ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE … · B. Kaitan antara Corporate Governance dan Voluntary...
Transcript of ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE … · B. Kaitan antara Corporate Governance dan Voluntary...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
SOFIA AGUSTINA
NIM. F0307084
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
HALAMAN MOTTO
”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila kamu telah
selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain,
dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap”
(Q . S Alam Nasyrah : 6-8)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini, dikarenakan orang-orang tidak menyadari
betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”
(Thomas Alva Edison)
“Kita hanya hidup sekali, tetapi jika kita menjalaninya dengan benar,
sekali berarti cukup”
(Joe E. Lewis)
Do The Best, Be The Best, Lets God Take The Rest
(Blue Dynamics UNS)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Finally, the journey ends….bukan karena kuat atau
hebatku tapi karena doa, dukungan yang begitu besar
dari orang-orang di sekelilingku…..
Aku persembahkan karya kecilku ini untuk:
Allah SWT, atas berkah dan rahmatnya kepada ku
Ibu dan Bapak tercinta
terima kasih atas doa, bimbingan, dan kasih sayangnya
selama ini
Kakak-kakakQ tersayang, Mbak Okta, Mas Razi
dan Mbak Cicik
Sahabat-sahabatku tercinta yang selalu membuatku tersenyum
Terima kasih semuanya…..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul:
“ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE (Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi
Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis berusaha semaksimal mungkin untuk
memberikan yang terbaik. Namun, penyusunan skripsi ini masih banyak
kekurangannya, karena banyak kesulitan dan hambatan yang harus dilalui. Tetapi,
berkat adanya bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka
akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih atas
segala bimbingan dan bantuan kepada:
1. Allah SWT, Sang Pencipta yang telah memberikanku ridho-Nya
menyelesaikan skripsi ini dan mengantarkanku menjadi seorang Sarjana
Ekonomi. Alhamdulillah ya Allah.
2. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Drs. Jaka Winarna, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
4. Agus Widodo, SE, M.Si., Ak., selaku pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, perhatian, dan
kesabarannya dalam membimbing dan mengarahkan dari awal perkuliahan
hingga penulis menyusun hingga menyelesaikan skripsi ini.
5. Tim penguji comprehensive Dra. Evi Gantyowati, M.Si, Ak; Dr. Payamta,
M.Si, Ak dan Drs. Sri Hanggana, M.Si, Ak atas kemudahan dalam ujian.
6. Pak Timin atas bantuan dan kemudahan yang diberikan.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta
seluruh staf dan karyawan yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan,
dan pelayanan kepada penulis.
8. Ibu dan BapakQ tersayang yang selalu memberikan kasih sayang, semangat,
perhatian, dan doa yang tak pernah ada putusnya.
9. Kakak-kakakQ (Mbak Okta, Maz Razi dan Mbak Cicik) yang selalu
menyemangati dan mendukung, serta memberiku keyakinan akan diriku.
10. Teman seperjuanganku Fransiska Dyan Irmayanti dan Isebel Sara Sade Adu,
tibalah kita di langkah terakhir kita.
11. Teman-teman kuliahku tersayang, tya, irma, adu, endu, dewi, ayus, dee, putri,
nia, cui dan masih banyak lagi yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
12. Penghuni kos “Sekartaji 4”, novita, retna, wulan, mb ciput, mei, lisa, anjar.
Kalian menjadi keluarga keduaQ di tanah rantau ini hhe..terima kasih atas
kasih sayang, perhatian, saran dan hiburannya selama ini.
I’ll miss u guys ^.^
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
13. Teman-teman MB UNS yang telah memberiku kenangan indah bermain di
Istora Senayan dalam ajang GPMB 2008, khususnya section pit instrumen,
novita, santi, mb nunun, mb mimin, mb aming, gadis, mita, mas dito, hanung
dan fadil, live is beautifull ^.^
14. Teman-teman HMJ-Ak 2009 yang memberiku pengalaman berorganisasi.
15. Anne, Umi, Peka atas masukan dan bantuannya dalam menyusun skripsi ini.
16. Seseorang yang pernah mengisi hari-hariku selama di rantau yang dulu selalu
mendukung dan menjadi penyemangatku.
17. Semua pihak yang membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan masukan bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Surakarta, 22 Maret 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
ABSTRAKSI ....................................................................................... ii
ABSTRACT ......................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ v
HALAMAN MOTTO .......................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ............................................................ 10
C. Tujuan Penelitian ................................................................ 10
D. Manfaat Penelitian ............................................................... 11
E. Sistematika Penulisan .......................................................... 12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 13
A. Tinjauan Pustaka .................................................................. 13
1. Agency Theory ............................................................... 13
2. Corporate Governance ................................................... 16
3. Kepemilikan Manajerial ................................................. 24
4. Kepemilikan Institusional ............................................... 26
5. Tipe Kepemilikan ………................................................ 28
6. Voluntary Disclosure ....................................................... 29
B. Kaitan antara Corporate Governance dan Voluntary
Disclosure .............................................................................. 30
C. Kerangka Teoritis ................................................................. 34
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis ............. 34
BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................... 40
A. Desain Penelitian .................................................................. 40
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............ 40
C. Data dan Metode Pengumpulan Data .................................. 42
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel .................... 42
E. Metode Analisis Data ............................................................ 48
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ....................................... 53
A. Deskriptif Data ....................................................................... 53
1. Seleksi Sampel ................................................................. 53
2. Statistik Deskriptif ........................................................... 54
B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ................................... 61
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
1. Uji Normalitas ................................................................. 61
2. Uji Multikolonieritas ….................................................... 62
3. Uji Autokorelasi ............................................................... 63
4. Uji Heteroskedastisitas ..................................................... 64
5. Analisa Hasil Regresi ....................................................... 67
BAB V. PENUTUP ................................................................................ 82
A. Kesimpulan ............................................................................ 82
B. Saran ...................................................................................... 84
C. Keterbatasan ........................................................................... 84
D. Rekomendasi ........................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ….......................................................................... 86
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
I.1. Hasil Penelitian-penelitian Terdahulu ….......................... 8
III.1. Kategori Item Voluntary Disclosure ................................. 46
III.2. Nilai Durbin-Watson ......................................................... 52
IV.1. Hasil Seleksi Sampel Kriteria ............................................ 53
IV.2. Statistik Deskriptif Variabel Dependen ............................ 54
IV.3. Statistik Deskriptif Variabel Independen ......................... 58
IV.4. Tipe Kepemilikan ............................................................... 59
IV.5. Hasil Uji Kolmogrov-Smirnoz ........................................... 61
IV.6. Hasil Uji Multikolinieritas Model Pertama …………..… 62
IV.7. Hasil Uji Multikolonieritas Model Kedua …………….. 62
IV.8. Hasil Uji durbin-watson Model Pertama_
tanpa pembobotan ……………………………………. … 63
IV.9. Hasil Uji durbin-watson Model Kedua_pembobotan ...... 64
IV.10. Hasil Uji Glesjer Model Pertama_tanpa pembobotan ..... 66
IV.11. Hasil Uji Glesjer Model Kedua_pembobotan ................. 67
IV.12. Hasil Regresi Berganda Model Pertama ……………...... 69
IV.13. Hasil Regresi Berganda Model Kedua …………............ 77
IV.14. Hasil Uji Paired Sample t-test ………………………...... 81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
II.1 Skema Konsep Penelitian ............................................... 34
IV.1 Grafik Voluntary Disclosure .......................................... 55
IV.2. Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Pertama_
tanpa pembobotan ……………………......................... 65
IV.3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Model Kedua_pembobotan 65
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Item Voluntary Disclosure
Lampiran II Daftar Perusahaan Sampel
Lampiran III Statistik Deskriptif
Lampiran IV Uji Asumsi Klasik
Lampiran V Analisis regresi Berganda
Lampiran VI T-test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)
ABSTRAKSI
SOFIA AGUSTINA
F 0307084
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh variabel independen dari corporate governance terhadap luas voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Corporate governance direpresentasikan oleh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit.
Pengukuran luas voluntary disclosure dalam penelitian ini menggunakan teknik scoring sesuai penelitian Achmad (2007) dengan menyesuaikan item-item tersebut dengan Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-02/PM/2002 dan Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-134/BL/2006 . Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 51 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008. Sampel tersebut dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil pengujian regresi berganda menunjukkan bahwa corporate governance mempengaruhi luas voluntary disclosure. Variabel independen (corporate governance) yang mempengaruhi luas voluntary disclosure yaitu ukuran dewan komisaris. Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja perusahaan serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate governance yang baik, termasuk voluntary disclosure (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Variabel lain yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure baik dalam model pertama tanpa pembobotan maupun model kedua pembobotan. Kata kunci: corporate governance, kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, tipe kepemilikan, ukuran dewan komisaris, ukuran komite audit, dan voluntary disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
LUAS VOLUNTARY DISCLOSURE
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI)
ABSTRACT
SOFIA AGUSTINA
F 0307084
This research examines the influence of independent variables of corporate
governance on voluntary disclosure of the listed manufacturing companies in Indonesian Stock Exchange at periode 2008. Corporate governance are identified as managerial ownership, institutional ownership, ownership type, board size and audit comitte size.
The extent of voluntary disclosure is measured using with the items identified on Achmad (2007) that is adjusted with Surat Edaran Ketua BAPEPAM No. SE-02/PM/2002 and Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-134/BL/2006, and it is scored with disclosure score by Achmad (2007). Secondary data is used in this research. Under purposive sampling, 51 annual reports of manufacturing companies in Indonesian Stock Exchange in 2008 are selected.
In accordance with the purpose of the study, the result of multiple regression shows that corporate governance affects the extent of voluntary disclosure through the variable board size. Important role in implementing corporate governance is at the board of commissioners who serve as supervisors of activities and performance of firms as well as advisory directors in ensuring that companies implement good corporate governance, including voluntary disclosure (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Another variable is managerial ownership, institusional ownership, ownership type, and audit comitte size are not significant to extent of voluntary disclosure, neither unweighted models nor weighted models. Key words: corporate governance, managerial ownership, institusional ownership,
ownership type, board size, audit comitte size, and voluntary disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pertama ini akan menjelaskan mengenai latar belakang dilakukannya
penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat diadakannya penelitian, serta
sistematika penulisan.
A. Latar Belakang
Penelitian ini akan menguji mengenai pengaruh corporate governance
terhadap luas voluntary disclosure pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
Corporate governance direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan
ukuran komite audit.
Untuk dapat lebih bersaing pada era persaingan global saat ini, perusahaan
dituntut untuk lebih transparan dalam mengungkapkan informasi perusahaannya.
Pengungkapan informasi (disclosure) yang memadai diberikan oleh perusahaan
karena mempunyai kepentingan yaitu adanya harapan mengenai dampak yang
positif dari disclosure yang disampaikan (Amurwani, 2006). Disclosure ditujukan
untuk mengurangi asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik,
dalam hal ini pemegang saham, sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul
ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di
masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahan kepada
investor guna memaksimalisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan
dapat melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi tersebut. Informasi
yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure). Adanya ketentuan bahwa perusahaan harus menyampaikan
pengungkapan seluas-luasnya atas laporan keuangan telah mendorong
perusahaan-perusahaan untuk menyampaikan disclosure yang melampaui yang
disyaratkan oleh standar atau yang dikenal dengan voluntary disclosure (Sentosa,
2009).
Achmad (2007) menyatakan bahwa corporate governance dipengaruhi
oleh beberapa faktor seperti: manager relation; stakeholder relation; board
structures and practice; management compensation and capital structure.
Corporate governance diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan
keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana
yang telah mereka investasikan mengingat mereka tidak berinteraksi secara
langsung pada kegiatan perusahaan.
Yayasan Pendidikan Pasar Modal Indonesia (YPPMI) dan Sinergy
Communication (2002) dalam Cety (2010) menyatakan bahwa terdapat 2 hal yang
menjadi perhatian utama konsep corporate governance. Pertama, pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
(disclosure) secara akurat tepat pada waktunya dan transparan mengenai semua
hal yang berkaitan dengan performance perusahaan.
Penelitian empiris pada determinan yang mempengaruhi pengungkapan
sukarela bercabang dalam dua aliran utama, yaitu mendokumentasikan pengaruh
dari karakteristik perusahaan, seperti ukuran perusahaan, pencatatan di bursa
(listing), leverage, profit dan pertumbuhan (growth) dan melihat pengaruh
corporate governance, termasuk struktur kepemilikan dan komposisi dewan
(dewan komisaris dan direksi) terhadap pengungkapan laporan keuangan
(Oktoviana, 2009). Penelitian ini cenderung pada aliran kedua yaitu bertujuan
untuk menguji pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure
pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Corporate governance
direpresentasikan dengan struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan
ukuran dewan direksi).
Variasi struktur kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional dan tipe
kepemilikan sebagai representasi corporate governance diharapkan mampu
meningkatkan luas voluntary disclosure perusahaan dengan maksud mengurangi
asimetri informasi yang terjadi antara agen dan prinsipal. Dalam mengelola
perusahaan, manajemen harus transparan agar tidak terjadi konflik kepentingan
dengan para pemegang saham sebagai pemilik (Sentosa, 2009). Salah satu pilihan
mekanisme pengendalian internal untuk menyamakan kepentingan pemegang
saham dan manajer adalah kontrak insentif jangka panjang yaitu dengan
memberikan insentif pada manajer apabila nilai perusahaan atau kemakmuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
pemegang saham meningkat, salah satunya dengan cara memberi kepemilikan
saham kepada manajer atau biasa kita sebut sebagai kepemilikan manajerial
(Jensen dan Meckling, 1976). Hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi
kepada para manajer agar mereka mampu meningkatkan nilai perusahaan atau
kemakmuran pemegang saham karena dengan begitu kemakmuran para manajer
itu sendiri juga akan meningkat. Kepemilikan manajerial merupakan perwujudan
dari prinsip transparansi dari corporate governance. Kepemilikan manajerial
memiliki hubungan negatif dengan luas voluntary disclosure (Eng dan Mak,
2003). Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan
meningkatkan monitoring terhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa
manajemen tidak bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama
pemegang saham. Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah
ketika manajer lebih banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena
menurut Eng dan Mak (2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan
monitoring oleh outsider shareholders karena dengan adanya voluntary disclosure
yang lebih luas telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar
pengambilan keputusan.
Selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional juga merupakan
perwujudan dari prinsip corporate governance. Kepemilikan institusional
merupakan kepemilikan saham oleh institusi seperti perusahaan asuransi, bank
serta institusi lain yang dapat mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap
kinerja perusahaan. Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer (Djakman dan
Novita, 2008). Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong
perusahaan untuk memberikan kinerja yang lebih baik termasuk dalam hal
meningkatkan luas voluntary disclosure yang dilakukan.
Tipe struktur kepemilikan memainkan peran penting dalam aturan
corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan (Achmad, 2007).
Adanya struktur kepemilikan saham yang menyebar akan mengakibatkan semakin
dibutuhkannya tindakan pengawasan oleh shareholder karena masing-masing
shareholder mempunyai kepentingan tersendiri. Dalam hal ini, semua shareholder
memiliki kedudukan yang sama sehingga manajemen memiliki peran yang besar
dalam hubungan keagenan tersebut untuk memberikan informasi yang memadai
dengan tujuan meningkatkan transparansi bagi para pemegang saham. Ketika
perusahaan memiliki tipe kepemilikan terkonsentrasi, muncul konflik kepentingan
antara pemegang saham mayoritas (controlling shareholders) dengan pemegang
saham minoritas (minority shareholders). Controlling shareholders mempunyai
kekuasaan untuk turut campur dalam pengambilan keputusan manajemen untuk
kepentingan pribadi mereka, termasuk untuk menyembunyikan beberapa
informasi perusahaan dari pemegang saham minoritas, misalnya informasi
voluntary disclosure-nya, sehingga luas voluntary disclosure perusahaan menjadi
rendah.
Penelitian terdahulu oleh Eng dan Mak (2003) mengungkapkan bahwa
corporate governance berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berhubungan negatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Penelitian tersebut sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Baek et. al (2009) yang mengungkapkan
bahwa struktur kepemilikan perusahaan yang direpresentasikan dengan
kepemilikan manajerial (managerial ownership) berpengaruh signifikan terhadap
luas voluntary disclosure dengan corporate governance dan firm size sebagai
variabel kontrol. Hasil penelitian juga menyatakan bahwa corporate governance
perusahaan mampu meningkatkan luas voluntary disclosure yang dilakukan
perusahaan.
Variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran dewan
komisaris dan ukuran komite audit. Peran penting dalam melaksanakan corporate
governance berada pada dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas
aktifitas dan kinerja perusahaan serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan
bahwa perusahaan melaksanakan corporate covernance yang baik (Komite
Nasional Kebijakan Governance, 2006). Nasution dan Setiawan (2007)
menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris yang besar lebih efektif jika
dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil. Dengan adanya
pengawasan yang lebih efektif tersebut diharapkan perusahaan lebih transparan
dalam mengungkapkan informasi perusahaan, termasuk voluntary disclosure–nya.
Komponen lain yang mendukung terlaksananya corporate governance
yang baik, yaitu komite audit (FCGI, 2001). Sesuai dengan Keputusan Ketua
BAPEPAM Nomor: kep. 29/PM/2004, komite audit merupakan komite yang
dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan dan
pengelolaan perusahaan. Komite audit dipandang sebagai alat untuk menghindari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
kecurangan dalam pelaporan keuangan dan monitoring kinerja manajemen
termasuk disclosure. Wallace and Zinkin (2005) dalam Yuen et. al (2009)
menemukan bahwa peran komite audit akan lebih efektif ketika anggota komite
audit berjumlah antara 3 – 6 orang. Hal ini berarti jumlah anggota komite audit
akan mempengaruhi efektivitas pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen
perusahaan, termasuk kinerja manajemen dalam mengungkapkan informasi
dengan harapan perusahaan dapat lebih transparan.
Beberapa penelitian menunjukkan pengaruh signifikan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan
komisaris dan ukuran komite audit terhadap disclosure antara lain ditunjukkan
oleh Ho dan Wong (2001), Eng dan Mak (2003), Sembiring (2005), Achmad
(2007), Baek et. al (2009), Hailin dan Zezhen (2009), dan Khodadadi et. al
(2010).
Hasil yang bertolak belakang ditunjukkan oleh Hailin dan Zezhen (2009)
dan Nasir dan Abdullah (2004) untuk pengaruh variabel tipe struktur kepemilikan
dan kepemilikan manajerial terhadap luas voluntary disclosure. Hailin and Zezhen
(2009) menyebutkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara tipe struktur
kepemilikan dengan luas voluntary disclosure. Sedangkan Nasir dan Abdullah
(2004) mengungkapkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
signifikan terhadap luas voluntary disclosure. Hasil penelitian Nugrahadi (2009)
juga menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan
manajerial terhadap luas voluntary disclosure.
Berikut ini adalah hasil beberapa penelitian terdahulu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tabel I.1 Hasil penelitian-penelitian terdahulu
No. Peneliti Variabel Mekanisme Corporate Governance
Hasil Penelitian
1. Khodadadi et. al (2010)
a. Persentase komisaris independen
b. Dualitas kepemimpinan c. Kepemilikan institusional
- Tidak terdapat hubungan signifikan antara persentase independen BOD dan dualitas kepemimpinan terhadap luas voluntary disclosure
- Terdapat hubungan signifikan positif antara kepemilikan institusional dengan luas voluntary disclosure
2. Baek et. al (2009)
Kepemilikan manajerial
- Terdapat hubungan negatif signifikan antara kepemilikan manajerial dengan luas voluntary disclosure, dengan mekanisme corporate governance lainnya sebagai variabel kontrol.
3. Hailin and Zezhen (2009)
a. Konsentrasi kepemilikan
b. Kepemilikan institusional
c. Dualitas kepemimpinan d. Proporsi Komisaris
Independen
- Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure
- Konsentrasi kepemilikan dan variabel lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure
4. Yuan et. al (2009)
a. Konsentrasi kepemilikan
b. State owned c. Individual ownership d. Independen non
executive directors e. Dualitas kepemilikan
Komite audit
Independen non executive directors dan state owned berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Variabel lain tidak berpengaruh.
5. Chobpichien (2008)
a. Quality of board b. Ownership structure
sebagai variabel moderator
Quality of board dan ownership structure berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure
6. Nugrahadi (2008)
a. Komposisi dewan komisaris independen
b. Kepemilikan manajerial c. Kepemilikan
blockholder
Tidak terdapat pengaruh signifikan antara komposisi dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial dan kepemilikan blockholder dengan Index voluntary disclosure agregat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian empiris mengenai pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran
7. Achmad (2007)
a. Struktur kepemilikan (terkonsentrasi/menyebar)
b. Identitas kepemilikan (keluarga/non keluarga)
c. Kaitan pemilik dengan BOD/BOC
d. Family business affiliation
- Terdapat hubungan negatif signifikan antara struktur kepemilikan dengan luas voluntary disclosure
- Identitas kepemilikan, kaitan pemilik dengan BOD/BOC dan family business affiliation berpengaruh signifikan dengan luas voluntary disclosure
8. Sembiring (2005)
Ukuran dewan komisaris, size, profitabilitas, profil perusahaan dan leverage.
Ukuran dewan komisaris, size, dan profil perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial.
9. Nasir and Abdullah (2004)
a. Komisaris Independen b. Komite Audit
Independen c. Outsiders Blockholder d. Kepemilikan Manajerial Non-executive director
- Komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure
- Komite audit independen, kepemilikan manajerial dan non-executive director tidak berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure
- Outside blockholder berpengaruh positif dan signifikan terhadap luas voluntary disclosure
10. Eng and Mak (2003)
a. Kepemilikan manajerial b. Blockholder ownership c. Kepemilikan pemerintah
Persentase komisaris Independen
- Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap luas voluntary disclosure
- kepemilikan pemerintah dan ukuran komisaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap luas voluntary disclosure
- Blockholder ownership tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
komite audit terhadap luas voluntary disclosure masih menunjukkan hasil yang
menimbulkan perdebatan serta belum dapat digeneralisasi. Dalam kaitan ini,
peneliti tertarik untuk mengkaji mengenai “Analisis Pengaruh Corporate
Governance terhadap Luas Voluntary Disclosure (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”.
B. Perumusan Masalah
Mengacu pada penelitian terdahulu, maka permasalahan yang ingin dikaji
dalam penelitian ini adalah apakah corporate governance yang direpresentasikan
dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur
kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit berpengaruh
terhadap luas voluntary disclosure?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance
yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit
terhadap luas voluntary disclosure perusahaan manufaktur di Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
D. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti:
1. Bagi perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi
perusahaan agar memaksimalkan kinerjanya dengan menerapkan prinsip
corporate governance agar dapat memberikan pengungkapan informasi
dalam laporan tahunan yang berkualitas baik dengan harapan perusahaan
di Indonesia semakin transparan dalam mengungkapkan informasi tentang
perusahaan terutama dalam hal voluntary disclosure, sehingga dapat
memberikan informasi yang lengkap dan penting seperti yang dibutuhkan
oleh user.
2. Bagi akademisi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi
atau acuan bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai permasalahan ini serta memberikan analisis mengenai ada atau
tidaknya pengaruh corporate governance (dengan representasi
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur
kepemilikan, ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit) terhadap
luas voluntary disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
E. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur terkait
dengan topik penelitian; kaitan variabel independen dengan
variabel dependen; kerangka pemikiran; pengembangan hipotesis.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel, dan
teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data;
variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode analisis data
yang terdiri dari statistik deskriptif, uji asumsi klasik, dan
pengujian hipotesis.
Bab IV : Analisis dan Pembahasan
Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian hipotesis
dan pembahasan hasil analisis.
Bab V : Penutup
Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti
berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai keterbatasan
penelitian dan memberikan saran bagi pihak yang terkait, serta
rekomendasi bagi peneliti berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini merupakan uraian mengenai tinjauan pustaka dan kaitan corporate
governance dengan voluntary disclosure, kerangka pemikiran, serta
pengembangan hipotesis dalam penelitian ini.
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini menerangkan literatur yang mendasari komponen
maupun variabel penelitian.
1. Agency Theory
Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota
dalam perusahaan, dimana principal dan agent sebagai pelaku utama (Arifin,
2005). Principal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agent untuk
bertindak atas nama principal, sedangkan agent merupakan pihak yang diberi
amanat oleh principal untuk menjalankan perusahaan. Agent berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh principal
kepadanya. Adanya pemisahan pemilik dan manajemen ini, dalam literatur
akuntansi disebut dengan agency theory (Arifin, 2005).
Istanti (2009) mengungkapkan bahwa dalam agency theory, information
gap terjadi pada berbagai perusahaan dikarenakan pihak manajer setiap hari
berinteraksi langsung dengan kegiatan perusahaan, sehingga pihak manajer sangat
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
mengetahui kondisi dalam perusahaan dan mereka mempunyai informasi yang
sangat lengkap mengenai perusahaan yang dikelolanya, sedangkan informasi
tersebut tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan hanya
mengandalkan laporan yang diberikan oleh pihak manajemen karena pemilik
perusahaan tidak berinteraksi secara langsung pada kegiatan perusahaan. Dalam
hal ini timbul asymmetric information karena manajer mempunyai informasi yang
tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan.
Akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asymmetric information)
ini, dapat menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan
prinsipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan
agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasahalan tersebut:
1. Moral hazard yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak
melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja
2. Adverse selection yaitu suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar
didasarkan atas informasi yang telah diperoleh, atau terjadi sebagai
sebuah kelalaian.
Lebih lanjut, dalam agency theory, baik prinsipal maupun agen, keduanya
mempunyai bargaining position. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak
akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan
operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja
perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang
mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
jangka panjang, dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan
tersebut tetap menjadi wewenang dari prinsipal selaku pemilik perusahaan (Arifin,
2005). Adanya perbedaan kepentingan dan akses terhadap informasi tersebut
memungkinkan manajemen untuk melakukan tindakan-tindakan yang kurang
bermanfaat bagi perusahaan dan hanya menguntungkan diri sendiri, yang dapat
menimbulkan agency problem dimana salah satu penyebabnya adalah asymmetric
information.
Agency problem di atas menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang
menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari :
a. The monitoring expenditures by the principle, biaya monitoring
dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, termasuk juga
usaha untuk mengendalikan perilaku agen melalui budget restriction dan
compensation policies.
b. The bonding expenditures by the agent, the bonding cost dikeluarkan oleh
agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan
tertentu yang akan merugikan prinsipal dan akan diberi kompensasi jika
ia tidak mengambil banyak tindakan.
c. The residual loss, yang merupakan penurunan tingkat kesejahteraan
(wealth) prinsipal maupun agen setelah adanya agency relationship.
Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang ketat serta perlu
diterapkannya corporate governance agar tidak lagi terdapat informasi asimetri
yang dapat merugikan semua pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan
kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah
mereka investasikan. Konflik akan terjadi ketika agen yang sudah dipercaya
pemilik untuk mengelola hartanya, tidak menjalankan tugasnya sesuai kontrak
kerja, yaitu untuk memakmurkan atau mengoptimalkan keuntungan pemilik,
namun justru agen tersebut mencari kemakmuran dan keuntungan sendiri, dan
kadang tidak mau ambil risiko demi kemakmuran pemilik. Corporate governance
berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan
keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan
atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan
berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan
dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny,
1997 dalam Ujiyantho, 2009). Dengan kata lain, corporate governance
diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan
(agency cost).
2. Corporate Governance
Definisi mengenai corporate governance saat ini sangatlah beraneka
ragam. Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001: 1) mendefinisikan
corporate governance sebagai:
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.” Definisi lain diungkapkan oleh The Indonesian Institute for Corporate
Governance (2000) yang melihat corporate governance sebagai proses dan
struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama
meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain. Menurut Surat Keputusan
Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No.
23/M PM/BUMN/2000, corporate governance adalah prinsip korporasi yang sehat
yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-
mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan
tujuan perusahaan.
Dari beberapa definisi mengenai corporate governance, dapat disimpulkan
bahwa corporate governance merupakan suatu sistem (struktur dan mekanisme)
yang baik untuk mengendalikan dan mengelola suatu perusahaan dengan tujuan
untuk meningkatkan nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan seperti kreditur, pemasok, asosiasi
bisnis, konsumen, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas.
