ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334240-T32578-Dede Sri...
Transcript of ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20334240-T32578-Dede Sri...
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT X JAKARTA
TESIS
DEDE SRI MULYANA
NPM. 1106118400
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCA SARJANA KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JANUARI 2013
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT X JAKARTA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Administrasi Rumah Sakit
TESIS
DEDE SRI MULYANA
NPM. 1106118400
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, JANUARI 2013
i
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama :
NPM :
Tanda Tangan :
Tanggal :
Dede Sri Mulyana
1106118400
18 Januari 2013
ii
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya :
Nama : Dede Sri Mulyana
NPM : 1106118400
Mahasiswa Program : S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kajian Administrasi Rumah Sakit .
Tahun Akademik : 2012/2013
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan Tesis saya
yang berjudul :
ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT
DI UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT "X" JAKARTA
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan plagiat, maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Depok, 18 Januari2013
(Dedfij Sri Mulyana)
iv
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Administrasi Rumah Sakit pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penyusunan tesis ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
yang tak terhingga kepada:
1. Allah SWT, Sang Khalik seluruh alam. Pemberi pertolongan yang tak terkira, yang
selalu ada untuk hamba-Nya. Yang Maha Pemberi Rahmat. Yang Maha Pembuat
Rencana Terindah untuk setiap hamba-Nya;
2. Ibu Prastuti Soewondo, SE, MPH, PhD, selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini; semoga bimbingan yang telah ibu
berikan dalam penyusunan tesis ini bernilai ibadah disisi Allah SWT dan
mendapatkan pahalaNYA;
3. Kedua orang tua saya yang tidak pernah bosan selalu mendoakan anak-anaknya,
serta senantiasa memberikan dukungan untuk kemajuan anaknya;
4. Anak dan istri tercinta yang selalu memberikan perhatian dan dukungan semangat
selama menjalani perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini;
5. Pihak Rumah Sakit “X” Jakarta, yang telah memberikan izin melakukan penelitian
di rumah sakit tersebut dalam rangka memperoleh data;
6. Rekan – rekan perawat di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta, yang telah
bersedia sebagai responden dalam pengambilan data penelitian;
7. Semua rekan kerja di Komite Mutu, terimakasih atas dukungan dan pengertiannya
selama ini;
Tentunya penelitian ini tidak lepas dari kesalahan atau kekurangan, baik secara
konteks maupun konten, sehingga peneliti memohon maaf sebesar-besarnya dan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
membuka diri untuk saran dan kritik untuk penelitian ini. Peneliti juga berharap akan
ada penelitian sejenis dan lebih baik dari penelitian ini untuk mengembangkan
keilmuwan mengenai keselamatan pasien di Indonesia.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 18 Januari 2013
Penulis
v
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
Nama ; Dede Sri Mulyana
NPM : 1106118400
Program Studi ; Kajian Administrasi Rumah Sakit
Fakultas ; Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya ; Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non Exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS PENYEBAB INSIDEN KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI
UNIT RAWAT INAP RUMAH SAKIT "X" JAKARTA
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royati Non-Eksklusif
ini berarti Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat, dan mempublikasikan
tugas akhir saya tanpa izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuatdi : Depok Pada tanggal
: 18 Januari 2013 Yang
menyatakan,
vi
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Dede Sri Mulyana
Program Studi : Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul : Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh Perawat di
Unit Rawat Inap Rumah Sakit “X’ Jakarta
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi: assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, dan seterusnya. Sejak dideklarasikannya pelaksanaan Patient Safety di Rumah Sakit X pada tahun 2009 hingga tahun 2011, tercatat Insiden Keselamatan Pasien (IKP) sebanyak 171 kasus, dimana IKP paling banyak yaitu sekitar 60% terjadi di pelayanan rawat inap. Melalui penelitian ini, dianalisis penyebab terjadinya IKP di ruang perawatan Rumah Sakit X. Studi dilakukan terhadap 100 perawat pelaksana dengan menggunakan desain cross sectional untuk melihat bentuk hubungan antara variabel individu, kompleksitas pengobatan, kerjama, gangguan/ interupsi, komunikasi, Standar Prosedur Operasional, dan kenyamanan tempat kerja terhadap kejadian IKP. Hasil penelitian menunjukkan variabel karakteristik individu, yang terdiri dari usia, masa kerja, dan kompetensi; dan variabel kerja sama yang memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian IKP dengan nilai P value masing-masing sebesar 0.028, 0.010, 0.028, dan 0.012. Dengan kata lain variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian IKP adalah variabel karakteristik individu sehingga hasil studi ini bisa menjadi pertimbangan bagi Bagian SDM, Komite Keperawatan dan Bagian Keperawatan Rumah Sakit X dalam melakukan seleksi dan pengembangan SDM Keperawatan dalam upaya meningkatkan keselamatan pasien. Kata kunci : keselamatan pasien, unit rawat inap, insiden keselamatan pasien, perawat
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Dede Sri Mulyana
Study Progam : Post Graduate of Hospital Administrative Study
Title : Causes Analysis of Patient Safety Incident by Nurses at
Inpatient Unit in “X” Hospital Jakarta
Patient safety is a system to make patient care become safer. The systems include risk assessment, identifying and managing the risks associated with patient, and so on. Since the patient safety program has been declared in ‘X’ Hospital in 2009 until 2011, there are 171 cases recorded as a number of the patient safety incident (PSI), most cases about 60% occur in inpatient unit. Through this study, determinants of PSI in inpatient unit X Hospital are analyzed. Study is applied to 100 nursing staffs by cross sectional study design in order to observe the correlation between variable of individual characteristic, medication complexity, teamwork, interruption, communication, standard of procedure operational, and work place comfortable to PSI. Result shows that there is a significant correlation between variable of individual characteristic (include age, working time, and levels of competence) and teamwork to PSI, with the P value: 0.028, 0.010, 0.028, and 0.012. In other word, the most significant variable to PSI is individual characteristic variable so it could be a consideration to recruit and do improvement based on patient safety by Human Resources, Nursing Committee and Nursing Unit of X Hospital. Keyword: patient safety, inpatient unit, patient safety incident, nurse
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii
SURAT PERNYATAAN …………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………… v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………… vi
ABSTRAK………………………………………………………………….. vii
ABSTRACT………………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………….. x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………... 5
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………. 5
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………………… 5
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………… 6
ix
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tatakelola Rumah Sakit dan Tatakelola Klinis …………………… 8
2.2. Keselamatan Pasien Rumah Sakit ………………………………… 9
2.2.1. Latar Belakang……………………………………………….. 9
2.2.2. Definisi Keselamatan Pasien ………………………………… 11
2.2.3. Tujuan Program Keselamatan Pasien ……………………….. 12
2.2.4. Tujuh Langkah Keselamatan Pasien ………………………… 12
2.2.5. Rekomendasi Kebijakan Terkait Keselamatan Pasien ………. 13
2.2.6. Lima Prinsip Keselamatan Pasien …………………………… 14
2.2.7. Enam Sasaran Keselamatan Pasien 14
2.3. Insiden Keselamatan Pasien ………………………………………. 19
2.3.1. Jenis-jenis Insiden Keselamatan Pasien …………………….. 20
2.3.2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Insiden
Keselamatan Pasien …………………………………………. 21
2.4. Manajemen Keperawatan …………………………………………. 32
2.4.1. Pengertian Perawat ………………….……………………….. 33
2.4.2. Peran dan Fungsi Perawat ……………………………………. 33
2.4.3. Pelayanan Keperawatan ……………………………………… 34
2.4.4. Asuhan Keperawatan ………………………………………… 35
2.4.5. Kompetensi Perawat………………………………………….. 36
BAB 3 GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT “X”
3.1. Keyakinan Dasar, Nilai Dasar dan Tata Nilai Rumah Sakit X ……. 41
3.2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit X …………………………………. 42
3.3. Sistem Manajemen Mutu Akreditasi Rumah Sakit dan ISO 42
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
9001:2008……………………………………………………………
3.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit X ………………………………... 43
3.5. Produk yang Dihasilkan Rumah Sakit X .…………………………. 48
3.6. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit X …………………………… 51
3.7. Sarana dan Prasarana ………………………………………………. 53
3.8. Kinerja Rumah Sakit X…………………………………………….. 54
3.9. Gambaran Umum Bagian Keperawatan Rumah Sakit X………….. 56
BAB 4 KERANGKA TEORI, KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
4.1 Kerangka Teori ………………………………………………………. 60
4.2 Kerangka Konsep…………………………………………………….. 61
4.3 Hipotesis……………………………………………………………… 62
4.4 Definisi Operasional………………………………………………….. 64
BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Jenis Penelitian……………………………………………………….. 70
5.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………………… 70
5.3 Populasi dan Sampel……….…………………………………………. 70
5.3.1 Populasi……………………………………………………….. 70
5.3.2 Sampel………………………………………………………... 70
5.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………… 72
5.4.1 Sumber Data …………………………………………………. 72
5.4.2 Instrumen Penelitian …………………………………………. 73
5.4.3 Cara Pengumpulan Data ……………………………………... 73
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
5.4.4 Prosedur Penelitian …………………………………………... 73
5.5 Uji Penelitian…………………………………………………………. 74
5.6. Analisis Data…………………………………………………………. 75
BAB 6 HASIL PENELITIAN
6.1 Hasil Analisa Univariat…………………………………………….. 76
6.2 Hasil Analisis Bivariat……………………………………………… 83
BAB 7 PEMBAHASAN
7.1 Pelaksanaan Penelitian……………………………………………… 94
7.2 Keterbatasan Penelitian…………………………………………….. 94
7.3 Hasil Analisis Penyebab Insiden Keselamatan Pasien Berdasarkan Karakteristik Individu..…………
95
7.4 Insiden Keselamatan Pasien……………………………………….. 106
BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan………………………………………………………… 107
8.2 Saran………………………………………………………………... 109
DAFTAR REFERENSI xiii
Lampiran
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Model Sistem Sosioteknikal ………………………………………..……..22
Tabel 3.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan ………………............52
Tabel 3.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Profesi ……………………………53
Table 3.3 Pola Ketenagaan Perawat………………………………………………….56
Tabel 6.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan...……………..77
Tabel 6.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja……………….77
Table 6.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenjang Kompetensi……..78
Table 6.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur…….………………78
Tabel 6.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Kompleksitas
Pengobatan…………………………………………………………………………..79
Tabel 6.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kerjasama dalam Unit….………………………………………………...................80 Tabel 6.7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Gangguan/interupsi saat bekerja...……………………………….…………………..80 Tabel 6.8. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Komunikasi…………………….…………………………………………………….81 Tabel 6.9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Standar Prosedur Operasional….………...……….………………………………….81 Tabel 6.10. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kenyamanan Tempat Kerja……………………………..………………….82 Tabel 6.11. Distribusi Insiden Keselamatan Pasien .………………………..……….83 Table 6.12 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) ……………………………………………………………83 Table 6.13. Distribusi Responden Menurut Masa Kerja Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……………………………………………………………84
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Table 6.14 Distribusi Responden Menurut Kompetensi Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) ……….………………………………………….85 Table 6.15 Distribusi Responden Menurut Usia Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)………………………..…………………………………..86 Table 6.16 Distribusi Responden Menurut Kompleksitas Pengobatan pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)………………............88 Table 6.17 Distribusi Responden Menurut Persepsi Kerjasama pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……………................88 Table 6.18 Distribusi Responden Menurut Persepsi Gangguan / Interupsi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……..………………….………89 Table 6.19 Distribusi Responden Menurut Persepsi Komunikasi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)…………..……………………91 Table 6.20 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap SPO pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……..………………………...91 Table 6.21 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap Kenyamanan dalam Tempat Kerja pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)……………………………………………………………………………….…92
x
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berkontribusi pada Insiden Keselamatan Pasien…..24
Gambar 2.2 Multi-Causal Theory “Swiss Cheese” Diagram ………………………25
Gambar 2.3 Model ‘Swiss Cheese’ ………………………………………………...26
Gambar 4.1 Kerangka Teori Insiden Keselamatan Pasien …………………………60
Gambar 4.2 Kerangka Konsep Penelitian..………………………………………….62
xi
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Kuesioner
Lampiran 2. Crosstab Hasil Analisis Data
Lampiran 3. Kuesioner Sebelum Uji Coba
Lampiran 4. Kuesioner Setelah Uji Coba
xii
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini
dimana sekarang banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang
terjadi pada pasien. Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana
rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil (Kemenkes, 2011). Di dalam keselamatan pasien terdapat istilah insiden
keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden yaitu setiap kejadian yang
tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan
cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan
Kejadian Potensial Cedera (KPC).
Menurut laporan dari IOM (Institute of Medicine) di Amerika tahun 1999
secara terbuka menyatakan bahwa paling sedikit 44.000 bahkan 98.000 pasien
meninggal di rumah sakit dalam satu tahun akibat dari kesalahan medis (medical
errors) yang sebetulnya bisa dicegah keadaan ini menyebabkan tuntutan hukum
yang dialami rumah sakit semakin meningkat. Kuantitas ini melebihi kematian
akibat kecelakaan lalu lintas, kanker payudara dan AIDS. Penelitian Bates
(JAMA, 1995, 274; 29-34) menunjukkan bahwa peringkat paling tinggi
kesalahan pengobatan (medication error) pada tahap ordering (49%),diikuti
tahap administration management (26%), pharmacy management (14%),
transcribing (11%). Kemudian pada tahun 2000, IOM menerbitkan laporan : “To
Err is Human”, Building a Safer Health System. Laporan itu mengemukakan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
2
Universitas Indonesia
penelitian di beberapa rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York tentang
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
sebanyak 2,9%, 6,6% diantaranya menyebabkan kematian, sementara di New
York angka KTD sebedar 3,7% dengan angka kematian mencapai 13,6%. Angka
kematian akibat KTD pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang
berjumlah 33,6 juta per tahun berkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Dari publikasi
WHO pada tahun 2004 yang mengumpulkan angka – angka penelitian rumah
sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan
KTD dengan rentang 3,2 – 16,6%.
Tahun 2001 dalam laporan FDA Safety, Thomas Maria R, et al
menemukan bahwa yang menjadi penyebab terjadinya kesalahan obat adalah :
komunikasi (19%), pemberian label (20%), nama pasien yang membingungkan
(13%), faktor manusia (42%), dan disain kemasan (20,6%). Adapun kesalahan
yang berhubungan dengan faktor manusia antara lain berhubungan dengan :
kurangnya pengetahuan (12,3%), kurangnya kinerja (13,2%), kelelahan (0,3%),
kesalahan kecepatan infuse (7%), dan kesalahan dalam menyiapkan obat (7%).
Sedangkan menurut penelitian tersebut menurut jenis kesalahan yang paling
banyak adalah salah obat (22%), over dosis (17%), salah rute obat (8%), salah
tehnik (7%), dan kesalahan dalam monitoring (7%).
Ballard (2003) melaporkan bahwa bentuk KTD meliputi: 28%
merupakan reaksi dari pengobatan atau obat – obat yang diberikan, 42% adalah
kejadian yang mengancam kehidupan tetapi dapat dicegah, 20% pelayanan di
poliklinik, 10 – 30% kesalahan di laboratorium. Sementara itu bentuk KTD lain
yang dilaporkan oleh Mengis & Nicholini (2010) adalah berupa kesalahan
dalam pemberian obat dan terkait intervensi pembedahan.
Laporan di atas telah menggerakkan sistem kesehatan dunia untuk
merubah paradigma pelayanan kesehatan menuju keselamatan pasien (patient
safety). Gerakan ini berdampak juga terhadap pelayanan kesehatan di Indonesia
melalui pembentukan KKPRS (Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit) pada
tahun 2004. Pada tahun 2007 KKP-RS melaporankan insiden keselamatan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
3
Universitas Indonesia
pasien sebanyak 145 insiden yang terdiri dari KTD 46%, KNC 48% dan lain-
lain 6%, dan lokasi kejadian tersebut berdasarkan provinsi ditemukan DKI
Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu 37,9% diikuti Jawa Tengah 15,9%, DI
Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,9%, Jawa Barat 2,8%,
Bali 1,4%, , Sulawesi Selatan 0,69% dan Aceh 0,68% . Berdasarkan Laporan
Peta Nasional Insiden Keselamatan Pasien (Kongres PERSI Sep 2007),
kesalahan dalam pemberian obat menduduki peringkat pertama (24.8%) dari 10
besar insiden yang dilaporkan.
Perawat merupakan petugas kesehatan yang mempunyai peranan sangat
penting dalam proses pengobatan pasien. Perawat memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien dengan mendorong
klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pelayanan selama menjalani
perawatan. Perawat berusaha membantu klien dalam membangun pengertian
yang benar dan jelas tentang pengobatan yang sedang dijalaninya, memberikan
pendidikan kepada pasien dan keluarganya setiap pelayanan yang diberikan dan
turut serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan tentang pelayanan
yang diberikan bersama dengan tenaga kesehatan lain.
Rumah sakit perlu meningkatkan mutu pelayanan untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat diantaranya melalui Program Keselamatan Pasien
dimana World Health Organization (WHO) telah memulainya pada tahun 2004.
Di Indonesia Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit (GKPRS) dicanangkan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada 21 Agustus 2005. Setiap rumah
sakit membentuk tim keselamatan pasien rumah sakit. Gerakan Keselamatan
Pasien Rumah Sakit adalah suatu sistem yang mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission).
Terjadinya insiden keselamatan pasien di suatu rumah sakit, akan
memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, staf, dan pasien
pada khususnya karena sebagai penerima pelayanan. Adapun dampak yang
ditimbulkan lainnya adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
4
Universitas Indonesia
terhadap pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas atau mutu asuhan yang
diberikan, karena keselamatan pasien merupakan bagian dari mutu (Flynn, 2002
dalam Cahyono, 2008).
1.2. Rumusan Masalah
Pengelolaan keselamatan pasien dalam pelayanan di rumah sakit berguna
untuk mengurangi tingkat kecacatan atau kesalahan dalam memberikan
pelayanan kepada pasien, oleh karena itu keselamatan pasien merupakan
prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah sakit.
Terdapat faktor-faktor yang dapat berkontribusi terhadap terjadinya
insiden keselamatan pasien seperti yang dikemukakan oleh Leape (1994);
Dineen (2002); AHRQ (2003); Depkes (2008), Henrikson, et al (2008) meliputi
faktor karakteristik individu, sifat dasar pekerjaan, lingkungan fisik, interaksi
antara system & manusia, lingkungan organisasi dan sosial, manajemen, dan
lingkungan eksternal.
Sejak dideklarasikannya pelaksanaan Patient Safety di Rumah Sakit “X”
pada tahun 2009, tercatat sampai Desember 2011 jumlah Insiden Keselamatan
Pasien berjumlah 171 kasus. Dari jumlah tersebut sekitar 34,5% kasus terkait
penggunaan obat (medication error) dan 65,5% kasus lainnya seperti pasien
jatuh, salah identitas, salah hasil laboratorium, dan lain-lain. Berdasarkan insiden
keselamatan pasien tersebut maka yang tergolong ke dalam Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) sekitar 18%, Kejadian Tidak Cedera (KTC) sekitar 9,4%,
dan Kejadian Nyaris Cedera (KNC) sekitar 56%. Dari semua Insiden
Keselamatan Pasien yang terjadi di Rumah Sakit “X” tersebut sekitar 60 %
terjadi di ruang perawatan.
Didalam pelayanan di rumah sakit seperti yang tertuang dalam undang-
undang nomor 44 tahun 2009 bahwa rumah sakit berkewajiban memberi
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah
sakit, oleh karena itu rumah sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
5
Universitas Indonesia
Sementara itu di unit rawat inap Rumah Sakit “X” telah terjadi Insiden
Keselamatan Pasien yang mencapai 60% dari total insiden, padahal perawat
merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan keselamatan pasien di rumah sakit.
Hal ini menunjukan bahwa dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan
kepada pasien di ruang rawat inap belum mengutamakan aspek keselamatan
pasien secara optimal. Keadaan ini disebabkan belum diketahuinya penyebab
yang berhubungan dengan Insiden Keselamatan Pasien oleh perawat di unit
rawat inap Rumah Sakit “X” sehingga pihak manajemen tidak dapat melakukan
pencegahan secara tepat terhadap terjadinya insiden tersebut. Dengan
diketahuinya penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh perawat di unit rawat
inap, akan lebih mudah dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya
Insiden Keselamatan Pasien.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Melakukan identifikasi penyebab Insiden Keselamatan Pasien oleh
perawat di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui :
1.3.2.1 Analisa hubungan pendidikan perawat sebagai penyebab Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.2 Analisa hubungan pengalaman kerja perawat dengan Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.3 Analisa hubungan kompetensi perawat dengan Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.4 Analisa hubungan umur perawat dengan Insiden Keselamatan
Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.5 Analisa hubungan kompleksitas pengobatan dengan Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
6
Universitas Indonesia
1.3.2.6 Analisa hubungan kerja sama dalam unit dengan Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.7 Analisa hubungan gangguan atau interupsi pada perawat saat
bekerja dengan Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap
Rumah Sakit “X”.
1.3.2.8 Analisa hubungan komunikasi perawat dengan Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.9 Analisa hubungan pelaksanaan Standar Prosedur Operasional
yang dipakai perawat dengan Insiden Keselamatan Pasien di
unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
1.3.2.10 Analisa hubungan kenyamanan tempat kerja perawat dengan
Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit
“X”.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Keselamatan pasien merupakan bidang baru di dalam pelayanan
rumah sakit, sehingga melalui penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam bidang pelaksanaan
keselamatan pasien di rumah sakit.
1.4.2 Bagi institusi rumah sakit dan unit rawat inap
Insiden keselamatan pasien merupakan salah indikator mutu layanan
di rumah sakit. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
manajemen di Rumah Sakit “X” Jakarta dalam rangka memberikan
pelayanan yang aman, nyaman, dan bermutu tinggi. Dengan meningkatnya
keselamatan pasien diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah
sakit akan meningkat pula.
Disamping itu hasil penelitian ini dapat juga menjadi masukan untuk
Bagian Keperawatan dalam mengelola perawat di lapangan sehingga
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
7
Universitas Indonesia
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien lebih aman dan
tidak terjadi insiden keselamatan pasien, dan keselamatan pasien menjadi
lebih terjamin.
1.4.3 Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dalam rangka pengembangan pendidikan dan
pengajaran tentang Keselamatan Pasien terutama dalam hal aplikasinya
dilapangan. Mengingat keselamatan pasien merupakan issue penting
didalam perumahsakitan, diharapkan dalam pemberian materi kuliah
tentang keselamatan pasien dapat lebih mendalam dan aplikatif.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
8
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tatakelola Rumah Sakit dan Tatakelola Klinis
Rumah sakit merupakan sebuah organisasi pelayanan kesehatan yang
memiliki banyak komponen yang saling berinteraksi, dengan demikian
diperlukan tata kelola atau governance.
Rumah sakit memiliki elemen-elemen yang membuat rumah sakit
menjadi organisasi yang penuh dengan risiko, antara lain :
1. Pasien, yang memiliki banyak variabel antara lain jenis penyakit, umur, ras,
sex, pendidikan, ekonomi, budaya, dan sosial.
2. Staf, antara lain memiliki variabel kompetensi, keterampilan, pendidikan,
motivasi, dan kesesuaian
3. Proses, yang meliputi perbedaan, pedoman, guideline, dan prosedur
4. Sumber daya,
5. Informasi, yang harus memperhatikan kualitas dan sesuai bila diperlukan,
siap untuk dimanfaatkan
6. Organisasi; yang meliputi elemen filosofi, visi, misi, dukungan untuk
perbaikan pelayanan.
Keenam elemen di atas akan berdampak pada profesionalitas pelayanan
yang berujung pada risiko, terutama bagi pasien. Oleh karena itu, rumah sakit
memerlukan tatakelola dalam menjalankan organisasinya. Tata kelola atau
governance adalah tindakan atau sikap dalam membentuk kebijakan dan
keseteraan (sebuah organisasi, atau kumpulan orang).
“Governance is the action or manner of conducting the policy and affairs of (a
state, organisation, or people) – Concise Oxford Dictionary (10th Edition)”
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Dalam tata kelola / governance di rumah sakit terdapat dua komponen
risiko yaitu: Corporate governance dan Clinical governance seperti yang dikutip
dari Jacobalis S (2003).
1. Corporate governance yang menyebabkan risiko layanan usaha (corporate
risk) seperti :
a. Risiko kerugian asset
b. Risiko kerugian pendapatan bisnis
c. Risiko kerugian tuntutan hukuman
d. Risiko kesalahan SDM
e. Risiko kerugian akibat kelemahan sistem prosedur operasional baku
atau petunjuk pelaksanaan
f. Risiko korupsi, tindak criminal, ketidakjujuran karyawan
g. Risiko kerugian akibat bahaya kesejahteraan tenaga kerja yang tinggi.
2. Clinical governance
a. Risiko complain pasien
b. Risiko klaim pasien
c. Risiko kejadian-kejadian kritis (Critical incidents)
d. Risiko malpraktek
e. Risiko infeksi nosokomial
f. Risiko kesalahan medis
g. Risiko K3 (insiden keselamatan kerja)
Bentuk risiko governance yang saat ini tengah menjadi salah satu fokus para
praktisi rumah sakit seluruh dunia adalah clinical governance yakni yang terkait
dengan keselamatan pasien.
2.2 Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2.2.1 Latar Belakang
Sejak awal tahun 1990, institusi rumah sakit selalu meningkatkan
mutu pada 3 (tiga) elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
10
Universitas Indonesia
bermacam-macam konsep dasar. Program regulasi yang diterapkan
terutama pada rumah sakit pemerintah seperti Penerapan Standar
Pelayanan Rumah Sakit, Quality Improvement, Perizinan, Akreditasi
Rumah Sakit, Crendentialing, Audit Medis, Indikator Klinis, Clinical
Governance, dan ISO. Meskipun program-program tersebut telah dapat
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit baik pada aspek struktur,
proses maupun outcome, namun masih saja terjadi adverse event yang
tidak jarang berakhir dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu, perlu
penerapan program lain yang lebih mengena langsung pada hubungan
dokter-pasien untuk lebih memperbaiki proses pelayanan (Kertadikara,
2008).
Dari berbagai cara meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit,
mulai dari Quality Assurance, Total Quality Control sampai yang terbaru
Continuing Total Quality Improvement (CTQI), sebenarnya berbasis yang
relatif sama yaitu “upaya”, jadi yang terpenting tidak hanya dibicarakan
kebaikan dan keunggulan, tetapi paling penting adalah dapat dikerjakan.
Ada 3 aspek mutu yaitu aspek klinis, aspek efiseinsi, dan aspek Patient
Safety (Sabarguna, 2009).
Aspek Patient Safety merupakan upaya menjaga mutu dengan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (Yahya, 2006).
Keberhasilan patient safety juga sangat tergantung pada individu
staf medis yang terkait dengan pelayanan pasien. Akibatnya banyak
muncul hambatan internal dalam pelaksanaannya. Ada lima karakteristik
hambatan personal yang sering muncul dalam penerapan patient safety
ini, yaitu (1) visi institusi mengenai keselamatan pasien tidak jelas, (2)
takut dihukum, (3) sistem untuk menganalisis kesalahan tidak memadai,
(4) tugas masing-masing staf yang terlalu kompleks, dan (5) teamwork
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
11
Universitas Indonesia
yang tidak adekuat (Kalisch BJ., Aebersold M. 2006 dalam Lestari,
2006).
