ANALISIS PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI MENURUT HUKUM ISLAM...
Transcript of ANALISIS PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI MENURUT HUKUM ISLAM...
i
ANALISIS PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI
MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERATURAN
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2013
(Studi Kasus di Bank Syari’ah Mandiri KC Salatiga)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Yessi Widhi Astuti
NIM: 21411025
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
MOTO PENULIS
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu" maka berdirilah,
niscaya Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Q.S. Al-Mujadilah: 11)
“Ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta”
(Albert Einstein)
“Kegigihan adalah kekuatan hebat yang tak terlihat yang bisa menyingkirkan
rintangan besar”
(Yessi Widhi Astuti)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua orang tuaku Bapak Ripto Haryono dan Ibu Nurhayati tercinta, yang
telah mendoakan dan memberi kasih sayang serta pengorbanan selama ini.
2. Adikku Wisnu Syahrul Romansyah, yang telah mendoakan agar selalu
tetap semangat dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia
ini.
3. Keluarga Besar Bani Mukaromah, yang selalu memberikan dorongan serta
motivasi agar selalu bersabar dalam menghadapi setiap masalah.
4. Seseorang yang telah memberikan kehidupan bermakna, pencerahan dan
motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani
kehidupan.
5. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis
sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan
penuh kesabaran.
6. Almamater Tercinta Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang penulis
banggakan.
vii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi
ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam, Fakultas Syari‟ah, Jurusan
S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah yang berjudul: “Analisis Pembiayaan Talangan
Haji Menurut Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 (Studi Kasus di Bank Syari’ah Mandiri KC
Salatiga)”. Penulis mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak
dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah
penulis mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima
kasih kadang tak bisa mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah di IAIN
Salatiga.
viii
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.I., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari‟ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar
dan baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah
di IAIN Salatiga.
5. Bapak Farkhani, S.H.I., S.H., M.H, selaku Dosen Pembimbing yang selalu
meberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi
sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
6. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
7. Bapak Gery Baldi, selaku Direktur Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga
yang telah berkenan memberikan izin penelitian di Bank Syari‟ah Mandiri
KC Salatiga serta jajaran pegawai yang telah memberikan informasi
berkaitan penulisan skripsi.
8. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
9. Sahabat-sahabatku Lilis Setiyowati, Tri Subiyanti, dan Faza Atika Ulfah
yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
ix
10. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2011 di
IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan
demi enaknya penulisan skripsi ini dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 06 Agustus 2015
Penulis.
x
ASBTRAK
Astuti, Yessi Widhi. 2015. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum
Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013
(Studi Kasus di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga). Skripsi. Fakultas Syari‟ah.
Jurusan. S1 Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Pembimbing: Farkhani, S.H.I., S.H., M.H.
Kata Kunci : Pembiayaan, Talangan Haji, Hukum Islam.
Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga merupakan salah satu lembaga
keuangan syari‟ah dalam bentuk perbankan syari‟ah yang banyak mengeluarkan
produk pembiayaan. Salah satunya adalah pembiayaan talangan haji. Penulis
dalam hal ini mengkaji tentang analisis hukum Islam dan Peraturan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 terhadap pelaksanaan
pembiayaan talangan haji pada produk pembiayaan pembiayaan talangan haji di
Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga. Pertanyaan utama yang ingin dijawab
melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana pelaksanaan pembiayaan talangan
haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga (2) Apakah pelaksanaan pembiayaan
talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga sesuai dengan hukum Islam
dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang
Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dilakukan penelitian kualitatif
dengan menggunakan pendekatan sosiologis yuridis serta menggunakan jenis
penelitian field research (penelitian lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan di
dalam masyarakat itu sendiri atau dalam instansi yang bersangkutan. Untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan produk pembiayaan talangan haji di Bank
Syari‟ah Mandiri KC Salatiga. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa,
pertama: Pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC
Salatiga dari segi akadnya sudah menggunakan akad Qardh wal Ijarah yang
sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syara‟ dari akad tersebut dan sesuai fatwa
DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-
MUI/IV/2000 dan produk pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC
Salatiga telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2013. Karena sejak berlakunya Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri memberikan layanan
pembiayaan talangan haji dengan jangka waktu talangan hanya 1 (satu) tahun.
Apabila dalam waktu satu tahun nasabah tidak bisa melakukan pelunasan, maka
akan dilakukan akad ulang dan nasabah akan dikenakan ujrah sebesar Rp.
2.850.000,-. Kedua: Pelaksanaan pembiayaan Talangan Haji di bank Syari‟ah
Mandiri KC Salatiga sudah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan Menteri
Agama Nomor 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran Penyelenggaraan
Ibadah Haji.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................. i
NOTA PEMBIMBING.............................................................................. ii
PENGESAHAN......................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................. iv
MOTO........................................................................................................ v
PERSEMBAHAN...................................................................................... vi
KATA PENGANTAR............................................................................... vii
ABSTRAK................................................................................................. x
DAFTAR ISI.............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian.............................................................. 6
E. Penegasan Istilah................................................................... 6
F. Tinjauan Pustaka................................................................... 7
G. Metode Penelitian.................................................................. 9
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian....................................... 9
2. Kehadiran Peneliti ............................................................ 10
3. Lokasi Penelitian .............................................................. 10
4. Sumber Data....................................................................... 11
5. Prosedur Pengumpulan Data ............................................. 11
6. Analisis Data ..................................................................... 13
7. Pengecekan Keabsahan Data ............................................. 13
8. Tahap-tahap Penelitian....................................................... 14
H. Sistematika Penulisan............................................................ 16
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Haji Dalam Prespektif Fiqh................................................... 19
1. Pengertian Haji................................................................... 19
2. Dasar Hukum Haji.............................................................. 21
3. Waktu Pelaksanaan Haji..................................................... 24
4. Rukun-Rukun Haji Dan Syarat-Syarat Haji....................... 25
B. Istiƫã‟ah Ibadah Haji.............................................................. 33
1. Pengertian dan Batasan Istiƫã‟ah Ibadah Haji..................... 33
2. Istiƫã‟ah Ibadah Haji Menurut Para Ulama......................... 36
C. Tinjauan Tentang Pembiayaan Talangan Haji....................... 38
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji............................... 41
2. Dasar Hukum Pembiayaan Talangan Haji.......................... 42
3. Akad Dalam Pembiayaan Talangan Haji............................ 43
D. Tinjauan Tentang Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH)............................ 50
BAB III GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PEMBIAYAAN
TALANGAN HAJI DI BANK SYARI’AH MANDIRI
A. Gambaran Umum Bank Syari‟ah Mandiri............................ 61
1. Sejarah Bank Syari‟ah Mandiri........................................ 61
2. Profil Bank Syari‟ah Mandiri........................................... 63
3. Visi dan Misi.................................................................... 64
4. Struktur Organisasi........................................................... 65
5. Produk-Produk di Bank Syari‟ah Mandiri....................... 70
B. Gambaran Umum Pembiayaan Talangan Haji di Bank
Syari‟ah Mandiri................................................................... 86
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji........................... 86
2. Akad Pembiayaan Talangan Haji.................................... 87
3. Mekanisme Pembiayaan Talangan Haji.......................... 88
4. Manfaat Pembiayaan Talangan Haji............................... 91
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum
xiii
Islam...................................................................................... 92
B. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 99
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 104
B. Saran-Saran........................................................................... 105
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Bank Syari‟ah Mandiri..................................... 67
xv
DAFTAR GAMBAR
Tabel 3.2 Ketentuan Pembiayaan Talangann Haji Bank Syari‟ah Mandiri
KC. Salatiga..................................................................................................
88
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Haji adalah rukun Islam yang ke lima. Haji berarti: berkunjung,
atau ziarah. Yang dimaksudkan ialah: berkunjung atau ziarah ke tanah suci
(Baitullah dan sekitarnya) dalam rangka melaksanakan Rukun Islam yang
kelima (Saleh, 2008: 202). Dalam buku Fikih Sunnah jilid 5, Syayyid
Sabiq (1978: 31) menjelaskan bahwa haji ialah mengunjungi Mekkah buat
mengerjakan ibadah Thawaf, sai, wuquf di Arafah dan ibadah-ibadah lain
demi memenuhi titah Allah dan mengharap keridhaan-Nya.
Waktu pelaksanaan ibadah haji hanya pada bulan Dzulhijjah.
Dilaksanakan pada tanggal 8 sampai 13 Djulhijjah. Tempat
dilaksanakannya ibadah haji adalah di Masjidilharam, Mekkah. Ibadah haji
diwajibkan Allah kepada orang-orang yang mampu menunaikannya, yaitu
orang-orang yang memiliki kesanggupan biaya serta sehat secara jasmani
dan rohani untuk menunaikan ibadah haji.
Dalam al-Qur‟an Surat Ali Imran ayat 97 dijelaskan bahwa
diwajibkannya haji bagi orang yang mampu, dan tidak diwajibkan haji
bagi orang yang tidak mampu, sebagai berikut:
2
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi aman
dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang
siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam (Q.S. Ali Imran: 97).
Selain itu terdapat hadis yang menjelaskan tentang keutamaan
mengeluarkan biaya dalam melakukan ibadah haji. Dalam hadis yang
diterima dari Buraidah bahwa Nabi saw. bersabda:
“Mengeluarkan biaya untuk keperluan haji sama dengan
mengeluarkannya untuk perang sabil: satu dirham menjadi tujuh kali
lipat.” (Sabiq, 1978: 39).
Dalam rangka membantu umat Islam dalam menunaikan rukun
Islam yang kelima ini maka lembaga keuangan syariah atau perbankan
syariah berlomba-lomba untuk membuat berbagai macam produk
pembiayaan. Produk pembiayaan tersebut diantarannya pembiayaan
talangan haji. Yang menjadi landasan hukum dari produk ini adalah fatwa
DSN MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 dengan ketentuan sebagai
berikut:
3
1. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan
jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai Fatwa DSN-
MUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000.
2. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran
BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa
DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
3. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan
dengan pemberian talangan haji.
4. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah
talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
Dengan munculnya fatwa tersebut membuat nasabah sangat
berminat terhadap produk pembiayaan talangan haji yang disediakan di
perbankkan syari‟ah. Bahkan dengan biaya yang cukup terjangkau, kita
dapat mendapatkan talangan haji yang cukup besar dan jangka waktu
pengembalian yang relatif lama. Menurut Dyah Septiani dalam webnya
(http://dyahseptatiani.wordpress.com/2013/03/24/dana-talangan-haji/,
diakses pada 11 November 2014) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan
pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri hanya dengan dana
minimal yang harus dimiliki oleh calon jamaah adalah sebesar Rp.
5.850.000,- maka dana Talangan haji yang akan diterima adalah sebesar
Rp. 22.500.000,- dengan jangka waktu pengembalian dana 3 tahun
(ketentuan jumlah setoran awal untuk memperoleh nomor porsi untuk
4
tahun 2012 adalah RP. 25.000.000,- info yang peroleh di tahun 2013
sekitar bulan april, pemerintah akan menaikan jumlah setoran awal).
Jumlah yang akan dikembalikan selama jangka waktu 3 tahun tersebut
tidak ditentukan batas minimalnya, hanya dikenakan ujrah (administrasi)
per tahunnya. Untuk tahun pertama biaya Ujrah sebesar 2.850.000,- (sudah
termasuk dalam dana minimal calon jamaah). Untuk tahun ke dua biaya
ujrah sebesar Rp. 2.850.000,-. Untuk tahun ke tiga biaya ujrah Rp.
2.850.000,- Ujrah tersebut belum termasuk biaya materai (pada waktu
akad). Syarat yang ditentukan oleh Bank Syariah Mandiri untuk
mendapatkan dana talangan haji sangat mudah, hanya melampirkan copy
KTP suami/isteri, copy kartu keluarga, copy Akta Nikah dan membuka
Tabungan Mabrur.
Banyaknya minat nasabah dan mudahnya syarat untuk memperoleh
Pembiayaan Talangan Haji maka mengakibatkan banyak daftar tunggu haji
(waiting list). Bahkan menurut artikel yang diakses oleh peneliti daftar
tunggu haji untuk daerah Jawa Tengah sendiri dari 29.435 kuota haji yang
disediakan sudah ada 402.598 jamaah yang mendaftar dan menyebabkan
daftar tunggu haji sampai tahun 2028. Lamanya daftar tunggu haji tersebut
dikarenakan banyaknya calon jemaah haji yang mendaftar. Namun dari
402.598 pendaftar baru 2.079 yang melunasi Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (http://www.kabarmakkah.com/2014/09/berapa-tahun-
menunggu-kuota-haji.html, diakses pada 11 November 2014).
5
Maka dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran biaya
penyelenggaraan ibadah haji secara lebih profesional, akuntabel, amanah,
dan transparan Menteri Agama Republik Indonesia memberlakukan
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 yang
mengatur tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah
Haji. Selain itu untuk menanggulangi banyaknya daftar tunggu haji
(waiting list) dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2013 juga menetapkan bahwa Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak boleh memberikan layanan dana
talangan haji dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut
Hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2013 (Studi Kasus di Bank Syari’ah Mandiri Kantor
Cabang Salatiga)”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas dapat
diangkat pokok masalah yang dapat dijadikan pembahasan, yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah
Mandiri Kantor Cabang Salatiga?
2. Apakah pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah
Mandiri Kantor Cabang Salatiga sesuai dengan Hukum Islam dan
6
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013
Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji?
C. Tujuan Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian terhadap pembiayaan talangan
haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga diharapkan dapat :
1. Untuk mengetahui dengan jelas bagaimana pelaksanaan pembiayaan
talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga.
2. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembiayaan talangan haji di
Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga sesuai dengan Hukum
Islam dan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2013 Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji.
D. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam menambah wawasan tentang
produk pembiayaan talangan haji.
2. Memberikan wawasan kepada pembaca mengenai kesesuaian antara
peraturan dan praktek nyata dalam pembiayaan talangan haji.
E. Penegasan Istilah
1. Pembiayaan Talangan Haji merupakan pinjaman dana talangan dari
bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk
7
memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan Biaya Perjalanan
Ibadah Haji (BPIH) (www.syariahmandiri.co.id).
2. Hukum Islam adalah ketetapan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
yang berupa aturan-aturan untuk ditaati dan berupa larangan-larangan
untuk dijauhi.
3. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013
adalah peraturan yang mengatur tentang Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
F. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang pembiayaan talangan haji dalam lembaga
perbankan syari‟ah sudah banyak dilakukan. Penelitian tentang
pembiayaan talangan haji ini pernah dilakukan oleh Maria Ulfah (2012: iv)
mahasiswi di IAIN Walisongo yang dijadikan sebagai bahan skripsi. Maria
Ulfah meneliti tentang ANALISIS PENGARUH MARKETING
SYARIAH TERHADAP MINAT NASABAH DANA TALANGAN HAJI
(STUDI KASUS DI BANK MUAMALAT CABANG SEMARANG).
Maria Ulfah memfokuskan tentang masalah apakah ada pengaruh marketing
syariah terhadap minat nasabah Dana Talangan Haji. Penelitian tersebut
bertujuan menguji secara parsial dan simultan bagaimana marketing syariah
berpengaruh terhadap minat nasabah untuk pengambilan porsi haji dalam
bentuk dana Talangan Haji di Bank Muamalat Cabang Semarang.
8
Skripsi Nur Halimah (2009 : vi) mahasiswi di IAIN Walisongo
dengan judul STUDI ANALISIS TERHADAP PRAKTEK AKAD
QARDH WAL IJARAH PADA PEMBIAYAAN TALANGAN HAJI DI
BANK SYARI‟AH MANDIRI CABANG SEMARANG. Dalam skripsi
Nur Halimah menjelaskan tentang penerapan dan praktek dari akad Qardh
Wal ijarah pada pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri
Cabang Semarang sudah sesuai dengan Syari‟at Islam.
