,
2018). Delay merupakan salah satu faktor utama dari kualitas layanan. Untuk
menikmati layanan yang bagus, delay harus dijaga selalu konstan dan di bawah
batas yang ditentukan. Jika delay terlalu tinggi, maka sulit untuk mencapai kualitas
layanan yang bagus (ETSI, 1999).
Beberapa aspek yang dapat dikaitkan dengan delay di dalam jaringan adalah
(Hassan, et al., 2018):
1. Processing Delay, merupakan waktu yang diperlukan untuk melakukan
pemrosesan header paket.
2. Queuing Delay, merupakan waktu yang diperlukan untuk antrian paket.
3. Transmission Delay, merupakan waktu yang mengharuskan pengiriman paket
data dari node sumber ke node tujuan.
4. Propagation Delay, merupakan waktu yang diperlukan untuk mendorong paket
data masuk ke dalam link.
Delay dapat disebabkan karena adanya antrian yang panjang atau mengambil rute
lain untuk menghindari kemacetan pada routing (Fahmi, 2018).
Nilai delay dapat diketahui dengan persamaan berikut (Risnaldy, 2020).
17
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦𝑛 = 𝑇𝑅𝑆𝑛 − 𝑇𝑅𝑆𝑛−1 ....................................(2.3)
∑ 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦1 + 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦2 + … + 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦𝑛 ....................(2.4)
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦 = ∑ 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 ...........................(2.5)
Keterangan:
TRS (s) = Time Since Reference
Standar TIPHON membagi nilai delay ke dalam empat klasifikasi yang dibedakan
berdasarkan kategori dan indeks, seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.4 Delay Versi TIPHON
Kategori Delay (ms) Indeks
Sangat Bagus < 150 4
Bagus 150 s/d 300 3
Sedang 300 s/d 450 2
Jelek > 450 1
Sumber: (ETSI, 1999)
Sedangkan, standar ITU-T G.114 membagi nilai delay ke dalam tiga klasifikasi
yang dibedakan berdasarkan kategori, seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.5 Delay Versi ITU-T G.114
Kategori Delay (ms)
Baik 0-150
Cukup 150-400
Buruk > 400
Sumber: (ITU-T, 2001)
2.5.4 Jitter
Jitter adalah jumlah variasi waktu kedatangan paket yang dikirimkan terus-menerus
dari sumber ke tujuan (Sangsari, et al., 2016). Jitter atau variasi delay, diakibatkan
18
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
oleh variasi dalam panjang antrian, waktu pengolahan data, dan waktu
penghimpunan ulang paket-paket di akhir perjalanan jitter (Pratama, et al., 2015).
Nilai jitter dapat diketahui dengan persamaan berikut (Risnaldy, 2020).
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟𝑛 = 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦𝑛 − 𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦𝑛−1 .................................(2.6)
∑ 𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟1 + 𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟2 + … + 𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟𝑛 .......................(2.7)
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑗𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = ∑ 𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑−1 .........................(2.8)
Standar TIPHON membagi nilai jitter ke dalam empat klasifikasi yang dibedakan
berdasarkan kategori dan indeks, seperti pada tabel berikut.
Tabel 2.6 Jitter Versi TIPHON
Kategori Jitter (ms) Indeks
Sangat Bagus 0 4
Bagus 0 s/d 75 3
Sedang 75 s/d 125 2
Jelek 125 s/d 225 1
Sumber: (ETSI, 1999)
2.6 Penelitian Sejenis
Penelitian sejenis pernah dilakukan sebelumnya dengan judul “Perbandingan
Kinerja RouterOS MikroTik dan Zeroshell pada Mekanisme Load Balancing
serta Failover”, oleh (Frayogi, et al., 2018). Penelitian ini membahas mengenai
perbandingan kinerja routerOS MikroTik dengan routerOS Zeroshell.
Perbandingan diukur dengan menggunakan mekanisme load balancing dan failover
yang diterapkan pada kedua routerOS. Load balancing pada MikroTik
menggunakan metode Nth dan load balancing pada Zeroshell menggunakan
metode weight round-robin. Parameter yang diukur dari load balancing pada kedua
routerOS adalah throughput serta parameter yang diukur dari failover pada kedua
routerOS adalah delay.
19
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Hal yang membedakan adalah metode load balancing yang digunakan pada
MikroTik, Zeroshell yang digunakan, dan parameter yang digunakan untuk
membandingkan kinerja routerOS MikroTik dan Zeroshell. Metode yang
digunakan untuk load balancing pada MikroTik adalah PCC. Zeroshell yang
digunakan adalah versi terbaru, yaitu 3.9.3. Sedangkan, penelitian sebelumnya
menggunakan Zeroshell versi lama, yaitu 3.4.0. Parameter QoS yang digunakan
untuk mengukur kinerja load balancing pada kedua routerOS adalah throughput,
packet loss, delay, dan jitter.
20
BAB III
PERENCANAAN DAN REALISASI
3.1 Deskripsi Sistem
Ada dua sistem yang akan dirancang dan dibangun pada penelitian ini, yaitu load
balancing dan failover pada MikroTik serta load balancing dan failover pada
Zeroshell. Kedua sistem sama-sama menerapkan penggabungan teknik load
balancing dan failover. Penggabungan dilakukan agar client dapat merasakan
koneksi internet yang cepat dan menghindari terputusnya koneksi internet jika salah
satu gateway bermasalah.
Secara umum, kedua sistem load balancing dan failover pada MikroTik sama
dengan load balancing dan failover pada Zeroshell, yang membedakan hanya pada
metode load balancing yang digunakan, yaitu load balancing pada MikroTik
menggunakan metode Per Connection Classifier (PCC) dan load balancing pada
Zeroshell menggunakan metode weight round-robin.
1. Load Balancing dan Failover pada MikroTik
Sistem ini menggunakan sebuah router MikroTik yang difungsikan sebagai load
balancer dan failover. Konfigurasi load balancing dilakukan pada mangle yang
terdapat pada fitur firewall MikroTik. Metode load balancing yang dikonfigurasi
adalah metode PCC. PCC digunakan karena dapat mengklasifikasikan gateway
untuk tiap paket yang masih berhubungan dengan paket yang sebelumnya sudah
dilewatkan pada salah satu gateway.
Router MikroTik menjadi penghubung antara client yang berada dalam Local Area
Network (LAN) dengan Wide Area Network (WAN). Router akan dikonfigurasi
sebagai load balancer yang menggunakan dua sumber internet dari dua Internet
Service Provider (ISP) yang berbeda, yaitu Telkomsel dan Tri, dengan
menggunakan dua modem USB. Dua modem USB digunakan untuk memberikan
akses internet dari kedua ISP kepada client. Client akan merasakan koneksi yang
21
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
lebih cepat karena internet bersumber dari dua ISP. Selain sebagai load balancer,
router juga akan dikonfigurasi sebagai failover untuk menjaga pengiriman paket
tetap berlangsung ketika salah satu gateway bermasalah. Sehingga, client akan tetap
terkoneksi dengan internet. Failover dikonfigurasi pada routing, dengan
memberikan akses pengiriman paket pada masing-masing gateway.
2. Load Balancing dan Failover pada Zeroshell
Sistem ini menggunakan sebuah Personal Computer (PC) yang dijadikan sebagai
router Zeroshell. Zeroshell di-install di PC untuk memfungsikan PC menjadi
sebuah router. Router Zeroshell difungsikan sebagai load balancer dan failover.
Konfigurasi load balancing dan failover dilakukan pada NetBalancer yang
merupakan fitur dari Zeroshell. Konfigurasi metode load balancing dilakukan
dengan memberi weight yang berbeda di masing-masing gateway. Metode weight
round-robin ini digunakan karena metode ini merupakan metode default dari fitur
NetBalancer yang terdapat pada Zeroshell.
Router Zeroshell menjadi penghubung antara client yang berada dalam LAN
dengan WAN. Sama dengan sistem load balancing pada MikroTik, router akan
dikonfigurasi sebagai load balancer yang menggunakan dua sumber internet dari
dua ISP yang berbeda, yaitu Telkomsel dan Tri, dengan menggunakan dua modem
USB. Router Zeroshell juga akan dikonfigurasi sebagai failover sehingga client
akan tetap terkoneksi dengan internet saat terjadi gangguan pada salah satu
gateway. Mode NetBalancer yang digunakan pada sistem ini adalah mode load
balancing dan failover.
3.1.1 Cara Kerja Sistem
Sistem load balancing dan failover pada MikroTik dan Zeroshell memiliki cara
kerja yang hampir sama dalam menjalankan fungsi load balancing dan failover.
Perbedaan hanya terletak pada metode load balancing yang digunakan. Metode
yang berbeda memengaruhi cara kerja dari kedua sistem yang akan dibangun.
Masing-masing metode load balancing pada router, baik PCC maupun weight
round-robin akan mengatur pengiriman paket dan koneksi yang digunakan oleh
22
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
client dari PC client pada saat mengakses internet. Namun, pengaturan paket dan
koneksi dilakukan dengan cara yang berbeda, sesuai dengan prinsip kerja masing-
masing metode load balancing.
1. Cara Kerja Load Balancing dan Failover pada MikroTik
Saat client melakukan request paket dari LAN, prerouting akan menandai paket
pertama dari client. Paket yang menuju IP address router akan diabaikan karena
hanya sampai router. Sedangkan, paket yang melewati router akan diteruskan
dengan melakukan pengelompokan paket dan penentuan jalur koneksi atau
gateway, sesuai aturan PCC, yaitu berdasarkan address dan port. Paket
dikelompokkan menjadi tiga bagian, dua bagian pertama dilewatkan pada modem
1 dan satu bagian terakhir dilewatkan pada modem 2. Paket akan diteruskan ke tiap
gateway untuk dilanjutkan ke WAN.
Pada NAT, paket yang menuju ISP 1 akan melewati interface modem 1 dan paket
yang menuju ISP 2 akan melewati modem 2. Berikut skema pengiriman paket pada
sistem load balancing metode PCC.
Gambar 3.1 Skema Pengiriman Paket Load Balancing pada MikroTik
23
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Router MikroTik akan mengingat gateway yang telah dilewatkan pada awal
koneksi saat pengiriman paket. Paket yang masih berkaitan atau sama diukur
berdasarkan address dan port, akan dilewatkan pada gateway yang sama dengan
paket sebelumnya yang sudah dikirim.
Pada saat salah satu gateway bermasalah, client sebagai sumber yang melakukan
request akan tetap menerima paket karena paket akan dilewatkan pada gateway
yang tidak bermasalah dengan menggunakan teknik failover.
2. Cara Kerja Load Balancing dan Failover pada Zeroshell
Saat client melakukan request dari LAN, router Zeroshell dengan NetBalancer
akan mendistribusikan paket dengan aturan weight round-robin, membagi paket
secara proporsional ke dalam gateway yang masing-masing memiliki nilai weight.
Gambar 3.2 Skema Pengiriman Paket Load Balancing pada Zeroshell
Gambar 3.2 merupakan skema pengiriman paket sistem load balancing pada
Zeroshell dengan metode weight round-robin. Paket dari client menuju WAN
dilewatkan lebih banyak pada gateway yang memiliki nilai weight yang lebih besar.
Gateway modem 1 memiliki weight 2 dan gateway modem 1 memiliki weight 1.
24
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Sehingga, paket dibagi dengan cara melewatkan paket lebih banyak ke gateway
modem 1 dari pada ke gateway modem 2.
