ANALISIS PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH ... - …lib.unnes.ac.id/11221/1/10070.pdf · ANALISIS...
Transcript of ANALISIS PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH ... - …lib.unnes.ac.id/11221/1/10070.pdf · ANALISIS...
ANALISIS PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN DAN KOTA DI JAWA TENGAH
PERIODE TAHUN ANGGARAN
2008-2010
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh Kustiyono Tri F
3353404034
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr. Etty Soesilowati, M.Si Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 196304181989012001 NIP. 196812091997022001
Mengetahui, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 196812091997022001
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan didepan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi, Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Kusumantoro, S.Pd. M.Si NIP. 197805052005011001
Anggota I Anggota II
Dr. Etty Soesilowati, M.Si Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si NIP. 196304181989012001 NIP. 196812091997022001
Mengetahui, Dekan Fakultas Ekonomi
Drs. S. Martono, M.Si NIP. 196603081989011001
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya
sanggup menerima hukuman/sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku.
Semarang, September 2011
Kustiyono Tri F. NIM. 3353404034
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
1. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan menjalankan amal soleh dan nasehat
menasehati supaya taat kepada kebenaran dan kesabaran (QS. Al ‘Ashr,
Ayat : 2 – 3)
2. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (QS.Al Insyirah : 6)
PERSEMBAHAN
1. Bapak dan Ibu yang selalu memberikan
do’a restuya
2. Saudara-saudaraku
3. Teman-teman
4. Almamaterku
vi
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sehingga penulis
dapat menyelesaikan pembuatan skripsi ini. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari
hambatan dan rintangan, tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak,
kesulitan itu dapat teratasi untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri
Semarang.
2. Drs. S. Martono, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang, yang telah memberi kemudahan administrasi dalam perijinan
penelitian.
3. Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
yang telah memberi kemudahan administrasi dalam perijinan penelitian dan
juga selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Kusumantoro, S.Pd. M.Si, sebagai penguji skripsi ini dan telah memberikan
masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Etty Susilowati, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Dosen dan karyawan Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri
Semarang yang telah mendukung dan memperlancar dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman - teman yang selalu mendukung dan memberikan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penelitian ini.
Kemudian atas bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan, semoga
mendapat Ridho dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan
vii
skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya
dan bagi mahasiswa ekonomi pada khususnya.
Semarang, September 2011
Penulis
viii
ABSTRAK
Kustiyono Tri F. 3353404034, Ekonomi Pembangunan, “Analisis Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten Dan Kota Di Jawa Tengah Periode Tahun Anggaran 2008-2010”, 96 halaman, 5 Bab, 9 gambar, 19 tabel. Ekonomi Pembangunan S1. Dr. Etty Soesilowati, M.Si, Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Kusumantoro, S.Pd. M.Si. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang. 2011. Kata Kunci : PAD, Dana Perimbangan, Jumlah Penduduk, Pengeluaran Pemerintah
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan (DP) dan jumlah penduduk (JP), dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah. Dengan mengetahui keadaan tersebut maka diharapkan pemerintah daerah mampu memaksimalkan segala potensi yang ada untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
Desain penelitian ini bersifat kuantitatif. Obyek penelitian adalah 35 Kota dan Kabupaten di propinsi Jawa Tengah berdasarkan PAD, dana perimbangan, jumlah penduduk, dan pengeluaran pemerintah daerah tahun 2008-2010. Adapun variabel yang diteliti adalah 1) Jumlah Pengeluaran Pemerintah merupakan total dari semua belanja yang dilakukan oleh pemerintah baik berupa pengeluaran rutin maupun pengeluran pembangunan yang diukur dengan satuan uang/rupiah. 2) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut UU No 33 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3) Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. 4) Jumlah Penduduk, Jumlah penduduk di suatu daerah tanpa dibedakan mana yang angkatan kerja maupun yang bukan. Jumlah penduduk dapat dihitung dengan satuan jiwa. Jumlah pengeluaran daerah merupakan variabel dependen, sedangkan PAD, dana perimbangan dan jumlah penduduk merupakan variabel independennya.
Data dalam penelitian ini adalah data panel (gabungan dari cross-sectional data dan time series data). Kesimpulan penelitian, yaitu: (1) melalui uji F, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan serta Jumlah Penduduk mempengaruhi nilai pengeluaran pemerintah pada masing-masing daerah se Jawa Tengah. (2) Dari hasil pengujian koefisien regresi (uji t) terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap pengeluaran pemerintah daerah. (3) Dana Perimbangan secara signifikan berpengaruh terhadap variabel pengeluaran pemerintah di Kota dan Kabupaten se Jawa (4) Jumlah Penduduk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
Saran yang dapat diberikan : Pemda perlu meningkatkan PAD dengan memaksimalkan kekayaan sumber daya alam dan memberikan modal kepada masyarakat yang memiliki kekayaan alam untuk diolah dan dijadikan pemasukan daerah sehingga dapat meningkatkan PAD. Untuk Dana Perimbangan, pengelola perlu mengetahui sumber-sumber pendapatan masing-masing daerah sehingga dapat menyeimbangkan antara pendapatan dengan pengeluaran dengan lebih seksama. Untuk Jumlah Penduduk, Pemerintah daerah perlu menata kembali kebijakan kependudukan di wilayah masing-masing. sumber daya manusia.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii PENGESAHAN KELULUSAN.................................................................... iii PERNYATAAN .......................................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v KATA PENGANTAR .................................................................................. vi ABSTRAK ................................................................................................... viii DAFTAR ISI ................................................................................................ x DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 8 1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 9 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Konsep Otonomi Daerah .............................................................. 11 2.2 Teori Pengeluaran Pemerintah ...................................................... 16 2.2.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran
Pemerintah .......................................................................... 18 2.2.2 Hukum Wagner ................................................................... 18 2.2.3 The Displacement Effect ..................................................... 20 2.3 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah ...................................... 21 2.4 Dana Perimbangan....................................................................... 24
2.4.1 Dana Bagi Hasil .................................................................. 24 2.4.2 Dana Alokasi Umum ........................................................... 25
2.4.3 Dana Alokasi Khusus .......................................................... 25 2.5 Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap PAD ................................. 28 2.6 Penelitian Terdahulu .................................................................... 29 2.7 Kerangka Berpikir ....................................................................... 33 2.8 Hipotesis ..................................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel .................................................................... 35 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ............................... 36 3.3 Jenis dan Sumber Data................................................................. 37
3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 37
x
3.5 Metode Analisis ........................................................................... 38 3.5.1 Statistik Deskriptif .............................................................. 39 3.5.2 Uji Asumsi Klasik ............................................................... 39 3.5.2.1 Uji Normalitas ......................................................... 39 3.5.2.2 Uji Multikolinearitas ............................................... 40 3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas ............................................ 41 3.5.2.4 Uji Autokorelasi ...................................................... 41 3.5.3 Model Regresi..................................................................... 43 3.5.4 Uji Hipotesis ....................................................................... 43 3.5.4.1 Koefisien Determinasi (R²) ..................................... 44 3.5.4.2 Uji Signifikansi Simultan ........................................ 44 3.5.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual ...................... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 46
4.1.1. Keadaan Geografis Jawa Tengah ........................................ 46 4.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ......................................... 48
4.1.3 Dana Perimbangan ............................................................. 51 4.1.4 Jumlah Penduduk ............................................................... 57 4.1.5 Pengeluaran Daerah.............................................................. 61
4.2 Analisis Data ............................................................................... 65 4.2.1. Uji Asumsi Klasik .............................................................. 66
4.2.1.1 Uji Normalitas Data .............................................. 66 4.2.1.2 Uji Multikolinieritas .............................................. 66 4.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas .......................................... 67 4.2.1.4 Uji Autokorelasi .................................................... 68
4.2.2 Analisis Regresi Berganda ................................................ 69 4.2.3 Uji Hipotesis ..................................................................... 71
4.2.3.1 Koefisien determinasi (R2).................................... 71 4.2.3.2 Uji Simultan (Uji F) .............................................. 72 4.2.3.3 Uji Parsial (Uji t)................................................... 73
4.3 Pembahasan ................................................................................. 75 4.3.1 Hasil temuan hipotesis H1 dan pembahasan ....................... 75 4.3.2 Hasil temuan hipotesis H2 dan pembahasan ....................... 76 4.3.3. Hasil temuan hipotesis H3 dan pembahasan ....................... 78
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan .................................................................................. 80 5.2 Saran ............................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 83 LAMPIRAN ................................................................................................ 87
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Laporan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Daerah
Jawa Tengah Tahun 2008-2010 ............................................................ 6
3.1 Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi ................................. 42
4.1 PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2008-2010 ............................................................................................ 48
4.2 Interval PAD Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2010 ......... 49
4.3 Perhitungan nilai maksimum, minimum dan rata-rata PAD
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008- 2010………………… .. 50
4.4 Dana Perimbangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010.................................................................................. 54
4.5 Interval Dana Perimbangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010.................................................................................. 55
4.6 Perhitungan nilai maksimum, minimum dan rata-rata Dana
Perimbangan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2010 ......... 56
4.7 Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2008-2010…………………………………………………………….. .. 58
4.8 Interval Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010.................................................................................. 59
4.9 Perhitungan nilai maksimum, minimum dan rata-rata Dana
Perimbangan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2010 ......... 60
4.10 Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010............................................................. ....................... 62
4.11 Interval Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010............................................................. ....................... 63
4.12 Perhitungan nilai maksimum, minimum dan rata-rata Pengeluaran
Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008- 2010................. . 64
4.13 Uji Multikolinieritas Variabel Bebas dalam Penelitian.......................... 67
4.14 Hasil Perhitungan Uji Autokorelasi ...................................................... 68
xii
4.15 Hasil Perhitungan Durbin Watson test .................................................. 69
4.16 Hasil Analisis Regresi Berganda .......................................................... 70
4.17 Hasil Uji Parsial Berdasar Uji t Pada Persamaan Regresi Linier
Berganda............................................................. .................................... 73
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Grafik Pengeluaran Pemerintah Pada Keynesian Cross .......................... 17
1.2 Grafik Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner ............ 19
1.3 Grafik Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ..................................... 21
4.1 PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2010 .... 50
4.2 Dana Perimbangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2008-2010 ............................................................................................ 56
4.3 Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2008-2010 ............................................................................................ 60
4.4 Pengeluaran Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun
2008-2010 ............................................................................................ 64
4.5 Uji Normalitas Data…................................................................ ............. 66
4.6 Uji Heteroskedastisitas Variabel Bebas dalam Penelitian ....................... 68
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar Halaman
1 Data Penelitian ......................................................................................... 88
2 Hasil Perhitungan Persamaan Regresi ...................................................... 91
3 Hasil Perhitungan R² ................................................................................ 91
4 Hasil Perhitungan uji F ............................................................................. 91
5 Hasil Perhitungan Uji Autokorelasi .......................................................... 91
6. Hasil Perhitungan Uji Multikolinearitas ................................................... 91
7 Gambar Normal Probability plot .............................................................. 93
8 Gambar Scatterplot .................................................................................. 93
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring
dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang
dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif
diberlakukan per Januari tahun 2001 (UU ini dalam perkembangannya diperbarui
dengan dikeluarkannya UU No.32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004).
Diberlakukannya undang-undang ini memberikan peluang bagi daerah untuk
menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka
mewujudkan kemandirian daerah.
Dalam era desentralisasi fiskal diharapkan terjadinya peningkatan
pelayanan diberbagai sektor terutama sektor publik. Peningkatan layanan publik
ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi investor untuk membuka usaha
di daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud apabila ada upaya serius
(pemerintah) dengan memberikan berbagai fasilitas pendukung (investasi).
Konsekuensinya, pemerintah perlu untuk memberikan alokasi belanja yang lebih
besar untuk tujuan ini. Desentralisasi fiskal disatu sisi memberikan kewenangan
yang lebih besar dalam pengelolaan daerah, tetapi disisi lain memunculkan
persoalan baru, dikarenakan tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda-beda.
2
Menuju penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus
beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan
dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk di kembangkan menjadi sumber
PAD. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin kuat,
khususnya pada daerah – daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim,
2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah juga
dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah
satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembagunan
pada sektor – sektor yang produktif di daerah.
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 dalam pelaksanaan kewenangan
pemerintahan daerah, pemerintah pusat akan mentransfer Dana Perimbangan yang
terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan
bagian dari Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Selain
dari dana perimbangan tersebut pemerintah daerah juga mempunyai sumber
pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pembiayaan dan Lain-
lain Pendapatan. Dalam Undang-undang No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat akan
mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan
sumber daya alam. Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah Daerah
mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD),
pembiayaan, dan lain-lain pendapatan daerah. Kebijakan penggunaan semua dana
tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah
3
Pusat digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Daerah dalam
meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat.
Otonomi daerah harus disadari sebagai suatu transformasi paradigma
dalam penyelenggaran pembangunan dan pemerintahan di daerah, dimana
Pemerintah Daerah memiliki otonomi yang lebih luas untuk mengelola sumber-
sumber ekonomi daerah secara mandiri dan bertanggung jawab yang hasilnya
diorientasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
Transformasi paradigma dalam hal ini terlatak pada aspek akuntabilitas
Pemerintah Daerah dalam rangka mengelalola sumber-sumber ekonomi yang
semula bersifat akuntabilitas vertikal (kepada Pemerintah) menjadi akuntabilitas
horizontal (kepada masyarakat di daerah) (Mardiasmo, 2002). Tujuan utama
penyelenggaran otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan public
(publick service) dan memajukan perekonomian daerah.
Dengan adanya otonomi daerah ini berarti Pemerintah Daerah dituntut
untuk lebih mandiri, tak terkecuali juga mandiri dalam masalah financial. Meski
begitu Pemerintah Pusat tetap memberi dana bantuan yang berupa Dana Alokasi
Umum (DAU) yang di transfer ke Pemerintah Daerah. Dalam praktiknya, transfer
dari Pemerintah Pusat merupakan sumber pendanaan utama Pemerintah Daerah
untuk membiayai operasional daerah, yang oleh Pemerintah Daerah ”dilaporkan”
diperhitungan anggaran. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan
publik minimum di seluruh negeri (Maemunah, 2006).
4
Untuk mengatasi persoalan ketimpangan fiskal dan adanya kebutuhan
pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah memberikan dana perimbangan
dan salah satu komponen dana ini yang memberikan kontribusi terbesar adalah
Dana Alokasi Umum. Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap
peneriman daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang
lain, termasuk PAD (Adi, 2006). Hal ini menunjukkan masih tingginya
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah pusat
ini. Namun demikian, dalam jangka panjang, ketergantungan semacam ini harus
menjadi semakin kecil. Berbagai investasi yang dilakukan pemerintah daerah
diharapkan memberikan hasil positif yang tercermin dalam peningkatan PAD.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Upaya untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti apabila tidak diikuti dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Brata (2004) menyatakan bahwa
terdapat dua komponen penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kedua komponen tersebut
adalah PAD dan Bagian Sumbangan & Bantuan. Namun demikian, penelitian
Brata (2004) belum mencakup periode setelah otonomi daerah sehingga hubungan
PAD dan Pertumbuhan ekonomi dapat saja mengarah ke hubungan negatif jika
daerah terlalu ofensif dalam upaya peningkatan penerimaan daerahnya.
Pertumbuhan ekonomi sering di ukur dengan mengunakan pertumbuhan produk
domestik bruto (PDB/PDRB), namun demikian indikator ini dianggap tidak selalu
tepat dikarenakan tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya.
5
Indikator lain, yaitu pendapatan per kapita dapat digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi ini (Kuncoro,2004; Gaspersz dan Feonay, 2003). Indikator
ini lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dikarenakan lebih
menekankan pada kemampuan negara/daerah untuk meningkatkan PDB/PDRB
agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Indikator ini secara simultan
menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan
kesejahteraan seiring dengan semakin cepatnya laju pertambahan penduduk.