Skripsi Muhammad Bahtiyar Rifai (2010: ii) mahasiswa di UIN
Sunan Kalijaga dengan judul TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PRODUK TALANGAN HAJI (STUDI DI BANK SYARI‟AH MANDIRI
CABANG CIK DI TIRO YOGYAKARTA). Dalam skripsi Muhamat
Bahtiyar Rifai ini memfokuskan masalah tentang gambaran produk
talangan haji di BSM Cabang Cik Di Tiro Yogyakarta dan bagaimana
tinjauan Hukum Islam terhadap produk talangan haji tersebut.
Dari tinjauan pustaka yang diperoleh penulis, maka pembahasan
mengenai Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum Islam dan
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013
(Studi Kasus di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga) sangat
menarik untuk dikaji. Walaupun sudah ada yang meneliti tentang tinjauan
Hukum Islam terhadap dana talangan haji, namun disini peneliti akan
membandingkan praktek pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank
Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga dengan Hukum Islam dan
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013.
9
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pendekatan Sosiologis Yuridis. Pendekatan Sosiologis Yuridis yaitu
strategi penelitian yang lebih banyak melihat fakta-fakta fenomena
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, kemudian diambil dan
dihubungkan dengan hukum-hukum positif nasional dengan tidak
meninggalkan hukum syari‟ yang menjadi sumber keberadaan hukum
pembiayaan talangan haji dalam perbankkan syari‟ah.
Jenis penelitian yang digunakan adalah field research (penelitian
lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan di dalam masyarakat itu
sendiri atau dalam instansi yang bersangkutan. Pengertian lain dari
Penelitian lapangan (field research), yaitu research yang dilakukan
dikancah atau di medan terjadinya gejala-gejala (Hadi, 2000: 10).
Yaitu bagaimana pelaksanaan produk pembiayaan talangan haji di
perbankkan syari‟ah, selain itu penelitian ini termasuk penelitian
kualitatif, karena dalam penelitian ini bertujuan untuk mengungkap
fakta secara menyeluruh melalui pengumpulan data di lapangan dan
memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara
holistic, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
10
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Moleong, 2009: 6). Selain itu laporan
penelitian kualitatif harus memiliki fokus yang jelas. Fokus dapat
berupa masalah, objek evaluasi, atau pilihan kebijakan (STAIN, 2008:
26).
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini peneliti menjadi instrumen yang sangat
penting dan juga menjadi pengumpul data. Maka kehadiran peneliti
disini sebagai partisipan penuh yang mengumpulkan data tentang
penelitian. Dan kehadiran peneliti dalam meneliti produk pembiayaan
talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga ini
diketahui karena peneliti melakukan wawancara dengan pihak
perbankkan.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang
Salatiga yang beralamatkan di jalan Diponegoro Nomor 77, Kota:
Salatiga, Indonesia. Peneliti memilih lokasi tersebut karena sesuai
dengan topik yang akan diteliti. Dan dengan dipilihnya lokasi tersebut
berharap akan menambah wawasan dan menemukan wawasan baru.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
Diperoleh (Arikunto, 2002: 107). Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
11
a. Data primer yaitu: data yang diperoleh secara langsung dari pihak
pertama (Subagyo, 1991: 87). Sumber data primer, yaitu data yang
diperoleh langsung dari sumber pertama yakni pegawai bank
syari‟ah melalui penelitian.
b. Data sekunder yaitu: data yang diperoleh atau berasal dari bahan
kepustakaan yang digunakan untuk melengkapi data primer
(Subagyo, 1991: 89). Sumber data sekunder yaitu mencakup
dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang serupa laporan
buku harian dan sebagainnya.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak mengumpulkan data dengan
seperangkat instrumen untuk mengatur variabel, tapi peneliti mencari
dan belajar dari subjek dalam penelitiannya, serta menyusun format
(yang disebut protokol) untuk mencatat data ketika penelitian berjalan
(Alsa, 2003: 47). Adapun metode pengumpulan data tentang
pembiayaan talangan haji ini dengan menggunakan tehnik sebagai
berikut :
a. Metode observasi
Yaitu metode suatu pengumpulan data yang dilakukan
dengan pengamatan langsung dan mencakup data-data yang
diperoleh secara sistematis, dari objek penelitian. Seperti
melakukan tes, kuisioner atau angket, rekaman gambar, dan
rekaman suara. Ini berkaitan dengan produk pembiayaan talangan
12
haji di Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga. Metode
observasi inilah metode pertama yang penulis gunakan untuk
memperoleh data-data yang berkaitan dengan produk pembiayaan
talangan haji.
b. Metode Wawancara
Interview/ wawancara, yaitu suatu percakapan tanya jawab
lisan antara dua orang atau lebih yang duduk berhadapan secara
fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu (Kartono, 1996:
187). Atau mendapatkan informasi dengan cara tanya jawab
langsung kepada pemuka agama, tokoh masyarakat setempat dan
pejabat yang berkompeten, yang merupakan bagian penting dari
cara pengumpulan data dalam penelitian lapangan. Metode ini
digunakan untuk mengetahui tentang produk pembiayaan talangan
haji. Adapun dalam penelitian ini yang diwawancarai adalah
instrumen-instrumen penting dalam Bank Syari‟ah Mandiri Kantor
Cabang Salatiga. Yaitu bagian customer service Bank Syari‟ah
Mandiri Kantor Cabang Salatiga dan Unit Pelayanan Pembiayaan
Talangan Haji di BMT Amal Mulia Suruh selaku mitra kerja dari
Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga.
c. Dokumentasi
Yaitu, mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002:
13
206). Untuk mendapatkan data yang jelas dan kongkrit, maka
peneliti juga menggunakan metode dokumentasi berupa, bacaan-
bacaan yang memuat tentang tema yang akan diteliti. Selain itu
peneliti juga akan mendokumentasikan kegiatan penelitian
lapangan yang akan dilakukan. Seperti dokumentasi berupa
gambar, rekaman suara, dan lain-lain.
6. Analisis Data
Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis
data dan menyimpulkan dari data-data yang sudah terkumpul.
Semuanya bertujuan untuk menyimpulkan data secara teratur dan rapi.
Dalam pengolahan data ini penulis menggunakan metode Deskripsi
Kualitatif yaitu metode yang digunakan terhadap suatu data yang telah
dikumpulkan, kemudian diklasifikasikan, disusun, dijelaskan yakni
digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang digunakan untuk
memperoleh kesimpulan (Arikunto, 1998 : 245).
Analisis data ini dilakukan dengan cara membandingkan antara
fakta yang dihasilkan dari penelitian dilapangan yaitu di Bank Syari‟ah
Mandiri Kantor Cabang Salatiga dengan teori Hukum Islam dan
Hukum Positif di Indonesia.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Studi kasus ini menggunakan penelitian dan pendekatan kualitatif.
Dalam pengecekan keabsahan data peneliti menggunakan berbagai
metode seperti wawancara dan pengkajian dari Hukum Islam dan
14
Peraturan Menteri Agama. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
metode wawancara yang ditunjang dengan observasi.
Selain itu peneliti menggunakan metode trianggulasi data.
Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatun yang lain dalam membandingkan hasil
wawancara terhadap objek penelitian (Moleong, 2004: 330). Jadi
setelah peneliti melakukan wawancara kepada pihak Bank Syariah
Mandiri dan mencatat hasil wawancara. Setelah hasil dari wawancara
dirubah kedalam bentuk resume, maka peneliti melakukan pengecekan
hasil resume tersebut kepada pihak Bank Syariah Mandiri. Apakah
hasil resume wawancara sesuai dengan apa yang ada dalam Bank
Syariah Mandiri.
8. Tahap-tahap Penelitian
Yang pertama adalah tahap persiapan penelitian. Dalam tahap
persiapan penelitian ini setelah peneliti menemukan hal yang ingin
diteliti, maka peneliti membuat garis besar hal yang ingin dilteliti.
Setelah itu peneliti membuat judul dan menentukan rumusan masalah.
Peneliti membuat pedoman wawancara yang disusun berdasarkan
permasalahan atau objek penelitian yang akan diteliti. Pedoman
wawancara tersebut berisi tentang pertanyaan-pertanyaan mendasar
yang yang nantinya akan dapat dikembangkan pada saat wawancara.
Setelah itu tahap persiapan selanjutnya adalah mempersiapkan diri
untuk melakukan wawancara. Setelah itu peneliti menentukan subjek
15
yang akan diwawancarai dan membuat kesepakatan dengan calon
narasumber mengenai waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
Setelah wawancara dilakukan, tahap selanjutnya adalah
memindahkan hasil wawancara. Hasil wawancara bisa berupa catatan,
rekaman, ataupun lainnya. Yang kemudian dilakukan pemindahan
dalam bentuk tertulis atau teks.
Maka langkah selanjutnya adalah melakukan pembuatan skripsi.
Setelah judul dan rumusan masalah sudah ditentukan, maka langkah
selanjutnya adalah membuat pendahuluan yang berisi latar belakang
masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian (metode
penelitian ini berisi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti,
lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis
data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian), dan
sistematika penulisan.
Setelah pendahuluan selesai, peneliti mulai membuat kajian
pustaka yang berisi landasan teori tentang haji dan penjelasan
mengenai pembiayaan talangan haji menurut hukum Islam. Dan
melakukan pengembangan dari rumusan masalah yang dijelaskan
dalam pendahuluan.
Setelah itu peneliti melakukan analisis data pembahasan yang
berisi tentang analisis temuan data dilapangan yang berhubungan
dengan pembiayaan talangan haji di Bank Mandiri Syari‟ah. Dan
16
langkah terakhir dalam penelitian ini adalah memberikan kesimpulan
yang berisi kritik ataupun saran baik untuk tempat penelitian ataupun
penelitian selanjutnya.
H. Sistematika Penulisan
Sesuai dengan pedoman penulisan skripsi, penulis akan membagi
skripsi ini menjadi lima bab. Masing-masing bab disusun secara sistematis
dan logis. Dan dalam setiap bab terdapat sub bab yang akan menjelaskan
masing-masing bab. Untuk lebih jelasnya penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
Bab pertama berisi tentang pendahuluan yang terdiri atas latar
belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian, kajian pustaja dan sistematika
penulisan. Didalam metode penelitian berisi tentang pendekatan dan jenis
penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan tahap-
tahap penelitian.
Bab kedua tentang tinjauan umum haji dan pembiayaan talangan
haji, terdiri dari beberapa sub bab, sub bab pertama berisi tentang haji
dalam prespektif fiqh yang didalamnya berisi mengenai pengertian, dasar
hukum, waktu pelaksanaan ibadah haji, dan syarat serta rukun haji. Sub
bab kedua berisi tentang penjelasan istiƫã‟ah ibadah haji yang didalamnya
akan dijelaskan mengenai pengertian dan batasan istiƫã‟ah ibadah haji,
17
serta istiƫã‟ah ibadah haji menurut pendapat para ulama mazhab. Sub bab
ketiga tentang penjelasan mengenai pembiayaan talangan haji yang
didalamnya dijelaskan mengenai pengertian, dasar hukum dan akad yang
digunakan dalam pembiayaan talangan haji. Sub bab keempat berisi
tentang tinjauan tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (BPS BPIH) Menurut Peraturan Menteri Agama RI No. 30
Tahun 2013.
Bab ketiga membahas gambaran umum pelaksanaan pembiayaan
talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri. terdiri dari beberapa sub bab, sub
bab pertama berisi tentang gambaran umum Bank Mandiri Syari‟ah yang
didalamnya akan dijelaskan mengenai sejarah Bank Syari‟ah Mandiri , visi
dan misi Bank Syari‟ah Mandiri, profil Bank Syari‟ah Mandiri, dan
produk-produk Bank Syari‟ah Mandiri. Sub bab kedua berisi tentang
gambaran umum pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Mandiri
Syari‟ah yang didalamnya dijelaskan mengenai pengertian pembiayaan
talangan haji, mekanisme pembiayaan talangan haji, dan manfaat
pembiayaan talangan haji.
Bab keempat merupakan analisa terhadap Pelaksanaan Pembiayaan
Talangan Haji di Bank Syari‟ah Mandiri, terdiri atas tinjauan dari segi
hukum Islam terhadap Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syari‟ah
Mandiri yang meliputi tinjauan dari segi istiƫã‟ah dan dari segi
kemaslahatan. Serta tinjauan menurut Peraturan Menteri Agama Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2013.
18
Dan pada bab kelima adalah penutup dari seluruh rangkaian
pembahasan, memuat tentang kesimpulan dari apa yang diteliti dan juga
memberikan kritik dan saran.
Adapun bagian akhir dari skripsi memuat daftar pustaka serta
lampiran-lampiran.
19
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Haji Dalam Perspektif Fiqh
1. Pengertian Haji
Haji berarti: berkunjung, atau ziarah. Yang dimaksudkan ialah :
berkunjung atau ziarah ke tanah suci (Baitullah dan sekitarnya) dalam
rangka melaksanakan Rukun Islam yang kelima(Saleh, 2008: 202).
Dalam buku Fikih Sunnah jilid 5, Syayyid Sabiq(1978: 31)
menjelaskan bahwa haji ialah mengunjungi Mekkah buat mengerjakan
ibadah Thawaf, sai, wuquf di Arafah dan ibadah-ibadah lain demi
memenuhi titah Allah dan mengharap keridhaan-Nya.
Menurut Departemen Agama Republik Indonesia (1983:329) yang
dimaksudkan dengan Al-hajju adalah menyengaja, menuju. Dan yang
dimaksud dengan menyengaja dan menuju disini adalah bepergian
beribadat di Mekkah, melakukan thawaf, sa‟i, dan wuquf di Arafah,
serta melaksanakan semua ketentuan-ketentuan haji, karena hendak
memenuhi perintah Allah dan mengharapkan keridhaan Nya.
Al-hajju, atau maknanya al-qashdu (menyengaja, menuju,
memaksudkan), adalah salah satu dari rukun Islam yang lima Ia
merupakan suatu perbuatan yang wajib dilakukan, bagi yang mampu.
Jadi pengertian haji menurut penyusun adalah sengaja
mengunjungi Baitullah dalam rangka menunaikan rukun Islam yang ke
20
lima dan melaksanakan amalan-amalan dalam ibadah haji tersebut.
Haji mempunyai beberapa keutamaan dan hikmah ibadah haji, di
antarannya(Taufiqurrochman, 2009: 1-3):
a. Mengerjakan ibadah haji adalah pekerjaan yang sangat mulia
dan terpuji. Rosulullah saw bersabda, “Barangsiapa
melaksanakan haji karena Allah, tidak melakukan rafats
(berkata kotor) dan tidak fusuq (durhaka), maka ia kembali suci
dari dosa seperti bayi yang dilahirkan dari kandungan ibunya”.
(HR Bukhari-Muslim).
b. Ibadah haji memberi kesan dan pesan terhadap perjalanan
kehidupan seseorang. Karena itu, Siti Aisyah tak mau
ketinggalan untuk mengerjakan haji setiap tahun. Menurutnya,
“Aku bertanya kepada Rosulullah: Bolehkah aku ikut
berperang dan berjihad bersamamu? Beliau menjawab: Jihad
yang lebih baik dan sempurna ialah haji, haji yang mabrur.
Sejak itulah, aku tak pernah meninggal haji”.
c. Ibadah haji merupakan manifestasi ketundukan kepada Allah.
d. Melaksanakan ibadah haji merupakan ungkapan syukur atas
nikmat harta dan kesehatan.
e. Haji menempa jiwa agar memiliki semangat juang tinggi.
Segala kesulitan yang dihadapi sejak dari tanah air hingga di
tanah suci dan kembali lagi ke tanah air merupakan tantangan
21
yang harus dihadapi seorang haji yang dengan itu, ia belajar
sabar, tabah, kuat, disiplin dan terdorong berakhlak mulia.
f. Haji dapat menjadi pemersatu antar umat Islam sedunia.
g. Para jamaah haji adalah delegasi Allah swt. Rosulullah saw.
bersabda, “Delegasi Allah ada tiga: orang yang berperang,
orang yang berhaji dan orang yang berumrah” (HR al-Nasa‟i
dan Ibnu Hibban).