Jika gateway dengan weight lebih besar telah penuh dan tidak bisa menampung
paket, maka paket akan dilewatkan pada gateway dengan weight yang lebih kecil.
Kedua gateway yang digunakan pada Zeroshell melewatkan paket terus-menerus
sesuai request dari client. Ketika salah satu gateway bermasalah dan tidak bisa
melewatkan paket, maka gateway lain akan mengambil alih untuk melewatkan
paket, termasuk paket yang seharusnya dilewatkan pada gateway yang bermasalah
dengan teknik failover.
3.1.2 Spesifikasi Sistem
Sistem yang akan dirancang dan dibangun menggunakan hardware dan software
yang memiliki spesifikasi sebagai berikut.
Tabel 3.1 Spesifikasi Sistem
No Perangkat Spesifikasi
1. USB-Hub W5P-U2 USB2.0
2. Modem GSM Huawei E220 3G/3.5G, HSDPA/7.2Mbps,
HSUPA/5.76Mbps
3. Kabel UTP CAT5e
RouterOS MikroTik
4. MikroTik RB951Ui-2ND QCA9531 CPU, 64MB RAM
5. WinBox 3.21
RouterOS Zeroshell
6. Zeroshell 3.9.3
7. PC Zeroshell Core i3-4005U CPU, 10GB RAM
Selain hardware dan software seperti yang tertera di atas, terdapat alokasi IP
address yang digunakan pada masing-masing sistem. Tabel berikut merupakan
alokasi IP address yang digunakan.
25
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 3.2 Alokasi IP Address
No Sistem IP Address Interface
1.
Load Balancing
dan Failover
pada MikroTik
IP DHCP PPP Client (ISP1-Telkomsel)
IP DHCP PPP Client (ISP2-Tri)
192.168.88.1 Router MikroTik
IP DHCP PC client
2.
Load Balancing
dan Failover
pada Zeroshell
IP DHCP PPP0 (Telkomsel)
IP DHCP PPP1 (Tri)
192.168.1.7 Router (PC Zeroshell)
IP DHCP PC client
IP DHCP untuk Point-to-Point Protocol (PPP) Client pada MikroTik dan PPP0
serta PPP1 pada Zeroshell didapat dari masing-masing ISP. Sedangkan, IP DHCP
untuk PC client didapat dari hasil konfigurasi DHCP server pada masing-masing
router. IP address 192.168.88.1 dan 192.168.1.7 adalah IP kelas C yang merupakan
IP statik, dikonfigurasi secara manual pada masing-masing router.
3.1.3 Diagram Blok Sistem
1. Diagram Blok Load Balancing dan Failover pada MikroTik
Gambar berikut merupakan diagram blok sistem load balancing dan failover pada
MikroTik yang akan dibangun.
Gambar 3.3 Diagram Blok Load Balancing dan Failover pada MikroTik
26
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Pada Gambar 3.3, PC client terhubung dengan router menggunakan kabel UTP
melalui Ethernet port. Router terhubung dengan 2 modem USB melalui USB-Hub
yang dihubungkan dengan USB port.
2. Diagram Blok Load Balancing dan Failover pada Zeroshell
Gambar berikut merupakan diagram blok sistem load balancing dan failover pada
Zeroshell yang akan dibangun.
Gambar 3.4 Diagram Blok Load Balancing dan Failover pada Zeroshell
Pada Gambar 3.4, PC client terhubung dengan PC Zeroshell (router) menggunakan
kabel UTP melalui Ethernet port. PC Zeroshell terhubung dengan 2 modem USB
melalui USB port.
3.2 Realisasi Sistem
Setelah sistem dirancang, selanjutnya sistem dibangun. Realisasi sistem dibagi
menjadi dua bagian sesuai dengan di mana sistem akan diterapkan, yaitu realisasi
load balancing dan failover pada MikroTik dan realisasi load balancing dan
failover pada Zeroshell.
3.2.1 Realisasi Load Balancing dan Failover pada MikroTik
Realisasi load balancing dan failover pada MikroTik dibagi ke dalam lima proses
konfigurasi, mulai dari konfigurasi interface dan IP address, konfigurasi DHCP
server, konfigurasi mangle dan PCC, konfigurasi routing, dan diakhiri dengan
27
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
konfigurasi NAT. Proses konfigurasi dilakukan setelah semua hardware yang
dibutuhkan sistem terhubung secara fisik dan logis sesuai dengan rancangan sistem.
Proses konfigurasi load balancing pada MikroTik dilakukan dengan software
WinBox. WinBox merupakan software untuk melakukan konfigurasi MikroTik.
Untuk bisa terkoneksi dan melakukan konfigurasi, digunakan MAC address atau IP
address MikroTik (routerboard) saat login ke WinBox. Jika sudah terkoneksi,
maka proses konfigurasi bisa dilakukan.
1. Konfigurasi Interface dan IP Address
Ada tiga tipe interfaces yang secara otomatis muncul setelah kedua modem USB
dan satu PC client dihubungkan dengan routerboard, yaitu Bridge, Ethernet, dan
PPP Client.
Gambar 3.5 Interface pada MikroTik
Interface Bridge digunakan untuk menggabungkan interface yang berbeda menjadi
satu segmen jaringan di dalamnya. Jika diperlukan penambahan interface baru,
maka Bridge bisa menggabungkan kedua interface menjadi satu segmen jaringan.
Bridge pada konfigurasi ini berisi ether2 yang merupakan interface Ethernet.
Gambar 3.6 Bridge pada MikroTik
28
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Interface Ethernet digunakan untuk menghubungkan routerboard dengan PC client
yang melalui Ethernet port. Sedangkan, interface PPP Client digunakan untuk
menghubungkan routerboard dengan modem USB yang melalui USB port. Tipe
interface ini yang dijadikan sebagai gateway modem 1 (telkomsel) dan gateway
modem 2 (tri).
Interface PPP Client diaktifkan (enable) untuk mendapatkan IP address dan akses
internet. Enable interface ini dilakukan dengan cara berikut:
a. Mengganti nama interface dari “ppp-out1” menjadi “ISP1-Telkomsel” dan
“ppp-out2” menjadi “ISP2-Tri” untuk memudahkan proses konfigurasi. ISP1-
Telkomsel merupakan interface dari modem 1 (sebagai gateway telkomsel) dan
ISP2-Tri merupakan interface dari modem 2 (sebagai gateway tri).
b. Mengganti Access Point Network (APN). Untuk APN modem 1 adalah internet
dan APN modem 2 adalah 3gprs.
c. Mengatur port. Port diatur sesuai dengan port mana yang digunakan modem
USB untuk terhubung dengan routerboard, modem 1 dengan port 1 dan modem
2 dengan port 2.
Gambar 3.7 Konfigurasi Interface
Gambar 3.7 merupakan tampilan interface PPP Client yang telah enabled. Setelah
diaktifkan, kedua PPP Client mendapatkan IP address dari ISP 1 dan ISP 2. IP ini
merupakan IP DHCP.
29
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 3.8 Konfigurasi IP Address
Pada Gambar 3.8, IP address PPP Client ditandai dengan dengan huruf “D”
(dynamic), sedangkan IP address Bridge tidak, karena IP ini didapat dari
konfigurasi secara manual (static). IP yang digunakan interface Bridge adalah IP
kelas C, yaitu 192.168.88.1/24.
2. Konfigurasi DHCP Server
DHCP server dikonfigurasi untuk memudahkan client mendapatkan IP address
ketika diperlukan penambahan client. Client baru hanya perlu menghubungkan PC-
nya ke routerboard, lalu secara otomatis client akan mendapatkan IP address dari
routerboard.
Gambar 3.9 Konfigurasi DHCP Server pada MikroTik
IP address yang didapatkan oleh client adalah IP yang termasuk dalam range yang
telah dikonfigurasi pada DHCP server, yaitu 192.168.88.2 – 192.168.88.254.
3. Konfigurasi Mangle dan PCC
Mangle MikroTik berada di fitur filewall. Mangle digunakan dalam load balancing
untuk memberi tanda (marking) pada paket data dan koneksi tertentu dari traffic
data yang lewat. Tujuan digunakan mangle adalah agar paket mudah dikenali.
Berikut konfigurasi yang dilakukan pada mangle.
30
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 3.10 Konfigurasi Mangle
Pada Gambar 3.10, ada 11 konfigurasi yang dilakukan, termasuk konfigurasi untuk
load balancing metode PCC. Berikut penjelasan masing-masing konfigurasi yang
dilakukan pada mangle MikroTik.
Tabel 3.3 Konfigurasi Mangle
No Action Chain Keterangan
1. Mark
connection
Input Dikonfigurasi untuk menandai paket data
pertama dari modem 1 ke routerboard yang
melalui Interface ISP1-Telkomsel.
2. Mark
connection
Input Dikonfigurasi untuk menandai paket data
pertama dari modem 2 ke routerboard yang
melalui Interface ISP2-Tri.
3. Mark
routing
Output Dikonfigurasi untuk menandai paket data
dari routerboard ke modem 1.
4. Mark
routing
Output Dikonfigurasi untuk menandai paket data
dari routerboard ke modem 2.
5. Accept Prerouting Dikonfigurasi untuk menandai paket data
dari PC client ke modem 1 yang melalui
interface Bridge.
31
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
6. Accept Prerouting Dikonfigurasi untuk menandai paket data
dari PC client ke modem 2 yang melalui
interface Bridge.
7. Mark
Connection
Prerouting Merupakan konfigurasi PCC dengan angka
every dan packet 3/0, di mana konfigurasi
dilakukan untuk menandai paket data
pertama dari PC client ke modem 1 yang
melalui interface Bridge, IP routerboard
akan diabaikan dan yang ditangkap hanya
paket yang melewati routerboard.
8. Mark
Connection
Prerouting Merupakan konfigurasi PCC dengan angka
every dan packet 3/1, di mana konfigurasi
dilakukan untuk menandai paket data
pertama dari PC client ke modem 1 yang
melalui interface Bridge, IP routerboard
akan diabaikan dan yang ditangkap hanya
paket yang melewati routerboard.
9. Mark
Connection
Prerouting Merupakan konfigurasi PCC dengan angka
every dan packet 3/2, di mana konfigurasi
dilakukan untuk menandai paket data
pertama dari PC client ke modem 2 yang
melalui interface Bridge, IP routerboard
akan diabaikan dan yang ditangkap hanya
paket yang melewati routerboard.
10. Mark
routing
Prerouting Dikonfigurasi untuk menandai paket data
dari modem 1 ke PC client yang melalui
interface Bridge dan sebaliknya.
11. Mark
routing
Prerouting Dikonfigurasi untuk menandai paket data
dari modem 2 ke PC client melalui interface
Bridge dan sebaliknya.
Tabel 3.3 menampilkan konfigurasi mangle pada MikroTik, termasuk konfigurasi
PCC, yaitu dilakukan pada action “mark connection” dengan chain “prerouting”
32
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
(Nomor 7, 8, dan 9). Pada chain prerouting, semua paket akan ditangkap. Oleh
karena itu, ditambahkan perintah dst-address-type=!local (!192.168.88.0) agar
paket dari PC client yang menuju ke IP address pada routerboard diabaikan.
Sisanya, paket yang melewati routerboard akan dikelompokan berdasarkan
address dan port. Paket akan dikelompokkan menjadi tiga bagian, dua bagian
dilewatkan ke gateway modem 1 dan 1 bagian dilewatkan ke gateway modem 2.
