ANALISIS PENERAPAN SARBANES-OXLEY ACT DALAM...
Transcript of ANALISIS PENERAPAN SARBANES-OXLEY ACT DALAM...
i
ANALISIS PENERAPAN SARBANES-OXLEY ACT DALAM
PENGENDALIAN INTERN SIKLUS PIUTANG DAN SIKLUS
PENDAPATAN USAHA
(Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Rian Widyotomo
NIM. 1111082000035
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Rian Widyotomo
2. Tempat, Tanggal Lahir : Batam, 30 Oktober 1993
3. Agama : Islam
4. Alamat : Komplek Unilever Jalan Meranti no. 14,
Pesanggrahan, Petukangan Selatan, Jakarta
Selatan
5. Telepon : 085285570318
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SD Bhayangkari 1 Medan Tahun 1999-2005
2. SMP Hang Tuah 2 Jakarta Tahun 2005-2008
3. SMA Negeri 90 Jakarta Tahun 2008-2011
4. S1 Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Tahun 2011-2015
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III. SEMINAR DAN TRAINING
1. Peserta pada “One Think, One Step, One Purpose is Accounting” Dialog
Jurusan dan Seminar Konsentrasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Peserta pada Seminar Nasional Accounting Fair 2014 “Kredibilitas
Seorang Akuntan dalam Menghadapi Perkembangan Perbankan Syariah di
Indonesia” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Peserta pada Seminar Penanggulangan HIV/AIDS “Let’s Avoid
HIV/AIDS with Legal Relationship” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”
vii
IV. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Joko Raharjo
2. Ibu : Anik Kristanti
3. Alamat : Komplek Unilever Jalan Meranti no. 14,
Pesanggrahan, Petukangan Selatan, Jakarta
Selatan
4. Anak ke Dari : 2 dari 5 bersaudara
viii
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out how is implementation of
sarbanes-oxley act in internal control of account receivable cycle and revenue
cycle, study in PT. Telkom Kalimantan Regional Division. This research used
interview and observation method to collect data needed to be analyzed . Analysis
method used is descriptive analysis.
The result indicates that internal control in PT. Telkom Kalimantan
Regional Division had been managed corresponding to SOX and risks appearing
in control mostly appear from external and not only from internal company so
that risks could not be removed totally and risks are just able to be minimized
with good services given by Telkom to consumers.
Keywords: Sarbanes-Oxley Act, Internal Control, Account Receivable Cycle,
revenue Cycle
ix
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan
sarbanes-oxley act dalam pengendalian intern siklus piutang dan siklus
pendapatan, studi pada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan. Penelitian ini
menggunakan metode wawancara dan observasi dalam memperoleh data yang
diperlukan untuk dianalisis. Metode analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengendalian intern pada PT.
Telkom Divisi Regional Kalimantan sudah dikelola sesuai dengan SOX dan
risiko-risiko yang muncul dalam pengendalian sebagian besar muncul dari
eksternal perusahaan dan tidak hanya dari internal perusahaan sehingga risiko-
risiko tersebut tidak dapat dihapuskan secara total dan hanya bisa diminimalisir
dengan layanan-layanan baik yang diberikan oleh Telkom kepada pelanggan.
Kata kunci: Sarbanes-Oxley Act, Pengendalian Intern, Siklus Piutang, Siklus
Pendapatan
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, tidak ada kata yang lebih tepat selain ucapan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ruang, waktu, kesehatan, dan
kesempatan bagi penulis dan atas semua limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis
Penerapan Sarbanes-Oxley Act dalam Pengendalian Intern Siklus Piutang
dan Siklus Pendapatan Usaha.”. Shalawat serta salam senantiasa selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah
memberikan teladan bagi semua umat manusia.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus dielesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, syukur
Alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan Allah SWT yang telah
anugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tuaku, ibunda Anik Kristanti dan ayahanda Joko Raharjo
tercinta atas segala kasih sayang, cinta, perhatian, semangat, dukungan,
dan doa yang tiada pernah henti, yang merupakan motivator terbesar di
hati peneliti sekaligus guru kehidupan penulis.
2. Abangku dan ketiga adikku, Cahyo Widyonarko, Danang Widyohandoyo,
Damar Widyohandoyo, dan Annisa Widya Sahara tersayang yang telah
memberikan semangat, motivasi, inspirasi, serta doa terbaiknya kepada
peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita dapat menjadi anak-
xi
anak yang membanggakan bagi kedua orang tua baik di dunia maupun di
akhirat kelak.
3. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yessi Fitri, SE., Msi., Ak., CA. selaku Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dr. Rini, Ak., CA. selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah
bersedia menyediakan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing
peneliti selama menyusun skripsi. Terima kasih atas segala masukan guna
penyelesaian skripsi ini serta semua motivasi dan nasihat yang telah
diberikan selama ini.
6. Ibu Atiqah, SE., MS., Ak. selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan, saran, motivasi, dan
bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala
bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini.
7. Bapak Arif selaku Senior Manager Financial & Payment Collection
Telkom Divisi Regional Kalimantan yang telah bersedia meluangkan
waktu, dan memberikan bimbingan selama saya melakukan penelitian ini
di Balikpapan. Terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu yang telah
diberikan.
8. Seluruh Dosen dan karyawan Univeritas Islam Negeri yang telah
memberikan ilmu dan bantuan kepada peneliti selama menuntut ilmu yang
menjadi bekal bagi peneliti serta motivasi yang tidak henti-henti diberikan
kepada peneliti.
9. Sahabat-sahabat peneliti yang selalu memberikan semangat, canda, tawa,
perhatian terbaik, ada dikala suka maupun duka, serta selalu mampu
menghibur peneliti. Terimakasih atas segala bantuan, dukungan,
pembelajaran, dan nasihat-nasihat yang membangun dari kalian, semoga
kita semua sukses di kemudian hari.
10. Sahabat seperjuangan seluruh keluarga akuntansi B angkatan 2011 dan
keluarga besar akuntansi angkatan 2011. Terima kasih telah menjadi
xii
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................ iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................... viii
ABSTRAK ..................................................................................................... ix
xiv
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xx
xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
1. 2 Perumusan Masalah ................................................................ 7
1. 3 Tujuan Penelitian .................................................................... 8
1. 4 Manfaat Penelitian . ................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10
2. 1 Piutang Usaha ......................................................................... 10
2. 1. 1 Pengertian Piutang Usaha ............................................ 10
2. 1. 2 Penilaian Piutang Usaha ............................................... 13
2. 2 Pendapatan .............................................................................. 14
2. 2. 1 Pengertian Pendapatan ................................................. 14
2. 2. 2 Pengakuan Pendapatan ................................................ 16
2. 3 Pengendalian Intern ................................................................ 18
2. 3. 1 Pengertian Pengendalian Intern................................... 18
2. 3. 2 Keterbatasan Pengendalian Intern .............................. 19
2. 3. 3 Peran dan Tanggung Jawab dalam
Pengendalian Intern .................................................... 21
2. 3. 4 Komponen Pengendalian Intern ................................. 23
2. 4 Sarbanes-Oxley Act ................................................................ 40
2. 5 SOX 404: Internal Control Over
Financial Reporting (ICOFR) ................................................ 42
xvi
2. 6 Penelitian Sebelumnya ............................................................ 53
2. 7 Kerangka Pemikiran ................................................................ 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 65
3. 1 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 65
3. 2 Sumber Data ........................................................................... 66
3. 3 Metode Pengumpulan Data .................................................... 67
3. 4 Metode Analisis Data ............................................................ 68
3. 5 Operasionalisasi Penelitian ................................................... 69
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................. 70
4. 1 Gambaran Umum Perusahaan ................................................ 70
4. 1. 1 Sejarah Singkat Perusahaan ....................................... 70
4. 1. 2 Visi dan Misi Perusahaan .......................................... . 73
4. 1. 3 Struktur Organisasi Perusahaan .................................. 74
4. 1. 4 Portfolio Bisnis Perusahaan ........................................ 80
4. 1. 5 Bisnis Proses SOX ...................................................... 88
4. 2 Analisis .................................................................................. 90
4. 2. 1 Tahapan-Tahapan Bisnis Proses
dalam Siklus Pendapatan ............................................. 90
4. 2. 2 Risiko beserta Pengendalian dalam
Proses Penagihan (Billing) hingga
Proses Penghapusan Piutang ....................................... 98
xvii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 110
5. 1 Kesimpulan ............................................................................ 110
5. 2 Saran ....................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 113
LAMPIRAN ................................................................................................ 115
xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1. 1 Skandal-Skandal Keuangan Besar yang Pernah Terjadi ........ 1
2. 1 Penelitian Sebelumnya ............................................................ 53
3. 1 Operasionalisasi Penelitian ...................................................... 69
4. 1 Risiko dan Pengendalian Proses Billing & Rating POTS ....... 98
4. 2 Risiko dan Pengendalian Proses Pengakuan Pendapatan ........ 101
4. 3 Risiko dan Pengendalian Proses Penerimaan Pendapatan ...... 103
xix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2. 1 COSO Internal Control Framework ....................................... 24
2. 2 Pemisahan Tugas ..................................................................... 31
2. 3 Kerangka Pemikiran ................................................................ 64
4. 1 Struktur Organisasi PT. Telkom .............................................. 77
4. 2 Struktur Organisasi Divisi Regional PT. Telkom .................... 78
4. 3 Entitas Anak PT. Telkom ........................................................ 79
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS .................................. 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang Masalah
Semasa terjadinya kasus Enron, WorldCom, Tyco International, Ltd.,
Adelphia Communications, dan skandal-skandal keuangan lain di awal tahun
2000, para stockholder, kreditor, dan investor lain di Amerika Serikat mengalami
kerugian jutaan atau dalam beberapa kasus mengalami kerugian milyaran dolar.
Hal ini memicu protes keras dari masyarakat dan Kongres Amerika Serikat
meresponnya dengan mengeluarkan undang-undang Sarbanes-Oxley Act pada
tahun 2002 (Reeve, Warren, & Duchac, 2012:392). Untuk lebih jelasnya,
skandal-skandal besar yang pernah terjadi pada perusahaan-perusahaan di
Amerika dan skandal-skandal keuangan besar yang terjadi pada akhir-akhir ini
akan dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 1. 1 Skandal-Skandal Keuangan Besar yang Pernah Terjadi
No. Kasus Tahun Deskripsi
1. Enron 2001
Pemegang Saham kehilangan $ 74
milyar, ribuan karyawan dan investor
kehilangan rekening pensiun mereka,
dan banyak karyawan kehilangan
pekerjaan mereka.
Berlanjut ke Halaman Berikut
2
Tabel 1. 1 Skandal-Skandal Keuangan Besar yang Pernah Terjadi (Lanjutan)
No. Kasus Tahun Deskripsi
2. WorldCom 2002
Aset meningkat sebanyak $ 11 milyar,
menyebabkan 30.000 pekerjaan hilang
dan $ 180 milyar kerugian bagi
investor.
3. Tyco
International 2002
CEO dan CFO mencuri $ 150 juta dan
laba perusahaan meningkat sebesar $
500 juta.
4. HealthSouth 2003
Angka laba diduga meningkat $ 1,4
milyar untuk memenuhi harapan
pemegang saham.
5. Freddie Mac 2003 Terdapat $ 5 miliar laba yang salah saji.
6. American
Insurance Group 2005
Penipuan akuntansi besar yang diduga
mencapai $ 3,9 miliar, bersama dengan
tawaran kecurangan dan manipulasi
harga saham.
7. Lehman Brothers 2008
Menyembunyikan lebih dari $ 50 miliar
pinjaman yang disamarkan sebagai
penjualan.
8. Bernie Madoff 2008
Ditipu investor dari $ 64,8 milyar
melalui skema Ponzi terbesar dalam
sejarah.
9. Satyam 2009 Mendorong pendapatan sebesar $ 1,5
miliar.
10. Olympus 2011 Mengubur kerugian sebesar $ 1,7
milyar selama 13 tahun
11. Tesco 2014 Melebih-lebihkan laba yang
diestimasikan sebesar £ 263 juta
12. Toshiba 2015 CEO Melebih-lebihkan laba sebesar £
780 juta dalam beberapa tahun
Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber
Skandal-skandal seperti yang telah dijelaskan di atas terjadi disebabkan
adanya kecurangan yang berasal dari internal perusahaan (manajemen), seperti
contoh kasus yang menyatakan target laba operasi secara berlebih yang dilakukan
3
oleh Chief Executive & Vice Chairman Toshiba. Menurut investigator
independen, Tanaka (Chief Executive Toshiba) dan Sasaki (Vice Chairman
Toshiba) telah menetapkan target laba operasi berlebih yang harus dicapai untuk
setiap kepala divisi. Dalam Toshiba, ada budaya perusahaan di mana seseorang
tidak bisa melawan keinginan atasan. Karena itu, ketika manajemen puncak
menyajikan “tantangan”, presiden divisi, manajer lini dan karyawan di bawah
mereka terus melakukan praktik akuntansi yang tidak pantas untuk memenuhi
target sesuai dengan keinginan atasan mereka. Oleh karena itu, dapat diambil
kesimpulan bahwa manajemen puncak Toshiba melakukan praktik kecurangan ini
dengan unsur kesengajaan dan sangat mudah bagi manajemen dalam melakukan
kecurangan untuk tidak terdeteksi oleh auditor (The Guardian Newspaper, 2015).
Dalam meminimalisir terjadinya fraud, regulator pasar modal Amerika
Serikat, atau yang biasa dikenal dengan US SEC (United States Securities and
Exchange Commissions) menetapkan bahwa seluruh perusahaan publik yang
listed di New York Stock Exchange (NYSE) diharuskan mengikuti sebuah
prosedur yang dibuat oleh US SEC yang mana di dalam prosedur tersebut
bertujuan untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan dan untuk meningkatkan
kepercayaan investor. Tidak hanya dalam laporan keuangan suatu perusahaan,
akan tetapi, berisi tentang peraturan-peraturan yang mengacu pada standar
pengendalian intern untuk perusahaan. Prosedur ini ini disebut dengan undang-
undang Sarbanes-Oxley Act (Peter, 2010).
Tujuan undang-undang Sarbanes-Oxley ini adalah mengembalikan
keyakinan dan kepercayaan publik terhadap laporan keuangan perusahaan serta
4
menjaga hak-hak dari pemegang saham suatu perusahaan. Untuk melakukan itu,
SOX menekankan pentingnya pengendalian intern yang efektif. SOX
mengharuskan perusahaan mempertahankan pengendalian intern yang kuat dan
efektif terhadap pencatatan transaksi dan pembuatan laporan keuangan.
Pengendalian seperti itu sangat penting karena dapat mencegah kecurangan dan
pembuatan laporan keuangan yang menyesatkan (Yesshy, 2010)
Pengendalian intern mempunyai peranan penting dalam suatu perusahaan
agar perusahaan dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui proses yang
seefektif dan seefisien mungkin. Pengendalian intern diharapkan dapat mencegah
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi yang akan menghambat operasional
perusahaan. SOX yang dikeluarkan oleh SEC berisi tentang prosedur dan sanksi
yang melibatkan pengendalian intern dalam suatu perusahaan. Pada 2003, The
Securities and Exchange Comission (SEC) mengimplementasikan Section 404 di
dalam SOX yang mana mengharuskan perusahaan untuk menguji prosedur-
prosedur yang mengawasi sistem internal yang memastikan laporan-laporan
keuangan yang akurat (Peter, 2010).
Dengan US SEC menerbitkan SOX, otomatis perusahaan-perusahaan yang
listed di NYSE harus mematuhi pernyataan-pernyataan yang ada di dalam SOX
itu sendiri. Indonesia memiliki BUMN yang namanya sudah listed di bursa efek
New York tersebut, BUMN tersebut yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
(Telkom). Sehingga PT. Telkom tidak hanya mematuhi peraturan dari Bapepam-
LK saja, akan tetapi, juga wajib mematuhi peraturan yang dibuat oleh US SEC
yang berupa undang-undang SOX. SOX mengharuskan pengendalian intern atas
5
pelaporan keuangan dan garansi dari manajemen PT. Telkom agar seluruh
informasi dalam laporan keuangan adalah akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk memenuhi persyaratan dari SOX, PT. Telkom
sudah mengadakan perbaikan intern melalui transformasi organisasi dan aplikasi
dari kebijakan Good Corporate Governance (GCG) (Laporan Tahunan PT.
Telkom, 2014). Pengendalian intern atas pelaporan keuangan ini sudah menjadi
prioritas untuk memperbaiki sistem (Reeve, Warren, & Duchac, 2012:393).
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (biasa disebut dengan PT. Telkom)
adalah satu-satunya BUMN telekomunikasi serta penyelenggara layanan
telekomunikasi dan jaringan terbesar di Indonesia. PT. Telkom melayani jutaan
pelanggan di seluruh Indonesia dengan rangkaian lengkap layanan telekomunikasi
yang mencakup sambungan telepon kabel tidak bergerak (POTS) dan telepon
nirkabel tidak bergerak, komunikasi seluler, layanan jaringan dan interkoneksi
serta layanan internet dan komunikasi data. PT. Telkom juga menyediakan
berbagai layanan di bidang informasi, media dan edutainment, termasuk cloud-
based and server-based managed services, layanan e-Payment dan IT enabler, e-
Commerce dan layanan portal lainnya (Laporan Tahunan PT. Telkom, 2014).
Salah satu yang berkontribusi dalam pendapatan terbesar dari layanan
yang diberikan oleh PT. Telkom adalah berasal dari layanan telepon kabel tidak
bergerak, atau yang biasa disebut dengan Plain Old Telephone Service (POTS),
Layanan telepon kabel tidak bergerak ini memiliki sebuah bisnis proses yang
mengacu pada SOX yang mana pada tahap awal memproses data-data dari
pelanggan yang akan berlayanan atau yang sudah berlayanan produk PT. Telkom
6
sebelumnya, yaitu dengan cara memelihara atau memutakhirkan parameter yang
berupa parameter tarif dan parameter numbering, dan juga dengan cara
memproses call data recording (CDR) dari pelanggan yang berlangganan.
Kemudian, kedua proses tersebut diproses dalam billing (penagihan) yang mana
jika sudah masuk dalam proses billing, selanjutnya, perusahaan akan mengakui
pendapatan dari piutang tersebut. Dalam proses ini akan kita ketahui piutang dari
Telkom akan bertambah, begitu pula akan menambah pendapatan dari telkom, dan
jika billing tersebut sudah dilunasi pada hari jatuh temponya, maka akan terjadi
aliran kas masuk yang berasal dari pengumpulan piutang usaha tersebut dan
proses ini masuk ke dalam penerimaan pendapatan dari POTS itu sendiri. Telkom
juga mengantisipasi adanya piutang yang tidak tertagih dari pelanggan yang
berlangganan layanan POTS. Telkom mengantisipasi piutang tidak tertagih
tersebut melalui proses penyisihan dan penghapusan piutang usaha dalam bisnis
prosesnya yang mana nantinya masuk pada proses klaim dan restitusi serta
berujung pada proses pencabutan sementara (isolir) atau pencabutan permanen
layanan karena permintaan pelanggan atau karena pelanggan yang tidak
membayar tagihan (Siklus Pendapatan POTS PT. Telkom, 2015).
Melihat dari penjelasan proses-proses siklus piutang dan pendapatan di
atas, kecurangan (fraud) atau salah saji (error) dalam suatu bisnis proses sangat
mungkin terjadi sehingga dapat merugikan perusahaan. Dalam hal ini, sistem
pengendalian intern menjadi penting karena piutang usaha sebuah perusahaan
merupakan bagian terbesar dari aset lancar serta menjadi salah satu bagian yang
cukup besar dari total aset perusahaan dan dapat mempengaruhi pendapatan
7
perusahaan. Kecurangan-kecurangan atau salah saji yang terjadi dalam bisnis
proses siklus piutang dan pendapatan ini dikategorikan sebagai risiko dalam siklus
yang harus dikelola Telkom yang dapat dikendalikan secara manual oleh entitas-
entitas yang berperan mengontrol bisnis proses atau secara terotomatisasi yang
diperankan oleh aplikasi yang keseluruhan proses ini termasuk dalam sistem
pengendalian intern dalam bisnis proses dan mengacu pada standar-standar dari
Sarbanes-Oxley Act yang terangkum dalam section 404 (Laporan Tahunan PT.