2. Dasar Hukum Haji
Ibadah haji disyariatkan sejak zaman nabi Ibrahim as, kemudian
diteruskan hingga generasi umat nabi Muhammad saw. Allah
berfirman mengenai ibadah haji dalam beberapa ayat al-Qur‟an,
sebagai berikut:
a. Al-Qur‟an Surat Ali Imran ayat 97
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di
antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya
(baitullah itu) menjadi aman dia; mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa
22
mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam(Q.S. Ali Imran : 97).
b. Al-Qur‟an surat al-Hajj ayat 27-28
Artinya: “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan
haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari
segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan
berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut
nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang
Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang
ternak”(Q.S al-Hajj : 27-28).
c. Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 196
ال ج ال ج ج م
Artinya: “Dan sempurnakanlah Ibadah Haji dan umroh
karena Allah”.
d. Rosulullah SAW bersabda :
23
جل ج ال ج ج ل ا
Artinya: “Hendaklah kalian bersegera mengerjakan haji
karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari
halangan yang akan merintanginya”(HR. Ahmad).
e. Rosulullah SAW bersabda :
س ل هللا، بني سالم ع ى خ س شه د ج إا إ ج هللا، ج ل ج
ت، ابيث، ص م ض ال ، إ ح ء ازج إق م اصج
Artinya : “Islam itu didirikan di atas 5 (lima) pilar : syahadat
tiada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad
Rosulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, haji ke
Baitullah dan puasa di bulan Ramadhan”(HR. Bukhari &
Muslim).
f. Rosulullah SAW bersabda :
ك ز د ة ل ج ال ع ي ت ه د نص ني
Artinya: “Barang Siapa yang telah memiliki bekal dan
kendaraan lalu dia tidak berhaji, hendaklah ia mati dalam
keadaan menjadi orang Yahudi, atau Nasrani”(HR. At-
Tirmidzi dari Ali).
Berdasarkan beberapa dasar hukum diatas mengenai ibadah haji,
sangat jelas dituliskan dalam al-Qur‟an maupun hadis Nabi bahwa
menunaikan ibadah haji merupakan suatu kewajiban bagi seluruh
24
umat Islam di dunia. Allah swt. mewajibkan umat Islam untuk
menunaikan ibadah haji, dan ibadah haji juga termasuk rukun Islam.
Bagi orang yang mampu haji merupakan suatu kewajiban, dan
Allah Maha Kaya maka Allah tidak memerlukan sesuatu, jadi dengan
kita melakukan ibadah haji kita akan menyadari bahwa Allah swt.
tidak membutuhkan apapun dari kita namun kita yang senantiasa
selalu mendekatkan diri kepada Allah.
3. Waktu Pelaksanaan Haji
Waktu pelaksanaan ibadah haji berbeda dengan pelaksanaan
umrah. Umrah bisa dilaksanakan kapan saja, namun kalau pelaksanaan
ibadah haji hanya bisa dilakukan pada bulan tertentu. Lebih tepatnya
pelaksanaan ibadah haji yaitu pada tanggal 8-13 Dzulhijjah. Berikut ini
rincian pelaksanaan ibadah haji:
a. Sebelum tanggal 8 Zulhijah, umat Islam dari seluruh dunia mulai
berbondong untuk melaksanakan Tawaf Haji di Masjid Al Haram,
Makkah.
b. Tanggal 8 Zulhijah, jamaah haji bermalam di Mina. Pada pagi 8
Zulhijah, semua umat Islam memakai pakaian Ihram (dua lembar
kain tanpa jahitan sebagai pakaian haji), kemudian berniat haji, dan
membaca bacaan Talbiyah. Jamaah kemudian berangkat menuju
Mina, sehingga malam harinya semua jamaah haji harus bermalam
di Mina.
25
c. Tanggal 9 Zulhijah, pagi harinya semua jamaah haji pergi ke
Arafah. Kemudian jamaah melaksanakan ibadah Wukuf, yaitu
berdiam diri dan berdoa di padang luas ini hingga Maghrib datang.
Ketika malam datang, jamaah segera menuju dan bermalam
Muzdalifah.
d. Tanggal 10 Zulhijah, setelah pagi di Muzdalifah, jamaah segera
menuju Mina untuk melaksanakan ibadah Jumrah Aqabah, yaitu
melempar batu sebanyak tujuh kali ke tugu pertama sebagai
simbolisasi mengusir setan. Setelah mencukur rambut atau
sebagian rambut, jamaah bisa Tawaf Haji (menyelesaikan Haji),
atau bermalam di Mina dan melaksanakan jumrah sambungan (Ula
dan Wustha).
e. Tanggal 11 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu
pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga.
f. Tanggal 12 Zulhijah, melempar jumrah sambungan (Ula) di tugu
pertama, tugu kedua, dan tugu ketiga. Sebelum pulang ke negara
masing-masing, jamaah melaksanakan Thawaf Wada' (thawaf
perpisahan) (http://id.wikipedia.org/wiki/Haji, diakses pada tanggal
14 Desember 2014).
4. Rukun-Rukun dan Syarat-Syarat Haji
Rukun Haji
Menurut Departemen Agama Republik Indonesia (1983:349)
Rukun haji adalah ketentuan-ketentuan yang apabila ditinggalkan,
26
salah satu dari rukun tersebut tidak dikerjakan maka ibadah haji yang
kita laksanakan tidak sah. Adapun rukun haji ada 6 (enam), yaitu:
a. Ihram
Yang dimaksud dengan ihram menurut Departemen Agama
Republik Indonesia (1983: 373-376) adalah niat melakukan ibadah
haji atau umrah, atau kedua-duanya bersama-sama. Ihram ini
termasuk rukun, dijelaskan dalam al-Qur‟an surah al-Bayyinah
ayat 5, yaitu:
Artinya: Dan tidaklah mereka diperintah kecuali agar beribadah
kepada Allah, secara ikhlas.
Kemudian memakai pakaian ihram. Pakaian Ihram ialah
pakaian yang dipakai oleh orang yang melakukan ibadah haji dan
umrah. Dalam website Kementrian Agama Republik Indonesia
(http://haji.kemenag.go.id/, diakses pada 10 Juni 2015)
menjelaskan tentang ketentuan pakaian ihram tersebut, sebagai
berikut:
1) Bagi pria memakai dua helai kain yang tidak berjahit, satu
diselendangkan di bahu dan satu disarungkan menutupi pusar
sampai dengan lutut. pada waktu melaksanakan tawaf, di
sunnahkan memakai kain Ihram dikenakan dengan cara idtiba,
27
yaitu dengan membuka bahu sebelah kanan dengan
membiarkan bahu sebelah kiri menutup kain Ihram. Tidak
boleh memakai baju, celana atau kain biasa. Diperbolehkan
memakai ikat pinggang, jam tangan dan alas kaki yang tidak
menutup mata kaki ketika shalat, sunatnya diselendangkan di
atas kedua bahu hingga dada sehingga kedua pundaknya
tertutup.
2) Bagi wanita memakai pakaian yang menutup seluruh tubuh
kecuali muka dan kedua telapak tangan. Sunat sebelum
berihram: mandi, memakai minyak wangi, menyisir rambut dan
memotong kuku.
Selain mengenai ketentuan pakaian ihram, terdapat
larangan ihram. Larangan tersebut ialah:
1) Bagi pria dilarang: memakai pakaian berjahit (bertangkup),
memakai sepatu/alas kaki yang menutupi mata kaki dan
menutup kepala (seperti topi).
2) Bagi wanita dilarang: berkaos tangan(menutup telapak tangan)
dan menutup muka (bercadar).
3) Bagi kedua-duanya dilarang: memakai wangi-wangian kecuali
yang dipakai sebelum berihram, memotong kuku, mencukur
atau mencabut bulu badan, berburu atau
menggangu/membunuh binatang dengan cara apapun, nikah,
menikahkan atau meminang wanita untuk dinikahi, bercumbu
28
atau bersetubuh (rafas), mencaci atau bertengkar mengucap
kata-kata kotor (fusuq atau jidal) dan memotong pepohonan di
tanah haram.
Dan disunnatkan pula membaca talbiyah, langsung sesudah
berihram, dan lafadzhnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam
Malik dari Nafi‟ dari Ibnu „Umar, dalam buku Ilmu Fiqh I (1983:
375) adalah:
Artinya: Aku datang memenuhi panggilan Mu ya Allah, aku datang
memenuhi panggilan Mu, aku datang memenuhi panggilan Mu
tidak ada sekutu bagi Mu, aku datang memenuhi panggilan Mu.
Sesungguhnya segala puji nikmat dan segenap kekuasaan adalah
milik Mu, tidak ada sekutu bagi Mu.
b. Wukuf
Wukuf di „Arafah merupakan rukun haji terbesar,
sedangkan waktu wukuf adalah sejak matahari tergelincir pada hari
„Arafah, yaitu pada tanggal sembilan Dzulhijjah, sampai fajar
menyingsing pada hari Nahar, tanggal 10 Dzulhijjah (Departemen
Agama Republik Indonesia, 1983: 389). Wukuf di „Arafah adalah
kehadiran dan adanya seseorang dipadang „Arafah.
29
Pelaksanaan wukuf di awali khutbah, shalat Dzuhur dan
Ashar dijama' taqdim dan qasar sebaiknya berjamaah, kemudian
diisi dengan kegiatan membaca doa, berzikir, membaca Al-Quran,
tasbih dan istigfar (http://haji.kemenag.go.id/, diakses pada 10 Juni
2015).
c. Thawaf
Thawaf menurut bahasa Kata tawaf adalah bentuk jamak
dari kata taif, artinya orang yang bertawaf di sekeliling Baitul
Haram (Ka‟bah). Sedangkan menurut istilah berarti mengelilingi
Ka‟bah sebanyak 7 kali putaran, di mana tiga kali pertama dengan
lari-lari kecil (jika mungkin) dan selanjutnya dengan berjalan
biasa. Tawaf dimulai dan berakhir di Hajar Aswad (tempat batu
hitam) dengan menjadikan Baitullah di sebelah kiri
(http://kamusfiqih.wordpress.com/2012/07/03/pengertian-ihram-
tawaf-wukuf-sai/, diakses pada 14 Desember 2014).
Macam-macam tawaf sebagai berikut:
1) Tawaf Qudum ialah tawaf sunat sebagai penghormatan pada
Baitullah(tahiyat), bagi orang yang melaksanakan haji ifrad
atau haji qiran, sedangkan bagi haji tamattu' ketika pertama kali
memasuki kota Mekkah langsung melakukan tawaf umrah.
Tawaf umrah adalah rukun umrah, orang yang telah melakukan
tawaf umrah berarti dia telah melakukan tawaf qudum karena
didalamnya telah mencakup makna tawaf qudum.
30
2) Tawaf Ifadah ialah tawaf rukun haji apabila di tinggalkan tidak
sah hajinya. adapun waktunya sesudah Wukuf di Arafah
sedangkan awal waktunya setelah lewat tengah malam tanggal
10 Julhijah.
3) Tawaf Wada ialah tawaf pamitan yang wajib dilakukan
seseorang yang akan meninggalkan kota Mekkah dan Tawaf
Wada tersebut tidak disertai dengan sa'i.
4) Tawaf Sunat ialah tawaf yang dilakukan setiap masuk masjidil
Haram tanpa pakaian ihram dan bukan dalam rangka haji.
Syarat-syarat Tawaf (Departemen Agama Republik Indonesia,
1983: 378-379):
1) Suci dari hadas kecil maupun besar dan dari najis.
2) Menutup aurat.
3) Tujuh kali putaran.
4) Dimulai dari hajar aswad dan juga diakhiri di hajar aswad.
5) Baitullah selalu disebelah kirinya.
6) Bertawaf diluar bait.
Sunah-sunah tawaf (Departemen Agama Republik Indonesia, 1983:
379-380):
1) Menghadapi hajar aswad ketika memulai tawaf, bertakbir,
bertahlil, menyentuh hajar aswad.
2) Berjalan kaki
3) Menyentuh hajar aswad ketika permulaan tawafnya.
31
4) Tertib.
d. Sa‟i
Sa‟i adalah berjalan yang dimulai dari bukit Shafa, hingga
bukit Marwah, dan dari Marwah ke Shafa. Sebanyak tujuh kali
(Departemen Agama Republik Indonesia, 1983: 382).
Dalam pelaksanaannya, lari-lari kecil sunat dilakukan bagi
laki-laki mulai dari pilar hijau sampai pilar hijau berikutnya.
Sedangkan bagi wanita tidak disunatkan berlari-lari kecil, cukup
berjalan biasa. orang yang melakukan sa'i boleh dalam hadas besar
(http://haji.kemenag.go.id/, diakses pada 10 Juni 2015).
e. Memotong rambut
f. Tertib
Tertib disini berarti semua rangkaian rukun haji
dilaksanakan secara berurutan, jika tidak dilakukan secara
berurutan maka hajinya tidak sah.
Syarat wajib haji yaitu(Taufiqurrochman, 2009: 4):
a. Islam (haji hanya diwajibkan bagi orang yang beragama Islam)
b. Dewasa
c. Berakal sehat
d. Merdeka (bukan budak)
e. Dan mampu (mempunyai biaya haji dan biaya keluarga yang
ditinggalkan).
32
Selain itu ada juga wajib haji, wajib adalah perbuatan yang wajib
dilakukan, tapi bila perbuatan wajib ini ditinggalkan, haji tetap sah,
namun tetap wajib membayar dam/denda sebagai konsekuensi dari
kewajiban yang ditinggalkan(Taufiqurrochman, 2009: 5). Adapun
wajib haji ada lima, yaitu:
a. Niat ihram dari Miqat Makani
b. Bermala (mabit) di Muzdalifah
c. Bermalam (mabit) di Mina
d. Melontar jumrah
e. Meninggalkan larangan ihram.
f. Sunah Haji
Menurut Taufiqurrochman(2009: 7) kesunnahan haji dan umrah
banyak sekali, diantaranya;
a. Menghilangkan semua kotoran badan, kuku, rambut ketiak, dan
rambut kemaluan.
b. Mandi untuk ihram.
c. Berwangi-wangian pada badan saja (sebelum niat).
d. Memakai kain dan selendang putih untuk pria.
e. Shalat sunnah ihram sebanyak 2 rakaat sebelum berniat ihram.
f. Membaca talbiyah.
g. Memperbanyak bacaan Talbiyah selama dalam keadaan ihram.
h. Membaca doa-doa yang dianjurkan Nabi.
33
B. Istiƫã’ah Ibadah Haji
1. Pengertian dan Batasan Istiƫã‟ah Ibadah Haji
Salah satu syarat wajib menunaikan ibadah haji adalah mampu,
secara sepakat para ulama Mazhab menetapkan bahwa bisa atau
mampu itu merupakan syarat kewajiban haji (Mughniyah, 1991: 256).
Kesepakatan para ulama Mazhab tersebut didasarkan pada firman
Allah SWT, sebagai berikut:
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi
aman dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke
Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
semesta alam(Q.S. Ali Imran : 97).
Dalam al-Qur‟an sudah dijelaskan istiƫã‟ah ibadah haji adalah
kemampuan atau kesanggupan untuk melaksanakan ibadah haji.
Mempunyai Istiƫã‟ah (kemampuan) disini berarti mempunyai biaya
haji dan biaya keluarga yang ditinggalkan) (Taufiqurrochman, 2009:
34
4). Menurut Prof. Dr. H. Abd. Majid, M.A. (t.t: 2) dalam makalahnya
menjelaskan tentang perluasan kesanggupan meliputi:
a. Fisik (performance)
b. Mental (sehat secara psikologis)
c. Finansial (mempunyai keuangan sendiri)
d. Kesehatan (mempunyai riwayat kesehatan klinis dari dokter).
