ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI EXCELLENT …
Transcript of ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI EXCELLENT …
ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI
EXCELLENT GAMBOENG WHITE TEA SEBAGAI DASAR
PENENTUAN HARGA JUAL DI PPTK GAMBOENG,
BANDUNG
SKRIPSI
YANA MELATI SUCI
11140920000037
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1440 H
10
ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI
EXCELLENT GAMBOENG WHITE TEA SEBAGAI DASAR
PENENTUAN HARGA JUAL DI PPTK GAMBOENG,
BANDUNG
Oleh :
YANA MELATI SUCI
11140920000037
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
ii
PENGESAHAN UJIAN
Skipsi berjudul “Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Excellent
Gamboeng White Tea Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual Di PPTK
Gamboeng, Bandung” yang ditulis oleh Yana Melati Suci NIM 11140920000037,
telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Sidang Munaqosah Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Kamis, 20
Desember 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agribisnis.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2018
Yana Melati Suci
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama : Yana Melati Suci
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir: Tangerang, 12 November 1996
Kewarganegaraan : Indonesia
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jalan Semanggi 2 No. 15 A, RT 03/RW03
Kec. Ciputat Timur – Kab. Tangerang Selatan, 15412
No. Hp : 089648683720
E-mail : [email protected]
2002 – 2008 : SDN Duri Kepa 17 Pagi
2008 – 2011 : SMPN 89 Jakarta Barat
2011 – 2014 : SMAN 1 Kasiman Kabupaten Bojonegoro
2014 – 2018 : S-1 Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
IDENTITAS DIRI
RIWAYAT PENDIDIKAN
v
2009 : Anggota Ekskul Paduan Suara SMPN 89 Jakarta Barat
2012 : Anggota Murid Berprestasi Kabupaten Bojonegoro
2015 : Anggota Divisi Kewirausahaan HMJ Agribisnis UIN Jakarta
2017 : Wakil Ketua Seni Suara Agribisnis UIN Jakarta
2017 : Ketua Divisi Kewirausahaan HMJ Agribisnis UIN Jakarta
2013 : Juara 1 Lomba Pidato Bahasa Inggris Kabupaten Bojonegoro
2013 : Juara 3 Olimpiade SMA Tingkat Kabupaten
2017 : Penerima Beasiswa Peningkatan Akademik UIN Jakarta
2017 : Pelatihan Manajemen Pemasaran PPTK Gamboeng, Bandung.
2017 : Divisi Produksi PPTK Gamboeng - Bandung
2017 – sekarang : Guru Private di Lia Bimbel
PENGALAMAN ORGANISASI
PRESTASI YANG TELAH
DICAPAI
PENGALAMAN KERJA
vi
RINGKASAN
Yana Melati Suci. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Excellent Gamboeng
White Tea Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual di PPTK Gamboeng, Bandung. Di
bawah bimbingan Junaidi dan Eny Dwiningsih
Teh merupakan salah satu komoditi hasil olahan tanaman pertanian yang
berasal dari daun Camellia sinensis yang memiliki banyak manfaat bagi tubuh. ).
Teh putih atau white tea merupakan teh yang paling banyak memiliki khasiat
dibandingkan dengan teh hitam maupun teh hijau. Hal ini disebabkan white tea
mengandung sejumlah senyawa polifenol yang berperan sebagai antioksidan
sehingga dapat bermanfaat untuk kesehatan, terutama mencegah penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dan
kanker. PPTK Gamboeng (Pusat Penelitian Teh dan Kina) Bandung merupakan
salah satu perusahaan perkebunan teh milik negara sekaligus Badan Usaha di bawah
PT. RPN (Riset Perkebunan Nusantara) yang memproduksi white tea. PPTK
Gamboeng melakukan pencatatan biaya yang digunakan dalam produksi dan diolah
secara cermat sesuai dengan jenis dan sifat biaya tersebut namun, dalam penentuan
harga jual perusahaan masih mengacu dan mengikuti harga pesaing sehingga
metode yang digunakan belum jelas dan tidak detail karena menggabungkan dan
membebankan biaya dalam ke dalam 3 produk sekaligus.
Berbagai jenis produk white tea kemasan yang beredar di pasaran
menyebabkan adanya persaingan pasar yang semakin ketat yang mendorong PPTK
Gamboeng agar mampu bersaing dengan perusahaan lainnya. Apabila harga jual
yang dihasilkan tinggi biasanya konsumen akan beralih kepada produk dari
perusahaan lain yang memiliki kualitas dan rasa yang sama dengan produk teh putih
milik PPTK Gamboeng, Maka manajemen perusahaan harus mengatur strategi
yang tepat salah satunya dengan perhitungan harga pokok produksi agar dapat
mempertahankan atau bahkan meningkatkan posisinya di tengah persaingan yang
tengah terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui proses produksi white
tea yang dilakukan di PPTK Gamboeng. (2) Mengetahui biaya untuk memproduksi
excellent gamboeng white tea di PPTK Gamboeng. (3) Menghitung harga pokok
produksi white tea dengan menggunakan Metode Full Costing. (4) Menghitung
Harga Pokok Produksi white tea dengan menggunakan Metode Activity Based
Costing. (5) Mengidentifikasi perbedaan antara perhitungan harga pokok produksi
dengan menggunakan metode perusahaan, metode Full Costing dan metode
Activity Based Costing.
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer didapat melalui pengamatan langsung dan wawancara
langsung dengan pihak perusahaan. Data sekunder diperoleh dari literatur buku,
skripsi dan jurnal. Analisis digunakan dengan menggunakan dua metode yaitu full
costing dan Activity Based Costing. Serta dibantu dengan pengolahan data
menggunakan software Excel 2010.
vii
Dari penelitian ini diketahui bahwa perhitungan harga pokok produksi
dengan menggunakan metode Full Costing untuk jenis produk white tea premium
adalah sebesar Rp.541.331 untuk jenis white tea KW I adalah sebesar Rp.541.269
dan untuk white tea unsorted adalah sebesar Rp. 541.336. Metode full costing
mudah diaplikasikan tetapi tidak mencerminkan konsumsi sumberdaya dalam
pembuatan produk yang sesungguhnya, sehingga kurang tepat untuk menghitung
harga pokok produksi. Metode ABC adalah metode perhitungan harga pokok
produksi yang memiliki hasil paling rendah dibandingkan kedua metode, diketahui
total biaya produksi untuk ketiga jenis produk white tea mengalami penurunan
biaya produksi bila dibandingkan dengan metode perusahaan dan Full Costing.
Dasar kalkulasi harga pokok produksi ABC dapat menghasilkan harga pokok
produksi yang paling rasional dari ketiga jenis produk white tea tersebut. Dari hasil
perhitungan HPP dengan metode ABC, biaya oprasional pabrik (BOP) dialokasikan
berdasarkan cost drivers (pemicu biaya) ke setiap satuan produk, dengan
menggunakan metode ABC didapati bahwa HPP per kg untuk jenis produk white
tea premium adalah sebesarRp. 497.670 untuk white tea KW I adalah sebesar Rp.
508.757 dan untuk white tea unsorted adalah sebesar Rp.506.910 per kg.
Perhitungan dengan metode ABC dapat melihat biaya produksi yang benar-benar
terjadi pada setiap proses produksi, sedangkan perhitungan dengan metode full
costing tidak dapat mengetahui biaya dari aktivitas produksi yang menyebabkan
biaya tersebut menjadi rendah atau tinggi. Jadi, perhitungan harga pokok produksi
dengan menggunakan metode ABC disarankan dapat digunakan sebagai penetapan
harga pokok produksi perusahaan
Kata Kunci : Harga pokok produksi, White Tea, Full Costing, Activity Based
Costing
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Excellent Gamboeng White Tea
Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual Di PPTK Gamboeng, Bandung”. Skripsi
ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana strata I (SI)
pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak
lepas dari bantuan dan peranan banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Kedua orang tua tercinta yang selama ini telah mencurahkan kasih sayang, doa
serta motivasi yang begitu besar kepada penulis dan juga adik kecil ku Meliana
yang selalu memberikan dukungannya.
2. Ir. Junaidi, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan,
solusi serta bimbingannya sehingga banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
3. Eny Dwiningsih, S.T.P, M.Si selaku Pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan yang bermanfaat dalam proses pelaksanaan penelitian dan
penulisan skripsi.
ix
4. Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si selaku ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatulllah Jakarta.
6. Segenap dosen Program Studi Agribisnis atas ilmu pengetahuan dan
pengalaman hidup yang dengan ikhlas diajarkan dan diberikan kepada penulis
7. Bapak Shabri selaku manajer produksi teh di PPTK Gamboeng dan Ibu
Kralawi Sita selaku pembimbing lapangan, serta semua karyawan yang telah
memberikan beragam bantuan dalam menyelesaikan penelitian penulis
8. Aji Kumara, Fergy dyah, Hanifa, Lussyana, Truwansui, Titik Tiara, serta
Amelia Novitasari, dan teman–teman Agribisnis angkatan 2014 yang
senantiasa memberi dukungan, motivasi dan keceriaan kepada penulis.
9. Serta semua pihak yang telah membantu secara langsung dan tidak langsung,
yang tidak dapat disebutkan satu persatu;
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah mereka
berikan, Amin. Besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca umumnya. Jazakumullah khairan
katsiran, Amiin Ya Allah Ya Rabbal Allamin.
Jakarta, 20 Desember 2018
Yana Melati Suci
x
DAFTAR ISI
RINGKASAN.......................................................................................................vi
KATA PENGANTAR........................................................................................ viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup .............................................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Biaya dalam Perusahaan .......................................................... 10
2.2 Harga Pokok Produksi ................................................................................. 11
2.3 Metode Penetapan Harga Pokok Produksi .................................................. 13
2.4 Biaya dan Klasifikasinya ............................................................................. 15
2.5 Metode Full Costing .................................................................................... 20
2.6 Metode Activity Based Costing .................................................................. 22
2.6.1 Hierarki Biaya dalam ABC ................................................................ 23
2.6.2 Tahapan Perancangan Activity Based Costing .................................. 24
xi
2.7 Perbedaan ABC dengan Full Costing .......................................................... 27
2.8 Teh ............................................................................................................... 27
2.8.1. White tea ........................................................................................... 29
2.8.2 Manfaat White tea ................................................................................. 30
2.9 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 32
2.10 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 36
3.2 Sumber Data ................................................................................................ 36
3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 37
3.4 Metode Analisis Data .................................................................................. 37
3.4.1 Aktivitas Produksi ............................................................................. 39
3.4.2 Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing ....... 39
3.4.3 Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC ................... 40
3.5 Definisi Operasional .................................................................................... 44
BAB VI GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah PPTK Gamboeng ............................................................................ 45
4.2 Lokasi dan Tata Letak PPTK Gamboeng .................................................... 48
4.3 Visi dan Misi PPTK .................................................................................... 49
4.3.1 Visi ..................................................................................................... 49
4.3.2 Misi .................................................................................................... 50
4.4 Struktur Organisasi ...................................................................................... 50
4.5 Fasilitas dan Sarana Prasarana PPTK Gamboeng ....................................... 51
4.6 Ketenagakerjaan .......................................................................................... 59
xii
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Proses Produksi White tea Pada PPTK Gamboeng ..................................... 60
5.2 Biaya Produksi ............................................................................................ 65
5.2.1 Penggunaan Biaya Langsung ............................................................. 65
5.2.2 Penggunaan Biaya Tidak Langsung .................................................. 67
5.3 Penetapan Harga Pokok Produksi ............................................................... 73
5.3.1 Produksi dan Pendapatan ................................................................... 73
5.3.2 Penetapan HPP Metode Perusahaan .................................................. 74
5.3.3 Penetapan HPP Metode Full Costing ................................................ 76
5.3.4 Penetapan HPP Metode Activity Based Costing (ABC) ..................... 86
5.4 Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi .......................................... 108
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 113
6.2 Saran .......................................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 116
LAMPIRAN....................................................................................................... 118
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbandingan Harga Excellent Gamboeng White Tea dengan Kompetitor........ 5
2. Aktivitas dan Level Aktivitas............................................................................ 41
3. Jenis Aktivitas dan Biaya Aktivitas .................................................................. 42
4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode ABC ............................................ 43
5. Komposisi Sumberdaya Manusia PPTK Gamboeng Tahun 2017 .................... 59
6. Perbedaan Bahan Baku White Tea Premium dengan KW I .............................. 61
7 . Biaya Bahan Baku White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017 ......................... 66
8. Biaya Listrik Pabrik White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017 ...................... 69
9. Total Biaya Overhead PPTK Gamboeng Tahun 2017 ..................................... 71
10. Pendapatan White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017 ................................... 74
11. Perhitungan Harga Pokok Produksi White Tea Metode Perusahaan
PPTK Gamboeng Tahun 2017 ........................................................................ 76
12. Persentase Data Produksi White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017 ............. 77
13. Harga Pokok Produksi Metode Full Costing White Tea Premium PPTK
Gamboeng Tahun 2017 ................................................................................... 81
14. Harga Pokok Produksi Metode Full Costing White Tea KW I PPTK
Gamboeng Tahun 2017 ................................................................................... 83
15. Harga Pokok Produksi Metode Full Costing White Tea Unsorted PPTK
Gamboeng Tahun 2017 ................................................................................... 85
xiv
16. Persentase Penggunaan Listrik Pabrik White Tea PPTK Gamboeng Tahun
2017 ................................................................................................................. 89
17. Cost Driver White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017 ................................... 90
18. Cost Driver White Tea Premium ..................................................................... 92
19. Aktivitas, Biaya Aktivitas dan Tarif Aktivitas White Tea Premium ............... 94
20. Biaya Aktivitas per Produk White Tea Premium ............................................ 95
21. Harga Pokok Produksi Metode ABC White Tea Premium PPTK
Gamboeng Tahun 2017 ................................................................................... 96
22. Cost Driver White Tea KW I .......................................................................... 98
23 Aktivitas, Biaya Aktivitas dan Tarif Aktivitas White Tea KW I ................... 100
24. Biaya Aktivitas per Produk White Tea KW I ................................................ 101
25. Harga Pokok Produksi Metode ABC White Tea KW I PPTK
Gamboeng Tahun 2017 ................................................................................. 102
26. Cost Driver White Tea Unsorted................................................................... 104
27. Aktivitas, Biaya Aktivitas dan Tarif Aktivitas White Tea Unsorted ............ 105
28. Biaya Aktivitas per Produk White Tea Unsorted .......................................... 106
29. Harga Pokok Produksi Metode ABC White Tea Unsorted PPTK
Gamboeng Tahun 2017 ................................................................................. 107
30. Perbandingan Harga Pokok Produksi White Tea PPTK Gamboeng
Tahun 2017 ................................................................................................... 108
31. Selisih Harga Pokok Produksi White Tea antara Metode Full Costing dan
ABC.............................................................................................................. 109
32. Selisih Laba White Tea antara Metode Full Costing dan ABC......................111
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Data Konsumsi Teh Tahun 2002-2014............................................................ 2
2. Data Penjualan dan Target Penjualan White Tea PPTK Gamboeng............... 6
3. Keyakinan Dasar yang Melandasi Metode ABC............................................. 23
4. Pucuk Peko Bahan Baku White tea................................................................. 30
5. Kerangka Pemikiran........................................................................................ 35
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar Pertanyaan ..................................................................................... 118
2. Stuktur Organisasi PPTK Gamboeng ..................................................... 119
3. Proses Produksi White Tea ...................................................................... 120
4. Biaya Penyusutan Tahun 2017 ................................................................. 121
5. Total Biaya Listrik Tahun 2017 ............................................................... 122
6. Total biaya Pemasaran Tahun 2017 ......................................................... 123
7. Mesin Peralatan dan Bahan ........................................................................... 124
8. Aktivitas Produksi dan Biaya Produksi ................................................... 125
9. Cost Driver White Tea Premium ............................................................. 126
10. Biaya Per Produk White Tea Premium .................................................. 128
11. Cost Driver White Tea KW I ................................................................. 130
12. Biaya Per Produk White Tea KW I ........................................................ 132
13. Cost Driver White Tea Unsorted ............................................................ 134
14. Biaya Per Produk White Tea Unsorted ................................................... 136
15. Sarana dan Prasarana PPTK Gamboeng ................................................. 138
16. Produk dan Jasa PPTK Gamboeng ......................................................... 140
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teh merupakan salah satu komoditi hasil olahan daun Camellia sinensis
yang memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Hal ini disebabkan teh mengandung
sejumlah senyawa polifenol jenis flavanol diantaranya katekin, epikatekin,
epigalokatekin, dan galokatekin (Somantri, 2011:12). Teh putih atau white tea
merupakan teh yang paling banyak memiliki khasiat dibandingkan dengan teh
hitam maupun teh hijau. Senyawa polifenol yang terdapat pada white tea mampu
sebagai antioksidan sehingga dapat bermanfaat untuk kesehatan, terutama
mencegah penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes
mellitus, hipertensi, dan kanker. White tea memiliki potensi untuk memblokir
mutasi DNA sebagai pemicu pembentukan tumor. Dalam penelitian menunjukkan
bahwa white tea dapat memerangi kuman lebih efektif secara signifikan. White tea
juga memiliki efek antiviral dan antijamur yang dapat dikembangkan menjadi obat
untuk mencegah terjadinya penyakit (Kristiono, 2011:23).
Pertumbuhan permintaan teh dalam negeri dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yaitu rata-rata pertumbuhan setiap tahunnya sebesar 6% (Pusat
Penelitian Teh dan kina, 2017:2), hal tersebut menjadikan tingkat konsumsi white
tea nasional ikut meningkat. Perkembangan konsumsi teh dari tahun 2002-2015
cenderung meningkat (Gambar 1). Konsumsi teh diperoleh dari hasil susenas
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) yang diterbitkan oleh BPS tahun 2016 (Badan
Pusat Statistik, 2016). Meningkatnya konsumsi teh dari tahun ke tahun terjadi
2
karena masyarakat pada saat ini yang sadar akan kesehatan akan mengurangi kopi
dan beralih dengan meminum teh khususnya white tea karena memiliki manfaat
yang lebih banyak hingga tiga kali lipat dibanding black tea ataupun green tea.
Perkembangan konsumsi teh di Indonesia dapat dilihat pada gambar 1 di bawah
ini:
Gambar 1. Data Konsumsi Teh Tahun 2002-2014
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2016
Konsumsi teh mengalami peningkatan dari tahun ke tahun membuat para
industri pengolahan teh berlomba-lomba untuk memproduksi teh salah satunya
yaitu white tea. Hal tersebut merupakan peluang bagi industri pengolahan untuk
memproduksi dan memasarkan produk white tea. PPTK Gamboeng (Pusat
Penelitian Teh dan Kina) merupakan salah satu perusahaan perkebunan teh milik
negara sekaligus Badan Usaha di bawah PT. RPN yang memproduksi white tea.
PPTK Gamboeng merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang agribisnis
teh dan kina mulai dari hulu (budidaya) hingga hilir (pasca panen). Adapun
produk yang dihasilkan oleh PPTK Gamboeng meliputi Teh Hitam (Black Tea),
Teh Hijau (Green Tea) dan Teh Putih (White tea). Dari ketiga produk tersebut,
0.770.71
0.670.71 0.69
0.780.71
0.640.69
0.66
0.52
0.62 0.61
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
(Kg/Kapita/Tahun)
3
produk white tea merupakan produk yang paling tinggi atau mahal harganya
karena white tea memiliki banyak manfaat, selain itu bahan utama yang digunakan
yaitu pucuk teh yang masih menggulung yang sangat terbatas dan proses
pengolahan yang dilakukan sangat khusus sehingga menjadikan white tea lebih
special dan lebih mahal dibandingkan dengan produk Black tea atau Green Tea.
PPTK Gamboeng dalam memproduksi produk white tea selalu
menggolongkan biaya menjadi dua yaitu biaya produksi dan biaya non produksi.
Biaya produksi ini akan membentuk harga pokok produksi yang digunakan untuk
menghitung harga pokok produk jadi, sedangkan biaya non produksi akan
ditambahkan pada harga pokok produksi untuk menghitung total harga pokok
produk (Sugiri dan Agus Riyono, 2002:34). PPTK Gamboeng melakukan
pencatatan biaya yang digunakan dalam produksi dan diolah secara cermat sesuai
dengan jenis dan sifat biaya tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah
perusahaan mengetahui jumlah biaya yang sebenarnya, namun dalam penentuan
harga jual perusahaan masih mengacu dan mengikuti harga pesaing sehingga
metode yang digunakan belum jelas dan tidak detail karena menggabungkan dan
membebankan biaya ke dalam 3 produk sekaligus. Pada laporan keuangan
perusahaan tidak memisahkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya listrik,
biaya penyusutan, dan biaya pemasaran untuk masing-masing jenis produk white
tea. Manajemen keuangan perusahaan dalam menghitung harga pokok produksi
tidak mengelompokan dan memisahkan biaya langsung maupun tidak lansgung,
dan dalam perhitungannya tidak memisahkan antara ketiga jenis produk yaitu
white tea premium, KW I maupun unsorted. Manajemen perusahaan hanya
4
menghitung satu kali perhitungan dengan menjumlahkan keseluruhan hasil
produksi (kg) yang dihasilkan, hal tersebut menyebabkan perusahaan tidak
mengetahui berapa biaya harga pokok produksi dari masing masing produk white
tea. Penetapan harga pokok produksi menurut perusahaan tidak memasukan biaya
biaya variabel seperti biaya listrik, biaya penyusutuan, biaya kendaraan, biaya
bensin, dan biaya pemasaran, hal ini menyebabkan banyak kesalahan dalam
perhitungan yang disebabkan oleh tidak terperincinya jenis jenis biaya yang akan
menyebabkan manajemen keuangan salah dalam mengambil keputusan untuk
menentukan harga jual yang layak bagi perusahaan.
Perhitungan harga pokok produksi yang akan digunakan untuk
menentukan harga jual produk diperbolehkan mengambil keuntungan sebanyak-
banyaknya. Tidak ditemukan satu dalilpun yang membatasi keuntungan yang
boleh diambil oleh seorang pedagang dari bisnisnya. Bahkan sebaliknya,
ditemukan beberapa dalil yang menunjukkan bahwa pedagang bebas menentukan
persentase keuntungannya, disebutkan dalam HR. Abu Daud, no. 3451.
Artinya: “Sesungguhnya Allah adalah zat yang menetapkan harga, menyempitkan
dan melapangkan rezeki, sang pemberi rezeki. Sementara aku berharap bisa
berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian yang
menuntutku disebabkan kezalimanku dalam urusan darah maupun harta”
Harga Jual white tea PPTK Gamboeng untuk kualitas premium dijual
dengan harga Rp. 1.000.000/kg yang merupakan harga jual tertinggi kedua setelah
5
merek walini yang di produksi oleh PTPN VIII. Perbandingan Harga jual white
tea PPTK Gamboeng dengan kompetitor untuk kualitas premium dapat dilihat
pada tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Perbandingan Harga Excellent Gamboeng White Tea dengan Kompetitor
No
Nama Produk Nama
Produsen
Harga
1 Gamboeng
White tea
PPTK
Gamboeng
Rp. 1.000.000/kg
2 Andi White tea Andi Tea Rp. 950.000/kg
3 Silver Needle Ciwidey
Plantation
Rp. 1.000.000/kg
4 Walini PTPN VIII Rp. 1.500.000/kg
5 Kemuning
White tea
Kemuning Tea Rp. 900.000/kg
Sumber: pusat penelitian teh dan kina, 2017
Berbagai jenis produk white tea kemasan yang beredar dipasaran seperti
produk andi white tea, walini, dan kemuning white tea menyebabkan adanya
persaingan pasar yang semakin ketat yang mendorong PPTK Gamboeng agar
mampu bersaing dengan perusahaan lainnya dalam industri pengolahan white tea.
Produk yang sudah memiliki merek dagang terkenal mampu bertahan dengan
harga jual tinggi, hal ini dikarenakan kualitas dianggap terjamin sehingga tidak
terpengaruh dengan adanya pesaing baru, sedangkan untuk produk yang sedang
mencari pasar, berlomba – lomba untuk menawarkan harga jual terendah untuk
menarik perhatian konsumen. Produk baru inilah yang biasannya memiliki
persaingan harga jual yang ketat. Dalam kasus ini perhitungan harga pokok
produksi yang tepat akan menjadi penentu harga jual yang akurat. Apabila harga
jual yang dihasilkan tinggi biasanya konsumen akan beralih kepada produk dari
6
perusahaan lain yang memiliki kualitas dan rasa yang sama dengan produk teh
putih milik PPTK Gamboeng. Penjualan white tea dari tahun 2013 hingga 2017
tidak pernah memenuhi target penjualan. Penjualan yang tidak pernah memenuhi
target dikarenakan harga jual yang tinggi yang menyebabkan konsumen lebih
memilih produk white tea yang sejenis dengan harga jual yang lebih murah. Data
penjualan white tea dari tahun 2013 hingga 2015 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Data Penjualan dan Target Penjualan White Tea PPTK Gamboeng
Sumber: Pusat Penelitian Teh dan Kina Gamboeng, (2018)
Menghadapi permasalahan ini maka manajemen perusahaan harus
mengatur strategi yang tepat salah satunya dengan perhitungan harga pokok
produksi agar dapat menurunkan harga jual atau bahkan meningkatkan posisinya
ditengah persaingan yang terjadi. Perhitungan harga pokok produksi begitu
penting bagi perusahaan karena berfungsi sebagai dasar penetapan harga jual.
Perhitungan harga pokok produksi harus tepat dan akurat karena konsumen akan
memilih produk yang bermutu tinggi dengan harga yang lebih murah. Oleh karena
itu penulis mengambil judul penelitian “Analisis Penetapan Harga Pokok
1000 974
12401115
1012
1500 1500 1500 1500 1500
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
2013 2014 2015 2016 2017
KG
/TA
HN
UN
Penjualan Target Penjualan
7
Produksi Excellent Gamboeng White Tea Sebagai Dasar Penentuan Harga Jual Di
PPTK Gamboeng Bandung
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana proses produksi white tea yang dilakukan di PPTKGamboeng?
2. Berapa biaya produksi untuk memproduksi excellent gamboeng white tea di
PPTK Gamboeng?
3. Bagaimana penetapan harga pokok produksi white tea dengan menggunakan
Metode Full Costing?
4. Bagaimana penetapan Harga Pokok Produksi white tea dengan menggunakan
Metode Activity Based Costing?
5. Apakah terdapat perbedaan antara perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan metode perusahaan, metode Full Costing dan metode Activity
Based Costing?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuaraikan,
maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses produksi white tea yang dilakukan di PPTK Gamboeng
2. Mengetahui biaya untuk memproduksi white tea di PPTK Gamboeng
3. Menghitung penetapan harga pokok produksi white tea dengan menggunakan
Metode Full Costing
4. Menghitung harga pokok produksi white tea dengan menggunakan Metode
Activity Based Costing
8
5. Mengidentifikasi perbedaan antara perhitungan harga pokok produksi
dengan menggunakan metode perusahaan, metode Full Costing dan
metode Activity Based Costing
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi perusahaan
Memberikan saran perhitungan pokok produksi yang lebih terinci atau
mencakup semua biaya-biayanya, sehingga dapat memberikan manfaat
bagi manajemen perusahaan untuk menentukan harga pokok penjualan
dan keputusan manajemen dalam mengambil langkah strategis perusahaan
kedepannya.