Gambar 3.11 Konfigurasi PCC Rules 3/0 pada Interface ISP1-Telkomsel
Gambar 3.12 Konfigurasi PCC Rules 3/1 pada Interface ISP1-Telkomsel
Pada Gambar 3.11 dan Gambar 3.12, PCC rules yang digunakan adalah both
addresses and ports dengan angka 3/0, (nilai every = 3 dan packet = 0), dan angka
3/1, (nilai every = 3 dan packet = 1).
Gambar 3.13 Konfigurasi PCC Rules 3/2 pada Interface ISP1-Tri
Pada Gambar 3.13, PCC rules yang digunakan sama dengan PCC rules pada
interface ISP1-Telkomsel, namun dengan angka 3/2, (nilai every = 3 dan packet =
2). Angka every menandakan bahwa paket dikelompokan menjadi tiga bagian.
Sedangkan, angka packet, yaitu 0, 1, dan 2, menandakan urutan paket yang akan
dilewatkan pada gateway. Pembagian paket memengaruhi traffic pada masing-
masing gateway.
33
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 3.14 Beban Masing-Masing Gateway pada MikroTik
4. Konfigurasi Routing
Untuk meneruskan paket yang telah ditandai, maka dilakukan konfigurasi routing
agar dapat melewatkan paket ke gateway yang sesuai dengan paket yang telah
ditandai pada konfigurasi mangle. Berikut konfigurasi yang dilakukan.
Gambar 3.15 Konfigurasi Routing
Pada Gambar 3.15, routing yang dilakukan atau dikonfigurasi pada routing ini
adalah static routing, ditandai dengan huruf “AS” atau Active Static yang
merupakan routing yang didefinisikan secara manual. Routing yang ditandai
dengan “DAC” atau Dynamic Active Connect, “DAS” atau Dynamic Active Static,
dan “DS” atau Dynamic Static terkonfigurasi secara otomatis. DAS dan DS yang
menandakan gateway sebagai fungsi dari failover, di mana DAS sebagai gateway
aktif dan DS sebagai gateway pasif.
34
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
5. Konfigurasi Network Address Translation
NAT dikonfigurasi untuk menghubungkan PC client dengan modem 1 dan modem
2 agar client dapat mengakses internet. Berikut konfigurasi yang dilakukan.
Gambar 3.16 Konfigurasi NAT pada MikroTik
Gambar 3.16 menampilkan konfigurasi NAT dengan action “masquerade”. Action
ini digunakan untuk memfungsikan ISP1-Telkomsel dan ISP2-Tri sebagai interface
yang digunakan oleh client sebagai gateway menuju WAN dalam pengaksesan
internet.
3.2.2 Realisasi Load Balancing dan Failover pada Zeroshell
Setelah dilakukan tahap realisasi load balancing dan failover pada MikroTik,
selanjutnya dilakukan realisasi load balancing dan failover pada Zeroshell. Tahap
realisasi load balancing dan failover pada MikroTik dibagi ke dalam empat proses
konfigurasi, mulai dari konfigurasi interface dan IP address, konfigurasi DHCP
server, konfigurasi NetBalancer, dan diakhiri dengan konfigurasi Network Address
Translation. Semua proses konfigurasi tersebut dilakukan setelah semua hardware
yang dibutuhkan sistem terhubung secara fisik dan logis sesuai dengan rancangan
sistem.
Proses konfigurasi pada Zeroshell dilakukan melalui laman web Zeroshell. Untuk
terkoneksi dan bisa melakukan konfigurasi, digunakan IP address dan password
Zeroshell saat login ke laman web Zeroshell yang sebelumnya telah dibuat pada
saat instalasi Zeroshell yang dilakukan di PC Zeroshell. Jika proses login berhasil,
maka proses konfigurasi bisa dilakukan.
35
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
1. Konfigurasi Interface dan IP Address
Setelah kedua modem USB dihubungkan dengan PC Zeroshell melalui port 1 dan
port 2, selanjutnya dilakukan penambahan interface PPP sebagai interface untuk
kedua modem USB. Penambahan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk interface PPP0, diberi deskripsi “telkomsel” sebagai nama dari ISP yang
digunakan, modem dikoneksikan ke (Modem connected to) ttyUSB0 karena
modem 1 terhubung dengan PC Zeroshell lewat USB 1 (ttyUSB0 dan ttyUSB1),
dan diberi APN “internet”.
Gambar 3.17 Interface PPP0
b. Untuk interface PPP1, diberi deskripsi “tri” sebagai nama dari ISP yang
digunakan, modem dikoneksikan ke (Modem connected to) ttyUSB1 karena
modem 2 terhubung dengan PC Zeroshell lewat USB 2 (ttyUSB2 dan ttyUSB3),
dan diberi APN “3gprs”.
Gambar 3.18 Interface PPP1
Setelah dilakukan penambahan interface PPP, selanjutnya dilakukan enable pada
kedua interface ini untuk mendapatkan IP address dan akses internet.
36
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 3.19 Interface pada Zeroshell
Gambar 3.19 menampilkan interface PPP0 dan PPP1 yang telah enabled atau up.
Sehingga, kedua interface mendapatkan IP address secara otomatis dari masing-
masing ISP. IP tersebut adalah dynamic IP.
Sedangkan, untuk interface ETH00 yang merupakan interface dari PC client yang
terhubung langsung dengan PC Zeroshell, menggunakan IP address yang
dikonfigurasi secara manual (static IP) saat menginstal Zeroshell ke PC Zeroshell.
IP yang digunakan adalah IP kelas C, yaitu 192.168.1.7/24.
2. Konfigurasi DHCP Server
Konfigurasi DHCP server dilakukan dengan cara memberi range IP yang akan
digunakan oleh client. Jika diperlukan penambahan client menggunakan switch,
maka client baru langsung mendapat IP address secara otomatis sesuai range IP
yang sudah dikonfigurasi. Berikut konfigurasi yang dilakukan pada DHCP server,
seperti gambar berikut.
37
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 3.20 Konfigurasi DHCP Server pada Zeroshell
Pada Gambar 3.20, range IP yang digunakan adalah 192.168.1.1 – 192.168.1.253.
3. Konfigurasi NetBalancer
Pada konfigurasi ini, NetBalancer diatur ke mode load balancing dan failover
sehingga paket akan dibagi secara proporsional berdasarkan weight pada dua
gateway serta paket akan tetap dipertahankan distribusinya jika salah satu gateway
bermasalah.
Pada gambar berikut, dilakukan penambahan gateway, yaitu telkomsel dan tri.
Gateway telkomsel diberi weight lebih besar dari gateway tri dengan rasio 2:1.
Gambar 3.21 Konfigurasi NetBalancer
38
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gateway telkomsel yang memiliki weight lebih besar akan melewatkan paket lebih
banyak dari gateway tri, seperti pada gambar berikut.
Gambar 3.22 Beban Masing-Masing Gateway pada Zeroshell
4. Konfigurasi Network Address Translation
Sama dengan tahap konfigurasi pada sistem load balancing dan failover pada
MikroTik, NAT juga dikonfigurasi pada sistem ini agar client dapat mengakses
internet dari PC client. PPP0 dan PPP1 difungsikan sebagai interface yang menjadi
gateway ke internet. Masquerade secara otomatis menentukan jalur paket ke
masing-masing interface yang digunakan pada Zeroshell.
Gambar 3.23 Konfigurasi NAT pada Zeroshell
Pada Gambar 3.23, PPP0 dan PPP1 difungsikan sebagai interface yang digunakan
untuk menghubungkan client ke jaringan WAN.
39
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengujian
Pengujian dilakukan setelah sistem load balancing dan failover pada MikroTik dan
Zeroshell selesai dibangun. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah sistem
load balancing dan failover dapat berfungsi pada kedua routerOS dan bagaimana
perbandingan kinerja kedua routerOS menggunakan teknik load balancing dan
failover diukur berdasarkan nilai parameter Quality of Service (QoS).
4.1.1 Deskripsi Pengujian
Pengujian sistem dilakukan dengan empat skenario pengujian, yaitu:
1. Skenario pertama, pengujian load balancing dengan internet speed tester.
2. Skenario kedua, pengujian load balancing dengan download video.
3. Skenario ketiga, pengujian load balancing dengan streaming film.
4. Skenario keempat, pengujian failover.
Skenario pertama merupakan pengujian untuk menentukan fungsi load balancing
pada kedua routerOS dengan menggunakan dua situs internet speed tester, yaitu
speedtest.cbn.id dan speedtest.net.
Skenario kedua merupakan pengujian untuk menentukan nilai parameter
throughput, packet loss, delay, dan jitter dari data hasil capturing packets selama
proses downloading.
Skenario ketiga merupakan pengujian untuk menentukan nilai parameter
throughput, packet loss, delay, dan jitter dari data hasil capturing packets selama
proses streaming.
Skenario keempat merupakan pengujian untuk menentukan fungsi failover dan nilai
parameter delay dari kedua routerOS. Fungsi failover ditentukan dari perpindahan
gateway yang terjadi pada saat pengujian.
40
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
4.1.2 Prosedur Pengujian
Berikut prosedur pengujian yang dilakukan pada skenario pengujian pertama,
kedua, ketiga, dan keempat.
1. Skenario Pertama
Pada skenario pertama, pengujian dilakukan dengan dua situs internet speed tester
yang berbeda, yaitu speedtest.cbn.id dan situs speedtest.net. Pengujian kecepatan
internet dengan speedtest.cbn.id menghasilkan nilai pengujian berupa ping, jitter,
download, dan upload. Sedangkan, pengujian kecepatan internet dengan
speedtest.net menghasilkan nilai ping, download, dan upload. Hasil pengujian dari
masing-masing situs yang dijadikan sebagai parameter pengujian adalah download.
Download dijadikan sebagai ukuran nilai throughput dari pengujian ini.
Skenario pertama dilakukan dengan cara yang sama pada kedua situs, yaitu dengan
empat tahap. Tahap pertama, pengujian sistem dengan load balancing pada
MikroTik yang menggunakan dua ISP. Tahap kedua, pengujian sistem dengan load
balancing pada Zeroshell yang menggunakan dua ISP. Tahan ketiga, pengujian
sistem tanpa load balancing yang menggunakan ISP 1. Tahap keempat, pengujian
sistem tanpa load balancing yang menggunakan ISP 2. Masing-masing tahap
pengujian dilakukan sebanyak lima kali.
Nilai throughput yang dihasilkan dari setiap tahap pengujian lalu dibandingkan satu
sama lain. Hal ini dilakukan untuk menentukan fungsi dari sistem load balancing
berdasarkan perbandingan kecepatan dalam pengaksesan internet. Sistem load
balancing dinyatakan berfungsi apabila memiliki nilai throughput lebih besar.
Berikut ditampilkan perencanaan pengujian pada skenario pertama.
Tabel 4.1 Perencanaan Pengujian Skenario Pertama
No Internet Speed
Tester Tahap Pengujian
Parameter
QoS
1. Speedtest.cbn.id Sistem Load Balancing pada MikroTik
dengan dua ISP
Throughput
41
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Sistem Load Balancing pada Zeroshell
dengan dua ISP
Throughput
Sistem tanpa Load Balancing dengan
ISP 1
Throughput
Sistem tanpa Load Balancing dengan
ISP 2
Throughput
2. Speedtest.net
Sistem Load Balancing pada MikroTik
dengan dua ISP
Throughput
Sistem Load Balancing pada Zeroshell
dengan dua ISP
Throughput
Sistem tanpa Load Balancing dengan
ISP 1
Throughput
Sistem tanpa Load Balancing dengan
ISP 2
Throughput
2. Skenario Kedua
Pada skenario kedua, pengujian dilakukan dengan download video yang berukuran
61,1 MB dari platform YouTube menggunakan situs Savefrom.net. Proses
download dilakukan agar terjadi pertukaran paket dalam sistem yang diuji, sehingga
bisa dilakukan capturing packets. Selama proses downloading, software Wireshark
difungsikan sebagai tool untuk capture packet.