Sedangkan yang dimaksud Istita'ah menurut Kementrian Agama
Republik Indonesia (http://haji.kemenag.go.id/, diakses pada 10 Juni
2015) adalah mampu melaksanakan ibadah haji ditinjau dari:
a. Jasmani
1) Tidak sulit melakukan ibadah haji/umrah.
2) Tidak lumpuh.
3) Tidak dalam keadaan sakit yang diperkirakan lama untuk
sembuh.
b. Rohani
1) Memahami manasik haji/umrah.
2) Berakal sehat (tidak mengidap penyakit gangguan jiwa) dan
memiliki kesiapan mental untuk ibadah haji/umrah dengan
perjalanan yang jauh.
c. Ekonomi
1) Mampu membayar biaya perjalanan ibadah haji (BPIH).
2) Memiliki biaya hidup untuk keluarga yang ditinggalkannya.
3) Bagi para petugas haji istita'ah ekonominya adalah :
35
a) Memenuhi persyaratan dan aman waktu melaksanakan
ibadah haji/umrah.
b) Aman bagi keluarga dan harta benda yang ditinggalkannya
selama melakukan ibadah haji/umrah.
d. Keamanan
1) Aman dalam perjalanan dan aman waktu melaksanakan ibadah
haji/umrah.
2) Aman bagi keluarga dan harta benda yang ditinggalkannya
selama melakukan ibadah haji/umrah.
Sedangkan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam
sidangnya pada tanggal 2 Februari 1979, memfatwakan bahwa:
a. Orang Islam dianggap mampu (Istitha‟ah) melaksanakan ibadah
haji, apabila jasmaniah, ruhaniah, dan pembekalan
memungkinkan ia untuk menuaikan tanpa menelantarkan
kewajiban terhadap keluarga, dianggap telah cukup memadai.
b. Perlu adanya penerangan yang seksama, guna menjelaskan
pelaksanaan Istitha‟ah, kesehatan, pokok-pokok manasik haji dan
lain-lain yang dianggap sangat perlu bagi calon jemaah haji.
c. Memang jemaah haji Indonesia sebagian besar terdiri dari
masyarakat kampung dan pedesaan yang sangat kurang/buta
pengalaman. Jika di antara mereka terdapat sekedar ketidak
wajaran, kejanggalan adalah merupakan hal yang lumrah dan
36
tidak perlu dibesar-besarkan, malah hendaknya ditingkatkan
bimbingannnya.
d. Masyarakat kampung dan pedesaan jika mempunyai kelebihan
kekayaan tidak membiasakan menyimpannya berupa uang,
akan tetapi berupa barang (sawah, kebun, rumah) yang oleh karena
setiap ada keperluan dan kebutuhan yang besar, mereka menjual
barang-barang itu. Yang sangat penting, asal mereka tidak
mengabaikan kewajiban yang lebih utama semisal nafkah
keluarga.
Dilihat dari berbagai aspek kehidupan, istiƫã‟ah atau kemampuan
dalam ibadah haji mempunyai makna yang sangat luas. Jadi kita
sebagai umat manusia yang hidup di zaman modern harus berfikir
secara aktif dalam memaknai istilah istiƫã‟ah ibadah haji.
2. Istiƫã‟ah Ibadah Haji Menurut Para Ulama
Salah satu syarat wajib menunaikan ibadah haji adalah mampu,
secara sepakat para ulama Mazhab menetapkan bahwa bisa atau
mampu itu merupakan syarat kewajiban haji. Tetapi para ulama
Mazhab berbeda pendapat tentang arti bisa atau mampu itu
(Mughniyah, 1991: 256).
Pendapat ulama mazhab empat tentang makna istitha‟ah
sebagaimana yang dikutip oleh Hidayatullah Asmawih dalam blognya
yang diupload pada hari kamis tanggal 07 Februari 2013 sebagai
berikut:
37
a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa makna istitha‟ah menjadi 3
macam yakni badan/fisik, harta, dan keamanan. Berkaitan
dengan harta adalah bekal dan kendaraan, yakni memiliki bekal
untuk pulang dan pergi dan kendaraan adalah sarana
transportasi yang digunakan. Untuk bekal adalah yang
mencukupi seseorang selama perjalanan dan pelaksanaan
ibadah haji dan juga harta untuk menafkahi keluarga dan
tanggungannya yang ditinggalkan selama dan pasca ibadah
haji.
b. Mazhab Maliki memaknai istitha‟ah dengan 3 hal yakni
kemampuan fisik/badan, adanya bekal yang cukup, dan
kemampuan perjalanan. Berkaitan dengan bekal yang cukup
adalah sesuai dengan kebiasaan manusia. Sedangkan tentang
perjalanan, mazhab ini tidak mensyaratakan perjalanan dengan
kendaraan secara hakiki, maka berjalan pun jika mampu
dibolehkan. Hakikat mampu adalah dapat mencapai perjalanan
ke Mekah meskipun dengan usaha yang sulit hingga membuat
seseorang sangat pas-pasan. Bahkan bila setelah haji ia menjadi
fakir pun karena kehabisan harta dan keluarga yang
ditinggalkan dalam keadaan kesulitan ekonomi asal tidak
menyebabkan kematian, hukumnya boleh-boleh saja menurut
mazhab ini.
38
c. Mazhab Syafii memaknai istitha‟ah dengan 3 hal yakni
kemampuan fisik/badan, harta, dan kendaraan. Berhubungan
dengan harta adalah yang mencukupi seseorang untuk
melakukan perjalanan dan setelah pulang berhaji. Begitu pula
bagi keluarga yang ia tinggalkan.
d. Mazhab Hanbali berpendapat bahwa istitha‟ah berkaitan
dengan bekal dan kendaraan. Seseorang wajib memiliki bekal
dan kendaraan yang baik untuk beribadah haji. Begitu pula
tentang bekal bagi keluarga yang ditinggalkan selama ibadah
haji wajib dicukupi.
C. Tinjauan Tentang Pembiayaan Talangan Haji
Fiqh muamalat adalah ilmu tentang hukum-hukum syara‟ yang
mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya yang
sasaranya adalah harta benda atau mãl (Muslich, 2010: 3). Hubungan
tersebut mempunyai cakupan yang sangat luas, namun terdapat prinsip-
prinsip yang dijadikan pedoman dalam melakukan kegiatan bermuamalat
tersebut. Prinsip-prinsip muamalat tersebut adalah(Muslich, 2010: 3-12):
1. Muamalat adalah urusan duniawi
Muamalat adalah urusan duniawi yang berbeda dengan ibadah.
Dalam ibadah, semua perbuatan yang dilarang kecuali yang
diperintahkan. Maka semua perbuatan harus dikerjakan sesuai dengan
al-Qur‟an dan Sunnah. Namun sebaliknya, dalam muamalat, semua
39
diperbolehkan kecuali yang dilarang. Karena muamalat merupakan
hubungan antara manusia dengan manusia dibidang harta benda dan
merupakan urusan duniawi, jadi dalam pengaturannya diserahkan
kepada manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, semua bentuk akad maupun bentuk transaksi yang
dibuat oleh manusia hukumnya sah atau diperbolehkan. Asalkan tidak
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam
syara‟. Alasan tersebut sesuai dengan kaidah :
ة حجي ق م دايل ع ى ألصل ي الق د ا ل الت اصلج
اب ال احجل
Artinya : Pada dasarnya semua akad dan muamalat hukumnya sah
sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya.
2. Muamalat harus didasarkan kepada persetujuan dan kerelaan kedua
belah pihak
Mengingat muamalat merupakan hubungan antara sesama manusia
maka persetujuan dan kerelaan kedua belah pihak dalam melakukan
transaksi merupakan asas yang sangat penting untuk keabsahan setiap
akad.
3. Adat kebiasaan dijadikan dasar hukum
Adat kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum dalam masalah
muamalat, dengan syarat adat tersebut diakui dan tidak bertentangan
dengan ketentuan-ketentuan umum yang ada dalam syara‟.
40
4. Tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain
Mohammad Daud Ali (2004: 132-138) mengemukakan prinsip
yang menjadi asas-asas hukum Islam di bidang perdata (muamalat).
Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut: asas kebolehan atau mubah,
asas kemaslahatan hidup, asas kebebasan dan kesukarelaan, asas
menolak mudharat dan mengambil manfaat, asas kebajikan (kebaikan),
dan asas adil dan berimbang.
Maka semakin modern peradaban manusia ini, semakin dituntut
pula untuk melakukan inovasi-inovasi terutama dibidang keuangan
syariah. Dewasa ini banyak produk-produk yang dikeluarkan oleh
Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS), salah satunya adalah pembiayaan
talangan haji.
Mengingat bahwa pembiayaan talangan haji juga merupakan
kegiatan yang sifatnya muamalat, maka kegiatan pembiayaan talangan haji
harus berpegang pada prinsip-prinsip muamalat. Menurut Ahmad Azhar
Basyir (2000: 16), prinsip-prinsip muamalat adalah sebagai berikut: Pada
dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan
lain oleh al-Qur‟an dan sunnah Rasul. Selain itu muamalat dilakukan atas
dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan. Dan muamalat
dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan
menghindari madharat dalam hidup bermasyarakat. Serta muamalat
dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-unsur
penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.
41
Pembiayaan talangan haji yang merupakan produk dari perbankan
syari‟ah harus memiliki tiga ciri yang mendasar, yaitu (a) prinsip keadilan,
(2) menghindari kegiatan yang dilarang, dan (c) memperhatikan aspek
kemanfaatan (Ali, 2008: 20). Dan diuraikan lebih rinci sebagai berikut:
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji
Pembiayaan talangan haji merupakan salah satu produk yang
dikeluarkan oleh Perbankan Syari‟ah. Produk tersebut ditujukan
kepada nasabah guna memenuhi kebutuhan biaya setoran awal yaitu
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang besaranya ditentukan
oleh Kementrian Agama Republik Indonesia melalui Sistem
Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT), untuk mendapatkan nomor
seat porsi haji.
Dalam website Bank Mandiri Syariah juga menjelaskan mengenai
pembiayaan talangan haji. Pembiayaan Talangan Haji merupakan
pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk
menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada
saat pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
Sedangkan dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 30 Tahun 2013
menjelaskan bahwa dana talangan haji adalah dana yang diberikan
sebagai bantuan sementara tanpa mengenakan imbalan oleh BPS BPIH
(Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) kepada
calon jemaah haji. Dan Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
42
Ibadah Haji tidak boleh memberikan layanan dana talangan haji
dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun.
2. Dasar Hukum Pembiayaan Talangan Haji
Dikeluarkannya produk Perbankan Syari‟ah yang berupa
pembiayaan talangan haji memiliki tujuan untuk memberikan
kemudahan dan bantuan kepada nasabah pembiayaan talangan haji
dalam memperoleh porsi/seat haji. Sedangkan tujuan untuk pihak
Perbankan Syari‟ah adalah untuk menambah nasabah, mampu
meningkatakan pembiayaan konsumtif dalam Perbankan Syari‟ah, dan
juga meningkatkan daya saing Perbankan Syari‟ah dalam dunia
perbankan.
Dasar dikeluarkannya pembiayaan talangan haji ini adalah dengan
dikeluarkannya fatwa DSN MUI N0. 29/DSN-MUI/VI/2002 pada
tanggal 06 Juni 2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji oleh LKS
(Lembaga Keuangan Syari‟ah). Yang memuat ketentuan sebagai
berikut:
a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh
imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai
fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000.
b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran
BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa
DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001.
43
c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh
dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah
talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
3. Akad Dalam Pembiayaan Talangan Haji
Dalam fatwa DSN-MUI No. 29/DSN-MUI/VI/2002 sudah jelas
disebutkan bahwa dalam memberikan pembiayaan talangan haji
haruslah menggunakan akad al-Ijarah dan al-Qardh. Al-Qardh adalah
suatu pinjaman yang diberikan atas dasar kewajiban sosial (untuk
membantu). Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A.
dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan Syariah (2010: 44)
menjelaskan bahwa al-Qardh adalah meminjamkan harta kepada
seseorang tanpa mengharap imbalan dan ia disebut juga aqad
tathawwu‟ atau saling membantu. Namun. Nabi Muhammad
Rosulullah saw. menggalakkan agar para sahabat memberikan profit
sebagai terima kasih kepada oran yang telah meminjamkan.
Dasar hukum Qardh adalah firman Allah SWT dalam Surah al-
Hadid ayat 11, sebagai berikut:
Artinya: Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman
yang baik maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.
44
Rukun dan syarat Qardh adalah sebagai berikut:
a. Aqid, yaitu muqridh dan muqtaridh yang disyaratkan harus orang
yang mempunyai kecakapan untuk melakukan tabarru‟. Oleh
karena itu Qardh tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang
masih dibawah umur tau orang gila.
b. Ma‟qud „Alaih, yaitu uang atau barang. Yang menjadi objek akad
dalam Qardh adalah barang-barang yang ditakar, ditimbang, dan
yang halal.
c. Shighat, yaitu ijab dan qabul (Muslich, 2010: 278-279).
Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001
dijelaskan mengenai akad al-Qardh sebagai berikut:
a. Al-Qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah
(muqtaridh) yang memerlukan.
b. Nasabah al-Qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang
diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
c. Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
d. LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang
perlu.
e. Nasabah al-Qardh dapat memberikan tambahan (sumbangan)
dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam
akad.
45
f. Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah
memastikan ketidakmampuanny, LKS dapat:
1) Memperpanjang jangka waktu pengembalian, atau
2) Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
Sedangkan al-Ijarah menurut Muhammad Antonio Syafi‟i
sebagaimana yang dikutip oleh Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A.
dalam bukunya yang berjudul Hukum Perbankan Syariah (2010: 43)
adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership milkiyah) atas barang itu sendiri. Dasar hukum ijarah,
adalah Firman Allah SWT dalam Surah al-Baqarah ayat 233 sebagai
berikut:
Artinya: Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut.
Menurut Musthafa Dib Al-Bugha dalam bukunya yang berjudul
Buku Pintar Transaksi Syariah (2010: 145) menjelaskan bahwa.
Ijarah secara etimologis adalah upah sewa yang diberikan
kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjaan
sebagai balasan atas pekerjaannya. Untuk definisi ini
digunakan istilah ajr, ujrah, dan ijarah. Kata ajara-hu
46
digunakan apabila seseorang memberikan imbalan atas
pekerjaan orang lain. Istilah ini hanya digunakan pada hal-hal
yang positif, bukan hal-hal yang negatif. Kata ajr (pahala)
biasanya digunakan untuk balasan di akhirat, sedangkan kata
ujrah (upah sewa) digunakan untuk balasan di dunia. Secara
terminologis, pengarang mughni al-muhtaj yang bermazhab
Syafi‟i mendefinisikan ijarah sebagai transaksi atas manfaat
dari sesuatu yang telah diketahui, yang mungkin diserahkan
dan dibolehkan, dengan imbalan yang juga diketahui.
Sementara Al-Qaduri yang bermazhab Hanafiyah
mendefinisikan sebagai transaksi atas berbagai manfaat
(sesuatu) dengan memberikan imbalan.
Rukun al-Ijarah menurut jumhur ulama, rukun al-Ijarah itu ada
empat, yaitu (Muslich, 2010: 321):
a. Orang yang menyewakan dan orang yang menyewa. Yang
disyaratkan harus orang yang mempunyai kecakapan untuk
melakukan akad tersebut. Oleh karena itu ijarah tidak sah apabila
dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur tau orang gila.
b. Shighat, yaitu ijab dan qabul.
c. Ujrah (uang sewa atau upah).
d. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan
tenaga dari orang yang bekerja.
Syarat-syarat al-Ijarah juga terdiri atas empat jenis persyaratan:
a. Syarat terjadinya akad, syarat ini berkaitan dengan subyek, akad,
dan obyek akad. Yang harus memenuhi sesuai rukun al-Ijarah.
b. Syarat kelangsungan akad disyaratkan terpenuhinya hak milik atau
kekuasaan.