2. Bagi universitas
Sebagai bahan referensi pustaka karya ilmiah atau penelitian selanjutnya
terkait dengan perhitungan harga pokok produksi.
3. Bagi peneliti
Untuk meningkatkan skill serta menambah wawasan dalam hal
perhitungan harga pokok produksi dan sebagai persyaratan untuk meraih
gelar sarjana agribisnis pada program studi agribisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini mengamati dan mendeskripsikan pelaksanaan proses
produksi dan penentuan harga pokok produksi yang selama ini telah diterapkan
oleh PPTK Gamboeng. Penelitian ini juga menganalisis penetapan harga pokok
produksi (HPP) dengan menggunakan metode full costing dan metode Activity
9
Based Costing yang akan dipilih dan diterapkan pada produk white tea PPTK
Gamboeng. Data yang digunakan adalah data produksi dan biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh PPTK Gamboeng pada tahun 2017
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Biaya dalam Perusahaan
Manajemen biaya dalam sebuah perusahaan dianggap sangat penting
karena dapat memberikan informasi-informasi yang diperlukan dalam
perusahaan, agar setiap peristiwa yang terjadi dapat diterima baik oleh pihak
perusahaan sehingga dapat membantu dalam memberikan pertanggungjawaban
atas keuangan perusahaan. Perkembangan yang pesat ini harus disertai dengan
kemampuan manajemen dalam pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan
untuk operasional perusahaan. Manajemen perusahaan membutuhkan informasi
yang dapat dipercaya dan diandalkan, agar mampu mengukur dan mengevaluasi
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang telah dijalankan dalam organisasinya.
Perusahaan juga harus mampu mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk
mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi laba dan minimalisasi biaya.
Namun demikian, banyak perusahaan belum mampu menerapkan praktik
manajemen yang baik, misalnya dalam penetapan harga jual dan harga pokok
produksinya (Simamora, 2002:18).
Manajemen biaya di dalam suatu perusahaan memiliki 4 fungsi (Blocher,
2000:3) diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai manajemen strategis
Infromasi manajemen biaya dibutuhkan untuk membuat keputusan-keputusan
strategis yang tepat berkaitan dengan pemilihan produk, perhitungan harga
11
pokok produksi, teknik dan saluran pemasaran, penilaian profitabilitas
pelanggan, dan masalah-masalah janga panjang lainnya.
2. Perencanaan dan pengambilan keputusan
Informasi manajemen biaya dibutuhkan untuk mendukung keputusan-
keputusan rutin mengenai penggantian peralatan, pengelolahan arus kas,
penganggaran pembelian bahan baku, penjadwalan produksi, dan penetapan
harga jual.
3. Pengendalian manajemen dan operasional
Informasi manajemen biaya dibutuhkan sebagai dasar yang wajar dan efektif
untuk menemukan operasi yang tidak efesien dan memberi penghargaan serta
memotivasi manajer yang paling efektif
4. Penyusunan laporan keuangan
Informasi manajemen biaya dibutuhkan untuk mendapatkan catatan akuntansi
yang akurat tentang persediaan dan asset lainnya dengan memenuhi
persyaratan pelaporan dalam rangka menyusun laporan keuangan dan untuk
digunakan dalam tiga fungsi manajemen lainnya.
2.2 Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2007b:17) harga pokok produksi merupakan biaya-
biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk, harga
pokok produksi merupakan biaya yang dilekatkan pada unit produk. Harga pokok
produksi memiliki arti lain yaitu aktivitas perusahaan dalam bentuk persediaan
sampai produksi dimana biaya tersebut melekat sampai dijual.
12
Mulyadi (2007b:65) menambahkan bahwa informasi harga pokok
mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Menentukan harga jual produk
2. Memantau realisasi biaya produksi
3. Menghitung laba atau rugi periodik
4. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
yang disajikan dalam neraca.
Menurut (Hansen dan Mowen, 2006:60), harga pokok produksi adalah total
biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Harga pokok produk adalah
total biaya yang dikaitkan pada setiap unit produk, biaya yang melekat pada unit
produk merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi/membuat suatu
produk untuk kepentingan manajemen guna membantu mereka di dalam mengelola
perusahaan. Pihak manajemen dalam mengambil keputusan memerlukan data yang
akurat, dalam data akurat terdapat biaya akurat. Biaya akurat merupakan keseluruhan
biaya yang digunakan selama proses produksi. Biaya akurat dapat menentukan harga
pokok yang tepat, untuk menentukan harga pokok produk secara tepat perlu
digolongkan sehingga dapat dipisah antara biaya produksi maupun biaya non
produksi. Adapun manfaat dari perhitungan biaya akurat sebagai berikut :
a. Untuk tujuan pengawasan biaya yang dihasilkan merupakan salah satu data
yang digunakan manajemen dalam membuat perancangan anggaran atau
budget
b. Membantu dalam penetapan harga jual penentuan harga jual yang
menguntungkan melalui data biaya dan volume penjualan sebelumnya.
13
c. Untuk menghitung rugi-laba periodic untuk suatu perusahaan dilakukan
dengan perhitungan antara penjualan dengan biaya-biaya yang terjadi dan
telah expired dalam satu dasar perhitungan yang sama dan konsisten
2.3 Metode Penetapan Harga Pokok Produksi
Penentuan harga pokok produksi dilakukan dengan sistem full costing,
variabel costing, maupun activity based costing (ABC), Metode full costing, variabel
costing lebih dikenal sebagai sistem perhitungan konvesional. Menurut (Mulyadi,
2005:17), dalam memperhitungkan biaya-biaya ke dalam harga pokok produksi
terdapat dua pendekatan yaitu: full costing dan variable costing. Sedangkan menurut
(Garrison dan Brewer, 2006:56), metode perhitungan harga pokok terdiri dari dua
metode, yaitu volume based costing system dan activity based costing
1. Metode full costing
Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok
produksi, harga pokok produksi yang dihitung dengan pendekatan full
costing terdiri dari unsur harga pokok produksi yaitu biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead pabrik tetap dan biaya
overhead pabrik variabel, ditambah dengan biaya non-produksi yaitu biaya
pemasaran dan biaya administrasi dan umum. Metode full costing baik
digunakan karena dapat membantu manajemen dalam mambuat keputusan
jangka panjang. Selain itu metode full costing mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan metode variabel costing karena dapat
mengidentifikasi dengan lebih cermat setiap jenis biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan.
14
2. Metode activity based costing
Activity Based Costing pada dasarnya merupakan metode penentuan harga
pokok produk yang ditujukan untuk menyajikan informasi cost produk
secara cermat bagi kepentingan manajemen, dengan mengukur secara
cermat konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk
menghasilkan produk. Activity Based Costing menitikberatkan penentuan
harga pokok produk pada semua fase pembuatan produk ke dalam harga
pokok produksi, yang terdiri dari fase design dan pengembangan produk
yaitu Biaya design, Biaya pengujian. Fase produksi yang terdiri dari unit
level, activity cost, batch level activity cost, product sustaining activity cost,
fase sustaining activity cost. Fase dukungan logistik terdiri dari biaya iklan,
biaya distribusi, biaya garansi produk.
3. Metode variable costing
Merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang bersifat variabel. Harga pokok
produksi yang dihitung dengan menggunakan metode variable costing dari
harga pokok variabel (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik variabel). Kemudian ditambah dengan biaya non
produksi variabel (biaya pemasaran variabel, biaya administarasi dan umum
variabel), dan biaya periode (biaya overhead pabrik tetap, biaya pemasaran
tetap, biaya administrasi dan umum tetap). metode variabel costing baik
digunakan hanya untuk mengambil keputusan jangka pendek. Metode ini
kurang tepat digunakan utnuk mengidentifikasi setiap biaya yang
15
dikeluarkan secara cermat karena hanya memperhitungkan biaya variabel
saja.
4. Metode volume based costing system
Volume based costing system dikenal dengan sistem akuntansi biaya
tradisional, dalam metode ini pola konsumsi input, jumlah overhead serta
overhead per unit produk dialokasikan pada masing-masing produk
berdasarkan volume dan unit. Alokasi ini kurang mencerminkan biaya
aktivitas penanganan produk sesungguhnya. Hal ini mengakibatkan produk
dengan volume produksi besar mendapatkan alokasi biaya yang besar dan
produksi dengan volume produksi kecil dibebani biaya produksi yang relatif
kecil pula.
2.4 Biaya dan Klasifikasinya
Menurut (Hansen dan Mowen, 2006:40), biaya adalah kas atau nilai
ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang
diharapkan memberi manfaat saat ini atau dimasa yang akan datang bagi
perusahaan. Biaya sebagai suatu nilai tukar, pengeluaran atau pengorbanan yang
dilakukan untuk menjamin perolehan manfaat (Carter, dan Usry Wilton 2006:30).
Sedangkan menurut (Komarudin, 2005:18), biaya atau cost adalah kas atau
ekuivalen kas yang dikorbankan untuk membeli barang atau jasa yang diharapkan
akan memberikan manfaat bagi perusahaan saat sekarang atau untuk periode
mendatang. Menurut (Bustami dan Nurlela, 2010:5), biaya adalah pengorbanan
sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau
kemungkinan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut
16
(Prawironegoro dan Ari Durwanti, 2009: 19) biaya adalah kas dan setara kas yang
dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh barang atau jasa yang
diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan dimasa mendatang.
Sehingga dapat disimpulkan menjadi empat pokok dalam definisi biaya tersebut:
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Menurut (Mulyadi, 2005:14), biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan:
1. Objek Pengeluaran atau Komponen Harga Pokok Produksi
Dalam objek ini, nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan
biaya.
a. Biaya bahan baku
Biaya bahan baku menurut adalah biaya yang digunakan untuk memperoleh
bahan baku yang akan diolah menjadi produk jadi. Biaya bahan baku juga
dapat diartikan sebagai biaya perolehan seluruh bahan baku yang pada
akhirnya akan menjadi bagian dari objek biaya (barang dalam proses
kemudian menjadi barang jadi) dan yang dapat dilacak ke objek biaya
dengan cara ekonomis.
b. Biaya overhead pabrik
Biaya Overhead pabrik merupakan biaya produksi selain biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja langsung. biaya Overhead merupakan suatu biaya
yang keseluruhan biayanya berhubungan dengan proses produksi suatu
17
perusahaan, akan tetapi tidak mempunyai hubungan langsung dengan hasil
produksinya. Secara umum yang termasuk dalam biaya Overhead pabrik
antara lain: bahan tidak langsung, energi dan listrik, pajak bumi dan
bangunan, asuransi pabrik, dan biaya lainnya yang bertujuan untuk
mengeoperasikan pabrik.
c. Biaya tenaga kerja langsung
Biaya Tenaga kerja langsung adalah biaya tenaga kerja yang dapat di
identifikasikan dengan suatu operasi atau proses tertentu yang diperlukan
untuk menyelesaikan produk-produk dari perusahaan. Biaya tenaga kerja
langsung meliputi kompensasi atas seluruh tenaga kerja yang dapat
ditelusuri ke obyek biaya dengan cara yang ekonomis. Contoh Biaya Tenaga
Kerja Langsung adalah gaji dan tunjangan yang dibayarkan kepada tenaga
kerja bagian produksi yang memproduksi bahan baku menjadi barang jadi.
2. Fungsi pokok dalam perusahaan
Dalam fungsi pokok biaya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Biaya produksi
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi
produk jadi yang siap untuk dijual, menurut obyek pengeluarannya secara
garis besar biaya produksi ini dibagi menjadi: biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik.
18
b. Biaya pemasaran
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran
produk, contohnya adalah: iklan, promosi, biaya angkutan dari gudang
perusahaan ke gudang pembeli, gaji karyawan bagian pemasaran.
c. Biaya administrasi dan umum
Merupakan biaya-biaya untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan
pemasaran produk, contohnya adalah: gaji karyawan bagian keuangan,
akuntansi, personalia dan bagian hubungan masyarakat, biaya pemeriksaan
akuntan dan biaya foto kopi. Jumlah biaya pemasaran dan biaya administrasi
dan umum sering pula disebut dengan istilah biaya komersial.
3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayainya
Biaya ini dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:
a. Biaya langsung
Adalah biaya yang terjadi, di mana penyebab satu-satunya adalah karena
adanya sesuatu yang dibiayai. Jika sesuatu yang dibiayai tersebut tidak ada,
maka biaya langsung ini tidak akan terjadi. Biaya produksi langsung terdiri
dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
b. Biaya tidak langsung
Adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang
dibiayai, biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut
dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik,
contohnya adalah gaji mandor dan biaya listrik.
19
4. Perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan
Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan biaya dapat
digolongkan menjadi:
a. Biaya variabel
Adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan
volume kegiatan, contohnya adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung.
d. Biaya tetap
Adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran volume kegiatan
tertentu, contohnya adalah gaji direktur produksi.
5. Jangka waktu manfaatnya
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pengeluaran modal
Adalah biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi
(biasanya satu periode akuntansi adalah satu tahun). Contohnya adalah
pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap, untuk promosi besar-besaran dan
pengeluaran-pengeluaran riset dan pengembangan suatu produk.
b. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures)
Adalah biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntasi
terjadinya pengeluaran tersebut, contohnya adalah biaya iklan dan biaya
tenaga kerja.
20
2.5 Metode Full Costing
(Supriyono, 2009:44) mengemukakan sistem biaya Full Costing adalah
metode biaya yang hanya membebankan biaya pada produk sebesar biaya
produksinya. Sedangkan menurut (Blocher, 2000:23) menyatakan sistem full
costing adalah metode penentuan harga pokok produksi dengan mengukur sumber
daya yang dikonsumsikan dalam proporsi yang sesuai denga jumlah produk yang
dihasilkan. Ciri-ciri metode full costing menurut (Supriyono, 2009 :44) adalah
sebagai berikut:
1. Untuk tujuan biaya produk, perusahaan dipisahkan menjadi bidang
fungsional kegiatan, yaitu: manufaktur, pemasaran, pembiayaan, dan
administrasi
2. Pembuatan biaya bahan langsung, tenaga kerja langsung, dan manufaktur
biaya overhead persediaan, yaitu dicatat dalam penilaian persediaan.
3. Biaya tenaga kerja langsung, bahan langsung dan dianggap dilacak (atau)
dibebankan langsung ke pabrik
4. Biaya Overhead pabrik dan layanan manufaktur departemen diperlakukan
sebagai biaya tidak langsung produk tetapi dibebankan ke produk dengan
menggunakan tarif biaya Overhead telah ditentukan.
5. Ketika produk tunggal, rencana jangka panjang, tingkat biaya Overhead yang
telah ditentukan digunakan, overhead dibebankan tanpa pandang bulu untuk
semua produk tanpa memperhatikan perbedaan dalam sumber daya yang
dimanfaatkan dalam pembuatan satu produk versus lain
21
6. Biaya fungsional pemasaran, pembiayaan, dan administrasi yang akurat
dirumuskan dikolom biaya dan diperlakukan sebagai biaya pada periode
dimana terjadinya kegiatan tersebut
Kelebihan Sistem Full Costing menurut (Mulyadi, 2007b:39) adalah sebagai
berikut:
1. Biaya Overhead pabrik baik yang variabel maupun tetap, dibebankan
kepada produk atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas
normal atau atas dasar biaya overhead yang sesungguhnya
2. Metode ini akan menunda pembebanan biaya overhead pabrik tetap
sebagai biaya samapi saat produk yang bersangkutan dijual.
3. Jika semua produk yang diolah dalam periode tersebut belum laku dijual,
maka pembebanan biaya overhead pabrik lebih atau kurang tsb digunakan
untuk mengurangi atau menambah harga pokok yang masih dalam
persediaan (baik produk dalam proses maupun produk jadi)
Perhitungan Harga Pokok Produksi menurut Menurut (Mulyadi, 2007b:43)
sebagai berikut:
Biaya Bahan Baku Rp. XXXX
Biaya Tenaga Kerja Rp. XXXX
Baiaya Overhead Pabrik Tetap Rp. XXXX
Biaya Overhead Pabrik Variabel Rp. XXXX
Harga Pokok Produk Rp. XXXXXX
22
2.6 Metode Activity Based Costing
Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) menurut
(Blocher, 2000:56) adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya
sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan
aktivitas yag dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan
perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil
dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan
timbulnya biaya. Activity based costing system merupakan sistem biaya yang
menyediakan informasi lengkap tentang aktivitas untuk memungkinkan personel
perusahaan melakukan pengelolaan terhadap aktivitas. Dari beberapa pengertian di
atas maka dapat disimpulkan bahwa activity based costing merupakan perhitungan
biaya yang menekankan pada aktivitas-aktivitas yang menggunakan jenis pemicu
biaya lebih banyak sehingga dapat mengukur sumber daya yang digunakan oleh
produk secara lebih akurat dan membantu pihak manajemen dalam meningkatkan
mutu pengambilan keputusan perusahaan. Konsep Dasar Activity Based Costing
menurut (Mulyadi, 2005:44) yaitu cost is caused and the causes of cost can be
managed.
1. Cost is caused adalah biaya ada penyebabnya, dan penyebab biaya adalah
aktivitas. Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang aktivitas
yang menjadi penyebab timbulnya biaya akan menempatkan personel
perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi biaya. Metode activity based
costing berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan
kemampuan untuk melaksanakan aktivitas
23
2. The causes of cost can be managed adalah penyebab terjadinya biaya yaitu
aktivitas yang dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang
menjadi penyebab terjadinya biaya, anggota perusahaan dapat mempengaruhi
biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang
aktivitas.
Penyebab biaya dapat dikelola
melalui (activity-based manajement)
Gambar 3. Keyakinan Dasar yang Melandasi Metode ABC
Sumber : (Mulyadi, 2005)
2.6.1 Hierarki Biaya dalam ABC
Cost driver adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya
aktivitas, cost driver merupakan faktor yang dapat diukur yang digunakan untuk
membebankan biaya ke aktivitas dan dari aktivitas ke aktivitas lainnya. (Blocher,
2000:120). Pada pembentukan kumpulan aktivitas yang berhubungan, aktivitas
diklasifikasikan menjadi beberapa level aktivitas yaitu level unit, level batch, level
produk dan level fasilitas. Pengklasifikasian aktivitas dalam beberapa level ini
akan memudahkan perhitungan karena biaya aktivitas yang berkaitan dengan level
yang berbeda akan menggunakan jenis Cost driver yang berbeda. Hierarki biaya
merupakan pengelompokan biaya dalam berbagai kelompok biaya (Cost Pool)
sebagai dasar pengalokasian biaya. (Firdaus dan Wasilah, 2009:324) memaparkan
hierarki biaya dalam Activity-Based Costing System yaitu:
Sumber
Daya
Aktivitas Cost
Object
24
1. Biaya untuk setiap unit (output unit level) adalah sumber daya yang digunakan
untuk aktivitas yang akan meningkat pada setiap unit produksi atau jasa yang
dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah hubungan sebab
akibat dengan setiap unit yang dihasilkan.
2. Biaya untuk setiap kelompok unit tertentu (batch level) adalah sumber daya yang
digunakan untuk aktivitas yang akan terkait dengan kelompok unit produk atau
jasa yang dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang
hubungan sebab akibat untuk setiap kelompok unit yang dihasilkan.
3. Biaya untuk setiap produk/jasa tertentu (product/service sustaining level) adalah
sumber daya digunakan untuk aktivitas yang menghasilkan suatu produk dan
jasa. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang memiliki
hubungan sebab akibat dengan setiap produk atau jasa yang dihasilkan.
4. Biaya untuk setiap fasilitas tertentu (facility sustaining level) adalah sumber daya
yang digunakan untuk aktivitas yang tidak dapat dihubungkan secara langsung
dengan produk atau jasa yang dihasilkan tetapi untuk mendukung organisasi
secara keseluruhan. Dasar pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan
sebab akibatnya dengan produk atau jasa yang dihasilkan tetapi dibutuhkan
untuk ke lancaran kegiatan perusahaan yangberhubungan dengan proses
produksi barang atau jasa.
2.6.2 Tahapan Perancangan Activity Based Costing
Menurut (Blocher, 2000:125) tiga tahap dalam merancang metode ABC
adalah: Mengidentifikasikan Biaya sumber daya dan aktivitas, membebankan
sumber daya ke aktivitas, dan membebankan biaya aktivitas ke objek biaya.
25
1. Mengidentifikasikan biaya sumber daya dan aktivitas
Tahap pertama merancang metode ABC adalah dengan mengidentifikasikan
Biaya sumber daya dan aktivitas biaya sumber daya adalah biaya yang
dikeluarkan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti penanganan bahan baku,
pembelian bahan baku, peralatan pabrik, gaji dan tunjangan. Aktivitas adalah
identifikasi dan deskripsi pekerjaan dalam organisasi. Meliputi pengumpulan
data, survei, dll.
2. Membebankan biaya ke sumber daya aktivitas
Biaya sumber daya dapat dibebankan ke aktivitas dengan cara penulusuran
secara langsung (direct tracing) atau estimasi. Direct tracing mensyaratkan
untuk mengukur pemakaian sumber daya yang sesungguhnya digunakan oleh
aktivitas. Contohnya tenaga yang digunakan untuk megoperasikan mesin yang
dapat ditelusuri secara langsung ke aktivitas operasi mesin, sehingga observasi
mesin diobservasikan berdasarkan parameter yang digunakan. Jika pengukuran
secara langsung tidak dapat dilakukan, manajer departemen atau supervisior
diminta untuk mengestimasi persentase waktu yang dikeluarkan.
3. Membebankan objek biaya aktivitas ke objek biaya
Jika biaya aktivitas sudah diketahui maka selanjutnya perlu untuk mengukur
biaya aktivitas per unit. Hal ini dilakukan dengan cara mengukur biaya per unit
untuk output yang diproduksi oleh aktivitas tersebut. Driver aktivitas digunakan
untuk membebankan biaya aktivitas ke objek biaya. Driver aktivitas biasanya
berupa jumlah pesanan pembelian, jumlah laporan atau jam inspeksi, jumlah
pembayaran, jam kerja langsung, dan jam mesin.
26
Menurut (Maher dan Edward Deakin, 1997:48) kelebihan sistem Activity Based
Costing adalah sebagai berikut:
1. Kalkulasi biaya berdasarkan aktivitas memberikan ukuran biaya yang lebih rinci
daripada metode alokasi menyeluruh atau departemen.
2. Kalkulasi biaya berdasarkan kegiatan dapat membantu pihak pemasaran dengan
memberikan angka biaya produk yang lebih akurat untuk digunakan dalam
pengambilan keputusan tentang penetapan harga.
3. Bagian produksi juga mendapat manfaat karena kalkulasi biaya berdasarkan
kegiatan memberikan informasi yang lebih baik tentang berapa biaya setiap
kagiatan. Dengan metode kalkulasi biaya berdasarkan kegiatan pula dapat
mengidentifikasi penggerak biaya (cost driver) yaitu kegiatan yang
menimbulkan biaya yang sebelumnya tidak diketahui
Sedangkan menurut (Garrison 2006:48) kelemahan Metode Activity Based
Costing adalah sebagai berikut:
1. ABC adalah metode besar yang membutuhkan sumber daya yang besar dan
mahal.
2. ABC menghasilkan angka yang berbeda dengan angka yang dihasilkan oleh
sistem tradisional, tetapi manajer terbiasa menggunakan sistem perhitungan
biaya tradisional untuk menjalankan operasinya, intinya ABC mengubah aturan.
main perusahaan, perubahan dalam organisasi khususnya yang mengubah aturan
main cenderung mendapat perlawanan dari karyawan.
3. Data ABC dapat dengan mudah disalah artikan dan harus digunakan dengan hati-
hati ketika mengambil keputusan. Biaya yang dibebankan kepada produk,
pelanggan dan obyek biaya lainnya hanya dilakukan bila secara potensial relevan.
27
Sebelum membuat keputusan yang signifikan dengan menggunakan data ABC,
manajer harus mengidentifikasi biaya mana yang betul-betul relevan dengan
keputusan saat itu.
2.7 Perbedaan ABC dengan Full Costing
Menurut Mulyadi (2007a: 187), perbedaan ABC dengan sistem Full Costing
adalah sebgai berikut:
1. ABC menitikberatkan pada pertanggungjawaban aktivitas yang dilakukan bukan
pertanggungjawaban biaya. Biaya terjadi sebagai akibat adanya aktivitas, oleh
karena itu fokus pengendalian biaya diubah dari yang semula dipusatkan
terhadap biaya, sekarang di pusatkan terhadap penyebab terjadinya biaya yaitu
aktivitas. Karena aktivitas tidak dibatasi oleh pusat pertanggungjawaban seperti
departemen, maka ABC bersifat menyeluruh dan merupakan pendekatan
menyeluruh dalam pengendalian biaya
2. Sistem akuntansi pertanggung jawaban full costing memfokuskan pengendalian
terhadap biaya dengan cara menghubungkan biaya dengan manajer yang
memiliki wewenang atas terjadinya biaya. Sedangkan dalam sistem ABC
memfokuskan pengendaliannya terhadap aktivitas yang menyebabkan
terjadinya biaya dengan cara menghubungkan biaya dengan
2.8 Teh
Tumbuhan teh (Camellia sinensis) familia dari Theaceae, berasal dari
pegunungan Himalaya dan daerah – daerah pegunungan yang berbatasan dengan
Republik Rakyat Cina, India, dan Birma. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah
tropis dan subtropis, dengan menuntut cukup sinar matahari dan hujan sepanjang
28
tahun (Setiawati dan Nasikun, 1991:26). Tanaman secara lengkap diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Ordo : Parietales
Family : Theaceae
Genus : Camellia
Spesies : Camellia sinensis
Tumbuhan teh dapat tumbuh sekitar 6 – 9 meter tingginya. Di perkebunan,
tanaman teh dipertahankan hanya sekitar 1 meter tingginya dengan pemangkasan
secara berkala. Hal ini adalah untuk memudahkan pemetikan daun dan agar
diperoleh tunas – tunas daun teh yang cukup banyak. Tumbuhan teh umumnya
mulai dapat dipetik daunnya secara terus – menerus setelah umur 5 tahun dan dapat
memberikan hasil daun teh cukup besar selama 40 tahun, baru kemudian diadakan
peremajaan. Tumbuhan ini dapat tumbuh dengan subur di daerah dengan ketinggian
200 – 2000 meter di atas permukaan air laut. Semakin tinggi letak daerahnya,
semakin menghasilkan mutu teh yang baik. (Tadjudin, 2011: 65). Hasil teh
diperoleh dari daun – daun pucuk teh yang dipetik dengan selang 7 – 14 hari,
tergantung dengan keadaan tumbuhan di daerah masing – masing. Cara pemetikan
daun selain mempengaruhi jumlah hasil teh, juga sangat menentukan mutu teh yang
dihasilkan. Jenis-Jenis Teh berdasarkan Pengolahannya terdapat 4 jenis teh yang
berbeda dilihat dari cara pengolahannya yaitu teh oolong (oolong tea), teh hitam
(black tea), teh hijau (green tea), teh putih (white tea). Keempatnya dibedakan
29
berdasarkan proses pengolahan. Kualitas teh tinggi apabila dipetik dari lembar
pucuk peko pertama pertama sampai ketiga. Sebab dalam ketiga lembar daun itu
kandungan katekin penambah rasa segar tinggi. Katekin sendiri merupakan
senyawa polifenol yang kaya antioksidan (Mulja, 1995:36)
2.8.1. White tea
White tea atau Teh Putih berasal dari pucuk teh yang masih kuncup atau
menggulung yang disebut peko. White tea diolah tanpa melalui proses oksidasi
sehingga kandungan polifenol dan aktivitas antioksidannya tetap tinggi. White tea
memiliki rasa yang lembut dan menyegarkan serta beraroma wangi. Warna dari
white tea sendiri memiliki penampakan berwarna putih keperakan mengkilat dari
bulu-bulu yang menyelimutinya dan bentuknya runcing menyerupai jarum
sehingga biasa dinamai “Silver Needle”. White tea dipercaya memiliki lebih banyak
manfaat dibandingkan teh hijau. Daun teh putih adalah daun teh yang paling sedikit
mengalami pemrosesan dari semua jenis teh, sedangkan teh jenis yang lain
umumnya mengalami empat sampai lima langkah pemrosesan. Dengan proses yang
lebih singkat tersebut, kandungan zat katekin pada teh putih adalah yang tertinggi,
sehingga mempunyai khasiat yang lebih ampuh dibanding teh jenis lainnya. Pucuk-
pucuk teh putih dihindarkan dari sinar matahari demi mencegah pembentukan
klorofil. Teh putih diproduksi hanya sedikit dibandingkan jenis teh lain, yang
mengakibatkan teh putih menjadi lebih mahal dibandingkan teh lainnya.