Nilai parameter throughput, packet loss, delay, dan jitter dihitung dari data
capturing packets yang dihasilkan dari pengujian skenario kedua ini. Paket yang
dihitung adalah paket dari semua protocol, termasuk Transmission Control
Protocol (TCP) dan User Datagram Protocol (UDP). TCP lebih sedikit dari UDP
pada skenario kedua ini, sehingga memengaruhi nilai parameter yang akan diuji.
Pengujian pada skenario kedua dilakukan dengan dua tahap pengujian. Tahap
pertama, pengujian sistem load balancing pada MikroTik. Tahap kedua, pengujian
sistem load balancing pada Zeroshell. Masing-masing tahap pengujian dilakukan
sebanyak lima kali.
42
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Nilai parameter QoS dari pengujian tahap pertama dibandingkan dengan nilai
parameter QoS dari pengujian tahap kedua. Hal ini dilakukan untuk menentukan
perbandingan kinerja dari load balancing pada routerOS MikroTik dan Zeroshell.
Berikut ditampilkan perencanaan pengujian pada skenario kedua.
Tabel 4.2 Perencanaan Pengujian Skenario Kedua
No Tahap Pengujian Parameter QoS
1. Sistem Load Balancing
pada MikroTik
Throughput Packet
Loss
Delay Jitter
2. Sistem Load Balancing
pada Zeroshell
Throughput Packet
Loss
Delay Jitter
3. Skenario Ketiga
Pada skenario ketiga, pengujian dilakukan dengan streaming film selama lima
menit melalui situs streaming film, Indo Film (103.194.171.205). Selama
streaming, dilakukan capturing packets dengan software Wireshark. Nilai
parameter QoS, yaitu throughput, packet loss, delay, dan jitter dihitung dari data
capturing packets yang dihasilkan dari pengujian ini. Paket yang dihitung adalah
paket dari semua protocol, sama dengan skenario kedua. Hal yang membedakan
adalah TCP pada pengujian ini lebih banyak dari pada UDP.
Pengujian pada skenario ketiga dilakukan dengan dua tahap pengujian. Tahap
pertama, pengujian sistem load balancing pada MikroTik. Tahap kedua, pengujian
sistem load balancing pada Zeroshell. Masing-masing tahap pengujian dilakukan
sebanyak lima kali.
Nilai parameter QoS dari pengujian tahap pertama dibandingkan dengan nilai
parameter QoS dari pengujian tahap kedua. Hal ini dilakukan untuk menentukan
perbandingan kinerja dari load balancing pada routerOS MikroTik dan Zeroshell.
Berikut ditampilkan perencanaan pengujian pada skenario ketiga.
43
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.3 Perencanaan Pengujian Skenario Ketiga
No Tahap Pengujian Parameter QoS
1. Sistem Load Balancing
pada MikroTik
Throughput Packet
Loss
Delay Jitter
2. Sistem Load Balancing
pada Zeroshell
Throughput Packet
Loss
Delay Jitter
4. Skenario Keempat
Pada skenario keempat, pengujian dilakukan dengan melakukan ping ke situs
Google, yaitu www.google.com, menggunakan protokol Internet Control Message
Protokol (ICMP). Ping dilakukan untuk mengirimkan paket berukuran 32 bytes,
lalu mematikan atau memutuskan salah satu koneksi dari ISP (gateway) yang
digunakan untuk mendapatkan fungsi failover. Failover dinyatakan berfungsi
apabila telah terjadi perubahan pada nilai Time To Live (TTL) yang menandakan
paket sudah dilewatkan pada gateway yang berbeda. Jika tidak terjadi perubahan
nilai TTL, maka fungsi failover dapat dilihat dari proses ping ke situs Google yang
masing bisa dilakukan oleh client meskipun salah satu gateway telah diputus.
Selama proses ping berlangsung, software Wireshark difungsikan sebagai tool
untuk capture packet. Nilai parameter delay dihitung dari capturing packets yang
dihasilkan dari pengujian ini, yaitu perbandingan time since reference dari nilai
TTL sebelum berubah dengan time since reference dari nilai TTL sesudah berubah.
Pengujian pada skenario keempat dilakukan dengan dua tahap pengujian. Tahap
pertama, pengujian sistem failover pada MikroTik. Tahap kedua, pengujian sistem
failover pada Zeroshell. Masing-masing tahap pengujian dilakukan sebanyak lima
kali.
Nilai delay dari pengujian tahap pertama dibandingkan dengan nilai delay dari
pengujian tahap kedua. Hal ini dilakukan untuk menentukan perbandingan kinerja
dari failover pada routerOS MikroTik dan Zeroshell. Berikut ditampilkan
perencanaan pengujian pada skenario keempat.
44
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.4 Perencanaan Pengujian Skenario Keempat
No Tahap Pengujian Parameter QoS
1. Sistem Failover pada MikroTik Delay
2. Sistem Failover pada Zeroshell Delay
4.1.3 Data Hasil Pengujian
Berikut merupakan data hasil pengujian skenario pertama, kedua, ketiga, dan
keempat.
1. Data Hasil Skenario Pertama
Hasil pengujian skenario pertama yang dilakukan dengan dua situs internet speed
tester, yaitu speedtest.cbn.id dan speedtets.net adalah sebagai berikut.
a. Data Hasil Pengujian dengan Speedtest.cbn.id
Pengujian dengan speedtest.cbn.id dilakukan dalam empat tahap pengujian. Tahap
pertama, yaitu pengujian load balancing pada MikroTik yang menggunakan dua
ISP. Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.1 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.cbn.id
Gambar 4.1 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap pertama. Nilai throughput dari pengujian ini adalah 2,5 Mbps.
45
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap pertama.
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.cbn.id
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Load Balancing pada MikroTik
dengan Dua ISP 2,5 2,6 2,4 3,1 3,1 2,74
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 2,6 Mbps,
pengujian ketiga 2,4 Mbps, pengujian keempat 3,1 Mbps, dan pengujian terakhir
3,1 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap pertama adalah 2,74 Mbps.
Setelah dilakukan pengujian tahap pertama, dilanjutkan dengan pengujian tahap
kedua, yaitu pengujian load balancing pada Zeroshell yang menggunakan dua ISP.
Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.2 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.cbn.id
Gambar 4.2 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap kedua. Nilai throughput dari pengujian ini adalah 2,5 Mbps.
46
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap kedua.
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.cbn.id
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Load Balancing pada Zeroshell
dengan Dua ISP 2,5 2,5 2,3 2,3 2,6 2,44
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 2,5 Mbps,
pengujian ketiga 2,3 Mbps, pengujian keempat 2,3 Mbps, dan pengujian terakhir
2,6 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap kedua adalah 2,44 Mbps.
Selanjutnya, dilakukan pengujian tahap ketiga, yaitu pengujian sistem tanpa load
balancing menggunakan ISP 1. Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.3 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.cbn.id
Gambar 4.3 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap ketiga. Nilai throughput dari pengujian ini adalah 1,8 Mbps.
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap ketiga.
47
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.7 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.cbn.id
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 1 1,8 2,4 2,1 2,2 2,3 2,16
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 2,4 Mbps,
pengujian ketiga 2,1 Mbps, pengujian keempat 2,2 Mbps, dan pengujian terakhir
2,3 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap ketiga adalah 2,16 Mbps.
Setelah dilakukan ketiga tahap pengujian, maka dilakukan tahap pengujian terakhir
atau tahap keempat, yaitu pengujian sistem tanpa load balancing yang
menggunakan ISP 2. Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.4 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.cbn.id
Gambar 4.4 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap keempat. Nilai throughput dari pengujian ini adalah 0,9
Mbps. Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini.
Berikut keseluruhan data hasil pengujian tahap keempat.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.cbn.id
48
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 2 0,9 1,3 1,2 1,8 1,4 1,46
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 1,3 Mbps,
pengujian ketiga 1,2 Mbps, pengujian keempat 1,8 Mbps, dan pengujian terakhir
1,4 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap keempat adalah 1,46 Mbps.
b. Data Hasil Pengujian dengan Speedtest.net
Pengujian dengan speedtest.net sama dengan pengujian dengan speedtest.cbn.id,
yaitu dilakukan dalam empat tahap pengujian. Tahap pertama, pengujian load
balancing pada MikroTik yang menggunakan dua ISP. Berikut adalah data hasil
pengujiannya.
Gambar 4.5 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.net
Gambar 4.5 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap pertama. Nilai throughput dari pengujian ini adalah 2,41
Mbps. Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini.
Berikut keseluruhan data hasil pengujian tahap pertama.
49
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Speedtest.net
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Load Balancing pada MikroTik
dengan Dua ISP 2,41 2,54 2,52 1,84 1,88 2,23
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 2,54 Mbps,
pengujian ketiga 2,52 Mbps, pengujian keempat 1,84 Mbps, dan pengujian terakhir
1,88 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap keempat adalah 2,23 Mbps.
Setelah dilakukan pengujian tahap pertama, dilanjutkan dengan pengujian tahap
kedua, yaitu pengujian load balancing pada Zeroshell yang menggunakan dua ISP.
Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.6 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.net
Gambar 4.6 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap kedua. Nilai throughput dari pengujian ini adalah 1,46 Mbps.
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap kedua.
50
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.10 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Speedtest.net
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Load Balancing pada Zeroshell
dengan Dua ISP 1,46 1,67 1,60 1,72 1,38 1,56
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 1,67 Mbps,
pengujian ketiga 1,60 Mbps, pengujian keempat 1,72 Mbps, dan pengujian terakhir
1,38 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap keempat adalah 1,56 Mbps.
Selanjutnya, dilakukan pengujian tahap ketiga, yaitu pengujian sistem tanpa load
balancing menggunakan ISP 1. Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.7 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.net
Gambar 4.7 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap ketiga. Nilai throughput yang pengujian ini adalah 1,20 Mbps.
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan hasil pengujian tahap ketiga.
51
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.11 Hasil Pengujian Tahap Ketiga dengan Speedtest.net
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 1 1,20 0,98 1,12 1,06 0,88 1,05
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 0,98 Mbps,
pengujian ketiga 1,12 Mbps, pengujian keempat 1,06 Mbps, dan pengujian terakhir
0,88 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap keempat adalah 1,05 Mbps.
Setelah dilakukan ketiga tahap pengujian, maka dilakukan tahap pengujian terakhir
atau tahap keempat, yaitu pengujian sistem tanpa load balancing yang
menggunakan ISP 2. Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.8 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.net
Gambar 4.8 merupakan hasil pengujian pertama dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap keempat. Nilai throughput dari pengujian ini adalah 0,84
Mbps. Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini.
Berikut keseluruhan data hasil pengujian tahap keempat.