Telkom, 2014).
Dari penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh guna
mengetahui bagaimana sebenarnya penerapan Sarbanes-Oxley Act dalam
pengendalian intern piutang dan pendapatan usaha yang diterapkan pada PT.
Telkom Divisi Regional Kalimantan, sehingga peneliti tertarik untuk mengangkat
sebuah penelitian skripsi dengan judul : “Analisis Penerapan Sarbanes Oxley Act
dalam Pengendalian Intern Siklus Piutang dan Siklus Pendapatan Usaha (Studi
Kasus pada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan)”.
1. 2 Perumusan Masalah
Telkom dengan statusnya yang listed di NYSE, membuat Telkom harus
mematuhi peraturan dari US SEC sebagai regulator pasar modal di Amerika
Serikat. Dan skripsi ini menitikberatkan pada bagaimana pelaksanaan Sarbanes-
Oxley Act dalam pengendalian intern terhadap piutang dan pendapatan usaha yang
berfokus pada layanan telepon kabel tidak bergerak (POTS) pada PT. Telkom
Divisi Regional Kalimantan dengan mendasarkan rumusan masalah pada:
8
1. Bagaimanakah tahapan-tahapan dalam bisnis proses SOX yang diterapkan
oleh Telkom pada siklus piutang dan pendapatan layanan telepon kabel
tidak bergerak (POTS)?
2. Apakah penyebab risiko-risiko (risks) yang muncul dan bagaimanakah
pengendalian-pengendalian (controls) untuk meminimalisir risiko-risiko
(risks) yang berfokus pada penagihan (billing) piutang hingga penerimaan
pendapatan dalam siklus piutang dan pendapatan pada POTS?
1. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
1. Menjelaskan tahapan-tahapan dalam bisnis proses SOX yang diterapkan
oleh Telkom pada siklus piutang dan pendapatan layanan telepon kabel
tidak bergerak (POTS).
2. Mengetahui penyebab risiko-risiko (risks) yang muncul dan mengetahui
pengendalian (controls) yang dilakukan untuk meminimalisir risiko-risiko
(risks) yang berfokus pada penagihan (billing) piutang hingga penerimaan
pendapatan pada siklus piutang dan pendapatan pada POTS.
1. 4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti, perusahaan, serta
pihak lain yang membaca hasil penelitian ini sebagai berikut :
9
1. Bagi peneliti, untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang
berkaitan dengan Sarbanes-Oxley Act dalam pengendalian intern piutang
dan pendapatan usaha.
2. Bagi PT. Telkom, sebagai bahan informasi bagi pihak manajemen
mengenai pengendalian intern terhadap piutang usaha.
3. Bagi akademisi, memberikan referensi dan wawasan terhadap penelitian
akuntansi yang berhubungan dengan Sarbanes-Oxley Act dalam
pengendalian intern terhadap piutang dan pendapatan usaha dan bisa
dijadikan acuan untuk melakukan penelitian berikutnya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Piutang Usaha
2. 1. 1 Pengertian Piutang Usaha
Piutang usaha meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap entitas
lainnya, termasuk individu, perusahaan atau organisasi lainnya. Dalam kegiatan
perusahaan yang normal, biasanya piutang akan dilunasi dalam jangka waktu
kurang dari satu tahun sehingga digolongkan dalam aset lancar. Menurut Reeve,
Warren, & Duchac (2012:442) “Account receivable are normally expected to be
collected within a relatively short period, such as 30 or 60 days. They are
classified on the balance sheet as a current asset”.
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 1 yang diterbitkan IAI
(Ikatan Akuntan Indonesia) (2014), entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset
lancar, jika:
a. entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk
menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal;
b. entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan;
c. entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan
setelah periode pelaporan; atau
11
d. kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2: Laporan Arus
Kas) kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya
untuk menyelesaikan liabilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah
periode pelaporan.
Menurut IFRS (International Financial Reporting Standart) IAS 1 (Revised
2009) Precentation of Financial Statement “Account Receivable is amount owed to
the company for services performed or products sold but not yet paid for”.
Piutang usaha menurut Kieso, Weygandt, & Warfield (2011:347)
“Account receivable are oral promises of the purchaser to pay for goods and
services sold. They represent “open accounts” resulting from short-term
extensions of credit. A company normally collects them within 30 to 60 days”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa piutang adalah
klaim atas uang, barang, atau jasa kepada pelanggan, perusahaan, dan pihak-pihak
lainnya. Piutang masuk ke dalam aset lancar karena biasanya jangka waktu
pelunasan piutang bisa dalam 30 atau 60 hari atau kurang dari setahun. Dalam
transaksinya, piutang usaha bisa tidak diperkuat dengan janji tertulis yang mana
dalam janji pembayarannya hanya secara lisan saja. Akan tetapi, piutang usaha
juga dapat diperkuat dengan janji pembayaran tertulis secara formal dan
diklasifikasikan sebagai wesel tagih (notes receivable). Menurut Reeve, Warren,
& Duchac (2012:442) “Notes receivable are amount that customers owe for
which formal, writtent instrument of credit has been issued. As long as notes
12
receivable are expected to be collected within a year, they are normally classified
on the balance sheet as a current asset”.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa piutang usaha
(trade receivables) dapat diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya perjanjian
ke dalam dua kelompok, yaitu piutang usaha (account receivable) dan wesel tagih
(notes receivable). Selain piutang (account receivable) dan wesel tagih (notes
receivable), ada yang disebut dengan piutang non usaha (non-trade receivables /
other receivables). Piutang non usaha timbul dari transaksi selain penjualan
barang dan jasa kepada pihak luar. Piutang atau hal-hal lain yang termasuk non-
trade receivables menurut Kieso, Weygandt, & Warfield (2011:347), adalah:
a. Piutang kepada pegawai dan karyawan
b. Piutang kepada anak perusahaan
c. Deposito yang dibayar untuk menutupi kerusakan atau kehilangan yang
potensial
d. Deposito yang dibayar sebagai garansi dari kinerja atau pembayaran
e. Piutang dividen dan bunga
f. Klaim terhadap:
a) perusahaan asuransi
b) terdakwa
c) pemerintah untuk pengembalian pajak
d) pengangkut umum untuk barang-barang yang rusak atau hilang
e) kreditor untuk barang-barang yang dikembalikan, rusak atau hilang
f) pelanggan untuk item-item yang dikembalikan
13
Untuk non-trade receivables atau bisa pula disebut dengan other
receivables, biasanya perusahaan melaporkannya secara terpisah pada laporan
posisi keuangan. Menurut Reeve, Warren, & Duchac (2012:443) “Other
receivables are normally listed separately on the balance sheet. If they are
expected to be collected within one year, they are classified as current assets. If
collection is expected beyond one year, they are classified as noncurrent assets
and reported under the caption investments.”
2. 1. 2 Penilaian Piutang Usaha
Menurut Kieso, Weygandt, & Warfield (2011:350), perusahaan menilai
dan melaporkan piutang pada nilai kas yang dapat direalisasi (cash realizable
value), yaitu jumlah bersih yang diharapkan dalam penerimaan kas. Menentukan
cash realizable value memerlukan pengestimasian piutang yang tidak tertagih dan
pengembalian atau penyisihan yang diakui. Terdapat dua metode akuntansi untuk
mencatat piutang yang tidak tertagih, yaitu :
a. Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)
Dalam metode direct write-off ini, ketika perusahaan menentukan piutang
yang tak tertagih, maka akan menambah kerugian perusahaan dan masuk ke
dalam akun Bad Debt Expense. Bad Debt Expense akan menggambarkan
kerugian-kerugian aktual perusahaan sebagai akibat dari tidak tertagihnya piutang.
Jurnalnya adalah sebagai berikut:
14
Bad Debt Expense xxx
Account Receivable xxx
b. Metode Penyisihan (Allowance Method)
Metode allowance menggunakan pengestimasian berapa piutang yang tak
tertagih pada akhir periode. Metode ini memastikan perusahaan menyatakan
piutang pada laporan posisi keuangan pada nilai kas yang dapat direalisasi (cash
realizable value). Cash realizable value adalah jumlah bersih yang diharapkan
perusahaan pada penerimaan kas. Dalam metode ini, jumlah piutang tak tertagih
yang telah diestimasi mengurangi piutang dalam laporan posisi keuangan. Jurnal
untuk metode ini dibuat pada akhir periode dan termasuk ke dalam jurnal
penyesuaian, jurnalnya adalah sebagai berikut:
December 31
Bad Debt Expense xxx
Allowance for doubtful Accounts xxx
2. 2 Pendapatan
2. 2. 1 Pengertian Pendapatan
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 23 yang diterbitkan
IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) (2014), pendapatan adalah arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama suatu periode
jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari
15
kontribusi penanam modal. Pendapatan hanya meliputi arus masuk bruto dari
manfaat ekonomi yang diterima dan dapat diterima oleh entitas untuk dirinya
sendiri. Jumlah yang ditagih atas nama pihak ketiga, seperti pajak pertambahan
nilai, bukan merupakan manfaat ekonomi yang mengalir ke entitas dan tidak
mengakibatkan kenaikan ekuitas. Oleh karena itu, hal tersebut dikeluarkan dari
pendapatan.
Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) no. 3 yang
diterbitkan oleh Financial Accounting Standars Board (FASB), pendapatan
adalah arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva sebuah entitas atau pelunasan
kewajiban sebuah entitas (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode
tertentu yang dihasilkan oleh penyampaian atau produksi barang, pemberian jasa,
atau pelaksanaan aktivitas lain yang menjadi bagian dari operasi-operasi pusat
atau utama entitas yang sedang berjalan.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendapatan adalah
arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva sebuah entitas atau pelunasan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang mana peningkatan ini
dihasilkan oleh produksi barang, pemberian jasa, atau aktivitas lain yang menjadi
bagian dari operasi perusahaan dan kenaikan ekuitas ini bukan berasal dari
kontribusi penanam modal.
16
2. 2. 2 Pengakuan Pendapatan
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan no. 23 yang diterbitkan
IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) (2014), kriteria pengakuan pendapatan adalah
berbeda pada setiap transaksinya, yaitu dijelaskan sebagai berikut:
a. Penjualan Barang
Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut
dipenuhi:
a) entitas telah memindahkan risiko dan manfaat kepemilikan barang secara
signifikan kepada pembeli;
b) entitas tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan
kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian efektif atas
barang yang dijual;
c) jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
d) kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait dengan transaksi
tersebut akan mengalir kepada entitas tersebut; dan
e) biaya yang terjadi atau akan terjadi sehubungan transaksi penjualan
tersebut dapat diukur dengan andal.
b. Penjualan Jasa
Jika hasil transaksi yang terkait dengan penjualan jasa dapat diestimasi
dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui
dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil
transaksi dapat diestimasi dengan andal jika seluruh kondisi berikut ini dipenuhi:
17
a) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
b) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut dapat diperoleh entitas;
c) tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur
dengan andal; dan
d) biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya menyelesaikan transaksi
tersebut dapat diukur dengan andal.
c. Bunga, Royalti, Dividen
Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset entitas oleh pihak lain yang
menghasilkan bunga, royalti, dan dividen diakui atas dasar, jika:
a) kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut akan diperoleh entitas; dan
b) jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.
Pendapatan diakui dengan dasar sebagai berikut:
a) bunga diakui menggunakan metode suku bunga efektif seperti yang
dijelaskan di PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran paragraf 8 dan PA 17-20;
b) royalti diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang
relevan; dan
c) dividen diakui jika hak pemegang saham untuk menerima pembayaran
ditetapkan.
18
2. 3 Pengendalian Intern
2. 3. 1 Pengertian Pengendalian Intern
Pengendalian intern merupakan suatu aktivitas yang sangat penting dalam
suatu perusahaan. Pengendalian intern dapat membantu perusahaan dalam
mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Menurut
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) (Boynton & Johnson,
2006:391), pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh
aktivitas dewan komisaris, manajemen atau pegawai lainnya yang didesain untuk
memberikan keyakinan yang wajar tentang pencapaian tiga golongan tujuan
berikut ini :
a. Keandalan pelaporan keuangan
b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
c. Efektivitas dan efisiensi operasi
Menurut Romney & Steinbart (2006:229), pengendalian intern (internal
control) adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk
menjaga aset, memberikan informasi yang akurat dan andal, mendorong dan
memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan
kebijakan yang telah ditetapkan. Pengendalian intern melaksanakan tiga fungsi
penting, yaitu :
a. Pengendalian pencegahan (preventive control), yaitu mencegah timbulnya
suatu masalah sebelum mereka muncul. Contohnya, mempekerjakan
personil akuntansi yang berkualifikasi tinggi, pemisahan tugas yang
19
memadai, dan secara efektif mengendalikan akses fisik atas aset, fasilitas
dan informasi.
b. Pengendalian pemeriksaan (detective control), yaitu dibutuhkan untuk
mengungkap masalah begitu masalah tersebut muncul. Contohnya,
pemeriksaan salinan atas perhitungan, mempersiapkan rekonsiliasi bank
dan neraca saldo setiap bulan.
c. Pengendalian korektif (corrective control), dibutuhkan untuk memecahkan
masalah yang ditemukan oleh pengendalian pemeriksaan. Pengendalian ini
mencakup prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab
masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan, dan
mengubah sistem agar masalah di masa mendatang dapat
diminimalisasikan atau dihilangkan. Contoh dari pengendalian ini
termasuk pemeliharaan kopi cadangan (backup copies) atas transaksi dan
file utama, dan mengikuti prosedur untuk memperbaiki kesalahan
memasukkan data, seperti juga kesalahan dalam meyerahkan kembali
transaksi untuk proses lebih lanjut.
2. 3. 2 Keterbatasan Pengendalian Intern
Sistem pengendalian intern juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan
yang melekat, yang mana menjelaskan mengapa pengendalian intern hanya dapat
memberikan jaminan yang beralasan, tidak peduli sebaik apapun desain dan
operasi dari pengendalian intern tersebut. Dalam AU 319.16-18, Consideration of
Internal Control in a Financial Statement Audit (Boynton & Johnson, 2006:393),
20
keterbatasan atau kelemahan yang melekat pada sistem pengendalian intern antara
lain :
a. Kesalahan dalam pertimbangan
Kadang-kadang, manajemen dan personel lainnya dapat melakukan
pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam
melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak memadai, kendala
waktu, atau prosedur-prosedur lainnya.
b. Kemacetan
Kemacetan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi karena
personel salah memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat
kecerobohan, kebingungan, atau kelelahan. Perubahan sementara atau
permanen dalam personel atau dalam sistem atau prosedur juga dapat
berkontribusi pada terjadinya kemacetan.
c. Kolusi
Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan
suatu pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan lain,
konsumen atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan
sehingga tidak dapat dideteksi oleh pengendalian intern (misalnya, kolusi
antara tiga karyawan mulai dari departemen personel, manufaktur, dan
penggajian untuk membuat pembayaran kepada karyawan fiktif, atau
skedul pembayaran kembali antara seorang karyawan dalam departemen
pembelian dan pemasok atau antara seorang karyawan di departemen
penjualan dengan pelanggan).
21
d. Penolakan manajemen
Manajemen dapat mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis
untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi
mengenai kondisi keuangan suatu entitas yang dinaikkan atau status
ketaatan (misalnya, menaikkan laba yang dilaporkan untuk menaikkan
pembayaran bonus atau nilai pasar dari saham entitas, atau
menyembunyikan pelanggaran dari perjanjian hutang atau ketidaktaatan
terhadap hukum dan peraturan). Praktik penolakan (override) termasuk
membuat penyajian salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya
seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan
transaksi penjualan fiktif.
e. Biaya versus manfaat
Biaya pengendalian intern suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat
yang diharapkan untuk diperoleh. Karena pengukuran yang tepat baik dari
biaya dan manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus
membuat baik estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi
hubungan antara biaya dan manfaat.
2. 3. 3 Peran dan Tanggung Jawab dalam Pengendalian Intern
Menurut Committee of Sponsoring Organizations (COSO) (Boynton &
Johnson, 2006:394), setiap pihak di dalam organisasi memiliki suatu tanggung
jawab, dan merupakan bagian dari pengendalian intern suatu organisasi.
Tanggung jawab dari beberapa pihak dan perannya adalah sebagai berikut:
22
a. Manajemen
Tanggung jawab manajemen adalah mendirikan pengendalian intern yang
efektif. Secara khusus, manajemen senior seharusnya mengatur “tone at
the top” untuk kesadaran pengendalian dalam organisasi dan melihat
semua komponen dari pengendalian intern adalah pada tempatnya.
Manajemen senior yang memegang pimpinan unit-unit organisasi (divisi-
divisi) harus akuntabel untuk sumber daya dalam unit-unit mereka. CEO
dan CFO dari perusahaan-perusahaan publik harus membuat penilaian dari
kecukupan pengendalian intern atas laporan keuangan juga.
b. Dewan Direktur dan Komite Audit
Dewan direktur, sebagai bagian dari tanggung jawab pengelolaan dan
pengawasan umum, harus menentukan bahwa manajemen bertanggung
jawab untuk mendirikan dan memperbaiki pengendalian intern. Komite
audit mempunyai kepentingan peran pengawasan dalam proses pelaporan
keuangan.
c. Auditor Internal
Auditor internal harus menguji dan mengevaluasi kecukupan dari
pengendalian intern dari entitas secara periodik dan membuat
rekomendasi-rekomendasi untuk perbaikan. Mereka adalah bagian dari
komponen pengawasan dari pengendalian intern, dan pengawasan yang
aktif dari internal auditor mungkin memperbaiki keseluruhan lingkungan
pengendalian.
23
d. Personel Entitas lain
Peran dan tanggung jawab dari semua personel lain yang menyediakan
informasi, atau menggunakan informasi dari sistem yang memasukkan
pengendalian intern harus mengerti bahwa mereka mempunyai sebuah
tanggung jawab untuk mengkomunikasikan masalah-masalah dengan
ketidakpatuhan terhadap pengendalian-pengendalian atau tindakan-
tindakan yang ilegal yang mana mereka menjadi sadar terhadap tingkat
yang lebih tinggi dalam organisasi.
e. Auditor Independen
Ketika menjalankan prosedur-prosedur penilaian risiko, auditor
independen mungkin menemukan defisiensi dalam pengendalian intern
yang mana dia mengkomunikasikan ke manajemen dan komite audit,
bersamaan dengan rekomendasi-rekomendasi dan perbaikan-perbaikan.
Penerapan-penerapan ini adalah yang utama terhadap pengendalian
laporan keuangan dan termasuk tingkat yang lebih rendah dalam
pengendalian pemenuhan dan operasi.
2. 3. 4 Komponen Pengendalian Intern
Terdapat lima komponen pengendalian intern menurut COSO (Romney &
Steinbart, 2006:231-251), yaitu lingkungan pengendalian, aktivitas pengendalian,
penilaian risiko, informasi dan komunikasi serta pengawasan atau pemantauan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut:
24
Gambar 2. 1 COSO Internal Control Framework
Sumber: Metodologi ICOFR PT. Telkom
a. Lingkungan Pengendalian.
Inti dari bisnis apapun adalah orang-orangnya---ciri perorangan termasuk
integritas, nilai- nilai etika, dan kompetensi---serta lingkungan tempat
beroperasi. Mereka adalah mesin yang mengendalikan organisasi dan
dasar tempat segala hal terletak. Lingkungan pengendalian terdiri dari
faktor-faktor berikut ini :
a) Komitmen atas integritas dan nilai – nilai etika
Merupakan hal yang penting bagi pihak manajemen untuk
menciptakan struktur organisasional yang menekankan pada
integritas dan nilai-nilai etika. Perusahaan dapat mengesahkan
integritas sebagai prinsip dasar beroperasi, dengan cara secara aktif
mengajarkan dan mempraktikkannya. Pihak manajemen harus
mengembangkan kebijakan yang tertulis dengan jelas, yang secara
eksplisit mendeskripsikan perilaku yang jujur dan tidak jujur.