Menurut Ho dan Wong (2001), corporate governance dipandang sebagai
cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan tanggungjawab masing-masing
kelompok stakeholder dalam sebuah perusahaan dimana transparansi merupakan
indikator utama standar corporate governance dalam sebuah ekonomi.
Corporate governance diperkenalkan untuk mengontrol masalah keagenan
dan memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan harapan para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
pemegang saham. Selain itu, pengaruh dari corporate governance terhadap
pengungkapan informasi sosial perusahaan dapat bersifat sebagai tambahan atau
pengganti (Ho dan Wong, 2001).
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), corporate
governance memiliki asas-asas yang harus diterapkan pada setiap aspek bisnis dan
di semua jajaran perusahaan yakni:
1. Transparansi (transparency). Transparansi yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.
Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan
dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku
kepentingan.
2. Akuntabilitas (accountability). Perusahaan harus dapat
mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai
dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
3. Responsibilitas (responsibility). Perusahaan harus mematuhi peraturan
perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good
corporate citizen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
4. Independensi (independency). Untuk melancarkan pelaksanaan asas
tata kelola perusahaan yang baik, perusahaan harus dikelola secara
independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain
5. Kesetaraan dan kewajaran (fairness). Perusahaan harus memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain
berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Fairness juga mencakup
adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan
peraturan untuk melindungi hak-hak investor, khususnya pemegang
saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan (Mintara, 2008)
Dalam mekanisme corporate governance, sebuah perusahaan harus
memiliki rapat umum pemegang saham (RUPS), dewan komisaris, direksi dan
komite audit yang masing-masing telah memliki tugas, fungsi, dan wewenang
sebagaimana diatur dalam Pedoman Good Corporate Governance Indonesia tahun
2006.
RUPS
RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham
untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam
dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan
peraturan perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus
didasarkan pada kepentingan usaha perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan
atau pemegang saham tidak dapat melakukan intervensi terhadap tugas, fungsi
dan wewenang dewan komisaris dan direksi dengan tidak mengurangi wewenang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
RUPS untuk menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan undang-
undang, termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota
dewan komisaris dan atau direksi.
Dewan Komisaris
Komisaris dibentuk sebagai organ perseroan yang bertugas melakukan
tugas mengawasi kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan dan
memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan
Perseroan. Namun demikian, dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam
mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota dewan
komisaris termasuk komisaris utama adalah setara. Tugas komisaris utama
sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan komisaris.
Fungsi dari dewan komisaris menurut Komite Nasional Kebijakan Governance
(2006) adalah berikut :
a. Melakukan pemberhentian dewan direksi secara sementara jika
diperlukan.
b. Menggantikan fungsi dewan direksi untuk sementara dalam situasi
yang tidak biasa.
c. Dewan komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan
laporan pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan
perusahaan oleh direksi, dalam rangka memperoleh pembebasan dan
pelunasan tanggung jawab (acquit et decharge) dari RUPS.
d. Dalam melaksanakan tugasnya, dewan komisaris dapat membentuk
komite.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada
dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktivitas dan kinerja bank
serta sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan corporate covernance yang baik (Komite Nasional Kebijakan
Governance, 2006). Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance
yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas (FCGI, 2001). Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu
mekanisme pengawasan dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan
pada pengelola perusahaan.
Menurut Herwidayatmo (2000), Indonesia menganut two tier boards
system, artinya bahwa komposisi dewan pengurus perseroan terdiri dari fungsi
eksekutif yaitu dewan direksi dan fungsi pengendalian yaitu dewan komisaris.
Berdasarkan kerangka hukum yang ada, fungsi independent (non-executive)
directors pada single-board system dapat direpresentasikan dengan fungsi dewan
komisaris pada two tier board system. Oleh karena itu, sistem pengawasan yang
ada pada perusahaan di Indonesia terletak pada dewan komisaris.
Jumlah anggota dewan komisaris yang optimum akan lebih efektif
daripada jumlah yang kecil (Dalton et al, 1999). Hasil penelitian Abeysekera
(2008) menyatakan bahwa corporate governance yang direpresentasikan dengan
ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap intellectual capital disclosure.
Jumlah dewan komisaris yang besar diharapkan memunculkan perpaduan skill
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
antar anggotanya sehingga berpengaruh terhadap kualitas informasi yang
disampaikan perusahaan termasuk juga berkaitan dengan voluntary risk.
Dewan Direksi
Direksi merupakan organ perseroan yang menjalankan tugas
melaksanakan pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta
mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sebagai amanat dari
pemegang saham yang ditetapkan dalam RUPS. Sebagai pemegang amanat dari
pemegang saham, direksi harus bertanggungjawab penuh atas pengurusan
Perseroan. Berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), fungsi
dewan direksi adalah sebagai berikut :
a. Berkaitan dengan kepengurusan, seperti menyusun visi dan misi
perusahaan, mengendalikan sumber daya, memperhatikan kepentingan
yang wajar pada pemangku kepentingan, dsb.
b. Berkaitan dengan manajemen risiko, seperti melaksanakan
manajemen risiko yang ditetapkan perusahaan, melaksanakan
pengambilan keputusan dengan hati-hati dan seksama, dsb.
c. Berkaitan dengan pengendalian internal, seperti menyusun dan
melaksanakan sistem pengendalian internal perusahaan yang handal.
d. Berkaitan dengan komunikasi, seperti memastikan kelancaran
komunikasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dengan
memberdayakan fungsi sekretaris perusahaan, dan menjamin
kepatuhan terhadap peraturan perundangundangan dilakukan oleh
sekretaris perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
e. Berkaitan dengan tanggung jawab sosial, seperti memastikan
dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan, dan mempunyai
perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan.
Komite Audit
Komponen penting lain yang mendukung terlaksananya corporate
governance yang baik, yaitu komite audit (FCGI, 2001). Sesuai dengan
Keputusan Ketua BAPEPAM Nomor: kep. 29/PM/2004, komite audit adalah
komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
dan pengelolaan perusahaan.
Komite audit dibentuk oleh komisaris dan bertanggungjawab kepada
komisaris. Berdasarkan Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), komite
audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa:
a. Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum,
b. Struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik,
c. Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku,
d. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.
Adapun tugas komite audit adalah memberikan pendapat profesional yang
independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang
disampaikan oleh direksi (Herwidayatmo, 2000). Sedangkan menurut Abeysekera
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(2008) komite audit merupakan mekanisme untuk memastikan tidak ada tindakan
manajemen yang merugikan stakeholder.
Keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang
anggota, seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan yang
sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya
merupakan pihak ekstern yang independen. Syarat untuk menjadi anggota komite
audit adalah independen atau tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi
dengan perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama
(Herwidayatmo, 2000). Wallace and Zinkin (2005) dalam Yuan et. al (2009)
menemukan bahwa peran komite audit akan lebih efektif ketika jumlah anggota
komite audit kecil antara 3 – 6 anggota.
3. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai persentase saham yang
dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
perusahaan yang meliputi komisaris dan direksi (Midiastuty & Machfoedz, 2003).
Walsh dan Seward (1990) dalam Arifin (2005) menyatakan bahwa
terdapat 2 mekanisme untuk membantu menyamakan perbedaan kepentingan
antara pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan corporate
governance, yaitu: (1) mekanisme pengendalian internal perusahaan, dan (2)
mekanisme pengendalian eksternal berdasarkan pasar.
Mekanisme pengendalian internal adalah pengendalian perusahaan yang
dilakukan dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risiko-risiko yang
disetujui oleh prinsipal dan agen (Arifin, 2005). Salah satu pilihan mekanisme
pengendalian internal untuk menyamakan kepentingan pemegang saham dan
manajer adalah kontrak insentif jangka panjang yaitu dengan memberikan insentif
pada manajer apabila nilai perusahaan atau kemakmuran pemegang saham
meningkat, salah satunya dengan cara memberi kepemilikan saham kepada
manajer (Jensen dan Meckling, 1976). Pemberian kepemilikan saham kepada
manajer atau biasa kita sebut sebagai kepemilikan manajerial bertujuan untuk
memberikan motivasi kepada para manajer agar mereka mampu meningkatkan
nilai perusahaan atau kemakmuran pemegang saham karena dengan begitu
kemakmuran para manajer itu sendiri juga akan meningkat.
Dalam perusahaan, pihak manajemen dapat memiliki peran ganda yaitu
peran sebagai pengelola perusahaan sekaligus sebagai pemegang saham.
Kepemilikan manajerial atau disebut juga insider ownership adalah situasi dimana
manajer memiliki saham perusahaan, sehingga memiliki peran ganda tersebut.
Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan meningkatkan
monitoring terhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa manajemen tidak
bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama pemegang saham.
Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah ketika manajer lebih
banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena menurut Eng dan Maak
(2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan monitoring oleh
outsider shareholders karena dengan adanya voluntary disclosure yang lebih luas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar pengambilan
keputusan.
4. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan oleh
pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain seperti
pemerintah, perusahaan investasi, bank, perusahaan asuransi maupun kepemilikan
lembaga dan perusahaan lain. Menurut Sentosa (2009), dengan kepemilikan
institusi di luar perusahaan dalam jumlah yang signifikan akan menyebabkan
pihak luar perusahaan melakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan
yang dilakukan oleh manajemen. Bagi manajemen, pengawasan oleh pihak luar
mendorong mereka untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik, dan melakukan
pengelolaan secara transparan. Dengan adanya dorongan tersebut, diharapkan
perusahaan akan meningkatkan luas voluntary disclosure dengan tujuan adanya
pengelolaan secara transaparan.
Kepemilikan institusional umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan (Djakman dan Novita, 2008). Contoh kontrol yang dapat
diberikan adalah memberikan arahan dan masukan kepada manajemen ketika
manajemen tidak melakukan aktivitas positif seperti pengungkapan sukarela untuk
mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Hal ini penting untuk dilakukan karena
akan berdampak positif bagi keberlanjutan perusahaan di masa mendatang.
Kepemilikan institusional dapat memberikan monitoring terhadap manajemen
untuk melakukan aktivitas positif tersebut, misalnya aktivitas tanggung jawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
sosial perusahaan kepada lingkungan sekitar. Dengan demikian luas voluntary
disclosure (termasuk di dalamnya pengungkapan tanggung jawab sosial)
perusahaan dapat dipengaruhi oleh tingkat kepemilikan institusional.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistic manajer (Djakman dan Novita, 2008). Hal ini
berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk
melakukan voluntary disclosure seperti pengungkapan tanggung jawab sosial.
Penelitian Trabelsi et al (2005) dan Ajinkya et al (2005) dalam Waryanto
(2010) menemukan bahwa kepemilikan institusional dapat meningkatkan kualitas
dan kuantitas pengungkapan sukarela. Summa dan Ben Ali (2006) dalam
Waryanto (2010) menyebutkan bahwa investor institusional memiliki power and
experience untuk bertanggung jawab dalam menerapkan prinsip corporate
governance untuk melindungi hak dan kepentingan seluruh pemegang saham
sehingga mereka menuntut perusahaan untuk melakukan komunikasi secara
transparan. Hal tersebut berarti dengan kepemilikan institusional yang besar dapat
mendorong untuk meningkatkan luas voluntary disclosure perusahaan.
Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179/KMK.010/2003
tentang kepemilikan saham dan permodalan perusahaan efek, benchmark
kepemilikan institusional paling rendah sekitar 25,000% saham dari saham
beredar perusahaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
5. Tipe Kepemilikan
Tipe struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan
pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah
satu karakteristik tipe struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang
terbagi dalam dua bentuk struktur kepemilikan: kepemilikan terkonsentrasi, dan
kepemilikan menyebar (Nuryaman, 2008). Kepemilikan saham dikatakan
terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh sebagian kecil individu
atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki jumlah saham yang
relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Kepemilikan saham dikatakan
menyebar, jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata ke publik,
tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan
lainnya (Dallas, 2004 dalam Nuryaman, 2009).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam struktur kepemilikan,
antara lain: (1) Kepemilikan sebagian kecil saham perusahaan oleh manajemen
mempengaruhi kecenderungan untuk memaksimalkan nilai pemegang saham
dibanding sekedar mencapai tujuan perusahaan semata; (2) Kepemilikan yang
terkonsentrasi memberi insentif kepada pemegang saham mayoritas untuk
berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan; dan (3) Identitas pemilik
menentukan prioritas tujuan sosial perusahaan, misalnya perusahaan milik
pemerintah cenderung untuk mengikuti tujuan politik dibanding tujuan
perusahaan (Haruman, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
6. Voluntary Disclosure
Suwardjono (2005) menyatakan terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu:
pengungkapan yang bersifat wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan
yang bersifat sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan
pengungkapan minimun yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku
(Suwardjono, 2005). Sedangkan voluntary disclosure merupakan jenis informasi
yang secara sukarela diungkapkan di dalam laporan keuangan yang bertujuan
untuk menambah kegunaan informasi mengenai kekayaan dan hasil operasi suatu
perusahaan kepada para pemakai laporan keuangannya (Arifin, 2005). Salah satu
cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah melalui pengungkapan sukarela
secara lebih luas untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis
manajemen. Informasi yang bersifat voluntary disclosure ini berperan untuk
melengkapi informasi yang bersifat mandatory disclosure yang diharapkan dapat
meningkatkan kegunaan informasi dalam laporan keuangan (Arifin, 2005).
Voluntary disclosure merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan
untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang
relevan untuk keputusan oleh para pemakai laporan keuangan tersebut (Almilia,
2007). Menurut peraturan mengenai laporan keuangan yang ada di Indonesia, hal
semacam ini dimungkinkan.
Selain itu, Arifin (2005) menyatakan pelaporan keuangan merupakan salah
satu mekanisme pengendalian yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat
menyelaraskan tujuan prinsipal dan agen. Melalui laporan keuangan yang
merupakan tanggung jawab manajer, pemilik dapat mengukur, menilai,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
sekaligus dapat mengawasi kinerja manajer untuk mengetahui sejauh mana
menajer telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik. Selain itu
pemilik dapat memberikan kompensasi kepada manajer berdasarkan laporan
keuangan. Laporan keuangan yang dibuat dengan berdasarkan angka akuntansi
diharapkan berperan besar dalam meminimalkan konflik antara berbagai pihak
yang berkepentingan dalam perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).