2.2.2 Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu
sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
tersebut meliputi : assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011, Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit).
Menurut IOM, keselamatan pasien (Patient Safety) didefinisikan
sebagai freedom from accidental injury. Accidental injury disebabkan
karena error yang meliputi kegagalan suatu perencanaan atau memakai
rencana yang salah dalam mencapai tujuan. Accidental injury juga akibat
dari melaksanakan tindakan yang salah (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission). Accidental
injury dalam prakteknya akan berupa kejadian tidak diinginkan (near
miss).
Menurut Sir Liam Donaldson (Ketua WHO World Alliance For
Patient Safety, Forward Programme, 2006-2007) mengungkapkan bahwa
“Safe care is not an option. It is the right of every patient who entrusts
their care to our health care system” yaitu pelayanan kesehatan yang
aman bagi pasien bukan sebuah pilihan akan tetapi merupakan hak pasien
untuk percaya pada pelayanan yang diberikan oleh suatu sistem pelayanan
kesehatan.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
12
Universitas Indonesia
Dalam PERMENKES RI Nomor 1691/Menkes/PER/VIII/2011)
disebutkan bahwa keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi
asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjut selanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
2.2.3 Tujuan Program Keselamatan Pasien
Menurut Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS),
tujuan program keselamatan pasien di rumah sakit antara lain :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
3. Menurunnya kejadian yang tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
2.2.4 Tujuh Langkah Keselamatan Pasien
Komite Keselamatan Pasien yang dibentuk Persatuan Rumah
Sakit Indonesia (PERSI) yang juga disupervisi oleh Departemen
Kesehatan tahun 2008 mencanangkan tujuh langkah keselamatan pasien
yang harus dijalankan di tiap rumah sakit, antara lain adalah :
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
2. Pimpin dan dukung staf. Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat
dan jelas tentang keselamatan pasien.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
13
Universitas Indonesia
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan
proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan asesmen hal
yang potensial bermasalah
4. Kembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah
dapat melaporkan kejadian atau insiden, serta rumah sakit mengatur
pelaporan kepada KKP-RS.
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara
komunikasi yang terbuka dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong
staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana
dan mengapa kejadian itu timbul.
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.
Gunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan
2.2.5 Rekomendasi Kebijakan terkait Keselamatan Pasien
Rekomendasi Kebijakan Tingkat Nasional terkait Keselamatan
Pasien. Untuk kebijakan tingkat nasional, IOM merekomendasikan
beberapa hal yang terkait keselamatan pasien antara lain adalah (Kohn,
2000) :
1. Pembuatan standar untuk organisasi kesehatan dimana organisasi
kesehatan harus memberikan perhatian yang besar untuk program
keselamatan pasien. Regulator dan badan akreditasi mengharuskan
organisasi kesehatan untuk mengimplementasikan program
keselamatan pasien.
2. Pembuatan standar untuk profesi kesehatan yakni dengan test
periodik bagi dokter, perawat dan tenaga lain, sertifikasi, pembuatan
kurikulum keselamatan pasien, pelatihan, konferensi, jurnal dan
publikasi lain.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
14
Universitas Indonesia
2.2.6 Lima Prinsip Keselamatan Pasien
Selain program , Kohn (2000) menyusun pula lima prinsip untuk
merancang safety system di organisasi kesehatan yakni :
1) Prinsip 1 : Provide Leadership meliputi :
a. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tujuan utama/prioritas
b. Menjadikan keselamatan pasien sebagai tanggung jawab bersama
c. Menunjuk/menugaskan seseorang yang bertanggung jawab untuk
program keselamatan
d. Menyediakan sumber daya manusia dan dana untuk analisis error
dan redesign sistem
e. Mengembangkan mekanisme yang efektif untuk mengidentifikasi
“unsafe” dokter
2) Prinsip 2 : Memperhatikan keterbatasan manusia dalam perancangan
proses yakni:
a. Design job for safety
b. Menyederhanakan proses
c. Membuat standar proses
3) Prinsip 3 : Mengembangkan tim yang efektif
4) Prinsip 4 : Antisipasi untuk kejadian tak terduga :
a. Pendekatan proaktif,
b. Menyediakan antidotum dan
c. Training simulasi.
5) Prinsip 5 : Menciptakan atmosfer “Learning”
2.2.7 Enam Sasaran Keselamatan Pasien
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan
disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety
Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
15
Universitas Indonesia
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint
Commission International (JCI).
2.2.7.1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien
dapat terjadi dihampir semua aspek/tahapan diagnosis dan
pengobatan. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua
kali pengecekan yaitu : pertama, untuk identifikasi pasien
sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau
pengobatan; kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut.
Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif
dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi,
khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika
pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah
dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau pemberian
pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan / atau prosedur
memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien , seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir
gelang identitas pasien, dan lain – lain. Nomor kamar pasien
atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan
dan/ atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas
berbeda di lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti pelayanan
rawat jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk
identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses
kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/
atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan
situasi unutuk dapat diidentifikasi.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
16
Universitas Indonesia
2.2.7.2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap,
jelas,dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi
kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi
pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah
pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan
hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.
Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan / atau prosedur untuk perintah lisan dan telpon.
Kebijakan dan / atau prosedur juga menjelaskan bahwa
diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back)
bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi
gawat darurat di IGD atau ICU.
2.2.7.3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High Alert)
Bila obat – obatan menjadi bagian dari rencana
pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis
untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high alert medication) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel
event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang
tidak diinginkan (adverse event) seperti obat-obatan yang
terlihat mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/ NORUM),
obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
17
Universitas Indonesia
sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih
pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan
magnesium sulfat (50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa
terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di
unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak
diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada
keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan
meningkatkan proses pengelolaan obat-obatan yang perlu
diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari
unit pelayanan pasien ke farmasi.
Rumah Sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan / atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat
yangperlu di waspadai berdasarkan data yang ada di rumah
sakit.
2.2.7.4. Sasaran IV : Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
Salah lokasi, salah prosedur, pasien salah pada operasi
adalah sesuai yang menghawatirkan dan tidak jarang terjadi di
rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang
tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota tim bedah,
kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi
operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi
lokasi operasi. Disamping itu asesmen pasien yang tidak
adekuat, penelaahan catatan medis tidak adekuat, budaya yang
tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang
tidak terbaca dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor
kontribusi yang sering terjadi.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
18
Universitas Indonesia
Penandaan lokasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan
pada tanda yang mudah dikenali. Tanda itu harus digunakan
secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator /
orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan pada saat
pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat
sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan
pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur
(jari tangan, jari kaki, lesi) atau multivel level (tulang belakang).
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
1. Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar
2. Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik,
dan dipampang
3. Melakukan verifikasi ketersediaan peralatan khusus dan /
atau implant yang dibutuhkan.
Tahap sebelum insisi (Time Out) memungkinkan semua
pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan
ditempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan
dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
2.2.7.5. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan
terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya
untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih,
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
19
Universitas Indonesia
infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia
(seringkali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain
adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Rumah sakit
mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan
dan / atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk
hand hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi
petunjuk itu di rumah sakit.
2.2.7.6. Sasaran VI : Pengurangan Risiko Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera
bagi pasien rawat inap. Dalam konteks populasi / masyarakat yang
dilayani, pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit
perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa
termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang
digunakan oleh pasien.
2.3 Insiden Keselamatan Pasien
Dalam Institue of Medication, patient safety didefinisikan sebagai: “An
adverse event results in unintended harm to the patient by an act of commission
or omission rather than by the underlying disease or condition of the patient.”
Sementara dalam Permenkes No 1691 tahun 2011, insiden keselamatan pasien
yang selanjutnya disebut insiden adalah. setiap kejadian yang tidak disengaja
dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang
dapat dicegah pada pasien. Insiden keselamatan pasien juga merupakan akibat
dari melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil (omission) (Depkes, 2008). Namun demikian,
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
20
Universitas Indonesia
penyebab terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit sangat kompleks,
melibatkan semua bagian dalam sistem yang berlaku dalam rumah sakit.
2.3.1. Jenis-jenis Insiden Keselamatan Pasien
Berdasarkan Permenkes No. 1691 Tahun 2011, tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit, insiden keselamatan pasien terdiri dari :
2.3.1.1 Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan
cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan
karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Kejadian tersebut
dapat terjadi di semua tahapan dalam perawatan dari diagnosis,
pengobatan dan pencegahan ( Reason, 1990 dalam To Err Is
Human : Building A Safer Health System.)
2.3.1.2 Kejadian Tidak Cedera (KTC)
Suatu insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak
mengakibatkan cedera.
2.3.1.3 Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
Kejadian Nyaris Cedera adalah terjadinya insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien. Misalnya suatu obat dengan
overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan
membatalkannya sebelum obat diberikan kepada pasien.
2.3.1.4 Kejadian Potensial Cedera (KPC)
Kejadian Potensial Cedera adalah kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi
insiden. Misalnya obat-obatan LASA (Look Alike Sound Alike)
disimpan berdekatan.
2.3.1.5 Kejadian Sentinel
Adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius. Biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat
tidak diharapkan atau tidak dapat diterima seperti: operasi pada
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
21
Universitas Indonesia
bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata 'sentinel' terkait dengan
keseriusan cedera yang terjadi (Mis. Amputasi pada kaki yang
salah, dst) sehingga pecarian fakta-fakta terhadap kejadian ini
mengungkapkan adanya masalah yang serius pada kebijakan dan
prosedur yang berlaku.
2.3.2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Insiden Keselamatan Pasien
The Institute of Medicine’s (IOM’s), melalui laporannya yang
berjudul To Err is Human: Building a Safer Health System yaitu :
“Health care is composed of large set of interacting system—paramedic, and emergency, ambulatory, impatient care, and home health care; testing imaging laboratories; pharmacies; and so fort-that are coupled in loosely connected but intricate network of individuals, teams, procedures, regulations, communications, equipment, and devices that function with diffused management in a variable and uncertain environment. Physicians in community practice may be so tenuously connected that they do not even view themselves as part of the system of care”
Laporan tersebut menekankan bahwa yang meningkatkan
pencegahan terhadap insiden (adverse event) adalah berupa faktor yang
sistemik, artinya, tidak hanya berasal dari kinerja seorang perawat, dokter,
atau tenaga kesehatan lain (Sanders M et al, 1993). Laporan tersebut juga
memberi perhatian pada faktor komunitas manusia yang terlibat pada
masalah pelayanan kesehatan. Insiden keselamatan pasien dihasilkan dari
interaksi atau kecenderungan dari beberapa faktor yang diperlukan
kecuali beberapa faktor yang tidak sesuai. Kekurangan pada faktor-faktor
tersebut terlihat pada sistem, telah lama ada sebelum terjadi suatu insiden.
Yang menjadi poin penting adalah pada pemahaman bahwa ada
kebutuhan untuk menyadari dan memahami fungsi dari banyaknya sistem
yang masing-masing berkaitan dengan setiap penyedia layanan kesehatan
dan bagaimana kebijakan serta tindakan yang diambil pada suatu bagian
(dalam sistem tersebut) akan berdampak pada kemanan, kualitas dan
efisiensi pada sistem bagian lainnya.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Sebuah istilah yang dikenal dalam bidang keselamatan pasien
adalah bahwa setiap sistem secara sempurna dirancang untuk meraih hasil
yang didapatkan (Henrisken et al, 2008). Istilah tersebut dipopulerkan
oleh seorang dokter. Donald Berwick dari Institut Pengembangan
Pelayanan Kesehatan, yang sangat fokus pada dasar sistem. Dengan
perspektif sistem, fokus adalah pada interaksi dan kebergantungan di
antara banyak komponen (yang membentuk sistem) dan tidak berarti
hanya komponen di dalam sistem tersebut saja. Beberapa peneliti telah
mengusulkan beberapa model sistem dengan faktor. Berikut ini adalah
perbandingan elemen-elemen model pada sistem sosioteknikal:
Tabel 2.1 Model Sistem Sosioteknikal
Authors Elemen-lemen model/faktor-faktor pada model sistem
Henriksen, Kaye, Morisseau 1993
1. Karakteristik Individu 2. Sifat Dasar Pekerjaan 3. Interaksi antara sistem dan
manusia 4. Lingkungan Fisik 5. Lingkungan sosial/Organisasi 6. Manajemen 7. Lingkungan Eksternal
Vincent 1998 1. Karakteristik pasien 2. Faktor Pekerjaan 3. Faktor individu 4. Lingkungan kerja 5. Faktor manajemen dan organisasi
Carayon, Smith 2000 1. Manusia (disiplin ilmu) 2. Teknologi dan Perangkat 3. Lingkungan Fisik 4. Target organisasi 5. Proses pelayanan
Pendekatan sistem memberikan perspektif yang luas dalam mencari
solusi dalam lingkungan secara fisik dan budaya. Sebagai contoh yaitu
bagaimana pengaturan unit, prosedur pelayanan kesehatan, transfer
pengetahuan oleh organisasi (organizational knowledge transfer),
kesalahan teknis, kurangnya kebijakan dan prosedur, komunikasi antar
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
23
Universitas Indonesia
tim dan isu dalam ketenagaan mempengaruhi seorang individu dalam
memberikan layanan yang aman dan berkualitas. Apabila hal tersebut
tidak terpenuhi maka akan menghasilkan error atau kesalahan (Carayon,
2003).
Menurut Carayon (2003), tipe error dan bahaya dapat terklarifikasi
menurut domain atau kejadian dalam spectrum pelayanan kesehatan. Akar
permasalahan dari bahaya teridentifikasi menurut definisi berikut yaitu:
a. Latent Failure yaitu melibatkan pengambilan keputusan yang
mempengaruhi kebijakan, prosedur organisasi dan alokasi sumber
daya
b. Active Failure yaitu kontak langsung dengan pasien
c. Organizational failure yaitu kegagalan secara tidak langsung yang
melibatkan manajemen, budaya, organisasi, proses/protokol,
transfer pengetahuan dan faktor eksternal.
d. Technical failure yaitu kegagalan secara tidak langsung dari fasilitas
atau sumberdaya eksternal.
Depkes, (2008) mengungkapkan bahwa faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya insiden keselamatan pasien adalah: faktor
eksternal/luar rumah sakit, faktor organisasi dan manajemen, faktor
lingkungan kerja, faktor tim, faktor petugas & kinerja, faktor tugas, faktor
pasien, dan faktor komunikasi.
Sementara itu Agency for Healthcare Research and
Quality/AHRQ (2003) mengatakan bahwa factor yang dapat
menimbulkan insiden keselamatan pasien adalah : komunikasi, arus
informasi yang tidak adekuat, masalah SDM, hal-hal yang berhubungan
dengan pasien, transfer pengetahuan di rumah sakit, alur kerja, kegagalan
teknis, kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.
Bagan (gambar 2.1) di bawah ini menunjukkan komponen-
komponen atau faktor-faktor yang perlu dipahami tentang dasar
terjadinya adverse event atau insiden keselamatan pasien. Bagan tersebut
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
24
Universitas Indonesia
menunjukkan bagaimana setiap faktor berinteraksi satu sama lain. Ketika
faktor-faktor tersebut berfungsi secara bersamaan akan terbentuk barrier
atau sistem pertahanan terhadap insiden keselamatan pasien yang
sebenarnya dapat dicegah. Namun, apabila terdapat kekurangan atau
ketidaksesuaian pada komponen-komponen tersebut dan satu sama lain
bergerak terpisah maka hal itulah yang menjadi kekurangan sistem
sehingga adverse event dapat terjadi (Henriksen et al, 2008). Bagan di
bawah ini juga menunjukkan akar permasalahan sampai penyebab
langsung terjadinya insiden keselamatan pasien. Meski tersusun secara
bertingkat, setiap faktor tersebut tetap memiliki hubungan atau
berpengaruh terhadap insiden keselamatan pasien, seperti terlihat pada
gambar 2.1.
Gambar 2.1 Faktor-faktor yang berkontribusi pada Insiden Keselamatan Pasien (Adverse Event) di Pelayanan Kesehatan (Henriksen Kerm et al,
2008).
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
25
Universitas Indonesia
Kekurangan yang terjadi akibat tidak berfungsinya komponen-
komponen sistem pertahanan tersebut menggambarkan “holes” atau
“lubang-lubang” pada tiap lapisan pertahanan sehingga kondisi yang
demikian membentuk apa yang lebih dikenal sebagai model “Swiss
Cheese” .
Gambar 2.2 Multi-Causal Theory “Swiss Cheese” Diagram (Reason, 1991)
Pada pelayanan kesehatan, kesalahan ‘aktif’ dapat disebabkan
oleh beberapa pelaku pelayanan kesehatan, seperti dokter, perawat,
teknisi, dan lain-lain, yang berada pada pelaksanaan atau tindakan,
bertanggung jawab pada pasien hingga pada ‘ujung tajam’ (lihat Gambar
2.3) (Cook R et al, 1994). Kondisi laten adalah faktor potensial yang
tersembunyi dan tertidur dalam sistem pelayanan kesehatan, faktor
potensial ini terdapat atau terjadi pada hulu di tingkatan yang lebih
terpencil, jauh dari ujung aktif (Henriksen Kerm et al, 2008).
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
26
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Model ‘Swiss Cheese’ yang Menggambarkan lapisan pertahanan, hambatan dan perlindungan secara berturut-turut
Kondisi laten semacam ini lebih terorganisir, kontekstual, dan
berdifusi pada dasar bagan atau sistem yang terkait- dijuluki ‘ujung
tumpul’. Penampakkan antara kondisi laten dan kesalahan aktif pada
gambar di atas menunjukkan bahwa perawat, yang merupakan pemberi
layanan kesehatan yang akhir berinteraksi dengan pasien, adalah batas
terakhir dari pencegah insiden keselamatan pasien (medical error), dan
karenanya paling rentan. Dengan demikian, perawat dapat mewarisi
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission) oleh
orang/petugas lain yang berperan dalam sistem pelayanan kesehatan
(Reason J, 1990).
Dengan demikian pula, dapat disimpulkan bahwa potensi yang
menyebabkan insiden keselamatan pasien sebenarnya sudah ada atau
terjadi jauh sebelum dilakukannya pelayanan kesehatan pada pasien dan
perawat merupakan barrier terakhir dari terjadinya insiden tersebut pada
pasien.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insiden keselamatan
pasien yang disampaikan oleh Carayon & Smith (2000); AHRQ (2003);
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
27
Universitas Indonesia
Depkes (2008); Henriksen, et al (2008); Vincent (1998); dapat
disimpulkan meliputi :
2.3.2.1 Karakteristik Individu
Pada gambar 2.1 (bagan tentang faktor-faktor yang
berkontribusi pada insiden keselamatan pasien) terlihat bahwa
karakteristik individu merupakan faktor yang berada pada barisan
pertama yang memiliki dampak secara langsung pada mutu
pelayanan dan meskipun mutu tersebut masih kemungkinan
dipertimbangkan untuk dapat diterima atau masih di bawah
standar baku. Karakteristik individu termasuk di antaranya adalah
kualitas yang dibawa individu tersebut ke dalam pekerjaan-seperti
pengetahuan, tingkat keterampilan, pengalaman, kecerdasan,
kemampuan mendeteksi, pendidikan dan pelatihan, dan bahkan
sikap seperti kewaspadaan, kelelahan, dan motivasi.
2.3.2.2 Sifat Dasar Pekerjaan
Sifat dasar pekerjaan merujuk pada karakteristik pekerjaan
itu sendiri dan meliputi pula sejauh mana prosedur yang
digunakan terdefinisi dengan baik, sifat alur kerja, beban pasien
pada puncak dan tidak, ada atau tidak adanya kerja sama tim,
kompleksitas perawatan, fungsional alat dan masa penyusutan,
interupsi dan pekerjaan yang ‘bersaing’, dan persyaratan fisik /
kognitif untuk melakukan pekerjaan. Meskipun studi empirik
terhadap dampak faktor-faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan tidak sebanyak studi pada faktor-faktor manusia, faktor
ini tetap ada (Henrisken, Kerm., et al. 2008). Dengan
memperhatikan literature mengenai faktor-faktor yang
berhubungan manusia, ada banyak penelitian pada dampak dari
pekerjaan yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berkaitan
dengan kinerja manusia sebagian besar diambil dari pertahanan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
28
Universitas Indonesia
terkait operasi dan demikian pula pada industri lain yang sangat
berbahaya dimana kinerja keahlian manusia memainkan peran
penting.
2.3.2.3 Faktor lingkungan fisik
Yang terkait dengan faktor lingkungan fisik meliputi
pencahayaan, suara, temperature atau suhu ruangan, susunan tata
ruang, ventilasi. Pengelolaan gedung rumah sakit harus benar-
benar mamikirkan keselamatan baik bagi pasien maupun
keselamatan staf didalamnya dengan memperhatikan syarat-syarat
kesehatan lingkungan seperti yang sudah diatur di dalam
Permenkes nomor 1204/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Keuntungan dari lingkungan fisik kerja yang sengaja
dirancang untuk sifat dasar pekerjaan yang dilakukan telah
dipahami dengan baik pada industri lain yang berisiko tinggi
selama bertahun-tahun. Baru-baru ini, profesi pelayanan
kesehatan telah mulai mengapresiasi hubungan antara lingkungan
fisik (seperti desain pekerjaan, peralatan, dan rancangan fisik) dan
kinerja petugas (seperti efisiensi, pengurangan kesalahan, dan
kepuasan kerja). Pada garis ketiga di gamabr 2.1 juga
memperhitungkan pentingnya lingkungan fisik pada pelayanan
kesehatan.
2.3.2.4 Faktor interaksi antara sistem dan manusia
Yang termasuk dalam faktor ini meliputi perlengkapan
atau peralatan medis, lokasi atau peletakan alat-alat, pengontrolan
alat, pengontrolan perangkat lunak, penguasaan kertas kerja,
penguasaan teknologi informasi. Kesalahan medis sangat jarang
disebabkan oleh faktor kesalahan manusia secara individu, namun
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
29
Universitas Indonesia
lebih banyak disebabkan karena kesalahan system di rumah sakit
yang menyebabkan rantai dalam system terputus (Walshe &
Boaden, 2006).
Interaksi sistem dan manusia menunjuk pada tata dimana
dua sistem berinteraksi atau berkomunikasi dalam ruang lingkup
sistem. Perawat menggunakan perangkat medis dan peralatan
secara intensif dan dengan demikian memiliki banyak
pengalaman. Tetapi seringkali terdapat kesesuaian yang kurang
antara desain kontrol dan tampilan perangkat dengan kemampuan
serta pengetahuan dari pengguna atau perawat itu sendiri.
2.3.2.5 Faktor Organisasi dan Lingkungan Sosial
Lingkungan organisasi merupakan lingkungan manusia di
dalam organisasi melakukan perkerjaan mereka. Pengertian ini
dapat mengacu lingkungan suatu departemen, unit perusahaan
yang penting seperti pabrik, cabang, atau suatu organisasi secara
keseluruhan. Iklim lingkungan organisasi adalah konsep sistem
yang dinamis (Davis, 1996).
Lingkungan pekerjaan yakni lingkungan organisasi rumah
sakit dapat menentukkan kualitas dan keamanan pelayanan
perawat kepada pasien. Sebagai jumlah tenaga terbesar dalam
ketenagaan kesehatan, perawat mengaplikasikan pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman untuk memberikan variasi dan
perubahan kebutuhan pasien.
Kesalahan pada manusia (human error) dapat didefinisikan
sebagai kegagalan dari perencanaan dari tindakan mental atau
fisik yang terjadi atau penggunaan perencanaan yang salah dalam
mencapai suatu dampak atau keluaran. Kesalahan merupakan
suatu fenomena kognitif karena mencerminkan tindakan manusia
akibat dari aktivitas kognitif. Near miss dapat didefinisikan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
30
Universitas Indonesia
sebagai peristiwa, siatuasi, atau kejadian yang dapat tetapi belum
terjadi yang menyebabkan konsekuensi yang merugikan pasien.
Kejadian near miss merupakan potensi menjadi suatu faktor yang
dapat menjadi tindakan kesalahan atau membahayakan apabila
tidak ada perubahan dalam meminimalkan kejadiannya (Institut of
Medicine, 2004).
2.3.2.6 Faktor Manajemen
Faktor ini terdiri dari budaya keselamatan pasien,
kemudahan akses personel, pengembangan karyawan,
kemampuan kepemimpinan, kebijakan pimpinan dalam hal SDM,
financial, peralatan dan teknologi. Membangun budaya kesadaran
akan nilai keselamatan pasien, menciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil merupakan langkah pertama dalam
menetapkan keselamatan pasien rumah sakit (DepKes, 2008).
Kondisi yang tidak terencana dengan baik, kurang
tepatnya keputusan, atau tidak mengambil suatu tindakan,
berkaitan dengan manajer dan siapa pun yang berada pada jajaran
pengambil keputusan, adalah periode laten karena semua itu
terjadi sejak sangat lama, jauh dari tindakan pada 'akhir lancip'
(dalam Swiss Chesse Model) atau pada tindakan akhir yang
dilakukan oleh perawat dan petugas kesehatan lainnya.
Keputusan sering dibuat dengan cara longgar, tidak fokus, agak
kacau. Karena konsekuensi pengambilan keputusan bertambah
secara terus-menerus, berinteraksi dengan variabel lainnya, dan
tidak mudah untuk mengisolasi dan menentukkan, orang-orang
yang membuat kebijakan organisasi, membentuk budaya
organisasi, dan melaksanakan keputusan manajerial jarang
bertanggung jawab atas tindakan mereka. Sebagai contoh, tidak
adanya komitmen yang serius untuk meningkatkan kualitas dan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
31
Universitas Indonesia
keamanan pelayanan pada level manajemen adalah sebuah
kondisi laten atau sulit diubah yang bisa menjadi semu pada
waktu dimana konsekuensi insiden hanya ketika "kesalahan
penghakiman" menyelaraskan atau membiasakan diri dengan
variabel sistem lain seperti beban dan gangguan kerja yang
berlebihan, pemasangan peralatan yang dirancang buruk, dan
jadwal cepat dan padat dalam melayani pasien (Henrisken, Kerm.,
et al. 2008). Pada akhirnya, faktor manajemen sangat menentukan
dan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan termasuk pada
terjadinya insiden keselamatan pasien.
2.3.2.7 Lingkungan Eksternal
Yang termasuk ke dalam faktor ini adalah pengetahuan
dasar, demograpi, teknologi terbaru, kebijakan pemerintah,
tekanan ekonomi, kebijakan kesehatan, kesadaran masyarakat,
iklim politik. Tekanan eksternal dapat memberikan dampak
terhadap usaha meningkatkan keselamatan pasien.