52
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.12 Hasil Pengujian Tahap Keempat dengan Speedtest.net
Pengujian
Nilai Throughput (Mbps) Rata-
Rata
(Mbps)
Pengujian ke-
1 2 3 4 5
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 2 0,84 0,54 0,63 0,39 0,36 0,55
Dari data tabel di atas, nilai throughput pengujian kedua adalah 0,54 Mbps,
pengujian ketiga 0,63 Mbps, pengujian keempat 0,39 Mbps, dan pengujian terakhir
0,36 Mbps. Sehingga, nilai rata-rata throughput dari lima kali pengujian yang
dilakukan pada tahap keempat adalah 0,55 Mbps.
Setelah keempat tahap pengujian dilakukan pada skenario pertama, maka data hasil
pengujian dengan speedtest.cbn dan speedtest.net dapat dijabarkan seperti pada
tabel di bawah ini.
Tabel 4.13 Hasil Pengujian Skenario Pertama
Internet Speed Tester Tahap Pengujian
Nilai
Parameter
Throughput
(Mbps)
Speedtest.cbn.id Sistem Load Balancing pada
MikroTik dengan dua ISP
2,74
Sistem Load Balancing pada
Zeroshell dengan dua ISP
2,44
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 1
2,16
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 2
1,16
Speedtest.net Sistem Load Balancing pada
MikroTik dengan dua ISP
2,23
Sistem Load Balancing pada
Zeroshell dengan dua ISP
1,56
53
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 1
1,05
Sistem tanpa Load Balancing
dengan ISP 2
0,55
2. Data Hasil Pengujian Skenario Kedua
Pengujian dengan download video dilakukan dalam dua tahap pengujian. Tahap
pertama, yaitu pengujian sistem load balancing pada MikroTik. Berikut adalah data
hasil pengujiannya.
Gambar 4.9 Capturing Packets Tahap Pertama dengan Download Video
Gambar 4.9 merupakan data capturing packets pengujian pertama dari lima kali
pengujian yang dilakukan pada tahap pertama. Nilai throughput, packet loss, delay,
dan jitter berdasarkan data tersebut adalah sebagai berikut.
a. Throughput
Nilai throughput dihitung dengan persamaan 2.1.
𝑇𝐻 = 64254836 𝑏𝑦𝑡𝑒𝑠
193,646 𝑠
𝑇𝐻 = 331,81 𝐾𝑏𝑝𝑠
54
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
b. Packet Loss
Nilai packet loss dihitung dengan persamaan 2.2.
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 53850 − 53850
53850 𝑥 100%
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 0 %
c. Delay
Nilai delay dihitung dengan persamaan 2.5.
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 193.604 𝑠
53850
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 3,596 𝑚𝑠
d. Jitter
Nilai jitter dihitung dengan persamaan 2.8.
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 216.371 𝑠
53850 − 1
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 4,018 𝑚𝑠
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap pertama.
Tabel 4.14 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Download Video
Tahap
Pengujian
Para-
meter
Pengujian ke- Rata-
Rata 1 2 3 4 5
Sistem
Load
Balancing
pada
MikroTik
TH
(Kbps) 331,81 308,38 198,56 265,27 324,59 285,7
Packet
Loss
(%)
0 0 0 0 0 0
Delay
(ms) 3,596 3,762 5,686 4,406 2,917 4,073
Jitter
(ms) 4,018 4,603 6,716 4,973 4,498 4,961
55
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Setelah dilakukan pengujian tahap pertama, dilanjutkan dengan pengujian tahap
kedua, yaitu pengujian sistem load balancing pada Zeroshell. Berikut adalah data
hasil pengujiannya.
Gambar 4.10 Capturing Packets Tahap Kedua dengan Download Video
Gambar 4.10 merupakan data capturing packets pengujian pertama dari lima kali
pengujian yang dilakukan pada tahap kedua. Nilai throughput, packet loss, delay,
dan jitter berdasarkan data tersebut adalah sebagai berikut.
a. Throughput
Nilai throughput dihitung dengan persamaan 2.1.
𝑇𝐻 = 68147463 𝑏𝑦𝑡𝑒𝑠
264,556 𝑠
𝑇𝐻 = 257,59 𝐾𝑏𝑝𝑠
b. Packet Loss
Nilai packet loss dihitung dengan persamaan 2.2.
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 57014 − 57014
57014 𝑥 100%
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 0 %
56
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
c. Delay
Nilai delay dihitung dengan persamaan 2.5.
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 264.455 𝑠
57014
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 4,638 𝑚𝑠
d. Jitter
Nilai jitter dihitung dengan persamaan 2.8.
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 312.21 𝑠
57014 − 1
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 5,476 𝑚𝑠
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap kedua.
Tabel 4.15 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Download Video
Tahap
Pengujian
Para-
meter
Pengujian ke- Rata-
Rata 1 2 3 4 5
Sistem
Load
Balancing
pada
Zeroshell
TH
(Kbps) 257,59 299,51 225,40 285,40 266,87 266,9
Packet
Loss
(%)
0 0 0 0 0 0
Delay
(ms) 4,638 4,051 5,237 4,249 4,445 4,524
Jitter
(ms) 5,476 4,839 5,914 5,007 5,41 5,329
Setelah kedua tahap pengujian dilakukan pada skenario kedua, maka data hasil
pengujian sistem dengan download video ini adalah sebagai berikut.
57
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.16 Hasil Pengujian Skenario Kedua
Tahap
Pengujian
Nilai Parameter
Throughput
(Kbps)
Packet
Loss (%)
Delay
(ms)
Jitter
(ms)
Sistem Load Balancing
pada MikroTik 285,7 0 4,073 4,961
Sistem Load Balancing
pada Zeroshell 266,9 0 4,524 5,329
3. Data Hasil Pengujian Skenario Ketiga
Pengujian dengan streaming film dilakukan dalam dua tahap pengujian. Tahap
pertama, yaitu pengujian sistem load balancing pada MikroTik. Berikut adalah data
hasil pengujiannya.
Gambar 4.11 Capturing Packets Tahap Pertama dengan Streaming Film
Gambar 4.11 merupakan data capturing packets pengujian pertama dari lima kali
pengujian yang dilakukan pada tahap pertama. Nilai throughput, packet loss, delay,
dan jitter berdasarkan data tersebut adalah sebagai berikut.
58
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
a. Throughput
Nilai throughput dihitung dengan persamaan 2.1.
𝑇𝐻 = 81769927 𝑏𝑦𝑡𝑒𝑠
302,006 𝑠
𝑇𝐻 = 270,75 𝐾𝑏𝑝𝑠
b. Packet Loss
Nilai packet loss dihitung dengan persamaan 2.2.
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 85662 − 85662
85662 𝑥 100%
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 0 %
c. Delay
Nilai delay dihitung dengan persamaan 2.5.
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 193.604 𝑠
85662
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 3,525 𝑚𝑠
d. Jitter
Nilai jitter dihitung dengan persamaan 2.8.
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 216.371 𝑠
85662 − 1
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 5,196 𝑚𝑠
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap pertama.
Tabel 4.17 Hasil Pengujian Tahap Pertama dengan Streaming Film
Tahap
Pengujian
Para-
meter
Pengujian ke- Rata-
Rata 1 2 3 4 5
Sistem
Load-
TH
(Kbps) 270,75 283,81 184,03 139,04 206,71 216,9
59
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Balancing
pada
MikroTik
Packet
Loss
(%)
0 0 0 0 0 0
Delay
(ms) 3,525 4,035 5,392 5,186 5,580 4,743
Jitter
(ms) 5,196 4,812 6,825 7,587 6,933 6,271
Setelah dilakukan pengujian tahap pertama, dilanjutkan dengan pengujian tahap
kedua, yaitu pengujian sistem load balancing pada Zeroshell. Berikut adalah data
hasil pengujiannya.
Gambar 4.12 Capturing Packets Tahap Kedua dengan Streaming Film
Gambar 4.12 merupakan data capturing packets pengujian pertama dari lima kali
pengujian yang dilakukan pada tahap kedua. Nilai throughput, packet loss, delay,
dan jitter berdasarkan data tersebut adalah sebagai berikut.
a. Throughput
Nilai throughput dihitung dengan persamaan 2.1.
𝑇𝐻 = 62272322 𝑏𝑦𝑡𝑒𝑠
306,008 𝑠
𝑇𝐻 = 203,44 𝐾𝑏𝑝𝑠
60
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
b. Packet Loss
Nilai packet loss dihitung dengan persamaan 2.2.
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 51518 − 51518
51518 𝑥 100%
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 0 %
c. Delay
Nilai delay dihitung dengan persamaan 2.5.
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 264.455 𝑠
51518
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 5,941 𝑚𝑠
d. Jitter
Nilai jitter dihitung dengan persamaan 2.8.
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 312.21 𝑠
51518 − 1
𝐽𝑖𝑡𝑡𝑒𝑟 = 8,708 𝑚𝑠
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap kedua.
Tabel 4.18 Hasil Pengujian Tahap Kedua dengan Streaming Film
Tahap
Pengujian
Para-
meter
Pengujian ke- Rata-
Rata 1 2 3 4 5
Sistem
Load
Balancing
pada
Zeroshell
TH
(Kbps) 203,44 197,85 187,61 194,30 199,19 196,5
Packet
Loss
(%)
0 0 0 0 0 0
Delay
(ms) 5,941 5,950 6,043 6,041 5,929 5,980
Jitter
(ms) 8,708 8,296 7,286 7,023 7,820 7,827
61
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Setelah kedua tahap pengujian dilakukan pada skenario ketiga, maka data hasil
pengujian sistem dengan streaming film ini adala sebagai berikut.
Tabel 4.19 Hasil Pengujian Skenario Ketiga
Tahap
Pengujian
Nilai Parameter
Throughput
(Kbps)
Packet Loss
(%)
Delay
(ms)
Jitter
(ms)
Sistem Load Balancing
pada MikroTik 216,9 0 4,743 6,271
Sistem Load Balancing
pada Zeroshell 196,5 0 5,980 7,827
4. Data Hasil Pengujian Skenario Keempat
Pengujian ping ke www.google.com untuk mendapatkan fungsi failover dilakukan
dalam dua tahap pengujian. Tahap pertama, yaitu pengujian sistem failover pada
MikroTik. Berikut adalah data hasil pengujiannya.
Gambar 4.13 Capturing Packets Tahap Pertama Pengujian Failover
62
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 4.13 merupakan data capturing packets pengujian pertama dari lima kali
pengujian yang dilakukan pada tahap pertama. Nilai parameter delay berdasarkan
data tersebut adalah sebagai berikut.
Nilai delay dihitung berdasarkan selisih time since reference dari perubahan nilai
TTL, 51 menjadi 48 (seperti pada Gambar 4.13).
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 39,314333 𝑠 − 38,031367 𝑠
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 1,28 𝑠
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap pertama.
Tabel 4.20 Hasil Pengujian Failover Tahap Pertama
Tahap
Pengujian Parameter
Pengujian ke- Rata-
Rata 1 2 3 4 5
Sistem Failover
pada MikroTik Delay (s) 1,28 1,03 1,64 1,48 1,50 1,39
Setelah dilakukan pengujian tahap pertama, dilanjutkan dengan pengujian tahap
kedua, yaitu pengujian sistem failover pada Zeroshell. Berikut adalah data hasil
pengujiannya.
Gambar 4.14 Capturing Packets Tahap Kedua Pengujian Failover
63
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 4.14 merupakan data capturing packets pengujian pertama dari lima kali
pengujian yang dilakukan pada tahap kedua. Nilai parameter delay berdasarkan data
tersebut adalah sebagai berikut.
Nilai delay dihitung berdasarkan selisih time since reference dari perubahan nilai
TTL, 41 menjadi 39 (seperti pada Gambar 4.14).