B. Kaitan antara Corporate Governance dan Voluntary Disclosure
Corporate governance merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan
pengungkapan (Ettredge et al, 2010). Penerapan corporate governance memiliki
pengaruh terhadap luas pengungkapan informasi perusahaan (Ho dan Wong,
2001). Khomsiyah (2003) menemukan bukti bahwa semakin baik implementasi
corporate governance, maka semakin banyak pula informasi yang diungkapkan
oleh perusahaan dalam laporan tahunan, termasuk voluntary disclosure.
Penelitian empiris pada determinan yang mempengaruhi pengungkapan
sukarela bercabang dalam dua aliran utama, yaitu mendokumentasikan pengaruh
dari karakteristik perusahaan, seperti ukuran perusahaan, pencatatan di bursa
(listing), leverage, profit dan pertumbuhan (growth) dan melihat pengaruh
corporate governance, termasuk struktur kepemilikan dan komposisi dewan
(komisaris dan direksi) terhadap pengungkapan laporan keuangan (Oktoviana,
2009). Penelitian ini cenderung pada aliran kedua yaitu menguji pengaruh
corporate governance, termasuk struktur kepemilikan dan komposisi dewan
terhadap voluntary disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Dalam mengelola perusahaan, manajemen harus transparan agar tidak
terjadi konflik kepentingan dengan para pemegang saham sebagai pemilik
(Sentosa, 2009). Variasi struktur kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, dan tipe kepemilikan sebagai representasi corporate governance
diharapkan mampu meningkatkan luas voluntary disclosure perusahaan dengan
maksud mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara agen dan prinsipal.
Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan meningkatkan
monitoring terhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa manajemen tidak
bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama pemegang saham.
Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah ketika manajer lebih
banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena menurut Eng dan Maak
(2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan monitoring oleh
outsider shareholders karena dengan adanya voluntary disclosure yang lebih luas
telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar pengambilan
keputusan. Hasil penelitian Eng dan Mak (2003) juga mengungkapkan bahwa
kepemilikan manajerial berhubungan negatif signifikan terhadap luas voluntary
disclosure.
Selain kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional juga merupakan
perwujudan dari corporate governance. Djakman dan Novita (2008)
mengungkapkan bahwa tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor
institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Hal ini
berarti kepemilikan institusional dapat menjadi pendorong perusahaan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
memberikan kinerja yang lebih baik termasuk dalam hal meningkatkan luas
voluntary disclosure yang dilakukan.
Tipe struktur kepemilikan memainkan peran penting dalam aturan
corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan (Achmad, 2007).
Adanya struktur kepemilikan saham yang menyebar akan mengakibatkan semakin
dibutuhkannya tindakan pengawasan oleh shareholder karena setiap shareholder
mempunyai kepentingan tersendiri. Dalam hal ini, semua shareholder memiliki
kedudukan yang sama sehingga manajemen memiliki peran yang besar dalam
hubungan keagenan tersebut untuk memberikan informasi yang memadai dengan
tujuan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pemegang saham dengan
kepemilikan menyebar yang membutuhkan informasi yang berbeda-beda.
Ketika perusahaan memiliki tipe kepemilikan terkonsentrasi, muncul
konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas (controlling shareholders)
dengan pemegang saham minoritas (minority shareholders). Pemegang saham
mayoritas (controlling shareholders) mempunyai kekuasaan untuk turut campur
dalam pengambilan keputusan manajemen untuk kepentingan pribadi mereka,
termasuk untuk menyembunyikan beberapa informasi perusahaan dari pemegang
saham minoritas, misalnya informasi voluntary disclosure-nya, sehingga luas
voluntary disclosure perusahaan menjadi rendah.
Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada
dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja bank serta
sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan
corporate covernance yang baik (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Jumlah anggota dewan komisaris sangat mempengaruhi aktivitas pengendalian
dan pengawasan. Jumlah anggota dewan komisaris yang optimum akan lebih
efektif daripada jumlah yang kecil (Dalton et al, 1999). Hasil penelitian
Abeysekera (2008) menyatakan bahwa corporate governance yang
direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap
intellectual capital disclosure. Jumlah dewan komisaris yang besar diharapkan
memunculkan perpaduan skill antar anggotanya sehingga berpengaruh terhadap
kualitas informasi yang disampaikan perusahaan termasuk juga berkaitan dengan
voluntary risk.
Menurut FCGI (2001), komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga
anggota. Salah satu dari anggota tersebut merupakan komisaris independen yang
sekaligus merangkap sebagai ketua, sedangkan anggota lainnya merupakan pihak
eksternal yang independen. Syarat untuk menjadi anggota komite audit adalah
independen atau tidak memiliki hubungan usaha maupun afiliasi dengan
perusahaan, direktur, komisaris, maupun pemegang saham utama (Herwidayatmo,
2000). Wallace and Zinkin (2005) dalam Yuen et.al (2009) menemukan bahwa
peran komite audit akan lebih efektif ketika anggota komite audit berjumlah
antara 3 – 6 orang. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran anggota komite audit akan
berpengaruh pada pengawasan terhadap manajemen, termasuk dalam hal
voluntary disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
C. Kerangka Teoritis
Model penelitian ini hanya terdiri dari satu arah yaitu untuk menjelaskan
pengaruh corporate governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan
komisaris, dan ukuran komite audit.
Kerangka mengenai hubungan antar masing-masing variabel dapat dilihat
dalam gambar di bawah ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar II.1
Skema konsep penelitian
D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Untuk membangun hipotesis, penulis menggunakan beberapa acuan dari
penelitian terdahulu yang akan dijelaskan dalam bagian ini.
1. Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap luas voluntary disclosure.
Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa salah satu pilihan
mekanisme pengendalian internal untuk menyamakan kepentingan pemegang
H2 +
H5 +
H4 +
H3 -
H1 - 1. Kepemilikan Manajerial (x1)
2. Kepemilikan Institusional
(x2 )
3. Tipe Struktur Kepemilikan
(x3 )
4. Ukuran Dewan Komisaris
(x4 )
5. Ukuran Komite Audit (x5 )
Voluntary
Disclosure (Y)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
saham dan manajer adalah kontrak insentif jangka panjang, yaitu dengan
memberikan insentif pada manajer apabila nilai perusahaan atau kemakmuran
pemegang saham meningkat, salah satunya dengan cara memberi kepemilikan
saham kepada manajer atau biasa kita sebut sebagai kepemilikan manajerial.
Kepemilikan manajerial memiliki hubungan negatif dengan luas voluntary
disclosure. Ketika kepemilikan manajerial rendah, outsider shareholder akan
meningkatkan monitoring terhadap perilaku manajer untuk meyakinkan bahwa
manajemen tidak bertindak opportunistic melainkan bertindak atas nama
pemegang saham. Monitoring oleh outsider shareholder akan semakin rendah
ketika manajer lebih banyak mengungkapkan voluntary disclosure, karena
menurut Eng dan Mak (2003), voluntary disclosure dinilai mampu menggantikan
monitoring oleh outsider shareholders karena dengan adanya voluntary disclosure
yang lebih luas telah mencukupi untuk dipakai oleh pengguna sebagai dasar
pengambilan keputusan.
Baek et. al (2010) menemukan pengaruh negatif signifikan antara
kepemilikan manajerial dengan luas voluntary disclosure. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ketika kepemilikan manajerial meningkat akan
menyebabkan agency cost menurun, sehingga luas voluntary disclosure juga
menurun. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H1= kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap dengan luas voluntary
disclosure
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap luas voluntary disclosure.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri manajer
(Djakman dan Novita, 2008). Hal ini berarti kepemilikan institusional dapat
menjadi pendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan tanggung jawab
sosial.
Summa dan Ben Ali (2006) dalam Waryanto (2010 menyebutkan bahwa
investor institusional memiliki power and experience untuk bertanggung jawab
dalam menerapkan prinsip corporate governance untuk melindungi hak dan
kepentingan seluruh pemegang saham sehingga mereka menuntut perusahaan
untuk melakukan komunikasi secara transparan. Hal tersebut berarti dengan
kepemilikan institusional yang besar dapat mendorong untuk meningkatkan luas
voluntary disclosure perusahaan.
Khodadadi et al (2010) menemukan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure dimana apabila persentase
kepemilikan institusional bertambah, luas voluntary disclosure juga akan
bertambah. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H2= Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas
voluntary disclosure
3. Pengaruh tipe struktur kepemilikan terhadap luas voluntary disclosure.
Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham
dimiliki oleh sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
tersebut memiliki jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan
lainnya.
Yu Shao (2007) dalam Waryanto (2010) menyatakan adanya tipe struktur
kepemilikan saham yang menyebar akan meningkatkan tindakan pengawasan
yang dilakukan shareholder sehingga perusahaan dituntut untuk meningkatkan
luas voluntary disclosure perusahaan untuk memenuhi informasi yang dibutuhkan
oleh shareholder yang beragam dalam rangka monitoring.
Achmad (2007) mengungkapkan bahwa dalam struktur kepemilikan
terkonsentrasi terdapat konflik potensial antara pemegang saham mayoritas
(controlling owners) dengan pemegang saham minoritas (minority shareholders).
Controlling owners memiliki dorongan untuk mencegah adanya voluntary
disclosure yang lebih luas untuk memperoleh keuntungan pribadi sehingga
menghalangi monitoring oleh outside shareholders dalam hal ini pemegang
saham minoritas. Hasil penelitian Achmad (2007) menyatakan bahwa luas
voluntary disclosure lebih rendah pada perusahaan dengan struktur mayoritas
ownership. Dengan kata lain, terdapat pengaruh negatif signifikan antara tipe
struktur kepemilikan dengan luas voluntary disclosure. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H3= tipe struktur kepemilikan berpengaruh negatif dengan luas voluntary
disclosure
4. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap luas voluntary disclosure.
Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang
ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas (FCGI, 2000). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abeysekera
(2008) jumlah dewan komisaris yang dinilai efektif berada pada rentang lebih dari
5 (lima) orang dan kurang dari 14 orang. Selain itu, jumlah dewan komisaris
sangat mempengaruhi aktivitas pengendalian dan pengawasan.
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan secara umum dewan komisaris
ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan. Aktifnya peran dewan komisaris dalam
melaksanakan tugasnya sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh
perusahaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menunjukkan
bahwa ukuran dewan komisaris yang direpresentasikan dengan jumlah anggota
dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Ukuran dewan komisaris yang besar lebih
efektif jika dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil (Dalton et
al, 1999; Nasution dan Setiawan, 2007; dan Abeysekera, 2008). Oleh karena itu,
jumlah dewan komisaris yang besar diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pengungkapan informasi, termasuk voluntary disclosure. Berdasarkan uraian
tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:
H4: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas
voluntary disclosure.
5. Pengaruh ukuran komite audit terhadap luas voluntary disclosure.
Komite audit adalah salah satu komite yang menunjang dewan komisaris.
Tanggung jawab komite audit adalah memilih auditor independen, mengawasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
proses audit, dan meyakinkan integritas dari pelaporan keuangan. Hal ini
berkaitan dengan adanya karakteristik umum yang melekat pada entitas bisnis
dimana pemusatan control atau pengendalian kepemilikan perusahaan hanya
berada pada di tangan pihak tertentu atau segelintir pihak saja (Nurlinda, 2011).
Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa komite audit adalah
komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan
pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit sangat penting bagi
pengelolaan perusahaan.
Nasir dan Abdullah (2004) menyatakan bahwa keberadaan komite audit
membantu menjamin pengungkapan dan sistem pengendalian berjalan dengan
baik. Dengan demikian, diharapkan dengan ukuran komite audit yang semakin
besar, pengawasan yang dilakukan akan semakin baik dan kualitas pengungkapan
informasi yang dilakukan perusahaan semakin meningkat, termasuk voluntary
disclosure. Berdasarkan paparan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam
penelitian ini, yaitu seperti berikut ini :
H6: Ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap luas voluntary
disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Setelah membahas landasan teori dan pengembangan hipotesis di Bab II,
maka pada Bab III akan menjelaskan mengenai desain penelitian, populasi,
sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan metode pengumpulan data,
definisi operasional dan pengukuran variabel, dan metode analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini.
A. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian pengujian hipotesis (hypothesis testing)
yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai
pengaruh corporate governance yang direpresentasikan kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan
ukuran komite audit terhadap luas voluntary disclosure. Menurut Sekaran (2006),
pengujian hipotesis harus dapat menjelaskan sifat dari hubungan tertentu,
memahami perbedaan antar kelompok atau independensi dua variabel atau lebih.
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal
minat yang ingin peneliti investigasi (Sekaran, 2006). Populasi dalam penelitian
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2008.
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel berupa purposive
sampling method. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang memenuhi kriteria-kriteria yaitu: (1) perusahaan manufaktur
yang telah terdaftar di BEI tahun 2008, (2) perusahaan manufaktur yang telah
terdaftar di BEI tahun 2008 dan menerbitkan annual report pada tahun 2008, (3)
perusahaan menggunakan mata uang rupiah, dan (4) perusahaan memiliki data
yang dibutuhkan peneliti. Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh jumlah
sampel sebanyak 51 perusahaan manufaktur. Jumlah sampel tersebut telah
memenuhi ukuran yang tepat. Ukuran sampel yang tepat kebanyakan penelitian
lebih dari 30 kurang dari 500 (Sekaran, 2006).
Alasan pengambilan perusahaan manufaktur sebagai bagian dari sampel
dalam penelitian ini karena menurut Jones (1999), perusahaan manufaktur yang
mengolah raw material menjadi barang setengah jadi melalui proses pabrikasi
adalah yang paling luas cakupan stakeholders-nya, sehingga dapat dianggap
sebagai perusahaan yang bertipe high profile. Perusahaan high profile merupakan
perusahaan yang dianggap lebih luas dalam melakukan pengungkapan
sukarelanya.
Selain itu, menurut Subekti (2005), sebagian besar perusahaan di
Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Penulis
juga berpendapat bahwa pemilihan sampel tersebut untuk menghindari bias
karena adanya perbedaan sektor industri, sehingga dalam penelitian ini hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
perusahaan yang tergolong dalam industri manufaktur yang diambil sebagai
sampel.
C. Data dan Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dari laporan
tahunan (annual report) perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2008.