Tekanan eksternal dapat berupa tuntutan hukum, tuntutan
masyarakat terhadap mutu dan keselamatan pasien. Lingkungan
eksternal merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan agar
organisasi dapat memiliki komitmen yang tinggi dalam
menerapkan mutu melalui keselamatan pasien (Henriksen, et. Al,
2008). Tekanan lingkungan eksternal lainnya berupa regulasi
nasional terhadap kompetensi SDM pada pelayanan kesehatan
(standarisasi profesi, penilaian kompetensi staf, sertifikasi) dan
untuk institusi berupa akreditasi rumah sakit (Cahyono, 2008).
Meski dalam faktor manajemen terkesan bahwa faktor ini
lah yang menjadi sumber permasalahan, namun hal tersebut tidak
terlepas dari pengaruh atau lingkungan luar. Pelayanan kesehatan
adalah sistem terbuka, sebagaimana yang terlihat di bagan 2.1,
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
32
Universitas Indonesia
setiap tingkatan pada sistem akan mempengaruhi sistem yang
lebih rendah dan dipengaruhi oleh sistem yang lebih tinggi
sebagai timbal baliknya.
2.4 Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan perawatan, pengobatan dan bantuan terhadap
para pasien. Sementara tugas manajer keperawatan adalah merencanakan,
mengorganisir, memimpin serta mengontrol keuangan, material, dan sumber
daya manusia yang ada unutuk memberikan perawatan seefektif mungkin bagi
setiap pasien dan keluarganya. (Gillies, 1996).
Tahapan proses keperawatan meliputi menilai, mendiagnosa,
merencanakan, menerapkan, mengevaluasi, menilai kembali, mendiagnosa
kembali, dan merencanakan kembali. Proses manajemen keperawatan sejajar
dengan proses keperawatan sehingga manajemen keperawatan dimaksudkan
untuk memudahkan. Proses manajemen keperawatan seperti juga proses
keperawatan, terdiri dari pengumpulan data, identifikasi masalah, pembuatan
rencana, pelaksanaan rencana, dan evaluasi hasil. (Gillies, 1996).
Proses manajemen keperawatan lebih dapat dimengerti melalui
pendekatan system yaitu rangkaian kejadian yang saling berhubungan,
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Setiap system terdiri atas
lima unsure yaitu: masukan/input, proses, keluaran/output, control dan umpan
balik/feedback. Masukan terdiri atas informasi, personalia, peralatan, dan
persediaan. Proses dalam manajemen keperawatan terdiri atas kelompok
manajerial yang memiliki kekuasaan terhadap perencanaan, pengarahan dan
pengawasan operasi keperawatan. Output dari proses manajemen keperawatan
adalah perawtana pasien, pembangunan staf dan penelitian. Pengawasan yang
digunakan dalam manajemen keperawatan diantaranya penilaian prestasi kinerja
karyawan. Sementara mekanisme umpan balik (feed back) yang digunakan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
33
Universitas Indonesia
terdiri atas laporan keuangan, audit asuhan keperawatan, dan jaminan
keselamatan. (Gillies, 1996).
2.4.1 Pengertian Perawat
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal
dalam bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan
oleh pemerintah, sedangkan perawat profesional adalah perawat yang
mengikuti pendidikan keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III
keperawaatan. Keperawatan sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin
dan praktik (Gartinah.dkk, 1999).
Karakteristik keperawatan sebagi profesi menurut Gillies (1996)
yaitu (a) memiliki ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia yang sistemis
dan khusus, (b) mengembangkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia
secara konstan melalui penelitian, (c) melaksanakan pendidikan melalui
pendidikan tinggi, (d) menerapkan ilmu pengetahuan tentang tubuh
manusia dalam pelayanan, (e) berfungsi secara otonomi dalam
merumuskan kebijakan dan pengendalian praktek profesional, (f)
memberikan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat diatas kepentingan
pribadi, berpegang teguh pada tradisi leluhur dan etika profesi serta (g)
memberikan kesempatan untuk pertumbuhan profesional dan
mendokumentasikan proses perawatan
2.4.2 Peran dan Fungsi Perawat
Gartinah,dkk (1999) dalam Yully (2011) mengemukakan bahwa
dalam praktek keperawatan, perawat melakukan peran dan fungsi sebagai
berikut :
a. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada
pasien dengan menggunakan proses keperawatan.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
34
Universitas Indonesia
b. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien
dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan
membantu klien dalam memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan
perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam
pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani
oleh pasien atau keluarganya.
c. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya
dapat menerimanya.
d. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan
potensi yang ada secara terkoordinasi.
e. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain
dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan
keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.
f. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau
keluarga agar menjadi sehat.
g. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai
tujuan yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan
kepuasan perawat melakukan tugasnya.
2.4.3 Pelayanan Keperawatan
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan
individu, keluarga dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,
mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan
kualitas hidup dari lahir sampai mati (Wales, 2010).
Manajemen keperawatan merupakan pengelolaan aktivitas
keperawatan yang dilakukan oleh para perawat dalam upaya
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
35
Universitas Indonesia
memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, keluarga, dan
masyarakat, sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan (Gillies,
1996)
Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan, Carpetino (1999)
mengemukakan bahwa perkembangan pelayanan keperawatan saat ini
telah melahirkan paradigma keperawatan yang menuntut adanya
pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini dapat dilihat dari adanya
dua fenomena sistem pelayanan keperawatan yakni perubahan sifat
pelayanan dari fakasional menjadi profesional dan terjadinya
pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan. Fokus asuhan
keperawatan berubah dari peran kuratif dan promotif menjadi peran
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Disiplin dan motivasi tenaga keperawatan yang baik dalam
pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan harapan bagi semua
pengguna pelayanan. Disiplin dan motivasi yang rendah akan
berdampak negatif, karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan
Puskesmas dan beralih ketempat pelayanan kesehatan lainnya. Untuk
itu diperlukan tenaga perawat yang profesional yang dapat memberikan
pelayanan keperawatan yang efektif, efisien dan bermutu.
Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total
perawat yang ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan
Filipina yang sudah mencapai 40% dengan pendidikan strata satu dan
dua (Ilyas, 2001).
2.4.4 Asuhan Keperawatan
Asuhan Keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan
pada praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/
pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan
berdasarkan kaidah-kaidah Keperawatan sebagai suatu profesi yang
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistic, dan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
36
Universitas Indonesia
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah
yang dihadapi klien.
Menurut Ali (1997) Proses Keperawatan adalah metode Asuhan
Keperawatan yang ilmiah, sistematis, dinamis dan terus-menerus serta
berkesinambungan dalam rangka pemecahan masalah kesehatan
pasien/klien, dimulai dari Pengkajian (Pengumpulan Data, Analisis
Data dan Penentuan Masalah) Diagnosis Keperawatan, Pelaksanaan dan
Penilaian Tindakan Keperawatan (evaluasi).
Asuhan keperawatan diberikan dalam upaya memenuhi
kebutuhan klien. Menurut Abraham Maslow ada lima kebutuhan dasar
manusia yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis meliputi oksigen, cairan, nutrisi
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan
c. Kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki
d. Kebutuhan akan harga diri
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Asuhan Keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan
yang diberikan kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat
keperawatan yang di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi
dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat kesehatan yang
optimal.
2.4.5. Kompetensi perawat
Kompetensi merupakan suatu kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap
perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya,
sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efektif, dan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
37
Universitas Indonesia
efisien serta sesuai dengan standar kinerja yang dipersyaratkan (DepKes,
2006).
SDM merupakan salah satu pilar dalam organisasi, SDM sebagai
salah satu faktor produksi harus benar – benar merupakan unsur utama
yang menciptakan dan merealisasikan keselamatan pasien, hal ini
ditampilkan dalam kompetensi yang dimiliki (Cahyono, 2008).
Tingkat kompetensi perawat di Rumah Sakit “X” terdiri dari 5 tingkatan
yaitu:
1. Perawat Klinik (PK) I
a. Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan D III Keparawatan dengan Pengalaman kerja0 th
sampe dengan 3,5 th
Pendidikan S1 Ners / S1 Kebidanan dengan Pengalaman
kerja0 th – 3,5 th
b. Pelatihan
Pelatihan BTLS (dewasa/anak/ibu hamil)
Pelatihan perawatan luka
Service excellence
Pelatihan penanggulangan infeksi nosokomial
Pelatihan Patient Safety (Keselamatan Pasien)
Pelatihan kebakaran/disaster
Pelatihan komunikasi terapeutik
Pelatihan pelayanan islami
Pelatihan manajemen asuhan keperawatan
Pelatihan praktek profesi keperawatan etis legal dan peka
budaya
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
38
Universitas Indonesia
2. Perawat Klinik (PK) II
a. Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan D III Keparawatan dengan Pengalaman kerja3,6
th – 6,5 th
Pendidikan S1 Ners / S1 Kebidanan dengan Pengalaman
kerja3,6 th – 6,5 th
b. Pelatihan
Pelatihan PK I (up date)
Pelatihan BTCLS (dewasa/anak/ibu hamil)
Pelatihan kardiologi dasar
Pelatihan perawatan luka
Pelatihan perawat professional
Peelatihan perawat kamar bedah I (untuk perawat OK)
Pelatihan perawat endoscopi (untuk perawat endoscopi)
Pelatiihan perawat HD (untuk perawat HD)
Pelatihan perawat maternitas I (RB)
Pelatihan perawat medical bedah I (untuk perawt medical
bedah)
Pelatihan perawt pediatric dan perinatologi I (untuk perawat
anak)
Pelatihan perawat emergensi I (untuk perawat UGD)
3. Perawat Klinik (PK) III
a. Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan D III dengan Pengalaman kerja6,6 th sampai
dengan pension. Setiap 3 tahun diberikan kenaikan jenjang
karir melalui assessmen kompetensi pada level III A, III B,
III C, III D, dan III E. setelah III E diadakan assessment
kompetensi untuk refresh setiap 3 tahun.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
39
Universitas Indonesia
Pendidikan S1 (Ners) / S1 Kebidanan dengan ,Pengalaman
kerja6,6 th sampai dengan 9,5 th.
Pendidikan S2 Ners Spesialis dengan Pengalaman kerja0 –
3,5 th
b. Pelatihan
Pelatihan PK II (Up date)
Pelatihan BTCLS lanjutan /ACLS
Pelatihan perawat mahir ICU II (untuk perawat ICU)
Pelatihan perawat pediatric dan perinatologi II ( untuk
perawat anak dan kebidanan)
Pelatihan perawat medical bedah II (perawat medical bedah)
Pelatihan maternitas II (untuk kebidanan)
Pelatihan pediatric dan perinatologi II (perawat anak)
Pelatihan emergensi II (untuk perawat UGD)
4. Perawat Klinik (PK) IV
a. Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan S1 (Ners) / S1 Kebidanan dengan Pengalaman
kerja9,6 th sampai dengan pension. Setiap 3 tahun diberikan
kenaikan jenjang karir melalui assessmen kompetensi pada
level IV A, IV B, IV C, dan IV D. setelah IV D diadakan
assessmen kompetensi untuk refresh setiap 3 tahun
Pendidikan S2 Ners – Spesialis dengan Pengalaman kerja3,6
th – 6,5 th
Pendidikan S3 Keperawatan dengan Pengalaman kerja0 – 3,5
th
b. Pelatihan
Pelatihan PK III (Up date)
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
40
Universitas Indonesia
5. Perawat Klinik (PK) V
a. Pendidikan dan masa kerja
Pendidikan S2 Ners – Spesialis dengan Pengalaman kerja6,6
tahun sampai pension. Setiap 3 tahun diadakan assessmen
kompetensi untuk refresh.
Pendidikan S3 keperawatan dengan Pengalaman kerja3,6
tahun sampai dengan pension. Setiap 3 tahun diberikan
kenaikan jenjang karir melalui assessmen kompetensi pada
level V A dan V B. setelah V B diadakan assessmen
kompetensi untuk refresh setiap 3 tahun.
b. Pelatihan
Pelatihan PK IV (Up date)
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
41
Universitas Indonesia
BAB 3
GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT “X”
3.1. Keyakinan Dasar, Nilai Dasar dan Tata Nilai Rumah Sakit “X”
3.1.1. Keyakinan Dasar Rumah Sakit “X”
Keyakinan dasar ini diterapkan sebagai pembangkit semangat dalam
menjalankan tugas memberikan pelayanan yang terbaik kepada para
pengguna jasa rumah sakit. Keyakinan tersebut antara lain :
a. Bekerja sebagai ibadah kepada Allah SWT
b. Hubungan berbasis kepercayaan
c. Prakarsa
d. Kerja Tim
e. Focus ke customer
f. Profesionalisme
3.1.2. Nilai Dasar Rumah Sakit “X”
Nilai dasar Rumah Sakit “X” merupakan pemandu terwujudnya visi
dan misi di atas serta suatu sikap yang harus dimiliki oleh semua karyawan
Rumah Sakit “X”. Nilai dasar tersebut antara lain:
Kejujuran : Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan karena Allah
SWT semata.
Integritas : Kemampuan untuk mewujudkan apa yang telah kita katakan.
Kebersihan : Kebersihan jiwa, tindakan dan lingkungan kerja
Penghargaan atas martabat manusia : Sikap menghargai manusia sebagai
makhluk yang bermartabat.
Keikhlasan : Kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan karena Allah
SWT semata.
Keterbukaan Pikiran : Kemampuan untuk menerima pendapat orang lain.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
42
Universitas Indonesia
3.1.3. Tata Nilai Rumah Sakit “X”
Tata nilai dalam pemberian jasa pelayanan yang berlaku Rumah
Sakit “X” adalah mengutamakan ketulusan dan kejujuran, menghargai
martabat manusia, keadilan, kerja sama dan prakarsa.
3.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit “X”
3.2.1 Tugas Rumah Sakit “X” :
Melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan
berhasilguna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan
yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
3.2.2 Fungsi Rumah Sakit “X” :
3.2.2.1. Menyelenggarakan pelayanan medis;
3.2.2.2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis;
3.2.2.3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan;
3.2.2.4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan;
3.2.2.5. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan;
3.2.2.6. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
3.3. Sistem Manajemen mutu Akreditasi Rumah Sakit dan ISO 9001:2008
3.3.1 Sistem Manajemen mutu Akreditasi Rumah Sakit
Rumah Sakit “X” telah menerapkan system manajemen mutu
akreditasi tingkat dasar (lima pelayanan) oleh Badan Akreditasi
Departemen Kesehatan RI pada bulan April 1998. Lima pelayanan yang
telah diakreditasi yaitu Unit Gawat Darurat, Administrasi, Keperawatan,
Pelayanan Medik dan Rekam Medik dengan hasil lulus. Saat ini Rumah
Sakit “X” telah mendapat Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Standar
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
43
Universitas Indonesia
Pelayanan pada tanggal 9 Desember 2009 dari Komisi Akreditasi Rumah
Sakit (KARS) Depertemen Kesehatan RI.
3.3.2 Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008
Selain menerapkan system manajemen mutu akreditasi rumah
sakit, Rumah Sakit “X” juga telah mengikuti penilaian ISO 9001: 2000.
persiapan penilaian ISO 9001: 2000 dimulai pada tanggal 13 Juni 2002
dengan mempersiapkan dokumen manual mutu, prosedur mutu Prosedur
Operasional Baku Rumah Sakit “X”. Selanjutnya pada tanggal 22
November 2002, Rumah Sakit “X” mendapatkan sertifikat ISO 9001:
2000 untuk semua pelayanan. Hingga kini, Rumah Sakit “X” tetap
mempertahankan sertifikat ISO 9001: 2000 dengan melakukan renual
tiga tahun sekali; tahun 2005, 2008 dan 2011. Pada tanggal 18 Juli
2010 telah di upgrade menjadi ISO 9001:2008 untuk semua pelayanan.
3.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit “X”
Berdasarkan Keputusan Direktur Rumah Sakit “X” No: 193/ RSHJ/
WAS/ SK/ VIII/ 2009 tentang Bagan Struktur Organisasi Rumah Sakit “X”,
Rumah Sakit “X” terdiri dari Direktur yang dibantu oleh Wakil Direktur
Pelayanan dan SDM dan Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan yang
kemudian membawahi beberapa bagian, antara lain : Bagian Keperawatan,
Bagian Pelayanan Klinik, Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian
Sistim Informasi Manajemen (SIM), Bagian Pemasaran, Bagian Keuangan dan
Akuntansi, Bagian Umum, Bagian Mutu, Keselamatan Kesehatan Kerja dan
Lingkungan (MK3L), Komite Medik, Komite Keperawatan.
Dalam menjalankan kegiatan dalam sebuah organisasi perlu dilakukan
pengorganisasian supaya kegiatan dapat berjalan dengan teratur, lancar dan
sistematis. Oleh karena itu, dalam sebuah organisasi diperlukan struktur
organisasi. Berdasarkan surat keputusan Direktur tentang strukutur organisasi
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
44
Universitas Indonesia
Rumah Sakit “X” terdiri dari Direktur yang dibantu oleh Wakil Direktur
Pelayanan dan SDM, Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan, yang
kemudian membawahi beberapa bagian yaitu:
3.4.1 Bagian Keperawatan
Bagian Keperawatan membawahi 3 sub bagian yaitu:
a. Sub Bagian Pengembangan Keperawatan
b. Sub Bagian Penunjang Keperawatan yang membawahi Koordinator
Gizi
c. Sub Bagian Pelayanan Keperawatan yang membawahi Kepala Ruangan
Rawat Inap, Rawat Jalan, PICU, dan NICU, ICU, Keperawatan ICU,
OK, Ruang Bersalin, Perinatal, Neonatus, UGD, Keperawatan UGD,
Sentral Opname, Poli Sore.
3.4.2 Bagian Pelayanan Medik
Bagian Pelayanan Medik dipimpin oleh Kepala Bagian Pelayanan
Medik sebagai Penanggung jawab yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Tugasnya adalah
melaksanakan pengelolaan kegiatan pelayanan medis rawat jalan dan rawat
inap. Adapun fungsinya yaitu:
a. Penyusunan rencana kebutuhan pelayanan serta pengembangan
pelayanan medis.
b. Koordinasi pelaksanaan, pengendalian, pemantauan, evaluasi kegiatan
dan mutu pelayanan medis.
c. Pengumpulan dan pengolahan data utilisasi serta koordinasi
pengusuluan peralatan medis.
Bagian pelayanan medik membawahi beberapa unit yaitu:
a. Sub Bagian Farmasi yang membawahi Koordinator Distribusi Rajal,
Koordinator Distribusi Ranap dan Koordinator Gudang Farmasi.
b. Laboratorium Klinik membawahi koordinator laboratorium
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
45
Universitas Indonesia
c. Bank Darah
d. Radiologi membawahi Koordinator Radiologi
e. Hemodialisa
f. Rehabilitasi Medik membawahi Koordinator Rehabilitasi Medik
g. Koordinator Rekam Medik
3.4.3 Bagian SDM
Bagian SDM dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai
Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Bagian SDM membawahi beberapa
koordinator sub bagian yaitu: Kesekretariatan, Pengelolaan SDM, dan
Pengembangan SDM.
3.4.4 Bagian SIM
Bagian SIM dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai
Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Tugasnya adalah melakukan control
dokumen, pelaksanaan desain dan operasi, serta pengembangan desain dan
sistem.
3.4.5 Bagian Pemasaran
Bagian Pemasaran dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai
Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Tugasnya adalah melaksanakan
kegiatan promosi, informasi, handling complain, pengaturan keamanan, serta
perencanaan pengembangan produk.
3.4.6 Bagian Keuangan dan Akuntansi
Bagian Keuangan dan Akuntansi dipimpin oleh Kepala Bagian yang
menjabat sebagai Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan. Sub Bagian
Keuangan membawahi:
a. Koordinator JP3
b. Koordinator Penerimaan (Bendahara)
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
46
Universitas Indonesia
c. Koordinator Pengeluaran (Bendahara)
d. Koordinator Penagihan Piutang
e. Koordinator Penganggaran dan Akuntansi
3.4.7 Bagian Umum
Bagian umum dipimpin oleh seorang Kepala Bagian sebagai
Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan. Tugasnya adalah melaksanakan
urusan umum yang menunjang kegiatan di rumah sakit.
3.4.8 Komite Mutu
Komite Mutu dipimpin oleh seorang Ketua Komite sebagai
Penanggung jawab yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Wakil Direktur Pelayanan dan SDM. Bagian ini terdiri dari empat sub komite
yaitu, sub komite Mutu & Manajemen Risiko, sub komite K3 dan Patient
Safety, sub komite kesehatan lingkungan, dan sub komite Infeksi Nosokomial
& CSSD.
Adapun tugasnya adalah sebagai berikut:
a. Sub komite Mutu & Manajemen Risiko adalah membuat atau revisi
dokumen ISO 9001:2000, melaksanakan tinjauan manajemen,
melaksanakan audit internal, membuat dan memantau pengisian PPI,
membuat pencapaian sasaran mutu RS, dan memastikan sistem
manajemen mutu ISO 9001:2000 di Rumah Sakit “X” berjalan sesuai
dengan rencana yang tertulis, membuat manajemen risiko terintegrasi
pada semua kegiatan di RS.
b. Sub komite K3 dan Patient Safety adalah membuat dan monitoring
program patient safety. Bekerjasama dengan sub komite mutu dan
manajemen risiko dalam pengendalian dan monitoring risiko. Analisa
terhadap keselamatan dan kesehatan terhadap manusia, alat, dan
lingkungan sampai pekerjaan tersebut dinyatakan aman.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
47
Universitas Indonesia
c. Sub komite kesehatan Lingkungan adalah menciptakan lingkungan
rumah sakit yang sehat yang meliputi penyehatan ruang dan bangunan,
makanan dan minuman, air dan tempat pencucian, penanganan sampah
dan limbah rumah sakit, sterilisasi dan disinfeksi, serta pengendalian
serangga dan bintang pengganggu.
d. Sub komite infeksi nosokomial & CSSD adalah melakukan pemantauan
dan pencegahan kejadian infeksi nosokomial, melakukan sterilisasi
sentral semua instrument dan perlengkapan lain yang harus steril dalam
rangka pelayanan.
3.4.9 Komite Medik
Komite adalah wadah non struktural yang terdiri dairi tenaga ahli atau
profesi dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada Direktur
Utama dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit.
Komite medik, merupakan wadah non struktural kelompok professional
medis yang keanggotaannya terdiri dair Ketua Kelompok Staf Medis atau
yang mewakili. Pembentukan Komite Medik ditetapkan oleh Direktur Utama
untuk Pengalaman kerja3 (tiga) tahun. Komite Medik dipimpin oleh seorang
ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama. Tugas Komite
Medik adalah memberikan pertimbangan kepada Direktur Utama dalam hal
menyusun standar pelayanan medis, hak klinis khusus kepada Staf Medis
Fungsional, program pelayanan, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian
dan pengembangan.
3.4.10 Komite Keperawatan
Komite keperawatan merupakan wadah non struktural kelompok
professional keperawatan yang keanggotaannya terdiri dari ketua kelompok
staf atau yang mewakili. Komite Keperawatan ditetapkan oleh Direktur
Utama untuk Pengalaman kerjakerja 3 (tiga) tahun. Komite Keperawatan
dipimpin oleh seorang ketua yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur
Utama. Tugas Komite Keperawatan adalah memberikan pertimbangan
kepada Direktur Utama dalam hal menyusun standar pelayanan keperawatan,
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
48
Universitas Indonesia
pengawasan dan pengendalian mutu keperawatan, program pelayanan,
pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan.
3.5 Produk yang Dihasilkan Rumah Sakit “X”
3.5.1 Pelayanan Rawat Jalan
Rawat Jalan di Rumah Sakit “X” memiliki 16 Poliklinik yang
ditangani oleh dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis yang
berpengalaman di bidangnya. Poliklinik itu terdiri dari :
a) Poliklinik Kulit-Kelamin dan Perawatan Wajah
b) Poliklinik Mata
c) Poliklinik Gigi
d) Poliklinik Akupuntur
e) Poliklinik Jantung
f) Poliklinik Kebidanan dan Kandungan
g) Poliklinik Penyakit Dalam
h) Poliklinik Anak
i) Poliklinik Syaraf
j) Poliklinik THT dan Kepala Leher
k) Poliklinik Paru dan Pernafasan
l) Poliklinik Umum
m) Poliklinik Bedah
n) Poliklinik Kesehatan Jiwa
o) Poliklinik Konsultasi Gizi
p) Poliklinik Rehabilitasi Medis
3.5.2 Pelayanan Rawat Inap
Rumah Sakit “X” mempunyai 218 tempat tidur yang terbagi atas kelas
Super VIP, VIP, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III. Kelas SVIP 4 buah tempat
tidur, kelas VIP 15 buah tempat tidur, kelas I 35 buah tempat tidur, kelas II 84
buah tempat tidur, kelas III 53 buah tempat tidur, Neonatus 12 buah tempat
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
49
Universitas Indonesia
tidur, NICU 2 buah tempat tidur, ICU 5 buah tempat tidur, Ruang Bersalin 8
buah tempat tidur.
Fasilitas yang tersedia di kamar Super VIP dan VIP terdiri dari 1 tempat
tidur setiap kamar, 1 set meja kursi tamu/sofa, 1 set meja makan, kamar
mandi, lemari, kulkas, AC, dan Televisi. Fasilitas yang tersedia pada kelas I
terdiri dari 2 tempat tidur di setiap ruangan, AC, Televisi, kamar mandi dan 1
set meja kursi tamu/sofa.
3.5.3 Pelayanan Kamar Bedah (OK)
Ruang tindakan operasi yang tersedia bejumlah tiga kamar digunakan
untuk semua jenis operasi. Pasien kamar bedah bisa beraal dari Rawat inap,
rawat jalan, Ruang Bersalin, dan Gawat Darurat.
3.5.4 Pelayanan Ruang Bersalin
Sub bagian ruang Bersalin merupakan sub bagian keperawatan yang
memiliki kapasitas sembilan tempat tidur dan tiga ruang tindakan. Untuk
kelahiran normal dilakukan di ruang tindakan. Sedangkan untuk kelahiran
yang diharuskan seccio dialihkan ke kamar bedah. Pasien yang telah
melahirkan, diobservasi dahulu antara 2-3 jam, kemudian dibawa ke ruang
rawat gabung ibu dan bayi.
3.5.5 Pelayanan Ruang Intensif Care Unit (ICU) dan Intensive Cardio Care Unit
(ICCU)
Sub bagian ICU/ICCU merupakan ruangan yang disiapkan untuk
pasien yang membutuhkan perawatan secara intensif dan khusus. Pasien
ICU/ICCU membutuhkan banyak alat bantu perawatan dan perhatian lebih
sehingga tempatnya harus dipisahkan dengan pasien lain. Sub bagian
ICU/ICCU memiliki tujuh tempat tidur yang artinya hanya bisa menerima
tujuh pasien.
3.5.6 Pelayanan Gawat Darurat
Unit Gawat Darurat Rumah Sakit “X” dilengkapi dengan kamar bedah
minor (ruang tindakan) yang dilengkapi oksigen dan alat penyedot lendir
(suction) sentral, ruang resusitasi, dan ruang observasi. Peralatan medis yang
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
50
Universitas Indonesia
mendukung dalam kegiatan di unit ini di antaranya alat pemicu jantung, EKG
Monitor, Ventilator, Saturasi O2 dan lain-lain.