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 8,099147 𝑠 − 7,008792 𝑠
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = 1,09 𝑠
Selanjutnya, dilanjutkan dengan empat kali pengujian lagi pada tahap ini. Berikut
keseluruhan data hasil pengujian tahap kedua.
Tabel 4.21 Hasil Pengujian Failover Tahap Kedua
Tahap
Pengujian Parameter
Pengujian ke- Rata-
Rata 1 2 3 4 5
Sistem Failover
pada Zeroshell Delay (s) 1,09 2,15 2,27 1,07 3,05 1,93
Setelah kedua tahap pengujian dilakukan pada skenario keempat, maka data hasil
pengujian failover ini dapat dijabarkan seperti pada tabel di bawah.
Tabel 4.22 Hasil Pengujian Skenario Keempat
Tahap Pengujian Nilai Parameter
Delay (s)
Sistem Failover pada MikroTik 1,39
Sistem Failover pada Zeroshell 1,93
4.2 Analisis Data / Evaluasi
Setelah pengujian dilakukan, data hasil keseluruhan pengujian dianalisis sesuai
dengan masing-masing skenario pengujiannya. Berikut hasil analisis data hasil
pengujian.
64
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
1. Analisis Skenario Pertama
Pengujian skenario pertama yang dilakukan dengan kedua internet speed tester,
yaitu speedtest.cbn.id dan speedtest.net, menunjukkan bahwa masing-masing tahap
pengujian memiliki nilai throughput yang berbeda. Perbandingan masing-masing
tahap pengujian ditampilkan pada gambar berikut.
Gambar 4.15 Perbandingan Throughput Pengujian dengan Speedtest.cbn.id
Gambar 4.15 merupakan perbandingan nilai throughput dari setiap tahap pengujian
yang dilakukan dengan speedtest.cbn.id. Nilai throughput pengujian tahap pertama,
yaitu sistem load balancing pada MikroTik yang menggunakan dua ISP adalah 2,74
Mbps. Nilai throughput pengujian tahap kedua, yaitu sistem load balancing pada
Zeroshell yang menggunakan dua ISP adalah 2,44 Mbps. Nilai pengujian tahap
ketiga, yaitu pengujian sistem tanpa load balancing menggunakan ISP 1 adalah
2,16 Mbps. Sedangkan nilai throughput pengujian tahap keempat, yaitu pengujian
sistem tanpa load balancing menggunakan ISP 2 adalah 1,16 Mbps.
Nilai throughput tahap pertama lebih besar 5,79% dari nilai throughput tahap
kedua, 11,83 % dari nilai throughput tahap ketiga, dan 40,51 % dari nilai
throughput tahap keempat. Nilai throughput tahap kedua lebih besar 6,08 % dari
nilai throughput tahap ketiga dan 38,03 % dari nilai throughput tahap keempat.
Nilai throughput tahap ketiga lebih besar 30,12 % dari nilai throughput tahap
keempat.
2,74
2,44
2,16
1,16
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Tahap Pertama Tahap Kedua Tahap Ketiga Tahap Keempat
Mb
ps
65
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 4.16 Perbandingan Throughput Pengujian dengan Speedtest.net
Gambar 4.16 merupakan perbandingan nilai throughput dari setiap tahap pengujian
yang dilakukan dengan speedtest.net. Nilai throughput pengujian tahap pertama,
yaitu sistem load balancing pada MikroTik yang menggunakan dua ISP adalah 2,23
Mbps. Nilai throughput pengujian tahap kedua, yaitu sistem load balancing pada
Zeroshell yang menggunakan dua ISP adalah 1,56 Mbps. Nilai pengujian tahap
ketiga, yaitu pengujian sistem tanpa load balancing menggunakan ISP 1 adalah
1,05 Mbps. Sedangkan nilai throughput pengujian tahap keempat, yaitu pengujian
sistem tanpa load balancing menggunakan ISP 2 adalah 0,55 Mbps.
Nilai throughput tahap pertama lebih besar 17,68% dari nilai throughput tahap
kedua, 35,98 % dari nilai throughput tahap ketiga, dan 60,43 % dari nilai
throughput tahap keempat. Nilai throughput tahap kedua lebih besar 19,54 % dari
nilai throughput tahap ketiga dan 47,86 % dari nilai throughput tahap keempat.
Nilai throughput tahap ketiga lebih besar 31,25 % dari nilai throughput tahap
keempat.
Berikut ditampilkan keseluruhan nilai throughput yang didapat dari pengujian yang
dilakukan pada skenario pertama.
2,23
1,56
1,05
0,55
0
0,5
1
1,5
2
2,5
Tahap Pertama Tahap Kedua Tahap Ketiga Tahap Keempat
Mb
ps
66
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 4.17 Throughput Pengujian dengan Speedtest.cbn.id dan Speedtest.net
Gambar 4.17 merupakan diagram perbandingan nilai throughput dari setiap tahap
pengujian yang dilakukan dengan kedua situs internet speed tester, yaitu
speedtest.cbn.id dan speedtest.net.
Berdasarkan hasil perbandingan ini, di mana sistem load balancing pada MikroTik
dan Zeroshell memiliki nilai throughput yang lebih besar dari nilai throughput
sistem tanpa load balancing. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa sistem load
balancing dapat berfungsi pada routerOS MikroTik dan Zeroshell karena dapat
meningkatkan kecepatan internet.
2. Analisis Skenario Kedua
Pengujian skenario kedua yang dilakukan dengan download video, menunjukkan
perbandingan masing-masing routerOS berdasarkan parameter throughput, packet
loss, delay, dan, jitter adalah sebagai berikut.
Gambar 4.18 Perbandingan Throughput Pengujian Skenario Kedua
2,74 Mbps2,44 Mbps
2,16 Mbps
1,16 Mbps
2,23 Mbps
1,56 Mbps
1,05 Mbps
0,55 Mbps
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Tahap Pertama Tahap Kedua Tahap Ketiga Tahap Keempat
Mb
ps
Speedtest.cbn.id Speedtest.net
285,7
266,9
255
260
265
270
275
280
285
290
MikroTik Zeroshell
Kb
ps
67
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 4.18 merupakan perbandingan nilai throughput dari pengujian tahap
pertama dan tahap kedua. Nilai throughput pengujian tahap pertama, yaitu sistem
load balancing pada MikroTik adalah 285,7 Kbps. Sedangkan, nilai throughput
pengujian tahap kedua, yaitu sistem load balancing pada Zeroshell adalah 266,9
Kbps.
Nilai throughput sistem load balancing pada MikroTik lebih besar dari nilai
throughput sistem load balancing pada Zeroshell dengan selisih sebesar 3,4 %.
Berdasarkan perbandingan nilai throughput tersebut, dapat disimpulkan bahwa
load balancing pada MikroTik memiliki kinerja yang lebih baik dari load balancing
pada Zeroshell berdasarkan perhitungan parameter throughput.
Berdasarkan hasil pengujian sistem load balancing dengan download video,
didapat nilai packet loss dari pengujian tahap pertama dan tahap kedua. Nilai packet
loss pengujian tahap pertama, yaitu sistem load balancing pada MikroTik adalah 0
% dan nilai packet loss pengujian tahap kedua, yaitu sistem load balancing pada
Zeroshell adalah 0 %. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa load balancing pada
MikroTik memiliki kinerja yang sama dengan load balancing pada Zeroshell
berdasarkan perhitungan parameter packet loss.
Gambar 4.19 Perbandingan Delay Pengujian Skenario Kedua
Gambar 4.19 merupakan perbandingan nilai delay dari pengujian tahap pertama dan
tahap kedua. Nilai delay pengujian tahap pertama, yaitu sistem load balancing pada
MikroTik adalah 4,073 ms. Sedangkan, nilai delay pengujian tahap kedua, yaitu
sistem load balancing pada Zeroshell adalah 4,524 ms.
4,073
4,524
3,8
3,9
4
4,1
4,2
4,3
4,4
4,5
4,6
MikroTik Zeroshell
Millisecond
(ms)
68
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Nilai delay sistem load balancing pada MikroTik lebih kecil dari nilai delay sistem
load balancing pada Zeroshell dengan selisih sebesar 5,25 %. Berdasarkan
perbandingan nilai delay tersebut, dapat disimpulkan bahwa load balancing pada
MikroTik memiliki kinerja yang lebih baik dari load balancing pada Zeroshell
berdasarkan perhitungan parameter delay.
Gambar 4.20 Perbandingan Jitter Pengujian Skenario Kedua
Gambar 4.20 merupakan perbandingan nilai jitter dari pengujian tahap pertama dan
tahap kedua. Nilai jitter pengujian tahap pertama, yaitu sistem load balancing pada
MikroTik adalah 4,961 ms. Sedangkan, nilai jitter pengujian tahap kedua, yaitu
sistem load balancing pada Zeroshell adalah 5,329 ms.
Nilai jitter sistem load balancing pada MikroTik lebih kecil dari nilai jitter sistem
load balancing pada Zeroshell dengan selisih sebesar 3,58 %. Berdasarkan
perbandingan nilai jitter tersebut, dapat disimpulkan bahwa load balancing pada
MikroTik memiliki kinerja yang lebih baik dari load balancing pada Zeroshell
berdasarkan perhitungan parameter jitter.
Kategori dan indeks dari nilai parameter throughput, packet loss, delay, dan jitter
menurut standar TIPHON adalah sebagai berikut.
Tabel 4.23 Kategori dan Indeks TIPHON Skenario Kedua
Tahap
Pengujian Parameter Nilai
Standar TIPHON
Kategori Indeks
Load
Balancing
Throughput (Kbps) 285,7 Sangat Bagus 4
Packet Loss (%) 0 Sangat Bagus 4
4,961
5,329
4,7
4,8
4,9
5
5,1
5,2
5,3
5,4
MikroTik Zeroshell
Millisecond
(ms)
69
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
pada
MikroTik
Delay (ms) 4,073 Sangat Bagus 4
Jitter (ms) 4,961 Bagus 3
Load
Balancing
pada
Zeroshell
Throughput (Kbps) 266,9 Sangat Bagus 4
Packet Loss (%) 0 Sangat Bagus 4
Delay (ms) 4,524 Sangat Bagus 4
Jitter (ms) 5,329 Bagus 3
Tabel 4.23 menunjukkan bahwa nilai throughput, packet loss, dan delay dari load
balancing pada MikroTik memiliki kategori dan indeks TIPHON yang sama
dengan load balancing pada Zeroshell, yaitu kategori “Sangat Bagus” dengan
indeks 4. Nilai jitter dari load balancing pada MikroTik juga memiliki kategori dan
indeks TIPHON yang sama dengan load balancing pada Zeroshell, yaitu kategori
“Bagus” dengan indeks 3.
Kategori dari nilai parameter packet loss dan delay menurut standar ITU-T G.1010
dan ITU-T G.114 adalah sebagai berikut.
Tabel 4.24 Kategori ITU-T Skenario Kedua
Tahap Pengujian Parameter Nilai Standar ITU-T
Kategori
Load Balancing
pada Zeroshell
Packet Loss (%) 0 Baik
Delay (ms) 4,073 Baik
Load Balancing
pada Zeroshell
Packet Loss (%) 0 Baik
Delay (ms) 4,524 Baik
Tabel 4.24 menunjukkan bahwa nilai packet loss, dan delay dari load balancing
pada MikroTik memiliki kategori ITU-T yang sama dengan load balancing pada
Zeroshell, yaitu kategori “Baik”.