30
Gambar 4. Pucuk Peko Bahan Baku White tea
Proses pemetikan pucuk daun harus berhati-hati, pemetik hanya boleh
memetik pucuk daun yang belum terbuka dan masih diselimuti rambut-rambut
halus berwarna putih keperakan. Pucuk daun yang rusak oleh angin, manusia, atau
serangga tidak boleh dipetik karena akan mempengaruhi kualitas pucuk dan
menyebabkan kebusukan. Pemetikan harus dilakukan sebelum matahari terbit
untuk menjaga kelembaban pucuk. Teh putih merupakan minuman yang sehat
karena mengandung antioksidan yang mencapai 3 kali lipat dari teh lainnya. Selain
itu, teh putih memiliki potensi untuk memblokir mutasi DNA sebagai pemicu
pembentukan tumor. Dalam penelitian menunjukan bahwa teh putih dapat
memerangi kuman lebih efektif secara signifikan. Teh putih memiliki efek antiviral
dan antijamur yang dapat dikembangkan menjadi obat untuk mencegah terjadinya
penyakit. (Salim, 2001:34)
2.8.2 Manfaat White tea
Menurut Mulja (1995: 47), white tea memiliki banyak khasiat dikarenakan
kandungan antioksidan yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan white tea memiliki
kandungan senyawa atau zat yang diperlukan bagi tubuh manusia, seperti:
31
1. Senyawa polifenol dan flavonoid
Kehadiran polifenol, dan flavonoid dalam white tea dapat membantu dalam
menghambat pertumbuhan berbagai bakteri yang dapat menyebabkan
pembentukan plak. Selain itu senyawa memiliki efek anti kanker. Bahkan teh
putih lebih efektif daripada teh hijau dalam menghancurkan sel-sel kanker yang
disebutkan dalam penelitian.
2. Senyawa katekin
Kandungan katekin yang terkandung dalam teh putih dapat menurunkan berat
badan. Berbagai jenis teh, termasuk white tea mengandung akan antioksidan
yang dapat membantu dalam proses penurunan berat badan. Kandungan ketekin
yang tinggi membuat teh putih menjadi salah satu minuman yang baik untuk
meningkatkan memori, bahkan dapat memperlambat penurunan memori yang
berkaitan dengan usia.
3. Senyawa tanin
Senyawa tanin yang ada di dalam white tea dapat membantu dalam mencegah
beberapa penyakit. Sifat anti inflamasi pada teh putih dapat mengurangi risiko
rheumatoid arthritis. Bagi Anda yang sudah menderita rheumatoid arthritis, teh
putih dapat mengurangi peradangan dan kerusakan sendi, dan juga mengurangi
beberapa rasa sakit dan nyeri akibat arthritis. White tea juga dapat mengurangi
kolesterol, menurunkan kadar trigliserida, dan meningkatkan fungsi arteri serta
pembuluh darah.Teh putih juga dapat menurunkan tekanan darah ke tingkat
yang lebih sehat, yang dapat membantu melindungi terhadap stroke. Sebuah
studi menunjukkan bahwa minum teh putih secara rutin dapat mengurangi
32
risiko terserang penyakit jantung sampai sebesar 50%. Zat antioksidan ini
termasuk theanine yang memiliki efek menenangkan yang diperlukan untuk
menghentikan ketegangan.
2.9 Penelitian Terdahulu
Somantri (2012) yang meneliti tentang analisis polifenol total dan aktivitas
penangkapan radikal bebas DPPH (1,1-Diphnyl, 2-Picrylhidrazl) white tea
berdasarkan suhu dan lama penyeduhannya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk
mendapatkan suhu dan lama penyeduhan teh putih yang menghasilkan seduhan
dengan polifenol total tinggi aktivitas antioksidan atau penangkapan radikal bebas
DPPH paling efektif. Untuk menguji data yang diperoleh maka digunakan analisis
regresi korelasi, yang dapat disimpulkan bahwa dari hasil analisis menunjukan suhu
95oC dan waktu penyeduhan 9 menit mengahasilkan polifenol paling tinggi yaitu
6,01%. Kemudian, Ec50 DPPH paling efektif yaitu 34, 41ppm juga pada 95oC
selama 9 menit. Sementara itu, korelasi polifenol total dengan Ec50 DPPH dari
seduhan sebesar -0.943. Sehingga sebaiknya menyeduh teh dengan air mendidih
selama 9 menit
Pramita (2017) melakukan penelitian yang berjudul pengaruh konsentrasi teh
putih terhadap karakteristik antioksidan serta potensi probiotik kombucha dengan
pendekatan pemodelan matematik. Dalam penelitian ini digunakan 3 varian
konsentrasi teh putih yakni konsentrasi teh putih 0,3%; 0,5% dan 0,7% untuk
mengetahui aktivitas antioksidan dan potensi probiotik. Pada proses fermentasi
kombucha dilakukan penambahan bakteri asam laktat (BAL) untuk menambah nilai
fungsional kombucha dengan potensi probiotik.. Parameter yang diamati meliputi
33
pH, aktivitas antioksidan, total BAL, kepadatan sel, jumlah kuersetin dan potensi
probiotik yang terdiri dari ketahanan pH rendah dan ketahanan garam empedu.
Peningkatan jumlah sel selama fermentasi kombucha menyebabkan penurunan pH
hingga pH 3. Selama fermentasi jumlah sel mengalami peningkatan pada perlakuan
0.3% dan 0.5%, sedangkan pada 0.7% jumlah sel cenderung menurun. Total BAL
selama fermentasi meningkat signifikan pada hari ke 8 dan stationer di hari
berikutnya. Total BAL selama fermentasi sebanyak log 10 – 12 cfu/ml. Media
dengan konsentrasi teh 0,7% dan 0,5% memiliki aktivitas antioksidan yang cukup
besar berkisar 93 - 96%. Konsentrasi teh putih 0,5% dan 0,7% menghasilkan
kandungan kuersetin yang paling besar dan relatif sama jumlahnya berkisar 4.96
mg/L dan 4.8 mg/L. Pada potensi probiotik terhadap ketahan pH rendah di
konsentrasi teh putih 0,3% paling baik pada kondisi pH 2, sedangkan pada
konsentrasi teh putih 0,5% kemampuan paling baik pada kondisi pH 3 dan
konsentrasi 0,7% kemampuan paling baik pada pH 2. Ketahanan terhadap garam
empedu paling baik pada konsentrasi teh putih 0,3%
Sujono (2011) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Penentuan
Harga Pokok Produksi dengan Metode Activity Based Costing pada PT Pawani.
Hasil Penelitian menunjukan bahwa harga pokok produksi yang diperoleh dengan
metode Activity Based Costing untuk biji kopi Golden adalah sebesar Rp 30.150,-
per kg, untuk biji kopi Fancy Select sebesar Rp 28.456,- per kg dan untuk biji kopi
Arabica Grade-1 sebesar Rp 28.557,- per kg. Sedangkan, harga pokok produksi
yang diperoleh dengan metode perusahaan untuk biji kopi Golden adalah sebesar
Rp 31.219,- per kg, untuk biji kopi Fancy Select sebesar Rp 28.861,- per kg dan
34
untuk biji kopi Arabica Grade-1 sebesar Rp 27.734,- per kg. Selisih harga untuk biji
kopi Golden adalah sebesar Rp 1.069,- per kg, untuk biji kopi Fancy Select adalah
sebesar Rp 405,- per kg dan untuk biji kopi Arabica Grade-1 sebesar Rp 823,- per
kg. Biji kopi yang mengalami overcost adalah biji kopi Golden dan biji kopi Fancy
Select, sedangkan biji kopi yang mengalami undercost adalah biji kopi Arabica
Grade-1
2.10 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada penelitian mengenai perbandingan harga pokok
produksi Gamboeng White tea. Di awali dengan adanya tujuan sosial dari
perusahaan yang ingin mempertahankan harga jual produk teh putih yang dapat
dijangkau semua kalangan, dengan keuntungan yang layak dan tidak merugikan
perusahaan. Namun, terdapat masalah yang sangat berpengaruh yaitu tidak adanya
metode harga pokok produksi teh putih yang tepat sehingga tidak ada acuan
mengenai harga jual. Semua biaya yang dikeluarkan tidak diperhitungkkan dengan
baik dan untuk harga jual hanya mengikuti harga jual pesaingnya. Sehingga
diperlukan metode metode yang tepat untuk perhitungan biaya produksi.
Permasalahan dapat dianalisis dengan mengawali identifikasi kebijakan perusahaan
dalam penetapan biaya produksi, perlu diketahui sebelumnnya komponen-
komponen yang termasuk dalam biaya produksi.
Setelah melakukan identifikasi kebijakan perusahaan dalam penetapan
biaya produksi dan komponen-komponen biaya di dalamnya, maka akan dicari
penetapan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full costing dan
activity based costing. Hasil analisis perbandingan dengan kedua metode ini akan
35
dipilih yang paling tepat dan memperoleh harga pokok produksi yang sesuai,
sehingga diharapkan dapat sesuai dengan daya beli semua kalangan. Selanjutnya
dapat ditetapkan harga pokok produksi (HPP) yang tepat bagi perusahaan untuk
kemudian digunakan dalam acuan harga jual produk teh putih gamboeng yang
diproduksi. Untuk lebih jelasnya bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar
4 sebagai berikut:
.
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
Proses Produksi
Biaya produksi
1. Biaya langsung 2. Biaya tidak langsung
Metode Penetapan HPP
Penetapan HPP
Metode Full Costing
Penetapan HPP
Metode ABC
Perbandingan Harga Pokok
Produksi
PPTK Gambung
Rekomendasi Metode Harga Pokok produksi ( HPP ) yang tepat
Penetapan HPP
Metode Perusahaan
Selisih laba
36
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pusat penelitian teh dan kina (PPTK) Gamboeng
yang beralamatkan di Jalan Mekarsari Kecamatan Pasirjambu, Bandung, Jawa Barat.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2018. Penentuan tempat
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Pemilihan ini didasarkan atas dasar
rekomendasi dari pembimbing lapangan selama PKL dan juga atas dasar
pertimbangan bahwa perusahaan PPTK Gamboeng merupakan salah satu lembaga
riset yang memiliki badan usaha atau unit usaha sendiri yang menghasilkan produk
produk yang terjamin akan kualitasnya, dan merupakan lembaga riset teh terbesar se
Asia Tenggara dengan potensi pasar ekspor yang luas, selain itu adanya transparansi
data-data yang dapat memudahkan peneliti untuk melakukan penelitiannya di
perusahaan tersebut.
3.2 Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer didapat melalui pengamatan langsung dan wawancara
langsung dengan pihak perusahaan, serta data-data atau dokumen-dokumen
perusahaan. Data sekunder melangkapi data primer dan diperoleh dari literatur-
literatur berupa buku teks, skripsi, maupun literatur lainnya yang dianggap relevan
dengan penelitian ini.
37
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti dimaksudkan untuk mendapatkan
informasi mengenai jenis teh apa yang bisa dijadikan sebagai bahan baku produk teh
putih, proses pengolahan atau produksi, biaya-biaya apa saja yang dikeluarkan untuk
memproduksi teh putih, bahan-bahan apa saja yang dibutuhakan dalam memproduksi
teh putih, peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk memproduksi teh putih, dan
gambaran umum tentang perusahaan.
2. Observasi
Observasi dilakukan melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi serta informasi-informasi lain
yang dibutuhkan dalam penelitian ini..
3. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu dari pengumpulan data dengan mencari, membaca, dan
memahami informasi-informasi yang terkait denga penelitian seperti buku-buku,
jurnal, karya ilmiah, dan data lainnya
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif dan analisis data
kualitatif.
38
1. Analisis data kualitatif
Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan hasil yang
didapat dari wawancara dan observasi seperti proses produksi white tea, serta
mesin dan peralatan apa saja yang digunakan.
2. Analisis data kuantitatif
Data Kuantitatif yang digunakan adalah data yang dihitung dalam suatu
skala numeric. Data kuantitatif dalam penelitian ini merupakan data-data
pendukung perhitungan berupa pengeluaran perusahaan pada tahun 2017, biaya
dalam setiap tindakan yang dilakukan dalam proses produksi dan banyaknya
jumlah produksi, untuk menetapkan harga pokok produksi pada penelitian ini
adalah dengan menggunakan metode perusahaan, full costing, dan Activity Based
Costing untuk mengetahui perbedaan biaya produksi dari ketiga metode dengan
membandingkan harga pokok produksi mana yang akan memberikan harga pokok
produksi per unit terendah. Metode yang menghasilkan biaya produksi terendah
dan sesuai dengan kondisi perusahaan akan dipilih sebagai pehitungan metode
harga pokok produksi yang tepat bagi perusahaan. Harga pokok produksi yang
sesuai dengan kondisi perusahaan dipilih dengan mempertimbangkan keuntungan
bagi perusahaan dan harga jual yang layak untuk konsumen. Sehingga diharapkan
akan menarik konsumen. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan
menggunakan kalkulator dan program komputer Ms. Excel.
39
3.4.1 Aktivitas Produksi
Aktivitas yang diidentifikasi dari proses pengolahan white tea adalah pada
kegiatan awal produksi yaitu pemetikan bahan baku hingga pada tahapan proses
terakhir yaitu pendistribusian. Adapun proses produksi white tea premium, KW 1,
dan unsorted disajikan pada lampiran 3.
3.4.2 Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full Costing
Peneliti menghitung harga pokok produksi dengan menggunakan metode
Full Costing yaitu metode penentuan harga pokok produksi yang
memperhitungkan semua unsur biaya produksi, yang terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik, baik yang bersifat
variable maupun tetap. Harga pokok produksi menurut metode Full Costing terdiri
dari:
Biaya bahan baku Rp. XXX
Biaya tenaga kerja langsung Rp. XXX
Biaya overhead pabrik tetap Rp. XXX
Biaya overhead pabrik variabel Rp. XXX +
Harga pokok produksi Rp. XXX
Harga Pokok Produksi (Rp)
Harga pokok produksi per unit =
Total Produksi (Unit)
40
3.4.3 Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC
Peneliti menggunakan metode Activity Based Costing dimana aktivitas
yang akan diidentifikasi adalah dari proses pengolahan dimulai pada kegiatan
awal produksi hingga pengemasan white tea. Keseluruhan biaya yang akan
dikalkulasikan dapat dikelompokkan ke dalam:
1. Biaya utama: mencakup biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
langsung
2. Biaya overhead bersama: mencakup biaya listrik, biaya depresiasi mesin
dan peralatan, biaya depresiasi bangunan, dan biaya kemasan.
Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Menentukan aktivitas produksi, pada tahap ini yang dilakukan adalah
menentukan aktivitas-aktivitas sesungguhnya yang dilakukan pada saat
proses produksi berlangsung.
2. Menggolongkan jenis biaya atas aktivitas, pada tahap ini yang dilakukan
adalah menggolongkan biaya-biaya produksi yang terjadi berdasarkan
aktivitas produksi yang sudah ditentukan.
3. Menentukan cost drivers dan nilainya, dimana perhitungannya terdiri
atas:
a. Biaya listrik dengan cost drivers lama pemakaian.
b. Depresiasi mesin dan peralatan dengan cost drivers jam mesin dan jam
peralatan.
c. Depresiasi bangunan dengan cost drivers alokasi luas lantai.
41
Nilai cost drivers atas aktivitas dihitung dengan cara membagi masing-
masing biaya atas aktivitas dengan nilai cost drivers-nya
4. Menghitung nilai tarif/aktivitas, nilai tarif/aktivitas dihitung dengan cara
membagi jumlah total biaya atas aktivitas dengan nilai cost drivers atas
aktivitasnya.
5. Perhitungan harga pokok produksi, tahap terakhir adalah menghitung harga
pokok produksi yang dihitung dengan cara membagi total biaya produksi
dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya produksi yang dihitung terdiri
dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik.
Tabel 2. Aktivitas dan Level Aktivitas
Aktivitas Level Aktivitas
Penjemuran Unit
Pelayuan Unit
Pengeringan I Unit
Penyortiran Unit
Pengeringan II Unit
Penyinaran UV Unit
Pengemasan Unit
Pendistribusian Product Level
42
Tabel 3. Jenis Aktivitas dan Biaya Aktivitas
Jenis Aktivitas Biaya Aktivitas
I Penjemuran
Biaya nampan alumunium XXXX
Biaya Sarung Tangan XXXX
Jumlah XXXX
II Pelayuan
Rak Penyimpanan XXXX
Sinar UV XXXX
Jumlah XXXX
III Pengeringan I XXXX
Biaya Mesin Oven XXXX
Biaya Listrik Mesin XXXX
Jumlah XXXX
IV Sortir
Biaya Sarung Tangan XXXX
Nampan Alumunium XXXX
Jumlah XXXX
IV Penyinaran UV
Biaya nampan alumunium XXXX
Biaya Rak UV XXXX
Biaya Sinar/Lampu UV XXXX
43
Biaya Listrik UV XXXX
V Pengemasan
Biaya Kaleng XXXX
Biaya Plastik Alumunium XXXX
Biaya Listrik Kemasan XXXX
Jumlah XXXX
VII Pendistribusian
Bensin XXXX
Kendaraan XXXX
Jumlah XXXX
Tabel 4. Perhitungan Harga Pokok Produksi Metode ABC
Biaya Produksi Jumlah Biaya Total Biaya
Bahan Baku XXX XXX
Biaya Tenaga Kerja XXX XXX
Biaya Aktivitas-Aktivitas XXX XXX
Biaya Overhead Pabrik XXX XXX
Harga Pokok Produksi XXXX
Jumlah Produk XXX
44
3.5 Definisi Operasional
1. Bahan baku yang dimaksud adalah bahan baku dalam membuat produk teh
putih, biaya bahan baku adalah biaya bahan baku yang dipakai selama
periode 2017.
2. Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan
untuk mengupah tenaga kerja langsung, di mana jasa yang diberikan dapat
dihitung langsung dalam pembuatan produk, biaya ini meliputi upah, bonus,
tunjangan dan kesejahteraan.
3. BOP sesungguhnya yang terjadi pada saat proses produksi yang terdiri atas
biaya listrik mesin, biaya depresiasi peralatan, biaya depresiasi bangunan,
dan biaya kemasan.
4. Biaya tenaga kerja tidak langsung adalah biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk mengupah tenaga kerja tidak langsung atau tenaga kerja
yang bekerja bukan pada proses produksi, di mana jasa yang diberikan dapat
dihitung langsung dalam pembuatan produk, biaya ini meliputi upah, bonus,
tunjangan dan kesejahteraan.
5. Depresiasi bangunan yang digunakan adalah besarnya luas lantai yang
digunakan dan biaya depresiasi mesin dialokasikan berdasarkan
penggunaan jam mesin.
45
BAB VI
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah PPTK Gamboeng
Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) didirikan pada tanggal 10 Januari
1973 dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 14/Kpts/Um/1973 dengan nama
pada saat didirikan yaitu Balai Penelitian Teh dan Kina (BPTK). Mandat BPTK
adalah melaksanakan kegiatan penelitian komoditi teh dan kina. Sebelum BPTK
didirikan Pada tahun 1973, kegiatan penelitian teh dan kina dilakukan oleh Balai
Penelitian Perkebunan Bogor dan Pusat Penelitian Budidaya Kina Tjinjiruan, hal
tersebut sesuai dengan surat Keputusan Menteri Pertanian No:
823/Kpts/KB/110/11/1989. Tanggal 30 November 1989, pengelolaan BPTK
dialihkan dari Badan Litbang Pertanian kepada Asosiasi Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Indonesia (AP31), dan nama BPTK diubah menjadi
Pusat Penelitian Perkebunan Gamboeng (Puslitbun Gamboeng). Sesuai
Ketetapan Rapat Anggota AP3I No: 06/RA/VII/92, tanggal 25 Juli 1992 yang
telah disetujui oleh Menteri Pertanian yang sesuai dengan surat Menteri
Pertanian No: OT.210/552/Mentan/XII/92, nama Puslitbun Gamboeng diubah
menjadi Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK). Tahun 1996 Asosiasi Penelitian
dan Pengembangan Perkebun Indonesia (AP3I) digabung dengan Asosiasi Pusat
Penelitian Gula Indonesia (AP2GI) menjadi Asosiasi Penelitian Perkebunan
Indonesia (APPI). Pada Tahun 2002 PPTK berada di bawah naungan Lembaga
Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) dan mengalami perubahan yang terakhir
46
yaitu pada tahun 2010 PPTK menjadi suatu divisi di bawah PT Riset Perkebunan
Nusantara (RPN).
Perubahan dan pengelolaan tersebut tidak mengubah mandat yang telah
ditetapkan sejak tahun 1973, yaitu untuk menyelenggarakan penelitian tepat
guna (applied research) di bidang teh dan kina dengan tujuan meningkatkan
kualitas dan kuantitas dari produksi teh dan kina serta memecahkan problema
yang timbul atau diduga akan timbul di bidang pengusahaan teh dan kina. Sejak
Pengelolaan PPTK dialihkan dari Menteri Pertanian RI kepada AP31
pendanaannya berasal dari iuran anggota APPI sebesar 16%, dana APBN 6%,
dan selebihnya 78% berasal dari pendapatan sendiri. Dengan menurunnya harga
teh dalam kurun waktu 2000-2005 PPTK mengalami kesulitan likuiditas karena
pendapatan maksimal yang dicapai setiap bulan tidak dapat mencukupi
kebutuhan minimal. Akibatnya hutang PPTK terus menumpuk dan banyak hak-
hak karyawan yang tidak dapat terpenuhi. Kondisi ini telah berlangsung lama
dan PPTK tidak dapat mengangkat tenaga peneliti baru. Dengan banyaknya
tenaga peneliti senior yang pensiun maka tenaga peneliti yang ada sangat
terbatas sehingga cukup menghambat peran PPTK Gamboeng sebagai penghasil
inovasi teknologi teh dan kina nasional.
Sejarah Pusat Penelitian Teh dan Kina tidak terlepas dari
perkembangan penelitian teh dan kina yang dilakukan sejak masa pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1893 dengan kronologis sebagai berikut:
47
1893 Soekabumische Landbouw Vereeniging bekerja sama dengan Kebun
Raya Bogor membiayai seorang asisten di Laboratorium Agrokimia
untuk bertugas khusus melakukan penelitian penelitian teh
1902 Berdiri Proefstation voor thee yang merupakan bagian dari Kebun
Raya Bogor berdasarkan Keputusan Pemerintah Nomor 16
Tertanggal 13 April 1902
1912 Proefstation voor thee dijadikan bagian dari Departemen Pertanian
dan namanya diubah menjadi Algemeen Proefstation voor thee
1925 Dibentuk Algemeen Landbouw Syndicaat (ALS)
1932 ALS mempersatukan Algemeen Proefstation voor thee dengan
proefstation voor ruber dengan nama proofstation West Java
1938 Penelitian Kina di Cinyiruan dipindahkan ke Bogor dan menjadi
tugas dari proefstation West Java
1942 Proefstation West Java berubah nama menjadi Seibu Sikenzyoo
1945 Seibu Sikenzyoo kembali berubah nama menjadi Proefstation der
Centrale Proefstation Vereniging (CPV)
1949 Setelah Pengambil alihan oleh pihak RI, lembaga ini berubah nama
menjadi Balai Penyelidikan Perkebunan Besar
1964 Berdiri Pusat Penelitian Budidaya Kina dan Teh (PPBK/T) di
Cinyiruan di bawah Badan Pemimpinan Umum Perusahaan Negara
Perkebunan Aneka Tanaman (BPU-ANTAN)
1973 Berdiri Balai Penelitian Teh dan Kina (BPTK) melalui SK menteri
Pertanian nomor 14/Kpts/Um/I/1973 tertanggal 10 Januari 1973
48
1989 BPTK berubah nama menjadi Pusat Penelitian Perkebunan
Gamboeng
1992 Puslitbung Gamboeng berubah nama menjadi Pusat Penelitian Teh dan
Kina (PPTK) di bawah pengelolaan Asosiasi Penelitian Perkebunan
Indonesia (APPI)
2002 PPTK dikelola oleh Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI)
2010 PPTK menjadi suatu divisi di bawah PT Riset Perkebunan Nusantara
(RPN)
4.2 Lokasi dan Tata Letak PPTK Gamboeng
PPTK Gamboeng terletak di Lereng Gunung Tilu sebelah selatan
Bandung, tepatnya di Desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Jambu, Bandung, Jawa
Barat. Jarak dari kota Bandung sekitar 40 Km ke arah Tenggara dengan
ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut. Untuk batas-batas wilayah
geografis PPTK Gamboeng antara lain:
Sebelah Utara : Desa Cibodas
Sebelah Selatan : Gunung Ciwaringin
Sebelah Barat : Desa Cisondari
Sebelah Timur : Desa Lumajang
Lokasi Perkebunan terdapat pada ketinggian ±1200-1400 meter di atas
permuakaan laut, keadaan permukaan tanahnya berbukit-bukit dengan
kemiringan bervariasi 20-70°. Luas areal konsesi kebun ± 636,13 ha, terdiri dari
356,87 ha untuk areal teh dan 22 ha untuk areal kina dan yang lainnya untuk
bangunan kantor, laboratorium, perumahan karyawan pabrik dan tanah
49
cadangan. PPTK Gamboeng memiliki 2 afdeling yaitu kebun Gamboeng Utara
(GU) dan kebun Gamboeng Selatan (GS) yang masing-masing terdiri dari 9
sampai 11 blok. Gamboeng Utara sebagai blok A memiliki luas 184,42 ha dan
Gamboeng Selatan sebagai blok B memiliki luas areal 148 ha. Kebun ini
digunakan sebagai kebun percobaan penerapan teknologi hasil-hasil penelitian
baik dalam bidang kultur maupun pengolahan. Selain konsesi yang ada di PPTK
Gamboeng juga terdapat kebun kebun percobaan di Cinchona Cibereum
(Pengalengan, Jawa Barat), Pasir Sarongge (Cianjur, Jawa Barat), dan
Simalungun (Sumatera Utara)
Lokasi pabrik berada di sekitar kebun dan kebun PPTK Gamboeng.