3.5.7 Pelayanan Farmasi
Sub bagian Farmasi merupakan salah satu bagian pelayanan untuk
pasien. Kegiatan yang dilaksanakan dalam sub Bagian Farmasi Rumah Sakit
“X” meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, dan penyimpanan,
distribusi dan evaluasi. Dalam pendistribusian, untuk pasien rawat inap
maupun ruang bersalin, ICU/ICCU atau gawat darurat, obat diambil oleh POS
(pembantu orang sakit atau Asisten Perawat) yang akan diserahkan kepada
perawat jaga ruangan untuk diberikan pada pasien yang dirawat sesuai dengan
jadwal pemberian obatnya.
3.5.8 Pelayanan Laboratorium
Sub Bagian Laboratorium Rumah Sakit “X” menyediakan fasilitas
pemerikasaan hematologi seperti pemeriksaan darah lengkap, golongan darah,
retikulosit, pemeriksaan kimia klinik seperti pemeriksaan ginjal, lemak, liver
fungsi test, pemeriksaan immunoserologi, urinalisa, dan faeces, bakteriologi,
mikrobiologi, dan Pantologi Anatomi. Dalam menyediakan darah, laboratorium
Rumah Sakit “X” bekerja sama dengan PMI (Palang Merah Indonesia).
3.5.9 Pelayanan Radiologi
Untuk menunjang ketepatan deteksi problem kesehatan pasien, Rumah
Sakit “X” melengkapi Unit Radiologi dengan alat X-Ray, CT Scan
(Computerized Tomography Scanning), USG (Ultra Sono Graphy) Doppler,
Dental X-Ray, Panoramix dan Flouroscopy. Sub bagian ini melayani asien
rawat jalan maupun pasien dari luar yang membawa surat pengantar dari dokter
yang merujuk.
3.5.10 Sub Bagian Gizi Rumah Sakit
Sub bagian gizi Rumah Sakit “X” adalah salah satu unit dari
penunjang Pelayanan Keperawatan. Sub bagian ini melayani pasien yang
menjalani perawatan di rawat inap dan karyawan di bagian yang mempunyai
risiko terjadinya infeksi nosokomial. Makanan yang diberikan disesuaikan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
51
Universitas Indonesia
dengan kondisi dan jenis penyakit serta diet yang diberikan oleh dokter yang
merawat.
3.5.11 Sub Bagian Pemeliharaan Alat Kesehatan
Pemeliharaan di Rumah Sakit “X” mempunyai dua metode yaitu
preventive maintenance dan corrective maintenance. preventive maintenance
adalah pemeliharaan alat kesehatan secara rutin yang dilakukan setiap tiga
bulan sekali dan corrective maintenance adalah pemeliharaan perbaikan alat
kesehatan yang rusak yang dapat dilakukan sewaktu-waktu. Setiap bagian
dapat langsung menghubungi petugas alat kesehatan untuk memperbaiki alat
yang rusak. Alat kesehatan yang memerlukan perawatan atau perbaikan dapat
dilakukan di tempat atau dapat dibawa ke workshop jika tidak dapat
diselesaikan di tempat (bagian yang bersangkutan).
3.6 Sumber Daya Manusia Rumah Sakit “X”
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, aset
terbesar yang dimiliki rumah sakit adalah sumber daya manusia. Rumah Sakit
“X” memiliki jumlah SDM sebanyak 751 orang yang berkontribusi dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan semaksimal mungkin. Komposisi
SDM Rumah Sakit “X” dapat dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, profesi,
dan status karyawan.
Untuk tingkat pascasarjana terdapat 20 orang, tingkat sarjana 102
orang, tingkat Diploma IV 1 orang, tingkat Diploma III 400 orang, tingkat
Diploma I 1 orang. Tingkat SLTA atau setaranya terdapat 213 orang dan
SMP 10 orang serta tingkat SD terdapat 4 orang. Untuk perinciannya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
52
Universitas Indonesia
Tabel 3.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan
Pasca Sarjana Sarjana Diploma SD, SMP,
SLTA
S2 Administrasi RS 1
S1 Administrasi Niaga 1 D1 Sekretaris 1 SD 4
S2 Agama 1 S1 Agama 4 D3 Akuntansi 10 SKKA 6 S2 Anak 2 S1 Akuntansi 6 D3 Analis Kesehatan 16 SMA 159 S2 Anasthesi 2 S1 Apoteker 7 D3 Anasthesi 3 SMAK 7
S2 Bedah 1 S1 Arabic 0 D3 Manajemen Inf & Dokumen 1 SMEA 6
S2 Jantung 1 S1 Ekonomi 7 D3 Askes 0 SMF 17 S2 Jiwa 0 S1 Hukum 1 D3 Farmasi 16 SMP 10 S2 Kebidanan 1 S1 Kedokteran Gigi 2 D3 Fisioterapi 9 SPK 1
S2 Kulit 2 S1 Kedokteran Umum 6 D3 Gizi 8 SPRG 3
S2 Mata 1 S1 Keperawatan 43 D3 Kebidanan 28 STM 14
S2 Paru 0 S1 Kesehatan Masyarakat 12 D3 Keperawatan 261
S2 Patologi Klinik 1 S1 Komputer 1
D3 Kesehatan Lingkungan 1
S2 Penyakit Dalam 2
S1 Manajemen Informatika 1
D3 Kesehatan Masyarakat 10
S2 Radiologi 1 S1 Manajemen Administrasi 2 D3 Keuangan 2
S2 Rehab Medik 1 S1 Pendidikan 1 D3 Manajemen 9 S2 Syaraf 1 S1 Psikologis 3 D3 Manajemen Industri 0
S2 THT 2 S1 Sosial 2 D3 Manajemen Informatika 9
S1 Teknik 1 D3 Manajemen Perbankan 0
S1 Teknik Informatika 1 D3 Refraksionis 2
S1 Teknik Sipil 1 D3 Rekam Medik 1
D3 Teknik Elektromedik 2
D3 Teknik Informatika 1 D3 Teknik Rontgen 10
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
53
Universitas Indonesia
D3 Teknik Sipil 1 D4 Gizi 1
TOTAL 20 102 402 227 Sumber: Bagian SDM RS X Tahun 2012
Berdasarkan Ketenagaan atau Profesi
Tabel 3.2 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Profesi
S
u
m
b
e
Sumber: Bagian SDM RS X Tahun 2012
3.7 Sarana dan Prasarana
Selama berdiri, Rumah Sakit “X” terus berupaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan dalam usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dengan melengkapi saran dan prasarana yang dibutuhkan. Hingga kini, sarana
dan prasarana yang tersedia adalah sebagai berikut :
1. Listrik : 935 KVA +Genset 450 KVA
2. Air Bersih : kapasitas 144 m3
3. Pengelolaan limbah cair dengan menggunakan sistem Sewerage Waste
Treatment Plant (SWTP) dengan system biofilter aerob dan anaerob.
No. Ketenagaan Jumlah 1. Medis Dokter 27
Apoteker 7 2. Paramedis Perawatan Perawat 309
Bidan 29 Anasthesi 3
3. Paramedis Penunjang Analis Laboratorium 26 Refraksionis 2 Radiografer 11
Teknik Elektromedik 2 Fisioterapi 9
Asisten Apoteker 32 Ahli/ Penata Gizi 9
4. Penjaga Orang Sakit 45 5. Non Medis 240
TOTAL 751
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
54
Universitas Indonesia
Selain itu juga menggunakan system Waste Water Treatment Plant
(WWTP) dengan kapasitas 4 m3.
4. Pengelolaan limbah padat rumah tangga bekerja sama dengan Dinas
Kesehatan DKI Jakarta dengan kapasitas container sampah 6 m3. Limbah
padat medis dengan kapasitas incinerator 1.000 liter.
5. Telepon : 28 saluran
6. Ambulance : 3 unit
7. Ambulance jenazah : 3 unit (2 bekerja sama dengan pihak ketiga)
8. Kendaraan operasional : 4 unit
9. Kamar bedah
10. Perpustakaan
11. Kantin dan operasi
12. Anjungan Tunai Mandiri (BNI, BCA, Mandiri)
3.8 Kinerja Rumah Sakit “X”
Keberhasilan suatu rumah sakit dapat dilihat dari kinerja rumah sakit
tersebut. Kinerja berasal dari pelayanan yang telah diberikan oleh rumah sakit
kepada para pelanggannya dalam periode wwaktu tertentu. Beberapa
indikator kinerja rumah sakit adalah sebagai berikut :
3.10.1. Bed Occupancy Rate (BOR)
Merupakan persentase pemanfaatan tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini dapat memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur. Nilai parameter dari BOR yang ideal antara 60% -
85% (Wjayanto, 2008). Angka BOR Rumah Sakit “X” selama 3 tahun
terakhir, yaitu tahun 2009 dan 2010 telah mencapai nilai yang ideal yaitu 66
% dan 67,1 %, pada tahun 2011 terjadi penurunan yaitu 55,3 %, hal ini
disebabkan karena adanya renovasi ruang perawatan Hasanah I.
Rumus BOR:
Jumlah Hari Perawatan (HP)
Jumlah Tempat Tidur x Hari x 100%
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
55
Universitas Indonesia
3.10.2. Bed Turn Over (BTO)
BTO merupakan frekuensi pemakaian tempat tidur. Menunjukkan
berapa kali tempat tidur terpakai dalam satu periode. Dengan indikator ini
dapat dilihat tingkat efisiensi pemakaian tempat tidur (Wijayanto, 2008).
BTO yang ideal berkisar 40 - 50 kali. BTO Rumah Sakit “X” pada tahun
2009, 2010 dan 2011 sebesar 70 kali, 71 kali dan 60 kali. Hal ini
menunjukkan bahwa BTO Rumah Sakit “X” tidak ideal karena melebihi
angka BTO yang ideal. Agar Rumah Sakit “X” dapat mencapai BTO yang
ideal, sebaiknya Rumah Sakit “X” menambah jumlah tempat tidur di rawat
inap.
Rumus BTO :
3.10.3. Length of Stay (LOS)
LOS merupakan rata-rata lama rawat seorang pasien di rumah sakit.
Selain berguna untuk menentukan tingkat efisiensi, juga dapat memberi
gambaran tentang mutu pelayanan rumah sakit. Nilai LOS yang ideal adalah
antara 3 - 6 hari (Wijayanto, 2008). Pada tahun 2009 - 2011, LOS Rumah
Sakit “X” telah mencapai nilai yang ideal, yaitu 3,5 hari.
3.10.4. Turn Over Interval (TOI)
TOI merupakan rata-rata hari tempat tidur tidak diisi dari saat diisi
terakhir sampai saat diisi berikutnya. Nilai ideal TOI adalah 1 - 3 hari
(Wijayanto, 2008). Pada tahun 2009, 2010, dan 2011, TOI Rumah Sakit “X”
termasuk dalam angka yang ideal, yaitu 2 hari, 2 hari, dan 3 hari.
Rumus TOI :
Jumlah Pasien Keluar (Hidup + Mati)
Jumlah tempat tidur
(Jumlah TT x Hari)- Hari perawatan RS
Jumlah pasien (hidup + mati)
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
56
Universitas Indonesia
3.9 Gambaran Umum Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X”
3.9.1 Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil
Sesuai dengan standar ketenagaan keperawatan di Rumah Sakit
Kemenkes RI tahun 2005, untuk itu ditetapkan Pola Ketenagaan dan
Kualifikasi Personil Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit “X” sebagai
berikut:
Table 3.3 Pola Ketenagaan Perawat
No Jabatan Pelayanan Jumlah Kualifikasi Personil
1 Kepala Bidang Keperawatan 1 Pendidikan : S1/S2 Keperawatan
Pelatihan :
1. Service Excellent 2. Leadership/Managerial Skill 3. Manajemen Keperawatan 4. Manajemen Umum
2 Ka.Sub.Pelayanan
Keperawatan
1 Pendidikan : S1 Keperawatan
Pelatihan :
1. Leadership Skill 2. Manajemen Pelayanan Keperawatan 3. Service Excellent 4. Manajemen Umum.
3 Ka.Sub.Pengembangan
keperawatan
1 Pendidikan : S1 Keperawatan
Pelatihan :
1. Leadership Skill 2. Manajemen Pelayanan
Keperawatan 3. Service Excellent 4. Manajemen Umum.
4 Ka.Sub.Penunjang
keperawatan
1 Pendidikan : S1 Keperawatan
Pelatihan :
1. Leadership Skill 2. Manajemen Pelayanan
Keperawatan 3. Service Excellent 4. Manajemen Umum.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
57
Universitas Indonesia
5 Kapala Ruang Perawatan 1 Pendidikan : S1 Keperawatan /D3 Kebidanan
Pelatihan :
Service Excellent, Leadership Skill, Manajemen Kepala Ruangan, pasien safety, Pengendalian infeksi nosokomial.
6 Klinikal Instruktur Ruang
Perawatan
2 Pendidikan : S1 Keperawatan/D3 Keperawatan/Kebidanan
Pelatihan :
Clinikal Instruktur, Kepribadian, Komunikasi terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, KMB, INOK, Pasien Safty, dokumentasi keperawatan, Pelayanan Islami, Bimbingan Khusnul Khotimah
7 Ka.Tim Perawatan 2-3 Pendidikan : S1 Keperawatan
Pelatihan :
Kepribadian, Komunikasi terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, KMB, INOK, Pasien Safty, dokumentasi keperawatan, Pelayanan Islami, Bimbingan Khusnul Khotimah
8 PJ.Shift Perawatan 3-4 Pendidikan : S1 Keperawatan
Pelatihan :
Kepribadian, Komunikasi terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, KMB, INOK, Pasien Safty, dokumentasi keperawatan, Pelayanan Islami, Bimbingan Khusnul Khotimah
9 Pelaksana Perawatan Sesuai
standar
Pendidikan : D3 Keperawatan
Pelatihan :
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
58
Universitas Indonesia
ruangan Komunikasi Terapeutik, PPGD, Perawatan Luka, Service Excellent, Interpretasi EKG, Asuhan Keperawatan Medikal Bedah 10 kasus terbanyak, Perawatan Keperawatan Islami, Pengendalian Infeksi Nosokomial, Pelatihan Terapi Cairan, Analisa gas darah, Pemberian Terapi Oksigen dan analisa hasil Lab Elektrolit dan gula darah.
10 Pembantu Orang sakit (POS) Sesuai
standar
ruangan
Pendidikan : SMU+
Pelatihan : Service Excellent, Pelatihan POS.
3.9.2 Standar Fasilitas
Jumlah dan jenis peralatan di ruang rawat inap bervariasi tergantung
dari jenis ruangannya: (ruang dewasa, ruang anak-anak, ruang bayi dan ruang
maternitas). Ketentuan yang dipakai mengenai ruangan rawat inap di Rumah
Sakit “X” adalah :
- Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata.
- Tersedia ruangan khusus atau isolasi
- Penerangan yang adequat
- Suhu ruangan dengan AC central/split, suhu antara 22°C – 25°C
- Kelas SVIP : 1 kamar, 1 orang
- Kelas VIP : 1 kamar, 1 orang
- Kelas I : 1 kamar, 2 orang
- Kelas II : 1 kamar, 4 orang
- Kelas III : 1 kamar, 5 orang
- Ruang isolasi : 1 kamar, 1 orang
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
59
Universitas Indonesia
Standar alat-alat yang sangat mendasar yang harus tersedia di ruang
perawatan, antara lain:
1. Tempat tidur khusus (dapat diatur posisi pasien sesuai kebutuhan, dengan
menggunakan remote ataupun manual)
2. Alat pengukur tekanan darah, ada disemua ruang perawatan
3. Pulse oxymetri, ada sesuai kebutuhan ruangan
4. Alat BPM
5. Alat Syringe Pump
6. Alat Infus Pump
7. Alat E K G, ada di semua ruangan
8. Alat pengukur suhu (thermometer), ada sesuai kebutuhan pasien
9. Alat penghisap (suction) baik manual atau sentral
10. Oksigen manual atau sentral
11. Lampu sorot untuk melakukan tindakan (sesuai kebutuhan)
12. Trolley Emergency yang berisi alat dan obat untuk keadaan emergency :
Laringoskop, ambu bag, O2, obat-obatan (Sulfat Atropin, adrenalin, dll)
13. Stetoscope sesuai kebutuhan pasien
14. Kursi Roda
15. Lampu Rontgen
16. Timbangan Dewasa
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
60
Universitas Indonesia
BAB 4
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN
DEFINISI OPERASIONAL
4.1. Kerangka Teori
Merujuk pada model sistem milik Henriskey, Kaye, Morisseau (1993)
dalam Henriksen, Kerm., et al (2008) bahwa elemen-elemen yang terkait pada
kejadian inseiden keselamatan pasien faktor karakteristik individu, faktor sifat
dasar pekerjaan, faktor lingkungan fisik, interaksi system dan manusia, faktor
lingkungan organisasi dan lingkungan sosial, faktor manajemen, faktor
lingkungan eksternal, dan faktor pasien.
Gambar 4.1 Kerangka Teori Insiden Keselamatan Pasien (Henriskey, Kaye, Morisseau 1993 dalam Henrisken, Ker., et al, 2008)
Karakteristik individu : Pengetahuan, Keterampilan, Kapabilitas sensori & memori, Training & edukasi, Kelelahan & kewaspadaan, Tingkat pendidikan, Pengalaman kerja, Usia, motivasi, keterampilan, dst
Sifat Dasar Pekerjaan : alur atau cara kerja, beban pekerjaan, kerja sama tim, kompleksitas pekerjaan, kemampuan kognitif
Interaksi antara Sistem dan Manusia: system, peralatan, teknologi informasi, dst
Lingkungan Fisik: desain tempat dan peralatan kerja, suhu, kebisingan, pencahayaan
Lingkungan social/Organisasi: lingkungan organisasi, Komunikasi, SOP, Kekuasaan & kepemimpinan, dst
Manajemen: Struktur orgsnisasi, budaya safety, kepemimpinan, staffing, dst
Lingkungan Eksternal : Kebijakan kesehatan, demographyc, dst
INSIDEN KESELAMATAN PASIEN
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
61
Universitas Indonesia
4.2. Kerangka Konsep
Sebagai landasan pikir untuk melakukan penelitian disusun kerangka
konsep yang dikembangkan lebih fokus berdasarkan teori yang mengacu pada
tinjauan pustaka. Kerangka konsep dapat dikatakan sebagai rangkuman dari
kerangka teori (Sastroasmoro & Ismael, 2010).
Di dalam penelitian ini, variabel independen dibatasi yakni meliputi
karakteristik individu, sifat dasar pekerjaan, dan lingkungan organisasi.
Pemilihan ketiga variable utama ini adalah karena mengingat ketiga variable
ini yang kemungkinan dapat diukur dengan indikator yang lebih jelas. Adapun
sub variabel yang termasuk di dalamnya, seperti tingkat pekerjaan, masa kerja,
dan usia adalah pembatasan yang dilakukan oleh peneliti, mengingat pembuat
model (Henriskey, et al (1993)) yang dirujuk tidak membatasi variable apa
yang termasuk dalam variable utama. Namun demikian, penentuan variabel-
variabel pendukung tersebut sesuai dengan apa yang tertera dalam penjelasan
dari pembuat konsep (Henriskey, et al (1993)) tersebut. Sementara, variable
dependen yang diteliti difokuskan pada Insiden Keselamatan Pasien.
Peneliti ingin mengetahui hubungan antara variable independen
meliputi faktor karakteristik individu perawat (tingkat pendidikan, pengalaman
kerja, kompetensi, umur), faktor sifat dasar pekerjaan (kompleksitas
pengobatan pasien, kerja sama dalam unit dan gangguan atau interupsi), faktor
lingkungan & organisasi (komunikasi, Standar Prosedur Operasional,
kenyamanan tempat kerja) dengan variabel dependen yaitu Insiden
Keselamatan Pasien.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
62
Universitas Indonesia
Kerangka konsep penelitian dapat dijelaskan dalam diagram konseptual sebagai
berikut :
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 4.2. Kerangka konsep penelitian faktor – faktor yang berhubungan dengan risiko insiden keselamatan pasien oleh perawat
4.3. Hipotesis
4.3.1 Hipotesis mayor
Karakteristik individu, faktor sifat dasar pekerjaan, dan faktor lingkungan organisasi & sosial sebagai penyebab terjadinya Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
Karakteristik individu : 1. Pendidikan 2. Pengalaman kerja 3. Kompetensi 4. Umur
Sifat dasar pekerjaan : 1. Kompleksitas pengobatan 2. Kerja sama dalam unit 3. Gangguan atau interupsi
Lingkungan organisasi & social : 1. Komunikasi 2. Standar Prosedur
Operasional 3. Kenyamanan tempat kerja
Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat
inap RS X
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
63
Universitas Indonesia
4.3.2. Hipotesis minor
4.3.2.1 Semakin rendah tingkat pendidikan perawat semakin tinggi Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.2 Semakin pendek pengalaman kerja perawat semakin tinggi Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.3 Semakin rendah tingkat kompetensi perawat semakin tinggi Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.4 Semakin muda umur perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan
Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.5 Semakin kompleks pengobatan pasien semakin tinggi Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.6 Semakin rendah kerja sama antar perawat dalam memberikan
pelayanan semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat
inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.7 Semakin banyak gangguan atau interupsi pada perawat saat bekerja
semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah
Sakit “X”.
4.3.2.8 Semakin tidak efektif komunikasi perawat semakin tinggi Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
4.3.2.9 Semakin rendah pelaksanaan Standar Prosedur Operasional oleh
perawat semakin tinggi Insiden Keselamatan Pasien di unit rawat inap
Rumah Sakit “X”.
4.3.2.10 Semakin tidak nyaman tempat kerja semakin tinggi Insiden
Keselamatan Pasien di unit rawat inap Rumah Sakit “X”.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
64
Universitas Indonesia
4.4. Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Variable independen Pendidikan Ijazah yang diperoleh pada
bidang keperawatan Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. D3 Keperawatan 2. S1 Keperawatan
Ordinal
Pengalaman kerja
Periode waktu dalam tahun dimana perawat bekerja di unit rawat inap RS X
Mengisi Kuesioner
Kuesioner Lama Bekerja … tahun Untuk kepentingan analisis, dilakukan pengelompokan kembali berdasarkan nilai median : 1. ≤ 6 tahun
2. > 6 tahun
Rasio
Kompetensi
Level kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan berdasarkan standar yang dibuat oleh komite keperawatan RS X
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. PK I 2. PK II 3. PK III 4. PK IV 5. PK V Untuk kepentingan penelitian, jenjang kompetensi
Ordinal
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
65
Universitas Indonesia
dikelompokkan menjadi dua berdasarkan cut of point : Kompetensi rendah : PK I dan PK II Kompetensi tinggi : PK III, PK IV, PK V
Umur
Usia perawat pada saat mengisi kuesioner
Mengisi Kuesioner
Kuesioner ….tahun
Untuk kepentingan analisis, dilakukan pengelompokan kembali: 1. ≤ 30 tahun
2. > 30 tahun
Rasio
Kompleksitas Pengobatan
Rata-rata jumlah diagnose penyakit pada pasien yang ditangani di unit tempat bekerja selama 1 bulan
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan berdasarkan nilai tengah
Nominal
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
66
Universitas Indonesia
skor dan uji normalitas: (1) Kompleks ≤ 10 (2) Tidak Kompleks >10
Kerja sama dalam unit
Persepsi perawat terhadap iklim kerja sama antar perawat, antara perawat dan dokter, dan antara perawat dan POS (Pembantu Orang Sakit) di unit tempat bekerja
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan berdasarkan nilai tengah skor dan uji normalitas : Kerjasama kurang ≤ 5 Kerjasama baik > 5
Ordinal
Gangguan atau interupsi
Adanya aktivitas lain yang harus dilakukan pada saat sedang memberikan pelayanan kepada pasien
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan
Odinal
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
67
Universitas Indonesia
berdasarkan nilai tengah skor dan uji normalitas: Gangguan tinggi n >10 Gangguan rendah ≤ 10
Komunikasi Keaktifan interaksi verbal perawat dengan sesama perawat dan antar profesi di unit tempat bekerja, serta dengan pasien/keluarga pasien yang terkait dengan asuhan keperawatan
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, hasil skor dikelompokkan berdasarkan nilai tengah skor dan uji normalitas: Komunikasi tidak efektif ≤ 9 Komunikasi efektif > 9
Ordinal
Standar Prosedur Operasional
Persepsi perawat terhadap standar prosedur operasional yang sistematis dan mudah dijalankan
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan
Nominal
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
68
Universitas Indonesia
analisis, peneliti mengelompokannya kembali: Persepsi tidak baik ≤ 13 Persepsi baik > 13
Kenyamanan tempat kerja
Persepsi perawat terhadap pencahayaan, suhu, dan tingkat kebisingan dalam mendukung konsentrasi kerja
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. Sangat setuju 2. Setuju 3. Kurang Setuju 4. Sangat Kurang Setuju Untuk kepentingan analisis, peneliti mengelompokannya kembali: Tidak nyaman ≤ 13 Nyaman > 13
Nominal
Variable dependen Insiden Keselamatan Pasien
Setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien
Mengisi Kuesioner
Kuesioner 1. Tidak Pernah 2. Kadang-Kadang 3. Sering 4. Selalu Untuk kepentingan
Nominal
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
69
Universitas Indonesia
analisis, peneliti mengelompokannya kembali: IKP Positif ≤ 90% skor
IKP Negatif > 90% skor
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
70
Universitas Indonesia
BAB 5
METODOLOGI PENELITIAN
5.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang menjadi
penyebab terjadinya insiden keselamatan pasien oleh perawat di unit rawat
inap, dengan menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
insiden keselamatan pasien oleh objek penelitian. Dengan demikian, penelitian
ini menggunakan pendekatan pendekatan kuantitatif. Penelitian dilakukan
dengan survei analitik pendekatan kuantitatif menggunakan desain cross
sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
variable-variabel yang termasuk risiko dan efek dengan cara pendekatan
pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama. Sehingga dengan desain
ini hasil dapat diperoleh dengan cepat dan dapat dikumpulkan variabel yang
banyak, baik variable risiko maupun variable efek.
5.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit “X” di Jakarta khususnya di
unit rawat inap. Dengan waktu penelitian atau pengambilan data yaitu pada
bulan Desember Tahun 2012.
5.3. Populasi dan Sampel
5.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja
di Rumah Sakit “X” yang memiliki Pengalaman kerjalebih dari 1 tahun.
5.3.2. Sampel
5.3.2.1. Kriteria Inklusi
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
71
Universitas Indonesia
Responden yang memliki profesi sebagai perawat yang
bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit “X”, memiliki
Pengalaman kerjalebih dari 1 tahun.
5.3.2.2. Kriteria Eksklusi
Responden yang bekerja di Rumah Sakit “X” berprofesi
perawat namun menduduki jabatan struktural dan perawat yang
sedang melaksanakan cuti.