Di sisi lain kemampuan keuangan pemerintah daerah masih sangat
tergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu,
dalam rangka desentralisasi kepada setiap daerah dituntut untuk dapat membiayai
diri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peran pemerintah daerah
dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber
penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah (Halim, 2001).
Berikut ini adalah data mengenai pengeluaran pemerintah daerah di
JawaTengah periode tahun 2008-2010:
Tabel 1.1
Laporan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Daerah
Jawa Tengah Tahun 2008-2010
(dalam jutaan Rupiah) No Kabupaten 2008 2009 2010
1 Kab. Banjarnegara 707148 729036 751601 2 Kab. Banyumas 1046091 1112316 1120297 3 Kab. Batang 603586 613547 601703 4 Kab. Blora 841778 866145 845449 5 Kab. Boyolali 788925 880086 964590 6 Kab. Brebes 1038723 1043264 1221167 7 Kab. Cilacap 1047201 1142689 1237942 8 Kab. Demak 708194 739360 805850 9 Kab. Grobogan 833353 817577 873480
6
10 Kab. Jepara 754396 804539 817087 11 Kab. Karanganyar 796488 799688 794316 12 Kab. Kebumen 911892 993216 999054 13 Kab. Kendal 771433 799716 828122 14 Kab. Klaten 1015523 1022358 1028962 15 Kab. Kudus 729760 901147 916230 16 Kab. Magelang 904917 911933 1017192 17 Kab. Pati 990449 985496 1016595 18 Kab. Pekalongan 670632 697229 707030 19 Kab. Pemalang 743391 769847 878511 20 Kab. Purbalingga 715223 702705 708423 21 Kab. Purworejo 710537 754722 775422 22 Kab. Rembang 596094 593546 629791 23 Kab. Semarang 726553 787322 777835 24 Kab. Sragen 802642 810434 857901 25 Kab. Sukoharjo 720414 740005 781475 26 Kab. Tegal 869416 913245 927856 27 Kab. Temanggung 594489 609738 646510 28 Kab. Wonogiri 828131 977243 975858 29 Kab. Wonosobo 616555 632221 679607 30 Kota Magelang 416823 471234 416607 31 Kota Pekalongan 390248 390965 414803 32 Kota Salatiga 1098481 430982 403924 33 Kota Semarang 1351845 1604601 1679072 34 Kota Surakarta 765306 842538 838253 35 Kota Tegal 406025 478915 454855
Jumlah 27,512,662 28,369,605 29,393,368 Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah 2010, dan Dinas Pendapatan Daerah
diolah
Hal tersebut dapat dilihat dari Propinsi Jawa Tengah yang memilki 35
Daerah Tingkat II yang terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota memiliki
penerimaan dan pengeluaran keuangan pemerintahan yang masing-masing
berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya, yang mana setiap pengeluaran
pemerintah yang dilakukan berdasarkan kepemilikan pendapatan yang berupa
penerimaan dari potensi-potensi daerah, atau yang lebih dikenal dengan
Pendapatan Asli Daerah yang antara lain komponen komponennya terdiri dari
penerimaan pajak dan retribusi daerah, penerimaan laba Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD) dan penerimaan lain-lainnya yang sah. Akan tetapi ada fakta
7
bahwa daerah tidak akan mampu membiayai pengeluarannya baik itu pengeluaran
rutin maupun pengeluaran pembangunan jika hanya menggandalkan dari sektor
Pendapatan Asli Daerah, oleh karena itu pemerintah pusat mengeluarkan
kebijakan untuk pemberian bantuan dalam keuangan pemerintah daerah dengan
dana perimbangan. Dana perimbangan tersebut diberikan sesuai dengan potensi
daerah masing-masing atau arti lainnya daerah yang satu tidak sama dengan
daerah lainnya, makin besar potensi daerah tersebut maka semakin besar dana
perimbangan yang diberikan untuk melakukan pengeluarannya yang kita ketahui
berupa pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, seperti contohnya
adalah Kabupaten Cilacap yang merupakan Kota yang memiliki sumber daya
alam berupa minyak yang cukup banyak mempunyai tingkat pengeluaran
pemerintah sebesar Rp. 1.237.942,00 (dalam juta rupiah) dengan tingkat PAD
sebesar Rp. 126.058,00 (dalam juta rupiah) mendapatkan dana perimbangan
sebesar Rp. 975.811,00.(dalam juta rupiah). Hal tersebut kita bandingkan dengan
Kabupaten Sragen yang memiliki pengeluaran pemerintah sebesar Rp. 857.901,00
(dalam juta rupiah) dengan jumlah PADnya sebesar Rp. 69.398,00 (dalam juta
rupiah) dan dana perimbangannya sebesar Rp. 649.984,00 (dalam juta rupiah),
yang mana Kabupaten Sragen ini tidak memiliki potensi daerah yang besar atau
dalam arti lainnya tidak memilki sumber daya alam yang potensial, selain itu
jumlah penduduknya juga terpaut jauh, apabila di Kabupaten Cilacap memiliki
jumlah penduduk sebesar 1.626.795 jiwa di Kabupaten Sragen hanya sebesar
860.509 jiwa.
8
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diduga ada
beberapa faktor yang mempengaruhi nilai pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten
dan Kota di Propinsi Jawa Tengah. Beberapa variabel tersebut diduga mempunyai
pengaruh signifikan terhadap nilai pengeluaran pemerintah. Sehubungan dengan
hal tersebut maka penulis dalam penulisan skripsi ini memilih judul “ANALISIS
PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI
JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANGGARAN 2008-2010”. Adapun
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengeluaran Pemerintah,
PAD, Dana Perimbangan dan Jumlah Penduduk.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh tingkat PAD dalam menentukan besaran nilai
pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah.
2. Seberapa besar pengaruh Dana Perimbangan dalam menentukan besaran
nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah .
3. Seberapa besar pengaruh Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran
nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
9
1. Untuk menganalisa pengaruh PAD dalam menentukan besaran nilai
pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2008-2010.
2. Untuk menganalisa pengaruh Dana Perimbangan dalam menentukan
besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa Tengah tahun
anggaran 2008-2010.
3. Untuk menganalisa pengaruh pengaruh Jumlah Penduduk dalam
menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di Propinsi Jawa
Tengah tahun anggaran 2008-2010.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Penelitian dilakukan sebagai bahan studi kasus bagi pembaca dan
acuan bagi mahasiswa serta dapat memberikan bahan referensi bagi pihak
perpustakaan UNNES sebagai bacaan yang dapat menambah ilmu
pengetahuan bagi pembaca, khususnya mengenai seberapa besar pengaruh
dari variabel-fiskal dan non-fiskal, yaitu variabel PAD, Dana Perimbangan,
dan Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran nilai pengeluaran
pemerintah di 29 Kabupaten dan 6 Kota di daerah Jawa Tengah pada periode
Januari 2000 sampai dengan Desember 2002, dan dapat dijadikan sebagai
bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan informasi mengenai bagaimana pengaruh
pengaruh PAD dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di
10
Propinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2008-2010 untuk selanjutnya bagi
pemerintah daerah dapat dipertimbangkan dalam penyusunan kebijakan
fiskalnya (keuangan), sehingga kebijakan tersebut nantinya dapat
dilaksanakan secara berkelanjutan.
11
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Konsep Otonomi Daerah
Sesuai dengan amanat yang digariskan dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah, prinsip otonomi daerah yang nyata dan
bertanggung jawab. Nyata dalam arti bahwa pemberian otonomi didasarkan pada
faktor-faktor perhitungan dan tindakan atau kebijakan yang benar-benar menjamin
daerah yang bersangkutan mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Bertanggung
jawab berarti pemberian otonomi benar-benar sejalan dengan tujuan untuk
melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan serasi
dengan pembinaan politik dengan kesatuan bangsa. Dengan demikian akan terjalin
hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selanjutnya
dalam penjelasan resmi UU No. 5 Tahun 1974 diutamakan bahwa penyelenggaraan
pemerintah daerah didasarkan pada prinsip-prinsip : (Soetrisno. Ph 1986 : 13).
a. Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah, harus menunjang aspirasi perjuangan rakyat, yakni memperkokoh negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteraan rakyat.
b. Pembagian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertangung jawab.
c. Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan dekonsentrasi. d. dengan memberikan kemungkinan pula pada pelaksanaan tugas asas
pembantuan. e. Pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk menyatakan daya guna
(efektivitas) dan hasil guna (Efisiensi) penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat, ksatabilan politik dan kesatuan bangsa.
12
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari
kemampuan daerah dalam bidang keuangan, karena kemampuan keuangan ini
merupakan idikator penting dalam mengukur tingkatan otonomi daerah. Sumber
keuangan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan sumber non Pendapatan Asli Daerah. Penyelenggaraan
otonomi daerah dapat dicapai apabila sumber keuangan daerah dapat membiayai
aktifitas daerah yang berasal dari PAD.
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan rumah tangganya memerlukan sumber
pendapatan yang berasal dari PAD. Tanpa adanya dana yang cukup, maka ciri pokok
dari otonomi daerah menjadi hilang. Meskipun daerah juga mendapatkan sumber-
sumber dari PAD, namun PAD mempunyai peranan yang strategis di dalam
keuangan daerah karena bagi suatu daerah sumber pendapatan daerah merupakan
tiang utama penyangga kehidupan daerah. Oleh karena itu para ahli sering memakai
PAD sebagai alat analisis dalam menilai tingkat otonomi suatu daerah.
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan berbagai keuangan dengan otonomi
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya tentu membutuhkan dana. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya faktor keuangan untuk melaksanakan otonomi
daerah, karena tidak ada kegiatan pemerintah yang tidak membutuhkan biaya,
sehingga membutuhkan sumber keuangan yang memadai untuk penyelenggaraan
pemerintah daerah dengan menggali sumber PAD, dengan tujuan agar
ketergantungan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan sehubungan dengan keuangan
daerah yang penting adalah “wewenang di tepi” artinya memiliki penerimaan daerah
13
sendiri yang cukup. Jika penerimaan PAD telah mencapai 20% dari pengeluaran
daerah, maka sumber keuangan daerah sudah dapat dikatakan cukup, sehingga
ketrgantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat kecil. Jadi semakain
besar prosentase PAD terhadap pengeluaran daerah, maka otonomi daerah dapat
dikatakan semakin baik. Agar supaya daerahh dapat mengurus rumah tangganya
sendiri dengan sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu diberikan sumber-sumber
pembiayaan yang cukup. Namun mengingat tidak semua sumber-sumber pembiayaan
dapat diberikan kepada daerah maka kepada darah diwajibkan untuk menggali segala
sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku (Machfud Sidik dan Soewondo, 1992, Hal. 32).
Sistem keuangan dalam UU No.1 Tahun 1945 disebutkan mengenal sluit
post (sistem menutupi kekurangan), lalu meminta begitu saja kepada pemerintah
pusat. Oleh karena itu sluit post diganti dengan sistem penyerahan bagi hasil pajak
negara. Dengan demikian, diharapkan daerah akan lebih hati-hati dalam
menjalankan politik keuangannya. Didalam perkembangannya sistem sluit post ini
ternyata masih tetap dipakai. Inimengandung arti bahwa untuk sementara waktu
sistem sluit post akan dihapuskan secara perlahan-lahan.
Untuk lebih jelasnya, ada baiknya diuraikan tentang sistem yang dimaksud
dalam UU No. 22 Tahun 1948. sistem pembayaran bagi hasil dalam Undang-undang
itu mengatur mengenai sumber-sumber keuangan yang membolehkan daerah untuk
memungutnya. Dalam pasal 37 Undang-undang ini mengenai keuangan daerah
menyebutkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah berasal dari:
a. Pajak daerah dan Retribusi
14
b. Pendapatan hasil perusahaan daerah
c. Pajak negara yang diserahkan pada daerah
d. Lain-lain (seperti pinjaman, subsidi, penjualan atau penyewaan barang-
barang milik negara)
Selanjutnya keuangan daerah harus dilaksankan dengan pembukuan yang
terang, rapi dan pengurusan keuangan daerah harus dilaksanakan secara sehat
termasuk sistem administrasinya. Dengan demikian, diharapkan daerah menyusun
dan menetapkan APBD nya sendiri (Azhari A. Samudra, 1995, Hal. 39-40). Sampai
tahun 1956, sistem penyerahan bagi hasil pajak negara seperti yang disebutkan dalam
UU No.22 Tahun 1948 (pasal 37 c) tetap dijadikan sebagai dasar pengaturan
keuangan daerah. Dengan bergulirnya reformasi semenjak 7 tahun yang lalu telah
terjadi perubahan yang mendasar dalam sistem pemerintahan di daerah yaitu dari
ketentuan UU No.5 Tahun 1974 menjadi UU No. 22 Tahun 1999. dengan ketentuan
ini terjadi pula perubahan yang mendasr dalam manajemen keuangan daerah. Dengan
UU No. 22 Tahun 1999 kewenangan pengelolaan keuangan daerah diberikan secara
luas kepada daerah, karena daerah yang tahu tentang persoalan yang ada di daerah,
kondisi ini merupakan peluang bagi daerah untuk memperlihatkan kemampuannya
dalam mengelola keuangan daerah tanpa banyak campur tangan pemerintah tingkat
atas (Abdul Halim, 2001, Hal. 9) dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah
maka suatu daerah membutuhkan biaya dan biaya itu harus dipikul oleh masing-
masing daerah yang menyelenggarakan peraturan dan pengurusan. Jadi mengatur dan
mengurus rumah tanga sendiri adalah atas biaya sendiri pula. Untuk keperluan
tersebut suatu daerah harus mempunyai kas (keuangan) tersendiri, yang terpisah
15
dengan keuangan pemerintah pusat, untuk membiayai berbagai pengeluaran untuk
menyelenggarakan tugas perbantuan. Semakin luas dan rumitnya urusan yang
diselenggarakan akan semakin besar biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karena itu
prinsip-prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab sebagaimana dinyatakan
dalam UU No. 5 Tahun 1974, perpajakan umum No. 1 sub e, menghendaki
kesanggupan keuangan yang sebesar-besarnya pula bagi tiap-tiap daerah.
Tentu saja untuk keperluan tersebut, tiap daerah harus mempunyai sumber-
sumber pendapatan tertentu untuk mengisi kasnya. Begitu pula bagi pemerintah
pusat untuk keperluan pemeritah, negara harus mempunyai keuangan tersendiri
beserta sumber-sumbernya. Oleh karena itu, hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah khususnya mengenai pembagian
sumber-sumber keuangan, masing-masing haruslah diatur sebaik-baiknya agar
dapat terpelihara keseimbangan keuangan yang harmonis dan tepat. UU No. 32
Tahun 1957 memuat tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah.
Adapun maksud dan tujuan UU perimbangan keuangan ini adalah:
a. Memberikan ketentuan sekedar menjamin keuangan daerah
b. Mendorong ke arah penyehatan rumah tangga daerah
c. Mendorong daerah untuk mengintensifkan sumber-sumber pendapatan
daerah dan mengadakan sumber-sumber baru
d. Memupuk rasa tanggung jawab daerah dalam menyelenggarakan
kebijakan keuangan untuk melakukan tugas daerah (J. Wajong, 1960, Hal.
50-51)
16
Sejalan dengan dinamika dan tuntutan perubahan di segala bidang maka
untuk mengantisipasi kesalahan masa lalu, UU No.22 Tahun 1999 tentang
pemerintah daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangn
antara pusat dan daerah diperkirakan akan memberikan angin segar bagi daerah
untuk mengatur dan mengurus masyarakat dan daerahnya sendiri. (Abdul Halim,
2001 Hal. 307-308).
2.2 Teori Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto,
1993;169). Hubungan antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi
secara teori diterangkan dalam Keynesian Cross (Mankiw, 2003; 263).