47
c. Syarat sahnya al-Ijarah harus dipenuhinya beberapa syarat yang
berkaitan denga pelaku, objek, sewa atau upah (ujrah) dan
akadnya sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
1) Persetujuan kedua belah pihak
2) Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak
menimbulkan perselisihan.
3) Objek akad al-Ijarah harus dapat dipenuhi, baik menurut
hakiki maupun syar‟i.
4) Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang
dibolehkan oleh syara‟.
Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan upah (ujrah)
adalah sebagai berikut:
1) Upah harus berupa harta yang harus diketahui. Dan penentuan
upah atau sewa ini boleh didasarkan kepada urf atau adat
kebiasaan.
2) Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat
ma‟uqud „alaih. Apabila upah atau sewa sama dengan dengan
jenis manfaat barang yang disewa, maka al-Ijarah tidak sah.
d. Syarat mengikatnya akad al-Ijarah. Agar akad al-Ijarah itu
mengikat, diperlukan dua syarat:
1) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacatt yang
menyebabkan terhalangnya pemanfaatan atas benda yang
disewa itu.
48
2) Tidak terdapat alasan yang dapat membatalkan akad al-Ijarah
(Muslich, 2010 :321-327).
Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000
dijelaskan mengenai akad al-Ijarah sebagai berikut:
Pertama, menjelaskan mengenai rukun dan syarat al-Ijarah:
a. Sighat ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau
dalam bentuk lain.
b. Pihak-pihak yang berakad, terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa
dan penyewa/pengguna jasa.
c. Obyek akad ijara adalah, manfaat barang dan sewa atau manfaat
jasa dan upah.
Kedua, penjelasan mengenai obyek al-Ijarah:
a. Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan
dalam kontrak.
c. Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak
diharamkan).
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan
syari‟ah.
e. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
49
f. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk
jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau
identifikasi fisik.
g. Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar
nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang
dapat dijadikan harga jual beli dapat dijadikan sewa atau upah
dalam ijarah.
h. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain)
dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga, kewajiban LKS dan nasabah dalam pembiayaan ijarah:
a. Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
1) Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan.
2) Menanggung biaya pemeliharaan barang.
3) Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
b. Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
1) Membayar sewa tau upah dan bertanggung jawab untuk
menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai
kontrak.
2) Menanggung biaya pemeliaraan barang yang sifatnya ringan
(tidak meteriil).
50
3) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari
penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian
pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak
bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
4) Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran
dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena
kelalaian pihak
Jadi Qardh wal Ijarah dalam pembiayaan talangan haji adalah
akad pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai
dengan penyerahan tugas agar bank menjaga barang jaminan yang
diserahkan. Yang digunakan sebagai akad dalam pembiayaan talangan
haji di Bank Syariah Mandiri.
D. Tinjauan Tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji (BPS BPIH)
Menteri Agama Republik Indonesia dalam meningkatkan
pengelolaan bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji
mengeluarkan suatu peraturan yaitu Peraturan Menteri Agama No. 30
Tahun 2013 yang isinya sebagai berikut:
PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2013
TENTANG
51
BANK PENERIMA SETORAN BIAYA PENYELENGGARAAN
IBADAH HAJI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran
biaya penyelenggaraan ibadah haji secara profesional,
akuntabel, amanah dan transparan perlu menetapkan
Peraturan Menteri Agama tentang Bank Penerima Setoran
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 60, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4845)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2009 tentang Penrtapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 142,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5061);
52
2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008
Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang
Pembentukan dan Organisasi Kementrian Negara
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara;
4. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24
Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas
dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI AGAMA TENTANG BANK
PENERIMA SETORAN BIAYA PENYELENGGARAAN
IBADAH HAJI.
53
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya disingkat BPIH
adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh Warga Negara yang
akan menunaikan Ibadah Haji.
2. Pengelolaan BPIH adalah kegiatan perencanaan, penerimaan,
pengeluaran, pengembangan, akuntansi, pelaporan, dan
pertanggungjawaban BPIH.
3. Bank Penerima Setoran BPIH yang selanjutnya disingkat BPS BPIH
adalah bank syari‟ah dan/atau bank umum nasional yang memiliki
layanan syari‟ah.
4. Dana talanga haji adalah dana yang diberikan sebagai bantuan
sementara tanpa mengenakan imbalan oleh BPS BPIH kepada calon
jamaah haji.
5. Bank Koordinator BPS BPIH yang selanjutnya disebut Bank
Koordinator adalah BPS BPIH yang merupakan Bank devisa yang
ditugaskan melakukan pengendalian pengelolaan dan rekonsiliasi dana
BPIH.
6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang agama.
54
7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan
Umrah.
Pasal 2
(1) Menteri menetapkan BPS BPIH
(2) BPS BPIH sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum Perseroan Terbatas;
b. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki
layanan syari‟ah;
c. Memiliki layanan bersifat nasional;
d. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi
dengan sistem layanan haji Kementerian Agama;
e. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan
peraturan lainnya;
f. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program
penjamin LPS atas dana setoran awal; dan
g. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana
sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun
yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal
55
Pasal 3
(1) Penetapan BPS BPIH sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)
berlaku untuk jangka waktu 4 (empat) tahun.
(2) Jangka waktu penetapan BPS BPIH sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diperpanjang.
(3) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
mempertimbangkan kinerja BPS BPIH.
Pasal 4
(1) Bank yang akan mengajukan sebagai BPS BPIH menyampaikan
permohonan tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi
dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2.
Pasal 5
(1) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 diverifikasi
oleh Direktur Jenderal.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Verifikasi administrasi; dan
b. Verivikasi dan visitasi lapangan.
Pasal 6
Bank yang memenuhi persyaratan berdasarkan hasil verifikasi dan visitasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) diajukan kepada Menteri
untuk ditetapkan sebagai BPS BPIH.
Pasal 7
56
(1) BPS BPIH yang akan melakukan perpanjangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlakunya
penetapan BPS BPIH.
(3) Direktur Jenderal melakukan kajian terhadap permohonan tertulis
perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar
pertimbangan penetapan perpanjangan BPS BPIH oleh Menteri.
Pasal 8
(1) Bank yang telah ditetapkan menjadi BPS BPIH sebagaimana dimaksud
dalam pasal 6 atau telah ditetapkan perpanjangan BPS BPIH
sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (4) wajib menandatangani
perjanjian kerjasama dengan Direktur Jenderal.
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
sekurang-kurangnya:
a. Hak dan kewajiban sebagai BPS BPIH; dan
b. Kesanggupan untuk mentaati ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 9
(1) Direktur Jenderal menetapkan Bank Koordinator yang bertugas untuk
melakukan rekonsiliasi data dan dana BPIH antara BPS BPIH dengan
Kementerian Agama.
57
(2) Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak
3 (tiga) BPS BPIH.
(3) Penetapan Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya:
a. Memiliki pengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun sebagai BPS
BPIH;
b. Memiliki kualifikasi kesehatan keuangan terbaik berdasarkan data
dan informasi dari Bank Indonesia atau OJK;
c. Memiliki infrastruktur dan jaringan yang mendukung pelaksanaan
tugas sebagai Bank Koordinator; dan
d. Memiliki kemampuan mengelola risiko keuangan.
(4) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal.
(5) Penetapan Bank Koordinator sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan dengan prinsip kehati-hatian (prudential), terbuka, objektif,
dan kompetitif.
(6) Penetapan BPS BPIH sebagai Bank Koordinator sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) berlaku untuk jangka waktu selama-lamanya 4
(empat) tahun.
Pasal 10
(1) BPS BPIH yang telah ditetapkan sebagai Bank Koordinator
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 wajib menandatangani
perjanjian kerjasama dengan Direktur Jenderal.
58
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi
sekurang-kurangnya:
a. Hak dan kewajiban sebagai Bank Koordinator; dan
b. Kesanggupan untuk mentaati ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 11
(1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap BPS BPIH dan
Bank Koordinator.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
meliputi aspek kinerja, laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap
peraturan perundangan.
(3) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan
kepada Menteri.
Pasal 12
Dengan beralakunya Peraturan Menteri Agama ini:
a. Bank umum nasional yang menjadi BPS BPIH dan tidak
menyelenggarakan layanan syariah wajib menyesuaikan pada
Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak
Peraturan Menteri ini diundangkan.
b. Dalam hal bank umum nasional yang menjadi BPS BPIH tidak dapat
menyesuaikan sesuai batas waktu paling lambat 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud pada huruf a, bank tersebut dapat berfungsi
sebagai BPS BPIH transito dan wajib mentransfer dana setoran awal
59
BPIH ke rekening Mneteri Agama pada bank yang ditunjuk oleh
Menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja.
Pasal 13
Peraturan Menteri Agama ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Mentri ini dengan penempatannya delam Berita Negara
Republik Indonesia.
Dalam Peraturan Menteri Agama RI No.30 Tahun 2013 diatas,
sudah dijelaskan bahwa BPS BPIH harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Berbadan hukum Perseroan Terbatas.
2. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki
layanan syariah.
3. Memiliki layanan bersifat nasional.
4. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi
dengan sistem layanan haji Kementrian Agama.
5. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan
peraturan lainnya.
6. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program
penjamin LPS atas dana setoran awal.
60
7. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana
sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun
yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
61
BAB III
GAMBARAN UMUM PELAKSANAAN PEMBIAYAAN TALANGAN
HAJI DI BANK SYARIAH MANDIRI
A. Gambaran Umum Bank Syariah Mandiri
1. Sejarah Bank Syariah Mandiri
Kehadiran Bank Syariah Mandiri sejak tahun 1999, sesungguhnya
merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan
moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan
moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi
termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam
dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan
masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut,
industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank
konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya
mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi
sebagian bank-bank di Indonesia. Salah satu bank konvensional, PT
Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan
Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi
juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut
dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta
mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah
melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang
62
Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu
bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli
1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan
menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik
mayoritas baru BSB. Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger,
Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim
Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan
untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok
perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU
No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani
transaksi syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa
pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk
melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional
menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan
Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga
kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank
yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank
Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto,
SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah
dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI
No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat
63
Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No.
1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank
Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut,
PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin
tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank
yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani,
yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme
usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan
Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM
hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang
lebih baik (www.syariahmandiri.co.id, diakses pada tanggal 14
Desember 2014).
2. Profil Bank Syariah Mandiri dan Bank Syariah Mandiri KC Salatiga
Bank Syariah Mandiri merupakan perusahaan dalam bentuk
perseroan terbuka, yaitu PT Bank Syariah Mandiri. PT Bank Syariah
Mandiri berdiri pada tanggal 25 Oktober 2014, namun Bank Syariah
Mandiri mulai beroperasi pada tanggal 1 November 1999.
Dengan modal dasar untuk mendirikan bank tersebut sebesar Rp. 2.
500.000.000.000,- dan modal disetor sebesar Rp. 1.489.021.935.000,-.
Sampai sekarang Bank Syariah Mandiri mempunyai kantor layanan
sebanyak 864 kantor, yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia.
Dengan jumlah jaringan ATM BSM sebanyak 921 ATM Syariah
64
Mandiri, ATM Mandiri 11.886, ATM Bersama 60.922 unit (include
ATM Mandiri dan ATM BSM), ATM Prima 74.050 unit, EDC BCA
196,870 unit, ATM BCA 10,596 dan Malaysia Electronic Payment
System (MEPS) 12.010 unit.
Per Desember tahun 2013, Bank Syariah Mandiri mempunyai
169.945 karyawan. Kepemilikan saham dari PT Bank Syariah Mandiri
terbagi menjadi dua, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk memiliki
231.648.712 lembar saham (99,999999%) dan PT Mandiri Sekuritas
memiliki 1 lembar saham (0,000001%).
Dan untuk memudahkan masyarakat dalam mengakses semua
informasi mengenai Bank Syariah Mandiri, Bank Syariah Mandiri
mempunyai situs web yang dapat diakses di
www.syariahmandiri.co.id.
Sedangkan Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Salatiga
beralamatkan di Jl. Diponegoro Ruko Salatiga Square No. 77-A6 dan
77-A7, Kel. Sidorejo Lor, Kec. Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah.
3. Visi dan Misi Bank Syariah Mandiri
a. Visi
Memimpin pengembangan peradaban ekonomi yang mulia.
b. Misi
1) Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata
industri yang berkesinambungan.
65
2) Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran
pembiayaan pada segmen UMKM.
3) Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja
yang sehat.
4) Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan
lingkungan.
5) Mengembangkan nilai-nilai syariah universal
4. Struktur Organisasi Bank Syariah Mandiri KC Salatiga
Shared Values
Setelah melalui proses yang melibatkan seluruh jajaran pegawai
sejak pertengahan 2005, lahirlah nilai-nilai perusahaan baru yang
disepakati bersama untuk dijadikan pedoman oleh seluruh pegawai
Bank Syariah Mandiri yang disebut Bank Syariah Mandiri Shared
Values. BSM shared values disingkat ETHIC. Adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut:
a. Excellence
Berupaya mencapai kesempurnaan melalui perbaikan yang
terpadu dan berkesinambungan,meningkatkan keahlian sesuai
dengan tugas yang diberikan dan sesuai dengan tuntutan profesi
bankir, serta berkomitmen pada kesempurnaan.
b. Teamwork
Mengembangkan lingkungan kerja yang saling bersinergi
dengan cara mewujudkan iklim lalu lintas pesan yang lancar
66
dan sehat, menghargai pendapat dan kontribusi orang lain, serta
memiliki orientasi pada hasil dan nilai tambah bagi
stakeholder.
c. Humanity
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan religius dan
meluruskan niat untuk mendapatkan ridha Allah.
d. Integrity
Mentaati kode etik profesi dan berpikir serta berperilaku terpuji
dengan cara menerima tugas dan kewajiban sebagai amanah
dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab sesuai
dengan ketentuan dan tuntutan perusahaan.
e. Customer Focus
Memahami dan memenuhi kebutuhan pelanggan untuk menjadikan
Bank Syariah Mandiri sebagai mitra yang terpercaya dan
menguntungkan dengan cara proaktif dalam menggali dan
mengimplementasikan ide-ide baru untuk memberikan layanan yang
lebih baik dan lebih cepat dibandingkan kompetitor.
Nilai-nilai tersebut diupayakan untuk selalu ditanamkan dalam
organisasi Bank Syariah Mandiri . Berikut ini adalah bagan struktur
organisasi BSM Salatiga masing-masing bagian:
67
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Bank Syari‟ah Mandiri
Berdasarkan struktur organisasi tersebut akan diuraikan tugas dan
wewenang dari masing-masing bagian, yaitu sebagai berikut:
1) Kepala Cabang
a) Mengelola secara optimal sumber daya cabang agar dapat
mendukung kelancaran opersional bank.
b) Menetapkan dan melaksanakan strategi pemasaran produk bank
guna mencapai tingkat volume/sasaran yang telah ditetapkan
baik pembiayaan, dana, maupun jasa.
c) Memastikan realisasi target operasional cabang serta
menetapkan upaya-upaya pencapaiannya.
d) Melakukan kegiatan penghimpunan dana; pemasaran
pembiayaan; pemasaran jasa-jasa dan mencapai target yang
telah ditetapkan.
e) Melakukan review terhadap katajaman dan kedalaman analisis
pembiayaan guna antisipasi resiko.
68
f) Mengimplementasikan corporate culture Bank Syari‟ah
Mandiri kepada seluruh cabang.
2) Marketing Manager
a) Mengelola secara optimal sumber daya agar dapat mendukung
kelancaran operasional cabang.
b) Membuat rencana kerja (RKSP) tahunan bidang pemasaran
agar dapat mendukung kelancaran operasional cabang.
c) Review syarat/prasyarat dalam Surat Penegasan Persetujuan
Pembiayaan (SP3) telah sesuai dengan yang diputuskan Komite
Pembiayaan Cabang/Pusat.
d) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan Kepala
Cabang.