25
Kebijakan- kebijakan ini harus secara khusus mencakup isu-isu
yang tidak pasti atau tidak jelas, seperti konflik kepentingan dan
penerimaan hadiah.
b) Filosofi pihak manajemen dan gaya beroperasi
Filosofi pihak manajemen dan gaya beroperasi dapat dinilai dengan
cara menjawab pertanyaan berikut :
Apakah pihak manajemen mengambil risiko yang tidak
sepantasnya untuk mencapai tujuan perusahaan, atau apakah pihak
manajemen menilai potensi risiko dan penghargaan sebelum
bertindak?
Apakah pihak manajemen mencoba untuk memanipulasi ukuran-
ukuran kinerja seperti pemasukan bersih, agar kinerja dapat
terlihat dalam pandangan yang lebih baik?
Apakah pihak manajemen menekan para pegawai untuk mencapai
hasil apapun metode yang dipergunakan, atau apakah pihak
manajemen menuntut perilaku yang beretika? Dengan kata lain,
apakah pihak manajemen yakin bahwa hasil dapat membenarkan
cara?
c) Struktur organisasional
Struktur organisasional perusahaan menetapkan garis otoritas dan
tanggung jawab, serta menyediakan kerangka umum untuk
perencanaan, pengarahan, dan pengendalian operasinya. Aspek-
aspek penting struktur organisasi termasuk sentralisasi atau
26
desentralisasi otoritas, penetapan tanggung jawab untuk tugas-tugas
tertentu, cara alokasi tanggung jawab mempengaruhi permintaan
informasi pihak manajemen, dan organisasi fungsi sistem informasi
dan akuntansi. Struktur organisasi yang sangat kompleks dan tidak
jelas dapat menunjukkan masalah yang lebih serius.
d) Badan audit dewan komisaris
Seluruh perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange
harus memiliki komite audit yang secara keseluruhan terdiri dari
komisaris (pegawai) dari luar perusahaan. Komite audit
bertanggung jawab dalam mengawasi struktur pengendalian
internal perusahaan, proses pelaporan keuangannya, dan
kepatuhannya kepada hukum, peraturan dan standar yang terkait.
Komite tersebut bekerja dekat dengan auditor eksternal dan internal
perusahaan. Salah satu tanggung jawab komite ini adalah
menyediakan penyediaan independen atas nama pemegang saham
perusahaan, terhadap para manajer perusahaan. Peninjauan ini
berfungsi untuk memeriksa integritas manajemen dan
meningkatkan kepercayaan publik yang berinvestasi, atas
kesesuaian pelaporan keuangan.
e) Metode untuk memberikan otoritas dan tanggung jawab
Pihak manajemen harus memberikan tanggung jawab untuk tujuan
bisnis tertentu terhadap departemen terkait, serta kemudian
membuat mereka bertanggung jawab untuk mencapai tujuan
27
tersebut. Otoritas dan tanggung jawab dapat diberikan melalui
deskripsi pekerjaan secara formal, pelatihan pegawai, dan rencana
operasional, jadwal dan anggaran. Salah satu hal yang sangat
penting adalah peraturan yang menangani masalah seperti standar
etika berperilaku, praktik bisnis yang dapat dibenarkan, peraturan
persyaratan dan konflik kepentingan. Buku pedoman dan kebijakan
prosedur adalah alat yang penting untuk memgberikan otoritas dan
tanggung jawab. Buku pedoman tersebut menjelaskan tentang
kebijakan manajemen sehubungan dengan penanganan setiap
transaksi. Sebagai tambahan, buku pedoman tersebut
mendokumentasikan sistem dan prosedur yang dipergunakan dalam
proses transaksi. Termasuk didalammya akun organisasi, dan
kopi contoh berbagai formulir serta dokumen. Buku pedoman
tersebut membantu dalam referensi bagi para pegawai, dan alat
yang berguna dalam melatih pegawai baru.
f) Kebijakan dan praktik-praktik dalam sumber daya manusia
Kebijakan dan praktik-praktik mengenai pengontrakkan, pelatihan,
pengevalusaian, pemberian kompensasi, dan promosi pegawai
mempengaruhi kemampuan organisasi untuk meminimalkan
ancaman, resiko, dan pajanan. Para pegawai harus dipekerjakan
dan dipromosikan berdasarkan seberapa baik mereka memenuhi
persyaratan pekerjaan mereka. Data riwayat hidup, surat referensi,
dan pemeriksaan atas latar belakang, merupakan cara-cara yang
28
penting untik mengevaluasi kualifikasi para pelamar pekerjaan.
Program pelatihan harus membuat pegawai baru mengetahui
dengan baik tanggung jawab mereka, dan juga kebijakan serta
prosedur organisasi. Terakhir, kebijakan yang berhubungan dengan
kondisi bekerja, pemberian kompensasi, insentif bekerja, dan
kemajuan karir dapat merupakan dorongan yang kuat dalam
pelayanan yang efisian dan kesetiaan. Kebijakan pengendalian
tambahan dibutuhkan bagi para pegawai yang memilik akses ke kas
atau properti lainnya. Mereka harus diminta mengambil libur
tahunan, dan selama waktu tersebut, fungsi pekerjaan mereka harus
dilaksanakan oleh anggota staf lainnya. Banyak penipuan pegwai
yang ditemukan ketika pelaku tiba-tiba terhalang oleh sakit atau
kecelakaan yang memaksa mereka harus mengambil cuti. Rotasi
tugas secar periodik diantara pegawai utama dapat mencapai hasil
yang sama. Tentu saja keberadaan kebijakan semacam ini
menghalangi penipuan dan meningkatkan pengendalian internal.
Terakhir, jaminan asuransi kesetiaan para pegawai utama
melindungi perusahaan dari kerugian yang ditimbulkan oleh
tindakan penipuan yang disengaja oleh para pegawai yang diikat
tersebut.
g) Pengaruh- pengaruh eksternal
Pengaruh-pengaruh eksternal yang mempengaruhi lingkungan
pengendalian adalah termasuk persyaratan yang dibebankan oleh
29
bursa efek, oleh Financial Accounting Standards Board (FASB)
dan oleh Securities and Exchange Commission (SEC) termasuk
dalam pengaruh eksternal juga persyaratan peraturan lembaga,
seperti bank, sarana umum (utility), dan perusahaan asuransi.
Termasuk dalam contoh adalah ketentuan pengendalian internal
oleh Foreign Corrupt Practices Act yang dibuat oleh SEC dan
audit lembaga keuangan yang dibuat oleh Federal Deposit
Insurance Corporation (FDIC).
b. Aktivitas Pengendalian
Kebijakan dan prosedur pengendalian harus dibuat dan dilaksanakan untuk
membantu memastikan bahwa tindakan yang diidentifikasi oleh pihak
manajemen untuk mengatasi resiko pencapaian tujuan organisasi, secara
efektif dijalankan. Aktivitas-aktivitas pengendalian terdiri dari:
a) Otoritas transaksi dan kegiatan yang memadai
Para pegawai melaksanakan tugas dan membuat keputusan yang
mempengaruhi aset perusahaan. Oleh karena pihak manajemen
kekurangan waktu dan sumber daya untuk melakukan supervisi
setiap aktivitas dan keputusan, mereka membuat kebijakan untuk
diikuti oleh para pegawai, dan kemudian memberdayakan mereka
untuk melaksanakannya. Pemberdayaan ini disebut otoritas,adalah
bagian penting dari pengendalian dan prosedur organisasi. Otoritas
sering kali didokumentasikan sebagai penandatanganan, pemberian
30
tanda paraf, atau memasukan kode otoritas atas dokumen atau
catatan transaksi.
b) Pemisahan tugas
Pengendali internal yang baik mensyaratkan bahwa tidak ada
pegawai yang diberi tanggung jawab terlalu banyak. Pemisahan
tugas yang efektif dicapai ketika fungsi-fungsi berikut ini
dipisahkan :
Otoritas – menyetujui transaksi dan keputusan
Pencatatan – mempersiapkan dokumen sumber; serta
mempersiapkan laporan kinerja
Penyimpanan – menangani kas, memelihara tempat
penyimpanan persediaan, menerima cek yang masuk
dari pelanggan.
32
perlengkapan. Akan tetapi, dimasa sekarang ini, salah satu aset
terpenting perusahaan adalah informasi. Oleh sebab itu, harus
diambil langkah-langkah untuk menjaga baik aset berupa informasi
maupun fisik. Prosedur-prosedur berikut ini menjaga aset
pencurian, penggunaan tanpa otorisasi dan vandalisme :
Mensupervisi dan memisahkan tugas secara efektif
Memelihara catatan aset, termasuk informasi secara
akurat
Membatasi akses secara fisik ke aset ( mesin kas,
lemari besi, kotak uang, dan akses terbatas ke safe
deposit box kas, sekuritas, dan aset dalam bentuk surat-
surat berharga). Area penyimpanan yang terlarang,
dipergunakan untuk melindungi persediaan
Melindungi catatan dan dokumen
Mengendalikan lingkungan
Pembatasan akses ke ruang komputer, file komputer,
dan informasi
e) Pemeriksa Independen atas Kinerja
Pemeriksaan internal untuk memastikan bahwa seluruh transaksi
diproses secara akurat, adalah elemen pengendalian lainnya yang
penting. Pemeriksaan ini harus independen, karena pemeriksaan
umumnya akan lebih efektif apabila dilaksanakan oleh orang lain
yang tidak bertanggung jawab atas jalannya operasi yang diperiksa.
33
Berbagai jenis pemeriksaan independen didiskusikan dalam sub-
bagian berikut :
Rekonsiliasi dua rangkaian catatan yang dipelihara
secara terpisah
Salah satu cara untuk memeriksa keakuratan dan
kelengkapan catatan adalah merekonsiliasi catatan
tersebut dengan catatan lainnya yang seharusnya
memiliki saldo yang sama. Comtohnya, rekonsiliasi
bank memverifikasi bahwa akun pemeriksa telah sesuai
dengan laporan bank.
Perbandingan jumlah aktual dengan yang dicatat
Kas dalam laci mesin kas pada akhir pergantian staf
administrasi, harus sama jumlahnya dengan jumlah
yang dicatat dalam pita mesin kas. Seluruh persediaan
harus diitung paling tidak per tahun, dan hasilnya
dibandingkan dengan catatan persediaan. Barang-
barang berharga seperti perhiasan harus sering dihitung.
Pembukuan berpasangan
Jumlah debit harus sama dengan jumlah kredit untuk
memberikan kesempatan besar para pemeriksa internal.
Comtohnya, debit dalam penggajian mungkin
dialokasikan ke berbagai persediaan dan atau akun
beban, oleh departemen akuntansi biaya. Kredit di
34
alokasikan ke beberapa akun kewajiban untuk utang
upah dan gaji.
f) Peninjauan independen
Setelah seorang memproses sebuah transaksi, orang kedua kadang
kala meninjau pekerjaan orang pertama. Orang kedua memeriksa
keberadaan tanda tangan otorisasi yang memadai, meninjau
dokumen pendukung, dan memeriksa keakuratan bagian data yang
penting, seperti harga , jumlah, dan pemberian kredit.
c. Penilaian Risiko
Organisasi harus sadar dan akan berurusan dengan risiko yang
dihadapinya. Organisasi harus menempatkan tujuan, yang terintegrasi
dengan penjualan, produksi, pemasaran, keuangan, dan kegiatan lainnya,
agar organisasi beroperasi secara harmonis. Organisasi juga harus
membuat mekanisme untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengelola
risiko yang terkait. Akuntan memainkan peran yang penting dalam
membantu manajemen mengontrol bisnis dengan mendesain sistem
pengendalian yang efektif, dan mengevaluasi sistem yang ada untuk
memastikan bahwa sistem itu berjalan dengan efektif. Akuntan dapat
mengevaluasi sistem pengendalian intern dengan strategi manajemen
risiko, yang mana langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
35
a) Identifikasi ancaman
Strategis (contoh : melakukan hal yang salah)
Operasional (contoh : melakukan hal yang benar, tetapi
dengan cara yang salah)
Keuangan (contoh : adanya kerugian sumber daya
keuangan, pemborosan, pencurian atau pembuatan
kewajiban yang tidak tepat)
Informasi (contoh : menerima informasi yang salah
atau tidak relevan, sistem yang tidak andal, dan laporan
yang tidak benar atau menyesatkan)
Perusahaan yang menerapkan EDI (Electronic Data Interchange)
harus mengidentifikasi ancaman-ancaman yang akan diahadapi
oleh sistem tersebut, yaitu :
Pemilihan teknologi yang tidak sesuai. Perusahaan
mungkin pindah ke EDI sebelum pelanggan dan
pemasok siap.
Akses sistem yang tidak diotorisasi. Hackers dapat
menerobos sistem dan mencuri data atau menyabot
sistem.
Penyadapan transmisi data. Hacker dapat menyadap
transmisi data dan mengkopi transmisi,
mengacaukannya, atau menghalanginya untuk sampai
ke tempat tujuan.
36
Hilangnya integritas data. Kesalahan mungkin masuk
ke data karena kesalahan yang ditimbulkan oleh
software atau pegawai, masukan yang salah, transmisi
yang gagal, dan lain- lain.
Transaksi yang tidak lengkap. Komputer penerima
mungkin tidak menerima paket data yang lengkap dari
komputer pengirim.
Kegagalan sistem. Masalah software dan hardware,
pemadaman listrik, sabotase, kesalahan pegawai, atau
faktor-faktor lainnya, dapat menyebabkan sistem EDI
gagal atau tidak dapat diakses pada waktu tertentu
Sistem yang tidak kompatibel. Beberapa perusahaan
dapat mengalami kesulitan berinteraksi dengan sistem
yang lain karena sistem komputer yang tidak
kompatibel.
b) Perkiraan risiko
Beberapa ancaman menunjukan risiko yang lebih besar karena
probabilitas kemunculannya lebih besar.
c) Perkiraan pajanan ( Eksposure )
Resiko gempa bumi mungkin kecil, tetapi pajanannya dapat sangat
besar; gempa dapat menghancurkan perusahaan dan menyebabkan
kebangkrutan. Pajanan dari penipuan biasanya tidak sebesar itu,
37
karena kebanyakan penipuan tdak mengancam keberadaan
perusahaan.
d) Identifikasi pengendalian
Manajemen harus mengidentifikasi salah satu atau beberapa
pengendalian yang akan melindungi perusahaan dari setiap
ancaman.
e) Perkiraan biaya dan manfaat
Tidak ada sistem pengendalian internal yang dapat menyediakan
perlindungan anti penipuan terhadap seluruh ancaman dalam
pengendalian internal. Biaya atas sistem anti penipuan akan
menjadi halangan. Tujuan untuk mendesain sebuah sistem
pengendalian internal adalah untuk menyediakan jaminan yang
wajar bahwa tidak akan muncul masalah dalam sistem
pengendalian itu sendiri.
f) Menetapkan efektifitas biaya-manfaat (Cost-Benefit Effectiveness)
Dalam mengevaluasi biaya dan manfaat sutau pengendalian intern,
pihak manajemen harus mempertimbangkan faktor- faktor lain dari
luar faktor-faktor dalam perhitungan perkiraan manfaat.
Contohnya, apabila sebuah pajanan mengancam keberadaan sebuah
organisasi, mungkin akan berguna untuk mengeluarkan lebih
banyak uang daripada dengan yang ditunjukkan oleh analisis
biaya-manfaat, untuk meminimalkan kemungkinan matinya
organisasi tersebut.
38
d. Informasi dan Komunikasi
Di sekitar aktivitas pembelian terdapat sistem informasi dan komunikasi.
Mereka memungkinkan orang-orang dalam organisasi untuk mendapat dan
bertukar informasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan, mengelola dan
mengendalikan operasinya. Oleh karena itu, akuntan perlu memahami
bagaimana:
a) Transaksi diawali,
b) Data didapat dalam bentuk yang dapat dibaca oleh mesin,
c) File komputer diakses dan diperbarui,
d) Data diproses untuk mempersiapkan sebuah informasi, dan
e) Informasi dilaporkan ke para pemakai internal dan pihak eksternal.
Akuntan juga harus memahami catatan dan prosedur akuntansi, dokumen-
dokumen pendukung, dan akun laporan keuangan tertentu yang terlibat
dalam pemrosesan dan pelaporan transaksi.
e. Pengawasan
Seluruh proses harus diawasi dan perubahan dilakukan sesuai dengan
kebutuhan. Melalui cara ini sistem dapat beraksi secara dinamis, berubah
sesuai tuntutan keadaan. Pengawasan terdiri dari:
a) Supervisi yang efektif
Supervisi yang efektif mencakup melatih dan mendampingi
pegawai, mengawasi kinerja mereka, mengoreksi kesalahan, dan
melindungi asset dengan cara mengawasi pegawai yang memiliki
39
akses ke hal-hal tersebut. Supervisi merupakan hal yang penting
bagi organisasi yang tidak mampu melaporkan tanggung jawab
secara rinci, atau terlalu kecil untuk memiliki pemisahan tugas
yang memadai.
b) Akuntansi pertanggungjawaban
Sistem akuntansi pertanggungjawaban mencakup anggaran, kuota,
jadwal, biaya standar, dan standar kualitas; laporan kinerja yang
membandingkan kinerja yang aktual dengan kinerja yang
direncanakan, serta menunjukkan perbedaan signifikan; dan
prosedur untuk menyelidiki perbedaan yang signifikan dan
mengambil tindakan tepat pada waktunya untuk mengoreksi
kondisi-kondisi yang mengarah pada perbedaan tersebut.
c) Audit internal
Audit internal mencakup peninjauan ulang keandalan dan integritas
informasi keuangan dan operasional serta menyediakan penilaian
keefektifan pengendalian internal. Audit internal juga mencakup
penilaian kesadaran pegawai terhadap prosedur dan kebijakan
manajemen, hukum dan peraturan yang berlaku, serta
mengevaluasi efisiensi dan keefektifan manajemen. Berbeda
dengan auditor eksternal, para auditor internal menempatkan
penekanan yang besar pada pengendalian manajemen perusahaan;
sehingga mereka dapat mendeteksi waktu lembur yang berlebihan,
40
asset yang kurang digunakan, persediaan yang usang, penggantian
biaya perjalanan yang tidak diperlukan, anggaran dan kuota yang
terlalu longgar, pengeluaran modal yang kurang tepat, dan produksi
yang menjadi semakin lambat. Objektivitas dan keefektifan
memerlukan fungsi audit internal yang independen secara
organisasional dari fungsi akuntansi dan operasional. Misalnya,
kepala audit internal harus melapor ke komite audit dari dewan
komisaris, bukan kepada kontroler atau Chief Financial Officer.
2. 4 Sarbanes-Oxley Act
Undang-undang Sarbanes Oxley ini diprakarsai oleh Senator Paul
Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio), dan telah
ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada tanggal 20 Juli 2002.
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika Serikat
terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti: Enron,
WorldCom (MCI), AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup, Computer
Associates International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest
Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga melibatkan beberapa KAP
yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC
(Yesshy, 2010).
Menurut Rosenthal, Gleason, & Madura (2011), Sarbanes-Oxley Act, yang
ditandatangani oleh Presiden Bush pada 30 Juli 2002, berisi ketentuan yang
41
dimaksudkan untuk memastikan pengungkapan yang lebih akurat dari informasi
keuangan kepada investor. Tindakan-tindakannya adalah sebagai berikut:
a. Memberdayakan Public Company Accounting Oversight Board untuk
memeriksa kantor akuntan. Kantor akuntan dibebankan biaya tahunan, dan
dinilai oleh dewan setiap satu sampai tiga tahun. (Section 1)
b. Memungkinkan kantor akuntan publik untuk menawarkan konsultasi
layanan non-audit kepada klien audit hanya jika komite auditnya klien
menyetujui pra-layanan non-audit yang akan diberikan sebelum audit
dimulai. (Section 201)
c. Mencegah kantor akuntan publik mengaudit perusahaan klien yang CEO,
CFO, atau karyawan lain dengan deskripsi pekerjaan yang sama
dipekerjakan oleh perusahaan audit dalam satu tahun sebelum audit.