Grafik 1.1
PENGELUARAN PEMERINTAHAN PADA KEYNESIAN CROSS
B
A
DG
Pengeluaran Pemerintah Actual expenditure
Planned expenditure
45°
DY
E2=Y2
E1=Y1
Income, output, Y
Planned expenditure
DYE2=Y2 E1=Y1
17
Pada grafik 1.1 di atas dapat dilihat peningkatan pengeluaran pemerintah
berdampak pada kenaikan pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui pendapatan
dan tingkat output. Peningkatan besarnya pengeluaran pemerintah berhasil
merubah keseimbangan dari titik A ke titik B, yang berarti peningkatan
pertumbuhan (Y).
Bailey (1995; 43) membagi teori mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah menjadi dua, yaitu teori makro dan teori mikro. Model makro dapat
menjelaskan perhitungan jangka panjang pertumbuhan pengeluaran pemerintah,
sedangkan model mikro menjelaskan perubahan secara particular komponen-
komponen pengeluaran pemerintah.
Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu (Mangkoesoebroto, 1993; 169):
1. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah.
2. Hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah.
3. Teori Peacock & Wiseman.
2.2.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran
Pemerintah
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan
perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.
Pada tahap awal perkembangan ekonomi, prosentase investasi pemerintah
terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.
18
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas,
namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Pada
tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan dalam Mangkoesoebroto
(1993; 170), bahwa pembangunan ekonomi aktivitas pemerintah beralih dari
penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti
halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat,
dan sebagainya.
2.2.2 Hukum Wagner
Teori Wagner tentang perkembangan pengeluaran pemerintah disebut
sebagai Wagner law of increased government activity. Teori ini mengemukakan
perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam prosentase
terhadap GNP, dimana teori ini didasarkan pada pengamatan di negara-negara
Eropa, US, dan Jepang pada abad ke-19 (Mangkoesoebroto, 1993; 170). Wagner
mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum Wagner, sebagai berikut
Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat, secara
relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.
Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut :
P PP : Pengeluaran Pemerintah perkapita
PPK : Pendapatan perkapita, yaitu GDP/jumlah penduduk
PkPP1 PkPP2 Pk PPn ⟨ ⟨ . . . ⟨ PPK1 PPK2 PPK n
19
1,2,...n : Jangka waktu (tahun)
Hukum Wagner ini ditunjukkan dalam grafik 1.2 dimana kenaikan
pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan
oleh kurva perkembangan pengeluaran pemerintah (Mangkoesoebroto,
1993; 172).
Grafik 1.2
PERTUMBUHAN PENGELUARAN PEMERINTAH MENURUT WAGNER
Kurva Perkembangan Pengeluaran pemerintah
2.2.3 The Displacement Effect
Dari ketiga teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah
tersebut, teori Peacock & Wiseman dianggap sebagai teori dan model yang
terbaik (Mangkoesoebroto, 1993; 173). Teori mereka sering disebut sebagai
The Displacement Effect, dimana teori ini didasarkan pada suatu pandangan
bahwa pemerintah senantiasa memperbesar pengeluaran sedangkan
masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai
pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Dalam
Mangkoesoebroto (1993; 173) Peacock dan Wiseman mendasarkan teori
mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi
pajak, suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan
0 Waktu(tahun)
PkPP PPK
20
pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk
menaikkan pungutan pajak. Teori Peacock dan Wiseman adalah sebagai
berikut (Mangkoesoebroto, 1993; 173):
“Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat, oleh karena itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.” Jadi berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran
pemerintah versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, tetapi
berbentuk seperti tangga.
Grafik 1.3
TEORI PERKEMBANGAN PENGELUARAN PEMERINTAH
Peacock dan Wiseman
Waktu (tahun) 0
Pengeluaran Pemerintah/GDP Wagner, Solow, Musgrave
21
2.3 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan daerah yang potensinya
berada di daerah dan dikelola oleh pemerintah daerah yang bersangkutan.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah,
diantaranya menggariskan sumber-sumber pendapatan asli daerah adalah sebagai
berikut:
a. Pajak Daerah
Pengertian pajak daerah secara umum adalah pembayaran/iuran dari rakyat
kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan balas jasa secara
langsung, misal: pajak kendaraan bermotor, pajak penjualan dan
sebagainya.
b. Retribusi Daerah
Pengertian retribusi tidaklah sama dengan pengertiian pajak. Perbedaan
yang jelas antara retribusi dengan pajak adalah mengenai ada tidaknya
balas jasa dari pemerintah kepada individu. Dari perbedaan tersebut dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa retribusi adalah suatu pembayaran/iuran
dari rakyat kepada pemerintah dengan balas jasa secara langsung yang
diterima dengan pembayaran retribusi tersebut. Misalnya uang sekolah,
uang langganan air minum, uang langganan listrik dan sebagainya.
c. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah
Laba perusahaan daerah diharapkan sebagai sumber pemasukan bagi
daerah. Oleh karena itu batas-batas tertentu pengolahan perusahaan harus
22
bersifat profesional dan harus berpegang pada prinsip ekonomi secara
umum, yakni efisiensi.
Dalam penjelasan umum Undang-undang No. 5 Tahun 1974, pengertian
perusahaan daerah dirumuskan sebagai berikut: yaitu suatu badan saha
yang dibentuk oleh daerah untuk perkembangan perekonomian daerah dan
untuk menambah penghasilan daerah. Dari kutipan di atas terdapat dua
fungsi pokok, yakni sebagai dinamisator perekonomian daerah dan sebagai
penghasilan daerah.
d. Penerimaan dari Dinas-dinas
Dinas-dinas daerah bertugas dan berfungsi untuk memberikan pelayanan
terhadap masyarakat tanpa memperhatikan untung/rugi, tapi dalam batas-
batas tertentu dapat didayagunakan dan bertindak sebagai organisasi
ekonomi dalam bidang pelayanan jasa.
Sekalipun dinas-dinas daerah telah ditempatkan sebagai salah satu sumber
PAD, tetapi tidak berarti sumbangan riil yang diberikan sektor ini cukup
besar untuk menopang keuangan daerah pada umumnya. Karena dalam
kenyataannya, sektor ini hanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan
sektor perusahaan daerah dalam memberikan kontribusi bagi PAD dan
pendapatan daerah pada umumnya.
e. Penerimaan Lain-lain
Penerimaan lain-lain adalah penerimaan yang diterima oleh pemerintah
daerah selain yang disebutkan diatas. Penerimaan lain-lain ini merupakan
penerimaan daerah yang sah (yaitu dengan peraturan daerah) yang
23
diperoleh dari penjualan-penjualan milik daerah, penjualan barang-barang
bekas, cicilan kendaraan bermotor dan cicilan rumah yang dibangun oleh
pemerintah daerah, penerimaan jasa gro (kas daerah), biaya pembinaan
dan penyewaan tempat pelelangan ikan dan lain-lain.
Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang
diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan sehubungan dengan
keuangan daerah yang penting adalah “wewenang di tepi” artinya memiliki
penerimaan daerah sendiri yang cukup. Jika penerimaan PAD telah mencapai 20%
dari pengeluaran daerah, maka sumber keuangan daerah sudah dapat dikatakan
cukup, sehingga ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat
kecil. Jadi semakain besar prosentase PAD terhadap pengeluaran daerah, maka
otonomi daerah dapat dikatakan semakin baik. Agar supaya daerah dapat
mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu
diberikan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Namun mengingat tidak
semua sumber-sumber pembiayaan dapat diberikan kepada daerah maka kepada
darah diwajibkan untuk menggali segala sumber keuangannya sendiri berdasarkan
peraturan perundanga-undangan yang berlaku (Kaloh, 2004: 17).
2.4 Dana Perimbangan
Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi
umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), selain ditujukan untuk
24
konsolidasi desentralisasi fiskal dan memperkecil ketimpangan keuangn antara
pusat dan daerah serta antar daerah dengan tetap menjaga netralitas fiskal,
juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan daerah.
2.4.1 Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil merupakan bagian daerah yang bersumber dari
penerimaan yang dihasilkan daerah, seperti penerimaan pajak penghasilan
(PPh) pasal 21 dan PPh 25/29 orang pribadi, pajak bumi dan bangunan (PBB),
serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Di samping itu,
dana bagi hasil juga berasal dari sumber daya alam (SDA), seperti minyak
bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Dengan
demikian, daerah yang potensi penerimaannya tinggi, baik itu berupa pajak
maupun sumber daya alam, akan dapat menikmati pendapatan yang lebih baik.
Besarnya bagian daerah tersebut ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2.4.2 Dana Alokasi Umum
Sesuai dengan pasal 7 Undang-undang No. 25 Tahun 1999, besarnya dana
alokasi umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan
dalam negeri bersih, yaitu penerimaan dalam negeri setelah dikurangi dengan
dana bagi hasil dan DAK yang bersumber dari dana reboisasi.
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, dana alokasi
umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antara pusat dan daerah untuk mendanai kebutuhan
25
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana lokasi umum
dialokasikan untuk Propinsi dan Kabupaten/Kota, dalam pembagian Dana
alokasi umum jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26
persen dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN.
2.4.3 Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan dana dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mengisi kesenjangan
penyediaan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanaan dasar masyarakat,
khususnya bagi daerah yang kemampuan fiskalnya rendah. Hal ini
dimaksudkan selain untuk secara bertahap dapat diarahkan utnuk mencapai
keserasian tingkat pelayanan publik di berbagai wilayah, juga dapat
mengarahkan sebagian dari pengeluaran daerah untuk membiayai kegiatan-
kegiatan yang merupakan prioritas nasional.
Sumber Dana Perimbangan lainnya yang dapat dikategorikan sebagai
alokasi by specific assignment adalah Dana Alokasi Khusus. Dana ini
dialokasikan dari APBN kepada Daerah tertentu untuk membantu membiayai
kebutuhan khusus, yaitu: kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara
umum dengan rumus dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas
nasional. Contoh dari dana alokasi khusus adalah dana untuk membiayai
kebutuhan untuk kawasan transmigrasi dimana tidak semua daerah
mempunyai kebutuhan yang sama. Dalam pengalokasian dana alokasi khusus,
UU No. 33 tahun 2004 mengisyaratkan bahwa pembiayaan program-program
yang berlabel kebutuhan khusus perlu disediakan dana pendamping daerah
26
yang berasal dari sumber APBD. Tantangan bagi daerah untuk slot alokasi
dana ini adalah dari aspek manajemen fiskal daerah baik dari sisi revenue
maupun expenditure side. Artinya, kreativitas di tingkat daerah sangat dituntut
untuk menumbuhkan daerahnya melalui pemanfaatan dana ini.
Dana alokasi khusus (DAK) adalah bentuk dana yang bersifat khusus
(specific grant). Artinya, penggunaan dana tersebut berdasarkan atas petunjuk
atau kebijakan dari pihak pemberi, dalam hal ini pemerintah pusat. Dimasa lalu
kita juga mengenal dana inpres subsidi daerah (SD), inpres kesehatan dan bahkan
subsidi daerah otonom (SDO) pun bisa kita masukkan dalam kategori dana
bersifat khusus ini.
DAK yang ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan
khusus meliputi :
1. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak
mempunyai akses yang memadai ke daerah lain;
2. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung
transmigrasi;
3. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir/
kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang memadai;
4. Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah guna mengatasi dampak
kerusakan lingkungan.
Mekanisme pengalokasian DAK adalah merupakan pengalokasian dana
untuk kepentingan dengan prioritas utama dan dimuat dalam rencana kerja
pemerintah tahun yang bersangkutan. Materi teknis mengusulkan kegiatan
27
khusus yang akan didanai dari DAK akan ditetapkan oleh menteri dalam
negeri, menteri keuangan dan menteri negara perencanaan pembangunan
nasional. Dengan adanya usulan terebut maka menteri yang bersangkutan akan
melakukan perhitungan untuk DAK jika usulannya disetujui. Jika suatu daerah
telah menerima DAK maka daerah penerima DAK harus menganggarkan dana
pendamping APBD sebesar 10 persen dari besaran alokasi DAK yang
diterima.
Daerah yang ingin memperoleh DAK harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu sebagai berikut :
1. Daerah perlu membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai
seluruh pengeluaran usulan kegiatan tersebut dari PAD, bagi hasil pajak
dan SDA, DAU, Pinjaman Daerah dan lain-lain penerimaan yang sah.
2. Daerah menyediakan dana pedamping sekurang-kurangnya 10% dari
kegiatan yang diajukan.
3. Kegiatan tersebut memenuhi kriteria teknis sektor / kegiatan yang
ditetapkan oleh menteri teknis / instansi terkait.
2.5 Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap PAD
Di negara sedang berkembang yang mengalami ledakan jumlah penduduk
termasuk Indonesia akan selalu mengkaitkan antara kependudukan dengan
pembangunan ekonomi. Akan tetapi hubungan antara keduanya tergantung pada
sifat dan masalah kependudukan yang dihadapi oleh setiap negara, dengan
28
demikian tiap negara atau daerah akan mempunyai masalah kependudukan yang
khas dan potensi serta tantangan yang khas pula (Sucipto Wirosardjono:1998).
Jumlah penduduk yang besar bagi Indonesia oleh para perencana
pembangunan dipandang sebagai asset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus
juga sebagai beban pembangunan. Sebagai asset apabila dapat meningkatkan
kualitas maupun keahlian atau ketrampilannya sehingga akan meningkatkan
produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur,
persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga hanya menuntut pelayanan
sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga menjadi tanggungan penduduk
yang bekerja secara efektif (Agus Widarjono, 1999 dalam Ari Budihardjo, 2003).
Adam Smith berpendapat bahwa dengan didukung bukti empiris bahwa
pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan
tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan
mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi.
Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu
masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika
jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat.
2.6 Penelitian Terdahulu
29
Penelitian empiris para peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan
pengeluaran pemerintah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya didasari dari
beberapa literatur, yang antara lain yaitu:
1. Menurut Paidi Hidayat, Wahyu Ario Pratomo, dan D. Agus Harjito dalam
penelitiannya di Sumatra Utara:
“Based on the above analysis and discussion we draw the following concluding notes: 1. The regencies of Mandailing Natal, Toba Samosir, Humbang Hasundutan,
and Pakpak Bharat have on average a total expenditure that grows faster than their income. In contrast, Samosir and Serdang Bedagai regencies and Padang Sidimpuan City have the growth of their income exceeding the growth of their total expenditure.
2. The newly-created regencies/cities in North Sumatera enjoy a positive growth rate of the PAD but its share in the APBD is still inadequately small.
3. The financial capacity map shows that each newly-created regency/city in North Sumatera shows a low level of financial preparedness and readiness for decentralization and regional autonomy.”
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, maka dapat disimpulakan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Dilihat dari sisi pertumbuhan penerimaan dan pengeluaran anggaran,
Kabupaten Mandailing Natal, Toba Samosir, Humbang Hasundutan, and
Pakpak Bharat secara rata-rata mengalami pertumbuhan pengeluaran yang
lebih besar dari pertumbuhan penerimaan. Sedangkan Kabupaten Samosir,
Serdang Bedagai, dan kota Padang Sidimpuan mengalami pertumbuhan
pengeluaran yang lebih besardari pengeluarannya.
2. Dilihat dari indicator kinerja PAD, Kabupaten/Kota pemekaran di
Sumatera Utara mengalami pertumbuhan (growth) PAD yang positif tetapi
relative masih kecil peranannya (share) dalam struktur APBD.