Menurut Wardhani (2009), annual report merupakan media manajemen
perusahaan untuk melaporkan kinerja mereka atas tanggung jawab yang diberikan
oleh stakeholder. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa annual report
merupakan jendela informasi yang memungkinkan pihak-pihak di luar manajemen
mengetahui kondisi perusahaan. Sejauh mana informasi yang dapat diperoleh
akan sangat bergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure) dari annual
report perusahaan yang bersangkutan.
Data sekunder diperoleh dari jurnal, Indonesia Capital Market Directory
(ICMD), website BEI (www.idx.co.id) dan melalui website masing-masing
perusahaan sampel.
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan dua variabel utama, yaitu variabel independen
dan dependen. Adapun definisi dan pengukuran masing-masing variabel akan
dijelaskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1. Variabel Independen
Variabel independen direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan
ukuran komite audit.
a. Kepemilikan manajerial
Kepemilikan manajerial didefinisikan sebagai persentase saham yang
dimiliki oleh manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan
perusahaan yang meliputi komisaris dan direksi (Midiastuty & Machfoedz,
2003). Indikator yang digunakan sesuai dengan penelitian Baek et. al (2009),
Eng dan Mak (2005), dan Nugrahadi (2008) yaitu persentase kepemilikan
saham perusahaan oleh dewan komisaris dan dewan direksi.
b. Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional merupakan persentase suatu perusahaan
yang memiliki mutual funds, investment banking, asuransi, dana pensiun,
reksadana dan bank. Kepemilikan saham oleh institusi seperti perusahaan
asuransi, bank serta institusi lain akan mendorong pengawasan yang lebih
optimal terhadap kinerja perusahaan, termasuk luas voluntary disclosure yang
dilakukan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan
penelitian Khodadadi et. al (2010) dan Hailin dan Zezhen (2009) yaitu jumlah
kepemilikan saham oleh investor institusi terhadap total jumlah saham yang
beredar.
Proporsi Kepemilikan Manajerial = Kepemilikan saham oleh BOD&BOC x 100% Total saham beredar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
c. Tipe struktur kepemilikan
Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan
pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan.
Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan
yang terbagi dalam dua bentuk struktur kepemilikan: kepemilikan
terkonsentrasi dan kepemilikan menyebar (Nuryaman, 2008). Kepemilikan
saham dikatakan terkonsentrasi apabila dalam perusahaan terdapat pemegang
saham pengendali/utama, yaitu kepemilikan saham yang besarnya lebih dari
50% hak suara pada suatu perusahaan (Waryanto, 2010). Indikator yang
digunakan adalah dummy variabel yaitu skor 1 untuk kepemilikan saham
terkonsentrasi dan skor 0 untuk kepemilikan saham menyebar dan sesuai
dengan penelitian Achmad (2007).
d. Ukuran dewan komisaris
Dalton (1999) dan Abeysekera (2008) menyatakan bahwa ukuran
dewan komisaris yang besar lebih efektif jika dibandingkan dengan ukuran
dewan komisaris yang kecil. Indikator yang digunakan adalah jumlah
keseluruhan anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan baik yang
berasal dari internal maupun eksternal perusahaan sesuai dengan penelitian
Dalton (1999), Nasution dan Setiawan (2007), dan Abeysekera (2008).
Proporsi Kepemilikan Institusional = Kepemilikan saham oleh institusi x 100% Total saham beredar
Ukuran Dewan Komisaris = ∑Komisaris Internal + ∑Komisaris Eksternal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
e. Ukuran komite audit
Ukuran komite audit mengacu pada jumlah anggota komite audit yang
dimiliki oleh perusahaan (Nurlinda, 2011). Indikator yang digunakan
mengacu pada penelitian Waryanto (2010) dan Nuralinda (2011) yaitu:
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah ada atau tidaknya voluntary
disclosure, yang meliputi 32 item, dalam annual report perusahaan manufaktur
perusahaan sampel. Botosan (1997) dalam Achmad (2007) mengungkapkan
bahwa financial disclosure, termasuk di dalamnya voluntary disclosure, tidak
mudah untuk diukur. Akan tetapi, indeks disclosure dapat digunakan untuk
mengukur luas pengungkapan informasi yang dilakukan oleh perusahaan. Indeks
disclosure telah sering digunakan sebagai representasi luas voluntary disclosure
dan terbukti memberikan hasil yang konsisten dalam berbagai penelitian terdahulu
baik di dalam negeri maupun di luar negeri seperti Hong Kong (Chau and Gray,
2002); Singapura (Eng and Mak, 2003); Indonesia (Achmad, 2007); dan Iran
(Khodadadi et al, 2010). Oleh karena itu, penulis juga menggunakan indeks
disclosure untuk mengukur luas voluntary disclosure perusahaan.
Item voluntary disclosure dalam penelitian ini mengacu pada item yang
dikembangkan oleh Achmad (2007). Item tersebut merupakan penyesuaian dari
item yang digunakan oleh Khomsiyah (2005) dengan keadaan dan peraturan-
Ukuran Komite Audit = ∑komite audit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
peraturan terbaru yang berhubungan dengan disclosure (mandatory maupun
voluntary) di Indonesia. Dalam penelitian ini, Penulis juga telah melakukan
penyesuaian item yang dikembangkan oleh Achmad (2007) dengan peraturan
yang terbaru hingga tahun 2008 karena penelitian ini menggunakan populasi
perusahaan manufaktur tahun 2008. Penyesuaian yang dimaksud adalah
mengeliminasi item yang terdapat dalam voluntary disclosure apabila item
tersebut telah diwajibkan oleh peraturan yang tertuang dalam Surat Edaran Ketua
BAPEPAM No. SE-02/PM/2002 mengenai Pedoman Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik Industri
Manufaktur dan Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-134/BL/2006 tentang
Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan Bagi Emiten atau Perusahaan Publik.
Penyesuaian tersebut menyebabkan terdapat 17 item yang dieliminasi sehingga
jumlah item yang digunakan dalam penelitian sebanyak 32 item. Untuk item
penerapan voluntary disclosure yang lebih detail dapat dilihat di Lampiran I.
Kategori item voluntary disclosure dalam penelitian ini terdiri dari:
Tabel III.1 Kategori Item Voluntary Disclosure
Kategori Jumlah
I General corporate information 1 II Information about boards 4 III Business prospect 5 IV Research and development 4 V Employee information 7 VI Social responsibility reporting 6 VII Product and servis improvement 2 VIII Corporate governance information 3 Total item 32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Perhitungan indeks disclosure dilakukan dengan menggunakan dua metode
yaitu metode tanpa pembobotan dan metode pembobotan. Metode tanpa
pembobotan adalah jika item-item tersebut diungkapkan dalam annual report
maka diberikan skor 1 dan skor 0 diberikan jika item tersebut tidak diungkapkan
dalam annual report.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung luas voluntary disclosure
model pertama_tanpa pembobotan dalam penelitian ini mengacu persamaan yang
digunakan oleh Chobpichien (2008) dan Sentosa (2009) yaitu:
nVDISC iA =
Keterangan Persamaan:
Sedangkan indeks disclosure model kedua_pembobotan dilakukan dengan
menggunakan kuesioner. Pembobotan yang digunakan dalam penelitian ini juga
mengacu pada pembobotan yang digunakan oleh Achmad (2007). Pembobotan
dilakukan dengan menggunakan persepsi financial analiysts dengan range score
1 sampai 5. Setelah mendapatkan minimal 20 financial analiysts, beliau
menghitung rata-rata dan mengalikannya dengan jumlah item yang diungkapkan
oleh setiap perusahaan. Rumus penghitungan indeks voluntary disclosure dengan
metode pembobotan adalah:
Simbol Keterangan VDISCA i n
voluntary disclosure jumlah item dari pengungkapan yang dipenuhi jumlah keseluruhan item pengungkapan yang ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
wnwiVDISC B ×
×=
Keterangan Persamaan:
Proses pemberian indeks dalam penelitian melibatkan dua peneliti lain yaitu
Saudari Fransiska Dyan Irmayanti dan Isebel Sara Sade Adu yang merupakan
mahasiswa jurusan Akuntansi S1 Reguler Universitas Sebelas Maret Surakarta,
sehingga ketelitian data terjamin.
E. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif
dan pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan
program SPSS 16.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, standar deviasi,
maksimum, dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006).
2. Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur
dari goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit dapat diukur dari nilai
koefisien determinasi (R2), nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan
statistik dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah
Simbol Keterangan VDISCB i n w
voluntary disclosure pembobotan jumlah item dari pengungkapan yang dipenuhi jumlah keseluruhan item pengungkapan yang ditetapkan bobot per item berdasarkan persepsi mahasiswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai uji
statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima (Ghozali, 2006). Persamaan
regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
Model pertama:
Model kedua:
Tabel III.4
Keterangan Persamaan Regresi Berganda Simbol Keterangan
VDISC Voluntary Disclosure KMAN Kepemilikan Saham Manajerial KINST Kepemilikan Saham Institusional KTIPE Tipe Kepemilikan Saham UKKOM Ukuran Dewan Komisaris UKKA Ukuran Komite Audit β Koefisien Regresi E Error
a. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
variabel independen mampu menerangkan variabel dependen. Untuk jumlah
variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien
determinasi yang telah disesuaikan yaitu adjusted R2 (Ghozali, 2006).
Besarnya koefisien determinasi adalah 0 (nol) sampai dengan 1 (satu).
VDISC_tanpa pembobotan = α + β1KMAN + β2 KINST + β3 KTIPE +β4UKKOM +β5 UKKA+ ε
VDISC_pembobotan = α + β1KMAN + β2 KINST + β3 KTIPE +β4UKKOM +β5 UKKA+ ε
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Semakin mendekati nol, semakin kecil pula pengaruh semua variabel
independen (X) terhadap nilai variabel dependen (dengan kata lain semakin
kecil kemampuan model dalam menjelaskan perubahan nilai variabel
dependen). Jika koefisien determinasi mendekati satu, maka sebaliknya
(Ghozali, 2006).
b. Nilai F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Melalui nilai F
kita akan mengetahui apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional dan tipe struktur kepemilikan berpengaruh secara simultan
terhadap voluntary disclosure.
c. Nilai t
Merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah
variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen. Nilai t digunakan untuk menguji koefisien regresi secara parsial
dari variabel independennya. Dalam penelitian ini, nilai t menggunakan
tingkat signifikansi 5%. Adapun pengujian hipotesisnya adalah:
Jika p value < 0,05 maka H1 diterima.
Jika p value > 0,05 maka H1 ditolak.
Sebagai persyaratan pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi
klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan
penaksiran koefisien regresinya efisien (Ghozali, 2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2006).
Hasil pengujian data dilakukan dengan menguji Kolmogorov-Sminorv.
Kriteria pengujian apabila p value > 0,05 maka data berdistribusi normal,
sedangkan apabila p value < 0,05 data tidak berdistribusi normal. Hal ini
didukung juga dengan tampilan grafik histogram dan normal probability plot.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah masalah yang
sering muncul dalam analisis regresi terjadi, yaitu dimana terdapat korelasi
yang tinggi antar dua atau lebih variabel independen (Ghozali, 2006).
Pengujian dilakukan dengan menggunakan toleransi value VIF (variance
inflation factor). Jika tolerance value > 0,1 dan VIF < 10 maka tidak terjadi
multikolonieritas.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t–1 (Ghozali, 2006). Untuk mengetahui dan menguji
ada tidaknya autokorelasi dalam model analisis regresi, bisa digunakan cara
pengujian statistik Durbin Watson (DW).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel III.2 Nilai Durbin–Watson
Nilai DW Kesimpulan
Kurang dari 1,10
1,10 sampai 1,54
1,55 sampai 2,46
2,47 sampai 2,90
Lebih dari 2,91
Ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Ada autokorelasi
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain (Ghozali, 2006). Untuk menentukan heteroskedastisitas dapat
digunakan menggunakan grafik scatterplot. Dalam grafik scatterplot titik
yang terbentuk harus menyebar secara acak, baik di atas maupun di bawah
angka 0 pada sumbu Y. Bila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
3. T - test
T – test digunakan untuk menguji rata – rata atau pengaruh perlakuan dari
suatu percobaan yang menggunakan 1 faktor, dimana 1 faktor tersebut memiliki 2
level (Ghozali, 2006). Dalam penelitian ini t – test digunakan untuk mengetahui
perbedaan voluntary disclosure antara model pertama tanpa pembobotan dan
model kedua pembobotan perusahaan sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis
dan pembahasan hasil pengujian yang telah dilakukan selama penelitian dengan
bantuan program SPSS release 16.
A. Deskripsi Data
Analisis deskriptif data terdiri dari seleksi sampel dan statistik deskriptif
1. Seleksi Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa annual report tahun
2008. Data ini diperoleh dari situs www.idx.co.id dan dari situs masing-masing
perusahaan sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008 yang berjumlah 149 perusahaan.
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan yang memenuhi beberapa
kriteria tertentu yang sudah dijelaskan (lihat bab III, hal. 36). Berdasarkan teknik
pengambilan sampel tersebut, maka jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 51 perusahaan. Oleh karena itu, pengolahan dan pengujian
data dilakukan pada 51 perusahaan yang data dan informasinya lengkap (lihat
Lampiran II).
53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Hasil seleksi sampel berdasarkan kriteria dirinci sebaga berikut:
Tabel IV.1 Hasil seleksi sampel kriteria
No Kriteria Jumlah 1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2008 149 2 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2008 dan menerbitkan annual report tetapi tidak tersedia baik pada www.idx.co.id maupun website perusahaan (91)
3 Perusahaan manufaktur tidak menggunakan mata uang rupiah (5)
4 Perusahaan tidak memiliki data yang dibutuhkan peneliti (3)
Jumlah sampel terseleksi 51
2. Statitsik Deskriptif
Analasis awal terhadap data penelitian berupa statistik deskriptif. Pada
Tabel IV.2 di bawah ini dijelaskan statistik deskriptif dari variabel dependen
penelitian. Informasi mengenai statistik deskriptif tersebut meliputi: nilai
minimum, maksimum, rerata (mean), dan standar deviasi yang dihitung dengan
menggunakan alat bantu statistik SPSS release 16. Hasil dari perhitungan tersebut
ditampilkan pada Tabel IV.2 berikut:
Tabel IV.2 Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Variabel Mean Min Max St. Deviasi VDISC_pembobotan 0,474 0,205 0,738 0,115
VDISC_tanpa pembobotan
0,464 0,188 0,719 0,122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Luas voluntary disclosure sebagai variabel dependen dalam penelitian ini
diperoleh dari penghitungan indeks disclosure berdasar annual report perusahaan
tahun 2008. Luas voluntary disclosure diperoleh dengan 2 metode yang berbeda,
yakni model pertama tanpa pembobotan dan model kedua pembobotan. Oleh
karena itu, peneliti menampilkan dua output yang berbeda untuk setiap pengujian.