(Section 206)
d. Membutuhkan bahwa perusahaan menggunakan komite audit independen,
yang terdiri dari hanya satu anggota dewan luar, dan salah satu dari
anggota mereka harus menjadi seorang ahli keuangan. (Section 301,
Section 407)
e. Membutuhkan bahwa perusahaan dengan setidaknya $75 juta aset yang
mengajukan 10-Ks meningkatkan sistem pengendalian internal mereka
(ketentuan ini dilaksanakan sebagai 15 November 2004) (Section 404)
f. Membutuhkan bahwa CEO dan CFO perusahaan yang setidaknya pada
tingkat ukuran tertentu menyatakan bahwa laporan keuangan yang telah
42
diaudit akurat, dan mereka bertanggung jawab dalam verifikasi mereka.
(Section 302)
g. Membutuhkan dan meningkatkan pengungkapan lebih tepat waktu dalam
laporan keuangan, (terutama untuk item off-balance sheet). (Section 401)
h. Menentukan denda besar atau penjara bagi karyawan yang menyesatkan
investor atau menyembunyikan bukti. (Section 8, 9 dan 11)
i. Menyediakan penyitaan bonus jika laporan keuangan disajikan kembali.
(Section 304)
j. Menghilangkan pinjaman pribadi. (Section 402)
2. 5 SOX 404: Internal Control Over Financial Reporting (ICOFR)
Menurut SEC, SOX section 404 mengharuskan para manajer melaporkan
temuan-temuan mereka di dalam laporan manajemen yang spesial, dan auditor
dari luar meyakinkan ke penilaian manajemen dalam pengendalian-pengendalain
perusahaan. Menurut SEC, prosedur-prosedur section 404 dimaksudkan untuk
menolong perusahaan-perusahaan untuk mendeteksi kecurangan dalam pelaporan
lebih awal, dan dengan demikian untuk menghalangi kecurangan keuangan, dan
secara langsung memperbaiki keandalan dalam laporan-laporan keuangan (Peter,
2010).
Berdasarkan metodologi ICOFR PT. Telkom, SOX 404 mewajibkan
manajemen untuk menilai efektivitas pengendalian intern dalam rangka pelaporan
keuangan dalam laporan tahunannya. Untuk memenuhi ketentuan tersebut, baik
manajemen maupun eksternal auditor harus mematuhi sejumlah standar dan
43
persyaratan yang dibuat oleh Public Company Accounting Oversight Board
(PCAOB), antara lain “Auditing Standard No. 5 – An Audit of Internal Control
Over Financial Reporting That Is Integrated with An Audit of Financial
Statements” (AS5). Pengendalian intern atas pelaporan keuangan (ICOFR)
didefinisikan sebagai suatu proses yang dirancang dan dilaksanakan oleh
manajemen perusahaan untuk memberikan keyakinan yang memadai berkaitan
dengan keandalan laporan keuangan. Pengendalian intern atas pelaporan keuangan
(ICOFR) tidak dapat menjanjikan bahwa perusahaan akan mutlak tidak akan
mengalami kesalahan dalam penyajian laporan keuangannya yang bebas dari salah
saji material yang merupakan tujuan pengendalian oleh manajemen. Desain dan
pelaksanaan yang baik belum tentu bisa mencegah kesalahan-kesalahan yang akan
muncul. Keterbatasan ICOFR akan tetap ada karena dalam pelaksanaannya
ICOFR merupakan suatu proses yang melibatkan campur tangan manusia yang
rentan terhadap kecurangan (fraud) atau kesalahan (human error). ICOFR hanya
dapat meminimalkannya. Dalam rangka mewujudkan pengendalian intern yang
efektif, sesuai dengan rekomendasi US SEC, perusahaan harus menggunakan dan
mengacu pada suatu kerangka dasar pengendalian intern yang telah diakui secara
global sebagai pedoman untuk menjamin efektivitasnya. Dalam hal ini, Telkom
menggunakan COSO Framework, sebuah kerangka pengendalian intern yang
dikeluarkan oleh Committe of Sponsoring Organization of the Tradeway
Commission.
44
Ruang Lingkup
Berdasarkan metodologi ICOFR PT. Telkom, ruang lingkup pengendalian
intern atas pelaporan keuangan (ICOFR) dikelompokkan menjadi tiga dan
dijelaskan secara terperinci sebagai berikut:
1. Pengendalian intern tingkat entitas adalah pengendalian yang memiliki
dampak menyebar (pervasive) ke seluruh jajaran perusahaan, termasuk
juga dampak terhadap pengendalian intern tingkat transaksional.
Pengendalian intern tingkat entitas merupakan landasan bagi kerangka
pengendalian intern perusahaan. Meskipun pengendalian intern tingkat
entitas juga berperan dalam pencapaian tujuan operasional dan kepatuhan
terhadap peraturan/ ketentuan yang berlaku, dalam kaitannya dengan SOX
404, pengendalian intern tingkat entitas yang relevan adalah hanya
pengendalian intern tingkat entitas dalam rangka pelaporan keuangan.
Karena memiliki dampak pervasive, maka defisiensi (kekurangan)
pada pengendalian tingkat entitas, terutama yang berkaitan dengan
lingkungan pengendalian, umumnya memiliki peluang tinggi menjadi
kelemahan material (material weakness). Oleh sebab itu, seluruh
kemungkinan defisiensi pengendalian yang ada di tingkat entitas harus
diidentifikasi dan di remediasi secara benar dan tepat waktu. Upaya yang
dapat dilakukan oleh perusahaan untuk memperkokoh pengendalian intern
tingkat entitas antara lain adalah menciptakan lingkungan pengendalian
yang baik seperti perilaku teladan (tone at the top) dan komitmen
manajemen, melaksanakan program-program berkelanjutan mengenai
45
penerapan nilai etika dan pedoman perilaku (code of conduct), menetapkan
wewenang dan struktur organisasi yang jelas, serta upaya-upaya
pencegahan kesalahan (error) dan kecurangan (fraud) di setiap tingkat
organisasi perusahaan.
Pentingnya pengendalian intern tingkat entitas ini, dapat dijumpai
pada Auditing Standard no 5 (AS 5) dari PCAOB yang menyarankan
penggunaan pendekatan top-down dan risk based. Menurut PCAOB AS 5,
pendekatan top-down merupakan pendekatan yang disarankan dalam
rangka evaluasi pengendalian intern. Dengan menggunakan pendekatan
top-down, penguji dapat memfokuskan pengujian pada pengendalian-
pengendalian signifikan yang dapat memberikan dampak material
terhadap keandalan laporan keuangan perusahaan. Dalam kaitannya
dengan pendekatan top-down dan risk based, tim penguji harus
mempertimbangkan bagaimana dan apakah pengendalian tingkat entitas
mempengaruhi risiko melekat (inherent) terhadap ketidakakuratan dalam
akun-akun signifikan, kelompok transaksi, dan asersi yang dianggap
signifikan bagi keandalan laporan keuangan perusahaan. Dengan terlebih
dahulu berfokus kepada risiko melekat dan aspek-aspek dalam akun
signifikan yang mempengaruhi risiko ketidakakuratan laporan keuangan
dan pengaruh pengendalian intern tingkat entitas, diharapkan manajemen
dapat membuat strategi pengujian yang lebih efektif dengan memberikan
fokus pengujian hanya kepada area-area yang memiliki risiko signifikan.
Suatu pengendalian tingkat entitas yang kuat dan dapat berdampak
46
langsung terhadap efektivitas pengendalian di tingkat transaksional, akan
dapat mempengaruhi cakupan pengujian yang harus dilakukan. Tim
penguji akan lebih efektif dalam melakukan penilaian terhadap
kemungkinan terjadinya suatu kesalahan atau ketidakakuratan dalam
laporan keuangan dengan mempertimbangkan kombinasi antara faktor
kualitatif yang mempengaruhi risiko melekat dan dampak dari efektivitas
pengendalian intern tingkat entitas terhadap akun, proses atau kelompok
transaksi yang akan diuji:
Faktor kualitatif , seperti sifat dari akun dan tipe transaksi. Sebagai
contoh, suatu akun yang terdiri dari transaksi-transaksi yang
bersifat rutin, tidak kompleks dan homogen akan memiliki
kemungkinan kesalahan (error) yang rendah apabila dibandingkan
dengan suatu akun yang terdiri dari transaksi-transaksi yang
kompleks, sensitif terhadap kecurangan (fraud) dan melibatkan
proses estimasi atau judgment.
Suatu pengendalian tingkat entitas yang efektif dan dapat secara
langsung mempengaruhi pengendalian tingkat transaksional dapat
memberikan tingkat keyakinan (confidence) yang lebih tinggi
terhadap efektivitas pengendalian tingkat transaksional, dan dapat
mengurangi tingkat risiko kesalahan pada akun. Sebagai contoh,
adanya kebijakan dan prosedur yang relevan dan memadai, tingkat
supervisi manajemen yang tinggi, dan pemisahan fungsi yang
memadai dapat mempengaruhi tingkat keyakinan tim penguji atas
47
efektivitas pengendalian pada transaksi terkait dan mengurangi
tingkat risiko kesalahan (error) dan kecurangan (fraud) pada akun
terkait.
Menurut PCAOB AS 5 paragraph 23, terdapat beberapa sifat dan
tingkatan ketepatan (precision) dari pengendalian tingkat entitas:
Pengendalian tingkat entitas seperti lingkungan pengendalian,
memberikan dampak yang signifikan tetapi tidak langsung
(indirect) terhadap kemungkinan suatu kesalahan (misstatement)
dapat dideteksi atau dicegah secara tepat waktu. Akan tetapi
pengendalian tingkat entitas tersebut dapat mempengaruhi
pengendalian lain yang akan diuji dan mempengaruhi sifat, waktu
dan cakupan prosedur pengujian yang dilakukan terhadap
pengendalian lainnya.
Pengendalian tingkat entitas yang dapat berfungsi memantau
efektivitas pengendalian lainnya. Pengendalian tersebut dirancang
untuk mengidentifikasi pelanggaran atau kelemahan pengendalian
yang mungkin terjadi pada tingkat transaksional, tetapi tidak pada
tingkatan ketepatan yang dapat memberikan keyakinan bahwa
kesalahan (misstatement) terhadap asersi yang relevan, dapat
dideteksi atau dicegah secara tepat waktu. Pengendalian seperti ini,
apabila dilaksanakan secara efektif dapat mengurangi tingkat dan
cakupan pengujian pengendalian lainnya.
48
Pengendalian entitas yang dirancang untuk dapat memberikan
tingkatan ketepatan yang memadai untuk mendeteksi dan
mencegah kesalahan (misstatement) pada asersi laporan keuangan
yang relevan secara tepat waktu. Apabila pengendalian tingkat
entitas ini beroperasi secara efektif dan dapat memitigasi suatu
risiko kesalahan, maka tim penguji tidak perlu melakukan
pengujian tambahan terhadap pengendalian terkait dengan risiko
tersebut.
Tingkat risiko yang ada setelah mempertimbangkan faktor
kualitatif dan pengaruh efektivitas pengendalian tingkat entitas yang
relevan akan menjadi acuan dalam menetapkan tingkat kedalaman
(persuasiveness) pengujian yang harus dilakukan pada tingkat
transaksional. Apabila berdasarkan hasil analisa faktor kualitatif dan
pengaruh efektivitas pengendalian tingkat entitas tim penguji
menyimpulkan bahwa tingkat kedalaman (persuasiveness) pengujian yang
harus dilakukan dapat dikurangi, maka strategi pengujian dapat
mengandalkan pada hasil pengujian pengendalian tingkat entitas dan/atau
melakukan reperformance yang terbatas (limited reperformance) atas hasil
control self assessment.
Berdasarkan rekomendasi untuk menggunakan top-down and risk
based approach, maka manajemen perlu merencanakan dan melaksanakan
pengujian pengendalian intern tingkat entitas lebih awal dari pengujian
pengendalian tingkat proses, transaksi, dan aplikasi sehingga penyusunan
49
strategi dan ruang lingkup pengujian pengendalian tingkat proses,
transaksi, dan aplikasi telah mempertimbangkan efektivitas pengendalian
tingkat entitas. Pengendalian tingkat entitas IT dalam COBIT juga
menganut top-down approach dan level di bawah entitas dikenal dengan
tingkat aktivitas yang oleh PCAOB disebut sebagai ITGC (IT General
Control).
2. Pengendalian intern tingkat transaksional adalah pengendalian yang
dilakukan pada setiap proses bisnis yang berfokus pada akun-akun yang
signifikan dan proses serta transaksi terkait yang berpotensi terjadinya
kesalahan (error) atau kecurangan (fraud) yang berdampak pada kesalahan
saji pada laporan keuangan.
Pengendalian ini diwujudkan dalam bentuk kegiatan otorisasi,
verifikasi, rekonsiliasi dan kegiatan lainnya seperti upaya pencegahan dan
identifikasi terjadinya kesalahan dan kecurangan, serta upaya pengamanan
aset perusahaan. Pengujian atas pengendalian tingkat transaksional
merupakan serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mengukur
efektivitas rancangan dan pelaksanaan pengendalian intern pada tingkat
transaksional, baik yang berupa pengendalian manual maupun
pengendalian aplikasi.
3. Pengendalian intern berbasis teknologi informasi (IT Controls). Sarbanes-
Oxley Act mewajibkan manajemen perusahaan untuk bertanggung jawab
secara penuh terhadap pengembangan, pengevaluasian, dan pemantauan
sistem pengendalian intern yang efektif dalam rangka pelaporan keuangan.
50
Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari peranan teknologi informasi (TI)
yang sangat penting dalam mencapai tujuan di atas. TI mengotomatisasi
aktivitas proses bisnis dalam perusahaan, baik melalui sistem Enterprise
Resource Planning (ERP) yang terintegrasi ataupun sekumpulan sistem
aplikasi yang terpisah, yang akan berdampak pada keandalan data dan
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Berdasarkan CobIT, pengendalian berbasis TI meliputi:
a) IT Control Environment
Mencakup proses tata kelola TI (IT governance atau IT Entity
Level), seperti rencana strategis sistem informasi, proses
manajemen risiko TI, manajemen kepatuhan, kebijakan, prosedur
dan standar TI, serta pemantauan dan pelaporan aktivitas TI.
b) IT General Controls
IT General Control adalah pengendalian yang diperlukan untuk
mendukung berfungsinya pengendalian di tingkat aplikasi. Dibagi
menjadi empat kategori umum, yaitu:
Computer Operations
Proses pengendalian atas pengoperasian sehari-hari di lingkungan
komputer, meliputi definisi, akuisisi, instalasi, konfigurasi,
integrasi, dan pemeliharaan infrastruktur TI. Termasuk juga dalam
kategori ini adalah pengendalian yang terkait dengan penyediaan
layanan informasi TI, meliputi, pengelolaan service level,
pengelolaan atas organisasi jasa di luar perusahaan, system
51
availability, customer relationship management, pengelolaan
sistem dan konfigurasi, pengelolaan masalah dan insiden,
operations management, scheduling, dan pengelolaan fasilitas.
Access to Program and Data
Mencakup pengendalian atas aplikasi, database, dan jaringan
untuk memastikan bahwa akses hanya dilakukan oleh pihak yang
berwenang untuk menjaga integritas data.
Program Development
Pengendalian atas desain dan implementasi sistem untuk
memastikan bahwa persetujuan atas pengembangan sistem, proses
pengembangan, konfigurasi, dan migrasi sistem/program dilakukan
secara memadai.
Program Change
Pengendalian atas modifikasi sistem yang ada, baik aplikasi,
database, atau operating systems, untuk memastikan bahwa setiap
usulan perubahan telah disetujui pihak yang berwenang, diuji, dan
diimplementasi secara memadai.
Selain itu, COSO principle 14 mengenai informasi teknologi,
menambahkan bahwa dalam pengendalian intern berbasis teknologi
informasi meliputi pula:
Application Controls
Mencakup pengendalian di tingkat aplikasi untuk memastikan
kelengkapan dan keakuratan transaksi yang meliputi otorisasi,
52
validasi, dan pemrosesan, termasuk pengendalian manual yang
terkait dengan pengendalian aplikasi tersebut.
End-User Computing
Pengendalian atas spreadsheet dan aplikasi yang dikembangkan
oleh end user (script) yang mencakup input, logic, dan output.
Pengujian pengendalian dalam rangka kepatuhan terhadap
Sarbanes-Oxley Act harus juga mempertimbangkan pengujian atas
pengendalian berbasis TI.
53
2. 6 Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya mengenai “Penerapan Sarbanes-Oxley Act dalam Pengendalian Intern Siklus Piutang dan Siklus
Pendapatan Usaha”
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
1. Lukyta Saraswati dan I Ketut
Yadnyana.
Pengaruh Struktur Pengendalian
Intern terhadap Kelancaran
Pengembalian Kredit pada Koperasi
Simpan Pinjam di Kota Denpasar.
E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana. 2014: 122-134
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Kuesioner
Sampel: 34 koperasi
simpan pinjam
Tahun data: 2012
Metode analisis:
Regresi Berganda, Uji
Validitas, Uji
Reliabilitas, Uji Asumsi
Klasik
a. Lingkungan pengendalian, penilaian risiko,
informasi dan komunikasi, aktivitas pengendalian dan
pemantauan secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap kelancaran pengembalian kredit pada
Koperasi Simpan Pinjam di Kota Denpasar.
b. Lingkungan pengendalian dan informasi
komunikasi berpengaruh positif secara parsial terhadap
kelancaran pengembalian kredit pada koperasi simpan
pinjam di Kota Denpasar.
c. Penilaian risiko, aktivitas pengendalian, dan
pemantauan menunjukkan variabel tersebut tidak
berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit.
Berlanjut ke Halaman Berikut
54
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
2. Ruzanna Amanina.
Evaluasi terhadap Sistem
Pengendalian Intern pada Proses
Pemberian Kredit Mikro (Studi
pada PT. Bank Mandiri
(PERSERO) tbk. Cabang Majapahit
Semarang).
E-prints Universitas Diponegoro.
2011.
Jenis penelitian:
Kualitatif
Sumber data: Primer &
Sekunder
Sampel: 100 formulir
pemberian kredit Bank
Mandiri Cabang
Majapahit Semarang
Tahun data: 2009-2010
Metode analisis:
Deskriptif
Variabel lainnya: -
Penerapan pengendalian internal dalam pemberian
kredit mikro kurang lebih berjalan dengan baik
walaupun belum sepenuhnya, sedangkan dalam hal
keefektifan pengendalian intern, pengendalian
internnya sudah efektif.
Berlanjut ke Halaman Berikut
55
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
3. Eleonora Kontus, M. S.
Management of Account
Receivable in A Company.
ProQuest Documents Vol. 22. 2013
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Sekunder
Sampel: 120 perusahaan
di Kroasia
Tahun data: 2010
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variable lainnya: -
“Corporate model” dapat digunakan sebagai alat untuk
mempertimbangkan perubahan pada kebijakan kredit
dan untuk membuat penggunaan piutang usaha yang
optimum di dalam pesanan untuk mencapai
pengembalian maksimal di tingkat risiko yang
diterima.
Berlanjut ke Halaman Berikut
56
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
4. Philip Leitch dan Dawne
Lamminmaki.
Refining Measures to Improve
Performance Measurement of the
Accounts Receivable Collection
Function.
Journal of JAMAR.
2011
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Sekunder
Sampel: -
Tahun data: -
Metode analisis:
Analisis korelasi
Variable lainnya: -
Pemantauan yang akurat dan pengelolaan yang
semestinya dari piutang usaha adalah dimensi penting
dari manajemen keuangan di dalam organisasi
terhadap kredit penjualan.
Berlanjut ke Halaman Berikut
57
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
5.
Dumitrascu Mihaela dan Savulescu
Iulian .