30
3. Dari peta kemampuan keuangan (metode kuadran), mengindikasikan
ketidaksiapan masing-masing Kabupaten/Kota pemekaran di Sumatera
Utara dan masih kurangnya kemandirian dalam berotonomi.
2. Budi Setyawan dan Priyo Hari Adi (2008) melakukan penelitian mengenai
pengaruh fiscal stress terhadap pertumbuhan pendapatan asli daerah dan
belanja modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah).
Pelaksanaan undang-undang otonomi daerah dan undang-undang yang
membatasi penarikan pajak bagi pendapatan daerah, mengakibatkan
pemerintah kabupaten/kota di Jawa Tengah rata-rata mengalami tekanan
keuangan. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya rasio realisasi PAD
terhadap target PAD dengan indikasi upaya pajak atau dengan kata lain terjadi
peningkatan fiscal stress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Fiscal Stress
mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan PAD. Hasil
penelitian ini mendukung Purnaninthesa (2006) yang menyatakan bahwa
dalam kondisi fiscal stress yang tinggi daerah semakin termotivasi untuk
meningkatkan PAD dan juga mendukung temuan Dongori (2006) yang
memberikan fakta empirik bahwa fiscal stress mempunyai pengaruh yang
negatif terhadap tingkat ketergantungan daerah.
Temuan lain dalam penelitian ini adalah fiscal stress mempunyai pengaruh
yang positif terhadap tingkat pertumbuhan belanja pembangunan/modal.
Fiscal Stress yang tinggi menunjukkan semakin tingginya upaya daerah untuk
meningkatkan PAD-nya. Sejalan dengan hal itu, harapan untuk terus
meningkatkan penerimaan sendiri ini akan sulit terwujud apabila alokasi
31
belanja untuk modal/ pembangunan tidak ditingkatkan. Hasil penelitian ini
memperkuat temuan penelitian sebelumnya yang dilakukan Andayani (2004)
yang menunjukkan adanya peningkatan belanja yang semakin tinggi pada saat
fiscal stress semakin tinggi.
Hasil penelitian ini memberikan implikasi diperlukannya suatu upaya yang
lebih intensif melalui penggalian potensi sumber-sumber penerimaan daerah
kabupaten/kota di propinsi Jawa Tengah agar mampu meningkatkan
pertumbuhan PAD. Salah satu langkah yang dapat ditempuh adalah
pemerintah kabupaten/kota harus lebih efektif dalam pengalokasian belanja
modal/pembangunan dalam guna memenuhi kepentingan publik, baik yang
mendukung pertumbuhan ekonomi maupun untuk pelayanan publik secara
langsung.
3. Kesit Bambang Prakosa (2004) melakukan penelitian mengenai analisis pengaruh
dana alokasi umum (dau) dan pendapatan asli daerah (pad) terhadap prediksi
belanja daerah (Studi Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY).
Secara empiris penelitian ini membuktikan bahwa besarnya Belanja Daerah
dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari Pemerintah Pusat. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan Pemerintah Kabupaten/Kota
terhadap Pemerintah Pusat masih tinggi. Jika hal ini masih berlangsung terus
maka otonomi daerah kemungkinan besar akan sangat terhambat.
Permasalahan yang perlu dipecahkan agar tidak terjadi flypaper effect yang
tidak lain gambaran sikap ketergantungan Pemerintah Kabupaten/Kota
terhadap Pemerintah Pusat, maka diperlukan langkah-langkah strategis dalam
32
menggali potensi Pendapatan Asli Daerah menjadi sangat penting. Disisi lain
efektifitas Belanja Daerah juga perlu menjadi perhatian, karena bukan rahasia
umum lagi setiap akhir tahun anggaran terjadi penghabisan anggaran belanja
hal ini menunjukan bahwa Pemda “menunggu” beberapa alokasi DAU yang
diperolehnya sebelum menentukan berapa belanja yang akan dihabiskannya,
seperti yang di tenggarai oleh Simanjuntak (dalam Sidik et al, 2002). DAU
2001 masih memiliki banyak kelemahan mendasar, yang tergambar dari
banyaknya kritik dan protes, khususnya dari daerah-daerah yang memiliki
sumberdaya alam yang berlimpah.
2.7 Kerangka Berpikir
Kerangka Berpikir menggambarkan pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat yaitu pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan, Jumlah Penduduk terhadap Pengeluaran Pemerintah 35
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan latar belakang permasalahan serta tinjauan pustaka diatas,
maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:
2.7. HIPOTESIS
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1)
Dana Perimbangan (X2)
Jumlah Penduduk (X3)
Pengeluaran Pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi
Jawa Tengah
33
2.8 Hipotesis
Hipotetis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006 : 71).
Menurut Moh. Nazir (1993 : 182) hipotesis adalah jawaban yang bersifat
sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara
empiris.
Berdasarkan kajian pustaka diatas maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Ha : 0≠β
1. Ada pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1) terhadap besaran
pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
2. Ada pengaruh Dana Perimbangan (X2) terhadap besaran pengeluaran
pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
3. Ada pengaruh Jumlah Penduduk (X3) terhadap besaran pengeluaran
pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
Ho : 0=β
1. Tidak ada pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1) terhadap besaran
pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
2. Tidak ada pengaruh Dana Perimbangan (X2) terhadap besaran
pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
3. Tidak ada pengaruh Jumlah Penduduk (X3) terhadap besaran pengeluaran
pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
Menurut Sutrisno Hadi, yang dimaksud penelitian adalah sebagai usaha
untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan
dimana dilakukan atau diusahakan menggunakan metode ilmiah (Sutrisno Hadi,
1987 : 5).
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Tengah terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota. Penulis dalam penelitian
mengambil seluruh populasi dengan beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Kabupaten/kota menyampaikan Laporan Realisasi APBD tahunan kepada
Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2008 hingga 2010.
b. Kabupaten/kota mencantumkan data-data mengenai PAD, Dana Perimbangan,
jumlah penduduk dan alokasi belanja daerah pada Laporan Realisasi APBD
yang digunakan dalam penelitian ini. Jumlah Kabupaten/Kota menyampaikan
Laporan Realisasi APBD Tahun 2008 hingga 2010 kepada situs Dirjen
Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah sebanyak 35 Kabupaten/Kota di
Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2008-2010 dengan data
penelitian sebanyak 105 daerah, dimana jumlah tersebut diperoleh dengan
rumus:
35
N= jumlah daerah X periode penelitian
N= 35 X 3 tahun
N= 105
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.2.1 Jumlah Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran Pemerintah, merupakan total dari semua belanja yang
dilakukan oleh suatu pemerintah, adapun macam dari Pengeluaran Pemerintah,
adalah:
• Pengeluaran rutin
• Pengeluaran pembangunan.
3.2.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut UU No 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah selanjutnya
disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Variabel PAD yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD masing-
masing daerah di propinsi Jawa Tengah yang diambil dari BPS mulai tahun 2008
sampai 2010.
3.2.3 Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi.
36
Variabel Dana Perimbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Dana Perimbangan masing-masing daerah di Propinsi Jawa Tengah yang diambil
dari BPS mulai tahun 2008 sampai 2010.
Dana Perimbangan terdiri dari: ‐ Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak.
‐ Dana Alokasi Umum (DAU), yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, geografis, Jumlah
penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat, sehingga perbedaan antara
daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.
‐ Dana Alokasi Khusus (DAK), bertujuan untuk membiayai kebutuhan-
kebutuhan khusus daerah.
3.2.4 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di suatu daerah tanpa dibedakan mana yang angkatan
kerja maupun yang bukan. Jumlah penduduk dapat dihitung dengan satuan jiwa.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
bersumber dari dokumen Laporan Realisasi APBD Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah yang diperoleh dari Situs Dirjen Perimbangan Keuangan Pemerintah
Daerah di Internet. Dari laporan Realisasi APBD diperoleh data mengenai jumlah
realisasi anggaran Belanja Daerah, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi
Umum.
37
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data sekunder, data dikumpulkan dengan metode
dokumentasi. Ini dilakukan dengan mengumpulkan, mencatat dan menghitung
data-data yang berhubungan dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan
metode dengan mengambil seluruh populasi yaitu sebanyak 35 Kabupaten/Kota di
Jawa Tengah.
3.5 Metode Analisis
Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Secara umum,
pendekatan kuantitatif lebih fokus pada tujuan untuk generalisasi, dengan
melakukan pengujian statistik dan steril dari pengaruh subjektif peneliti (Sekaran,
1992). Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
linier berganda. Analisis regresi berganda adalah analisis mengenai beberapa
variabel independen dengan satu variabel dependen.
Secara umum, analisis regresi adalah analisis mengenai variable
independen dengan variabel dependen yang bertujuan untuk mengestimasi nilai
rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui
(Gujarati, 2003). Teknik yang digunakan untuk mencari nilai persamaan regresi
yaitu dengan analisis Least Squares (kuadrat terkecil) dengan meminimalkan
jumlah dari kuadrat kesalahan.
Dalam analisis regresi selain mengukur seberapa besar hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen, juga menunjukkan bagaimana
hubungan antara variabel independen dengan dependen, sehingga dapat
38
membedakan variabel independen dengan variabel dependen tersebut (Ghozali,
2006). Dimana dalam penelitian ini, dua komponen dari pendapatan daerah yaitu
PAD, dana perimbangan, dan jumlah penduduk sebagai variabel independen,
akan dianalisis pengaruhnya terhadap pengeluaran pemerintah daerah Kabupaten
dan Kota di Jawa Tengah sebagai variabel dependen.
Beberapa langkah yang dilakukan dalam analisis regresi linier masing-
masing akan dijelaskan di bawah ini:
3.5.1 Statistik Deskriptif
Penyajian statistik deskriptif bertujuan agar dapat dilihat profil dari data
penelitian tersebut dengan hubungan yang ada antar variabel yang digunakan
dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah
Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Jumlah Penduduk dan .Pengeluaran
Pemerintah.
3.5.2 Uji Asumsi Klasik
Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari
penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal,
tidak mengandung multikoloniaritas, dan heterokedastisitas. Untuk itu sebelum
melakukan pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu
pengujian asumsi klasik, yang terdiri dari:
3.5.2.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal.
39
Seperti diketahui bahwa uji t mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
Untuk menguji normalitas data, penelitian ini menggunakan analisis
grafik. Pengujian normalitas melalui analisis grafik adalah dengan cara
menganalisis grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi
kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis
lurus diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis
diagonal. Data dapat dikatakan normal jika data atau titik-titk terbesar di
sekitar garis diagonal dan penyebarannya mengikuti garis diagonal.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan
melihat histrogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan: Jika
data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi normal, maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas.
Jika data menyebar lebih jauh dari diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogram tidak menunjukkan
pola distribusi normal,maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas (Ghozali, 2006).
3.5.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (Ghozali, 2006). Uji
40
multikolonieritas ini digunakan karena pada analisis regresi terdapat asumsi
yang mengisyaratkan bahwa variabel independen harus terbebas dari gejala
multikolonieritas atau tidak terjadi korelasi antar variabel independen.
Cara untuk mengetahui apakah terjadi multikolonieritas atau tidak
yaitu dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana
setiap variable independen menjadi variabel dependen (terikat) dan
diregresi terhadap variable independen lainnya. Tolerance mengukur
variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum
dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai
Tolerance <0,10 atau sama dengan nilai VIF>10 (Ghozali, 2006).
3.5.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain atau untuk melihat penyebaran data. Jika variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut
Homokedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah tidak terdapat heteroskedastisitas.
Uji ini dapat dilakukan dengan melihat gambar plot antara nilai
prediksi variabel independen (ZPRED) dengan residualnya (SRESID).
41
Apabila dalam grafik tersebut tidak terdapat pola tertentu yang teratur dan
data tersebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka
diidentifikasikan tidak terdapat heteroskedastisitas (Ghozali,2006).
3.5.2.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
berganda linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t
dengan kesalahan penganggu pada periode t-1(sebelumnya). Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lain. Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang
seharusnya signifikan, menjadi tidak layak untuk dipakai (Singgih Santoso,
2000).
Autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan uji statistik Durbin
Watson. Singgih (2000), bila angka D-W diantara -2 samapai +2, berarti tidak
terjadi autokorelasi. Menurut Ghozali (2006), untuk mendeteksi ada atau
tidaknya autokorelasi bisa menggunakan Uji Durbin-Watson (DW test).
Tabel 3.1
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tdk ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dl
Tdk ada autokorelasi positif No decision dl ≤ d ≤ du
Tdk ada autokorelasi negatif Tolak 4 – dl < d < 4
Tdk ada autokorelasi negatif No decision 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl
Tdk ada autokorelasi, positif atau negatif Tdk ditolak du < d < 4 – du
Sumber: Imam Ghozali, 2006
42
3.5.3 Model Regresi
Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda linier yang
digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan yaitu PAD, Dana Perimbangan,
dan Jumlah Penduduk terhadap Pengeluaran Pemerintah yang berupa alokasi
belanja daerah (belanja langsung dan belanja tidak langsung). Data diolah dengan
bantuan software SPSS seri 12.00.
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi
variabel independen terhadap variabel dependen (sekaran, 1992). Persamaan
regresinya adalah:
Y= α+ β1 X1 + β2 X2 +β3 X3 + c
dimana :
Y= Pengeluaran Pemerintah Daerah
X1 = PAD
X2 = Dana Perimbangan
X3 = Jumlah Penduduk
α = konstanta
β1 β2β3 = koefisien regresi untuk masing-masing variabel X
3.5.4 Uji Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari Goodness of Fitnya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistic
disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah
43
kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006).
3.5.4.1 Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi (R²) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen.
Koefisien determinasi ini digunakan karena dapat menjelaskan kebaikan
dari model regresi dalam memprediksi variabel dependen. Semakin tinggi
nilai koefisien determinasi maka akan semakin baik pula kemampuan
variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2006).
Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R²
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati
satu berarti variabelvariabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
3.5.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji Statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variable
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali,
2006). Cara untuk mengetahuinya yaitu dengan membandingkan nilai F
hitung dengan nilai F tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada nilai
F tabel, maka hipotesis alternative diterima artinya semua variabel
44
independen secara bersama-sama dan signifikan mempengaruhi variabel
dependen.
3.5.4.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi
variable dependen (Ghozali, 2006). Uji statistik t ini digunakan karena
untuk memperoleh keyakinan tentang kebaikan dari model regresi dalam
memprediksi.
Cara untuk mengetahuinya yaitu dengan membandingkan nilai t
hitung dengan nilai t tabel. Apabila nilai t hitung lebih besar dibandingkan
dengan nilai t tabel maka berarti t hitung tersebut signifikan artinya
hipotesis alternatif diterima yaitu variabel independen secara individual
mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, bisa juga dilakukan dengan
melihat p-value dari masing-masing variabel. Hipotesis diterima apabila p-
value < 5 % (Ghozali, 2006).
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Keadaan Geografis Jawa Tengah
Propinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Propinsi yang paling
luas di Pulau Jawa dan berada di tengah jalur strategis antara Pulau
Sumatra-Jawa-Bali. Dilihat dari letak geografis, letak Propinsi Jawa
Tengah berada pada 50 40’ - 80 30’ lintang selatan (LS) dan 1080 31’ –
1110 30’ bujur timur (BT) termasuk Kepulauan Karimun Jawa. Propinsi
Jawa Tengah memiliki luas total mencapai 3,25 juta hektar atau sekitar
25,04 persen dari luas total Pulau Jawa dan sekitar 1,7 persen dari luas
wilayah Indonesia. Batas Propinsi Jawa Tengah meliputi :
Utara : Laut Jawa
Timur : Propinsi Jawa Timur
Selatan : Propinsi D.I. Jogjakarta dan Samudera Indonesia
Barat : Propinsi Jawa Barat
Secara geografis Propinsi Jawa Tengah memiliki daerah yang
bervariasi, mulai dari dataran rendah sampai pegunungan dengan
dataran tingginya. Secara umum memiliki iklim tropis dengan suhu rata-
rata 240 – 310 C. Wilayah yang memiliki ketinggian kurang dari 100 m
di atas permukaan laut (dpl) seluas 53 persen, ketinggian 100-500 m dpl
sekitar 27,4 persen, ketinggian 500-1000 m dpl sekitar 14,7 persen dan
sisanya sekitar 4,6 persen memiliki ketinggian di atas 1000 m dpl.