5.3.2.3. Besar Sampel
Besar sampel untuk penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus sampel minimal untuk satu populasi
(Lemeshow et.al) , yaitu:
n = Jumlah yang dibutuhkan
N = Jumlah Populasi
Z 1-α/2 = tingkat kepercayaan sebesar 95%
p = Proporsi keadaan yang akan dicari p=50% (0,5)
q = (1-p)
d = sampling error sebesar 10%
n = 225. (1.96)2 . (0.5). (0.5)
(0.1)2. (225-1) + (1.96)2. (0.5). (0.5)
= 216.09
2.24 + 0.9604
= 67
n = N. Z21-α/2PQ
d2 (N-1)+Z21-α/2PQ
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
72
Universitas Indonesia
Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus diatas
dari jumlah populasi sebesar 225 orang maka besar minimal
sampel yang diperlukan adalah 67 orang. Untuk menghindari
adanya drop out sample maka peneliti menambah jumlah
sampel sebanyak 10% dengan begitu jumlah sampel keseluruhan
adalah 74 orang. Namun berdasarkan pengalaman dari peneliti
sebelumnya yang sudah melakukan penelitian ditempat yang
sama, bahwa pengisian kuesioner oleh perawat mengalami
kesulitan dalam hal pengembalian kuesioner, hal ini disebabkan
kesibukan perawat dalam pekerjaan rutinnya. Oleh karena itu
pada penelitian yang saya lakukan penyebaran kuesioner lebih
banyak, yakni sejumlah 115 kuesioner.
5.3.2.4. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel diambil dengan menggunakan
propotion random sampling yaitu pengambilan sampel dengan
memproporsikan sampel berdasarkan ruangan atau unit kerja
perawat. Sehingga diharapkan keseluruhan sampel mewakili
setiap ruangan atau unit kerja yang ada. Namun demikian,
pemilihan responden juga mempertimbangkan kriteria inklusi
dan eksklusi dari penelitian ini serta pertimbangan peneliti dan
dari kepala ruangan atau kepala perawat di tiap ruangan rawat
inap sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan.
5.4. Teknik Pengumpulan Data
5.4.1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan sumber data
primer. Sumber data primer berasal dari kuesioner yang memuat
beberapa faktor yakni faktor karakteristik individu perawat
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
73
Universitas Indonesia
(pendidikan, masa kerja, kompetensi, umur), faktor sifat dasar
pekerjaan (kompleksitas pengobatan pasien, kerja sama dalam unit
dan gangguan atau interupsi), faktor lingkungan & organisasi
(komunikasi, Standar Prosedur Operasional, kenyamanan tempat
kerja).
5.4.2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengukur variable
independen dan dependen. Kuesioner berisi pernyataan – pernyataan
yang terkait, untuk karakteristik individu mengenai variabel tingkat
pendidikan, masa kerja, kompetensi, dan umur; untuk sifat dasar
pekerjaan berisi pernyataan terkait variabel kompleksitas pengobatan,
kerjasama dalam unit, dan gangguan atau interupsi saat bekerja; serta
untuk lingkungan organisasi dan sosial yang berisi pertanyaan terkait
komunikasi, Standar Prosedur Operasional dan kenyamanan tempat
kerja.
5.4.3. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data untuk data kuantitatif adalah melalui
instrument kuesioner yang diisi dengan cara mengisi kuesioner.
5.4.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian saat pengumpulan data dengan cara
meminta persetujuan dari pihak rumah sakit. Kemudian peneliti
menyebarkan kuesioner kepada unit-unit terkait dengan meminta
persetujuan dengan kepala ruangan. Setelah kepala ruangan
menyetujui peneliti meminta sampel untuk mengisi kuesioner. Waktu
yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner adalah 10 menit hingga 15
menit. Kuesioner diisi pada hari kuesioner tersebut diberikan dan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
74
Universitas Indonesia
dikembalikan pada hari kuesioner diberikan setelah diisi oleh
responden.
5.5. Uji Penelitian
5.5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 orang perawat di Rumah
Sakit “X”. uji coba instrument dilakukan untuk mengetahui apakah
pertanyaan dan pernyataan dalam kuesioner dapat dimengerti oleh
perawat. Untuk melihat validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan
pengujian yaitu :
1) Uji validitas instrumen mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Pengolahan
uji validitas instrumen penelitian ini dengan menggunakan metode
Item-Total Correlation.Pernyataan dinyatakan valid, jika r hitung ≥ r
tabel (Priyatno,2009).
2) Uji reliabilitas instrumen adalah suatu ukuran yang menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan
dengan alat pengukur yang sama. Dilakukan dengan menggunakan
teknik belah dua. Dengan teknik ini alat pengukur (kuesioner)
dibelah menjadi dua, kemudian dilakukan uji korelasi dengan rumus
korelasi product moment antara belahan pertama dengan belahan
kedua (Soekidjo Notoatmodjo,2010)
5.6. Analisis Data
Analisis data penelitian kuantitatif dilakukan dengan cara:
1. Analisis Univariat
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
75
Universitas Indonesia
Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi berupa gambaran
statistik deskriptif dari masing-masing variabel.
2. Analisis Bivariat
Dilakukan analisis hubungan antara setiap variabel bebas dengan
variabel terikat untuk melihat apakah hubungan yang terjadi bermakna
secara statistik. Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Squre untuk
menganalisis hubungan antara variabel bebas kategorik dengan variabel
terikat kategorik (Hastono, 2007).
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
76
Universitas Indonesia
BAB 6
HASIL PENELITIAN
Dalam melakukan penelitian ini menggunakan kuesioner yang belum pernah
ada sebelumnya, sehingga terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas didapatkan hasil dari perbandingan
antara nilai r hasil dengan nilai r table (0,4132), terdapat beberapa pernyataan dalam
kuesioner yang tidak valid. Untuk pernyataan yang tidak valid lebih disebabkan
karena kurang jelasnya pernyataan tersebut karena berupa pernyataan positif dan
negative. Untuk itu dilakukan perubahan susunan kalimat sehingga pernyataan lebih
jelas dan penyusunan kembali posisi kalimat positif dan negative untuk
mempermudah pemahaman pernyataan.
6.1. Hasil Analisis Univariat
Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah perawat yang
bekerja di RS X yang berjumlah 100 orang. Analisis univariat dilakukan
untuk melihat distribusi frekuensi atau proporsi dari seluruh variabel
independen dan dependen yang diteliti. Variabel independen pada penelitian
ini terdiri dari karakteristik individu, meliputi usia, pendidikan, Pengalaman
kerjadan kompetensi, kompleksitas pengobatan, kerjasama, gangguan,
komunikasi, Standar Prosedur Operasional dan kenyamanan tempat kerja.
Sementara itu, Variabel dependen yang diteliti dalam penelitian ini adalah
Insiden Keselamatan Pasien.
6.1.1. Karakteristik Individu
Dalam penelitian ini, yang dimaksud karakteristik individu responden
adalah mencakup umur, pendidikan terakhir, jenjang kompetensi, dan masa
kerja. Frekuensi tiap variable yang mewakili karakteristik individu tersebut
dapat dilihat pada table berikut ini:
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
77
Universitas Indonesia
Tabel 6.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan
Variabel Pendidikan
Frekuensi Persentase (%)
D3
S1
75
25
75%
25%
Total 100 100%
Distribusi pendidikan responden (perawat pelaksana) adalah pada
pendidikan D3 dan S1 Keperawatan. Dari hasil analisis univariat diketahui
bahwa responden yang berpendidikan D3 jauh lebih banyak dibandingkan
responden berpendidikan S1, dimana jumlah responden berpendidikan D3
adalah 75 responden atau sekitar 75%, sementara sisanya berpendidikan S1,
yaitu 25 responden atau sekitar 25%.
Table 6.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja
Variabel Pengalaman Kerja
Frekuensi Persentase (%)
≤ 6 tahun
> 6 tahun
77
23
77%
23%
Total 100 100%
Pengalaman kerja responden adalah dalam rentang 2 – 18 tahun.
Untuk kepentingan penelitian, pengalaman kerja dikelompokkan dari nilai
median pengalaman kerja tersebut, yaitu 6 tahun. Dari tabel 6.2 terlihat
bahwa responden yang memiliki lama kerja ≤ 6 tahun adalah lebih banyak
yaitu sejumlah 77 responden, sementara yang memiliki pengalaman kerja > 6
tahun adalah 23 responden.
Table 6.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenjang Kompetensi
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
78
Universitas Indonesia
Variabel Jenjang Kompetensi
Frekuensi Persentase (%)
Kompetensi rendah
Kompetensi tinggi
51
49
51%
49%
Total 100 100%
Jenjang kompetensi perawat di RS X terdiri dari level PK (Perawat
Klinik ) I hingga PK V, penetapan jenjang kompetensi ini berdasarkan
pendidikan, Pengalaman kerjadan pelatihan, kemudian dilakukan penilaian
secara periodik oleh Komite Keperawatan. Untuk meningkatkan level,
seorang perawat perlu mengikuti berbagai jenis pelatihan, termasuk pelatihan
keselamatan pasien. PK I dan PK II dapat dijadikan satu kelompok karena
memiliki kesamaan pada keikutsertaan dalam pelatihan keselamatan pasien
pada tingkatan yang sama. Sementara, pada PK III dan V telah
mengikuti pelatihan yang lebih lengkap termasuk mengenai keselamatan
pasien dalam tingkat lanjutan dan telah memiliki pengalaman yang lebih lama
dalam tahap implementasi penuh. Dari tabel 6.3 diketahui bahwa sebanyak 51
responden berkompetensi rendah atau dalam level PK I dan II, sementara
sisanya 49 responden lainnya berkompetensi tinggi atau sudah dalam level
PK III, IV, danV.
Tabel 6.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Variabel Umur
Frekuensi Persentase (%)
≤ 30 tahun
> 30 tahun
51
49
51%
49%
Total 100 100%
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
79
Universitas Indonesia
Dari hasil pengolahan data, diketahui bahwa rata-rata usia perawat
yang menjadi responden adalah 30 tahun sehingga untuk kepentingan
penelitian, usia responden dikelompokkan berdasarkan nilai mean sehingga
terbentuk kelompok responden berusia ≤ 30 tahun sejumlah 51 orang dan
responden berusia > 30 tahun sebanyak 49 atau 49% dari total responden.
6.1.2. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap
Kompleksitas Pengobatan (Asuhan Keperawatan), Kerjasama,
Gangguan/Interupsi, Komunikasi, Standar Prosedur Operasional, dan
Kenyamanan Tempat Kerja Rumah Sakit “X”
Variabel kompleksitas pengobatan, kerjasama, gangguan/ interupsi,
komunikasi, kenyamanan tempat kerja dan standar prosedur operasional
dikembangkan dengan menggunakan data primer responden yang kemudian
di analisis dengan memperhatikan nilai tengah skor dan normalitas
persebaran data, seperti terlihat dalam table 6.5.
Tabel 6.5. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kompleksitas Pengobatan
Variabel
Kompleksitas Pengobatan
Frekuensi Persentase (%)
Kompleks
Tidak Kompleks
61
39
77%
23%
Total 100 100%
Tabel 6.5 di atas menggambarkan distribusi responden berdasarkan
setiap variabel. Terdapat sejumlah 61 responden yang berpersepsi bahwa
pasien yang dilakukan perawatan di unit kerjanya adalah kompleks. Artinya,
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
80
Universitas Indonesia
sebagian besar responden memiliki persepsi bahwa asuhan keperawatan yang
dilakukan adalah kompleks.
Tabel 6.6. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kerjasama dalam Unit
Variabel
Kerjasama Frekuensi Persentase (%)
Kerjasama kurang
Kerjasama baik
75
25
75%
25%
Total 100 100%
Variabel kerjasama, menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berpersepsi kerjasama kurang yaitu sebanyak 75 responden atau sekitar 75%,
sementara yang mempunyai persepsi kerjasama baik hanya 25 responden atau
sekitar 25%.
Tabel 6.7. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Gangguan/interupsi saat bekerja
Variabel
Gangguan Frekuensi Persentase (%)
Tinggi
Rendah
64
36
64%
36%
Total 100 100%
Pada table 6.7, variabel gangguan/interupsi saat bekerja, menunjukkan
bahwa sebagian besar responden berpersepsi mengalami gangguan tinggi
pada saat bekerja yaitu sebanyak 64 responden atau sekitar 64%, sementara
yang mempunyai persepsi gangguan rendah saat bekerja terdapat 36
responden atau sekitar 36%.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
81
Universitas Indonesia
Tabel 6.8. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Komunikasi
Variabel Komunikasi
Frekuensi Persentase (%)
Tidak efektif
Efektif
57
43
57%
43%
Total 100 100%
Pada table 6.8, variabel komunikasi, menunjukkan bahwa 57 atau
sekitar 57% responden berpersepsi komunikasi tidak efektif, yang berarti
bahwa mekanisme komunikasi antar profesi, dan antar sesama perawat tidak
berjalan dengan baik walaupun perbedaannya tidak terlalu jauh dengan yang
berpersepsi komunikasi efektif. Sementara responden yang mempunyai
persepsi komunikasi efektif terdapat 43 responden atau sekitar 43%.
Tabel 6.9. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Standar Prosedur Operasional (SPO)
Variabel
SPO Frekuensi Persentase (%)
Persepsi tidak baik
Persepsi baik
16
84
16%
84%
Total 100 100%
Variabel Standar Prosedur Operasional menunjukkan sebaliknya,
sebesar 84 orang berpersepsi baik terhadap SPO yang berarti bahwa sebagian
besar responden telah mengetahui adanya SPO, mengerti, dan mendapatkan
kegunaan SPO dalam menjalankan asuhan keperawatan yang aman, dan
sekitar 16% bisa dikatakan tidak mengetahui adanya dan manfaat SPO di unit
kerjanya.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
82
Universitas Indonesia
Tabel 6.10. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Persepsi terhadap Kenyamanan Tempat Kerja
Variabel Kenyamanan
Frekuensi Persentase (%)
Tidak Nyaman
Nyaman
88
12
88%
12%
Total 100 100%
Pada table 6.10, variabel kenyamanan tempat kerja, menunjukkan
bahwa 88% responden berpersepsi tempat kerja tidak nyaman yang berarti
bahwa responden sebagian besar merasakan ketidaknyamanan diruang
perawatan tempat bekerjanya. Sementara responden yang mempunyai
persepsi tempat kerja nyaman terdapat 12 responden atau sekitar 12%.
Persepsi atau penilaian yang kurang baik terhadap masing-masing
variabel menggambarkan kecenderungan responden terhadap kejadian
insiden keselamatan pasien. Semakin baik persepsi terhadap variabel-variabel
tersebut maka akan semakin risiko terjadinya IKP di unit tempat kerja
responden.
6.1.3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Variabel IKP pada penelitian ini berdasarkan skor yang dihitung dari
berbagai pertanyaan tentang insiden keselamatan pasien. Apabila skor kurang
dari atau sama dengan 90% maka dimasukkan ke kelompok IKP Positif yang
berarti menyebabkan IKP, dan jika skor lebih dari 90% dimasukkan dalam
kelompok IKP Negatif yang berarti tidak menyebabkan IKP. Penentuan
angka 90% ini berdasarkan kenyataan di lapangan dimana IKP adalah insiden
yang dapat berakibat fatal jika terjadi kepada pasien dan rumah sakit harus
mengutamakan keselamatan pasien dalam memberikan pelayanan, oleh
karena itu perawat tidak di tolerir melakukan kesalahan ketika memberikan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
83
Universitas Indonesia
pelayanan kepada pasien. Pada tabel 6.11 berikut ini tergambar distribusi
frekuensi responden berdasarkan kejadian IKP:
Tabel 6.11. Distribusi Insiden Keselamatan Pasien Rumah Sakit “X”
Variabel Frekuensi Persentase
IKP Positif 51 51%
IKP Negatif 49 49%
Total 100 100%
Tabel 6.11. menunjukkan bahwa sebaran IKP terlihat cukup
mengkhawatirkan, dimana 51 IKP Positif (51%) yang berdasarkan penilaian
responden pernah melakukan kesalahan dan mengakibatkan insiden
keselematan pasien di unit kerja masing-masing. Sementara, jumlah IKP
Negatif tidak jauh berbeda yakni 49 (49%).
6.2. Hasil Analisis Bivariat
6.2.1. Hubungan antara Pendidikan dengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.12. Distribusi Responden Menurut Pendidikan Perawat dan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Pendidikan
Perawat
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negatif
n % n % n %
Pendidikan
D3
35 47% 40 53% 75 100%
0.492
0.2 – 1.2 0.204
Pendidikan
S1
16 64% 9 36% 25 100%
Jumlah 51 51% 49 49% 100 100%
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
84
Universitas Indonesia
Dari table 6.12 di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang
berpendidikan D3 jauh lebih banyak dari yang berpendidikan S1. Sebagian
besar, sebanyak 47%, dari jumlah responden yang berpendidikan D3
menyebabkan IKP (IKP Positif). Sementara pada responden yang
berpendidikan S1 memiliki proporsi yang lebih besar terhadap IKP. Akan
tetapi, jumlah perbedaan proporsi kedua kelompok responden berdasarkan
pendidikan ini tidak cukup menunjukkan hubungan antara variabel
pendidikan dengan terjadinya IKP. Hal ini juga terlihat pada P-value sebesar
0.204 yang menunjukkan tidak ada perbedaan proporsi atau tidak ada
hubungan yang signifikan antara variabel pendidikan dengan kejadian IKP.
6.2.2. Hubungan antara Pengalaman kerjadengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.13 Distribusi Responden Menurut Pengalaman kerjaPerawat dan
Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Masa Kerja IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
≤ 6 tahun 35 64% 20 36% 55 100% 3.172 1.395 – 7.210
0.010 > 6 tahun 16 36% 29 64% 45 100%
Jumlah 51 51% 49 49% 100 100%
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa responden terbagi dalam
kelompok masa kurang dan sama dengan 6 tahun dan lebih dari 6 tahun.
Jumlah responden yang memiliki Pengalaman kerja≤ tahun adalah 55 orang
sementara responden > 6 tahun adalah 45 orang. Pada kelompok responden
yang memiliki lama kerja ≤ 6 tahun, sebanyak 35 orang terkait atau
menyebabkan kejadian IKP (IKP Positif) sementara 20 lainnya tidak
demikian. Sementara, pada kelompok responden yang telah bekerja > 6
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
85
Universitas Indonesia
tahun, distribusi terhadap keterkaitannya dengan IKP bertolak belakang
dengan kelompok responden dengan Pengalaman kerja≤ 6 tahun.
Pada kolom p value dapat terlihat angka 0.010, dengan demikian bermakna
bahwa ada perbedaan proporsi antara Pengalaman kerjadengan terjadinya
IKP. Dengan kata lain, ada hubungan yang signifikan antara Pengalaman
kerjadengan kejadian IKP.
Dengan nilai OR sebesar 3.1 atau 3, dapat diintepretasikan pula bahwa
kelompok Pengalaman kerja≤ 6 tahun berisiko 3 kali lebih besar
menyebabkan insiden keselamatan pasien.
6.2.3. Hubungan antara Kompetensi dengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.14 Distribusi Responden Menurut Kompetensi Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Kompetensi
Perawat
IKP Total OR
(95% CI)
P value
Positif Negative
n % n % n %
Kompetensi
Rendah
32 63% 19 37% 51 100%
2.659
1.2 – 5.9 0.028
Kompetensi
Tinggi
19 39% 30 61% 49 100%
Jumlah 51 51% 49 49% 100 100%
Table 6.14 menunjukkan proporsi antara kelompok responden
berdasarkan kompetensi dan hubungannya dengan kejadian insiden
keselamatan pasien (IKP). Dari keseluruhan, total responden berkompetensi
rendah hampir sama dengan responden berkompetensi tinggi. Angka
menunjukkan responden yang berkompetensi tinggi adalah 49 sementara
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
86
Universitas Indonesia
responden berkompetensi rendah adalah 51 responden. Pada kelompok
berkompetensi tinggi, responden yang terkait atau menyebabkan kejadian
IKP (IKP Positif) adalah sebanyak 19. Angka tersebut jauh lebih sedikit
dibandingkan jumlah responden berkompetensi tinggi yang tidak
menyebabkan IKP (IKP Negatif). Sementara itu, pada kelompok
berkompetensi rendah, responden yang terkait atau menyebabkan IKP jauh
lebih banyak (32 orang) dibandingkan dengan yang tidak menyebabkan IKP
(19 orang). P-value menunjukkan angka 0.028, artinya lebih kecil dari nilai p
value α (0,05), maka disimpulkan bahwa ada perbedaan proporsi antara
kompetensi dengan kejadian insiden keselamatan pasien, atau ada hubungan
yang bermakna antara kompetensi dengan insiden keselamatan pasien.
Dilanjutkan dengan nilai OR sebesar 2.98 atau 3, yang berarti responden,
dalam hal ini perawat, yang memiliki kompetensi rendah memiliki risiko 3
kali lebih besar menyebabkan kejadian IKP dibandingkan yang memiliki
kompetensi tinggi.
6.2.4. Hubungan antara Usia dengan Insiden Keselamatan Pasien
Berikut ini analisis yang menggambarkan hubungan antara kelompok
usia dengan risiko dan kejadian Insiden Keselamatan Pasien di RS X:
Table 6.15 Distribusi Responden Menurut Usia Perawat dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Usia
Responden
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
≤ 30 tahun 32 63% 19 37% 51 51% 2.66
1.2 – 5.9 0.028
> 30 tahun 19 39% 30 61% 49 49%
Jumlah 51 51% 49 49% 100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
87
Universitas Indonesia
Dari table di atas dapat diketahui bahwa jumlah kelompok usia ≤ 30
tahun adalah 51 responden, lebih banyak dibandingkan kelompok usia > 30
tahun yang berjumlah 49 responden. Pada variabel usia ini terlihat bahwa
sebagian besar responden memiliki kecenderungan menyebabkan IKP (IKP
Positif). Sebaliknya, pada kelompok usia > 30 tahun, hanya sebagian kecil
yang terkait atau menyababkan IKP. Di akhir perhitungan analisis didapatkan
nilai p-value sebesar 0.028 yang berarti bahwa ada hubungan yang bermakna
antara usia dengan potensi insiden keselamatan pasien. Dengan nilai OR
sebesar 2.6 atau 3, dapat diintepretasikan pula bahwa kelompok usia ≤ 30
tahun berisiko 3 kali lebih besar menyebabkan insiden keselamatan pasien.
6.2.5. Hubungan antara Kompleksitas Pengobatan dengan Insiden
Keselamatan Pasien
Pada table 6.16 di bawah ini, terlihat bahwa responden yang memiliki
persepsi bahwa pengobatan yang kompleks berjumlah lebih banyak (61
orang) dibandingkan jumlah responden yang berpersepsi sebaliknya (39
orang). Dari kelompok responden yang memilki persepsi bahwa asuhan
keperawatan kompleks, sebanyak 29 orang tersebut terkait atau menyebabkan
IKP (IKP Positif), sementara 32 orang lainnya tidak terkait atau
menyebabkan IKP (IKP Negatif). Sedangkan, pada kelompok responden
yang memiliki persepsi kompleksitas pengobatan tidak kompleks, sebagian
besar di antaranya justru terkait atau menyebabkan IKP.
Dari proporsi keduanya telah terlihat bahwa tidak ada perbedaan proporsi
yang signifikan antara kedua kelompok (tidak kompleks dan kompleks) pada
risiko menyebabkan insiden keselamatan pasien. Hal itu diperkuat lagi
dengan nilai p-value yang lebih besar dari nilai p-value sebesar 0.255.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
88
Universitas Indonesia
Table 6.16 Distribusi Responden Menurut Kompleksitas Pengobatan pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Kompleksitas
Asuhan
keperawatan
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
Kompleks 29 48% 32 53% 61 100% 0.7
0.3 – 1.6 0.509 Tidak
Kompleks
22 56% 17 47% 39 100%
Jumlah 51 51% 49 49% 100 100%
6.2.6. Hubungan antara Kerja Sama dengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.17 Distribusi Responden Menurut Persepsi Kerjasama pada Asuhan
Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Kerjasama dalam
Asuhan Keperawatan
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
Kerjasama kurang
26 68% 12 32% 38 100% 3.207
1.4 – 7.5 0.012
Kerjasama Baik
25 40% 37 60% 62 100%
Jumlah 51 51% 49 49% 100 100%
Gambaran perbedaan proporsi antara kerjasama dengan risiko
terjadinya insiden keselamatan pasien (IKP) ditunjukkan pada table 6.17 di
atas. Dari segi proporsi kerjasama, kelompok responden yang memiliki
persepsi terhadap kerjasama yang kurang baik berjumlah lebih sedikit, yaitu
38 orang, dibandingkan dengan responden yang berpersepsi kerjasama sudah
baik, yaitu 62 orang. Pada kelompok yang berpersepsi kerjasama kurang baik,
terlihat bahwa sebanyak 26 responden terkait atau menyebabkan IKP (IKP
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
89
Universitas Indonesia
Positif) sementara 12 lainya tidak. Artinya, pada kelompok responden yang
memiliki persepsi kerjasama kurang baik, sebagian besar terkait atau
menyebabkan kejadian IKP. Sementara pada kelompok yang berpersepsi baik
terhadap kerjasama, 37 responden atau sebagian besar responden tidak terkait
atau tidak menyebabkan kejadian insiden keselamatan pasien. Perbedaan
proporsi diperkuat dengan angka p-value sebesar 0.012 yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara kerjasama dengan risiko menyebabkan
insiden keselamatan pasien. Pada nilai OR sebesar 3.2 dapat diartikan bahwa
kelompok yang memiliki persepsi kerjasama kurang baik memiliki risiko 3
kali lebih besar menyebabkan IKP dibandingkan dengan kelompok yang
memiliki perspesi kerjasama yang baik.
6.2.7. Hubungan antara Gangguan/Interupsi dengan Insiden Keselamatan
Pasien
Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan proporsi nilai pada
responden berdasarkan persepsinya pada gangguan/ interupsi dan risiko
menyebabkan insiden keselamatan pasien.
Table 6.18 Distribusi Responden Menurut Persepsi Gangguan / Interupsi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Gangguan/
Interupsi
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
Gangguan
tinggi
36 56% 28 44% 64 100%
1.8
0.8 - 4.1 0.233
Gangguan
rendah
15 42% 21 58% 36 100%
Jumlah 51 51% 49 49% 100 100%
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
90
Universitas Indonesia
Dari tabel di atas, diketahui bahwa jumlah responden yang
berpersepsi terhadap gangguan pada asuhan keperawatan gangguan tinggi
lebih banyak dibandingkan yang berpersepsi sebaliknya. Sementara itu, pada
kelompok yang berpersepsi adanya gangguan/ interupsi yang tinggi dalam
asuhan keperawatan memiliki proporsi yang tidak jauh berbeda dalam hal
risiko terjadinya insiden keselamatan pasien. Pada kolom p value dapat
terlihat angka 0.233, dengan demikian bermakna bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara gangguan/interupsi pada saat kerja dengan kejadian
IKP.
6.2.8. Hubungan antara Komunikasi dengan Insiden Keselamatan Pasien
Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan distribusi jumlah
responden yang terbagi dalam variable komunikasi yang terkait dengan risiko
insiden keselamatan pasien. Jumlah responden yang memiliki persepsi
terhadap komunikasi efektif pada asuhan keperawatan adalah jauh lebih
sedikit dibandingkan dengan kelompok yang memilikki persepsi sebaliknya.
Namun demikian tidak terlihat perbedaan proporsi yang signifikan jika
dibandingkan dengan risiko yang menyebabkan insiden keselamatan pasien.