Internal Control and Impact on
Corporate Governance, in
Romanian Listed Companies.
Journal of Eastern Europe Research
in Business & Economics.
http://www.ibimapublishing.com/jo
urnals/JEERBE/jeerbe.html.
2012
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Primer
dan Sekunder
Sampel: 44 perusahaan
yang terdaftar di
Bucharest Stock
Exchange
Tahun data: -
Metode analisis:
Statistik Deskriptif
Variable lainnya: -
Corporate Governance tidak akan efektif secara
keseluruhan tanpa adanya pengendalian intern yang
baik. Pengendalian intern atau corporate governance
tidak akan berkelanjutan dengan baik jika kedua
variabel tersebut berjalan dengan sendiri-sendiri.
Berlanjut ke Halaman Berikut
58
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
6. Siyanbola Trimisiu Tunji.
Effective Internal Control System
as Antidote for Distress in The
Banking Industry in Nigeria.
http://www.projournals.org/JEIBR.
2013
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Primer
Sampel: 56 pekerja dari
5 bank di Nigeria
Tahun data: -
Metode analisis: Uji t
Variable lainnya: -
Sistem pengendalian internal yang kuat harus dibatasi
untuk mengendalikan dan mencegah efek penipuan
dan kesalahan manajemen. Agar pekerjaan auditor
menjadi efektif dalam organisasi, ada setiap kebutuhan
bagi manajemen untuk menghormati pandangan dari
auditor, dalam upaya mereka terhadap pemantauan
efektivitas sistem pengendalian internal yang
ditetapkan. Sebuah situasi di mana rekomendasi
auditor internal tidak dihadiri oleh orang-orang yang
bertindak atas mereka dapat menyebabkan
penghapusan total pembentukan, tidak hanya bank.
Berlanjut ke Halaman Berikut
59
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
7. Putri Dwi Hapsari
Evaluasi Sistem Pengendalian
Internal atas Informasi Akuntansi
Pendapatan pada BMW Sales
Operation Surabaya
Journal of Brawijaya University
2012
Jenis penelitian:
Kualitatif
Sumber data: Primer
Sampel: -
Tahun data: -
Metode analisis:
Deskriptif
Vairabel lainnya: -
Dari segi pengendalian internal, dapat dikatakan
pengendalian internal atas siklus pendapatan telah
dilaksanakan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya SOP yang menjelaskan prosedur-prosedur
risiko-risiko beserta pengendaliannya. Struktur
organisasi yang dimiliki oleh perusahaan telah
menggambarkan adanya pemisahan tugas, wewenang
dan tanggung jawab yang jelas. Selain itu,
pengendalian atas aset, data dan informasi juga telah
dilakukan dengan cara menggunakan brankas,
membatasi akses ke gudang parts, menyimpan arsip-
arsip dalam filling cabinet, serta menggunakan user id
dan password untuk mencegah manipulasi data.
Berlanjut ke Halaman Berikut
60
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
8. Nur Fakhrur Razy
Analisis Pengendalian Internal atas
Siklus Pendapatan Jasa
(Studi Kasus Pada Hotel Griyadi
Montana Malang)
2012
Jenis penelitian:
Kualitatif
Sumber data: Primer
Sampel: -
Tahun data: -
Metode analisis:
Deskriptif
Variabel lainnya: -
Peneliti menilai dokumen yang digunakan oleh
perusahaan cukup efektif. Informasi atas rekaman
transaksi yang termuat dalam dokumen cukup
memberikan informasi yang berguna bagi pihak
manajemen dalam pengambilan keputusan. Selain itu,
apabila ditinjau dari segi model, dokumen yang
digunakan oleh perusahaan telah memperhatikan
dengan prinsip perancangan dokumen. Namun, untuk
segi pengarsipan dan distribusi dokumen serta laporan
menurut peneliti masih kurang begitu bagus. Karena
masih terdapat dokumen atau laporan yang tidak
mempunyai arsip, sehingga pihak yang diberi
wewenang untuk merekam terjadinya transaksi tidak
mempunyai arsip karena tindasan atas dokumen
didistribusikan untuk laporan bagi pihak manajemen.
Berlanjut ke Halaman Berikut
61
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan) No. Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
9. Leonard Rosenthal, Kimberly C.
Gleason and Jeff Madura
To be or Not To be Public: The Impact
of SOX
Quarterly Journal of Finance and
Accounting, Vol. 50, No. 2 (Spring
2011), pp. 25-53
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Sekunder
Sampel: 262 perusahaan
yang go private
Tahun data: 1999-2005
Metode analisis: Cross-
Sectional
Variable lainnya: -
Kami menemukan bahwa perusahaan lebih cenderung
untuk go private ketika mereka memiliki kepemilikan
CEO lebih tinggi. Kemungkinan go private juga
berbanding terbalik pada likuiditas baik sebelum dan
sesudah SOX. Kami menemukan bahwa perusahaan-
perusahaan yang lebih kecil dan menunjukkan
profitabilitas yang lemah pasca-SOX lebih mungkin untuk
go private.
Efek penilaian perusahaan yang go private dinilai sebelum
dan sesudah SOX. Perusahaan kecil yang go private
mengalami efek penilaian yang lebih besar pasca-SOX.
Perusahaan dengan kinerja pasar saham yang lemah
memiliki efek penilaian yang lebih baik pada pra dan
pasca-SOX. Secara keseluruhan, karakteristik perusahaan
go private dan persepsi go private telah berubah sejak
adanya UU Sarbanes-Oxley.
Berlanjut ke Halaman Berikut
62
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
10. Yesshy Nahampun
Pengaruh Undang-Undang Sarbanes
Oxley terhadap Pengendalian
Internal, Pengendalian Aplikasi dan
Laporan Keuangan pada Perusahaan
Jasa Telekomunikasi
2010
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Primer &
Sekunder
Sampel: -
Tahun data: -
Metode analisis:
Korelasi dan Regresi
Variabel lainnya: -
a. Terjadi hubungan antara UU SOX dengan
pengendalian internal.
b. Terjadi hubungan antara UU SOX dengan
pengendalian aplikasi.
c. Terjadi hubungan antara UU SOX dengan laporan
keuangan.
a. Terdapat pengaruh yang signifikan antara UU SOX
terhadap Pengendalian Internal.
b. Terdapat pengaruh yang signifikan antara UU SOX
terhadap Pengendalian Aplikasi.
c. Terdapat pengaruh yang signifikan antara UU SOX
terhadap Laporan Keuangan.
Berlanjut ke Halaman Berikut
63
Tabel 2. 1 Penelitian Sebelumnya (Lanjutan)
No Peneliti /Judul/ Sumber Metodologi Penelitian Hasil
11. Peter Iliev
The Effect of SOX Section 404:
Costs, Earnings Quality, and Stock
Prices
The Journal of Finance, Vol. 65,
No. 3 (JUNE 2010), pp. 1163-1196
Jenis penelitian:
Kuantitatif
Sumber data: Primer
Sampel: 301 perusahaan
yang listed di
NASDAQ
Tahun data: 2004
Metode analisis:
Regresi
Variabel lainnya: -
Pemenuhan terhadap section 404 menyebabkan
peningkatan signifikan biaya dan pendapatan
diskresioner yang lebih rendah untuk kedua
perusahaan domestik dan asing. Selanjutnya, pasar
bereaksi positif terhadap berita keterlambatan
pelaksanaan SOX dan negatif terhadap berita
penentuan regulator untuk melakukan proses
implementasi. Akhirnya, perusahaan yang mengajukan
MR mengalami return saham secara signifikan lebih
rendah selama periode pelaksanaan SOX. Secara
bersama-sama, hasil ini konsisten dengan pandangan
bahwa SOX Section 404 terbukti terlalu mahal bagi
perusahaan kecil.
Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber
64
2. 7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2. 3 Kerangka Pemikiran
Analisis Penerapan Sarbanes-Oxley Act dalam Pengendalian Intern Siklus
Piutang dan Siklus Pendapatan Usaha (Studi Kasus pada PT. Telkom Divisi
Regional Kalimantan)
Pentingnya Penerapan Sarbanes-Oxley Act dalam
Pengendalian Intern Siklus Piutang dan Siklus Pendapatan
Teori Piutang, Pendapatan, Sistem pengendalian Intern,
Sarbanes-Oxley Act Section 404
Metode Analisis : Deskriptif
Observasi
Wawancara
Dokumen Internal &
Eksternal
Siklus Pendapatan POTS
Bisnis Proses
Hasil Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
65
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengacu ke dalam pengendalian intern atas
pelaporan keuangan (ICOFR) pada tingkat transaksional yang di dalamnya
mencakup sistem pengendalian intern yang berpedoman pada kerangka
(framework) rancangan pengendalian intern yang dibuat oleh COSO. Penelitian
ini akan lebih terfokus pada aktivitas pengendalian pada sistem pengendalian
intern yang berfungsi untuk mengontrol siklus pendapatan yang mana di dalam
siklus pendapatan itu sendiri terdiri dari beberapa bisnis proses (bispro) SOX.
Siklus piutang dalam PT. Telkom tergabung menjadi satu dalam siklus
pendapatan. Karena siklus pendapatan dalam PT. Telkom sudah menggambarkan
secara rinci bagaimana proses billing hingga collection nya. Dalam siklus
pendapatan PT. Telkom, pendapatan terdiri dari sub siklus bisnis seperti siklus
pendapatan untuk pendapatan telepon kabel tidak bergerak (POTS), non POTS,
Flexi, Speedy, dan sebagainya.
Pemilihan siklus penelitian ini ditujukan pada siklus pendapatan untuk
POTS, karena pendapatan untuk POTS merupakan salah satu sumber pendapatan
yang terbesar di dalam PT. Telkom. Siklus pendapatan untuk POTS terdiri dari
bisnis proses yang dimulai dari A.01.04 (Pemeliharaan dan Pemutakhiran
Parameter) hingga bisnis proses A.01.11 (Isolir, Buka Isolir dan Cabut atas
66
Permintaan Sendiri Business & Corporate Customer). Siklus Pendapatan
berkaitan erat dengan section 404 dalam SOX mengenai pengendalian internal
atas laporan keuangan (ICOFR) dan prosedurnya diatur dalam PCAOB (Public
Company Accounting Oversight Board) Auditing Standard No. 5.
3. 2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan
data sekunder.
1. Data primer didapat dari hasil wawancara mendalam terhadap narasumber
langsung dari pihak-pihak yang berkepentingan di dalam perusahaan dan
data juga berasal dari dokumen-dokumen terkait yang juga bersumber
langsung dari dalam perusahaan. Wawancara dilakukan secara terstruktur
maupun tidak terstruktur yang ditujukan kepada senior manager di bidang
financial & payment collection, manager di bidang financial & payment
collection, dan karyawan yang terkait langsung dengan objek yang diteliti,
dan kegiatan observasi yang kemudian akan diolah peneliti.
2. Data sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan oleh seseorang,
dan bukan peneliti yang melakukan studi mutakhir. Data tersebut bisa
merupakan internal atau eksternal organisasi dan diakses melalui internet,
penelusuran dokumen, atau publikasi informasi (Sekaran, 2014). Dalam
penelitian ini, data sekunder yang digunakan berupa teori-teori yang
berkaitan dengan penelitian ini, struktur organisasi perusahaan, sejarah
singkat perusahaan, dokumentasi perusahaan, publikasi informasi melalui
67
internet berupa laporan tahunan 2014, dan jurnal-jurnal akuntansi yang
berkaitan dengan informasi dari perusahaan yang diteliti.
3. 3 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang perlu diuji kebenarannya, relevan dan
lengkap dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data dan informasi yang
digunakan adalah sebagai berikut :
1. Teknik wawancara, yakni dengan melakukan tanya jawab secara langsung
dengan pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian. Pertama,
dilakukannya wawancara tidak terstruktur yang bertujuan untuk membawa
beberapa isu pendahuluan ke permukaan supaya peneliti dapat
menentukan variabel yang memerlukan investigasi mendalam lebih lanjut
(Sekaran, 2014). Selanjutnya, dilakukan wawancara terstruktur untuk
mengidentifikasi masalah secara lebih mendalam (Sekaran, 2014). Pada
wawancara tidak terstruktur, peneliti menanyakan hal-hal yang berkaitan
dengan pengelolaan siklus piutang dan pendapatan yang dilaksanakan oleh
PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan untuk mengangkat isu-isu
penting dari kedua siklus tersebut, yang mana memunculkan sebuah bisnis
proses terkomputerisasi untuk mengelola kedua siklus tersebut. Lalu,
peneliti melakukan wawancara terstruktur untuk melakukan review secara
mendalam terkait hal-hal penting yang ada di dalam bisnis proses tersebut,
contohnya menanyakan tentang arti dari parameter beserta jenis-jenisnya,
lalu data apa yang disimpan dalam CDR, bagaimana terjadi klaim dan
68
restitusi, dan hal-hal penting lainnya yang terdapat dalam bisnis proses
tersebut sehingga memunculkan penjelasan yang rinci mengenai bisnis
proses untuk siklus piutang dan siklus pendapatan.
2. Teknik observasi, yakni dengan melakukan pengamatan terhadap kegiatan
ataupun prosedur kerja yang berhubungan dengan objek penelitian. Seperti
melakukan pengamatan bagaimana prosedur penerimaan piutang, prosedur
penginputan data, dan prosedur penagihan piutang dilaksanakan secara riil.
3. 4 Metode Analisis Data
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yang mengarah pada studi kasus terhadap suatu perusahaan. Penelitian
deskriptif dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan
karakteristik variabel yang diteliti dalam suatu situasi (Sekaran, 2014). Yang
mana studi kasus itu sendiri adalah analisis kontekstual dan mendalam terhadap
hal yang berkaitan dengan situasi serupa dalam organisasi (Sekaran, 2014).
Jadi, penelitian deskriptif yang mengarah pada studi kasus ini dilakukan
untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana pelaksanaan suatu sistem
pengendalian intern yang berpedoman pada Sarbanes Oxley-Act dalam siklus
piutang dan pendapatan dari PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan secara
objektif yang didasari pada aktivitas sesungguhnya dari sistem pengendalian
intern yang dilakukan sesuai dengan prosedur-prosedur dan fungsi-fungsi terkait
mengenai pengendalian intern siklus piutang dan pendapatan dalam PT. Telkom
Divisi Regional Kalimantan.
69
3. 5 Operasionalisasi Penelitian
Tabel 3. 1 Operasionalisasi Penelitian
No. Sumber Data Indikator
1. Wawancara
Apakah siklus piutang dan siklus pendapatan dikelola
sesuai SOX?
Apakah yang dimaksud dengan bisnis proses SOX?
Apakah arti dari istilah CDR, paramater, klaim dan
restitusi pada tahapan-tahapan bisnis proses dalam
siklus pendapatan POTS ?
Apa kesimpulan dan saran yang bisa diberikan
berkaitan dengan bisnis proses dalam siklus
pendapatan POTS yang mempunyai risiko beserta
pengendaliannya?
2. Observasi
Pihak-pihak yang menjalankan fungsi kontrol dalam
menangani risiko yang muncul
Beberapa prosedur penagihan piutang sesuai dengan
bisnis proses
Bagaimana proses pengisoliran jika adanya
permintaan dari pelanggan atau jika pelanggan belum
membayar tagihan
Penginputan tagihan yang masuk ke dalam bisnis
proses
Beberapa prosedur dalam proses klaim dan restitusi
70
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4. 1 Gambaran Umum Perusahaan
4. 1. 1 Sejarah Singkat Perusahaan
Berdasarkan laporan tahunan PT. Telkom tahun 2014, pada tanggal 23
Oktober 1856, pemerintahan kolonial Belanda melakukan pengoperasian layanan
jasa telegrap elektromagnetik pertama di Indonesia, yang menghubungkan
wilayah Jakarta (Batavia) dan wilayah Bogor. Peristiwa ini dianggap sebagai awal
sejarah Telkom dan menetapkan tanggal 23 Oktober sebagai hari jadi Telkom.
Pada tahun 1884 pemerintah kolonial Belanda membentuk badan swasta “Post en
Telegraafdienst” untuk menyediakan layanan pos dan telegrap. Lalu pada tahun
1906, Pemerintah Kolonial Belanda membentuk sebuah lembaga pemerintah yang
mengatur layanan pos dan telekomunikasi di Indonesia, bernama Jawatan Pos,
Telegrap, dan Telepon (Post, Telegraph en Telephone Dienst/ PTT). Tahun 1961,
status jawatan berubah menjadi Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN
Postel). Dan pada tahun 1965, pemerintah memisahkan jasa pos dan
telekomunikasi menjadi Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos & Giro) serta
Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telekomunikasi).
Pada tahun 1704, PN Telekomunikasi berubah menjadi Perusahaan Umum
Telekomunikasi Indonesia (Perumtel), yang melayani jasa telekomunikasi
71
domestik dan internasional, dan selanjutnya PT. Industri Telekomunikasi
Indonesia (PT. INTI) yang memproduksi perangkat telekomunikasi memisahkan
diri menjadi perusahaan independen. Pada tahun 1991, Perumtel berubah menjadi
perseroan terbatas dengan nama Perusahaan Perseroan (Persero) PT.
Telekomunikasi Indonesia (Telkom) berdasarkan PP No.25 Tahun 1991. Dari
periode inilah awal kegiatan usaha PT. Telkom dibagi dalam 12 Wilayah
Telekomunikasi (Witel) yang kemudian pada tahun 1995 ditata ulang menjadi
tujuh Divisi Regional (Divre), yaitu Divre I Sumatera, Divre II Jakarta dan
sekitarnya, Divre III Jawa Barat, Divre IV Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, Divre
VI Jawa Timur, Divre VI Kalimantan, dan Divre VII Indonesia Bagian Timur.
Pada 26 Mei 1995, Telkom bersama Indosat mendirikan Telkomsel. Lalu,
pada tanggal 14 November 1995, Telkom melakukan Penawaran Umum Perdana
saham (Initial Public Offering/ IPO) di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek
Indonesia) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Saham Telkom juga tercatat di NYSE
dan LSE dalam bentuk American Depositary Shares (ADS) dan publicly offered
without listing (POWL) di jepang. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan
Undang Undang Nomor 36/1999 tentang Penghapusan Monopoli
Penyelenggaraan Telekomunikasi yang berlaku efektif pada September 2000,
yang mana Undang-Undang ini memfasilitasi masuknya pemain baru sehingga
mendorong persaingan usaha di industri telekomunikasi.
Pada tahun 2001, Telkom mengakuisisi 35% saham Telkomsel dari
Indosat sebagai bagian restrukturisasi industri jasa telekomunikasi di Indonesia,
yang ditandai dengan penghapusan kepemilikan bersama dan kepemilikan silang
72
antara Telkom dengan Indosat. Dengan transaksi ini, Telkom mengendalikan
77,7% saham Telkomsel. Indosat kemudian mengambil alih 22,5% saham Telkom
di Satelindo dan 37,7% saham Telkomsel di PT Lintasarta Aplikanusa. Pada saat
yang bersamaan, Telkom kehilangan hak eksklusif sebagai satu-satunya operator
layanan telepon tetap di Indonesia. Lalu pada tahun 2002, Telkom melakukan
divestasi 12,72% saham Telkomsel kepada Singapore Telecom Pte, Ltd (SingTel
Mobile), sehingga Telkom memiliki 65% saham Telkomsel. Telkom membeli
seluruh saham Pramindo melalui tiga tahap, yaitu 30% saham pada saat
ditandatanganinya perjanjian jual-beli pada tanggal 15 Agustus 2002, 15% pada
tanggal 30 September 2003 dan sisanya 55% saham pada tanggal 31 Desember
2004. Pada tahun 2004, Telkom meluncurkan layanan sambungan langsung
internasional untuk telepon tidak bergerak dengan kode akses 007. Dan pada
tahun 2005, Satelit Telkom-2 diluncurkan untuk menggantikan seluruh layanan
transmisi satelit yang sebelumnya dilayani oleh Satelit Palapa B-4. Peluncuran ini
menjadikan jumlah satelit yang telah diluncurkan oleh Telkom menjadi delapan
satelit, termasuk Salelit Palapa A-1.