Kesuburan tanah disebabkan keberadaan beberapa gunung api yang
masih aktif sehingga menjadikan Jawa Tengah sebagai salah satu
penghasil padi yang cukup besar. Lahan pertanian yang berupa tanah
sawah memiliki luas 996 ribu hektar atau sebesar 30,60 persen dan
lahan pertanian bukan sawah seluas 2,26 juta hektar atau 69,32 persen.
Lahan sawah berpengairan teknis sebesar 38,93 persen dan lahan yang
dapat ditanami padi lebih dari 2 kali sebesar 69,33 persen.
Potensi sumber daya alam yang dimiliki Propinsi Jawa Tengah
cukup besar dan beragam jenisnya. Potensi air permukaan terdapat pada
satuan wilayah sungai yang meliputi : Bengawan Solo, Serayu,
Citanduy, Comal, Pemali dan Jratunseluna dengan potensi sebesar
94.752,82 m3/tahun dan potensi air bawah tanah sebesar 532,172 juta
m3. Sektor pertambangan dan bahan galian belum dimanfaatkan secara
optimal dan baru penambangan bahan galian c yang sudah banyak
diusahakan. Potensi lain yang cukup besar tapi belum banyak
diusahakan secara optimal adalah sumber daya pantai dan lautan.
4.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Tabel 4.1
PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2010
(dalam jutaan rupiah) No. Daerah 2008 2009 2010 1 Kab. Banjarnegara 41909 49599 60036 2 Kab. Banyumas 89086 101414 65364 3 Kab. Batang 29990 36518 44570 4 Kab. Blora 45377 50000 56500 5 Kab. Boyolali 53787 65124 80020 6 Kab. Brebes 45819 65081 70467 7 Kab. Cilacap 71290 100784 126058 8 Kab. Demak 32271 41866 54560 9 Kab. Grobogan 44648 46891 56176 10 Kab. Jepara 55951 72718 71081 11 Kab. Karanganyar 54224 64017 73977 12 Kab. Kebumen 53940 61130 67981 13 Kab. Kendal 60462 62627 75774 14 Kab. Klaten 51335 59156 71371 15 Kab. Kudus 56442 71405 92294 16 Kab. Magelang 70945 69555 78651 17 Kab. Pati 57506 70624 92114 18 Kab. Pekalongan 41228 48132 55968 19 Kab. Pemalang 51928 53659 61499 20 Kab. Purbalingga 56222 68866 68143 21 Kab. Purworejo 39591 47481 60989 22 Kab. Rembang 47343 56755 78227 23 Kab. Semarang 69439 90188 97182 24 Kab. Sragen 54013 57450 69398 25 Kab. Sukoharjo 43082 45132 60298 26 Kab. Tegal 52751 67133 74304 27 Kab. Temanggung 36697 39993 55095 28 Kab. Wonogiri 41529 60943 64818 29 Kab. Wonosobo 31513 45003 60541 30 Kota Magelang 33989 49374 50086 31 Kota Pekalongan 21757 22545 38186 32 Kota Salatiga 34301 38991 51590 33 Kota Semarang 236882 259411 293827 34 Kota Surakarta 95039 106759 120183 35 Kota Tegal 59021 65269 79133
Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah 2010, dan Dinas Pendapatan Daerah diolah
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat Kota Semarang pada tahun 2010
masih menduduki peringkat pertama dalam pendapatan asli daerah yaitu
sebesar Rp. 293.827,00 (dalam jutaan rupiah) yang diantaranya berasal
dari penerimaan pajak, retribusi dan penerimaan lain-lain. Desentralisasi
fiskal akibat diberlakukannya otonomi daerah juga membawa dampak
pada nilai pendapatan daerah yang rata-rata meningkat pertahunnya,
terutama pada tahun 2008 ke 2009. Kenaikan pendapatan ini dipacu
oleh penerapan otonomi daerah yang mengharuskan setiap daerah harus
mampu menggali potensi daerahnya sendiri guna membiayai
pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan daerah tersebut.
Berikut adalah rincian interval PAD Kabupaten/Kota Di Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2008-2010:
Tabel 4.2 Interval PAD Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
Tahun 2008 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 21757.000000 - 75538.250000 Rendah 32 91% 75538.250000 - 129319.500000 Sedang 2 6% 129319.500000 - 183100.750000 Tinggi 0 0% 183100.750000 - 236882.000000 Sangat Tinggi 1 3%
Jumlah 35 100%
Tahun 2009 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 22545.000000 - 81761.500000 Rendah 30 86% 81761.500000 - 140978.000000 Sedang 4 11% 140978.000000 - 200194.500000 Tinggi 0 0% 200194.500000 - 259411.000000 Sangat Tinggi 1 3%
Jumlah 35 100%
Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 38185.620424 - 102095.896893 Rendah 32 91% 102095.896893 - 166006.173361 Sedang 2 6% 166006.173361 - 229916.449830 Tinggi 0 0% 229916.449830 - 293826.726298 Sangat Tinggi 1 3%
Jumlah 35 100%
Tabel 4.1 dalam bentuk histogram adalah sebagai berikut:
Gambar 4.1
PAD Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2008-2010
Tabel 4.3
Perhitungan nilai maksimum, minimum, dan rata-rata PAD Tahun 2008-2010
Perhitungan nilai 2008 2009 2010 max 236882 259411 293827 min 21757 22545 38186 R 215125 236866 255641 I 4 4 4 P 53781.3 59216.5 63910.28 sum 1961307 2311593 2676463 average 56037.3 66045.51 76470
Dari gambar histogram 4.1 dan tabel 4.2 tersebut dapat dilihat
bahwa PAD Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah yang paling
tinggi adalah Kota Semarang yaitu sebesar 12.08%, 11.22%, 10.98%
dari total PAD Jawa Tengah. pada tahun 2008 sampai tahun 2010.
Sedangkan PAD terendah adalah Kota Pekalongan yaitu sebesar 1.11%,
0,98% dan 1,43%.
Apabila diklasifikasikan, PAD Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Tengah tergolong rendah, karena jika dibuat interval kategori rata-rata
PAD Kabupaten/Kota mempunyai PAD dikategori rendah yaitu dengan
PAD antara 38185.620424-102095.896893. Sebanyak 32 Kabupaten/Kota
mempunyai PDRB rendah atau sekitar 91% dari Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah yang diteliti dalam penelitian ini.
4.1.3 Dana Perimbangan
Dengan adanya pertumbuhan ekononomi yang tidak sama,
menyebabkan perlunya pemberian sumber-sumber keuangan secara
proporsional. Hal tersebut diwujudkan dengan pengaturan pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan
keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber pembiayaan
pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan Pemerintah
Pusat dan Daerah diperoleh berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi
dan tugas pembantuan seperti yang telah dimuat dalam UU No. 33 tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Meskipun dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah dianut asas
desentralisasi yang membagi tugas dan wewenang kepada daerah namun
dalam konteks negara kesatuan tanggung Jawab akhir terhadap kinerjanya
tetap ada pada Pemerintah Pusat.
Hal ini dapat dimengerti mengingat masing-masing daerah
mempunyai karakteristik dan potensi yang berbeda-beda, sehingga
peranan Pemerintah Pusat dalam memeratakan pembangunan sangat
dibutuhkan agar kesenjangan antar daerah dapat diperkecil. Pemerataan
pembangunan yang merupakan salah satu prinsip dasar penyelenggaraan
pemerintahan bertambah penting artinya agar pertumbuhan masing-
masing daerah dan antar daerah dapat berlangsung secara sinergis.
Pemberlakuan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pelimpahan
sebagian wewenang pemerintah daerah untuk mengatur dan
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dalam rangka
pembangunan nasional dan pemberlakuan Undang-undang No. 33 tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
dimaksudkan agar daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerah
tanpa tergantung dari bantuan pemerintah pusat. Pemerintah daerah
haruslah berupaya secara terus menerus menggali dan meningkatkan
sumber keuangannya sendiri melalui Pendapatan Asli Daerah.
Dana perimbangan adalah bentuk eksistensi pemerintah berupa
perhatian kepada daerah walaupun sudah diberlakuakan otonomi
daerah. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah tidak lepas tangan
terhadap pemerintah daerah. Keadaan dana perimbangan
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa tengah dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.4 menunjukkan total dana perimbangan di Kabupaten dan
Kota di Jawa Tengah tahun 2010 yang mana Kabupaten Cilacap
menduduki peringkat pertama dalam perolehan penerimaan dana
perimbangan dengan nilai sebesar Rp. 975.811,00 (dalam jutaan
rupiah), dan selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Semarang Rp.
890476,00 (dalam jutaan rupiah), Kabupaten Brebes Rp. 854690,00
(dalam jutaan rupiah).
Dana perimbangan terdiri dari dana Bagi Hasil Bukan Pajak dan
Dana Alokasi Umum serta Dana Alokasi Khusus yang merupakan
cerminan potensi dari daerah tersebut, dimana makin berpotensinya
suatu daerah yang misalnya memiliki sumber daya alam yang melimpah
dalam hal ini Kabupaten Cilacap dapat dijadikan contoh, akan
mendapatkan dana perimbangan yang berbeda dengan daerah yang tidak
memiliki sumber daya alam.
Tabel 4.4
Dana Perimbangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
(dalam jutaan rupiah) No. Daerah 2008 2009 2010 1 Kab. Banjarnegara 576049 609306 603656 2 Kab. Banyumas 758775 833422 849504 3 Kab. Batang 483092 521540 486890 4 Kab. Blora 617604 628767 654927 5 Kab. Boyolali 653104 696590 682045 6 Kab. Brebes 768374 805569 854690 7 Kab. Cilacap 877167 946940 975811 8 Kab. Demak 550311 606936 595617 9 Kab. Grobogan 668350 698380 735796 10 Kab. Jepara 607988 647325 645810 11 Kab. Karanganyar 594507 637401 610311 12 Kab. Kebumen 707707 754387 742276 13 Kab. Kendal 588314 638096 638707 14 Kab. Klaten 842257 849235 843371 15 Kab. Kudus 569334 677283 623076 16 Kab. Magelang 672395 721829 751955 17 Kab. Pati 709730 746891 734119 18 Kab. Pekalongan 551951 568512 590753 19 Kab. Pemalang 602135 686835 717656 20 Kab. Purbalingga 535713 550192 551774 21 Kab. Purworejo 602389 632254 621243 22 Kab. Rembang 497739 500541 497580 23 Kab. Semarang 587573 622144 608556 24 Kab. Sragen 628135 636579 649984 25 Kab. Sukoharjo 579448 623685 620295 26 Kab. Tegal 671443 719319 753024 27 Kab. Temanggung 495498 519564 508638 28 Kab. Wonogiri 696848 721399 729752 29 Kab. Wonosobo 449613 535865 545704 30 Kota Magelang 301525 309169 301332 31 Kota Pekalongan 321153 334170 314225 32 Kota Salatiga 277368 296457 282513 33 Kota Semarang 795101 1016322 890476 34 Kota Surakarta 508872 554533 531857 35 Kota Tegal 290538 310004 292126
Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah 2010, dan Dinas Pendapatan Daerah diolah
Berikut adalah rincian interval Dana Perimbangan (DP)
Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2010:
Tabel 4.5 Interval DP Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
Tahun 2008 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 277368.000000 - 427317.750000 Rendah 4 11% 427317.750000 - 577267.500000 Sedang 10 29% 577267.500000 - 727217.250000 Tinggi 16 46% 727217.250000 - 877167.000000 Sangat Tinggi 5 14%
Jumlah 35 100%
Tahun 2009 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 296457.000000 - 476423.250000 Rendah 4 11% 476423.250000 - 656389.500000 Sedang 17 49% 656389.500000 - 836355.750000 Tinggi 11 31% 836355.750000 - 1016322.000000 Sangat Tinggi 3 9%
Jumlah 35 100%
Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 282513.000000 - 455837.500000 Rendah 4 11% 455837.500000 - 629162.000000 Sedang 14 40% 629162.000000 - 802486.500000 Tinggi 12 34% 802486.500000 - 975811.000000 Sangat Tinggi 5 14%
Jumlah 35 100%
Tabel 4.4 dalam bentuk histogram adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2
Dana Perimbangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
Tabel 4.6
Perhitungan nilai maksimum, minimum, dan rata-rata DP Tahun 2008-2010
Perhitungan nilai 2008 2009 2010 max 919618 1016322 975811 min 276669 296457 282513 Range 642949 719865 693298 Interval 4 4 4 P 160737.25 179966.25 173324.5 Sum 20831703 22157441 22036049 Average 595192 633070 629601
Dari gambar histogram 4.2 dan tabel 4.5 tersebut dapat dilihat
bahwa Dana perimbangan paling pesat adalah Kabupaten Cilacap yaitu
sebesar 4,25%, 4,27%, 4,43% dari total dana perimbangan Jawa
Tengah. pada tahun 2008 sampai tahun 2010. Sedangkan dana
perimbangan terendah adalah Kota Salatiga yaitu sebesar 1,34%, 1,34%
dan 1,28% dari total dana perimbangan Jawa Tengah.
Apabila diklasifikasikan, dana perimbangan Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah tergolong sedang, karena jika dibuat interval
kategori rata-rata dana perimbangan Kabupaten/Kota mempunyai dana
perimbangan yaitu antara 455837.50-629162.00. Sebanyak 14
Kabupaten/Kota mempunyai dana perimbangan sedang atau sekitar 40%
dari Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah yang diteliti dalam
penelitian ini pada tahun 2010.
4.1.4 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 adalah
32,382,657 jiwa. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar
adalah Kabupaten Brebes (1.733.869 jiwa), Kabupaten Cilacap
(1.642.107 jiwa), dan Kota Semarang (1.555.984 jiwa). Sebaran
penduduk umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten
ataupun kota. Kawasan permukiman yang cukup padat berada di daerah
Semarang Raya (termasuk Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten
Demak dan Kendal), Solo Raya (termasuk sebagian wilayah Kabupaten
Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali), serta Tegal-Brebes-Slawi.
Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun.
Pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5% per
tahun), sedang yang terendah adalah Kota Pekalongan (0,09% per
tahun). Dari jumlah penduduk ini, 47% diantaranya merupakan
angkatan kerja.
Tabel 4.7
Jumlah Penduduk Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
(dalam satuan jiwa) No. Daerah 2008 2009 2010 1 Kab. Banjarnegara 869777 875167 868913 2 Kab. Banyumas 1503262 1510102 1554527 3 Kab. Batang 682561 686016 706764 4 Kab. Blora 835160 838159 829728 5 Kab. Boyolali 938469 943978 930531 6 Kab. Brebes 1788687 1800958 1733869 7 Kab. Cilacap 1626795 1629908 1642107 8 Kab. Demak 1034286 1042932 1055579 9 Kab. Grobogan 1336322 1345879 1308696 10 Kab. Jepara 1090839 1107973 1097280 11 Kab. Karanganyar 812423 819186 813196 12 Kab. Kebumen 1215801 1222542 1159926 13 Kab. Kendal 952011 965808 900313 14 Kab. Klaten 1133012 1136829 1130047 15 Kab. Kudus 786269 797617 777437 16 Kab. Magelang 1170894 1180217 1181723 17 Kab. Pati 1171605 1175232 1190993 18 Kab. Pekalongan 851700 858967 838621 19 Kab. Pemalang 1375240 1391284 1261353 20 Kab. Purbalingga 828125 834164 848952 21 Kab. Purworejo 722293 724973 695427 22 Kab. Rembang 575640 578232 591359 23 Kab. Semarang 911223 921865 930727 24 Kab. Sragen 860509 862910 858266 25 Kab. Sukoharjo 826699 833575 824238 26 Kab. Tegal 1415625 1420532 1394839 27 Kab. Temanggung 707707 714411 708546 28 Kab. Wonogiri 982730 985024 928904 29 Kab. Wonosobo 757746 760819 754883 30 Kota Magelang 134615 137055 118227 31 Kota Pekalongan 275241 277065 281434 32 Kota Salatiga 178451 182226 170332 33 Kota Semarang 1511236 1533686 1555984 34 Kota Surakarta 522935 528202 499337 35 Kota Tegal 240502 241070 239599
Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah 2010, dan Dinas Pendapatan Daerah diolah.