Terdapat dua pabrik pengolahan yaitu, pabrik pengolahan teh hitam prototype
dan pabrik pengolahan teh hijau dengan tata letak yang tidak berjauhan yaitu ±
200 meter, sedangkan pabrik produksi teh hijau terdapat didaerah pasar
Sarongge, Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Luas Pabrik Teh Hitam
3200 m² dengan panjang 80 meter dan lebar 40 meter. Pabrik Teh hitam memiliki
3 lantai yang mana lantai 3 untuk kantor pabrik dan pelayanan, lantai 2 untuk
kantor kebun, dan lantai dasar untuk ruang pengolahan.
4.3 Visi dan Misi PPTK
4.3.1 Visi
Menjadi perusahaan riset perkebunan teh dan kina berkelas dunia,
berdaya saing, dan berkelanjutan.
50
4.3.2 Misi
1. Menghasilkan, mengembangkan, dan memasarkan inovasi perkebunan
teh dan kina yang berdaya saing global dan berkelanjutan.
2. Menyediakan jasa kepakaran di bidang perkebunan teh dan kina
3. Membangun kompetensi perusahaan, corporate sosial responsibility
(CSR), dan menyejahterakan karyawan.
4. Mengembangkan aset perusahaan guna mendukung produktivitas
perusahaan.
5. Membangun citra sebagai perusahaan riset perkebunan terkemuka.
4.4 Struktur Organisasi
Struktur Organisasi yang digunakan di PPTK Gamboeng adalah struktur
organisasi garis atau staf, karena setiap atasan memiliki bawahan tertentu dan
bertanggung jawab secara langsung pada pimpinan. PPTK dipimpin oleh
seorang direktur dan dibantu oleh 3 pejabat lapis II, yaitu kepala bidang
penelitian, kepala bidang usaha, dan kepala biro umum dan SDM. Kepala bidang
usaha membawahi dua unit usaha kebun (UUK), yaitu UUK Gamboeng dan
UUK Simalungun, unit produksi bibit, dan unit pemasaran. Kepala bidang
penelitian membawahi empat kelompok peneliti yaitu unit kerjasama dan
administrasi, unit pelayanan jasa, unit penyampaian hasil penelitian (PHP), dan
unit usaha pra dan pasca panen. Kepala bidang biro umum dan SDM
membawahi urusan sumber daya manusia (SDM), yaitu urusan keuangan dan
urusan rumah tangga. Urusan rumah tangga bertanggung jawab mengelola
bidang umum yang meliputi pelayanan kantor, pengadaan dan investasi,
51
pengembangan SDM dan pemeliharaan bangunan dan kendaraan. Secara umum
biro ini bertugas menunjang seluruh kegiatan operasional institusi. Sedangkan
urusan keuangan bertanggung jawab mengelola administrasi keuangan dan
verifikasi dan gudang. Untuk lebih detail Gambar Struktur Organisasi Terdapat
Pada Lampiran 1
4.5 Fasilitas dan Sarana Prasarana PPTK Gamboeng
Kantor PPTK Gamboeng terletak di bawah kaki gunung Tilu, Desa
Mekarsari. PPTK Gamboeng merupakan pusat peneltian terbesar se-Asia
Tenggara. PPTK Gamboeng memiliki fasilitas dan sarana prasarana utama serta
pendukung. Adapun sarana prasarana utama yang dimiliki PPTK Gamboeng
antara lain gedung kantor pabrik, kebun percobaan, pabrik teh hitam, pabrik teh
hijau, pabrik teh putih, gudang penyimpanan, laboratorium, perpustakaan,
rumah kaca, kebun percobaan, kendaraan operasional. Fasilitas dan sarana
pendukung yang dimiliki PPTK Gamboeng antara lain fasilitas tempat tinggal
(rumah dinas dan wisma atau mess), fasilitas kesehatan (poliklinik), fasilitas
ekonomi (koperasi), fasilitas pendidikan (tempat penitipan anak, taman kanank-
kanak, sekolah dasar), fasilitas sosial budaya (masjid), fasilitas rekreasi dan
olahraga (agrowisata, lapangan rumput dan lapangan tenis)
4.5.1 Fasilitas Utama
a. Kantor kebun
PPTK memiliki 4 kantor kebun yang tersebar di beberapa lokasi. Kantor
kebun tersebut diantaranya berada di Gamboeng, Simalungun (Sumatera Utara),
52
Pasir Sarongge (Cianjur), dan Chincona-Cibereum (Pengalengan). Adapun
fungsi kantor kebun yaitu sebagai pusat data dan informasi seputar perkebunan.
Kantor kebun berpusat di Gamboeng, hal ini dikarenakan kantor kebun
Gamboeng dekat dengan lokasi administrasi sehingga kantor kebun Gamboeng
menjadi pusat informasi dari ketiga kantor kebun lainnya, yaitu Simalungun
(Sumatera Utara), Pasir Sarongge (Cianjur), dan Chincona-Cibereum
(Pengalengan).
b. Kebun percobaan
PPTK Gamboeng memiliki 4 kebun percobaan, yaitu di Gamboeng,
Simalungun (Sumatera Utara), Pasir Sarongge (Cianjur), dan Chincona-
cibereum (Pangalengan). Berdasarkan Laporan RKAP PPTK Gamboeng Tahun
2014, luas areal konsesi PPTK Gamboeng seluas 845,980 ha, yang terdiri dari
kebun kebun, bangunan kantor, pabrik, perumahan karyawan, jalan, sungai serta
area konservasi.
c. Pabrik
PPTK Gamboeng memiliki tiga buah pabrik pengolahan teh yaitu
pabrik teh hijau dan pabrik teh hitam dalam skala mini processing, dan pabrik
teh putih.
1. Pabrik teh hijau dan teh hitam
Pabrik teh hijau dan teh hitam merupakan pabrik dalam skala mini
processing, pabrik ini berfungsi untuk melakukan pengolahan teh hijau dan teh
hitam. Pabrik ini memiliki beberapa alat dan juga mesin yang digunakan untuk
memproduksi teh hijau dan teh hitam. Awal berdirinya pabrik ini adalah untuk
53
penelitian. Produksi teh hijau dan teh hitam yang ada mulanya hanya untuk
diteliti saja, namun seiring berjalannya waktu konsumen yang merupakan
kerabat dari para karyawan mulai tertarik untuk mencoba produk teh skala mini
processing, sehingga terbentuklah unit usaha teh dalam skala mini processing
teh hijau dan teh hitam
2. Pabrik white tea
Pabrik white tea berada di lokasi yang strategis dekat dengan lokasi
kantor direksi, kantor kebun, dan kebun teh. Pabrik teh putih Gamboeng baru
saja didirikan pada tahun 2013. Berdirinya pabrik ini sebagai terobosan hasil
teknologi downstream-off farm agribusiness teh untuk menjawab tantangan
dalam penelitian dan pengembangan teh yang terus berkembang.
a. Laboratorium
Untuk membantu Operasional kegiatan penelitian dan pengembangan
inovasi dan teknologi, PPTK Gamboeng memfasilitasi Laboratorium penelitian.
Fungsi laboratorium selama ini digunakan untuk mendukung akselerasi
penelitian sehingga mampu menghasilkan penelitian-penelitian yang
berkontribusi bagi masyarakat petani dan stakeholders teh dan kina. Adapun
keenam laboratorium tersebut yaitu: (1) Laboratorium Analisis Tanah, (2)
Laboratorium Analisis Kimia, (3) Laboratorium Teknik Pengolahan, (4)
Laboratorium Pemuliaan, (5) Laboratorium Agronomi, (6) Laboratorium Hama
dan Penyakit.
Keberadaan Laboratorium yang berkualitas akan mendukung proses
penelitian yang baik dan pogresif sehingga mampu menciptakan penelti-peneliti
54
yang handal dan kompeten di bidangnya masing-masing. Adanya hasil
penelitian yang berkualitas, akan mampu meningkatkan kerja PPTK sebagai
pusat penelitian yang semakin produktif dan berdaya saing serta diakui secara
nasional maupun internasional. Selain itu, PPTK juga mempunyai laboratorium
pelayanan. Keberadaan laboratorium selain sebagai pendukung kegiatan riset
juga dikembangkan sebagai kegiatan pelayanan jasa. Sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, PPTK pada tahun 2014 memperoleh
sertifikasi dari KAN (akreditasi KAN ISO/IEC-17025) untuk pelayanan jasa
dalam pengujian tanah dan pupuk yang bertujuan untuk merekomendasi
pemupukan
b. Perpustakaan
Perpustakaan merupakan komponen utama lembaga penelitian selain
laboratorium. PPTK Gamboeng memiliki sebuah perpustakaan yang
mengkhususkan menyimpan koleksi informasi tentang sejarah teh dan kina,
sejarah PPTK Gamboeng yang terdokumentasi dari berbagai sumber literatur
berbagai bahasa, bahan pustaka tentang teh dan kina serta umum dalam bentuk
cetak dan non cetak, hasil-hasil penelitian, data statistik teh dan kina, jurnal dan
warta ilmiah dan popular, dan lain-lain. Perpustakaan PPTK Gamboeng
memiliki koleksi buku/warta/jurnal nasional/internasional.
c. Rumah Kaca
Selain Laboratorium, PPTK Gamboeng didukung fasilitas rumah kaca
yang diperuntukan untuk kegiatan riset maupun kegiatan pelayanan jasa.
55
Terdapat tiga rumah kaca, antara lain rumah kaca pemuliaan tanaman, rumah
kaca hama dan penyakit tanaman, dan rumah kaca agronomi.
d. AWS
PPTK Gamboeng memiliki dua stasiun untuk pengukuran cuaca yang
dilakukan secara otomatis dengan sistem telemetri yang dikenal dengan nama
Automatic weather station. Stasiun cuaca Otomatis atau Automatic weather
station (AWS) terletak dihalaman kantor PPTK Gamboeng dan di KP.
Cinchona-Cibeureum pengalengan yang terdiri dari sensor-sensor tertentu
seperti solarimeter (mengukur radiasai matahari), termometer bola kering-bola
basah (mengukur suhu udara dan kelembaban udara), anenomemeter (mengukur
kecepatan angin), dan penakar hujan (mengukur curah hujan).
e. Pembangkit istrik tenaga mini hydro (PLTMH)
PPTK Gamboeng memiliki pembangkit Listrik Tenaga Mini Hydro
(PLTMH) sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil. PLTMH
Gamboeng bekerja dengan memanfaatkan perubahan tenaga air dengan
ketinggian dan debet tertentu yang berasal dari sumber mata air di bawah Kaki
Gunung Tilu yang kemudian diubah menjadi tenaga listrik dengan menggunakan
turbin air dan generator.Kapasitas PLTMH Gamboeng yang dibangun adalah
100 KVA. Setelah dilakukan pembangunan maksimal kapasitas yang bisa
dipakai adalah sebesar 90 KVA.
f. Showroom PPTK Gamboeng
Upaya PPTK Gamboeng untuk lebih mendekatkan produk yang
dihasilkan terhadap para pecinta teh maupun masyarakat umum salah satunya
56
adalah dengan pembangunan showroom. Showroom PPTK Gamboeng berada di
lokasi yang strategis dekat dengan infrastruktur primer PPTK Gamboeng yaitu
dekat dengan akses jalan menuju kantor PPTK. Showroom ini dapat digunakan
sebagai ruang pameran yang khusus berisi berbagai produk hasil inovasi
teknologi PPTK Gamboeng.
g. Gudang penyimpanan (Gudang Induk)
PPTK Gamboeng memiliki gudang penyimpanan yang disebut gudang
Induk, berfungsi sebagai tempat penyimpanan inventaris barang/alat/bahan yang
mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan di PPTK Gamboeng. Selain
itu, gudang ini juga sebagai tempat penyimpanan barang-barang inventaris
bangunan dan bidang pemeliharaan yang belum atau tidak terpakai.
h. Kendaraan operasional
PPTK Gamboeng meyediakan fasilitas berupa kendaraan operasional,
hal ini untuk memperlancar kegiatan operasional penelitian dan pembangunan,
kebun, serta pelayanan jasa lainnya. Kendaraan yang diberikan PPTK
Gamboeng sebagai kendaraan operasional seperti mobil dinas sebanyak 3 unit,
truck 4 unit dan juga pick up sebanyak 2 unit.
i. Kantin
PPTK Gamboeng mempunyai kantin untuk karyawan, tamu pengunjung
maupun mahasiswa yang sedang melakukan kegiatan magang ataupun penelitian
di PPTK, Kantin PPTK Gamboeng terletak di lokasi yang sangat strategis dekat
dengan pabrik teh mini processing. Kantin ini dikelola oleh istri-istri dari
karyawan yang juga merupakan karyawan di PPTK Gamboeng. Kantin ini
57
menyajikan berbagai masakan dan jajanan pasar terutama masakan sunda, dan
sering ramai dikunjungi ketika jam istirahat.
4.5.2 Fasilitas Penunjang
PPTK Gamboeng sebagai sebuah institusi tetapi juga perusahaan
mempunyai tanggung jawab sosial bagi kesejahteraan kehidupan karyawan dan
masyarakat sekitarnya. Salah satu bentuk kegiatan social cooperate
responsibility PPTK Gamboeng terhadap karyawan adalah dengan menyediakan
fasilitas tempat tinggal, kesehatan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan
rekreasi serta olahraga.
a. Fasilitas tempat tinggal
PPTK Gamboeng memfasilitasi karyawannya dengan rumah dinas
lengkap dengan fasilitas air, listrik, tukang kebun, dan penjaga keamanan.
Adapun rumah dinas karyawan ini berlokasi di dusun Kalintem, Giriwangi,
Giriawas, dan Baru Tunggul. Selain itu, PPTK Gamboeng juga memiliki
wisma/mess yang diperuntukan untuk para tamu dan mahasiswa yang sedang
melakukan kegiatan magang ataupun penelitian.
b. Fasilitas kesehatan (poliklinik)
PPTK Gamboeng memberikan pelayanan kesehatan terutama bagi
karyawannya dengan mendirikan poliklinik. Poliklinik Gamboeng beroperasi
setiap hari selasa dan jum’at yang dikelola oleh PPTK Gamboeng yang bekerja
sama dengan Puskesmas Kecamatan Pasir Jambu dan RS Immanuel Bandung.
58
c. Fasilitas ekonomi (Koperasi PPTK Gamboeng)
PPTK Gamboeng memberikan pelayanan kegiatan ekonomi produktif,
simpan pinjam (kredit) dan pemasaran produk Teknologi PPTK Gamboeng
dengan membangun koperasi karyawan Gamboeng. Koperasi PPTK Gamboeng
ini terletak di lokasi yang strategis dari akses kantor direksi, perumahan, jalan
dan kebun.
d. Fasilitas pendidikan
Sebagai upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan anak-anak
karyawannya dan memberikan ketenangan karyawan yang memiliki balita
dalam bekerja, PPTK Gamboeng memfasilitasi akses pendidikan dengan
mendirikan tempat penitipan anak, TK Camelia, dan SD Gamboeng.
Pengelolaannya dilakukan oleh isteri-isteri Karyawan PPTK Gamboeng.
e. Fasilitas sosial budaya (masjid)
PPTK Gamboeng mendirikan masjid yang bernama Masjid Istiqomah
sebagai pusat kegiatan sosial budaya keagamaan bagi karyawan dan masyarakat
umumnya. Masjid Istiqomah ini berada di lokasi yang strategis dekat dengan
perumahan dan kantor.
f. Fasilitas rekreasi/pariwisata dan Olahraga
Selain mengembangkan penelitian pada komoditi teh dan kina, PPTK
Gamboeng juga memiliki agrowisata untuk kegiatan rekreasi yang
bernuansakan komoditi teh dan kina. Potensi penelitian dan pengembangan
dipadukan dengan sumber daya alam di perkebunan teh dan kina menjadi
modal dan nilai tambah PPTK Gamboeng untuk mengembangkan konsep-
59
konsep wisata eduagrowisata dengan menonjolkan karakter wisata
pendidikan dan alam perkebunan teh dan kina. Saat ini agrowisata PPTK
Gamboeng telah memiliki beberapa paket wisata outbond berupa kegiatan
wisata alam di PPTK Gamboeng. Adapun Paket wisata yang mulai diminati
oleh para pengunjung yaitu meliputi: Flying Fox, Net Climbing, Tea Walk,
dan Tubing.
4.6 Ketenagakerjaan
Karyawan di PPTK Gamboeng terdiri dari pegawai tetap, karyawan
harian lepas, karyawan harian musiman dan karyawan kontrak. Sumber daya
manusia di PPTK Gamboeng secara keseluruhan adalah 528 orang dengan
komposisi yang terdapat pada tabel 5.
Tabel 5. Komposisi Sumberdaya Manusia PPTK Gamboeng Tahun 2017
No Bidang/Biro/Unit Kerja Jumlah
1 Biro Umum dan SDM 71
2 Bidang Penelitian (Peneliti dan Teknisi) 47
3 Bidang Usaha 47
4 Unit Usaha Kebun 363
Jumlah 528
60
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Proses Produksi White tea Pada PPTK Gamboeng
PPTK Gamboeng memproduksi 3 jenis white tea yaitu white tea
premium yang merupakan jenis white tea yang paling tinggi kualitasnya, white
tea KW I merupakan kualitas menengah, KW berasal dari kata kuwalitas yang
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kualitas, dimana semakin
tinggi angka kualitas tersebut maka semakin rendah kualitas yang dihasilkan,
dan jenis yang ketiga adalah white tea Unsorted. Ketiga jenis white tea tersebut
dibedakan berdasarkan jenis bahan baku yang digunakan. White tea premium
merupakan jenis white tea yang memiliki harga paling mahal, hal tersebut
dikarenakan kualitas yang dihasilkan produk lebih baik dari segi warna dan
aroma. Bahan baku white tea premium menggunakan pucuk peko teh varietas
assamica yang masih menggulung dengan memiliki bulu-bulu halus di sekitar
permukaan pucuk. White tea premium memiliki kategori tersendiri untuk bahan
bakunya yaitu pucuk daun yang masih menggulung dengan ukuran panjang 2-3
cm, sedangkan untuk KW I bahan baku yang digunakan adalah pucuk peko teh
varietas sinensis dapat berupa pucuk teh yang setengah terbuka yang memiliki
ukuran panjang daun kurang dari 2 cm, dan untuk white tea unsorted merupakan
jenis white tea gabungan dari white tea premium dan KW I dimana dalam proses
produksinya tidak melewati tahapan penyortiran sehingga produk yang
dihasilkan merupakan sisa dari produk kering white tea premium dan KW I yang
tidak lolos dalam tahapan penyortiran.
61
Perbedaan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi white tea
premium dengan KW I terletak pada varietas yang digunakan. Varietas Asamica
merupakan varietas terbaik dibandingkan dengan varietas sinensis. Perbedaan
jenis bahan baku untuk memproduksi white tea premium dengan white tea KW
I dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6. Perbedaan Bahan Baku White Tea Premium dengan KW I
Uraian Assamica (white tea
premium) Sinensis (KWI)
Ukuran dan Bentuk
Pucuk Peko
Agak besar dengan daun
ujung yang runcing
Lebih kecil dan daun
ujungnya agak tumpul.
Visualisasi
Permukaan Pucuk
peko
Lebih halus dan terdapat
bulu bulu halus disekitar
permukaan pucuk
Agak kasar
Warna pucuk peko Putih Putih keemasan
Kandungan
polifenol Lebih tinggi Lebih rendah
Aroma Lebih kuat Lebih lemah
Proses produksi white tea yang dilakukan oleh PPTK Gamboeng tidak
jauh berbeda, baik itu dari alat maupun mesin yang digunakan. Perbedaannya
terletak pada jenis pucuk daun teh yang digunakan, untuk jenis unsorted terdapat
62
satu tahapan proses produksi yang membedakan dengan produk premium
maupun KW I yaitu tidak adanya proses penyortiran. Bagan tahapan proses
produksi white tea di PPTK Gamboeng dapat dilihat dalam lampiran 3 dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Penjemuran
Penjemuran merupakan tahapan ke 3 dalam proses produksi white
tea, pada tahapan ini pucuk peko yang sudah diangkut akan dimasukan ke
dalam pabrik lalu pucuk tersebut ditimbang dan dicatat berat basah yang
diperoleh dari bahan baku. Pucuk peko yang telah ditimbang kemudian
diletakan dan dibeberkan ke dalam wadah berupa bakul/ayakan kayu yang
kemudian diletakan di atas rak penjemuran. Penjemuran dilakukan dengan
memanfaatkan energi matahari selama 1 hari (24 jam) hal ini bertujuan agar
kadar air yang ada di dalam pucuk dapat menguap dan melebur. Penjemuran
white tea hanya mengandalkan sinar matahari yang terik dimana penjemuran
ini dilakukan dilantai 2 pabrik yang terbuat seperti green house dengan atap
dari atap plastik elastis dan dinding kaca.
2. Pelayuan
Proses produksi selanjutnya adalah pelayuan yang dilakukan selama
1 hari (24 jam), pada proses ini bahan baku yang berupa pucuk peko yang
telah melewati proses penjemuran akan dimasukan ke dalam ruangan yang
memiliki suhu kelembaban ruangan yang baik. Bahan baku yang telah ditaruh
di nampan alumunium akan diletakan dirak pelayuan, dimana disetiap bagian
rak terdapat lampu sinar ultraviolet, hal ini bertujuan untuk membunuh
63
bakteri pada pucuk peko. Cahaya dari lampu ultraviolet sangat efektif dalam
melakukan deaktifasi mikroorganisme, misalnya seperti virus, protozoa dan
bakteri, selain itu terdapat juga alat dehumidifier (pengatur kelembaban), alat
ini merupakan pengatur jumlah uap air di udara dalam suatu ruangan.
Ruangan yang terasa basah memiliki tingkat kelembaban yang relatif tinggi,
dengan alat ini dapat membuat kelembaban ruangan yang relatif ideal, alat ini
dapat mengurangi kelembaban hinga 35%
3. Pengeringan I
Proses pengeringan I adalah proses pengeringan pucuk peko dengan
menggunakan mesin oven blower. Pucuk peko yang telah melewati proses
pelayuan kemudian dimasukan ke dalam mesin oven blower bersuhu 100°C.
Proses ini dilakukan selama 30 menit berguna untuk menurunkan kadar air
hingga menjadi 5% tanpa merusak aroma.
4. Sortir
Proses produksi selanjutnya adalah kegiatan sortir. Proses ini
bertujuan untuk memisahkan jenis mutu yang memiliki kualitas yang baik
(pucuk yang berwarna putih perak) yang belum terbuka gulungannya dengan
pucuk yang berwana kuning kehitaman dan juga untuk memisahkan
kontaminasi benda asing lainnya. Proses sortir ini harus higienis dimana
pekerja diwajibkan untuk mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum
menggunakan sarung tangan, menggunakan masker dan penutup kepala.
Tenaga kerja di dalam pabrik white tea diwajibkan untuk menggunakan jas
lab dan sandal laboratorium.
64
5. Pengeringan II
Proses pengeringan I tidak jauh berbeda dengan proses pengeringan
dua hanya waktu lamanya pengeringan dan juga suhu mesin oven. Pada
proses pengeringan 2 dilakukan selama 1 setengah jam dengan suhu 60°C.
6. Penyinaran ultraviolet
Proses penyinaran sinar ultraviolet juga tidak jauh berbeda dengan
proses pelayuan, yang membedakan adalah lama waktu penyinaran yaitu 50
menit dan juga pada tahap ini alat dehumidifier sudah tidak lagi digunakan.
7. Pengemasan
Proses produksi selanjutnya adalah proses pengemasan. Proses
pengemasan dilakukan setelah pucuk peko yang telah melewati proses
penyinaran uv dan lolos tahap sortasi akan ditimbang sebanyak 1 kg yang
kemudian dimasukan ke dalam plastik alumunium dan ditutup atau
dirapatkan dengan mesin pengemas. Pada proses ini produk diberikan label
tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa. Pada proses ini semua pekerja harus
menggunakan sarung tangan agar tidak menimbulkan kontaminasai dan juga
kerusakan pada produk.
8. Penyimpanan dan pendistribusian
Proses terakhir adalah proses penyimpanan dan pendistribusian, pada
proses ini produk white tea yang telah dikemas akan disimpan di dalam
gudang penyimpanan yang dilengkapi dengan alat dehumidifier sehingga
kelembaban yang ada di ruangan dapat terkontrol. Pada proses penjualan atau
pendistribusian dilakukan dengan sistem FIFO (first in first out) yang artinya
65
produk pertama kali yang di produksi dan dimasukan ke dalam gudang adalah
produk yang diutamakan yang akan dijual atau didistribusikan.
Pendistribusian dilakukan dengan menggunakan mobil pick up, dimana
PPTK Gamboeng hanya akan mengantar pesanan di daerah Bandung, untuk
daerah selain Bandung biasanya produk akan dikirim melalui JNE, selain itu
distributor atau konsumen juga dapat membeli langsung di PPTK Gamboeng.
5.2 Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang digunakan untuk
memproduksi white tea. Proses produksi white tea di PPTK Gamboeng
menyebabkan timbulnya biaya yang terdiri dari beberapa aspek seperti biaya
langsung dan juga biaya tidak langsung.