Pada kelompok responden yang memiliki persepsi komuniksi efektif,
sebanyak 29 responden tidak menyebabkan insiden keselamatan pasien dan
28 respoden menyebabkan insiden keselamatan pasien. Sedangkan pada
kelompok responden yang memiliki komunikasi efektif, sebanyak 23
responden menyebabkan insiden keselamatan pasien dan 20 respoden tidak
menyebabkan insiden keselamatan pasien. Tidak adanya perbedaan proporsi
atau hubungan yang signifikan ditunjukkan pula oleh nilai p-value sebesar
0.818, lebih besar dari nilai alpha. Secara jelas, persebaran proporsi antara
kedua kelompok berdasarkan variable komunikasi adalah sebagai berikut:
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
91
Universitas Indonesia
Table 6.19 Distribusi Responden Menurut Persepsi Komunikasi pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Persepsi
terhadap
Komunikasi
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
Komunikasi
tidak efektif
28 49% 29 51% 57
0.840
(0,4-1.8) 0.818
Komunikasi
efektif
23 54% 20 46% 43 100%
Jumlah 56 55% 44 44% 100 100%
6.2.9. Hubungan antara SPO dengan Insiden Keselamatan Pasien
Table 6.20 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap SPO pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Persepsi
terhadap SPO
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
Persepsi
Tidak Baik
9 56% 7 44% 16 100% 1.286
0.4 – 3.7 0.853
Persepsi Baik 42 50% 42 50% 84 100%
Jumlah 51 56% 49 44% 100 100%
Tabel 6.20 di atas berisi persebaran jumlah responden berdasarkan
persepsinya terhadap SPO dan risiko yang menyebabkan terjadinya insiden
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
92
Universitas Indonesia
keselamatan pasien. Kelompok responden yang memiliki persepsi baik pada
SPO berjumlah jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki
persepsi tidak baik kepada SPO. Pada kelompok yang memiliki persepsi baik
dan menyebabkan IKP (IKP Positif) adalah 42 responden sementara
kelompok sebaliknya berjumlah 9 responden, sementara yang memiliki
persepsi tidak baik dan menyebabkan IKP berjumlah 9 sementara yang tidak
menyebabkan IKP (IKP Negative) adalah 7 responden. Nilai P-value pada
tabel di atas adalah 0.853 yang berarti tidak ada perbedaan proporsi atau
hubungan yang bermakna antara variable persepsi pada SPO dengan insiden
keselamatan pasien.
6.2.10. Hubungan antara Kenyamanan Tempat dengan Insiden Keselamatan
Pasien
Table 6.21 Distribusi Responden Menurut Persepsi Terhadap Kenyamanan dalam Tempat Kerja pada Asuhan Keperawatan dan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP)
Kenyamanan
dalam
Tempat Kerja
IKP Total OR
(95% CI)
P
value Positif Negative
n % n % n %
Tidak
Nyaman
46 52% 42 48% 88 100% 1.533
0.5 – 5.2 0.703
Nyaman 5 42% 7 58% 12 100%
Jumlah 51 51% 49 49% 100 100%
Jumlah responden yang memiliki persepsi bahwa tempat kerja tidak
nyaman adalah jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki
persepsi sebaliknya. Pada kelompok persepsi bahwa tempat kerja tidak
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
93
Universitas Indonesia
nyaman, jumlah responden yang terkait atau menyebabkan insiden
keselamatan pasien jauh lebih banyak, yakni 46 responden, sementara sisanya
tidak terkait atau tidak menyebabkan IKP (IKP Negatif). Namun demikian,
pada kelompok yang memiliki persepsi nyaman pada tempat kerja, jumlah
responden yang tidak terkait atau tidak menyebabkan IKP lebih banyak dari
responden yang terkait atau menyebabkan IKP (IKP Positif). Pada variable
kenyamanan tempat yang dihubungkan dengan kejadian insiden keselamatan
pasien, terlihat bahwa nilai p-valuenya adalah 0.703 yang berarti tidak ada
perbedaan proporsi yang siginifikan atau hubungan yang bermakna antara
keduanya.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
94
Universitas Indonesia
BAB 7
PEMBAHASAN
7.1. Pelaksanaan Penelitian
Rancangan penelitian dimulai pada Oktober 2012 dan mulai dilakukan
pengambilan data pada pertengahan Desember dengan menyebarkan kuesioner.
Kuesioner berisi tentang pernyataan-pernyataan yang harus dipilih sesuai
dengan persepsi dan kenyataan yang dihadapi perawat di Ruang Rawat Inap RS
X mengenai insiden keselamatan pasien. Penyebaran kuesioner dilakukan
terhadap 115 perawat yang memenuhi criteria inklusi dan eksklusi akan tetapi
kuesioner yang kembali hanya 100, sudah melebihi jumlah sampel minimum.
Data hasil penelitian kemudian dianalisis dan dibahas satu per satu untuk
menjawab tujuan penelitian ini sendiri.
7.2. Keterbatasan Penelitian
Penelitian dan referensi mengenai keselamatan pasien masih terbilang
sedikit di tingkat nasional, sehingga sulit pula untuk mencari pembanding untuk
memperkaya pembahasan. Selain itu, isu keselamatan pasien dapat dikatakan
sensitive untuk dinilai pada petugas kesehatan, dalam hal ini perawat. Dari segi
pengambilan data, akan lebih baik jika menggunakan metode wawancara untuk
memastikan responden mengerti betul tentang apa yang ditanyakan. Akan tetapi,
dengan keterbatasan peneliti yang juga adalah seorang yang bekerja maka hal ini
tidak dapat dilakukan.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
95
Universitas Indonesia
7.3. Hasil Analisis Penyebab Kejadian Insiden Keselamatan Pasien
Berdasarkan Karakteristik Individu (Usia, Pendidikan, Pengalaman
kerjadan Kompetensi), Kompleksitas Pengobatan, Kerjasama, Gangguan/
Interupsi, Komunikasi, Standar Prosedur Operasional, dan Kenyamanan
Tempat Kerja.
Insiden keselamatan pasien tidak terjadi hanya karena satu atau dua
penyebab melainkan banyak penyebab yang bisa berkontribusi, mulai dari
sistem yang menggerakkan pelayanan kesehatan, sarana & prasarana sampai
dengan kinerja perseorangan yang bersentuhan langsung dengan pasien, yang
kesemuanya berkolaborasi sehingga insiden tidak dapat dicegah. Demikian
pula pada pengendaliannya, suatu variabel yang berisiko menyebabkan insiden
keselamatan pasien harus dikendalikan secara menyeluruh meliputi sistem dan
lingkungan yang melingkupinya. Pada penelitian ini dilakukan analisis
terhadap sepuluh variabel, yaitu usia, pendidikan, masa kerja, kompetensi,
kompleksitas pengobatan, kerjasama, gangguan/ interupsi, komunikasi, Standar
Prosedur Operasioanl (SPO), dan kenyamanan tempat kerja. Dari kesepuluh
variabel tersebut terdapat empat variabel yang menjadi penyebab insiden
keselamatan pasien (IKP) yakni usia, masa kerja, kompetensi dan kerjasama.
Enam variabel lain yang tidak menjadi penyebab bisa jadi berhubungan pula
dengan terjadinya insiden keselamatan pasien akan tetapi dapat dikendalikan
oleh sistem dan lingkungan yang ada di sekitarnya.
Pada variabel usia, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan sebab terjadinya insiden
keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”, yakni semakin
meningkatnya usia perawat maka terjadinya IKP semakin kecil sementara
semakin muda usia perawat kecenderungan terjadi IKP semakin besar. Secara
teori, umur berkaitan dengan tingkat kedewasaan dan maturasi, dalam arti
meningkatnya umur akan meningkat pula kedewasaan/ kematangan secara
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
96
Universitas Indonesia
teknis dan psikologis, serta semakin mampu melaksanakan tugasnya (Siagian,
1999). Davis dan Newstrom berpendapat bahwa semakin bertambahnya umur
maka akan semakin meningkat kepuasan kerja dan semakin berprestasi.
Penelitian ini sejalan pula dengan teori Robbins (2003) yang menyatakan
bahwa usia dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemampuan kerja dan
tanggung jawab seseorang. Sehingga dapat diartikan bahwa semakin dewasa
usia perawat semakin baik kinerjanya dalam asuhan keperawatan yang aman
atau yang tidak menyebabkan IKP. Hubungan yang bermakna ini pun
diperkuat dengan nilai OR yang menjelaskan bahwa semakin muda usia
perawat maka ia memiliki risiko asuhan keperawatan yang tidak aman (baca:
menyebabkan IKP) 3 (tiga) kali lebih besar dari perawat yang dengan usia yang
lebih tua. Perawat dengan usia yang lebih dewasa/ tua memiliki kematangan
dalam berpikir dan bertindak serta memiliki kemampuan untuk mengenali dan
mencegah bahaya yang didapatkannya seiring dengan perkembangan usia dan
kematangannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suhartati
(2002) bahwa terdapat kecenderungan semakin tua usia perawat semakin etik
dalam melakukan asuhan keperawatan. Kenyataan ini akan membuatnya lebih
berhati-hati dan memperhatikan secara seksama terhadap asuhan keperawatan
yang ia lakukan
Sementara pada variabel pendidikan, hasil penelitian tidak
menunjukkan hal yang serupa dengan variabel usia. Variabel pendidikan tidak
memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya insiden keselamatan
pasien. Menurut Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
(DPP-PPNI, 1999), yang dimaksud dengan perawat adalah seseorang yang
telah menyelesaikan pendidikannya pada pendidikan formal keperawatan
minimal lulusan D3 Keperawatan. Latar belakang pendidikan akan
mempengaruhi perilaku seseorang dalam pekerjaannya (Likert dalam Gibson,
1996). Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar keinginan
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya (Siagian, 1997). Hasil
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
97
Universitas Indonesia
penelitian yang dilakukan oleh Anugrarini (2010) mengungkapkan ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan perawat dalam
menerapkan pedoman keselamatan pasien. Namun demikian, hal tersebut tidak
terbukti pada penelitian ini. Hal ini bisa disebabkan karena pendidikan perawat
pelaksana di Rumah Sakit ‘X’ hampir seragam, yakni merupakan lulusan D3.
Tetapi dalam bekerja tidak hanya pendidikan formal saja yang harus dimiliki
oleh perawat melainkan harus dilengkapi dengan berbagai pelatihan-pelatihan
yang mendukung terhadap pekerjaan yang tidak didapatkan selama
menjalankan pendidikan. Sehingga dalam hal pebedaan pendidikan
Pengalaman kerjadan pelatihan-pelatihan yang didapatkan selama di Rumah
Sakit ‘X’ ini telah mampu mereduksi perbedaan yang besar antara lulusan D3
dengan S1. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan di Rumah Sakit ‘X’ ini dapat
dikatakan cukup sering, hampir setiap bulan dilaksanakan IHT (In House
Training) yang meningkatkan kemampuan perawat pelaksana. Selain itu,
terdapat sistem yang menjadi sarana terjadinya transfer wawasan dan skill
antara satu perawat dengan yang lain, dalam hal ini adalah briefing atau
‘operan’ dari satu shift ke shift lain dimana terjadi diskusi mengenai masalah
asuhan keperawatan yang perlu diatasi pada saat itu.
Menurut Alfredsdottir & Bjondottir. K (2008) pengalaman kerja menjadi
salah satu faktor kunci dalam keselamatan pasien di rumah sakit. Demikian
pula pada penelitian yang dilakukan Nurwidia (2012), Pengalaman kerja
menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap asuhan keperawatan yang
aman bagi pasien. Hal ini pun sejalan dengan hasil penelitian ini dimana
pengalaman kerja menunjukkan hubungan yang bermakna dengan kejadian
insiden keselamatan pasien. Pengalaman kerja menjadi faktor yang
berhubungan secara siginifikan pada kejadian insiden keselamatan pasien
karena ada kecenderungan dimana perawat yang telah bekerja lama di rumah
sakit memiliki kemampuan lebih baik dalam melakukan asuhan keperawatan
yang aman bagi pasien. Pengalaman kerja berkaitan dengan pengalaman
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
98
Universitas Indonesia
seseorang, dan pengalaman sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada pasien. Pengalaman kerja yang dimiliki oleh perawat akan
memberikan kemampuan berupa pengetahuan, keterampilan, dan tingkah laku
pada perawat tersebut yang menunjangnya dalam bekerja. Dengan Pengalaman
kerja yang lebih lama tentunya perawat akan memiliki pengalaman yang lebih
lama pula dalam menangani pasien dengan berbagai permasalahan yang
dihadapinya. Selain karena pengalaman yang telah banyak dimiliki,
Pengalaman kerja juga membuat perawat pelaksana lebih terampil dan berhati-
hati agar asuhan keperawatan yang dilakukan tidak menimbulkan cedera bagi
pasien. Dari hasil pengamatan lapangan yang dilakukan, ditemukan pula bahwa
IKP yang terjadi selama ini lebih banyak dilakukan oleh perawat yang masih
muda dengan Pengalaman kerja yang masih terbilang baru.
Variabel yang lain adalah kompetensi, dari hasil penelitian juga
menunjukkan hubungan yang signifikan pada kejadian insiden keselamatan
pasien. Kompetensi yang dimaksud pada penelitian ini adalah tingkat
kemampuan perawat dengan tingkat pendidikan tertentu setelah melalui
Pengalaman kerjadan berbagai pelatihan, jadi kompetensi lebih kearah skill
perawat yang difokuskan hanya untuk perawat professional klinik. Perawat
professional adalah perawat dengan latar belakang pendidikan tinggi, minimal
D3 keperawatan, sementara perawat klinik adalah perawat yang memberikan
asuhan keperawatan langsung kepada pasien/klien. Sehingga yang termasuk
kedalam kelompok kompetansi keperawatan adalah perawat dengan
pendidikan minimal D3 yang memberikan pelayanan langsung kepada
pasien/klien. Dengan penetapan tingkatan kompetensi ini menentukan terhadap
pengembangan jenjang karier professional perawat klinik melalui system
asesmen secara periodik yang dilakukan oleh Komite Keperawatan. Namun
demikian tingkat pendidikan saja tidak cukup menjamin untuk mencegah
terjadinya insiden keselamatan pasien, sehingga tetap perlu dilakukan
pelatihan-pelatihan keterampilan yang terkait dengan pelaksanaan asuhan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
99
Universitas Indonesia
keperawatan, karena yang paling dominan sebagai pembeda dalam tingkat
kompetensi perawat yang rendah dengan yang tinggi adalah pelatihan-pelatihan
yang sudah dilakukan oleh perawat. Keadaan ini terbukti dari bermaknanya
tingkat kompetensi terhadap kejadian insiden keselamatan pasien, dimana
perawat yang memiliki tingkat kompetensi rendah memiliki kecenderungan
menimbulkan insiden keselamatan pasien daripada yang tingkat kompetensinya
tinggi. Fenomena ini jelas menunjukan bahwa pelatihan sangat penting dalam
mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien. Pelatihan dinyatakan sebagai
bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam
waktu yang relative singkat. Keterampilan yang dimaksud dalam hal ini adalah
keterampilan dalam berbagai bentuk antara lain physical skil, intellectual skill,
social skill, dan managerial skill (Rivai dan Sagala, 2009). Jika dikaitkan
dengan pendapat tersebut maka pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini
merupakan pelatihan yang berorientasi pada peningkatan intellectual skill yang
berhubungan dengan keselamatan pasien. Banyaknya pelatihan yang telah
diikuti perawat mempengaruhi tingkat kompetensi perawat. Sistem jenjang
kompetensi yang disusun dan dijalankan oleh Komite Keperawatan Rumah
Sakit ‘X’ ini dinilai dari pendidikan, masa kerja, performa yang ditunjukkan
pada saat menjalankan asuhan keperawatan serta banyaknya pelatihan yang
sudah diikuti perawat tersebut. Hal yang demikian bisa menjadi pengaruh yang
kuat dalam menentukkan baik tidaknya seseorang dalam menjalankan asuhan
keperawatan, termasuk bagaimana perawat tersebut melakukan asuhan
keperawatan yang aman dan tidak menyebabkan insiden keselamatan pasien.
Akan tetapi secara statistic, pendidikan yang juga merupakan komponen
jenjang kompetensi perawat pelaksana tidak menunjukkan hubungan yang
signifikan terhadap terjadinya IKP. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa sebagian besar perawat di rumah sakit ini berpendidikan D3 akan tetapi
meskipun demikian tidak sedikit pula yang telah memiliki Pengalaman
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
100
Universitas Indonesia
kerjayang sangat lama, bahkan jauh lebih lama dibandingkan yang
berpendidikan S1. Sementara rumah sakit ini giat menyelenggarakan pelatihan
bagi perawat sehingga kemampuan dan keterampilan perawat berpendidikan
D3 pun jadi ter-Upgrade. Oleh sebab itu walaupun dalam penelitian ini
pendidikan tidak berpengaruh terhadap kejadian insiden keselamatan pasien,
tetapi tidak berarti demikian dengan kompetensi, karena didalam kompetensi
pendidikan hanya salah satu kriteria yang menentukan tingkat kompetensi
seseorang. Pelatihan yang sudah diikuti oleh perawat merupakan salah satu
kriteria yang menentukan tingkat kompetensi perawat, semakin banyak
pelatihan yang sudah dilakukan maka semakin tinggi tingkat kompetensi
perawat. Pelatihan dan tes yang dilakukan oleh Komite Keperawatan Rumah
Sakit “X” nyata menunjukkan adanya perbedaan kinerja dari tiap jenjang
kompetensi. Hal yang demikian bisa menjadi pengaruh yang kuat dalam
menentukkan baik tidaknya seseorang dalam menjalankan asuhan keperawatan,
termasuk bagaimana perawat tersebut melakukan asuhan keperawatan yang
aman dan tidak menyebabkan insiden keselamatan pasien. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kompetensi dengan
kejadian insiden keselamatan pasien. Pada hasil statistik juga menunjukkan
nilai OR sebesar 2.9 yang dapat diartikan bahwa responden, dalam hal ini
perawat, yang berkompetensi rendah memiliki kecenderungan 3 (tiga) kali
lebih besar dari yang berkompetensi tinggi untuk menyebabkan insiden
keselamatan pasien. Sebuah angka yang signifikan sehingga perlu diperhatikan
Komite Keperawatan Rumah Sakit “X” untuk meningkatkan kompetensi
perawat dalam rangka meningkatkan asuhan keperawatan yang aman bagi
pasien. Hasil ini sejalan dengan usia seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa dalam penelitian ini memiliki hubungan dengan insiden keselamatan
pasien. Kondisi ini dapat dipahami karena pada umumnya perawat yang
memiliki kompetensi rendah cenderung usianya relative lebih muda.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
101
Universitas Indonesia
Penelitian yang dilakukan AHRQ (2007) menyebutkan bahwa pasien
dikategorikan ke dalam pasien kompleks adalah pasien dengan dua atau lebih
kondisi penyakit meliputi sakit fisik, sakit mental, atau keduanya, pasien
dengan perawatan yang baru atau berulang dalam satu tahun, berkontribusi
terhadap peningkatan risiko kematian, dan pasien dengan suatu kondisi yang
dapat mempengaruhi kondisi yang lain seperti perubahan ekspektasi harapan
hidup, interaksi antara pengobatan yang digunakan dan atau kontraindikasi
terapi. Dari penelitian yang sebelumnya dilakukan Hoffman dan Rohe (2010),
didapatkan beberapa faktor yang berkontribusi menyebabkan insiden
keselamatan pasien. Salah satunya adalah faktor pasien yang tidak lain adalah
bentuk pengobatan yang diperlukan, termasuk kompleksitas pengobatan yang
meliputi: penyakit, faktor sosial, kondisi psikis,hubungan antara pasien dengan
pihak rumah sakit. Namun demikian, penelitian ini belum mampu
menunjukkan hubungan yang bermakna antara kompleksitas pengobatan
dengan kejadian insiden keselamatan pasien yang dilakukan oleh perawat. Hal
ini bisa disebabkan banyak hal. Dari sisi responden, perawat pelaksana bisa jadi
merasakan perbedaan asuhan keperawatan yang perlu dilakukan pada pasien-
pasien di unit tempat ia bekerja. Akan tetapi, dengan Pengalaman
kerjaminimum satu tahun perawat pelaksana bisa jadi telah terbiasa dengan
kondisi tersebut. Disamping itu dari jawaban-jawaban pada kuesioner terlihat
bahwa rata-rata perawat tidak merasa kesulitan dengan asuhan keperawatan
yang perlu dilakukan di unit perawatan. Hal ini juga dapat dikarenakan
diagnose yang tidak terlalu kompleks seperti halnya di ruang perawatan khusus,
ICU, mengingat pengambilan data hanya dilakukan pada ruang perawatan
umum.
Kerjasama tim merupakan suatu kelompok kecil orang dengan
keterampilan yang saling melengkapi yang berkomitmen pada tujuan bersama,
sasaran-sasaran kinerja dan pendekatan yang mereka jadikan tanggung jawab
bersama (Katzenbach & Douglas, dalam Cahyono, 2008). Kerjasama
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
102
Universitas Indonesia
merupakan bentuk attitude dari perawat dalam bekerja di dalam tim karena
membuat individu saling mengingatkan, mengoreksi, berkomunikasi sehingga
peluang terjadinya kesalahan dapat dihindari. Dalam penelitian ini, kerjasama
juga menjadi faktor yang bermakna pada terjadinya insiden keselamatan
pasien. Dengan nilai OR 2.99, faktor kerjasama menjadi indikator bahwa
perawat yang memiliki persepsi kurang baik terhadap kerjasama memiliki
kecenderungan menyebabkan insiden keselamatan pasien 3 (tiga) kali lebih
besar dari perawat yang memiliki persepsi sebaliknya. Hasil penelitian ini
sejalan dengan kenyataan dilapangan bahwa dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada pasien, perawat melakukannya hanya kepada pasien yang
menjadi tanggungjawabnya dari pada bekerja dalam tim. Setiap perawat
memiliki tanggung jawab dan tugasnya tersendiri terhadap pasien sehingga
perawat lain tidak saling mengetahui terhadap pekerjaan rekannya. Keadaan ini
jelas tidak akan terjadi saling cross check terhadap pekerjaan masing-masing
sehingga potensi timbulnya kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan
akan besar. Dengan demikian, hasil secara statistik ini bisa menjadi masukan
bagi pihak rumah sakit untuk meningkatkan kerja sama antara perawat. Tidak
hanya untuk meningkatkan kinerja dalam asuhan keperawatan tetapi juga untuk
meningkatkan keselamatan pasien selama melakukan perawatan.
Secara statitistik, gangguan atau interupsi pada penelitian ini tidak
berhubungan secara signifikan dengan terjadinya insiden keselamatan pasien
pada ruang perawatan inap. Ketidakbermaknaan ini bisa dikarenakan gangguan
atau interupsi sudah membudaya di rumah sakit ini. Tugas perawat di ruang
perawatan tidak hanya melakukan asuhan keperawatan tetapi juga melakukan
pekerjaan administrative seperti pengisian rekam medis, memfasilitasi pasien
makan, berpakaian, mengantar dan menjemput pasien saat konsul ke unit atau
rumah sakit lain, dan mengisi formulir lain yang terkait dengan asuhan
keperawatan. Di luar itu, perawat di rumah sakit ini juga dilibatkan dalam
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
103
Universitas Indonesia
kegiatan rumah sakit yang menyebabkan terjadinya interaksi dengan banyak
pihak dan terlibat dalam pekerjaan lain di luar asuhan keperawatan.
Agency for Healthcare Research and Quality/AHRQ (2003)
mengungkapkan masalah komunikasi seperti kegagalan komunikasi verbal dan
non verbal, miskomunikasi antar staf, antar shift, komunikasi yang tidak
terdokumentasi dengan baik, merupakan hal yang dapat menimbulkan
kesalahan. Penelitian yang dilakukan oleh Manojlovich (2007) manyatakan
bahwa buruknya komunikasi antara dokter dan perawat merupakan salah satu
penyebab insiden atau kejadian yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien
yang dapat berdampak pada kematian pasien, terutama di ruangan-ruangan
intensif yang menangani kondisi kritis pada pasien. David Berlo (1960) dalam
Wulan (2011), menyatakan bahwa kualitas komunikasi ditentukan oleh
karakter empat elemen komunikasi, yaitu sumber, pesan, saluran, dan penerima
karakter sumber atau yang berinisiatif yang mempengaruhi keefektifan adalah
keahlian berkomunikasi, pengetahuan, sikap, dan latar belakang budaya. Dalam
hal ini, sumber komunikasi yang ada di ruang perawatan adalah dokter,
perawat dan pasien. Untuk karakter pesan yang menentukkan keefektifan
adalah struktur, isi, kode, dan perlakuan. Dalam hal ini, di rumah sakit tempat
penelitian dilakukan pesan terdapat pada buku operan shift, catatan perawat
yang dipegang sendiri oleh perawat yang bersangkutan, dan lembar catatan
medik harian pada berkas rekam medis. Sedangkan untuk karakter penerima
yang mempengaruhi keefektifan adalah keahlian komunikasi, pengetahuan,
sikap dan latar belakang budaya. Komunikasi di rumah sakit yang menjadi
sumber dan penerima di sini adalah dokter, perawat dan pasien sehingga
komunikasi merupakan bentuk attitude dari petugas kesehatan tersebut.
Akan tetapi, faktor komunikasi pada penelitian ini tidak menunjukkan
hubungan yang bermakna dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di
ruang perawatan. Komunikasi yang terjadi di ruang perawatan biasanya tidak
hanya secara lisan tetapi juga dalam bentuk tulisan. Komunikasi lisan yang
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
104
Universitas Indonesia
telah berjalan dinilai cukup baik, hal ini dapat terlihat pada penilaian responden
terhadap komunikasi dengan rekan kerjanya pada kuesioner. Briefing atau
‘operan’ menjadi sarana untuk berkomunikasi secara lisan perihal asuhan
keperawatan yang perlu dilakukan perawat pelaksana yang menjalankan shift
selanjutnya. Namun demikian, dari hasil pengamatan di lapangan, komunikasi
tertulis yang dijalankan di lapangan sebenarnya telah menunjukkan risiko
terjadinya insiden keselamatan pasien. Salah satu bentuk komunikasi secara
tertulis adalah pengisian rekam medis. Dari sekian IKP yang dilaporkan, pernah
terjadi masalah komunikasi yang menyebabkan terjadinya IKP yang
disebabkan kurang lengkapnya pengisian rekam medis sehingga menimbulkan
persepsi yang salah dari perawat terhadap kondisi pasien yang sebenarnya.
Dengan demikian, meski secara statistik komunikasi tidak memiliki hubungan
yang bermakna pada kejadian IKP akan tetapi variabel ini tetap perlu
diperhatikan untuk menjaga keamanan pada asuhan keperawatan.