3) Operation Manager
a) Mengelola secara optimal sumber daya bidang operasi agar
dapat mendukung kelancaran operasional cabang.
b) Membuat rencana dan sasaran kerja tahunan di bidang operasi.
c) Melakukan pengecekan pemenuhan prasyarat/syarat
pembiayaan berdasarkan Surat Penegasan Persetujuan
Pembiayaan (SP3) dan akad pembiayaan.
d) Melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh Kepala
Cabang.
4) Customer Service
69
a) Memberikan penjelasan nasabah/calon nasabah atau investor
mengenai produk-produk Bank Syariah Mandiri berikut syarat-
syarat maupun tata cara prosedurnya.
b) Melayani pembukaan rekening giro dan tabungan sesuai
dengan permohonan investor.
c) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang ditunjuk atasan.
5) Pelaksana SDI dan GA
a) Mentatausahakan absensi harian pegawai (pagi dan sore).
b) Mentatausahakan dan membayar uang lembur pegawai.
c) Melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh atasan.
6) Teller
a) Bersama-sama dengan operation manager:
(1) Mengambil/menyimpan uang tunai dari/ke dalam brangkas
kas/teller.
(2) Melaksanakan pengawasan brangkas.
b) Pada awal/akhir hari mengambil/menyimpan box teller dari/ke
dalam brangkas.
c) Bersama-sama operation manager:
(1) Menghitung persediaan uang yang ada di brangkas teller.
(2) Pada awal/akhir membuka/ menutup brangkas teller.
d) Melayani penyetoran tunai maupun non tunai dengan benar dan
cepat.
70
e) Membuak (posting) mutasi kas secara benar melalui
teminalnya.
5. Produk-Produk di Bank Syariah Mandiri KC Salatiga
Di Bank Syari‟ah Mandiri khususnya di Kantor cabang Salatiga
terdapat berbagai produk, baik berupa pendanaan ataupun jasa.
Produk-produknya sebagai berikut:
a. Pendanaan
1) Tabungan BSM
Tabungan BSM adalah simpanan yang penarikannya
berdasarkan syarat -syarat tertentu yang disepakati. Manfaat:
a) Sarana investasi jangka pendek
b) Aman dan terjamin
c) Bagi hasil kompetitif
d) Setor dan tarik tunai online di seluruh cabang BSM
e) Fasilitas e-Banking, yaitu BSM Mobile Banking dan BSM
Net Banking
f) Fasilitas BSM Card yang berfungsi sebagai kartu ATM dan
debit
g) Kemudahan dalam penyaluran zakat, infaq dan sedekah.
Karakteristik:
a) Berdasarkan prinsip syari‟ah dengan akad Mudharabah
muthlaqah. Mudharabah muthlaqah adalah akad antara
pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan pengelola
71
(mudharib) untuk memperoleh keuntungan, yang
kemudian akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati.
Dalam hal ini, mudharib (bank) diberikan kekuasaan
penuh untuk mengelola modal atau menentukan arah
investasi sesuai syariah.
b) Minimum setoran awal Rp. 80.000,-
c) Minimum setoran berikutnya Rp. 100.000,-
d) Saldo minimum Rp. 50.000,-
e) Biaya tutup rekening Rp. 20.000,-
f) Biaya administrasi/bulan Rp. 6.000,-
Contoh perhitungan:
Saldo rata-rata tabungan Pak Sarman bulan Agustus adalah
RP. 1.000.000,-. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara Bank
dan Nasabah adalah 66 : 34. Bila saldo rata-rata tabungan
seluruh nasabah BSM pada bulan Agustus adalah RP. 70
Milyar dan pendapatan Bank yang dibagihasilkan untuk
nasabah tabungan adalah RP. 6 milyar maka bagi hasil yang
diperoleh Pak saman adalah :
Rp. 1.000.000,- Rp. 70.000.000.000,- x Rp. 6.000.000.000,- x
34% = Rp. 29.143 (sebelum dipotong pajak).
2) Tabungan Berencana BSM
Tabungan Berencana BSM adalah tabungan berjangka yang
memberikan nisbah bagi hasil berjenjang serta kepastian
72
bagi penabung maupun ahli waris untuk memperoleh
dananya sesuai target pada waktu yang diinginkan.
Manfaat tabungan:
a) Bagi hasil yang kompetitif
b) Kemudahan perencanaan keuangan nasabah jangka
panjang.
c) Perlindungan asuransi secara gratis dan otomatis, tanpa
pemeriksaan kesehatan.
d) Jaminan pencapaian target dana.
Manfaat asuransi:
a) Nisbah bagi hasil dengan pola berjenjang (progresif).
Semakin besar saldo maka semakin besar nisbah bagi hasil
yang didapat.
b) Menggunakan sistem autodebet untuk mendisiplinkan
pola menabung nasabah.
c) Polis biaya premi asuransi jiwa ditanggung bank.
d) Perlindungan asuransi jiwa sampai dengan Rp 200 juta.
e) Setoran minimum hanya Rp 100 ribu per bulan.
Karakteristik:
a) Menggunakan akad mudharabah mutlaqah. Akad
mudharabah mutlaqah adalah akad antara pihak pemilik
modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib)
untuk memperoleh keuntungan yang kemudian akan
73
dibagikan sesuai nisbah yang disepakati. Dalam hal ini
mudharib (bank) diberikank uasa penuh untuk mengelola
modal atau menentukan arah investasi sesuai syariah.
b) Periode tabungan 1 sampai 10 tahun.
c) Usia nasabah minimal 18 tahun dan maksimal 60 tahun saat
jatuh tempo.
d) Setoran bulanan berlaku tetap minimal Rp 100.000,-
yang tidak bisa dicairkan hingga jatuh tempo (akhir masa
kontrak).
e) Target dana minimal Rp.1.2000. 000,- dan maksimal Rp.
200.000.000,-
f) Jumlah setoran bulanan dan periode tabungan tidak dapat
diubah.
g) Tidak dapat menerima setoran diluar setoran bulanan.
h) Saldo tabungan tidak bisa ditarik. Apabila ditutup sebelum
jatuh tempo (akhir masa kontrak) akan dikenakan biaya
administrasi.
3) Tabungan Simpatik
Tabungan berdasarkan prinsip wadiah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat berdasarkan syarat-syarat yag disepakati.
Manfaat:
a) Aman dan terjamin.
b) Online diseluruh outlet BSM.
74
c) Bonus bulanan yang dierikan sesuai dengan kebijakan
BSM.
d) Fasilitas BSM Card, yang berfungsi sebagai kartu ATM
dan debit.
e) Fasilitas e-Banking, yaitu BSM Mobile Banking dan BSM
Net Banking.
f) Penyaluran zakat, infaq dan sedekah.
Karakteristik:
a) Berdasarkan prinsip syariah dengan akad wadiah.
b) Setoran awal minimal Rp. 20.000,- (tanpa ATM) dan Rp.
30.000,- (dengan ATM).
c) Setoran berikutnya minimal Rp. 10.000,-
d) Saldo minimal Rp. 20.000,-
e) Biaya tutup rekening Rp. 10.000,-
f) Biaya administrasi Rp. 2.000,- per rekening per bulan atau
sebesar bonus bulanan (tidak mengurangi saldo minimal)
4) Deposito
Deposito BSM adalah produk investasi berjangka yang
penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu
tertentu sesuai kesepakatan. Manfaat:
a) Sarana investasi terarah sesuai syariah
b) Pilihan jangka waktu : 1, 3, 6, dan 12 bulan
c) Dana aman dan terjamin
75
d) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan
e) Bagi hasil kompetitif.
Karakteristik:
a) Menggunakan akad dengan prinsip syariah yaitu
mudharabah muthlaqah. Mudharabah muthlaqah adalah
akad antara pihak pemilik modal (shahibul maal) dengan
pengelola (mudharib) untuk memperoleh keuntungan ,yang
kemudian akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati.
Dalam hal ini, mudharib (bank) diberikan kekuasaan penuh
untuk mengelola modal atau menentukan arah investasi.
b) Dicairkan pada saat jatuh tempo.
c) Setoran awal minimum Rp. 2.000.000,-
d) Biaya materai Rp. 6.000,-
Contoh perhitungan bagi hasil:
Deposito Ibu Fitri Rp. 10.000.000,- berjangka waktu 1 bulan.
Perbandingan nisbah bank dan nasabah adalaj 48%: 52%.
Total saldo semua deposan (1 bulan) adala Rp. 200 milyar dan
bagi hasil yang dibagikan adalah Rp. 3 milyar. Bagi hasil yang
didapatkan Ibu Fitri adalah:
Rp. 10.000.000,-/Rp. 200.000.000.000,- x Rp. 3.000.000.000,-
x 52% = Rp. 78.000,- (sebelum dipotong pajak).
5) Tabungan Mabrur
76
Tabungan dalam mata uang rupiah untuk membantu
pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Manfaat yang diperoleh
dari tabungan mabrur adalah:
a) Aman dan terjamin
b) Fasilitas talangan haji untuk kemudahan mendapatkan porsi
haji.
c) Online dengan SISKOHAT Departemen agama untuk
kemudahan pendaftaran haji.
Karakteristik:
a) Berdasarkan prinsip syariah dengan akad mudharabah
muthlaqah.
b) Tidak dapat dicairkan kecuali untuk melunasi Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji/Umrah (BPIH).
c) Setoran awal minimal Rp. 100.000,-
d) Setoran selanjutnya minimal Rp. 100.000,-
e) Saldo minimal untuk didaftarkan ke SISKOHAT adalah
Rp. 25.000.000 atau sesuai ketentuan dari Departemen
Agama.
f) Biaya penutupan rekening karena batal Rp. 25.000,-
6) Tabungan Mabrur Junior
Tabungan dalam mata uang rupiah untuk membantu
pelaksanaan ibadah haji dan umrah khusus untuk usia dibawah
77
17 tahun. Manfaat yang diperoleh dari tabungan mabrur junior
adalah:
a) Aman dan terjamin
b) Kemudahan perencanaan keuangan untuk membantu
pelaksanaan ibadah haji dan umrah.
c) Kemudahan pendaftaran haji melalui SISKOHAT
Kementrian Agama.
d) Kemudahan dalam penyetoran ke rekening tabungan.
Fitur:
a) Berdasarkan prinsip syariah yaitu mudharabah muthlaqah.
Mudharabah muthlaqah adalah akad antara pihak pemilik
modal (shahibul maal) dengan pengelola (mudharib) untuk
memperoleh keuntungan ,yang kemudian akan dibagikan
sesuai nisbah yang disepakati. Dalam hal ini, mudharib
(bank) diberikan kekuasaan penuh untuk mengelola modal
atau menentukan arah investasi.
b) Usia nasbah maksimal 17 tahun dan belum mempunyai
KTP.
c) Tidak dapat dicairkan kecuali untuk melunasi Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji/Umrah (BPIH).
d) Setoran awal minimal RP. 100.000,- dan setoran
selanjutnya minimal Rp. 100.000,-
78
e) Saldo minimal untuk didaftarkan ke SISKOHAT adaah Rp.
25.100.000,- atau esuai ketentuan dari Kementrian Agama.
f) Notifikasi reminder saldo melalui email dan/ atau sms
apabila saldo sedah mencapai Rp. 25.000.000,- atau sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di bank (biaya notifikasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bank).
g) Bebas biaya pembukaan rekening dan biaya administrasi.
h) Apabila tabungan ditutup bukan karena penyetoran BPIH
dan pembayaran umrah dikenakan biaya sebesar Rp.
25.000,-
i) Online di seluruh outlet BSM.
7) Giro
Giro BSM adalah simpanan yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro,
atau alat perintah bayar lainnya dengan prinsip wadiah yad
adh-dhamanah. Manfaat yang dapat diperoleh dari Giro BSM
adalah:
a) Aman, terjamin dan tersedia setiap saat.
b) Kemudahan bertransaksi finansial, cocok bagi para
pengusaha. Transaksi dapat menggunakan cek atau bilyet
giro.
c) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan.
79
d) Fasilitas Intercity Clearing untuk kecepatan bayar inkaso
(kliring antar wilayah).
e) Fasilitas BSM Card, sebagai kartu ATM sekaligus debet
(untuk perorangan).
f) Fasilitas pengiriman account statement setiap awal bulan.
g) Bonus bulanan yang diberikan sesuai dengan kebijakan
BSM.
Karakteristik:
a) Berdasarkan prinsip syariah dengan akad Wadi'ah yad
dhamanah. Wadi'ah yad dhamanah adalah akad
penitipan uang antara pihak yang mempunyai uang
dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan
untuk menjaga keutuhan uang, di mana pihak
penerima titipan berhak memanfaatkannya berikut
bertanggung jawab atas pengembalian kepada pihak yang
menitipkan.
b) Setoran awal minimum Rp. 500.000,- (perorangan) dan Rp.
1.000.000,- (perusahaan).
c) Saldo minimum Rp. 500.000,- (perorangan) dan Rp.
1.000.000,- (perusahaan).
d) Biaya administrasi bulanan untuk perorangan Rp. 10.000,-
sedangkan untuk perusahaan Rp. 15.000,-.
e) Biaya tutup rkening Rp. 30.000,-
80
f) Biaya administrasi buku cek/bilyet giro Rp. 100.000,-.
8) Obligasi
Obligasi Bank Syariah Mandiri (Mudharabah). Surat berharga
jangka panjang berdasar prinsip syariah yang mewajibkan
emiten (Bank Syariah Mandiri) untuk membayar pendapatan
bagi hasil atas kupon dan membayar kembali Dana Obligasi
Syariah pada saat jatuh tempo. Manfaat:
a) Memperoleh nisbah yang lebih tinggi dibandingkan dengan
simpanan dana pihak ketiga lainnya.
b) Dapat diperjualbelikan
Fasilitas:
a) Jangka waktu 5 tahun dengan pemberian nisbah setiap 3
bulan.
b) Pendapatan yang dibagi hasilkan hanya berdasarkan
pendapatan dari pembiayaan murabahah yang dihitung
secara proposional dengan nisbah 77,5% untuk pemegang
obligasi.
c) Jumlah minimal yang dapat diperjualbelikan sebesar Rp. 10
juta.
d) Bukti kepemilikan Obligasi Syariah.
b. Pembiayaan
1) Gadai Emas BSM
81
Gadai Emas BSM merupakan produk pembiayaan atas dasar
jaminan berupa emas sebagai salah satu alternatif memperoleh
uang tunai dengan cepat. Manfaat yang diperoleh adalah:
a) Proses cepat
b) Proses mudah
c) Jaminan keamanan
Akad:
Akad yang digunakan adalah akad Qardh wal Ijarah. Qardh
wal Ijarah adalah akad pemberian pinjaman dari bank
untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar
bank menjaga barang jaminan yang diserahkan.
2) Mudharabah BSM
Pembiayaan Mudharabah BSM adalah pembiayaan di mana
seluruh modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh
bank. Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan
nisbah yang disepakati. Manfaat:
a) Membiayai total kebutuhan modal usaha nasabah nisbah
bagi hasil tetap antara Bank dan Nasabah.
b) Angsuran berubah-ubah sesuai tingkat revenue atau
realisasi usaha nasabah (revenue sharing).
3) Musyarakah BSM
82
Pembiayaan khusus untuk modal kerja, di mana dana dari bank
merupakan bagian dari modal usaha nasabah dan keuntungan
dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati. Manfaat:
a) Lebih menguntungkan karena berdasarkan prinsip bagi
hasil.
b) Mekanisme pengembalian yang fleksibel sesuai dengan
realisasi usaha .
4) Murabahah BSM
Pembiayaan Murabahah BSM adalah pembiayaan berdasarkan
akad jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang
yang dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar
harga pokok ditambah dengan keuntungan margin yang
disepakati. Manfaat:
a) Membiayai kebutuhan nasabah dalam hal pengadaan barang
konsumsi seperti rumah, kendaraan atau barang produktif
seperti mesin produksi, pabrik dan lain-lain.
b) Nasabah dapat mengangsur pembayarannya dengan jumlah
angsuran yang tidak akan berubah selama masa perjanjian.