5.2.1 Penggunaan Biaya Langsung
Pada Proses produksi white tea penggunaan biaya langsung terdiri dari
biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya upah lembur yang
dapat dengan mudah ditelusuri secara langsung kesatuan produk white tea.
a. Biaya bahan baku
Selama tahun 2017 kebutuhan bahan baku berupa pucuk peko untuk
setiap jenis produk per sekali produksi diperoleh dari kebun milik PPTK
Gamboeng dengan harga bahan baku yang sama untuk semua varietas teh yaitu
Rp. 60.000/kg. Harga bahan baku pucuk peko telah ditetapkan oleh perusahaan
dikarenakan harga bahan baku yang dibeli oleh pabrik nantinya digunakan untuk
insentif biaya pemeliharaan kebun berupa nutrisi pupuk dan pestisida. Harga
66
bahan baku Rp. 60.000/kg terdiri atas biaya bahan baku Rp. 20.000/kg dan upah
petik borongan seharga Rp. 40.000/kg
Semua jenis white tea yang diproduksi oleh PPTK Gamboeng dikerjakan
dalam 20 hari kerja per bulan selama satu tahun dengan periode produksi selama
5 hari yang artinya untuk sebulan yaitu 4 kali produksi atau 48 kali produksi
selama 1 tahun, sehingga dalam periode analisis tahun 2017 total bahan baku
yang digunakan oleh setiap jenis white tea adalah 4320,33 kg pucuk peko untuk
white tea premium, 755,68 kg pucuk peko untuk white tea KW I, dan 817 untuk
white tea unsorted. Data biaya bahan baku produksi white tea PPTK Gamboeng
akan dijabarkan pada tabel 7 di bawah ini:
Tabel 7 . Biaya Bahan Baku White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017
Bahan Baku Biaya
Bahan Baku
(Rp/kg)
Banyaknya
Bahan Baku (kg)
Biaya Bahan Baku
(Rp/Tahun)
Pucuk Peko
Premium 60.000 4320,33 Rp. 259.219.980
Pucuk Peko KW I 60.000 755,68 Rp. 45.340.800
Pucuk Peko
Unsorted 60.000 817,27 Rp. 49.036.200
Total 1354,78 Rp. 353.596.980
b. Biaya tenaga kerja langsung
Tenaga Kerja langsung dalam memproduksi white tea sebanyak 8 orang,
yang bekerja selama 8 jam perhari selama 20 hari kerja perbulan. Total biaya
tenaga kerja langsung selama satu tahun yaitu tahun 2017 adalah Rp
183.868.418/Tahun. Biaya tenaga kerja langsung untuk masing masing produk
67
white tea dialokasikan berdasarkan persentase jumlah produksinya terhadap total
biaya tenaga kerja langsung untuk masing masing produk white tea.
Jenis white tea premium dibebankan biaya tenaga kerja langsung sebesar
Rp. 134.793.937 dari 73,31 % konsumsi terhadap total biaya tenaga kerja
langsung yang terdiri dari upah petik, gaji karyawan pabrik, dan juga upah
lembur tenaga kerja, untuk jenis white tea KW I dibebankan biaya tenaga kerja
langsung sebesar Rp.23.571.931 dari 12,82 % konsumsi terhadap total biaya
tenaga kerja langsung yang terdiri dari upah petik, gaji karyawan dan upah
lembur, sedangkan untuk jenis white tea unsorted dibebankan biaya tenaga kerja
langsung sebesar Rp 25.502.550 dari 13,87 % konsumsi terhadap total biaya
tenaga kerja langsung.
5.2.2 Penggunaan Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung sering disebut biaya overhead pabrik (BOP), jenis
biaya overhead pabrik yang dimasukkan dalam perhitungan harga pokok
produksi pada PT PPTK Gamboeng adalah biaya pengemasan, biaya
penyusutan, biaya listrik, biaya tenaga kerja tidak langsung, baya overhead
bersama, biaya pemasaran dan biaya peralatan produksi.
a. Biaya pengemasan
Bahan kemasan yang digunakan pada setiap jenis produk white tea yang
diproduksi oleh PPTK Gamboeng adalah kemasan Plastik dan karton. White tea
premium memiliki kemasan yang terbuat dari karton yang berisikan 1 kg white
tea, sedangkan untuk produk KW I dan unsorted dikemas hanya dengan plastik.
Plastik yang digunakan adalah plastik alumunium foil dengan label merek
68
dagang PPTK Gamboeng yang dilengkapi dengan nama jenis dari white tea serta
tanggal produksi dan tanggal expired produk.
White tea premium dikemas dengan karton besar yang kemudian dilipat
dan dikerjakan oleh tenaga kerja manusia, sedangkan untuk produk yang
dikemas dengan menggunakan alumunium foil akan dirapatkan oleh mesin
pengemas. Total biaya untuk kemasan alumunium foil satu periode adalah
sebesar Rp. 11.788.270, sedangkan untuk biaya rajut, bakul, plastik klip dan lain
lain menghabiskan biaya sebanyak Rp. 2.009.400. Biaya kemasan pada tahun
2017 tidak terlalu menghabiskan banyak biaya dikarenakan persedian bahan
untuk kemasan yang masih cukup banyak dari tahun sebelumnya. Bahan
kemasan untuk produk white tea merupakan salah satu bahan yang sudah
disediakan pihak perusahaan pada tahun 2014 yang merupakan salah satu bahan
investasi pada saat pembangunan pabrik white tea. Perhitungan biaya
pengemasan terdapat pada lampiran 7.
b. Biaya penyusutan mesin, peralatan dan bangunan produksi
Perhitungan nilai penyusutan diperoleh dengan menggunakan metode
garis lurus (Straight- Line method). Metode garis lurus mengalokasikan beban
penyusutan yang sama besarnya selama masa manfaat aktiva. Rumus metode
garis lurus adalah biaya perolehan dikurangi nilai sisa kemudian dibagi taksiran
masa manfaat aktiva atau umur ekonomis (dalam tahun).
Umur ekonomis untuk penggunaan bangunan diasumsikan selama 20
tahun, untuk mesin dan peralatan selama 5 tahun dan 3 tahun. Nilai sisa
bangunan, mesin dan peralatan diasumsikan sebesar 10 % dari harga
69
pembeliannya. Total biaya penyusutan pada tahun 2017 adalah sebesar
Rp.23.041.551 yang akan dialokasikan berdasarkan persentase jumlah produksi
jenis white tea premium, white tea KW 1, white tea unsorted, yaitu masing-
masing sebesar Rp.16.891.761, Rp.2.953.927 dan Rp.3.195.863 terhadap total
biaya penyusutan ketiga jenis produk tersebut.
Penyusutan mesin dehumidifier tidak disertakan dalam penyusutan
peralatan karena umur ekonomisnya telah habis masa pakai, namun masih dapat
digunakan dan tidak mengganggu produktivitas perusahaan, sedangkan untuk
saringan, masker, sarung tangan dan rajut dikarenakan setiap bulan diganti
sehingga dihitung berdasarkan jumlah pemakaiannya dalam satu tahun atau
dalam periode analisis. Biaya penyusutan akan ditampilkan secara detail pada
lampiran 4.
c. Biaya listrik
Sumber daya yang digunakan dalam memproduksi jenis white tea
pada PPTK Gamboeng adalah tenaga listrik, biaya-biaya akibat penggunaan
tenaga listrik terdapat pada Tabel berikut:
Tebel 8. Biaya Listrik Pabrik White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017
Jenis Biaya Kwh Listrik Nilai
Pemakaian Listrik Tahun 2017 4516 Rp. 6.463.480
Pemakaian Listrik pada pabrik white tea dalam periode tahun 2017
sebesar Rp. 6.463.480. Kwh listrik diperoleh dari hasil perhitungan watt mesin
yang digunakan dikali jumlah waktu pemakaian mesin dikali dengan jumlah hari
70
kerja dalam satu bulan, setelah itu ditambah dengan masing masing biaya dari
golongan LWBP (luar waktu beban puncak) dan WBP (waktu beban puncak).
Peraturan dalam pembayaran listrik pabrik sudah ditetapkan oleh pihak
perusahaan dimana jika golongan LWBP akan ditambah senilai 1035 dan WBP
sebesar 1553. Perhitungan listrik diperinci pada lampiran 5
d. Biaya tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung pada pabrik white tea berjumlah 1 orang
yang bekerja tidak secara langsung menangani proses produksi atau bekerja di
luar proses produksi sebagai bagian pemasaran yaitu supir untuk mengantar
produk pesanan . Tenaga kerja tidak langsung bekerja selama delapan jam per
hari selama 20 hari kerja per bulan, untuk satu orang tenaga kerja selama satu
tahun, dengan upah sebesar Rp.1.317.807 / bulan/ dengan total biaya
Rp.15.813.684 / tahun. Biaya tenaga kerja tidak langsung untuk produk white
tea hanya dibebankan 10%. Hal tersebut dibebankan dari jumlah produksi yang
hanya 10 % dari hasil produksi yang dihasilkan oleh PPTK Gamboeng
sedangkan produksi tertinggi adalah produk teh hijau / green tea yang mencapai
40%. Masing-masing produk white tea dialokasikan berdasarkan persentase
jumlah produksinya terhadap total biaya tenaga kerja tidak langsung untuk
masing-masing jenis white tea.
Jenis white tea premium dibebankan biaya tenaga kerja tidak langsung
sebesar Rp. 1.159.301 dari 73,31 % konsumsi terhadap total biaya tenaga kerja
tidak langsung. Jenis produk white tea KW I dibebankan biaya tenaga kerja
tidak langsung sebesar Rp. 202.731 dari 12,82 % konsumsi terhadap total biaya
71
tenaga kerja tidak langsung, sedangkan untuk jenis white tea unsorted
dibebankan Rp. 213.336 dari 13,87 % konsumsi terhadap total biaya tenaga
kerja.
e. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran dalam 1 periode tahun 2017 mencapai Rp. 90.460.000
.biaya tersebut digunakan untuk pembuatan souvenir yang diberikan kepada
masyarakat saat mendatangi both PPTK Gamboeng dalam pameran teh, selain
itu biaya pemasaran juga dikeluarkan untuk biaya brosur dan juga poster yang
digunakan untuk promosi. Kegiatan pemasaran white tea yang dilakukan oleh
PPTK Gamboeng salah satunya adalah dengan kegiatan festival / event teh
nasional yang sangat efektif dalam promosinya, selain itu terdapat juga promosi
dengan menggunakan social media berupa website resmi milik PPTK
Gamboeng dan instagram serta twitter yang dikelola oleh kepala bidang
pemasaran. Biaya pemasaran ditampilkan secara detail pada lampiran 6
f. Biaya overhead bersama
Biaya operasional overhead bersama dalam satu tahun tahun mencapai
Rp.13.220.000, kebutuhan biaya tersebut digunakan untuk biaya kendaraan
dan juga bahan bakar bensin.
Tabel 9. Total Biaya Overhead PPTK Gamboeng Tahun 2017
Jenis Overhead Biaya (Rp/tahun)
Bensin 720.000
Kendaraan mobil pick up 12.500.000
Jumlah 13.220.000
72
Biaya bensin dan kendaraan hanya dibebankan 10% dari jumlah biaya
asli, biaya bensin per tahun mencapai 7.200.000 dan hanya dibebankan 10%
pada produk white tea hal tersebut dikarenakan produk white tea hanya
berjumlah 10% dari banyaknya produk yang dihasilkan oleh PPTK Gamboeng,
sedangkan untuk biaya mobil pick up sebanyak 125.000.000 dan hanya
dibebankan 10% pada produk white tea.
g. Biaya mesin dan peralatan produksi
Peralatan yang digunakan oleh PPTK Gamboeng dalam memproduksi
white tea sama seperti yang digunakan oleh perusahaan white tea lain seperti
mesin oven, lampu sinar UV, rajut dan lain lain. Alat dan mesin tersebut
memiliki fungsi masing-masing yang digunakan oleh tenaga kerja dalam
pelaksanaan proses produksi.
Perhitungan untuk penggunaan alat didapat dari biaya satuan dikali
dengan banyaknya alat yang digunakan dalam produksi, seperti contoh
timbangan yang digunakaan saat setelah kegiatan pengangkutan. White tea yang
telah diangkut akan ditimbang terlebih dahulu untuk dicatat sebelum diproduksi.
Timbangan pada pabrik white tea terdapat 2 buah dengan harga Rp. 2.750.000 /
buah, yang berarti biaya untuk timbangan yang digunakan untuk produksi
sebesar Rp. 5.500.000. Total Mesin dan peralatan yang digunakan untuk
produksi white tea sebesar Rp. 47.351.000. Mesin dan Alat produksi yang
digunakan dalam memproduksi white tea pada PPTK Gamboeng ditampilkan
pada lampiran 7
73
5.3 Penetapan Harga Pokok Produksi
Metode penetapan harga pokok produksi (HPP) yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode yang digunakan oleh
perusahaan, metode full costing dan metode activity based costing (ABC),
metode full costing dan ABC digunakan sebagai pembanding dengan metode
yang telah diterapkan oleh perusahaan, yang kemudian dianalisis untuk
mengetahui metode mana yang menghasilkan harga pokok produksi terendah
yang dapat direkomendasikan kepada perusahaan untuk mementukan harga jual
yang layak.
5.3.1 Produksi dan Pendapatan
PPTK Gamboeng dalam satu kali produksi mampu menghasilkan 28,21
kg white tea yang terdiri dari masing - masing jenis produk yaitu white tea
premium sebanyak 20,7 kg, KW I sebanyak 3,6 kg, dan 3, 91 kg white tea
unsorted siap jual. Total produksi 1 tahun yaitu 48 kali produksi dengan total
produksi sebanyak 1.354,78 kg white tea selama 1 periode penelitian.
Hasil produksi white tea tersebut dijual dengan harga yang berbeda beda
sesuai dengan jenisnya. White tea premium dijual dengan harga Rp.
1.00.000.000/kg, sedangkan KW I dijual dengan harga Rp 620.000 dan white tea
unsorted dijual dengan harga Rp. 600.000. Penetapan Harga jual tersebut telah
ditetapkan oleh perusahaan dan tercantum di dalam buku milik PPTK Gamboeng
yang dibuat pada saat rapat kerja karyawan pabrik dengan direktur dan juga
bidang peneliti. Berdasarkan perhitungan pada tabel 10 bahwa total biaya
produksi white tea pada PPTK Gamboeng pada tahun 2017 sebesar
74
Rp.878.844.486 yang diperoleh dari penjumlahan biaya langsung (biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja dan biaya upah lembur) dengan biaya tidak langsung
(biaya penyusutan, biaya listrik, biaya mesin peralatan, dan biaya pemasaran).
Penerimaan diperoleh dari total produksi setiap jenis produk dikali dengan harga
jual setiap jenis produk maka dihasilkan seluruh total penerimaan sebesar Rp
1.217.230.400 yang kemudian dikurangi dengan biaya produksi, sehingga
pendapatan yang diperoleh perusahaan pada tahun 2017 sebesar Rp.
338.385.914. Berikut tabel 10 yang berisi rincian jumlah produksi dan
pendapatan penjualan selama periode penelitian.
Tabel 10. Pendapatan White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017
No Uraian Jumlah
1 Produksi 1354,78 Kg
white tea premium 993,18 Kg
white tea KW I 173,72 Kg
white tea unsorted 187,88 Kg
2 Harga Jual
white tea premium 1.000.000 (Rp/Kg)
white tea KW I 620.000 (Rp/Kg)
white tea unsorted 600.000 (Rp/Kg)
3 Penerimaan Rp. 1.217.230.400
4 Biaya Produksi Rp. 878.844.486
5 Pendapatan Rp. 338.385.914
5.3.2 Penetapan HPP Metode Perusahaan
Metode penetapan harga pokok produksi yang digunakan oleh PPTK
Gamboeng selama ini adalah metode dalam periode akuntansi satu tahun.
Perhitungan Harga Pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan tidak
menggunakan metode yang sesuai dengan teori atau perhitungan harga pokok
produksi pada umumnya, perusahaan tidak memasukan biaya biaya variabel
75
seperti biaya listrik dan biaya penyusutan. Jenis jenis biaya yang dihitung dengan
menggunakan metode perusahaan antara lain biaya upah sebesar Rp.
324.460.345 biaya tersebut terdiri dari upah petik + mandor + sortir. Upah petik
dan tenaga kerja seharusnya sebesar Rp. 270.225.976 namun manajemen
keungan memasukan biaya mandor sebesar Rp. 54.234.369. Biaya mandor
bukanlah biaya yang perlu dimasukan dalam perhitungan harga pokok produksi
dikarenakan mandor tersebut tidak berkontribusi atau tidak terlibat dalam
kegiatan proses produksi, mandor bertugas hanya mengawasi kebun sehingga
tidak berkaitan untuk diperhitungkan ke dalam perhitungan harga pokok
produksi. Biaya Bahan Baku sebesar Rp. 353.580.000 berasal dari jumlah bahan
baku sebanyak 5893 kg pucuk peko dikali dengan Rp. 60.000/kg. Biaya bahan
lain sebesar Rp. 13.797.670 yang terdiri dari beberapa bahan pelengkap seperti
bahan kemasan, rajut, dus, dan yang lainnya. Biaya tenaga kerja tidak langsung
sebesar Rp. 32.720.000 yang terdiri dari 1 orang tenaga kerja ditambah dengan
beban penanggung jawab 23 % dan insentif karyawan seperti asuransi dan lain
lain. Perhitungan harga pokok produksi white tea dengan menggunakan metode
perusahaan dapat dilihat pada tabel 11.
76
Tabel 11. Perhitungan Harga Pokok Produksi White Tea Metode Perusahaan
PPTK Gamboeng Tahun 2017
Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode
perusahaan dihasilkan dari pengakumulasian seluruh pengeluaran biaya.
Produksi yang dihasilkan oleh PPTK Gamboeng selama periode 2017 sebanyak
1354,78 kg, maka harga pokok produksi white tea dengan menggunakan metode
perusahaan adalah sebesar Rp. 648.699 yang diperoleh dari jumlah biaya
produksi selama tahun 2017 sebesar Rp. 878.844.486 dibagi dengan jumlah
produksi white tea selama 1 tahun sebanyak 1.354,78 kg.
5.3.3 Penetapan HPP Metode Full Costing
Metode full costing memperhitungkan semua unsur biaya produksi baik
yang bersifat variabel maupun tetap. Pada perhitungan harga pokok produksi,
Jenis biaya Biaya (Rp/tahun)
1. Biaya Upah - Biaya Petik + mandor +
sortir - Biaya lembur+insentif
pengolahan
Rp. 324.460.345
Rp. 71.877.471
2. Biaya Bahan Baku Rp. 353.580.000
3. Biaya Bahan lain (peralatan) Rp. 13.797.670
4. Biaya Service Blower Rp. 250.000
5. Biaya Tenaga Kerja tidak langsung
Rp. 32.720.000
6. Pajak Penjualan Rp. 82.159.000
Jumlah Biaya Produksi Rp. 878.844.486
Jumlah Produksi 1.354,78 kg
Hpp white tea (Rp/kg) Rp. 648.699
77
perusahaan tidak memisahkan biaya produksi untuk masing-masing jenis white
tea, tetapi biaya tersebut disatukan untuk ketiga jenis white tea. Mertode full
costing
mengalokasikan biaya produksi menggunakan dasar pembebanan
berdasarkan kuantitas produk.
Alokasi pembebanan biaya ke setiap jenis produk yang dihasilkan,
didasarkan pada persentase jumlah produksi yang diperoleh dengan cara
membagi jumlah biaya produksi masing-masing jenis white tea dengan total
produksi yang dihasilkan oleh semua jenis white tea dalam periode analisis.
Persentase jumlah produk jenis white tea premium adalah sebesar 73,31 %
dengan jumlah produksi sebanyak 993,18 kg/tahun, persentase white tea KW I
adalah sebesar 12,82 % dengan jumlah produksi sebanyak 173,72 kg/tahun, dan
persentase white tea unsorted adalah sebesar 13,87 % dengan jumlah produksi
sebanyak 187,88 kg/tahun. Total produksi dari ketiga jenis white tea selama
periode analisis adalah sebesar 1354,78 kg. Data produksi PPTK Gamboeng
dijabarkan pada Tabel 12 di bawah ini:
Tabel 12. Persentase Data Produksi White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017
Tahap awal perhitungan harga pokok produksi dengan metode full costing
adalah menjumlahkan biaya langsung (biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja
Jenis Produk white
tea
Jumlah Produksi
(Kg)
Persentase Total
produksi maasing
masing produk
white tea premium 993,18 73,31%
white tea KW I 173,72 12,82%
white tea unsorted 187,88 13,87%
Jumlah 1.354,78 100%
78
langsung) dan biaya tidak langsung (biaya overhead). Biaya langsung dan biaya
tidak langsung yang dihitung berdasarkan persentase masing-masing produk
white tea di PPTK Gamboeng adalah sebagai berikut:
1. Bahan baku
Biaya bahan baku untuk white tea premium adalah Rp.259.219.980
berasal dari banyaknya bahan baku dikali dengan harga bahan baku pucuk peko
per kg. Sedangkan, untuk white tea KW I adalah Rp 45.340.800 dan untuk white
tea unsorted adalah sebesar Rp. 49.036.200
2. Biaya tenaga kerja langsung
Biaya tenaga kerja langsung terdiri atas gaji karyawan pabrik dan upah
lembur, untuk white tea premium adalah Rp 134.793.937,- dari 73,31% total
biaya tenaga kerja langsung, sedangkan untuk white tea KW I adalah Rp
23.571.931,- dari 12,82% total biaya tenaga kerja langsung dan untuk white tea
unsorted adalah 25.502.550 dari 13,87 % total biaya tenaga kerja. Tenaga kerja
langsung di PPTK Gamboeng berjumlah 8 orang tenaga kerja pabrik tetap.
3. Biaya tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung pabrik terdiri dari 1 orang yang bertugas
untuk mengantarkan pesanan ke pelanggan. Tenaga kerja langsung ini sekaligus
bertugas untuk 4 macam produk yaitu white tea, green tea, black tea, dan
AMDK (air mineral ). Selama 1 tahun biaya yang dikeluakan sebanyak Rp.
15.813.684 yang dibebankan ke masing masing produk, dalam perhitungannya
tenaga kerja tidak langsung hanya dibebankan 10% untuk white tea, sehingga
hanya Rp.1.581.368 yang dimasukan ke dalam perhitungan biaya, untuk white
79
tea premium sebesar Rp 1.159.301 dari 73,31% total biaya tenaga kerja tidak
langsung. White tea KW I adalah Rp 202.731 dari 12.82% total biaya tenaga
kerja tidak langsung dan Rp. 213.336 dibebankan untuk white tea unsorted dari
total 13,87% total biaya tenaga kerja tidak langsung.
4. Biaya peralatan
Biaya mesin dan peralatan yang dikeluarkan untuk memproduksi white
tea selama 1 tahun terdiri dari alumunium foil, rajut, kardus, plastik, mesin oven,
mesin through dan lain lain mencapai Rp. 61.148.670. Biaya mesin dan peralatan
untuk white tea premium adalah sebesar Rp. 44.828.090 dari 73,31% total biaya
mesin dan peralatan, white tea KW I adalah sebesar Rp. 7.839.529 dari 12,82%
total biaya mesin dan peralatan, dan white tea unsorted adalah sebesar Rp.
8.481.321 dari 13,87% total biaya mesin dan peralatan.
5. Biaya listrik
Biaya listrik yang dikeluarkan pabrik untuk memproduksi white tea
selama 1 tahun yaitu tahun 2017 sebesar Rp. 6.463.480. Biaya listrik untuk white
tea premium Rp. 4.738.477 dari 73,31% total biaya listrik, white tea KW I Rp.
828.618 dari 12,82% total biaya listrik, dan Rp. 896.485 dari 13,87% total biaya
listrik selama 1 tahun
6. Biaya penyusutan
Biaya Penyusutan yang dikeluarkan oleh PPTK Gamboeng untuk
memproduksi ketiga jenis white tea selama 1 tahun yaitu sebesar Rp.
23.041.551, biaya penyusutan diperoleh dari metode garis lurus. Biaya
penyusutan untuk white tea premium dibebankan sebesar Rp. 16.891.761 dari
80
73,31% total biaya penyusutan, white tea KW I sebesar Rp. 2.953.927 dari
12,82% total biaya penyusutan dan white tea unsorted sebesar Rp. 3.195.863
dari 13,87 total biaya penyusutan selama tahun 2017. Biaya penyusutan
dilampirkan secara lengkap pada lampiran 4.
7. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh PPTK Gamboeng untuk
memproduksi ketiga jenis white tea selama tahun 2017 sebesar Rp. 90.460.000
yang digunakan untuk biaya souvenir, dan brosur. Biaya untuk white tea
premium sebesar Rp. 66.316.226 dari 73,31% total biaya pemasaran, white tea
KW I sebesar Rp. 11.596.972 dari 12,82% total biaya pemasaran, dan untuk
white tea unsorted sebesar Rp. 12.546.802 dari 13,87% total biaya pemasaran.
8. Biaya bahan bakar
Biaya bahan bakar bensin yang digunakan untuk proses distribusi selama
selama 1 tahun sebanyak Rp. 7.200.000 yang dibebankan ke masing masing
produk, dalam perhitungannya biaya bahan bakar bensin hanya dibebankan 10%
untuk white tea, sehingga hanya Rp.720.000 yang dimasukan ke dalam
perhitungan biaya, untuk white tea premium dibebankan sebesar Rp. 527.832
dari 73,31% total biaya bahan bakar bensin, white tea KW I sebesar 92.304 dari
12,82% total biaya bahan bakar bensin, dan untuk white tea unsorted sebesar Rp.
99.864 dari 13,87 total biaya bahan bakar bensin.
5.3.3.1 HPP Metode Full Costing White tea Premium
Perhitungan harga pokok produksi white tea premium dengan
menggunakan metode full costing dihasilkan dari pengakumulasian seluruh
81
pengeluaran biaya produksi. Biaya-biaya yang dimasukan ke dalam perhitungan
HPP full costing white tea premium yaitu seluruh biaya yang digunakan baik
biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Biaya-biaya tersebut dijumlahkan
secara keseluruhan lalu dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan.
Perhitungan hpp full costing white tea premium dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 13. Harga Pokok Produksi Metode Full Costing White Tea Premium
PPTK Gamboeng Tahun 2017
BIAYA Biaya (Rp)
Biaya Langsung
I. Biaya Bahan Baku 259.219.980
II. Biaya Tenaga Kerja Langsung
1. Gaji Karyawan Pabrik 128.439.683
2. Upah lembur karyawan 6.354.254
Total Biaya Langsung (Rp) 394.013.917
Biaya Tidak Langsung
I. Biaya Mesin dan Peralatan 44.828.090
II. Biaya Listrik 4.738.477
III. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung 1.159.300
IV. Biaya Overhead Pabrik (Panyusutan) 16.891.761
V. Biaya Pemasaran (Souvenir) 66.316.226
VI. Biaya Kendaraan 9.163.750
VII. Biaya Bahan Bakar (Bensin) 527.832
Total Biaya Tidak Langsung (Rp)
143.625.436
Jumlah biaya produksi white tea premium (Rp) 537.639.353
Produksi (Kg) 993,18
HPP white tea premium (Rp/Kg) 541.331
Biaya langsung white tea premium terdiri dari biaya bahan baku dan juga
biaya tenaga kerja langsung. Biaya bahan baku sebesar Rp. 259.219.980
diperoleh dari bahan baku white tea premium dikali dengan harga per kg bahan
82
baku, sedangkan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp.134.793.937/Tahun
yang terdiri dari gaji karyawan pabrik sebesar Rp. 128.439.683/Tahun dan upah
lembur sebesar Rp. 6.354.254/Tahun, untuk jenis white tea premium
dibebankan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp. 134.793.937dari 73,31 %
konsumsi terhadap total biaya tenaga kerja langsung yang terdiri dari gaji
karyawan pabrik, dan juga upah lembur tenaga kerja
Biaya tidak langsung terdiri dari biaya mesin peralatan, biaya listrik,
biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan, biaya pemasaran, biaya
kendaraan dan biaya bahan bakar kendaraan. Biaya biaya tersebut dihasilkan
dari jumlah persentase konsumsi terhadap produksi white tea premium yaitu
73,31 % sehingga biaya mesin peralatan sebesar Rp. 44.828.090, Rp 4.738.477
untuk biaya listrik, Rp 1.159.300 biaya tenaga kerja tidak langsung yang teridiri
dari 1 orang, Rp. 16.891.761 biaya penyusutan, Rp. 66.316.226 biaya
pemasaran, Rp. 8.430.650 biaya kendaraan sebesar Rp. 9.163.750 dan biaya
bensin sebesar Rp. 527.832, sehingga harga pokok produksi white tea premium
dengan menggunakan full costing sebesar Rp. 541.331 yang diperoleh dari total
biaya produksi sebesar Rp. 537.639.353 dibagi jumlah produksi 993,18 kg
selama satu tahun 2017.