Telkom semakin melebarkan sayapnya, berturut-turut berawal pada tahun
2009, Telkom bertransformasi dari perusahaan Infokom menjadi perusahaan
penyelenggara TIME. Image baru diperkenalkan kepada publik dengan
menampilkan logo dan tagline Perseroan yang baru “the world in your hand”.
Lalu pada tahun 2010, proyek kabel serat optik bawah laut JaKaLaDeMa yang
menghubungkan Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Denpasar, dan Mataram telah
berhasil dirampungkan pada April 2010. Pada tahun 2011, dilakukan reformasi
73
infrastruktur telekomunikasi melalui proyek Telkom Nusantara Super Highway
yang menyatukan Nusantara mulai dari Sumatera hingga Papua, serta proyek True
Broadband Access yang menyediakan akses internet berkapasitas 20-100 Mbps
untuk pelanggan di seluruh Indonesia. Pada tahun 2012, Telkom meningkatkan
penetrasi broadband melalui pembangunan Indonesia Wi-Fi untuk merealisasikan
Indonesia Digital Network (“IDN”). Telkom melakukan perubahan portofolio
bisnis dari TIME menjadi TIMES untuk meningkatkan business value creation.
Pada tahun 2013, Telkom mulai beroperasi di tujuh negara termasuk Hong Kong-
Macau, Timor Leste, Australia, Myanmar, Malaysia, Taiwan, dan Amerika
Serikat. Dan pada tahun 2014, Telkom melalui entitas anak Telkomsel adalah
operator pertama di Indonesia yang meluncurkan layanan 4G secara komersial di
bulan Desember 2014.
4. 1. 2 Visi dan Misi Perusahaan
Berdasarkan laporan tahunan PT. Telkom tahun 2014, Visi dan Misi
tercantum dalam rencana jangka panjang perusahaan yang disetujui Dewan
Komisaris pada 30 Mei 2014 melalui Surat Keputusan Dewan Komisaris No
11/KEP/DK/2014/RHS dan perubahannya disetujui pada tanggal 31 Desember
2014 melalui Surat Keputusan Dewan Komisaris No 18/KEP/DK/2014/RHS.
Visi:
To become a leading Telecommunication, Information, Media,
Edutainment and Services (TIMES) player in the Region.
74
Misi:
1. Menyediakan layanan “more for less” TIMES.
2. Menjadi model pengelolaan korporasi terbaik di Indonesia.
Penjelasan Visi dan Misi:
Leading memiliki arti kinerja Telkom pada aspek finansial (pendapatan
dan laba) dan kapitalisasi pasar termasuk dalam kelompok operator
telekomunikasi unggulan (baik yang hanya memiliki portofolio telekomunikasi
maupun TIMES) di kawasan regional. Region memiliki arti kawasan Asia,
sehingga kinerja Telkom akan dibandingkan dengan para operator telekomunikasi
di kawasan Asia. More for Less adalah suatu model bisnis baru yang
mengutamakan benefit lebih tinggi dari harga. Model bisnis ini sering disebut
sebagai Paradox Marketing, yaitu memberikan benefit atau value yang lebih
banyak (more) dengan harga yang lebih rendah (for less). Kualitas layanan dan
pelayanan dikembangkan berdasarkan Telkom Quality System yang berbasis
standar internasional. Telkom melakukan pengelolaan bisnis dengan
menggunakan metode dan alat bantu terbaik yang diterapkan oleh perusahaan-
perusahaan kelas dunia sehingga diharapkan dapat menjadi perusahaan terbaik di
Indonesia dan role model bagi perusahaan lain.
4. 1. 3 Struktur Organisasi Perusahaan
Berdasarkan laporan tahunan PT. Telkom tahun 2014, Telkom sudah
mengadopsi sebuah pendekatan holding company ke dalam pengelolaan
korporasi, yang kami percaya akan menyediakan productive flexibility bagi
75
seluruh entitas bisnis kami sesuai dengan karakteristik masing-masing unit. Dalam
rangka implementasi pengelolaan korporasi dengan berkarakteristik holding
company, maka:
1. Peran corporate office difokuskan pada Corporate Level Strategy
(directing strategy, portfolio strategy dan parenting strategy).
2. Parenting style disesuaikan dengan karakteristik dan tingkat maturity
entitas bisnisnya.
3. Empowerment entitas bisnis sesuai dengan karakteristiknya.
Selain itu untuk mewadahi mekanisme pengelolaan parenting terhadap
seluruh portfolio kami secara Group, maka telah dibentuk Board of Executive
yang beranggotakan seluruh Direksi Telkom dan beberapa Chief of Business.
Chief of Business merupakan sebutan untuk posisi “senior business expert” yang
ditempatkan sejajar dengan Direksi Telkom untuk melaksanakan peran sebagai
penasehat dalam merumuskan keputusan-keputusan corporate level strategy,
mengupayakan harmonisasi hubungan antara entitas anak dengan Telkom sebagai
parent.
Direktorat Network, IT & Solution ("NITS")
Fokus pada pengelolaan Infrastructure Strategy and Governance, IT Strategy and
Governance, dan Solution serta pengendalian operasi unit-unit melalui Divisi IT
dan Service Solution, Divisi Network of Broadband, Divisi Wireless Broadband
serta Divisi Broadband.
76
Direktorat Innovation & Strategic Portfolio ("ISP")
Fokus pada pengelolaan Corporate Strategic Planning, Strategic Investment
Department, Synergy Department, Innovation Strategy dan pengendalian operasi
unit-unit: Divisi Digital Business dan Innovation and Design Center.
Direktorat Consumer Service ("CONS")
Fokus dalam pengelolaan Consumer Product Planning, Consumer Relationship
Management, Consumer Marketing & Sales dan Consumer Service Supervision.
Direktorat Enterprise & Business Service ("EBIS")
Fokus pada pengelolaan Marketing & Operation Alignment, Enterprise Business
Strategy, Enterprise Service, Business Service serta pengelolaan Divisi Enterprise
Services, Divisi Business Services dan Divisi Government Services.
Direktorat Wholesale & International Service ("WINS")
Fokus pada pengelolaan fungsi penanganan bisnis segmen wholesale dan
international, serta pengendalian operasional Divisi Wholesale Services.
Direktorat Human Capital Management ("HCM")
Fokus pada manajemen SDM Perusahaan serta penyelenggaraan operasional
SDM secara terpusat melalui unit Human Capital Center, Human Capital Policy,
Organization Development, Industrial Relations serta pengendalian operasi unit
Telkom Corporate University Center, Assessment Center Indonesia serta
Community Development Center.
77
Direktorat Keuangan ("KEU")
Fokus pada pengelolaan manajemen keuangan perusahaan melalui unit Corporate
Finance, Management Accounting, Investor Relations, Financial Logistic Policy,
Risk and Process Management serta mengendalikan operasi keuangan secara
terpusat melalui unit Finance, Billing and Collection Center dan Supply Center.
Gambar 4. 1 Struktur Organisasi PT. Telkom
Sumber: Laporan Tahunan PT. Telkom Tahun 2014
78
Dari gambaran keseluruhan struktur organisasi PT. Telkom di atas, Divisi
Regional dari 1-7 ditangani oleh EGM Divisi Regional masing-masing regional,
yang mana dikelola dalam Direktorat Consumer Service seperti yang tertera pada
gambar di atas, dan PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan itu sendiri masuk ke
dalam Divisi Regional yang ke-6. Berikut adalah struktur organisasi yang
diterapkan pada setiap Divisi Regional:
Gambar 4. 2 Struktur Organisasi Divisi Regional PT. Telkom
79
Sumber: Manual Organisasi Divisi Regional PT. Telkom
Selain itu, untuk menjalankan portofolio bisnis sesuai prinsip-prinsip good
corporate governance dan best practises, serta memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, Telkom Group membentuk Board of
Executive (“BoE”) yang mewadahi mekanisme parenting terhadap entitas anak.
Entitas anak dikelompokkan berdasarkan kategori bisnis selular yang dipimpin
Telkomsel, media dipimpin Telkom Metra, infrastruktur dipimpin Telkom Infra,
dan internasional dipimpin Telin
Gambar 4. 3 Entitas Anak PT. Telkom
Sumber: Laporan Tahunan PT. Telkom Tahun 2014
80
4. 1. 4 Portfolio Bisnis Perusahaan
Berdasarkan laporan tahunan PT. Telkom tahun 2014, sebagai perusahaan
BUMN penyelenggara terbesar jasa TIMES, Telkom melayani jutaan pelanggan
di seluruh Indonesia. Telkom membukukan pendapatan sebesar Rp82.967 miliar
pada tahun yang berakhir 31 Desember 2013 dan Rp89.696 miliar untuk tahun
yang berakhir 31 Desember 2014. Sampai dengan saat ini, secara historis, bagian
terbesar dari pendapatan usaha Telkom bersumber dari layanan terkait
telekomunikasi, data dan internet. Sebagai perusahaan penyelenggara TIMES,
Telkom terus mengupayakan inovasi di sektor-sektor selain telekomunikasi, serta
membangun sinergi di antara seluruh produk, layanan dan solusi. Converged
TIMES Portfolio Telkom merupakan bagian dari transformasi bisnis. Saat ini
Telkom memiliki 15 portofolio bisnis yang terdiri dari sembilan portofolio produk
dan enam portofolio customer. Portofolio bisnis Telkom dikelompokkan menjadi
beberapa lini bisnis sebagai berikut:
Bisnis Telekomunikasi
Portofolio bisnis telekomunikasi terdiri dari:
Fixed Services (fixed wireline services, fixed broadband, dan Wi-Fi)
Mobile Service (full mobility atau selular dan limited mobility atau fixed
wireless services)
Network and Infrastructure Services (interconnection (termasuk
internasional) traffic, network service, satellite dan tower)
81
Bisnis Informasi
Portofolio bisnis informasi terdiri dari:
Platform Service (Managed Application & System Integration, Business
Process Management, e-payment, premise integration, data center &
cloud, dan M2M (machine to machine)
Big Data
Ecosystem Solution (e-health, e-logistic, e-tourism, e-transportation, dan
e-governance)
Bisnis Media dan Edutainment
Portfolio bisnis media dan edutainment terdiri dari:
Digital Life
Digital Home
Digital Advertising
Bisnis Telekomunikasi
1. Fixed Wireline Services
Produk-produk dalam lini layanan sambungan telepon kabel tidak
bergerak adalah layanan Plain Old Telephone Services (“POTS”), layanan
nilai-tambah (“VAS”), layanan Intelligent Network (“IN”) dan layanan
Session Initiation Protocol (“SIP”). Layanan IN merupakan layanan
jaringan berbasis Internet Protocol (“IP”) yang terkoneksi dengan jaringan
telekomunikasi dan sistem exchange Telkom. Layanan SIP merupakan
82
layanan berbasis IP Multimedia Subsystem (“IMS”) yang memadukan
teknologi nirkabel dan kabel untuk komunikasi suara dan data. Di tahun
2014, Telkom melanjutkan program “More for Less” yang membantu
mempromosikan bisnis telepon kabel tidak bergerak dengan menawarkan
fixed broadband dan layanan IPTV sebagai bagian dari product bundling
Telkom.
2. Fixed Broadband
Merupakan layanan internet broadband non seluler yang menggunakan
teknologi ADSL dan kabel serat optik, dengan nama komersial “Speedy”
(Produk Speedy telah di re-branding menjadi “IndiHome” yang
merupakan layanan bundling triple play). Selain itu, Telkom juga
menyediakan layanan broadband internet Pay As You Used (on demand
internet) yaitu layanan internet broadband secara on-demand dengan
memanfaatkan akses Speedy maupun Wi-Fi dengan nama komersial
“Speedy Instan”.
3. Cellular Services
Telkom menyediakan jasa komunikasi seluler dengan teknologi GSM
melalui entitas anak, Telkomsel. Layanan voice dan SMS menjadi
kontributor terbesar bagi pendapatan konsolidasian di tahun 2014. Produk
dan layanan seluler yang Telkom tawarkan dibagi ke dalam dua layanan,
yaitu layanan pascabayar yang disajikan melalui produk kartuHalo, serta
layanan prabayar melalui produk simPATI, Kartu As dan Loop. Di tahun
2014, Telkomsel mengadopsi teknologi terbaru 4G untuk mobile devices.
83
Telkomsel juga meluncurkan “Loop” sebagai independent brand yang
secara spesifik menyasar segmen kaum muda dengan menawarkan
beragam paket data atraktif.
kartuHalo adalah layanan telekomunikasi pasca bayar untuk pasar
premium, profesional dan korporat. Pada 31 Desember 2014,
kartuHalo memiliki 2,9 juta subscribers, di bandingkan dengan 2,5
juta pelanggan pada 31 Desember 2013.
simPATI adalah layanan prabayar untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat menengah akan layanan telekomunikasi yang
berkualitas dalam bentuk starter pack dan voucher isi ulang. Brand
preposition Telkom adalah 'Discover Excitement'
Kartu As merupakan kartu prabayar dengan segmen pasar
menengah ke bawah, yang menawarkan harga yang lebih menarik.
Loop adalah layanan prabayar yang menargetkan segmen kaum
muda melalui penawaran paket data yang menarik. Pada tahun
2014, Telkom melanjutkan program pemasaran layanan seluler
untuk mempromosikan penjualan dan meningkatkan kesadaran
merek Telkomsel. Sebagai contoh, kartuHalo. Telkom berfokus
pada program loyalitas kami, seperti Poin Telkomsel, yang lebih
menarik bagi pelanggan. Telkom juga menyediakan insentif
kepada pelanggan Flexi melalui voucher yang bisa digunakan
untuk pembelian ponsel GSM secara tunai atau kredit. Telkom
percaya program promosi Telkomsel telah berhasil memperkuat
84
bisnis selular di Indonesia. Pelanggan seluler Telkom meningkat
dari 131,5 juta pada akhir 2013 menjadi 140,6 pada akhir 2014,
meningkat 6,9% atau 9,1 juta pelanggan.
4. Fixed Wireless Services
Layanan telepon nirkabel tidak bergerak, yang menggunakan teknologi
CDMA dengan merek "Flexi", bisnis-nya dipindahkan ke entitas anak,
Telkomsel, efektif per tanggal 1 Oktober 2014. Namun Telkom akan terus
melayani pelanggan Flexi yang belum bermigrasi hingga akhir tahun 2015,
setelah itu Telkom akan menghentikan layanan Flexi. Selama tahun 2014,
dengan strategi migrasi, Telkom terus mendorong pelanggan telepon tetap
nirkabel untuk masuk ke dalam rencana yang dioperasikan oleh
Telkomsel. Jumlah pelanggan telepon nirkabel tidak bergerak Telkom
terus menurun pada tahun 2014, dari sekitar 6,8 juta pada tanggal 31
Desember 2013 menjadi 4,4 juta pada 31 Desember 2014.
5. Interconnection Services
Telkom juga memperoleh pendapatan dari perusahaan operator
telekomunikasi lainnya yang memanfaatkan infrastruktur jaringan yang
luas di Indonesia, baik untuk panggilan yang berakhir atau hanya transit
melalui jaringan Telkom. Telkom juga membayar biaya interkoneksi
kepada operator telekomunikasi lain untuk penggunaan jaringan mereka
saat perusahaan menyambungkan panggilan dari pelanggannya. Layanan
interkoneksi yang Telkom berikan kepada perusahaan operator
85
telekomunikasi lainya terdiri dari layanan interkoneksi domestik dan
international.
6. Network Services
Telkom mengelola secara langsung penyediaan layanan jaringan bagi
pelanggan yang merupakan mitra usaha, pelaku bisnis maupun operator
telekomunikasi pemegang lisensi lainnya (“OLO”). Pelanggan layanan
jaringan Telkom dapat membuat perjanjian untuk memperoleh layanan
singkat seperti siaran beberapa menit atau perjanjian untuk jangka waktu
yang lama untuk periode layanan satu sampai lima tahun.
7. Satellite
Layanan satelit Telkom terdiri dari penyewaan kapasitas transponder
satelit untuk penyiaran dan operator VSAT, selular, SLI dan ISP, serta
menyediakan satelit stasiun bumi yang menghubungkan pengguna
domestik dan internasional. Mengingat peluang pasar dan terbatasnya
pasokan, Telkom berencana untuk memperluas bisnis satelit dengan
pembangunan Telkom-3S melalui pola kemitraan dengan mengakuisisi
slot orbit. Satelit Telkom-3S saat ini sedang dalam pengembangan.
Telkom mengelola layanan satelit melalui entitas anak, Metra dan
Patrakom.
8. Tower
Melalui anak perusahaan Telkom, Dayamitra, Telkom menyewakan space
bagi operator lain untuk menempatkan peralatan telekomunikasi-nya pada
tower yang Telkom miliki.
86
Bisnis Informasi
1. Layanan Platform, meliputi Pengelolaan Aplikasi dan Sistem Integrasi,
Manajemen Proses Bisnis, E-Payment, Premises Integration, Data Center
dan Cloud, Machine to Machine("M2M"). Pengelolaan Aplikasi dan
Sistem Integrasi menawarkan layanan berbasis cloud dan manajemen
berbasis server serta layanan konsultasi TI. Layanan Manajemen Proses
Bisnis menyediakan CRM, konsultasi analitik, jasa manajemen operasi
dan layanan enterprise shares. Layanan e-payment termasuk pembayaran
tagihan, pengiriman uang, e-money dan e-voucher. Premises Integration
memiliki berbagai penawaran produk yang meliputi perdagangan CPE dan
pengelolaan CPE, pengelolaan jaringan dan pengelolaan keamanan
jaringan. Data Center dan Layanan Cloud termasuk colocation server,
hosting, disaster recovery center, content delivery network center,
Infrastructures as a Service ("laas") (infrastruktur sebagai layanan, yang
menawarkan virtual server yang dapat dikonfigurasi dan penyimpanan)
dan Software as a Service ("SaaS") (software sebagai layanan, yang
menawarkan software berbasis cloud dan layanan IaaS). Untuk
melengkapi dan meningkatkan bisnis informasi, melalui entitas anak
Telkom Metra, Telkom membentuk joint venture pada tanggal 29 Agustus
2014 dengan Telstra untuk menyediakan layanan aplikasi jaringan untuk
perusahaan Indonesia, perusahaan multinasional dan perusahaan Australia
yang beroperasi di Indonesia. Usaha patungan tersebut akan fokus pada
87
empat bidang utama, yaitu managed network services, managed security
services, unified communications dan cloud solutions.
2. Big Data, meliputi mobile subscriber pattern analytic, churn prevention,
infrastructure site deployment recommendation, targeted digital
advertising, post call marketing dan analytic, M2M analytic, data
monetization for enterprise service providers serta sentiment analytic.
Telkom terus mengksplorasi peluang dalam menyediakan layanan di bisnis
ini.
3. Ecosystem Solution, meliputi layanan terkait e-tourism, e-gov, e-logistic,
e-education, e-health dan e-transportation. Telkom terus mengekplorasi
peluang dalam menyediakan layanan di bisnis ini.
Bisnis Media dan Edutainment
1. Digital Life, mengacu pada layanan konten digital (seperti musik dan e-
book), aplikasi dan games yang didistribusikan melalui aplikasi toko dan
toko online, pasar e-commerce, portal, e-radio dan internet berbasis
UseeTV.
2. Digital Home, mengacu pada pengembangan layanan konvergensi konten
media home multi-screen/device, dan multi-platform.
Layanan siaran televisi terdiri dari:
Pay TV, adalah layanan TV berbayar yang disiarkan melalui link
satelit dan menawarkan premium grade contents untuk berita,
olahraga, hiburan, dan lain-lain.
88
IPTV, adalah televisi berbasis Internet Protocol ("IPTV") dengan
nama komersial "UseeTV Kabel". Layanan ini digelar
menggunakan jaringan akses broadband Speedy, dan menawarkan
fitur "pause and rewind", fitur content video-on-demand, FTA TV,
TV premium, radio internet dan TV on-demand, yang
memungkinkan pemutaran konten program hingga tujuh hari
terakhir.