Dari hasil statistik deskriptif di atas, dapat diketahui bahwa rerata
perusahaan mengungkapkan item voluntary disclosure adalah sebesar 46,400%
untuk model tanpa pembobotan dan 47,400% untuk model pembobotan. Hasil
tersebut mengindikasikan bahwa luas voluntary disclosure pada perusahaan
manufaktur tahun 2008 di Indonesia tergolong cukup tinggi, mengingat voluntary
disclosure bukan merupakan pengungkapan wajib yang diharuskan oleh PSAK.
Berikut grafik rerata voluntary disclosure untuk masing-masing kategori:
Gambar IV.1 Grafik Voluntary Disclosure
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Gambar IV.1 menunjukkan grafik mengenai voluntary disclosure yang
dilakukan oleh perusahaan manufaktur pada tahun 2008 dalam tingkat persentase.
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa kategori II, information obout
boards, merupakan kategori yang paling banyak diungkapkan oleh perusahaan.
Rerata luas pengungkapan kategori information about boards berkisar pada
tingkat 99,000% yang berarti bahwa hampir semua perusahaan sampel melakukan
pengungkapan informasi tentang dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan.
Luas pengungkapan selanjutnya diikuti oleh kategori VIII, corporate governance
informations, dengan rerata tingkat pengungkapan sekitar 80,000% untuk masing-
masing model. Voluntary disclosure dengan tingkat terendah ditempati oleh
kategori research and development, kategori product and service improvement
dan kategori business prospect. Luas pengungkapan ketiga kategori tersebut
berada dibawah 25,000% bahkan untuk kategori research and development luas
pengungkapan berkisar pada 15,000%. Pengungkapan untuk ketiga kategori
tersebut dinilai sangat rendah dibandingkan dengan pengungkapan kategori
lainnya. Padahal, dari segi nilai informasi, kategori research & development,
product & service information dan business prospect merupakan kategori yang
informasinya lebih bermanfaat dalam pengambilan keputusan investasi oleh
investor.
Voluntary disclosure model tanpa pembobotan dilakukan dengan membagi
jumlah item yang telah diterapkan perusahaan dengan total item yang telah
ditentukan. Berdasarkan tabel IV.2 dapat diketahui bahwa nilai rerata luas
voluntary disclosure_tanpa pembobotan sebesar 46,400%. Astra International Tbk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
dan Unilever Indonesia Tbk melakukan voluntary disclosure paling tinggi untuk
tahun 2008, yaitu sebesar 71,900%. Pengungkapan paling rendah dilakukan oleh
Colorpak Indonesia Tbk sebesar 18,800%. Angka tersebut jauh dibawah rerata
tingkat voluntary disclosure pada tahun 2008 sebesar 46,400%.
Sedangkan luas voluntary disclosure model pembobotan memiliki nilai
rerata sebesar 47,400%. Tingkat pengungkapan paling tinggi menurut model ini
dilakukan oleh Unilever Indonesia Tbk dengan tingkat pengungkapan sebesar
73,800%. Sebaliknya, tingkat pengungkapan paling rendah juga dilakukan oleh
Colorpak Indonesia Tbk dengan tingkat pengungkapan sebesar 20,500%.
Berdasarkan statistik deskriptif di atas, baik atas indeks disclosure model
pembobotan maupun indeks disclosure model tanpa pembobotan,
mengindikasikan bahwa perusahaan manufaktur di Indonesia semakin transparan
dalam mengungkapkan informasinya, khususnya dalam hal voluntary disclosure.
Hal tersebut dapat dilihat melalui perbandingan nilai rerata luas voluntary
disclosure antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya oleh Achmad
(2007). Hasil penelitian Achmad (2007) menyatakan bahwa hanya terdapat 4
perusahaan dari 149 perusahaan sampel yang melakukan pengungkapan sukarela
dengan indeks >50,000%. Bahkan sebagian besar perusahaan sampel yakni 55
perusahaan sampel hanya melakukan pengungkapan dengan indeks 11-20,000%.
Untuk statistik deskriptif dari variabel independen penelitian akan
dijelaskan pada Tabel IV.3 di bawah ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tabel IV.3 Statistik Deskriptif Variabel Independen
Variabel Min Max Mean Std. Deviasi KMAN 0,000 0,256 0,013 0,039 KINST 0,128 0,980 0,715 0,203 KTIPE 0,000 1,000 0,710 0,460 UKKOM 2,000 10,000 4,650 1,958 UKKA 2,000 5,000 3,080 0,392
Kepemilikan saham manajerial menunjukkan besarnya persentase
kepemilikan saham oleh manajemen perusahaan yang berperan secara aktif dalam
pengambilan keputusan yaitu dewan komisaris dan direksi. Rerata persentase
kepemilikan manajerial di Indonesia relatif kecil yaitu hanya sebesar 1,300%.
Hanya ada satu perusahaan yang mempunyai jumlah kepemilikan manajerial
paling besar, sebesar 25,600% dari total kepemilikan saham beredar perusahaan,
yaitu Lion Mesh Prima Tbk. Sedangkan perusahaan dengan jumlah kepemilikan
manajerial terendah yakni 0,000% yang berarti bahwa perusahaan tidak memiliki
struktur kepemilikan manajerial sejumlah 25 perusahaan, dengan kata lain
49,019% perusahaan sampel tidak memiliki struktur kepemilikan manajerial.
Kepemilikan saham institusional menunjukkan besarnya persentase saham
yang dimiliki oleh investor institusi di luar perusahaan dengan rata-rata sebesar
71,500%. Hal ini berarti bahwa rerata porsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh
institusi lain dalam perusahaan adalah sebesar 71,500% dari seluruh saham yang
beredar. Menurut Kepmenkeu Nomor 179/KMK.010/2003 tentang kepemilikan
saham dan permodalan perusahaan efek, benchmark kepemilikan institusional
paling rendah sekitar 25,000% (dua puluh lima perseratus) saham dari perusahaan.
Dari 51 perusahaan sampel, hanya terdapat 2 perusahaan yang tidak mematuhi
peraturan tersebut yakni Inter Delta Tbk dengan kepemilikan institusional sebesar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
12,880% dan Metrodata Electronics Tbk sebesar 12,930%. Untuk jumlah
kepemilikan saham institusional terendah sebesar 12,880% dimiliki oleh Inter
Delta Tbk. Jumlah kepemilikan saham institusional terbanyak adalah 98,040%
yang dimiliki oleh HM Sampoerna Tbk.
Tipe struktur kepemilikan diukur dengan menggunakan variabel dummy
yang diperoleh sebagai berikut:
Tabel IV.4 Tipe Kepemilikan
Tipe Struktur Kepemilikan Jumlah Persentase
Terkonsentrasi 36 70,588%
Menyebar 15 29,412%
Tabel IV.4 menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan manufaktur di
Indonesia memiliki struktur kepemilikan saham terkonsentrasi, yaitu sebanyak
70,588% atau 36 perusahaan sampel dan hanya 15 perusahaan atau 29,412%
perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan saham menyebar. Hasil tersebut
sejalan dengan hasil penelitian Achmad (2007) yang menyatakan bahwa 62%
perusahaan manufaktur di Indonesia mempunyai tipe kepemilikan terkonsentrasi.
Penelitian Alijoyo et al (2004) dalam Achmad (2007) juga menemukan bahwa
tingkat kepemilikan terkonsentrasi di Indonesia relatif tinggi, dimana 60,000%
perusahaan sampel mengindikasikan adanya satu pemegang saham yang memiliki
hak suara substansial dan kontrol atas perusahaan.
Abeysekera (2008) mengungkapkan bahwa jumlah dewan komisaris di
Kenya dinilai efektif berada pada rentang lebih dari 5 (lima) orang dan kurang
dari 14 orang. Berdasarkan tabel IV.5, rerata jumlah dewan komisaris adalah 5
orang. Menurut Muntoro (2006), ukuran dewan komisaris yang efektif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dipengaruhi oleh 1) ukuran dewan direksi, 2) jenis industri, 3) risiko yang
dihadapi, dan 4) komite audit.
Jumlah dewan komisaris paling sedikit dimiliki oleh PT. Metrodata
Electronics Tbk yang hanya memiliki dua anggota dewan komisaris. Hal tersebut
menunjukkan kurangnya pelaksanaan corporate governance pada PT. Metrodata
Electronics pada tahun 2008. Hal ini memungkinkan lemahnya pengawasan
dewan komisaris terhadap manajemen sehingga berdampak pada rendahnya luas
voluntary disclosurenya yaitu sebesar 34,400%. Ada beberapa perusahaan yang
memiliki jumlah dewan komisaris yang paling banyak, sebanyak 10 orang, salah
satunya yaitu PT. Astra Internasional Tbk dengan luas voluntary disclosure paling
tinggi yaitu 71, 900%. Semakin besar ukuran dewan komisaris berarti semakin
banyak pihak yang melakukan pengawasan terhadap perusahaan sehingga
monitoring yang dilakukan akan lebih efektif, termasuk dalam hal memberikan
tekanan kepada manajemen agar mengungkapkan informasi lebih banyak
mengenai perusahaan.
Untuk variabel terakhir yaitu ukuran komite audit mengacu pada jumlah
anggota komite audit yang dimiliki perusahaan. Jumlah komite audit paling
sedikit adalah 2,00 orang yang dimiliki PT Merck Tbk. Sedangkan perusahaan
dengan jumlah komite audit terbanyak yaitu sebesar 5,00 dimiliki oleh PT Indofoo
Sukses makmur Tbk. Nilai rata-rata (mean) dari ukuran komite audit untuk tahun
2008 adalah sebesar 3,080.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
B. Pengujian Hipotesis
Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, sebagai prasyarat
pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa
data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan penaksiran koefisien regresinya
efisien. Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa macam pengujian, meliputi:
Normalitas, Multikolinieritas, Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas. Berikut ini
hasil pengujian asumsi klasik :
1. Uji Normalitas
Hasil uji Kolmonogrov-Smirnov tampak di bawah ini :
Tabel IV.5 Hasil Uji Kolmonogrov-Smirnov
Luas voluntary disclosure One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Model Pertama
Model Kedua
N 51 51Normal Parametersa Mean 0,000 0,000
Std. Deviation 0,116 0,108Most Extreme Differences
Absolute 0,099 0,106Positive 0,099 0,102Negative -0,066 -0,106
Kolmogorov-Smirnov Z 0,710 0,759Asymp. Sig. (2-tailed) 0,695 0,612a. Test distribution is Normal.
Model pertama menunjukkan nilai Kolmonogrov-Smirnov sebesar 0,710 dan
tidak signifikan pada 0,05 (karena ρ value = 0,695 > dari 0,05). Sedangkan dalam
model kedua, nilai Kolmonogrov-Smirnov sebesar 0,759 dan tidak signifikan pada
0,05 (karena ρ value = 0,612 > dari 0,05). Dari hasil tersebut dapat diartikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
bahwa tidak terdapat penolakan H0 yang mengatakan residual terdistribusi secara
normal. Dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal (Ghozali,
2006).
2. Uji Multikolonieritas
Menurut Ghozali (2006), syarat tidak terjadinya korelasi antarvariabel
independen adalah
a. Nilai VIF tidak ada yang melebihi 10,000
b. Nilai Tolerance tidak ada yang kurang dari 0,100
Hasil pengujian multikoloniearitas tampak di bawah ini :
Tabel IV.6 Hasil Uji Multikoloniearitas model pertama
Variabel Tolerance VIF Keterangan
KMAN 0,752 1,330 Tidak terjadi multikoloniearitas
KINST 0,817 1,224 Tidak terjadi multikoloniearitas
KTIPE 0,943 0,943 Tidak terjadi multikoloniearitas
UKKOM 0,854 1,171 Tidak terjadi multikoloniearitas
UKKAUD 0,910 1,099 Tidak terjadi multikoloniearitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data Statistik
Tabel IV.7 Hasil Uji Multikoloniearitas model kedua
Variabel Tolerance VIF Keterangan
KMAN 0,733 1,364 Tidak terjadi multikoloniearitas
KINST 0,797 1,225 Tidak terjadi multikoloniearitas
KTIPE 0,941 1,063 Tidak terjadi multikoloniearitas
UKKOM 0,890 1,124 Tidak terjadi multikoloniearitas
UKKAUD 0,932 1,072 Tidak terjadi multikoloniearitas
Sumber: Hasil Pengolahan Data Statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Tabel di atas ini menunjukkan bahwa tidak ada variabel bebas yang
mempunyai nilai tolerance kurang dari 0,100, hal ini berarti tidak ada kolerasi
antar variable bebas. Hasil perhitungan nilai VIF (Variance Inflation Factor) juga
menunjukkan hal yang sama, dimana tidak satupun variabel bebas yang memiliki
nilai VIF lebih besar dari 10,000. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
multikolinearitas antar variable bebas sehingga model regresi layak dipakai untuk
kedua model penelitian.
3. Uji Autokorelasi
Salah satu alat untuk mendeteksi adanya autokorelasi yaitu uji Durbin
Watson, yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson hitung (d) dengan
nilai batas lebih tinggi (upper bond atau du). Penelitian dikatakan bebas dari
autokorelasi apabila nilai d berada di antara nilai du dan 4-du.
Berikut ini hasil uji Durbin Watson menggunakan SPSS versi 16.00:
Tabel IV.8 Hasil Uji Durbin Watson
Luas voluntary disclosure model pertama_tanpa pembobotan
Model R R2 Adjusted R2
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
5 0,309e 0,095 0,077 0,117 1,935
e. Prediktor: (Constant), UKKOM
f. Variabel dependen: VDISCtanpa pembobotan
Dengan menggunakan pengujian statistik Durbin Waston diperoleh nilai
DW sebesar 1,935. Nilai Durbin Watson sebesar 1,935 dibandingkan dengan nilai
tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5,000%, jumlah sampel observasi
sebesar 51 (n) dan jumlah variabel independen 5 (k=5). Setelah nilai du diperoleh,
maka dapat ditentukan nilai 4–du sebesar 2,229 (4-1,771). Oleh karena nilai dhitung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
1,935 berada di antara du1,771dan 4-du 2,229 (du<dw<4-du) maka dapat
disimpulkan tidak terdapat autokorelasi antarresidual.