5.3.3.2 HPP Metode Full Costing White tea KW I
Perhitungan harga pokok produksi white tea KW I dengan menggunakan
metode full costing dihasilkan dari pengakumulasian seluruh pengeluaran biaya
produksi. Biaya-biaya yang dimasukan ke dalam perhitungan HPP full costing
white tea KW I yaitu seluruh biaya yang digunakan baik biaya langsung maupun
83
biaya tidak langsung. Biaya-biaya tersebut dijumlahkan secara keseluruhan lalu
dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Perhitungan hpp full costing
white tea KW I dapat dilihat pada tabel 14 di bawah ini:
Tabel 14. Harga Pokok Produksi Metode Full Costing White Tea KW I
PPTK Gamboeng Tahun 2017
Biaya langsung white tea KW I terdiri dari biaya bahan baku dan juga
biaya tenaga kerja langsung. Biaya bahan baku Rp. 45.340.800/Tahun diperoleh
dari jumlah bahan baku white tea KW I dikali dengan harga per kg bahan baku,
sedangkan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp.23.571.931/Tahun yang
terdiri dari gaji karyawan pabrik sebesar Rp. 22.460.738/Tahun dan upah lembur
sebesar Rp. 1.111.193/Tahun. Jenis white tea KW I dibebankan biaya tenaga
BIAYA Biaya (Rp)
Biaya Langsung
I. Biaya Bahan Baku 45.340.800
II. Biaya Tenaga Kerja Langsung
1. Gaji Karyawan Pabrik 22.460.738
2. Upah lembur karyawan 1.111.193
Total Biaya Langsung (Rp) 68.912.731
Biaya Tidak Langsung
I. Biaya Mesin dan Peralatan 7.839.529
II. Biaya Listrik 828.618
III. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung 202.731
IV. Biaya Overhead Pabrik (Panyusutan) 2.953.927
V. Biaya Pemasaran (Souvenir) 11.596.972
VI. Biaya Kendaraan 1.602.500
VII. Biaya Bahan Bakar (Bensin) 92.304
Total Biaya Tidak Langsung (Rp)
25.116.581
Jumlah biaya produksi white tea KW I (Rp) 94.029.312
Produksi (Kg) 173,72
HPP white tea KW I (Rp/Kg) 541.269
84
kerja langsung sebesar Rp. 23.571.931dari 12,82% konsumsi terhadap total
biaya tenaga kerja langsung yang terdiri dari upah petik, gaji karyawan pabrik,
dan juga upah lembur tenaga kerja
Biaya tidak langsung white tea KW I terdiri dari biaya mesin peralatan,
biaya listrik, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan, biaya
pemasaran, biaya kendaraan dan biaya bahan bakar kendaraan. Biaya biaya
tersebut dihasilkan dari jumlah persentase konsumsi terhadap produksi white tea
KW I yaitu 12,82 % sehingga biaya mesin peralatan sebesar Rp. 7.839.529, Rp
828.618 untuk biaya listrik, Rp 202.731 biaya tenaga kerja tidak langsung yang
teridiri dari 1 orang, Rp. 2.953.927 biaya penyusutan, Rp. 11.596.972 biaya
pemasaran, Rp. 1.602.500 biaya kendaraan dan biaya bensin sebesar Rp.92.304,
sehingga harga pokok produksi white tea KW I dengan menggunakan full
costing sebesar Rp. 541.269 yang diperoleh dari total biaya produksi sebesar Rp.
94.029.312 dibagi jumlah produksi 173,72 kg selama satu tahun yaitu tahun
2017.
5.3.3.3 HPP Metode Full Costing White tea Unsorted
Perhitungan harga pokok produksi white tea KW I dengan
menggunakan metode full costing dihasilkan dari penjumlahan seluruh
pengeluaran biaya produksi. Biaya-biaya yang dimasukan ke dalam
perhitungan HPP full costing white tea unsorted yaitu seluruh biaya yang
digunakan baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Biaya-biaya
tersebut dijumlahkan secara keseluruhan lalu dibagi dengan jumlah produk
85
yang dihasilkan. Perhitungan hpp full costing white tea unsorted dapat dilihat
pada tabel 15 di bawah ini:
Tabel 15. Harga Pokok Produksi Metode Full Costing White Tea Unsorted
PPTK Gamboeng Tahun 2017
Biaya langsung white tea unsorted terdiri dari biaya bahan baku dan juga
biaya tenaga kerja langsung. Biaya bahan baku sebesar Rp. 49.036.200
diperoleh dari banyaknya bahan baku white tea unsorted dikali dengan harga per
kg bahan baku, sedangkan biaya tenaga kerja langsung sebesar
Rp.25.502.550/Tahun yang terdiri dari gaji karyawan pabrik sebesar Rp.
24.300.347/Tahun dan upah lembur sebesar Rp. 1.202.203/Tahun. Jenis white
BIAYA Biaya (Rp)
Biaya Langsung
I. Biaya Bahan Baku 49.036.200
II. Biaya Tenaga Kerja Langsung
1. Gaji Karyawan Pabrik 24.300.347
2. Upah lembur karyawan 1.202.203
Total Biaya Langsung (Rp) 74.538.750
Biaya Tidak Langsung
I. Biaya Mesin dan Peralatan 8.481.321
II. Biaya Listrik 896.485
III. Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung 213.336
IV. Biaya Overhead Pabrik (Panyusutan) 3.195.863
V. Biaya Pemasaran (Souvenir) 12.546.802
VI. Biaya Kendaraan 1.733.750
VII. Bahan Bakar (Bensin) 99.864
Total Biaya Tidak Langsung (Rp)
27.167.421
Jumlah Biaya Produksi white tea (Rp)
101.706.171
Produksi (Kg) 187,88
HPP white tea unsorted (Rp/Kg) 541.336
86
tea unsorted dibebankan biaya tenaga kerja langsung sebesar Rp. 25.502.550
dari 13,87% konsumsi terhadap total biaya tenaga kerja langsung yang terdiri
dari upah petik, gaji karyawan pabrik, dan juga upah lembur tenaga kerja.
Biaya tidak langsung white tea unsorted terdiri dari biaya mesin
peralatan, biaya listrik, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan,
biaya pemasaran, biaya kendaraan dan biaya bahan bakar kendaraan. Biaya
biaya tersebut dihasilkan dari jumlah persentase konsumsi terhadap produksi
white tea unsorted yaitu 13,87 % sehingga biaya mesin peralatan sebesar Rp.
8.481.321, Rp 896.485 untuk biaya listrik, Rp 213.336 biaya tenaga kerja tidak
langsung yang teridiri dari 1 orang, Rp. 3.195.863 biaya penyusutan, Rp.
12.546.802 biaya pemasaran, Rp. 1.733.750 biaya kendaraan dan biaya bensin
sebesar Rp. 99.864, sehingga harga pokok produksi white tea premium dengan
menggunakan full costing sebesar Rp. 541.336 yang diperoleh dari total biaya
produksi sebesar Rp. 101.706.171 dibagi jumlah produksi 187,88 kg selama satu
tahun yaitu tahun 2017.
5.3.4 Penetapan HPP Metode Activity Based Costing (ABC)
Metode activity based costing (ABC) mencoba untuk memperbaiki
akurasi perhitungan biaya produk terutama pembebanan pada biaya overhead
pabrik, biaya overhead akan dibebankan kepada produk berdasarkan
konsumsi aktivitas secara nyata yang terjadi dalam proses produksi. Alokasi
pembebanan biaya kesetiap jenis produk yang dihasilkan, didasarkan pada
persentase jumlah produksi yang diperoleh dengan cara membagi jumlah
87
biaya produksi masing-masing jenis white tea dengan total produksi yang
dihasilkan oleh semua jenis white tea dalam periode analisis.
Perhitungan HPP white tea dengan menggunakan metode ABC dapat
dilakukan dengan tahapan-tahapan perhitungan sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi aktivitas.
b. Menggolongkan jenis biaya atas aktivitas.
c. Menentukan cost drivers dan nilainya.
d. Menghitung nilai tarif/aktivitas.
e. Menghitung nilai biaya/aktivitas/produk .
f. Perhitungan HPP.
Langkah pertama dalam perhitungan HPP metode ABC adalah dengan
mengidentifikasi aktivitas produksi white tea, yaitu pemetikan, pengangkutan,
penjemuran, pelayuan, pengeringan I, sortir, pengeringan II, penyinaran UV,
pengemasan dan pendistribusian. Setiap aktivitas yang telah diidentifikasi
ditelusuri biayanya dapat dicari dengan persentase konsumsi setiap aktivitas
maupun dengan estimasi yang telah ditentukan oleh perusahaan. Biaya aktivitas
penjemuran sebesar Rp 18.508.371, Rp 1.624.014 untuk biaya pelayuan, Rp.
1.181.069 untuk biaya aktivitas pengeringan I, Rp. 1.204.577 untuk biaya sotir.
Rp. 1.231.069 untuk biaya akvitas pengeringan II, Rp. 1.696.014 biaya aktivitas
penyinaran ultraviolet, Rp. 21.658.481 untuk biaya pengemasan, dan untuk
biaya aktivitas terakhir yaitu pendistribusian sebesar Rp. 12.850.000.
perhitungan biaya peraktivitas secara detail dapat dilihat pada lampiran 8. Tahap
terakhir penghitungan adalah mencari harga pokok produksi, dengan membagi
88
total biaya produksi dengan jumlah produk yang dihasilkan. Biaya produksi
yang dihitung terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan
biaya overhead pabrik (yang telah diketahui berdasarkan aktivitas pada saat
proses produksi).
5.3.4.1 HPP Metode ABC White tea Premium
a. Mengidentifikasi aktivitas
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menggunakan metode
HPP dengan ABC adalah proses mengidentifikasi aktivitas yang dilakukan
dalam produksi white tea premium, ketelitian dalam menentukan konsumsi
aktivitas akan sangat berpengaruh terhadap perhitungan harga pokok produksi.
Adapun aktivitas produksi white tea premium terdiri dari pemetikan,
pengangkutan, penjemuran, pelayuan, pengeringan I, sortir, pengeringan II,
penyinaran UV, pengemasan dan pendistribusian.
b. Menggolongkan jenis biaya atas aktivitasnya
Langkah ke dua adalah menggolongkan jenis biaya atas aktivitasnya,
biaya atas aktivitas adalah aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya
produksi. Biaya atas aktivitas diperoleh dengan cara penelusuran secara
langsung atau estimasi, penelusuran secara langsung mensyaratkan untuk
mengukur pemakaian sumberdaya yang sesungguhnya digunakan dalam
aktivitas, jika pengukuran secara langsung tidak dapat dilakukan maka langkah
estimasi berdasarkan persentase penggunaan untuk jenis biaya pada setiap
aktivitas yang diidentifikasi. Selain itu perusahaan harus secara jeli
89
memperhatikan mana aktivitas penambah nilai dan mana aktivitas yang bukan
penambah nilai agar biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia.
Jenis biaya atas aktivitas yang dihitung adalah biaya listrik, penyusutan
peralatan, dan penyusutan bangunan, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan
biaya bahan bakar kendaraan, biaya atas aktivitas dihitung menggunakan data
produksi jenis produk white tea premium tahun 2017, seperti yang tertera pada
Lampiran 8
Biaya tenaga kerja tidak langsung hanya dibebankan pada aktivitas
pengangkutan dan pendistribusian karena tinaga kerja tidak langsung tidak
terlibat dalam proses poduksi secara laangsung. Biaya bahan bakar kendaraan
hanya dibebankan pada aktivitas pengangkutan dan pendistribusian saja karena
kendaraan mobil pick up hanya digunakan saat proses pengangkutan bahan baku
dari kebun ke pabrik dan juga proses distribusi produk.
Persentase penggunaan aktivitas pemakaian listrik untuk produksi white
tea premium dihitung berdasarkan lamanya pemakaian listrik dan juga energi
watt yang digunakan di setiap mesin, yang terdiri dari mesin UV sebesar 3,98%,
listrik oven sebesar 9,56%, mesin pengemas 13,81%, mesin dehumidifier
sebesar 71,40 % dan lampu pabrik sebesar 1,19% dari total pemakaian listrik.
Tabel 16. Persentase Penggunaan Listrik Pabrik White Tea PPTK Gamboeng
Tahun 2017
No Mesin Persentase Biaya
1 Sinar ultraviolet 3,98 % 21.437
2 Oven 9,56 % 51.500
3 Pengemas 13,81 % 74.700
4 Dehumidifier 71,40 % 384.576
5 Lampu 1,19 % 6.410
Jumlah 100 % 538.623
90
Biaya bangunan, mesin dan peralatan untuk aktivitas yang menjalankan
mesin dan menggunakan peralatan dihitung berdasarkan nilai penyusutan
masing-masing peralatan pada periode analisis. Biaya penyusutan dalam
aktivitas produksi jenis white tea premium terdapat pada bangunan tempat
produksi, 1 timbangan digital, 1 mesin pengemas, 2 mesin oven, 3 meja jemur,
15 rak penjemuran, 2 elemen pemanas, 10 wadah alumunium, 5 rak
penyimpanan, 2 ayakan alumunium dan 1 mesin through, mesin dehumidifier
tidak dimasukkan dalam biaya penyusutan peralatan karna masa pakainya telah
melebihi umur ekonomisnya. Biaya aktivitas mesin dan peralatan dapat dilihat
secara terperinci pada lampiran 9
c. Menentukan cost driver dan nilainya
Cost driver adalah aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya yang
disebut juga sebagai pemicu biaya, cost driver yang digunakan dalam
menghitung alokasi biaya overhead adalah jam inspeksi, jumlah bahan baku, jam
mesin, dan jumlah produk. Berikut adalah nilai cost driver dari setiap aktivitas
untuk ketiga produk white tea dalam Tabel 17.
Tabel 17. Cost Driver White Tea PPTK Gamboeng Tahun 2017
Aktivitas Cost driver Nilai cost driver/aktivitas
Penjemuran Jam Inspeksi 2.304
Pelayuan Jam Mesin 7.072
Pengeringan I Jam Mesin 421
Sortir Jam Inspeksi 2.352
Pengeringan II Jam Mesin 1.263
Penyinaran UV Jam Mesin 245
Pengemasan Jumlah Produk 1.355
Pendistribusian Jumlah Produk 1.355
91
Berdasarkan tabel 17 nilai cost driver berasal dari masing-masing
aktivitas produksi. Cost driver penjemuran yaitu jam inspeksi sebesar 2.304
yang berasal dari banyaknya tenga kerja penjemuran sebanyak 2 orang dikali
dengan lamanya proses penjemuran dalam satu kali produksi dan dikali dengan
banyaknya produksi selama 1 tahun. Cost driver pelayuan adalah jam mesin
sebesar 7.072 yang berasal dari pembagian antara bahan baku pucuk peko
dengan kapasitas mesin through pelayuan dikali dengan lamanya penggunaan
mesin selama produksi. Cost driver pengeringan I diperoleh dari pembagian
antara bahan baku pucuk dengan kapasitas mesin oven sebanyak 7 kg dikali
dengan lamanya penggunaan mesin selama produksi.
Cost driver aktivitas sortir merupakan jam inspeksi yang diperoleh dari
jumlah tenaga kerja sortir dikali dengan lamanya waktu aktivitas dikali dengan
jumlah banyaknya waktu produksi selama 1 tahun. Cost driver pengeringan II
adalah jam mesin sebesar 1.263 yang berasal dari pembagian antara bahan baku
pucuk dengan kapasitas mesin oven sebanyak 7 kg dikali dengan lamanya
penggunaan mesin selama produksi. Cost driver penyinaran uv adalah jam mesin
sebesar 245 yang berasal dari pembagian antara bahan baku dengan kapasitas
mesin sinar uv sebanyak 20 kg dikali dengan lamanya waktu penggunaan mesin
produksi. Cost driver pengemasan dan pendistribusian sama besar yaitu jumlah
produk sebesar 1.355 yang berasal dari hasil produksi yaitu sebanyak 1.355 kg.
Tahap selanjutnya adalah menentukan nilai cost driver per aktivitas setiap
produk yang nantinya akan digunakan untuk menghitung biaya overhead.
92
Berikut adalah nilai cost driver per aktivitas untuk jenis white tea premium yang
disajikan dalam Tabel 18.
Tabel 18. Cost Driver White Tea Premium
Berdasarkan tabel 18 cost driver disetiap aktivitas berasal dari persentase
produk yang dihasilkan selama produksi, produk white tea premium memiliki
73,31 % dari keseluruhan total produk selama 1 tahun yaitu sebanyak 1.354,78
kg. Produk jenis white tea premium merupakan produksi terbanyak pada tahun
2017 dengan total 993,18 kg / tahun. Nilai cost driver white tea premium berasal
dari 73,31% dari total cost driver setiap aktivitas produksi white tea. Cost driver
penjemuran yaitu jam inspeksi sebesar 1.689 yang berasal dari banyaknya tenga
kerja penjemuran sebanyak 2 orang dikali dengan lamanya proses penjemuran
dalam satu kali produksi dan dikali dengan banyaknya produksi selama 1 tahun.
Cost driver pelayuan adalah jam mesin sebesar 5.184 yang berasal dari
pembagian antara bahan baku pucuk peko dengan kapasitas mesin through
pelayuan dikali dengan lamanya penggunaan mesin selama produksi. Cost driver
pengeringan I sebesar 309 diperoleh dari pembagian antara bahan baku pucuk
dengan kapasitas mesin oven sebanyak 7 kg dikali dengan lamanya penggunaan
mesin selama produksi.
Aktivitas Cost driver Nilai cost driver/aktivitas
Penjemuran Jam Inspeksi 1.689
Pelayuan Jam Mesin 5.184
Pengeringan I Jam Mesin 309
Sortir Jam Inspeksi 1.724
Pengeringan II Jam Mesin 926
Penyinaran UV Jam Mesin 180
Pengemasan Jumlah Produk 993
Pendistribusian Jumlah Produk 993
93
Cost driver aktivitas sortir merupakan jam inspeksi sebesar 1.724 ang
diperoleh dari jumlah tenaga kerja sortir dikali dengan lamanya waktu aktivitas
dikali dengan jumlah banyaknya waktu produksi selama 1 tahun. Cost driver
pengeringan II adalah jam mesin sebesar 926 yang berasal dari pembagian antara
bahan baku pucuk dengan kapasitas mesin oven sebanyak 7 kg dikali dengan
lamanya penggunaan mesin selama produksi. Cost driver penyinaran uv adalah
jam mesin sebesar 180 yang berasal dari pembagian antara bahan baku dengan
kapasitas mesin sinar uv sebanyak 20 kg dikali dengan lamanya waktu
penggunaan mesin produksi. Cost driver pengemasan dan pendistribusian sama
besar yaitu jumlah produk sebesar 993. Perhitungan cost driver white tea
premium dapat dilihat pada lampiran 9.
d. Menghitung tarif per aktivitas
Tarif per aktivitas merupakan pembagian antara total biaya dari tiap
aktivitas dengan nilai cost driver atas aktivitasnya. Contoh perhitungannya
adalah sebagai berikut: total biaya aktivitas penjemuran adalah Rp.18.508.371
dibagi dengan nilai cost driver aktivitas penjemuran yaitu sebesar 2.304
sehingga tarif aktifitas penjemuran adalah sebesar 8.033, artinya setiap 2 jam
kerja tenaga kerja selama kegiatan penjemuran tarif yang ditetapkan sebesr Rp
8.033 tarif/aktivitas. Total biaya penjemuran sebesar Rp. 18.5088.371 yang
terdiri atas biaya sarung tangan, biaya timbangan, bakul, meja penjemuran, rak
penjemuran, dan biaya bangunan. Dengan perhitungan yang sama, maka akan
diketahui tarif per aktivitas untuk jenis white tea premium, sebagaimana
disajikan pada tabel 19 :
94
Tabel 19. Aktivitas, Biaya Aktivitas dan Tarif Aktivitas White Tea Premium
Aktivitas Biaya aktivitas
(Rp)
Nilai cost
driver/aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit aktivitas)
Penjemuran 18.508.371 2.304 8.033
Pelayuan 1.624.014 7.072 230
Pengeringan I 1.181.069 421 2.805
Sortir 1.204.577 2.352 512
Pengeringan II 1.231.069 1.263 975
Penyinaran UV 1.696.014 245 6.923
Pengemasan 21.658.481 1.355 15.984
Pendistribusian 12.850.000 1.355 9.483
e. Menghitung overhead nilai biaya/aktivitas/produk
Pada tahap ini, dilakukan penelusuran dan pembebanan biaya overhead
per aktivitas dengan mempertimbangkan cost driver dan tarif aktivitas. Aktivitas
yang membentuk tiap-tiap jenis produk white tea didasarkan pada besarnya
persentase konsumsi aktivitas terhadap nilai cost driver tiap-tiap biaya atas
aktivitas, walaupun PPTK Gamboeng memproduksi tiga jenis white tea namun
persentase penggunaan sumberdaya telah diketahui sejak awal berdasarkan
jumlah volume produksi. Pembebanan biaya overhead produk per aktivitas dapat
dihitung dengan mengalikan antara tarif aktivitas dengan cost driver produk.
Contoh perhitungannya adalah tarif aktivitas penjemuran sebesar Rp.
8.033 dikalikan dengan cost driver aktivitas penjemuran untuk white tea
premium sebesar 1689 jam, sehingga biaya overhead pabrik yang dibebankan
untuk aktivitas penjemuran adalah sebesar Rp. 13.567.737. Tarif aktivitas
Pengeringan I sebesar Rp. 2.805 dikalikan dengan cost driver aktivitas
pengeringan I sebesar 309 jam mesin, sehingga biaya aktivitas per produk dari
aktivitas pengeringan I sebesar Rp. 866.865 dengan perhitungan yang sama,
95
maka akan diketahui biaya overhead yang dibebankan per aktivitas untuk jenis
white tea premium terdapat pada tabel 20.
Tabel 20. Biaya Aktivitas per Produk White Tea Premium
Aktivitas Nilai cost
driver/aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit
aktivitas)
Biaya Cost
driver
Penjemuran 1.689 8.033 13.567.986
Pelayuan 5.184 230 1.190.454
Pengeringan I 309 2.805 866.865
Sortir 1.724 512 882.947
Pengeringan II 926 975 902.589
Penyinaran UV 180 6.923 1.246.051
Pengemasan 993 15.984 15.872.112
Pendistribusian 993 9.483 9.416.619
f. Perhitungan harga pokok produksi ABC white tea premium
Perhitungan harga pokok produksi white tea premium dengan metode
Activity Based Costing (ABC) diperoleh dengan menjumlahkan biaya langsung
yang terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung serta biaya
overhead pabrik. Biaya overhead pabrik terdiri dari biaya-biaya atas aktivitas
penjemuran, pelayuan, pengeringan I, sortir, pengeringan II, penyinaran UV,
pengemasan dan pendistribusian. Perhitungan harga pokok produksi white tea
premium per kg diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan jumlah
produksi. Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode ABC
untuk white tea premium disajikan pada tabel 21
96
Tabel 21. Harga Pokok Produksi Metode ABC White Tea Premium PPTK
Gamboeng Tahun 2017
Aktivitas Nilai Cost
driver/ aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit aktivitas) Total Biaya
Penjemuran 1.689 8.033 13.567.986
Pelayuan 5.184 230 1.190.454
Pengeringan I 309 2.805 866.865
Sortir 1.724 512 882.947
Pengeringan II 926 975 902.589
Penyinaran UV 180 6.923 1.246.051
Pengemasan 993 15.984 15.872.112
Pendistribusian 993 9.483 9.416.619
Biaya Aktivitas 43.945.622
Biaya Langsung 394.013.917
Biaya Pemasaran 56.316.226
Total Biaya Produksi 494.275.765
Jumlah Produksi
(kg) 993,18
HPP Teh Putih
Rp/Kg 497.670
Berdasarkan tabel 21 harga pokok produksi untuk white tea premium per
kg adalah sebesar Rp. 497.670/kg yang diperoleh dari penjumlahan seluruh
aktivitas yang dijadikan biaya overhead ditambah dengan biaya langsung berupa
biaya bahan baku, dan biaya tenaga kerja langsung yang terdiri dari gaji tetap
dan upah lembur, sehingga total biaya produksi white tea premium pada tahun
2017 adalah sebesar Rp. 494.275.765 dibagi dengan jumlah produksi jenis white
tea premium selama periode penelitian yaitu 993,18 kg. Perhitungan harga
pokok produksi dengan metode Activity Based Costing untuk white tea premium
menghasilkan harga pokok produksi yang lebih rendah dibandingkan harga
pokok produksi menggunakan metode perusahaan maupun metode full costing.
97
5.3.4.2 HPP Metode ABC White tea KW I
a. Mengidentifikasi aktivitas
Perhitungan untuk white tea premium dan white tea KW I pada tahap
mengidentifikasi aktivitas dan jenis biaya atas aktivitas adalah sama,
dikarenakan aktivitas produksi dan biaya yang dibebankan di PPTK Gambeng
untuk memproduksi semua jenis white tea adalah sama. Adapun aktivitas
produksi white tea KW I terdiri dari penjemuran, pelayuan, pengeringan I, sortir,
pengeringan II, penyinaran UV, pengemasan dan pendistribusian.
b. Menggolongkan jenis biaya atas aktivitasnya
Langkah ke dua adalah menggolongkan jenis biaya atas aktivitasnya,
biaya atas aktivitas adalah aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya
produksi. Biaya atas aktivitas diperoleh dengan cara penelusuran secara
langsung atau estimasi, penelusuran secara langsung mensyaratkan untuk
mengukur pemakaian sumberdaya yang sesungguhnya digunakan dalam
aktivitas, jika pengukuran secara langsung tidak dapat dilakukan maka langkah
estimasi berdasarkan persentase penggunaan untuk jenis biaya pada setiap
aktivitas yang diidentifikasi. Selain itu perusahaan harus secara jeli
memperhatikan mana aktivitas penambah nilai dan mana aktivitas yang bukan
penambah nilai agar biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia. Jenis biaya atas
aktivitas yang dihitung adalah biaya listrik, penyusutan peralatan, dan
penyusutan bangunan, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya bahan bakar
kendaraan, biaya atas aktivitas dihitung menggunakan data produksi jenis
produk white tea premium tahun 2017, seperti yang tertera pada Lampiran 9.