5) Talangan Haji BSM
Talangan Haji BSM merupakan pinjaman dana talangan dari
bank kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan
dana untuk memperoleh kursi atau seat haji dan pada saat
pelunasan BPIH. Manfaat:
83
a) Dapat dipenuhinya kebutuhan dana secara mendadak untuk
menutup kekurangan dana sebagai persyaratan dalam
memperoleh porsi haji atau pelunasan BPIH.
b) Proses pinjaman relatif cepat dan mudah.
Akad:
Akad yang digunakan adalah akad Qardh wal Ijarah. Qardh
wal Ijarah adalah akad pemberian pinjaman dari bank untuk
nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank
menjaga barang jaminan yang diserahkan.
c. Jasa
1) Jasa produk
a) Kartu atau ATM BSM merupakan sarana untuk melakukan
transaksi pada ATM Syariah Mandiri. Manfaat:
(1) Penarikan tunai dengan cepat.
(2) Penarikan beberapa kali, juga saat bank tutup.
(3) Pemindahbukuan.
(4) Praktis dan aman.
(5) Kemudahan tarik tunai di seluruh ATM BSM, ATM
MANDIRI, ATM BCA, ATM Bersama dan ATM
Prima.
b) BSM SMS Banking merupakan produk layanan perbankan
berbasis teknologi seluler yang memberikan kemudahan
melakukan berbagai transaksi perbankan. Manfaat:
84
(1) Transaksi kapan dan di mana saja
(2) Pendaftaran gratis di seluruh cabang BSM
(3) Biaya transaksi murah
2) Jasa operasional
a) Setoran Klirin merupakan penagihan warkat bank lain di
mana lokasi bank tertariknya berada dalam satu wilayah
kliring. Karakteristik:
(1) Hasil kliring dikreditkan ke rekening nasabah atau
ditransfer ke rekening nasabah di bank lain.
(2) Valuta rupiah.
(3) Bank hanya penerima amanat dan mewakili
(wakalah) nasabah, bila warkat tersebut ditolak bank
tertarik, maka Bank Syariah Mandiri tidak
bertanggung jawab.
b) Inkaso merupakan penagihan warkat bank lain di mana
bank tertariknyaberbeda wilayah kliring atau berada di luar
negeri, hasilnya penagihan akan dikredit ke rekening
nasabah. Karakteristik:
(1) Nasabah harus memiliki rekening di Bank Syariah
Mandiri.
(2) Mata uang rupiah atau valuta asing lainnya (USD,
SGD)
85
(3) Hasil inkaso dikreditkan ke rekening nasabah atau
ditransfer ke rekening nasabah di bank lain.
(4) Bank hanya penerima amanat dan mewakili
(wakalah) nasabah, bila terjadi kesalahan atau
keterlambatan hasil inkaso, maka Bank Syariah Mandiri
tidak bertanggung jawab.
3) Jasa investasi
BSM Investa Berimbang adalah reksadana Campuran (Mix
Fund / Balanced Fund) berbasis instrument pasar uang, pasar
obligasi dan pasar saham dengan ketentuan investasi sesuai
syariah. BSM Investa Berimbang juga dikelola,
diadministrasikan, disimpan dan didistribusikan (dijual) oleh
sinergi 3 (tiga) kekuatan besar, yaitu:
a) Mandiri Investasi (sebagai manajer investasi dengan dana
kelolaan terbesar di Indonesia),
b) Deutsche Bank (sebagai bank kustodi reksa dana terbesar di
Indonesia yang sudah berperan aktif sebagai kustodi reksa
dana konvensional maupun Syariah) dan
c) Bank Syariah Mandiri (sebagai agen penjual yang
merupakan bank syariah terbesar di Indonesia).
86
B. Gambaran Umum Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah
Mandiri
1. Pengertian Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah Mandiri
Pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri merupakan
pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah khusus untuk
menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji dan pada
saat pelunasan BPIH.
Dasar dikeluarkannya pembiayaan talangan haji ini adalah dengan
dikeluarkannya fatwa DSN MUI N0. 29/DSN-MUI/VI/2002 pada
tanggal 06 Juni 2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji oleh LKS
(Lembaga Keuangan Syari‟ah). Yang memuat ketentuan sebagai
berikut:
a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh
imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai
fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000.
b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran
BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa
DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001.
c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh
dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji.
d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah
talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
87
Dalam pelaksanaan pembiayaan di Bank Syariah Mandiri juga
berdasarkan fatwa tersebut. Dari segi akad yang digunakan, perolehan
imbalan jasa, maupun jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak
boleh dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji melainkan
pembiayaan talangan haji.
2. Akad Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syariah Mandiri
Akad yang digunakan dalam pembiayaan talangan haji di Bank
Syariah Mandiri adalah akad Qardh wal Ijarah. Qardh dalam
operasional perbankan syariah merupakan salah satu akad yang
digunakan dalam produk pembiayaan. Akad qardh dalam Bank
Syariah Mandiri digunakan sebagai akad perjanjian utang-piutang
antara bank dengan nasabah yang akan digunakan untuk pendaftaran
perolehan porsi haji (kursi/seat haji) melalui Sistem Komputerisasi
Haji Terpadu (SISKOHAT) dan pada saat pelunasan BPIH. Dan dalam
pelaksanaan akad ini Bank Syari‟ah Mandiri berdasarkan fatwa DSN-
MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001. Menurut Customer Service Bank
Mandiri dalam akad qardh, nasabah tidak dikenakan biaya
administrasi. Maka untuk menghindari Ibadah haji dengan cara
berhutang, nasabah berkewajiban melunasi hutangnya sebelum
keberangkatan Ibadah haji.
Sedangkan Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang tersebut
88
(Ali, 2010 : 43). Dalam pembiayaan talangan haji di Bank syariah
Mandiri akad ijarah ini digunakan dalam proses administrasi dan jasa
dari Bank Syari‟ah Mandiri untuk mengurus pendaftaran SISKOHAT
(Sistem Komputerisasi Haji Terpadu) serta pelayanan haji kepada
nasabah. Jadi Bank Syari‟ah Mandiri dapat memperoleh ujrah dari
akad ijarah ini. Dan dalam pelaksanaan akad ini Bank Syari‟ah
Mandiri berdasarkan fatwa DSN-MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000.
Jadi Qardh wal Ijarah adalah akad pemberian pinjaman dari bank
untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar bank
menjaga barang jaminan yang diserahkan. Namun dalam pembiayaan
talangan haji tidak ada barang yang dijaminkan. Karena dalam
pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri ini menggunakan
asas saling percaya dan demi kemaslahatan hidup. Akad inilah yang
digunakan sebagai akad dalam pembiayaan talangan haji di Bank
Syariah Mandiri.
3. Mekanisme Pembiayaan Talangan Haji
Talangan Haji Rp. 22.500.000,-
Jangka Waktu 1 Tahun
Tabungan Mabrur BSM Rp. 100.000,-
Ujrah Rp. 2.850.000,-
Pendaftaran haji Rp. 2.500.000,-
Materai Rp. 48.000,-
Total Rp. 5.498.000,- Sumber: Bank Syari‟ah Mandiri KC. Salatiga
Tabel 3.2 Ketentuan Pembiayaan Talangan Haji
Bank Syari‟ah Mandiri KC. Salatiga
89
Dari Tabel 3.2 dapat dijelaskan bahwa Bank Syari‟ah mandiri
memberikan pembiayaan talangan haji sebesar Rp. 22.500.000,-
dengan jangka waktu pengembalian adalah 1 tahun. Syarat untuk para
calon nasabah pembiayaan talangan haji harus memiliki rekening
Tabungan Mabrur BSM dengan saldo yang harus ada dalam tabungan
mabrur tersebut adalah Rp. 100.000,-. Serta memiliki formulir Surat
Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) yang telah dilegalisir Kantor
Departemen Agama setempat. Dan nasabah akan dikenakan biaya
pendaftaran haji sebesar Rp. 2.500.000,- serta ujrah untuk bank
Syari‟ah Mandiri sebesar Rp. 2.850.000 dan biaya materai Rp.
48.000,-. Jadi total biaya yang harus dikeluarkan calon nasabah untuk
mendapatkan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri
adalah Rp. 5.498.000,-.
Setelah calon nasabah melengkapi persyaratan dan pihak Bank
Syari‟ah Mandiri melakukan survei kepada calon nasabah, maka pihak
Bank Syari‟ah Mandiri akan memutuskan. Apakah calon nasabah
tersebut layak untuk mendapatkan pembiayaan talangan haji atau
tidak. Setelah dinyatakan layak oleh pihak Bank Syari‟ah Mandiri
maka nasabah wajib menandatangani perjanjian yang dibuat antara
nasabah dengan pihak bank atas dasar kesukarelaan dari kedua belah
pihak. Setelah itu nasabah melakukan pembayaran sejumlah Rp.
5.498.000,-, dan mendapatkan rekening tabungan mabrur.
90
Namun sebelum pihak bank mendaftarkan nasabah melalui
SISKOHAT (Sistem Komputerisasi Haji Terpadu), nasabah calon
jamaah haji harus datang ke kantor Kementrian Agama setempat untuk
mengisi Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH), dengan membawa kartu
rekening tabungan dan melampirkan dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan. Kemudian nasabah calon jamaah haji datang lagi ke
Bank Syari‟ah Mandiri dengan membawa: SPPH, 5 lembar pas photo,
dan buku tabungan mabrur. Maka setelah itu dari pihak Bank Syari‟ah
Mandiri akan mendaftarkan nasabah melalui SISKOHAT (Sistem
Komputerisasi Haji Terpadu). Dan setelah mendapatkan nomor porsi,
nasabah calon jamaah haji mendaftar ulang ke kantor Kementrian
Agama setempat dengan membawa bukti setoran BPIH dan bukti
pendebetan serta untuk menanyakan jadwal keberangkatan
Untuk menjamin pelunasan atas hutang nasabah yang diberikan
oleh bank, maka nasabah menyerahkan barang jaminan berupa:
a. Tabungan Bank Syari‟ah Mandiri dalam hal ini adalah Tabungan
Mabrur, atau
b. Satu lembar bukti setoran tabungan (setelah di entry ke
SISKOHAT).
c. Surat pernyataan batal dari calon jamaah haji.
d. Surat permohonan batal kepada Kantor Departemen Agama dari
calon jamaah haji.
91
e. Surat kuasa kepada bank untuk mengurus pembatalan dari calon
jamaah haji.
4. Manfaat Pembiayaan Talangan Haji
Manfaat yang diperoleh apabila kita menggunakan jasa
pembiayaan talangan haji di Bank Syariah Mandiri adalah sebagai
berikut :
b. Dapat dipenuhinya kebutuhan dana secara mendadak untuk
menutupi kekurangan dana sebagai persyaratan dalam memperoleh
porsi haji atau pelunasan BPIH.
c. Proses pinjaman relatif cepat dan mudah.
92
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Hukum Islam
Islam memahami bahwa perkembangan perekonomian berjalan
begitu cepat dan dinamis. Islam memberikan jalan serta kebebasan bagi
manusia untuk melakukan berbagai kegiatan bermuamalat antara sesama
manusia. Dan Islam juga memberikan kebebasan bagi manusia untuk
melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui berbagai macam
kegiatan dalam bidang perekonomian. Salah satunya improvisasi dan
inovasi dalam produk Lembaga Keuangan Syari‟ah.
Dewasa ini kebutuhan akan adanya berbagai produk dalam
Lembaga Keuangan Syari‟ah semakin meningkat. Meningkatnya taraf
hidup manusia, mendorong inovasi akan adanya suatu produk dari
Lembaga Keuangan Syari‟ah atau Perbankan Syari‟ah yang dapat
membantu masyarakat untuk mencapai suatu keridhaan kepada Allah
SWT. Salah satunya produk pembiayaan talangan haji yang dikeluarkan
oleh Bank Syari‟ah Mandiri. Pembiayaan talangan haji di Bank Syariah
Mandiri merupakan pinjaman dana talangan dari bank kepada nasabah
khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk memperoleh kursi/seat haji
dan pada saat pelunasan BPIH.
Namun dalam perspektif fiqh salah satu syarat wajib menunaikan
ibadah haji adalah mampu, dan secara sepakat para ulama Mazhab
93
menetapkan bahwa bisa atau mampu itu merupakan syarat kewajiban haji
(Mughniyah, 1991 : 256). Kesepakatan para ulama Mazhab tersebut
didasarkan pada firman Allah SWT, sebagai berikut:
Artinya: Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya)
maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (baitullah itu) menjadi aman
dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu
(bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang
siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha
Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam(Q.S. Ali Imran : 97).
Mampu disini mempunyai arti yang luas, dan ulama Mazhab juga
berbeda pendapat dalam mengkategorikan “mampu”. Yang dapat diambil
kesimpulan bahwa mampu disini, berarti mampu mengeluarkan biaya
untuk melakukan perjalanan, mempunyai cukup bekal selama
melaksanakan ibadah haji, tidak menelantarkan keluarga yang ditinggal
melaksanakan perjalanan ibadah haji, serta sekembalinya ke rumah masih
bisa melangsungkan kehidupan.
Dari uraian diatas menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan
nasabah yang menggunakan produk pembiayaan talangan haji di Bank
Syari‟ah Mandiri? apakah mereka dianggap mampu dalam melakukan
94
perjalanan ibadah haji? Bank Syariah Mandiri sebelum memberikan
pembiayaan talangan haji juga mempertimbangkan berbagai aspek. Salah
satunya dari segi perekonomian nasabah. Bank Syari‟ah Mandiri juga
melakukan survei melalui data-data persyaratan yang diperoleh dari
nasabah.
Menurut penulis adanya produk pembiayaan talangan haji tersebut
justru dapat membantu dan memudahkan para nasabah untuk
melaksanakan rukun Islam yang ke-5. Dan dengan memperhatikan
berbagai aspek dalam memberikan pembiayaan talangan haji, semakin
meyakinkan bahwa nasabah yang menggunakan produk pembiayaan
talangan haji dapat dikategorikan sebagai seseorang yang telah memenuhi
syarat mampu dalam syarat wajib haji.
Hal tersebut diperkuat dengan adanya fatwa dari Komisi Fatwa
Majelis Ulama Indonesia dalam sidangnya pada tanggal 2 Februari 1979,
yang memfatwakan bahwa :
a. Orang Islam dianggap mampu (Istitha‟ah) melaksanakan ibadah
haji, apabila jasmaniah, ruhaniah, dan pembekalan memungkinkan
ia untuk menuaikan tanpa menelantarkan kewajiban terhadap
keluarga, dianggap telah cukup memadai.
b. Masyarakat kampung dan pedesaan jika mempunyai kelebihan
kekayaan tidak membiasakan menyimpannya berupa uang, akan
tetapi berupa barang (sawah, kebun, rumah) yang oleh karena setiap
ada keperluan dan kebutuhan yang besar, mereka menjual barang-
95
barang itu. Yang sangat penting, asal mereka tidak mengabaikan
kewajiban yang lebih utama semisal nafkah keluarga.
Jadi dengan adanya pembiayaan talangan haji tersebut nasabah
dikatakan telah memenuhi syarat mampu dalam melaksanakan haji, selain
diperkuat adanya fatwa dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam
pelaksanaannya di Bank Syari‟ah Mandiri bahwa pemberian pembiayaan
talangan haji tersebut hanya untuk mendaftarkan nasabah untuk
memperoleh porsi atau nomor antrian haji. Jadi dalam satu waktu nasabah
tidak langsung berangkat untuk menunaikan ibadah haji. Sebagai ilustrasi
apabila nasabah mendaftar pada tahun 2015 maka nasabah belum tentu
berangkat pada tahun 2015, bisa jadi nasabah berangkat pada tahun 2020
atau bahkan 2023. Jadi dalam jangka waktu menunggu tersebut nasabah
bisa melunasi pembiayaan talangan yang diberikan oleh bank Syari‟ah
Mandiri dan juga bisa menabung untuk biaya keberangkatan dan bekal
selama melakukan ibadah haji. Jadi nasabah yang mendapatkan
pembiayaan talangan haji dari segi kemampuannya sudah memenuhi salah
satu syarat haji yaitu mampu.