OTT TV (Over the Top TV) adalah layanan TV internet dengan
nama komersial "UseeTV" yang dapat diakses dari jaringan
internet Telkom, menawarkan konten gratis seperti program
videoon- demand, TV, radio internet, dan beberapa video berbayar.
Mirip dengan UseeTV kabel, OTT TV juga mampu
memungkinkan pemutaran content program hingga tiga hari
terakhir.
3. Digital Advertising, adalah layanan komersial untuk promosi produk atau
jasa pihak ketiga yang disajikan dalam media digital atau cetak, seperti
radio, televisi, internet, surat kabar, brosur/leaflet dan billboard.
4. 1. 5 Bisnis Proses SOX
Bisnis proses adalah suatu kumpulan aktivitas atau pekerjaan terstruktur
yang saling terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu atau yang
menghasilkan produk atau layanan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.Suatu
bisnis proses dapat dibagi menjadi beberapa subproses yang masing-masingnya
berkontribusi untuk mencapai tujuan dari subproses. Bisnis proses terdapat di
89
dalam setiap siklus yang dimiliki oleh perusahaan. Telkom memiliki 8 siklus yang
terdiri dari beberapa bisnis proses SOX di dalamnya. Keseluruhan dari bisnis
proses ini dikelola berdasarkan pedoman dari SOX yang juga menggunakan
kerangka COSO Internal Control Framework. Proses-proses ini digambarkan
dalam bentuk flowchart beserta dengan risiko (R01, R02, R03, dan seterusnya)
dan bagaimana pengendaliannya (C01, C02, C03, dan seterusnya). Bisnis proses
juga menggambarkan risiko-risiko manakah yang harus dikelola pada setiap divisi
baik dengan cara manual ataupun aplikasi. Di dalam Telkom, siklus-siklus yang
dikelola dengan bisnis proses SOX adalah sebagai berikut:
1. Siklus Pendapatan
2. Siklus Beban
3. Siklus Pengadaan dan aset tetap
4. Siklus Persediaan
5. Siklus Perpajakan
6. Siklus Perbendaharaan
7. Siklus Investasi/Divestasi
8. Siklus Pelaporan Keuangan
90
4. 2 Analisis
4. 2. 1 Tahapan-Tahapan Bisnis Proses dalam Siklus Pendapatan
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari PT. Telkom Divisi Regional
Kalimantan yang berupa siklus pendapatan POTS PT. Telkom rev. 020315, bisnis
proses SOX dari layanan telepon kabel tidak bergerak (Plain Old Telephone
Service - POTS) dalam siklus pendapatan PT. Telkom Divisi Regional
Kalimantan memiliki 8 proses penting dalam rangka mengelola piutang dan
pendapatan. Bisnis proses yang mengelola siklus ini bertujuan agar perusahaan
dapat mencapai tujuan dalam siklus pendapatan ini, yaitu meningkatkan collection
perusahaan agar pendapatan perusahaan pun ikut meningkat. Bisnis proses dalam
siklus pendapatan POTS ini secara bertahap dimulai dari A.01.04 (Pemeliharaan
dan Pemutakhiran Parameter), A.01.05 (Pemrosesan CDR POTS), A.01.06
(Billing & Rating POTS), A.01.07 (Pengakuan Pendapatan dan Piutang POTS),
A.01.08 (Penerimaan Pendapatan POTS), A.01.09 (Penyisihan dan Penghapusan
Piutang), A.01.10 (Klaim dan Restitusi POTS), dan proses terakhir A.01.11
(Isolir, Buka Isolir, Cabut atas Permintaan Sendiri Business & Corporate
Customer). Di bawah ini akan dijelaskan masing-masing proses beserta subproses
yang terdapat dalam siklus pendapatan PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan.
1.) Proses A.01.04: Pemeliharaan dan Pemutakhiran Parameter POTS
Proses pertama dalam siklus pendapatan PT. Telkom Divisi Regional
Kalimantan adalah proses pemeliharaan dan pemutakhiran parameter. Parameter
(biasanya disebut dengan tolak ukur) dalam Telkom digunakan untuk membuat
91
(create) nomor telepon bagi pelanggan yang akan baru berlangganan telepon
kabel tidak bergerak, parameter seperti ini disebut dengan parameter numbering.
Selain itu, parameter juga berguna untuk pemutakhiran tarif lama telepon kabel
tidak bergerak ke tarif baru bagi pelanggan yang sebelumnya telah berlangganan,
yang mana parameter ini disebut dengan parameter tarif. Di dalam proses ini,
pertama akan dilakukan pemutakhiran parameter tarif bagi pelanggan yang telah
berlangganan layanan POTS sebelumnya, lalu akan dilakukan proses
pemeliharaan parameter numbering, yang mana maksud dari pemeliharaan di sini
adalah mendata dan memastikan agar permintaan dalam pembukaan penomoran
baru bagi pelanggan yang akan berlangganan akan segera dibuat agar pelanggan
bisa secepatnya menikmati layanan POTS ini. Subproses akhir dari proses ini
adalah analisa A/B number reject, yaitu menganalisa penolakan penomoran yang
diminta karena tidak adanya kelengkapan informasi yang diberikan atas
permintaan penomoran (numbering) oleh pelanggan yang baru akan
berlangganan.
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.04:
A.01.04.01 Pemutakhiran Parameter Tarif
A.01.04.02 Pemeliharaan Parameter Numbering
A.01.04.03 Analisa A/B Number Reject
92
2) A.01.05: Pemrosesan CDR POTS
Call Data Recording (CDR) merupakan data percakapan pelanggan yang
disimpan dalam suatu sistem yang dimiliki oleh PT. Telkom, yang berguna untuk
menentukan besarnya tagihan telepon kepada pelanggan yang pada saat jatuh
periode pelanggan harus membayar tagihan telepon tersebut. Subproses dari
proses ini diawali dari pembentukan CDR dari panggilan-panggilan yang
dilakukan dari pelanggan satu ke pelanggan lain, lalu panggilan-panggilan
tersebut diakuisisi oleh sistem yang mana panggilan-panggilan tersebut ditransfer
ke sistem bernama CDC untuk kemudian dikonversi, lalu divalidasi oleh pihak
yang bertanggung jawab atas penanganan CDR ini seperti SGM Finance Billing,
Collection, and Settlement Center, dan subproses dari proses ini diakhiri dengan
reformat CDR jika CDR ada yang error.
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.05:
A.01.05.01 Pembentukan CDR
A.01.05.02 Akuisisi CDR
A.01.05.03 Konversi, Validasi, Reformat CDR
3) Proses A.01.06: Billing & Rating POTS
Subproses dalam proses ini diawali dengan adanya pre-billing, yaitu
subproses yang merekonsiliasi CDR untuk menilai adakah error dari CDR yang
diterima dan yang telah divalidasi pada proses sebelumnya, jika ada maka aplikasi
dari PT. Telkom, yang bernama I-SISKA akan menindaklanjuti adanya perbedaan
93
informasi CDR yang disebabkan oleh error tersebut. Lalu, aplikasi I-SISKA juga
berfungsi untuk memeriksa hasil global consumption, yaitu memeriksa
penggunaan layanan POTS secara keseluruhan berdasarkan parameter-parameter
yang sudah dibuat. Dari kedua subproses tersebut, terbentuklah billing yang
dibentuk dalam aplikasi I-SISKA yang dalam subprosesnya disebut dengan billing
production, dan billing yang telah terbentuk tersebut divalidasi oleh pihak yang
menangani proses ini. Kemudian, billing tersebut diekstraksi pada proses
selanjutnya.
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.06:
A.01.06.01 Pre-billing
A.01.06.02 Global Consumption
A.01.06.03 Billing Production
A.01.06.04 Validasi
4) Proses A.01.07: Pengakuan Pendapatan dan Piutang POTS
Subproses pada proses ini diawali dengan mengektraksi hasil billing dari
billing yang telah divalidasi pada proses sebelumnya. Billing diekstraksi dengan
cara mentransfer billing dari aplikasi I-SISKA ke aplikasi TREMS. Hasil
ekstraksi ini digunakan untuk mengetahui keseluruhan billing yang akan
ditagihkan ke pelanggan. Selanjutnya, ekstraksi data hasil billing tersebut akan
diposting ke dalam aplikasi bernama SAP agar selanjutnya bisa diolah dalam
siklus pelaporan keuangan.
94
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.07:
A.01.07.01 Ekstraksi Data Hasil Billing
A.01.07.02 Posting ke SAP
5) Proses A.01.08: Penerimaan Pendapatan POTS
Ekstraksi data hasil billing pada proses sebelumnya digunakan untuk
menginformasikan total billing yang akan dikirimkan ke pelanggan-pelanggan
yang berlayanan. Setelah billing dikirimkan ke pelanggan, pelanggan dapat
melakukan pembayaran dengan 3 cara, yaitu dengan cara:
a) Pelanggan membayar via host to host, yaitu pelanggan dapat membayar
billing melalui hubungan di dalam sebuah jaringan komputer yang terjadi
antar host. Pengenalan antar host adalah melalui alamat jaringan antar
komputer yang disebut dengan internet protocol (IP). Pada proses
pembayaran pelanggan via host to host, sistem yang dimiliki Telkom
secara otomatisasi mem-flag status pembayaran dengan status "bayar"
real-time saat terima pembayaran.
b) Pelanggan mentransfer ke rekening Telkom yang mana setelah
pembayaran, pelanggan harus menyertakan berkas pembayaran seperti
bukti transfer atau rekening koran ke Telkom. Selanjutnya, pihak yang
menangani proses ini membandingkan bukti transfer/ rekening koran
dengan data tagihan di aplikasi TREMS, jika sesuai maka pembayaran
tersebut akan di-input dengan status pembayaran (flag status “bayar”).
95
c) Pelanggan membayar via point to house, yaitu pelanggan membayar
dengan cara mendatangi petugas loket Telkom langsung dan membayar
billing secara langsung. Selanjutnya jika billing sudah terbayarkan,
petugas loket akan mem-flag dengan status “bayar”.
Selanjutnya, seluruh penerimaan pendapatan karena pembayaran-
pembayaran di atas akan diposting ke aplikasi SAP untuk kepentingan siklus
pelaporan keuangan.
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.08:
A.01.08.01 Penerimaan Pendapatan
A.01.08.02 Posting ke SAP
6) Proses A.01.09: Penyisihan dan Penghapusan Piutang Usaha POTS
Subproses pada proses ini diawali dengan adanya perhitungan penyisihan
piutang usaha yang menggunakan aplikasi bernama AR Provision Engine, yang
mana mengektraksi data billing yang telah dibayar oleh pelanggan dari TREMS,
lalu, menindaklanjuti jika terjadi error. AR Provision Engine ini juga
menjalankan proses perhitungan aging dan penyisihan piutang usaha dan
menampilkan report dari tahapan prosesnya. Lalu, TREMS mengekstraksi
kembali data hasil perhitungan aging dan penyisihan piutang usaha dari AR
Provision Engine dan menindaklanjuti jika terjadi error. Selanjutnya, masuk ke
dalam subproses penghapusan piutang usaha yang mana melibatkan berbagai
pihak yang bertanggung jawab untuk membuat rekap daftar piutang yang
96
diusulkan untuk dihapuskan, membuat nota dinas penghapusan piutang serta
membuat surat pengantar penyerahan piutang yang akan dihapuskan ke SGM
Finance, Billing, and Collection Center (SGM FBCC). Terakhir, adanya
subproses pencatatan penghapusan piutang usaha yang diawali surat persetujuan
penghapusan piutang dan eksekusi penghapusan piutang dari SGM FBCC, lalu
dibuatlah pengumuman ke pelanggan atas penghapusan piutang usaha mereka.
Semua proses ini diposting pula ke dalam SAP.
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.09:
A.01.09.01 Pencatatan Penyisihan Piutang Usaha
A.01.09.02 Penghapusan Piutang Usaha
A.01.09.03 Pencatatan Penghapusan Piutang Usaha
7) Proses A.01.10: Klaim dan Restitusi POTS
Subproses dalam proses ini diawali dengan adanya pengajuan klaim dari
pelanggan ke Telkom. Pelanggan bisa mengajukan klaim berupa klaim layanan
maupun klaim tagihan. Semua klaim dari pelanggan nantinya akan diproses oleh
pihak-pihak yang menangani kedua jenis klaim tersebut dengan cara menerima
dan mengevaluasi tagihan bulan yang diklaim, membuat hasil analisa klaim dan
membuat berita acara penyesuaian. Lalu, dilanjutkan dengan perhitungan restitusi
yang mana pihak dari Telkom memverifikasi perhitungan kompensasi dengan
membandingkan formula perhitungan kontrak dan menandatangani berita acara
97
restitusi. Selanjutnya, dibuatlah jawaban hasil keputusan klaim dan dikirimkan
kepada pelanggan apakah klaim dari pelanggan diterima atau ditolak.
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.10:
A.01.10.01 Pengajuan dan Analisis Klaim Layanan
A.01.10.02 Pengajuan Klaim Tagihan
A.01.10.03 Perhitungan Restitusi
A.01.10.04 Penyelesaian Klaim
8) Proses A.01.11: Isolir, Buka Isolir, Cabut atas Permintaan Sendiri
Business & Corporate Customer
Pada proses akhir ini, subproses diawali dengan adanya isolir
(pencambutan sementara) atau pencabutan secara permanen layanan POTS karena
adanya tagihan yang belum dibayarkan oleh pelanggan. Untuk isolir yang
diberikan ke pelanggan, pelanggan bisa membuka isolir tersebut jika pelanggan
telah membayar tagihan yang diberikan. Lalu, isolir atau cabut layanan juga bisa
diminta atas permintaan pelanggan sendiri untuk mengisolir atau mencabut
layanan POTS yang pelanggan gunakan. Pelanggan juga bisa membuka isolir atas
permintaan sendiri ini jika pelanggan sudah melunasi semua tagihan bulanan dan
menyatakan keinginan untuk berlangganan layanan POTS kembali.
98
Subproses yang dilakukan pada proses A.01.11:
A.01.11.01 Isolir atau Cabut
A.01.11.02 Buka Isolir
A.01.11.03 Pemrosesan Isolir atau Cabut atas Permintaan Sendiri
A.01.11.04 Buka Isolir atas Permintaan Sendiri
4. 2. 2 Risiko beserta Pengendalian dalam Proses Penagihan (Billing) hingga
Proses Penghapusan Piutang
Analisis ini berfokus kepada billing hingga penerimaan pendapatan dari
PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan. Oleh karena itu, analisis risiko beserta
pengendaliannya difokuskan hanya kepada 3 tahap bisnis proses, yang dijelaskan
seperti berikut:
Proses A.01.06: Billing & Rating POTS
Tabel 4. 1: Risiko dan Pengendalian proses Billing & Rating POTS
Subproses R Description C Description A/M Unit
Penanggung Jawab
A.01.06.01 Pre-billing
(1/1) R01
Data CDR yang Diterima I-SISKA tidak
lengkap
C01 Mereview dan
menandatangani hasil rekonsiliasi CDR
M –Manual MGR RETAIL
BILLING DATA MGT
99
R02 A/B number
tidak dikenali
CiSI09
Aplikasi menolak data A/B number yang tidak dikenal, dan
memindahkan hasilnya ke tabel
anomali A/B number reject
A –Application I-SISKA
CiSI23
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application I-SISKA
R03
Proses rating tidak lengkap (perbedaan
input dengan output)
C02 Mereview
kelengkapan hasil rating
M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS & BB BILLING
A.01.06.02 Global
Consumption (1/1)
R04
Proses global consumption tidak lengkap (perbedaan
data input dan output)
C03
Mereview pemeriksaan Global Consumption dan
menandatanganinya
M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS AND BB BILLING
CiSI22 Aplikasi menghapus Duplicate call secara
otomatis A –Application
I-SISKA
CiSI23
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application
R05 Tiket tidak
valid C04
Mereview report tiket dan
menandatanganinya M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS AND BB BILLING
A.01.06.03 Billing
Production (1/1)
R06
Hasil Proses Billing
Production tidak lengkap
dan tidak akurat
C05
Mereview hasil pemeriksaan billing
production dan menandatanganinya
M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS AND BB BILLING
CiSI23
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application I-SISKA
100
R07
Sub-sub proses pada proses billing
tidak dilaksanakan
dengan semestinya berurutan
(overall risk)
C06
Memeriksa check list proses billing untuk memastikan semua
tahapan proses dilaksanakan sesuai
urutan serta memarafnya
M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS AND BB BILLING
A.01.06.04 Validasi (1/1)
R08 Proses Validasi tidak lengkap
C07 Memeriksa check list
Validation serta menandatanganinya
M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS & BB BILLING
CiSI23
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application I-SISKA
Sumber: Diolah dari Siklus Pendapatan POTS PT. Telkom
Subproses yang ada pada proses ini ditangani oleh Manager Wireline
Access & Broadband Billing dengan tugasnya untuk mereview atau memeriksa
risiko ketidaklengkapan atau ketidakakuratan proses yang dijalankan dan
menandatanganinya. Subproses pada proses ini juga dikontrol oleh aplikasi
bernama I-SISKA untuk menolak akses oleh personil yang tidak mendapat
otorisasi atau tugasnya yang lain seperti menghapus duplicate call secara otomatis
pada subproses global consumption. Subproses pada proses ini lebih sering
memunculkan risiko yang berkenaan dengan kelengkapan dan keakuratan dari
proses yang dijalankan. Pada subproses pre-billing, biasanya terjadi risiko dalam
pengrekonsiliasian CDR. Dalam analisisnya, risiko ini akan menyebabkan
kesalahan yang sangat material, sebab pada saat rekonsilisiasi CDR, data-data
yang dibutuhkan untuk rekonsiliasi harusnya selalu lengkap setiap saat
dibutuhkan. Jika, pada saat dibutuhkan, data-data CDR tidak ada, maka proses
pengrekonsiliasian ini tidak akan bisa terjadi. Sama halnya dengan subproses
101
global consumption, billing production, & validasi, seharusnya risiko-risiko yang
berkenaan dengan kelengkapan sudah bisa diatasi pada setiap periodenya, karena
seperti yang dijelaskan di atas, akan sangat memungkinkan terjadinya kesalahan
yang material. Contoh, jika data-data berupa parameter yang dibuat tidak lengkap
dan akurat dalam subproses global consumption, maka akan menyulitkan aplikasi
dalam melanjutkan proses ke subproses billing production, sebab sama halnya
dengan CDR, parameter merupakan data awal yang sangat penting dalam
pembentukan billing. Lalu, pada subproses global consumption terjadi risiko-
risiko berkenaan dengan ketidaklengkapan hasil proses billing production pada
subproses billing production, risiko-risiko yang terjadi dalam subproses billing
production ini seharusnya tidak boleh terjadi karena jika hasil billing production
tidak lengkap, maka manajemen akan sulit untuk menentukan billing akan
ditagihkan ke pelanggan yang mana, dan otomatis akan merugikan perusahaan
karena perusahaan juga tidak akan menerima pendapatan dari pelanggan yang
belum bisa ditentukan untuk ditagih. Upgrade aplikasi I-SISKA dalam menangani
proses billing & rating ini harusnya selalu dilakukan agar aplikasi bisa
mendeteksi risiko secara tepat waktu dan pihak yang menangani proses ini juga
harus lebih diseleksi sesuai dengan kompetensinya menangani proses billing &
rating ini. Risiko-risiko yang masih sering terjadi pada proses billing & rating ini
jelas bertolak belakang pada standar SOX section 404 yang menjelaskan arti
penting dari pengendalian intern tingkat transaksional, pengendalian intern tingkat
transaksional mengharuskan perusahaan selalu mengevaluasi risiko-risiko yang
terjadi agar pada periode berikutnya risiko-risiko tersebut bisa dihapuskan yang
102
bertujuan untuk mengamankan aset perusahaan serta mencapai keefektivitasan
rancangan sistem pengendalian intern perusahaan. Jika risiko-risiko dalam proses
billing & rating ini terus muncul pada periode berikutnya dan tidak diminimalisir,
maka hal ini mengakibatkan dampak buruk & kerugian secara terus menerus bagi
perusahaan karena subproses ini merupakan subproses yang sangat material dalam
mempengaruhi subproses-subproses yang berikutnya akan dilaksanakan.