98
c. Menentukan cost driver dan nilainya
Tahap selanjutnya adalah menentukan nilai cost driver per aktivitas
setiap produk yang nantinya akan digunakan untuk menghitung biaya overhead.
Berikut adalah nilai cost driver per aktivitas untuk jenis white tea KW I yang
disajikan dalam Tabel 22
Tabel 22. Cost Driver White Tea KW I
Aktivitas Cost driver Nilai cost driver/aktivitas
Penjemuran Jam Inspeksi 295
Pelayuan Jam Mesin 907
Pengeringan I Jam Mesin 45
Sortir Jam Inspeksi 302
Pengeringan II Jam Mesin 162
Penyinaran UV Jam Mesin 31
Pengemasan Jumlah Produk 174
Pendistribusian Jumlah Produk 174
Berdasarkan tabel 22, cost driver disetiap aktivitas berasal dari
persentase produk yang dihasilkan selama produksi, produk white tea KW I
memiliki 12,82 % pemicu biaya dari keseluruhan total produk selama 1 tahun
yaitu sebanyak 1.354,78 kg. Cost driver penjemuran yaitu jam inspeksi sebesar
295 yang berasal dari banyaknya tenga kerja penjemuran sebanyak 2 orang dikali
dengan lamanya proses penjemuran dalam satu kali produksi dan dikali dengan
banyaknya produksi selama 1 tahun. Cost driver pelayuan adalah jam mesin
sebesar 907 yang berasal dari pembagian antara bahan baku pucuk peko dengan
kapasitas mesin through
Cost driver aktivitas sortir merupakan jam inspeksi sebesar 302 yang
diperoleh dari jumlah tenaga kerja sortir dikali dengan lamanya waktu aktivitas
dikali dengan jumlah banyaknya waktu produksi selama 1 tahun. Cost driver
99
pengeringan II adalah jam mesin sebesar 162 yang berasal dari pembagian antara
bahan baku pucuk dengan kapasitas mesin oven sebanyak 7 kg dikali dengan
lamanya penggunaan mesin selama produksi. Cost driver penyinaran uv adalah
jam mesin sebesar 31 yang berasal dari pembagian antara bahan baku dengan
kapasitas mesin sinar uv sebanyak 20 kg dikali dengan lamanya waktu
penggunaan mesin produksi. Cost driver pengemasan dan pendistribusian sama
besar yaitu jumlah produk sebesar 174. Perhitungan cost driver white tea KW I
dapat dilihat pada lampiran 11
d. Menghitung tarif per aktivitas
Tarif per aktivitas merupakan pembagian antara total biaya dari tiap
aktivitas dengan nilai cost driver atas aktivitasnya. Contoh perhitungannya
adalah sebagai berikut: total biaya aktivitas penjemuran adalah Rp.18.508.371
dibagi dengan nilai cost driver aktivitas penjemuran yaitu sebesar 2.304,
sehingga tarif aktifitas pemetikan adalah sebesar Rp.8.033, artinya setiap jam
kerja tenaga kerja selama kegiatan penjemuran tarif yang ditetapkan sebesr Rp
8.033 tarif/aktivitas penjemuran. Total biaya penjemuran sebesar Rp.
18.508.371 terdiri atas biaya timbangan digital, biaya sarung tangan, biaya bakul
dan biaya meja penjemuran, dan biaya rak penjemuran. dengan perhitungan yang
sama, maka akan diketahui tarif per aktivitas untuk jenis white tea KW I,
sebagaimana disajikan pada tabel 23 :
100
Tabel 23. Aktivitas, Biaya Aktivitas dan Tarif Aktivitas White Tea KW I
Aktivitas Biaya aktivitas
(Rp)
Nilai cost
driver/aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit aktivitas
Penjemuran 18.508.371 2.304 8.033
Pelayuan 1.624.014 7.072 230
Pengeringan I 1.181.069 421 2.805
Sortir 1.204.577 2.352 512
Pengeringan II 1.231.069 1.263 975
Penyinaran UV 1.696.014 245 6.923
Pengemasan 21.658.481 1.355 15.984
Pendistribusian 12.850.000 1.355 9.483
e. Menghitung overhead nilai biaya/aktivitas/produk
Pada tahap ini, dilakukan penelusuran dan pembebanan biaya overhead
per aktivitas dengan mempertimbangkan cost driver dan tarif aktivitas. Aktivitas
yang membentuk tiap-tiap jenis produk white tea didasarkan pada besarnya
persentase konsumsi aktivitas terhadap nilai cost driver tiap-tiap biaya atas
aktivitas. Contoh perhitungannya adalah tarif aktivitas sortir sebesar Rp. 512
dikalikan dengan cost driver aktivitas sortir untuk white tea KW I sebesar 302
jam, sehingga biaya overhead pabrik yang dibebankan untuk aktivitas sortir
adalah sebesar Rp. 154.669. Tarif aktivitas Pengeringan I sebesar Rp. 2.805
dikalikan dengan cost driver aktivitas pengeringan I sebesar 45 jam mesin,
sehingga biaya aktivitas per produk dari aktivitas pengeringan I sebesar Rp.
126.243 dengan perhitungan yang sama, maka akan diketahui biaya overhead
yang dibebankan per aktivitas untuk jenis white tea KW I terdapat pada tabel 24
di bawah ini.
101
Tabel 24. Biaya Aktivitas per Produk White Tea KW I
Aktivitas Nilai Cost
driver/aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit
aktivitas)
Biaya Cost
driver
Penjemuran 295 8.033 2.369.735
Pelayuan 907 230 208.610
Pengeringan I 45 2.805 126.243
Sortir 302 512 154.669
Pengeringan II 162 975 157.904
Penyinaran UV 31 6923 214.613
Pengemasan 174 15984 2.781.216
Pendistribusian 174 9483 1.650.042
f. Perhitungan hpp ABC white tea KW I
Perhitungan harga pokok produksi white tea KW I dengan metode Activity
Based Costing (ABC) diperoleh dengan menjumlahkan biaya langsung yang
terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung serta biaya
overhead pabrik. Biaya overhead pabrik terdiri dari biaya-biaya atas aktivitas
penjemuran, pelayuan, pengeringan I, sortir, pengeringan II, penyinaran UV,
pengemasan dan pendistribusian. Perhitungan harga pokok produksi white tea
KW I per kg diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan jumlah
produksi. Harga pokok produksi untuk white tea KW I per kg adalah sebesar Rp.
508.757 /kg yang diperoleh dari penjumlahan seluruh aktivitas yang dijadikan
biaya overhead ditambah dengan biaya langsung berupa biaya bahan baku, dan
biaya tenaga kerja langsung yang terdiri dari gaji tetap dan upah lembur,
sehingga total biaya produksi white tea KW I pada tahun 2017 adalah sebesar
Rp. 88.172.735 dibagi dengan jumlah produksi jenis white tea KW I selama
102
periode penelitian yaitu 173,31 kg. Perhitungan harga pokok produksi dengan
metode ABC untuk white tea KW I menghasilkan harga pokok produksi yang
lebih rendah dibandingkan metode perusahaan maupun metode full costing.
Tabel 25. Harga Pokok Produksi Metode ABC White Tea KW I PPTK
Gamboeng Tahun 2017
5.3.4.3 HPP ABC Jenis White tea Unsorted
a. Mengidentifikasi aktivitas
Perhitungan untuk white tea unsorted pada tahap mengidentifikasi
aktivitas dan jenis biaya atas aktivitas berbeda dengan white tea premium dan
white tea KW I, dikarenakan aktivitas produksi white tea unsorted tidak
melewati proses sortir, hal ini menyebabkan harga jual white tea unsorted lebih
rendah dibandingkan dengan white tea premium dan KWI. Proses sortir
dilakukan untuk memisahkan antara pucuk peko yang sudah terbuka, kualitas
Aktivitas Nilai Cost
driver/aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit aktivitas)
Total Biaya
(Rp)
Penjemuran 295 8.033 2.369.735
Pelayuan 907 230 208.610
Pengeringan I 45 2.805 126.243
Sortir 302 512 154.669
Pengeringan II 162 975 157.904
Penyinaran UV 31 6923 214.613
Pengemasan 174 15984 2.781.216
Pendistribusian 174 9483 1.650.042
Biaya Aktivitas 7.663.032
Biaya Langsung 68.912.731
Biaya Pemasaran 11.596.972
Total Biaya Produksi 88.172.735
Jumlah Produksi
(kg) 173,31
HPP Teh Putih
Rp/Kg 508.757
103
white tea unsorted berada pada tingkat paling bawah dibandingkan dengan jenis
white tea lain yang diproduksi oleh PPTK Gamboeng. Adapun aktivitas produksi
white tea KW I terdiri penjemuran, pelayuan, pengeringan I, pengeringan II,
penyinaran UV, pengemasan dan pendistribusian.
b. Menggolongkan Jenis Biaya atas Aktivitasnya
Langkah ke dua adalah menggolongkan jenis biaya atas aktivitasnya,
biaya atas aktivitas adalah aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya
produksi. Biaya atas aktivitas diperoleh dengan cara penelusuran secara
langsung atau estimasi, penelusuran secara langsung mensyaratkan untuk
mengukur pemakaian sumberdaya yang sesungguhnya digunakan dalam
aktivitas, jika pengukuran secara langsung tidak dapat dilakukan maka langkah
estimasi berdasarkan persentase penggunaan untuk jenis biaya pada setiap
aktivitas yang diidentifikasi.
Jenis biaya atas aktivitas yang dihitung adalah biaya listrik, penyusutan
peralatan, dan penyusutan bangunan, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan
biaya bahan bakar kendaraan, biaya atas aktivitas dihitung menggunakan data
produksi jenis produk white tea premium tahun 2017, seperti yang tertera pada
Lampiran 9
Jenis biaya-biaya yang ada pada aktivitas produksi disebabkan karena
adanya penggunaan bahan atau alat yang digunakan disetiap aktivitasnya, contoh
perhitungannya adalah pada aktivtas pelayuan, aktivitas pelayuan disebabkan
oleh adanya pemicu biaya dari penggunaan mesin dan alat yang terdiri dari rak
penyinaran, lisrik sinar UV, nampan alumunium, listrik dehumidifier, dan
104
bangunan. Biaya-biaya tersebut berasal dari akumulasi penggunaan, biaya rak,
nampan dan bangunan berasal dari biaya penyusutan, sedangkan biaya listrik
sinar uv berasal dari perhitungan persentase penggunaan listrik oleh masing
masing mesin berdasarkan watt dan lamanya penggunaan mesil tersebut.
Perhitungan listrik secara detail dapat dilihat pada lampiran 4
c. Menentukan cost driver dan nilainya
Tabel 26. Cost Driver White Tea Unsorted
Aktivitas Cost driver
Nilai cost
driver/aktivitas
Penjemuran Jam Inspeksi 320
Pelayuan Jam Mesin 981
Pengeringan I Jam Mesin 58
Pengeringan II Jam Mesin 175
Penyinaran UV Jam Mesin 34
Pengemasan Jumlah Produk 188
Pendistribusian Jumlah Produk 188
Berdasarkan tabel 26 di atas cost driver disetiap aktivitas berasal dari
persentase produk yang dihasilkan selama produksi, produk white tea unsorted
memiliki 13,87 % pemicu biaya dari keseluruhan total produk selama 1 tahun
yaitu sebanyak 1.354,78 kg. Cost driver penjemuran yaitu jam inspeksi sebesar
320 yang berasal dari banyaknya tenga kerja penjemuran sebanyak 2 orang dikali
dengan lamanya proses penjemuran dalam satu kali produksi dan dikali dengan
banyaknya produksi selama 1 tahun. Cost driver pelayuan adalah jam mesin
sebesar 981 yang berasal dari pembagian antara bahan baku pucuk peko dengan
kapasitas mesin through
Cost driver pengeringan II adalah jam mesin sebesar 175 yang berasal
dari pembagian antara bahan baku pucuk dengan kapasitas mesin oven
105
sebanyak 7 kg dikali dengan lamanya penggunaan mesin selama produksi. Cost
driver penyinaran uv adalah jam mesin sebesar 34 yang berasal dari pembagian
antara bahan baku dengan kapasitas mesin sinar uv sebanyak 20 kg dikali
dengan lamanya waktu penggunaan mesin produksi. Cost driver pengemasan
dan pendistribusian sama besar yaitu jumlah produk sebesar 188. Perhitungan
cost driver white tea unsorted disajikan pada lampiran 13.
d. Menghitung tarif per aktivitas
Tarif per aktivitas merupakan pembagian antara total biaya dari tiap
aktivitas dengan nilai cost driver atas aktivitasnya. Tarif per aktivitas white tea
unsorted disajikan pada tabel 27 dibawah ini
Tabel 27. Aktivitas, Biaya Aktivitas dan Tarif Aktivitas White Tea Unsorted
Aktivitas Biaya
aktivitas (Rp)
Nilai cost
driver/aktivitas
Tarif
aktivitas
(Rp/Unit
aktivitas
Penjemuran 18.508.371 2.304 8.033
Pelayuan 1.624.014 7.072 230
Pengeringan I 1.181.069 421 2.805
Pengeringan II 1.231.069 1.263 975
Penyinaran UV 1.696.014 245 6.923
Pengemasan 21.658.481 1.355 15.984
Pendistribusian 12.850.000 1.355 9.483
Contoh perhitungannya adalah sebagai berikut: total biaya aktivitas
pengemasan adalah Rp.21.658.481 dibagi dengan nilai cost driver aktivitas
pengemasan yaitu sebesar 1.355, sehingga tarif aktifitas pengemasan adalah
sebesar Rp15.984, artinya setiap jam mesin selama kegiatan pengemasan tarif
yang ditetapkan sebesr Rp 15.984 tarif/aktivitas pengemasan. Total biaya
pengemasan sebesar Rp. 21.658.481 terdiri atas biaya sarung tangan, biaya
106
plastik alumunium, biaya listrik mesin pengemas, dan biaya kardus, dengan
perhitungan yang sama, maka akan diketahui tarif per aktivitas untuk jenis white
tea unsorted, sebagaimana disajikan pada tabel di bawah ini:
e. Menghitung overhead nilai biaya/aktivitas/produk
Pada tahap ini, dilakukan penelusuran dan pembebanan biaya overhead
per aktivitas dengan mempertimbangkan cost driver dan tarif aktivitas. Aktivitas
yang membentuk tiap-tiap jenis produk white tea didasarkan pada besarnya
persentase konsumsi aktivitas terhadap nilai cost driver tiap-tiap biaya atas
aktivitas. Contoh perhitungannya adalah tarif aktivitas pelayuan sebesar Rp. 230
dikalikan dengan cost driver aktivitas pelayuan untuk white tea unsorted sebesar
981 jam mesin, sehingga biaya overhead pabrik yang dibebankan untuk aktivitas
pelayuan adalah sebesar Rp. 225.630, dengan perhitungan yang sama, maka
akan diketahui biaya overhead yang dibebankan per aktivitas untuk jenis white
tea unsorted
Tabel 28. Biaya Aktivitas per Produk White Tea Unsorted
Aktivitas
Nilai Cost
driver/aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit aktivitas)
Biaya Cost
driver
Penjemuran 320 8.033 2.570.560
Pelayuan 981 230 225.630
Pengeringan I 58 2.805 162.713
Pengeringan II 175 975 170.576
Penyinaran UV 34 6.923 235.365
Pengemasan 188 15984 3.004.992
Pendistribusian 188 9483 1.782.804
f. Perhitungan hpp ABC white tea unsorted
Perhitungan harga pokok produksi white tea unsorted dengan metode
Activity Based Costing (ABC) diperoleh dengan menjumlahkan biaya langsung
107
yang terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung serta biaya
overhead pabrik. Biaya overhead pabrik terdiri dari biaya-biaya atas aktivitas
penjemuran, pelayuan, pengeringan I, pengeringan II, penyinaran UV,
pengemasan dan pendistribusian. Berikut tabel 29 adalah perhitungan HPP ABC
untuk white tea unsorted.
Tabel 29. Harga Pokok Produksi Metode ABC White Tea Unsorted PPTK
Gamboeng Tahun 2017
Aktivitas Nilai Cost
driver/aktivitas
Tarif aktivitas
(Rp/Unit
aktivitas)
Total Biaya
Penjemuran 320 8.033 2.570.560
Pelayuan 981 230 225.630
Pengeringan I 58 2.805 162.713
Pengeringan II 175 975 170.576
Penyinaran UV 34 6.923 235.365
Pengemasan 188 15984 3.004.992
Pendistribusian 188 9483 1.782.804
Biaya Aktivitas 8.152.639
Biaya Langsung 74.538.750
Biaya Pemasaran 12.546.802
Total Biaya Produksi 95.238.191
Jumlah Produksi (kg) 187,88
HPP Teh Putih Rp/Kg 506.910
Perhitungan harga pokok produksi white tea unsorted per kg diperoleh
dengan membagi total biaya produksi dengan jumlah produksi. Harga pokok
produksi untuk white tea unsorted per kg adalah sebesar Rp. 506.910 /kg yang
diperoleh dari penjumlahan seluruh aktivitas yang dijadikan biaya overhead
ditambah dengan biaya langsung berupa biaya bahan baku, dan biaya tenaga
kerja langsung yang terdiri dari gaji tetap dan upah lembur, dan biaya pemasaran,
sehingga total biaya produksi white tea unsorted pada tahun 2017 adalah sebesar
108
Rp. 95.238.191 dibagi dengan jumlah produksi jenis white tea unsorted selama
periode penelitian yaitu tahun 2017 sebesar 187,88 kg. Perhitungan harga pokok
produksi dengan metode Activity Based Costing untuk white tea unsorted
menghasilkan harga pokok produksi yang lebih rendah dibandingkan harga
pokok produksi menggunakan metode perusahaan, maupun metode full costing.
5.4 Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi
Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan dan metode pembanding yaitu metode full costing dan metode
Activity Based Costing (ABC), dapat dilihat perbandingan antara ketiga metode
tersebut seperti pada Tabel 30 di bawah ini
Tabel 30. Perbandingan Harga Pokok Produksi White Tea PPTK Gamboeng
Tahun 2017
Berdasarkan Tabel 30 di atas, dapat diketahui bahwa perbandingan harga
pokok produksi untuk white tea premium, white tea KW I, dan white tea
unsorted dengan metode Activity Based Costing dan full costing lebih rendah
dibandingkan dengan metode perusahaan. Harga pokok produksi dengan metode
full costing untuk kelas white tea premium, white tea KW I, dan white tea
unsorted masing-masing sebesar Rp. 541.331 per kg, Rp. 541.269 per kg, dan
Jenis
Produk
Harga Pokok Produksi (Rp/kg)
Selisih dengan HPP
perusahaan (Rp/kg)
Perusahaan
Full
Costing ABC
Full
Costing ABC
White tea
Premium 648.699 541.331 497.670 107.368 151.029
White tea
KW I 648.699 541.269 508.757 107.430 139.942
White tea
Unsorted 648.699 541.336 506.910 107.363 141.789
109
Rp.541.336 per kg atau menjadi lebih rendah sebesar Rp. 107.368, Rp. 107.430
dan Rp. 107.363 per kg jika dibandingkan dengan metode perusahaan.
Sedangkan, harga pokok produksi dengan metode Activity Based Costing untuk
white tea premium, white tea KW I, dan white tea unsorted masing-masing
sebesar Rp. 497.670, Rp. 508.757, dan Rp. 506.910 per kg atau menjadi lebih
rendah sebesar Rp. 151.029, Rp. 139.942, dan Rp. 141.789 per kg dibandingkan
dengan metode perusahaan.
Tujuan penelitian ini ialah merekomendasikan metode penetapan harga
pokok produksi kepada perusahaan yang dapat dijadikan dasar sebagai
penetapan harga pokok produksi agar harga jual yang ditetapkan perusahaan
menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, metode manakah yang menghasilkan
harga pokok produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pokok
produksi yang selama ini diterapkan di perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari
perbandingan selisih harga pokok produksi yang dihasilkan antara metode full
costing dan metode Activity Based Costing seperti yang tertera pada Tabel 31
Tabel 31. Selisih Harga Pokok Produksi White Tea antara Metode Full
Costing dan ABC.
Jenis Produk Harga Pokok Produksi (Rp/Kg) Selisih HPP
(Rp/Kg) Full Costing ABC
White tea Premium 541.331 497.670 43.661
White tea KW I 541.269 508.757 32.512
White tea Unsorted 541.336 506.910 34.426
Berdasarkan Tabel 31, dapat diketahui bahwa perbandingan selisih harga
pokok produksi per kg dari ketiga jenis white tea lebih rendah apabila
menggunakan metode Activity Based Costing (ABC) dibandingkan dengan
110
menggunakan metode full costing. Selisih dari kedua metode tersebut masing-
masing adalah Rp. 43..661, Rp Rp. 32.512 dan Rp. 34.426,- per kg. Oleh karena
itu, metode penetapan harga pokok produksi untuk ketiga jenis white tea yang
diproduksi oleh PPTK Gamboeng adalah dengan menggunakan meotde ABC,
karena perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode ABC
lebih rendah dibandingkan dengan metode full costing ataupun metode
perusahaan dikarenakan penggunaan sumberdaya pada ketiga white tea tersebut
telah efisien terhadap aktivitas produksi dan jumlah produk yang dihasilkan.
Perbedaan perhitungan harga pokok produksi dengan full costing dan
Activity Based Costing (ABC) terjadi karena adanya perbedaan dalam
mengalokasikan biaya overhead dimana metode full costing membebankan
biaya overhead hanya menggunakan satu dasar pembebanan saja yaitu volume
produksi. Hal ini menyebabkan jumlah produksi yang kecil akan dibebankan
dengan biaya overhead yang kecil demikian juga sebaliknya untuk produk yang
jumlah produksinya besar dibebani dengan biaya overhead yang besar pula.
Penetapan harga pokok produksi yang dilakukan oleh perusahaan menghasilkan
harga pokok produksi yang terlalu tinggi dibandingkan dengan metode full
costing dan metode Activity Based Costing sehingga mengakibatkan harga jual
yang tinggi pula dan perusahaan tidak dapat bersaing dengan perusahaan
pesaing.
Metode yang direkomendasikan pada perusahaan sebagai metode
penentuan harga pokok produksi yang tepat berdasarkan kondisi perusahaan
adalah metode ABC, bila dihitung dengan menggunakan metode ABC harga
111
pokok produksi menjadi lebih rendah, dibandingkan apabila dihitung dengan
menggunakan metode full costing dan metode perusahaan. Dikarenakan pada
metode Full Costing tidak dapat diketahui biaya dan aktivitas mana yang
menyebabkan biaya tersebut manjadi rendah atau tinggi, selain itu HPP yang
lebih rendahpun dikarenakan penggunaan sumberdaya pada ketiga jenis
produk white tea sudah cukup efisien dan efektif dalam malakukan aktivitas
produksi dengan jumlah produksi yang dihasilkan, dikatakan efektif bila
produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang
dikuasai) dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan
sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan.
Hasil perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan oleh
perusahaan dan metode penelitian yaitu full costing dan metode ABC,
diketahui perbandingan selisih laba harga jual terhadap hpp pada masing-
masing metode tersebut, seperti yang tertera pada Tabel 32 berikut ini.
Tabel 32. Selisih Laba White Tea antara Metode Full Costing dan ABC
Jenis Produk Harga Jual
(Rp/Kg)
Hpp (Rp/kg) Laba (Rp/Kg)
Full
Costing ABC
Full
Costing ABC
White tea
Premium 1.000.000 541.331 497.670 458.669 502.330
White tea KW I 620.000 541.269 508.757 78.731 111.243
White tea
Unsorted 600.000 541.336 506.910 58.664 93.090
Berdasarkan Tabel 32 dapat diketahui bahwa perbandingan laba pada
ketiga jenis white tea tersebut, lebih tinggi apabila menggunakan metode ABC.
Laba produk apabila menggunakan metode ABC masing-masing adalah Rp.
502.330 untuk white tea premium, Rp.111.243 untuk white tea KW I, dan Rp.
112
93.090 untuk white tea unsorted, laba tersebut lebih besar dibandingkan dengan
metode full costing ataupun metode perusahaan.
Metode ABC sangat baik diterapkan, mengingat metode ABC malakukan
usaha yang lebih besar untuk menyeimbangkan pemakaian sumberdaya, biaya,
aktivitas dan produk.Cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengurangi
biaya melalui pengolahan aktivitas untuk meningkatkan evisiensi di dalam
produksinya sehingga menghasilkan keluaran atau produk yang afisien adalah
dengan mengeliminasi aktivitas yang bukan penambah nilai seperti pada
aktivitas penyinaran UV, aktivitas tersebut dapat dieleminasi karena aktivitas
sinar UV dapat dilakukan 1 kali saja dalam proses penyimpanan yang dilakukan
selama 24 jam, hanya saja jika aktivitas penyinaran UV dihilangkan maka
lamanya proses penyimpanan ditambahkan lagi waktunya. Untuk ketiga jenis
produk white tea yang dalam perhitungan dengan metode ABC memiliki HPP
yang rendah sebaiknya meningkatkan volume produksinya dengan
pertimbangan bahwa pada saat ini pun permintaan terhadap produk tersebut
tergolong banyak atau apabila perusahaan ingin meningkatkan jumlah penjualan
yang lebih signifikan dapat menurunkan harga jual yang releven terhadap HPP
dengan metode ABC
113
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. PPTK Gamboeng memproduksi 3 jenis white tea yaitu white tea premium,
white tea KW I dan white tea unsorted. Proses produksi yang dilakukan
ketiga produk sedikit berbeda yaitu memiliki 1 perbedaan pada tahap sortir,
dimana white tea unsorted tidak melewati tahapan proses produksi tersebut.
Adapun tahapan proses produksi yang dilakukan pada saat memproduksi
ketiga jenis white tea tersebut adalah pemetikan, pengangkutan,
penjemuran, pelayuan, pengeringan I, sortir, pengeringan II, penyinaran
UV, pengemasan dan pendistribusian.
2. Perhitungan biaya produksi ketiga jenis white tea akan lebih besar jika
menggunakan metode full costing masing masing sebesar Rp. 537.639.353
untuk jenis premium, Rp. 94.029.312 untuk jenis KW I, dan Rp.
101.706.171 untuk jenis unsorted. Biaya produksi dengan menggunakan
metode ABC lebih kecil dibandingkan dengan metode full costing maupun
perusahaan sebesar Rp. 494.275.765 untuk white tea jenis premium, Rp.
88.172.735 untuk white tea jenis KW I, dan Rp. 95.238.191 untuk white tea
jenis unsorted
3. Perhitungan harga pokok produksi full costing (konvensional) dalam
perhitungannya produk dengan jumlah volume produksi yang tinggi akan
dibebani biaya overhead yang tinggi, demikian sebaliknya produk dengan
jumlah volume yang rendah akan dibebani biaya overhead yang rendah
114
pula. Dari hasil perhitungan HPP dengan menggunakan metode Full
Costing, didapat bahwa HPP per kg untuk jenis produk white tea premium
adalah sebesar Rp.541.331 untuk jenis white tea KW I adalah sebesar
Rp.541.269 dan untuk white tea unsorted adalah sebesar Rp. 541.336.