3. Analisis Skenario Ketiga
Pengujian skenario kedua yang dilakukan dengan download video, menunjukkan
perbandingan masing-masing routerOS berdasarkan parameter throughput, packet
loss, delay, dan, jitter adalah sebagai berikut.
70
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 4.21 Perbandingan Throughput Pengujian Skenario Ketiga
Gambar 4.21 merupakan perbandingan nilai throughput dari pengujian tahap
pertama dan tahap kedua. Nilai throughput pengujian tahap pertama, yaitu sistem
load balancing pada MikroTik adalah 216,9 Kbps. Sedangkan, nilai throughput
pengujian tahap kedua, yaitu sistem load balancing pada Zeroshell adalah 196,5
Kbps.
Nilai throughput sistem load balancing pada MikroTik lebih besar dari nilai
throughput sistem load balancing pada Zeroshell dengan selisih sebesar 4,94 %.
Berdasarkan perbandingan nilai throughput tersebut, dapat disimpulkan bahwa
load balancing pada MikroTik memiliki kinerja yang lebih baik dari load balancing
pada Zeroshell berdasarkan perhitungan parameter throughput.
Berdasarkan hasil pengujian sistem load balancing dengan streaming film, didapat
nilai packet loss dari pengujian tahap pertama dan tahap kedua. Nilai packet loss
pengujian tahap pertama, yaitu sistem load balancing pada MikroTik adalah 0 %
dan nilai packet loss pengujian tahap kedua, yaitu sistem load balancing pada
Zeroshell adalah 0 %. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa load balancing pada
MikroTik memiliki kinerja yang sama dengan load balancing pada Zeroshell
berdasarkan perhitungan parameter packet loss.
216,9
196,5
185
190
195
200
205
210
215
220
MikroTik Zeroshell
Kb
ps
71
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Gambar 4.22 Perbandingan Delay Pengujian Skenario Ketiga
Gambar 4.22 merupakan perbandingan nilai delay dari pengujian tahap pertama dan
tahap kedua. Nilai delay pengujian tahap pertama, yaitu sistem load balancing pada
MikroTik adalah 4,743 ms. Sedangkan, nilai delay pengujian tahap kedua, yaitu
sistem load balancing pada Zeroshell adalah 5,980 ms.
Nilai delay sistem load balancing pada MikroTik lebih kecil dari nilai delay sistem
load balancing pada Zeroshell dengan selisih sebesar 11,54 %. Berdasarkan
perbandingan nilai delay tersebut, dapat disimpulkan bahwa load balancing pada
MikroTik memiliki kinerja yang lebih baik dari load balancing pada Zeroshell
berdasarkan perhitungan parameter delay.
Gambar 4.23 Perbandingan Jitter Pengujian Skenario Ketiga
Gambar 4.23 merupakan perbandingan nilai jitter dari pengujian tahap pertama dan
tahap kedua. Nilai jitter pengujian tahap pertama, yaitu sistem load balancing pada
MikroTik adalah 6,271 ms. Sedangkan, nilai jitter pengujian tahap kedua, yaitu
sistem load balancing pada Zeroshell adalah 7,827 ms.
4,743
5,98
0
1
2
3
4
5
6
7
MikroTik Zeroshell
Millisecond
(ms)
6,271
7,827
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
MikroTik Zeroshell
Millisecond
(ms)
72
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Nilai jitter sistem load balancing pada MikroTik lebih kecil dari nilai jitter sistem
load balancing pada Zeroshell dengan selisih sebesar 11,02 %. Berdasarkan
perbandingan nilai jitter tersebut, dapat disimpulkan bahwa load balancing pada
MikroTik memiliki kinerja yang lebih baik dari load balancing pada Zeroshell
berdasarkan perhitungan parameter jitter.
Kategori dan indeks dari nilai parameter throughput, packet loss, delay, dan jitter
menurut standar TIPHON adalah sebagai berikut.
Tabel 4.25 Kategori dan Indeks TIPHON Skenario Ketiga
Tahap
Pengujian Parameter Nilai
Standar TIPHON
Kategori Indeks
Load
Balancing
pada
MikroTik
Throughput (Kbps) 216,9 Sangat Bagus 4
Packet Loss (%) 0 Sangat Bagus 4
Delay (ms) 4,743 Sangat Bagus 4
Jitter (ms) 6,271 Bagus 3
Load
Balancing
pada
Zeroshell
Throughput (Kbps) 196,5 Sangat Bagus 4
Packet Loss (%) 0 Sangat Bagus 4
Delay (ms) 5,980 Sangat Bagus 4
Jitter (ms) 7,827 Bagus 3
Tabel 4.25 menunjukkan bahwa nilai throughput, packet loss, dan delay dari load
balancing pada MikroTik memiliki kategori dan indeks TIPHON yang sama
dengan load balancing pada Zeroshell, yaitu kategori “Sangat Bagus” dengan
indeks 4. Nilai jitter dari load balancing pada MikroTik juga memiliki kategori dan
indeks TIPHON yang sama dengan load balancing pada Zeroshell, yaitu kategori
“Bagus” dengan indeks 3.
Kategori dari nilai parameter packet loss dan delay menurut standar ITU-T G.1010
dan ITU-T G.114 adalah sebagai berikut.
73
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Tabel 4.26 Kategori ITU-T Skenario Ketiga
Tahap Pengujian Parameter Nilai Standar ITU-T
Kategori
Load Balancing
pada MikroTik
Packet Loss (%) 0 Baik
Delay (ms) 4,743 Baik
Load Balancing
pada Zeroshell
Packet Loss (%) 0 Baik
Delay (ms) 5,980 Baik
Tabel 4.26 menunjukkan bahwa nilai packet loss, dan delay dari load balancing
pada MikroTik memiliki kategori ITU-T yang sama dengan load balancing pada
Zeroshell, yaitu kategori “Baik”.
4. Analisis Skenario Keempat
Pengujian skenario keempat yang dilakukan dengan ping ke www.google.com,
menunjukkan perpindahan gateway dan perbandingan nilai parameter delay dari
masing-masing routerOS.
Gambar 4.24 Perubahan Time To Live pada MikroTik
Gambar 4.24 merupakan proses ping dari sistem failover pada MikroTik yang
menunjukkan perubahan TTL, dari 51 menjadi 48. Ini menandakan pengiriman
paket sudah pada gateway yang berbeda. Selain itu, ping ke situs Google masih bisa
74
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
dilakukan oleh client, meskipun salah satu gateway telah diputus. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa failover dapat berfungsi pada MikroTik.
Gambar 4.25 Perubahan Time To Live pada Zeroshell
Gambar 4.25 merupakan proses ping dari sistem failover pada Zeroshell yang
menunjukkan perubahan pada TTL, dari 41 menjadi 39. Ini menandakan
pengiriman paket sudah pada gateway yang berbeda. Selain itu, ping ke situs
Google masih bisa dilakukan oleh client, meskipun salah satu gateway telah
diputus. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa failover dapat berfungsi pada
Zeroshell.
Gambar 4.26 Perbandingan Delay Pengujian Skenario Keempat
Gambar 4.26 merupakan perbandingan nilai delay dari pengujian tahap pertama dan
tahap kedua. Nilai delay pengujian tahap pertama, yaitu sistem failover pada
MikroTik adalah 1,39 s. Sedangkan, nilai delay pengujian tahap kedua, yaitu sistem
failover pada Zeroshell adalah 1,93 s.
1,39
1,93
0
0,5
1
1,5
2
2,5
MikroTik Zeroshell
Second
(s)
75
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Nilai delay sistem failover pada MikroTik lebih kecil dari nilai delay sistem failover
pada Zeroshell dengan selisih sebesar 16,26 %. Berdasarkan perbandingan nilai
delay tersebut, dapat disimpulkan bahwa failover pada MikroTik memiliki kinerja
yang lebih baik dari failover pada Zeroshell berdasarkan perhitungan parameter
delay. Kategori dan indeks dari nilai parameter delay menurut standar TIPHON
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.27 Kategori dan Indeks TIPHON Skenario Keempat
Tahap
Pengujian Parameter Nilai
Standar TIPHON
Kategori Indeks
Failover
pada MikroTik Delay (s) 1,39 Jelek 1
Failover
pada Zeroshell Delay (s) 1,93 Jelek 1
Tabel 4.27 menunjukkan bahwa nilai delay dari failover pada MikroTik memiliki
kategori dan indeks TIPHON yang sama dengan failover pada Zeroshell, yaitu
kategori “Jelek” dengan indeks 1.
Kategori dari nilai parameter delay menurut standar ITU-T G.1010 dan ITU-T
G.114 adalah sebagai berikut.
Tabel 4.28 Ketegori ITU-T Skenario Keempat
Tahap Pengujian Parameter Nilai Standar ITU-T
Kategori
Failover
pada MikroTik Delay (s) 1,39 Buruk
Failover
pada Zeroshell Delay (s) 1,93 Buruk
Tabel 4.28 menunjukkan bahwa nilai delay dari failover pada MikroTik memiliki
kategori ITU-T yang sama dengan failover pada Zeroshell, yaitu kategori “Buruk”.
76
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Teknik load balancing dengan metode PCC maupun weight round-robin dan
teknik failover dapat berfungsi pada routerOS MikroTik dan routerOS
Zeroshell.
2. Kinerja teknik load balancing dan failover pada routerOS MikroTik lebih baik
dari kinerja load balancing dan failover pada routerOS Zeroshell berdasarkan
perhitungan parameter throughput, delay, dan jitter.
3. Berdasarkan standar TIPHON, load balancing pada kedua routerOS memiliki
nilai throughput, packet loss, dan delay berkategori “Sangat Bagus” dengan
indeks 4 dan nilai jitter berkategori “Bagus” dengan indeks 3 serta failover pada
kedua routerOS memiliki nilai delay berkategori “Jelek” dengan indeks 1.
4. Berdasarkan standar ITU-T, load balancing pada kedua routerOS memiliki
nilai packet loss dan delay berkategori “Baik” serta failover pada kedua
routerOS memiliki nilai delay berkategori“Buruk”.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dilakukan beberapa peningkatan yang bisa
diimplementasikan, berikut di antaranya:
1. Kinerja load balancing dan failover pada routerOS MikroTik dan Zeroshell
dalam pengaksesan internet dapat ditingkatkan dengan menggunakan modem
yang memiliki kecepatan akses internet lebih besar.
2. Menambahkan skenario pengujian berupa pengujian download video dengan
ukuran video yang variatif untuk melihat perbedaan nilai parameter dari
masing-masing ukuran video yang di-download serta pengujian streaming film
dengan streaming beberapa film sekaligus untuk memberikan beban tambahan
pada saat pengujian dilakukan.
77
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
3. Menambahkan skenario pengujian terhadap masing-masing gateway pada load
balancing dalam pengaturan kapasitas beban saat client sedang mengakses
internet.
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. A., Setiawan, A., Mangiang, R. S. & Soelaiman, N. F., 2019.
Ontology of QoS For Comparative Analysis of Dynamic Network Protocols
OSPFv3 And RIPng In File-Sharing. e-Proceeding Asais.
Antodi, C. P., Prasetijo, A. B. & Widianto, E. D., 2017. Penerapan Quality of
Service Pada Jaringan Internet Menggunakan Metode Hierarchical Token
Bucket. Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer, 5(1), pp. 23-28.