Selain memenuhi syarat wajib haji, aspek lain yang harus
diperhatikan adalah produk pembiayaan talangan haji itu sendiri. Pada
dasarnya semua bentuk hubungan atau muamalat itu diperbolehkan
sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengharamkannya. Dan dasar
dikeluarkannya pembiayaan talangan haji ini adalah dengan
dikeluarkannya fatwa DSN MUI N0. 29/DSN-MUI/VI/2002 pada tanggal
96
06 Juni 2002 tentang Pembiayaan Pengurusan Haji oleh LKS (Lembaga
Keuangan Syari‟ah). Yang memuat ketentuan sebagai berikut :
a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh imbalan
jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai fatwa DSN-
MUI No.9/DSN-MUI/IV/2000.
b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran
BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai fatwa
DSN-MUI No.19/DSN-MUI/IV/2001.
c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh dipersyaratkan
dengan pemberian talangan haji.
d. Besar imbalan jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah
talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.
Menurut peneliti dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah
Mandiri sesuai dengan hukum Islam, karena mekanisme pembiayaan
talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri dilaksanakan sesuai dengan syara‟
dan sesuai dengan Fatwa DSN-MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002. Baik dari
akad, prinsip perolehan imbalan (ujrah), dan besarnya perolehan imbalan
jasa.
Dalam pembiayaan talangan haji menggunakan akad Qardh wal
Ijarah yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syara‟ dari akad tersebut
dan sesuai fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSN-
MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000. Dan pada prinsip perolehan imbalan
(ujrah) serta besarnya perolehan imbalan jasa juga sudah sesuai. Hanya
97
dengan dana minimal yang harus dimiliki oleh calon jamaah adalah
sebesar Rp. 5.850.000,- maka pembiayaan talangan haji yang
pelaksanaannya menggunakan akad Qardh akan diterima adalah sebesar
Rp. 22.500.000,- dengan jangka waktu pengembalian pinjaman selama 1
tahun. Jumlah yang akan dikembalikan selama jangka waktu 1 tahun
tersebut minimal Rp. 1.000.000,-/ bulan dengan ujrah yang diperoleh dari
jasa Bank Syariah Mandiri sebesar Rp. 2.850.000/tahun. Dan Dengan
asumsi apabila dalam waktu 1 tahun tersebut nasabah belum bisa menutupi
kekurangannya, maka akan dilakukan akad ulang dan akan dikenakan
ujrah (administrasi) per tahunnya. Dapat disimpulkan besar imbalan jasa
al-Ijarah yang diperoleh Bank Syari‟ah Mandiri tersebut juga tidak
didasarkan pada jumlah talangan al-Qardh yang diberikan LKS kepada
nasabah. Jadi pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri Sudah
sesuai dengan hukum Islam.
Selain itu dalam produk pembiayaan talangan haji di Bank
Syari‟ah Mandiri juga menekankan prinsip-prinsip bermuamalat. Menurut
Mohammad Daud Ali (2004 : 132-138) asas-asas muamalat adalah sebagai
berikut:
a. Asas kebolehan atau mubah, yang menunjukkan bahwa kebolehan
melakukan semua hubungan muamalat selama hubungan itu tidak
dilarang oleh al-Qur‟an dan sunnah. Dalam produk pembiayaan
talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri sudah memperhatikan aspek
98
ini. Karena dalam pelaksanaannya berdasarkan pada nilai-nilai syara‟
dan sesuai dengan fatwa DSN MUI No.29/DSN-MUI/VI/2002.
b. Asas kemaslahatan hidup
Asas kemaslahatan hidup yaitu sesuatu yang mendatangkan
kabaikan, berguna dan berfaedah bagi kehidupan. Dalam
menyimpulkan asas kemaslahatan ini peneliti menggunakan kaidah
mashlahah al-mursalah.
Kaidah mashlahah al-mursalah yaitu suatu kemaslahatan yang
tidak ada nash juz‟i (rinci) yang mendukungnya, dan tidak ada pula
yang menolaknya dan tidak ada pula ijma‟ yang mendukungnya
(Haroen, 1996 : 113). Artinya bahwa penetapan suatu hukum itu tiada
lain kecuali untuk menerapkan kemaslahatan umat manusia; yakni
menarik suatu manfaat, menolak bahaya atau menghilangkan kesulitan
umat manusia (Khallaf, 2003 : 110).
Dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri
memperhatikan asas kemaslahatan ini, karena dalam pelaksanaannya
pembiayaan talangan haji ini lebih banyak manfaatnya dan dapat
menghilangkan kesulitan-kesulitan para nasabah. Manfaat tersebut
adalah dapat dipenuhinya kebutuhan dana secara mendadak untuk
menutupi kekurangan dana sebagai persyaratan dalam memperoleh
porsi haji atau pelunasan BPIH. Serta proses pinjaman relatif cepat
dan mudah.
99
Selain manfaat yang didapat, pembiayaan talangan haji Dan
meminimalisir bahaya yang akan terjadi, misalnya penipuan biro haji
yang tidak bertanggung jawab. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri tidak
menyimpang dari prinsip-prinsip bermuamalat.
c. Asas kebebasan dan kesukarelaan
Asas kebebasan dan kesukarelaan mengandung arti bahwa setiap
hubungan bermuamalat harus dilakukan secara bebas dan sukarela.
Bebas berarti para pihak mempunyai kebebasan untuk berkehendak
yang dapat melahirkan kesukarelaan dalam mencapai kesepakatan.
Dalam pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri asas
kebebasan ini sangatlah diutamakan, karena nasabah sepenuhnya
bebas memilih dan melakukan perjanjian. Dan perjanjian tersebut
didasarkan pada rasa sukarela dan tidak ada paksaan.
B. Analisis Pembiayaan Talangan Haji Menurut Peraturan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013
Menteri Agama telah mengeluarkan peraturan mengenai pembiayaan
talangan haji dalam rangka meningkatkan pengelolaan setoran biaya
penyelenggaraan ibadah haji secara lebih profesional, akuntabel, amanah,
dan transparan. Maka Menteri Agama Republik Indonesia memberlakukan
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 yang
mengatur tentang Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah
100
Haji. Selain untuk menanggulangi banyaknya daftar tunggu haji (waiting
list) dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2013 pasal 2 ayat 2 juga menetapkan bahwa Bank Penerima Setoran Biaya
Penyelenggaraan Ibadah Haji harus mendaftar terlebih dahulu kepada
Kementrian Agama RI dengan syarat sebagai berikut:
1. Berbadan hukum Perseroan Terbatas
2. Berbentuk bank syariah atau bank umum nasional yang memiliki
layanan syariah
3. Memiliki layanan bersifat nasional
4. Memiliki sarana, prasarana, dan kapasitas untuk berintegrasi
dengan sistem layanan haji Kementrian Agama
5. Memiliki kondisi kesehatan bank sesuai dengan peraturan Bank
Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ketentuan
peraturan lainnya
6. Menunjukkan keterangan menjadi anggota Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) dan surat kesanggupan melaksanakan program
penjaminan LPS atas dana setoran awal, dan
7. Tidak akan memberikan layanan dana talangan haji atau dana
sejenisnya dengan jangka waktu talangan lebih dari 1 (satu) tahun
yang dibuktikan dengan pernyataan tertulis.
Bank Syari‟ah Mandiri sebagai Bank Penerima Setoran Pembiayaan
Talangan Haji sudah sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013
101
pasal 2 ayat 2. Dan Bank Syari‟ah Mandiri telah mendaftar dan lolos
seleksi sebagai salah satu Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji. Maka sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan
Ibadah Haji Bank Syari‟ah Mandiri harus melaksanakan tugasnya sesuai
dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2013. Dan didalam peraturan tersebut pada pasal 2 ayat 2.g menjelaskan
bahwa Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tidak
boleh memberikan layanan dana talangan haji dengan jangka waktu
talangan lebih dari 1 (satu) tahun. Yang sebelum adanya Peraturan Menteri
Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri
memberikan layanan dana talangan haji dengan jangka waktu
pengembalian selama 3 (tiga) tahun.
Setelah penulis melakukan wawancara pada pihak Bank Syari‟ah
Mandiri, dalam pelaksannannya produk pembiayaan talangan haji di BSM
telah sesuai dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2013. Karena sejak berlakunya Peraturan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri
memberikan layanan pembiayaan talangan haji dengan jangka waktu
talangan hanya 1 (satu) tahun. Apabila dalam waktu satu tahun nasabah
tidak bisa melakukan pelunasan, maka akan dilakukan akad ulang dan
nasabah akan dikenakan ujrah sebesar Rp. 2.850.000,-.
Namun dengan adanya peraturan tersebut dan diadakannya
kembali pembiayaan talangan haji, yang diharapkan dapat mengurangi
102
daftar tunggu haji di Indonesia justru semakin menambah daftar tunggu
haji. Karena dengan adanya pembiayaan talangan haji justru meningkatkan
minat nasabah untuk segera melaksanakan ibadah haji. Walaupun pada
kenyataannya kuota haji untuk jamaah haji Indonesia selalu ditambah dan
dengan diundangkannya peraturan tersebut masih tidak bisa mengurangi
daftar tunggu haji untuk jamaah haji Indonesia.
Dalam upaya lanjutan untuk mengurangi daftar tunggu haji di
Indonesia, Kementrian Agama Republik Indonesia mengeluarkan surat
edaran. Surat edaran tersebut ditujukan kepada Lembaga Keuangan
Syariah maupun non syariah yang mempunyai layanan pembiayaan
talangan haji untuk memberhentikan pembiayaan talangan haji. Di Bank
Syari‟ah Mandiri sendiri mulai menghentikan produk tersebut pada bulan
Maret 2015.
Pemberhentian produk pembiayaan talangan haji menimbulkan
permasalahan baru. Bagaimana dengan nasabah yang sudah menjadi dan
menggunakan produk pembiayaan tersebut? Bagaimana dengan nasabah
yang belum lunas dalam melunasi pembiayaan talangan haji yang sudah
diberikan oleh Bank Syari‟ah Mandiri? Apakah dibatalkan dalam akadnya
ataukah tetap dilanjutkan pelunasannya?
Dari hasil wawancara peneliti dengan pihak Bank Syari‟ah
Mandiri, bahwa setelah diterimanya surat edaran dari Kementrian Agama
Republik Indonesia tersebut produk pembiayaan talangan haji
diberhentikan. Dan untuk nasabah yang sudah menerima pembiayaan
103
talangan haji dan belum lunas dalam pengembalian pembiayaan tersebut,
tetap melakukan pelunasan sampai batas waktu yang telah ditentukan
diawal perjanjian. Sedangkan untuk calon nasabah yang ingin
mendapatkan pembiayaan talangan haji, oleh customer service Bank
Syari‟ah mandiri langsung dijelaskan bahwa produk pembiayaan talangan
haji tersebut sudah dihentikan dan Bank Syari‟ah Mandiri memberikan
alternatif dengan ditawarkannya tabungan mabrur jika calon nasabah
berumur lebih dari 17 tahun dan sudah mempunyai Kartu Tanda Penduduk
(KTP) apabila calon nasabah berumur kurang dari 17 tahun akan
disarankan untuk menjadi nasabah tabungan mabrur junior.
104
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab gambaran umum dan analisis data dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pelaksanaan pembiayaan talangan haji di Bank Syari‟ah Mandiri KC
Salatiga dari segi akadnya sudah menggunakan akad Qardh wal Ijarah
yang sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syara‟ dari akad tersebut dan
sesuai fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 dan fatwa DSN-
MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 dan produk pembiayaan talangan haji
di Bank Syari‟ah Mandiri KC Salatiga telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013. Karena
sejak berlakunya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2013 Bank Syari‟ah Mandiri memberikan layanan
pembiayaan talangan haji dengan jangka waktu talangan hanya 1 (satu)
tahun. Apabila dalam waktu satu tahun nasabah tidak bisa melakukan
pelunasan, maka akan dilakukan akad ulang dan nasabah akan
dikenakan ujrah sebesar Rp. 2.850.000,-.
2. Pelaksanaan pembiayaan Talangan Haji di bank Syari‟ah Mandiri
sudah sesuai dengan hukum Islam dan Peraturan Menteri Agama
Nomor 30 Tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran
Penyelenggaraan Ibadah Haji.
105
B. Saran-Saran
1. Untuk Kementerian Agama Republik Indonesia:
Membuat undang-undang atau peraturan, yang isinya mengenai
pembatasan untuk calon jamaah haji yang sudah pernah menunaikan
ibadah haji supaya melakukan ibadah haji dengan jeda antara 10
sampai 20 tahun berikutnya.
2. Untuk calon jamaah haji:
Calon jamaah haji yang sudah pernah menunaikan ibadah haji
diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk orang lain yang
belum pernah menunaikan ibadah haji untuk menunaikan ibadah haji.
106
DAFTAR PUSTAKA
KITAB
Al-Qur‟an al-Karîm.
BUKU-BUKU
Al-Bugha, Musthafa Dib. 2010. Buku Pintar Transaksi Syariah. Jakarta:
Hikmah.
Ali, Mohammad Daud. 2004. Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Alsa, Asmadi. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif Serta Kombinasinya
dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Basyir, Ahmad Azhar. 2000. Asas Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata
Islam). Yogyakarta: UII Press.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1983. Ilmu Fiqh I. Jakarta: Asona.
Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: ANDI.
Halimah, Nur. 2009. Studi Analisis Terhadap Praktek Akad Qardh Wal Ijarah
Pada Pembiayaan Talangan Haji di Bank Syari’ah Mandiri Cabang
Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Mu‟amalah
IAIN Walisongo.
Haroen, Nasrun. 1996. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos.
Hasbi, Ash-Shiddieqy. 1978. Hukum-Hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV.
Mandar Maju.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya.
107
Mughniyah, Muhammad jawad. 1991. Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Basrie Press.
Muslich, Ahmad Wardi. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Amzah.
Rifai, Muhammad Bahtiyar. 2010. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Produk
Talangan Haji (Studi di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Cik Di Tiro
Yogyakarta). Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Muamalah
UIN Sunan Kalijaga.
Sabiq, Sayyid. 1978. Fikih Sunnah Jilid 5. Bandung: PT Alma‟arif.
Saleh, Hassan. 2008. Kajian Fiqh & Fiqh Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi
dan Tugas akhir. Salatiga: STAIN Salatiga.
Subagyo, P. Joko. 1991. Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta:
Rineka Cipta.
Ulfah, Maria. 2012. Analisis Pengaruh Marketing Syariah Terhadap Minat
Nasabah Dana Talangan Haji (Studi Kasus di Bank Muamalat
Cabang Semarang). Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan
Ekonomi Islam IAIN Walisongo.
UNDANG-UNDANG dan PERATURAN
Fatwa DSN MUI tentang Istitha‟ah Dalam Melaksanakan Ibadah Haji.
Fatwa DSN MUI Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
Fatwa DSN-MUI No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pembiayaan Qardh.
Fatwa DSN MUI Nomor 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan Pengurusan
Haji Lembaga Keuangan Syari‟ah.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2013 tentang
Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji.
Lain-lain
Asmawih, Hidayatullah. 2013. Dana Talangan Haji Dasar Hukum Fatwa.
(online), (http://dayatfsh.blogspot.com/2013/02/dana-talangan-haji-dasar-
hukum-fakta.html., diakses pada 14 Juni 2015).
108
Septatiani, Dyah. 2013. Dana Talangan Haji. (online),
(http://dyahseptatiani.wordpress.com/2013/03/24/dana-talangan-haji/,
diakses pada 11 November 2014).
www.syariahmandiri.co.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Haji.
http://kamusfiqih.wordpress.com/2012/07/03/pengertian-ihram-tawaf-wukuf-sai/
http://www.kabarmakkah.com/2014/09/berapa-tahun-menunggu-kuota-haji.html.