Berikut adalah rincian interval jumlah penduduk (JP)
Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2010:
Tabel 4.8 Interval JP Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
Tahun 2008 (dalam satuan jiwa)
Nilai Interval Kriteria f % 134615.000000 - 548133.000000 Rendah 5 14% 548133.000000 - 961651.000000 Sedang 16 46% 961651.000000 - 1375169.000000 Tinggi 8 23% 1375169.000000 - 1788687.000000 Sangat Tinggi 6 17%
Jumlah 35 100%
Tahun 2009 (dalam satuan jiwa)
Nilai Interval Kriteria f % 137055.000000 - 553030.750000 Rendah 5 14% 553030.750000 - 969006.500000 Sedang 16 46% 969006.500000 - 1384982.250000 Tinggi 8 23% 1384982.250000 - 1800958.000000 Sangat Tinggi 6 17%
Jumlah 35 100%
Tahun 2010 (dalam satuan jiwa)
Nilai Interval Kriteria f % 118227.000000 - 522137.500000 Rendah 5 14% 522137.500000 - 926048.000000 Sedang 14 40% 926048.000000 - 1329958.500000 Tinggi 11 31% 1329958.500000 - 1733869.000000 Sangat Tinggi 5 14%
Jumlah 35 100%
Tabel 4.7 dalam bentuk histogram adalah sebagai berikut:
Gambar 4.3
Jumlah Penduduk (JP) Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008-
2010
Tabel 4.9
Perhitungan nilai maksimum, minimum, dan rata-rata JP Tahun 2008-2010
Perhitungan nilai 2008 2009 2010 max 1788687 1800958 1733869 min 134615 137055 118227 Range 1654072 1663903 1615642 Interval 4 4 4 P 413518 415975.75 403910.5 Sum 32626390 32864563 32382657 average 932182.5714 938987.5143 925218.7714
Dari gambar histogram 4.3 dan tabel 4.8 tersebut dapat dilihat
bahwa rata-rata jumlah penduduk Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Tengah adalah 932182,5714, 938987,5143, 925218,7714 dari tahun
2008-2010. Jumlah penduduk paling besar adalah Kabupaten Brebes
yaitu sebesar 5,48%, 5,48%, 5,35% dari total jumlah penduduk Jawa
Tengah. pada tahun 2008 sampai tahun 2010. Sedangkan jumlah
penduduk terendah adalah Kota Magelang yaitu sebesar 0,41%, 0,42%
dan 0,37% dari total jumlah penduduk Jawa Tengah. pada tahun 2008
sampai tahun 2010.
Apabila diklasifikasikan, jumlah penduduk Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 tergolong sedang, karena jika
dibuat interval kategori rata-rata jumlah penduduk Kabupaten/Kota
mempunyai jumlah penduduk dikategori sedang yaitu dengan jumlah
penduduk antara 522137,50-926048,00. Sebanyak 14 Kabupaten/Kota
mempunyai jumlah penduduk sedang atau sekitar 40 persen dari
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah yang diteliti dalam penelitian
ini.
4.1.5 Pengeluaran Daerah
Dari tabel 4.10 di bawah dapat diketahui bahwa Kota Semarang
pada tahun 2008 mempunyai pengeluaran yang terdiri dari pengeluaran
rutin dan pengeluaran pembangunan yang paling besar diantara semua
Kabupaten dan Kota Rp. 1.351.845,00 (dalam jutaan rupiah), hal ini
mungkin dapat di maklumi karena Kota Semarang sebagai Ibu Kota
Propinsi Jawa Tengah yang mana segala kegiatan perekonomian Jawa
Tengah berpusat di sana, selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Cilacap
sebesar Rp1.047.201,00 (dalam jutaan rupiah), dan Kabupaten
Banyumas sebesar Rp. 1.046.091,00 (dalam jutaan rupiah). Seluruh
Kabupaten dan Kota di Jawa. Tengah mengalami kenaikan dalam
pengeluaran yang cukup signifikan pertahunnya terlebih dari tahun 2005
ke tahun 2006 setelah diberlakukannya desentralisasi fiskal pada daerah.
Tabel 4.10
Pengeluaran Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
(dalam jutaan rupiah) No. Daerah 2008 2009 2010 1 Kab. Banjarnegara 707148 729036 751601 2 Kab. Banyumas 1046091 1112316 1120297 3 Kab. Batang 603586 613547 601703 4 Kab. Blora 841778 866145 845449 5 Kab. Boyolali 788925 880086 964590 6 Kab. Brebes 1038723 1043264 1221167 7 Kab. Cilacap 1047201 1142689 1237942 8 Kab. Demak 708194 739360 805850 9 Kab. Grobogan 833353 817577 873480 10 Kab. Jepara 754396 804539 817087 11 Kab. Karanganyar 796488 799688 794316 12 Kab. Kebumen 911892 993216 999054 13 Kab. Kendal 771433 799716 828122 14 Kab. Klaten 1015523 1022358 1028962 15 Kab. Kudus 729760 901147 916230 16 Kab. Magelang 904917 911933 1017192 17 Kab. Pati 990449 985496 1016595 18 Kab. Pekalongan 670632 697229 707030 19 Kab. Pemalang 743391 769847 878511 20 Kab. Purbalingga 715223 702705 708423 21 Kab. Purworejo 710537 754722 775422 22 Kab. Rembang 596094 593546 629791 23 Kab. Semarang 726553 787322 777835 24 Kab. Sragen 802642 810434 857901 25 Kab. Sukoharjo 720414 740005 781475 26 Kab. Tegal 869416 913245 927856 27 Kab. Temanggung 594489 609738 646510 28 Kab. Wonogiri 828131 977243 975858 29 Kab. Wonosobo 616555 632221 679607 30 Kota Magelang 416823 471234 416607 31 Kota Pekalongan 390248 390965 414803 32 Kota Salatiga 368394 430982 403924 33 Kota Semarang 1351845 1604601 1679072 34 Kota Surakarta 765306 842538 838253 35 Kota Tegal 406025 478915 454855
Sumber : BPS Propinsi Jawa Tengah 2010, dan Dinas Pendapatan Daerah diolah.
Berikut adalah rincian interval pengeluaran daerah (PD)
Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2010:
Tabel 4.11
Interval PD Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
Tahun 2008 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 368394.000000 - 614256.750000 Rendah 7 20% 614256.750000 - 860119.500000 Sedang 19 54% 860119.500000 - 1105982.250000 Tinggi 8 23%
1105982.250000 - 1351845.000000Sangat Tinggi 1 3%
Jumlah 35 100%
Tahun 2009 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 390964.549089 - 694373.543205 Rendah 8 23% 694373.543205 - 997782.537322 Sedang 0 0% 997782.537322 - 1301191.531438 Tinggi 26 74%
1301191.531438 - 1604600.525554Sangat Tinggi 1 3%
Jumlah 35 100%
Tahun 2010 (dalam jutaan rupiah)
Nilai Interval Kriteria f % 403923.537000 - 722710.550500 Rendah 10 29% 722710.550500 - 1041497.564000 Sedang 0 0% 1041497.564000 - 1360284.577500 Tinggi 24 69%
1360284.577500 - 1679071.591000Sangat Tinggi 1 3%
Jumlah 35 100%
Tabel 4.10 dalam bentuk histogram adalah sebagai berikut:
Gambar 4.4
Pengeluaran Daerah (PD) Kabupaten/Kota Di Propinsi Jawa Tengah Tahun
2008-2010:
Tabel 4.12
Perhitungan nilai maksimum, minimum, dan rata-rata PD Tahun 2008-2010
2008 2009 2010 max 1351845 1604601 1679072 min 368394 390965 403924 Range 983451 1213636 1275148 Interval 4 4 4 P 245862.75 303408.9941 318787.0135 Sum 26782575 28369605 29393368 average 765216.4286 810560 839811
Dari gambar histogram 4.4 dan tabel 4.10 tersebut dapat dilihat
bahwa rata-rata pengeluaran daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Tengah adalah 765216,4286, 810560, 839811 dari tahun 2008-2010.
Jumlah pengeluaran daerah yang paling besar adalah Kota Semarang
yaitu sebesar 5,05%, 5,66%, 5,71% dari total jumlah pengeluaran
daerah Jawa Tengah. pada tahun 2008 sampai tahun 2010. Sedangkan
jumlah pengeluaran daerah terendah adalah Kota Salatiga yaitu sebesar
1,38%, 1,52%, 1,37% dari total jumlah pengeluaran daerah Jawa
Tengah. pada tahun 2008 sampai tahun 2010.
Apabila diklasifikasikan, jumlah pengeluaran daerah
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2010 tergolong
tinggi, karena jika dibuat interval kategori rata-rata jumlah pengeluaran
daerah Kabupaten/Kota mempunyai jumlah pengeluaran dikategori
sedang yaitu dengan jumlah pengeluaran daeerah antara
1041497,564000-1360284,577500. Sebanyak 24 Kabupaten/Kota
mempunyai jumlah pengeluaran daerah tinggi atau sekitar 69% dari
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah yang diteliti dalam penelitian
ini.
4.2 Analisis Data
Data yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan
antara data time series dan cross section dari 29 Kabupaten dan 6 Kota di
Propinsi Jawa Tengah periode 2008 sampai dengan 2010. Pemilihan rentang
waktu yang dimulai dari periode anggaran 2008 sampai dengan 2010, didasari
karena pada periode tersebut terjadi kebijakan baru dalam pemerintahan
dengan diberlakukannya otonomi daerah yang mendorong terjadinya
desentralisasi fiskal dalam keuangan daerah.
4.2.1. Uji Asumsi Klasik
4.2.1.1 Uji Normalitas Data
Output perhitungan dari uji normalitas dapat dilihat pada grafik
Regression Charts di gambar 4.5. Pada grafik diketahui bahwa data
menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi telah memenuhi asumsi normalitas, sehingga
model regresi dalam penelitian ini layak dipakai untuk prediksi kinerja
aparat pemerintah daerah berdasar masukan variabel independennya.
Gambar 4.5
Uji Normalitas Data
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Expe
cted
Cum
Pro
b
Dependent Variable: y
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
4.2.1.2 Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas adalah uji yang digunakan untuk
mengetahui apakah antara variabel bebas yang terdapat dalam model
regresi memiliki hubungan yang sempurna atau tidak. Model regresi
yang bebas dari multikolinieritas memiliki nilai VIF di bawah 10 dan
nilai tolerance di atas 0,1. Berdasarkan hasil uji multikolinieritas
diperoleh nilai VIF untuk variabel X1 = 1,328, X2 = 6,525 dan X3 =
5,872 sangat jauh dari 10 dan nilai tolerance di atas 0,1. Dengan
demikian dalam model regresi tidak terdapat multikolinieritas. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.13
Uji Multikolinieritas Variabel Bebas dalam Penelitian
Variabel Colinieraty Statistic
Tolerance VIF
PAD 0,753 1.328
Dana Perimbangan 0.153 6,525
Jumlah Penduduk 0.170 5,872
Sumber : SPSS 12.0
4.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah
terjadi penyimpangan model karena varian pengganggu yang berada
antara satu observasi ke observasi lain. Untuk mengetahui adanya
hetersokedastisitas dapat dilihat dengan melihat grafik plot antara nilai
prediksi variabel terikat dengan nilai residualnya. Deteksi terhadap ada
tidaknya heterokedasitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu
pada grafik scatterplot antara prediksi variabel terikat. Hasil uji
heteroskedastisitas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.6
Uji Heteroskedastisitas Variabel Bebas dalam Penelitian
-2 -1 0 1 2 3 4
Regression Standardized Predicted Value
-2
0
2
4
6
8
10
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
Dependent Variable: y
Scatterplot
Dari gambar di atas menunjukan bahwa scaterplot tidak
membentuk pola tertentu, maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
4.2.1.4 Uji Autokorelasi
Output perhitungan dari uji autokorelasi dapat dilihat pada
tabel di bawah ini, hasil dari perhitungan autokorelasi menunjukkan
yaitu:
Tabel 4.14
Hasil perhitungan Uji Autokorelasi
Nilai D-W Test Kesimpulan
2,070 Tidak ada autokorelasi
Sumber : SPSS 12.0
Pada perhitungan Durbin-Watson test di atas diperoleh angka
Durbin-Watson test sebesar 2,070 karena nilai D-W Test dalam model
regresi ini terletak diantara 1,55 dan 2,47, maka diambil keputusan
tidak ada masalah autokorelasi dalam model regresi ini, sehingga dapat
dikatakan model regresi dalam penelitian ini layak untuk memprediksi
besar besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi
Jawa Tengah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.15
Tabel hasil perhitungan Durbin Waston test
Hasil perhitungan Klasifikasi
Kurang dari 1,10 Ada autokorelasi (Positive)
1,10 – 1,54 Tanpa kesimpulan/Ragu-Ragu
1,55 – 2,47 Tidak ada autokorelasi
2,47 – 2,90 Tanpa kesimpulan/Ragu-Ragu
Lebih dari 2,90 Ada autokorelasi (Negative)
Sumber: Algifari, 2000
4.2.2 Analisis Regresi Berganda
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan analisis regresi berganda. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini ada 3, yaitu 1) ada pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
(X1) terhadap besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah, 2) ada pengaruh Dana Perimbangan (X2) terhadap
besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Tengah, 3) tidak ada pengaruh Jumlah Penduduk (X3) terhadap besaran
pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah.
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui bentuk pengaruh antara
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Jumlah Penduduk,
perbedaan antara Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan
Jumlah Penduduk untuk menguji apakah secara parsial veriabel-variabel
bebas tersebut berpengaruh secara signifikan, dan untuk mengetahui besarnya
koefisien determinasi baik secara parsial. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for Windows Relase
12,00 diperoleh hasil seperti yang terangkum dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.16
Hasil Analisis Regresi Berganda
Variabel independen Coefficients Beta t hitung Sig. Interpretasi
(Constant) 67476,353 1,653 0,101 Pendapatan Asli Daerah 2,148 8,885 0,000* H1 terbukti
Dana Perimbangan 0,912 6,885 0,000* H2 terbukti
Jumlah Penduduk 0,042 0,836 0,405 H3 tidak terbukti
R = 0, 932 F hitung = 223,705 R2 = 0, 869 Sig. = 0,000* Adjusted R2 = 0, 865
*) Signifikan pada level 0,05 Variabel dependen : Besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah
Dari hasil analisis data, maka hasil persamaan regresi adalah sebagai
berikut: Y = 67476,353+2,148X1 + 0,912X2 + 0,042X3
Artinya:
‐ Koefisien regresi untuk variabel Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana
Perimbangan (X2), Jumlah Penduduk (X3), menunjukkan pengaruh
terhadap Besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah (Y).