Peran perawat dalam keselamatan pasien yaitu memelihara keselamatan
pasien melalui transformasi lingkungan keperawatan yang lebih mendukung
keselamatan pasien dan peran perawat dalam keselamatan pasien melalui
penerapan standar keperawatan (IOM, 2000). Rumah Sakit ini telah lama
memiliki Standar Prosedur Operasional (SPO) yang mengatur pelaksanaan
asuhan keperawatan secara tertulis dan detail. Akan tetapi, dari hasil analisis
statistik, penelitian ini tidak menunjukkan hasil yang bermakna antara persepsi
perawat terhadap SPO dengan terjadinya insiden keselamatan pasien. Dilihat
dari distribusinya, perawat yang memiliki persepsi baik berjumlah jauh lebih
banyak dibandingkan dengan yang memiliki persepsi tidak baik. Hal ini juga
dapat menunjukkan bahwa SPO cukup terinternalisasi pada perawat sehingga
mendukung terhadap pelaksanaan pekerjaan. Namun demikian terlihat bahwa
masih terdapat perawat yang memiliki persepsi tidak baik terhadap SPO yakni
sekitar 16% dari responden, hal ini bisa terjadi karena tidak semua perawat
mengetahui mengenai jenis SPO apa saja yang ada di unit kerjanya, sehingga
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
105
Universitas Indonesia
masih terdapat perawat yang bekerja tidak berdasarkan SPO yang ada. Dengan
demikian, perlu dilakukan sosialisasi dan pengawasan yang lebih intensif
terhadap pelaksanaan SPO sehingga perawat pelaksana dapat mengubah
persepsi terhadap SPO selama ini dan dapat merasakan kebermanfaatan adanya
SPO untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang aman bagi pasien.
Variable lain yang terkait dengan insiden keselamatan pasien adalah
faktor lingkungan fisik yang meliputi: pencahayaan, tingkat kebisingan,
temperature atau suhu ruangan, susunan tata ruang, dan ventilasi. Pengelolaan
gedung rumah sakit harus benar-benar memikirkan standar keselamatan baik
bagi pasien maupun keselamatan staf dengan memperhatikan syarat-syarat
kesehatan lingkungan seperti yang sudah diatur di dalam Permenkes nomor
1204/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Dari hasil analisis, faktor kenyamanan tempat kerja tidak memiliki hubungan
yang bermakna dengan terjadinya insiden keselamatan pasien. Jika melihat
distribusi jumlah perawat berdasarkan persepsi terhadap kenyamanan tempat
kerja, sebagian besar memiliki persepsi kurang baik terhadap kenyamanan
tempat kerja. Meski demikian, kenyamanan tempat kerja tetap tidak cukup
menjadi faktor penentu terlaksananya asuhan keperawatan yang berpotensi
menimbulkan terjadinya insiden keselamatan pasien. Kondisi setiap ruang
perawatan di Rumah Sakit ‘X’ ini berbeda-beda. Ada yang telah direnovasi
sehingga ruangan menjadi lebih terang tetapi ada pula yang masih dalam
kondisi lama dimana lantai dan pencahayaan alami yang kurang menyebabkan
ruang perawatan dirasa kurang mendukung bagi perawat pelaksana, terutama
bagi perawat dengan Pengalaman kerjabaru. Meskipun demikian, dengan
melihat angka IKP yang sangat kecil, hal ini menunjukkan bahwa perawat yang
menjadi responden telah mampu beradaptasi dengan kondisi tempat kerja dan
kemampuan mereka pun telah terasah untuk tetap menjalankan asuhan
keperawatan yang aman bagi pasien.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
106
Universitas Indonesia
7.4. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sementara, insiden
keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap kejadian
yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien. Dalam penelitian ini,
jumlah kejadian IKP (IKP Positif) berjumlah sedikit lebih besar daripada
jumlah tidak terjadi IKP (IKP Negatif), yakni 51 atau 51%. Angka ini meliputi
hampir separuhnya. Sementara itu, jika dilihat dari persebaran atau distribusi
nilai setiap variabel (independen, red), memiliki risiko menimbulkan insiden
keselamatan pasien. Jika melihat variabel yang berhubungan secara signifikan
dengan IKP, yaitu usia, masa kerja, kerjasama dan kompetensi, maka hasil ini
bisa menjadi dasar yang tajam untuk melakukan intervensi pada peningkatan
kerjasama, kemampuan atau kompetensi perawat untuk mengurangi risiko
terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan. Namun demikian,
dengan adanya variabel kerja sama yang juga berhubungan secara bermakna
dengan terjadinya IKP maka intervensi juga perlu dilakukan secara komunal.
Meski varian perawat di Rumah Sakit ini cukup beragam diharapkan
keberagaman tersebut bisa menjadi faktor yang mendukung terlaksananya
sharing ilmu dan pengalaman sehingga pencegahan terhadap IKP bisa
dilakukan secara bersama-sama dan terjaga kontinuitasnya.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
107
Universitas Indonesia
BAB 8
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan mencari penyebab terjadinya insiden keselamatan
pasien, baik itu yang berasal dari individu perawat seperti usia, pendidikan,
masa kerja, dan kompetensi maupun yang terkait dengan lingkungan seperti
kompleksitas pengobatan pada pasien, kerjasama dengan sesama profesi,
gangguan/ interupsi, komunikasi, persepsi terhadap SPO dan kenyamanan
tempat kerja. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa :
8.1.1 Ada hubungan yang bermakna antara usia perawat dengan terjadinya
IKP di ruang perawatan Rumah Sakit “X”. Semakin dewasa/ tua usia
perawat semakin berhubung tinggi risiko terjadinya insiden
keselamatan pasien di ruang perawatan tersebut.
8.1.2 Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan perawat dengan
terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit
“X”.
8.1.3 Ada hubungan yang bermakna antara Pengalaman kerjadengan
terjadinya insiden keselamatan pasien
8.1.4 Ada hubungan yang bermakna antara tingkat kompetensi dengan
terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit
“X”. Semakin tinggi kompetensi perawat semakin rendah risiko
terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit
“X”.
8.1.5 Tidak ada hubungan yang bermakna antara kompleksitas pengobatan
dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan
Rumah Sakit “X”.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
108
Universitas Indonesia
8.1.6 Ada hubungan yang bermakna antar kerjasama dengan terjadinya
insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X”.
semakin baik kerjasama antara perawat maka semakin rendah risiko
terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit
“X”
8.1.7 Tidak ada hubungan yang bermakna antara gangguan/ interupsi dengan
terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit
“X”
8.1.8 Tidak ada hubungan yang bermakna antara komunikasi dengan
terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan Rumah Sakit
“X”
8.1.9 Tidak ada hubungan yang bermakna antara persepsi terhadap SPO
dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan
Rumah Sakit “X”
8.1.10 Tidak ada hubungan yang bermakna antara kenyamanan tempat kerja
dengan terjadinya insiden keselamatan pasien di ruang perawatan
Rumah Sakit “X”
Dengan bermaknanya keterkaitan antara usia, masa kerja, dan kompetensi
dapat disimpulkan bahwa karakteristik individu merupakan variabel yang lebih
berpengaruh dari yang lainnya dalam terjadinya insiden keselamatan pasien di
unit rawat inap. Termasuk pula variable kerjasama yang cenderung dipengaruhi
karakter individu yang terbuka satu sama lain. Hasil penelitian ini dapat
menjadi pertimbangan bagi pihak SDM sebagai salah satu dasar dalam
mengelola SDM pada perawat di unit rawat inap rumah sakit supaya lebih
memperhatikan karakteristik individu, sehingga pelayanan yang
mengutamakan keselamatan pasien dapat terwujud dengan baik. Intervensi
SDM dapat dimulai sejak penerimaan sampai proses pembinaan perawat yakni
dalam penerimaan perawat baru untuk memperhatikan latar belakang
pendidikan, pengalaman kerja, kompetensi yang dimiliki, dan karakter yang
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
109
Universitas Indonesia
terbuka pada sistem yang ada serta bersedia ditingkatkan kemampuannya demi
terlaksananya asuhan keperawatan yang aman bagi pasien serta melakukan
pembinaan bagi perawat yang tidak disiplin dalam bekerja.
8.2 Saran
Penelitian ini hanya dilakukan di unit rawat inap menggunakan metoda cross
sectional dengan analisis univariat dan bivariat saja. Analisis dengan bivariat
hanya akan menunjukkan variable independen yang berhubungan dengan
variable dependen secara terpisah satu sama lain sehingga tidak bisa secara
mutlak dijadikan kesimpulan sebagai acuan untuk melakukan intervensi atau
perbaikan system secara menyeluruh di rumah sakit. Namun demikian
berdasarkan hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data awal untuk
melakukan intervensi oleh Rumah Sakit “X” dalam rangka meningkatkan
keselamatan pasien dalam asuhan keperawatan di unit rawat inap. Intervensi
tersebut perlu dilakukan oleh beberapa pihak yang terkait sehingga terjadi
sinergi yang baik untuk mendukung keselamatan pasien di unit rawat inap
rumah sakit secara menyeluruh.
Adapun saran – saran yang dapat kami berikan adalah :
8.2.1. Pihak Rumah Sakit “X”
1. Melalui Komite Keperawatan serta Komite Mutu, Keselamatan
Pasien dan Manajemen Risiko, mengawasi dan mengevaluasi
pelaksanaan kebijakan dan SPO terkait keselamatan pasien meliputi:
Identifikasi Pasien; Kebijakan Komunikasi yang efektif dalam
pemberian informasi dan edukasi; Pedoman Peningkatan Keamanan
Obat yang Perlu Diwaspadai; Checklist Safe Surgery di Kamar
Bedah; Kebijakan Cuci Tangan; Kebijakan Pengurangan Risiko
Pasien Jatuh
2. Mengalokasikan dana yang cukup untuk melaksanakan pelatihan
keselamatan pasien untuk meningkatkan tingkat kompetensi perawat.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
110
Universitas Indonesia
3. Membuat kebijakan untuk penerapan system reward dan pembinaan
bagi perawat dalam upaya meningkatkan pelaksanaan program
keselamatan pasien, yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
Bagian SDM.
8.2.2. Bagian Keperawatan Rumah Sakit “X”
1. Dalam melakukan penempatan tenaga perawat diruang perawatan
supaya lebih merata jenjang kompetensinya, sehingga dalam suatu
ruang rawat inap terdiri dari PK I sampai PK V yang menyebar
secara merata.
2. Kepala ruangan harus melakukan sosialisasi secara rutin
diruangannya mengenai Standar Prosedur Operasional yang ada di
unit rawat inap, dan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
asuhan keperawatan supaya sesuai dengan SPO sehingga dapat lebih
menjamin keselamatan pasien. Bagi perawat yang dalam melakukan
asuhan keperawatan tidak sesuai dengan SPO harus diberikan sangsi
berupa teguran lisan sampai tertulis dan ditembuskan ke Bagian
SDM.
3. Setiap pergantian shift dilakukan briefing mengenai keselamatan
pasien yang dipimpin oleh kepala ruangan atau yang mewakilinya,
sehingga pelaksanaan keselamatan pasien akan lebih membudaya
pada semua perawat.
4. Membuat kombinasi dan jumlah yang tepat dalam penempatan
tenaga perawat, terutama dengan mempertimbangkan usia dan
kompetensi perawat.
5. Meningkatkan kerjasama tim antara perawat dan antara perawat
dengan profesi lain melalui pelaksanaan outbound secara bersama-
sama.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
111
Universitas Indonesia
8.2.3. Komite Keperawatan Rumah Sakit “X”
1. Melakukan ronde keperawatan secara rutin dan dilakukan
monitoring dan tindak lanjut terhadap temuan yang terkait dengan
keselamatan pasien.
2. Melakukan penilaian berkala secara konsisten terhadap kompetensi
perawat dan melakukan tindak lanjut nyata dari hasil penilaian
tersebut.
3. Melakukan rekredential kepada perawat minimal setiap 1 tahun
sekali, walaupun tanpa ada kenaikan jenjang kompetensi sehingga
kompetensi perawat akan lebih terkontrol.
4. Pelatihan yang terkait keselamatan pasien supaya kedalaman
materinya diberikan sama untuk semua level kompetensi, sehingga
pengetahuan dan keterampilan perawat mengenai keselamatan
pasien akan lebih merata.
8.2.4. Kepada Bagian SDM Rumah Sakit “X”
1. Melakukan pengelolaan SDM bekerjasama dengan bagian
keperawatan dan komite keperawatan dimulai dari seleksi perawat,
sampai pembinaan untuk memastikan perawat yang diterima dan
bekerja sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan.
2. Meningkatkan disiplin pegawai dengan melakukan pembinaan
terhadap SDM yang kinerjanya tidak sesuai dengan prosedur yang
berlaku dan memberikan reward bagi perawat yang berprestasi.
3. Bekerja sama dengan bagian keperawatan dalam penilaian kinerja
perawat kontrak untuk menentukkan perpanjangan atau penghentian
kontraknya.
8.2.5. Bagi peneliti selanjutnya
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
112
Universitas Indonesia
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dan data awal untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur variable lain yang
belum diteliti. Penelitian dapat dilakukan dengan metode observasi dan
wawancara yang mendalam agar faktor yang berhubungan dapat lebih
tergali, karena keselamatan pasien merupakan hal yang sangat
kompleks yang tidak cukup dilihat dari penilaian kuesioner saja. Untuk
itu, diharapkan agar penelitian selanjutnya dilakukan dengan desain
studi kohort dengan analisis hingga multivariat. Studi kohort yang
merupakan studi jangka panjang akan menunjukkan variable yang
secara konsisten menjadi penyebab insiden keselamatan pasien dalam
kurun waktu tertentu. Sementara, analisis multivariat akan
menunjukkan variable yang paling berpengaruh di antara variable lain
yang menyebabkan insiden keselamatan pasien sehingga bentuk dan
sasaran intervensi yang dapat dilakukan untuk mengurangi atau
meniadakan insiden keselamatan pasien pun akan lebih fokus.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
AHRQ (2003), Publication No. 07-E005. Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality Maret: 151. www.ahrq.gov, diperoleh 30 Agustus 2012 Anderson B, Root Cause Analysis: Simplified Tools and Techniques, Fagerhaug T Quality Press, Milwaukee, 2000. Anugrahini, C. (2010). Hubungan faktor individu dan organisasi dengan kepatuhan perawat dalam menerapkan pedoman patient safety di RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis FIK UI. Tidak dipublikasikan. Ballard, K.A. (2003). Patient Safety: A Share Responsibility. Online Journal of issues in nursing. Volume 8 – 2003 No.3 Being Open. Communicating Patient Safety Incidents with Patients and their Carers. The National Patient Safety Agency, 2005. http://www.npsa.nhs.uk/site/media/documents/1456_Beingopenpolicy1_11.pdf, diperoleh 30 Agustus 2012
Cahyono, J.B. (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Carayon, Pascale, Ayse P. Gurses. Nursing Workload and Patient Safety—A Human Factors Engineering Perspektive. Patient Safety and Quality: An Advance-Based Handbook for Nurses: Chapter 30. Vol. 2. 2008
Clarcke, Sean P, Nancy E. Donaldson. Nurse Staffing and Patient Care Quality and Safety in Nursing Practice. Patient Safety & Quality: An Evidence Based Handbook for Nurses: Chapter 25. Vol. 2. 2008.
Cook R, Woods D. Operating at the sharp end: the complexity of human error. In: Bogner M, ed. Human error in medicine. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.; 1994. p. 255-310.
Dean L. Gano,Copyright, Apollo Root Cause Analysis – A New Way of Thinking, Third edition, 2007
DepKes. (2006). Pedoman Pengembangan Jenjang Karir Professional Perawat. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan, DepKes RI
_______.(2008) Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta, KKPRS
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
_______.(2009) Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 44 Tahuun 2009, tentang Rumah Sakit, Jakarta
_______.(2009) Undang-undang Republik Indonesia Nomor. 36 Tahuun 2009, tentang Kesehatan, Jakarta
_______.(2011) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No. 1691/Menkes/Per/VIII/2011, tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Dineen, M. (2002) Six Steps to Root Cause Analysis 18 September Consequence (Oxford, 2002, ISBN 0-9544328-0-0)
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. (2008). Pedoman Indikator Mutu Pelayanan Keprrawatan Klinik di Sarana Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan.
Gilies, D.A. (1994). Nursing Management: A system approach. (Third edition). Philadelphia: WB. Sauders
Henriksen, K., et. Al (2008). Patient Safety and Quality: an evidence base handbook for nurses. Rockville MD: Agency for Healthcare Research and Quality Publications. February 2011, http://www.ahrq.gov/QUAL/nurseshdbk/ Diperoleh 4 Agustus 2012
Hughes, R.G., & Clancy, M.C. (2005). Working Conditions that support patient safety. J Nurs Care Qual. Vol. 20, No. 4, pp. 289-292
Ilyas, Y. (1999). Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian. Cetakan pertama. Depok: Badan Penerbit FKM UI
Joint Commission International, Standar Akreditasi Rumah Sakit, Enam Sasaran Keselamatan Pasien. edisi ke-4. Januari 2011
L.T. Kohn, J.M. Corrigan, and M.S. Donaldson, eds., To Err IsHuman: Building a SaferHealth System (Washington: National Academies Press, 1999). L.L. Leape, “Error inMedicine,” Journal of the AmericanMedical Association 272, no. 23 (1994): 1851–1857; and J.R. Reason, Human Error (New York: Cambridge University Press, 1990).
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Manojlovich, M.,et. al. (2007). Healthy work environment, nurse-physician communication, and patient’s outcomes. American Journal of Critical Care vol. 16, pp. 536-43 Notoatmodjo, S. Prof. Dr, Metodologi Penelitian Kesehatan, Ed. Rev. – Jakarta: Rineka Cipta, 2010 Reason J, Carthey J, deLeval M. Diagnosing “vulnerable system syndrome”: an essential prerequisite to effective risk management. Qual Health Care 2001;10(Suppl. II):ii21-ii25.
Reason, J. (2000). Human Error: modes and management. BMJ. 2000 March 18:320 (7237):768-770
Sanders M, McCormick E. Human factors engineering and design. New York: McGraw-Hill; 1993.
Shaw, R., et.al. (2005). Adverse events and near miss reporting in the NHS. Qual Saf Health Care, 2005, Aug; 14(4): 279-283
Siagian, S.P. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Rineka Cipta
The National Patient Safety Agency, Seven Steps to Patient Safety A guide for NHS staff SSG/2003/01 – April 2004 (including the RCA tool kit) www.npsa.nhs.uk/health/resources/7steps, diperoleh 30 Agustus 2012
Trinkoff, A.M., et.al (2007). Personal safety for nurses. http://www.ahrq.gov/. diperoleh
Vincent, C., Taylor-Adams, S.E., Stanhope, N. (1998). Framework for analysis risk and safety in clinical medicine (British Medical Journal, 1998) pp 316,1154-7. WHO. (2005). World alliance for patient safety: WHO draft guidelines for adverse events reporting and learning systems. WHO: Geneva. _____.(2007). Nine life saving patient safety solution. http://www.who.int. Diperoleh 4 Agustus 2012 Yuliana, Terry. Analisis Pemberian Kompensasi Finansial dan Non Finansial dengan Kinerja Perawat PNS di Instalasi Rawat Inap A, B, C Rumah Sakit Bhayangkara TK I R. Said Sukanto Kramat Jati Tahun 2010. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2010.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Yully Harta Mustikawati. (2011). Analisis determinan Kejadian Nyaris Cedere dan Kejadian Tidak Diharapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta. Tesis FIK UI. Tidak dipublikasikan.
xiii
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 1
Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner 1
Case Processing Summary N % Cases Valid 19 82.6
Excluded(a) 4 17.4
Total 23 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
.645 30 Item Statistics
Mean Std.
Deviation N c1 1.89 .875 19 c2 2.63 1.012 19 c3 1.53 1.020 19 c4 2.58 .607 19 c5 2.95 .780 19 c6 3.74 .452 19 c7 3.79 .419 19 c8 3.53 .612 19 c9 3.53 .612 19 c10 3.16 .958 19 c11 3.11 .567 19 c12 3.47 .612 19 c13 2.11 .809 19 c14 2.68 .946 19 c15 2.11 1.049 19 c16 3.68 .582 19 c17 3.16 .834 19 c18 3.37 .597 19 c19 3.47 .513 19 c20 3.21 1.032 19
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
c21 3.16 .501 19 c22 2.79 .535 19 c23 2.89 .658 19 c24 2.26 .733 19 c25 2.79 .535 19 c26 3.05 .621 19 c27 3.05 .621 19 c28 2.63 .895 19 c29 3.05 .780 19 c30 2.68 .885 19
Item-Total Statistics (Hasil Uji validitas)
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
c1 86.16 43.140 .032 .654 c2 85.42 46.257 -.218 .685 c3 86.53 42.819 .031 .657 c4 85.47 43.596 .039 .648 c5 85.11 45.433 -.168 .669 c6 84.32 41.006 .529 .620 c7 84.26 41.094 .560 .620 c8 84.53 42.485 .177 .638 c9 84.53 43.152 .093 .644 c10 84.89 45.655 -.177 .678 c11 84.95 44.497 -.072 .655 c12 84.58 40.813 .495 .622 c13 85.95 52.164 .731 .718 c14 85.37 37.468 .511 .599 c15 85.95 42.719 .033 .658 c16 84.37 40.246 .499 .615 c17 84.89 40.099 .329 .623 c18 84.68 38.228 .770 .594 c19 84.58 39.702 .667 .607 c20 84.84 43.918 -.052 .667 c21 84.89 40.544 .545 .616 c22 85.26 41.205 .465 .624 c23 85.16 40.140 .444 .617 c24 85.79 41.287 .260 .631 c25 85.26 42.094 .273 .632 c26 85.00 41.778 .263 .632
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
c27 85.00 40.222 .465 .616 c28 85.42 37.813 .514 .601 c29 85.00 38.000 .589 .598 c30 85.37 38.801 .445 .611
Scale Statistics
Mean Variance Std.
Deviation N of Items
88.05 44.275 6.654 30
Uji Validitas
Nilai r tabel dilihat dengan tabel r dengan menggunakan df = n-2
r table = 0.4132
**) Menentukan nilai r hasil perhitungan
Nilai r hasil dapat dilihat pada kolom "Corrected Item-Total Correlation"
***) Keputusan
Masing-masing pertanyaan/variabel dibandingkan dengan nilai r hasil dengan nilai r tabel, ketentuan: bila r hasil> r tabel, maka pertanyaan tersebut valid
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Hasil Uji Validitas Reabilitas Kuesioner 2
Case Processing Summary N % Cases Valid 19 82.6
Excluded(a) 4 17.4
Total 23 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.840 20 Item Statistics Mean Std. Deviation N d31 3.79 .419 19 d32 3.63 .761 19 d33 3.42 .507 19 d34 3.58 .769 19 d35 3.58 .769 19 d36 3.74 .452 19 d37 3.84 .375 19 d38 3.47 .513 19 d39 3.89 .315 19 d40 3.53 .513 19 d41 3.95 .229 19 d42 3.42 .507 19 d43 3.11 .658 19 d44 3.63 .496 19 d45 3.42 .507 19 d46 3.74 .452 19 d47 3.84 .375 19 d48 2.95 1.177 19 d49 2.74 1.098 19 d50 2.11 1.150 19
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Item-Total Statistics,
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted d31 65.58 38.702 .774 .824 d32 65.74 35.982 .696 .818 d33 65.95 39.942 .423 .833 d34 65.79 35.509 .744 .815 d35 65.79 35.509 .744 .815 d36 65.63 40.690 .350 .836 d37 65.53 40.485 .480 .833 d38 65.89 39.544 .481 .831 d39 65.47 40.930 .467 .835 d40 65.84 37.363 .843 .818 d41 65.42 42.702 .053 .843 d42 65.95 39.497 .495 .831 d43 66.26 38.316 .511 .829 d44 65.74 42.316 .054 .845 d45 65.95 39.053 .568 .828 d46 65.63 39.801 .509 .831 d47 65.53 40.708 .432 .834 d48 66.42 32.146 .703 .816 d49 66.63 33.357 .659 .819 d50 67.26 48.538 .434 .896
Uji Validitas
Nilai r tabel dilihat dengan tabel r dengan menggunakan df = n-2
r table = 0.4132
**) Menentukan nilai r hasil perhitungan
Nilai r hasil dapat dilihat pada kolom "Corrected Item-Total Correlation"
***) Keputusan
Masing-masing pertanyaan/variabel dibandingkan dengan nilai r hasil dengan nilai r tabel, ketentuan: bila r hasil> r tabel, maka pertanyaan tersebut valid
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 2 Crosstabs
Pendidikan * IKP90
Crosstab
35 40 7546.7% 53.3% 100.0%
16 9 2564.0% 36.0% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within PendidikanCount% within PendidikanCount% within Pendidikan
D3 Keperawatan
S1 Keperawatan
Pendidikan
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Case Processing Summary
100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%100 100.0% 0 .0% 100 100.0%
Pendidikan * IKP90 kat_pengkerja * IKP90 Kat_kompetensi * IKP90 kat_usia * IKP90 kompleks1 * IKP90kerjasama * IKP90gangguan * IKP90 komunikasi * IKP90 SPO4 * IKP90Kenyamanan * IKP90
N Percent N Percent N PercentValid Missing Total
Cases
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
2.254b 1 .1331.614 1 .2042.280 1 .131
.168 .102
2.232 1 .135
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.25.
b.
Risk Estimate
.492 .193 1.253
.729 .498 1.067
1.481 .843 2.604
100
Odds Ratio forPendidikan (D3Keperawatan / S1Keperawatan)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = Tidak IKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kat_pengkerja * IKP90 katmk * IKP90
Crosstab
35 20 5563.6% 36.4% 100.0%
16 29 4535.6% 64.4% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within katmkCount% within katmkCount% within katmk
<= 6 tahun
> 6 tahun
katmk
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
7.810b 1 .0056.726 1 .0107.913 1 .005
.009 .005
7.731 1 .005
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 22.05.
b.
Risk Estimate
3.172 1.395 7.210
1.790 1.151 2.782
.564 .374 .852
100
Odds Ratio for katmk(<= 6 tahun / > 6 tahun)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = Tidak IKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Kat_kompetensi * IKP90
Crosstab
32 19 5162.7% 37.3% 100.0%
19 30 4938.8% 61.2% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within Kat_kompetensiCount% within Kat_kompetensiCount% within Kat_kompetensi
Kompetensi Rendah
Kompetensi Tinggi
Kat_kompetensi
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
5.745b 1 .0174.826 1 .0285.801 1 .016
.027 .014
5.688 1 .017
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.01.
b.
Risk Estimate
2.659 1.186 5.964
1.618 1.073 2.439
.608 .400 .926
100
Odds Ratio for Kat_kompetensi(Kompetensi Rendah /Kompetensi Tinggi)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = Tidak IKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kat_usia * IKP90
Crosstab
32 19 5162.7% 37.3% 100.0%
19 30 4938.8% 61.2% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within kat_usiaCount% within kat_usiaCount% within kat_usia
<= 30 tahun
> 30 tahun
kat_usia
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
5.745b 1 .0174.826 1 .0285.801 1 .016
.027 .014
5.688 1 .017
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 24.01.
b.