Metode ini mudah diaplikasikan tetapi tidak mencerminkan konsumsi
sumberdaya dalam pembuatan produk yang sesungguhnya, sehingga kurang
tepat untuk menghitung HPP.
4. Metode ABC adalah metode perhitungan harga pokok produksi yang
memiliki hasil paling rendah dibandingkan kedua metode, diketahui total
biaya produksi untuk ketiga jenis produk white tea mengalami penurunan
biaya produksi bila dibandingkan dengan metode perusahaan dan Full
Costing. Dasar kalkulasi harga pokok produksi ABC dapat menghasilkan
harga pokok produksi yang paling rasional dari ketiga jenis produk white
tea tersebut. Dari hasil perhitungan HPP dengan metode ABC, biaya
oprasional pabrik (BOP) dialokasikan berdasarkan cost drivers (pemicu
biaya) ke setiap satuan produk, dengan menggunakan metode ABC didapati
bahwa HPP per kg untuk jenis produk white tea premium adalah sebesar Rp.
497.670, untuk white tea KW I adalah sebesar Rp. 508.757 dan untuk white
tea unsorted adalah sebesar Rp.506.910 per kg.
5. Perhitungan dengan metode ABC dapat melihat biaya produksi yang benar-
benar terjadi pada setiap proses produksi, sedangkan perhitungan dengan
metode full costing tidak dapat mengetahui biaya dari aktivitas produksi
yang menyebabkan biaya tersebut menjadi rendah atau tinggi.
115
6.2 Saran
1. Perusahaan sebaiknya mengevaluasi kembali sistem pembebanan biayanya
dalam menentukan harga pokok produksi karena perhitungan harga pokok
produksi yang tepat dapat menentukan harga jual yang cocok dan layak akan
mempengaruhi posisi produk di pasar
2. Perhitungan ABC sebaiknya digunakan sebagai alat untuk menghitung harga
pokok produksi oleh pihak manajemen perusahaan karna lebih
mencerminkan pemakaian biaya terhadap aktivitas yang dilakukan dalam
proses produksi dengan tetap mempertimbangkan faktor faktor eksternal
yang lain seperti harga pesaing dan kemampuan masyarakat. Selain itu,
karena pembebanan biaya lebih sesuai dan tepat berdasarkan aktivitas,
perancangan keuangan, dan sumber yang diperoleh sehingga kebutuhan
dapat terpenuhi sesuai dengan anggaran yang tersedia dan jumlah konsumsi
yang dilakukan. Diharapkan dengan metode ABC, pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana lebih jelas dan dapat memperbaiki laporan keuangan
perusahaan agar mudah dievaluasi.
3. Jika perusahaan ingin menguasai pasar sebaiknya perusahaan dapat
mempereluas segmentasi pasar dengan menurunkan harga jual pada ketiga
jenis produk dengan harga yang baru agar dapat dijangkau oleh semua
kalangan masyarakat.
116
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Pengeluaran Konsumsi Penduduk Indonesia
Tahun 2015. 20 April 2018. www.bps.gp.id. Pukul 14.00 WIB
Blocher, Edward James. 2000. Manajemen Biaya dengan Tekanan Stratejik.
Terjemahan oleh Ambrriani Susty. Jakarta: Salemba Empat.
Bustami, Bastian. dan Nurlela. 2010 Akuntasi Biaya. Edisi ke4 Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Carter, William dan Usry Milton. 2006. Cost Accounting 14th e.Mason, Ohio :
Thomson.
Direktorat Jendral Perkebunan Indonesia. 2017 Tree Crop Estate Statistic Of
Indonesia. Jakarta: Kementrian Pertanian.
Firdaus, Achmad dan Wasilah Abdullah. 2009. Akuntansi Biaya, Edisi Kedua.
Jakarta: Salemba Empat.
Garrison, Ray dan Peter Brewer. Akuntansi Manajerial, Buku ke1 Edisi ke11.
Jakarta: penerbit Salemba Empat, 2006.
Hansen, Dean dan Maryane Mowen. 2006. Managerial Accounting, Buku ke1
Edisi ke7. Terjemahan oleh Dewi Fitriasari. Jakarta: Salemba Empat.
Komarudin, Ahmad. 2005. Akuntansi Manajemen. Dasar-Dasar Konsep Biaya
dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada
Kristiono, Lissa. 2011. Green Tea & White tea. Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Maher, Michael dan Edward Deakin. 1997 Akuntansi Biaya, Edisi ke4 Jilid ke1.
Terjemahan Oleh Adjat Djatmika. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mulja, Muhammad. 1995. Teh dan khasiatnya bagi kesehatan: sebagai tinjauan
ilmiah. Kanisius: Yogyakarta
Mulyadi. 2005. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
______. 2007a. Activity-Based Cost System. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
______. 2007b. Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya. Yogyakarta:
BPFE
117
Pramita, Anna. 2017. Pengaruh konsentrasi teh putih terhadap karakteristik
antioksidan serta potensi probiotik kombucha dengan pendekatan pemodelan
matematik. [Skripsi]. Teknologi Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata
Prawironegoro, Darsono dan Ari Durwanti. 2009. Akuntasi Manajerial, Edisi
ke3, Jakarta: Penerbit Mitra Wicana Media.
Pusat Penelitian Teh dan Kina Gamboeng. Hilirisasi Produk Unggulan Pusat
Unggulan IPTEK Tahun 2017. 15 Juli 2018. www.gamboeng.com. Pukul
09.00 WIB
Somantri, Ratna. 2011. Kisah dan Khasiat Teh. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka
Salim, Agus. 2001. Pengolahan Teh Mutu Ekspor. Latihan Kerja Pengolahan
Teh Mutu Ekspor Gelombang 1. PPTK Pasir Sarongge.
Setiawati, Ita dan Nasikun . 1991. Teh. Yogyakarta: Aditya Media.
Simamora, Bilson. 2002. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat
Somantri, Mamay. 2012. Analisis polifenol total dan aktivitas penangkapan
radikal bebas DPPH (1,1-Diphnyl, 2-Picrylhidrazl) white tea berdasarkan
suhu dan lama penyeduhannya, [Skripsi]. Teknologi Pangan, Universitas
Pasundan.
Sugiri, Slamet dan Agus Riyono,. 2002 Akuntansi Pengantar I. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Sujono, Eddy. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi dengan Metode
Activity Based Costing pada PT Pawani, [Skripsi]. Universitas Sumatera
Utara. 2011
Supriyono, Agus. 2009. Akuntansi Biaya. Yogyakarta: BPFE
Tadjudin, Abas. 2011. Dasar – Dasar Budidaya Teh. Bandung: Pusat Penelitian
Teh dan Kina.
118
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan
KUISIONER
ANALISIS PERBANDINGAN PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI
EXCELLENT GAMBOENG WHITE TEA SEBAGAI DASAR
PENENTUAN HARGA JUAL
(Studi Kasus PPTK Gamboeng, Bandung, Jawa Barat)
Oleh: Yana Melati Suci
FAKULTAS: SAINS DAN TEKNOLOGI
JURUSAN: AGRIBISNIS
1. Gambaran Umum Perusahaan
Uraian Jawaban
1. Identitas Usaha
a. Tahun Pendirian
b. Nama Pendiri
c. Bentuk Usaha
d. Alamat
2. Visi Misi
a. Visi
b. Misi
3. Fasilitas dan Prasarana
119
Lampiran 2. Struktur Organisasi PPTK Gamboeng
120
Lampiran 3. Proses Produksi White Tea
Lampira
Pucuk Peko
Assamica tertutup
Pucuk Peko
Sinensis tertutup
Pucuk Peko
setengah terbuka
Pemetikan Bahan Baku
Penjemuran
Penjemuran
Penjemuran
Pelayuan
Pelayuan
Pelayuan
Pengeringan I
Pengeringan I
Pengeringan I
Sortir
Sortir
Pengeringan II
Pengeringan II
Pengeringan II
Penyinaran UV
Penyinaran UV
Penyinaran UV
Pengemasan
Pengemasan
Pengemasan
White tea
unsorted
White tea
KW I
White tea
premium
Pendistribusian Pendistribusian
Pendistribusian
121
Lampiran 4. Biaya Penyusutan Tahun 2017
122
Lampiran 5. Total Biaya Listrik Tahun 2017
Mesin Watt Total Kwh LWBP WBP
Sinar UV 66 14.997,6 14.997
88,5976 287,7
Oven 720 36.000 36
Mesin
Pengemas
650 52.000 52
dehumidifier 560 268.800 268,8
Lampu
penerangan
15 4.500 4,5
91825 446798
Total biaya perbulan Rp. 538.623
Total biaya listrik 2017 Rp. 6.463.480
123
Lampiran 6. Total Biaya Pemasaran Tahun 2017
No Jenis Biaya
1 Souvenir Bulan Januari Rp. 4.466.000
2 Souvenir Bulan Februari Rp. 1.848.000
3 Souvenir Bulan April Rp. 4.312.000
4 Souvenir Bulan Mei Rp. 4.312.000
5 Souvenir Bulan Juni Rp. 12.628.000
6 Souvenir Bulan Juli Rp. 4.620.000
7 Souvenir Bulan Agustus Rp. 1.232.000
8 Souvenir Bulan Spetember Rp. 9.856.000
9 Souvenir Bulan Oktober Rp. 14.630.000
10 Souvenir Bulan November Rp. 13.090.000
11 Souvenir Bulan Desember Rp. 14.014.000
12 Total Brosur Tahun 2017 Rp. 5.452.00
Total Biaya Rp. 90.460.000
124
Lampiran 7. Mesin Peralatan dan Bahan
No Jenis Penyusutan Banyaknya Harga Perolehan
Total Biaya
(Rp)
1 Timbangan 2 2.750.000 5.500.000
2 Continous Band Sealer 1 4.500.000 4.500.000
3 Mesin Oven 2 3.200.000 6.400.000
4 Meja Jemur 3 2.175.000 6.525.000
5 Rak Penjemuran 15 600.000 9.000.000
6 Elemen Pemanas 2 850.000 1.700.000
7 Wadah Alumunium 10 190.000 1.900.000
8 Mesin Lampu UV 15 120.000 1.800.000
9 Rak Penyimpanan 5 720.000 3.600.000
10 Turbin Ventilator 2 563.000 1.126.000
11 Ayakan Alumunium 20 190.000 3.800.000
12 Mesin Through 1 1.500.000 1.500.000
Total Biaya 47.351.000
No Jenis Biaya
1 Alumunium Foil 11.788.270
2 Plastik Klip 60.000
3 Plastik Shrink 420.000
4 Karton kemasan 689.400
5 Bakul 840.000
JUMLAH 13.797.670
125
Lampiran 8. Aktivitas Produksi dan Biaya Produksi
Penj
emur
an
Pelay
uan
Peng
ering
an I
Sorti
rPe
nger
ingan
IIPe
nyina
ran
UV
Peng
emas
anPe
ndist
ribus
ian
1K
enda
raan
(Mob
il Bak
)12
.500
.000
12.5
00.0
00
2Bi
aya
Baha
n Ba
kar M
obil
350.
000
350.
000
3Bi
aya
Saru
ng T
anga
n60
.000
100.
000
60.0
0010
0.00
060
.000
540.
000
4Bi
aya
Tim
bang
an
990.
000
990.
000
1.98
0.00
0
5Bi
aya
Baku
l60
0.00
060
0.00
0
6M
eja
Penj
emur
an1.
620.
000
1.62
0.00
0
7Ra
k Pe
nyim
pana
n64
8.00
064
8.00
0
8Ra
k Pe
njem
uran
1.62
0.00
01.
620.
000
9Pl
astik
Alum
unium
3.72
8.75
03.
728.
750
10Si
nar U
V21
.437
21.4
3742
.874
11N
ampa
n A
lumun
ium57
0.00
057
0.00
057
0.00
057
0.00
057
0.00
02.
850.
000
12Li
strik
Deh
umid
ifier
384.
577
384.
577
384.
577
384.
577
384.
577
1.92
2.88
5
13Li
strik
Ove
n51
.492
51.4
9210
2.98
4
14Bi
aya
Mas
ker
75.0
0075
.000
150.
000
15W
adah
Sor
tir19
0.00
019
0.00
0
16Bi
aya
Bang
unan
13.6
18.3
7113
.618
.371
27.2
36.7
42
17Ra
k U
V72
0.00
072
0.00
0
18Li
strik
Cou
ntino
us70
.960
70.9
60
19Bi
aya
Kar
dus
590.
400
590.
400
20Bi
aya
mes
in pe
ngem
as2.
500.
000
2.50
0.00
0
21Bi
aya
Ker
tas E
xpire
d10
0.00
010
0.00
0
18.5
08.3
711.
624.
014
1.18
1.06
91.
204.
577
1.23
1.06
91.
696.
014
21.6
58.4
8112
.850
.000
59.9
53.5
95
Akt
ivita
sJE
NIS
BIA
YA
Tota
l Biay
aN
o
TOTA
L
126
Lampiran 9. Cost driver white tea premium
No Jenis Aktivitas cost driver
Nilai Cost
driver Dasar Alokasi
I Penjemuran
Biaya sarung tangan Jam Inspeksi 1689 1 pack
Biaya timbangan Jam Inspeksi 1689 1 buah
Biaya bakul Jam Inspeksi 1689 20 buah
Biaya meja penjemuran Jam Inspeksi 1689 3 buah
Biaya rak penjemuran Jam Inspeksi 1689 15 buah
Biaya bangunan Jam Inspeksi 1689 Luas lantai
II Pelayuan
Biaya rak penyimpanan Jam Mesin 5184 5 buah
Biaya sinar UV Jam Mesin 5184 8 buah
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 5184 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Mesin 5184 1 buah
Biaya bangunan Jam Mesin 5184 Luas lantai
III Pengeringan I
Biaya sarung tangan Jam Mesin 309 1 pack
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 309 15 buah
Biaya masker Jam Mesin 309 1 pack
IV Sortir
Biaya sarung tangan Jam Inspeksi 1724 1 pack
Biaya nampan alumunium Jam Inspeksi 1724 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Inspeksi 1724 1 buah
Biaya wadah sortir Jam Inspeksi 1724 3 buah
Biaya bangunan Jam Inspeksi 1724 Luas lantai
V Pengeringan II
Biaya sarung tangan Jam Mesin 926 1 pack
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 926 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Mesin 926 1 buah
listrik oven Jam Mesin 926 2 buah
Biaya masker Jam Mesin 926 1 pack
127
VI Penyinaran UV
Biaya sinar UV Jam Mesin 180 8 buah
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 180 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Mesin 180 1 buah
Rak UV Jam Mesin 180 5 buah
VII Pengemasan
Biaya sarung tangan Jumlah produk 993 1 pack
Biaya timbangan Jumlah produk 993 1 buah
Biaya plastik Jumlah produk 993 1 pack
Biaya bangunan Jumlah produk 993 Luas lantai
Listrik continous Jumlah produk 993 1 buah
Biaya kardus Jumlah produk 993 20 kg
Biaya mesin pengemas Jumlah produk 993 1 buah
Biaya kertas Jumlah produk 993 1 pack
VIII Pendistribusian
Biaya kendaraan Jumlah produk 993 1 mobil
Biaya bensin Jumlah produk 993 Bahan bakar
128
Lampiran 10. Biaya per produk white tea premium
No Jenis Aktivitas Biaya atas
Nilai
Cost
Tarif
aktivitas Biaya/produk
aktivitasnya driver
I Penjemuran
Biaya sarung tangan 60.000 1689
Biaya timbangan 990.000 1689
Biaya bakul 600.000 1689
Biaya meja penjemuran 1.620.000 1689
Biaya rak penjemuran 1.620.000 1689
Biaya bangunan 13.618.371 1689
18.508.371 8033 13.567.737
II Pelayuan
Biaya rak penyimpanan 648.000 5184
Biaya sinar UV 21.437 5184
Biaya nampan alumunium 570.000 5184
Listrik dehumidifier 384.577 5184
1.624.014 230 1.190.454
III Pengeringan I
Biaya sarung tangan 100.000 309
Biaya nampan alumunium 570.000 309
Biaya masker 75.000 309
Listrik dehumidifier 384.577 309
listrik oven 51.492 309
1.181.069 2805 866.865
IV Sortir
Biaya sarung tangan 60.000 1724
Biaya nampan alumunium 570.000 1724
Listrik dehumidifier 384.577 1724
Biaya wadah sortir 190.000 1724
1.204.577 512 882.947
V Pengeringan II
Biaya sarung tangan 100.000 926
Biaya nampan alumunium 570.000 926
Listrik dehumidifier 384.577 926
listrik oven 51.492 926
Biaya masker 75.000 926
1.231.069 975 902.589
VI Penyinaran UV
Biaya sinar UV 21.437 180
129
Biaya nampan alumunium 570.000 180
Listrik dehumidifier 384.577 180
Rak UV 720.000 180
1.696.014 6.923 1.246.140
VII Pengemasan
Biaya sarung tangan 60.000 993
Biaya timbangan 990.000 993
Biaya plastik 3.728.750 993
Biaya bangunan 13.618.371 993
Listrik continous 70.960 993
Biaya kardus 590.400 993
Biaya mesin pengemas 2.500.000 993
Biaya kertas 100.000 993 15.984 15.872.112
21.658.481
VIII Pendistribusian
Biaya kendaraan 12.500.000 993
Biaya bensin 350.000 993
12.850.000 9483 9.416.619
130
Lampiran 11. Cost driver white tea KW I
No Jenis Aktivitas cost driver
Nilai
Cost
driver Dasar Alokasi
I Penjemuran
Biaya sarung tangan Jam Inspeksi 295 1 pack
Biaya timbangan Jam Inspeksi 295 1 buah
Biaya bakul Jam Inspeksi 295 20 buah
Biaya meja penjemuran Jam Inspeksi 295 3 buah
Biaya rak penjemuran Jam Inspeksi 295 15 buah
Biaya bangunan Jam Inspeksi 295 Luas lantai
II Pelayuan
Biaya rak penyimpanan Jam Mesin 907 5 buah
Biaya sinar UV Jam Mesin 907 8 buah
Biaya nampan
alumunium Jam Mesin 907 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Mesin 907 1 buah
III Pengeringan I
Biaya sarung tangan Jam Mesin 45 1 pack
Biaya nampan
alumunium Jam Mesin 45 15 buah
Biaya masker Jam Mesin 45 1 pack
Listrik dehumidifier Jam Mesin 45 1 buah
listrik oven Jam Mesin 45 2 buah
VI Sortir
Biaya sarung tangan Jam Inspeksi 302 1 pack
Biaya nampan
alumunium Jam Inspeksi 302 10 buah
Listrik dehumidifierr Jam Inspeksi 302 1 buah
Biaya wadah sortir Jam Inspeksi 302 3 buah
V Pengeringan II
Biaya sarung tangan Jam Mesin 162 1 pack
Biaya nampan
alumunium Jam Mesin 162 10 buah
Listrik dehumidifierr Jam Mesin 162 1 buah
listrik oven Jam Mesin 162 2 buah
Biaya masker Jam Mesin 162 1 pack
VI Penyinaran UV
Biaya sinar UV Jam Mesin 31 8 buah
Biaya nampan
alumunium Jam Mesin 31 10 buah
Listrik dehumidifierr Jam Mesin 31 1 buah
131
Rak UV Jam Mesin 31 5 buah
VII Pengemasan
Biaya sarung tangan Jumlah produk 174 1 pack
Biaya timbangan Jumlah produk 174 1 buah
Biaya plastik Jumlah produk 174 1 pack
Biaya bangunan Jumlah produk 174 Luas lantai
Listrik continous Jumlah produk 174 1 buah
Biaya kardus Jumlah produk 174 20 kg
Biaya mesin pengemas Jumlah produk 174 1 buah
Biaya kertas Jumlah produk 174 1 pack
VIII Pendistribusian
Biaya kendaraan Jumlah produk 174 1 mobil
Biaya bensin Jumlah produk 174 Bahan bakar
132
Lampiran 12. Biaya per produk white tea KW I
No Jenis Aktivitas Biaya atas
Nilai
Cost
Tarif
aktivitas Biaya/produk
aktivitasnya driver
I Penjemuran
Biaya sarung tangan 60.000 295
Biaya timbangan 990.000 295
Biaya bakul 600.000 295
Biaya meja penjemuran 1.620.000 295
Biaya rak penjemuran 1.620.000 295
Biaya bangunan 13.618.371 295
18.508.371 8033 2.369.735
II Pelayuan
Biaya rak penyimpanan 648.000 907
Biaya sinar UV 21.437 907
Biaya nampan alumunium 570.000 907
Listrik dehumidifier 384.577 907
1.624.014 230 208.610
III Pengeringan I
Biaya sarung tangan 100.000 45
Biaya nampan alumunium 570.000 45
Biaya masker 75.000 45
Listrik dehumidifier 384.577 45
listrik oven 51.492 45
1.182.069 2.805 1.26.243
VI Sortir
Biaya sarung tangan 60.000 302
Biaya nampan alumunium 570.000 302
Listrik dehumidifier 384.577 302
Biaya wadah sortir 190.000 302
14.822.948 512 154.669
VII Pengeringan II
Biaya sarung tangan 100.000 162
Biaya nampan alumunium 570.000 162
Listrik dehumidifier 384.577 162
listrik oven 51.492 162
Biaya masker 75.000 162
1.231.069 975 157.904
133
VIII Penyinaran UV
Biaya sinar UV 21.437 31
Biaya nampan
alumunium 570.000 31
Listrik dehumidifier 384.577 31
Rak UV 720.000 31
1.696.014 6.923 214.613
IX Pengemasan
Biaya sarung tangan 60.000 174
Biaya timbangan 990.000 174
Biaya plastik 3.728.750 174
Biaya bangunan 13.618.371 174
Listrik continous 70.960 174
Biaya kardus 590.400 174
Biaya mesin pengemas 2.500.000 174
Biaya kertas 100.000 174 15.984 2.781.216
21.658.481
XI Pendistribusian
Biaya kendaraan 12.500.000 174
Biaya bensin 350.000 174
12.850.000 9483 1.650.042
134
Lampiran 13. Cost driever white tea unsorted
No Jenis Aktivitas cost driver
Nilai Cost
driver Dasar Alokasi
I Penjemuran
Biaya sarung tangan Jam Inspeksi 320 1 pack
Biaya timbangan Jam Inspeksi 320 1 buah
Biaya bakul Jam Inspeksi 320 20 buah
Biaya meja penjemuran Jam Inspeksi 320 3 buah
Biaya rak penjemuran Jam Inspeksi 320 15 buah
Biaya bangunan Jam Inspeksi 320 Luas lantai
Ii Pelayuan
Biaya rak penyimpanan Jam Mesin 981 5 buah
Biaya sinar UV Jam Mesin 981 8 buah
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 981 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Mesin 981 1 buah
Biaya bangunan Jam Mesin 981 Luas lantai
III Pengeringan I
Biaya sarung tangan Jam Mesin 58 1 pack
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 58 15 buah
Biaya masker Jam Mesin 58 1 pack
Listrik dehumidifier Jam Mesin 58 1 buah
listrik oven Jam Mesin 58 2 buah
Biaya bangunan Jam Mesin 58 Luas lantai
135
IV Pengeringan II
Biaya sarung tangan Jam Mesin 175 1 pack
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 175 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Mesin 175 1 buah
listrik oven Jam Mesin 175 2 buah
Biaya masker Jam Mesin 175 1 pack
V Penyinaran UV
Biaya sinar UV Jam Mesin 34 8 buah
Biaya nampan alumunium Jam Mesin 34 10 buah
Listrik dehumidifier Jam Mesin 34 1 buah
Rak UV Jam Mesin 34 5 buah
VI Pengemasan
Biaya sarung tangan Jumlah produk 188 1 pack
Biaya timbangan Jumlah produk 188 1 buah
Biaya plastik Jumlah produk 188 1 pack
Biaya bangunan Jumlah produk 188 Luas lantai
Listrik continous Jumlah produk 188 1 buah
Biaya kardus Jumlah produk 188 20 kg
Biaya mesin pengemas Jumlah produk 188 1 buah
Biaya kertas Jumlah produk 188 1 pack
VII Pendistribusian
Biaya kendaraan Jumlah produk 188 1 mobil
Biaya bensin Jumlah produk 188 Bahan bakar
136
Lampiran 14. Biaya per produk white tea unsorted
No Jenis Aktivitas Biaya atas
Nilai
Cost
Tarif
aktivitas Biaya/produk
aktivitasnya driver
I Penjemuran
Biaya sarung tangan 60.000 320
Biaya timbangan 990.000 320
Biaya bakul 600.000 320
Biaya meja penjemuran 1.620.000 320
Biaya rak penjemuran 1.620.000 320
Biaya bangunan 13.618.371 320
18.508.371 8033 2.570.560
II Pelayuan
Biaya rak penyimpanan 648.000 981
Biaya sinar UV 21.437 981
Biaya nampan alumunium 570.000 981
Listrik dehumidifier 384.577 981
1.624.014 230 225.630
III Pengeringan I
Biaya sarung tangan 100.000 58
Biaya nampan alumunium 570.000 58
Biaya masker 75.000 58
Listrik dehumidifier 384.577 58
listrik oven 51.492 58
1.181.069 2.805 162.713
137
IV Pengeringan II
Biaya sarung tangan 100.000 175
Biaya nampan alumunium 570.000 175
Listrik dehumidifier 384.577 175
listrik oven 51.492 175
Biaya masker 75.000 175
1.231.069 975 170.576
V Penyinaran UV
Biaya sinar UV 21.437 34
Biaya nampan alumunium 570.000 34
Listrik dehumidifier 384.577 34
Rak UV 720.000 34
1.696.014 6.923 235.365
VI Pengemasan
Biaya sarung tangan 60.000 188
Biaya timbangan 990.000 188
Biaya plastik 3.728.750 188
Biaya bangunan 13.618.371 188
Listrik continous 70.960 188
Biaya kardus 590.400 188
Biaya mesin pengemas 2.500.000 188
Biaya kertas 100.000 188 15.984 3.004.992
21.658.481
VII Pendistribusian
Biaya kendaraan 12.500.000 188
Biaya bensin 350.000 188
12.850.000 9483 1.782.804
138
Lampiran 15. Sarana dan prasarana PPTK Gamboeng
a b
d
c
139
Keterangan Gambar:
a. Pabrik Teh Putih e. AWS (Automatic Weather Station)
b. Pabrik Teh Hijau & Teh Hitam f. Showroom
c. Laboratorium g. Display Room
d. Green House h. Kendaraan
f
e
e
g
h
140
Lampiran 16. Produk dan Jasa PPTK Gamboeng
Keterangan:
a. White tea Premium d. Teh hitam
b. White tea KW I & Unsorted e. White tea kaleng 50 g
c. Teh hijau f. Air mineral
a
e
b
e
c
e
d
e
f
e
e
e
141