‐ Konstanta α = 67476,353, artinya jika jumlah PAD, jumlah dana
perimbangan, dan jumlah penduduk nilainya adalah 0, maka
Pengeluaran Pemerintah Daerah nilainya positif sebesar 67476,353.
‐ Koefisien β1 = 2,148, artinya jika jumlah PAD ditingkatkan sebesar 1
satuan, maka Pengeluaran Pemerintah Daerah nilainya meningkat
sebesar 2,148 satuan.
‐ Koefisien β2 = 0,912, artinya jika jumlah dana perimbangan
ditingkatkan sebesar 1 satuan, maka Pengeluaran Pemerintah Daerah
nilainya meningkat sebesar 0,912 satuan.
‐ Koefisien β3 = 0,042, artinya jika jumlah penduduk ditingkatkan
sebesar 1 satuan, maka Pengeluaran Pemerintah Daerah nilainya
meningkat sebesar 0,042 satuan.
4.2.3 Uji Hipotesis
4.2.3.1 Koefisien determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar sumbangan pengaruh variabel independen terhadap
naik turunnya variabel dependen. Jika R2 mendekati 1, ini
menunjukkan bahwa variabel independen secara bersama berpengaruh
terhadap variabel dependen sehingga model yang digunakan dapat
dikatakan baik. Dari hasil olahan analisis regresi dapat diketahui
adjusted R squared sebesar 0,865. Hal ini menunjukkan bahwa
variabel Besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah benar-benar dijelaskan oleh variabel Pendapatan
Asli Daerah (X1), Dana Perimbangan (X2) dan Jumlah Penduduk (X3)
terhadap besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah sebesar 86,5% dan 13,5% dijelaskan oleh
variabel-variabel lain di luar penelitian ini.
4.2.3.2 Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variable independen
secara bersama-sama terhadap variable dependen. (Priyatno, 2010: 83).
Dari hasil regresi diperoreh nilai F 223,705 dengan signifikansi
0,000. Dengan harga signifikansi kurang dari 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa hipotesis kerja yaitu ”Ada pengaruh PAD, dana
perimbangan, jumlah penduduk terhadap pengeluaran pemerintah
Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah tahun 2008-2010” diterima. Dan
hipotesis nol ”Tidak ada pengaruh PAD, dana perimbangan, jumlah
penduduk terhadap pengeluaran pemerintah Kabupaten dan Kota di
Jawa Tengah tahun 2008-2010” ditolak. Besarnya kontribusi antara
sumbangan yang diberikan oleh variabel PAD, dana perimbangan dan
jumlah penduduk terhadap pengeluaran pemerintah daerah secara
bersama-sama dapat diketahui dari nilai koefisien determinasi ganda
atau R2. Besarnya R2 berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan
SPSS 12.0 diperoleh sebesar 0,865. Dengan demikian besarnya
pengaruh yang diberikan oleh variabel PAD, dana perimbangan dan
jumlah penduduk terhadap pengeluaran pemerintah daerah secara
bersama-sama adalah sebesar 86.5%.
4.2.3.3 Uji Parsial (Uji t)
Uji ini untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing
variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen. Jika
nilai signifikansi α ≤ 0,05, maka dapat dikatakan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel
dependen secara individu. Sebaliknya jika nilai signifikansi α > 0,05
maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan (Santosa, 2000:168).
Sumbangan ketiga variabel bebas yaitu PAD, dana
perimbangan, dan jumlah penduduk terhadap pengeluaran pemerintah
daerah secara parsial adalah sebagai berikut :
Tabel 4.17
Hasil Uji Parsial Berdasar Uji t Pada Persamaan Regresi Linier Berganda
No Variabel t Sig Tingkat signifikan
5 persen
Kesimpulan
1 PAD 8,885 0,000 < 5 persen Secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pengeluaran Pemerintah.
2 Dana Perimbangan
6,886 0,000 < 5 persen Secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Pengeluaran Pemerintah.
3 Jumlah penduduk
0,836 0,405 > 5 persen Secara parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Pengeluaran Pemerintah.
Sumber : SPSS 12.0
Penjelasan dari tabel 4.17 adalah sebagai berikut:
1. Variabel Pendapatan Asli Daerah (X1), menunjukkan t hitung sebesar
8,885 pada tingkat signifikansi 0,000, karena tingkat signifikansi 0,000
≤ 0,05. Hal ini berarti variabel Pendapatan Asli Daerah (X1)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Besaran pengeluaran
pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah (Y), dengan
demikian Hipotesis H1 terbukti.
2. Variabel Dana Perimbangan (X2), menunjukkan t hitung sebesar 6,886
pada tingkat signifikansi 0,000, karena tingkat signifikansi 0,000 <
0,05. Hal ini berarti variabel Dana Perimbangan (X2) berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel Besaran pengeluaran pemerintah 35
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah (Y), dengan demikian
Hipotesis H2 terbukti.
3. Variabel Jumlah Penduduk (X3), menunjukkan t hitung sebesar 0,836
pada tingkat signifikansi 0,405, karena tingkat signifikansi 0,405 >
0,05. Hal ini berarti variabel Jumlah Penduduk (X3) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel besaran pengeluaran pemerintah 35
Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah (Y), dengan demikian
Hipotesis H3 tidak terbukti.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hasil Temuan Hipotesis H 1 dan Pembahasan
PAD mempunyai peranan yang strategis di dalam keuangan daerah
karena bagi suatu daerah sumber pendapatan daerah merupakan tiang utama
penyangga kehidupan daerah. Oleh karena itu para ahli sering memakai PAD
sebagai alat analisis dalam menilai tingkat otonomi suatu daerah. Pemerintah
daerah dalam melaksanakan berbagai kebijakan keuangan dengan otonomi
untuk mengatur keperluan rumah tangganya tentu membutuhkan dana. Hal ini
menunjukkan betapa pentingnya faktor keuangan untuk melaksanakan
otonomi daerah.
Seperti halnya yang dikemukakan oleh Kaloh bahwa, jika penerimaan
PAD telah mencapai 20% dari pengeluaran daerah, maka sumber keuangan
daerah sudah dapat dikatakan cukup, sehingga ketergantungan pemerintah
daerah terhadap pemerintah pusat kecil. Jadi semakain besar prosentase PAD
terhadap pengeluaran daerah, maka otonomi daerah dapat dikatakan semakin
baik. Agar supaya daerah dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan
sebaik-baiknya, maka kepadanya perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan
yang cukup. Namun mengingat tidak semua sumber-sumber pembiayaan dapat
diberikan kepada daerah maka kepada darah diwajibkan untuk menggali
segala sumber keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundanga-
undangan yang berlaku.
Hasil temuan pertama dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan variabel Pendapatan Asli Daerah
terhadap variabel besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah, ini berarti bahwa peningkatan atas Pendapatan Asli
Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Badan Usaha Milik
Daerah, Penerimaan dari Dinas-dinas dan Penerimaan Lain-lain). Oleh karena
itu hipotesis H1 dalam penelitian ini diterima.
Penjelasaanya dapat dilihat dari hasil persamaan analisis regresi
berganda, PAD mempunyai koefisien beta sebesar 2,148, dengan nilai t hitung
sebesar 8,885 dan taraf signifikan sebesar 0,000. Karena tingkat signifikansi
0,000 < 0,05, ini berarti variabel PAD (X1) berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah (Y), dengan demikian Hipotesis H3 terbukti. Hasil
temuan ini sesuai dengan hukum Wagner, yaitu adanya korelasi positif antara
pengeluaran pemerintah dengan tingkat pendapatan nasional.
Hasil penelitian ini memperkuat penelitian Halim (2001) yang
menyatakan bahwa peran pemerintah daerah dalam menggali dan
mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah
akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah.
4.3.2 Hasil Temuan Hipotesis H2 dan Pembahasan
Hasil temuan kedua dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang positif dan signifikan variabel Dana Perimbangan terhadap
variabel besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Tengah, dalam hal ini dana bagi hasil (DHB), dana alokasi umum (DAU), dan
dana alokasi khusus (DAK), tidak terjadi ketimpangan keuangan antara pusat
dan daerah serta antar daerah, sehingga terjadi peningkatan kualitas pelayanan
daerah. Oleh karena itu hipotesis H2 dalam penelitian ini diterima.
Penjelasaanya dapat dilihat dari hasil persamaan analisis regresi
berganda, Dana Perimbangan mempunyai koefisien beta sebesar 0,912,
dengan nilai t hitung sebesar 6,885 dan taraf signifikan sebesar 0,000. Karena
tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, ini berarti variabel Dana Perimbangan (X2)
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel besaran pengeluaran
pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah (Y), dengan
demikian Hipotesis H2 tidak terbukti.
Hal ini sejalan dengan model pembangunan tentang perkembangan
pengeluaran pemerintah yang dikemukakan oleh Rostow dan Musgrave. Pada
tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap
total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan
sebagainya.
Dengan adanya otonomi daerah ini berarti Pemerintah Daerah dituntut
untuk lebih mandiri, tak terkecuali juga mandiri dalam masalah financial.
Meski begitu Pemerintah Pusat tetap memberi dana bantuan yang berupa Dana
Alokasi Umum (DAU) yang di transfer ke Pemerintah Daerah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Maemunah (2006) menyatakan
Dalam praktiknya, transfer dari Pemerintah Pusat merupakan sumber
pendanaan utama Pemerintah Daerah untuk membiayai operasional daerah,
yang oleh Pemerintah Daerah ”dilaporkan” diperhitungan anggaran. Tujuan
dari transfer ini adalah untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah
dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh
negeri.
4.3.3 Hasil Temuan Hipotesis H3 dan Pembahasan
Pertumbuhan penduduk (bertambahnya tenaga kerja) dalam jangka
panjang akan menurunkan kembali tingkat pembangunan ke tahap yang lebih
rendah. Ini terjadi karena hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang,
karena dalam jangka panjang perekonomian akan mencapai keadaan
stationary state Dengan rendahnya tingkat investasi maka lapangan pekerjaan
yang tersedia juga semakin sedikit sehingga produkivitas yang dihasilkan juga
semakin menurun. Untuk dapat meningkatkan produktivitas maka yang
diperlukan adalah peningkatan akumulasi modal. Jumlah penduduk yang
banyak tetapi efisiensi dan produktifitas sangat tinggi ini akan dapat
meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
Hasil temuan ketiga dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat pengaruh yang signifikan variabel Jumlah Penduduk terhadap
variabel besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa
Tengah. Oleh karena itu hipotesis H3 dalam penelitian ini ditolak.
Variabel Jumlah Penduduk (X3), menunjukkan t hitung sebesar 0,836
pada tingkat signifikansi 0,405, karena tingkat signifikansi 0,405 > 0,05. Hal
ini berarti variabel Jumlah Penduduk (X3) tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel besaran pengeluaran pemerintah 35 Kabupaten/Kota di
Propinsi Jawa Tengah (Y), dengan demikian Hipotesis H3 tidak terbukti.
Variabel Jumlah Penduduk mempunyai tanda parameter positif yang
berarti setiap kenaikan 1% Jumlah Penduduk pada setiap pemerintah daerah
Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah akan menyebabkan kenaikan
pengeluaran pemerintah di masing-masing daerah sebesar 0,042%. Pengujian t
membuktikan bahwa nilai t-statistik berada pada daerah penerimaan H0,
artinya variabel independen Jumlah Penduduk secara signifikan tidak
berpengaruh terhadap variabel pengeluaran pemerintah di Kota dan Kabupaten
se Jawa Tengah. Dengan kata lain Jumlah Penduduk tidak mampu
mempengaruhi pengeluaran pemerintah masing-masing daerah secara
signifikan.
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisa data yang telah dilakukan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah pada daerah
Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1) Dari hasil pengujian koefisien regresi secara parsial (uji T) dapat disimpulkan
bahwa variabel penjelas Pendapatan Asli Daerah (X1) dengan pengeluaran
pemerintah di masing-masing daerah Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah
terdapat pengaruh yang signifikan, yang berarti sesuai dengan hipotesa. Variabel
ini menggambarkan peranan PAD dalam membiayai pengeluaran pemerintah
pada masing-masing daerah yang mana pengeluaran tersebut terdiri dari
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Yang mana setiap kenaikan
1% PAD hanya akan menyebabkan pengeluaran pemerintah pada masing-masing
daerah bertambah sebesar 2,148%.
2) Variabel Dana Perimbangan mempunyai tanda parameter positif yang berarti
sesuai dengan hipotesa. Kenaikan 1% Dana Perimbangan yang diberikan
pemerintah pusat pada pemerintah daerah Kota dan Kabupaten se Jawa
Tengah akan menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah di masing-
masing daerah sebesar 0,912%. Pengujian t membuktikan bahwa nilai t-
statistik berada pada daerah penolakan H0, artinya variabel independen Dana
80
Perimbangan secara signifikan berpengaruh terhadap variabel pengeluaran
pemerintah di Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah. Dengan kata lain Dana
Perimbangan mampu mempengaruhi pengeluaran pemerintah masing-masing
daerah secara positif.
3) Variabel Jumlah Penduduk mempunyai tanda parameter positif yang berarti
sesuai dengan hipotesa. Kenaikan 1% Jumlah Penduduk pada setiap
pemerintah daerah Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah akan menyebabkan
kenaikan pengeluaran pemerintah di masing-masing daerah sebesar 0,042 %.
Pengujian t membuktikan bahwa nilai t-statistik berada pada daerah
penerimaan H0, artinya variabel independen Jumlah Penduduk secara
signifikan tidak berpengaruh terhadap variabel pengeluaran pemerintah di
Kota dan Kabupaten se Jawa Tengah. Dengan kata lain Jumlah Penduduk
tidak mampu mempengaruhi pengeluaran pemerintah masing-masing daerah
secara signifikan.
5.2 Saran
1) Pemda perlu meningkatkan PAD dengan memaksimalkan kekayaan
sumber daya alam seperti tempat-tempat wisata, daerah tambang minyak
dan memberikan modal kepada masyarakat yang memiliki kekayaan alam
untuk diolah dan dijadikan pemasukan daerah sehingga dapat
meningkatkan PAD
81
2) Untuk Dana Perimbangan, pengelola perlu mengetahui sumber-sumber
pendapatan masing-masing daerah sehingga dapat menyeimbangkan
antara pendapatan dengan pengeluaran dengan lebih seksama.
3) Untuk Jumlah Penduduk, pemerintah daerah perlu menata kembali
kebijakan kependudukan di wilayah masing-masing. Selain itu pemerintah
perlu mensosialisasikan pentingnya pendidikan yang bertujuan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mensosialisasikan
kepada masyarakat tentang peranan masyarakat dalam keikutsertaannya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
4) Daerah yang maju adalah daerah yang memiliki sumber daya manusia
dengan tingkat pendidikan tinggi yang dapat mendorong pertumbuhan
perekonomian serta kesejahteraan masyarakatnya meningkat
82
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priyo Hari, 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan dan Pendapatan Asli daerah (Studi Kasus kabupaten dan Kota se Jawa- Bali), Simposium Nasional Akuntansi. Padang.
Algifari. 2000. Analisis regresi. BPFE : Yogyakarta
Arif, Bahtiar. 2002. Akuntansi pemerintahan. Penerbit. Jakarta: Salemba 4.
Bailey, White. 1995. “Decentralization, Governance and Public Services The Impact Of Institutional Arrangements.” IRIS Center, University of Maryland, College Park.
Bastian, Indra. 2002. Sistem Akuntansi Sektor Publik Penerbit. Jakarta: Salemba4.
Brata, Aloysius Gunadi. 2004. Komposisi Penerimaan Sektor Publik Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Budiharjo, Ari, 2003. Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Inflasi Terhdap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pada Kabupaten dan Kota Di Propinsi Jawa Tengah, Tesis Pasca Sarjana UNDIP, Tidak Diterbitkan
Budi Setyawan dan Priyo Hari Adi. Pengaruh Fiscal Stress Terhadap Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah Dan Belanja Modal (Studi Empiris Pada Kabupaten/Kota Se Jawa Tengah). Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana. Simposium Nasional Riset Ekonomi & Bisnis Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) 28 Juni 2008.