Tabel IV.9 Hasil Uji Durbin Watson
Luas voluntary disclosure model kedua_pembobotan
Model R R2 Adjusted
R2
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
5 0,338e 0,114 0,096 0,111 1,815 e. Prediktor: (Constant), UKKOM
f. Variabel dependen: VDISC pembobotan
Sumber: Hasil Pengolahan Data Statistik
Berdasarkan hasil uji Durbin Watson pada Tabel IV.10 di atas, nilai dhitung
(Durbin Watson) diperoleh sebesar 1,815 yang berada di antara du dan 4-du atau
du<d<4-du. Nilai Durbin Watson sebesar 1,815 dibandingkan dengan nilai tabel
dengan menggunakan nilai signifikansi 5,000%, yang mana jumlah sampel
observasi sebesar 51 (n) dan jumlah variabel independen 5 (k=5). Setelah nilai du
diperoleh, maka dapat ditentukan nilai 4–du sebesar 2,229 (4-1,771). Oleh karena
nilai dhitung 1,815 berada di antara du1,771dan 4-du 2,229, maka dapat disimpulkan
tidak terdapat autokorelasi antarresidual.
4. Uji Heteroskedastisitas
Hasil pengujian heterokedastisitas disajikan pada Grafik IV.1 berikut ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Gambar IV.2
Uji Heteroskedastisitas Luas voluntary disclosure model pertama_tanpa pembobotan
Gambar IV.3
Uji Heteroskedastisitas Luas voluntary disclosure model kedua_pembobotan
Berdasarkan Grafik IV.1 dan IV.2 di atas, terlihat bahwa titik-titik menyebar
secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y.
Hal ini mengindikasikan dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model regresi dengan maupun tanpa pembobotan sehingga model layak dipakai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
untuk memprediksi luas voluntary disclosure berdasarkan variabel independen
kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan tipe kepemilikan. Uji
heteroskedastisitas pada penelitian ini tidak hanya menggunakan analisis plot
mengingat sampel yang digunakan hanya 51 perusahaan. Analisis dengan grafik
plots memiliki kelemahan yang cukup signifikan oleh karena jumlah pengamatan
mempengaruhi hasil ploting. Semakin sedikit jumlah pengamatan semakin sulit
menginterpretasikan hasil grafik plot. Oleh sebab itu, diperlukan uji statistik yang
lebih dapat menjamin keakuratan hasil (Ghozali, 2006). Uji statistik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah uji Glejser.
Tabel IV.10 Hasil Uji Glesjer
Luas voluntary disclosure model pertama_tanpa pembobotan Variabel Sig Kriteria Simpulan
KMAN 0,744 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
KINST 0,434 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
KTIPE 0,506 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
UKKOM 0,761 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
UKKA 0,590 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
Dependen Variabel: Abs_Res
Hasil uji Glejser menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen
yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut
Res (Abs_Ut). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat
kepercayaan 5,000%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung
adanya heteroskedastisitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Tabel IV.11 Hasil Uji Glesjer
Luas voluntary disclosure model kedua_tanpa pembobotan Variabel Sig Kriteria Simpulan
KMAN 0,469 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
KINST 0,749 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
KTIPE 0,538 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
UKKOM 0,792 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
UKKA 0,296 Sig>0,05 Tidak terjadi heteroskedastisitas
Dependen Variabel: Abs_res
Hasil uji Glejser menunjukkan bahwa tidak ada satupun variabel independen
yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut
Res (AbsUt_pembobotan). Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas
tingkat kepercayaan 5,000%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak
mengandung adanya heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik linier di atas secara keseluruhan dapat
disimpulkan bahwa model regresi untuk memprediksi voluntary disclosure dalam
penelitian, baik model tanpa pembobotan maupun model pembobotan telah
memenuhi asumsi normalitas dan bebas dari gejala multikoloniearitas,
autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Oleh karena itu, model regresi ini dapat
digunakan sebagai dasar analisis.
5. Analisa Hasil Regresi
Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusan
masalah yaitu menguji apakah corporate governance berpengaruh terhadap luas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
voluntary disclosure perusahaan, baik menggunakan model pertama_tanpa
pembobotan maupun model kedua_pembobotan. Pengujian regresi berganda ini
dilakukan dengan metode backward. Metode backward adalah salah satu metode
pengolahan data dengan cara memasukan semua variabel independen secara
keseluruhan dan secara otomatis SPSS akan menghilangkan satu persatu variabel
independen yang dianggap kurang signifikan dalam memprediksi model
persamaan regresi sampai didapatkan model persamaan regresi yang paling
signifikan (Mauliano, 2009). Pengolahan data menggunakan metode backward
menghasilkan lima model persamaan regresi yang memberikan signifikasi
konstanta yang berbeda-beda. Model kelima dipilih karena memiliki nilai
signifikasi konstanta paling kecil yaitu sebesar 0,027 dalam model pertama dan
0,017 dalam model kedua. Selain itu, model tersebut juga memiliki nilai anova
tertinggi sebesar 5,170 dalam model pertama dan 6,069 dalam model kedua (lihat
Lampiran V). Model tersebut merupakan model yang paling signifikan dalam
memprediksi luas voluntary disclosure.
a) Pengaruh Corporate Governance terhadap Luas Voluntary Disclosure
model pertama_tanpa pembobotan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh corporate
governance yang direpresentasikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, tipe kepemilikan, ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit
terhadap luas voluntary disclosure.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda terkait pengaruh corporate
governance terhadap luas voluntary disclosure diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel IV.12 Hasil Regresi Berganda Model Pertama
Variabel Coefficient t-Statistic Sig. (Constant) 0,375 8,754 0,000 KMAN -0,103 -0,736 0,465 KINST -0,186 -1,380 0,174 KTIPE 0,061 0,442 0,661 UKKOM 0,019 2,274 0,027* UKKA 0,007 0,049 0,961 R Square 0,095 Adjusted R Square 0,077 F 5,170 Sig 0,027
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5% Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh variabel
independen mampu menerangkan variabel dependen. Setiap tambahan satu
variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel
tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena
itu, untuk jumlah variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan
koefisien determinasi yang telah disesuaikan yaitu Adjusted R2 ( Ghozali, 2006).
Tabel IV.13 di atas menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,100
dan Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,077. Berdasarkan nilai Adjusted
(R2) tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 7,700% variabel dependen
dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya
sebanyak 92,300% dijelaskan oleh faktor lain.
Dalam tabel tersebut juga menunjukkan nilai F hitung sebesar 5,170 dengan
probabilitas 0,027 (p – value < 0,05). Karena nilai F lebih besar dari 4 dan
probabilitas jauh lebih kecil dari 5,000% maka model regresi ini menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tingkatan yang baik (good overall model fit) sehingga model regresi dapat
digunakan untuk memprediksi luas voluntary disclosure atau dapat dikatakan
bahwa kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan
ukuran dewan komisaris dan ukuran komite audit secara bersama – sama
berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure (Ghozali, 2006).
Pengaruh signifikan dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel
dependen dapat diketahui dari besarnya ρ-value. Apabila ρ-value lebih kecil dari
tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila ρ-value lebih besar
dari tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya
menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap luas
voluntary disclosure. Variabel lainnya, seperti kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, tipe kepemilikan, dan ukuran komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure baik dalam
model pertama_tanpa pembobotan maupun model kedua_pembobotan.
Kepemilikan manajerial memiliki ρ-value sebesar 0,465 pada tingkat
signifikansi 5,000%, lebih besar dari 0,050 dan menunjukkan koefisien negatif.
Berarti kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas
voluntary disclosure. Besar kecilnya jumlah kepemilikan saham manajerial dalam
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2008 tidak akan
berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
tersebut. Hal tersebut dikarenakan relatif sedikit perusahaan sampel yang
memiliki kepemilikan manajerial, bahkan 49,019% perusahaan sampel yakni 25
perusahaan tidak memiliki struktur kepemilikan manajerial. Hasil ini konsisten
dengan penelitian yang dilakukan Nugrahadi (2008); Nasir dan Abdullah (2004)
bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap luas
voluntary disclosure, namun bertolak belakang dengan hasil penelitian Eng dan
Mak (2003). Karena hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka
hipotesis pertama ditolak.
Hipotesis kedua adalah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan
positif terhadap luas voluntary disclosure. Kepemilikan institusional memiliki
koefisien negatif dengan p-value sebesar 0,174 menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap luas voluntary
disclosure sehingga hipotesis kedua dinyatakan ditolak. Hasil penelitian ini
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Khodadadi et al (2010);
Hailin and Zezhen (2009) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap luas voluntary disclosure.
Koefisien negatif yang dimiliki kepemilikan institusional menunjukkan
hubungan negatif antara kepemilikan institusional dengan luas voluntary
disclosure. Koefisien tersebut berlawanan dengan koefisien yang diharapkan
dalam hipotesis. Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi
maka akan mengurangi luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan.
Data kepemilikan intitusional perusahaan sampel menunjukkan bahwa sebagian
besar perusahaan, yakni 32 dari 51 perusahaan sampel memiliki kepemilikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
institusional dengan tipe terkonsentrasi (kepemilikan saham >50,000% dan
dimiliki oleh satu institusi saja). Kondisi tersebut, memungkinkan fungsi
kepemilikan institusional yang semula digunakan sebagai alat monitoring sebagai
pihak yang memonitor perusahaan menjadi tidak efektif. Seharusnya, tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang
lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku
opportunistic manajer (Djakman dan Novita, 2008). Adanya kondisi struktur
kepemilikan institusional yang terkonsentrasi hanya oleh satu institusi
dimungkinkan menyebabkan institusi tersebut berperan sebagai pemegang saham
mayoritas yang berpartisipasi secara aktif dalam perusahaan. Hal ini berakibat
pada munculnya konflik kepentingan antara pemegang saham mayoritas
(controlling shareholders) dengan pemegang saham minoritas (minority
shareholders). Oleh karena itu, controlling shareholders mempunyai kekuasaan
untuk turut campur dalam pengambilan keputusan manajemen untuk kepentingan
pribadi mereka, termasuk untuk menyembunyikan beberapa informasi perusahaan
dari pemegang saham minoritas, misalnya informasi voluntary disclosure-nya,
sehingga luas voluntary disclosure perusahaan menjadi rendah. Dengan kata lain,
investor institusional hanya bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi
saja tanpa mempedulikan tanggung jawab perusahaan pada stakeholders lain.
Seperti halnya yang terjadi pada PT Aqua Golden Misissisipi Tbk dengan
kepemilikan institusional sebesar 94,000% dan hanya dimiliki oleh satu institusi
saja, luas voluntary disclosure perusahaan dibawah rerata yakni hanya sebesar
43,800% untuk model tanpa pembobotan, dan 44,900% untuk model pembobotan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Sedangkan yang terjadi pada PT Ultra jaya Milk Tbk, dengan kepemilikan
institusi sebesar 37,32% dan dimiliki oleh 3 institusi yang berbeda yakni PT
Prawiradjaja Perkasa, PT Indolife Pensiontama, dan AJ Central Asia Raya, luas
voluntary disclosure perusahaan diatas rerata yakni 53,100% untuk model tanpa
pembobotan dan 52,800% untuk model pembobotan.
Variabel ketiga, tipe kepemilikan merupakan variabel independen terakhir
dalam penelitian ini. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa tipe struktur
kepemilikan bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap luas
voluntary disclosure. Tipe struktur kepemilikan memiliki ρ-value sebesar 0,661,
lebih besar dari 0,050 sehingga dapat disimpulkan bahwa tipe struktur
kepemilikan tidak berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary disclosure yang
dilakukan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa tipe kepemilikan, apakah
menyebar atau terkonsentrasi, tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary
disclosure yang dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan Hailin and Zezhen (2009) namun bertolak belakang
dengan penelitian Achmad (2007). Koefisien tipe struktur kepemilikan negatif
yang ditunjukkan dalam tabel memperlihatkan adanya hubungan yang negatif
antara tipe struktur kepemilikan dengan luas voluntary disclosure. Hasil ini tidak
sejalan dengan hipotesis ketiga dalam penelitian ini, sehingga hipotesis ketiga
ditolak.
Ukuran dewan komisaris memiliki ρ-value sebesar 0,027 pada tingkat
signifikansi 5,000% menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh
positif secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah
perusahaan akan memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses
pelaksanaan corporate governance sehingga perusahaan akan mengungkapkan
informasi dengan lebih baik.
Dalton et. al (1999) menyatakan bahwa peranan keahlian atau konseling
yang diberikan oleh dewan komisaris merupakan jasa yang berkualitas bagi
manajemen dan perusahaan yang tidak dapat diberikan oleh pasar. Jumlah dewan
komisaris yang besar akan memunculkan perpaduan skill antar anggotanya yang
selanjutnya akan meningkatkan ketelitian pengawasan dan pengendalian terhadap
manajemen perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris berarti semakin
banyak yang melakukan pengawasan terhadap perusahaan.
Menurut Muntoro (2006) ukuran dewan komisaris dapat membantu
meningkatkan keefektifan kerja dewan komisaris dan ukuran yang tidak seimbang
dengan jumlah direksi yang lebih banyak akan menyebabkan komisaris
menghadapi kesulitan ketika bernegosiasi dengan dewan direksi. Ukuran dewan
komisaris yang besar mungkin akan lebih menjamin perlindungan terhadap
pemegang saham dan pembatasan kekuasaan yang jelas di jajaran direksi. Jika
dikaitkan dengan pengungkapan, maka dewan komisaris dengan ukuran yang
besar akan memiliki power yang lebih besar untuk menekan manajemen agar
mengungkapkan informasi lebih banyak mengenai perusahaan. PT Astra
Internasional Tbk merupakan perusahaan yang menyajikan voluntary disclosure
paling banyak yaitu 71,900% dengan memiliki ukuran dewan komisaris yang
paling besar berjumlah 10 orang. Ukuran dewan komisaris yang besar ini juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
membawa PT Astra Internasional Tbk menerima banyak penghargaan terkait
pelaksanaan corporate governance perusahaan seperti penghargaan yang
diberikan majalah AsiaMoney yang tertuang dalam annual report-nya, yaitu “No.