Risk Estimate
2.659 1.186 5.964
1.618 1.073 2.439
.608 .400 .926
100
Odds Ratio for kat_usia(<= 30 tahun / > 30 tahun)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = TidakIKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kompleks1 * IKP90
Crosstab
29 32 6147.5% 52.5% 100.0%
22 17 3956.4% 43.6% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within kompleks1Count% within kompleks1Count% within kompleks1
Kompleks
Tidak Kompleks
kompleks1
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
.749b 1 .387
.436 1 .509
.750 1 .386.418 .255
.741 1 .389
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19.11.
b.
Risk Estimate
.700 .312 1.571
.843 .575 1.234
1.203 .783 1.849
100
Odds Ratio forkompleks1 (Kompleks/ Tidak Kompleks)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = Tidak IKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kerjasama * IKP90 ks_kat * IKP90 Crosstabulation
IKP90 Total
IKP Tidak IKP IKP ks_kat 1.00 Count 26 12 38
% within ks_kat 68.4% 31.6% 100.0% 2.00 Count 25 37 62
% within ks_kat 40.3% 59.7% 100.0% Total Count 51 49 100
% within ks_kat 51.0% 49.0% 100.0% Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.443(b) 1 .006 Continuity Correction(a) 6.362 1 .012 Likelihood Ratio 7.579 1 .006 Fisher's Exact Test .008 .006 Linear-by-Linear Association 7.369 1 .007
N of Valid Cases 100 a Computed only for a 2x2 table b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.62. Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower Odds Ratio for ks_kat (1.00 / 2.00) 3.207 1.368 7.515
For cohort IKP90 = IKP 1.697 1.170 2.461 For cohort IKP90 = Tidak IKP .529 .318 .882
N of Valid Cases 100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
gangguan * IKP90
Crosstab
36 28 6456.3% 43.8% 100.0%
15 21 3641.7% 58.3% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within gangguanCount% within gangguanCount% within gangguan
Tinggi
Rendah
gangguan
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
1.961b 1 .1611.421 1 .2331.967 1 .161
.212 .117
1.941 1 .164
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.64.
b.
Risk Estimate
1.800 .788 4.113
1.350 .867 2.102
.750 .507 1.110
100
Odds Ratio for gangguan(Tinggi / Rendah)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = TidakIKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
komunikasi * IKP90
Crosstab
28 29 5749.1% 50.9% 100.0%
23 20 4353.5% 46.5% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within komunikasiCount% within komunikasiCount% within komunikasi
Tidak Efektif
Efektif
komunikasi
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
.187b 1 .665
.053 1 .818
.187 1 .665.691 .409
.185 1 .667
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.07.
b.
Risk Estimate
.840 .380 1.855
.918 .626 1.348
1.094 .726 1.648
100
Odds Ratio forkomunikasi (TidakEfektif / Efektif)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = Tidak IKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
SPO4 * IKP90
Crosstab
9 7 1656.3% 43.8% 100.0%
42 42 8450.0% 50.0% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within SPO4Count% within SPO4Count% within SPO4
Persepsi Tidak Baik
Persepsi Baik
SPO4
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
.210b 1 .647
.034 1 .853
.211 1 .646.787 .427
.208 1 .648
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.84.
b.
Risk Estimate
1.286 .438 3.772
1.125 .695 1.822
.875 .482 1.587
100
Odds Ratio for SPO4(Persepsi Tidak Baik /Persepsi Baik)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = Tidak IKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Kenyamanan * IKP90
Crosstab
46 42 8852.3% 47.7% 100.0%
5 7 1241.7% 58.3% 100.0%
51 49 10051.0% 49.0% 100.0%
Count% within KenyamananCount% within KenyamananCount% within Kenyamanan
Tidak Nyaman
Nyaman
Kenyamanan
Total
IKP Tidak IKPIKP90
Total
Chi-Square Tests
.475b 1 .491
.146 1 .703
.477 1 .490.550 .352
.471 1 .493
100
Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona
Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.88.
b.
Risk Estimate
1.533 .452 5.201
1.255 .624 2.523
.818 .484 1.384
100
Odds Ratio forKenyamanan (TidakNyaman / Nyaman)For cohort IKP90 = IKPFor cohort IKP90 = Tidak IKPN of Valid Cases
Value Lower Upper
95% ConfidenceInterval
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Tabel frekuensi
Variabel Usia (sebelum dikategorikan)
Statistics
usiaasli100
030.55.616
30.006.163
2246
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
usiaasli50454035302520
Freq
uenc
y
10
8
6
4
2
0
Histogram
Mean =30.55Std. Dev. =6.163
N =100
Variabel Usia (setelah dikategorikan)
kat_usia
51 51.0 51.0 51.049 49.0 49.0 100.0
100 100.0 100.0
<= 30 tahun> 30 tahunTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kat_usia2.521.510.5
Freq
uenc
y
80
60
40
20
0
Histogram
Mean =1.49Std. Dev. =0.502
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Pendidikan2.521.510.5
Freq
uenc
y
100
80
60
40
20
0
Histogram
Mean =1.25Std. Dev. =0.435
N =100
Variabel Pendidikan
Statistics
Pendidikan100
01.25.0441.00.435
12
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
Pendidikan
75 75.0 75.0 75.025 25.0 25.0 100.0
100 100.0 100.0
D3 KeperawatanS1 KeperawatanTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Variabel Kompetensi
Kat_kompetensi
51 51.0 51.0 51.049 49.0 49.0 100.0
100 100.0 100.0
Kompetensi RendahKompetensi TinggiTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Kat_kompetensi2.521.510.5
Freq
uenc
y
80
60
40
20
0
Histogram
Mean =1.49Std. Dev. =0.502
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Variabel Masa Kerja (sebelum dikategorikan)
Statistics
Masakerja100
06.70.4556.00
4.5522
18
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
Masakerja20151050
Freq
uenc
y
40
30
20
10
0
Histogram
Mean =6.7Std. Dev. =4.552
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Variabel Masa Kerja (setelah dikategorikan)
kat_masakerja
77 77.0 77.0 77.023 23.0 23.0 100.0
100 100.0 100.0
<= 10 tahun> 10 tahunTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
kat_masakerja2.521.510.5
Freq
uenc
y
100
80
60
40
20
0
Histogram
Mean =1.23Std. Dev. =0.423
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Kompleksitas Pengobatan
Statistics
skor_kompleleks100
010.23.144
10.001.441
715
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
skor_kompleleks
4 4.0 4.0 4.07 7.0 7.0 11.0
14 14.0 14.0 25.036 36.0 36.0 61.023 23.0 23.0 84.010 10.0 10.0 94.05 5.0 5.0 99.01 1.0 1.0 100.0
100 100.0 100.0
7891011121315Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Variabel Kompleksitas Pengobatan (Setelah dikategorikan)
kompleks1
61 61.0 61.0 61.039 39.0 39.0 100.0
100 100.0 100.0
KompleksTidak KompleksTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
skor_kompleleks1614121086
Freq
uenc
y
40
30
20
10
0
Histogram
Mean =10.23Std. Dev. =1.441
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kompleks12.521.510.5
Freq
uenc
y
100
80
60
40
20
0
Histogram
Mean =1.39Std. Dev. =0.49
N =100
Variabel Kerjasama
Statistics
kerjasama_skor100
06.0600.139136.0000
1.391324.008.00
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kerjasama_skor9.008.007.006.005.004.003.00
Freq
uenc
y
30
20
10
0
Histogram
Mean =6.06Std. Dev. =1.391
N =100
kerjasama
75 75.0 75.0 75.025 25.0 25.0 100.0
100 100.0 100.0
Kerjasama KurangKerjasama BaikTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Variabel Gangguan
Statistics
skor_gangguan100
013.04.131
13.001.310
1016
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
skor_gangguan18161412108
Freq
uenc
y
40
30
20
10
0
Histogram
Mean =13.04Std. Dev. =1.31
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
gangguan
64 64.0 64.0 64.036 36.0 36.0 100.0
100 100.0 100.0
TinggiRendahTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Variabel Komunikasi
Statistics
skor_komunikasi100
08.74.1949.00
1.9365
12
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
skor_komunikasi141210864
Freq
uenc
y
25
20
15
10
5
0
Histogram
Mean =8.74Std. Dev. =1.936
N =100
komunikasi
57 57.0 57.0 57.043 43.0 43.0 100.0
100 100.0 100.0
Tidak EfektifEfektifTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Variabel SPO
Statistics
skor_spo100
010.50.194
11.001.936
514
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
skor_spo1512.5107.55
Freq
uenc
y
40
30
20
10
0
Histogram
Mean =10.5Std. Dev. =1.936
N =100
SPO4
16 16.0 16.0 16.084 84.0 84.0 100.0
100 100.0 100.0
Persepsi Tidak BaikPersepsi BaikTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Variabel Kenyamanan tempat kerja
Statistics
skor_kenyamanan100
011.14.267
11.002.674
520
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
skor_kenyamanan2015105
Freq
uenc
y
25
20
15
10
5
0
Histogram
Mean =11.14Std. Dev. =2.674
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Kenyamanan
88 88.0 88.0 88.012 12.0 12.0 100.0
100 100.0 100.0
Tidak NyamanNyamanTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Variabel Insiden Keselamatan Pasien
Statistics
ikp_skor100
034.70.331
35.003.311
2440
ValidMissing
N
MeanStd. Error of MeanMedianStd. DeviationMinimumMaximum
ikp_skor40353025
Freq
uenc
y
20
15
10
5
0
Histogram
Mean =34.7Std. Dev. =3.311
N =100
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
IKP90
51 51.0 51.0 51.049 49.0 49.0 100.0
100 100.0 100.0
IKP Tidak IKPTotal
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 3
KUESIONER
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i
Di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya, Dede Sri Mulyana, mahasiswa Program Pascasarjana Kajian Administrasi
Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, akan
mengadakan penelitian mengenai “Analisis penyebab Insiden Keselamatan Pasien
(IKP) di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta”. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya Insiden Keselamatan
Pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” Jakarta. Kerahasiaan dan informasi
yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Oleh
karena itu, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjawab kuesioner
ini dengan sejujurnya dan memberikan penilaian yang objektif sesuai dengan fakta
yang sesungguhnya. Pernyataan dalam kuesioner ini sebanyak 50 pernyataan,
merupakan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kondisi umum pekerjaan
Bapak/Ibu/Saudara/i selama bekerja di Rumah Sakit. Bantuan Bapak/Ibu/Saudara/i
akan sangat membantu dan besar manfaatnya dalam penelitian ini. Atas kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/i dalam mengisi kuesioner ini, saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
A. Latar Belakang Responden
No Responden* : ………………………………………………
Unit Kerja : ………………………………………………
Usia : ….……………………………………………
Pendidikan Terakhir : ………………………………………………
Berapa lama Anda bekerja di rumah sakit ini ? …… tahun ……bulan
Berapa lama Anda bekerja di area/unit kerja Anda sekarang ini ?..…tahun…… bulan
Jenjang Kompetensi
PK I
PK II
PK III
PK IV
PK V
B. Petunjuak Pengisian
1. Survey ini bertujuan untuk meminta anda memberikan pendapat mengenai pekerjaan anda sehari-hari dalam memberikan pelayanan kepada pasien terkait dengan isu-isu keselamatan pasien. Survey ini kira-kira memerlukan 10 – 15 menit untuk mengisi keseluruhan pernyataan.
2. Kuesioner ini bukan tes dengan jawaban benar atau salah, yang terpenting adalah menjawab pernyataan dengan jujur sesuai pendapat dan keadaan yang sebenarnya.
3. Kami menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i, karena kuesioner ini semata-mata bertujuan untuk penelitian dan bukan untuk mengevaluasi kinerja Anda.
4. Kuesioner ini dapat digunakan secara optimal bila semua pernyataan dijawab, oleh karena itu mohon diteliti kembali apakah semua pernyataan telah dijawab.
5. Silakan Anda mengisi dengan membubuhkan tanda ceklist ( V ) pada kolom
yang anda anggap benar, yaitu: Kuesioner 1, SS = Sangat Setuju; S = Setuju;
KS = Kurang Setuju; SKS = Sangat Kurang Setuju. Kuesioner 2, Tidak pernah;
Kadang-kadang; Sering; Selalu.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
6. Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini,
mohon periksa kembali jawaban anda dan pastikan sudah lengkap terisi semua
pernyataan dalam kuesioner ini.
C. Kuesioner 1 (Sebelum Uji Validitas –Reliabilitas)
No Pernyataan SS S KS SKS
Kompleksitas Pengobatan
1 Dalam satu bulan terakhir Anda sering
menangani pasien dengan dua diagnose atau
lebih
2 Anda mampu menangani perawatan pasien di
unit tempat Anda bekerja secara sendiri
3 Pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien
membutuhkan bantuan rekan kerja
4 Anda mengalami kesulitan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien yang banyak
mendapatkan tindakan medis
5 Anda mengalami kesulitan bilamana pasien
mendapatkan obat lebih dari 3 macam
Kerja sama dalam unit
6 Rekan kerja perawat di satu unit mampu
membantu menyelesaikan permasalahan dalam
asuhan keperawatan
7 Rekan kerja perawat di satu unit mampu
bekerja sama dengan baik dalam memberikan
pelayanan pada pasien
8 Rekan kerja perawat di satu unit memberi
bantuan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
9 Rekan kerja perawat di satu unit selalu
mengingatkan jika ada teman yang melakukan
kesalahan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien
10 Tidak ada teman kerja yang bisa membantu
ketika dibutuhkan dalama memeberikan asuhan
keperawatan pada pasien
Gangguan atau interupsi
11 Anda selalu mendapatkan pekerjaan di luar
tanggung jawab sebagai perawat pelaksana
12 Keharmonisan dan hubungan baik antara
perawat pelaksana telah terjalin di unit tempat
Anda bekerja
13 Anda tidak pernah melakukan beberapa
pekerjaan di tempat Anda bekerja dalam satu
waktu secara bersamaan
14 Anda mendapatkan pekerjaan lain yang harus
dilakukan pada saat sedang memberikan
pelayanan kepada pasien
15 Pembagian tugas dan tanggung jawab
pekerjaan tidak jelas
Komunikasi
16 Rekan kerja perawat di satu unit mampu
menciptakan komunikasi yang baik, sehingga
mendorong untuk memberikan pelayanan
terbaik kepada pasien
17 Dokter memberikan instruksi yang jelas
mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
18 Rekan kerja saling mengingatkan jika ada yang
mengalami kesulitan dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan
19 Saling bertukar informasi mengenai kondisi
pasien yang menjadi tanggung jawabnya
20 Tidak selaliu menggunakan teknik SBAR
dalam melakukan komunikasi dengan profesi
lain.
Standar Prosedur Operasional
21 Standar Prosedur Operasional mengenai
tindakan asuhan keperawatan mudah
dimengerti
22 Standar Prosedur Operasional mengenai
tindakan asuhan keperawatan mudah
diterapkan
23 Standar Prosedur Operasional mudah diperoleh
ketika membutuhkannya
24 Standar Prosedur Operasional yang ada di unit
tempat bekerja membuat pekerjaan tidak
efektif dan efisien
25 Pada saat bekerja tidak pernah melihat Standar
Prosedur Operasional Baku
Kenyamanan tempat kerja
26 Kondisi sarana dan prasarana di tempat anda
bekerja mendukung dalam memberikan
pelayanan yang aman bagi pasien
27 Tingkat pencahayaan di ruang perawatan
mendukung dalam memberikan pelayanan
yang aman bagi pasien, misalnya saat
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
memeriksa bagian tubuh pasien, dll
28 Suhu ruangan ditempat anda bekerja
mendukung dalam memberikan pelayanan
yang aman bagi pasien
29 Tingkat kebisingan ditempat anda bekerja
mendukung dalam memberikan pelayanan
yang aman bagi pasien
30 Sistim pendingin udara/AC tidak berfungsi
dengan baik
D. Kuesioner 2
No Pernyataan Tidak
Pernah
Kadang-
kadang
Sering Selalu
31 Melaksanakan pelayanan kepada pasien yang
mengakibatkan cedera pada pasien akibat
dari suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil
32 Salah memberikan obat kepada pasien
sehingga menyebabkan pasien mengalami
gangguan kesehatan diluar penyakitnya
33 Pasien ditempat anda bekerja terjatuh dari
tempat tidur sehingga pasien mengalami
cedera
34 Terjadi kesalahan dalam pengisisn data rekam
medik pasien, sehingga terjadi kesalahan
dalam pemberian tindakan dan pasien
mengalami cedera
35 Proses komunikasi antara petugas tidak
efektif sehingga terjadi insiden yang
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
mengakibatkan cedera pada pasien
36 Melaksanakan pelayanan kepada pasien yang
mengakibatkan insiden yang sudah terpapar
ke pasien tetapi tidak mengakibatkan cedera
37 Salah memberikan obat kepada pasien tetapi
tidak mengakibatkan terjadinya gangguan
kesehatan lain
38 Pasien ditempat anda bekerja terjatuh dari
tempat tidur tetapi pasien mengalami cedera
39 Terjadi kesalahan dalam pengisisn data rekam
medik pasien, sehingga terjadi kesalahan
dalam pemberian tindakan tetapi pasien tidak
mengalami cedera
40 Proses komunikasi antara petugas tidak
efektif sehingga terjadi insiden tetapi tidak
mengakibatkan cedera pada pasien
41 Melaksanakan pelayanan kepada pasien yang
mengakibatkan Kejadian Nyaris Cedera, atau
terjadinya insiden yang belum sampai
terpapar ke pasien
42 Hampir salah memberikan obat kepada pasien
tetapi obat belum diberikan karena segera
diketahui
43 Pasien ditempat anda bekerja hampir terjatuh
dari tempat tidur tetapi tidak jadi karena
segera diketahui oleh petugas
44 Terjadi kesalahan dalam pengisisn data rekam
medik pasien, tetapi segera diketahui dan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
dilakukan perbaikan
45 Proses komunikasi antara petugas tidak
efektif tetapi tidak terjadi insiden pada pasien
46 Penyimpanan obat yang namanya hamper
sama diletakan berdekatan
47 Penyimpanan obat yang rupa/bentuk
kemasananya hamper sama diletakan
berdekatan
48 Pasien yang dirawat dipasang gelang identitas
pasien
49 Pasien yang dirawat dilakukan assessment
risiko pasien jatuh
50 Penandaan area yang akan dioperasi
dilakukan diruang rawat inap
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
Lampiran 4
KUESIONER PENELITIAN
Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara/i
Di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Saya, Dede Sri Mulyana, mahasiswa Program Pascasarjana Kajian Administrasi
Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, akan
mengadakan penelitian mengenai “Analisis penyebab Insiden Keselamatan Pasien
(IKP) di unit rawat inap Rumah Sakit “X” Jakarta”. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terjadinya Insiden Keselamatan
Pasien di ruang perawatan Rumah Sakit “X” Jakarta. Kerahasiaan dan informasi
yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Oleh
karena itu, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk menjawab kuesioner
ini dengan sejujurnya dan memberikan penilaian yang objektif sesuai dengan fakta
yang sesungguhnya. Pernyataan dalam kuesioner ini sebanyak 50 pernyataan,
merupakan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan kondisi umum pekerjaan
Bapak/Ibu/Saudara/i selama bekerja di Rumah Sakit. Bantuan Bapak/Ibu/Saudara/i
akan sangat membantu dan besar manfaatnya dalam penelitian ini. Atas kesediaan
Bapak/Ibu/Saudara/i dalam mengisi kuesioner ini, saya mengucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
A. Latar Belakang Responden
No Responden* : ………………………………………………
Unit Kerja : ………………………………………………
Usia : ….…………………………………………..
Pendidikan Terakhir : ………………………………………………
Berapa lama Anda bekerja di rumah sakit ini ? …… tahun ……bulan
Berapa lama Anda bekerja di area/unit kerja Anda sekarang ini ?..…tahun…… bulan
Jenjang Kompetensi
PK I PK II PK III PK IV PK V
B. Petunjuak Pengisian
7. Survey ini bertujuan untuk meminta anda memberikan pendapat mengenai pekerjaan anda sehari-hari dalam memberikan pelayanan kepada pasien terkait dengan isu-isu keselamatan pasien selama anda bekerja di RS “X” Jakarta. Survey ini kira-kira memerlukan 10 – 15 menit untuk mengisi keseluruhan pernyataan.
8. Kuesioner ini bukan tes dengan jawaban benar atau salah, yang terpenting adalah menjawab pernyataan dengan jujur sesuai pendapat dan keadaan yang sebenarnya.
9. Kami menjamin kerahasiaan jawaban Bapak/Ibu/Saudara/i, karena kuesioner ini semata-mata bertujuan untuk penelitian dan bukan untuk mengevaluasi kinerja Anda.
10. Kuesioner ini dapat digunakan secara optimal bila semua pernyataan dijawab, oleh karena itu mohon diteliti kembali apakah semua pernyataan telah dijawab.
11. Silakan Anda mengisi dengan membubuhkan tanda ceklist ( V ) pada kolom
yang anda anggap benar, yaitu: Kuesioner 1, SS = Sangat Setuju; S = Setuju;
KS = Kurang Setuju; SKS = Sangat Kurang Setuju. Kuesioner 2, Tidak pernah;
Kadang-kadang; Sering; Selalu.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
12. Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner
ini, mohon periksa kembali jawaban anda dan pastikan sudah lengkap terisi
semua pernyataan dalam kuesioner ini.
C. Kuesioner 1 (Pasca Uji Validitas-Reliabilitas)
No Pernyataan SS S KS SKS
Kompleksitas Pengobatan
1 Anda sering melakukan asuhan keperawatan kepada
pasien yang mempunyai dua diagnose penyakit atau
lebih
2 Pasien yang mempunyai dua diagnose penyakit atau
lebih, sulit dilakukan asuhan keperawatan
3 Pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien yang
mempunyai dua diagnose penyakit atau lebih
membutuhkan bantuan rekan kerja
4 Anda tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien yang banyak
mendapatkan tindakan medis
Kerja sama dalam unit
5 Rekan kerja perawat di ruangan dapat membantu
menyelesaikan permasalahan dalam asuhan
keperawatan
6 Rekan kerja perawat di ruangan mampu bekerja
sama dengan baik dalam memberikan pelayanan
pada pasien
7 Rekan kerja perawat di ruangan saling
mengingatkan jika ada teman yang melakukan
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
kesalahan dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien
8 Rekan kerja perawat di ruangan bisa membantu
ketika dibutuhkan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien
Gangguan atau interupsi
9 Anda sering mendapatkan pekerjaan lain di luar
tugas dan tanggung jawab anda sebagai perawat
pelaksana
10 Pada saat bekerja anda suka melakukan lebih dari
satu pekerjaan dalam waktu yang sama
11 Anda suka mendapatkan pekerjaan lain yang harus
dilakukan ketika sedang memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien
12 Keharmonisan dan hubungan baik antara perawat
di ruangan tempat anda bekerja telah terjalin
dengan baik
13 Pengaturan tugas dan tanggung jawab pekerjaan
diantara perawat sudah sesuai dan adil
Komunikasi
14 Rekan kerja perawat di ruangan mampu
menciptakan komunikasi yang baik, sehingga
mendorong untuk memberikan pelayanan terbaik
kepada pasien
15 Dokter memberikan instruksi tertulis dengan jelas
mengenai tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat
16 Rekan kerja saling mengingatkan jika ada yang
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
mengalami kesulitan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan
17 Sesama rekan kerja saling bertukar informasi
mengenai kondisi pasien yang menjadi tanggung
jawabnya
18 Selalu menggunakan teknik SBAR (Situation,
Background, Assessment, Rekomendation) dalam
melakukan komunikasi dengan profesi lain
Standar Prosedur Operasional
19 Standar Prosedur Operasional (SPO) mengenai
tindakan asuhan keperawatan dapat dimengerti dan
dipahami dengan baik
20 Standar Prosedur Operasional mempermudah
tindakan asuhan keperawatan
21 Standar Prosedur Operasional mudah diperoleh
ketika membutuhkannya
22 Standar Prosedur Operasional yang sudah ada
membuat pekerjaan menjadi efektif dan efisien
23 Selama bekerja di ruang perawatan belum pernah
membaca Standar Prosedur Operasional terkait
asuhan keperawatan
Kenyamanan tempat kerja
24 Kondisi sarana dan prasarana di tempat anda
bekerja mempermudah dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien
25 Tingkat pencahayaan di ruang perawatan
mendukung dalam memberikan asuhan
keperawatan yang aman bagi pasien
26 Suhu ruangan ditempat anda bekerja mendukung
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
dalam memberikan asuhan keperawatan yang aman
bagi pasien
27 Tingkat kebisingan ditempat anda bekerja
mendukung dalam memberikan asuhan
keperawatan yang aman bagi pasien
28 Sistim pendingin udara/AC di ruangan tempat anda
bekerja berfungsi dengan baik
D. Kuesioner 2
No Pernyataan Tidak Pernah
Kadang-kadang Sering Selalu
29 Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien
atau tidak melakukan asuhan keperawatan yang
seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan
kejadian nyaris cedera atau kejadian tidak
diharapkan pada pasien
30 Salah memberikan obat kepada pasien sehingga
menyebabkan pasien mengalami gangguan
kesehatan lain diluar penyakitnya
31 Pasien yang dirawat ditempat anda bekerja
terjatuh dari tempat tidur sehingga pasien
mengalami cedera
32 Terjadi kesalahan dalam pengisian data rekam
medik pasien
33 Komunikasi antara petugas kesehatan tidak
efektif sehingga terjadi insiden yang merugikan
pasien
34 Melaksanakan asuhan keperawatan kepada
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
pasien yang mengakibatkan insiden yang
merugikan pasien
35 Salah memberikan obat kepada pasien tetapi
tidak mengakibatkan terjadinya gangguan
kesehatan lain
36 Pasien yang dirawat ditempat anda bekerja
terjatuh dari tempat tidur tetapi pasien tidak
mengalami cedera
37 Komunikasi antara petugas kesehatan tidak
efektif tetapi tidak mengakibatkan terjadinya
insiden yang merugikan pasien
38 Memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien yang mengakibatkan Kejadian Nyaris
Cedera
39 Hampir salah memberikan obat kepada pasien
tetapi obat belum diberikan karena segera
diketahui
40 Pasien ditempat anda bekerja hampir terjatuh
dari tempat tidur tetapi tidak jadi karena segera
diketahui oleh petugas
41 Instruksi dokter tidak jelas sehingga terjadi
salah pengertian dalam melaksanakan
pelayanan
42 Obat yang mempunyai rupa/bentuk dan
namanya hampir sama diberi tanda
43 Melakukan metode 6 Benar dalam pelayanan
obat kepada pasien. (Benar Pasien, Benar Obat,
Benar Dosis, Benar Cara/rute pemberian, Benar
Waktu, Benar Dokumentasi)
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013
Universitas Indonesia
44 Penyimpanan obat yang rupa/bentuk dan
namanya hampir sama diletakan terpisah
45 Pasien yang dirawat dipasang gelang identitas
pasien
46 Pasien yang dirawat dipasang gelang risiko
pasien jatuh
47 Pasien yang dirawat dipasang gelang risiko
alergi obat
48 Pasien yang dirawat dilakukan
assessment/penilaian risiko pasien jatuh
49 Penandaan area pada pasien yang akan
dioperasi dilakukan diruang rawat inap
50 Anda mencuci tangan setiap selesai
memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien.
Analisis penyebab..., Dede Sri Mulyana, FKM UI, 2013