Proses A.01.07: Pengakuan Pendapatan POTS
Tabel 4. 2: Risiko dan Pengendalian Proses Pengakuan Pendapatan POTS
Subproses R Description C Description A/M Unit
Penanggung Jawab
A.01.07.01 Ekstraksi Data
Hasil Billing (1/1)
R01
Proses ekstrasi,
transfer, dan validasi tidak
lengkap
C01
Mereview hasil pemeriksaan ekstraksi
dan transfer serta menandatanganinya
M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS & BB BILLING/
MGR WIRELESS ACCESS &
BROADBAND BILLING
CTRE04 Sistem menampilkan
tahapan status proses A –Application TREMS
R02 Proses Posting tidak lengkap
C02 Mereview hasil
posting dan menandatanganinya
M –Manual
MGR WIRELINE
ACCESS & BB BILLING/
MGR WIRELESS ACCESS &
BROADBAND BILLING
CTRE20 Sistem akan menolak
double posting A –Application TREMS
CTRE28
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application TREMS
103
Sumber: Diolah dari Siklus Pendapatan POTS PT. Telkom
Subproses pada proses ini lebih sering berkenaan dengan munculnya risiko
pada proses posting yang tidak lengkap dan posting yang tidak balance ke dalam
SAP. Dalam pengendalian risikonya, risiko pada subproses ini ditangani oleh
Manager Wireline Broadband Billing/ Manager Wireless Broadband Billing yang
bertugas untuk mereview hasil posting yang tidak lengkap atau tidak balance serta
mereview ektraksi data hasil billing jika proses ekstraksi data hasil billing tidak
lengkap. Subproses pada proses pengakuan pendapatan ini, lebih banyak dikontrol
oleh aplikasi TREMS yang bekerja secara otomatisasi untuk menolak akses oleh
A.01.07.02 Posting ke SAP (1/1)
R03 Data yang
diposting tidak balance
CTRE05
Aplikasi secara otomatis menolak hasil running/input yang tidak balance
A –Application TREMS
CTRE28
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application TREMS
R04
Data yang diposting tidak
akurat dan atau tidak lengkap
C03
Mereview checklist dan log checking
balance item serta menandatanganinya
M –Manual
MGR PAYMENT INTERFACE OPERATION
CSAP71 Aplikasi akan
mengecek status data not posted
A –Application SAP
CTRE06
Aplikasi akan secara otomatis menolak
input data yang tidak lengkap (mandatory
fields)
A –Application TREMS
CTRE07 Terdapat status hasil reconcile key untuk siap transfer posting
A –Application TREMS
CTRE25
Aplikasi akan mengecek status data
not transferred dan not posted
A –Application TREMS
CTRE26 Aplikasi menghasilkan log checking balance
item A –Application TREMS
104
personil yang tidak memiliki otorisasi, menolak double posting, mengecek status
data not posted, dan pengendalian aplikasi lain yang dijalankan oleh TREMS pada
subproses dalam proses ini. Risiko-risiko yang terjadi pada subproses ekstraksi
data hasil billing tidak material karena jika risiko-risiko tersebut terjadi, kontrol
yang dilakukan akan mudah dalam menangani risiko-risiko tersebut. Contoh, pada
saat proses posting ke aplikasi TREMS tidak lengkap, Manager Wireline
Broadband Billing/ Manager Wireless Broadband Billing hanya perlu mereview
hasil posting dan mencari kekurangan data yang akan diposting. Sama halnya
dengan subproses posting ke SAP, aplikasi SAP sudah cukup baik dalam
menjalankan kontrolnya secara terotomatisasi dalam menangani data yang
diposting secara tidak lengkap, tidak akurat, atau tidak balance, contoh dengan
cara mengecek status data not transferred atau not posted dan menolak input data
yang tidak lengkap. Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan standar SOX
section 404 pada pengendalian tingkat transaksional, kontrol dalam subproses ini
sudah cukup baik dalam menangani risiko-risiko yang muncul serta dapat
meminimalisir risiko-risiko tersebut agar kemungkinan terjadinya risiko-risiko
tersebut sangat kecil untuk terjadi di masa mendatang.
105
Proses A.01.08: Penerimaan Pendapatan POTS
Tabel 4. 3: Risiko dan Pengendalian Proses Penerimaan Pendapatan POTS
Subproses R Description C Description A/M Unit
Penanggung Jawab
A.01.08.01 Penerimaan Pendapatan
(2/5)
R01
Penerimaan pendapatan
tidak tercatat atau tercatat tidak tepat waktu (flag
‘bayar’ tidak ter-update)
CIPC04
Otomatisasi status (flag) pembayaran
bayar real-time saat terima pembayaran
A –Application INTEGRATED
PAYMENT CONCENTRATOR
CTRE09
Aplikasi secara otomatis membentuk
reconcile key pada saat flagging
A –Application INTEGRATED
PAYMENT CONCENTRATOR
CTRE21
Sistem secara otomatis membuka isolir atas tagihan pelanggan yang
terisolir setelah ada pembayaran/flagging
yang dilakukan
A –Application INTEGRATED
PAYMENT CONCENTRATOR
R02
Pembayaran yang dicatat tidak akurat (yang dicatat tidak sama
dengan yang diterima dan
ditagih)
CIPC02
Informasi jumlah tagihan yang dibayar
tampil secara otomatis di ATM dan tidak
dapat diedit sehingga pelanggan harus membayar sesuai
dengan yang ditagih
A –Application INTEGRATED
PAYMENT CONCENTRATOR
R03
Pengkreditan piutang
pelanggan tidak akurat
(salah pelanggan)
CIPC03
Data pelanggan (nama & no.telepon pelanggan)
ditampilkan untuk konfirmasi sebelum
ATM/ CA memproses pembayaran dan
mengkredit piutang secara otomatis
A –Application INTEGRATED
PAYMENT CONCENTRATOR
106
A.01.08.01 Penerimaan Pendapatan
(3/5)
R04
Penerimaan pembayaran tercatat tidak akurat (yang dicatat tidak sama dengan yang diterima dan ditagih)
C01
Mereview Tel75 dengan bukti setor /
Rek Koran dan menandatanganinya
M –Manual
MGR BS COLLECTION/
MGR ES COLLECTION &
DEBT MGT - SEGMENT/
ASMAN PAYMENT
COLLECTION/ ASMAN SALES &
CUSTOMER CARE
CTRE09
Aplikasi secara otomatis membentuk
reconcile key pada saat flagging
A –Application
INTEGRATED PAYMENT
CONCENTRATOR / TREMS
R05
Input status pembayaran
dilakukan walaupun tidak ada
pembayaran
C01
Mereview Tel75 dengan bukti setor /
Rek Koran dan menandatanganinya
M –Manual
MGR BS COLLECTION/
MGR ES COLLECTION &
DEBT MGT - SEGMENT/
ASMAN PAYMENT
COLLECTION/ ASMAN SALES &
CUSTOMER CARE
CTRE28
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application
INTEGRATED PAYMENT
CONCENTRATOR / TREMS
R06
Status pembayaran
di-cancel setelah diinput
CIPC09 Status ‘bayar’ tidak
dapat diubah setelah closed harian
A –Application
INTEGRATED PAYMENT
CONCENTRATOR / TREMS
CTRE08
Status ‘bayar’ tidak dapat diubah setelah closed harian kecuali
oleh pihak yang berwenang
A –Application
INTEGRATED PAYMENT
CONCENTRATOR / TREMS
107
R07
Penerimaan pendapatan tidak meng-
update status isolir
CTRE21
Sistem secara otomatis membuka isolir atas tagihan pelanggan yang
terisolir setelah ada pembayaran/flagging
yang dilakukan
A –Application
INTEGRATED PAYMENT
CONCENTRATOR / TREMS
A.01.08.01 Penerimaan Pendapatan
(4/5)
R08
Penerimaan pembayaran tercatat tidak akurat (yang dicatat tidak sama dengan yang diterima dan ditagih)
CTRE06
Aplikasi menolak input data yang tidak
lengkap (mandatory fields)
A –Application TREMS
CTRE09
Aplikasi secara otomatis membentuk
reconcile key pada saat flagging
A –Application TREMS
CTRE11 Kuitansi tidak dapat dicetak tanpa status
bayar A –Application TREMS
CTRE28
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application TREMS
R09
Input status pembayaran
dilakukan walaupun tidak ada
pembayaran
CTRE08
Status ‘bayar’ tidak dapat diubah setelah closed harian kecuali
oleh pihak yang berwenang
A –Application TREMS
R10
Kuitansi (L11) dapat di-print tanpa status
bayar
CTRE11 Kuitansi tidak dapat dicetak tanpa status
bayar A –Application TREMS
R11
Penerimaan pendapatan tidak meng-
update status isolir
CTRE21
Sistem secara otomatis membuka isolir atas tagihan pelanggan yang
terisolir setelah ada pembayaran/flagging
yang dilakukan
A –Application TREMS
A.01.08.01 Penerimaan Pendapatan
(5/5)
R12
Ikhtisar pembayaran
berbeda dengan
C02
Mereview laporan hasil rekonsiliasi dan menandatanganinya
secara bulanan
M –Manual MGR BILLCOS PARTNERSHIP
108
rekening koran
CTRE06
Aplikasi menolak input data yang tidak
lengkap (mandatory fields)
A –Application TREMS
CTRE28
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application TREMS
A.01.08.02 Posting ke SAP (1/1)
R22 Data yang
diposting tidak balance
CTRE05 Aplikasi menolak hasil
running/input yang tidak balance
A –Application TREMS
R23
Data yang diposting tidak
akurat dan atau tidak lengkap
C09 Mereview checklist
dan menandatanganinya
M –Manual MGR PAYMENT
INTERFACE OPERATION
CSAP71 Aplikasi akan
mengecek status data not posted
A –Application SAP
CTRE06
Aplikasi menolak input data yang tidak
lengkap (mandatory fields)
A –Application TREMS
CTRE07 Terdapat status hasil reconcile key untuk siap transfer posting
A –Application TREMS
CTRE25
Aplikasi akan mengecek status data
not transferred dan not posted
A –Application TREMS
CTRE28
Aplikasi menolak akses oleh personil yang
tidak mendapat otorisasi
A –Application TREMS
Sumber: Diolah dari Pendapatan POTS PT. Telkom
Subproses pada proses ini lebih banyak dikontrol oleh aplikasi Integrated
Payment Concentrator dalam menangani risiko-risiko yang muncul pada proses
ini. Risiko yang muncul biasanya berupa proses flagging pembayaran yang
terotomatisasi tidak ter-update di saat pelanggan telah melakukan pembayaran.
Kontrol yang dilakukan oleh aplikasi, tidak hanya dikontrol oleh Integrated
Payment Concentrator, akan tetapi juga dikontrol oleh TREMS seperti mengontrol
109
terjadinya risiko tidak ter-update nya status isolir pelanggan. Subproses pada
proses ini juga mengontrol data yang tidak ter-posting dengan menggunakan
aplikasi SAP. Keseluruhan pengendalian ini, juga tidak lepas dari kontrol manual,
yaitu kontrol yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam
menangani proses penerimaan pendapatan ini seperti Manager Bilcoss
Partnership, Manager Payment Interface Operator, atau Asman Sales & Cutomer
Care. Dalam subproses ini, aplikasi Integrated Payment Concentrator berperan
baik dalam menangani subproses penerimaan pendapatan ini dan kontrol-kontrol
yang dilakukan oleh Integrated Payment Concentrator ini sudah secara
menyeluruh menangani risiko otomatisasi flagging baik di saat pelanggan telah
melakukan pembayaran sesuai dengan tagihan yang ditagih ataupun pelanggan
belum melakukan pembayaran, terlebih dibantu dengan aplikasi TREMS dalam
pembatasan akses serta aplikasi SAP dalam hal posting data dalam subproses ini.
Kontrol-kontrol manual dengan cara mereview bukti-bukti pembayaran dari bukti
fisik dan dibandingkan dengan bukti pembnayaran yang terdata di aplikasi
perusahaan juga sudah cukup baik dalam perannya menangani subproses
penerimaan pendapatan ini. Jika dibandingkan dengan standar SOX section 404
pada pengendalian tingkat transaksional, kontrol-kontrol yang dilakukan baik
secara manual ataupun aplikasi dalam subproses ini sudah cukup baik dalam
menangani risiko-risiko yang ada dan kontrol-kontrol yang ada ini berpotensi
untuk menghapuskan risiko-risiko yang sering terjadi atau setidaknya
meminimalisir risiko-risiko pada revisi bisnis proses periode-periode berikutnya.
110
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Bisnis proses dalam siklus pendapatan POTS memiliki tahapan-tahapan
yang secara keseluruhan menggambarkan prosedur yang telah dilaksanakan sejak
lama oleh PT. Telkom termasuk PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan dan
prosedur yang diterapkan juga telah sesuai dengan pedoman SOX section 404.
Sebagian besar, tahapan-tahapan yang berkenaan dengan siklus pendapatan ini,
dikelola oleh Telkom di masing-masing kantor divisi regionalnya, sebab
pendapatan PT. Telkom di masing-masing divisi regionalnya akan berbeda satu
sama lain. Setiap kantor Telkom divisi regional juga akan bersinergi dengan
kantor pusat Telkom dalam mengelola siklus pendapatan ini. PT. Telkom Divisi
Regional Kalimantan telah menerapkan semua tahapan-tahapan ini dengan baik
karena tahapan-tahapan bisnis proses ini bisa dijadikan pedoman dalam setiap
operasi di Telkom dan sudah efektif dalam penerapannya karena memang sudah
diterapkan sejak lama. Akan tetapi, dalam tahapan-tahapan ini, risiko-risiko akan
tetap muncul dalam penerapannya, sebab, risiko-risiko yang ada hanya bisa
diminimalisir dan tidak bisa dihapuskan secara total dengan pengendalian-
pengendalian yang sudah diatur dalam bisnis proses baik pengendalian secara
manual ataupun aplikasi. Contoh, risiko-risiko yang biasanya muncul dalam siklus
pendapatan POTS ini adalah berasal dari kegiatan inti siklus ini yang mencakup
111
proses billing hingga penerimaan pendapatan. Biasanya, risiko yang sering
muncul adalah berkaitan dengan billing yang masih belum dibayar oleh pelanggan
pada saat jatuh tempo sehingga berpengaruh pula terhadap total penerimaan
pendapatan Telkom. Dalam kasus tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
risiko tersebut sebagian besar muncul dari eksternal perusahaan dan tidak hanya
dari internal perusahaan sehingga risiko tersebut tidak dapat dihapuskan secara
total dan hanya bisa diminimalisir dengan layanan baik yang diberikan oleh
Telkom kepada pelanggan.
5. 2 Saran
Disarankan kepada PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan bahwa bisnis
proses yang terdiri dari berbagai tahapan seperti bisnis proses dalam siklus
pendapatan POTS harus selalu direvisi yang mana akan menghapuskan risiko-
risiko yang ada untuk periode berikutnya atau setidaknya meminimalkan
terjadinya risiko-risiko tersebut. Dalam melakukan revisi, perusahaan bisa meng-
upgrade aplikasi yang ada agar aplikasi tersebut bisa lebih tepat waktu dalam
mencegah risiko-risiko yang akan muncul, meningkatkan tanggung jawab kepada
pihak-pihak yang beperan dalam tanggung jawabnya untuk mengelola bisnis
proses, lalu PT. Telkom Divisi Regional Kalimantan juga bisa memberikan
sosialisasi jika ada perubahan kebijakan atau penyesuaian kemajuan teknologi
yang diterapkan di dalam pihak internal Telkom itu sendiri. Layanan yang
diberikan kepada pelanggan juga harus ditingkatkan dengan baik dan pastinya
untuk mencapai pelayanan yang baik, dibutuhkan pula SDM yang baik pula dalam
kompetensinya untuk melaksanakan prosedur sesuai dengan bisnis proses SOX
112
dan melayani pelanggan dengan baik. Seperti dalam hal billing yang
membutuhkan ajakan dengan sopan dan ramah agar pelanggan mau membayar
billing yang telah dikirimkan kepada pelanggan.
113
DAFTAR PUSTAKA
Amanina, Ruzanna. Evaluasi terhadap Sistem Pengendalian Intern pada Proses
Pemberian Kredit Mikro (Studi pada PT. Bank Mandiri (PERSERO) tbk.
Cabang Majapahit Semarang). E-prints Universitas Diponegoro. 2011
Boynton, William C., Raymond N. Johnson, dkk. Modern Auditing, 8th
Edition.
United States of America: John Wiley & Sons, Inc. 2006
Hapsari, Putri D.. Evaluasi Sistem Pengendalian Internal atas Informasi
Akuntansi Pendapatan pada BMW Sales Operation Surabaya. Journal of
Brawijaya University. 2012
Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. 2014
Iliev, Peter. The Effect of SOX Section 404: Costs, Earnings Quality, and Stock
Prices. The Journal of Finance, Vol. 65, No. 3. 2010
Kieso E. Donald, Jerry J. Weygandt, Terry D. Warfield. Intermediate Accounting,
IFRS Edition, Volume 1. United States of America: John Wiley & Sons,
Inc. 2011
Kontus, Eleonora. Management of Account Receivable in A Company. ProQuest
Documents Vol. 22. 2013
Leitch, Philip, Dawne Lamminmaki. Refining Measures to Improve Performance
Measurement of the Accounts Receivable Collection Function. Journal of
JAMAR. 2011
Mihaela, Dumitrascu, Savulescu Iulian. Internal Control and Impact on
Corporate Governance, in Romanian Listed Companies. Journal of
Eastern Europe Research in Business & Economics. 2012
Nahampun, Yesshy. Pengaruh Undang-Undang Sarbanes Oxley terhadap
Pengendalian Internal, Pengendalian Aplikasi dan Laporan Keuangan
pada Perusahaan Jasa Telekomunikasi. 2010
PT. Telkom. Laporan Tahunan. www.telkom.co.id. 2014
PT. Telkom. Metodologi ICOFR. 2015
PT. Telkom. Siklus Pendapatan POTS. 2015
PT. Telkom. Manual Organisasi Divisi Regional. 2015
Razy, Nur F., Analisis Pengendalian Internal atas Siklus Pendapatan Jasa (Studi
Kasus pada Hotel Griyadi Montana Malang). 2012
114
Reeve, James M., Carl S. Warren, Jonathan E. Duchac, dkk. Principles of
Accounting (Indonesia Adaptation). Jakarta: Salemba Empat. 2012
Romney, Marshall B., Paul J. Steinbart. Accounting Information System, 9th
Edition. Jakarta: Salemba Empat. 2006
Rosenthal, Leonard, Kimberly C. Gleason, Jeff Madura. To Be or Not To Be
Public: The Impact of SOX. Quarterly Journal of Finance and Accounting,
Vol. 50, No. 2.2011
Saraswati, Lukyta, I Ketut Yadnyana. Pengaruh Struktur Pengendalian Intern
terhadap Kelancaran Pengembalian Kredit pada Koperasi Simpan Pinjam
di Kota Denpasar. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. 2014
Sekaran, Uma. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. 2014
Title and Section of SOX. www.findlaw.com. 2002
Tunji, Siyanbola T. Effective Internal Control System as Antidote for Distress in
The Banking Industry in Nigeria. http://www.projournals.org/JEIBR. 2013
The Guardian Newspaper. Toshiba Boss Quits over £780m Accounting Scandal.
www.theguardian.com. 2015
The 10 Worst Corporate Accounting Scandals All of Time. www.accounting-
degree.org
115
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS
116
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (lanjutan)
117
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (Lanjutan)
118
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (lanjutan)
119
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (Lanjutan)
120
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (lanjutan)
121
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (lanjutan)
122
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (lanjutan)
123
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (Lanjutan)
124
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (lanjutan)
125
Lampiran 4. 1 Bisnis Proses dalam Pendapatan POTS (Lanjutan)