Darise, Nurlan. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Penerbit PT. Indeks.
Darwanto dan Yustikasari, Yulia, Pengaruh pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, Makalah disajikan pada Seminar Antarbangsa di Universitas Hassanudin, Makassar, 26-28 Juli 2007.
Gaspersz, Vincent, Esthon Foenay. 2003. Kinerja Pendapatan Ekonomi Rakyat Dan Produktivitas Tenaga Kerja Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II - No. 8 - Nopember 2003.
Ghozali, Imam, Arifin Sabeni. 1997. Pokok-pokok Akuntansi Pemerintahan. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbitan Universitas Diponegoro.
83
Gujarati, Damodar N. 2003. Fourth Edition, Basics Econometrics. New York: McGraw-Hill.
Halim, Abdul. 2001. Analisis Diskripsi Pengaruh Fiskal Stress pada APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah. KOMPAK. STIE YO. Yogyakarta. 127-146.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba 4.
Isdijoso, Brahmantio, Analisis Kebijakan Fiskal Pada Era Otonomi Daerah (Studi Kasus: Sektor Pendidikan di Kota Surakarta), Kajian Ekonomi Dan Keuangan Vol. 6 No. 1, 2002.
Kaloh, J. 2004. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Sinar Harapan
Kawedar, Warsito, Abdul Rohman, dan Sri Handayani. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Pendekatan Penganggaran Daerah dan Akuntansi Keuangan Daerah. Semarang: Penerbit UNDIP.
Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perekonomian, Strategi dan Peluang. Penerbit Erlangga.
Machfud Sidik dan Soewondo. 1992. Perekonomian Makro dan Mikro.
http://google.go.id.jurnalekonomi// Diakses 2 Nopember 1992. Pukul11.20.
Maimunah, Mutiara. 2006. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Pulau Sumatera. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Mangkoesoebroto, M. 1993. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE – YKPN.
Mankiw, N.Gregory. 2003. Macroeconomics. Harvard University: Worth Publishers.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen keuangan daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Paidi Hidayat, Wahyu Ario Pratomo dan D. Agus Harjito. 2007. Analysis of Financial Performance Of Newly Created Regencies/Cities In North Sumatera. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 3, Desember 2007 Hal: 213 – 222
Prakosa, Kesit Bambang. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (Dau) Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Prediksi Belanja Daerah
84
(Studi Empirik di Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan DIY) JAAI volume 8 no. 2, Desember 2004 101.
Pratiwi, Novi. 2007. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah Pada Kabupaten/Kota di Indonesia. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII.
Priyanto, Duwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian. Yogyakarta: Gava Media.
Puspita Sari, Noni dan Idhar Yahya. 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendaptan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Langsung. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Safitri, Nurul Aisyiyah. 2008. Analisis Kinerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Sebelum dan Sesudah Pemberlakuan Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006 Studi Pada Pemerintah Kabupaten Kudus.
Samudra, Azhari A. 1995. Perpajakan di Indonesia: Keuangan, Pajak, dan Retribusi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan). Semarang: Fakultas Ekonomi UNDIP.
Singgih, Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Sekaran, Uman, Research Method for Business : A skill Building Approach, 7th
Edition, New York: John Wiley and Sons, 2002.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik) : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Sukriy dan Halim Abdullah (c), Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah:Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Jawa dan Bali, Simposium Nasional Akuntansi VI:1140-1159, Surabaya 16-17 Oktober 2003.
Soetrisno, 1986. Dasar-dasar Ilmu Keuangan Negara. Yogyakarta: BPFE.
Triwidodo, Pambudi. 2007. Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Bali. Skripsi Sarjana (dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII.
Lembaran Negara Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
85
Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29/2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksana Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.
. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
. Undang-Undang No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
. Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
. Undang-Undang No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah.
. Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Wajong, J. 1960. Perimbangan Keuangan Antara Negara dengan Daerah-Daerah. Jakarta: Satadarma.
Widarjono, Agus 1999. Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia : Analisis Kausalitas , Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 4 No 2 Tahun 1999.
Wirosardjono, Sucipto, 1998. Pertumbuhan Penduduk Indonesia Catatan Analisa, Prisma, No 3 Tahun XVII.
http://www.bpkp.go.id
http://www.bppk.depkeu.go.id/index.php/2008050879/jurnalakuntansipemerintah
Realisasi APBD Tahun 2008-2010 Total Se-provinsi Jawa Tengah dalam angka.
www.djpk.depkeu.go.id
86
LAMPIRAN
87
Data Penelitian
Pendapatan Asli Daerah (X1), Dana Perimbangan (X2), Jumlah Penduduk (X3),
Pengeluaran Pemerintah Daerah (Y) Kabupaten dan Kota di Propinsi Jawa
Tengah Tahun 2008-2010.
No Daerah Tahun X1 X2 X3 Y
1 Kab. Banjarnegara 2008 41909 576049 869777 7071482 Kab. Banyumas 2008 89086 758775 1503262 10460913 Kab. Batang 2008 29990 483092 682561 6035864 Kab. Blora 2008 45377 617604 835160 8417785 Kab. Boyolali 2008 53787 653104 938469 7889256 Kab. Brebes 2008 45819 768374 1788687 10387237 Kab. Cilacap 2008 71290 877167 1626795 10472018 Kab. Demak 2008 32271 550311 1034286 7081949 Kab. Grobogan 2008 44648 668350 1336322 833353
10 Kab. Jepara 2008 55951 607988 1090839 75439611 Kab. Karanganyar 2008 54224 594507 812423 79648812 Kab. Kebumen 2008 53940 707707 1215801 91189213 Kab. Kendal 2008 60462 588314 952011 77143314 Kab. Klaten 2008 51335 842257 1133012 101552315 Kab. Kudus 2008 56442 569334 786269 72976016 Kab. Magelang 2008 70945 672395 1170894 90491717 Kab. Pati 2008 57506 709730 1171605 99044918 Kab. Pekalongan 2008 41228 551951 851700 67063219 Kab. Pemalang 2008 51928 602135 1375240 74339120 Kab. Purbalingga 2008 56222 535713 828125 71522321 Kab. Purworejo 2008 39591 602389 722293 71053722 Kab. Rembang 2008 47343 497739 575640 59609423 Kab. Semarang 2008 69439 587573 911223 72655324 Kab. Sragen 2008 54013 628135 860509 80264225 Kab. Sukoharjo 2008 43082 579448 826699 72041426 Kab. Tegal 2008 52751 671443 1415625 86941627 Kab. Temanggung 2008 36697 495498 707707 59448928 Kab. Wonogiri 2008 41529 696848 982730 82813129 Kab. Wonosobo 2008 31513 449613 757746 61655530 Kota Magelang 2008 33989 301525 134615 41682331 Kota Pekalongan 2008 21757 321153 275241 39024832 Kota Salatiga 2008 34301 277368 178451 109848133 Kota Semarang 2008 236882 795101 1511236 135184534 Kota Surakarta 2008 95039 508872 522935 765306
88
35 Kota Tegal 2008 59021 290538 240502 40602536 Kab. Banjarnegara 2009 49599 609306 875167 72903637 Kab. Banyumas 2009 101414 833422 1510102 111231638 Kab. Batang 2009 36518 521540 686016 61354739 Kab. Blora 2009 50000 628767 838159 86614540 Kab. Boyolali 2009 65124 696590 943978 88008641 Kab. Brebes 2009 65081 805569 1800958 104326442 Kab. Cilacap 2009 100784 946940 1629908 114268943 Kab. Demak 2009 41866 606936 1042932 73936044 Kab. Grobogan 2009 46891 698380 1345879 81757745 Kab. Jepara 2009 72718 647325 1107973 80453946 Kab. Karanganyar 2009 64017 637401 819186 79968847 Kab. Kebumen 2009 61130 754387 1222542 99321648 Kab. Kendal 2009 62627 638096 965808 79971649 Kab. Klaten 2009 59156 849235 1136829 102235850 Kab. Kudus 2009 71405 677283 797617 90114751 Kab. Magelang 2009 69555 721829 1180217 91193352 Kab. Pati 2009 70624 746891 1175232 98549653 Kab. Pekalongan 2009 48132 568512 858967 69722954 Kab. Pemalang 2009 53659 686835 1391284 76984755 Kab. Purbalingga 2009 68866 550192 834164 70270556 Kab. Purworejo 2009 47481 632254 724973 75472257 Kab. Rembang 2009 56755 500541 578232 59354658 Kab. Semarang 2009 90188 622144 921865 78732259 Kab. Sragen 2009 57450 636579 862910 81043460 Kab. Sukoharjo 2009 45132 623685 833575 74000561 Kab. Tegal 2009 67133 719319 1420532 91324562 Kab. Temanggung 2009 39993 519564 714411 60973863 Kab. Wonogiri 2009 60943 721399 985024 97724364 Kab. Wonosobo 2009 45003 535865 760819 63222165 Kota Magelang 2009 49374 309169 137055 47123466 Kota Pekalongan 2009 22545 334170 277065 39096567 Kota Salatiga 2009 38991 296457 182226 43098268 Kota Semarang 2009 259411 1016322 1533686 160460169 Kota Surakarta 2009 106759 554533 528202 84253870 Kota Tegal 2009 65269 310004 241070 47891571 Kab. Banjarnegara 2010 60036 603656 868913 75160172 Kab. Banyumas 2010 65364 849504 1554527 112029773 Kab. Batang 2010 44570 486890 706764 60170374 Kab. Blora 2010 56500 654927 829728 84544975 Kab. Boyolali 2010 80020 682045 930531 964590
89
76 Kab. Brebes 2010 70467 854690 1733869 122116777 Kab. Cilacap 2010 126058 975811 1642107 123794278 Kab. Demak 2010 54560 595617 1055579 80585079 Kab. Grobogan 2010 56176 735796 1308696 87348080 Kab. Jepara 2010 71081 645810 1097280 81708781 Kab. Karanganyar 2010 73977 610311 813196 79431682 Kab. Kebumen 2010 67981 742276 1159926 99905483 Kab. Kendal 2010 75774 638707 900313 82812284 Kab. Klaten 2010 71371 843371 1130047 102896285 Kab. Kudus 2010 92294 623076 777437 91623086 Kab. Magelang 2010 78651 751955 1181723 101719287 Kab. Pati 2010 92114 734119 1190993 101659588 Kab. Pekalongan 2010 55968 590753 838621 70703089 Kab. Pemalang 2010 61499 717656 1261353 87851190 Kab. Purbalingga 2010 68143 551774 848952 70842391 Kab. Purworejo 2010 60989 621243 695427 77542292 Kab. Rembang 2010 78227 497580 591359 62979193 Kab. Semarang 2010 97182 608556 930727 77783594 Kab. Sragen 2010 69398 649984 858266 85790195 Kab. Sukoharjo 2010 60298 620295 824238 78147596 Kab. Tegal 2010 74304 753024 1394839 92785697 Kab. Temanggung 2010 55095 508638 708546 64651098 Kab. Wonogiri 2010 64818 729752 928904 97585899 Kab. Wonosobo 2010 60541 545704 754883 679607100 Kota Magelang 2010 50086 301332 118227 416607101 Kota Pekalongan 2010 38186 314225 281434 414803102 Kota Salatiga 2010 51590 282513 170332 403924103 Kota Semarang 2010 293827 890476 1555984 1679072104 Kota Surakarta 2010 120183 531857 499337 838253105 Kota Tegal 2010 79133 292126 239599 454855
90
Regression Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 x3, x1, x2(a) . Entera All requested variables entered. b Dependent Variable: y Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .932(a) .869 .865 83797.840 2.070 a Predictors: (Constant), x3, x1, x2 b Dependent Variable: y ANOVA(b)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 4712614346481.100 3 1570871448827.034 223.705 .000(a) Residual 709229869100.288 101 7022077911.884 Total 5421844215581.380 104
a Predictors: (Constant), x3, x1, x2 b Dependent Variable: y Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant
) 67476.353 40810.789 1.653 .101
x1 2.148 .242 .369 8.885 .000 .753 1.328 x2 .912 .132 .633 6.886 .000 .153 6.525 x3 .042 .050 .073 .836 .405 .170 5.872
a Dependent Variable: y
91
Collinearity Diagnostics(a)
Model Dimension
Eigenvalue Condition
Index Variance Proportions
(Constant) x1 x2 x3 1 1 3.749 1.000 .00 .01 .00 .00 2 .165 4.765 .03 .90 .00 .01 3 .079 6.875 .27 .00 .00 .15 4 .006 24.222 .70 .09 1.00 .84
a Dependent Variable: y Casewise Diagnostics(a) Case Number Std. Residual y 32 8.315 1098481
a Dependent Variable: y Residuals Statistics(a) Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 401707.22 1616331.0
0 812148.92 212869.912 105
Std. Predicted Value -1.928 3.778 .000 1.000 105Standard Error of Predicted Value 8418.211 49996.055 14859.257 6867.266 105
Adjusted Predicted Value 361449.38 1620400.25 811392.67 211578.112 105
Residual -98022.984
696773.813 .000 82580.373 105
Std. Residual -1.170 8.315 .000 .985 105Stud. Residual -1.197 8.552 .004 1.014 105Deleted Residual -
102577.695
737031.625 756.250 87601.042 105
Stud. Deleted Residual -1.199 16.200 .078 1.686 105Mahal. Distance .059 36.030 2.971 4.992 105Cook's Distance .000 1.056 .016 .107 105Centered Leverage Value .001 .346 .029 .048 105
a Dependent Variable: y
92
Charts
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0E
xp
ec
ted
Cu
m P
rob
Dependent Variable: y
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
-2 -1 0 1 2 3 4
Regression Standardized Predicted Value
-2
0
2
4
6
8
10
Re
gre
ss
ion
Stu
den
tize
d R
esid
ua
l
Dependent Variable: y
Scatterplot
93
Pengaruh X1 terhadap Y Regression Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 x1(a) . Entera All requested variables entered. b Dependent Variable: y Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .699(a) .489 .484 164087.531a Predictors: (Constant), x1 ANOVA(b)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2648598283963.750 1 2648598283963.750 98.371 .000(a) Residual 2773245931617.640 103 26924717782.696 Total 5421844215581.390 104
a Predictors: (Constant), x1 b Dependent Variable: y Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 542571.30
1 31546.550 17.199 .000
x1 4.073 .411 .699 9.918 .000a Dependent Variable: y
94
Pengaruh X2 terhadap Y Regression Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 x2(a) . Entera All requested variables entered. b Dependent Variable: y Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .876(a) .767 .764 110846.888a Predictors: (Constant), x2 ANOVA(b)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 4156279862947.290 1 4156279862947.290 338.266 .000(a) Residual 1265564352634.099 103 12287032549.846 Total 5421844215581.390 104
a Predictors: (Constant), x2 b Dependent Variable: y Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 32961.133 43724.850 .754 .453 x2 1.262 .069 .876 18.392 .000
a Dependent Variable: y
95
Pengaruh X3 terhadap Y Regression Variables Entered/Removed(b)
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 x3(a) . Entera All requested variables entered. b Dependent Variable: y Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .787(a) .620 .616 141414.008a Predictors: (Constant), x3 ANOVA(b)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 3362058290534.518 1 3362058290534.518 168.120 .000(a) Residual 2059785925046.872 103 19997921602.397 Total 5421844215581.390 104
a Predictors: (Constant), x3 b Dependent Variable: y Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients Standardized Coefficients t Sig.
Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 388716.132 35453.156 10.964 .000 x3 .454 .035 .787 12.966 .000
a Dependent Variable: y