Citraweb Solusi Teknologi, n.d. Penggunaan Custom Chain pada Firewall
MikroTik. [Online]
Available at: http://www.mikrotik.co.id/artikel_lihat.php?id=146
[Accessed 22 March 2020].
Clement, J., 2020. Global number of internet users 2005-2019. [Online]
Available at: https://www.statista.com/statistics/273018/number-of-internet-
users-worldwide/
[Accessed 21 January 2020].
Darmawan & Imanto, T., 2017. Analisa Link Balancing dan Failover 2 Provider
Menggunakan Border Gateway Protocol (BGP) Pada Router Cisco 7606s.
Jurnal Nasional Teknologi dan Sistem Informasi, 3(3), pp. 326-333.
ETSI, 1999. Telecommunications and Internet Protocol Harmonization Over
Networks (TIPHON); General aspects of Quality of Service (QoS), Valbonne:
European Telecommunications Standards Institute.
Fahmi, H., 2018. Analisis Qos (Quality of Service) Pengukuran Delay, Jitter, Packet
Lost dan Throughput untuk Mendapatkan Kualitas Kerja Radio Streaming
yang Baik. Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, 7(2), pp. 98-105.
Fauzi, N., Yahya, W. & Bhawiyuga, A., 2018. Implementasi Load Balancing Pada
Server Dengan Menggunakan Algoritme Least Traffic Pada Software-
Defined Network. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu
Komputer, 2(9), pp. 3134-3141.
79
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Frayogi, A., Yahya, W. & Setiawan, R. A., 2018. Perbandingan Kinerja RouterOS
Mikrotik dan Zeroshell pada Mekanisme Load Balancing Serta Failover.
Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 2(7), pp.
2689-2697.
Hafizh, M., 2011. Load Balancing dengan Metode Per Connection Classifier
(PCC) Menggunakan Proxy Server sebagai Caching. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hassan, M. H. et al., 2018. A Hybrid Algorithm for Improving the Quality of
Service in MANET. International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology, 8(4), pp. 1218-1225.
Hidayat, T., Azzery, Y. & Mahardiko, R., 2019. Load Balancing Network by using
Round Robin Algorithm: A Systematic Literature Review. JOIN (Jurnal
Online Informatika), 4(2), pp. 85-89.
ITU-T, 1998. Speed of Service (Delay and Throughput) Performance Values for
Public Data Networks When Providing International Packet-Switched
Services, s.l.: International Telecommunication Union.
ITU-T, 2001. One-Way Transmission Time, s.l.: International Telecommunication
Union.
ITU-T, 2002. End-User Multimedia QoS Categories, s.l.: International
Telecommunication Union.
Kanakala, R. T. & Reddy, K., 2015. Performance Analysis of Load Balancing
Techniques in Cloud Computing Environment. TELKOMNIKA Indonesian
Journal of Electrical Engineering, 13(3), pp. 568-573.
Kurniawan, E. & Sani, A., 2014. Analisis Kualitas Real Time Video Streaming
Terhadap Bandwidth Jaringan yang Tersedia. SINGUDA ENSIKOM, 9(2),
pp. 92-96.
Miniwatts Marketing Group, 2019. World Internet Usage and Population Statistics.
[Online]
80
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Available at: https://www.internetworldstats.com/stats.htm
[Accessed 21 January 2020].
Nasser, H. & Witono, T., 2016. Analisis Algoritma Round Robin, Least
Connection, dan Ratio pada Load Balancing Menggunakan Opnet Modeler.
INFORMATIKA, 12(1), pp. 25-32.
Oktivasari, P. & Sanjaya, R., 2015. Implementasi Sistem Load Balancing Dua ISP
Menggunakan Mikrotik dengan Metode Per Connection Classfier. JURNAL
MULTINETICS, 1(2), pp. 33-37.
Potluri, S. & Rao, K. S., 2017. Quality of Service based Task Scheduling
Algorithms in Cloud Computing. International Journal of Electrical and
Computer Engineering (IJECE), 7(2), pp. 1088-1095.
Pratama, T., Irwansyah, M. A. & Yulianti, 2015. Perbandingan Metode PCQ SFQ
RED dan FIFO pada Mikrotik Sebagai Upaya Optimalisasi Layanan Jaringan
pada Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. Jurnal Teknik Informatika
Universitas Tanjungpura, pp. 1-6.
Rasna & Ashari, A., 2019. Application Load Balancing With Nth Method Multiple
Gateway Internet Networks. IJCCS (Indonesian Journal of Computing and
Cybernetics Systems), 13(2), pp. 159-168.
Ricciardi, F., 2018. Multiple Internet Connections. [Online]
Available at: https://zeroshell.org/load-balancing-failover/
[Accessed 17 April 2020].
Risnaldy, P., 2020. Analisa QoS (Quality of Service) Zeroshell pada Mekanisme
Load Balancing dan Failover. JURNAL MULTINETICS , 6(1), pp. 8-14.
Rosalia, M., Munadi, R. & Mayasari, R., 2016. Implementasi High Availability
Server Menggunakan Metode Load Balancing Dan Failover Pada Virtual
Web Server Cluster. e-Proceeding of Engineering , 3(3), pp. 4496-4503.
Sadikin, M., Yusuf, R. & Rifai, A., 2019. Load balancing clustering on moodle
LMS to overcome performance issue of e-learning system. TELKOMNIKA
Indonesian Journal of Electrical Engineering, 17(1), pp. 131-138.
81
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Sajjan & Yashwantrao, B. R., 2017. Load Balancing and its Algorithms in Cloud
Computing: A Survey. International Journal of Computer Sciences and
Engineering , 5(1), pp. 95-100.
Sangsari, A., Isnawaty & Aksara, L. F., 2016. Analisis QoS (Quality of Service)
Pada Layanan Video Streaming yang Menggunakan Protokol RTMP (Real
Time Messaging Protocol). SemanTIK, 2(2), pp. 177-188.
Sasidhar, T. et al., 2016. Load Balancing Techniques for Efficient Traffic
Management in Cloud Environment. International Journal of Electrical and
Computer Engineering (IJECE), 6(3), pp. 963-973.
Saxena, A., Singhai, J. & Raghuvanshi, D., 2018. Optimization of quality of service
parameters for efficient channel allocation. International Journal of
Engineering & Technology, 7(3), pp. 1220-1226.
Septama, H. D., Ulvan, A., Bestak, R. & Hlavacek, J., 2015. High Available VoIP
Server Failover Mechanism in Wide Area Network. TELKOMNIKA
Indonesian Journal of Electrical Engineering, 13(2), pp. 739-744.
Shrivastava, G., Kaushik, P. & Pateriya, R. K., 2018. Load balancing strategies in
software defined networks. International Journal of Engineering &
Technology, 7(3), pp. 1854-1857.
Shrivastava, G., Kaushik, P. & Pateriya, R. K., 2018. Load Balancing Strategies in
Software Defined Networks. International Journal of Engineering &
Technology, 7(3), pp. 1854-1857.
Siregar, R. L., 2019. Implementasi Jaringan Hotspot dengan Captive Portal
Zeroshell Dan User Management LDAP. Jurnal Manajemen Informatika,
9(2), pp. 87-96.
Suendri, 2019. Hashing Argon2 untuk Keamanan Password pada Sistem Berbasis
Web Menggunakan PHP. JISTech, 4(1), pp. 46-56.
Suryanto, Prasetyo, T. & Hikmah, N., 2018. Implementasi Load Balancing
Menggunakan Metode Per Connection Classifier (PCC) Dengan Failover
82
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Berbasis Mikrotik Router (Studi Kasus PT. Sumber Rejeki Power). Seminar
Nasional Inovasi dan Tren (SNIT), pp. 230-238.
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Praja Risnaldy
Lulus dari SD Negeri 07 Pangkalan Koto Baru pada
tahun 2010, SMP Negeri 1 Pangkalan Koto Baru
pada tahun 2013, SMA Negeri 2 Harau (Boarding
School) pada tahun 2016, dan menjadi mahasiswa
program studi Teknik Multimedia dan Jaringan
jurusan Teknik Informatika dan Komputer D4
Politeknik Negeri Jakarta pada tahun 2016.
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Lampiran 2. Hasil Pengujian Skenario Pertama
HASIL PENGUJIAN SKENARIO PERTAMA
1. Pengujian degan Speedtest.cbn.id
Hasil pengujian tahap pertama, pengujian
load balancing pada MikroTik yang
menggunakan dua ISP.
Gambar 1. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 2. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 3. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 4. Hasil Pengujian Kelima
Hasil pengujian tahap kedua, perngujian load
balancing pada Zeroshell yang menggunakan
dua ISP.
Gambar 5. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 6. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 7. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 8. Hasil Pengujian Kelima
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
(Lanjutan)
Hasil pengujian tahap ketiga, pengujian
sistem tanpa load balancing menggunakan
ISP 1.
Gambar 9. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 10. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 11. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 12. Hasil Pengujian Kelima
Hasil pengujian tahap keempat, pengujian
sistem tanpa load balancing menggunakan
ISP 2.
Gambar 13. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 14. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 15. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 16. Hasil Pengujian Kelima
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
(Lanjutan)
2. Pengujian degan Speedtest.net
Hasil pengujian tahap pertama, pengujian
load balancing pada MikroTik yang
menggunakan dua ISP.
Gambar 17. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 18. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 19. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 20. Hasil Pengujian Kelima
Hasil pengujian tahap kedua, perngujian load
balancing pada Zeroshell yang menggunakan
dua ISP.
Gambar 21. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 22. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 23. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 24. Hasil Pengujian Kelima
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
(Lanjutan)
Hasil pengujian tahap ketiga, pengujian
sistem tanpa load balancing menggunakan
ISP 1.
Gambar 25. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 26. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 27. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 28. Hasil Pengujian Kelima
Hasil pengujian tahap keempat, pengujian
sistem tanpa load balancing menggunakan
ISP 2.
Gambar 29. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 30. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 31. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 32. Hasil Pengujian Kelima
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Lampiran 3. Hasil Pengujian Skenario Kedua
HASIL PENGUJIAN SKENARIO KEDUA
Hasil pengujian tahap pertama, pengujian
sistem load balancing pada MikroTik.
Gambar 33. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 34. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 35. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 36. Hasil Pengujian Kelima
Hasil pengujian tahap kedua, pengujian
sistem load balancing pada Zeroshell.
Gambar 37. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 38. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 39. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 40. Hasil Pengujian Kelima
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Lampiran 4. Hasil Pengujian Skenario Ketiga
HASIL PENGUJIAN SKENARIO KETIGA
Hasil pengujian tahap pertama, pengujian
sistem load balancing pada MikroTik.
Gambar 41. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 42. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 43. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 44. Hasil Pengujian Kelima
Hasil pengujian tahap kedua, pengujian
sistem load balancing pada Zeroshell.
Gambar 45. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 46. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 47. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 48. Hasil Pengujian Kelima
Jurusan Teknik Informatika dan Komputer – Politeknik Negeri Jakarta
Lampiran 5. Hasil Pengujian Skenario Keempat
HASIL PENGUJIAN SKENARIO KEEMPAT
Hasil pengujian tahap pertama, pengujian
sistem failover pada MikroTik.
Gambar 49. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 50. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 51. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 52. Hasil Pengujian Kelima
Hasil pengujian tahap kedua, pengujian
sistem failover pada Zeroshell.
Gambar 53. Hasil Pengujian Kedua
Gambar 54. Hasil Pengujian Ketiga
Gambar 55. Hasil Pengujian Keempat
Gambar 56. Hasil Pengujian Kelima