2 Best Companies in Asia for Corporate Governance, No. 1 Best Overall for
Corporate Governance dan No.1 Best for Disclosure and Transparency”.
Perusahaan tersebut juga menerima penghargaan “Asia’s Best Company” yang
diberikan oleh Majalah Finance Asia yang juga tertuang dalam annual report
perusahaan. Penilaian tersebut membuktikan bahwa PT Astra Internasional Tbk
telah menerapkan prinsip corporate governance dengan baik.
Koefisien positif yang dimiliki ukuran dewan komisaris menunjukkan
hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan luas voluntary
disclosure. Hasil peneltian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sembiring (2005) dan Abeysekera (2008) yang menemukan bahwa dewan
komisaris berpengaruh positif terhadap luas pengungkapan yang dilakukan
perusahaan. Hasil ini sejalan dengan hipotesis keempat dalam penelitian ini,
sehingga hipotesis keempat diterima.
Variabel kelima, ukuran komite audit merupakan variabel independen
terakhir dalam penelitian ini. Ukuran komite audit memiliki ρ-value sebesar
0,961, lebih besar dari 0,050. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa
ukuran komite audit bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
luas voluntary disclosure. Berapapun jumlah komite audit yang dimiliki
perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yuen et. al (2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
dimana hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa keberadaan komite audit
tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Penjelasan yang memungkinkan
dari hasil penelitian itu adalah tugas komite audit pada perusahaan manufaktur di
Indonesia lebih ditekankan pada informasi yang masuk dalam pengungkapan
wajib menurut peraturan yang berlaku. Menurut KNKG (2006), salah satu tugas
komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan
baik, pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan
standar audit yang berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh
manajemen. Dengan adanya peraturan tersebut, dimungkinkan komite audit pada
perusahaan manufaktur di Indonesia tidak terlalu menekankan manajemen untuk
melakukan pengungkapan yang melebihi peraturan, dalam hal ini voluntary
disclosure. Yuan et. al (2009) juga menyatakan bahwa keberadaan komite audit di
Cina bukan ditujukan untuk memberikan tekanan pada perusahaan untuk
melakukan voluntary disclosure melainkan menjamin bahwa perusahaan telah
mematuhi pengungkapan wajibnya. Oleh karena itu, keberadaan komite audit
tersebut tidak mampu meningkatkan transparansi khususnya dalam hal
memberikan informasi nonmandatory pada publik.
Koefisien ukuran komite audit positif yang ditunjukkan dalam tabel
memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara ukuran komite audit dengan
luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
b) Pengaruh corporate governance terhadap luas voluntary disclosure model
kedua_pembobotan
Hasil analisis regresi berganda pengaruh corporate governance terhadap
luas voluntary disclosure dengan model kedua yaitu metode pembobotan dapat
dilihat dalam ringkasan tabel IV.14.
Tabel IV.13 Hasil Regresi Berganda Model Kedua
Variabel Coefficient t-Statistic Sig. (Constant) 0,380 0,042 0,000 KMAN -0,048 -0,337 0,738 KINST -0,130 -0,981 0,332 KTIPE -0,041 -0,296 0,769 UKKOM 0,020 2,464 0,017* UKKA 0,079 0,559 0,579 R Square 0,114 Adjusted R Square 0,096 F 6,069 Sig 0,017
*Secara statistik signifikan pada tingkat 5%
Tabel IV.14 menunjukkan bahwa nilai R Square (R2) sebesar 0,114 dan
Adjusted R Square (Adjusted R2) sebesar 0,096. Berdasarkan nilai Adjusted (R2)
tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebanyak 9,600% luas voluntary disclosure
dapat dijelaskan oleh variabel independen dan variable kontrol dan sisanya
sebanyak 90,400% dijelaskan oleh faktor lain.
Dalam tabel IV.14 juga menunjukkan nilai F hitung senilai F = 6,069
dengan probabilitas sebesar 0,017 < 0,05. Nilai probabilitas kurang dari 0,05
menunjukkan bahwa luas voluntary Disclosure dapat dijelaskan oleh ke-5
prediktor tersebut.
Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, penelitian dengan
menggunakan model kedua juga menemukan bahwa ukuran dewan komisaris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
berpengaruh signifikan positif terhadap luas voluntary disclosure. Variable
lainnya yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe kepemilikan
dan ukuran komite audit tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure.
Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan (p-value sebesar
0,738) terhadap luas voluntary disclosure. Hasil penelitian dalam model kedua ini
konsisten dengan hasil penelitian dalam model pertama_tanpa pembobotan. Hal
ini mengindikasikan bahwa besar kecilnya jumlah kepemilikan manajerial dalam
perusahaan tidak akan berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang
dilakukan perusahaan tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan Nugrahadi (2008) dan Nasir dan Abdullah (2004) bahwa kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure. Namun bertolak
belakang dengan hasil penelitian Eng dan Mak (2003). Karena hasil pengujian
bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis pertama ditolak.
Hasil regresi variabel kepemilikan institusional dalam model kedua juga
menunjukkan hasil yang sama dengan hasil regresi dalam model pertama tanpa
pembobotan. Secara statistik, kepemilikan institusional tidak berpengaruh
terhadap luas voluntary disclosure. Variabel ini memiliki koefisien negatif
(koefisien = -0,122, dengan p-value sebesar 0,381), dan koefisien tersebut
berlawanan dengan koefisien yang diharapkan. Hasil ini bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan Khodadadi et al (2010); Hailin and Zezhen (2009) yang
menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap luas
voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
Hasil analisis regresi dalam model kedua juga menunjukkan bahwa secara
statistik variabel tipe kepemilikan tidak berpengaruh signifikan (p–value sebesar
0,769) terhadap luas voluntary disclosure. Hal ini mengindikasikan bahwa
konsentrasi kepemilikan, apakah menyebar atau terkonsentrasi, tidak akan
berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure yang dilakukan perusahaan
tersebut. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan Hailin and Zezhen
(2009) namun bertolak belakang dengan penelitian Achmad (2007). Karena hasil
pengujian bertolak belakang dengan hipotesis, maka hipotesis ketiga ditolak.
Ukuran dewan komisaris memiliki ρ-value sebesar 0,027 pada tingkat
signifikansi 5,000% menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh
positif secara signifikan terhadap luas voluntary disclosure perusahaan. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris sebuah
perusahaan akan memberikan pengawasan yang lebih optimal terhadap proses
pelaksanaan corporate governance sehingga perusahaan akan mengungkapkan
informasi dengan lebih baik.
Koefisien positif yang dimiliki ukuran dewan komisaris menunjukkan
hubungan positif antara ukuran dewan komisaris dengan luas voluntary
disclosure. Hasil peneltian ini konsisten dengan hasil penelitian model pertama.
Serta sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) dan
Abeysekera (2008) yang menemukan bahwa dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan yang dilakukan perusahaan. Hasil ini sejalan dengan
hipotesis keempat dalam penelitian ini, sehingga hipotesis keempat diterima.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Variabel kelima, ukuran komite audit merupakan variabel independen
terakhir dalam penelitian ini. Ukuran komite audit memiliki ρ-value sebesar
0,579, lebih besar dari 0,050. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa
ukuran komite audit bukan variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
luas voluntary disclosure. Berapapun jumlah komite audit yang dimiliki
perusahaan tidak berpengaruh terhadap luas voluntary disclosure perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Yuen, et. al (2009).
Menurut Yuan et. al (2009), keberadaan komite audit di Cina bukan ditujukan
untuk memberikan tekanan pada perusahaan untuk melakukan voluntary
disclosure melainkan menjamin bahwa perusahaan telah mematuhi pengungkapan
wajibnya. Oleh karena itu, keberadaan komite audit tersebut tidak mampu
meningkatkan transparansi khususnya dalam hal memberikan informasi
nonmandatory pada publik. Di Indonesia, salah satu tugas komite audit adalah
membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan keuangan
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum,
struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, pelaksanaan
audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang
berlaku, dan tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen
(KNKG, 2006). Dengan adanya peraturan tersebut, dimungkinkan komite audit
pada perusahaan manufaktur di Indonesia juga tidak terlalu menekankan
manajemen untuk melakukan pengungkapan yang melebihi peraturan, dalam hal
ini voluntary disclosure, melainkan lebih ditekankan pada informasi yang masuk
dalam kategori pengungkapan wajib.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Koefisien ukuran komite audit positif yang ditunjukkan dalam tabel
memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara ukuran komite audit dengan
luas voluntary disclosure. Hasil pengujian bertolak belakang dengan hipotesis,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima ditolak.
6. T- test
T – test digunakan untuk menguji apakah luas voluntary disclosure antara
model pertama_tanpa pembobotan dan model kedua_pembobotan mempunyai
perbedaan signifikan. Karena sampel berhubungan atau berasal dari populasi yang
sama dengan perlakuan yang berbeda maka t-test menggunakan uji paired sample
t-test (Ghozali, 2006).
Tabel IV.15 Uji paired sample t-test
T df Sig. (2-tailed) Pair 1 VDISCpembobotan –
VDISCtanpapembobotan -2.046 50 .046
Terkait dengan luas voluntary disclosure, tabel IV.15 di atas menunjukkan
probabilitas sebesar 0,046. Karena probabilitas < 5% maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan luas voluntary disclosure model pertama_tanpa
pembobotan dan model kedua_pembobotan. Hasil ini menunjukkan bahwa rata-
rata voluntary disclosure berbeda secara signifikan antara metode tanpa
pembobotan dan metode pembobotan, dimana perusahaan cenderung lebih luas
mengungkapkan voluntary disclosure dalam metode pembobotan dengan melihat
bobot informasi masing-masing item pengungkapan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
BAB V
PENUTUP
Setelah dilakukan analisis hasil pembahasan pada bab IV, maka pada bab
ini akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian, saran, keterbatasan dan
rekomendasi untuk peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dengan menguji pengaruh corporate governance
(kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, tipe struktur kepemilikan,
ukuran dewan komisaris, dan ukuran komite audit) terhadap luas voluntary
disclosure pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan:
1. Perusahaan manufaktur di Indonesia dalam mengungkapkan informasi
mengenai voluntary disclosure ternyata relatif tinggi mengingat voluntary
disclosure bukan merupakan salah satu pengungkapan wajib (mandatory
disclosure) yang dipersyaratkan oleh PSAK. Dari 51 perusahaan sampel,
diketahui bahwa luas voluntary disclosure adalah sebesar 46,400% untuk
model tanpa pembobotan dan 47,400% untuk model pembobotan.
Perusahaan paling banyak mengungkapkan item yang terdapat pada kategori
information about boards dan kategori corporate governance information
dengan persentase lebih dari 85,000%. Item yang paling sedikit diungkapkan
dalam annual report adalah item dalam kategori research and development,
produk&sertification dan kategori business prospect.
82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
2. Sesuai dengan tujuan penelitian, hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan
corporate governance berpengaruh signifikan terhadap luas voluntary
disclosure baik dalam model pertama maupun model kedua. Variabel
independen (corporate governance) yang mempengaruhi luas voluntary
disclosure berupa ukuran dewan komisaris. Ukuran dewan komisaris yang
besar lebih efektif jika dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang
kecil (Nasution dan Setiawan, 2007). Dengan adanya pengawasan yang lebih
efektif tersebut diharapkan perusahaan lebih transparan dalam
mengungkapkan informasi perusahaan, termasuk voluntary disclosure–nya.
Dewan komisaris dengan ukuran yang besar akan memiliki power yang lebih
besar untuk menekan manajemen agar mengungkapkan informasi lebih
banyak mengenai perusahaan, termasuk dalam voluntary disclosure
perusahaan. Variabel lain yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional, tipe kepemilikan dan ukuran komite audit tidak berpengaruh
terhada luas voluntary disclosure yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008.
3. Hasil t – test menunjukkan adanya perbedaan variance terkait luas voluntary
disclosure, hal ini mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan luas voluntary
disclosure antara model pertama tanpa pembobotan dengan model kedua
tanpa pembobotan. Sedangkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
model pertama dan model kedua memberikan hasil yang sama, dimana hanya
variabel ukuran dewan komisaris yang berpengaruh terhadap luas voluntary
disclosure dengan tingkat signifikansi pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
bahwa dengan melihat bobot informasi item pengungkapan maupun tidak,
ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan memberikan pengawasan yang
lebih efektif pada perusahaan. Dengan adanya pengawasan yang lebih efektif
tersebut diharapkan perusahaan lebih transparan dalam mengungkapkan
informasi perusahaan, termasuk voluntary disclosure–nya.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, luas voluntary disclosure perusahaan di
Indonesia sudah tergolong tinggi. Akan tetapi, pengungkapan atas kategori yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan investasi seperti item yang terdapat
dalam kategori business prospect masih tergolong rendah. Saran yang dapat
diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah sebaiknya pengungkapan atas
informasi tentang business prospect dalam annual report lebih ditingkatkan
mengingat informasi tersebut memiliki bobot informasi yang lebih besar dalam
pengambilan keputusan investasi.
C. Keterbatasan
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sampel dalam penelitian ini hanya sebanyak 51 perusahaan sehingga kurang
bisa mewakili populasi yang berjumlah 149 perusahaan.
2. Tingkat Adjusted R2 yang rendah dari model yang diuji yakni 0,077 untuk
model tanpa pembobotan dan 0,096 untuk model pembobotan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
D. Rekomendasi
Adapun rekomendasi bagi penelitian selanjutnya yang meneliti mengenai
voluntary disclosure, antara lain:
1. Adjusted R2 yang rendah dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel lain
yang tidak digunakan dalam penelitian ini mempunyai pengaruh yang lebih
besar terhadap luas voluntary disclosure perusahaan sehingga sebaiknya untuk
penelitian selanjutnya mempertimbangkan untuk menggunakan variabel
lainnya juga diluar variabel yang digunakan dalam penelitian ini seperti
komposisi komisaris independen ataupun keberadaan komite – komite
lainnya.
2. Untuk penelitian selanjutnya bisa membandingkan luas voluntary disclosure
antara industri di Indonesia dengan negara lain (studi komparatif).